perbedaan kepatuhan pengobatan morbus hansen …digilib.unila.ac.id/28042/3/skripsi tanpa bab...

54
PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN MORBUS HANSEN DI BANDAR LAMPUNG (Skripsi) Oleh KANDITA MAHRAN NISA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017

Upload: others

Post on 06-Dec-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN

ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN MORBUS HANSEN

DI BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

KANDITA MAHRAN NISA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017

Page 2: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN

ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN MORBUS HANSEN

DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

KANDITA MAHRAN NISA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017

Page 3: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

ABSTRACT

THE DIFFERENCE OF MEDICATION ADHERENCE OF MORBUS

HANSEN BETWEEN BEFORE AND AFTER COUNSELING ABOUT

MORBUS HANSEN IN BANDAR LAMPUNG

By

KANDITA MAHRAN NISA

Background :Morbus hansen (MH) is a contagious disease that is a health problem in the

world, including Indonesia. Morbus hansen disease’s caused by Mycobacterium leprae.

Treatment success depends on early treatment, patients with MH personal characteristic

factors (age, sex, education, income) and factor of patient knowledge of MH and patient

compliance. Purpose : The purpose of this study is to determine the differences of

medication adherence of morbus hansen between before and after counseling.

Method : The method in this research is a quasi experimental study with one group pre-

test post-test design approach. Sample in this study are MH patients who take medication

to Puskesmas in Bandar Lampung region, about 15 patients. The intervention is

counseling about MH. data analysis using univariat and bivariat (wilcoxon).

Result : The results of univariate analysis showed that of the 15 respondents, mean score

of medication adherence before the intervention is 1,33 and after the intervention is 0,33.

Based on bivariate analysis by Wilcoxon test, it is known that there is a significant

difference to patient medication compliance (p value = 0,043).

Conclusion : The conclusion there are differences in medication adherence of morbus

hansen between before and after counseling about morbus hansen.

Keywords: medication compliance, morbus hansen, counselin.

Page 4: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

ABSTRAK

PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN

ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN MORBUS

HANSEN DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

KANDITA MAHRAN NISA

Latar belakang : Morbus hansen (MH) adalah salah satu penyakit menular yang menjadi

masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Penyakit morbus hansen disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium leprae. Keberhasilan pengobatan pasien MH tergantung pada

pengobatan secara dini, faktor karakteristik pribadi penderita MH (umur, jenis kelamin,

pendidikan, pendapatan) dan faktor pengetahuan pasien tentang MH dan kepatuhan

pasien. Tujuan :Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kepatuhan

pengobatan morbus hansen antara sebelum dan sesudah penyuluhan.

Metode : Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan pendekatan one

group pre-test post-test design. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien MH yang

melakukan pengobatan ke Puskesmas di wilayah Kota Bandar Lampung, sebanyak 15

orang. Analisis data dengan univariat dan bivariat (wilcoxon).

Hasil : Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa dari 15 responden, rata-rata skor

kepatuhan sebelum penyuluhan adalah 1,33 dan setelah penyuluhan adalah 0,33.

Berdasarkan analisis bivariat dengan uji wilcoxon diketahui bahwa terdapat perbedaan

penyuluhan mengenai penyakit morbus hansen terhadap kepatuhan pengobatan penderita

morbus hansen (nilai p=0,043).

Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini terdapat perbedaan kepatuhan pengobatan

morbus hansen antara sebelum dan sesudah penyuluhan tentang morbus hansen.

Kata kunci: kepatuhan pengobatan, morbus hansen, penyuluhan.

Page 5: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Page 6: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Page 7: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Page 8: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gadingrejo pada tanggal 26 Februari 1995, merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Mulawarman dan Ibunda Purwanti.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Patria Gadingrejo pada

tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negri 7 Gadingrejo pada

tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 1

Gadingrejo pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di

SMAN 1 Gadingrejo pada tahun 2013.

Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung lewat jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SBMPTN). Penulis aktif pada organisasi Gen-C, Ibnu Sina, dan BEM pada tahun

2013-2015.

Page 9: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Persembahan

Kupersembahkan karya kecil ini untuk:

“Ayah dan Ibunda tercinta”

“Tidak ada kebaikan ibadah yang tidak ada ilmunya dan tidak ada

kebaikan ilmu yang tidak difahami dan tidak ada kebaikan bacaan

kalau tidak ada perhatian untuknya”

(Sayidina Ali Karamallahu Wajhah)

Page 10: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Kepatuhan Pengobatan

Morbus Hansen Antara Sebelum Dan Sesudah Penyuluhan Morbus Hansen Di

Bandar Lampung”. Yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat masukan, bantuan,

dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan segenap

kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, S.ked., M. Kes., Sp. PA., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung;

3. Dr. Dyah Wulan S.R.W, SKM., M. Kes., selaku Pembimbing Satu atas

kesediaannya untuk meluangkan banyak waktu disela-sela kesibukannya,

sabar dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan, membimbing,

memberikan nasihat, saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses

menyelesaikan skripsi ini;

Page 11: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

4. dr. Azelia Nusadewiarti, MPH., selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaannya untuk meluangkan banyak waktu disela-sela kesibukannya,

membimbing, memberikan nasihat, saran, dan kritik yang bermanfaat

dalam proses menyelesaikan skripsi ini;

5. Prof. Dr. dr. Efrida Wn, M. Kes., Sp. MK., selaku Penguji Utama pada

Ujian Skripsi, terimakasih atas bimbingan, waktu, ilmu dan saran-saran

yang telah banyak diberikan;

6. Dosen FK Unila, civitas akademik, dan karyawan yang telah bersedia

memberikan motivasi dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk

menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

7. Terimakasih tak terhingga saya hanturkan kepada Purwanti (ibu) dan

Mulawarman (bapak) yang menjadi inspirasi terbesar, yang selalu

mendoakan dan tidak pernah lupa mengingatkan saya untuk selalu

mengingat Allah S.W.T. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan

ladang pahala di akhirat kelak, yang selalu mendengar segala keluh kesah,

memberikan nasihat, motivasi, semangat, dukungan, dan kasih sayang

yang selalu mengalir setiap saat dan untuk Rahtin Muhammad Jawwad

dan Faalih Mathul Hajariah yang selalu memberi semangat kepada

kakaknya;

