perda 19 2001 - jdih.setjen.kemendagri.go.id · peraturan daerah kabupaten gresik nomor 19 tahun...
TRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR 19 TAHUN 2001
TENTANG
KEPELABUHANAN DI KABUPATEN GRESIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GRESIK
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi di bidang Perhubungan
perlu dilakukan penataan dalam pengaturan kepelabuhanan di
Kabupaten Gresik
b. Bahwa untuk maksud pada huruf a suatu peraturan mengenai
kepelabuhanan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan,
3. TAP MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Rekomendasi Kebijakan
Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (Lembaran Negara 19620 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1125)
5. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung;
6. Undang-undang Nornor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lernbaran
Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3493);
7. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 113, Tambahan Lembaran
Negara Nornor 3501);
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699)
9. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 33. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
10. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
11. Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau perusakan laut (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3816);
14. Peraturan Pemerintah Nornor 25 Tahun 2000 Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Nomor 3952);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1974 tentang Perubahan Nama
Kabupaten Surabaya menjadi Kabupaten Gresik;
16. Peraturan Pemerintah Nomnor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah;
17. Peraturan Pemerintah Nornor 69 tahun 2001 tentang Kepulauan;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Organisa dan Tata Kerja Sekretaris Daerah;
19. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah;
20. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 03 Tahun 2001 tentang
Penataan Ruang Pantai Pesisir dan Pelabuhan Tahun 2000 s/d 2010;
21. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 39 Tahun 2001 tentang
Sumbangan Pihak Ketiga kepada Pemerintah Daerah.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN GRESIK
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG
KEPELABUHANAN DI KABUPATEN GRESIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Gresik;
2. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gresik;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah sebagai
Badan Eksekutif Daerah;
4. Bupati adalah Bupati Gresik;
5. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat;
6. Propinsi adalah Daerah Propinsi Jawa Timur;
7. Perairan adalah Perairan Laut dan Perairan Pedalaman (Sungai dan
Danau) yang berada dalam teritorial Kabupaten Gresik;
8. Kepelabuhanan adalah meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam
melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran,
keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau
barang, keselamatan berlayar, serta perpindahan intra dan/atau antar
moda;
9. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan laut dan
perairan pedalaman (sungai dan danau) di sekitarnya dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik
turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra maupun antar moda
transportasi;
10. Pelabuhan Umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk
kepentingan pelayanan masyarakat umum;
11. Pelabuhan Khusus adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk
kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu;
12. Keselamatan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan yang menyangkut angkutan di perairan dan kepelabuhanan
13. Dinas Perhubungan adalah Perangkat Daerah yang mengatur,
mengawasi dan mengendalikan Penyelenggaraan Kepelabuhanan;
14. Penyelenggaraan Pelabuhan adalah Badan yang diberi ijin oleh
Pemerintah Daerah untuk mengusahakan kegiatan pelabuhan;
15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang meliputi BUMN, BUMD, Swasta dan Koperasi;
16. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan selanjutnya disingkat DLKP
Pelabuhan adalah wilayah perairan dan daratan yang dipergunakan
secara langsung untuk kegiatan kepelabuhanan;
17. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan selanjutnya disingkat
DLKP Pelabuhan adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja
perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan
pelayaran yang kewenangan pengelolaanya oleh Pemerintah Kabupaten
Gresik;
18. Log Pond adalah perairan pantai atau laut yang digunakan untuk
penyimpanan kayu log;
19. Instalasi Bawah Air adalah instalasi kabel, peralatan lainnya yang
digelar atau dipendam di bawah dasar laut (Sea Bed) ;
20. Saluran Pengambilan/pembuangan Air Laut adalah saluran yang
dibangun untuk pengambilan air laut dan buangan air untuk proses
industri.
21. Moda adalah alat angkut/sarana angkutan untuk memindahkan
barang/hewan/orang/tumbuhan dari satu tempat ke tempat lain.
BAB II
KEWENANGAN DI WILAYAH LAUT
Pasal 2
(1) Daerah mempunyai Kewenangan di Wilayah Laut 1/3 (sepertiga) dan
batas Laut Propinsi yang diukur dari garis pantai ke arah laut
sebagaimana tercantum dalam peta terlampir yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini dan Perairan
Padalaman/sungai dan danau dalam Kabupaten Gresik;
(2) Wilayah Laut dan Perairan Pedalaman dimaksud pada ayat (1) adalah
sesuai dengan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik;
(3) Tanah Negara di wilayah pantai, kewenangan pengelolaannya
merupakan hak Daerah.
BAB III
KAWASAN PELABUHAN
Pasal 3
(1) Untuk memanfaatkan wilayah laut sebagaimana dimaksud Pasal 2,
maka Kawasan Pelabuhan digunakan untuk Penyelenggaraan
Kepelabuhanan;
(2) Kawasan Pelabuhan dimaksud ayat (1) adalah sebagaimana diatur
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik.
BAB IV
TATANAN KEPELABUHANAN
Pasal 4
(1) Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam Penyelenggaraan Pelayanan,
merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa
kepelabuhanan, pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi lainnya, ditata secara terpadu guna mampu mewujudkan
penyediaan jasa kepelabuhan sesuai dengan tingkat kebutuhan;
(2) Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata, guna
mewujudkan Penyelenggaraan Pelabuhan yang handal dan
berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi dan mempunyai daya saing
global dalam rangka menunjang pembangunan daerah yang berarti
tumbuh dan berkembangnya Pembangunan Nasional.
Pasal 5
(1) Penyusunan tatanan kepelabuhanan sebagamana dimaksud dalam pasal
4 ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gresik;
b. Sistem transportasi;
c. Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial
d. Kelestarian Lingkungan;
e. Keselamatan pelayaran
f. Standarisasi;
g. Pertahanan dan keamanan.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat kegiatan peran dan fungsi.
Pasal 6
(1) Pelabuhan menurut kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
ayat (2) terdiri dari pelabuhan yang melayani kegiatan:
a. Angkutan laut yang selanjutnya disebut pelabuhan laut;
b. Angkutan penyeberangan yang selanjutnya disebut pelabuhan
penyeberangan.
