perceived organizational support (pos), keadilan...
TRANSCRIPT
PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS),
KEADILAN ORGANISASI DAN SELF-MONITORING
SEBAGAI PREDIKTOR ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP
BEHAVIOR (OCB)
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi
(S.Psi)
Oleh :
Khirzah Nurmala
NIM : 1110070000009
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2015M
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
إن الل ي أمر بالعدل والحسان وإيت اء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغ لعك ك ي يع .تذكرون
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. 16 : 90)
Kerja all out, tanamkan semangat, pasti bisa meraih kesuksesan.
-Benjamin Franklin-
Dalam mencari pegawai, cari yang mempunyai 3 hal, yaitu : integritas,
intelegensia, dan energi. Jika tidak mempunyai yang pertama, dua yang
lainnya aan membunuh Anda.
-Warren Buffet-
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini aku persembahkan khusus untuk Mama, Bapak & Adik tercinta,
yang telah memberikan semangat moril dan materil
hingga skripsi ini terselesaikan.
i
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Januari 2015
C) Khirzah Nurmala
D) Perceived Organizational Support (POS), Keadilan Organisasi dan Self-
Monitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB)
E) xiii + 151 halaman + 21 lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perceived organizational
support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring terhadap
organizational citizenship behavior (OCB). Melalui penelitian ini diharapkan
dapat mengungkap seberapa jauh pengaruh POS, keadilan organisasi, self-
monitoring dan variabel demografi terhadap OCB.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis
regresi berganda pada taraf signifikan 0,05 atau 5%. Sampel berjumlah 210
orang pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang yang ada di
gedung III. Sampel diambil dengan teknik non-probability sampling, yakni
accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan variabel demografi
dengan nilai signifikan sebesar 0,000 atau P < 0,05 terhadap OCB. Jadi,
hipotesis nihil (Ho) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini
ditolak. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari 12 IV, hanya
ada tiga hipotesis nihil (Ho) yang ditolak, artinya hanya ada tiga IV yang
berpengaruh signifikan terhadap OCB, yaitu variabel POS, keadilan
distributif dan keadilan interpersonal sedangkan variabel keadilan prosedural,
keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other
directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja tidak
berpengaruh terhadap OCB.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan kepada pihak
manajemen kepegawaian instansi agar memperhatikan dan meningkatkan
POS (dukungan organisasi) dan keadilan organisasi yang ada di instansi guna
mendorong pegawai untuk memunculkan perilaku OCB. Dengan demikian,
bila pihak instansi ingin melakukan intervensi terhadap peningkatan perilaku
OCB pada pegawai, maka dapat diperhatikan dan lebih diutamakan pada
variabel keadilan distributif dan keadilan interpersonal dari keadilan
organisasi serta POS (dukungan organisasi).
G) Bahan bacaan : 81 ; buku : 8 + jurnal : 54 + skripsi : 12 + internet : 7
ii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) January 2015
C) Khirzah Nurmala
D) Perceived Organizational Support (POS), Organizational Justice and Self-
Monitoring As Predictors of Organizational Citizenship Behavior (OCB)
E) xiii + 151 pages + 21 appendix
F) This study was conducted to determine the effect of perceived
organizational support (POS), organizational justice and self-monitoring to
organizational citizenship behavior (OCB). Through this research is
expected to reveal how far the effect of POS, organizational justice, self-
monitoring and demographic variables to OCB.
This study uses a quantitative approach with the multiple regression
analysis method at significance level of 0.05 or 5%. The totaled sample
210 employees of the Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang in
building III. Samples were taken with a non-probability sampling
technique, namely accidental sampling.
The results showed that there was a significant effect from the variable
POS, organizational justice, self-monitoring and demographic variables
with significant value of 0.000 or P < 0.05 to OCB. Thus, the null
hypothesis (Ho) that exist in the major hypothesis in this study was
rejected. The results of minor hypothesis test that examines the effect of
12 IV, there are only three null hypothesis (Ho) were rejected, meaning
that there are only three IV significant effect to OCB, that is the variable
POS, distributive justice and interpersonal justice while variable
procedural justice, informational justice, expressive self-control, social
stage presence, other directed self-presentation, age, gender, ethnicity and
long work does not affect to OCB.
Based on these results, it is suggested to the management of staffing
institutions to pay attention and improve to the POS (support organization)
and organizational justice in the institutions in order to encourage
employees to bring up the OCB. Thus, if the institution want to
intervention to increase OCB on employee, it can be noted and preferred
in the variable distributive justice and interpersonal justice of
organizational justice and POS (support organization).
G) Reading materials : 81 ; books : 8 + journals : 54 + minithesis : 12 +
internets : 7
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur alhamdulillah penulis munajatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat
segala kuasa dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Perceived Organizational Support (POS), Keadilan Organisasi dan Self-
Monitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB).”
Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW. serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Terselasaikannya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dalam
memberikan bimbingan, masukan dan arahan. Oleh karena itu, izinkanlah penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Wadek bagian
administrasi dan umum Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi, Wadek bagian
akademik Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, S.Ag.,M.Si dan Wadek
bagian kemahasiswaan Ibu Dra. Diana Mutiah, M.Si, yang tiada hentinya
berusaha menciptakan lulusan-lulusan Psikologi yang semakin baik dan
berkualitas.
2. Ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi.,Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan banyak waktunya memberikan bimbingan, mengarahkan
dan memberikan saran serta ide dalam penyusunan skripsi ini. Terima
iv
kasih atas segala masukan, ide, pengetahuan serta wawasan yang telah
diberikan selama proses pengerjaan skripsi.
3. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi selaku pembimbing akademik yang
selama empat tahun ini telah memberikan motivasi akademik.
4. Seluruh dosen fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan pengetahuan baru seputar Psikologi dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan. Semoga Allah memberikan berlipat-lipat pahala
atas amal yang telah diberikan.
5. Kedua orangtua tercinta, Bapak H. Nurul Falah dan Ibu Hj. Yayuk
Maisaroh. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, perhatian, pengertian,
motivasi, dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tiada
hentinya dalam setiap sujud dan ibadahnya agar penulis dapat
menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini dengan baik.
6. Adik tersayang penulis, Muchamad Noval Abdillah yang senantiasa
diharapkan agar dapat membanggakan kedua orangtua, kakak, agama,
lingkungan dan negara. Semoga sukses dalam mencapai karir dan sukses
dalam segala proses pembelajaran. Terima kasih banyak atas segala
motivasi, saran, obrolan, tawa yang terkadang tidak penting hanya untuk
menghibur dan menemani penulis menyelesaikan skripsi ini.
7. Para pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta Timur
khususnya yang ada di gedung III yang telah membantu mengisi instrumen
v
penelitian yang penulis berikan. Terutama kepala bidang kepegawaian
beserta staffnya (Bapak Irvan, Mbak Menik dan segenap jajaran di bidang
kepegawaian yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah
membantu dan membimbing dalam proses penyelesaian skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat tercinta, Rahmatul Aufa dan Intan Suryani yang juga
segera akan bergelar S.Psi, terima kasih banyak untuk segala petualangan
si bolang, terima kasih atas kebersamaannya dalam suka dan duka,
kebersamaan dalam pembelajaran, kebersamaan dalam keseharian dan
semua kebersamaan yang pernah terlewati selama empat tahun ini.
9. Satu orang spesial yang selama empat tahun ini juga tak pernah lelah
memberi motivasi kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang telah
diberikan baik kesabaran, waktu, dukungan dan pengertiannya demi
terselesaikannya skripsi ini.
10. Teman-teman psikologi angkatan 2010 khususnya kelas A, terima kasih
banyak atas kebersamaannya dan juga pembelajarannya selama ini.
Khususnya Yashika, Sonia, Ais dan semua yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu. Terima kasih karena telah membantu memberi
berbagai pengetahuan.
11. Para staf pegawai bagian perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya Bapak Deden yang telah banyak
mendengar, membantu dan memberikan motivasi agar terselesaikannya
vi
skripsi ini. Terima kasih untuk semua bantuan dalam proses birokrasi dana
kemudahan dalam pembelajaran di kampus tercinta ini.
12. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu per satu, karena dukungan
moral, doa, bantuan dan kemudahannya yang telah diberikan untuk
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih
sebesar-besarnya yang dapat dihaturkan. Semoga mereka mendapatkan
balasan yang setimpal atas usaha yang telah mereka berikan.
Hanya asa dan doa yang penulis munajatkan semoga pihak yang membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT. amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
cukup jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangatlah diharapkan untuk dapat menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, besar harapan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan
berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.
Jakarta, 05 Januari 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PERNYATAAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK …………………………………………………………............ i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………............. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………................ vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………........... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………….............. 1-18
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………........ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………............ 14
1.2.1 Pembatasan masalah……………………………............ 14
1.2.2 Perumusan masalah…………………………................. 16
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………................. 16
1.3.1 Tujuan penelitian……………………………................. 16
1.3.2 Manfaat penelitian…………………………................... 16
1.3.2.1 Manfaat teoritis................................................... 17
1.3.2.2 Manfaat praktis................................................... 17
1.4 Sistematika Penulisan..............………………......................... 17
BAB 2 LANDASAN TEORI ..................................................................... 19-77
2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)…………………. 19
2.1.1 Pengertian organizational citizenship behavior (OCB)... 19
2.1.2 Dimensi organizational citizenship behavior (OCB)….. 25
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi organizational
citizenship behavior (OCB)…......................................... 30
2.1.4 Pengukuran organizational citizenship behavior (OCB). 37
2.2 Perceived Organizational Support (POS)…………………….. 38
2.2.1 Pengertian perceived organizational support (POS)…... 38
2.2.2 Pengukuran perceived organizational support (POS)…. 42
2.3 Keadilan Organisasi......…………………………..................... 44
viii
2.3.1 Pengertian keadilan organisasi.......………….................. 44
2.3.2 Dimensi keadilan organisasi ……………………..……. 47
2.3.3 Pengukuran keadilan organisasi …………………...…... 55
2.4 Self-Monitoring……………………………………………….. 56
2.4.1 Pengertian self-monitoring…………………………....... 56
2.4.2 Ciri-ciri self-monitoring……………...………………… 60
2.4.3 Komponen self-monitoring……………………….......... 63
2.4.4 Pengukuran self-monitoring…………………………..... 66
2.5 Kerangka Berpikir…...…………………………………........... 68
2.6 Hipotesis………………………………………......................... 75
2.6.1 Hipotesis mayor……………………………………....... 75
2.6.2 Hipotesis minor………………………………………… 75
BAB 3 METODE PENELITIAN ...…………………................... 78-123
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel………….. 78
3.1.1 Populasi dan sampel……………………………………. 78
3.1.2 Teknik pengambilan sampel…………………………… 79
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel………. 79
3.2.1 Variabel penelitian……………………………………... 79
3.2.2 Definisi operasional variabel………………………........ 80
3.3 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data………………….. 82
3.3.1 Instrumen pengumpulan data…………………………... 82
3.3.2 Prosedur pengumpulan data……………………………. 89
3.4 Uji Validitas Instrumen Penelitian…................……...........….. 90
3.4.1 Uji validitas konstruk variabel OCB.…………………... 92
3.4.1.1 Uji validitas OCB dengan model first order........ 92
3.4.1.1.1 Uji validitas berdasarkan dimensi
altruism.................................................. 92
3.4.1.1.2 Uji validitas berdasarkan dimensi
conscientiousness................................... 94
3.4.1.1.3 Uji validitas berdasarkan dimensi
sportsmanship........................................ 96
3.4.1.1.4 Uji validitas berdasarkan dimensi
courtesy.................................................. 97
3.4.1.1.5 Uji validitas berdasarkan dimensi civic
virtue...................................................... 99
3.4.1.2 Uji validitas OCB dengan model second order... 100
3.4.2 Uji validitas konstruk variabel POS….………………… 103
3.4.3 Uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi......... 105
3.4.3.1 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan 105
ix
distributif..............................................................
3.4.3.2 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan
prosedural............................................................. 107
3.4.3.3 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan
interpersonal......................................................... 109
3.4.3.4 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan
informasional....................................................... 111
3.4.4 Uji validitas konstruk variabel self-monitoring.......……. 112
3.4.4.1 Uji validitas berdasarkan dimensi expressive
self-control........................................................... 113
3.4.4.2 Uji validitas berdasarkan dimensi social stage
presence............................................................... 114
3.4.4.3 Uji validitas berdasarkan dimensi other directed
self-presentation..................................................... 116
3.5 Teknik Analisis Data………………………………………….. 118
3.6 Prosedur Penelitian……………………………………………. 121
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...……………………………................... 124-138
4.1 Gambaran Subjek Penelitian....................................………….. 124
4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan data demografi dan
kaitannya dengan OCB....................................……….... 124
4.2 Deskripsi Data...............................................................………. 126
4.2.1 Deskripsi statistik..............……………………………... 127
4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian...................…………………. 129
4.4 Hasil Uji Hipotesis……........…………………………………. 131
4.4.1 Analisis regresi ganda.....................................…………. 131
4.4.2 Pengujian proporsi sumbangan masing-masing IV
terhadap DV....……........................................................ 136
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...……........................ 139-151
5.1 Kesimpulan..............................................................………...... 139
5.2 Diskusi.....................................................................…............... 141
5.3 Saran........................................................................…………... 149
5.3.1 Saran teoritis...................................................………….. 149
5.3.2 Saran praktis...................................................………….. 150
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ringkasan dimensi-dimensi organizational citizenship behavior
(OCB)........................................................................................ 28
Tabel 2.2 Ringaksan faktor-faktor yang mempengaruhi organizational
citizenship behavior (OCB)............................................................. 35
Tabel 2.3 Ringkasan ciri-ciri high self-monitoring dan low self-monitoring.... 61
Tabel 3.1 Blueprint skala organizational citizenship behavior (OCB)............ 83
Tabel 3.2 Blueprint skala perceived organizational support (POS)................. 84
Tabel 3.3 Blueprint skala keadilan organisasi.................................................. 85
Tabel 3.4 Blueprint skala self-monitoring........................................................ 86
Tabel 3.5 Bobot nilai tiap jawaban skala likert................................................. 88
Tabel 3.6 Bobot nilai tiap jawaban skala guttman............................................ 88
Tabel 4.1 Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi
dan kaitannya dengan OCB.............................................................. 125
Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian............................................... 127
Tabel 4.3 Norma kategorisasi skor variabel..................................................... 130
Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel................................................................. 130
Tabel 4.5 Summary uji regresi independent variable terhadap dependent
variable............................................................................................. 131
Tabel 4.6 Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap
dependent variable (DV).................................................................. 132
Tabel 4.7 Koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent
variable (DV).................................................................................... 133
Tabel 4.8 Proporsi varians masing-masing independent variable (IV)............ 136
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan pengaruh POS, keadilan organisasi dan self-
monitoring terhadap OCB.......................................................
74
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat keterangan penelitian
Lampiran 2 Instrumen penelitian
Lampiran 3 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi altruism
Lampiran 4 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi conscientiousness
Lampiran 5 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi sportsmanship
Lampiran 6 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi courtesy
Lampiran 7 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi civic virtue
Lampiran 8 Gambar path pengujian CFA organizational citizenship behavior
(OCB) dengan model second order
Lampiran 9 Tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan
pengukuran variabel organizational citizenship behavior (OCB)
21-item
Lampiran 10 Gambar path pengujian CFA perceived organizational support
(POS)
Lampiran 11 Tabel muatan faktor perceived organizational support (POS)
Lampiran 12 Tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran variabel perceived
organizational support (POS)
Lampiran 13 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
distributif
Lampiran 14 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
prosedural
Lampiran 15 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
interpersonal
xiii
Lampiran 16 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan
informasional
Lampiran 17 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi expressive self-
control
Lampiran 18 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi social stage
presence
Lampiran 19 Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel
matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi other directed
self-presentation
Lampiran 20 Output SPSS
Lampiran 21 Syntax lisrel analisis faktor konfirmatorik OCB
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam suatu instansi, manusia sebagai sumber daya yang merupakan aset
terpenting sekaligus berperan sebagai pelaksana dari berbagai aktivitas yang
dijalankan oleh instansi. Peran sumber daya manusia dalam sebuah instansi, baik
itu instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki kedudukan
yang penting bagi keberlangsungan instansi tersebut. Karena betapapun lengkap
dan modernnya peralatan kerja yang dimiliki oleh instansi tanpa adanya tenaga
manusia maka tidak akan berhasil memproduksi barang atau jasa sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai instansi. Namun, sumber daya tersebut tidak akan
memberikan kontribusi yang optimal apabila kinerja yang dimiliki oleh pegawai
rendah.
Dalam hal ini, pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah biasa disebut
dengan pegawai negeri sipil (PNS). Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1974
tentang pokok-pokok kepegawaian menyebutkan bahwa “pegawai negeri sipil
(PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas
Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan
dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (WikiPNS,
2014).
2
Di Indonesia beberapa tahun belakangan ini, kinerja PNS acap kali
mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan, berbagai media massa hampir
setiap hari memberitakan tentang buruknya kinerja PNS. Pasalnya, PNS dinilai
kurang produktif, berdisiplin rendah, etos kerja rendah, kental dengan praktik
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta berkepribadian kurang baik dan inilah
yang kerap menjadi bahan laporan kepada pemerintah tentang buruknya kinerja
para pelayan masyarakat tersebut. Hal ini tentu membuat miris, pasalnya sesuai
dengan peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010, seharusnya PNS sebagai
aparatur negara harus dapat bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan bersikap profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaran tugas
negara dan pembangunan (Susanto, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2004, menurut mantan menteri
negara pendayagunaan aparatur negara (Menpan) Faisal Tamim, sekitar 60% PNS
tidak cukup profesional, tidak disiplin dan tidak produktif. Fenomena ini jelas
memprihatinkan dan hal ini juga mengidentifikasi bahwa sikap dan budaya kerja
dikalangan PNS belum tumbuh menjadi kesadaran kolektif (Syaikhu, 2008).
Sedangkan menurut mantan menteri negara pendayagunaan aparatur negara
(Menpan) Azwar Abubakar, berdasarkan data hingga desember 2011, jumlah
pegawai negeri di Indonesia sebanyak 4.572.114 orang dan berdasarkan penilaian
kementerian hanya didapatkan 50% dari jumlah pegawai negeri di Indonesia yang
kinerjanya tidak bisa diandalkan. Hal ini disebabkan oleh penyebaran pegawai
negeri yang tidak merata dan kompetensinya tidak sesuai dengan jenis
pekerjaannya. Kondisi ini dapat berakibat kepada buruknya pelayanan pegawai
3
negeri terhadap masyarakat, sehingga akan mengganggu proses birokrasi yang
dilakukan oleh masyarakat. Permasalahan kinerja pegawai negeri ini tentunya
harus segera ditindaklanjuti baik oleh pemerintah maupun instansi yang
bersangkutan, agar kinerja pegawai negeri menjadi lebih baik (Rusdiana, 2012).
Berdasarkan hasil pengamatan di Badan Kepegawaian Negara (BKN)
Cawang ditemukan adanya PNS yang datang terlambat bahkan sampai bolos di
jam kerja, saat jam kerja ada beberapa PNS yang berbincang-bincang dengan
santai yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan bahkan ada pegawai yang
bermain game disela jam kerjanya.
Pernyataan yang muncul dari hasil wawancara dengan salah satu pegawai
BKN pun mendukung hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa tidak sedikit
pegawai yang berpendapat bahwa rajin tidak rajinnya PNS dalam bekerja tidak
akan berpengaruh terhadap gaji yang diterima karena gaji PNS telah ditentukan
oleh pemerintah. Selain itu, dijelaskan juga bahwa masing-masing pegawai
memiliki job description yang berbeda-beda walaupun berada dalam satu unit
kerja yang sama sehingga membuat pegawai hanya bisa mengerjakan tugas sesuai
job descriptionnya saja. Diakuinya bahwa kebanyakan pegawai hanya paham
dengan tugasnya saja. Jadi, ketika tugasnya selesai lebih awal atau selesai saat
masih jam kerja, bisa dikatakan pegawai memiliki waktu luang dan terkesan
menganggur. Biasanya waktu luang inilah yang digunakan untuk ngobrol, main
game atau bahkan keluar kantor di jam kerja (Wibowo, A. Komunikasi Pribadi,
2014).
4
Namun demikian, bukan berarti PNS tidak memiliki potensi. Saat ini justru
banyak PNS yang potensial namun kurang kesempatan untuk diberdayakan.
Selain itu, kemampuan atau potensi yang dimiliki PNS sangat bergantung kepada
atasan masing-masing unit kerja. Jika atasan disetiap unit kerja cerdas mengambil
kebijakan dalam pemberdayaan bawahannya, maka ada kesempatan PNS untuk
bekerja sesuai potensi yang dimilikinya. Sosok PNS dengan kompetensi yang
diindikasikan dari sikap dan perilaku baik terhadap pekerjaan maupun negara,
profesional bahkan sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang pelayan publik
saat ini sudah terhapuskan sehingga banyak muncul stigma buruk ketimbang
stigma baik tentang PNS (Wijaya, 2014).
Di era sekarang ini sangat dibutuhkan pegawai-pegawai yang berkompeten
sehingga dapat memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Pelayanan
yang optimal akan terjadi apabila sumber daya manusia yang berada di instansi
pemerintah berkualitas dan berkompetensi tinggi, namun tidak cukup hanya
berkualitas dan berkompetensi tinggi saja tetapi juga dibutuhkan orang-orang
yang mampu melakukan tugas diluar tugas yang seharusnya dilakukan untuk
instansinya tanpa menuntut imbalan apapun. Perilaku pegawai seperti ini yang
disebut dengan organizational citizenship behavior (OCB).
OCB merujuk pada perilaku yang tidak berkaitan dengan sistem reward
formal organisasi tetapi meningkatkan efektivitas organisasi. Dengan kata lain,
perilaku ini tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja
pegawai sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak akan diberikan hukuman
(Purba & Seniati, 2004).
5
Berbagai pendapat yang muncul mengemukakan tentang pentingnya
perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi job description yang ada antara lain
seperti yang dikemukakan oleh Robbins (dalam Rangkuti, 2012), yaitu organisasi
yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar
tugas formal mereka dan bersedia memberikan kinerja yang melebihi harapan
organisasi yang disebut dengan perilaku extra-role. Perilaku extra-role dalam
organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior (OCB).
Sedangkan menurut Prihatsanti dan Dewi (2010), kunci keberhasilan
organisasi adalah bagaimana anggota organisasi dapat memberikan kontribusi
positif pada perencanaan dan juga implementasi tugas-tugas dalam pencapaian
tujuan organisasi. OCB merupakan suatu perilaku positif individu sebagai anggota
organisasi dalam bentuk kesediaan secara sadar dan sukarela untuk bekerja dan
memberikan kontribusi pada organisasi lebih daripada apa yang dituntut secara
formal dalam organisasi. Dengan kata lain, OCB ini memiliki peran penting untuk
keberhasilan organisasi.
Dari sinilah muncul banyak penelitian-penelitian tentang OCB. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Smith, Bateman dan Organ (dalam Jahangir,
Akbar & Haq, 2004). Mereka melakukan suatu penelitian yang menyelidiki
tentang penyebab-penyebab terjadinya perilaku OCB dan mereka mengungkapkan
bahwa kepuasan kerja merupakan prediktor utama terhadap munculnya OCB
(Organ dalam Jahangir et.al., 2004).
6
Selain kepuasan kerja, ada juga faktor-faktor lain yang telah diteliti oleh
beberapa ahli yang dapat meningkatkan perilaku OCB karyawan di tempat kerja
seperti perceived organizational support (Wijaya, 2014), komitmen organisasi
(William & Anderson, 1991), persepsi peran (Podsakoff et.al., 2000), keadilan
organisasi (Rego & Cunha, 2006), self-monitoring (Rangkuti, 2012), penempatan
individu (Organ & Ryan, 1995) serta umur karyawan (Jahangir et. al., 2004).
Seiring perkembangannya, beberapa penelitian tentang OCB juga sudah
mulai banyak dilakukan di Indonesia yang dihubungkan dengan variabel yang
berbeda-beda, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2012), yang
meneliti tentang pengaruh perceived organizational support (POS) dan komitmen
organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Baru-baru ini juga
telah ada penelitian tentang OCB karyawan yang dikaitkan dengan variabel
keadilan organisasional dan persepsi kepemimpinan transformasional (Arwan,
2012), self-monitoring (Rangkuti, 2012) serta tipe kepribadian, komitmen
organisasi dan faktor demografi (Aminah, 2013). Hasil dari penelitian terdahulu
yang telah disebutkan menunjukkan hasil yang signifikan. Salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2012) yang menyatakan bahwa ada
pengaruh yang signifikan dari perceived organizational support (POS) dan
komitmen organisasi terhadap OCB.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shore dan Wayne (1993),
Cardona, Lawrence dan Bentler (2004) dan Tennant (2012) menunjukkan bahwa
salah satu variabel yang berpengaruh terhadap OCB adalah perceived
organizational support (POS). Persepsi karyawan yang baik terhadap dukungan
7
organisasi (POS) diduga menumbuhkan perilaku sosial antara individu dengan
rekan kerja dan antara individu dengan organisasi, karena rasa peduli organisasi
terhadap karyawan inilah yang membuat karyawan merasa harus membalas budi
dengan bersikap baik juga terhadap organisasinya.
Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan
organisasi (POS) merupakan prediktor dari OCB. Ketika karyawan merasa bahwa
dirinya mendapat dukungan dari organisasinya maka ia akan cenderung memiliki
komitmen yang tinggi sehingga menumbuhkan motivasi dalam dirinya. Hal ini
menjadikan ia akan terus berkomitmen untuk mensukseskan atau memajukan
organisasinya tersebut.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Cardona, Lawrence dan Bentler (2004).
Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan yang positif antara POS
dengan OCB yang dimediatori oleh variabel komitmen organisasi normatif
(normative commitment).
Penelitian yang relatif baru dilakukan oleh Tennant (2012). Ia menyatakan
bahwa POS dan altruism berdampak positif pada OCB jika dimoderasi oleh iklim
layanan (service climate). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
telah dipaparkan, salah satu variabel yang berpengaruh terhadap OCB dan perlu
untuk diteliti adalah variabel perceived organizational support (POS) atau yang
juga dikenal dengan persepsi terhadap dukungan organisasi.
Kemudian variabel selanjutnya yang juga dianggap mampu menjadi
prediktor OCB, yaitu keadilan organisasi. Berpegang pada literatur penelitian
8
terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa keadilan organisasi mampu
mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan. Penelitian terdahulu (seperti
Fahr, Podsakoff dan Organ, 1990; Moorman, 1991; Moorman, Niehoff dan
Organ, 1993; Organ dan Moorman, 1993) menunjukkan bahwa keadilan
organisasi menekankan relevansi kepuasan kerja terhadap OCB, namun muncul
penelitian lain yang menyatakan bahwa keadilan organisasi adalah prediktor OCB
yang lebih baik dibandingkan dengan kepuasan kerja (dalam Rego & Cunha,
2006).
Hal ini menunjukkan bahwa jika karyawan melihat hubungan dirinya
dengan organisasi adalah suatu keadilan, maka karyawan akan lebih mungkin
untuk membalasnya dengan cara yang menguntungkan organisasi. Keadilan
organisasi mengacu pada penilaian atas kebenaran moral atau kepantasan sosial di
lingkungan kerja (Greenhaus & Gerard, 2006). Penilaian ini dibuat secara
subjektif oleh individu berdasarkan pada sejauh mana dirinya merasa pengambilan
keputusan yang dialami selama bekerja adalah adil.
Pengambilan keputusan yang dialami individu selama bekerja ini
mengantarkan pada tiga aspek keadilan organisasi, yaitu : keadilan terhadap hasil
keputusan atau keadilan distributif, keadilan terhadap proses-proses yang
menyebabkan hasil keputusan atau keadilan prosedural dan keadilan terhadap
perlakuan interpersonal yang diterima ketika prosedur dijalankan atau keadilan
interaksional (Colquitt, 2001). Keadilan interaksional kemudian dibagi menjadi
dua aspek, yaitu keadilan interpersonal yang berperan utama untuk mengubah
reaksi terhadap hasil keputusan dan keadilan informasional yang berperan utama
9
dalam mengubah reaksi terhadap prosedur, dalam hal pemberian penjelasan
informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi aspek-aspek struktural dari proses
(Colquitt, Colon, Wesson, Porter & Ng, 2001).
Berdasarkan munculnya aspek keadilan organisasi, maka muncul beberapa
penelitian yang membuktikan bahwa ada pengaruh dari keadilan organisasi
terhadap OCB. Penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Cunha (2006) yang
membuktikan asumsi bahwa ada pengaruh keadilan organisasi terhadap OCB
dengan melakukan penelitian terhadap karyawan di Portugal. Penelitian tersebut
mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa karyawan
akan menunjukkan OCB lebih ketika penilaian mereka tentang keadilan adalah
positif.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Asgari, Silong, Ahmad dan Sama (2008)
pada karyawan di Malaysia. Ia menyatakan bahwa keadilan organisasi (baik
keadilan prosedural, distributif maupun interaksional) tidak memiliki pengaruh
langsung terhadap OCB. Tetapi keadilan organisasi memiliki pengaruh langsung
terhadap OCB jika dimediatori oleh perceived organizational support dan
kepercayaan.
Pada perkembangan penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Lee, Kim dan Kim (2013) yang menggunakan sampel karyawan dari Industri
Nasional Korea menyebutkan bahwa keadilan dalam proses pengambilan
keputusan yang dirasakan oleh karyawan atau keadilan prosedural memiliki
pengaruh signifikan terhadap OCB, sementara persepsi keadilan pada jumlah
10
output yang diterima oleh karyawan atau keadilan distributif memiliki pengaruh
terhadap OCB melalui parameter leader-member exchange (LMX) tetapi tidak
berhubungan secara langsung dengan OCB.
Kemudian penelitian yang relatif baru dilakukan oleh Jafari dan Bidarian
(2012) yang menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara dimensi
keadilan organisasi (distributif, prosedural dan interaksional sebagai variabel
prediktor) dan OCB. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah
dipaparkan, variabel keadilan organisasi ini juga mampu menjadi prediktor OCB
dan perlu untuk diteliti dalam penelitian ini.
Selain variabel POS dan keadilan organisasi, ada variabel lain yang juga
dianggap mampu menjadi prediktor OCB, yaitu self-monitoring. Self-monitoring
berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan emosi. Self-
monitoring adalah dasar dari dorongan internal bagi seseorang untuk
menunjukkan OCB. Berbagai penelitian berusaha menemukan hal-hal yang
berpengaruh terhadap OCB.
Self-monitoring adalah kecenderungan mengatur perilaku untuk
menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan situasi sosial. Gangestad dan Synder
(2000) membagi individu menjadi dua kelompok menurut tingkat self-
monitoringnya, yaitu self-monitoring tinggi dan self-monitoring rendah. Orang
yang memiliki self-monitoring tinggi dapat bekerja dengan baik karena dalam
dunia kerja mereka cenderung dituntut untuk bersikap lebih fleksibel dan terbuka
dengan keinginan dan harapan orang lain.
