perbedaan teknik pengeringan ... -...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP
KANDUNGAN NUTRIEN Brachiaria humidicola,
GAMAL (Gliricidia sepium) DAN RUMPUT RAJA
(Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides)
SKRIPSI
NURMALA SARI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
i
RINGKASAN
NURMALA SARI. D24070208. 2012. Perbedaan Teknik Pengeringan terhadap
Kandungan Nutrien Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan
Rumput Raja (Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides). Skripsi.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Erika B Laconi, MS.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.
Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam
bentuk daun-daunan, termasuk didalamnya rumput dan leguminosa. Rumput
merupakan hijauan segar sebagai sumber serat utama yang dibutuhkan oleh ternak
ruminansia (Prihatman, 2000). Hingga saat ini penggunaan sumber serat utama yang
digunakan oleh peternak masih bergantung pada rumput yang berada di lapang. Pada
musim penghujan penggunaan rumput lapang dapat mengakibatkan kadar air yang
terkandung dalam rumput tinggi, sehingga diperlukan adanya suatu upaya
penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pakan tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengeringan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi waktu dan teknik pengeringan
yang efektif terhadap kandungan nutrien hijauan pakan Brachiaria humidicola,
Gamal (Gliricidia sepium) dan rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides). Hijauan
pakan yang digunakan adalah Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan
rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) yang berasal dari Laboratorium Lapang
Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan pengeringan
yang dilakukan meliputi P1 (pengeringan matahari selama 7 jam), P2 (pengeringan
matahari selama 14 jam), P3 (pengeringan matahari selama 21 jam), P4
(pengeringan oven 60°C selama 7 jam), P5 (pengeringan oven 60°C selama 14 jam)
dan P6 (pengeringan oven 60°C selama 21 jam). Peubah-peubah yang diamati berupa
bobot kering, kehilangan bahan kering, bahan kering (BK), abu dan bahan organik
(BO) serta protein kasar (PK). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
analisis sidik ragam (ANOVA) dan apabila terjadi perbedaan yang nyata dilanjutkan
dengan uji lanjut Duncan (Steel and Torrie, 1995).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan
memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan kandungan nutrien hijauan pakan yang
dihasilkan. Perbedaan teknik pengeringan memberikan pengaruh terhadap bobot
kering hijauan pakan yang dihasilkan, selain itu perbedaan teknik pengeringan juga
memberikan pengaruh terhadap kehilangan bahan kering, bahan kering (BK), abu
dan bahan organik (BO), namun teknik pengeringan tidak memberikan pengaruh
terhadap protein kasar hijauan pakan yang dihasilkan. Pada perlakuan P3
(pengeringan matahari selama 21 jam) dapat menghasilkan kualitas nutrien yang baik
dengan persentase bahan kering (BK) 88,91%, abu 7,03%, bahan organik (BO)
92,97% dan protein kasar (PK) 24,61%.
Kata-kata kunci: pengeringan matahari, pengeringan oven 60°C, Brachiaria
humidicola, Gamal (Gliricidia sepium), rumput Raja (P.
purpureum x P. thypoides)
ii
ABSTRACT
The Different Drying Techniques on Nutrient Quality of
Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) and
King Grass (Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides)
Sari, N., E. B. Laconi and A. D. Lubis
Forages feed is all feed ingredients derived from plants in the form of
leaves, including the grass and legume. Forage is a fresh grass which is a major
source of fiber that needed by ruminants (Prihatman, 2000), but recently the use of
primary sources of fiber are still used by farmers depend on the grass at the field. In
the rainy season the used of grass field may result water content contained in the tall
grass, so to overcome this required the presence of a process of elimination or
reduction of water content contained in these materials. One simple way is through
the drying process. Forage feed used were Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia
sepium) and King grass (P. purpureum x P. thypoides) derived from Agrostologi
Field Laboratory, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University.
Mechanical drying is done with the sun drying and oven drying 60°C for the
intensity of drying time 7, 14 hours and 21 hours. The observed variables in this
research were the loss weight of forage, loss of dry matter, dry matter, ash and
organic matter content and crude protein. Data were analyzed used ANOVA,
followed by Duncans test. The results showed that the differences in drying
techniques influence the chemical composition of the resulting forages feed. Drying
time of 21 hours of sun intensity (P3) can produce a good quality of nutrients to the
amount of 88.91% dry matter (DM), 7.03% ash, 92.97% organic matter (BO) and
24, 61% crude protein (PK).
Keywords : sun drying, oven heat drying, Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia
sepium), King grass (P. purpureum x P. thypoides)
iii
PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP
KANDUNGAN NUTRIEN Brachiaria humidicola,
GAMAL(Gliricidia sepium) DAN RUMPUT RAJA
(Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides)
NURMALA SARI
D24070208
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
iv
Judul : Perbedaan Teknik Pengeringan terhadap Kandungan Nutrien
Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan Rumput Raja
(Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides)
Nama : Nurmala Sari
NIM : D24070208
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Erika B Laconi, MS.) (Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.)
NIP. 19610916 198703 2 002 NIP. 19670103 199303 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr)
NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 15 Maret 2012 Tanggal Lulus:
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1989 di Wonosobo, Jawa Tengah.
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Musholeh
dan Ibu Endi Khoiriah. Pendidikan yang pernah ditempuh diawali dari Taman
Kanak-Kanak (TK) Pertiwi Darma Wanita Wonosobo tahun 1994-1995 dilanjutkan
ke pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 5 Wonosobo pada tahun 1995-
2001 dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Wonosobo pada
tahun 2001-2004 kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)
Muhammadiyah 1 Wonosobo pada tahun 2004-2007. Tahun 2007 penulis terdaftar
sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa
Daerah Ikatan Mahasiswa Wonosobo (IKAMANOS). Penulis menyusun skripsi
dengan judul Perbedaan Teknik Pengeringan terhadap Kandungan Nutrien
Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan Rumput Raja
(Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides) sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini dilakukan dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Erika B. Laconi,
MS. dan Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil’alamin
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan studi, penelitian,
seminar dan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Skripsi dengan judul Perbedaan Teknik Pengeringan terhadap Kandungan
Nutrien Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan Rumput Raja
(Pennisetum purpureum x Pennisetum thypoides) disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia peternakan
serta menjadi catatan amal saleh. Amin.
Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang akan membalasnya.
Bogor, Maret 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN................................................................................................. i
ABSTRACT…………………………………………………………………
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………...
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xi
PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1
Latar Belakang………………………………………………………... 1
Tujuan…………………………………………………………………. 2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….. 3
Karakteristik Brachiaria humidicola ………………………………… 3
Karakteristik Gamal (Gliricidia sepium)……………………………... 4
Karakteristik Rumput Raja (P. purpureum x P thypoides)…………... 5
Rumput sebagai Hijauan Makanan Ternak…………………………... 7
Teknik Pengeringan…………………………………………………... 7
Pengeringan Matahari (Sun Drying)…………………………………. 7
Pengeringan Oven (Oven Drying)…………………………………….
Hasil Penelitian tentang Pengeringan ………………………………...
8
9
MATERI DAN METODE………………………………………………….. 10
Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………... 10
Materi………………………………………………………………… 10
Prosedur………………………………………………………………. 10
Tahap Persiapan……………………………………………….. 10
Pengeringan dengan Menggunakan Panas Matahari…………... 10
Pengeringan dengan Menggunakan Oven 60°C……………….. 11
Analisis Kadar Air……………………………………………... 11
Analisis Kadar Abu…………………………………………….
Analisis Bahan Organik ………………………………………..
12
12
Analisis Kadar Protein…………………………………………. 12
Rancangan Percobaan………………………………………………… 13
Peubah yang Diamati………………………………………………..... 14
Analisis Data……………………………………………………......... 14
Skema Penelitian……………………………………………………... 15
viii
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….. 16
Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan.…………………… 16
Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan…...……….
Kehilangan Bahan Kering ……………………………………………
Kandungan Nutrien ……………… ………………………………….
17
19
20
Bahan Kering……………………………………………………. 20
Kadar Abu…..…………………………………………………... 23
Bahan Organik ………………………………………………….. 25
Protein Kasar …….……………………………………………... 27
KESIMPULAN DAN SARAN…….……………………………………….. 29
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 31
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 34
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kandungan Nutrien Brachiaria humidicola………...……………. 4
2. Kandungan Nutrien Gamal (Gliricidia sepium)…………..……...... 5
3. Kandungan Nutrien Rumput Raja (P.purpureum x P. thypoides)... 6
4. Rataan Suhu Pengeringan Matahari pada Saat Penelitian ……….. 16
5. Kondisi Lingkungan Wilayah Bogor ………………….…………. 17
6. Rataan Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan
(g/500 g)..........................................................................................
17
7. Persentase Kehilangan Bahan Kering Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan (%)…………………….……………………..
19
8. Persentase Bahan Kering (BK) Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan (100% BK) ….............................................................
21
9. Persentase Abu Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan
(100% BK) ………………...……………………………………...
23
10. Persentase Bahan Organik (BO) Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan (100% BK) ……………… ……..…………………..
25
11. Persentase Protein Kasar (PK) Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan (100% BK) ……………….…………………………
27
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bentuk Brachiaria humidicola ………………………….............. 3
2. Bentuk Gamal (Gliricidia sepium) ………………………………. 4
3. Bentuk Rumput Raja (P. purpureum x P.thypoides)……………... 6
4. Bentuk Hasil Pengeringan Hijauan dengan Menggunakan Sinar
Matahari …………………………………………………………..