(2) Pelabuhan menurut perannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat
(2) merupakan:
a. Simpul dalam jaringan transportasi;
b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian Daerah, Nasional dan
Internasional;
c. Tempat kegiatan alih moda transportasi;
d. Penunjang kegiatan industri dan perdagangan;
e. Tempat distribusi, konsolidasi dan produksi.
(3) Pelabuhan menurut fungsinya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
ayat (2) untuk:
a. Fungsi pemerintahan;
b. Fungsi ekonomi pelabuhan dan jasa penunjangnya.
Pasal 7
(1) Pelabuhan menurut jenis kegiatannya terdiri dari:
a. Pelabuhan umum yang diselenggarakan untuk melayani
kepentingan masyarakat umum;
b. Pelabuhan khusus yang diselenggarakan untuk kepentingan sendiri
guna menunjang kegiatan tertentu.
(2) Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan oleh
Penyelenggara Pelabuhan;
(3) Masing-masing Penyelenggara diberikan kewenangan penuh sesuai
fungsinya berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 8
(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenengannya melakukan
pembinaan kepelabuhanan yang meliputi aspek pengaturan,
pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan pembangunan,
pendayagunaan, pengembangan pelabuhan guna mewujudkan tatanan
kepelabuhanan.
(2) Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
kegiatan penetapan kebijaksanaan di bidang kepelabuhanan;
(3) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a. Pemantauan dan penilaian terhadap kegiatan pembangunan,
operasional dan pengembangan pelabuhan;
b. Tindakan korektif terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan,
operasional dan pengembangan pelabuhan.
(4) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam melaksanaan pembangunan,
operasional dan pengembangan pelabuban;
b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada Masyarakat
mengenai hak dan kewajiban masyarakat pengguna jasa
kepelabuhan.
(5) Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ayat (1) memiliki
kewenangan penuh dan tidak dapat dilimpahkan.
BAB V
PENETAPAN LOKASI PELABUHAN LOG POND,
INSTALASI BAWAH AIR SERTA SALURAN PENGAMBILAN/
PEMBUANGAN AIR LAUT, RENCANA INDUK PELABUHAN,
DAERAH LINGKUNGAN KERJA PELABUHAN DAN
DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN
Bagian Pertama
Penetapan Lokasi Pelabuhan, Log Pond dan Instalasi
Bawah Air serta Saluran Pengambilan/
Pembuangan Air Laut
Pasal 9
(1) Lokasi untuk penyelenggaraan pelabuhan ditetapkan oleh Bupati
berdasarkan pada Tatanan Kepelabuhanan;
(2) Lokasi penyelenggaraan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan berdasarkan koordinat geografis;
(3) Lokasi untuk penggunaan Log Pond dan Instalasi Bawah Air Serta
Saluran Pemasukan/Pembunagan Air Laut ditetapkan oleh Bupati
berdasarkan pada aspek keselamatan pelayaran dan rencana
pembangunan pelabuhan;
(4) Pedoman tata cara penetapan lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dalam keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Rencana Induk Pelabuhan
Pasal 10
(1) Untuk kepentingan pelabuhan, Penyelenggara Pelabuhan wajib
menyusun rencana Induk Pelabuhan pada lokasi yang telah ditetapkan
sebagaimana dalam pasal 9 ayat (1);
(2) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
meliputi rencana peruntukan lahan dan perairan pelabuhan untuk
menentukan kebutuhan penempatan fasilitas dan kegiatan operasional
pelabuhan yang meliputi:
a. Kegiatan Pemerintahan;
b. Kegiatan Ekonomi Kepelabuhanan dan jasa penunjangnya.
(3) Rencana Induk Pelabuhan menjadi dasar yang mengikat dalam
menetapkan kebijakan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan,
operasional dan pengembangan pelabuhan sesuai dengan peran dan
fungsinya;
(4) Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan dan disahkan oleh Bupati;
(5) Ketentuan mengenai persyaratan Penetapan Rencana Induk Pelabuhan
diatur dalam Keputusan Bupati.
Bagian Ketiga
Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
Pasal 11
(1) Untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan, ditetapkan batas-batas
daerah lingkungan kerja daratan pelabuhan dan daerah lingkungan kerja
perairan pelabuhan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Gresik;
(2) Daerah Lingkunggan Kerja Pelabuhan terdiri dari:
a. Daerah lingkungan kerja daratan adalah wilayah daratan pada
pelabuhan yang dipergunakan untuk bongkar/muat barang,
penyimpanan/gudang, naik/turun penumpang, dan fungsi ekonomi
lainnya serta fungsi pemerintahan;
b. Daerah Lingkungan kerja perairan yang digunakan untuk kegiatan
alur pelayaran, perairan untuk tempat alih muat antar kapal, kolam
pelabuhan untuk kebutuhan sandar olah gerak kapal, kegiatan
pemanduan, tempat perbaikan kapal dan fungsi ekonomi lainnya
serta fungsi pemerintahan;
(3) Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan merupakan perairan yang
berada dalam batas 4 mil yang diukur dari daratan (surut terendah air
laut) sepanjang teritorial wilayah daratan kabupaten Gresik yang
kewenangan pengelolaannya oleh Pemerintah Kabupaten Gresik.
Pasal 12
(1) Penyelenggara Pelabuhan mengusulkan penetapan daerah lingkungan
kerja daratan dan perairan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 11 kepada Bupati;
(2) Bupati melakukan penelitian atas usulan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terhadap:
a. Peta usulan rencana daerah lingkungan kerja daratan dan daerah
lingkungan kerja perairan pelabuhan yang ditunjukkan dengan titik-
titik koordinat di atas peta topografi dan peta laut;
b. Kajian menggenai aspek keamanan dan keselamatan pelayaran;
c. Kajian mengenai aspek lingkungan.
Pasal 13
(1) Daerah Lingkungan Kerja Daratan dan Daerah Lingkungan Kerja
Perairan ditetapkan, menjadi dasar dalam kegiatan kepelabuhanan;
(2) Daerah Lingkungan Kerja Daratan dan Daerah Lingkungan Kerja
Perairan Pelabuhan dimaksud ayat (1) masing-masing berdiri sendiri
dan tidak saling membawahi.