11
Dengan kata lain, semakin tinggi self-monitoring seorang karyawan maka
semakin besar pula keinginan karyawan tersebut untuk melakukan sesuatu
melebihi apa yang menjadi tuntutan pekerjaannya pada saat yang dibutuhkan.
Jadi, tingkat self-monitoring seseorang inilah yang kemudian dapat mengarahkan
karyawan untuk memunculkan atau tidak memunculkan OCB di instansi
tempatnya bekerja (Rangkuti, 2012).
Penelitian terkait self-monitoring yang dilakukan oleh Blakely, Andrews
dan Fuller (2003) menyatakan bahwa self-monitoring berpengaruh secara
signifikan terhadap OCB dengan mengontrol variabel komitmen organisasi,
kepuasan kerja, POS dan karakteristik tugas. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dimensi OCB yang paling menonjol adalah dimensi altruism
dalam lingkungan organisasi.
Berdasarkan hasil eksperimen terbaru yang dilakukan oleh Ehrhart dan
Naumann (2004) yang menyatakan bahwa self-monitoring dapat berpengaruh
secara signifikan terhadap OCB seseorang dengan mengontrol variabel norma-
norma kelompok. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah
dipaparkan, nampak bahwa variabel self-monitoring juga mampu menjadi
prediktor dari OCB dan perlu untuk diteliti dalam penelitian ini bersama dengan
variabel POS dan keadilan organisasi.
Selain tiga faktor yang telah diuraikan sebelumnya, diduga pula bahwa
variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja juga
memberi pengaruh terhadap OCB. Variabel-variabel demografi telah diuji dalam
12
beberapa penelitian seperti variabel gender pada penelitian Cohen (2006) dan
Morrison (dalam Novliandi, 2006), variabel usia pada penelitian Wagner dan
Rush (dalam Jahangir et.al., 2004), suku budaya (Liu dalam Aminah 2013) dan
lama bekerja (Greenberg & Baron dalam Rangkuti, 2012).
Terkait dengan variabel demografi, diawali dengan penelitian yang
dilakukan oleh Cohen (2006) menunjukkan hasil bahwa peran gender juga
mempengaruhi dampak pada komitmen kerja dan OCB seseorang karena
karyawan dengan tingkat feminimitas tinggi dapat memberi dampak positif
terhadap peran kinerja sedangkan karyawan dengan tingkat maskulinitas tinggi
dapat memberi dampak negatif terhadap peran kinerjanya. Adapun perbedaan
inilah yang menjadikan adanya perbedaan persepsi OCB antara pria dan wanita.
Sedangkan pada perkembangan berikutnya, Wagner dan Rush (dalam
Jahangir et.al., 2004) menyebutkan bahwa perbedaan usia individu mungkin
memberikan pandangan yang berbeda mengenai pekerjaan dan pribadinya sebagai
suatu hal pokok. Perbedaan yang dimaksud adalah jika seseorang karyawan
dengan usia yang lebih muda, lebih dapat menyesuaikan kebutuhan mereka
terhadap kebutuhan organisasi secara lebih fleksibel. Sedangkan karyawan yang
lebih tua usianya cenderung akan lebih kaku dalam mengatur kebutuhan mereka
terhadap organisasi. Perbedaan ini mungkin disebabkan adanya perbedaan
orientasi terhadap diri dan pekerjaan.
Terkait dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Blakely
et.al., (2003), Cohen (2006) dan Leon dan Finkelstein (2011) yang menyebutkan
13
bahwa sampel yang digunakan pada penelitian mereka adalah karyawan yang
sudah memiliki pengetahuan terkait dengan organisasi atau perilaku kerja di
perusahaan. Sedangkan penelitian terdahulu lainnya yang dilakukan oleh
Kwantes, Karamb, Kuo dan Towson (2008) menyatakan bahwa penelitian yang
menggunakan sampel mahasiswa dapat memberikan hasil penelitian yang kurang
relevan atau bahkan tidak valid, karena mahasiswa dianggap kurang memiliki
pengalaman dan pengetahuan tentang perilaku kerja dalam perusahaan. Oleh
karena itu, agar hasilnya dapat sesuai dengan tujuan dari penelitian itu sendiri
maka akan digunakan sampel pegawai sebuah instansi pemerintah yang bergerak
di bidang kepegawaian.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas dan
pentingnya OCB pegawai dalam instansinya, serta belum nampaknya penelitian
yang menghubungkan antara variabel POS, keadilan organisasi dan self-
monitoring dalam mempengaruhi OCB, maka perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut yang berjudul “Perceived Organizational Support (POS), Keadilan
Organisasi dan Self-Monitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship
Behavior (OCB)”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu
perceived organizational support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring
14
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Adapun batasan tentang
konsep variabel yang digunakan, yaitu :
1. OCB mengacu pada perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual,
tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara
keseluruhan mampu meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku
tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja
karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman.
2. POS mengacu pada penjelasan mengenai hubungan antara perlakuan
organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi
mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan
ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi
persepsi atas dukungan organisasi.
3. Keadilan organisasi mengacu pada persepsi individu mengenai keadilan
dalam konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa bahwa mereka
diperlakukan secara adil di tempat kerja berkaitan dengan prosedural,
distribusi maupun interaksional.
4. Self-monitoring mengacu pada kemampuan individu untuk mengatur
perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau
berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari
individu yang bersangkutan.
5. Variabel demografi yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari variabel
usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja. Dibatasi oleh kategori sebagai
15
berikut : usia (20-27 tahun, 28-35 tahun, 36-43 tahun dan lebih dari 44 tahun)
dan lama bekerja (1 tahun, 2-12 tahun, 13-22 tahun dan lebih dari 23 tahun).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan usia, pegawai memiliki
tingkat OCB sedang yang mayoritas berada pada usia 28-35 tahun.
Sedangkan berdasarkan lama bekerja, pegawai juga memiliki tingkat OCB
sedang yang mayoritas berada pada lama bekerja 2-12 tahun.
6. Penelitian ini dilakukan di Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berlokasi
di jalan Letjen Sutoyo No.12 Cawang, Jakarta Timur 13640. Badan ini
merupakan lembaga pemerintahan non-kementerian Indonesia yang bertugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen kepegawaian
Negara. Penelitian ini dilakukan di BKN dengan asumsi bahwa lingkungan
yang keseluruhannya berisikan pegawai negeri sipil (PNS) lebih dapat
menggambarkan fenomena PNS yang akan diteliti.
7. Subjek penelitian ini adalah pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN)
yang ada di gedung III khususnya karyawan dengan status karyawan PNS dan
sudah bekerja minimal satu tahun di perusahaan yang diasumsikan telah
mampu beradaptasi dengan lingkungan instansinya dan telah memiliki
dorongan dari dirinya untuk bekerja melebihi job description.
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
16
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan POS, keadilan organisasi, self-
monitoring dan variabel demografi terhadap OCB?
2. Seberapa besar pengaruh POS, keadilan distributif, keadilan prosedural,
keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social
stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan
lama bekerja terhadap OCB?
3. Berapa besarkah proporsi varians dari masing-masing variabel POS, keadilan
distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan
informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed
self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja terhadap OCB?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh POS, keadilan
organisasi, self-monitoring dan variabel demografi terhadap OCB serta
mengetahui besarnya kontribusi POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan
variabel demografi terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
1.3.2 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.3.2.1 Manfaat teoritis. Manfaat teoritis dari penelitian ini antara lain :
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan
khususnya dalam kajian psikologi industri dan organisasi, memperkuat
17
penelitian dan juga menambah bukti empiris bahwa POS, keadilan
organisasi dan self-monitoring mempunyai pengaruh terhadap OCB.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan minat untuk
melakukan riset, sehingga memajukan cakrawala dan khazanah ilmu
pengetahuan di Indonesia khususnya di bidang ilmu psikologi industri
dan organisasi.
1.3.2.2 Manfaat praktis. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan gambaran tentang pentingnya OCB dan dengan
informasi dari hasil penelitian, diharapkan manajemen kepegawaian dari
Badan Kepegawaian Negara (BKN) dapat meningkatkan OCB, POS,
keadilan organisasi beserta self-monitoring pada pegawainya yang
kemudian dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi karyawan dalam
mencapai tujuan-tujuan intansi.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan
manfaat praktis serta sistematika penulisan.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Membahas mengenai pengertian, dimensi, faktor-faktor yang
mempengaruhi dan pengukuran OCB. Selain itu, membahas pengertian
18
dan pengukuran POS. Kemudian membahas pengertian, dimensi dan
pengukuran keadilan organisasi serta membahas pula pengertian, ciri-
ciri, komponen dan pengukuran self-monitoring. Bab ini juga memuat
kerangka berpikir dan bagan kerangka berpikir.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Penjelasan pada bab ini berisi tentang populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional yang
digunakan dalam penelitian ini. Dijabarkan pula tentang instrumen dan
prosedur pengumpulan data serta uji validitas instrumen penelitian.
Selanjutnya, akan dibahas metode analisis data yang digunakan dan
prosedur penelitian.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas mengenai hasil penelitian yang menjelaskan
tentang gambaran umum dari subjek penelitian, deskripsi data,
kategorisasi variabel penelitian dan hasil uji hipotesis.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini berisi penutup yang menjelaskan tentang kesimpulan,
diskusi dan juga saran dari penelitian ini.
19
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan variabel
penelitian, yaitu organizational citizenship behavior (OCB), perceived
organizational support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring serta
kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)
2.1.1 Pengertian organizational citizenship behavior (OCB)
Dalam bidang perilaku organisasi, sampai saat ini sudah mulai banyak fokus
kajian terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Konsep
organizational citizenship behavior (OCB) muncul lebih dari dua dekade lalu di
bidang perilaku organisasi (Lee, Kim & Kim, 2013).
Sejak munculnya konsep OCB di bidang perilaku organisasi, telah ada
penelitian yang cukup banyak, yang memunculkan beragam pemahaman dan
interpretasi terhadap konsep OCB ini (Borman & Motowidlo, 1997; Bukhari, Ali,
Shahzad & Bashir, 2009; Podsakoff, MacKenzie, Paine & Bachrach, 2000).
Sebelum konsep ini dikenal sebagai organizational citizenship behavior
(OCB), pertama kali konsep ini diperkenalkan oleh Kan dan Katz (dalam Jafari &
Bidarian, 2012) sebagai perilaku extra-role. Perilaku extra-role adalah melakukan
suatu pekerjaan yang tidak terdapat dalam job description formal karyawan tetapi
sangat dihargai jika ditampilkan oleh karyawan karena perilaku ini dapat
meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi (Katz dalam Purba
20
& Seniati, 2004). Tetapi dalam perusahaan ada juga yang disebut dengan perilaku
in-role yaitu melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan tugas yang ada dalam
job description (Dyne, Graham & Dienesch dalam Hardi, 2009).
Pada perkembangan berikutnya, konsep perilaku extra-role ini
diperkenalkan oleh Organ, Podsakoff dan MacKenzie (2006) sebagai
"organizational citizenship behavior (OCB)" (Jafari & Bidarian, 2012).
Organizational citizenship behavior (OCB) ini berawal dari usulan konstruk yang
diajukan oleh Organ dalam upaya untuk memahami “perilaku yang belum diberi
nama” yang berperan sebagai representasi yang lebih baik tentang “performance”
dalam kontroversi “satisfaction-causes-performance” (Organ dalam Jahangir
et.al., 2004).
Namun dalam tulisan tersebut Organ tidak menyebutkan mengenai OCB
secara eksplisit maupun melakukan studi lebih lanjut mengenai hal tersebut. OCB
baru dimunculkan secara eksplisit melalui penelitian yang dilakukan oleh
Bateman dan Organ (dalam Jahangir et.al., 2004).
Bateman dan Organ (1983) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu
yang berkaitan dengan pekerjaan tambahan yang melebihi tugas dan tanggung
jawab di luar pekerjaan pokok mereka. Penelitian OCB telah meluas sejak
diperkenalkan hampir dua puluh tahun yang lalu (Bateman & Organ dalam
Jahangir et.al., 2004).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bateman dan Organ (1983), OCB
didefinisikan sebagai perilaku individual, sukarela dan tidak diidentifikasi secara
21
langsung dan jelas oleh sistem penghargaan formal serta dapat meningkatkan
efektivitas kegiatan organisasi. Hasil dari penelitian inilah yang kemudian
memunculkan berbagai penelitian mengenai OCB, yang juga membahas mengenai
definisi OCB itu sendiri (Organ, Podsakoff & MacKenzie dalam Asgari, Nojabaee
& Arjmand, 2011).
Pada tahun 1988, Organ (dalam Podsakoff et.al., 2000) mendefinisikan
OCB sebagai : “individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly
recognized by the formal reward system, and that in the aggregate promotes the
effective functioning of the organization. By discretionary, we mean that the
behavior is not an enforceable requirement of the role or the job description, that
is, the clearly specifiable terms of the person’s employment contract with the
organization; the behavior is rather a matter of personal choice, such that its
omission is not generally understood as punishable.”
Maksud dari definisi di atas adalah OCB sebagai bentuk perilaku yang
merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward
formal organisasi tetapi secara bersama meningkatkan efektivitas organisasi. Ini
berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi
kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman
(Purba & Seniati, 2004).
Pada perkembangan selanjutnya, Moorman (1991) dan Robbins (2001)
menggunakan istilah yang hampir sama dengan Organ (1988) yaitu OCB
didefinisikan sebagai : “organizational citizenship behavior is discretionary
22
behavior, that is not part of an employees format job requirement, but that
nevertheless promotes that effect functioning of the organization”. Artinya bahwa
OCB adalah perilaku yang dikaitkan dengan perilaku yang bersifat bebas, bukan
termasuk bagian yang berhubungan dengan sistem formal pekerjaan namun
semuanya dilakukan untuk memajukan fungsi organisasi.
Kemudian muncul definisi OCB dari Organ et.al., (2006) dengan
mempersingkat definisi yang dibuat Organ (1988) sebelumnya. Menurut Organ
et.al., (2006 : 3) OCB didefinisikan sebagai konsep berikut : “organizational
citizenship behavior (OCB) is individual behavior that is discretionary, not
directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in the
aggregate promotes the efficient and effective functioning of the organization.”
Maksud dari kata “discretionary” di atas adalah perilaku sukarela tertentu
dalam konteks tertentu yang bukan merupakan persyaratan mutlak dari job
description. Definisi OCB di atas juga menghendaki bahwa OCB adalah “not
directly or explicitly recognized by the formal reward system” yaitu perilaku
tersebut tidak berkaitan secara langsung atau secara eksplisit dengan sistem
imbalan formal. Dimana imbalan tersebut tidak dijamin secara kontrak oleh
kebijakan dan prosedur formal (Organ et.al., 2006 : 8).
Selain itu OCB juga mensyaratkan “in the aggregate promotes the efficient
and effective functioning of the organization”, yaitu secara keseluruhan dapat
meningkatkan fungsi efisiensi dan efektivitas di dalam organisasi (Organ et.al.,
2006 : 9). “In the aggregate” di sini mengacu pada orang secara personal dan juga
23
semua orang dalam kelompok, departemen atau organisasi (Organ et.al., 2006 :
10).
Sedangkan Dyne et.al., (dalam Jahangir et.al., 2004) juga mendefinisikan
OCB sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi atau perilaku yang
dimaksudkan untuk menguntungkan organisasi karena dilakukan secara sukarela
dan melampaui harapan dari peran yang ada. Pendapat yang tidak jauh berbeda
juga dikemukakan oleh Jacqueline, Kessler dan Purcell (dalam Bukhari et.al,
2009) yang menyatakan bahwa OCB adalah perilaku extra-role, yakni suatu
perilaku yang tidak dibutuhkan secara resmi di organisasi dan pada prakteknya
hanya bergantung pada kesediaan karyawan sebagai konsekuensi dalam
lingkungan organisasi.
OCB secara khusus mengacu pada perilaku yang memiliki dampak positif
terhadap organisasi atau anggotanya (Poncheri dalam Bukhari et.al., 2009). Selain
itu, OCB juga merupakan perilaku yang mempertinggi nilai dan pemeliharaan
sosial serta lingkungan psikologi yang mendukung hasil pekerjaan (Ehrhat dalam
Triyanto & Santosa, 2009).
Greenberg dan Baron (2003) mengatakan bahwa OCB merupakan perilaku
informal, dimana seorang karyawan melakukan sesuatu di luar aturan formal
sesuai dengan harapan perusahaan sebagai bentuk kontribusi terhadap
kesejahteraan organisasi juga hal-hal yang terkait di dalamnya. Dengan kata lain,
OCB merupakan perilaku inisiatif dari karyawan, dimana perilaku tersebut tidak
tertera dalam aturan yang telah ditetapkan dalam perusahaan.
24
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Koys (dalam Perdana, 2011)
menyatakan bahwa hal terpenting yang terdapat dalam perilaku OCB adalah
adanya suatu pengaruh besar dalam hal keuntungan namun tidak pada kepuasan
pelanggan. Sedangkan menurut Aquino dan Bommer (dalam Lo & Ramayah,
2009), mereka menemukan bahwa OCB dapat meningkatkan daya tarik sosial
dalam suatu unit kerja. Seperti OCB yang umumnya diberi label sebagai perilaku
yang positif, mereka menunjukkan bahwa OCB mungkin lebih membuat daya
tarik sosial mereka lebih mungkin untuk dihargai sebagai teman atau mitra.
Literatur di masa lalu telah mengidentifikasi dua pendekatan utama yang
dikenal sebagai "in-role" dan "extra-role" dalam mendefinisikan konsep OCB.
Extra-role berarti kontribusi masing-masing individu di tempat kerja yang
melampaui persyaratan peran tertentu dan tidak diakui oleh sistem reward.
Sedangkan in-role berarti melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan tugas
yang ada dalam job description. (Dyne et.al. dalam Hardi, 2009).
Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan,
bahwa pengertian dari OCB sebagai bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan
inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi
secara bersama meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut
tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga
jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman.
Berdasarkan berbagai pengertian tentang OCB yang telah diuraikan, maka
dalam penelitian ini akan digunakan definisi atau teori organizational citizenship
25
behavior (OCB) dari Organ (1988). Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
pengertian dari Organ (1988) telah banyak dijadikan pedoman dalam penelitian
terdahulu (seperti : Novliadi, 2006; Arwan, 2012; Sufya, 2012; Prastiwi, 2013;
Rangkuti, 2012; Aminah, 2013; Kwantes et.al., 2008), sehingga pengertian dari
Organ (1988) ini dianggap memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi.
2.1.2 Dimensi organizational citizenship behavior (OCB)
Dari sekian banyak peneliti, diantaranya adalah Podsakoff et.al., (2000) mendapati
hampir 30 potensi bentuk perilaku dari OCB yang teridentifikasi dalam literatur
namun telah disepakati bahwa dimensi utama dari OCB, yaitu : 1) helping, 2)
sportmanship, 3) organizational loyality, 4) organizational compliance, 5)
individual initiative, 6) civic vitue, dan 7) self-development.
Berbeda dengan Podsakoff et.al., (2000), peneliti lain, yaitu LePine, Erez
dan Johnson (2002) mengidentifikasi 40 perilaku yang disebut sebagai OCB.
Pendapat yang berbeda juga muncul dari Marshall (dalam Vigoda &
Golembiewski, 2001). Ia mengemukakan bahwa secara umum OCB merujuk pada
tiga elemen utama, yaitu: kepatuhan (obedience), loyalitas (loyalty) dan
partisipasi. Kepatuhan dan loyalitas secara alami merupakan definisi citizenship
dalam pengertian yang luas, sehingga esensi dari OCB adalah partisipasi. Dalam
partisipasi, perhatian utama ditujukan pada arena nasional (governance), arena
komunal (local lives), dan arena organisasional (tempat kerja).
Pendapat lain tentang dimensi OCB yang tidak jauh berbeda dengan
pendapat Marshall (dalam Vigoda & Golembiewski, 2001) dikemukakan oleh
26
Graham (dalam Bolino, Turnley & Bloodgood, 2002). Ia memberikan
konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik dan teori politik modern.
Dengan menggunakan perspektif teoritis ini, Graham (dalam Bolino et.al., 2002)
mengemukakan tiga bentuk OCB, yaitu :
1. Ketaatan (obedience) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.
2. Loyalitas (loyalty) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan
kelangsungan organisasi.
3. Partisipasi (participation) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi
terdiri dari :
a. Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam
urusan-urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya:
selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri
pertemuan-pertemuan tidak resmi.
b. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan
pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan
memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi.
c. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang
melebihi standar kerja yang diwajibkan. Misalnya: kesukarelaan untuk
27
melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek
penting atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi
pengembangan organisasi.
Mengembangkan konsep Organ (1988), Podsakoff, MacKenzie, Moorman
dan Fetter (1990) mengidentifikasi lima dimensi dari OCB (Organ et.al., 2006 :
251), yaitu :
a. Altruism
Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual dari
karyawan yang memiliki pengaruh membantu orang lain khususnya yang
relevan dengan masalah organisasional (Organ et.al., 2006). Contohnya
adalah karyawan yang sudah selesai dengan pekerjaannya kemudian
membantu karyawan lain dalam menghadapi pekerjaan yang sulit.
b. Conscientiousness
Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual dari
karyawan yang melampaui persyaratan minimum dari peran organisasi di
bidang kehadiran, mematuhi aturan dan peraturan, mengambil jam istirahat
dan sebagainya. (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah tiba di kantor tepat
waktu, memiliki tingkat ketidakhadiran yang rendah dan menahan diri untuk
tidak mengambil waktu istirahat tambahan.
28
c. Sportsmanship
Yaitu kesediaan karyawan untuk mentoleransi keadaan yang kurang ideal di
tempat kerja tanpa mengeluh sebagai bentuk usaha untuk mengurangi
permasalahan yang timbul karena keluhan mengenai hal-hal yang sepele
(Organ et.al., 2006). Contohnya adalah tidak mengeluh meskipun kondisi
pekerjaannya kurang nyaman.
d. Courtesy
Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual yang
bertujuan untuk mencegah masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan
orang lain (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah mencoba untuk
menghindari terjadinya masalah dengan rekan kerja.
e. Civic virtue
Yaitu perilaku berpartisipasi dan menunjukkan kepedulian terhadap
kelangsungan hidup organisasi (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah aktif
berpartisipasi dalam rapat organisasi.
Untuk lebih jelas tentang dimensi OCB dari beberapa literatur, tabel di
bawah ini menjelaskan ringkasan dimensi-dimensi OCB :
29
Tabel 2.1
Ringkasan dimensi-dimensi OCB
No Nama dan Tahun Dimensi
1. Marshall (1950) 1. Kepatuhan (obedience)
2. Loyalitas (loyalty)
3. Partisipasi
Governance
Local Lives
Tempat Kerja
2. Podsakoff, MacKenzie,
Moorman dan Fetter (1990)
1. Altruism
2. conscientiousness
3. Sportsmanship
4. Courtesy
5. Civic Virtue
3. Graham (1991) 1. Kepatuhan (obedience)
2. Loyalitas (loyalty)
3. Partisipasi (participation)
Partisipasi Sosial
Partisipasi Advokasi
Partisipasi Fungsional
4. Podsakoff, MacKenzie, Paine
dan Brachrach (2000)
1. Helping
2. Sportsmanship
3. Organizational Loyality
4. Organizational Compliance
5. Individual Initiative
6. Civic Virtue
7. Self-Development
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari
masing-masing dimensi yang diuraikan oleh para penelitinya. Literatur-literatur
OCB di atas mengindikasikan bahwa ada dimensi-dimensi yang berbeda-beda dari
OCB tetapi pada dasarnya dari semua dimensi-dimensi tersebut memiliki
kesamaan konsep. Dengan kata lain, terjadi pelabelan (penamaan) yang berbeda-
beda terhadap dimensi yang sama, yang pada gilirannya mengakibatkan
penggunaan-penggunaan pengukuran yang tumpang tindih.
30
Dari beberapa dimensi yang terpapar di atas, maka dalam penelitian ini
digunakan dimensi yang dikemukakan oleh Podsakoff et.al., (1990) dengan
mengembangkan konsep Organ (1988), yaitu altruism, conscientiousness,
sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa lima dimensi tersebut lebih bisa menggambarkan karakteristik dari OCB
pegawai dan konsisten dengan teori yang telah dikemukakan oleh Organ (1988).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior
(OCB)
Dalam studi yang mengintegrasikan tiga teori yang mempengaruhi OCB
karyawan, yaitu : teori atribusi, pertukaran sosial dan kepribadian evaluasi diri.
Ariani (2008) mengemukakan bahwa motif organisasi dan evaluasi kepribadian
diri merupakan faktor inti yang dapat mendorong OCB dari anggota organisasi
secara individual.
Sampai saat ini, beberapa faktor seperti kepuasan kerja, keadilan, dan
dukungan atau kepercayaan dari organisasi dan kepemimpinan adalah faktor yang
diusulkan oleh banyak peneliti untuk meningkatkan OCB pegawai. Berikut
beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi pegawai untuk berperilaku
OCB, yaitu :
a. Keadilan organisasi
Penilaian karyawan terhadap keadilan berbagai kebijakan atau peraturan
perusahan juga akan mempengaruhi perilaku keanggotaan. Penelitian yang
dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa ada pengaruh
31
yang positif antara dimensi keadilan organisasi dengan OCB. Tetapi dari hasil
penelitian Jafari dan Bidarian (2012), hanya dimensi keadilan prosedural
yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Asgari, Silong, Ahmad dan Sama (2008), dimensi lain dari
keadilan organisasi juga dapat mempengaruhi OCB meskipun melalui peran
variabel mediator, yaitu variabel POS dan kepercayaan (dalam Arwan, 2012).
b. Komitmen organisasi
Penelitian yang dilakukan oleh Morrison (dalam Novliandi, 2006)
menunjukan bahwa komitmen dapat menyebabkan karyawan mendefinisikan
pekerjaannya secara lebih luas dan dengan demikian karyawan yang
berkomitmen lebih mungkin untuk menunjukkan apa yang disebut dengan
OCB.
c. Perceived organizational support (POS)
Penelitian yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002)
menunjukkan bahwa persepsi karyawan atas dukungan organisasi dapat
mempengaruhi OCB dengan meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan
dan keinginan untuk membalas budi kepada organisasi, memenuhi kebutuhan
sosioemosional karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja serta komitmen
terhadap organisasi.
Studi Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap
dukungan organisasi (perceived organizational support (POS) dapat menjadi
faktor untuk memprediksi OCB. Pekerja yang merasa bahwa mereka
32
didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feedback) dan
menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat
dalam OCB.
d. Kepribadian dan mood (suasana hati)
Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya OCB
secara individual maupun kelompok. George dan Brief (dalam Novliadi,
2006) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain
juga dipengaruhi suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik
yang secara relatif dapat dikatakan tetap sedangkan suasana hati merupakan
karakteristik yang dapat berubah-ubah.
Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk
membantu orang lain. Meskipun suasana hati dipengaruhi oleh kepribadian
tetapi suasana hati juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok
kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi menghargai
karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok
kerja berjalan positif maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati
yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan
bantuan kepada orang lain (Sloat dalam Jayanti, 2009).
Menurut Robbins dan Judge (dalam Hendry, 2011), trait kepribadian utama
yang terkait dengan perilaku kerja seseorang dibagi menjadi enam, yaitu
machiavellianisme, narsisme, self-monitoring, risk taking, kepribadian pro-
aktif dan kepribadian tipe A. Tetapi perilaku karyawan tidak terlepas dari trait
33
kepribadian, seperti yang dijelaskan oleh Robbins dan Judge (dalam
Rangkuti, 2012) adalah self-monitoring. Self-monitoring merupakan suatu
trait kepribadian seseorang yang melibatkan kemampuan untuk mengatur
petunjuk non-verbal dan mengubah tingkah laku individu (Iriani, 2003). Hasil
penelitian dari Blakely et.al., (2003) menunjukkan self-monitoring
berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi
OCB adalah perilaku menolong dalam lingkungan organisasi.
e. Karakteristik individual karyawan atau anggota organisasi
Beberapa variabel demografis diuji untuk melihat hubungannya dengan OCB.
Penelitian yang dilakukan Morrison (dalam Novliandi, 2006) menemukan
bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita
dalam tingkat OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar
daripada pria. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan persepsi terhadap
OCB antara pria dan wanita, dimana wanita menganggap OCB merupakan
bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria.
Wagner dan Rush (dalam Jahangir et.al., 2004) menyebutkan bahwa
perbedaan usia individu mungkin memberikan pandangan mengenai
pekerjaan dan pribadinya sebagai suatu hal pokok. Seorang karyawan dengan
usia yang lebih muda lebih dapat menyesuaikan kebutuhan mereka terhadap
kebutuhan organisasi secara lebih fleksibel. Sedangkan yang lebih tua usianya
cenderung akan lebih kaku dalam mengatur kebutuhan mereka terhadap
organisasi. Hal ini akan menjadi peran penting pada perbedaan motivasi
34
terhadap OCB dari karyawan dengan usia muda dan karyawan dengan usia
lebih tua.
Greenberg dan Baron (dalam Rangkuti, 2012) mengemukakan bahwa
karakteristik personal seperti masa kerja dan gender berpengaruh pada OCB.
Masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB karena variabel-variabel
tersebut mewakili pengukuran terhadap investasi karyawan di organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa
semakin lama orang memiliki pengalaman kerja dalam suatu organisasi, maka
akan lebih baik OCB yang mereka tunjukkan.
f. Status kerja
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dyne dan Stamper (2001) ditemukan
bahwa terdapat perbedaan intensitas OCB antara karyawan yang bekerja
penuh waktu dan paruh waktu. Karyawan yang bekerja penuh waktu memiliki
intensitas helping yang tinggi dibanding karyawan paruh waktu. Selain itu,
karyawan yang memilih untuk bekerja penuh waktu juga lebih tinggi
intensitasnya dibanding karyawan yang memilih bekerja paruh waktu.
Untuk lebih jelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi OCB dari
beberapa literatur, tabel di bawah ini menjelaskan ringkasan faktor-faktor yang
mempengaruhi OCB :
35
Tabel 2.2
Ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi OCB
No. Nama dan Tahun Faktor yang mempengaruhi OCB
1. Smith, Organ dan Near (1983) Kepuasan kerja
Persepsi kepemimpinan dan dukungan
organisasi
Kepribadian
Karakteristik tugas
Sikap pada pekerjaan
2. O’Reilly dan Chatman (1986)
Morrison (1994) Komitmen organisasi
3. Organ (1988)
Niehoff dan Moorman (1993) Sikap pada pekerjaan
4. Farh, Podsakoff dan Organ
(1990) Persepsi kepemimpinan dan dukungan
organisasi
Karakteristik tugas
Gaya kepemimpinan
5. Moorman (1991) Keadilan dan Keadilan organisasional
Sikap pada pekerjaan
6. Moorman, Niehoff dan Organ
(1993) Kepuasan kerja
Persepsi keadilan
Karakteristik tugas
7. Dyne et.al., (1994)
Kepribadian
Karakteristik tugas
Status kerja
8. Organ dan Ryan (1995) Sikap pada pekerjaan
Kepuasan kerja
9. Podsakoff et.al., (2000) Kepribadian
Persepsi kepemimpinan dan dukungan
organisasi
Karakteristik kelompok
Organisasi budaya organisasi
10. Rhoades dan Eisenberger (2002)
Shore dan Wayne (1993) Persepsi dukungan organisasi
11. Jacqueline dan Shapiro (2002) Kontrak psikologis
12. Robbins dan Judge (2008)
Blakely, Andrews dan Fuller
(2003)
Snyder (1974)
Self-monitoring
13. Lee, Jeung dan Kim (2010) Keadilan dan Keadilan organisasional
14. Morrison (1994)
Burton (2003)
Jahangir dkk., (2004)
Greenberg dan Baron (2000)
Jafari dan Bidarian (2012)
Karakteristik individual karyawan
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
36
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari
masing-masing faktor yang diuraikan oleh para penelitinya. Persamaan dari
faktor-faktor yang telah diuraikan di atas adalah keseluruhannya mengindikasikan
adanya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap OCB pegawai di instansinya.