8. Terimakasih untuk Desta Eko Indrawan yang selalu sabar menjadi kakak,

sahabat dan guru saya dalam memberikan saran, semangat, motivasi,

dukungan, doa, kasih sayang dan selalu mendampingi saya di setiap proses

dalam situasi apapun;

9. Terimakasih untuk sahabat seperjuangan terbaik sepanjang masa (Glenys,

Siti Zahnia, Bella, Lilis, Jenia, Nida, Rika, Shesy, Nisa, Kak Diah,

Desindah, Putri Ria, Hesti, Risya, Annisa Wahyuni) yang sudah

memberikan warna pada sebagian hari-hari saya atas segala suka dan duka

dan juga segala waktu bahagia, tenaga tanpa pamrih, selalu memberikan

jalan keluar disetiap permasalahan. Semoga semua angan dan harapan

yang kita inginkan akan tercapai;

10. Teman sejawat CEREBELLUM angkatan 2013 dan adik-adik angkatan

2014,2015,2016, terimakasih telah memberikan saya kesempatan untuk

Page 12: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

mengenal kalian. Semoga kita dapat membanggakan almamater tercinta

dan menjadi dokter yang berguna untuk nusa dan bangsa;

11. Terimakasih kepada puskesmas Rajabasa, Wayhalim, Sukabumi, Way

Laga, Sukaraja, Panjang, Kupang Kota, Sumur Batu, Pasar Ambon,

Sukabumi yang ada di Bandar Lampung atas kesediaan dan kerja

samanya;

12. Terimakasih untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

sudah banyak membantu khususnya dalam penulisan skripsi ini;

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat

dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terimakasih.

Bandar Lampung, Januari 2017

Penulis

Kandita Mahran Nisa

Page 13: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7

2.1 Morbus Hansen ........................................................................................ 7

2.1.1 Epidemiologi ................................................................................. 7

2.1.2 Etiologi .......................................................................................... 9

2.1.3 Gejala Klinis................................................................................ 10

2.1.4 Klasifikasi ................................................................................... 10

2.1.5 Diagnosis ..................................................................................... 11

2.1.6 Pengobatan .................................................................................. 12

2.1.7 Komplikasi .................................................................................. 15

2.2 Kepatuhan .............................................................................................. 16

2.2.1 Pengertian Kepatuhan Pengobatan MH ...................................... 16

2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Pengobatan MH . 17

2.3 Peran Penyuluhan terhadap Perubahan Perilaku Berobat ...................... 18

2.4 Kerangka Teori ...................................................................................... 20

2.5 Kerangka Konsep . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

2.6 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................... ... 23

3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 23

3.2 Tempat dan Waktu ................................................................................. 23

3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 24

3.4 Kriteria Subjek ....................................................................................... 25

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ..................................... 25

3.5.1 Identifikasi Variabel ..................................................................... 25

3.5.2 Definisi Operasional. .................................................................... 26

3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................ 26

3.6.1 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 26

Page 14: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

ii

3.6.2 Prosedur Penelitian ....................................................................... 27

3.7 Pengolahan Data .................................................................................... 29

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 30

3.8.1 Analisis Univariat ......................................................................... 30

3.8.2 Analisis Bivariat ........................................................................... 30

3.9 Etika Penelitian ..................................................................................... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... ..... 32

4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................... 33

4.1.1 Analisis Univariat ......................................................................... 33

4.1.1.1 Karakteristik Pasien................................................................. 33

4.1.1.2 Penilaian Kepatuhan Sebelum Penyuluhan ............................. 34

4.1.1.3 Penilaian Kepatuhan Setelah Penyuluhan ............................... 37

4.1.2 Analisis Bivariat ........................................................................... 40

4.2 Pembahasan .......................................................................................... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... ...... 47

5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 47

5.2 Saran ...................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Situasi kusta di Provinsi Lampung tahun 2009-2014............ .......... ....................9

2. Identifikasi variable dan definisi operasional ..................................................... 26

4. Karakteristik Pasien Morbus Hansen ................................................................... 33

5. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Morbus Hansen Sebelum Penyuluhan ............ 36

6. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Morbus Hansen Sebelum Penyuluhan ............ 37

7. Kepatuhan Sebelum Penyuluhan .......................................................................... 38

8. Gambaran Kepatuhan Minum Obat Morbus Hansen Setelah Penyuluhan .............. 39

9. Kepatuhan Setelah Penyuluhan............................................................................. 40

10. Hasil Uji Statistik Kepatuhan Pengobatan Sebelum dan Setelah Penyuluhan ........ 40

Page 16: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori .............................................................................................. 21

2. Kerangka Konsep ............................................................................................... 22

3. Desain Penelitian ................................................................................................ 23

4. Diagram Alur Penelitian .................................................................................... 29

5. Persentase Tingkat Kepatuhan Pasien Sebelum dan Setelah Penyuluhan .......... 41

Page 17: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Etika Penelitian .................................................................................................. 50

2. Lembar Inform Consent/Persetujuan ................................................................. 51

3. Melakukan kuisoner sebelum penyuluhan ......................................................... 53

4. Melakukan penyuluhan ...................................................................................... 54

5. Melakukan intervensi pertemuan pertama ......................................................... 55

3. Melakukan wawancara terbuka dengan pasien dan keluarga pasien ................. 56

4. Melakukan posttest intervensi kedua ................................................................. 57

5. Melakukan pengamatan intervensi kedua jadwal minum obat pasien ............... 58

Page 18: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Morbus hansen (MH) merupakan salah satu penyakit menular yang masih

menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Penyakit MH

disebut juga sebagai penyakit Lepra yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup

lama antara 2–3 minggu. Daya tahan hidup kuman leprae mencapai 9 hari di

luar tubuh manusia. Mycobacterium leprae memiliki masa inkubasi 2–5

tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun.

Penatalaksanaan kasus MH yang buruk dapat menyebabkan MH menjadi

progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota

gerak dan mata dimana kasus MH masih tinggi pada beberapa tahun terakhir

(Khafiludin, 2010; Depkes RI, 2006).

Jumlah penderita MH yang dilaporkan dari 121 negara di 5 regional World

Health Organization (WHO) sebanyak 175.554 kasus di akhir tahun 2014

dengan 213.899 kasus baru. Target prevalensi MH sebesar <1 per 10.000

penduduk (<10 per 100.000 penduduk) sehingga prevalensi MH di

Indonesia pada tahun 2015 yang sebesar 0,79 per 10.000 penduduk telah

Page 19: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

2

mencapai target program. Pada tahun 2015 dilaporkan 17.202 kasus baru

MH dengan 84,5% kasus di antaranya merupakan tipe multibacillary (MB).