Pasal 14
(1) Penyelenggara Pelabuhan diberikan kewenangan penggunaan perairan
dan hak atas tanah di atas HPL Daerah;
(2) Hak atas HPL Daerah dimaksud ayat (1) diberikan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1) Di dalam daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (3), Penyelenggara Pelabuhan mempunyai kewajiban:
a. Di daerah Lingkungan Kerja Daratan Pelabuhan:
1) Memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas daerah
lingkungan kerja daratan yang telah ditetapkan;
2) Memasang papan pengumuman yang memuat informasi
mengenai batas-batas lingkungan kerja daratan pelabuhan;
3) Melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dikuasainya;
4) Menyelesaikan sertifikat hak atas tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
5) Menjaga kelestarian lingkungan.
b. Di daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan:
1) Memasang tanda batas sesuai dengan batas-batas daerah
lingkungan kerja perairan yang telah ditetapkan;
2) Menginformasikan mengenai batas-batas daerah lingkungan
kerja perairan pelabuhan kepada pelaku kegiatan
kepelabuhanan;
3) Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran;
4) Manyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur
pelayaran;
5) Memelihara kelestarian lingkungan;
6) Melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki berupa
fasilitas pelabuhan di perairan.
(2) Di dalam daerah lingkungan kepentingan pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat (3), Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya berkewajiban:
a. Menyediakan sarana bantu navigasi pelayaran;
b. Memelihara keamanan dan ketertiban;
c. Menyediakan dan memelihara alur pelayaran;
d. Memelihara kelestarian lingkungan;
e. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan
wilayah pantai.
Pasal 16
(1) Kegiatan membuat bangunan di daerah lingkungan kerja pelabuhan dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan hanya dapat dilakukan
setelah mendapat ijin dari Bupati;
(2) Kegiatan pengerukan, reklamasi, salvage dan kegiatan pekerjaan di
bawah air di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan hanya dapat dilakukan setelah
mendapat ijin dari Bupati;
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus
memperhatikan:
a. Keselamatan pelayaran;
b. Tatanan kepelabuhanan;
c. Rencana induk pelabuhan;
d. Kelestarian lingkungan.
(4) Pedoman mengenai kegiatan pengerukan, reklamasi, salvage dan
kegiatan pekerjaan di bawah air di daerah lingkungan kerja pelabuhan
dan di daerah lingkungan kepentingan pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 17
Daratan hasil reklamasi, urugan dan tanah timbul di daerah lingkungan
kerja pelabuhan dan di daerah lingkungan kepentingan pelabuhan menjadi
HPL Daerah dan di atasnya dapat dimohonkan hak atas tanahnya oleh
Pelaksana pekerjaan reklamasi sesuai peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
BAB IV
PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN
DAN INSTALASI BAWAH AIR SERTA SALURAN
PEMASUKAN / PEMBUANGAN AIR LAUT
Pasal 18
Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan instalasi bawah air dan saluran
pemasukan/pembuangan air laut wajib berpedoman:
a. Rencana induk pelabuhan;
b. Standar desain : bangunan, alur pelayaran, kolam pelabuhan dan
peralatan pelabuhan serta pelayanan operasional pelabuhan, instalasi
bawah air serta bangunan di atas air;
c. Kehandalan fasilitas pelabuhan dan keamanan instalasi bawah air;
d. Keselamatan pelayaran;
e. Kelestarian lingkungan.
Pasal 19
(1) Pembangunan pelabuhan dan instalasi bawah air dan saluran
pengambilan/pembuangan air laut dilaksanakan setelah memenuhi
persyaratan:
a. Administrasi;
b. Bukti penguasaan tanah dan perairan;
c. Memiliki penetapan lokasi pelabuhan dan instalasi bawah air dan
saluran pengambilan/pembuangan air laut;
d. Memiliki rencana induk pelabuhan;
e. Studi kelayakan yang sekurang-kurangnya memuat:
1) Kelayakan teknis yang meliputi:
a) Hasil survey perairan dan sea bed (dasar laut) yang meliputi
kondisi hidro oseanografi dan kondisi geoteknik;
b) Hasil studi keselamatan pelayaran meliputi jumlah, ukuran
dan frekuensi lalu lintas kapal, rencana penempatan sarana
bantu navigasi pelayaran, alur pelayaran, dan kolam
pelabuhan, rencana keamanan instalasi bawah air dan
kedalaman instalasi bawah air;
c) Disain, teknis pelabuhan meliputi kondisi tanah, konstruksi,
kondisi hidrooseanografi, topografi, penempatan dan
konstruksi sarana bantu navigasi, alur pelayaran dan kolam
pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di
pelabuhan serta desain teknis instalasi bawah air dan
bangunan di atas air.
2) Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)/Studi
Lingkungan.
(2) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud ayal (1) dipenuhi, maka
dapat ditetapkan Keputusan Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan dan
Pemasangan Instalasi bawah air serta saluran pengambilan/
pembuangan air laut oleh Bupati;
(3) Pembangunan Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman pada peraturan yang berlaku.
Pasal 20
Penyelenggara pelabuhan, pelaksana pemasangan instalasi bawah air dan
saluran pengambilan/pembuangan air laut dalam melaksanakan
pembangunan diwajibkan:
a. Mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan di bidang
kepelabuhanan, keselamatan lalu lintas angkutan di perairan dan
kelestarian lingkungan;
b. Bertanggungjawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan
pembangunan.
Pasal 2l
(1) Pengoperasian pelabuhan, instalasi bawah air dan saluran
pengambilan/pembuangan air laut dilakukan setelah memenuhi
persyaratan:
a. Pembangunan pelabuhan, instalasi bawah air dan saluran
pengambilan/pembuangan air laut telah selesai dilaksanakan sesuai
dengan persyaratan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 19;
b. Keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran;
c. Tersedianya fasilitas untuk menjamin kelancaran arus barang dan
/atau penumpang;
d. Pengelolaan lingkungan dan memiliki peralatan pengendalian
pencemaran lingkungan;
e. Memiliki sistem dan prosedur pelayanan;
f. Tersedianya SDM di bidang teknis pengoprasian pelabuhan,
instalasi bawah air dan saluran pengambilan/pembuangan air laut
yang memiliki kualifikasi dan sertifikasi yang ditentukan.