8
5. Pengeringan Menggunakan Oven………………………………… 8
6. Cara Pengeringan Matahari………………………………………. 11
7. Cara Pengeringan Oven 60°C…………………………………….. 11
8. Skema Penelitian …………………………………………………. 15
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sidik Ragam (Anova) Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan ………………………………………………………… 35
2. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan* Hijauan
Pakan terhadap Bobot Kering setelah Proses Pengeringan............... 35
3. Sidik Ragam (Anova) Kehilangan Bahan Kering Hijauan Pakan
setelah Proses Pengeringan ..……………….…..…………………. 36
4. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan* Hijauan
Pakan terhadap Kehilangan Bahan Kering setelah Proses
Pengeringan ……………………………………………………….. 36
5. Sidik Ragam (Anova) Bahan Kering (BK) Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan ……....………………………………………... 37
6. Uji Lanjut Duncan Bahan Kering (BK) Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan ……..…………………………………………. 37
7. Sidik Ragam (Anova) Abu Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan ……....……………………………………………….. 38
8. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan* Hijauan
Pakan terhadap Abu setelah Proses Pengeringan …………………. 38
9. Sidik Ragam (Anova) Bahan Organik (BO) Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan ……....………………………………………... 39
10. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan* Hijauan
Pakan terhadap Bahan Organik (BO) setelah Proses Pengeringan… 39
11. Sidik Ragam (Anova) Protein Kasar (PK) Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan ……....………………………………………... 41
12. Uji Lanjut Duncan Protein Kasar (PK) Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan ……..…………………………………………. 41
13. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan... 42
14. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Kehilangan Bahan Kering setelah Proses Pengeringan........ 42
15. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Bahan Kering (BK) setelah Proses Pengeringan…………... 43
16. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Abu setelah Proses Pengeringan ………….…...….......…… 43
17. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Bahan Organik (BO) setelah Proses Pengeringan …………. 44
xii
18. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Protein Kasar (PK) setelah Proses Pengeringan …………… 44
19. Dokumentasi Penelitian ………………………………………..…….. 45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam
bentuk daun-daunan, termasuk didalamnya adalah rumput dan leguminosa. Rumput
merupakan hijauan segar yang merupakan sumber serat utama yang dibutuhkan oleh
ternak ruminansia sebagai sumber energi (Prihatman, 2000). Beberapa contoh
diantaranya adalah rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) dan Brachiaria
humidicola. Kedua rumput ini mampu berproduksi tinggi, sedangkan Leguminosa
digunakan sebagai hijauan makanan ternak karena mengandung nutrisi yang tinggi.
Salah satu diantaranya adalah Gamal (Gliricidia sepium). Hingga saat ini
penggunaan sumber serat utama yang digunakan oleh peternak masih bergantung
pada rumput yang berada di lapang. Pada musim penghujan penggunaan rumput
lapang dapat mengakibatkan jumlah kadar air yang terkandung dalam rumput tinggi.
Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan akan
mempengaruhi kondisi fisik suatu bahan pakan, contohnya akan terjadinya
pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung
dalam bahan pakan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu upaya
penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pakan tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengeringan.
Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan. Di Indonesia
teknik pengeringan yang paling banyak digunakan adalah pengeringan alami yaitu
pengeringan menggunakan sinar matahari langsung. Pengeringan sinar matahari
langsung merupakan teknik pengeringan yang murah dan mudah untuk dilakukan
tetapi sering terkendala karena hujan. Musim penghujan dapat mempengaruhi
kandungan nutrien hijauan pakan yang dihasilkan, misalnya jumlah kadar air yang
tinggi, oleh sebab itu diperlukanlah beberapa teknik pengeringan buatan. Salah satu
diantaranya adalah pengeringan oven.
Pengeringan menggunakan oven merupakan pengeringan buatan yang
memiliki kombinasi panas dengan tingkat kelembaban dan sirkulasi udara yang
cukup. Pengeringan ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah dapat
mempertahankan suhu dan dapat melindungi bahan pangan dari serangan debu
ataupun serangga.
2
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
waktu dan teknik pengeringan yang efektif terhadap kandungan nutrien hijauan
pakan Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan rumput Raja (P.
purpureum x P. thypoides).
3
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Brachiaria humidicola
Brachiaria humidicola disebut juga dengan Brachiaria dictyoneura dengan
nama umum rumput Koronivia. Brachiaria humidicola merupakan rumput tahunan
berasal dari Afrika Selatan yang kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New
Guinea (Skerman and River, 1990). Batang yang berkembang tingginya dapat
mencapai 20-60 cm. Helai daun berwarna hijau terang (Bright green ) dengan
panjang 12-25 cm dan lebar 5-6 mm (Jayadi, 1991). Rumput ini biasanya digunakan
sebagai hijauan dalam padang penggembalaan permanen (Hanum, 1997). Bentuk
Brachiaria humidicola dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bentuk Brachiaria humidicola Sumber : Forages fact sheets, 2005
Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan
dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini juga tahan
terhadap penggembalaan berat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap
invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran
leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali menutup
tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa (Jayadi, 1991). Brachiaria
humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah pohon kelapa serta
sangat efektif untuk menahan erosi. Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha
(Jayadi, 1991). Kandungan Nutrien Brachiaria humidicola diperlihatkan pada Tabel
1.
4
Tabel 1. Kandungan Nutrien Brachiaria humidicola
Kandungan Nutrien (%)
Bahan Kering
Protein Kasar
17,22
8,94
Lemak Kasar 2,34
Serat Kasar 27,28
Abu 7,65
TDN (Total Digestible Nutrient) 43,88
BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 57,39
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. 2009
Karakteristik Gamal (Gliricidia sepium)
Gamal merupakan legum pohon yang tingginya mencapai 10 m dengan tipe
daunnya berbentuk majemuk sederhana.Gamal memiliki bunga berbentuk kupu-kupu
yang berwarna putih dan merah jambu (Rosa, 1998). Gamal dapat tumbuh baik pada
kondisi iklim tropis basah dan untuk menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan
curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Legum ini dapat juga bertahan hidup pada
musim kering yang panjang tetapi ukuran daunnya lebih kecil (Rosa, 1998).
Penanaman gamal dapat dilakukan dengan menggunakan stek yaitu menggunakan
batang yang mempunyai mata tunas dengan panjang ± 1 meter, ditanam pada
kedalaman 15 cm. Waktu tanam sebaiknya dilakukan pada musim penghujan (Dinas
Peternakan, 1999). Bentuk Gamal (Gliricidia sepium) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk Gamal (Gliricidia sepium) Sumber : Forages and sheets, 2005
5
Kegunaan gamal dapat dijadikan sebagai tanaman pagar, pupuk hijau dan
sebagai penahan erosi. Daun atau bagian tanaman yang dipangkas dapat digunakan
sebagai hijauan makanan ternak yang dapat meningkatkan produktivitas ternak
ruminansia seperti : sapi, kambing dan domba (Rossa, 1998). Penggunaan daun
gamal sebagai hijauan makanan ternak ruminansia tidak mengakibatkan pengaruh
negatif walaupun diberikan dalam jumlah banyak dan terus menerus, tetapi sebelum
diberikan kepada ternak legum ini perlu dilakukan pelayuan terlebih dahulu dengan
cara dijemur diatas lantai jemur atau alas tikar. Ternak yang belum terbiasa dengan
daun Gamal perlu dilatih agar terbiasa dapat memakan daun Gamal sebagai
kebutuhan pokoknya. Penggunaan daun Gamal (Gliricidia sepium) kurang disukai
oleh ternak karena adanya bau seperti vanilla yang disebabkan oleh senyawa
kumarin, khususnya pada daun yang masih basah (Dinas Peternakan, 1999). Gamal
selain sebagai hijauan pakan ternak juga mempunyai banyak manfaat apabila
ditanam dalam padang penggembalaan. Kegunaan lain dari legum ini adalah sebagai
pemberantas alang-alang. Alang-alang akan binasa oleh naungan pohon gamal, hal
ini disebabkan daun gamal memiliki akar yang dapat menembus tanah cukup dalam
(Rossa, 1998). Kandungan Nutrien Gamal (Gliricidia sepium) diperlihatkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Gamal (Gliricidia sepium)
Kandungan Nutrien (%)
Bahan Kering
Protein Kasar
27
25.2
Serat Kasar 18
Ca (Calcium) 0.67
P (Phospor) 0.19
Sumber : Hendrawan, 2002
Karakteristik Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)
Rumput Raja (King Grass) merupakan hasil persilangan antara P. purpureum
dengan P. thypoides. Rumput ini dapat tumbuh di dataran rendah dengan tinggi (50-
1200 mdpl). Menurut Siregar (1988) batang yang digunakan untuk stek sebaiknya
yang berumur cukup tua yaitu yang sudah berumur bulan, panjang stek kira-kira 25-
6
30 cm dan memiliki dua mata tunas. Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)
memiliki batang yang keras dengan daun berbulu kasar serta memiliki bercak
berwarna hijau muda. Bentuk Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) Sumber : Forages fact sheets, 2005
Penanaman rumput Raja (P. pupureum x P. thypoides) dengan menggunakan
stek harus diperhatikan yaitu tunas jangan sampai terbalik. Stek dapat langsung
ditancapkan setengahnya ke dalam tanah tegak lurus atau miring dengan jarak
tanamnya 1 x 1 m, untuk penanaman dengan menggunakan sobekan rumpun, perlu
dibuat lubang sedalam 20 cm (Rukmana, 2005). Waktu tanam yang baik adalah pada
awal sampai pertengahan musim hujan. Produksi hijauan rumput Raja (P. purpureum
x P.thypoides) dua kali lipat dari produksi rumput Gajah yaitu mencapai 200-250 ton
rumput segar/hektar/tahun (Rukmana, 2005). Pertumbuhan rumput Raja (P.
purpureum x P. thypoides) dapat mengalahkan rumput Gajah (BPTHMT Baturaden,
1989). Kandungan nutrien rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) diperlihatkan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Nutrien Rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)
Kandungan Nutrien (%)
Bahan Kering
Protein Kasar
21,2
13,5
TDN (Total Digestible Nutrient) 54
Serat Kasar 34,1
Sumber : Hendrawan, 2002
7
Rumput sebagai Hijauan Makanan Ternak
Rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan bagi ternak
ruminansia di Indonesia. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat
bagi kelangsungan hidup ternak, seperti air, lemak, serat kasar, beta protein, mineral
serta vitamin. Umumnya peternak di pedesaan masih bertumpu pada cara-cara
tradisional dengan mengandalkan rumput lapang sebagai sumber utama pakan ternak
dengan jumlah yang terbatas. Keterbatasan pakan dapat menjadi penyebab utama
populasi ternak di suatu daerah menurun. Kemampuan peternak dalam penyediaan
pakan akan menentukan jumlah ternak yang dipelihara (Hutasoit, 2009).
