perbedaan kompetensi interpersonal pada mahasiswa ......antara anak tunggal dan anak yang memiliki...

30
PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA YANG MEMILIKI DAN TIDAK MEMILIKI SAUDARA KANDUNG OLEH DANISWARI MANGGALA PUTRI 802009066 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA YANG

    MEMILIKI DAN TIDAK MEMILIKI SAUDARA KANDUNG

    OLEH

    DANISWARI MANGGALA PUTRI

    802009066

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

    Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2015

  • PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA

    YANG MEMILIKI DAN TIDAK MEMILIKI SAUDARA KANDUNG

    Daniswari Manggala Putri

    Chr. Hari Soetjiningsih

    K.D. Ambarwati

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2015

  • ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kompetensi interpersonal pada

    mahasiswa ditinjau dari kepemilikan saudara kandung. Penelitian ini dilakukan pada 40

    mahasiswa yang memiliki saudara kandung dan 40 mahasiswa yang tidak memiliki

    saudara kandung dengan menggunakan teknik snowball sampling. Metode

    pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kompetensi interpersonal yang

    mengacu pada teori Buhrmester, dkk (1988) mengenai aspek-aspek kompetensi

    interpersonal yaitu memulai hubungan, pengungkapan diri, asertif, memberikan

    dukungan emosional, dan mengatasi konflik interpersonal. Perbedaan kompetensi

    interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung diuji

    menggunakan Independent t-test dan diperoleh hasil nilai t sebesar 14,812 dengan

    signifikansi 0,000 atau p < 0,05. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa terdapat

    perbedaan kompetensi interpersonal antara mahasiswa yang memiliki saudara kandung

    dengan mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung.

    Kata kunci: kompetensi interpersonal, mahasiswa, anak tunggal, saudara kandung

  • ABSTRACT

    This research aims to know the differences of interpersonal competencies in terms of

    student ownership of the siblings. This research was conducted at 40 students who have

    a sibling and 40 students who do not have siblings by using techniques of snowball

    sampling. Method of data collection is done using an interpersonal competence scale

    refers to the theory of Buhrmester, et al (1988) about the interpersonal aspects of

    competence i.e initiating relationship, self-disclosure, asserting, displeasure, providing

    emotional support, and managing interpersonal conflict. The differences of

    interpersonal competence on students that have and do not have siblings been tested

    using Independent t-test and obtained results that the value t of 14,812 with a

    significance 0.000 or p

  • 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Kemampuan berkomunikasi seseorang mulai bertumbuh sejak ia terlahir di

    dunia ini. Walaupun kemampuan inderanya terbatas ia akan tetap berusaha untuk

    membangun interaksi dengan lingkungan sekitarnya dan menciptakan hubungan dengan

    orang-orang yang berada dekat dengannya (Emmaretha, 2012). Kemampuan

    berkomunikasi tersebut terus berkembang seiring pertumbuhan individu hingga ke tahap

    masa remaja melalui interaksi kekeluargaan, teman sebaya dan hubungan dengan

    masyarakat (Yahaya, 2010). Jika proses tersebut terpenuhi, maka individu mampu

    memasuki tahap perkembangan berikutnya yaitu masa dewasa awal.

    Tugas perkembangan dewasa awal menurut Havighurst yaitu individu dituntut

    untuk membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu (dalam Monks, 1999)

    atau kelompok sosial yang menyenangkan (Hurlock, 1980) dan mampu menyesuaikan

    diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (Havighurst, 1995). Pada masa dewasa awal,

    individu akan menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu perkuliahan dan

    perannya berubah menjadi mahasiswa. Namun pada kenyataannya, Partosuwido (1993)

    melaporkan banyak mahasiswa mengeluhkan persoalan pribadi yang dapat menyulitkan

    mereka dalam melakukan hubungan interpersonal seperti, rendah diri, sikap tertutup,

    kecemasan tinggi, tidak mampu mengendalikan diri, dan mudah dipengaruhi orang lain

    (dalam Idrus, 2007). Hal tersebut dapat menghambat mahasiswa untuk mencapai tugas

    perkembangannya. Agar tugas perkembangannya di masa dewasa awal tercapai,

    individu membutuhkan kemampuan untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan

    orang lain. Kemampuan ini dikenal dengan istilah kompetensi interpersonal.

  • 2

    Kompetensi interpersonal menurut Buhrmester, dkk (1988) yaitu sebagai

    kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membangun dan memelihara

    hubungan interpersonal. Kompetensi interpersonal merupakan dasar bagi suatu

    kesuksesan. Jika telah terjadi hubungan interpersonal yang baik dan memuaskan, maka

    individu yang memiliki kompetensi interpersonal ini akan mudah untuk mendapatkan

    apa yang menjadi tujuannya. Hal tersebut juga berlaku untuk mahasiswa apabila

    kompetensi interpersonalnya baik maka dengan mudah dapat menjalin hubungan dan

    bekerja sama dengan teman atau rekan kerja yang baru kelak. Sesuai dengan penelitian

    Cohen, Sherrad & Clark (1986) bahwa remaja yang mempunyai kompetensi

    interpersonal tinggi lebih berhasil membina hubungan kerja dan rumah tangga

    dibandingkan dengan remaja yang mempunyai kompetensi interpersonal rendah.