(2) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (1) dipenuhi,
ditetapkan Keputusan Pelaksanaan Pengoperasian oleh Bupati.
Pasal 22
(1) Penyelenggaraan Pelabuhan dapat meningkatkan kemampuan
pengoperasian fasilitas pelabuhan dengan memperhatikan tingkat
tersedianya fasilitas kepelabuhan, dan keselamatan pelayaran;
(2) Penetapan peningkatan kemampuan pengoperasian pelabuhan dimaksud
ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 23
(1) Pelabuhan khusus sebagaimana Pasal 7 ayat (I) butir b dapat beroperasi
melayani kepentingan umum, setelah diberi izin oleh Bupati.
(2) Dalam keadaan tertentu, pelabuhan khusus diwajibkan melayani
kepentingan umum.
Pasal 24
Penyelenggara Pelabuhan yang telah mendapatkan izin operasi diwajibkan:
a. Mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan di bidang
pelayaran dan kelestarian lingkungan serta berkaitan dengan usaha
pokoknya;
b. Bertanggungjawab sepenuhnya atas pengoperasian pelabuhan;
c. Melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada Bupati.
BAB VII
FUNGSI PEMERINTAH DAN
PEMERINTAH DAERAH DI PELABUHAN
Bagian Kesatu
Fungsi Pemerintah
Pasal 25
Instansi Pemerintah merupakan pemegang fungsi pemerintahan di
pelabuhan sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Kedua
Fungsi Pemerintah Daerah
Pasal 26
(1) Instansi Pemerintah Daerah merupakan pemegangang fungsi
pemerintahan adalah sebagai berikut:
a. Penilikan kegiatan lalu lintas kapal yang masuk dan keluar
pelabuhan;
b. Penilikan terhadap pemenuhan persyaralan kelaik-lautan kapal;
c. Pelayanan pemanduan dan penundaan kapal serta penyediaan dan
pemeliharaan alur pelayaran;
d. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran perairan daratan
pelabuhan;
e. Pengamanan dan penertiban dalam daerah lingkungan kerja dan
dalam daerah lingkungan kepentingan pelabuhan guna menjamin
kelancaran operasional pelabuhan;
f. Pemilikan terhadap pembangunan/pengembangan dan
pengoperasian pelabuhan;
g. Pelaksana fungsi karantina, melakukan penilikan atas orang,
tumbuh-tumbuhan, hewan dan ikan yang berkaitan dengan
kekarantinaan;
h. Fungsi lainnya dari Pemerintahan Daerah.
(2) Pelaksanaan fungsi pemerintahan adalah Dinas Perhubungan yang
dikoordinasikan oleh Bupati
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi pelaksanaan, fungsi
pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan
keputusan Bupati.
BAB VIII
PELAKSANA KEGIATAN DI PELABUHAN
Pasal 27
(1) Pelaksanaan kegiatan di pelabuhan terdiri dari pemerintah, pemerintah
daerah, penyelenggara pelabuhan yang memberikan pelayanan jasa di
pelabuhan sesuai dengan semestinya;
(2) Penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah:
a. BUMN;
b. BUMD;
c. Swasta;
d. Koperasi
(3) Penyelenggara pelabuhan ditetapkan oleh Bupati.
BAB IX
PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN
DI PELABUHAN
Pasal 28
(1) Pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilaksanakan oleh Penyelenggara
pelabuhan dapat meliputi:
a. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal
dan tempat berlabuh;
b. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
c. Bongkar muat barang dan hewan serta penyediaan fasilitas naik
turun penumpang dan kendaraan;
d. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan
barang;
e. Penyediaan jasa angkutan di perairan pelabuhan;
f. Penyediaan jasa kepil;
g. Penyediaan jasa marina/pariwisata;
h. Penyediaan alat bongkar muat serta peralatan penunjang pelabuhan;
i. Penyediaan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan
sehubungan dengan kepentingan kelancaran angkutan laut dan
industri;
j. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan,
saluran pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air minum,
bunker/depo Bahan Bakar Minyak dan pemadam kebakaran;
k. Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, dan curah kering;
I. Penyediaan jasa penyeberangan;
m. Penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa
kepelabuhanan
(2) Pelayanan jasa pemanduan kapal-kapal dan pemberian jasa kapal tunda
diatur dengan Keputusan Bupati.
Pasal 29
(1) Pelayanan jasa kepelabuhanan di pelabuhan perikanan sebagai
prasarana perikanan diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
(2) Pelayanan jasa kepalabuhanan sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam
aspek keselamatan pelayaran diberlakukan ketentuan dalam Peraturan
Daerah ini.
BAB X
KEGIATAN USAHA PENUNJANG PELABUHAN
Pasal 30
(1) Dalam rangka menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan di
pelabuhan dapat diselenggarakan usaha kegiatan penunjang pelabuhan;
(2) Usaha kegiatan penunjang pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdiri dari:
a. Kegiatan yang termasuk penunjang usaha pokok pelabuhan dapat
meliputi:
1) Kegiatan penyediaan perkantoran untuk pengguna jasa
pelabuhan;
2) Kegiatan penyediaan kawasan industni;
3) Kegiatan penyediaan fasilitas perdagangan..
b. Kegiatan yang menunjang kelancaran operasional pelabuhan,
dimana dalam keadaan tertentu yang apabila tidak tersedia akan
mempengaruhi kelancaran operasional pelabuhan antara lain:
1) Penyediaan depo peti kemas;
2) Penyediaan pergudangan.
c. Kegiatan yang dapat membantu kelancaran pelabuhan dan tidak
akan mengganggu kelancaran operasional pelabuhan, apabila tidak
ada, dapat meliputi:
1) Kegiatan angkutan umum dan dan kepelabuhan;
2) Kegiatan perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan
telekomunikasi;
3) Penyediaan sarana umum lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha kegiatan penunjang pelabuhan
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan
Bupati.
