perbedaan sifat fisik dan kimia yoghurt yang dibuat

13
PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT DARI TEPUNG KEDELAI FULL FAT DAN LOW FAT DENGAN PENAMBAHAN PENSTABIL PATI SAGU PADA BERBAGAI KONSENTRASI NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh MIFTAKHUL JANNAH J310111010 PROGRAM STUDI TRANSFER S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

Upload: hoangthien

Post on 13-Jan-2017

239 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT DARI

TEPUNG KEDELAI FULL FAT DAN LOW FAT DENGAN PENAMBAHAN

PENSTABIL PATI SAGU PADA BERBAGAI KONSENTRASI

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh

MIFTAKHUL JANNAH

J310111010

PROGRAM STUDI TRANSFER S1 GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

Page 2: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT
Page 3: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT DARI

TEPUNG KEDELAI FULL FAT DAN LOW FAT DENGAN PENAMBAHAN

PENSTABIL PATI SAGU PADA BERBAGAI KONSENTRASI

PENDAHULUAN

Yoghurt merupakan produk susu

yang mengalami fermentasi dengan prinsip

perlakuan pH yakni penambahan starter

bakteri asam laktat (Streptococcus

thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus)

akan memfermentasi menjadi susu asam

(Santoso, 2009). Pengembangan yoghurt

tidak terbatas pada susu sapi sebagai

bahan dasar. Penggunaan kedelai sebagai

bahan baku pembuatan yoghurt

mempunyai alasan, karena kedelai

merupakan bahan pangan sumber protein

nabati utama yang murah dan mudah

didapat oleh masyarakat.

Penggunaan susu kedelai sebagai

bahan dasar dalam pembuatan yoghurt

semakin meningkat pada beberapa tahun

terakhir. Hal ini didasarkan pada beberapa

keunggulan yang dimiliki oleh yoghurt

kedelai. Protein susu kedelai mempunyai

susunan asam amino yang mirip asam

amino susu sapi dengan kandungan asam

amino lisin yang lebih tinggi dan tidak

mengandung kolesterol, serta memiliki

laktosa rendah sehingga dapat digunakan

sebagai pengganti susu sapi bagi orang-

orang yang tidak tahan terhadap laktosa

susu sapi (lactose intolerance), oleh karena

Page 4: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

itu dibuat yoghurt dari susu kedelai

(Astawan, 2004).

Kelemahan dari pembuatan yoghurt

berbahan dasar susu kedelai adalah mudah

basi yang disebabkan aktifitas air yang

tinggi dan dapat menjadi media

pertumbuhan mikroba, sehingga dibuatlah

yoghurt berbahan dasar tepung kedelai.

Sarwono (2003), menyatakan bahwa

pembuatan tepung kedelai diharapkan

mempunyai masa simpan yang panjang

karena rendahnya kadar air.

Yoghurt kedelai rentan mengalami

kerusakan fisik yang secara tidak langsung

akan menurunkan mutu serta kualitasnya.

Tamime dan Robinson (1989), menyatakan

bahwa kerusakan fisik pada yoghurt antara

lain timbulnya sineresis, tingkat viskositas

yang rendah serta penurunan terhadap

kemampuan daya ikat air. Salah satu cara

untuk mencegah timbulnya kerusakan fisik

adalah melalui penambahan penstabil,

yang berfungsi meningkatkan viskositas

dan daya ikat air, serta menurunkan

sineresis.

Cole (2001), menyatakan bahwa

penggunaan pati sagu sebagai bahan

penstabil yoghurt dikarenakan kandungan

amilopektin yang tinggi sekitar 73%.

Granula pati sagu mempunyai daya ikat air

sehingga protein mampu mengikat air pada

kondisi asam yang berakibat meningkatnya

viskositas dan menurunnya sineresis serta

terbentuk gel. Penstabil pati sagu berfungsi

sebagai pengental dan pengikat lemak,

sehingga diharapkan yoghurt yang dibuat

dari tepung full fat dan low fat mempunyai

viskositas tinggi dan sineresis yang rendah.