    Keberadaan kompetensi interpersonal sangat diperlukan di dalam kehidupan

    setiap individu termasuk mahasiswa. Seorang mahasiswa yang baru memasuki

    perkuliahan membutuhkan adanya kompetensi interpersonal dalam menjalin hubungan

    interpersonal yang baik dengan teman-teman dan dosen barunya. Menjalin hubungan

    interpersonal yang baik akan lebih mudah bagi mahasiswa yang memiliki saudara

    kandung, karena sudah terbiasa berhubungan dan menjalin komunikasi dengan saudara

    kandungnya. Hubungan saudara pada individu meliputi menolong, berbagi, mengajari,

    berkelahi, dan bermain, bisa juga bertindak sebagai dukungan emosional, saingan, dan

    mitra komunikasi (Carlson, 1995).

    Menurut Willis (dalam Pratiwi, 1998), kompetensi interpersonal dapat

    dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang memperngaruhi kompetensi

    interpersonal adalah faktor keluarga yang didalamnya terdapat saudara kandung.

    Kehidupan keluarga sangat penting sebagai sarana berlatih mengembangkan

  • 3

    kemampuan bersosialisasi dengan orang lain. Pola hubungan dengan anggota keluarga

    ini terjalin salah satunya dengan saudara kandung. Keberadaan saudara kandung dapat

    memunculkan konflik-konflik yang mendorong individu untuk mengasah

    kemampuannya untuk menyelesaikan atau memecahkan konflik tersebut bersama

    saudara kandungnya. Saudara kandung memiliki pengaruh dalam melakukan sosialisasi

    terhadap individu dibandingkan dengan orang tua (Santrock, 2007).

    Pengaruh saudara kandung akan lebih kuat apabila jarak usia individu dengan

    saudaranya dekat. Semakin dekat jarak usia individu dengan saudara kandungnya maka

    pengaruh diantara mereka akan semakin besar, terutama dalam karakteristik emosi.

    Sedangkan semakin jauh jarak usia maka pengaruh orang tua lebih dominan

    dibandingkan dengan pengaruh saudara kandung. Menurut hasil penelitian Minnett,

    Vandell, and Santrock (1983) individu yang jarak umurnya 7-8 tahun dengan

    saudaranya lebih mungkin untuk menunjukkan perilaku positif, kasih sayang.

    Sedangkan jarak umur 3-4 tahun darisaudara mereka umumnya terjadi kecurangan,

    agresi, danperilaku negatif. Tidak jauh beda menurut Wong, dkk (2008), pengaruh

    saudara kandung akan lebih kuat apabila jarak usianya 2 sampai 4 tahun.

    Di sisi lain mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung atau disebut anak

    tunggal tidak perlu bersaing dengan saudara-saudara kandungnya untuk mendapatkan

    perhatian, bantuan dan sumber daya orang tua sehingga kurang merasakan persaingan

    dan kurang mengalami interaksi interpersonal dengan orang lain selain dengan

    orangtuanya. Namun, lain halnya di lingkungan sekitar, anak tunggal adalah seorang

    perfeksionis yang kesepian, rendah diri dalam berhubungan dengan orang lain dan

    cenderung menarik diri karena takut tidak diterima dan tidak diperhatikan oleh orang

    lain. Kurangnya interaksi interpersonal pada anak tunggal menyebabkan rendahnya

  • 4

    kemampuan membina hubungan interpersonal dengan orang lain selain orang tua

    (Hadibroto, Alam, Suryaputra dan Olivia, 2002).

    Penelitian Jiao, Ji dan Jing (n.d) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

    antara anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung dalam kategori usia 4-6

    tahun, baik di pedesaan maupun perkotaan. Anak yang memiliki saudara kandung

    mempunyai sifat-sifat perilaku sosial yang positif, kerjasama yang baik, saling

    menghargai, dan mereka dipandang sebagai individu yang dapat bergabung dengan

    anak-anak yang lain dalam bermain dan berpartisipasi atau lebih dalam kegiatan

    kolektif. Sementara anak tunggal dipandang oleh anak-anak lain sebagai individu yang

    bertindak sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Apabila sejak kecil anak tunggal

    tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang individual maka saat memasuki masa

    dewasa awal akan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal dengan

    lingkungannya.

    Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa dituntut memiliki

    kompetensi interpersonal dalam menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain

    untuk memenuhi tugas perkembangan sosial. Permasalahan sering muncul apabila

    mahasiswa tidak memiliki kompetensi interpersonal yang baik. Mahasiswa yang

    memiliki dan tidak memiliki saudara kandung kemungkinan memiliki kompetensi

    interpersonal yang berbeda. Adapun penelitian pendukung yang diperoleh terkait

    keterampilan sosial, pengaruh saudara kandung, jarak umur, anak tunggal serta anak

    bersaudara kandung pada anak-anak dan remaja.