Teknik Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang
dilakukan dengan cara pengawetan (Rukmana, 2005). Pengeringan dapat
menghasilkan produk dengan satu atau lebih produk, tergantung tujuan produk yang
diinginkan, misalnya bentuk fisik (bubuk, pipih atau butiran), warna, rasa, dan
strukturnya (Mujumdar, 2008). Salah satu tujuan pengeringan adalah untuk
mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme
dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti.
Bahan yang dikeringkan biasanya mempunyai waktu simpan yang lebih lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 faktor, yaitu : faktor yang
berhubungan dengan udara pengering (suhu, kelembaban udara) dan faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan (ukuran bahan, kadar air awal) (Rukmana, 2005).
Pengeringan Matahari (Sun Drying)
Pengeringan matahari (sun drying) sering disebut juga sebagai pengeringan
alami (Rukmana, 2005). Pengeringan matahari merupakan salah satu metode
pengeringan tradisional, karena menggunakan panas yang berasal dari sinar matahari
langsung. Pengeringan ini sangat rentan terhadap resiko kontaminasi lingkungan,
sehingga bahan yang akan dikeringkan harus dilindungi dari serangan serangga dan
sebaiknya ditutup pada malam hari. Pengeringan matahari juga sangat tergantung
pada iklim dengan matahari yang panas dan udara atmosfer yang kering (Frazier,
1988). Bentuk hasil pengeringan hijauan dengan menggunakan sinar matahari dapat
dilihat pada Gambar 4.
8
Gambar 4. Bentuk Hasil Pengeringan Hijauan dengan Menggunakan Sinar Matahari Sumber : Dokumentasi Penelitian
Pengeringan Oven (Oven Drying)
Oven adalah alat untuk memanaskan, memanggang dan mengeringkan.
Oven dapat digunakan sebagai alat pengering apabila dengan kombinasi pemanas
dengan humidity rendah dan sirkulasi udara yang cukup. Pengeringan menggunakan
oven (oven drying) lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan
matahari akan tetapi, kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan yang
dikeringkan. Kelebihan pengeringan menggunakan oven diantaranya dapat
dipertahankan dan diatur suhunya selain itu, dapat melindungi bahan pangan dari
serangan serangga dan debu (Hui, 2007). Pengeringan dengan menggunakan oven
tidak disarankan untuk pengeringan bahan pangan karena sulit untuk mengontrol
suhu rendah dan pangan yang dikeringkan lebih rentan hangus (Hughes and
Willenberg, 1994). Salah satu contoh pengeringan dengan menngunakan oven dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengeringan dengan Menggunakan Oven Sumber : Dokumentasi Penelitian
9
Hasil Penelitian tentang Pengeringan
Menurut Krissetiana (1996) pengeringan labu kuning dengan menggunakan
matahari dapat dilakukan selama 4-6 hari, hal ini disebabkan pengeringan matahari
sangat tergantung pada cuaca, namun apabila pengeringan dilakukan dengan
menggunakan oven 50°C waktu pengeringan yang diperlukan hanya 48 jam.
Penelitian Hove et al., (2003) menunjukkan bahwa perbedaan teknik
pengeringan dengan menggunakan metode pengeringan di bawah naungan, matahari
langsung dan oven dapat menghasilkan terjadinya perbedaan kandungan nutrien pada
tanaman semak Akasia dan Kaliandra. Penelitian lain untuk mengetahui efek
pengeringan terhadap tanaman rami menunjukkan bahwa pengeringan matahari 21
jam dan pengeringan efek rumah kaca 14 jam dapat menghasilkan hay dengan
kandungan bahan kering (BK) >86% atau kadar air (KA) <14%. Suhu pengeringan
50, 60, dan 70°C pada oven juga menghasilkan hay dengan kandungan bahan kering
(BK) >86% atau kadar air (KA) <14% (Noveni, 2009).
Menurut Herniawan (2010) lama waktu pengeringan dengan menggunakan
teknik pengeringan matahari/penjemuran dan efek rumah kaca (ERK) memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kadar abu air, abu, serat kasar, protein, total HCN,
total mikroba dan kelarutan tepung kasava, namun menyebabkan penurunan kadar
lemak, karbohidrat, pati tepung kasava. Akan tetapi lama waktu pengeringan tidak
memberikan pengaruh tehadap ph, derajat warna dan minyak. Penelitian Wadli
(2005) menyebutkan bahwa pada pengeringan rumput laut (Eucheuma sp) dengan
menggunakan alat pengering rumah kaca, laju penurunan kadar air disebabkan oleh
suhu udara yang tinggi. Semakin tinggi suhu udara menyebabkan kelembaban relatif
menurun, sehingga kemampuan menyerap dan menampung uap air lebih banyak, hal
ini menyebabkan proses pengeringan berjalan cepat. Semakin rendah kadar air
rumput laut (Eucheuma sp) maka umur simpan dan daya tahan terhadap
kemungkinan rusaknya bahan akibat mikroorganisme pembusuk semakin lama.
10
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2011 di
Laboratorium Lapang Agrostologi dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Brachiaria humidicola,
Gamal (Gliricidia sepium) dan rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) yang
berasal dari Laboratorium Lapang Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat untuk
analisis kadar air (oven 105oC, cawan alumunium, timbangan listrik, eksikator),
kadar abu (tanur 400-6000C, cawan porselen, timbangan listrik, eksikator), kadar
protein (timbangan listrik, labu destruksi, Erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 50 ml, labu
destilasi, buret, Kjeldhal Titration Set, Kjeldahl Nitrogen Digesting), terpal,
termometer, pisau, timbangan digital, oven 60°C, mesin giling (Hammer mill), kertas
label, plastik, kantong kertas.
Prosedur
Tahap Persiapan. Tahap ini meliputi tahap persiapan alat dan hijauan pakan yang
digunakan dalam penelitian. Masing-masing sampel hijauan pakan ditimbang
sebanyak 500 g per unit percobaan, kemudian sampel tersebut dipotong-potong 5 cm.
Pengeringan dengan menggunakan Panas Matahari. Hijauan pakan yang telah
dipotong, dibawa ke tempat penjemuran yaitu lapangan penjemuran. Hijauan pakan
ditebarkan secara merata dengan intensitas waktu pengeringan 7, 14 dan 21 jam.
Setiap dua jam sekali dilakukan pembalikan agar panas yang diterima merata.
Setelah itu dilakukan analisis nutrien yang terdiri atas kadar air, abu dan bahan
organik (BO) serta protein kasar (PK). Cara pengeringan matahari diperlihatkan pada
Gambar 6.
11
Gambar 6. Cara Pengeringan Matahari Sumber : Dokumentasi Penelitian
Pengeringan dengan menggunakan Oven 60°C. Hijauan pakan yang telah
dipotong langsung dimasukkan ke dalam kantong kertas untuk dilakukan
pengeringan menggunakan oven 60°C dengan intensitas waktu pengeringan 7, 14
dan 21 jam. Selanjutnya masing-masing hijauan pakan dilakukan analisis nutrien
yang terdiri atas kadar air, abu dan bahan organik (BO) serta protein kasar (PK).
Cara pengeringan oven 60°C diperlihatkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Cara Pengeringan Oven 60°C Sumber : Dokumentasi Penelitian
Analisis Kadar Air (AOAC, 1999). Cawan dipanaskan terlebih dahulu ± 1 jam pada
oven 105 °C dan didinginkan dalam eksikator ± 15 menit lalu timbang berat cawan.
Sampel ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Cawan
yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam oven 105 °C selama ± 4-6 jam
(sampai tercapai bobot tetap). Setelah itu sampel diangkat, didinginkan dalam
eksikator selama 15 menit lalu ditimbang untuk mengetahui beratnya. Kadar air
dihitung dengan rumus :
12
Kadar Abu (%) = x 100%
Analisis Kadar Abu (AOAC, 1999). Cawan yang digunakan dipanaskan terlebih
dahulu ke dalam oven 105° C, didinginkan dalam eksikator kemudian timbang berat
cawannya (X). Sampel ditimbang ± 3 gram, dimasukkan ke dalam cawan kemudian
ditimbang (Y). Sampel dibakar di atas hot plate sampai tidak berasap, lalu
dimasukkan ke dalam tanur. Sampel diangkat dan didinginkan dalam eksikator
selama 15 menit kemudian ditimbang untuk mengetahui berat akhirnya (Z).
Analisis Bahan Organik (AOAC, 1999). Bahan organik adalah selisih bahan kering
dan abu yang secara kasar mengandung karbohidrat, lemak dan protein (AOAC,
1999). Persen bahan organik (BO) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Analisis Kadar Protein Kasar (AOAC, 1999). Sampel ditimbang ± 0.3 gram,
ditambahkan ± 1.5 gram katalis Selenium Mixture. Sampel dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl lalu ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat, kemudian didestruksi sampai
warna larutan menjadi hijau kekuning-kuningan dan jernih kemudian didinginkan
selama ± 15 menit. Sebanyak 300 ml aquadest ditambahkan ke dalam sampel
tersebut lalu didinginkan. Sebelum melakukan proses destilasi sampel ditambahkan
100 ml NaOH 40 %. Hasil destilasi ditampung dengan 10 ml H2SO4 0.1 N yang
sudah ditambah 3 tetes indikator campuran Methylen Blue and Methylen Red. Proses
titrasi dengan ditambahkan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu
menjadi kebiru-biruan. Penetapan blangko : pipet 10 ml H2SO4 0.1 N dan ditambah 2
tetes indikator PP kemudian titrasi dengan menggunakan NaOH 0.1 N.