Selain itu, literatur-literatur OCB di atas mengindikasikan bahwa ada peneliti
yang meneliti faktor yang sama guna membuktikan apakah faktor-faktor tersebut
dapat berpengaruh dengan baik atau tidak terhadap OCB seseorang, tetapi ada
juga peneliti yang meneliti faktor berbeda untuk menemukan faktor-faktor lain
yang juga dapat mempengaruhi OCB selain faktor-faktor yang sudah diteliti oleh
banyak peneliti. Sedangkan perbedaannya terletak dari cara masing-masing
peneliti dalam mengukur faktor-faktor tersebut.
Dari beberapa penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi OCB
yang telah diuraikan, maka tidak semua faktor-faktor yang mempengaruhi OCB
tersebut di atas akan disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini.
Berdasarkan pada relevansi dengan permasalahan yang ada dan karena belum
banyaknya penelitian-penelitian yang mengaitkan variabel OCB dengan variabel
POS, variabel keadilan organisasi dan variabel kepribadian yang salah satu
traitnya adalah self-monitoring sehingga dianggap penting untuk meneliti variabel
POS, variabel keadilan organisasi dan variabel self-monitoring yang dianggap
sebagai prediktor dari munculnya OCB pada pegawai. Ketiga variabel faktor-
faktor tersebut diteliti bersamaan dalam satu penelitian sebagai independent
variable.
37
2.1.4 Pengukuran organizational citizenship behavior (OCB)
Banyak teori yang membahas dan mengemukakan mengenai OCB dengan teori
yang berbeda-beda. Berbeda teori yang dikemukakan tentunya alat ukur yang
digunakanpun berbeda. Seperti pada awal pengenalan OCB, skala ukur yang
digunakan oleh Bateman dan Organ (1983) adalah skala dengan 30-item
pernyataan, di tahun yang sama Organ bersama dengan Smith dan Near kembali
mengukur OCB dengan 16-item yang berbeda dan dikelompokkan dalam dua
dimensi OCB, yaitu altruism dan generalized compliance.
Selanjutnya Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter (1990) dengan
mengembangkan konsep dari Organ (dalam Organ et.al., 2006) melakukan
pengukuran pada penelitiannya dengan menggunakan 24-item pernyataan yang
terbagi ke dalam lima dimensi OCB, yaitu : altruism, conscientiousness,
sportsmanship, courtesy dan civic virtue.
Tahap perkembangan selanjutnya, peneliti lain yang juga meneliti OCB
adalah Dyne et.al., (1994). Ia meneliti OCB dengan menggunakan 34-item dan
dikelompokkan dalam lima dimensi yang berbeda, yaitu: loyality, obedience,
social participation, advocacy, participation dan function participation.
Dalam penelitian ini, digunakan 24-item skala pengukuran dalam bentuk
skala likert dari Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter (1990) dengan
mengembangkan konsep dari Organ (dalam Organ et.al., 2006). Hal ini
didasarkan pada pertimbangan sudah banyak peneliti sebelumnya yang
38
menggunakan skala tersebut, sehingga item-item yang sudah ada sudah tentu telah
teruji validitas dan reliabilitasnya.
2.2 Perceived Organizational Support (POS)
2.2.1 Pengertian perceived organizational support (POS)
Dalam organisasi, interaksi sosial bisa terjadi dalam konteks individu dengan
organisasinya. Terkait dengan itu, konsep dukungan organisasi mencoba untuk
menjelaskan interaksi individu dengan organisasi yang secara khusus mempelajari
bagaimana organisasi memperlakukan individu-individunya (pegawai).
Dukungan organisasi yang sering dikenal dengan istilah “perceived
organizational support (POS)” merupakan konsep yang penting dalam literatur
perilaku organisasi karena dukungan organisasi memberikan penjelasan mengenai
hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap
pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang
diterima oleh karyawan dan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan
diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. (Eisenberger,
Huntington, Hutchison & Sowa, 1986).
Persepsi atas dukungan organisasi akan menumbuhkan tingkat kepercayaan
tertentu dari karyawan atas penghargaan yang diberikan organisasi terhadap
kontribusi mereka (evaluation of employees’ contribution) dan perhatian
organisasi pada kehidupan mereka (care about employees’ well-being). Tingkat
kepercayaan karyawan terhadap dukungan organisasi dipengaruhi oleh evaluasi
39
mereka atas pengalaman dan pengamatan tentang cara organisasi memperlakukan
karyawan-karyawannya secara umum (Eisenberger et.al., 1986).
Menurut Hutchison (1997), dukungan organisasi bisa juga dipandang
sebagai komitmen organisasi pada individu. Bila dalam interaksi antara individu-
organisasi dikenal dengan istilah komitmen organisasi dari individu pada
organisasinya, maka dukungan organisasi berarti sebaliknya, yaitu komitmen
organisasi pada individu (karyawan) dalam organisasi tersebut. Komitmen
organisasi pada karyawan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, di antaranya
berupa rewards, kompensasi yang setara, dan iklim organisasi yang adil.
Pendapat lain mengenai pengertian POS muncul dari Randall et.al., (1999).
Ia menyatakan bahwa organisasi yang mendukung adalah organisasi yang merasa
bangga terhadap pekerja mereka, memberi kompensasi dengan adil, dan
mengikuti kebutuhan pekerjanya. Blau (dalam Hutchison, 1997) menyatakan
bahwa dukungan organisasional merupakan dasar hubungan pertukaran yang
dijelaskan dalam prinsip sosial atau ekonomi. Dua cara utama pertukaran sosial,
yaitu: (1) pertukaran menyeluruh (global) antara karyawan dan organisasi dan (2)
hubungan antara atasan dan bawahan.
Pada perkembangan selanjutnya, muncul Armeli et.al., (dalam Rhoades,
Eisenberger & Armeli, 2001) dengan pendapatnya yang tidak jauh berbeda. Ia
mengatakan bahwa dukungan organisasi merupakan upaya memberi penghargaan,
perhatian dan pengharapan kepada karyawan, dimana dukungan organisasi dapat
digunakan untuk melihat pengharapan karyawan bahwa organisasi akan memberi
40
pemahaman yang simpatik dan bantuan material untuk berhubungan dengan
situasi stres di tempat kerja atau di rumah yang akan membantu kebutuhan
terhadap dukungan emosional.
Selanjutnya muncul Rhoades dan Eisenberger (2002) yang mengatakan
bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan
mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan kepada karyawan dan
sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan kepada karyawannya
saat dibutuhkan.
Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya
tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota
organisasi ke dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan
hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut. Dengan
menyatunya keanggotaan dalam organisasi dengan identitas karyawan, maka
karyawan tersebut merasa menjadi bagian dari organisasi dan merasa bertanggung
jawab untuk berkontribusi dan memberikan kinerja terbaiknya pada organisasinya.
(Rhoades & Eisenberger, 2002)
Rhoades dan Eisenberger (2002) juga mengungkapkan bahwa persepsi
terhadap dukungan organisasi dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang di
bentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap kebijakan dan
prosedur organisasi yang dibentuk berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap
kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber daya, interaksi dengan
41
agen organisasinya (misalnya, supervisor) dan persepsi mereka mengenai
kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka.
POS dipengaruhi oleh banyak aspek dari perlakuan organisasi terhadap
karyawannya, sebaliknya pengaruh dari interpretasi karyawan terhadap
organisasinya mendasari motivasi karyawan untuk membalas perlakuan tersebut.
Hal tersebut mengimplikasikan kemungkinan adanya kesesuaian pada tingkat
dukungan yang diharapkan oleh karyawan dari organisasinya di berbagai bentuk
dukungan dalam situasi yang berbeda-beda dan dalam artian secara luas.
Termasuk di dalamnya adalah interpretasi karyawan terhadap kemungkinan
reaksi organisasi terhadap kejadian di masa yang akan datang seperti karyawan
sakit, kesalahan yang dilakukan karyawan, kinerja karyawan dan keinginan
perusahaan untuk memberi gaji atau imbalan yang sesuai dan membuat pekerjaan
karyawan berarti dan menarik bagi diri mereka.
Berdasarkan berbagai pengertian yang terpapar, maka dapat disimpulkan
bahwa POS atau dukungan organisasi memberikan penjelasan mengenai
hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap
pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang
diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan
diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi.
Dalam penelitian ini, digunakan pengertian POS dari Eisenberger,
Huntington, Hutchison dan Sowa (1986) karena teori Eisenberger et.al., (1986)
dianggap cukup kuat dan lengkap untuk dijadikan pedoman dalam penelitian ini
42
serta karena sudah banyak peneliti-peneliti sebelumnya (seperti : Shore & Wayne,
1993; Ardianto, 2009; Kamil, 2012; Tennant, 2012) yang menggunakan teori
Eisenberger et.al., ini sehingga dianggap bahwa teori Eisenberger et.al., (1986)
memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi.
Dari banyaknya penelitian terdahulu tentang pengaruh POS terhadap OCB
baik yang berperan sebagai variabel kontrol ataupun independent variable,
sehingga diduga bahwa variabel POS menarik untuk diteliti kembali dan dijadikan
variabel prediktor dari OCB.
2.2.2 Pengukuran perceived organizational support (POS)
Berbagai macam penelitian terdahulu yang berhubungan dengan POS dan
mengkaitkannya dengan berbagai variabel yang secara empiris berhubungan
dengan variabel tersebut. Termasuk di dalamnya adalah OCB (Cardona et.al.,
2004), keadilan organisasi (Rego & Cunha, 2006), kepemimpinan
transformasional, interaksi atasan-bawahan bersama variabel-variabel yang telah
disebutkan sebelumnya (Asgari, 2008) dan penelitian-penelitian lainnya yang
berhubungan dengan POS (Kamil, 2012).
Dari banyaknya penelitian tersebut, hampir keseluruhan penelitian yang
menggunakan variabel POS atau persepsi dukungan organisasi menggunakan alat
ukur survey perceived organizational support (SPOS) yang dikembangkan oleh
Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa pada tahun 1986 (Eisenberger
et.al., 1986).
43
Eisenberger et.al., (1986) mengatakan bahwa alat ukur SPOS ini terdiri dari
36-item dengan menggunakan 7 poin skala likert (1 = sangat tidak setuju, 7 =
sangat setuju) untuk mengidentifikasi tingkat kesetujuan dari tiap item. Untuk
mengontrol kurang imbangnya respon kesepakatan, sebagian dari pernyataan
merupakan hal yang positif dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang bersifat
negatif.
Pernyataan dalam alat ukur ini dibuat mengacu pada penilaian evaluatif
yang dikaitkan dengan organisasi mencakup kepuasan karyawan sebagai anggota
organisasi dan kinerja karyawan, antisipasi karyawan terhadap nilai masa depan,
apresiasi terhadap semangat karyawan, pertimbangan terhadap opini dan tujuan
karyawan, kepedulian karyawan terhadap pembayaran yang adil, pengembangan
organisasi, pemberdayaan talenta karyawan, kepuasan karyawan terhadap
pekerjaan dan kepatuhan karyawan.
Pernyataan juga mengacu kepada sikap afektif karyawan bahwa organisasi
mungkin akan mengambil situasi hipotetik termasuk keinginan untuk membantu
masalah pekerjaan, mengganti karyawan dengan karyawan baru yang bersedia
dengan gaji rendah, respon terhadap kemungkinan pengaduan karyawan,
kesalahan, kinerja yang buruk, kinerja yang berkembang, permintaan perubahan
kondisi kerja, permintaan hadiah spesial, keputusan untuk berhenti, kegagalan
menyelesaikan tugas tepat waktu, penyimpangan kerja karyawan,
memperkerjakan kembali setelah PHK dan kesempatan untuk mendapatkan
promosi (Eisenberger et.al., 1986).
44
Dalam penelitian ini, akan digunakan alat ukur SPOS dengan mengadaptasi
alat ukur yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa
(1986) karena sudah banyak penelitian terdahulu (seperti : Blakely, Andrews &
Fuller, 2003; Rhoades & Eisenberger, 2002) yang menggunakan alat ukur ini,
sehingga item-item yang sudah ada tentu telah teruji validitas dan reabilitasnya.
2.3 Keadilan Organisasi
2.3.1 Pengertian keadilan organisasi
Teori keadilan pertama kali dipopulerkan oleh J. Stacy Adam tahun 1963. Teori
ini menganggap bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran
pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain untuk menghapuskan
setiap ketidakadilan. (Arwan, 2012).
Peran keadilan pada anggaran telah difokuskan pada penelitian akuntansi
perilaku, seperti penelitian Lindquist (dalam Arwan, 2012) yang menemukan
bahwa suatu organisasi cenderung ingin mempertahankan keadilan dalam proses
anggaran. Keadilan telah dinyatakan sebagai cara untuk memecahkan konflik,
menyeleksi pegawai, menyelesaikan perselisihan tenaga kerja dan negosisasi gaji
(Greenberg, 1987).
Konseptualisasi teori keadilan organisasi distimulasi oleh beberapa
teoritikus (seperti Homans; Adams; Bercheid & Walster dalam Greenberg, 1987).
Para teoritikus ini memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pengujian
tentang equity theory mengenai distribusi pembayaran dan imbalan lainnya yang
berkaitan dengan pekerjaan (Greenberg, 1987).
45
Adam (dalam Asgari et.al., 2011) menyatakan bahwa teori persamaan
(equity theory) menekankan bahwa individu selalu mengevaluasi dirinya dalam
konteks sosial dan membandingkannya dengan orang lain. Perkembangan teori
persamaan pada dekade 1960-1970an menyebabkan munculnya berbagai
penelitian yang dikenal dengan keadilan dalam organisasi. Konsep mengenai
keadilan dan persamaan di lingkungan dan hubungan diantara karyawan dalam
organisasi kemudian disebut sebagai keadilan organisasi (Asgari et.al., 2011).
Pembahasan mengenai keadilan organisasi pertama muncul dalam penelitian
yang dilakukan oleh Greenberg (1987). Greenberg (dalam Colquitt et.al., 2001)
menggambarkan keadilan organisasi sebagai suatu upaya untuk menggambarkan
dan menjelaskan peran keadilan sebagai bahan pertimbangan di tempat kerja.
Greenberg dan Baron (2003) mengemukakan keadilan organisasi sebagai
persepsi orang akan keadilan dalam organisasi, mengenai bagaimana keputusan
dibuat dalam hal distribusi tentang hasil kerja yang diperoleh (keadilan
prosedural) dan keadilan mengenai hasil kerja yang didapat (sebagai studi dalam
teori kesetaraan).
Greenberg (2005) juga menjelaskan bahwa keadilan organisasi adalah
persepsi individu mengenai keadilan dalam konteks organisasi. Gagasan mengenai
keadilan organisasi ini berasal dari berbagai persoalan mengenai berbagai hal,
mulai dari seberapa banyak bayaran yang didapatkan sampai seberapa baik
karyawan diperlakukan oleh atasannya.
46
Pendapat yang tidak jauh berbeda yang diungkapkan oleh Kreitner dan
Kinicki (2007) yang menyatakan bahwa keadilan organisasi mencerminkan sejauh
mana orang merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja.
keadilan organisasi juga dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan mengenai
sejauh mana mereka diperlakukan secara adil dan jujur (Eloviainio et.al., dalam
Malik & Naeem, 2011) dan apakah proses dan hasil yang diperoleh di tempat
kerja adalah wajar atau tidak (Hubbel & Assad dalam Malik et.al., 2011).
Keadilan organisasi diperlakukan sebagai penilaian subjektif yang dibuat
oleh individu atau sekelompok individu (Greenhaus & Gerard, 2006). Dalam hal
ini, keadilan adalah konsep yang subjektif dan deskriptif yang menangkapi apa
yang individu yakini benar, bukan realitas objektif atau aturan moral yang bersifat
menentukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan organisasi adalah evaluasi
pribadi mengenai kepuasan etis dan moral dari perilaku manajerial (Cropanzano,
Bowen & Gilliland, 2007).
Literatur mengenai keadilan organisasi mengemukakan bahwa persepsi
karyawan mengenai keadilan pada prosedur, hasil dan hubungan interpersonal
dalam organisasi dapat mempengaruhi sikap dan perilaku yang berhubungan
dengan pekerjaan dan bagaimana mereka beraksi terhadap pelaksanaan dari
kegiatan organisasi (Greenberg & Tyler dalam Philip, Kumar & Choudhary,
2012). Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara komponen keadilan organisasi (distributif, prosedural dan
interaksional sebagai variabel prediktor) dan OCB.
47
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa keadilan organisasi merupakan persepsi individu
mengenai keadilan dalam konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa
bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja baik berkaitan dengan
prosedural, distribusi maupun interaksional. Berdasarkan kesimpulan tersebut
maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori keadilan organisasi
dari Greenberg (2005). Karena teori Greenberg (2005) ini sudah banyak
digunakan oleh para peneliti dalam penelitian-penelitian mereka terdahulu
sehingga memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi (seperti Arwan, 2012).
Dengan melihat hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang keadilan
organisasi yang menyatakan bahwa keadilan organisasi dianggap mampu menjadi
prediktor dari OCB. Adanya penelitian terkait keadilan organisasi yang
menunjukkan bahwa keadilan organisasi adalah prediktor dari OCB yang lebih
baik dibandingkan kepuasan kerja (Farh et.al.; Moorman; Moorman et.al.; Organ
& Moorman dalam Rego & Cunha, 2006). Sehingga variabel keadilan organisasi
akan digunakan sebagai independent variable dalam penelitian ini.
2.3.2 Dimensi keadilan organisasi
Awalnya penelitian mengenai keadilan organisasi hanya berfokus pada keadilan
mengenai hasil keputusan yang disebut dengan keadilan distributif (Adams;
Deutsch; Homans; Leventhal dalam Colquitt, 2001). Kemudian, perkembangan
penelitian selanjutnya berfokus kepada bentuk keadilan lainnya, yaitu keadilan
terhadap proses yang menyebabkan hasil keputusan atau yang biasa disebut
48
dengan keadilan prosedural (Leventhal; Leventhal, Karuza & Fry; Thibaut &
Walker dalam Colquitt, 2001).
Penelitian terdahulu mengenai keadilan distributif dan keadilan prosedural
telah mendukung konsep dua-faktor bagi keadilan organisasi tersebut (Greenberg
dalam Colquitt, 2001). Namun, keberadaan konsep keadilan organisasi dua-faktor
tersebut diragukan dengan munculnya faktor baru, yaitu keadilan interaksional
yang diperkenalkan oleh Bies dan Moag (dalam Colquitt, 2001). Berikut
penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga bagian keadilan organisasi menurut
Greenberg (2005) :
1. Keadilan distributif
Greenberg (2005) menyatakan bahwa keadilan distributif adalah bentuk
keadilan organisasi yang berfokus pada keyakinan karyawan bahwa mereka
telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah yang adil
(seperti gaji, pengakuan dsb). Sebagai contoh, karyawan yang menganggap
penilaian formal kinerja yang mereka terima adalah adil sejauh bahwa
penilaian ini didasarkan pada tingkatan kinerja mereka yang sebenarnya
(Greenberg, 2005).
Penelitian terhadap keadilan hasil yang didapat sering dibuat berdasarkan
perbandingan antara hasil alokasi yang sebenarnya dengan distribusi ideal
yang ditentukan oleh beberapa peraturan alokasi, atau dapat dikatakan bahwa
keadilan distributif mencerminkan keadilan yang dirasakan dari bagaimana
49
sumber daya dan penghargaan didistribusikan atau dialokasikan (Kreitner &
Kinicki, 2007).
Teori keadilan distributif berasal dari equity theory yang diungkapkan oleh
Adams (dalam Colquitt et.al., 2001). Adams (dalam Colquitt et.al., 2001)
menyatakan bahwa salah satu cara untuk menentukan apakah suatu hasil itu
adil adalah dengan menghitung rasio kontribusi atau apa yang individu telah
berikan dengan hasil yang didapatkan dan kemudian membandingkan
hasilnya dengan hasil orang lain.
Keadilan distributif mengacu kepada keadilan yang dirasakan dari
pengalokasian sumber daya oleh organisasi, yang mana berfokus kepada hasil
(Rego & Cunha, 2006). Keadilan ini berkaitan dengan kenyataan bahwa tidak
semua pekerja diperlakukan sama dan alokasi hasil saling dibedakan di
tempat kerja (Cropanzano et.al., 2007). Keadilan distributif ada sejauh bahwa
alokasi hasil konsisten dengan tujuan dari situasi tertentu, seperti
memaksimalkan produktifitas atau meningkatkan kerjasama (Deutsch;
Leventhal dalam Colquitt 2001).
Keadilan distributif berperan penting bagi karyawan dalam mengevaluasi
organisasi (Asgari et.al., 2011). Jika keuntungan yang didapatkan karyawan
dari organisasi lebih besar dibandingkan yang karyawan dapatkan dari
organisasi lain, maka mereka akan menjadi sangat berkomitmen dan
berkewajiban (Asgari et.al., 2011).
50
2. Keadilan prosedural
Perhatian mengenai keadilan organisasi tidak hanya kepada berapa banyak
hasil yang diterima, tetapi juga kepada proses dimana hasil tersebut
ditentukan, yaitu keadilan prosedural (Greenberg, 2005). Dengan kata lain,
keadilan prosedural mengacu kepada persepsi karyawan terhadap keadilan
prosedural yang digunakan untuk menentukan hasil yang mereka dapatkan
(Greenberg, 2005; Asgari et.al., 2011). Dimana keadilan distributif adalah
tentang akhir sedangkan keadilan prosedural adalah tentang sarana menuju
hasil yang dihasilkan tersebut. Keadilan prosedural didefinisikan sebagai
persepsi karyawan bahwa prosedur yang diikuti oleh organisasi dalam
menentukan siapa yang mendapatkan keuntungan adalah adil (Folger &
Greenberg; Greenberg; Lind & Tyler dalam Arwan, 2012).
Keadilan prosedural memiliki fokus utama pada proses dan metode dimana
keputusan terhadap hasil dibuat (Ding & Lin; Farmer et.al.; Cropanzo &
Greenberg; Greenberg dalam Malik et.al., 2011). Ini adalah persepsi
karyawan mengenai keadilan dalam aturan dan ketentuan yang digunakan
untuk membuat keputusan yang akan mengarahkan pada hasil akhir (Ding &
Lin; Byrne; Coninck & Bachmann; Greenberg; Elovainio et.al.; Aryee et.al.;
Greenberg dalam Malik et.al., 2011). Contoh dari keadilan prosedural adalah
tingkat suara seseorang dalam pengambilan keputusan.
Dari tiga studi yang dilakukan oleh Leventhal dan rekan-rekannya
(Leventhal, 1976; 1980; Leventhal, Karuza & Fry dalam Colquitt et.al., 2001)
51
menyatakan bahwa terdapat enam kriteria prosedur yang harus dipenuhi agar
prosedur tersebut dianggap adil. Prosedur harus (a) dapat ditetapkan secara
konsisten kepada seluruh karyawan dan sepanjang waktu, (b) bebas dari bias,
(c) memastikan bahwa informasi yang akurat dikumpulkan dan digunakan
dalam membuat keputusan, (d) memiliki beberapa mekanisne untuk
memperbaiki keputusan yang salah atau tidak akurat, (e) sesuai dengan
standar etika atau moralitas yang berlaku dan (f) memperhitungkan pendapat
dari berbagai kelompok yang terkena dampak keputusan tersebut (Arwan,
2012).
Greenberg dan Cropanzano (dalam Greenberg 2005) menyatakan bahwa
prosedur yang tidak adil bukan hanya menyebabkan karyawan tidak puas
terhadap hasil yang mereka terima (seperti pada keadilan distributif) tetapi
juga menyebabkan mereka menolak seluruh sistem yang tidak adil. Sehingga
dapat dikatakan bahwa keadilan prosedural mempengaruhi kecenderungan
karyawan untuk mengikuti aturan organisasi, karyawan cenderung tidak
mengikuti aturan organisasi ketika mereka memiliki alasan untuk percaya
bahwa prosedur organisasi pada dasarnya tidak adil. Ketika dibandingkan
dengan keadilan distributif, keadilan prosedural cenderung memiliki dampak
yang lebih besar pada evaluasi para pengambil keputusan, seperti
kepercayaan terhadap atasan, dan institusi sosial, seperti komitmen organisasi
(Greenhaus & Gerard, 2006).
52
3. Keadilan interaksional
Keadilan interaksional ini mengacu pada cara manajemen atau mereka yang
mengatur penghargaan dan sumber daya, bersikap terhadap penerima
keadilan dan terutama berhubungan dengan cara manajer memperlakukan
bawahan (Rego & Cunha, 2006). Atau dengan kata lain, keadilan
interaksional mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan yang
berkaitan dengan cara bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain
(Greenberg, 2005).
Bies dan Moag (dalam Colquitt et.al., 2001) memperkenalkan aspek terbaru
dari keadilan organisasi dengan berfokus pada pentingnya kualitas perlakuan
interpersonal yang seseorang dapatkan ketika prosedur dijalankan. Bies dan
Moag (dalam Colquitt et.al., 2001) menyebut aspek keadilan ini sebagai
keadilan interaksional.
Keadilan interaksional dianggap sebagai aspek kunci dalam kondisi di tempat
kerja karena berhubungan dengan perlakuan yang adil dan tidak adil
(Marti’nez et.al.; Cohen & Spector; Frey dalam Malik et.al., 2011). Bentuk
penelitian ini lebih berfokus pada apakah orang tersebut merasa atau tidak
merasa diperlakukan dengan adil ketika keputusan diimplementasikan.
Keadilan interaksional melibatkan cara keadilan organisasi dikomunikasikan
oleh atasan ke bawahan (Pierce & Newstroom dalam Arwan 2012).
Keadilan interaksional terdiri dari dua jenis perlakuan (Greenberg; Colquitt;
Colquitt et.al.; Greenberg & Lind; Rego et.al.; Blakely et.al. dalam Rego &
53
Cunha, 2006). Pertama, yang disebut dengan keadilan interpersonal yang
mengacu pada sejauh mana atasan memperlakukan karyawan dengan rasa
hormat dan bermartabat (Rego & Cunha, 2006). Kedua, yang disebut dengan
keadilan informasional, berfokus pada penjelasan yang diberikan kepada
karyawan mengenai informasi tentang prosedur yang digunakan dan hasil
yang didapatkan dari pengambilan keputusan (Rego & Cunha, 2006).
Kedua jenis perlakuan interpersonal tersebut terbukti memiliki dampak yang
berbeda (Colquitt et.al., 2001). Keadilan interpersonal berperan utama untuk
mengubah reaksi terhadap hasil keputusan, karena kepekaan dapat membuat
orang merasa lebih baik terhadap hasil yang kurang baik. Sedangkan keadilan
informasional berperan utama untuk mengubah reaksi terhadap prosedur,
dalam hal pemberian penjelasan informasi yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi aspek-aspek struktural dari proses (Colquitt et.al., 2001).
Bukti empiris dan teoritis menunjukkan bahwa masing-masing bagian
keadilan organisasi meramalkan hasil yang berbeda (Rego & Cunha, 2006).
Keadilan distributif dinyatakan berhubungan utama dengan reaksi terhadap hasil
tertentu, hal ini dikarenakan distributif cenderung kepada hasil. Sedangkan,
keadilan prosedural lebih berpengaruh terhadap organisasi, seperti mempengaruhi
besar atau kecilnya komitmen organisasi terhadap OCB. Berbeda dengan keadilan
interaksional yang lebih berpengaruh dengan reaksi terhadap atasan atau sesuatu
yang secara interaksional tidak adil terhadap dirinya (Rego & Cunha, 2006).
54
Singkatnya, orang mempersepsikan keadilan interaksional ketika mereka
memutuskan bagaimana bereaksi terhadap agen pembuat keputusan, contohnya
adalah seorang supervisor, sedangkan keadilan prosedural digunakan untuk
memutuskan bagaimana bereaksi terhadap sistem pengambilan keputusan,
contohnya adalah organisasi (Bies & Moag dalam Colquitt, 2001).
Teori yang tidak jauh berbeda, yaitu teori yang diajukan oleh Colquitt et.al.,
(dalam Arwan, 2012) bahwa aspek dari keadilan organisasi, yaitu :
a. Distributive justice (keadilan distributif), yaitu keadilan mengenai alokasi
hasil atau imbalan yang diterima oleh anggota organisasi.
b. Procedural justice (keadilan prosedural), yaitu keadilan mengenai proses
dimana imbalan didistribusikan.
c. Interactional justice (keadilan interaksional), yaitu berhubungan dengan
bagaimana karyawan diperlakukan dan terkait dengan perasaan karyawan
apakah dihargai oleh atasan atau tidak.
Dari penjelasan mengenai dimensi-dimensi keadilan organisasi yang
terpapar di atas, maka dalam penelitian ini akan digunakan dimensi keadilan
organisasi yang dikemukakan oleh Greenberg (dalam Rego & Cunha, 2006), yaitu
: keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan
informasional.
55
2.3.3 Pengukuran keadilan organisasi
Pengukuran keadilan organisasi pada penelitian ini diadaptasi dari skala yang
dibuat oleh Rego dan Cunha (2006). Rego dan Cunha (2006) melakukan
penelitian terhadap 269 individu yang bekerja pada 37 organisasi di Portugal.
Pada penelitian Rego dan Cunha (2006), partisipan diminta untuk
melaporkan mengenai persepsi mereka tentang keadilan melalui kuisioner yang
dikembangkan oleh peneliti. Kuisioner terdiri dari 31-item yang dikumpulkan
melalui literatur dan wawancara. Confirmatory factor analysis (CFA) kemudian
dilakukan untuk mengetes nilai fit dari faktor empat model, yaitu : keadilan
distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional.
Dari hasil uji CFA pada penelitian Rego dan Cunha (2006), maka dihasilkan
skala yang terdiri dari 17-item. Dimana 14-item harus di buang karena nilai fit
tidak memuaskan. Model 17-item memiliki indeks fit yang memuaskan, yaitu
item yang terdapat di skala tersebut memuat faktor yang diwakili.
Karena pada teori Greenberg (2005) tidak ada skala pengukuran yang sesuai
dengan teori tersebut. Sehingga pada penelitian terdahulu yang menggunakan
teori Greenberg (2005) ini selalu menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti
lain (seperti Rego & Cunha, 2006). Maka dari itu, pada penelitian ini pun akan
digunakan skala ukur 31-item dengan model 17-item yang dibuat oleh Rego dan
Cunha (2006).