    Maka berdasarkan latar belakang masalah tersebut memperkuat keinginan

    peneliti untuk meneliti kompetensi interpersonal yang penelitiannya belum dijumpai

    oleh peneliti yaitu pada dewasa awal. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti

  • 5

    Perbedaan Kompetensi Interpersonal pada Mahasiswa yang Memiliki dan Tidak

    Memiliki Saudara Kandung.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kompetensi interpersonal

    pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung.

    Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat perbedaan kompetensi interpersonal pada

    mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung ?

    TINJAUAN PUSTAKA

    Kompetensi Interpersonal

    Menurut Chaplin (2001) kompetensi adalah kelayakan, kemampuan atau

    pelatihan untuk melakukan satu tugas. Interpersonal adalah segala sesuatu yang

    berlangsung antara dua pribadi, mencirikan proses-proses yang timbul sebagai satu hasil

    dari interaksi individu dengan individu lain dan sosial.

    Kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi

    secara efektif yang meliputi kemampuan untuk memulai suatu hubungan interpersonal,

    kemampuan membuka diri, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional

    kepada orang lain, kemampuan bersikap asertif, empati serta kemampuan mengelola

    dan mengatasi konflik dengan orang lain (Idrus, 2009).

    Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai

    kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membangun dan memelihara

    hubungan interpersonal. Berdasarkan beberapa definisi kompetensi interpersonal di atas

  • 6

    maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi interpersonal adalah kemampuan-

    kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan antar pribadi dengan

    individu lain dan lingkungan sosialnya yang baik dan memuaskan.

    Menurut Buhrmester, dkk (1988) kompetensi interpersonal memiliki 5 aspek yaitu:

    a. Kemampuan memulai hubungan (Initiating Relationship)

    Adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang

    lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Usaha ini merupakan

    pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga

    tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi

    yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya (Galassi & Galassi, 1980;

    Lipton & Nelson, 1980; Rathus, 1973; Schroeder, Rakos, & Moe, 1983).

    b. Kemampuan pengungkapan diri (Self-disclosure of Personal Information)

    Merupakan kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang

    bersifat pribadi dan memberikan penghargaan terhadap orang lain (Dickson-

    Markman, 1986), social psychologists (Chelune, Sulton, & Williams, 1980;

    Jourard, 1971), and marital researchers (Gottman, 1979; Tolstedt & Stokes, 1984).

    c. Kemampuan asertif atau menegaskan ketidaksenangan dengan orang lain

    (Asserting Displeasure with Others)

    Kemampuan mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas serta penegasan hak-

    hak pribadi dan ketidaksenangan/ketidaksetujuan atas berbagai macam hal ataupun

    peristiwa yang kurang sesuai (Galassi & Galassi, 1980; Lipton & Nelson, 1980;

    Rathus, 1973; Schroeder, Rakos, & Moe, 1983).

    d. Kemampuan memberikan dukungan emosional (Providing Emotional Support)

  • 7

    Kemampuan untuk menenangkan dan memberi saran yang menimbulkan rasa

    nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan bermasalah.

    Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. Kemampuan

    memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan

    komuniksi interpersonal antar dua pribadi (Barker & Lemle, 1984; Gottlieb, 1985).

    e. Kemampuan mengatasi konflik interpersonal (Managing Interpersonal Conflict)

    Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun strategi

    penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau suatu masalah

    dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun strategi penyelesaian

    masalah adalah bagaimana individu yang bersangkutan merumuskan cara untuk

    mengatasi konflik dengan sebaik-baiknya (Convey & Dengerink, 1984; Gottman,

    1979).

    Dewasa Awal

    Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 – 40 tahun saat perubahan-perubahan

    fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock,

    1980). Tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain: mulai bekerja,

    memilih pasangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga,

    mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, dan mencari kelompok sosial yang

    menyenangkan.

    Memiliki Saudara Kandung

    Cicirelli (1996) mendefinisikan saudara kandung secara tradisional yaitu dimana

    dua individu atau lebih mempunyai orang tua biologis yang sama (dalam Binotiana,

    2008).

  • 8

    Menurut Budiarjo (1991) saudara kandung adalah anak yang lahir dari orang tua

    yang sama. Saudara kandung adalah pasangan kakak adik laki-laki, kakak adik

    perempuan atau kakak adik perempuan dan laki-laki (Chaplin, 2001).

    Saudara kandung adalah kakak laki-laki / kakak perempuan dari orang tua yang

    sama; satu atau dua atau lebih lagi pribadi-pribadi keturunan dari orang tua yang sama

    (Kartono, 2001).

    Tidak Memiliki Saudara Kandung

    Anak yang tidak memiliki saudara kandung biasa disebut dengan anak tunggal

    yang artinya keturunan satu-satunya. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

    Gunarsa dan Yulia (2003), anak tunggal dalam keluarga diartikan bahwa dalam suatu

    keluarga yang terdiri dari suami dan istri hanya memiliki seorang anak saja. Namun,

    menurut Kaplan (dalam Gunarsa, 2008), terbentuknya kondisi anak tunggal dapat

    disebabkan oleh karena saudaranya meninggal, karena orang tuanya menikah pada usia

    yang sudah lanjut, atau bercerai pada usia muda.