BAB XI
KERJA SAMA
Pasal 31
(1) Dalam pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhan Penyelenggara
pelabuhan dapat melaksanakan kerja sama dengan Penyelenggara
pelabuhan lainnya dan/atau Pemerintah Daerah;
(2) Dalam melaksanakan kerjasama sebagaimana dalam ayat (1)
berdasarkan azas saling menguntungkan, prinsip kesetaraan dan
berdasarkan kepada ketentuan yang berlaku;
(3) Kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan pihak lain dalam
pelaksanaan pelayanan kepelabuhanan sebagaimana ayat (1) dapat
dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 32
(1) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dapat
dilakukan antara lain untuk:
a. Pembangunan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal
dan tempat berlabuh;
b. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk bertambat, bongkar
muat barang dan hewan serta penyediaan fasilitas naik turun
penumpang;
c. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan
barang, angkutan di perairan pelabuhan, alat bongkar muat serta
peralatan pelabuhan;
d. Penyediaan bangunan dan lapangan di dalam daerah lingkungan
kerja pelabuhan untuk kepentingan kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan;
e. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan,
pemanfaatan ruang luar di pelabuhan, saluran pembuangan air,
instalasi listrik, instalasi air minum dan depo bahan bakar,
penyediaan penampungan limbah di pelabuhan;
f. Penyediaan jasa pemanduan dan penundaan;
g. Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering;
h. Penyediaan fasilitas penyeberangan dan kapal cepat;
i. Penyediaan fasilitas keselamatan pemadam kebakaran dan
penanggulangan pencemaran laut.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan
untuk satu jenis jasa atau lebih.
BAB XII
TARIF PELAYANAN JASA KEPELABUHANAN
Pasal 33
Struktur, Golongan dan Jenis tarif atas jasa kepelabuhanan disusun dengan
memperhatikan:
a. Kepentingan pelayanan umum;
b. Peningkatan mutu pelayanan jasa kepelabuhanan;
c. Kepentingan pemakai jasa;
d. Pengembalian biaya dan investasi;
e. Pertumbuhan dan pengembangan usaha ;
f. Kelestarian lingkungan.
Bagian Kesatu
Struktur dan Golongan Tarif
Pasal 34
(1) Struktur tarif pelayaaan jasa kepelabuhanan merupakan kerangka tarif
dikaitkan dengan tatanan waktu dan kesatuan ukuran dan setiap jenis
pelayanan jasa kepelabuhanan atau kelompok dari beberapa jenis
pelayanan jasa kepelabuhanan;
(2) Golongan tarif pelayanan jasa kepelabuhanan merupakan penggolongan
tarif yang ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan jasa kepelabuhanan,
klasifikasi, dan fasilitas yang tersedia di pelabuhan;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, struktur dan golongan tarif
pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Bagian Kedua
Jenis Tarif
Pasal 35
(1) Jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan terdiri dari:
a. Kapal;
b. Barang;
c. Penumpang;
d. Alat;
e. Jasa lain-lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis pelayanan jasa kepelabuhanan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati setelah
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Bagian Ketiga
Besaran Tarif Retribusi Jasa Kepelabuhanan
Pasal 36
(1) Besarnya tarif jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang
diselenggarakan oleh Penyelenggara pelabuhan ditetapkan dengan
Keputusan Bupati dengan mempertimbangkan usulan dan
penyelenggara pelabuhan;
(2) Pemungutan tarif jasa pelabuhan sebagaimana ayat (1) dilakukan oleh
penyelenggara pelabuhan dan atas tarif dimaksud dikenakan retribusi
untuk daerah;
(3) Besarnya retribusi sebagaimana ayat (2) dan tata cara pemungutannya
diatur dalam Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
BAB XIII
FASILITAS PENAMPUNG LIMBAH DI PELABUHAN
Pasal 37
(1) Pelabuhan wajib dilengkapi dengan fasilitas penampungan limbah atau
bahan lain dari kapal yang menyebabkan pencemaran;
(2) Pembangunan fasilitas penampungan limbah dan/atau bahan lain
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku;
(3) Penampungan limbah minyak atau bahan berbahaya dan beracun
lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib dilaksanakan oleh
Penyelenggara pelabuhan.
Pasal 38
Badan Hukum Indonesia dan/atau Warga Negara Indonesia yang akan
melakukan kegiatan usaha penampungan limbah minyak atau bahan
berbahaya dan beracun lain dari kapal, diatur dengan Peraturan Daerah.
BAB XIV
SUMBANGAN PIHAK KETIGA DI PELABUHAN
Pasal 39
Bagi pemilik barang curah, hasil tambang, hasil hutan, hasil pertanian dan
industri, barang berbahaya dan beracun yang pengangkutannya
menggunakan fasilitas pelabuhan, dikenakan sumbangan pihak ketiga
sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Gresik No 39 Tahun 2000 yang
pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XV
PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM
Pasal 40
(1) Pengawasan pelaksanaan dan penyidikan atas pelanggaran Peraturan
Daerah kepelabuhanan dilakukan oleh UPT (Unit Pelaksana Teknis),
Kesatuan Penjagaan Pantai (KPP) Pemerintah Kabupaten Gresik.
(2) UPT, KPP dibawah koordinasi dan pengendalian Kepala Sub Dinas
Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Kabupaten Gresik.
(3) Tugas pokok dan fungsi UPT, KPP diatur oleh Keputusan Bupati.
BAB XVI
DEWAN MARITIM KABUPATEN
Pasal 41
(1) Untuk memberi pertimbangan tentang masalah-masalah teknis
kemaritiman di Daerah, dibentuk Dewan Maritim Kabupaten;
(2) Anggota Dewan Maritim Kabupaten sebagaimana ayat (1) terdiri atas;
a. Unsur Pemerintah Daerah;
b. Unsur Asosiasi Pelabuhan dan Dermaga Industri, APBMI, INSA,
GAFEKSI;
c. Akademisi dan/atau praktisi kemaritiman.
(3) Masa kerja Pengurus Dewan Maritim Kabupaten dimaksud ayat (1)
selama 3 (tiga) tahun;
(4) Dewan Maritim Kabupaten sebagaimana ayat (1) memberikan masukan
diminta maupun tidak diminta kepada Pemerintah Daerah;
(5) Pembentukan Dewan Maritim Kabupaten sebagaimana ayat (1) diatur
dalam Keputusan Bupati.