Hal ini akan mempengaruhi sifat fisik

yoghurt yang dihasilkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut

maka perlu dilakukan penelitian tentang

perbedaan sifat fisik dan kimia yoghurt

yang dibuat dari tepung kedelai full fat dan

low fat dengan penambahan penstabil pati

sagu pada berbagai konsentrasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Yoghurt berasal dari Turki yakni

jugurt, yang berarti susu asam. Yoghurt

merupakan produk fermentasi asam laktat

tertentu melalui aktivitas Lactobacillus

bulgaricus dan Streptococcus thermophillus

(Codex Alimentarius, 1975 dalam Haryan,

2001). Proses fermentasi dengan

menggunakan kultur starter bakteri

Streptococcus thermophillus dan

Lactobacillus bulgaricus dapat terjadi

karena pada kedelai terdapat protein

(casein) dan glukosa (laktosa). Laktosa

digunakan oleh kedua starter bakteri

sebagai sumber karbon dan energi utama

untuk pertumbuhannya. Proses fermentasi

tersebut menyebabkan laktosa berubah

menjadi asam laktat (Santoso, 2009).

Beberapa karakteristik yang

menentukan kualitas yoghurt antara lain

sifat kimia, sifat tekstural dan sensorik.

Favaro dkk (2001), melaporkan sifat kimia

(pH dan keasaman titrasi) pada pembuatan

yoghurt kedelai. Sifat tekstural antara lain

viskositas dan sineresis. Viskositas yoghurt

dipengaruhi oleh tipe kultur starter,

perlakuan panas dan penggunaan penstabil

(Becker dan Puhan 1989). Amatayakul dkk

(2006) melaporkan penggunaan kultur

Page 5: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

mikrobia dan perbedaan total padatan

terhadap terjadinya sineresis.

Penstabil akan mempengaruhi daya

ikat air pada bahan pangan yang

definisikan sebagai kemampuan struktur

tiga dimensi untuk mengikat air dan

menahan molekul air melalui proses

penyerapan. Daya ikat air yoghurt tersebut

merupakan salah satu interaksi antar

molekul protein serta antara molekul protein

dan molekul air, selanjutnya akan menjadi

faktor penting menentukan sifat dan fungsi

protein sebagai pembentuk gel serta

kualitas yoghurt (Zayas dalam Wahyu,

2004).

METODE PENELITIAN

Berdasarkan jenis penelitian ini

merupakan penelitian eksperimen pada

yoghurt full fat dan low fat dengan

penambahan masing-masing penstabil pati

sagu 1%, 1,5% dan 2%. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Ilmu Pangan dan

Kimia, Program Studi Gizi Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta, yang dilaksanakan pada tanggal

2 Januari sampai 16 April 2012.

Rancangan penelitian yaitu

rancangan 2 acak faktorial yakni yoghurt

full fat dan low fat yang masing-masing

ditambahkan penstabil sagu 1%, 1,5% dan

2%. Penggunaan konsentrasi pati sagu

ditentukan oleh penelitian pendahuluan.

Setiap yoghurt akan diuji pH, keasaman

total, viskositas dan sineresis dilakukan 3

kali ulangan.

Peralatan yang digunakan antara lain

erlenmeyer, magnetic stirrer, sentrifuge,

Water bath, oven, timbangan digital, pH

meter, bekker glass, gelas ukur, biuret,

corong dan viskometer.

Penelitian pendahuluan dalam

penentuan konsentrasi bahan penstabil pati

sagu dengan variasi konsentrasi yakni

0,5%; 1%; 1,5%; 2% dan 2,5%. Yoghurt

dengan penambahan penstabil 0,5% belum

terbentuk gel secara sempurna dan masih

terjadi sineresis. Penambahan penstabil

pati sagu 1%; 1,5% dan 2% pada yoghurt

telah terbentuk gel yang merata,

sedangkan pati sagu 2,5% menghasilkan

tekstur dan penampakan yoghurt yang

kasar dan menggumpal. Hasil penelitian

pendahuluan ini direkomendasikan

menggunakan pati sagu 1%; 1,5% dan 2 %

pada pembuatan yoghurt.