Sedangkan menurut jenis kelamin, 62,7% penderita baru MH berjenis

kelamin laki-laki dan sebesar 37,3% lainnya berjenis kelamin perempuan

(Depkes RI, 2006).

Pengobatan MH dapat dilakukan dengan pengobatan kombinasi Multi Drug

Therapy (MDT) yang diberikan secara gratis dan dicatat oleh petugas dalam

kartu penderita. Pemberian dosis pertama MDT dilakukan didepan petugas

di puskesmas dan penderita mengambil obat secara teratur di puskesmas.

Selama menjalani pengobatan penderita dapat menjalani kehidupan normal,

tinggal di rumah, pergi ke sekolah, bekerja, bermain, menikah, mempunyai

anak serta aktif dalam acara-acara social. Dalam menjalani pengobatan,

penderita MH juga menghadapi beberapa kendala yang memengaruhi

pengobatan tersebut (DepkesRI, 2005).

Kendala pengobatan MH yaitu kepatuhan menjalani pengobatan masih

rendah sehingga banyak penderita yang drop out atau berhenti dan tidak

menyelesaikan pengobatan. Pengobatan MH memerlukan jarak yang lama

antara 6 hingga 12 bulan, sehingga memiliki resiko tinggi dalam

menimbulkan ketidakpatuhan berobat penderita (Subakti, 2009).

Ketidakpatuhan dan ketidakteraturan dalam minum obat pada penderita MH

akan berdampak sangat buruk bagi penderita MH karena dapat

menimbulkan resistensi terhadap obat-obatan anti MH. Sedangkan

Page 20: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

3

pengobatan yang adekuat dan teratur dalam minum obat akan mengurangi

infeksiusitas penderita yang menular sehingga ketidakteraturan penderita

untuk minum obat dapat menyebabkan rendahnya angka kesembuhan

(Hardyanto, 2005).

Rendahnya pencapaian angka kesembuhan dapat disebabkan oleh

ketidakteraturan penderita untuk minum obat, potensi obat kurang,

penyimpanan obat tidak teratur, obat kadaluarsa, obat sering terlambat,

adanya resistensi obat, jumlah obat yang diminum kurang dari jumlah yang

ditentukan dan penderita lupa dalam pengambilan obat (Kemenkes RI,

2012). Menurut Setiawan (2012) keberhasilan pengobatan pasien MH

tergantung pada pengobatan secara dini, faktor karakteristik pribadi

penderita MH (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan), faktor

pengetahuan pasien tentang MH dan kepatuhan pasien untuk minum obat

MDT. Kepatuhan berobat pada pasien MH juga dipengaruhi oleh faktor

internal dari penderita (Setiawan, 2012).

Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang memengaruhi ketaatan atau

kepatuhan berobat pada pasien MH, antara lain lamanya masa pengobatan

sehingga diperlukan keuletan dan ketekunan. Selain itu dapat timbul rasa

bosan, dan perasaan sudah sembuh mengakibatkan penderita menghentikan

pengobatan sebelum masa akhir pengobatan selesai. Tingkat pendidikan,

pengetahuan, dan motivasi penderita yang masih rendah juga mempunyai

peranan yang sangat penting dalam kepatuhan berobat. Pengetahuan dan

Page 21: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

4

motivasi penderita sangatlah penting untuk merubah perilaku, sehingga

penderita diharapkan paham betul terhadap bahaya apabila tidak mengikuti

program pengobatan MH secara paripurna (Nukman, 2007).

Penderita MH di Bandar Lampung sejak tahun 2012-2014 tercatat sebanyak

162 penderita dengan angka prevalensi 0,28 per 10.000 penduduk. Angka

penemuan kasus MH baru (NCDR) selama tahun 2009 – 2014 berfluktuasi

dari 2,33 per 100.000 menjadi 1,9 per 100.000 penduduk, dan angka ini

sudah cukup baik (target <5 per 100.000 penduduk). Angka kesembuhan

atau release from treatment (RFT) rate MH paucibacillary (PB) sebesar

83,3% sedangkan RFT rate multibacillary (MB) sebesar 60,1%. Angka

kesembuhan ini belum mencapai target, yaitu >90%. Hal tersebut masih

belum mencapai indikator standar kesembuhan RFT di Bandar Lampung

(Dinkes Lampung, 2014).

Penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan keteraturan

penderita dalam berobat. Penyuluhan kesehatan merupakan upaya

penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik

belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau memengaruhi perilaku

manusia baik secara individu, kelompok atau dalam masyarakat untuk

meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar mau

mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat. Penyuluhan kesehatan ini

dapat dilakukan oleh petugas kesehatan setempat (Muninjaya, 2004).

Page 22: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

5

Menurut penelitian Harjo (2000), terdapat hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dan peran petugas kesehatan terhadap ketidakteraturan berobat

penderita MH. Demikian halnya dengan penelitian Masduki (1993) bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan terhadap kepatuhan berobat

penderita. Ketidakpatuhan dan ketidakteraturan dalam minum obat pada

penderita MH akan berdampak sangat buruk bagi penderita MH karena

dapat menimbulkan resistensi terhadap obat-obatan anti MH. Peran petugas

kesehatan salah satunya adalah memberikan penyuluhan yang diharapkan

dapat meningkatkan kepatuhan dan keteraturan penderita dalam berobat.

Sepengetahuan penulis, penelitian yang melaporkan tentang peran

penyuluhan terhadap kepatuhan berobat pasien MH, khususnya di Bandar

Lampung belum pernah dilaporkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, dapat dirumuskan masalah

penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kepatuhan pengobatan morbus

hansen antara antara sebelum dan sesudah penyuluhan morbus hansen di

Bandar Lampung.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan kepatuhan mengenai morbus hansen

(MH) antara sebelum dan sesudah penyuluhan morbus hansen di

Bandar Lampung.

Page 23: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

6

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pengobatan penderita

morbus hansen di Bandar Lampung sebelum dan sesudah

penyuluhan.