Kadar Protein (%) = (ml blanko- ml sampel) x N NaOH x 14 x 6.25 x 100%
berat sampel (mg)
Bahan Organik (%) = (100-abu) %
13
Yi j k = μ + αi + βj + (αβ) i j + εi j k
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) berpola Faktorial 6 x 3, 3 ulangan yang terdiri dari 2 faktor,
faktor A : teknik pengeringan dan faktor B : sampel hijauan pakan (Brachiaria
humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan rumput Raja (P. purpureum x P.
thypoides)) .
Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan:
Yi j k = Hasil pengamatan untuk faktor A taraf ke i, faktor B taraf ke j dan pada
ulangan ke k.
μ = Nilai tengah umum.
αi = Pengaruh faktor A pada taraf ke i.
βj = Pengaruh faktor B pada taraf ke j.
(αβ) I = Pengaruh interaksi AB pada taraf ke i (dari faktor A), dan taraf ke j (dari
faktor ke B).
ε i j k = Pengaruh acak (galat percobaan) pada taraf ke i (faktor A) taraf ke j (faktor
B), interaksi AB yang ke i dan ke j dan ulangan ke k.
Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
P1 = Pengeringan matahari selama 7 jam
P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam
P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam
P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam
P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam
P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam
14
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot kering, kehilangan
bahan kering, bahan kering (BK), kadar abu, bahan organik (BO) dan protein kasar
(PK).
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisa sidik
ragam (ANOVA) dan apabila terjadi perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji
lanjut Duncan (Steel and Torrie, 1995).
15
Skema Penelitian
Alur pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada skema dibawah ini.
Pakan Hijauan
Penimbangan (500 g)
Gambar 8. Skema Penelitian
Pemotongan (5 cm)
Pengeringan Matahari
7, 14 dan 21 jam
Pengeringan Oven 60o C
7, 14 dan 21 jam
Penimbangan
Penggilingan (Hammer mill)
Analisis Proksimat
Hijauan Pakan
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan
Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses
pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisik
dan kandungan nutrien hijauan pakan yang dihasilkan. Secara umum kedua teknik
pengeringan dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam dapat menurunkan kadar air
hijauan pakan yang dihasilkan. Suhu merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu
benda (Tiwari dan Goyal, 1998). Pada penelitian ini suhu pengeringan diukur setiap
1 jam untuk pengeringan matahari. Rataan suhu pada saat pengeringan matahari
berkisar antara 30,37-33,62°C. Data suhu yang didapat cenderung fluktuatif.
Menurut Anne (2007) fluktuasi suhu udara dapat disebabkan oleh adanya
keseimbangan antara panas yang diperoleh dari radiasi surya dengan panas yang
hilang dari permukaan bumi. Rataan suhu pengeringan matahari pada saat penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Suhu Pengeringan Matahari pada Saat Penelitian
Perlakuan Suhu (°C)
Waktu (Jam) 09.00 12.00 16.00
Pengeringan Matahari 30,37 33,62 31,68
Selain suhu udara, kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat fisik
dan kandungan nutrien hijauan pakan yang dihasilkan adalah kelembaban relatif
(RH) dan kecepatan angin. Nilai kelembaban relatif udara berbanding terbalik
dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara maka kelembaban yang didapat akan
semakin rendah. Kecepatan angin juga dapat mempengaruhi proses pengeringan.
Kecepatan angin adalah kecepatan udara yang bergerak secara horizontal pada
ketinggian dua meter diatas tanah (Anne, 2007). Pada saat pengerngan matahari
kecepatan angin dapat menyebabkan jumlah pakan yang tercecer/terbuang semakin
tinggi, selain itu angin kencang juga dapat mempercepat terjadinya proses
pengeringan. Kecepatan angin selain berpengaruh terhadap proses pengeringan juga
dapat berpengaruh pada bidang lain, misalnya bidang pariwisata dan bidang
perhubungan (Anne, 2007). Kondisi lingkungan wilayah Bogor dapat dilihat pada
Tabel 5.
17
Tabel 5. Kondisi Lingkungan Wilayah Bogor
Kondisi Lingkungan Nilai
Suhu (°C) 23-32
Kelembaban Udara (%) 62-95
Kecepatan Angin (km/jam) (10-30 km/jam)
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), 2011
Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan
Pada penelitian ini teknik pengeringan yang digunakan adalah pengeringan
matahari dan pengeringan oven 60°C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam.
Hijauan pakan setelah mengalami proses pengeringan berwarna hijau kecoklatan,
berbau khas hijauan dan teksturnya masih berbentuk daun (tidak berubah) namun
tidak segar lagi, hal ini disebabkan kadar air yang terdapat pada hijauan pakan telah
diambil pada saat pengeringan (Renny, 2005). Rataan bobot kering hijauan pakan
setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (g/500g)
Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja
P1 393,33±5,77BC
386,67±11,54C
303,33±5,77EFG
P2 403,33±5,77ABC
403,33±5,77ABC
320±0E
P3 406,67±5,77AB
416,67±5,77A 360±10
D
P4 293,33±11,54G 200±0
I 200±10
I
P5 310±0EFG
300±0FG
266,67±28,86H
P6 343,33±11,54D
316,67±5,77EF
310±10EFG
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1=Pengeringan
matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan
matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan
oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam
Rataan bobot kering hijauan pakan setelah proses pengeringan berkisar
antara 200-416,67 g/500g hijauan pakan baik pada pengeringan matahari ataupun
pengeringan oven 60°C dengan intensitas waktu pengeringan 7, 14 dan 21 jam.
Secara umum rataan bobot kering hijauan pakan tertinggi terjadi pada saat
pengeringan matahari dengan rata-rata 303,33-416,67 g/500g hijauan pakan. Rataan
bobot kering tertinggi pada Gamal (Gliricidia sepium) dihasilkan saat dikeringkan
18
dengan menggunakan pengeringan matahari 21 jam (P3). Tingginya bobot kering
pada hijauan pakan tersebut dapat disebabkan oleh pengeringan matahari yang
merupakan pengeringan terbuka sehingga dapat mempengaruhi tingginya jumlah
bobot kering hijauan pakan yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan pendapat
Soewarno (1990) yang menyatakan bahwa pada saat pengeringan
matahari/pengeringan tempat terbuka energi panas untuk penguapan air tidak semata-
mata berasal dari sinar matahari langsung melainkan faktor-faktor lain di sekitar
tempat penjemuran juga mempengaruhi, seperti sifat bahan yang dikeringkan, cara
penjemuran (adanya pembalikan), ukuran bahan. Pada pengeringan matahari mudah
untuk dilakukan pembalikan, dengan adanya pembalikan dapat mempengaruhi
tingginya bobot kering hijauan pakan tersebut. Selain itu menurut Soewarno (1990)
angin yang kencang juga dapat mempercepat proses pengeringan. Menurut Noveni
(2009) jumlah bobot kering pada pengeringan matahari cenderung meningkat dengan
meningkatnya intensitas cahaya matahari.
Rataan bobot kering hijauan pakan pada pengeringan oven 60°C berkisar
antara 200 –343,33 g/500g hijauan pakan. Hasil yang didapat cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan pengeringan menggunakan matahari, hal ini dapat disebabkan
panas yang didapat selama proses pengeringan tidak merata. Sesuai dengan pendapat
Winarno et al., (1980) yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan
suhu yang tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata (bagian luar
kering bagian dalamnya masih basah). Fenomena ini sering disebut dengan Case
Hardening. Pada penelitian ini laju bobot kering yang dihasilkan tidak fluktuatif,
tetapi cenderung naik dengan meningkatnya intensitas lama waktu pengeringan.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan
dan jenis hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot
kering hijauan pakan yang dihasilkan. Rataan bobot kering tertinggi dihasilkan pada
saat pengeringan matahari yang cenderung meningkat dengan bertambahnya
intensitas waktu pengeringan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada
perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) nyata dapat meningkatkan
jumlah bobot kering hijauan pakan, sedangkan perlakuan P4 (pengeringan oven 60°C
selama 7 jam) nyata menurunkan bobot kering hijauan pakan yang dihasilkan.
Interaksi antara teknik pengeringan dengan jenis hijauan pakan yang digunakan
19
dapat memberikan pengaruh terhadap bobot kering yang dihasilkan. Semakin lama
intensitas waktu pengeringan yang digunakan, baik pengeringan matahari ataupun
oven 60°C maka semakin tinggi bobot kering hijauan pakan yang dihasilkan. Selain
itu, ketiga jenis hijauan pakan yang digunakan memiliki morfologi yang berbeda-
beda.
Kehilangan Bahan Kering
Proses pengeringan juga dapat menyebabkan terjadinya kehilangan bahan
kering pada hijauan pakan. Persentase kehilangan bahan kering hijauan pakan setelah
proses pengeringan berkisar antara 0,73-31,54% baik pada pengeringan matahari
ataupun oven 60°C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam. Persentase kehilangan
bahan kering tertinggi terdapat pada rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides),
sedangkan kehilangan bahan kering terendah pada Brachiaria humidicola. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Rudy (2011) yang menyatakan bahwa jumlah kehilangan
bahan kering terbesar pada rumput Raja (P. pupureum x P. thypoides) sebesar
32,50±3,96% yang dipotong pada saat malam hari. Menurut McDonald (1991)
jumlah kehilangan bahan kering yang sesuai standar yaitu 7-40%. Persentase
kehilangan bahan kering hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Persentase Kehilangan Bahan Kering Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan (%)
Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja
P1 1,68±1,09K 7,09±1,97
IJ 14,06±0,95
EF
P2 0,73±0,57K 9,86±1,05
GHI 11,35±0,11
FGH
P3 1,09±0,44K 12,39±1,01
EFG 4,17±1,81
JK
P4 18,56±1,86CD
25,86±0,25B 31,54±1,93
A
P5 15,58±0,49DE
8,52±0,18HI
21,23±5,61C
P6 10,49±1,98FGHI
6,85±1,16IJ 13,03±1,96
EFG
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 = Pengeringan
matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan
matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan
oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21
20
Persentase kehilangan bahan kering hijauan pakan pada pengeringan
matahari cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan oven 60°C.