    Berdasarkan teori di atas maka penulis menggunakan teori dari Gunarsa dan

    Yulia (2003), yaitu anak satu-satunya dari pasangan suami istri tanpa ada kondisi lain-

    lain seperti saudara kandung yang meninggal yang membentuknya menjadi seorang

    anak yang tidak memiliki saudara kandung atau anak tunggal.

    HIPOTESIS

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kompetensi

    interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung

  • 9

    METODE

    Desain Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.

    Pendekatan kuantitatif adalahmetode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

    positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

    data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik,

    dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012).

    Pendekatan ini dipilih karena peneliti mengolah data dalam bentuk angka-angka ke

    dalam analisis statistik. Teknik statistik yang digunakan adalah uji t yang mencari

    perbedaan kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki

    saudara kandung.

    Populasi dan Sampel

    Populasi dalam penelitian ini adalah dewasa awal, yang berstatus mahasiswa

    Universitas Kristen SatyaWacana. Adapun karakteristik populasi yang dipilih dalam

    penelitian ini yaitu:

    a. Mahasiswa semester 1 tahun ajaran 2014-2015.

    b. Jarak umur dengan saudara kandung 3 sampai 4 tahun.

    Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 27 November sampai dengan

    tanggal 30 November 2014. Sehingga di dapat 80 sampel yang sesuai dengan kriteria.

    Peneliti menyiapkan 85 skala psikologi yang akan digunakan dengan rincian 80 angket

    untuk digunakan dalam penelitian dan 5 angket digunakan sebagai cadangan apabila ada

    kesalahan dalam prosedur pengisian atau jumlah responden bertambah.Teknik

    pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball sampling atau sampling bola

    salju, yaitu teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus

  • 10

    membesar ibarat bola salju yang terus menggelinding dan lama-kelamaan menjadi besar

    (Sugiyono, 2010).

    Proses pengambilan sampel diawali dengan, peneliti mendapatkan calon

    responden sebanyak 6 orang yang berada di lokasi penelitian. Kemudian peneliti

    meminta bantuan pada setiap responden untuk mencarikan calon responden lainnya

    sesuai dengan kriteria yang peneliti butuhkan. Proses pengambilan sampel tersebut

    berlangsung terus dan sambung menyambung dari 1 responden ke calon responden

    lainnya hingga peneliti mendapatkan 40 responden anak tunggal dan 40 responden yang

    memiliki saudara kandung. Setelah para calon responden telah bersedia untuk

    berpartisipasi, peneliti mulai membagikan skala psikologi yang telah dipersiapkan.

    Alat Ukur Penelitian

    Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Skala Interpersonal

    Competence. Skala Interpersonal Competence ini menggunakan aspek-aspek

    Interpersonal Competence yang sudah disimpulkan oleh Buhrmester, dkk (1988), yaitu

    meliputi aspek Kemampuan memulai hubungan (Initiating Relationship), Kemampuan

    pengungkapan diri (Self-disclosure of Personal Information), Kemampuan asertif atau

    menegaskan ketidaksenangan dengan orang lain (Asserting Displeasure with Others),

    Kemampuan memberikan dukungan emosional (Providing Emotional Support),

    Kemampuan mengatasi konflik interpersonal (Managing Interpersonal Conflict). Skala

    ini terususun dari 40 item pernyataan dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan

    jawaban berkisar dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat

    Tidak Sesuai (STS).

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai atau uji coba

    terpakai yaitu subjek yang digunakan untuk uji coba juga digunakan sebagai data

  • 11

    penelitian guna menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Di sisi lain, metode try out

    terpakai digunakan karena keterbatasan jumlah subjek.

    Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa skala kompetensi

    interpersonal pada mahasiswa yang telah diisi oleh 80 mahasiswa, yang terdiri dari 40

    item dinyatakan valid dan tidak ada yang gugur. Hasil validitas alat ukur menunjukan

    hasilitem total correlation yang lebih besar dari 0,3 yaitu sebanyak 40 dan memiliki

    pergerakan nilai item total correlation dari nilai 0,469 sampai dengan 0,825, dan

    diperoleh nilai sig. yang lebih kecil dari 0,05. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa

    alat ukur ini reliabel diperoleh hasil koefisien α = 0,968. Uji reliabilitas dikatakan

    reliabel apabila memiliki Alpha Cronbach (α) > 0,60 (Ghozali 2005).

    HASIL PENELITIAN

    a. Uji Asumsi

    Sebelum dilakukannya uji analisis t-test terlebih dahulu dilakukan uji

    asumsi, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Data dari variabel penelitian diuji

    normalitasnya menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test menggunakan

    SPSS for Windows 16.0. Diketahui pada data yang memiliki saudara kandung

    memiliki koefisien normalitas sebesar 0,735 (p > 0,05) dengan demikian

    berdistribusi normal, sedangkan untuk yang tidak memiliki saudara kandung

    memiliki koefisien normalitas sebesar 0,787 (p > 0,05) dengan demikian juga

    berdistribusi normal.