1.3.2.2 Untuk mengetahui perbedaan kepatuhan pengobatan penderita

morbus hansen di Bandar Lampung sebelum dan sesudah

penyuluhan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan

penelitian tentang pengaruh penyuluhan morbus hansen dengan

kepatuhan pengobatan penderita morbus hansen di Bandar Lampung.

1.4.2 Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar acuan dalam

program pemerintah untuk pemberantasan morbus hansen khususnya

di Bandar Lampung.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Memberi pemahaman kepada masyarakat tentang penyakit morbus

hansen serta dampak patuh dan ketidakpatuhan pengobatan. Sehingga

diharapkan dapat memperbaiki perilaku penderita morbus hansen

untuk minum obat teratur.

Page 24: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morbus Hansen

2.1.1 Epidemiologi

Morbus hansen (MH) adalah salah satu jenis penyakit menular yang

masih menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia

(Soedarjatmidkk, 2009). Morbus hansen merupakan jenis penyakit

menular yang dapat menyebabkan masalah yang sangat kompleks,

tidak hanya dilihat dari segi medis namun juga sampai ke masalah

sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial (Rahayu,

2012).

Menurut WHO pada tahun 2011 terdapat 20.032 kasus MH di

Indonesia dengan pria memiliki tingkat terkena MH dua kali lebih

tinggi dibanding wanita. Indonesia menjadi negara peringkat ketiga

tertinggi di dunia di bawah India dengan jumlah 127.295 penderita

dan Brazil dengan jumlah 33.955 penderita. Penderita MH sejak

tahun 2012 hingga akhir tahun 2014 tercatat sebanyak 162 kasus di

Provinsi Lampung dengan angka prevalensi 0,28 per 10.000

penduduk, selama tahun 2014 tercatat penemuan kasus baru yaitu 129

kasus. Jumlah penderita baru: 129 orang di Provinsi Lampung

Page 25: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

8

(multibacillary 109 penderita (84,4%) dan paucibacillary 20

penderita (15,6%).

Morbus hansen (MH) merupakan salah satu penyakit menular yang

masih menjadi masalah kesehatan di Provinsi Lampung, baik dari

aspek medis maupun aspek sosial. Angka kesakitan MH per 10.000

penduduk selama tahun 2009-2014 cenderung tetap dari 0,29 per

10.000 penduduk menjadi 0,28 per 10.000 penduduk dan angka ini

sudah cukup baik karena telah di bawah target yaitu <1 per 10.000

penduduk. Angka penemuan kasus baru atau new case detection rate

(NCDR) selama tahun 2009-2014 berfluktuasi dari 2,33 per 100.000

menjadi 1,9 per 100.000 penduduk, dan angka ini sudah cukup baik

karena sudah mencapai target nasional <5 per 100.000 penduduk.

Namun angka kesembuhan tahun 2014 masih belum mencapai target

nasional yaitu, MH paucibacillary (PB) sebesar 83,3% (12 penderita)

dan RFT rate multibacillary (MB) sebesar 60,1% (82 penderita).

RFT rate belum mencapai target >90%. Proporsi cacat tingkat 2

tahun 2014 sebanyak 7%.(target 5 %). Di provinsi Lampung MH

mengalami peningkatan di setiap tahun (Dinkes Provinsi Lampung,

2014).

Page 26: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

9

Tabel 1. Kasus morbus hansen di Provinsi Lampung

No Kabupaten/Kota 2012 201`3 Total Persentase (%)

1 Lampung Barat 8 6 14 4

2 Way Kanan - - - 0

3 Lampung Utara 17 16 33 9,3

4 Lampung Tengah - 29 29 8,2

5 Lampung Timur 14 15 29 8,2

6 Metro - 2 2 0,6

7 Tulang Bawang 9 20 29 8,2

8 Tulang Bawang Barat 18 6 24 6,8

9 Mesuji - 14 14 4

10 Tanggamus 48 11 59 16,7

11 Pringsewu 7 9 16 4,5

12 Pesawaran 7 30 37 10,5

13 Bandar Lampung 9 18 27 8

14 Lampung Selatan 20 5 25 7,1

Total 163 191 354 100

Sumber: P2 Kusta Dinkes Provinsi Lampung, 2014.

2.1.2 Etiologi

Morbus hansen (MH) disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan

menyerang saraf tepi, kulit maupun jaringan tubuh lainnya (Haeria,

2005). Mycobacterium leprae bersifat tahan asam, berbentuk batang

dengan ukuran panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2-0,5 mikron, biasanya

berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel

terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam

media buatan, tidak dapat bergerak sendiri karena tidak mempunyai

alat gerak, dan tidak menghasilkan racun yang dapat merusak kulit

(Widoyono, 2011). Mycobacterium leprae dapat ditemukan di kulit,

folikel rambut, kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang ditemukan di

dalam urin. Sedangkan di dalam sputum mengandung banyak M

leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi

tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Mycobacterium leprae

Page 27: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

10

masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara melalui saluran

pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit. Timbulnya MH bagi

seseorang tergantung dari beberapa faktor, antara lain: faktor sumber

penularan tipe, faktor kuman, dan faktor daya tahan tubuh atau sistem

imunitas seseorang (Depkes, 2005). Menurut penelitian Enis (2009),

M leprae mampu hidup di luar tubuh manusia dan dapat ditemukan

pada tanah atau debu disekitar lingkungan rumah penderita.

2.1.3 Gejala Klinis

Gejala pada MH dapat dilihat dari beberapa aspek antaralain yaitu,

fisik. Morbus hansen dapat berdampak pada lesi di kulit dan kecacatan

tubuh penderita. Mycobacterium leprae sebagai bakteri penyebab MH

dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf sensori, otonom, dan

motorik. Pada saraf sensori akan terjadi anestesi sehingga terjadi luka

tusuk, luka sayat, dan luka bakar. Pada saraf otonom akan terjadi

kekeringan kulit yang dapat mengakibatkan kulit mudah retak-retak

dan dapat terjadi infeksi sekunder. Pada saraf motorik akan terjadi

paralisis sehingga terjadi deformitas sendi pada penderita MH

(Susanto, 2006).

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit MH bertujuan untuk menentukan jenis dan

lamanya pengobatan penyakit tersebut, waktu penderita dinyatakan

Release from Treatment (RFT). Dasar penentuan klasifikasi adalah

Page 28: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

11

manifestasi klinis berupa lesi kulit serta jumlah saraf yang terganggu

dan hasil pemeriksaan bakteriologis (DepartemenRI, 2006).