Kehilangan bahan kering pada pengeringan matahari disebabkan oleh pengeringan
matahari yang merupakan pengeringan terbuka, sehingga jumlah pakan yang tercecer
cukup tinggi. Hasil ini sesuai pendapat Rahmawan (2001) yang menyatakan bahwa
salah satu kelemahan pada pengeringan matahari/penjemuran kemungkinan
terjadinya kehilangan bahan kering cukup tinggi, hal ini disebabkan adanya pakan
yang tercecer dan gangguan oleh ternak/ burung selama proses pengeringan. Pada
pengeringan oven 60oC jumlah kehilangan bahan kering yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan pada pengeringan matahari terutama pada P4 (pengeringan ovenoC
selama 7 jam). Menurut Rudy (2011) jumlah kehilangan bahan kering pada silase
dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang akan memanfaatkan gula-
gula sederhana. Kehilangan bahan kering tidak hanya disebabkan oleh bakteri asam
laktat saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh proses respirasi dan proteolisis yang
terjadi pada awal ensilase, serta adanya kehilangan melalui cairan (effluent),
akibatnya kadar air akan meningkat dan bahan kering akan turun (Lendrawati, 2008).
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan teknik
pengeringan dan jenis hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap kehilangan bahan kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa secara perlakuan P4 (pengeringan ovenoC selama 7 jam) nyata
dapat meningkatkan kehilangan bahan kering (BK) ketiga hijauan pakan tersebut.
Interaksi antara teknik pengeringan dan jenis hijauan pakan yang digunakan dapat
memberikan pengaruh terhadap persentase kehilangan bahan kering (BK). Selain
teknik pengeringan, hijauan pakan yang digunakan juga dapat mempengaruhi
tingginya kehilangan bahan kering (BK), ketiga jenis hijauan pakan tersebut
memiliki morfologi yang berbeda-beda.
Kandungan Nutrien
Bahan Kering (BK)
Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air suatu
bahan pangan . Hijauan pakan setelah mengalami proses pengeringan berwarna hijau
kecoklatan, berbau khas hijauan dan teksturnya masih berbentuk daun (tidak
21
berubah) namun tidak segar lagi, hal ini disebabkan kadar air yang terdapat pada
bahan pakan telah diambil pada saat pengeringan (Renny, 2005). Bahan kering (BK)
sangat mempengaruhi jumlah kadar air suatu bahan pangan. Kadar air merupakan
parameter jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan (Renny, 2005).
Persentase bahan kering (BK) yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara
86,33-92,31% baik pada pengeringan matahari ataupun oven 60°C dengan intensitas
waktu pengeringan 7, 14 dan 21 jam. Persentase bahan kering (BK) hijauan pakan
setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel.8.
Tabel 8. Persentase Bahan Kering (BK) Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan
(100% BK)
Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja
P1 87,85 ±1,09ABA
88,60± 0,40ABB
89,64±0,51ABA
P2 88,63 ± 0,18ABA
88,07 ±0,27ABB
90,42±0,31ABA
P3 87,65 ± 0,12ABA
88,48 ±0,50ABB
90,61±0,12ABA
P4 88,11 ± 0,41BA
86,58 ± 0,32BB
87,90 ±3,22BA
P5 88,79 ± 0,46ABA
86,33± 1,31ABB
90,86 ±1,04ABA
P6 92,31 ± 1,05AA
88,43 ± 0,19AB
90,11±3,17AA
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 = Pengeringan
matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan
matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan
oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21
Perbedaan persentase bahan kering (BK) pada hijauan pakan dapat
disebabkan oleh pengaruh perlakuan yang diberikan dan pengaruh lingkungan pada
saat penelitian dilakukan. Menurut pendapat Sokhansanj (1999) bahwa hay yang
layak untuk disimpan memiliki kadar air < 14% atau bahan kering > 86%. Secara
umum pada pengeringan matahari memperlihatkan bahwa semakin lama waktu
pengeringan dapat meningkatkan persentase bahan kering yang dihasilkan terutama
pada rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides). Hal tersebut terlihat pada perlakuan
P3 (pengeringan matahari 21 jam) menghasilkan bahan kering (BK) yang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari intensitas waktu 7 atau 14
jam. Pada gamal (Gliricidia sepium) dan Brachiaria humidicola bahan kering yang
dihasilkan fluktuatif, hal ini dapat disebabkan oleh suhu yang tidak konstan selama
proses pengeringan. Menurut pendapat Lamhot (1999) suhu yang tidak konstan pada
22
proses pengeringan dapat ditandai dengan adanya kecenderungan naik pada saat awal
laju pengeringan kemudian menurun. Rata-rata suhu pengeringan matahari pada saat
penelitian berkisar antara 30,37-33,62°C.
Pengeringan menggunakan oven 60°C selama 21 jam (P6) dapat
menyebabkan jumlah kadar air yang berkurang cukup tinggi dibandingkan dengan
pengeringan matahari, hal ini dapat disebabkan pada saat pengeringan oven 60°C
terjadinya proses penguapan air. Rendahnya kadar air hijauan pakan terutama
Brachiaria humidicola pada perlakuan P6 (pengeringan oven 60°C selama 21 jam)
juga dapat disebabkan oleh suhu pengeringan yang tinggi serta kelembaban udara di
dalam oven yang terlalu rendah, hal tersebut mempercepat pelepasan kandungan air
dari hijauan pakan yang dikeringkan. Berbeda dengan pengeringan matahari yang
memiliki suhu yang rendah dengan tingkat kelembaban udara yang tinggi sehingga
proses penguapan air dari bahan lebih kecil dan proses pengeringan berjalan lebih
lambat. Hasil ini sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2004) yang menyatakan bahwa
rata-rata kadar air untuk metode penjemuran lebih tinggi dibandingkan dengan
metode pengeringan rak, hal ini disebabkan pada saat penjemuran panas yang
diterima oleh bahan tidak konstan sehingga proses perpindahan air dan uap berjalan
lambat akibat perbedaan konsentrasi atau tekanan uap.
Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa
perbedaan teknik pengeringan dengan intensitas waktu pengeringan yang berbeda
dan hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bahan
kering (BK) yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada
perlakuan P2 (pengeringan matahari selama 7 jam), P3 (perlakuan matahari selama
21 jam), P1 (pengeringan matahari selama 7 jam) dan P5 (pengeringan oven 60°C
selama 14 jam) tidak saling berbeda nyata karena karakteristik hijauan pakan yang
digunakan tidak terlalu berbeda namun, pada P6 (pengeringan oven 60°C selama 21
jam) nyata dapat meningkatkan persentase bahan kering (BK) terutama pada
Brachiaria humidicola. Menurut Lidiasari et al., (2006) suhu pengeringan yang lebih
tinggi (60-70°C) dapat menurunkan kadar air dalam jumlah yang relatif lebih tinggi,
namun memiliki kendala apabila disimpan pada tempat terbuka, kadar air akan
meningkat kembali, hal ini disebabkan bahan pangan menyerap udara yang lembab
karena bahan yang kering memiliki sifat higroskopis.
23
Interaksi antara teknik pengeringan dengan hijauan pakan memberikan
pengaruh terhadap bahan kering (BK) yang dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa
bahan kering (BK) yang dihasilkan dipengaruhi oleh teknik pengeringan matahari
dan oven 60°C intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam dan hijauan pakan yang digunakan.
Pada pengeringan oven 60°C dengan semakin lama intensitas waktu pengeringan
maka bahan kering (BK) yang dihasilkan semakin tinggi terutama pada Brachiaria
humidicola. Tingginya bahan kering (BK) Brachiaria humidicola pada perlakuan P6
(pengeringan oven 60°C selama 21 jam) dapat disebabkan oleh suhu pengeringan
yang tinggi dan morfologi dari hijauan pakan yang digunakan. Brachiaria
humidicola memiliki daun yang tidak lebar dan tidak berbulu yang memudahkan
terjadinya proses penguapan air.
Kadar Abu
Abu dapat digunakan untuk menentukan nilai gizi suatu bahan pangan.
Kandungan abu suatu bahan pangan berhubungan dengan kandungan mineral di
dalamnya (Herniawan, 2010). Semakin tinggi kandungan abu yang terkandung dalam
suatu bahan pangan maka kandungan mineral yang dihasilkan semakin banyak.
Selama proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya
tidak terbakar karena itulah disebut abu (Herniawan,2010). Persentase abu hijauan
pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase Abu Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan (100 %BK)
Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja
P1 4,42±0,63HI
6,43±0,37DEF
7,79±0,73AB
P2 5,23±0,98GH
6,60±0,32CDE
7,88±0,41A
P3 5,74±0,54EFG
6,84±0,39BCD
8,51±0,25A
P4 5,54±0,48FG
5,03±0,37GHI
7,75±0,59AB
P5 4,16±0,62I 5,56±0,71
FG 7,56±0,35
ABC
P6 6,68±0,28CDE
4,84±0,26GHI
7,47±0,04ABC
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 = Pengeringan
matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan
matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan
oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam
24
Persentase abu yang terkandung dalam hijauan pakan berkisar antara 4,16-
8,51% dengan kata lain rataan kadar abu dalam penelitian ini menunjukkan <10%.
Secara umum pengeringan matahari menghasilkan abu yang relatif cukup tinggi, hal
tersebut dapat terlihat pada perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) abu
yang dihasilkan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari 7 dan
14 jam. Persentase abu tertinggi terdapat pada rumput Raja (P. purpureum x P.
thypoides) perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) yaitu 8,51%.