BAB XVII
S A N K S I
Pasal 42
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana pasal 15 ayat (1), pasal 18,
pasal 20, pasal 23 ayat (2), pasal 24, dapat dikenakan sanksi berupa
pencabutan izin pengoperasian pelabuhan yang pelaksanaannya diatur
dengan keputusan Bupati.
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Peraturan-peraturan yang mengatur mengenai kepelabuhanan
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini;
(2) Semua pelabuhan yang telah ada dan beroperasi tetap dapat beroperasi,
dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 4 (empat)
bulan sejak Peraturan Daerah ini berlaku, wajib menyesuaikan dan
mengajukan penetapan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
(3) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Dermaga Untuk
Kepentingan Sendiri (DUKS) dinyatakan sebagai Pelabuhan Khusus;
(4) Tanah pantai di wilayah Kabupaten Gresik yang sudah menjadi Hak
Pengelolaan atas nama PT (Persero) Pelindo III Cabang Gresik pada
saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini perlu diadakan upaya
peninjauan ulang;
(5) Bagi instalasi bawah air dan saluran pengambilan/pembuangan air laut
yang sudah ada dan beroperasi, tetap dapat beroperasi, dengan
ketentuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 4 (empat) bulan
sejak Peraturan Daerah ini berlaku, wajib menyesuaikan dan
mengajukan izin operasi/penggunaan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
(6) Sebelum Peraturan Daerah tarip ditetapkan dengan Peraturan Daerah,
Bupati dapat menetapkan ketentuan tarip setelah mendapat persetujuan
DPRD.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. Perjanjian antara Direksi PT. Pelindo III Cabang Gresik dengan
Pengelola Pelabuhan Khusus dan DUKS di wilayah perairan Gresik
mengenai sewa perairan dan perjanjian kerjasama pengoperasian
pelabuhan serta perjanjian lainnya yang bertentangan dengan Peraturan
Daerah ini dinyatakan tidak berlaku;
b. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan dengan SKB Menteri Dalam
Negeri dan Menteri perhubungan No. 169 Tahun. 1996 dan No. KM 63
Tahun 1996 dinyatakan tidak berlaku di Daerah Kabupaten Gresik.
Pasal 45
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Gresik.
Disahkan di : Gresik
Pada tanggal : 20 Nopember 2001
BUPATI GRESIK
TTD
Drs. KH. ROBBACH MA’SUM
Diundangkan di : Gresik
Pada Tanggal : 21 Nopember 2001
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN
GRESIK
TTD
Drs. G U N A W A N, MSi Pembina Utama Muda
Nip. 010 080 491
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TAHUN 2001 NOMOR 8 SERI C.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR 19 TAHUN 2001
TENTANG
KEPELABUHANAN DI KABUPATEN GRESIK
I. PENJELASAN UMUM
a. Kabupaten Gresik dengan posisinya yang memiliki geostrategis secara internasional dan
memiliki bentang garis pantai yang sangat menunjang perkembangan Kabupaten Gresik
pada masa yang akan datang sesuai dengan perencanaan nasional sebagai daerah
pengembangan kawasan andalan untuk kegiatan Pelabuhan, Industri, Perdagangan, Jasa dan
Pariwisata.
Bentang alam tersebut terutama potensi kelautan dengan panjang pantai, struktur
fisik pantai, kedalaman alamiah laut dan kecilnya pendangkalan serta posisi geografis Selat
Madura sebagai jalur pelayaran internasional sangat menunjang bagi pengembangan
pelabuhan. Dengan potensi ini, pelabuhan merupakan Development Agent yang mempunyai
multiplier effect yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi dan
pertumbuhan.
Sebagai Development Agent, pelabuhan di Kabupaten Gresik dapat memberikan
nilai tambah dan efisiensi biaya transportasi sehingga biaya produksi akan lebih rendah dan
akhirnya mempengaruhi biaya yang harus dibayar masyarakat. Pengaruh lebih lanjut adalah
daya tariknya terhadap investasi swasta dan penyerapan tenaga kerja sehingga akan
menjadikan Kabupaten Gresik sebagai pusat pertumbuhan yang dapat memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Nasional.
Kondisi di atas dapat dicapai apabila ketentuan operasional sebagai Development
Agent dipenuhi. Ketentuan tersebut diataranya adalah persaingan usaha yang sehat dan
kompetitif tanpa adanya pemberian monopoli kepada salah satu pihak yang akan berakibat
tidak efisiennya biaya produksi (ekonomi biaya tinggi).
Pencapaian kondisi ideal sebagaimana yang diharapkan, terdapat kendala karena
adanya hal normatif yang dilanggar dan akhirnya sangat merugikan secara keseluruhan
karena multiplier effect yang diharapkan tidak terjadi. Hal normatif tersebut adalah adanya
monopoli gang dilakukan sebuah perusahaan (Corporate) yaitu PT. (Persero) Pelindo III.
b. Pembangunan Infrastruktur akan efektif dalam mendukung berbagai kegiatan apabila dalam
pengejawantahan tata ruang merupakan satu kesatuan yang terpadu dan fungsi-fungsi
lingkungan hidup, aksesibilitas transport pola pendayagunaan lahan dan efektifitas interaksi
kegiatan. Pencapaian kondisi seperti tersebut di atas, belum dapat dicapai karena adanya
pemisahan kewenangan pengelolaan baik tata ruang maupun administrasinya antara
Pemerintah Kabupaten Gresik dengan PT. (Persero) Pelindo III, sehingga terjadi ketidak
singkronan peugelolaan pembangunan yang ditandai dengan minimnya infrastruktur dari
dan ke pelabuhan yang mengakibatkan beban pada kawasan di luar pelabuhan seperti
kemacetan, rusaknya jalan akibat beban yang berlebihan yang kesemuanya ditanggung oleh
Pemerintah Kabupaten Gresik;
c. Hal tersebut di atas harus segera diakhiri, dan untuk itu perlu adanya penataan ulang antara
lain masalah kepelabuhanan di Kabupaten Gresik sesuai dengan Otonomi Daerah
berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Juncto
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan menghilangkan praktek monopoli
berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penataan tersebut di atas konsistensinya perlu didukung oleh
Peraturan Daerah yang kondusif;
d. Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 11 disebutkan Kewenangan Daerah Kota mencakup semua Kewenangan
Pemenintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam
Pasal 9, Bidang Pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten antara lain
meliputi Perhubungan.