  • 12

    b. Uji Homogenitas

    Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah sampel-sampel dalam

    penelitian berasal dari populasi yang sama. Data dapat dikatakan homogen apabila

    nilai probabilitas p > 0,05 (Ghozali, 2005).

    Dari hasil uji homogenitas menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Test

    sebesar 4,026 dengan signifikansi sebesar 0,083 oleh karena nilai signifikansi lebih

    dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.

    c. Analisis Deskriptif

    Hasil analisis deskriptif atas data yang diperoleh dibagi menjadi lima

    kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Pembagian

    interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor

    terendah dan membaginya dengan jumlah kategori. Analisis deskriptif data

    diperoleh hasil seperti pada tabel berikut:

    Tabel 2.

    Kriteria Skor Kompetensi Interpersonal

    yang Memiliki Saudara Kandung

    Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean Standar

    deviasi

    136 ≤ x ≤160 SangatTinggi 10 25%

    127,5 9.581

    112≤ x

  • 13

    Tabel 3.

    Kriteria Skor Kompetensi Interpersonal

    yang Tidak Memiliki Saudara Kandung

    Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean Standar

    deviasi

    136 ≤ x ≤160 SangatTinggi 0 0%

    97,775 97.78

    112≤ x

  • 14

    Tabel 4.

    Perbedaan Kompetensi Interpersonal pada Mahasiswa yang Memiliki dan Tidak

    Memiliki Saudara Kandung Independent Samples Test

    Levene's Test for

    Equality of

    Variances t-test for Equality of Means

    F Sig. t df

    Sig.

    (2-tailed)

    Mean

    Difference

    Std. Error

    Difference

    95% Confidence

    Interval of the

    Difference

    Lower Upper

    Kompetensi

    Interperson

    al

    Equal

    variances

    assumed

    4.026 .048 14.812 78 .000 29.750 2.008 25.751 33.749

    Equal

    variances

    not

    assumed

    14.812 76.547 .000 29.750 2.008 25.750 33.750

    Analisa data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan

    program Statistical Packages for Social Science (SPSS) for Windows Release 16.0

    dengan teknik t-test. Hasilnya menunjukkan nilai t sebesar 14,812 dengan p < 0,05

    (sig. 0,000 < 0,05) maka hipotesis diterima. Artinya terdapat perbedaan yang

    signifikan antara kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan

    tidak memiliki saudara kandung.

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan kompetensi interpersonal pada

    mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung, menunjukan bahwa

    terdapat perbedaan kompetensi interpersonal yang signifikan antara mahasiswa yang

    memiliki saudara kandung dengan mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung.

    Kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki saudara kandung dinyatakan

    lebih tinggi dari kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang tidak memiliki saudara

  • 15

    kandung. Dengan demikian, maka hasil peneltian ini sejalan dengan hipotesis penelitian

    yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kompetensi interpersonal pada mahasiswa

    yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung.

    Hasil perhitungan analisis data terhadap kompetensi interpersonal pada

    mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung diperoleh nilai thitung

    sebesar 14,812 dengan signifikansi sebesar 0,000, karena nilai signifikansi lebih kecil

    dari 0,05 (0,000

  • 16

    pada kategori tersebut) . Hasil mean atau rata-rata dari mahasiswa yang memiliki

    saudara kandung memiliki rata-rata 97,775. Dengan demikian skor terbanyak

    kompetensi interpersonal pada mahasiswa terdapat pada mahasiswa yang mamiliki

    saudara kandung.

    Pada penelitian ini peneliti menggunakan faktor eksternal sebagai pengaruh dari

    kompetensi interpersonal yaitu faktor keluarga yang di dalamnya terjalin interaksi salah

    satunya antara anak dengan saudara kandungnya. Di dalam keluarga keberadaan

    saudara kandung merupakan pengaruh sosialisasi yang lebih kuat pada anak daripada

    orang tua (Circirelli, 1994). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang

    ternyata keberadaan saudara kandung berpengaruh pada kompetensi interpersonal pada

    dewasa awal atau mahasiswa karena mean kompetensi interpersonal mahasiswa yang

    memiliki saudara kandung lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak memiliki saudara

    kandung.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jiao, Ji dan Jing (n.d)

    menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara anak tunggal dan anak yang

    memiliki saudara kandung dalam kategori usia 4-6 tahun, baik di pedesaan maupun

    perkotaan. Anak yang memiliki saudara kandung mempunyai sifat-sifat perilaku sosial

    yang positif, kerjasama yang baik dan saling menghargai daripada anak tunggal. Anak

    tunggal dipandang oleh anak-anak lain sebagai individu yang bertindak sesuai dengan

    kepentingan mereka sendiri sementara anak-anak yang memiliki saudara kandung

    dipandang sebagai individu yang dapat bergabung dengan anak-anak yang lain dalam

    bermain dan berpartisipasi atau lebih dalam kegiatan kolektif.