Tingginya abu dapat disebabkan oleh pengeringan matahari yang merupakan
pengeringan terbuka sehingga debu atau kotoran yang masuk selama proses
pengeringan sulit untuk dikontrol, hal ini sesuai dengan pendapat Herniawan (2010)
yang menyatakan bahwa proses pengeringan yang dilakukan pada tempat terbuka
memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh bahan pengotor seperti debu yang
mempengaruhi bertambahnya kandungan abu. Menurut Fery (2006) kadar abu dapat
terbentuk dari kotoran atau debu yang masuk selama proses pengeringan. Persentase
abu hijauan pakan pada pengeringan oven 60°C relatif lebih rendah dibandingkan
dengan pengeringan matahari. Dapat dilihat pada perlakuan P5 (pengeringan oven
60°C selama 14 jam) dapat menurunkan abu Brachiaria humidicola (4,16%).
Menurut Herniawan (2010) pengeringan oven merupakan pengeringan yang bersifat
tertutup sehingga rendah untuk terjadinya kontaminasi oleh komponen pengotor
seperti batu atau debu.
Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa kedua
jenis teknik pengeringan dengan intensitas waktu pengeringan yang berbeda dan
hijauan pakan yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
persentase abu yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
perbedaan intensitas lamanya waktu pengeringan pada pengeringan matahari
terutama pada perlakuan P3 (pengeringan matahari selama 21 jam) nyata dapat
meningkatkan persentase abu pada hijauan pakan yang dihasilkan.
Interaksi antara teknik pengeringan dengan hijauan pakan memberikan
pengaruh terhadap abu yang dihasilkan, hal ini dapat diartikan bahwa abu yang
dihasilkan dipengaruhi oleh teknik pengeringan matahari dan oven 60°C dengan
intensitas waktu 7, 14, 21 jam dan hijauan pakan yang digunakan pada saat
penelitian. Pengeringan matahari dengan semakin meningkatnya intensitas waktu
25
pengeringan dapat meningkatkan persentase abu pada hijauan pakan yang dihasilkan.
Tingginya kadar abu terutama pada rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides) pada
pengeringan matahari selama 21 jam (P3) dapat terbentuk dari kotoran yang masuk
selama proses pengeringan. Selain teknik pengeringan, hijauan pakan yang
digunakan juga dapat mempengaruhi tingginya abu. Rumput Raja (P. purpureum x
P. thypoides) memiliki helai daun yang tipis, sehingga saat dikeringkan menjadi
rapuh dan mudah terbang menjadi abu.
Bahan Organik
Bahan organik merupakan selisih antara bahan kering dan abu yang secara
kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein (AOAC, 1999). Pada
penelitian ini persentase bahan organik (BO) hijauan pakan yang dihasilkan berkisar
antara 91,49-95,84% baik pada pengeringan matahari ataupun oven 60°C dengan
intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam. Persentase bahan organik (BO) hijauan pakan
setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Persentase Bahan Organik Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan
(100% BK)
Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja
P1 95,58±0,63A 93,57±0,37
CDE 92,21±0,73
GHI
P2 94,77±0,98AB
93,40±0,32DEF
92,12±0,41HI
P3 94,26±0,54BCD
93,16±0,39EFG
91,49 ±0,24I
P4 94,46±0,48BC
94,97±0,37AB
92,25±0,59GHI
P5 95,84±0,63A 94,44±0,71
BC 92,44±0,35
FGHI
P6 93,32±0,28DEF
95,16±0,26AB
92,53±0,04FGH
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01), P1 Pengeringan
matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama 14 jam, P3 = Pengeringan
matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C selama 7 jam, P5 = Pengeringan
oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º C selama 21 jam
Persentase bahan organik (BO) hijauan pakan pada pengeringan matahari
cenderung menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan intensitas lamanya waktu
pengeringan. Bahan organik (BO) tertinggi dihasilkan pada perlakuan P5
(pengeringan oven 60°C selama 14 jam) terutama pada Brachiaria humidicola.
Meningkatnya bahan organik (BO) disebabkan suhu pengeringan yang digunakan
26
pada saat penelitian. Hasil ini sesuai dengan pendapat Fery (2006) yang menyatakan
bahwa suhu yang tinggi dapat meningkatkan jumlah bahan organik (BO) pada
tanaman obat Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Selain itu jenis hijauan
pakan yang digunakan juga dapat mempengaruhi tingginya bahan organik (BO).
Brachiaria humidicola memiliki struktur daun yang cukup kuat sehingga proses
dekomposisi berjalan lambat dan bahan organik (BO) tetap terjaga. Persentase bahan
organik (BO) berbanding terbalik dengan kadar abu hijauan pakan yang dihasilkan.
Semakin tinggi bahan organik (BO) maka semakin rendah kadar abu yang
dihasilkan. Pada perlakuan P5 (pengeringan oven 60°C selama 14 jam) bahan
organik (BO) yang dihasilkan relatif tinggi terutama pada Brachiaria humidicola, hal
ini menunjukkan bahwa kadar abu yang terdapat pada hijauan pakan tersebut cukup
rendah.
Hasil analisis statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa kedua
teknik pengeringan dengan intensitas waktu pengeringan yang berbeda dan jenis
hijauan pakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase
bahan organik (BO) yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
perlakuan P5 (pengeringan oven 60°C selama 14 jam) dapat meningkatkan bahan
organik (BO) pada Brachiaria humidicola, sedangkan pada perlakuan P3
(pengeringan matahari selama 21 jam) nyata dapat menurunkan bahan organik ketiga
hijauan pakan tersebut (Brachiaria humidicola, rumput Raja (P. purpureum x P.
thypoides) dan gamal (Gliricidia sepium)).
Interaksi antara teknik pengeringan dengan hijauan pakan mempengaruhi
jumlah bahan organik (BO) yang dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa
penentuan bahan organik (BO) dipengaruhi oleh perbedaan teknik pengeringan
matahari dan oven 60°C dengan intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam dan jenis hijauan
pakan yang digunakan. Pada pengeringan matahari presentase bahan organik (BO)
ketiga hijauan pakan menurun seiring dengan meningkatnya intensitas lamanya
waktu pengeringan. Menurunnya bahan organik (BO) hijauan pakan dapat
disebabkan oleh suhu udara dan meningkatnya intensitas waktu pada saat
pengeringan.
27
Protein Kasar
Protein adalah senyawa yang mengandung nitrogen. Sumber protein
khususnya untuk ternak ruminansia dapat berasal dari tanaman, hal ini karena
tanaman mampu mensintesis protein dengan cara mengkombinasikan nitrogen dan
air dari dalam tanah serta CO2 dari udara (Asngad, 2005). Persentase protein kasar
dari ketiga hijauan pakan yang dihasilkan berkisar antara 6,5-24,93% baik pada
pengeringan matahari ataupun oven 60°C intensitas waktu 7, 14 dan 21 jam.
Persentase protein kasar (PK) hijauan pakan setelah proses pengeringan diperlihatkan
pada Tabel 11.
Tabel 11. Persentase Protein Kasar (PK) Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan
(100% BK)
Perlakuan Brachiaria humidicola Gamal Rumput Raja
P1 8,70 ±0,37C 20,88 ±1,97
A 11,84 ±0,36
B
P2 10,77±1,20C 21,36 ±0,54
A 11,23 ±0,44
B
P3 9,49 ±0,24C 21,84 ±0,98
A 12,50 ±1,07
B
P4 6,50 ±0,47C 21,13 ±0,61
A 14,44 ±1,07
B
P5 6,78 ±0,46C 24,93 ±1,10
A 13,21 ±0,25
B
P6 6,91 ±0,80C 23,27 ±0,43
A 11,72 ±0,94
B
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata
(P<0,01), P1 = Pengeringan matahari selama 7 jam, P2 = Pengeringan matahari selama
14 jam, P3 = Pengeringan matahari selama 21 jam, P4 = Pengeringan oven 60º C
selama 7 jam, P5 = Pengeringan oven 60º C selama 14 jam, P6 = Pengeringan oven 60º
C selama 21 jam
Protein kasar pada Brachiaria humidicola menurun pada saat pengeringan
oven 60°C terutama perlakuan P4 (pengeringan oven 60°C selama 7 jam). Berbeda
dengan Brachiaria humidicola, protein kasar rumput Raja (P. purpureum x P.
thypoides) menurun pada perlakuan P2 (pengeringan matahari selama 14 jam)
sedangkan pada Gamal (Gliricidia sepium) protein kasar menurun pada perlakuan
P1 (pengeringan matahari selama 7 jam). Penurunan protein kasar dapat disebabkan
oleh adanya kandungan NPN yang mudah menguap pada hijauan pakan tersebut
(Fennema, 1996). Menurunnya protein kasar juga diduga karena umur dari hijauan
yang digunakan pada saat penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsono
(1990) yang menyatakan bahwa kadar protein kasar menurun seiring dengan
28
meningkatnya umur suatu tanaman. Secara umum jenis leguminosa yaitu Gamal
(Gliricidia sepium) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Brachiaria humidicola dan rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides). Hasil
ini sesuai dengan pendapat Ferry (2006) yang menyatakan bahwa rumput-rumputan
mengandung protein kasar lebih rendah dibandingkan dengan leguminosa.
Leguminosa memiliki bintil-bintil pada akar yang digunakan sebagai pensuplai
nitrogen. Menurut Winarno et al., (1980) penurunan protein kasar juga dapat
disebabkan oleh reaksi Browning. Reaksi Browning terjadi karena adanya reaksi
antara asam-asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi ini ditandai dengan
perubahan warna kecoklatan yang terjadi pada hijauan pakan setelah mengalami
proses pengeringan. Semakin lama proses pengeringan maka semakin lama reaksi
browning itu terjadi, sehingga jumlah protein kasar akan menurun.
Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa
perbedaan teknik pengeringan tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan hijauan
pakan yang digunakan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap protein
kasar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa Gamal (Gliricidia
sepium) nyata mengandung protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
dengan Brachiaria humidicola dan rumput Raja (P.purpureum x P. thypoides).
Interaksi antara teknik pengeringan matahari dan oven 60°C dengan intensitas
waktu 7, 14 dan 21 jam dan hijauan pakan memberikan pengaruh terhadap persentase
protein kasar yang dihasilkan. Protein kasar rumput Raja (P. purpureum x P.
thypodes) menurun pada perlakuan P2 (pengeringan matahari selama 14 jam)
sedangkan pada Gamal (Gliricidia sepium) protein kasar menurun pada perlakuan P1
(pengeringan matahari selama 7 jam). Hasil ini sesuai pendapat Ardiansyah (2004)
yang menyatakan bahwa tingginya kadar protein kasar pada metode pengeringan rak
disebabkan oleh panas yang dicapai oleh bahan telah mencapai panas optimum yang
mempercepat terjadinya pengurangan air. Penjemuran atau pengeringan matahari
akan mempercepat tingginya oxidative rancidity dan menyebabkan penurunan nilai
protein kasar. Selain itu umur hijauan pakan yang digunakan juga dapat
mempengaruhi menurunnya protein kasar yang dihasilkan.
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perbedaan teknik pengeringan memberikan pengaruh terhadap bobot kering,
kehilangan bahan kering, persentase bahan kering (BK), abu dan bahan organik (BO)
hijauan pakan, namun teknik pengeringan tidak memberikan pengaruh terhadap
protein kasar hijauan pakan yang dihasilkan. Secara umum pengeringan matahari
selama 21 jam (P3) dapat menghasilkan kualitas nutrien yang baik dengan persentase
bahan kering (BK) 88,91%, abu 7,03%, bahan organik (BO) 92,97% dan protein
kasar (PK) 24,61%.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kecernaan dari ketiga
hijauan pakan tersebut (Brachiaria humidicola, Gamal (Gliricidia sepium) dan
rumput Raja (P. purpureum x P. thypoides)) dengan adanya perbedaan teknik
pengeringan. Pada pengeringan matahari membutuhkan lapangan penjemuran yang
lebih luas sehingga proses penguapan air berjalan lebih cepat dengan suhu matahari
yang tidak konstan.
30
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia
dan cinta-Nya Penulis diberikan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Erika B.
Laconi, MS. sebagai dosen pembimbing utama sekaligus dosen pembimbing
akademik yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing, membantu
dan mengarahkan dari penyusunan proposal, penelitian hingga selesainya penulisan
skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc. selaku
pembimbing anggota yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lidy Herawati, MS. selaku dosen pembahas
seminar dan panitia sidang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. M. Agus
Setiana, MS. dan Dr. Irma Isnafia Arif, S.Pt MSi. selaku dosen penguji atas masukan
dan saran yang diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada orangtua
tercinta (Musholeh dan Endi Khoriah), kakak (Fajar Budianto, Wawan Yulianto dan
Chori Setyorini), keponakan (Atrasa Hirzy Al-Hazmi dan Akselo Ignacia Dzaki
Risqullah) atas iringan doa, kasih sayang dan semangat serta kesabaran dalam
memotivasi penulis.
Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada staf departemen INTP
Bapak Rustandi, Bapak Jumadi, Ibu Yani dan Mbak Simaw yang telah banyak
membantu segala administrasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman satu tim penelitian Rindy Revlisia yang telah banyak membantu selama
penelitian. Terima kasih untuk semua sahabat-sahabatku (Febrina, Fitria Tsani, Julia,
Verawati, Jessica, Melati Nuswantari, Zuhaida, Lutvia, Fauzia, Meylinda) atas suka
duka, kebersamaan dan kebersamaan yang indah. Kepada teman-teman “ANTRAK
44” dan “WISMA GAJAH” atas bantuan, kebersamaan dan kenangan yang tidak
akan terlupakan. Akhirnya penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada
teman-teman maupun pihak yang belum disebutkan diatas satu persatu. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi Penulis khususnya pembaca pada umumnya.
Bogor, Maret 2012
31
DAFTAR PUSTAKA
Anne. 2007. Analisa lingkungan dalam bangunan greenhouse tipe tunnel yang telah
dimodifikasi di PT. Alam Indah Bunga Nusantara, Cipanas, Cianjur. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ardiansyah. 2004. Karakteristik berbagai metode pengeringan ikan lemuru
(Sardinella sp) bebas lemak dan pengaruhnya terhadap mutu tepung ikan.
Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Asngad, A. 2005. Perubahan kadar protein pada fermentasi jerami padi dengan
penambahan onggok untuk makanan ternak. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi. 6(1):65-74
Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of Analysis.
AOAC International, Washington.
Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Baturaden. 1989. King Grass.
Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan
Baturaden. Baturaden.
BMG. 2011. Cuaca Umum. Badan Meteorologi dan Geofisika.
http://www.bmg.go.id. [15 September 2011]
Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry 3rd
ed. Marcel Dekker. New York.
Feri. 2006. Pengaruh cara pengeringan terhadap mutu simplisia sambiloto.
Bul. Littro. Vol XVI No 1 : 1-5
Forages fact Sheets. 2005. Brachiaria humidicola.
http://www.tropicalforages.info/key/Forages/Media/Html. [27 April 2011]
Forages fact Sheets. 2005. Gliricidia sepium.
http://www.tropicalforages.info/key/Forages/Media/Html. [27 April 2011]
Forages fact Sheets. 2005. King Grass.
http://www.tropicalforages.info/key/Forages/Media/Html. [27 April 2011]
Frazier, W.C. 1988. Food Microbiology. Tata McGraw-Hill Publishing Company
Limited, New Delhi.
Hanum. 1997. PROSEA : Plant Resources of South-East Asia 11, Auxiliary Plants.
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Hendrawan. 2002. Kebutuhan gizi ternak ruminansia menurut standar fisiologisnya.
Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.
Herniawan. 2010. Pengaruh metode pengeringan terhadap mutu dan sifat fisika-
kimia tepung kasava terfermentasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hove, L., L.R. Ndlovu, S. Sibanda. 2003. The effects of drying temperature on
chemical composition and nutritive value of some tropical fodder shrubs.
Agroforestry System 59:231-241
32
Hughes, K.V. & B.J. Willenberg. 1994. Quality for keeps : drying foods. Univ ersity
of Missouri. htpp://www. Extension.missouri.edu.com. [26 April 2011]
Hui,Yui. 2007. Food Drying Science and Technologies : Microbiology, Chemistry,
Application. Destech Publication, America.
Hutasoit. 2009. Budidaya Dan Pemanfaatan Brachiaria ruziziensis (Rumput Ruzi)
Sebagai Hijauan Pakan Kambing. Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Peternakan. Sumatera Utara.
Jayadi, S. 1991. Tanaman makanan ternak tropika. Karya Ilmiah. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Krissetiana. 1996. Teknologi Pengolahan Pangan Tepung Labu Kuning. Kanisius,
Yogyakarta.
Lamhot. 1999. Pengeringan energi surya dengan pengaduk mekanis untuk
pengeringan kakao. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Lidiasari, E., M. I. Syafutri & F. Syaiful. 2006. Pengaruh perbedaan suhu
pengeringan tepung tepai ubi kayu terhadap mutu fisik dan kimia yang
dihasilkan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 8(2) : 141-146
Lendrawati. 2008. Kualitas fermentasi nutrisi dan silase ransum komplit berbasis
hasil samping jagung, sawit dan ubi kayu. Tesis. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
McDonald P, Hernderson AR & SJE Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. Ed
ke-2. Marlow: Chalcombe.
Mujumdar. 2008. Drying Technologies in Food Processus. John Wileg and Sons,
India.
Noveni. 2009. Efek perbedaan teknik pengeringan terhadap kualitas fermentabilitas
dan kecernaan hay daun rami (Boehmeria Nivea L Gaud). Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prihatman. 2000. Pakan ternak. Tentang budidaya perikanan : 1-13
Rachmawan. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas Pertanian.
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Renny, Diah. 2005. Pengeringan kelopak bunga rosela menggunakan tray dryer.
Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Rosa, K. R. D. 1998. Nitrogen fixing trees as tool soil builder. FACT. www.winrock.
org/forestry/factnet.htm [ 5 Oktober 2011]
Rudy. 2011. Kualitas fermentasi dan kandungan nutrient silase beberapa jenis rumput
yang dipanen pada waktu berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rukmana. 2005. Budidaya Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius,
Yogyakarta.
33
Siregar,M.E. 1988. Apa Itu King Grass. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Bogor.
Skerman,P.J. & F Rivers. 1990. Tropical Grasses. Food and Agriculture Organization
of the United Nation (FAO).Rome,Italy.
Soewarno. 1990. Teknik Pengeringan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sokhansanj, S. 1999. Forade Drying and Packaging for Internasional Market.
Proccedings of The First Asian-Australian Drying Conference. Bali,
Indonesia.
Steel, R. G. D. & J. H, Torrie. 1995. Principles and Procedures of Statistics. McGraw
Hill, New York.
Sumarsono. 1990. Pengaruh defoliasi dan pupuk fosfat terhadap kualitas hijauan
Setaria dalam pertanaman campuran dengan Centro. Skripsi. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Tiwari, G. N., and Goyal, R. K. 1998. Greenhouse Technology. Narosa Publishing
House, 6 Community Centre, Panchsheel Park, New Delhi, India.
Wadli. 2005. Kajian pengeringan rumput laut menggunakan alat pengering efek
rumah kaca. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F. G., S. Fardiaz, & D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia, Jakarta.