Menurut Depkes (2006), MH dibagi menjadi 2 tipe yaitu, tipe

paucibacillry (PB) atau tipe kering memiliki ciri bercak atau macula

dengan warna keputihan, ukurannya kecil dan besar, batas tegas, dan

terdapat di satu atau beberapa tempat di badan (pipi, punggung, dada,

ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis, atau pada punggung

kaki), dan permukaan bercak tidak berkeringat. PB jarang menular

tetapi apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kecacatan.

Sedangkan tipe multibacillary (MB) atau tipe basah memiliki ciri

berwarna kemerahan, tersebar merata diseluruh badan, kulit tidak

terlalu kasar, batas macula tidak tegas, terjadi penebalan kulit dengan

warna kemerahan, dan tanda awal terdapat pada cuping telinga dan

wajah. Tipe MB adalah tipe yang menular (Hiswani, 2001).

2.1.5 Diagnosis

Untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena MH harus didasarkan

pada penemuan tanda utama yang disebut dengan cardinal sign.

Keterlambatan diagnosis MH dapat mengakibatkan kerusakan saraf

irreversible yang berakhir pada cacat permanen, hal ini sesuai dengan

pendapat dari (Putra dkk, 2009) yang menyatakan bahwa penderita

yang sakit lebih dari 6 bulan dan baru menjalani pengobatan dapat

meningkatkan risiko terjadinya kecacatan. Diagnosis dini dan

Page 29: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

12

pengobatan yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan

pemahaman kasus MH di Indonesia (Wisnu IM dkk, 2003).

Menurut WHO (2006) diagnosis MH dapat ditegakkan apabila

didapatkan minimal dua dari tanda kardinal berikut:

a. Lesi kulit berupa lesi hipopigmentasi atau kemerahan yang disertai

dengan gangguan atau hilangnya sensibilitas atau mati rasa.

b. Pembesaran atau penebalan pada saraf tepi, yang disertai dengan

hilangnya sensibilitas dan atau disertai kelemahan motorik pada

daerah yang dipersarafi oleh saraf tersebut.

c. Basil tahan asam (BTA) pada sediaan kerokan kulit (BTA positif).

Dapat dikatakan sebagai penderita MH apabila seseorang ditemukan

dua atau lebih tanda-tanda diatas, apabila hanya ditemukan cardinal

sign ke-2 maka perlu dirujuk ke ahli MH, jika hasil masih diragukan

maka orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai

(Departemen KesehatanRI, 2006).

2.1.6 Pengobatan

Pengobatan MH dimaksudkan untuk membunuh kuman M leprae

dalam tubuh penderita sehingga diharapkan dapat memutuskan mata

rantai penularan. Mycobacterium leprae dapat aktif kembali dalam

tubuh apabila tidak berobat secara teratur yang dapat memperburuk

keadaan penderita. Oleh karena itu, pengawasan terhadap penderita

Page 30: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

13

MH untuk teratur minum obat merupakan hal yang perlu sangat

diperhatikan (Departemen KesehatanRI, 2006). WHO

memperkenalkan dan merekomendasikan rejimen Multiple Drug

Therapy (MDT) pada pengobatan penderita MH, yang merupakan

kombinasi dua atau lebih obat MH yang salah satunya harus terdiri

terdiri atas dapson, klofazimin, dan rifampisin (Stump dkk, 2004).

a. DDS (Diamino Diphenil Sulfon / Dapson)

Merupakan dasar terapi bagi MH, bersifat bakteri ostatik atau

menghambat pertumbuhan kuman MH. Dapson mempunyai efek

samping berupa anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD,

dapat timbul anemia normositik hipokromik dan lekopenia

sehingga obat harus dihentikan bila hitung total sel darah merah

kurang dari 3,5 juta/mm3 namun jarang timbul anemia setelah

terapi 4 bulan.

b. Clofazimin

Cara kerjanya melalui interaksi dengan DNA mikobakteria.

Rifampisin bersifat bakteri sidal atau membunuh kuman MH.

Harus diminum pada waktu makan atau dengan segelas susu. Efek

samping yang mungkin terjadi yaitu disklorisasi yang reversible

dari ungu sampai coklat kehitaman pada kulit, nyeri abdominal

seperti mual, muntah dan diare, serta kekeringan pada kulit.

Clofamizin mirip dengan dapson tetapi sedikit lebih lambat.

Page 31: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

14

c. Rifampizin

Cara kerjanya melalui inhibisi sintesis RNA bakteri. Mampu

menurunkan MI (Indeksmorfologi) pada MH lepromatosa menjadi

0 dalam ±5 minggu. Dosis tunggal rifampisin 600 mg akan

membunuh 99,9% kuman MH sehingga penderita menjadi tidak

infeksius lagi. Rifampisin harus diminum sebelum makan. Efek

samping yang ditimbulkan berupa urin menjadi kemerahan, erupsi

kulit, pusing, lemah,gangguan gastro intestinal, gagal ginjal, napas

pendek, atau syok.

Prinsip utama dari pengendalian MH adalah dengan deteksi dini kasus

baru dan pengobatan segera dengan MDT untuk mencegah transmisi

penyakit. Prinsip ini sangat penting untuk diterapkan di negara-negara

endemik MH termasuk Indonesia (widodo dkk, 2012).

Rejimen terapi ini terbukti lebih efektif untuk menurunkan angka

prevalensi MH di dunia dengan tingkat kekambuhan hanya 1%

(Lasry-Levidkk, 2011). Morbus hansen seharusnya dapat di terapi

sangat efektif dengan menggunakan rejimen MDT apabila belum

terjadi kerusakan jaringan saraf yang bersifat permanen. Kasus MH

sering mengalami keterlambatan dalam hal diagnosis dan terapi

sehingga angka kejadian kecacatan dan komplikasi pada penderita

MH masih tinggi (Nascimento dkk, 2012).

Page 32: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

15

Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menempuh langkah-

langkah untuk pemberantasan MH yaitu melalui upaya peningkatan

dalam penemuan kasus baru, pemberian obat dan pemantauan

pengobatan secara rutin, memberikan pendidikan dan pelatihan bagi

petugas MH, memberikan pengobatan secara gratis untuk penderita

MH, melakukan upaya intensif terhadap pencegahan kecacatan, serta

peningkatan penyuluhan perawatan diri bagi penderita MH (Depkes

RI, 2006).