56
2.4 Self-Monitoring
2.4.1 Pengertian self-monitoring
Konsep self-monitoring pertama kali dikemukakan oleh Snyder pada tahun 1972
dalam disertasinya di Universitas Stanford. Self-monitoring merupakan sebuah
konsep yang berhubungan dengan impression management atau konsep
pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986). Mark Snyder (1974) mengajukan
konsep self-monitoring, yang menjelaskan mengenai proses yang dialami dari tiap
individu dalam menampilkan impression management dihadapan orang lain.
Konsep self-monitoring dikemukakan oleh Snyder (1974) sebagai
kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan
dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap
dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. Self-monitoring pada individu
berperan dalam menentukan kesan apa yang ingin ditampilkan individu terhadap
individu lain, sehingga dapat terjalin suatu hubungan yang baik (Moningka &
Widyarini, 2005).
Menurut Snyder dan Gangestad (1986), self-monitoring merupakan
kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta
kemampuannya untuk mengontrol diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai
dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam situasi sosial.
Snyder & Cantor (dalam Hendrayanti, 2006) mendefinisikan self-
monitoring sebagai cara individu dalam membuat perencanaan, bertindak dan
mengatur keputusan dalam berperilaku terhadap situasi sosial. Hal ini diperkuat
57
dengan pendapat Robbins (1996) yang menyatakan bahwa self-monitoring
merupakan suatu ciri kepribadian yang mengukur kemampuan individu untuk
menyesuaikan perilakunya pada faktor-faktor situasional luar (Hendrayanti,
2006).
Menurut Brehm dan Kassin (1993), self-monitoring adalah kecenderungan
untuk merubah perilaku dalam merespon terhadap presentasi diri yang dipusatkan
pada situasi. Sedangkan menurut Worchel et.al. (2000), self-monitoring adalah
menyesuaikan perilaku terhadap norma-norma situasional dan harapan-harapan
dari orang lain. Sementara Brigham (1991) menyatakan self-monitoring
merupakan proses dimana individu mengadakan pemantauan (memonitor)
terhadap pengelolaan kesan yang telah dilakukannya (Nadhirin, 2010).
Koestner, Bernieri dan Zuckerman (2003) menyatakan self-monitoring
sebagai pengaturan perilaku seseorang seseorang berdasarkan situasi eksternal dan
reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti keyakinan sikap dan
nilai. Self-monitoring adalah karakteristik kepribadian yang membuat individu
tersebut memberikan perhatian penuh pada situasi sosial. Jadi, mereka dapat
mengubah perilakunya untuk disesuaikan dengan situasi yang muncul (Rangkuti,
2012).
Self-monitoring adalah kemampuan seseorang untuk memantau dirinya
untuk berperilaku sesuai dengan situasi (Snyder dalam Rangkuti, 2012). Snyder
(dalam Rangkuti, 2012) juga menyatakan bahwa self-monitoring merupakan suatu
kemampuan atau kesadaran diri menampilkan dirinya baik perilaku, ekspresi non-
58
verbal serta mengendalikan penampilan emosi sesuai dengan situasi yang
dihadapinya. Dimana self-monitoring bukanlah suatu usulan, tetapi merupakan
suatu tingkatan yaitu suatu hal yang secara relatif tinggi dan rendah kaitannya
dengan pola ekspresi diri.
Snyder (dalam Rangkuti, 2012) mengemukakan self-monitoring
berhubungan dengan observasi diri dan kontrol diri yang diterima secara sosial.
Seseorang yang tinggi dalam monitoring diri akan mau dan mampu tampil ke
depan dan dapat melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial. Menurut
Baron dan Byrne (dalam Hendrayanti, 2006) self-monitoring merupakan tingkatan
individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan situasi eksternal dan reaksi
orang lain (self-monitoring tinggi) atau atas dasar faktor internal seperti
keyakinan, sikap dan minat (self-monitoring rendah).
Self-monitoring tinggi sensitif terhadap persyaratan dari suatu situasi
tertentu dan dapat dengan mudah menyesuaikan perilaku mereka sendiri untuk
memenuhi situasi tersebut (Snyder & Gangestad, 1986). Self-monitoring tinggi
cenderung lebih banyak bergantung pada situasional verbal dan isyarat non-verbal
daripada perasaan internal dan sikap untuk menentukan kelayakan perilaku
mereka sendiri. Self-monitoring tinggi juga cenderung aktif memantau dan
mengatur perilaku mereka sendiri di hadapan orang lain. Sebaliknya, self-
monitoring rendah kurang sensitif terhadap sekitarnya dan kurang peduli dengan
dampak dari sikapnya terhadap orang lain dan lebih dipandu oleh perasaan
internal mereka dan sikap dari situasional. Self-monitoring rendah cenderung
59
berperilaku sesuai dengan isyarat internal daripada isyarat eksternal (Blakely
et.al., 2003).
Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam
pengelolaan kesan. Pengelolaan emosi melibatkan pengaturan perilaku
diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring merupakan dasar dari
dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB. Perhatian
untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang
menunjukkan OCB (Krishnan & Arora, 2008).
Niehoff dan Moorman (1993) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada
hubungan positif antara metode monitoring pimpinan terhadap OCB. Pertama,
hubungan positif ditemukan antara manager memulai diskusi dan altruism.
Kedua, metode pemimpin pengawasan dan keadilan terbaik tercermin pada
hubungan positif antara pengamatan keadilan dari semua tiga dimensi (seperti
observasi, informal discussion, formal meeting).
Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan, penulis dapat menarik
kesimpulan mengenai pengertian self-monitoring, yaitu kemampuan individu
untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain
atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari
individu yang bersangkutan.
Berdasarkan berbagai pengertian tentang self-monitoring yang telah
diuraikan, maka dalam penelitian ini akan digunakan pengertian self-monitoring
60
dari Snyder (1974). Hal ini karena pengertian yang dipaparkan oleh Snyder (1974)
dianggap cukup kuat untuk dijadikan pedoman dalam penelitian ini.
Dengan cukupnya literatur tentang pengaruh self-monitoring terhadap OCB
dan karena belum banyaknya penelitian yang meneliti variabel self-monitoring
yang dikaitkan dengan OCB sehingga variabel self-monitoring dianggap penting
untuk dijadikan independent variable dalam penelitian ini yang akan diteliti
bersama dengan variabel prediktor OCB lainnya.
2.4.2 Ciri-ciri self-monitoring
Menurut Snyder (1974) ada dua ciri-ciri dari self-monitoring, yaitu : high self-
monitoring dan low self-monitoring. Faktor internal dan faktor eksternal
merupakan dua faktor penyebab munculnya kedua bentuk self-monitoring
tersebut. Faktor internal seperti nilai, kepercayan, minat dan perasaan
menyebabkan seorang individu memiliki self-monitoring yang rendah sebab
mereka lebih mengutamakan dirinya dan nilai-nilai yang diyakininya dan kurang
memperhatikan situasi sosial di sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal seperti
lingkungan dan situasi sosial di sekitarnya menyebabkan self-monitoring yang
tinggi sebab individu cenderung untuk memperhatikan lingkungan sosialnya yang
dapat dilihatnya sebagai petunjuk dalam bertingkah laku.
a. High self-monitoring
Individu yang memiliki self-monitoring yang tinggi menitikberatkan pada apa
yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada bagaimana orang
berperilaku dalam setting sosial. Mereka menggunakan informasi ini sebagai
61
pedoman bagi tingkah laku mereka. Perilaku mereka lebih ditentukan oleh
kecocokan dengan situasi daripada sikap dan perasaan mereka sebenarnya.
Mereka pandai dalam merasakan keinginan dan harapan orang lain, terampil
dan ahli dalam mempresentasikan beberapa perilaku dalam situasi berbeda
dan dapat memodifikasi perilaku-perilaku untuk menyesuaikan dengan
harapan orang lain. High self-monitoring digambarkan sebagai orang yang
memiliki pragmatic self. Mereka sering disebut juga sebagai pengelola kesan
yang lihai (skilled impression management).
b. Low self-monitoring
Individu dengan self-monitoring rendah cenderung lebih menaruh perhatian
pada perasaan mereka sendiri dan kurang menaruh perhatian pada isyarat-
isyarat situasi yang dapat menunjukan apakah mereka sudah layak atau
belum. Berbeda dengan high self-monitoring, low self-monitoring
mengungkapkan dirinya secara lebih jelas dan cenderung untuk menjadi diri
mereka sendiri tanpa memperhatikan situasi dan harapan orang lain.
Untuk lebih jelas tentang ciri-ciri high self-monitoring dan low self-
monitoring dari beberapa literatur, tabel di bawah ini menjelaskan ringkasan ciri-
ciri high self-monitoring dan low self-monitoring :
62
Tabel 2.3
Ringkasan ciri-ciri high self-monitoring dan low self-monitoring
No. Nama dan Tahun High self-monitoring Low self-monitoring
1 Baron dan Byrne
(2004)
o Tingkah laku dipengaruhi
oleh faktor eksternal
(situasi sosial).
o Tingkah laku dipengaruhi
faktor internal (nilai,
minat dan perasaan).
o Mempunyai hubungan
interpersonal yang baik.
o Mempunyai hubungan
interpersonal yang
kurang baik.
o Kurang konsisten dalam
berperilaku dan lebih
dikenal dengan “bunglon
sosial”.
o Lebih konsisten dalam
berperilaku sehingga
dianggap terlalu kaku.
2. Engel et.al. (1995) o Sangat peduli dengan
pendapat oang lain dan
lebih fokus pada situasi
sosial.
o Tidak peduli dengan
pendapat orang lain dan
lebih mementingkan
perasaan.
3. Glick, DeMorest
dan Horze (1998)
o Menempatkan pada daya
tarik fisik dalam memilih
pasangan.
o Menempatkan pada
kualitas kepribadian
dalam memilih pasangan.
4. Pilkonis (1997) o Tidak pemalu dan lebih
siap mengambil inisiatif
dalam berbagai situasi.
o Pemalu dan kurang siap
mengambil inisiatif
dalam berbagai situasi.
5. Setyabudi (2013) o Lebih mudah terkena
stress.
o Lebih jarang terkena
stress.
6. Sharp dan Getz
(1996)
o Lebih cenderung
memiliki harga diri
tinggi.
o Harga diri cenderung
rendah.
7.
Snyder (1974) o Lebih peka terhadap
lingkungan sosial di
sekitarnya dan
menjadikan petunjuk
sosial sebagai pedoman
berperilaku.
o Mengutamakan
penampilan dan
cenderung untuk dilihat
baik.
o Kurang peka karena lebih
mengutamakan diri dan
perasaan mereka sendiri.
o Kurang mengutamakan
penampilan dan
kepribadiannya sendiri
o Cenderung untuk
mengungkapkan dirinya
secara jelas.
8 Wrightsman dan
Deaux (1981)
o Menyukai terjadi
perubahan dalam
lingkungan
o Kurang menyukai adanya
perubahan dalam
lingkungan sosial.
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
63
2.4.3 Komponen self-monitoring
Baron dan Greenberg (dalam Rangkuti, 2012) menyatakan bahwa self-monitoring
mempunyai tiga komponen, yaitu :
a. Kesediaan untuk menjadi pusat perhatian. Hal ini berhubungan dengan
kemampuan sosial dalam mengekspresikan emosional individu.
b. Kecenderungan yang menggambarkan kepekaan individu dalam reaksinya
terhadap orang lain.
c. Kemampuan dan kesediaan individu untuk menyesuaikan perilaku sehingga
menimbulkan reaksi yang positif terhadap orang lain.
Snyder (dalam Hendrayanti, 2006) menyatakan bahwa self-monitoring
mempunyai lima komponen yang terdapat dalam diri individu :
a. Peduli terhadap apa yang secara sosial dibutuhkan untuk penampilan diri
seseorang.
b. Perhatian pada perbandingan informasi sosial sebagai isyarat yang secara
sosial dibutuhkan untuk mengekspresikan penampilan dirinya (self-
presentation).
c. Kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasi penampilan dirinya (self-
presentation) dan ekspresi perilakunya.
d. Mampu menggunakan kemampuan tersebut sesuai dengan situasi.
e. Peka terhadap kegunaan atau memfaat kemampuan ini dalam situasi-situasi
tertentu.
64
Briggs dan Cheek (1986) maupun Lennox dan Wolfe (1984)
menyempurnakan pendapat Snyder (1974) mengenai komponen self-monitoring.
Briggs dan Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1986) menyebutkan ada tiga
komponen yang dapat diukur dalam self-monitoring seseorang (Hendrayanti,
2006), yaitu :
1. Expressive self-control. Berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif
mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self-monitoring
tinggi suka mengontol tingkah lakunya agar dapat terlihat baik. Adapun ciri-
cirinya adalah :
a. Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara, berpura-
pura, dan melakukan kontrol ekspresi baik secara verbal maupun non-
verbal serta kontrol emosi.
b. Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana.
c. Berbicara didepan umum secara spontan.
2. Social stage presence, kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan
situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan
kemampuan untuk menarik perhatian sosial. Ciri-cirinya adalah :
a. Ingin tampil menonjol atau menjadi pusat perhatian.
b. Suka bercerita atau melucu.
c. Suka menilai.
3. Other directed self-presentation, kemampuan untuk memainkan peran seperti
apa yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial, kemampuan untuk
65
menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi
yang dihadapi. Adapun ciri-cirinya adalah :
a. Berusaha menyenangkan orang lain.
b. Bersikap sama dengan situasi sosial.
c. Suka menggunakan “topeng” untuk menutupi perasaannya.
Dari beberapa komponen-komponen self-monitoring yang terpapar di atas,
maka dalam penelitian ini akan digunakan komponen self-monitoring yang
dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1986), yaitu
expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation.
Hal ini karena komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan
Cheek (1986) dianggap mampu mengungkap self-monitoring seorang pegawai
dalam kaitannya dengan OCB pegawai.
Selain itu, komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan
Cheek (1986) ini dianggap lebih lengkap dan tepat untuk digunakan dalam
penelitian ini dibandingkan dengan komponen-komponen lain yang dikemukakan
oleh peneliti lain karena merupakan hasil memperbaiki dan menyempurnakan
pendapat peneliti lain serta karena sudah banyaknya peneliti terdahulu (Rangkuti,
2012; Hendrayanti, 2006; Setyabudi, 2013) yang menggunakan komponen self-
monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986).
66
2.4.4 Pengukuran self-monitoring
Awalnya Snyder mengembangkan skala self-monitoring pada tahun 1974 sebagai
skala pengukuran dengan menggunakan 25-item. Skala ini direvisi menjadi
ukuran 18-item yang dianggap lebih unggul secara psikometri daripada skala asli
dari self-monitoring.
Menurut Soibel, Fong, Mullin, Jenkins dan Raymond (2012) yang
berpegang pada teori Snyder dan Gangestad (1986) menyatakan bahwa self-
monitoring diukur dengan menggunakan tiga pengukuran yang berbeda. Pertama,
skala self-monitoring scale (SMS) yang terdiri dari 25-item dengan metode benar-
salah (misalnya, "dalam situasi yang berbeda dan bersama orang yang berbeda,
saya sering bersikap seperti orang yang sangat berbeda") (Snyder, 1974). Skor
yang didapat kemudian dijumlahkan dan individu yang mendapat skor 13 keatas
dianggap memiliki monitor diri yang tinggi. Penelitian sebelumnya telah
menemukan bahwa pengukuran ini memiliki reliabilitas internal moderat, dengan
alpha cronbach berkisar 0,67-0,75 (Ahmed, Garg & Braimoh, 1986; Briggs et.al.,
1980). Skala juga menunjukkan validitas konstruk yang baik (untuk review lihat
Gangestad & Snyder, 2000).
Kedua, self-monitoring scale-revised (SMS-R) yang terdiri dari 18-item
yang diambil dari self-monitoring scale asli (Snyder & Gangestad, 1986). Item
dihitung dengan cara yang sama seperti self-monitoring scale yang terdiri dari 25-
item dan menggunakan patokan skala skor 11 untuk membedakan antara high self-
monitoring dan low self-monitoring. SMS-R ini memiliki reliabilitas internal yang
67
tinggi dan baik untuk digunakan, dengan alpha cronbach berkisar 0,60-0,70
(Snyder & Gangestad, 1986).
Ketiga, revised self-monitoring scale (R-SMS) terdiri dari 13-item dan
dibagi menjadi dua sub-skala (Lennox & Wolfe, 1984), yaitu : kemampuan untuk
memodifikasi self-presentation dan sensitivitas terhadap perilaku ekspresif orang
lain. Item dinilai menggunakan skala likert 6-point yang berkisar antara 0 (tentu,
selalu salah) sampai 5 (tentu, selalu benar). Sub-skala self-presentation terdiri dari
7-item (misalnya, "saya mengalami kesulitan mengubah perilaku saya sesuai
dengan orang yang berbeda dan situasi yang berbeda"). Sub-skala sensitivitas
terdiri dari 6-item (misalnya, "saya sering dapat melihat emosi seseorang dengan
tepat melalui mata mereka"). Alpha cronbach pada penelitian sebelumnya berkisar
0,75-0,83 (Lennox & Wolfe, 1984).
Dari banyak penelitian tentang self-monitoring, hampir keseluruhan
penelitian menggunakan alat ukur self-monitoring scale (SMS) yang terdiri dari
25-item yang dikembangkan oleh Snyder (1974). Sehingga pada penelitian ini,
akan digunakan alat ukur yang diadaptasi dari skala yang dibuat oleh Snyder
(1974), yaitu SMS 25-item dengan versi true-false (benar-salah).
Dalam skala ini, untuk tanggapan salah (false) dikodekan 0 dan benar (true)
1. Kode 1 ini yang menunjukkan self-monitoring tinggi. Setelah responden
menjawab semua item pernyataan, kemudian hasil jawaban dikelompokkan mana
yang kode 1 dan mana yang kode 0. Sehingga nantinya yang akan diproses adalah
dari total jawaban dengan kode 1 yang kemudian dirata-ratakan dengan jumlah
68
total item. (Kilduff & Day, 1994; Snyder & Gangestad, 1986). Alpha cronbach
adalah .78.
2.5 Kerangka Berpikir
Pada suatu instansi, peningkatan efektivitas, efisiensi dan kreativitas pegawai
sangat bergantung pada kesediaan orang-orang dalam instansi untuk berkontribusi
secara positif dalam menyikapi berbagai macam perubahan. Idealnya, perilaku
karyawan untuk bersedia memberikan kontribusi positif ini tidak hanya terbatas
dalam kewajiban formal, melainkan lebih dari kewajiban formalnya. Dalam
literatur organisasi modern, perilaku dalam bentuk kerelaan untuk memberikan
kontribusi yang lebih dari kewajiban formal bukanlah merupakan bentuk perilaku
organisasi yang dapat dimunculkan melalui basis kewajiban-kewajiban peran
formal karyawan. Perilaku ini disebut sebagai organizational citizenship behavior
(OCB).
Pentingnya OCB bagi keberhasilan suatu perusahaan karena pada dasarnya
perusahaan tidak dapat mengantisipasi seluruh perilaku dalam organisasi hanya
dengan mengandalkan deskripsi kerja yang dinyatakan secara formal saja. Dengan
demikian, pentingnya OCB secara praktis adalah pada kemampuannya
memperbaiki efisiensi, efektivitas dan kreativitas perusahaan melalui
kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi dan adaptabilitas. OCB
dipengaruhi oleh berbagai prediktor, dalam penelitian ini prediktor yang akan
diteliti adalah perceived organizational support (POS), keadilan organisasi, self-
monitoring dan demografi.
69
Adapun variabel yang terkait dengan OCB, yaitu perceived organizational
support (POS). POS dalam banyak kasus berperan penting terhadap munculnya
perilaku OCB sebab seringkali persepsi dan interpretasi seorang pegawai terhadap
dirinya dalam berbagai bentuk akan meningkatkan rasa percaya diri pegawai
terhadap instansinya dan muncul dorongan untuk kembali membantu instansinya.
Logika yang mendasari pernyataan di atas, yaitu bahwa ketika pegawai
mempersepsikan dukungan organisasi terhadap dirinya adalah baik maka akan
meningkatkan perilaku sukarela dalam membantu perusahaan, meningkatkan
kesediaan untuk berperilaku melampaui peran formalnya, menurunkan angka
konflik interpersonal maupun antarpersonal dan akan meningkatkan kepedulian
terhadap perusahaannya sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka akan
memunculkan OCB yang akan membantu kelancaran, efektivitas dan efisiensi
perusahaan.
Begitupun jika ketika pegawai mempersepsikan dukungan organisasi
terhadap dirinya adalah kurang baik atau bahkan tidak baik maka perilaku
sukarela dalam membantu perusahaan, kesediaan untuk berperilaku melampaui
peran formalnya dan kepedulian terhadap perusahaannya akan menurun bahkan
tidak muncul sama sekali sehingga dengan begitu secara otomatis OCB tidak akan
muncul serta dapat menghambat kelancaran, efektivitas dan efisiensi instansinya.
Variabel selanjutnya yang terkait dengan OCB adalah keadilan organisasi.
Dimana bila pegawai menilai bahwa instansinya bersikap adil terhadap kebijakan
atau peraturan instansinya maka akan mempengaruhi perilaku keanggotaan
70
pegawai dalam instansinya. Sehingga semakin tingginya keadilan dalam suatu
instansi maka akan meningkatkan perilaku sukarela pegawainya dalam membantu
instansi tersebut, meningkatkan kesediaan pegawai untuk berperilaku melampaui
peran formalnya, menurunkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal
dan akan meningkatkan kepedulian pegawai terhadap instansinya sehingga
dengan adanya hal-hal tersebut maka akan memunculkan OCB yang akan
membantu mencapai tujuan instansinya.
Tetapi semakin rendahnya keadilan dalam suatu instansi maka akan
menurunkan perilaku sukarela pegawainya dalam membantu instansinya tersebut,
meningkatkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal dan akan
menurunkan kepedulian pegawai terhadap instansinya sehingga dengan adanya
hal-hal tersebut maka tidak akan memunculkan OCB sehingga akan menghambat
kelancaran, efektivitas dan efisiensi instansinya.
Adapun variabel selanjutnya yang terkait dengan OCB, yaitu self-
monitoring. Dimana self-monitoring adalah kemampuan individu bertingkah laku
sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan sosialnya yang
akan mempengaruhi kesediaan pegawai untuk mentoleransi keadaan yang kurang
ideal dalam instansinya sehingga dapat meningkatkan moral kelompok kerja dan
menurunkan konflik antar kelompok kerja.
Diasumsikan bahwa ketika self-monitoring seorang pegawai tinggi maka
akan menurunkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal, akan
meningkatkan kepeduliannya terhadap instansinya, meningkatkan kesediaan untuk
71
berperilaku melampaui peran formalnya, sehingga dengan adanya hal-hal tersebut
maka akan memunculkan OCB yang akan membantu dalam peningkatan
karakteristik instansinya.
Namun, jika self-monitoring seorang pegawai rendah maka akan
meningkatkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal, akan
menurunkan kepeduliannya terhadap instansinya, menurunkan kesediaan untuk
berperilaku melampaui peran formalnya, sehingga dengan adanya hal-hal tersebut
maka tidak akan memunculkan OCB yang akan menghambat peningkatan
karakteristik instansinya.
Variabel lain yang juga terkait dengan OCB, yaitu variabel demografi.
Variabel demografi yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
suku dan lama bekerja. Usia adalah suatu tahapan perkembangan individu yang
tumbuh dan berkembang secara potensial. Dalam penelitian ini diasumsikan
bahwa ketika usia pegawai semakin tinggi maka akan cenderung lebih kaku dalam
mengatur kebutuhannya terhadap instansinya sehingga tidak akan memunculkan
OCB yang akan menghambat kelancaran, efektifitas dan efisiensi instansinya.
Tetapi ketika usia pegawai semakin rendah maka akan cenderung lebih
fleksibel dalam mengatur kebutuhannya terhadap instansinya sehingga akan
memunculkan OCB yang akan membantu mencapai kelancaran, efektifitas dan
efisiensi instansinya. Jadi, pegawai dengan usia tua cenderung kurang termotivasi
untuk memunculkan perilaku OCB dalam instansinya dibandingkan pegawai
dengan usia muda.
72
Sama dengan usia, jenis kelamin juga memberikan pengaruh terhadap OCB.
Logika yang mendasari adalah pegawai dengan jenis kelamin laki-laki lebih
cenderung untuk bekerja secara individual dan memberi dampak negatif terhadap
peran kinerjanya sehingga tidak akan membuat pegawai laki-laki memunculkan
perilaku OCB dalam instansinya. Namun, untuk pegawai dengan jenis kelamin
perempuan lebih cenderung untuk membantu pekerjaan orang lain, bekerja secara
bersama-sama dan memberi dampak positif terhadap peran kinerjanya sehingga
akan membuat pegawai perempuan memunculkan perilaku OCB dalam
instansinya.
Sama halnya dengan usia dan jenis kelamin. Suku juga memiliki pengaruh
terhadap OCB. Pegawai yang berasal dari suku dengan adat yang lembut, ulet,
toleransi tinggi dan rajin memiliki kecenderungan untuk berperilaku OCB yang
tinggi. Sebaliknya, pegawai yang berasal dari suku dengan adat yang keras,
toleransi rendah dan kurang ulet dalam pekerjaan memiliki kecenderungan untuk
tidak memunculkan OCB.
Selain itu ada variabel lama bekerja yang menjadi prediktor OCB. Dimana
semakin tinggi tingkat lama bekerja seorang pegawai dalam instansi maka akan
semakin tinggi kecenderungan untuk memunculkan OCB dalam instansinya.
Karena semakin lama pegawai bekerja dalam instansi maka semakin tinggi pula
rasa tanggung jawabnya untuk membalas segala yang telah diberi instansinya
dengan begitu akan muncul perilaku OCB yang akan membantu instansi mencapai
tujuan.
73
Namun, jika semakin rendah tingkat lama bekerja seorang pegawai dalam
instansi maka akan semakin rendah kecenderungan untuk memunculkan OCB
dalam instansinya. Karena pegawai dengan rentang lama bekerja yang rendah
dalam instansi maka semakin rendah pula rasa tanggung jawabnya untuk
membalas segala yang telah diberi instansinya dengan begitu tidak akan muncul
perilaku OCB yang akan menghambat instansi mencapai tujuan.
Maka dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika instansi dapat
membuat pegawainya merasa terus didukung oleh instansinya, instansi dapat
memperlakukan mereka secara adil, mampu untuk bersikap sesuai dengan
lingkungan instansinya serta memperhatikan faktor-faktor demografi seperti usia,
jenis kelamin, suku dan lama bekerja maka pegawai akan cenderung berada dalam
suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela
memberikan bantuan kepada orang lain dalam instansinya sehingga mengarahkan
mereka untuk memunculkan perilaku OCB dalam instansinya yang dapat
membantu kelancaran, keefektifan dan keefisienan demi tercapainya tujuan
instansi.
Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini dapat
digambarkan dalam skema berikut ini :
74
1. Perceived Organizational Support
(POS)
Self-monitoring
Keadilan Organisasi
Gambar 2.1
Bagan pengaruh POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan demografi
terhadap OCB
Demografi
9. Usia
10. Jenis kelamin
11. Suku
Organizational
Citizenship
Behavior (OCB)
12. Lama bekerja
6. Expressive self-control
7. Social stage presence
8. Other directed self-
presentation
2. Keadilan distributif
3. Keadilan prosedural
4. Keadilan interpersonal
5. Keadilan informasional
75
2.6 Hipotesis
2.6.1 Hipotesis mayor
H1: Ada pengaruh yang signifikan variabel POS, dimensi keadilan organisasi
(keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan
informasional), dimensi self-monitoring (expressive self-control, social stage
presence dan other directed self-presentation) dan demografi (usia, jenis
kelamin, suku dan lama bekerja) terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian
Negara (BKN).
H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel POS, dimensi keadilan organisasi
(keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan
informasional), dimensi self-monitoring (expressive self-control, social stage
presence dan other directed self-presentation) dan demografi (usia, jenis
kelamin, suku dan lama bekerja) terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian
Negara (BKN).
2.6.2 Hipotesis minor
Ha.1 : Ada pengaruh yang signifikan perceived organizational support (POS)
terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan
Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan distributif pada variabel
keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB)
pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
76
Ha.3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan prosedural pada variabel
keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB)
pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan interpersonal pada
variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior
(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan informasional pada
variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior
(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi expressive self-control pada
variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior
(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi social stage presence pada
variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior
(OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.8 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi other directed self-presentation
pada variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship
behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.9 : Ada pengaruh yang signifikan usia pada variabel demografi terhadap
organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian
Negara (BKN).
77
Ha.10 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel demografi
terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan
Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.11 : Ada pengaruh yang signifikan suku pada variabel demografi terhadap
organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian
Negara (BKN).
Ha.12 : Ada pengaruh yang signifikan lama bekerja pada variabel demografi
terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan
Kepegawaian Negara (BKN).
78
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian. Pembahasan ini berisi delapan sub-bab, yaitu populasi, sampel dan
teknik pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, uji validitas konstruk, teknik analisis
data dan prosedur penelitian.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Badan Kepegawaian Negara
(BKN) yang berlokasi di daerah Cawang, Jakarta Timur baik yang ada di gedung
satu sampai gedung tiga sebanyak 1634 orang pegawai (Wibowo. A, komunikasi
pribadi, 08 Januari 2015). Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah
sampel dari populasi yang ada dengan beberapa karakteristik. Adapun
karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pegawai di Badan Kepegawaian Negara (BKN).
2. Usia 20-50 tahun.
3. Lama bekerja minimal 1 tahun.
4. Pendidikan minimal SLTA/SMA.
5. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
79
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan sebanyak 210 orang pegawai.
jumlah sampel ini dihitung dengan rumus Slovin (Sevilla., 1993 : 182) berikut :
Dimana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = Error Maximum (kesalahan yang masih ditoleransi, yaitu 5%)
3.1.2 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental
sampling yang tergolong dalam non-probability sampling. Teknik ini dilakukan
atas dasar menyesuaikan dengan prosedur pengambilan data saat pendistribusian
instrumen penelitian pada para pegawai.
Teknik ini dipilih karena pengambilan data tidak dilakukan secara langsung
oleh penulis melainkan melalui biro kepegawaian, yaitu dimana mereka yang
menyerahkan langsung kepada pegawai yang dipandang memenuhi karakteristik
yang telah dibuat oleh penulis. Hal ini juga didasarkan dengan pertimbangan
keterbatasan tenaga, waktu dan menyesuaikan dengan kebijakan instansi.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Variabel penelitian
Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu :
1. Organizational citizenship behavior (OCB)
2. Perceived organizational support (POS)
80
3. Keadilan distributif
4. Keadilan prosedural
5. Keadilan interpersonal
6. Keadilan informasional
7. Expressive self-control
8. Social stage presence
9. Other directed self-presentation
10. Usia
11. Jenis kelamin
12. Suku
13. Lama bekerja
Dalam penelitian ini, dependent variable (DV) adalah organizational
citizenship behavior (OCB). Sedangkan independent variable (IV) adalah
perceived organizational support (POS), keadilan distributif, keadilan prosedural,
keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social
stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan
lama bekerja.