    Didalam keluarga terdapat orang tua dan saudara kandung, namun hubungan

    individu dengan saudara kandung akan lebih kuat karena saudara kandung memiliki

  • 17

    pengaruh dalam melakukan sosialisasi terhadap mahasiswa dibandingkan dengan orang

    tua (Santrock, 2007). Kompetensi interpersonal mahasiswa yang memiliki saudara

    kandung lebih tinggi karena keberadaan saudara kandung dapat memunculkan konflik-

    konflik yang mendorong mahasiswa untuk mengasah kemampuannya dalam

    menyelesaikan atau memecahkan konflik tersebut bersama saudara kandungnya,

    kemampuan mengatasi konflik interpersonal yang dimiliki mahasiswa bersaudara

    kandung tersebut menunjukkan adanya kompetensi interpersonal yang baik. Hubungan

    saudara pada individu meliputi menolong, berbagi, mengajari, berkelahi, dan bermain,

    bisa juga bertindak sebagai dukungan emosional, saingan, dan mitra komunikasi

    (Carlson, 1995). Hubungan yang biasa terjadi antar mahasiswa dengan saudara

    kandungnya tersebut menghasilkan kemampuan-kemampuan yang menjadikan

    mahasiswa memiliki kompetensi interpersonal yang baik, seperti kemampuannya dalam

    mengungkapkan diri atau keterbukaan diri, kemampuan untuk asertif dan mampu

    mengungkapkan ketidaksenangan atas suatu hal yang tidak sesuai dengan dirinya serta

    mampu memberikan dukungan emosional terhadap orang lain yang membutuhkan. Oleh

    karena itu mahasiswa yang memiliki saudara kandung akan lebih mudah untuk memulai

    menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain karena sudah terbiasa berhubungan

    dan menjalin komunikasi dengan saudara kandungnya. Hal tersebut terbukti pada hasil

    penelitian yang menunjukkan kompetensi interpersonal mahasiswa yang memiliki

    saudara kandung cenderung berada pada kategori tinggi dengan presentase 70%.

    Berbeda dengan mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung atau disebut

    anak tunggal, mereka sejak kecil lebih didominasi oleh orang tuanya karena tidak perlu

    bersaing dengan saudara-saudara kandungnya untuk mendapatkan perhatian, bantuan

    dan sumber daya orang tua. Oleh karena itu anak tunggal kurang merasakan persaingan,

  • 18

    dominasi, diremehkan atau mengalami interaksi interpersonal selain dengan

    orangtuanya (Hadibroto, Alam, Suryaputra dan Olivia, 2002). Interaksi interpersonal

    anak tunggal yang lebih sering terjadi dengan orang tuanya menyebabkan rendahnya

    kemampuan membina hubungan interpersonal dengan orang lain selain orang tua.

    Apabila sejak kecil anak tunggal tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang

    individual maka saat memasuki masa dewasa awal akan mengalami kesulitan dalam

    menjalin hubungan interpersonal dengan lingkungannya.

    Sesuai hasil analisis deskriptif, mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung

    kebanyakan memiliki kompetensi interpersonal yang sedang. Hal ini dapat disebabkan

    karena tidak adanya pengalaman hubungan interpersonal dengan saudara kandung sejak

    kecil sehingga mahasiswa perlu usaha lebih untuk dapat bersosialisasi, namun

    pengalaman menjalin hubungan interpersonal mereka pada saat berada di Sekolah

    Dasar, Sekolah menengah Pertama dan Sekolah Menengah Akhir cukup membantu

    mereka untuk mengembangkan hubungan interpersonal mereka saat memasuki

    perkuliahan sehingga kompetensi interpersonal berada pada kategori sedang akan cukup

    membantu mahasiswa untuk dapat bersosialisasi dibandingkan dengan kompetensi

    interpersonal yang rendah atau sangat rendah.

    Saat individu memasuki masa dewasa awal dan pendidikan yang lebih tinggi

    yaitu perkuliahan, mereka akan menghadapi lebih banyak orang-orang baru yang belum

    dikenal karena lingkungan sosialnya semakin luas. Mereka membutuhkan kompetensi

    interpersonal untuk dapat menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan

    lingkungan barunya. Kompetensi interpersonal tidak dapat dimiliki secara instan atau

    tiba-tiba, melainkan dipupuk sejak kecil dengan sering menjalin hubungan interpersonal

    dengan keluarga karena keluarga merupakan sosialisasi individu yang pertama kali

  • 19

    sejak lahir hingga menjadi dewasa (Saripuddin, 2009), serta menjadi model dan

    pembimbing dalam mengajarkan pola-pola perilaku yang dapat diterima secara sosial

    (Hurlock, 1999). Hubungan dengan anggota keluarga, akan menjadi landasan sikap

    terhadap orang lain, benda dan kehidupan secara umum (Susilowati, 2007).