34
LAMPIRAN
35
Lampiran 1. Sidik Ragam (Anova) Bobot Kering Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan
SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Perlakuan 17 222859,26 13109,37 141,58 1,92 2,51**
Teknik Pengeringan 5 166014,81 33202,96 358,59 2,48 3,57**
Hijauan Pakan 2 39581,48 19790,74 213,74 3,26 5,25**
T.Pengeringan*H.Pakan 10 17262,96 1726,30 18,64 2,11 2,86**
Eror 36 3333,33 92,59
Total 53 226192,59
Keterangan : **
= sangat berbeda nyata (P<0,01)
Lampiran 2. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan* Hijauan Pakan
terhadap Bobot Kering setelah Proses Pengeringan
Perlakuan N Subset
1 2 3 4 5 6 7 8 9
J 3 200
P 3 200
Q 3 266,67
D 3 293,33
K 3 300 300
M 3 303,33 303,33 303,33
E 3 310 310 310
R 3 310 310 310
L 3 316,67 316,67
N 3 320
F 3 343,33
O 3 360
G 3 386,67
A 3 393,33 393,33
B 3 403,33 403,33 403,33
H 3 403,33 403,33 403,33
C 3 406,67 406,67
I 3 416,67
36
Lampiran 3. Sidik Ragam (Anova) Kehilangan Bahan Kering Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan
SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Perlakuan 17 3612,87 212,52 63,50 1,92 2,51**
Teknik Pengeringan 5 2423,05 279,30 144,80 2,48 3,57**
Hijauan Pakan 2 558,61 525,59 83,45 3,26 5,25**
T. Pengeringan*H. Pakan 10 631,69 63,11 18,86 2,11 2,86**
Eror 36 120,48 3,34
Total 53 3733,35
Keterangan : **
= sangat berbeda nyata (P<0,01)
Lampiran 4. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan*Hijauan Pakan
terhadap Kehilangan Bahan Kering setelah Proses Pengeringan
Keterangan : P = Perlakuan
P N Subset
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
B 3 0,73
C 3 1,09
A 3 1,68
O 3 4,17 4,17
L 3 6,85 6,85
G 3 7,09 7,09
K 3 8,52 8,52
H 3 9,86 9,86 9,86
F 3 10,49 10,49 10,49 10,49
N 3 11,35 11,35 11,35
I 3 12,39 12,39 12,39
R 3 13,03 13,03 13,03
M 3 14,06 14,06
E 3 15,58 15,58
D 3 18,56 18,56
Q 3 21,23
J 3
25,86
P 3 31,54
37
Lampiran 5. Sidik Ragam (Anova) Bahan Kering (BK) Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan
SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Perlakuan 17 120,67 7,10 4,75 1,92 2,51**
Teknik Pengeringan 5 35,02 7,00 4,68 2,48 3,57**
Hijauan Pakan 2 42,72 21,36 14,28 3,26 5,25**
T. Pengeringan*H. Pakan 10 42,93 4,29 2,87 2,11 2,86**
Eror 36 53,85 1,50
Total 53 174,52
Keterangan : **
= sangat berbeda nyata (P<0,01)
Lampiran 6. Uji Lanjut Duncan Bahan Kering (BK) Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan
Faktor A (Teknik Pengeringan)
Perlakuan N Subset
1 2
P4 9 87,53
P5 9 88,66 88,66
P1 9 88,69 88,69
P3 9 88,91 88,91
P2 9 89,04 89,04
P6 9 90,28
Sig. 0,23 0,15
Faktor B (Hijauan Pakan)
Hijauan Pakan N Subset
1 2
Gamal 18 87,74
B.humidicola 18 88,88
Rumput Raja 18 89,92
Sig. 1,000 0,16
38
Lampiran 7. Sidik Ragam (Anova) Abu Hijauan Pakan setelah Proses Pengeringan
SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Perlakuan 17 88,83 5,23 20,07 1,92 2,51**
Teknik Pengeringan 5 8,44 1,69 6,48 2,48 3,57**
Hijauan Pakan 2 63,14 31,57 121,28 3,26 5,25**
T. Pengeringan*H. Pakan 10 17,25 1,73 6,63 2,11 2,86**
Eror 36 9,37 0,26
Total 53 98,20
Keterangan : **
= sangat berbeda nyata (P<0,01)
Lampiran 8. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan* Hijauan Pakan
terhadap Abu setelah Proses Pengeringan
Perlakuan N Subset
1 2 3 4 5 6 7 8 9
E 3 4,16
A 3 4,42 4,42
L 3 4,84 4,84 4,84
J 3 5,03 5,03 5,03
B 3 5,23 5,23
D 3 5,54 5,54
K 3 5,56 5,56
C 3 5,74 5,74 5,74
G 3 6,43 6,43 6,43
H 3 6,60 6,60 6,60
F 3 6,68 6,68 6,68
I 3 6,84 6,84 6,84
R 3 7,47 7,47 7,47
Q 3 7,56 7,56 7,56
P 3 7,75 7,75
M 3 7,79 7,79
N 3 7,88
O 3 8,51
39
Lampiran 9. Sidik Ragam (Anova) Bahan Organik (BO) Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan
SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Perlakuan 17 88,83 5,23 20,07 1,92 2,51**
Teknik Pengeringan 5 8,44 1,69 6,48 2,48 3,57**
Hijauan Pakan 2 63,14 31,57 121,28 3,26 5,25**
T. Pengeringan*H. Pakan 10 17,25 1,73 6,63 2,11 2,86**
Eror 36 9,37 0,26
Total 53 98,20
Keterangan : **
= sangat berbeda nyata (P<0,01)
Lampiran 10. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Teknik Pengeringan* Hijauan
Pakan terhadap Bahan Organik (BO) setelah Proses Pengeringan
Keterangan : P = perlakuan
P N
1 2 3 4 5 6 7 8 9
O 3 91,49
N 3 92.12 92,12
M 3 92,21 92,21 92,21
P 3 92,25 92,25 92,25
Q 3 92,44 92,44 92,44 92,44
R 3 92,53 92,53 92,53
I 3 93,16 93,16 93,16
F 3 93,32 93,32 93,32
H 3 93,40 93,40 93,40
G 3 93,57 93,57 93,57
C 3 94,26 94,26 94,26
K 3 94,44 94,44
D 3 94,46 94,46
B 3 94,77 94,77
J 3 94,97 94,97
L 3 95,16 95,16
A 3 95,58
E 3 95,84
40
Keterangan :
A = Pengeringan matahari selama 7 jam rumput Brachiaria humidicola
B = Pengeringan matahari selama 14 jam rumput Brachiaria humidicola
C = Pengeringan matahari selama 21 jam rumput Brachiaria humidicola
D = Pengeringan oven 60oC selama 7 jam rumput Brachiaria humidicola
E = Pengeringan oven 60oC selama 14 jam rumput Brachiaria humidicola
F = Pengeringan oven 60oC selama 21 jam rumput Brachiaria humidicola
G = Pengeringan matahari selama 7 jam legum Gamal
H = Pengeringan matahari selama 14 jam legum Gamal
I = Pengeringan matahari selama 21 jam legum Gamal
J = Pengeringan oven 60oC selama 7 jam legum Gamal
K = Pengeringan oven 60oC selama 14 jam legum Gamal
L = Pengeringan oven 60oC selama 21 jam legum Gamal
M = Pengeringan matahari selama 7 jam rumput Raja
N = Pengeringan matahari selama 14 jam rumput Raja
O = Pengeringan matahari selama 21 jam rumput Raja
P = Pengeringan oven 60oC selama 7 jam rumput Raja
Q = Pengeringan oven 60oC selama 14 jam rumput Raja
R = Pengeringan oven 60oC selama 21 jam rumput Raja
41
Lampiran 11. Sidik Ragam (Anova) Protein Kasar (PK) Hijauan Pakan setelah
Proses Pengeringan
SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Perlakuan 17 1966,85 115,70 158,88 1,92 2,51**
Teknik Pengeringan 5 9,04 1,81 2,48 2,48 3,57tn
Hijauan Pakan 2 1863,90 931,95 1279,79 3,26 5,25**
T. Pengeringan*H. Pakan 10 93,92 9,39 12,90 2,11 2,86**
Eror 36 26,22 0,73
Total 53 1993,07
Keterangan : **
= sangat berbeda nyata (P<0,01),
tn =
tidak nyata
Lampiran 12. Uji Lanjut Duncan Protein Kasar (PK) Hijauan Pakan setelah Proses
Pengeringan
Faktor B (Hijauan Pakan)
Hijauan Pakan N Subset
1 2 3
B.humidicola 18 8,19
Rumput Raja 18 12,49
Gamal 18 22,23
Sig. 1,000 1,000 1,000
42
Lampiran 13. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Bobot Kering setelah Proses Pengeringan
Lampiran 14. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Kehilangan Bahan Kering setelah Proses Pengeringan
43
Lampiran 15. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Bahan Kering setelah Proses Pengeringan
Lampiran 16. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Abu setelah Proses Pengeringan
44
Lampiran 17. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Bahan Organik setelah Proses Pengeringan
Lampiran 18. Grafik Hubungan antara Teknik Pengeringan dengan Hijauan Pakan
terhadap Protein Kasar setelah Proses Pengeringan
45
Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian
ANALISIS KADAR AIR
(Hijauan Pakan) (Timbang Hijauan Pakan)
(Dimasukkan dalam Oven 105o C) (Dimasukkan dalam cawan porselin)
(Didinginkan dalam eksikator) (Timbang bobot akhir)
46
ANALISIS KADAR ABU
(Hijauan Pakan) (Timbang Hijauan Pakan)
(Dibakar diatas Hot Plate) (Dimasukkan dalam cawan porselin)
(Diabukan dengan tanur) (Didinginkan dalam eksikator) (Timbang Bobot Akhir)
47
ANALISIS PROTEIN KASAR
(Hijauan Pakan)
(Timbang Hijauan Pakan) (Proses Destruksi)
(Proses destilasi) (Proses titrasi)
85