3.2.2 Definisi operasional variabel
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Organizational citizenship behavior (OCB) adalah sebagai bentuk perilaku
yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan
sistem reward formal organisasi tetapi secara bersama meningkatkan
81
efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam
persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak
ditampilkan pun tidak diberikan hukuman.
OCB ini akan diukur dengan skala OCB yang terdiri dari aspek-aspek sebagai
berikut : altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic
virtue. Jika skor jawaban subjek tinggi maka menunjukkan tingkat
kecenderungan yang tinggi untuk memunculkan perilaku OCB.
b. Perceived organizational support (POS) adalah penjelasan mengenai
hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan kepada
pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang
diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan
diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. Persepsi atas
dukungan organisasi akan diukur dengan alat ukur survey of perceived
organizational support (SPOS). Persepsi atas dukungan organisasi yang baik
ditunjukkan dengan skor jawaban subjek yang tinggi pada skala SPOS.
c. Keadilan organisasi adalah persepsi individu mengenai keadilan dalam
konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa bahwa mereka
diperlakukan secara adil di tempat kerja berkaitan dengan prosedural,
distribusi maupun interaksional.
Keadilan organisasi ini akan diukur dengan skala keadilan organisasi yang
terdiri dari empat dimensi, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural,
keadilan interaksional. Terdapat dua jenis keadilan interaksional, yaitu
keadilan interpersonal dan keadilan informasional. Jika skor jawaban subjek
82
tinggi maka menunjukkan tingkat kecenderungan yang tinggi pada keadilan
organisasinya.
d. Self-monitoring adalah kemampuan individu untuk mengatur perilakunya
berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor
internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari individu yang
bersangkutan.
Self-monitoring ini akan diukur dengan self-monitoring scale (SMS) yang
terdiri dari komponen berikut, yaitu : expressive self-control, social stage
presence dan other directed self-presentation. Jika skor jawaban subjek
tinggi, maka menunjukkan tingkat self-monitoring tinggi pada subjek.
e. Adapun variabel lain yang akan dijadikan sebagai IV dalam penelitian ini
adalah variabel demografi, seperti : usia, jenis kelamin, suku dan lama
bekerja adalah skor yang diperoleh dari data background sampel.
3.3 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data
3.3.1 Instrumen pengumpulan data
1. Instrumen yang berisikan biodata subjek penelitian dan lembar persetujuan.
Lembar awal instrumen ini berisi pernyataan kesediaan menjadi responden
beserta biodata responden, seperti : jenis kelamin, usia, suku, pendidikan
terakhir, biro, bidang, lama bekerja dan status karyawan.
83
2. Organizational citizenship behavior (OCB)
Untuk mengukur OCB, penulis mengadaptasi dari alat ukur skala OCB yang
digunakan dalam penelitian Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter
pada tahun 1990 dengan mengembangkan konsep dari Organ (1988) yang
sesuai dengan dimensi OCB, yaitu : altruism, conscientiousness,
sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Skala ini menggunakan 24-item
dengan lima dimensi, yaitu altruism, conscientiousness, sportsmanship,
courtesy dan civic virtue. Berikut adalah blueprint untuk skala variabel OCB
yang akan digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 3.1
Blueprint skala organizational citizenship behavior (OCB)
No. Dimensi Indikator Nomor Item
Jumlah Fav Unfav
1. Altruism Memberikan bantuan di luar
tugas kewajiban pokok
pekerjaan dengan sukarela
baik yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun di
luar pekerjaan.
1, 2, 3,
4, 5
5
2. Conscientiousness Perilaku yang melebihi peran
minimum yang ditentukan
organisasi.
6, 7, 8,
9, 10
5
3. Sportsmanship Menunjukkan toleransi dan
sportivitas terhadap sesama
anggota maupun perusahaan.
11, 12,
13, 14,
15
5
4. Courtesy Mencegah timbulnya masalah
dengan orang lain dan
perusahaan.
16, 17,
18, 19,
20
5
5. Civic virtue Menunjukkan rasa tanggung
jawab dan kepedulian atas
kelangsungan perusahaan.
21, 22,
23, 24
4
Jumlah 19 5 24
84
3. Perceived organizational support (POS)
Instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur POS adalah hasil
adaptasi dari survey of perceived organizational support (SPOS) yang
dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa pada
tahun 1986. Instrumen SPOS memiliki 36-item. Berikut adalah blueprint
untuk skala variabel POS yang akan digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 3.2
Blueprint survey of perceived organizational support (SPOS)
No. Indikator Nomor Item
Jumlah Fav Unfav
1. Persepsi individu terhadap
berbagai bentuk dukungan
organisasi yang dirasakan
oleh karyawan.
1, 4, 5, 8, 9, 10, 13,
18, 20, 21, 24, 25,
27, 28, 29, 30, 33,
35, 36
2, 3, 6, 7, 11,
12, 14, 15, 16,
17, 19, 22, 23,
26, 31, 32, 34
36
Jumlah 19 17 36
4. Keadilan organisasi
Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
hasil adaptasi dari skala keadilan organisasi yang dikembangkan oleh Rego
dan Cunha pada tahun 2006. Skala ini digunakan untuk mengukur keadilan
organisasi melalui empat dimensi keadilan organisasi, yaitu : keadilan
distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan
informasional.
Skala yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006) awalnya terdiri dari 17-item.
Namun, setelah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia, penulis memecah satu
item menjadi dua item. Hal ini dikarenakan satu item tersebut menjelaskan
85
dua hal. Oleh sebab itu, item yang terpapar dalam skala ini menjadi 18-item.
Berikut adalah blueprint yang akan digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 3.3
Blueprint skala keadilan organisasi
No. Dimensi Indikator Nomor Item
Jumlah Fav
1. Keadilan
distributif
Keyakinan karyawan bahwa
mereka telah menerima
penghargaan dari hasil pekerjaan
dengan jumlah yang adil (seperti
gaji, pengakuan dsb).
1, 2, 3, 4, 5 5
2. Keadilan
prosedural
Persepsi karyawan bahwa prosedur
yang diikuti oleh organisasi dalam
menentukan siapa yang
mendapatkan keuntungan adalah
adil.
6, 7, 8, 9, 18 5
3. Keadilan
interpersonal
Mengubah reaksi terhadap hasil
keputusan, karena kepekaan dapat
membuat orang merasa lebih baik
terhadap hasil yang kurang baik.
14, 15, 16,
17
4
3. Keadilan
informasional
Mengubah reaksi terhadap prosedur
dalam hal pemberian penjelasan
informasi yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi aspek-aspek
struktural dari proses.
10, 11, 12,
13
4
Jumlah 18 18
5. Self-monitoring
Instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur self-monitoring
dalam penelitian ini adalah skala hasil adaptasi dari skala self-monitoring
Snyder (1974) yang mengacu pada komponen self-monitoring yang
dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986), yaitu expressive self-control,
social stage presence dan other directed self-presentation. Skala self-
monitoring yang digunakan penulis adalah self-monitoring scale (SMS)
dengan model skala guttman, yaitu true-false (benar-salah) yang berjumlah
86
25-item. Berikut adalah blueprint untuk skala variabel self-monitoring yang
akan digunakan dalam penelitian ini :
Tabel 3.4
Blueprint skala self-monitoring
No. Komponen Indikator Nomor Item
Jumlah Fav Unfav
1. Expressive self-
control
Acting termasuk kemampuan
mengontrol ekspresi dan
emosi.
Entertaining.
Berbicara di depan umum
secara spontan.
5, 8,
10, 11,
18
1, 3, 4,
20
9
2. Social stage
presence
Menjadi pusat perhatian.
Suka bercerita atau melucu.
Suka menilai.
15, 16,
19, 24
12, 14,
22, 23
8
3. Other directed
self-
presentation
Berusaha menyenangkan
orang lain.
Conformity (bersikap sama
dengan situasi sosial).
Suka menggunakan topeng
untuk menutupi perasaannya.
6, 7,
13, 25
2, 9, 17,
21
8
Jumlah 12 13 25
Pada penelitian ini, tiga instrumen variabel menggunakan model skala
likert dan satu variabel menggunakan instrumen dengan model skala guttman,
yaitu true-false (benar-salah). Adapun format pengukuran pada penelitian ini yang
menggunakan model skala likert adalah dengan rating empat pilihan mulai dari
“sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”. Cara penilaian item-item OCB, POS
dan keadilan organisasi, yaitu dengan rating empat pilihan, adapun penjelasannya
sebagai berikut :
1. SS, apabila subjek merasa sangat sesuai atas pernyataan yang diberikan.
2. S, apabila subjek merasa sesuai atas pernyataan yang diberikan.
87
3. TS, apabila subjek merasa tidak sesuai atas pernyataan yang diberikan.
4. STS, apabila subjek merasa sangat tidak sesuai atas pernyataan yang
diberikan.
Dalam setiap jawaban, penulis memberikan nilai atau bobot tertentu
sebagaimana terdapat pada tabel 3.5 berikut ini :
Tabel 3.5
Bobot nilai tiap jawaban skala likert
Skala Favourable Unfavourable
(SS) Sangat Sesuai
(S) Sesuai
(TS) Tidak Sesuai
(STS) Sangat Tidak Sesuai
4
3
2
1
1
2
3
4
Sedangkan untuk penilaian item self-monitoring pada penelitian ini yang
menggunakan model skala guttman, yaitu dengan model true-false (benar-salah).
Cara penilaian item self-monitoring, yaitu dengan cara memberi jawaban tegas
benar atau salah dari setiap pernyataan yang disajikan, adapun penjelasannya
sebagai berikut :
1. True, apabila subjek merasa sesuai atas pernyataan yang diberikan.
2. False, apabila subjek merasa tidak sesuai atas pernyataan yang diberikan.
Dalam skala guttman ini, penulis memberi skor atau bobot nilai pada setiap
jawaban. Dalam setiap jawaban, penulis memberikan nilai atau bobot tertentu
sebagaimana terdapat pada tabel 3.6 berikut ini :
88
Tabel 3.6
Bobot nilai tiap jawaban skala guttman
Skala Favourable Unfavourable
(B) Benar 1 0
(S) Salah 0 1
3.3.2 Prosedur pengumpulan data
Perolehan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini didapatkan dari
pengumpulan data self-report, yaitu laporan diri yang didapatkan dengan meminta
subjek untuk mengisi lembar pernyataan secara tertulis. Nantinya, hasil jawaban
atas pernyataan yang telah diberikan akan menjadi sumber informasi untuk
diperoleh hasil akhir sesuai dengan tujuan dari penelitian.
Skala ukur yang digunakan untuk semua variabel penelitian ini adalah
mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dalam bentuk
skala likert dan skala guttman. Sebagai pelengkap, ditambahkan lembar data diri
subjek penelitian.
Data penelitian diperoleh dengan menyebarkan 220 instrumen penelitian
kepada subjek penelitian melalui biro kepegawaian BKN. Dua hari kemudian
pihak biro kepegawaian mengembalikan 220 instrumen penelitian yang telah
terisi. Kemudian setelah dilakukan pengecekan instrumen penelitian yang telah
dikembalikan oleh pihak biro kepegawaian, mana saja instrumen penelitian yang
sudah terisi dengan lengkap baik data subjek maupun jawaban dari pernyataan-
pernyataan yang ada dalam instrumen penelitian. Jika terdapat instrumen
penelitian yang tidak terisi lengkap baik data subjek maupun jawaban subjek,
89
maka instrumen penelitian tersebut tidak dapat diikutkan dalam proses skoring.
Pada penelitian ini, ada 10 instrumen penelitian yang tidak terisi dengan lengkap
sehingga tidak dapat diikutkan dalam proses skoring. Jadi, dari 220 instrumen
penelitian hanya 210 instrumen penelitian yang akan diikutkan pada proses
skoring dan analisis data.
3.4 Uji Validitas Instrumen Penelitian
Setelah mendapatkan data dari prosedur pengumpulan data, penulis kemudian
menguji validitas konstruk pada masing-masing instrumen penelitian. Uji validitas
memberitahukan mengenai apa yang bisa disimpulkan dari skor-skor tes.
Sehubungan dengan hal tersebut, digunakan confirmatory factor analysis (CFA)
dengan bantuan software lisrel 8.70 sebagai metode uji validitasnya sehingga
dapat diketahui apakah masing-masing item pada instrumen penelitian signifikan
dalam mengukur apa yang hendak diukur (Pedhazur, 1982).
Menurut Umar (2010), langkah-langkah dalam menguji validitas dari setiap
alat ukur atau instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lakukan uji CFA dengan model satu faktor, lihat nilai P-value yang
dihasilkan. Jika P-value tidak signifikan (P > 0,05), maka item hanya
mengukur satu faktor saja, tetapi jika P-value yang dihasilkan signifikan (P
< 0,05) maka perlu dilakukan uji sesuai langkah kedua berikutnya.
2. Jika P-value signifikan (P < 0,05), maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Hal ini terjadi saat suatu item selain mengukur konstruk yang
90
ingin diukur, tetapi item ini juga mengukur hal lain (mengukur lebih dari
satu konstruk atau multidimensional). Setelah beberapa kesalahan
pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi maka akan diperoleh model
yang fit, maka model yang terakhir inilah yang digunakan pada langkah
selanjutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka analisis item dilanjutkan dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
koefisien positif. Untuk melihat signifikan atau tidaknya item tersebut dalam
pengukuran faktor ini, yaitu dengan cara melihat nilai dari T-value dan
koefisien muatan faktor item tersebut. Jika T-value > 1,96 maka item
tersebut signifikan dan tidak akan di-drop dan begitu juga sebaliknya.
4. Selain itu, juga perlu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif.
Dalam hal ini, jika ada item pernyataan yang negatif, maka saat pen-skoran
terhadap item tersebut, arah skornya diubah menjadi positif. Jika setelah
diubah arah skornya masih terdapat item dengan muatan faktor negatif maka
item tersebut akan di-drop.
5. Selanjutnya, yaitu melihat kesalahan pengukuran yang berkorelasi. Apabila
menemukan item dengan banyak kesalahan pengukuran yang berkorelasi
dengan banyak item lain, maka hal ini berarti bahwa item tersebut selain
mengukur satu hal, juga mengukur hal lain, sehingga item seperti ini juga
dapat di-drop karena bersifat multidimensional yang sangat kompleks.
91
6. Setelah melakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukanlah olah data
untuk mendapatkan faktor skornya. Olah data dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 dengan ketentuan tidak mengikut sertakan skor
mentah dari item yang sudah di-drop.
7. Setelah proses mendapatkan faktor skor dilakukan, kemudian ditransform
dalam skala T-score (true score) dengan menggunakan formula berikut :
T-score = 50 + (10*F-score)
Faktor skor yang masih mengandung angka negatif harus ditransform
menjadi true score dengan mean = 50 dan standard deviation (SD) = 10.
8. Setelah diperoleh true score (T-score) dari masing-masing variabel, maka
dilakukan analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi berganda (multiple regression analysis).
3.4.1 Uji validitas konstruk variabel organizational citizenship behavior
(OCB)
Pada uji validitas konstruk variabel OCB, dilakukan uji validitas dengan dua
model CFA, yaitu model first order dan model second order. Dimana pada
awalnya item dikelompokkan berdasarkan dimensi dari OCB dan kemudian
memulai dengan penghitungan data CFA menggunakan model first order. Berikut
ini akan dipaparkan hasil penghitungan data CFA dengan model first order dari
masing-masing dimensi OCB :
92
3.4.1.1 Uji validitas OCB dengan model first order
3.4.1.1.1 Uji validitas berdasarkan dimensi altruism. Dalam perhitungan
data CFA model satu faktor dari dimensi altruism diperoleh skor awal
perhitungan Chi-Square = 14,81, df = 5, P-value = 0,01119, RMSEA = 0,097.
Dari hasil tersebut nilai P-value = 0,01119 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa
model ini belum fit. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap model ini,
yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan
satu kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 3.
Setelah melalui satu kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 4,62,
df = 4, P-value = 0,32818, RMSEA = 0,027, dengan P-value > 0,05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada
dimensi altruism ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu altruism.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi altruism dengan
melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai
koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan
positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 3.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari lima item dimensi altruism, dapat dilihat bahwa kelima item
memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak
ada item yang di-drop pada dimensi altruism ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
93
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran
kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan
dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan
bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item
lain. Tabel matrik korelasi ditampilkan pada lampiran 3.
Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada satu item yang
memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang kesalahan pengukurannya
berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lain adalah item 5. Dalam hal
ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu
maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan pengukuran
terhadap korelasi kesalahan pengukuran item lain. Berdasarkan batas toleransi
yang telah ditetapkan, maka item 5 akan tetap diikutkan dalam perhitungan
skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi altruism ini tidak ada
item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor
faktor berikutnya.
3.4.1.1.2 Uji validitas berdasarkan dimensi conscientiousness. Dalam
perhitungan data CFA model satu faktor dimensi conscientiousness diperoleh
skor awal perhitungan Chi-Square = 9,84, df = 5, P-value = 0,07983,
RMSEA = 0,068. Perolehan P-value = 0,07983 (P > 0,05, tidak signifikan)
maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu
conscientiousness. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi
94
kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini.
Adapun hasil path pengujian CFA dimensi conscientiousness, dapat dilihat
pada lampiran 4.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi conscientiousness dengan
melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai
koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan
positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 4.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari lima item dimensi conscientiousness, dapat dilihat bahwa
kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang
artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi conscientiousness ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran
kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan
dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan
bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi kesalahan
pengukuran, ditampilkan pada lampiran 4.
Dalam data matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item dikatakan
bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi dengan item
lainnya. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi
95
kesalahan pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki korelasi
kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, kelima item
ini hanya mengukur satu faktor, yaitu dimensi conscientiousness. Sehingga
dari uji validitas konstruk dimensi conscientiousness tidak ada item yang di-
drop.
3.4.1.1.3 Uji validitas berdasarkan dimensi sportsmanship. Dalam
perhitungan data CFA model satu faktor dimensi sportsmanship diperoleh
skor awal perhitungan Chi-Square = 10,40, df = 5, P-value = 0,06456,
RMSEA = 0,072. Perolehan P-value = 0,06456 (P > 0,05, tidak signifikan)
maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu
sportsmanship. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi antar
item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA
dimensi sportsmanship, dapat dilihat pada lampiran 5.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi sportsmanship dengan
melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai
koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan
positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 5.
Berdasarkan data tabel muatan faktor dari lima item yang diujikan, dapat
dilihat bahwa satu item, yaitu item 11 memiliki T-value = 1,75 < 1,96. Oleh
karena itu, item 11 akan langsung di-drop sebagai koefisien muatan dari
96
dimensi sportsmanship. Jadi, dari lima item yang ada dalam dimensi
sportsmanship ini akan ada satu item yang di-drop, yaitu item 11.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
korelasi kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini
untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item
yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item
lain dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi
dalam penelitian ini, ditampilkan pada lampiran 5.
Dalam data tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item
dikatakan bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi
dengan item lainnya. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik
korelasi kesalahan pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki
korelasi kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya,
seluruh item sudah mengukur apa yang hendak diukur. Sehingga dari uji
validitas konstruk dimensi sportsmanship hanya item 11 yang di-drop dan
tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.
3.4.1.1.4 Uji validitas berdasarkan dimensi courtesy. Dalam perhitungan
data CFA model satu faktor dimensi courtesy diperoleh skor awal
perhitungan Chi-Square = 8,56, df = 5, P-value = 0,12793, RMSEA = 0,058.
Perolehan P-value = 0,12793 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model
97
ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu courtesy. Adapun hasil
path pengujian CFA dimensi courtesy, dapat dilihat pada lampiran 6.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi courtesy dengan
melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai
koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan
positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 6.
Berdasarkan data yang diperoleh dari lima item yang diuijikan, dapat
dilihat bahwa ada dua item, yaitu item 17 dan 20 memiliki T-value = 1,75 <
1,96. Oleh karena itu, item 17 dan 20 akan langsung di-drop sebagai koefisien
muatan dari dimensi courtesy. Jadi, dari lima item yang ada dalam dimensi
courtesy ini akan ada dua item yang di-drop, yaitu item 17 dan 20.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran
kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan
dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan
bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item
lain. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi kesalahan
pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini, maka tidak ada
98
item yang akan di-drop. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran,
ditampilkan seperti yang ada pada lampiran 6.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi kesalahan
pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan
pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, kelima item sudah
mengukur apa yang hendak diukur, yaitu dimensi courtesy. Sehingga dari uji
validitas konstruk dimensi courtesy hanya item 17 dan 20 yang akan di-drop
dan tidak diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.
3.4.1.1.5 Uji validitas berdasarkan dimensi civic virtue. Dalam perhitungan
data CFA model satu faktor dimensi civic virtue diperoleh skor awal
perhitungan Chi-Square = 4,57, df = 2, P-value = 0,10173, RMSEA = 0,078.
Perolehan P-value = 0,10173 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model
ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu civic virtue. Seperti
yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi antar item dalam hasil
pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi civic
virtue, dapat dilihat pada lampiran 7.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi civic virtue dengan
melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai
koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan
positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 7.
Berdasarkan data yang diperoleh dari empat item yang diuijikan, dapat dilihat
99
bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif
yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi civic virtue ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
pengukuran dengan item lain.
Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik
dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut
memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Tabel matrik
korelasi kesalahan pengukuran dalam penelitian ini, ditampilkan pada
lampiran 7.
Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi kesalahan
pengukuran dari empat item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan
pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, keempat item sudah
mengukur apa yang hendak diukur, yaitu dimensi civic virtue. Sehingga dari
uji validitas konstruk dimensi civic virtue semua item akan diikutkan dalam
perhitungan skor faktor berikutnya.
3.4.1.2 Uji validitas OCB dengan model second order
Setelah dilakukan perhitungan data CFA dengan model first order, maka
didapatkan 21-item valid yang kemudian penulis ujikan kembali
menggunakan model second order. Dalam perhitungan data CFA dengan
100
model second order variabel OCB ini diperoleh skor awal perhitungan Chi-
Square = 1347,23, df = 184, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,174. Terlihat
bahwa perolehan P-value = 0,00000 (P < 0,05, signifikan) maka artinya,
model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu
dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan 75
kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 8.
Setelah melalui 75 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 131,47
df = 109, P-value = 0,07043, RMSEA = 0,031, dengan P-value > 0,05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel OCB
ini berarti hanya mengukur satu faktor saja, yaitu OCB.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari variabel OCB dengan
melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai
koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan
positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 9.
Berdasarkan data yang diperoleh dari 21-item yang telah diuijikan,
dapat dilihat bahwa ada dua dimensi dengan tujuh item yang memiliki T-
value < 1,96 dan nilai koefisien bermuatan negatif yang artinya, ada dua
dimensi yang di-drop pada variabel OCB ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
101
pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran
dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan
pada lampiran 9.
Dalam data matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item dikatakan
bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi dengan item
lainnya. Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada 18-item yang
memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah
item 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23 dan 24.
Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan
pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan
pengukuran terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah
ditetapkan, maka item 10, 13, 16, 18, 19, 21, 22 dan 24 tidak akan diikutkan
dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk OCB ini ada
11-item yang di-drop, yaitu item 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, dan 24
dan tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.
Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah menghitung faktor skor
dari masing-masing item setiap variabel. Penghitungan skor faktor adalah
untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Skor faktor
diperoleh tidak dihitung dengan menjumlahkan item-item yang ada seperti
pada umumnya, tetapi dengan menggunakan penghitungan principal
102
components. Skor yang diperoleh kemudian akan digunakan untuk mencari
hitungan skor murni atau disebut juga dengan true score (T-score). Skor ini
yang nantinya akan digunakan dalam analisis data berikutnya. T-score
diperoleh dengan formula sebagai berikut (Umar, 2010) :
T-score = 50 + (10*F-score)
Setelah diperoleh data T-score, nilai baku ini yang nantinya akan
dipakai untuk uji hipotesis dan regresi dari variabel penelitian ini. Sebagai
catatan bahwa langkah ini berlaku pada semua variabel dalam penelitian ini.
3.4.2 Uji validitas konstruk variabel perceived organizational support (POS)
Uji validitas konstruk variabel POS dalam penelitian ini, dilakukan pada 36-item
yang sebelumnya sudah pernah diujikan.. Saat ini kembali diuji apakah item-item
tersebut bersifat benar-benar hanya mengukur variabel POS. Dari hasil
pengolahan data CFA model satu faktor, diperoleh nilai Chi-Square = 833,23, df
= 594, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,044. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000
< 0,05, artinya bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap
model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah
dilakukan sembilan kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada
lampiran 10.
Setelah melalui sembilan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square =
632,47, df = 585, P-value = 0,08516, RMSEA = 0,020, dengan P-value > 0,05
yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel POS
ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.
103
Selanjutnya, dilihat muatan faktor POS dengan melakukan uji hipotesis nihil
dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan
dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor yang ditampilkan pada lampiran 11.
Berdasarkan data yang diperoleh dari 36-item yang diuijikan, dapat dilihat
bahwa satu item, yaitu item 22 memiliki T-value = -0,59 < 1,96 dan koefisiennya
bermuatan negatif. Oleh karena itu, item 22 akan langsung di-drop dari variabel
POS. Selain itu, dapat dilihat juga dari kolom T-value bahwa ada lima item
lainnya yang memiliki T-value < 1,96, yaitu item 4, 5, 10, 13 dan 29 yang artinya,
kelima item tersebut juga akan di-drop dari variabel POS dalam penelitian ini.
Jadi, ada enam item yang di-drop dari variabel POS ini, yaitu item 4, 5, 10, 13, 22
dan 29.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan pengukuran
dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk
matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item
tersebut memiliki korelasi. Seperti pada tabel matrik korelasi kesalahan
pengukuran di lampiran 12.
Seperti sebelumya, dari 36-item yang telah diujikan. Berdasarkan data
matrik yang ada nampak ada delapan item yang memiliki korelasi dengan item
104
lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 9, 10, 21, 23, 24, 30, 32 dan
35. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran,
yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item
lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 9, 10, 21, 23,
24, 30, 32 dan 35 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Tetapi
untuk item 10 akan tetap di-drop karena T-value < 1,96. Jadi, dalam uji validitas
konstruk variabel POS ini ada enam item yang di-drop dan tidak diikutkan dalam
perhitungan skor faktor, yaitu item 4, 5, 10, 13, 22 dan 29.
3.4.3 Uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi
Pada uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi, item dikelompokkan
berdasarkan dimensi dari keadilan organisasi. Hasil uji validitas konstruk dari
masing-masing dimensi sebagai berikut :
3.4.3.1 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan distributif. Dalam
perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan distributif
diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 185,52, df = 5, P-value =
0,00000, RMSEA = 0,416. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah dilakukan tiga kali modifikasi diperoleh hasil seperti
yang terdapat pada lampiran 13.
Setelah melalui tiga kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 5,78,
df = 2, P-value = 0,05553, RMSEA = 0,095, dengan P-value > 0,05 yang
105
artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel
keadilan distributif ini berarti hanya mengukur satu faktor saja, yaitu
keadilan distributif.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan distributif
dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan
muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 13.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari lima item dimensi keadilan distributif, dapat dilihat bahwa
kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang
artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan distributif ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain
dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran
dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan
pada lampiran 13.
Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada tiga item yang
memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Item-item yang
106
memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain adalah item 3, 4
dan 5. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan
pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi
kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah
ditetapkan maka item 3, 4 dan 5 akan tetap diikutkan dalam perhitungan
skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi keadilan distributif ini
tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam
perhitungan skor faktor berikutnya.
3.4.3.2 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan prosedural. Dalam
perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan prosedural
diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 110,19, df = 5, P-value =
0,00000, RMSEA = 0,317. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah dilakukan empat kali modifikasi diperoleh hasil seperti
yang terdapat pada lampiran 14.
Setelah melalui empat kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square =
3,67, df = 1, P-value = 0,05530, RMSEA = 0,113, dengan P-value > 0,05
yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel
keadilan prosedural ini berarti hanya mengukur satu faktor.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan prosedural
dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
107
nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan
muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada
lampiran 14.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari lima item dimensi keadilan prosedural, dapat dilihat bahwa
kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang
artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan prosedural ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi
kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 14.
Seperti sebelumya, dari lima item yang telah diujikan. Berdasarkan data
matrik yang ada tampak bahwa ada tiga item yang memiliki korelasi dengan
item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 8, 9 dan 18. Dalam
hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu
maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item
lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 8, 9 dan
18 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji
108
validitas konstruk dimensi keadilan prosedural ini tidak ada item yang di-
drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor
berikutnya.
3.4.3.3 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan interpersonal. Dalam
perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan interpersonal
diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 49,95, df = 2, P-value =
0,00000, RMSEA = 0,339. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka penulis melakukan
modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item
untuk berkorelasi. Setelah dilakukan dua kali modifikasi diperoleh hasil
seperti yang terdapat pada lampiran 15.
Setelah melalui dua kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 0,00,
df = 0, P-value = 1,0000, RMSEA = 0,000, dengan P-value > 0,05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel
keadilan interpersonal ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan interpersonal
dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan
muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada
lampiran 15.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari empat item dimensi keadilan interpersonal, dapat dilihat
109
bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan
positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan
interpersonal ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain
dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi
kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 15.
Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada dua item yang
memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi
adalah item 15 dan 17. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi
kesalahan pengukuran yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi
kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah
ditetapkan maka item 15 dan 17 akan tetap diikutkan dalam perhitungan
skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi keadilan interpersonal
ini tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam
perhitungan skor faktor berikutnya.
110
3.4.3.4 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan informasional.
Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan
informasional diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 33,22, df = 2,
P-value = 0,00000, RMSEA = 0,273. Dari hasil tersebut nilai P-value =
0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka
penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan
membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan satu kali
modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 16.
Setelah melalui satu kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 0,03,
df = 1, P-value = 0,86218, RMSEA = 0,000, dengan P-value > 0,05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel
keadilan informasional ini berarti hanya mengukur satu faktor.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan informasional
dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan
muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada
lampiran 16.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari empat item dimensi keadilan informasional, dapat dilihat
bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan
positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan
informasional ini.
111
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain
dalam kesalahan pengukuran. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran.
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 16.
Seperti sebelumya, dari empat item yang telah diujikan. Berdasarkan
data matrik yang ada nampak bahwa ada satu item yang memiliki korelasi
dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 11. Dalam
hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran yaitu
maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item
lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 11 akan
tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas
konstruk dimensi keadilan informasional ini tidak ada item yang di-drop
dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.
3.4.4 Uji validitas konstruk variabel self-monitoring
Pada uji validitas konstruk variabel self-monitoring, item dikelompokkan
berdasarkan dimensi dari self-monitoring. Hasil uji validitas konstruk dari masing-
masing dimensi self-monitoring sebagai berikut :
112
3.4.4.1 Uji validitas berdasarkan dimensi expressive self-control. Dalam
perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi expressive self-control
diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 185,71, df = 36, P-value =
0,00000, RMSEA = 0,141. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah dilakukan 12 kali modifikasi diperoleh hasil seperti
yang terdapat pada lampiran 17.