2.1.7 Komplikasi

Penderita MH yang tidak berhasil mendapat paket pengobatan (kurang

dari target minimal pengobatan) biasa disebut dengan default atau

lalai dalam pengobatan. Penderita MH tipe mulibacillary yang default

pengobatan adalah jika penderita tersebut tidak mengambil obat atau

minum obat lebih dari 6 bulan secara kumulatif (tidak mungkin

baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai waktu yang

ditetapkan. Pasien MH jika minum obat secara tidak teratur, maka

kuman MH dapat menjadi resisten atau kebal terhadap MDT.

Sehingga gejala penyakit menetap bahkan memburuk, gejala baru

dapat timbul pada kulit dan saraf (Kemenkes RI, 2012).

Penderita MH yang default pengobatan jika tidak segera diobati, maka

akan timbul bermacam akibat baik bagi penderita sendiri maupun

masyarakat seperti: penyakit bisa kambuh kembali, kuman MH bisa

Page 33: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

16

kebal terhadap obat, timbul reaksi berat yang dapat menimbulkan

cacat tingkat I (seperti tidak ada kelainan pada mata, tetapi ada sedikit

visus dan pada tangan atau kaki ada anastesi, tetapi tidak ada cacat

yang kelihatan) dan tingkat II (seperti adanya lagopthalmosvisus pada

mata dan kerusakan ditangan atau kaki), serta menjadi sumber

penularan atau karier di masyarakat (Usman, 2005).

Salah satu komplikasi MH yang jarang mendapat perhatian adalah

nyeri neuropatik kronik. Hal ini mungkin dikarenakan pada penderita

MH terjadi gangguan sensorik berat yang menyebabkan hipestesia

atau anestesia, sehingga nyeri dianggap jarang terjadi. Pada

kenyataannya, gejala nyeri neuropatik dapat timbul pada fase sebelum

terapi, pada saat terapi, maupun setelah terapi selesai (Rao, dkk,

2013). Keterlambatan dalam diagnosis maupun terapi pada penderita

penderita MH dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang serius,

diantaranya adalah komplikasi pada mata, perubahan pada wajah,

kerusakan saraf sensorik, otonom, maupun motorik yang dapat

menyebabkan kecacatan dan nyeri kronik atau nyeri neuropatik

(Chen, dkk. 2012).

2.2 Kepatuhan

2.2.1 Pengertian kepatuhan pengobatan MH

Kepatuhan pasien merupakan perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Putra, 2002).

Page 34: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

17

Penderita yang patuh berobat MH adalah yang menyelesaikan

pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal

6 bulan sampai dengan 9 bulan. Penderita dikatakan lalai jika tidak

datang lebih dari 3 hari sampai 2 bulan dari tanggal perjanjian dan

dikatakan droup out jika lebih dari 2 bulan berturut-turut tidak datang

berobat (Depkes RI, 2000).

2.2.2 Faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan pengobatan MH

Menurut teori Snehandu B.Karr, terdapat lima determinan yang dapat

memengaruhi perilaku seseorang untuk patuh pengobatan salah

satunya adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support)

(Fitriani S, 2011). Keluarga merupakan lembaga social yang

mempunyai fungsi tradisional keluarga seperti fungsi social ekonomi,

karena sebagian hasil kerja yang dilakukan di dalam rumah atau di

luar rumah dikelola dalam keluarga, yang ditunjukkan dengan adanya

pembentukan kerabat, keturunan, dan hubungan sosial. Orang yang

mendapat perhatian dan penghiburan maupun pertolongan dari

keluarga cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis, karena

peranan keluarga sangat besar bagi penderita dalam mendukung

perilaku atau tindakan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Kepatuhan pasien MH terhadap pengobatan ditunjukkan melalui

dengan mentaati aturan pemberian obat yang berkaitan dengan waktu

minum obat dan dampak positif pengobatan MH yang diterimanya

Page 35: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

18

(Putra, 2013). Hal ini dapat dicapai dengan adanya pengawasan

minum obat (PMO) yang memantau dan mengingatkan penderita MH

untuk meminum obat secara teratur. PMO sangat penting untuk

mendampingi penderita agar mencapai hasil yang optimal (Depkes,

2000). Menurut penelitian Hutabarat (2007), faktor internal yang

memengaruhi kepatuhan minum obat penderita MH adalah umur,

jenis kelamin, social ekonomi, pendidikan dan pengetahuan

sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi minum obat penderita

MH adalah lama minum obat, reaksi MH, cacat MH dan peran

keluarga dan petugas kesehatan terutama peran pengawas menelan

obat (PMO). Zakiyyah (2015) menemukan bahwa terdapat hubungan

antara pengetahuan, sikap, persepsi, dukungan keluarga dan

dukungan petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita

MH.

2.3 Peran Penyuluhan terhadap Perubahan Perilaku Berobat

Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan pendidikan kesehatan yang

dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan

keyakinan sehingga mampu mengubah perilaku kurang sehat menjadi

sehat. Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan para penderita

MH memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri kembali dalam

memperbaiki perilaku saat ini dan masa yang akan datang (Maulana,

2007). Menurut Notoatmodjo (2010) faktor yang menentukan sasaran

pendidikan kesehatan adalah perilaku.

Page 36: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

19

Berdasarkan penelitian Aurora (2013), terdapat perbedaan pengetahuan,

sikap dan kecenderungan berperilaku pada keluarga pasien MH setelah

diberikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan penyakit MH berupa

media video dan media leaflet. Setelah mendapatkan penyuluhan,

keluarga penderita mau mengantar penderita berobat ke Puskesmas.

Menurut Zakiyyah (2015), seorang petugas kesehatan yang tidak

komunikatif terhadap penderita akan menyebabkan penderita tidak

mematuhi atau tidak meminum obat yang diberikan kepadanya.

Penyuluhan yang efektif diberikan petugas kesehatan akan memberikan

motivasi kepada penderita agar patuh minum obat. Efektivitas komunikasi

petugas dengan penderita akan membuat penderita patuh menggunakan

obat, dengan jelas mengutarakan berapa jumlah obat sekali minum,

berapa kali sehari dan harus diteruskan berapa hari.