Penelitian utama yakni pembuatan

yoghurt. Proses pembuatan tepung kedelai

full fat ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung

kedelai full fat

Disortasi

Diblender

Kacang kedelai

Diayak 120 mesh

Dioven 700C, 24 jam

Dikukus 15 menit

Direndam 5 jam

Dicuci

Tepung kedelai full fat

Page 6: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

Proses pembuatan tepung low fat

melalui ekstraksi dengan larutan heksana

yang distirrer selama 1 jam. Tepung kedelai

yang sudah diekstrak akan menghasilkan

tepung kedelai berlemak rendah (low fat

soy flour). Penghilangan sisa pelarut

dilakukan dengan pemanasan 700C

sehingga heksana menguap, sehingga bau

langu yang tidak dikehendaki dihilangkan

dengan uap panas.

Proses pembuatan yoghurt

berbahan dasar tepung kedelai full fat dan

low fat ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan yoghurt

Keasaman pada yoghurt disebabkan

adanya pemecahan laktosa oleh bakteri

asam laktat yang dapat diukur dengan cara

titrasi menggunakan NaOH 0,1 N (Atherton

dan Newlander, 1981). Eckles dkk, (1980),

menyatakan bahwa suasana asam yoghurt

disebabkan adanya metabolisme laktosa

oleh bakteri asam laktat sehingga timbul

rasa asam dan pengendapan kasein.

Analisis uji sineresis yoghurt

dilakukan dengan cara disentrifuge selama

20 menit dengan kecepatan 1535 rpm,

sehingga diketahui banyaknya air yang

terpisah dari pasta/gel. Pengujian viskositas

dengan menggunakan alat viskometer,

dilakukan pencatatan penurunan

kekentalan setiap 10 detik selama 1 menit.

Spindle yang digunakan ukuran 63.

Data pH, keasaman total, viskositas

dan sineresis dianalisa menggunakan uji

independent t-tes, GLM-univariat dan one

way anova, dilanjutkan dengan Duncan

pada taraf signifikan 0,05 dengan program

SPSS versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. pH yoghurt full fat dan low fat

Hasil uji GLM-univariat pada pH

yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai

full fat dan low fat ditampilkan pada

Tabel 1, menunjukkan ada pengaruh

konsentrasi penstabil pati sagu, jenis

tepung kedelai full fat maupun low fat

dan interaksi keduanya terhadap pH

yoghurt. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

signifikan masing-masing P < 0,05.

Tabel 1

Nilai Signifikansi pH Yoghurt yang Diuji

Menggunakan GLM-Univariat

Faktor Signifikansi

Konsentrasi penstabil pati sagu 0,000

Jenis tepung full fat dan low fat 0,015

Interaksi penstabil dan jenis

tepung

0,039

Masing-masing 5 % bakteri Strep. thermophillus

& Lac. bulgaricus

Dicampur

Diinkubasi 370 C, 24 jam

Dikemas ke dalam cup

Yoghurt kedelai

Glukosa

Pati sagu

Tepung kedelai

Diaduk (Magnetic stirrer)

Dicampur

Dipasteurisasi 900C, 20 menit

Didinginkan

Aquades

Page 7: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

Derajat keasaman (pH) yang

ditampilkan pada Tabel 2, menunjukkan

tidak ada perbedaan secara signifikan oleh

yoghurt dari tepung kedelai full fat dengan

penambahan pati sagu pada berbagai

konsentrasi terhadap pH yoghurt. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai signifikan P > 0,05.

Hal yang berbeda menunjukkan bahwa ada

perbedaan yang nyata oleh yoghurt dari

tepung kedelai low fat dengan penambahan

pati sagu pada berbagai konsentrasi

terhadap pH yoghurt (P<0,05).

Tabel 2

pH Yoghurt yang Diuji Menggunakan

One Way Anova

Yoghurt pH Sig.