Setelah melalui 12 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 34,68,
df = 24, P-value = 0,07336, RMSEA = 0,046, dengan P-value > 0,05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi
expressive self-control ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi expressive self-control
dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan
muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 17.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari sembilan item dimensi expressive self-control, dapat dilihat
bahwa empat item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan negatif
yang artinya, ada empat item yang di-drop pada dimensi expressive self-
control ini.
113
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran
dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan
pada lampiran 17.
Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada enam item yang
memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Item-item yang
memiliki korelasi kesalahan pengukuran adalah item 5, 8, 10, 11, 18 dan 20.
Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran,
yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap
item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 11
tidak diikutkan dalam perhitungan skor faktor karena memiliki korelasi
kesalahan pengukuran sebanyak empat kali. Jadi, dalam uji validitas
konstruk dimensi expressive self-control ini ada item yang di-drop, yaitu
item 1, 5, 8 dan 11 dan tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor
berikutnya.
3.4.4.2 Uji validitas berdasarkan dimensi social stage presence. Dalam
perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi social stage presence
diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 335,62, df = 28, P-value =
114
0,00000, RMSEA = 0,229. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05
sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi
terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk
berkorelasi. Setelah dilakukan delapan kali modifikasi diperoleh hasil
seperti yang terdapat pada lampiran 18.
Setelah melalui delapan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square =
25,64, df = 20, P-value = 0,17789, RMSEA = 0,037, dengan P-value > 0,05
yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi
social stage presence ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi social stage presence
dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan
muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 18.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari delapan item dimensi social stage presence, dapat dilihat
bahwa ada empat item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan
negatif yang artinya, ada item yang di-drop pada dimensi social stage
presence ini, yaitu item 14, 15, 23 dan 24.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
115
pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi
kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 18.
Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada lima item yang
memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi
adalah item 15, 19, 22, 23 dan 24. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi
korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga
kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang
telah ditetapkan maka item 15, 19, 22, 23 dan 24 tetap diikutkan dalam
perhitungan skor faktor. Tetapi jika dilihat berdasarkan T-value < 1,96 dan
koefisiennya negatif maka item 15, 23 dan 24 akan tetap di-drop. Jadi,
dalam uji validitas konstruk dimensi social stage presence ini ada empat
item yang di-drop, yaitu item 14, 15, 23 dan 24 tidak akan diikutkan dalam
perhitungan skor faktor berikutnya.
3.4.4.3 Uji validitas berdasarkan dimensi other directed self-
presentation. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi
other directed self-presentation diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square
= 470,47, df = 28, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,275. Dari hasil tersebut
P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit.
Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan
setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan 13 kali modifikasi
diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 19.
116
Setelah melalui 13 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 23,89,
df = 15, P-value = 0,06699, RMSEA = 0,053, dengan P-value > 0,05 yang
artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi other
directed self-presentation ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.
Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi other directed self-
presentation dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam
menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-
value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada
lampiran 19.
Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan
koefisien dari delapan item dimensi other directed self-presentation, dapat
dilihat bahwa tiga item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan
negatif yang artinya, ada item yang di-drop dari dimensi other directed self-
presentation ini.
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat
kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang
unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran
disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang
menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran.
117
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan seperti yang ada
pada lampiran 19.
Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada enam item yang
memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi
adalah item 6, 9, 13, 17, 21 dan 25. Dalam hal ini, diberikan batasan
toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item
memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas
toleransi yang telah ditetapkan maka item 6, 9, 13, 17, 21 dan 25 tetap
diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk
dimensi other directed self-presentation ini ada item yang di-drop karena
memiliki T-value < 1,96 dan koefisiennya bemuatan negatif, yaitu item 6, 9
dan 13 dan item tersebut tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor
berikutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis pada penelitian mengenai pengaruh POS, keadilan
organisasi dan self-monitoring terhadap OCB, maka dilakukan pengolahan data
yang telah didapat dengan menggunakan teknik statistika multiple regression
analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis ini digunakan untuk
menjawab hipotesis nihil yang ada di bab 2. Dengan dependent variable (DV) :
organizational citizenship behavior (OCB) dan independent variable (IV) :
perceived organizational support (POS), keadilan organisasi (keadilan distributif,
keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), self-
118
monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed self-
presentation) dan variabel demografi (jenis kelamin, usia, suku dan lama bekerja).
Dalam penelitian ini, IV sebanyak 12 buah, sedangkan DV sebanyak 1
buah sehingga susunan persamaan regresi penelitian adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 +
b11X11 + b12X12 + e
Jika dituliskan variabelnya, maka :
Y = organizational citizenship behavior (OCB)
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = perceived organizational support (POS)
X2 = keadilan organisasi - keadilan distributif
X3 = keadilan organisasi - keadilan prosedural
X4 = keadilan organisasi - keadilan interpersonal
X5 = keadilan organisasi - keadilan informasional
X6 = self-monitoring - expressive self-control
X7 = self-monitoring - social stage presence
X8 = self-monitoring - other directed self-presentation
X9 = usia
X10 = jenis kelamin
119
X11 = suku
X12 = lama bekerja
e = residu
Sebelum melakukan analisis regresi berganda, maka dilakukan korelasi
product moment seluruh variabel penelitian. Sebab, dalam regresi idealnya IV
tidak berkorelasi dengan IV lainnya, namun justru IV sebaiknya berkorelasi
dengan DV.
Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi
berganda antara OCB dengan POS, keadilan organisasi (keadilan distributif,
keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), self-
monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed self-
presentation) dan variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja).
Besar pengaruh yang diterima oleh OCB dari faktor-faktor yang telah disebutkan
tadi ditunjukkan oleh koefisien determinan berganda atau R2.
R2 merupakan perkiraan proporsi varians dari OCB yang dijelaskan oleh
faktor : POS, keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural,
keadilan interpersonal dan keadilan informasional) self-monitoring (expressive
self-control, social stage presence dan other directed self-presentation) dan juga
variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja). Untuk
mendapatkan nilai R2, dapat digunakan formula (Umar, 2010) berikut:
120
Uji R2 mengidentifikasi apakah regresi Y pada IV secara bersama-sama signifikan
secara statistika. Untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau
tidak, maka digunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan
menggunakan formula F sebagai berikut (Umar, 2010) :
Dimana k adalah jumlah IV dan N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F
yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah IV yang diujikan memiliki
pengaruh terhadap DV. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang
diberikan IV signifikan terhadap DV, maka penulis melakukan uji t. Uji t
dilakukan sebanyak 12 kali sesuai dengan variabel yang hendak dianalisis.
Adapun formula uji t (Umar, 2010) adalah
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b.
Hasil uji ini akan diperoleh dari hasil regresi. Perhitungan statistik ini akan
dilakukan dengan melalui pengolahan data program SPSS 17.0.
3.6 Prosedur Penelitian
Adapun beberapa langkah yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini,
yaitu :
1. Menentukan judul dan rumusan penelitian, mengumpulkan materi yang
membahas mengenai variabel penelitian dan menentukan teori yang akan
digunakan.
121
2. Menentukan alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian,
yaitu skala OCB, POS, keadilan organisasi dan self-monitoring.
3. Mengadaptasi alat ukur yang digunakan dalam penelitian, yaitu OCB yang
dibuat oleh Podsakoff et.al., (1990), POS yang dibuat oleh Eisenberg
et.al., (1986), keadilan organisasi yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006)
dan self-monitoring yang dibuat oleh Snyder (1974).
4. Mengajukan persetujuan kepada pembimbing mengenai alat ukur yang
akan digunakan.
5. Mengajukan permohonan izin kepada pihak Badan Kepegawaian Negara
(BKN) melalui biro kepegawaian.
6. Mengadakan diskusi dan kesepakatan mengenai prosedur pendistribusian
alat ukur serta melakukan pengecekan oleh pihak biro kepegawaian
mengenai skala ukur yang digunakan dan memperbanyak alat ukur sesuai
dengan yang disepakati.
7. Menyerahkan alat ukur kepada biro kepegawaian Badan Kepegawaian
Negara (BKN) untuk kemudian didistribusikan kepada pegawai yang telah
ditentukan sebagai sampel dalam penelitian.
8. Memantau berjalannya pendistribusian alat ukur yang dilakukan oleh
pihak biro kepegawaian.
9. Pihak biro kepegawaian mengembalikan alat ukur yang telah
didistribusikan sesuai dengan jumlah sebaran awal.
122
10. Melakukan pengecekan kembali alat ukur mana saja yang sudah terisi
dengan lengkap baik data subjek maupun jawaban yang ada dalam
instrumen. Jika terdapat alat ukur yang tidak terisi lengkap baik data
subjek maupun jawaban yang ada dalam instrumen maka alat ukur tersebut
tidak dapat diikutkan dalam proses skoring. Dari 220 alat ukur yang
didistribusikan, ada 10 alat ukur yang tidak terisi dengan lengkap baik data
subjek maupun jawaban, maka hanya 210 alat ukur yang dapat diikutkan
dalam proses skoring.
11. Melakukan skoring terhadap alat ukur yang telah terisi dengan baik data
subjek maupun jawaban yang ada dalam instrumen dan meng-input data
skoring ke dalam Ms. Excel.
12. Melakukan analisis validitas dan reliabilitas terhadap item melalui skor-
skor yang telah diperoleh. Setelah didapatkan item-item valid dari hasil uji
validitas dan reliabilitas maka item-item tersebut baru dapat dianalisis
sesuai dengan tujuan penelitian.
123
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan empat sub-bab dari hasil penelitian yang telah
dilakukan. Hasil penelitian ini mencakup : gambaran umum subjek, deskripsi data
penelitian, kategorisasi variabel penelitian dan pembahasan hasil pengujian
hipotesis.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek yang diambil untuk penelitian ini adalah pegawai Badan Kepegawaian
Negara (BKN) yang berusia minimal 20 tahun dan maksimal 50 tahun, sudah
bekerja minimal satu tahun dan maksimal 25 tahun, pendidikan terakhir minimal
SLTA/SMA serta yang paling utama adalah berstatus pegawai negeri sipil (PNS).
Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 1634 orang pegawai yang
bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang ada di Jalan Letjen Sutoyo
No.12 Cawang-Jakarta Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 210 orang. Jumlah ini didapatkan dari hasil penghitungan dalam
menentukan sampel menggunakan rumus slovin. Selanjutnya akan diuraikan
mengenai gambaran subjek berdasarkan variabel demografi (usia, jenis kelamin,
suku dan lama bekerja).
4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya dengan
OCB
Berikut ini adalah gambaran subjek berdasarkan data demografi dan kaitannya
dengan OCB :
124
Tabel 4.1
Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya
dengan OCB
USIA
20-27
tahun
28-35
tahun
36-43
tahun
>44
tahun Jumlah Persentase (%)
OR
GA
NIZ
AT
ION
AL
CIT
IZE
NSH
IP B
EH
AV
IOR
(O
CB
)
Rendah 7 14 5 4 30 14,3%
Sedang 24 82 22 20 148 70,5%
Tinggi 9 14 7 2 32 15,2%
Total 40 110 34 26 210 100%
JENIS KELAMIN
Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%)
Rendah 22 8 30 14,3%
Sedang 90 58 148 70,5%
Tinggi 12 20 32 15,2%
Total 124 86 210 100%
SUKU
Jawa Sumatera Kalimantan Lainnya Jumlah Persentase (%)
Rendah 16 3 4 6 29 13,8%
Sedang 84 22 5 38 148 70,5%
Tinggi 19 7 2 4 33 15,7%
Total 119 32 11 48 210 100%
LAMA BEKERJA
1 tahun 2-12
tahun
13-22
tahun
> 23
tahun Jumlah Persentase (%)
Rendah 0 22 4 4 30 14,3%
Sedang 13 103 14 18 148 70,5%
Tinggi 2 24 4 2 32 15,2%
Total 15 149 22 24 210 100%
Sumber : data primer dari instrumen penelitian yang telah diolah, 2014
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas subjek dalam
penelitian ini berada dalam rentangan usia 28-35 tahun sebanyak 110 orang.
Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas subjek dalam penelitian ini adalah laki-laki,
125
yaitu sebanyak 124 orang. Selanjutnya berdasarkan suku, mayoritas subjek dalam
penelitian ini berasal dari suku Jawa sebanyak 119 orang. Sedangkan menurut
lama bekerja, subjek dengan rentang lama bekerja 2-12 tahun merupakan subjek
terbanyak dalam penelitian ini, yaitu sebesar 149 orang.
Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan bahwa dari rentangan usia, subjek
dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148
orang atau 70,5%. Berdasarkan jenis kelamin, subjek dalam penelitian ini
mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%.
Selanjutnya berdasarkan suku, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki
tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%. Sedangkan menurut
rentangan lama bekerja, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat
OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%.
4.2 Deskripsi Data
Skor-skor yang digunakan dalam proses analisis merupakan skor faktor yang
dihitung dengan menggunakan metode principal components. Hal ini untuk
menghilangkan estimasi bias dari kesalahan pengukuran dan juga memudahkan
dalam membandingkan antara skor hasil dari setiap variabel yang diteliti.
Kemudian setelah dihitung skor faktor dari masing-masing variabel maka
dicari T-score (skor murni) dari masing-masing variabel. Caranya adalah skor
faktor ditransform dengan menu compute variable agar nantinya diperoleh nilai T-
score yang akan menjadikan skor bernilai positif semua. Dengan menggunakan
nilai T-score dapat ditetapkan nilai mean = 50 dan SD = 10. Proses komputasi
126
data dilakukan menggunakan formula berikut : T-score = 50 + (10*F-score).
Sebagai catatan bahwa variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama
bekerja) adalah variabel kategorik yang tidak perlu dicari nilai T-scorenya. Jadi,
sebelum dilakukan analisis statistik pada variabel kategorik, dilakukan dummy
coding yang kemudian hasil dari dummy coding tersebut di input ke SPSS 17.0
sehingga data hasil dummy coding itulah yang digunakan dalam analisis statistik.
Setelah diperoleh T-score dari semua variabel maka selanjutnya diuraikan
mengenai deskripsi statistik variabel penelitian. Hal yang perlu dan penting untuk
diperhatikan adalah nilai-nilai sebagai berikut : mean, standard deviation,
maximum dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai-nilai ini akan
disajikan dalam tabel 4.2.
4.2.1 Deskripsi statistik
Tabel 4.2
Deskripsi statistik variabel penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
OCB 210 27.69 71.26 50.0000 10.00000
POS 210 21.79 75.51 50.0000 10.00000
Keadilan distributif 210 3.27 71.52 50.0000 10.00000
Keadilan prosedural 210 20.93 71.70 50.0000 10.00000
Keadilan interpersonal 210 18.03 72.15 50.0000 10.00000
Keadilan informasional 210 15.52 70.03 50.0000 10.00000
Expressive 210 18.33 55.90 50.0000 10.00000
Social stage 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Other directed 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Usia 210 .00 3.00 1.2190 .89636
Jenis kelamin 210 .00 1.00 .4095 .49292
Suku 210 .00 3.00 .9429 1.23991
Lama bekerja 210 .00 3.00 1.2619 .75329
Valid N (listwise) 210
Sumber : data output SPSS
127
Pada tabel 4.2 telah disajikan skor nilai dari setiap variabel dalam penelitian
ini. Data pada tabel tersebut merupakan penjelasan mengenai gambaran umum
deskripsi statistik dari variabel-variabel yang diteliti dengan indeks yang dijadikan
acuan dalam perhitungan ini adalah skor mean, standard deviation (SD),
maximum dan minimum dari setiap variabel penelitian.
Setelah sembilan variabel, yaitu OCB, POS, keadilan distributif, keadilan
prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control,
social stage presence dan other directed self-presentation diletakkan pada skala
yang sama, maka mean pada setiap skala = 50 dan SD = 10. Dari tabel 4.2
diketahui bahwa variabel OCB memperoleh nilai min = 27,69 dan max = 71,26.
Untuk variabel POS memperoleh nilai min = 21,79 dan max = 75,51. Dimensi
keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 3,27
dan max = 71,52, dimensi keadilan prosedural dari variabel keadilan organisasi
memperoleh nilai min = 20,93 dan max = 71,70, dimensi keadilan interpersonal
dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 18,03 dan max = 72,15
dan dimensi keadilan informasional dari variabel keadilan organisasi memperoleh
nilai min = 15,52 dan max = 70,03. Sedangkan untuk dimensi expressive self-
control dari variabel self-monitoring memperoleh nilai min = 18,33 dan max =
55,90, dimensi social stage presence dari variabel self-monitoring memperoleh
nilai min = 18,85 dan max = 55,80 dan dimensi other directed self-presentation
dari variabel self-monitoring memperoleh nilai min = 18,85 dan max = 55,80.
Kesembilan variabel berada dalam nilai mean dan standard deviation yang sama,
yaitu mean = 50,0000 dan SD = 10,00000.
128
Tetapi untuk empat variabel dari variabel demografi, yaitu usia, jenis
kelamin, suku dan lama bekerja berada dalam nilai mean dan standard deviation
yang berbeda-beda, yaitu usia dengan nilai min = 0,00, max = 3,00, mean =
1,2190 dan SD = 0,89636, jenis kelamin dengan nilai min = 0,00, max = 1,00,
mean = 0,4095 dan SD = 0,49292, suku dengan nilai min = 0,00, max = 3,00,
mean = 0,9429 dan SD = 1,23991 dan lama bekerja dengan nilai min = 0,00, max
= 3,00, mean = 1,2619 dan SD = 0,75329.
4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu kedalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Sebelum mengkategorisasikan skor variabel berdasarkan
tingkatan tinggi, sedang dan rendah, penulis terlebih dahulu menetapkan norma
dari skor skala variabel dengan menggunakan mean dan SD pada tabel 4.2. Untuk
norma kategorisasi skor variabel yang digunakan akan dijelaskan dalam tabel 4.3
berikut :
Tabel 4.3
Norma kategorisasi skor variabel penelitian
Kategori Norma
Rendah
Sedang
Tinggi
X < M – 1SD
M – SD ≤ X ≤ M + 1 SD
X > M + 1SD
Keterangan : X = Skor total masing-masing variabel
M = Mean
SD = Standard deviation
129
Setelah menetapkan norma dari sembilan variabel penelitian, maka berikut
ini berdasarkan norma yang ada pada tabel 4.3, penulis menguraikan kategorisasi
dari setiap variabel dalam penelitian ini pada tabel 4.4 berikut :
Tabel 4.4
Kategorisasi skor variabel penelitian
Variabel Frekuensi
Total Persentase (%)
Total Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
OCB 40 126 44 210 19 60 21 100
POS 33 154 23 210 15,7 73,3 11 100
Keadilan Distributif 24 159 27 210 11,4 75,7 12,9 100
Keadilan Prosedural 41 136 33 210 19,5 64,8 15,7 100
Keadilan Interpersonal 20 163 27 210 9,5 77,6 12,9 100
Keadilan Informasional 16 168 26 210 7,6 80 12,4 100
Expressive 59 151 0 210 28,1 71,9 0 100
Social Stage 58 152 0 210 27,6 72,4 0 100
Other Directed 58 152 0 210 27,6 72,4 0 100
Sumber : data output SPSS
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, variabel dalam penelitian ini mayoritas berada
dalam skor sedang. Variabel dengan skor terendah paling banyak adalah variabel
expressive self-control. Sedangkan variabel yang memiliki skor tertinggi paling
banyak adalah variabel OCB.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
4.4.1 Analisis regresi ganda
Pada tahap ini, dilakukan uji hipotesis terhadap DV dan juga IV. Teknik analisis
yang digunakan dalam uji hipotesis ini adalah analisis regresi berganda yang
perhitungannya dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0. Seperti
130
yang telah dijelaskan pada bab tiga, ada tiga hal yang harus diperhatikan pada
hasil uji regresi ini. Pertama, besar skor R-square untuk melihat berapa persen (%)
varian DV yang dijelaskan oleh IV. Kedua, apakah IV berpengaruh signifikan
terhadap DV. Ketiga, melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing-masing IV.
Langkah pertama penulis melihat besaran R-square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV.
Tabel 4.5
Summary uji regresi independent variable terhadap dependent variable
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .412a .170 .119 9.38565 .170 3.355 12 197 .000
a. Predictors : (Constant), Lama bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku, Jenis
Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia
b. Dependent Variable : OCB
Pada tabel uji regresi menunjukkan skor R-square = 0,170, artinya proporsi
varians dari OCB yang dijelaskan oleh semua IV (POS, keadilan distributif,
keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive
self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis
kelamin, suku dan lama bekerja) dalam penelitian ini sebesar 17% sedangkan
sisanya sebesar 83% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini.
Langkah kedua, penulis menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap DV.
Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :
131
Tabel 4.6
Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable
(DV)
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 3546.179 12 295.515 3.355 .000a
Residual 17353.821 197 88.090
Total 20900.000 209
a. Predictors : (Constant), Lama bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku, Jenis
Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia
b. Dependent Variable : OCB
Secara keseluruhan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai sig = 0,000 (P
< 0,05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang
signifikan antara IV terhadap DV (OCB) ditolak. Artinya, ada pengaruh yang
signifikan secara bersama-sama dari variabel POS, keadilan distributif, keadilan
prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control,
social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku
dan lama bekerja terhadap OCB.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari setiap IV untuk
mengukur signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, cukup
dengan melihat nilai pada kolom signifikan dari setiap variabel. Jika nilai sig <
0,05, maka koefisien regresi adalah signifikan berpengaruh terhadap OCB dan
begitu pula sebaliknya. Adapun tabel koefisien regresi penulis tampilkan pada
tabel 4.7 berikut :
132
Tabel 4.7
Koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 20.730 6.956 2.980 .003
POS .172 .068 .172 2.530 .012
Keadilan distributif .184 .074 .184 2.506 .013
Keadilan prosedural .052 .090 .052 .584 .560
Keadilan interpersonal .184 .081 .184 2.283 .023
Keadilan informasional -.083 .083 -.083 -1.002 .318
Expressive -.049 .066 -.049 -.740 .460
Social stage .088 .105 .088 .837 .404
Other directed .045 .103 .045 .438 .662
Usia .864 1.216 .077 .710 .478
Jenis kelamin 1.546 1.370 .076 1.128 .261
Suku -.261 .532 -.032 -.491 .624
Lama bekerja -1.474 1.456 -.111 -1.013 .312
a. Dependent Variable : OCB
Dengan demikian berdasarkan nilai koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat
dijelaskan mengenai persamaan regresi pada OCB, sebagai berikut :
OCB = 20,730 + 0,172*POS + 0,184*keadilan distributif + 0,052*keadilan
prosedural + 0,184*keadilan interpersonal – 0,083*keadilan
informasional – 0,049*expressive self-control + 0,088*social stage
presence + 0,045*other directed self-presentation + 0,864*usia +
1,546*jenis kelamin – 0,261*suku – 1,474*lama bekerja + e
Pada persamaan regresi di atas, dapat dilihat IV mana saja yang
memberikan pengaruh paling besar terhadap DV. Untuk melihat perbandingan
133
besar kecilnya pengaruh IV terhadap DV dapat dilihat melalui dua cara, yaitu
dengan melihat nilai pada kolom signifikannya dan juga melihat nilai pada kolom
standard coefficient (beta).
Dari data tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa IV yang memiliki
pengaruh paling besar adalah variabel keadilan interpersonal dengan besar
pengaruh terbesar, yaitu 0,184. Kemudian ada variabel keadilan distributif dengan
besar pengaruh sebesar 0,184 dan ada variabel POS dengan besar pengaruh
sebesar 0,172. Dari data tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa ada sembilan
variabel, yaitu keadilan prosedural, keadilan informasional, expressive self-
control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, suku, jenis
kelamin dan lama bekerja tidak signifikan berpengaruh terhadap OCB.
Penjelasan mengenai nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-
masing IV sebagai berikut :
1. Variabel POS
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel POS sebesar 0,172 atau
17,2% dan sig = 0,012 (P < 0,05), bahwa variabel POS secara positif
signifikan mempengaruhi OCB. Artinya, semakin tinggi POS atau
dukungan organisasi yang dirasakan pegawai maka semakin tinggi OCB
pegawai tersebut.
134
2. Variabel keadilan distributif
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan distributif sebesar
0,184 atau 18,4% dan sig = 0,013 (P < 0,05), bahwa variabel keadilan
distributif secara positif signifikan mempengaruhi OCB. Artinya, semakin
tinggi keadilan distributif yang dirasakan pegawai maka semakin tinggi
OCB pegawai tersebut.
3. Variabel keadilan prosedural
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan prosedural sebesar
0,052 atau 5,2% dan sig = 0,560 (P > 0,05), artinya bahwa variabel
keadilan prosedural secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB.
4. Variabel keadilan interpersonal
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan interpersonal sebesar
0,184 atau 18,4% dan sig = 0,023 (P < 0,05), bahwa variabel keadilan
interpersonal secara positif signifikan mempengaruhi OCB. Artinya,
semakin tinggi keadilan interpersonal yang dirasakan pegawai maka
semakin tinggi OCB pegawai tersebut.
5. Variabel keadilan informasional
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan informasional
sebesar 0,083 atau 8,3% dan sig = 0,318 (P > 0,05), artinya bahwa variabel
keadilan informasional secara negatif tidak signifikan mempengaruhi
OCB.
135
6. Variabel expressive self-control
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel expressive self-control
sebesar 0,049 atau 4,9% dan sig = 0,460 (P > 0,05), artinya bahwa variabel
expressive self-control secara negatif tidak signifikan mempengaruhi
OCB.
7. Variabel social stage presence
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel social stage presence sebesar
0,088 atau 8,8% dan sig = 0,404 (P > 0,05), artinya bahwa variabel social
stage presence secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB.
8. Variabel other directed self-presentation
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel other directed self-
presentation sebesar 0,045 atau 4,5% dan sig = 0,662 (P > 0,05), artinya
bahwa variabel other directed self-presentation secara positif tidak
signifikan mempengaruhi OCB.
9. Variabel usia
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel usia sebesar 0,864 atau 86,4%
dan sig = 0,478 (P > 0,05), artinya bahwa variabel usia secara positif tidak
signifikan mempengaruhi OCB.
136
10. Variabel jenis kelamin
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel jenis kelamin sebesar 1,546
dan sig = 0,261 (P > 0,05), artinya bahwa variabel jenis kelamin secara
positif tidak signifikan mempengaruhi OCB.
11. Variabel suku
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel suku sebesar 0,261 atau
26,1% dan sig = 0,624 (P > 0,05), artinya bahwa variabel suku secara
negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB.
12. Variabel lama bekerja
Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel lama bekerja sebesar 1,474
dan sig = 0,312 (P > 0,05), artinya bahwa variabel lama bekerja secara
negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB.
Dapat disimpulkan dari data tabel tersebut bahwa dari 12 hipotesis minor
yang ada dalam penelitian ini, hanya tiga hipotesis minor yang memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap DV, sedangkan sisanya memiliki pengaruh yang tidak
signifikan terhadap DV.
4.4.2 Pengujian proporsi sumbangan masing-masing IV terhadap DV
Selanjutnya, dilihat tambahan proporsi besaran sumbangan yang diberikan IV
terhadap DV, apakah signifikan atau tidak signifikan. Untuk mengetahui lebih
jelas mengenai proporsi varians untuk masing-masing IV terhadap DV, yaitu
OCB dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :
137
Tabel 4.8
Proporsi varians masing-masing independent variable (IV)
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .241a .058 .053 9.72897 .058 12.807 1 208 .000
2 .333b .111 .103 9.47352 .053 12.369 1 207 .001
3 .348c .121 .109 9.44183 .010 2.392 1 206 .124
4 .372d .139 .122 9.37158 .018 4.100 1 205 .044
5 .375e .141 .120 9.38158 .002 .563 1 204 .454
6 .378f .143 .117 9.39472 .002 .430 1 203 .513
7 .396g .157 .128 9.33875 .014 3.440 1 202 .065
8 .398h .158 .125 9.35672 .001 .225 1 201 .636
9 .398i .158 .120 9.37937 .000 .031 1 200 .861
10 .405j .164 .122 9.36808 .006 1.482 1 199 .225
11 .407k .165 .119 9.38626 .001 .230 1 198 .632
12 .412l .170 .119 9.38565 .005 1.026 1 197 .312
a. Predictors: (Constant), POS
b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif
c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural
d. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal
e. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional
f. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive
g. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage
h. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed
i. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia
j. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin
k. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku
l. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan
Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku, Lama Bekerja
m. Dependent variable : OCB
Dari data tabel 4.8, dapat dijelaskan bahwa dari 12 IV terdapat tiga variabel
yang memberikan sumbangan terbesar dan signifikan. Berikut akan dijelaskan
138
mengenai hasil proporsi varians dari setiap variabel penelitian berdasarkan tabel
4.8 :
1. Variabel POS
Variabel POS memberikan sumbangan sebesar, yaitu 0,058 atau 5,8%
terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 12,807 serta df = 208.
Besar sumbangan tersebut signifikan.
2. Variabel keadilan distributif
Variabel keadilan distributif memberikan sumbangan sebesar, yaitu 0,053
atau 5,3% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 12,369 serta
df = 207. Besar sumbangan tersebut signifikan.
3. Variabel keadilan prosedural
Variabel keadilan prosedural memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,010
atau 1% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 2,392 serta df =
206. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
4. Variabel keadilan interpersonal
Variabel keadilan interpersonal memberikan sumbangan terbesar, yaitu
0,018 atau 1,8% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 4,100
serta df = 205. Besar sumbangan tersebut signifikan.
139
5. Variabel keadilan informasional
Variabel keadilan informasional memberikan sumbangan sebesar, yaitu
0,002 atau 0,2% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,563
serta df = 204. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
6. Variabel expressive self-control
Variabel expressive self-control memberikan sumbangan terbesar, yaitu
0,002 atau 0,2% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,430
serta df = 203. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
7. Variabel social stage presence
Variabel social stage presence memberikan sumbangan terbesar, yaitu
0,014 atau 1,4% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 3,440
serta df = 202. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
8. Variabel other directed self-presentation
Variabel other directed self-presentation memberikan sumbangan terbesar,
yaitu 0,001 atau 0,1% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar
0,225 serta df = 201. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
9. Variabel usia
Variabel usia memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,000 atau 0%
terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,031 serta df = 200.
Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
140
10. Variabel jenis kelamin
Variabel POS memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,006 atau 0,6%
terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 1,482 serta df = 199.
Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
11. Variabel suku
Variabel suku memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,001 atau 0,1%
terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,230 serta df = 198.
Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
12. Variabel lama bekerja
Variabel lama bekerja memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,005 atau
0,5% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 1,026 serta df =
197. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
141
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan tiga sub-bab, yaitu kesimpulan dari hasil penelitian,
diskusi tentang penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis penelitian yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah “ada
pengaruh yang signifikan dari variabel POS, keadilan distributif, keadilan
prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control,
social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku
dan lama bekerja terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai
Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang, Jakarta Timur”. Dengan demikian,
hipotesis nihil (Ho) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini ditolak.