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan kompetensi

    interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki saudara kandung,

    maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kompetensi interpersonal yang

    sangat signifikan antara kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan

    tidak memiliki saudara kandung. Kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang

    memiliki saudara kandung lebih tinggi daripada yang tidak memiliki saudara kandung.

    Keberadaan saudara kandung berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal

    mahasiswa sehingga berada pada kategori tinggi sedangkan mahasiswa yang tidak

    memiliki saudara kandung berada pada kategori sedang.

    Saran

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya

    keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai

    berikut:

    1. Bagi mahasiswa yang memiliki saudara kandung

    Saudara kandung ternyata dapat meningkatkan kompetensi interpersonal. Bagi

    individu yang memiliki saudara kandung manfaatkan kondisi tersebut untuk saling

  • 20

    berinteraksi karena saudara sekandung sangat membantu seseorang belajar tentang

    berkomunikasi, berkonflik dan memecahkan konflik, serta saling tolong menolong.

    2. Bagi mahasiswa yang tidak memiliki saudara kandung

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara

    kompetensi interpersonal pada mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki

    saudara kandung pada mahasiswa UKSW. Oleh karena itu bagi para mahasiswa

    yang tidak memiliki saudara kandung harus tetap memiliki kemauan untuk

    berkomunikasi, berkonflik dan memecahkan konflik, serta saling tolong menolong

    dengan saudara sepupu atau teman sebayanya.

    3. Bagi peneliti selanjutnya

    Peneliti merekomendasikan kepada peneliti yang mendatang agar menambah

    jumlah sampel mahasiswa dari beberapa universitas yang berada di satu kota atau

    penelitian dilanjutkan menggunakan faktor-faktor lain yang mendukung

    terbentuknya kompetensi interpersonal pada individu, seperti: Umur, jenis kelamin,

    kemampuan menerima diri, kemampuan penyesuaian diri, kemampuan berempati,

    menghargai orang lain, komunikasi yang baik, latar belakang pendidikan,

    kebudayaan, persepsi Interpersonal, dan konsep diri.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Edisi V. Yogyakarta: Rineka Cipta.

    Arikunto, S. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

    Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Binotiana. (2008). Gambaran Sibling Rivalry pada Anak ADHD dan Saudara

    Kandungnya. Skripsi. (diterbitkan). Depok: Universitas Indonesia. Diunduh

    pada 24 Oktober 2013, dari http://lib.ui.ac.id

    Budiarjo, A. (1991). Kamus Psikologi. Semarang: Effhar Offset.

    Buhrmester, D., Furman, W., Wittenberg, M.T., & Reis, D. (1988). Five Domain of

    Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of Personality and

    Social Psychology, 55 (6), 991-1008. Retrieved October 14, 2013, from

    https://www.du.edu/psychology/relationshipcenter/publications/buhrmester_fu

    rman_wittenberg_reis_1988.pdf

    Chaplin, J. P. (2001). Kamus Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

    Cohen, S., Sherrad, D.R., & Clark, M.S., (1986). Social Skills and the Stress Protective

    Role of Social Support. Journal of Personality and Social Psychology, 30:

    963-973. Retrieved March 27, 2014, from

    http://kungfu.psy.cmu.edu/~scohen/socskills86.pdf

    Emmaretha, M.W. (2012). Menumbuhkan Keterampilan Komunikasi Anak Sejak Dini.

    Kaskus. Diunduh pada 28 Januari 2014,

    darihttp://www.kaskus.co.id/thread/50c55dcc611243d91c000027/menumbuhk

    an-keterampilan-komunikasi-anak-sejak-dini

    Gracinia, J. (2004). Mengasuh Anak Tunggal. Jakarta: Gramedia.

    Gunarsa, S.D., Yulia. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Cetakan ke-

    13. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

    Hadibroto, I., Alam, S., Suryaputra, E., Olivia, E. (2002). Misteri Perilaku Anak Sulung,

    Tengah, Bungsu, dan Tunggal: Mengenali Konsep Urutan Kelahiran untuk

    Memahami Orang Lain dan Diri Sendiri. Jakarta: Gramedia.

    Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

    Kehidupan: Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

    Idrus, M. (2007). Hubungan antara Teman Sebaya dengan Kompetensi Interpersonal

    Mahasiswa. Skripsi. (diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

    Diunduh pada 14 Oktober 2013, dari http://kajian.uii.ac.id/wp-

    content/uploads/2011/06/KOMPETENSI-INTERPERSONAL-

    MAHASISWA_DR-M-IDRUS-UII.pdf

    http://lib.ui.ac.id/https://www.du.edu/psychology/relationshipcenter/publications/buhrmester_furman_wittehttps://www.du.edu/psychology/relationshipcenter/publications/buhrmester_furman_wittehttp://kungfu.psy.cmu.edu/~scohen/socskills86.pdfhttp://www.kaskus.co.id/thread/50c55dcc611243d91c000027/menumbuhkan-keterampilan-komunikasi-anak-sejak-dinihttp://www.kaskus.co.id/thread/50c55dcc611243d91c000027/menumbuhkan-keterampilan-komunikasi-anak-sejak-dinihttp://kajian.uii.ac.id/wp-%09content/uploads/2011/06/KOMPETENSI-http://kajian.uii.ac.id/wp-%09content/uploads/2011/06/KOMPETENSI-