Dalam penyuluhan, metode yang dipakai hendaknya metode yang dapat

mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberikan

penyuluhan terhadap sasaran, sehingga diharapkan tingkat pemahaman

sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah

dipahami. Antara lain yaitu metode curah pendapat, diskusi, demonstrasi,

simulasi, bermain peran, dan sebagainya. Metode penyuluhan yang dapat

digunakan dalam penyuluhan kesehatan masyarakat dapat dikelompokkan

dalam dua macam metode, yaitu metode didaktik dan metode sokratik.

Pada metode didaktik yang aktif adalah orang yang melakukan penyuluhan

kesehatan, sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak diberikan

Page 37: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

20

kesempatan untuk ikut serta mengemukakan pendapatnya atau mengajukan

pertanyaan-pertanyaan apapun. Dan proses penyuluhan yang terjadi

bersifat satu arah (one way method). Metode didaktik dibagi menjadi dua

kategori yaitu, secara langsung dapat melalui ceramah dan secara tidak

langsung dapat melalui poster, media cetak (majalah, buletin, surat kabar),

media elektronik (radio, televisi). Sedangkan pada metode sokratik dibagi

menjadi secara langsung dapat berupa, curah, demonstrasi, bermain peran

(role playing). Secara tidak langsung dapat berupa penyuluhan kesehatan

(Effendy, 2001).

2.4 Kerangka Teori

Morbus hansen (MH) disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan

menyerang saraf tepi, kulit maupun jaringan tubuh lainnya. Pengobatan MH

dilakukan dengan kombinasi Multi Drug Therapy (MDT) yang diberikan

dalam jarak yang lama antara 6 hingga 12 bulan, sehingga memiliki resiko

tinggi dalam menimbulkan ketidakpatuhan berobat penderita.

Ketidakpatuhan dan ketidakteraturan dalam minum obat akan menimbulkan

resistensi terhadap obat-obatan anti MH (Subakti, 2009).

Kepatuhan seseorang dalam pengobatan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal meliputi dukungan dari

masyarakat sekitar, keluarga, peran petugas, lama pengobatan, reaksi MH,

cacat MH, efek samping MH, ketersediaan obat hingga jarak timpat tinggal

dengan fasilitas kesehatan (Putra, 2013; Hutabarat, 2008).

Page 38: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

21

Sedangkan faktor internal yang memengaruhi meliputi umur, jenis kelamin,

sosial ekonomi, pengahasilan, pengetahuan, sikap dan kepercayaan

(Hutabarat, 2008; Zakiyyah, 2015). Pengetahuan dan motivasi penderita

sangatlah penting untuk merubah perilaku, sehingga penderita diharapkan

paham betul terhadap bahaya apabila tidak mengikuti program pengobatan

MH secara paripurna yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepatuhan

pasien meminum obat MH (Nukman, 2007). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka teori

Sumber : Modifikasi Hutabarat (2008).

Faktor Internal

- Umur

- Jenis kelamin

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Penghasilan

- Pengetahuan

- Sikap

- Kepercayaan

Faktor Eksternal

- Peran keluarga

- Peran petugas

- Lama minum obat

- Reaksi kusta

- Cacat kusta

- Efek samping kusta

- Ketersediaan obat

- Jarak tempat tinggal

Kepatuhan Minum Obat

Penderita Kusta

Kesembuhan

Page 39: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

22

2.5 Kerangka Konsep

Penyuluhan

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 2. Kerangka konsep

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

Hipotesis Null (H0) : tidak ada perbedaan kepatuhan pengobatan

sebelum dan sesudah penyuluhan M H

Hipotesis Alternatif (H1) : ada perbedaan kepatuhan pengobatan

sebelum dan sesudah penyuluhan MH

Pasien Morbus

Hansen Kepatuhan Pengobatan

Page 40: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain

penelitian yang digunakan one group pre-test post-test design, yaitu

kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau

pengaruh yang timbul sebagai suatu akibat dari adanya intervensi tertentu,

pada satu kelompok subjek tanpa adanya kelompok pembanding (Arikunto,

2010).

Gambar 3. Desain penelitian

Keterangan:

O1 : pretest kepatuhan

X : intervensi berupa penyuluhan MH

O2 : posttest kepatuhan

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di 10 Puskesmas wilayah Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016.

O1 X O2

Page 41: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

24

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoatmodjo, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien MH yang tercatat

melakukan pengobatan ke Puskesmas di wilayah Kota Bandar Lampung.

Sampel penelitian adalah sebagian sampel yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel

penelitian adalah pasien MH yang melakukan pengobatan ke Puskesmas

di wilayah Kota Bandar Lampung yang memenuhi kriteria inklusi dan

ekslusi yang diperoleh dari anamnesis dan rekam medik, serta bersedia ikut

penelitian yang dinyatakan secara tertulis dalam informed consent.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan sebelumnya

didapatkan sebanyak 16 orang pasien yang sedang menjalani pengobatan

MH di Puskesmas wilayah kerja Kota Bandar Lampung. Dikarenakan

jumlah populasi kurang dari 100 sehingga teknik pengambilan sampel

dilakukan dengan teknik Total sampling dimana semua populasi akan

dijadikan sampel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Sehingga jumlah sampel

yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 16 orang.

Page 42: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

25

3.4 Kriteria Subjek

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Semua pasien MH yang sedang menjalani pengobatan di

Puskesmas wilayah Kota Bandar Lampung.

b. Bersedia mengikuti penelitian.

c. Mampu berkomunikasi dengan baik.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pasien meninggal dunia

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Identifikasi Variabel

a. Variabel bebas adalah pasien MH.

b. Variabel terikat adalah kepatuhan pengobatan MH.

c. Variabel intervensi adalah penyuluhan tentang MH.

Pada penelitian ini penyuluhan tetang MH dilakukan dengan cara

melakukan ceramah umum dan untuk mempermudah masyarakat

dalam memahami isi penyuluhan digunakan juga media intervensi

berupa poster dan leaflet.

Page 43: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

26

3.5.2 Definisi Operasional

Adapun definisi operasional yang digunakan untuk memudahkan

pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas

yang ditunjukkan pada table 2.

Tabel 2. Identifikasi variabel dan definisi operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Kepatuhan

pengobatan

MH

Tingkat perhatian

pasien dalam

melaksanakan

instruksi

pengobatan

berdasarkan

Morisky

Medication

Adherence Scale

(MMAS)

Kuesioner MMAS, yang terdiri

dari 8 pertanyaan yang sudah

dialihbahasakan ke dalam

bahasa Indonesia.