Pati sagu 1%

Pati sagu 1,5%

Pati sagu 2%

Full fat 4,39 + 0,02

4,37 + 0,01

4,37 + 0,01

0,961

Low fat 4,46+0,005c

4,42+0,005b

4,42+0,005b

0,000

Penggunaan pati sagu pada yoghurt

F-P1% dan F-P1,5% menunjukkan pH tidak

berbeda nyata secara signifikan,

ditampilkan pada Gambar 3. Hal serupa

juga ditunjukkan oleh yoghurt L-P1,5% dan

L-P2% menunjukkan pH yang sama,

namun yoghurt L-P1% menunjukkan pH

yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan

laporan Yeganehzad dkk (2007),

menyatakan bahwa makin tinggi total solid,

semakin rendah pH yoghurt.

Gambar 3. pH yoghurt dengan

penambahan pati sagu pada

berbagai konsentrasi.

Keterangan: F-P1% : yoghurt full fat dengan sagu 1% F-P1,5% : yoghurt full fat dengan sagu 1,5% F-P2% : yoghurt full fat dengan sagu 2% L-P1% : yoghurt low fat dengan sagu 1% L-P1,5% : yoghurt low fat dengan sagu 1,5% L-P2% : yoghurt low fat dengan sagu 2%

Yoghurt dari tepung kedelai full fat

dan low fat dengan penambahan penstabil

pati sagu menunjukkan perbedaan setiap

konsentrasi 1%, 1,5% dan 2% terhadap pH

yoghurt yang dihasilkan (Tabel 3). Hal ini

ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-

masing P < 0,05. Hal ini sesuai laporan

Atherton dan Newlander (1981),

menyatakan bahwa penambahan penstabil

pada setiap konsentrasi berbeda

berpengaruh terhadap pH yoghurt yang

dihasilkan. Rendahnya tingkat penambahan

penstabil berakibat menurunnya nilai pH.

Penurunan nilai pH yoghurt disebabkan

karena terjadi peningkatan jumlah ion H+

dikarenakan oleh peningkatan jumlah total

asam.

Tabel 3

pH Yoghurt yang Diuji Menggunakan t-test

Yoghurt Ph Pati sagu 1% Pati sagu 1,5% Pati sagu 2%

Full fat 4,39 + 0,02 4,37 + 0,01 4,37 + 0,01 Low fat 4,46 + 0,005 4,42 + 0,005 4,42 + 0,005

Sig. 0,002 0,007 0,001

4,39 a

4,46 c

4,37 a

4,42 b

4,37 a

4,42 b

4,32

4,34

4,36

4,38

4,4

4,42

4,44

4,46

4,48

F-P1% L-P1% F-P1,5% L-P1,5% F-P2% L-P2%

pH

Page 8: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

Nilai pH yang dihasilkan oleh semua

perlakuan masih memenuhi standar pH

yoghurt. Wilkinson (2000), menyatakan

bahwa yoghurt mempunyai nilai pH kisaran

4,0 hingga 4,6 yang diperoleh dari proses

fermentasi menggunakan kultur

Lactobacillus bulgaricus dan Sterptococus

thermophilus. Hasil penelitian Rauf dkk

(2011), menyatakan bahwa peningkatan

asam total yoghurt tidak selalu sesuai

dengan besarnya pH. Kondisi ini terjadi

karena asam laktat yang dihasilkan dalam

pembuatan yoghurt merupakan asam yang

lemah, sehingga memberikan efek pH yang

kecil.

B. Keasaman total yoghurt full fat dan low

fat

Hasil uji GLM-univariat pada

keasaman total yoghurt dari tepung

kedelai full fat dan low fat (Tabel 4),

menunjukkan ada pengaruh penstabil

pati sagu terhadap keasaman total

yoghurt yang dihasilkan. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai signifikan P

(0,015) < 0,05. Jenis tepung kedelai full

fat maupun low fat dan interaksi

keduanya menunjukkan tidak ada

pengaruh terhadap keasaman total,

ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-

masing P > 0,05.