  • 22

    _______. (2009). Kompetensi Interpersonal Mahasiswa. Unisia, Vol. XXXII, No. 72.

    Diunduh pada 14 Oktober 2013, dari

    http://journal.uii.ac.id/index.php/Unisia/article/ viewFile/2717/2504

    Jiao, S., Ji, G., Jing, Q. (tahuntidaksebutkan).Comparative Study of Behavioral

    Qualities of Only Children and Sibling Children. Research in Child

    Development, 1986, 57, 357-361. Retrieved September 12, 2013, from

    http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=4d646cb3-e9a8-

    43a88535-1f22724683a4%40sessionmgr110&vid=0&hid=101

    Kartono, K., Dali, G. (2001). Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.

    Minnett, A.M., Vandell, D.L., Santrock, J.W. (1983). The Effects of Sibling Status on

    Sibling Interaction: Influence of Birth Order, Age Spacing, Sex of Child and

    Sex of Sibling. Research in Child Development, 1983, 54, 1064-1072.

    Retrieved February 10, 2014, from

    http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=3caf1adc-4c86-

    428c-b542-05f9dc506165%40sessionmgr115&vid=0&hid=101

    Monks, F.J. (1999). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University

    Press.

    Pratiwi, M. M. Shinta. (1988). Kemampuan Hubungan Interpersonal Ditinjau Dari

    Konsep Diri pada Siswi Sekolah Perawat Kesehatan St. Elisabeth Semarang.

    Skripsi. (diterbitkan) Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik

    Soegijapranoto. Diunduh pada 14 Oktober 2013, dari

    http://eprints.unika.ac.id/12208/1/92.40.1324_MM._Shinta_Pratiwi.pdf

    Rakhmat, J. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

    Santrock, J. W. (1999). Life-Span Development: Edisi VIIt. New York: Mc Graw Hill

    ____________. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup: Edisi

    5. Jakarta: Erlangga

    ____________. (2007). Perkembangan Anak: Edisi 7, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

    Saripuddin, M. (2009). Hubungan Kenakalan Remaja dengan Fungsi Sosial Keluarga.

    Skripsi. (diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

    Diunduh pada 15 Oktober 2013, dari http://digilib.uin-suka.ac.id/2970/

    Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

    ________. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

    Alfabeta.

    Suprapto. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan

    Sosial: Cet. 1. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).

    Suryabrata, S. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologis: Ed. III. Yogyakarta: Andi.

    http://journal.uii.ac.id/index.php/Unisia/article/http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=4d646cb3-e9a8-%0943a88535-1f22724683a4%40sessionmgr110&vid=0&hid=101http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=4d646cb3-e9a8-%0943a88535-1f22724683a4%40sessionmgr110&vid=0&hid=101http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=3caf1adc-4c86-%09428c-b542-05f9dc506165%40sessionmgr115&vid=0&hid=101http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=3caf1adc-4c86-%09428c-b542-05f9dc506165%40sessionmgr115&vid=0&hid=101

  • 23

    Susilowati, A. (2007). Pengaruh Hubungan Antar Saudara Kandung Terhadap

    Kecenderungan Munculnya Perilaku Delinkuensi Pada Remaja.Skripsi.

    Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh pada 15

    Oktober 2013, dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23228

    Yahaya, A. (2010). Permasalah Sosial di kalangan Remaja: Satu Cabaran. Jabatan

    Pendidikan Asas. Skudai Johor: Fakulti Pendidikan Universiti Teknologi

    Malaysia. Retrieved October 17, 2014, from

    http://eprints.utm.my/10444/1/Permasalah_Sosial_di_kalangan_Remaja.pdf

    Volling, B.L., Blandon, A.Y. (2003). Positive Indicators of Sibling Relationship

    Quality: Psychometric Analyses of The Sibling Inventory of Behavior (SIB).

    Child Trends Positive Outcomes Conferences. Retrieved October 27, 2014,

    from http://www.childtrends.org/wp-content/uploads/2013/05/Child_Trends-

    2003_03_12_PD_PDConfVollBlan.pdf

    Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winklestein, M.L., Schwartz, P. (2008). Wong

    Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (Ed. 6 & Trans.), Wongs Essentials of

    Pediatric Nursing (Vol. 1, hal. 45-46). Diunduh dari

    http://books.google.co.id/books(Original work Published 2001).

    http://eprints.utm.my/10444/1/Permasalah_Sosial_di_kalangan_Remaja.pdfhttp://www.childtrends.org/wp-content/uploads/2013/05/Child_Trends-2003_03_12_PD_PDConfVollBlan.pdfhttp://www.childtrends.org/wp-content/uploads/2013/05/Child_Trends-2003_03_12_PD_PDConfVollBlan.pdfhttp://books.google.co.id/books(Original