Kewenangan Pemerintah dimaksud adalah bidang politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama.
Bahwa dalam Pasal 10 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 disebutkan
Kewenangan Daerah di wilayah laut meliputi:
a) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut
tersebut;
b) Pengaturan kepentingan-kepentingan administratif;
c) Pengaturan tata ruang;
d) Penegakan hukum terhadap pengaturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang
dilimpahkan oleh Pemerintah ; dan
e) Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan.
Kewenangan Daerah Kabupaten di wilayah laut, adalah sejauh 1/3 (sepertiga) dari batas laut
Daerah Propinsi.
Bahwa dalam Pasal 119 Undang-undang tersebut dinyatakan Kewenangan Daerah Kota
sebagaimana dimaksud Pasal 11 berlaku juga di kawasan otorita yang terletak di dalam
Daerah Otonom, yang meliputi antara lain Kawasan Pelabuhan.
Bahwa dalam Pasal 129 ayat 2 dinyatakan bahwa Instansi Vertikal selain yang menangani
bidang-bidang luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal serta agama
menjadi Perangkat Daerah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s/d Pasal 4 : Cukup Jelas
Pasal 5 ayat (1) huruf a : Cukup Jelas
Huruf b s/d c : Cukup Jelas
Huruf d : Yang dimaksud dengan Kelestarian Lingkungan adalah
memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang penanganan
pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Huruf e sd/ f : Cukup jelas
Ayat (2) : - Kegiatan peran dan fungsi dimaksud adalah
merupakan:
a. Sampul dalam jaringan transportasi sesuai dengan
herarginya;
b. Pintu gerbang perekonomian daerah dan
internasional;
c. Tempat kegiatan alih moda transportasi;
d. Penunjang kegiatan industri dan perdagangan;
e. Tempat distribusi, konsolidasi dan produksi.
- Fungsi Pelabuhan:
a. Kegiatan pemerintah;
b. Kegiatan jasa kepelabuhanan;
c. Kegiatan Jasa Kawasan;
d. Kegiatan Penunjang Kepelabuhanan.
- Klasifikasinya:
a. Fasilitas Pelabuhan;
b. Operasional pelabuhan;
c. Peran dan fungsi pelabuhan.
- Jenisnya : Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Khusus.
Pasal 6 ayat (1) Huruf a : Yang dimaksud dengan Pelabuhan Laut adalah Pelabuhan
yang dapat dipergunakan untuk kegiatan menaikkan
dan menurunkan Penumpang membongkar dan memuat
barang, pelabuhan perikanan dan pelabuhan kapal wisata
sebagai Pelabuhan Marina
Huruf b : Yang dimaksud dengan Pelabuhan Penyeberangan adalah
Pelabuhan yang dipergunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) Huruf a : Yang dimaksud dengan fungsi Pemerintahan adalah fungsi
Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Propinsi dan
Pemerintahan Daerah sesuai dengan kewenangan masing-
masing.
Huruf b : Yang dimaksud dengan fungsi ekonomi Pelabuhan dan
Penunjangnya adalah Kegiatan bisnis pelabuhan dan usaha
lainnya yang menyangkut jasa kepelabuhanan
Pasal 7Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Yang dimaksud dengan Penyelenggara diberikan
kewenangan penuh adalah untuk menyelenggarakan
kegiatan kepelabuhanan di pelabuhan yang telah
ditetapkan sesuai dengan DLKr dan DLKp pelabuhan
dimaksud
Pasal 8 ayat (1) : CukupJelas
Ayat (2) s/d ayat (4) : Cukup Jelas
Ayat (5) : Yang dimaksud dengan memiliki kewenangan penuh dan
tidak dapat dilimpahkan adalah bahwa kewenangan
Pemerintah Daerah dimaksud bersifat penuh, tidak terbagi-
bagi dan tidak dapat dilimpahkan ke pihak manapun.
Pasal 9 ayat (1) : Yang dimaksud dengan lokasi untuk penyelenggaraan
pelabuhan adalah wilayah daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas yang ditentukan dengan koordinat
geografis.
Ayat (2) s/d ayat (4) : Cukup Jelas
Pasal 10 ayat (1) : Yang dimaksud dengan Rencana Induk Pelabuhan adalah
Master Plan dari pelabuhan yang diselenggarakan oleh
masing-masing penyelenggara pelabuhan.
Ayat (2) s/d ayat (5) : Cukup Jelas
Pasal 11 ayat (1) : Batas-batas DLKp dan DLKr pe1abuhan ditetapkan
dengan koordinat geografi untuk menjamin kegiatan
kepelabuhanan.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Cukup Jelas
Pasal 12 : Cukup Jelas
Pasal 13 ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan masing-masing berdiri sendiri dan
tidak saling membawahkan adalah bahwa masing-masing
penyelenggara Pelabuhan yang telah memperoleh
penetapan DLKR Daratan dan Perairan Pelabuhan
diberikan hak untuk melakukan penyelenggaraan
kepelabuhanan di DLKR dan tidak terikat atau dibawahi
oleh penyelenggara yang lain.
Pasal 14 ayat (1) : Ketentuan ini dimaksudkan bahwa Penyelenggara
Pelabuhan diberi kewenangan memanfaatkan wilayah
perairan dan daratan yang telah ditetapkan dalam DLKR.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Pasal 15 ayat (1) huruf a : Cukup Jelas
Huruf b : Yang dimaksud dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
adalah sarana yang dibangun atau terbentuk secara alami
yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu
navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal
serta memberitahukan bahaya dan/atau rintangan
pelayaran untuk kepentingan keselamatan berlayar.