Tabel 4

Nilai Signifikansi Keasaman Total Yoghurt

yang Diuji Menggunakan GLM-Univariat

Faktor Signifikansi

Konsentrasi penstabil pati sagu 0,015 Jenis tepung full fat dan low fat 0,264 Interaksi penstabil dan jenis tepung 0,284

Yoghurt dari tepung kedelai full fat

dan low fat dengan penambahan

penstabil pada berbagai konsentrasi

ditampilkan pada Tabel 5, menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan keasaman

total pada penggunaan konsentrasi yang

berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

signifikan masing-masing P > 0,05. Hal

ini sesuai dengan Sumardikan (2007),

menunjukkan bahwa penstabil termasuk

hidrofilik dapat menyerap air pada

konsentrasi yang tinggi sehingga

pertumbuhan mikroorganisme terhambat

dikarenakan kurangnya nutrisi.

Tabel 5

Keasaman Total Yoghurt yang Diuji

Menggunakan One Way Anova

Yoghurt Keasaman Total (mg/ml) Sig.

Pati sagu 1%

Pati sagu 1,5%

Pati sagu 2%

Full fat 3,26 + 0,06

3,29+ 0,06

3,28+0,08

0,893 Low fat 3,33 + 0,09

3,34+ 0,09

3,46+0,06

0,178

Penggunaan pati sagu pada

yoghurt F-P1% dan F-P1,5%

menunjukkan keasaman total yang tidak

berbeda nyata secara signifikan, namun

terlihat berbeda nyata dengan yoghurt L-

P2% terhadap keasaman total yang

dihasilkan (Gambar 4). Yoghurt L-P1%

dan L-P1,5%, menunjukkan keasaman

total yang tidak berbeda nyata secara

signifikan.

Page 9: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

Gambar 4. Keasaman total yoghurt dengan

penambahan pati sagu pada

berbagai konsentrasi.

Penggunaan pati sagu pada

pembuatan yoghurt dari tepung kedelai

full fat dan low fat yang (Tabel 6),

menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan keasaman total yang

signifikan dari setiap konsentrasi pati

sagu (P>0,05). Hal berbeda ditunjukkan

oleh yoghurt dari tepung kedelai full fat

dan low fat dengan penambahan pati

sagu 2%, menunjukkan ada perbedaan

secara signifikan terhadap keasaman

total (P<0,05).

Tabel 6

Keasaman Total Yoghurt yang Diuji

Menggunakan t-tes

Yoghurt Keasaman Total (mg/ml)

Pati sagu 1% Pati sagu 1,5% Pati sagu 2%

Full fat 3,26 + 0,06 3,29 + 0,06 3,28 + 0,08 Low fat 3,33 + 0,09 3,34 + 0,09 3,46 + 0,06 Sig. 0,356 0,451 0,033

Keasaman yoghurt disebabkan

adanya pemecahan laktosa oleh bakteri

asam laktat dan keasaman total yoghurt

dapat diukur dengan cara titrasi dengan

larutan NaOH 0,1 N (Atherto dan

Newlander, 1981). Eckles dkk, (1980),

menyatakan bahwa suasana asam pada

yoghurt disebabkan adanya metabolisme

laktosa oleh bakteri asam laktat sehingga

timbul rasa asam dan pengendapan kasein.

C. Viskositas yoghurt full fat dan low

fat.

Pengukuran viskositas digunakan

untuk mengetahui perubahan

kekentalan yoghurt yang dihasilkan,

maka perlu dilakukan pembahasan

perubahan viskositas pada awal,

pertengahan dan akhir yakni pada detik

10, 30 dan 60. Hasil uji GLM-univariat

(Tabel 7), menunjukkan bahwa ada

pengaruh penstabil pati sagu, jenis

tepung full fat dan low fat terhadap

viskositas yang dihasilkan pada detik 10,

30 dan 60. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

signifikan masing-masing P < 0,05.

Jenis penstabil dan jenis tepung tidak

menunjukkan adanya interaksi terhadap

viskositas yoghurt yang dihasilkan (P >

0,05).

Tabel 7

Nilai Signifikansi Viskositas Yoghurt yang

Diuji Menggunakan GLM-Univariat Faktor Sig. Viskositas

10 detik 30 detik 60 detik

Konsentrasi penstabil pati sagu

0,000 0,000 0,000

Jenis tepung full fat dan low fat

0,000 0,000 0,000

Interaksi penstabil dan jenis tepung

0,534 0,118 0,075

Penambahan penstabil pada

konsentrasi yang berbeda menghasilkan

tingkat viskositas yoghurt yang berbeda.