Berdasarkan 12 hipotesis minor yang ada dalam penelitian ini, hanya ada
tiga hipotesis nihil (Ho) yang ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan
variabel POS terhadap OCB, ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan
distributif dari variabel keadilan organisasi terhadap OCB dan ada pengaruh yang
signifikan dimensi keadilan interpersonal dari variabel keadilan organisasi
terhadap OCB.
142
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dikemukakan pada bab empat, bahwa
dari variabel POS, dimensi keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan
prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional), dimensi self-
monitoring (expressive self-control, social stage presence, other directed self-
presentation), usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior
(OCB), yakni dengan sumbangan sebesar 17%. Artinya, bahwa variabel POS,
keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan
informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-
presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja dapat diprediksi memiliki
pengaruh terhadap perilaku OCB sebesar 17% dan sisanya sebesar 83%
dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.
Namun dari keseluruhan variabel POS, keadilan organisasi dan self-
monitoring yang coba diujikan untuk melihat kontribusi dari masing-masing
variabel POS, dimensi keadilan organisasi dan dimensi self-monitoring
didapatkan hasil bahwa hanya variabel POS, variabel keadilan distributif dari
variabel keadilan organisasi dan keadilan interpersonal dari variabel keadilan
organisasi yang memiliki pengaruh cukup besar dan signifikan terhadap OCB.
Adapun hasil yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel POS berpengaruh signifikan terhadap OCB dengan nilai koefisien
sebesar 17,2%, artinya bahwa variabel POS memiliki pengaruh yang cukup besar
143
dan signifikan terhadap OCB. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Tennant (2012), yang menyatakan bahwa variabel POS
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Namun, adapula hasil
penelitian yang tidak mendukung hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Novliandi (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
yang signifikan dari variabel POS terhadap OCB.
Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa dukungan organisasi
sepenuhnya dapat meningkatkan perilaku OCB secara positif signifikan. Jadi,
semakin tinggi dukungan organisasi yang diterima oleh pegawai, maka akan
semakin meningkat pula OCB para pegawai tersebut.
Keuntungan yang dapat diperoleh instansi apabila pegawai mempersepsikan
dukungan dari organisasi yang didapatkannya baik, maka lebih besar
kemungkinan seorang karyawan akan lebih betah bekerja, absennya lebih sedikit,
jarang mengeluh, menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang lebih cepat,
menghasilkan pekerjaan dengan kualitas tinggi serta mencari cara untuk
meningkatkan efektifitas kerjanya. Manfaat-manfaat demikianlah yang dapat
diperoleh pihak instansi jika mampu memberikan dukungan organisasi kepada
pegawainya. Sehingga dapat menimbulkan lingkungan kerja yang kondusif dan
produktif bagi instansi serta meningkatnya OCB pada pegawai BKN Cawang,
Jakarta Timur.
Adapun variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap OCB adalah
variabel keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi. Hasil penelitian
144
yang dilakukan oleh Wijaya (2014) menyatakan bahwa organizational justice
(keadilan organisasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Wijaya
(2014) juga menyatakan bahwa keadilan distributif memiliki pengaruh cukup
besar terhadap OCB. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2014)
sesuai dengan hasil penelitian ini.
Adapula hasil penelitian dari Lee, Kim dan Kim (2013) dan Niehoff dan
Moorman (1993) yang menyatakan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap OCB, artinya hasil dari penelitian Lee, Kim dan Kim
(2013) dan Niehoff dan Moorman (1993) tidak mendukung hasil penelitian ini.
Karena hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel keadilan distributif
dan keadilan interpersonal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB.
Hasil dari penelitian ini juga tidak sepenuhnya mendukung hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Cunha (2006) yang menyebutkan bahwa
keadilan prosedural memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap OCB. Karena
dalam penelitian ini dihasilkan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh
positif tidak signifikan terhadap OCB. Artinya, hasil penelitian ini berbalik arah
dengan hasil penelitian Rego dan Cunha (2006).
Dalam hasil penelitiannya, Rego dan Cunha (2006) juga menyatakan bahwa
keadilan interpersonal merupakan prediktor OCB yang lebih baik daripada
keadilan informasional. Untuk hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian dari
Rego dan Cunha (2006) tersebut. Karena hasil dari penelitian ini menunjukkan
hasil yang signifikan untuk keadilan interpersonal, namun tidak pada keadilan
145
informasional. Dapat disimpulkan bahwa keadilan interpersonal merupakan
prediktor OCB yang lebih baik ketimbang keadilan informasional. Untuk hasil
penelitian Rego dan Cunha (2006) di bagian inilah yang mendukung hasil
penelitian ini.
Adapula hasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa dimensi dari
keadilan organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
perilaku OCB tetapi hanya pada dimensi keadilan distributif dan keadilan
interpersonal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Namun hasil dari
penelitian ini tidak sepenuhnya mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Jafari dan Bidarian (2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif
signifikan dari dimensi keadilan organisasi (yaitu keadilan distributif, keadilan
prosedural dan keadilan interaksional) terhadap OCB.
Dalam penelitian ini, hasil yang didapat hanya ada dua variabel dari dimensi
keadilan organisasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB, yaitu
keadilan distributif dan keadilan interpersonal. Dalam penelitian ini, baik keadilan
distributif maupun keadilan interpersonal dijelaskan memiliki pengaruh yang
signifikan positif terhadap OCB. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan dalam
bentuk keyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil
pekerjaan dengan jumlah yang adil dan keadilan dalam bentuk cara bersikap
atasan terhadap bawahannya dapat meningkatkan OCB secara signifikan dan
secara positif dapat berpengaruh terhadap OCB.
146
Hal ini tentunya dapat menjadi suatu referensi bahwa keadilan organisasi
yang ada di instansi hendaknya dapat lebih ditingkatkan agar OCB para pegawai
juga dapat terus meningkat. Keadilan organisasi yang sesuai bagi para pegawai
yang bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta Timur adalah
keadilan distributif dan keadilan interpersonal. Karena keadilan distributif dan
keadilan interpersonal ini diteliti lebih berpengaruh terhadap munculnya perilaku
OCB dibandingkan dengan keadilan prosedural dan keadilan informasional.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, menurut Greenberg (2005) yang
menyatakan bahwa bentuk keadilan organisasi berfokus pada keyakinan karyawan
bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah
yang adil (seperti gaji, pengakuan dsb). Ada juga menurut Rego dan Cunha (2006)
yang menyatakan bahwa keadilan interpersonal yang mengacu pada sejauh mana
atasan memperlakukan karyawan dengan rasa hormat dan bermartabat. Hal ini
sangat berlaku positif terhadap pegawai BKN Cawang, Jakarta Timur. Jika pihak
instansi ingin melakukan intervensi dalam meningkatkan perilaku OCB, sehingga
perilaku tersebut dapat lebih diperhatikan untuk lebih diutamakan dalam proses
intervensi peningkatan perilaku OCB karena pengaruhnya yang positif dengan
kriteria signifikan.
Selanjutnya, variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB
adalah variabel jenis kelamin yang menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh yang
signifikan terhadap OCB. Hal ini ditunjukkan dengan sumbangan sebesar 2,4%,
artinya bahwa variabel jenis kelamin tersebut secara positif mempengaruhi OCB.
Dari hal ini dapat dijelaskan bahwa jika pihak instansi ingin melakukan
147
peningkatan perilaku OCB pada para pegawai di instansinya, maka pihak instansi
perlu memperhatikan tingkat jenis kelamin dalam instansi. jenis kelamin dari
variabel demografi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohen (2006), perempuan
secara positif memberi pengaruh terhadap OCB. Sedangkan laki-laki memberi
pengaruh negatif terhadap perilaku OCB. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini
yang menyatakan memang ada perbedaan tingkat OCB antara perempuan dengan
laki-laki tetapi untuk tingkat signifikan baik perempuan maupun laki-laki
memberi pengaruh yang signifikan terhadap OCB.
Hal ini menjelaskan bahwa baik instansi, perusahaan maupun organisasi
tidak harusnya menjustifikasi tanpa alasan kuat jika pegawai atau karyawan laki-
laki memiliki tingkat OCB rendah sehingga tidak akan bisa membantu instansi
atau perusahaannya mencapai tujuan dan tidak semata-mata menjustifikasi
pegawai atau karyawan perempuan memiliki tingkat OCB tinggi sehingga bisa
membantu instansi atau perusahaannya mencapai tujuan.
Hasil lain yang terdapat dalam penelitian ini adalah dimensi dari self-
monitoring tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap perilaku OCB. Hal
ini mendukung hasil penelitian Lawal dan Babalola (2007) yang menyatakan
bahwa self-monitoring memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap OCB.
Begitupun hasil penelitian dari Triningsih (2003) yang juga mendukung hasil dari
penelitian ini.
148
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti (2012) menyatakan
bahwa self-monitoring memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku OCB.
Hasil dari penelitian Rangkuti (2012) bertentangan dengan hasil penelitian ini.
Karena dalam penelitian ini dihasilkan bahwa self-monitoring tidak memiliki
pengaruh yang positif maupun negatif secara signifikan terhadap perilaku OCB.
Namun perlu diketahui bahwa tingkat self-monitoring seseorang umumnya
tergantung dari suasana hati (mood), bisa saja saat moodnya sedang tidak baik
seseorang akan cenderung menampilkan self-monitoring rendah dan ketika
moodnya baik seseorang akan cenderung menampilkan self-monitoring tinggi.
Oleh karena itu, self-monitoring ini bukanlah satu-satunya faktor yang dapat
mempengaruhi OCB seseorang.
Adapun perbedaan hasil penelitian yang terdapat dalam penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Adapun diantara faktor-faktor tersebut adalah keterbatasan
dalam hal sampel penelitian dan juga teknik dalam pengambilan sampel, jumlah
sampel yang berbeda antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu,
kurang tepatnya sasaran subjek dalam penelitian ini dan waktu dimana
pengambilan data dilakukan.
Namun faktor yang cukup dominan dalam perbedaan hasil antara penelitian
terdahulu dengan penelitian ini terdapat pada jumlah sampel penelitian yang
digunakan, subjek yang dijadikan sampel penelitian dan status sampel baik
sebagai karyawan swasta maupun pegawai negeri. Karena banyaknya jumlah
149
sampel dan beragamnya data (jawaban dari pengisian instrumen penelitian) yang
didapat dari sampel tentunya dapat mempengaruhi hasil penelitian walaupun hal
tersebut tidaklah selalu signifikan. Sehingga hasil yang terdapat dalam penelitian
ini tidaklah menjustifikasi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dan hasil yang terdapat dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi
masukan yang berharga dari sudut pandang yang berbeda.
Adapun nilai lebih yang terdapat dalam penelitian ini adalah terdapat pada
bervariasinya variabel yang diujikan terhadap perilaku OCB. Dalam penelitian ini,
terdapat 12 IV yang coba penulis lihat pengaruh dan nilai kontribusinya dari
masing-masing IV terhadap perilaku OCB. Penelitian ini tentunya memiliki
pengaruh cukup besar bagi perkembangan instansi di masa yang akan datang. Jika
atasan memberikan dukungan organisasi dan keadilan organisasi serta dapat
mendorong pegawai untuk memunculkan self-monitoring, maka akan meningkat
pula perilaku OCB pada pegawai. Artinya, semakin tinggi dukungan organisasi,
keadilan organisasi serta self-monitoring pada pegawai, maka OCB pada pegawai
pun akan semakin tinggi.
Hal ini tentunya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smith,
Bateman dan Organ (dalam Jahangir, Akbar & Haq, 2004) melakukan penelitian
yang meyelidiki tentang penyebab-penyebab terjadinya OCB. Dimana dukungan
organisasi, keadilan organisasi serta atribut kepribadian, yaitu self-monitoring
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan perilaku
OCB pada pegawai BKN Cawang, Jakarta Timur.
150
5.3 Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan diskusi di atas, maka untuk perkembangan
skripsi selanjutnya penulis perlu memberikan saran sebagai pertimbangan dan
penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa yang
akan meneliti variabel yang sama menggunakan topik atau pendekatan yang sama
dengan penelitian ini. Saran tersebut berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran teoritis
Bagi peneliti yang tertarik dan berminat pada persoalan yang sama disarankan
untuk :
1) Menambah variabel lain di luar variabel yang telah diteliti agar lebih luas
dalam gambaran penelitiannya, seperti kontrak psikologis, karakteristik
tugas maupun trait kepribadian. Sehingga pada penelitian yang akan datang
tidak terus menerus meneliti variabel yang sudah umum diteliti oleh peneliti
sebelumnya.
2) Mengembangkan secara baik dan teliti setiap item yang digunakan dalam
instrumen penelitian, terlebih lagi jika item tersebut merupakan
pengadaptasian dari penelitian yang berasal dari luar negeri dan telitilah
dalam menerjemahkan. Konstruk pernyataan sebaiknya menggunakan gaya
bahasa yang lebih lugas sehingga mudah dipahami oleh responden dan tidak
menimbulkan salah persepsi dalam mengartikan maksud dari pernyataan
dalam alat ukur.
151
3) Memperbanyak jumlah sampel agar dapat menghasilkan hasil penghitungan
statistik yang baik dalam uji validitas. Selain itu, baiknya sampel penelitian
dapat difokuskan pada biro atau bidang tertentu saja. Sehingga tidak terlihat
begitu meluas.
4) Memperhatikan ketepatan subjek yang akan dijadikan sasaran dalam sampel
penelitian. Agar dapat menghasilkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan sampel karyawan
perusahaan swasta. Karena berdasarkan hasil penelitian, variabel OCB ini
lebih cocok jika diteliti pada karyawan perusahaan swasta.
5) Melakukan studi pendahuluan sebelum menentukan populasi dan sampel.
Agar sampel yang nantinya digunakan dalam penelitian sesuai dengan teori
yang digunakan dalam penelitian sehingga tidak menimbulkan bias dan
ketidaktepatan dengan teori.
5.3.2 Saran praktis
1) Berdasarkan hasil penelitian ini, POS, keadilan distributif dan keadilan
interpersonal menjadi prediktor kuat bagi OCB seorang pegawai. Maka
saran praktis yang dapat dilakukan pimpinan instansi untuk meningkatkan
dukungan organisasi, keadilan distributif dan keadilan interpersonal
pegawai antara lain dengan memberikan dukungan kepada pegawai serta
menjalin hubungan baik dengan pegawai, bersikap lebih terbuka, fleksibel
dan pendengar yang baik dalam konteks masalah instansi sehingga pegawai
merasa bahwa mereka telah didukung, dibantu dan diperlakukan adil oleh
152
organisasi sehingga pegawai akan mampu memunculkan perilaku OCB di
instansinya guna meningkatkan produktivitas dan efektivitas instansinya.
2) Kepada pihak instansi, jika ingin melakukan intervensi terhadap
peningkatan perilaku OCB pada pegawai, maka perlu diperhatikan dan lebih
diutamakan adalah pada aspek dukungan organisasi, keadilan distributif dan
keadilan interpersonal. Ketiga variabel tersebut memiliki kontribusi yang
signifikan sehingga bila lebih diperhatikan maka hasilnya pun akan
signifikan. Artinya, jika dukungan organisasi, keadilan distributif dan
keadilan interpersonal dalam instansi ditingkatkan maka OCB pegawai pun
akan meningkat secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, D. (2013). Pengaruh tipe kepribadian, komitmen organisasi dan faktor
demografi terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan.
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ardianto, A. (2009). Perceived organizational support sebagai pemediasi
pengaruh keadilan prosedural penghargaan dan dukungan supervisor
terhadap komitmen afektif. Skripsi. Surakarta: Psikologi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Ariani, D.W. (2008). Perilaku kewarganegaraan organisasional. Diakses tanggal
15 Juli 2009 dari http://www.ugm.ac.id/index.php?.
Arwan, A. (2012). Pengaruh keadilan organisasional dan persepsi kepemimpinan
transformasional terhadap organizational citizenship behavior (OCB).
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Asgari, A., Silong, A.D., Ahmad, A., & Sama, B.A. (2008). The relationship
between transformasional leadership behavior, leader-member exchange
and OCB, European Journal of Scientific Research, 6, 140-150.
Asgari, M.H., Nojabaee, S.S. & Arjmand, F. (2011). The relationship between the
organizational justice and organizational citizenship behavior of the
employee. Middle-East Journal of Scientific Research, 10, 141-148.
Blakely, G.L., Andrews, M.C. & Fuller, J. (2003). Are chameleons good citizens?
A longitudinal study of the relationship between self-monitoring and
organizational citizenship behavior. Journal of Business and Psychology,
18 (2), 131-144. DOI: 10.1023/A:1027388729390.
Bolino, C.M., Turnley, H.W. & Bloodgood, M.J. (2002). Citizenship behavior and
the creation of social capital in organization. The Academy of Management
Review, 27 (4), 505-522.
Borman, W.C. & Motowidlo, S.J. (1997), Task performance and contextual
performance: The meaning for personnel selection research. Human
Performance, 10, 99–109. DOI: 10.1207/s15327043hup1002_3
Bukhari, Z.U., Ali, U., Shahzad, K. & Bashir, S. (2009). Determinants of
organizational citizenship behavior in Pakistan. International Review of
Business Research Papers, 5 (2), 132–150.
Cardona, P., Lawrence, B., & Bentler, P. (2004). The influence of social and work
exchange relationships on organizational citizenship behavior. Group and
Organizational Management, 29 (2), 219-247. DOI:
10.1177/1059601103257401.
Cohen, A. (2006). The relationship between multiple commitments and
organizational citizenship behavior in arab and jewish culture. Journal of
Vocational Behavior, 69, 105–118. DOI: 10.1016/j.jvb.2005.12.004.
Colquitt, J.A. (2001). On the dimensionality of organizational justice: A contruct
validations of a measure. Journal of Applied Psychology, 86, 386-400.
DOI: 10.1037//0021-9010.86.3.386.
Colquitt, J.A., Colon, D.E., Wesson, M.J., Porter, C.O.L.H., & Ng, Y.K. (2001).
Justice at the millennium; A meta-analityc review of 25 years of
organizational justice research. Journal of Applied Psychology, 86, 425-
445. DOI: 10.1037//0021-9010.86.3.425.
Cropanzano, R., Bowen, D.E., & Gilliland, S.W. (2007). The management of
organizational justice. Academy of Management Perspective. 34-48. DOI:
10.1037/0021-9010.88.1.160. Davier, M.V. & Rost, J. (1997). Self-monitoring-A class variable. Applications of
latent trait and latent class models in the social sciences, 296-305.
Davoudi, M.M.S. (2012). A comprehensive study of organizational citizenship
behavior (OCB): Introducing the term, clarifying its consequences and
identifying its antecedents. Journal of Economics and Management, 2 (1),
73-85. ISSN 2278‐0629.
Ehrhart, M. G., & Naumann, S. E. (2004). Organizational citizenship behavior in
work groups: A group norms approach. Journal of Applied Psychology,
89, 960–974. DOI: 10.1037/0021-9010.89.6.960. Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S. & Sowa, D. (1986). Perceived
organizational support. Journal of Applied Psychology, 71 (3), 500-507.
DOI: 0021-9010/86/$00.75.
Gangestad, S. & Snyder, M. (1985). To carve nature at its joints: On the existence
of discrete classes in personality. Psychological Review, 92 (3), 317-349.
DOI: 0033-295X/85/$00.75.
Greenberg, J. (1987). A taxonomy of organizational justice teories. The Academy
of Management Review, 12 (1), 9-22.
Greenberg, J. & Baron. R. (2003). Behavior in organizations. (7th
ed). New
Jersey: Prentice Hall.
Greenberg, J. (2005). Managing behavior in organizations, (4th
ed). Pearson
Educations, Inc.
Greenhaus, J.H. & Callanan A.G. (2006). Encyclopedia of career development.
California: SAGE Publications, Inc.
Hardi, L.O.W.K. (2009). Organizational citizenship behavior pada pengurus partai
politik ditinjau dari komitmen organisasi. Skripsi. Semarang: Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Hendrayanti, E. (2006). Hubungan antara self-monitoring dengan prokrastinasi
pada karyawan di PT. PLN (Persero) region Jateng DIY Ungaran. Skripsi.
Semarang: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro Semarang.
Hendry. (2011). Perbedaan individu: Kepribadian I. Diakses tanggal 20 Oktober
2014 dari http://teorionline.wordpress.com/2011/02/25/perbedaan-
individu-kepribadian-1/.
Hutchison, S. (1997). A path model of perceived organizational support. Journal
of Social Behavior and Personality, 12 (1), 159-174.
Iriani, F. (2003). Perbedaan komitmen berpacaran antara dewasa muda yang
memiliki self-monitoring tinggi dan self-monitoring rendah. Jurnal
Psikologi, 1 (1), 38-42.
Jacqueline, A.M. & Coyle, S. (2002). A psychological contract perspective on
organizational citizenship behavior. Journal of Organizational Behavior.
23, 927-946. DOI: 10.1002/job.173.
Jafari, P., & Bidarian, S. (2012). The relationship between organizational justice
and organizational citizenship behavior. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 47, 1815-1820. DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.06.905.
Jahangir, N., Akbar, M.M. & Haq, M. (2004). Organizational citizenship
behavior: Its nature and antecedents. BRAC University Journal, 1 (2), 75-
85.
Jayanti, P. (2009). Perbedaan organizational citizenship behavior antara pegawai
dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Skripsi. Medan: Psikologi
Universitas Sumatera Utara Medan.
Kamil, E.P. (2012). Pengaruh perceived organizational support (POS) dan
komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB).
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2007). Organizational behavior (7th
ed). New York:
McGraw-Hill.
Krishnan, V.R. & Arora, P. (2008). Determinant of transformational leadership
and organizational citizenship behavior. Asia Pasific Business Review, 4
(1), 34-43. ISSN: 0973-2470.
Kwantes, C.T., Karamb, C.M., Kuo, B.C.H & Towson, S. (2008). Culture’s
influence on the perception of OCB as in-role or extra-role. International
Journal of Intercultural Relations, 32, 229–243. DOI:
10.1016/j.ijintrel.2008.01.007.
Lee, U.H., Kim, H.K. & Kim, Y.H. (2013). Determinants of organizational
citizenship behavior. Global Business and Management Research: An
International Journal, 5 (1), 54-65.
Lennox, R.D. & Wolfe, R.N. (1984). Revision of the self-monitoring scale.
Journal of Personality and Social Psychology, 46 (6), 1349-1364. DOI:
10.1037/0022-3514.46.6.1349.
Leon, M.C.D. & Finkelstein, M.A. (2011). Individualism/collectivism and
organizational citizenship behavior. Psicothema, 23 (3), 401-406. ISSN
0214 – 9915.
LePine, J.A., Erez, A. & Johnson, D.E. (2002). The nature and dimensionality of
organizational citizenship behavior: a critical review and meta-analysis.
Journal of Applied Psychology, 87 (1), 52-65. DOI: 10.1037//0021-
9010.87.1.52.
Lo, M.C., & Ramayah, T. (2009). Dimensionality of organizational citizenship
behavior (OCB) in a multicultural society: The case of Malaysia. Journal
of International Bussiness Research, 2 (1). 48-55.
Malik, M.E. & Naeem, B. (2011). Impact of perceived of organizational justice on
organizational commitment of faculty: Empirical evidence from Pakistan.
Interisciplinary Journal of Research Business, 1, 92-98.
Moningka, C. & Widyarinil, N. (2005). Pengaruh hubungan interpersonal, self-
monitoring dan minat terhadap performansi kerja pada karyawan bagian
penjualan. Jurnal Psikologi, 146-158.
Moorman, R.H. (1991). The relationship between organizational justice and
organizational citizenship behaviors: Do fairness perceptions influence
employee citizenship?. Journal of Applied Psychology, 76, 845-855. DOI:
10.1037/0021-9010.76.6.845.
Moorman, R.H., Niehoff, B.P. & Organ, D.W. (1993). Treating employees fairly
and organizational citizenship behaviors: Sorting the effects of job
satisfaction, organizational commitment, and procedural justice. Employee
Responsibilities and Rights Journal, 6, 209-225. DOI:
10.1007/BF01419445.
Nadhirin, A.L. (2010). Gaya pemantauan diri. Diakses tanggal 20 Oktober 2014
dari http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/gaya-presentasi-diri-self-
monitoring.html.
Niehoff, B.P. & Moorman, R.H. (1993). Justice as a mediator of the relationship
between methods of monitoring and organizational citizenship behavior.
Academy of Management Jounal, 36 (3), 327-556. DOI: 10.2307/256591.
Novliadi, F. (2006). Organizational citizenship behavior karyawan ditinjau dari
persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan dan persepsi terhadap
dukungan organisasional. Psikologia, 2, 39-46.
Organ, D.W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier
syndrome. Lexington, MA: Lexington Books.
Organ D.W. & Ryan, K. (1995). A meta-analytic review of attitudinal and
dispositional predictors of organizational citizenship behavior. Personnel
Psychology, 48, 775-800. DOI: 10.1111/j.1744-6570.1995.tb01781.x.
Organ, D.W., Podsakoff, & P.M., MacKenzie, S.B. (2006). Organizational
citizenship behavior; its nature, antecedent and consequences. California:
SAGE Publications, Inc.
Perdana, A.M.P. (2011). Pengaruh persepsi gaya kepemimpinan dan kepuasan
kerja terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan
PT. Bumi serpong damai. Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B., & Bachrach, D.G., (2000).
Organizational citizenship behavior: A critical review of theoretical and
empirical literature and suggestions for future research. Journal of
Management, 26 (3), 513-563. DOI: 10.1177/014920630002600307.
Prastiwi, H.E. (2013). Pengaruh leader member exchange dan kepemimpinan
spiritual terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Skripsi.
Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Prihatsanti, U. & Dewi, K.S. (2010). Hubungan antara iklim organisasi dan
organizational citizenship behavior (OCB) pada guru SDN di kecamatan
Mojolaban Sukoharjo. Jurnal Psikologi, 7 (1), 11-17.
Purba, D.E. & Seniati, A.N.L. (2004). Pengaruh kepribadian dan komitmen
organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Jurnal Social
Humaniora, 8 (3), 105-111.
Randall, M.L., Cropanzano, R., Bormann, C.A. & Birjulin, A. (1999).
Organizational politics and organizational support as predictors of work
attitudes, job performance and organizational citizenship behavior. Journal
of Organizational Behavior, 20, 159-174. DOI: 10.1002/(SICI)1099-
1379(199903).
Rangkuti, M. (2012). Dampak self-monitoring terhadap organizational citizenship
behavior (OCB). Skripsi. Medan: Program Studi Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
Rego, A. & Cunha M.P.A. (2006) Organizational justice and citizenship behavior;
a study in feminine, high power distance culture. Working Papers in
Management. Universidade de Aviero.
Rhoades, L., Eisenberger, R. & Armeli, S. (2001). Affective commitment to the
organization: The contribution of perceived organizational support.
Journal of Applied Psychology, 86, 825-836. DOI: 10.1037//0021-
9010.86.5.825.
Rhoades, L. & Eisenberger, R. (2002). Perceived organizational support: A review
of the literature. Journal of Applied Psychology, 87 (4), 698-714. DOI:
10.1037//0021-9010.87.4.698.
Robbbins, S.P. (2001). Organizational behavior (10nd
ed). Canada: Prentice-Hall.
Rusdiana, D. (2012). Pengaruh pengawasan melekat terhadap kinerja staf
administrasi di pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan
tenaga kependidikan ilmu pengetahuan alam. Skripsi. Bandung:
Manajemen Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Sevilla, C.G. (1993). Pengantar metode penelitian (terj: Alimuddin Tuwu).
Jakarta : UI-Press.
Shore, L.M. & Wayne, S.J. (1993). Commitment and employee behavior:
comparison of affective commitment and continuance commitment with
perceived organizational support. Journal of Applied psychology, 78 (5),
774-780. DOI:10.1037/0021-9010.78.5.774.
Smith, C.A., Organ, D.W. & Near, J.P. (1983). Organizational citizenship
behavior: Its nature and antecedents. Journal of Applied Psychology, 68
(4), 653-663. DOI: 10.1037/0021-9010.68.4.653.
Snyder, M. (1974). Self-monitoring of expressive behavior. Journal of Personal
Social Psychology, 30, 526-537. DOI: 10.1037/h0037039.
Snyder, M., & Gangestad, S.W. (1986). On the nature of self-monitoring: Matters
of assessment matters of validity. Journal of Personality and Social
Psychology, 51 (1), 125-139. DOI: 0022-3514y86/$00.75.
Snyder, M., & Gangestad, S.W. (2000). Self-monitoring : Appraisal and
reappraisal. Psychological Bulletin. 126 (4), 530-555. DOI:
10.1037//0033-2909.126.4.530.
Stamper, C.L. & Dyne, L.V. (2001). Work status and organizational citizenship
behavior: A field study of restaurant employee. Journal of Organizational
Behavior, 22, 517-536. DOI: 10.1002/job.100.
Sufya, D.H. (2012). Pengaruh tipe kepribadian dan komitmen organisasi terhadap
organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan semen padang.
Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Susanto, T. (2014). Wujudkan karakter pegawai negeri sipil (PNS) yang baik.
Diakses tanggal 10 Januari 2015 dari
http://www.paudni.kemdikbud.go.id/berita/159.html.
Syaikhu, N. (2008). Menakar kembali kinerja pegawai. Diakses tanggal 08
Januari 2015 dari http://www.uinjkt.ac.id/index.php/section-blog/28-
artikel/331-menakar-kembali-kinerja-pegawai.html.
Tennant, B. (2012). Impact of organizational support, altruism & service climate
on organizational citizenship behavior in service industry. American
Journal of Behavioural Science and Psychology, 2 (4), 1-8. ISSN 2568-
5465.
Triyanto, A. & Santosa, C.E. (2009). Organizational citizenship behavior (OCB)
dan pengaruhnya terhadap keinginan keluar dan kepuasan kerja karyawan.
Jurnal Manajemen, 7 (4), 1-13.
Umar, J. (2010). Bahan ajar statistik I dan II. Jakarta : Fakultas psikologi UIN
Syarif Hidayatullah.
Vigoda, E. & Golembiewski, R.T. (2001). Citizenship behavior and the spirit of
new managerialism. A theoretical framework and challenge for
governance. American Review of Public Administration. 31 (3), 273-295.
DOI: 10.1177/02750740122064956.
Wijaya, I. (2014). Analisis pengaruh organizational justice terhadap
organizational citizenship behavior dengan perceived organizational
support sebagai mediator di kantor kecamatan Neglasari kota Tangerang.
Jurnal Managemen, 1-10.
WikiPNS. (2014). Apa pengertian PNS?. Diakses tanggal 10 Januari 2015 dari
http://wikipns.com/apa-pengertian-pns/.
INSTRUMEN PENELITIAN
Assalamualaikum,wr.wb.
Bapak/Ibu/Saudara/I yang terhormat,
Dalam rangka penyusunan skripsi untuk menyelesaikan studi jenjang Strata 1 (S1), saya Khirzah
Nurmala, mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat ini sedang mengadakan
penelitian tentang “Organizational Citizenship Behavior (OCB)”.
Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan, maka saya mohon bantuan dan kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/I untuk menjawab pernyataan dalam instrumen ini dengan sejujur-jujurnya. Hal ini
dikarenakan tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban
adalah benar selama itu sesuai dengan diri Bapak/Ibu/Saudara/I.. Saya menjamin bahwa data yang didapat
dari instrumen ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk menjadi responden dalam penelitian ini, saya
ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Khirzah Nurmala
Lembar Persetujuan
Sebelum Bapak/Ibu/Saudara/I menjawab pernyataan dalam instrumen penelitian ini, diharapkan untuk
mengisi terlebih dahulu lembar persetujuan di bawah ini selengkap-lengkapnya dengan cara memberi tanda
silang ( X ) pada tabel yang sesuai dengan diri Bapak/Ibu/Saudara/I.
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia : 20-27 Thn 28-35 Thn 36-43 Thn > 44 Thn
Suku : Jawa Sumatera Kalimantan Lainnya, sebutkan ! _________
Tingkat Pendidikan : SMA/SLTA S1 S2 Lainnya, sebutkan! _________
Jabatan : ________________________________________
Biro / Bidang : Biro ___________________ Bidang _________________
Lama Bekerja : 1 Thn 2-12 Thn 13-22 Thn > 23 Thn
Status Karyawan : PNS Non-PNS
Petunjuk Pengisian
Untuk menjawab pernyataan pada instrumen di bagian A, B dan C ini Bapak/Ibu/Saudara/I diminta untuk
memilih salah satu jawaban dari keempat alternatif jawaban yang paling sesuai dengan cara memberikan
tanda silang ( X ) pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia di bagian kanan dari setiap
pernyataan.
Keterangan jawaban sebagai berikut :
SS : Apabila Anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
S : Apabila Anda Setuju dengan pernyataan tersebut
TS : Apabila Anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut
STS : Apabila Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.
--------------- Selamat Mengerjakan ---------------
Lampiran 2
BAGIAN A
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya membantu pekerjaan karyawan lain yang memiliki beban kerja berat.
2. Saya selalu siap membantu tugas karyawan lain di perusahaan tempat saya
bekerja.
3. Saya membantu pekerjaan karyawan lain yang tidak hadir.
4. Saya dengan sukarela membantu karyawan lain yang memiliki kesulitan
dalam pekerjaan.
5. Saya membantu mengarahkan karyawan baru meskipun tidak diperlukan.
6. Saya percaya bahwa melakukan pekerjaan dengan jujur akan mendapatkan
gaji yang semestinya.
7. Kehadiran saya di tempat kerja melebihi jam kerja pada umumnya.
8. Saya tidak mengambil jam istirahat tambahan.
9. Saya mematuhi peraturan yang ada di perusahaan meskipun tidak ada yang
mengawasi.
10. Saya merupakan salah satu karyawan yang paling teliti.
11. Saya selalu membutuhkan pembuktian yang terperinci atas apa yang terjadi di
perusahaan.
12. Saya menghabiskan banyak waktu dengan mengeluhkan hal-hal yang tidak
penting.
13. Saya cenderung membesar-besarkan masalah.
14. Saya selalu melihat kesalahan orang lain, daripada sisi positifnya.
15. Saya selalu menemukan kesalahan yang dilakukan perusahaan.
16. Saya mencoba untuk menghindari terciptanya masalah dengan rekan kerja.
17. Saya mempertimbangkan dampak dari pekerjaan saya terhadap rekan kerja.
18. Saya tidak pernah menyalahgunakan hak-hak orang lain.
19. Saya mengambil langkah untuk berusaha mencegah konflik dengan karyawan
lain.
20. Saya sadar bagaimana perilaku saya mempengaruhi pekerjaan orang lain.
21. Saya tetap mengikuti perubahan dalam organisasi.
22. Saya menghadiri pertemuan yang tidak diwajibkan, tetapi dianggap penting.
23. Saya menghadiri kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan untuk
meningkatkan pencitraan perusahaan.
24. Saya memantau berbagai perkembangan informasi di perusahaan.
BAGIAN B
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Perusahaan menghargai kontribusi yang saya berikan untuk kesejahteraan
organisasi.
2. Jika perusahaan dapat menyewa orang untuk menggantikan saya dengan gaji
yang lebih rendah maka itulah yang akan dilakukan oleh perusahaan.
3. Perusahaan gagal untuk menghargai apa pun usaha ekstra saya.
4. Perusahaan benar-benar mempertimbangkan tujuan dan nilai-nilai saya.
5. Perusahaan memaklumi ketidakhadiran saya karena saya sakit.
6. Perusahaan akan mengabaikan apapun keluhan saya.
7. Perusahaan mengabaikan kepentingan terbaik saya ketika membuat
keputusan yang dapat mempengaruhi saya.
8. Perusahaan menyediakan bantuan ketika saya mengalami kesulitan atau
masalah.
9. Perusahaan benar-benar peduli pada kesejahteraan saya.
10. Perusahaan bersedia memberikan keleluasaan kepada saya agar saya dapat
mengeluarkan kemampuan terbaik saya.
11. Perusahaan tidak memaklumi ketidakhadiran saya karena masalah pribadi.
12. Jika perusahaan menemukan cara yang lebih efisien untuk dapat
menyelesaikan tugas saya mereka akan menggantikan saya.
13. Perusahaan akan memaafkan kesalahan yang saya akui dengan jujur selama
saya bekerja.
14. Penurunan prestasi kerja yang saya lakukan membuat perusahaan ingin
menggantikan posisi saya dengan orang lain.
15. Perusahaan merasa hanya ada sedikit yang bisa diperoleh dari
mempekerjakan saya selama sisa karir saya.
16. Perusahaan hanya menyediakan sedikit kesempatan bagi saya untuk menjadi
lebih maju.
17. Bahkan jika saya melakukan pekerjaan sebaik mungkin, perusahaan tidak
akan melihat usaha saya.
18. Perusahaan mengabulkan permintaan yang masuk akal bagi perubahan
kondisi kerja saya.
19. Jika saya diberhentikan, perusahaan lebih suka merekrut orang baru daripada
mempekerjakan saya kembali.
20. Perusahaan bersedia untuk membantu saya ketika saya membutuhkan
bantuan khusus.
21. Perusahaan memperhatikan kepuasan kerja saya secara keseluruhan.
22. Jika diberi kesempatan, perusahaan akan mengambil keuntungan dari saya.
23. Perusahaan memberikan perhatian yang sangat sedikit kepada saya.
24. Jika saya memutuskan untuk berhenti, perusahaan akan mencoba membujuk
saya untuk tetap bertahan.
25. Perusahaan peduli tentang pendapat saya.
26. Perusahaan merasa bahwa mempekerjakan saya adalah suatu kesalahan besar.
27. Perusahaan bangga terhadap prestasi saya di tempat kerja.
28. Perusahaan lebih peduli untuk mencari keuntungan dibandingkan saya.
29. Perusahaan memaklumi jika saya tidak bisa untuk menyelesaikan pekerjaan
saya tepat waktu.
30. Perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, maka perusahaan
akan mempertimbangkan untuk menaikan gaji saya.
31. Perusahaan merasa bahwa setiap orang dapat melakukan pekerjaan sama
seperti yang saya lakukan.
32. Perusahaan tidak peduli terhadap gaji yang merupakan hak saya.
33. Perusahaan ingin memberikan kepada saya pekerjaan yang sebaik mungkin
sesuai kualifikasi saya.
34. Jika posisi saya ditiadakan, perusahaan akan lebih memilih untuk
memberhentikan saya daripada memindahkan saya ke posisi lain.
35. Perusahaan berusaha menjadikan pekerjaan saya semenarik mungkin.
36. Atasan saya merasa bangga karena saya menjadi bagian dari perusahaan ini.
BAGIAN C
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Secara umum, imbalan yang saya terima adalah adil.
2. Saya merasa diberi gaji secara adil.
3. Dengan mempertimbangkan gaji yang dibayarkan dalam perusahaan ini, saya
merasa bahwa gaji yang saya terima adalah adil.
4. Dengan mempertimbangkan pengalaman saya, saya merasa bahwa saya
cukup dihargai oleh perusahaan.
5. Dengan mempertimbangkan usaha saya, saya merasa bahwa saya cukup
dihargai oleh perusahaan.
6. Perusahaan saya memiliki mekanisme yang memungkinkan karyawannya
untuk mengajukan perbandingan terhadap keputusan yang akan
mempengaruhi mereka.
7. Pertanyaan karyawan tentang imbal jasa dan evaluasi kinerja biasanya
dijawab dengan segera oleh perusahaan.
8. Melalui beberapa cara, perusahaan saya berusaha memahami pendapat
karyawan mengenai pengambilan keputusan dan kebijakan yang berkaitan
dengan imbal jasa.
9. Karyawan dapat mengajukan perbandingan terhadap keputusan yang dibuat
oleh atasan.
10. Atasan saya menunjukkan perhatian yang tulus dengan bersikap adil kepada
saya.
11. Atasan saya benar-benar tulus dan terbuka terhadap saya.
12. Atasan saya menunjukkan kepedulian terhadap hak-hak saya.
13. Atasan saya memperlakukan saya dengan rasa hormat dan penuh
pertimbangan.
14. Atasan saya memberikan umpan balik terhadap pekerjaan saya, sehingga saya
dapat memperbaiki pekerjaan saya.
15. Atasan saya memberikan penjelasan yang masuk akal ketika membuat suatu
keputusan mengenai pekerjaan saya.
16. Atasan saya berdiskusi dengan saya mengenai tujuan dan perencanaan yang
berhubungan dengan kinerja saya.
17. Atasan saya menjelaskan dengan jelas seluruh keputusan yang berkaitan
dengan pekerjaan saya.
18. Pertanyaan yang diajukan oleh karyawan mengenai imbal jasa dan evaluasi
kinerja biasanya dijawab dengan memuaskan oleh perusahaan.
BAGIAN D
Pernyataan pada instrumen di bagian D, Anda dapat memberikan tanda silang ( X ) pada alternatif
jawaban yang sesuai dengan diri Anda. Keterangan jawaban sebagai berikut :
B : Benar (Apabila Anda merasa diri Anda Sesuai dengan pernyataan tersebut)
S : Salah (Apabila Anda merasa diri Anda Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut)
Tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban adalah benar selama itu
sesuai dengan diri Anda. Anda diharapkan untuk mengisi semua pernyataan dalam kuisioner ini dan
silahkan untuk mengecek kembali jawaban yang Anda berikan.
--------------- Selamat Mengerjakan ---------------
No. Pernyataan Jawaban
1. Saya merasa sulit untuk meniru perilaku orang lain. B S
2. Perilaku saya biasanya sesuai dengan ekspresi dari perasaan, sikap dan
keyakinan saya.
B S
3. Pada pesta dan pertemuan sosial, saya tidak berusaha untuk melakukan atau mengatakan
hal-hal yang dapat membuat orang lain senang.
B S
4. Saya hanya bisa memperdebatkan ide yang dapat saya percayai. B S
5. Saya dapat melakukan pidato dadakan meskipun saya hampir tidak memiliki informasi
terkait topik tersebut.
B S
6. Saya kira saya dapat menyiapkan pertunjukkan untuk menghibur dan membuat orang lain
terkesan.
B S
7. Ketika saya merasa bimbang tentang bagaimana bertindak dalam situasi sosial,
saya melihat perilaku orang lain sebagai isyarat.
B S
8. Saya mungkin bisa menjadi seorang aktor yang baik. B S
9. Saya jarang membutuhkan saran dari teman saya untuk memilih film, buku atau
musik.
B S
10. Sesekali saya melihat orang lain untuk mendalami emosi lebih dalam lagi. B S
11. Saya bisa tertawa lepas ketika saya menonton acara komedi bersama teman- B S
teman saya daripada ketika saya menonton sendirian.
12.. Dalam suatu kelompok, saya jarang menjadi pusat perhatian. B S
13. Dalam situasi yang berbeda dan dengan orang yang berbeda, saya sering bertingkah laku
seperti orang yang sangat berbeda.
B S
14. Saya tidak memiliki kemampuan yang baik untuk membuat orang lain menyukai saya. B S
15. Sekalipun jika saya tidak menikmati hidup saya, saya sering memanfaatkan
waktu dengan baik.
B S
16. Saya tidak selalu menjadi diri sendiri. B S
17. Saya tidak akan mengubah pendapat saya (atau cara saya melakukan sesuatu) untuk
membuat orang lain terkesan.
B S
18. Saya telah mempertimbangkan untuk menjadi seorang entertainer. B S
19. Saya mampu menjadi orang yang berbeda ketika dibutuhkan. B S
20. Saya tidak pernah berhasil dalam suatu permainan seperti improvisasi dalam berakting. B S
21. Saya mengalami kesulitan mengubah perilaku saya sesuai dengan orang yang berbeda dan
situasi yang berbeda.
B S
22. Pada sebuah acara, saya membiarkan orang lain untuk bercerita dan melucu. B S
23. Saya merasa kaku ditempat saya bekerja dan tidak secara nyata mengoptimalkan apa yang
saya lakukan.
B S
24. Saya dapat mengatakan sebuah kebohongan dengan ekspresi wajah datar dan tetap menatap
orang tersebut (jika kebohongan yang saya katakan untuk kebaikan).
B S
25. Saya bisa bersikap ramah pada orang lain meskipun orang itu tidak saya sukai. B S
Gambar path pengujian CFA dimensi altruism
Tabel muatan faktor item dimensi altruism
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,65 0,09 7,46 √
2. 0,60 0,08 7,68 √
3. 0,59 0,08 7,57 √
4. 0,24 0,08 3,04 √
5. 0,49 0,09 5,43 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi altruism
Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 √ 1 Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 adalah urutan sebenarnya. Tanda √ menunjukkan
korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 3
Gambar path pengujian CFA dimensi conscientiousness
Tabel muatan faktor item dimensi conscientiousness
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,43 0,09 4,89 √
2. 0,46 0,09 5,16 √
3. 0,41 0,09 4,68 √
4. 0,28 0,09 3,24 √
5. 0,67 0,10 6,89 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi conscientiousness
Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1 Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 6, 7, 8, 9 dan 10. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 4
Gambar path pengujian CFA dimensi sportsmanship
Tabel muatan faktor item dimensi sportsmanship
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,15 0,08 1,75 X
2. 0,42 0,08 5,05 √
3. 0,61 0,09 6,57 √
4. 0,72 0,10 7,20 √
5. 0,20 0,08 2,34 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi sportsmanship
Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1 Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 11, 12, 13, 14 dan 15. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 5
Gambar path pengujian CFA dimensi courtesy
Tabel muatan faktor item dimensi courtesy
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,34 0,10 3,40 √
2. -0,03 0,08 -0,41 X
3. 0,43 0,11 3,76 √
4. 0,79 0,18 4,37 √
5. -0,05 0,08 -0,62 X
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi courtesy
Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1 Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 16, 17, 18, 19 dan 20. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 6
Gambar path pengujian CFA dimensi civic virtue
Tabel muatan faktor item dimensi civic virtue
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,57 0,08 7,04 √
2. 0,69 0,08 8,24 √
3. 0,56 0,08 6,87 √
4. 0,43 0,08 5,23 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi civic virtue
Item 1 2 3 4
1 1
2 1
3 1
4 1 Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 21, 22, 23 dan 24. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 7
Gambar path pengujian CFA OCB dengan model second order
Lampiran 8
Tabel muatan faktor organizational citizenship behavior (OCB)
No. Dimensi Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
1. Altruism 0,41 0,06 6,33 √
2. Conscientiousness 0,99 0,05 19,90 √
3. Sportsmanship -0,13 0,04 -2,93 X
4. Courtesy -0,08 0,05 -1,74 X
5. Civic Virtue 0,42 0,07 6,30 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran organizational citizenship behavior
(OCB)
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1
2 √ 1
3 1
4 √ √ 1
5 √ 1
6 √ √ √ 1
7 √ √ 1
8 √ √ √ 1
9 √ √ √ 1
10 √ √ √ √ 1
11 1
12 √ √ √ √ √ √ 1
13 √ √ √ 1
14 √ √ √ 1
15 √ √ √ √ √ √ √ 1
16 √ √ √ √ √ √ √ √ 1
17 √ √ √ √ √ 1
18 √ √ √ √ √ √ √ √ 1
19 √ √ √ √ √ √ 1
20 √ √ √ 1
21 √ √ √ √ √ √ √ 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 21 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23 dan 24. Tanda √ menunjukkan
korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 9
Gambar path pengujian CFA perceived organizational support (POS)
Lampiran 10
Tabel muatan faktor item perceived organizational support (POS)
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1 0,36 0,11 3,42 √
2 0,69 0,10 6,86 √
3 0,59 0,10 5,83 √
4 0,04 0,11 0,38 X
5 0,13 0,11 1,17 X
6 0,52 0,10 4,99 √
7 0,64 0,10 6,35 √
8 0,36 0,11 3,37 √
9 0,33 0,10 3,20 √
10 0,18 0,11 1,73 X
11 0,55 0,10 5,30 √
12 0,73 0,10 7,32 √
13 0,12 0,11 1,15 X
14 0,62 0,10 6,10 √
15 0,80 0,10 8,17 √
16 0,78 0,10 7,89 √
17 0,68 0,10 6,72 √
18 0,22 0,11 2,08 √
19 0,65 0,10 6,46 √
20 0,36 0,11 3,45 √
21 0,53 0,10 5,09 √
22 -0,06 0,11 -0,59 X
23 0,55 0,10 5,35 √
24 0,26 0,11 2,45 √
25 0,47 0,10 4,48 √
26 0,53 0,10 5,09 √
27 0,42 0,10 3,99 √
28 0,55 0,10 5,40 √
29 0,01 0,11 0,09 X
30 0,22 0,11 2,02 √
31 0,40 0,10 3,77 √
32 0,67 0,10 6,65 √
33 0,36 0,11 3,37 √
34 0,56 0,10 5,67 √
35 0,29 0,11 2,74 √
36 0,30 0,11 2,82 √ Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Lampiran 11
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran perceived organizational support (POS)
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
6 1
7 1
8 1
9 √ 1
10 √ 1
11 1
12 1
13 1
14 1
15 1
16 1
17 1
18 1
19 1
20 1
21 √ 1
22 1
23 √ 1
24 √ 1
25 1
26 1
27 1
28 1
29 1
30 √ 1
31 1
32 √ 1
33 1
34 1
35 √ √ 1
36 1
Keterangan: Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
La
mp
iran
12
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan distributif
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan distributif
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,90 0,06 16,07 √
2. 1,00 0,05 19,17 √
3. 0,87 0,06 15,52 √
4. 0,69 0,06 11,17 √
5. 0,66 0,06 10,59 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan distributif
Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 √ 1
4 √ 1
5 √ 1
Keterangan : Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 adalah urutan item yang benar. Tanda √
menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 13
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan prosedural
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan prosedural
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,83 0,07 11,82 √
2. 0,83 0,07 11,76 √
3. 0,57 0,07 8,13 √
4. 0,55 0,07 7,83 √
5. 0,58 0,07 7,74 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan prosedural
Item 1 2 3 4 5
1 1
2 1
3 √ 1
4 √ 1
5 √ √ 1 Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 6, 7, 8, 9 dan 18. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 14
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan interpersonal
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan interpersonal
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,49 0,07 7,25 √
2. 0,65 0,07 9,44 √
3. 0,84 0,06 13,58 √
4. 1,06 0,06 18,27 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan interpersonal
Item 1 2 3 4
1 1
2 √ 1
3 1
4 √ 1 Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 14, 15, 16 dan 17. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 15
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan informasional
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan informasional
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,73 0,06 11,92 √
2. 0,80 0,06 13,16 √
3. 1,09 0,05 20,53 √
4. 0,58 0,06 9,01 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan informasional
Item 1 2 3 4
1 1
2 √ 1
3 1
4 1 Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 10, 11, 12 dan 13 Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 16
Gambar path pengujian CFA dimensi expressive self-control
Tabel muatan faktor item dimensi expressive self-control
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. -0,01 0,05 -0,20 X
2. 0,18 0,06 3,01 √
3. 0,32 0,12 2,59 √
4. 0,44 0,10 -4,22 X
5. -0,42 0,10 -4,04 X
6. 0,46 0,10 4,78 √
7. -0,26 0,10 -2,75 X
8. 0,29 0,07 4,12 √
9. 0,12 0,05 2,33 √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi expressive self-control
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1
2 1
3 1
4 √ 1
5 √ √ 1
6 √ √ 1
7 √ √ √ √ 1
8 √ 1
9 √ √ 1 Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 9 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 1, 3, 4, 5, 8, 10, 11, 18 dan 20. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 17
Gambar path pengujian CFA dimensi social stage presence
Tabel muatan faktor item dimensi social stage presence
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,43 0,11 4,04 √
2. -0,39 0,11 -3,71 X
3. -0,08 0,09 -0,81 X
4. 0,23 0,08 2,88 √
5. 0,27 0,11 2,44 √
6. 0,23 0,08 2,88 √
7. -0,14 0,08 -1,60 X
8. -0,36 0,11 -3,33 X Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi social stage presence
Item 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1
2 1
3 √ 1
4 1
5 √ √ 1
6 √ 1
7 √ √ √ 1
8 √ 1 Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 8 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 12, 14, 15, 16, 19, 22, 23 dan 24. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 18
Gambar path pengujian CFA dimensi other directed self-presentation
Tabel muatan faktor item dimensi other directed self-presentation
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikansi
1. 0,30 0,08 3,55 √
2. -0,23 0,09 -2,64 X
3. 0,22 0,07 3,04 √
4. -0,09 0,09 -1,01 X
5. -0,01 0,08 -0,15 X
6. 0,17 0,08 2,19 √
7. 0,35 0,13 2,70 √
8. 0,40 0,09 4,38 √ Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi other directed self-
presentation
Item 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1
2 √ 1
3 1
4 √ 1
5 √ √ √ 1
6 √ √ 1
7 √ √ √ 1
8 √ √ √ 1 Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 8 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar,
yaitu 2, 6, 7, 9, 13, 17, 21 dan 25. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 19
OUTPUT SPSS
FREKUENSI SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN VARIABEL DEMOGRAFI
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 20-27 40 19.0 19.0 19.0
28-35 110 52.4 52.4 71.4
36-43 34 16.2 16.2 87.6
>44 26 12.4 12.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 124 59.0 59.0 59.0
Perempuan 86 41.0 41.0 100.0
Total 210 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Jawa 119 56.7 56.7 56.7
Sumatera 32 15.2 15.2 71.9
Kalimantan 11 5.2 5.2 77.1
Lainnya (Sulawesi, NTT dan
Maluku)
48 22.9 22.9 100.0
Total 210 100.0 100.0
Lama Bekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 Tahun 15 7.1 7.1 7.1
2-12 Tahun 149 71.0 71.0 78.1
13-22 Tahun 22 10.5 10.5 88.6
>23 Tahun 24 11.4 11.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
Lampiran 20
DESKRIPSI STATISTIK
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
OCB 210 27.69 71.26 50.0000 10.00000
POS 210 21.79 75.51 50.0000 10.00000
Keadilan Distributif 210 3.27 71.52 50.0000 10.00000
Keadilan Prosedural 210 20.93 71.70 50.0000 10.00000
Keadilan Interpersonal 210 18.03 72.15 50.0000 10.00000
Keadilan Informasional 210 15.52 70.03 50.0000 10.00000
Expressive 210 18.33 55.90 50.0000 10.00000
Social Stage 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Other Directed 210 18.85 55.80 50.0000 10.00000
Usia 210 .00 3.00 1.2190 .89636
Jenis Kelamin 210 .00 1.00 .4095 .49292
Suku 210 .00 3.00 .9429 1.23991
Lama Bekerja 210 .00 3.00 1.2619 .75329
Valid N (listwise) 210
KATEGORISASI VARIABEL PENELITIAN
OCB
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 40 19.0 19.0 19.0
SEDANG 126 60.0 60.0 79.0
TINGGI 44 21.0 21.0 100.0
Total 210 100.0 100.0
POS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 33 15.7 15.7 15.7
SEDANG 154 73.3 73.3 89.0
TINGGI 23 11.0 11.0 100.0
Total 210 100.0 100.0
DISTRIBUTIF
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 24 11.4 11.4 11.4
SEDANG 159 75.7 75.7 87.1
TINGGI 27 12.9 12.9 100.0
Total 210 100.0 100.0
PROSEDURAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 41 19.5 19.5 19.5
SEDANG 136 64.8 64.8 84.3
TINGGI 33 15.7 15.7 100.0
Total 210 100.0 100.0
INTERPERSONAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 20 9.5 9.5 9.5
SEDANG 163 77.6 77.6 87.1
TINGGI 27 12.9 12.9 100.0
Total 210 100.0 100.0
INFORMASIONAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 16 7.6 7.6 7.6
SEDANG 168 80.0 80.0 87.6
TINGGI 26 12.4 12.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
EXPRESSIVE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 59 28.1 28.1 28.1
SEDANG 151 71.9 71.9 100.0
Total 210 100.0 100.0
SOCIAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 58 27.6 27.6 27.6
SEDANG 152 72.4 72.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
OTHER
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RENDAH 58 27.6 27.6 27.6
SEDANG 152 72.4 72.4 100.0
Total 210 100.0 100.0
SUMMARY UJI REGRESI BERGANDA
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2 Sig. F Change
1 .412a .170 .119 9.38565 .170 3.355 12 197 .000
a. Predictors: (Constant), Lama Bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku,
Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social
Stage, Usia
b. Dependent Variable: OCB
TABEL ANOVA UJI REGRESI
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3546.179 12 295.515 3.355 .000a
Residual 17353.821 197 88.090
Total 20900.000 209
a. Predictors: (Constant), Lama Bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Suku, Other Directed,
Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social
Stage, Usia
b. Dependent Variable: OCB
KOEFISIEN REGRESI INDEPENDENT VARIABLE TERHADAP DEPENDENT
VARIABLE
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 20.730 6.956 2.980 .003
POS .172 .068 .172 2.530 .012
Keadilan Distributif .184 .074 .184 2.506 .013
Keadilan Prosedural .052 .090 .052 .584 .560
Keadilan Interpersonal .184 .081 .184 2.283 .023
Keadilan Informasional -.083 .083 -.083 -1.002 .318
Expressive -.049 .066 -.049 -.740 .460
Social Stage .088 .105 .088 .837 .404
Other Directed .045 .103 .045 .438 .662
Usia .864 1.216 .077 .710 .478
Jenis Kelamin 1.546 1.370 .076 1.128 .261
Suku -.261 .532 -.032 -.491 .624
Lama Bekerja -1.474 1.456 -.111 -1.013 .312
a. Dependent Variable: OCB
PROPORSI VARIANS MASING-MASING INDEPENDENT VARIABLE
Model Summaryi
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .241a .058 .053 9.72897 .058 12.807 1 208 .000
2 .333b .111 .103 9.47352 .053 12.369 1 207 .001
3 .348c .121 .109 9.44183 .010 2.392 1 206 .124
4 .372d .139 .122 9.37158 .017 4.100 1 205 .044
5 .375e .141 .120 9.38158 .002 .563 1 204 .454
6 .378f .143 .117 9.39472 .002 .430 1 203 .513
7 .396g .157 .128 9.33875 .014 3.440 1 202 .065
8 .398h .158 .125 9.35672 .001 .225 1 201 .636
9 .398i .158 .120 9.37937 .000 .031 1 200 .861
10 .405j .164 .122 9.36808 .006 1.482 1 199 .225
11 .407k .165 .119 9.38626 .001 .230 1 198 .632
12 .412l .170 .119 9.38565 .004 1.026 1 197 .312
a. Predictors: (Constant), POS
b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif
c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural
d. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal
e. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional
f. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive
g. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage
h. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed
i. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia
j. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin
k. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan
Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis
Kelamin, Suku
l. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal,
Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku,
Lama Bekerja
m. Dependent variable : OCB
SUMBANGAN MASING-MASING VARIABEL
Model Summaryd
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .241a .058 .053 9.72897 .058 12.807 1 208 .000
2 .342b .117 .109 9.44159 .059 13.855 1 207 .000
3 .357c .128 .115 9.40741 .011 2.507 1 206 .115
a. Predictors: (Constant), POS
b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan organisasi
c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan organisasi, Self-monitoring
Syntax lisrel analisis faktor konfirmatorik OCB
DATE: 11/6/2014
TIME: 21:41
L I S R E L 8.70
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by
Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-
2004
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file
C:\Users\User\Desktop\Skripsi Irza\Uji Validitas\1.
OCB_SECOND ORDER\OCB 21-ITEM\SYNTAX1.ls8:
Uji validitas CFA OCB
DA NI=21 NO=210 MA=KM
LA
AT1 AT2 AT3 AT4 AT5 CON1 CON2 CON3 CON4 CON5 SPO2 SPO3 SPO4
SPO5 COR1 COR3 COR4 CI1 CI2 CI3 CI4
KM SY FI=OCB.COR
SE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21/
MO NY=21 NE=5 NK=1 TE=SY
LE
ALTRUIS CONSCI SPORT COURTESY CIVIC
LK
OCB
FR TE 1 1 TE 2 2 TE 3 3 TE 4 4 TE 5 5 TE 6 6 TE 7 7 TE 8 8
FR TE 9 9 TE 10 10 TE 11 11 TE 12 12 TE 13 13 TE 14 14
FR TE 15 15 TE 16 16 TE 17 17 TE 18 18 TE 19 19 TE 20 20
FR TE 21 21
FR TE 20 3 TE 5 2 TE 14 2 TE 16 2 TE 7 3 TE 9 4 TE 18 4
FR TE 7 5 FR TE 12 6 TE 18 6 TE 20 6 TE 10 1 TE 18 2 TE 6 5
FR TE 8 5 TE 19 5 FR TE 21 6 TE 10 6 TE 8 7 TE 10 7 TE 14 7
FR TE 10 8 FR TE 12 9 TE 15 10 TE 21 10 TE 15 12 TE 21 16
FR TE 19 18 TE 2 1 FR TE 4 1 FR TE 4 2 TE 17 2 TE 6 3
Lampiran 21
FR TE 17 6 TE 8 3 TE 14 6 TE 15 6 TE 16 6 TE 12 7 TE 21 7
FR TE 20 2 TE 21 8 TE 21 1 TE 9 5 TE 18 1 TE 15 9 TE 17 9
FR TE 19 10 TE 21 15 TE 19 6 TE 19 15 TE 15 2 TE 18 7 TE 7 6
FR TE 19 17 TE 16 7 TE 9 7 TE 15 7 TE 17 1 TE 18 17 TE 16 1
FR TE 16 13 TE 18 16 FR TE 6 4 TE 13 11 TE 16 11 TE 12 5
FR TE 12 4 TE 16 10 TE 15 14 FR TE 13 8 TE 12 8 TE 13 1
FR TE 16 14 TE 18 14
FR LY 2 1 LY 3 1 LY 4 1 LY 5 1
FR LY 7 2 LY 8 2 LY 9 2 LY 10 2
FR LY 12 3 LY 13 3 LY 14 3
FR LY 16 4 LY 17 4
FR LY 19 5 LY 20 5 LY 21 5
VA 1 LY 1 1 LY 6 2 LY 11 3 LY 15 4 LY 18 5
PD
OU TV SS MI AD=OFF IT=1000
Uji validitas CFA OCB
Number of Input Variables 21
Number of Y - Variables 21
Number of X - Variables 0
Number of ETA - Variables 5
Number of KSI - Variables 1
Number of Observations 210