Ayat (2) huruf a : Kewajiban Pemerintah Daerah dalam penyediaan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran adalah untuk memenuhi
persyaratan keselamatan pelayaran dalam pengoperasian
pelabuhan.
Huruf b s/d e : Cukup Jelas
Pasal 16 ayat (1) : Yang dimaksud dengan Bangunan dalam ayat ini adalah
bangunan yang belum tercantum dalam Rencana Induk
Pelabuhan.
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan Pengerukan adalah Pekerjaan
Penggalian bawah air dan pemindahan material hasil
galian pada kolam Pelabuhan dan Alur Pelayaran;
Yang dimaksud dengan Reklamasi adalah kegiatan untuk
mengembalikan kondisi darat yang rusak atau berubah
karena abrasi ke kondisi semula;
Yang dimaksud dengan Tanah Timbul adalah daratan
Yang sebelumnya tidak ada, dikarenakan pengaruh alam
menjadi ada;
Yang dimaksud dengan Salvage adalah kegiatan
pengangkatan kerangka kapal dan atau muatannya baik
dalam rangka keselamatan pelayaran maupun tujuan
tertentu misalnya pengangkatan benda-benda beharga;
Yang dimaksud dengan Kegiatan Bawah Air adalah
berupa pembangunan, pemasangan konstruksi dan/atau
instalasi yang dilakukan di bawah air;
Sepanjang Peraturan Daerah mengenai pengaturan izin
kegiatan reklamasi dan pengurugan belum ada, maka izin
kegiatan dimaksud dikeluarkan oleh Bupati setelah
memperoleh persetujuan DPRD.
Ayat (3) huruf a s/d c : Cukup Jelas
Huruf d : Yang dimaksud dengan Kelestarian Lingkungan adalah
pemeliharaan kelestarian lingkungan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Ayat (4) : Cukup Jelas
Pasal 17 : Cukup Jelas
Pasal 18 huruf a : Cukup Jelas
Huruf b : Yang dimaksud dengan standart desain bangunan, alur
pelayaran, kolam pelabuhan serta pelayanan operasional
adalah standart desain pelabuhan yang dikeluarkan
Direktorat Jendral Perhubungan Laut tahun 1985.
Huruf c s/d huruf e : Cukup Jelas
Pasal 22 ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Cukup Jelas
Pasal 23 ayat (1) : Yang dimaksud dengan Pelabuhan Khusus dapat Melayani
Kepentingan Umum dalam ayat ini adalah dalam kondisi
normal diluar keadaan tertentu dan untuk hal dimaksud
penyelenggara pelabuhan khusus harus memperoleh izin
dari Walikota;
Pengertian izin melayani kepentingan umum tersebut
adalah bukan untuk setiap kali kegiatan melayani
kepentingan umum, namun cukup pada saat pertama kali
melayani kepentingan umum dimaksud.
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan keadaan tertentu sehingga
pelabuhan khusus diwajibkan melayani kepentingan
umum adalah bahwa kepentingan umum dimaksud
memenuhi kriteria berikut:
1. Kepentingan umum dimaksud bersifat sangat darurat
misalnya bantuan pangan, obat-obatan dan barang lain
untuk tujuan bantuan kemanusiaan;
2. Pelabuhan umum terdekat tidak dapat berfungsi karena
keterbatasan maupun kerusakan fasilitas;
3. Kepentingan Daerah dan Negara Republik Indonesia
Pasal 24 s/d Pasal 27 : Cukup Jelas
Pasal 28 Ayat (l) : Ketentuan yang dimaksud dalam ayat ini adalah bahwa
kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan Penyelenggara
pelabuhan sesuai dengan tingkat kemampuan masing-
masing penyelenggara dimaksud.
Huruf a s/d huruf e : Cukup Jelas
Huruf f : Yang dimaksud dengan Jasa Kepil adalah Penyediaan dan
Pengoperasian Kapal Kecil sejenis mooring boat untuk
membawa tali kapal untuk ditambatkan ke bolder dermaga
Huruf g s/d huruf m : Cukup Jelas
Ayat (2) : Yang dimaksud dengan Pelayanan Jasa Pemanduan kapal-
kapal adalah kegiatan memandu kapal yang dilakukan oleh
petugas Pandu dalam proses sandar maupun lepas sandar
di perairan wajib pandu;
Yang dimaksud dengan Jasa Kapal Tunda adalah kegiatan
menunda kapal yang akan sandar atau lepas sandar yang
dilakukan dengan kapal tunda.
Pasal 29 ayat (1) : Penyelenggaraan pelabuhan perikanan prasarana sebagai
perikanan meliputi perencanaan, pembangunan,
pengoperasian, pengusahaan, perawatan, pengawasan dan
pengendalian diatur tersendiri berdasarkan ketentuan
Perundang undangan yang berlaku;
Aspek keselamatan pelayaran di pelabuhan perikanan
sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Pasal 30 s/d Pasal 32 : Cukup Jelas
Pasal 33 huruf a s/d huruf c : Cukup Jelas
Huruf d : Yang dimaksud dengan Pengembalian Biaya dan Investasi
adalah bahwa dalam penetapan tarif pelayanan jasa
kepelabuhanan harus memperhatikan kepentingan dan
penyelenggara pelabuhan yang telah mengeluarkan
investasi dalam pembangunan pelabuhan dan biaya untuk
pengoperasian serta perawatan.
Huruf e s/d huruf f : Cukup Jelas
Pasal 34 s/d Pasal 35 : Cukup Jelas
Pasal 36 ayat (1) : Dalam penetapan tarif jasa kepelabuhanan memperhatikan
usulan dari penyelenggara pelabuhan berkaitan dengan
struktur biaya investasi dan pengoperasian masing-masing
pelabuhan.
Ayat (2) : Ketentuan ini dimaksudkan bahwa atas pelayanan jasa
kepelabuhanan, pemungutannya dilakukan oleh
Penyelenggara Pelabuhan;
Atas pelayanan jasa kepelabuhanan dimaksud dikenakan
retribusi. Retribusi tidak dapat dikenakan pada jenis jasa
yang sama.
Ayat (3) : Cukup Jelas
Pasal 37 s/d Pasal 45 : CukupJelas