Hal ini disebabkan perbedaan

penyerapan dan daya ikat air. Yoghurt

dari tepung kedelai full fat dengan

penambahan pati sagu (F-P2%)

menunjukkan viskositas tertinggi, diikuti

perlakuan F-P1,5% dan F-P1% yang

ditampilkan pada Gambar 5. Perlakuan

3,26 a

3,29 ab3,28 a

3,33 ab

3,34 a

3,46 b

3,15

3,2

3,25

3,3

3,35

3,4

3,45

3,5

F-P1% L-P1% F-P1,5%L-P1,5% F-P2% L-P2%

Keasaman total (mg/ml)

Page 10: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

tersebut menunjukkan penurunan

viskositas selama proses pengadukan

yang memberikan tipe viskositas Non-

Newtonian pada yoghurt.

Penggunaan pati sagu dalam

pembuatan yoghurt dari tepung kedelai

low fat (L-P2%) memberikan viskositas

tertinggi, diikuti yoghurt L-P1,5% dan L-

P1%. Hal ini menunjukkan penambahan

pati sagu memberikan tipe Non-

Newtonian. Hal ini sesuai penelitian

Rauf dan Sarbini (2012), menyatakan

bahwa makin tinggi konsentrasi

penstabil maka makin tinggi

viskositasnya. Hal ini sesuai laporan

Alakali dkk (2008), menyatakan bahwa

makin tinggi konsentrasi bahan

penstabil, semakin tinggi viskositasnya.

Gambar 5. Viskositas yoghurt dengan

penambahan pati sagu pada

berbagai konsentrasi.

Hasil penelitian Sumandikan

(2007), menunjukkan bahwa

penambahan CMC pada konsentrasi

tinggi menghasilkan viskositas yang

tinggi. Peningkatan nilai viskositas dapat

dipengaruhi oleh adanya penggunaan

CMC semakin banyak menyebabkan

semakin besar jumlah air bebas yang

diserap dan diikat sehingga keadaan gel

menjadi lebih kuat dan viskositasnya

meningkat.

Pengaruh penggunaan gelatin dan

lemak, lemak dalam yoghurt berfungsi

sebagai globula yang melapisi protein.

Protein dan lemak efektif untuk

meningkatkan komponen secara

konsisten, dikarenakan lemak susu

yoghurt homogen yang berfungsi

sebagai globula protein berlapis lemak.

Protein yang dilapisi lemak dapat

menghasilkan gel/pasta lebih kuat

sehingga dapat meningkatkan viskositas

(Keogh dan Kenndy, 1998).

D. Sineresis yoghurt full fat dan low fat

Hasil uji GLM-univariat pada

sineresis yoghurt ditampilkan pada

Tabel 8, menunjukkan ada pengaruh

konsentrasi pati sagu dan jenis

tepung yang digunakan terhadap

sineresis yoghurt. Hal ini ditunjukkan

oleh nilai signifikan masing-masing

P<0,05. Hal yang berbeda

ditunjukkan oleh konsentrasi

penstabil dan jenis tepung

menunjukkan tidak ada interaksi

keduanya terhadap sineresis yoghurt

yang dihasilkan (P > 0,05).

Tabel 8

Nilai Signifikansi Sineresis Yoghurt

yang Diuji Menggunakan GLM-

Univariat

Faktor Signifikansi

Konsentrasi penstabil pati sagu 0,000 Jenis tepung full fat dan low fat 0,000 Interaksi penstabil dan jenis tepung

0,620

200

300

400

500

600

700

800

900

10 20 30 40 50 60 detik

Vis

kosi

tas

(cP

) F-

F-

F-

L-

L-

L-

Page 11: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

Penggunaan pati sagu pada

konsentrasi yang berbeda pada

pembuatan yoghurt (Tabel 9),

menunjukkan ada perbedaan yoghurt

full fat dan low fat dengan

penambahan pati sagu pada berbagai

konsentrasi pati sagu terhadap

sineresis yang dihasilkan. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai signifikan

masing-masing P (0,000) < 0,05.

Tabel 9

Sineresis Yoghurt yang Diuji

Menggunakan One Way Anova

Yoghurt Sineresis (%) Sig. Pati sagu

1% Pati sagu

1,5% Pati sagu

2%

Full fat 46,91+2,9c

35,75+2,5b

24,20+2,6a

0,000 Low fat 64,97+2,1

e 53,79+3,5

d 45,07+2,8

c 0,000

Penggunaan penstabil pati sagu

dalam pembuatan yoghurt F-P1% dan L-

P2% menunjukkan sineresis yoghurt

yang tidak berbeda nyata secara

signifikan. Yoghurt F-P1,5% dan F-P2%

menunjukkan sineresis yang berbeda

nyata signifikan (Gambar 6). Sineresis

tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan L-

P1%. Hal ini dikarenakan banyaknya air

yang terikat oleh granula pati sehingga

menurunnya kemampuan mengikat dan

menyerap air. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian Sawitri dkk (2008),

menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi penstabil yang ditambahkan

maka sineresis yoghurt yang dihasilkan

akan semakin rendah.

Gambar 6. Sineresis yoghurt dengan

penambahan pati sagu pada

berbagai konsentrasi.

Semakin tinggi konsentrasi

penstabil pati sagu yang ditambahkan

maka sineresis yang dihasilkan akan

semakin rendah. Bahan penstabil yang

bersifat mengurangi sineresis serta

sebagai bahan pengikat air dengan cara

meningkatkan sifat hidrofilik protein

(Fennema, 1996).

Ikatan hidrogen antara molekul air

dan protein melemah dan pori-pori di

antara molekul kasein melonggar,

sehingga dapat dilalui oleh air bebas

(Fennema, 1996). Sineresis dapat

dikurangi dengan cara penambahan

penstabil.yang digunakan untuk

menyerap air. Hasil penelitian

Sumardikan (2007), semakin tinggi

konsentrasi CMC 0,5% yang digunakan

maka sineresis yoghurt akan semakin

rendah dibandingkan yoghurt dengan

penambahan CMC 0,4%. Menurut

Spreer (1998), menyatakan bahwa

bahan penstabil berfungsi untuk

meningkatkan viskositas serta

mengurangi resiko terhadap sineresis.

46,91 c

64,97 e

35,75 b

53,79 d

24,2 a

45,07 c

0

10

20

30

40

50

60

70

F-P1% L-P1% F=P1,5% L-P1,5% F-P2% L-P2%

Sineresis (%)

Page 12: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

Faktor-faktor yang mempengaruhi

sineresis yoghurt, antara lain adalah

keasaman dan pH, serta daya ikat air.

Tamime dan Robinson (1989),

menyatakan bahwa gelatin mampu

membentuk ikatan peptida dengan

kasein dan mencegah terjadinya ikatan

hidrogen antara kasein dan asam laktat

pada suasana asam, sehingga dapat

mengakibatkan menurunnya daya ikat

air dan meningkatnya sineresis. Radi

dkk (2009), melaporkan bahwa sineresis

yoghurt dipengaruhi oleh penambahan

konsentrasi penstabil, ditimbulkan oleh

kapasitas daya ikat air yang tinggi

sehingga dapat menurunkan sineresis.

Keogh dan Kenndy (1998),

menyatakan bahwa interaksi gelatin dan

lemak dapat menurunkan sineresis

yoghurt dikarenakan lemak dalam

yoghurt berfungsi sebagai globula yang

melapisi protein. Protein dan lemak

efektif untuk meningkatkan komponen

secara konsisten, dikarenakan lemak

susu yoghurt homogen yang berfungsi

sebagai globula protein berlapis lemak,

sehingga dapat mengurangi sineresis

KESIMPULAN DAN SARAN

1) Penggunaan pati sagu pada setiap

konsentrasi menunjukkan pH yoghurt

yang berbeda. Level pH yoghurt

dipengaruhi oleh penstabil pati sagu, pH

terendah ditunjukkan yoghurt full fat

dengan penambahan pati sagu 1,5%

dan 2% masing-masing memberikan pH

4,37.

2) Keasaman total tertinggi pada yoghurt

full fat dan low fat dengan penambahan

pati sagu masing-masing 2% yakni 3,28

mg/ml dan 3,46 mg/ml.

3) Viskositas tertinggi pada ditunjukkan

oleh yoghurt full fat dengan

penambahan penstabil pati sagu 2%

(704,5 cP), sedangkan viskositas

terendah ditunjukkan oleh yoghurt low

fat dengan penambahan penstabil pati

sagu 1% (293,2 cP). Makin tinggi

konsentrasi bahan penstabil, semakin

tinggi viskositasnya.

4) Konsentrasi penstabil pati sagu

berpengaruh terhadap sineresis pada

yoghurt. Sineresis tertinggi ditunjukkan

pada yoghurt low fat dengan

penambahan pati sagu 1% (64,97%)

sedangkan terendah pada yoghurt full

fat dengan penambahan pati sagu 2%

(24,2%). Penambahan penstabil pada

konsentrasi tinggi dapat mengurangi

resiko sineresis.

Saran bagi penelitian selanjutnya

dapat dilakukan uji sensorik, yang berguna

untuk mengetahui mutu yoghurt kedelai.

DAFTAR PUSTAKA

Alakali, J.S., Okankwo, T.M., dan Lordye,

E.M., 2008. Effect of Stabilizer on the Physic-Chemical attributes of Thermizad Yoghurt. African Jurnal of Biotechnology, 7 (2): 153-163.

Amatayakul, T., Sherkat, F. Dan Shah,

N.P., 2006. Syneresis in set yogurt as affected by starter cultures and levels of solids. Intenasinal Journal of Dairy Technology, 59 (3): 216-221.

Page 13: PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT

Bricarello, L., Kasinski, N., Bertolami, M., faludi, A., Pinto, L., Relvas, W., Izar, M., Ihara, S., Tufik, S. dan Fonseca, F., 2004. Comparison between the effects of soymilk and non-fat cow milk on lipid profile and lipid peroxidation in patients with primary hypercholesterolemia. Nutrition, 20: 200-204.

Fennema, O.R. 1996. Pronciples of

Food Science Part 1. Food Chemistry Incorporation. New York.

Radi, M.Niakousari dan S. Amiri. 2009. Physicochemical, Textural and Sensory Properties of Low Fat Yogurt Produced by Using Modified Wheat Starch as Fat Replacer. Journal of Applied Sciences, 9(11): 2194-2197.

Rauf R., Widowati, D. dan Widodo, A.,

2011. Sifat Fisik dan Kimia Yoghurt yang Dibuat dari Tepung Kedelai. Prosiding A Seminar Nasional “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal,” 68-75.

Rauf Rusdin dan Dwi Sarbini. 2012.

Pengaruh Penstabil terhadap Sifat Fisiko-Kimia Yoghurt yang Dibuat dari Tepung Kedelai Rendah Lemak.Artikel Publikasi Ilmiah. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

Santoso. 2009. Susu dan Yoghurt

Kedelai. Laboratorium Kimia Pangan Faperta UWG.

Sawitri M., Abdul Manab dan Theresia Wahyu L. 2008. Kajian Penambahan Gelatin terhdap Keasaman, pH, Daya Ikat Air dan Sineresis Yoghurt. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 3: 35-42.

Speer, E. 1998. Milk and Dairy Product

Technology. Marcell Dekker Inc.New York.

Sumardikan. 2007. Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) terhadap pH, Keasaman, Viskositas, Sineresis dan Mutu Organoleptik. Teknologi pertenakan: Malang.

Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1989.

Yoghurt Science and Technology. Pergamon press Ltd. London.

Yeganehzad, S., Tehrani, M.M., dan

Shahidi, F., 2007. Studying microbial, phisiochemical and sensory properties of directly concentrated probiotic yoghurt. Frican Journal of Agricultural Research, 2 (8): 366-369.

Zayas dan Wahyu, T. L. P. 2004.

Pengaruh Penambahan Gelatin Terhadap Daya Ikat Air,Viskositas dan Sineresis. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.Malang