Penentuan jawaban kuesioner

menggunakan skala Guttman,

yaitu jawaban responden hanya

terbatas pada dua jawaban, ya

atau tidak. Kategori penilaian

dibagi menjadi 3 cut of point,

yaitu rendah, sedang, dan

tinggi.

Skor 0-8

Interval

Penyuluhan Kegiatan

pendidikan

kesehatan tentang

Morbus Hansen

meliputi definisi,

penyebab,

penularan dan

pengobatannya.

Metode penyuluhan yang

digunakan adalah penyuluhan

langsung menggunakan media

leaflet.

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Alat dan Bahan Penelitian

Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini, penulis menggunakan

alat dan bahan, sebagai berikut:

a. Lembar informed consent.

b. Media penyuluhan menggunakan poster, leaflet, dan LCD, meja,

kursi.

Page 44: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

27

c. Kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS).

Kuesioner kepatuhan adalah kuesioner baku Morisky Medication

Adherence Scale (MMAS) yang terdiri dari 8 pertanyaan yang

sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Penentuan

jawaban kuesioner menggunakan skala Guttman, yaitu jawaban

responden hanya terbatas pada dua jawaban, ya atau tidak. Variabel

kepatuhan mengadopsi dari interpretasi kuesioner asli oleh

Morisky, dimana kategori penilaian dibagi menjadi 3 cut of point,

yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

3.6.2 Prosedur Penelitian

a. Pada tahap persiapan, peneliti menyusun proposal penelitian lalu

setelah disetujui peneliti mengurus perizinan penelitian baik ke

instansi pendidikan maupun ke lokasi penelitian yaitu Puskesmas

wilayah Kota Bandar Lampung. Setelah mendapatkan surat izin

penelitian, peneliti melakukan koordinasi dan mengajukan surat

izin ke Puskesmas untuk melakukan penelitian.

b. Peneliti mencari pasien sesuai kriteria sampel di Puskesmas

wilayah Kota Bandar Lampung sebagai subjek penelitian, lalu

peneliti menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian kepada subjek

penelitian.

c. Sebelum dilakukan perlakuan, subjek penelitian diminta untuk

membaca dan menandatangani lembar informed consent.

d. Peneliti mengambil data kepatuhan yang dilakukan sebelum

Page 45: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

28

penyuluhan dengan cara melakukan pre test.

e. Peneliti melakukan penyuluhan dengan memberikan ceramah

melalui media leafet dan poster. Materi yang diberikan kepada

pasien berupa tentang definisi dari morbus hansen, penyebab,

gejala, klasifikasi, dampak pengobatan tidak teratur dan

tatalaksana pada morbus hansen.

f. Peneliti mengambil data kepatuhan yang dilakukan setelah

penyuluhan dengan cara melakukan post test.

g. Peneliti mengambil data identitas pasien lalu melakukan

wawancara termbimbing dan pengisian kuesioner.

h. Setelah data hasil pengukuran diperoleh, peneliti melakukan input

data ke dalam program statistik dan melakukan analisis data baik

univariat maupun bivariat.

Page 46: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

29

Gambar 4. Diagram alur penelitian

3.7 Pengolahan Data

Data yang diperoleh akan diubah ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian

data diolah dengan menggunakan program microsoft excel. Berikut adalah

tahap-tahap pengumpulan:

a. Editing, untuk meneliti kembali kuisioner dan untuk memeriksa

kembali data yang terkumpul apakah sudah lengkap, terbaca dengan

jelas, tidak meragukan, terdapat kesalahan atau tidak, dan sebagainya.

Perizinan dan persetujuan etik

Pengambilan data sebelum

penyuluhan

Pengisian kuisioner sebelum

penyuluhan

Penyuluhan

Pengisian kuisioner setelah

penyuluhan

Tahap pengolahan data

Input dan analisa data

Page 47: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

30

b. Coding, merubah data dalam bentuk huruf menjadi angka untuk

mempermudah dalam analisis data. Setelah data terkumpul, masing-

masing jawaban diberi kode untuk memudahkan dalam analisis data.

c. Data entry, merupakan proses memasukkan data kedalam komputer

untuk dilakukan pengolahan data sesuai kriteria dengan menggunakan

SPSS for Windows.

d. Cleaning, merupakan proses pengecekan kembali data untuk melihat

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan,

dan sebagainya, kemungkinan dilakukan pembetulan atau koreksi

(Notoatmodjo, 2010).

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1 Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel, baik bebas, dan variabel terikat.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan perhitungan statistik sederhana yaitu deskripsi statistik.

3.8.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah untuk melihat hubungan bermakna antara

variabel bebas dan variabel terikat. Analisis ini bertujuan untuk

mengetahui perbedaan kepatuhan pengobatan MH sebelum dan

sesudah diberikan penyuluhan pada pasien MH di Puskesmas wilayah

kerja Kota Bandar Lampung. Uji statistik yang digunakan adalah Uji

Wilcoxon yang merupakan uji hipotesis komparatif dengan skala

Page 48: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

31

pengukuran numerik, pengumpulan data secara berpasangan untuk

menguji signifikansi perubahan kepatuhan pengobatan sebelum dan

sesudah perlakuan (Notoatmodjo, 2010).

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dan lulus kaji etik dari tim etik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sesuai dengan suratnya yang

bernomor 047/UN26.8/DL/2016.

Page 49: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan kepatuhan pengobatan morbus hansen antara

sebelum dan setelah penyuluhan.

2. Tingkat kepatuhan sebelum penyuluhan, pasien dengan tingkat

kepatuhan tinggi sebanyak (53,3%), tingkat kepatuhan sedang (20%) dan

tingkat kepatuahan rendah sebanyak (26,7%).

3. Tingkat kepatuhan setelah penyuluhan, pasien dengan tingkat kepatuhan

tinggi sebanyak (80%), tingkat kepatuhan sedang (13,3%) dan tingkat

kepatuhan rendah sebanyak (6,7%).

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai perbedaan tingkat kepatuhan

pengobatan morbus hansen antara sebelum dan sesudah penyuluhan di Bandar

Lampung, dapat diberikan saran berupa :

1. Bagi pasien diharapkan dapat lebih menajaga kepatuhan dalam

menjalani pengobatan untuk mengurangi komplikasi dari penyakit

morbus hansen.

Page 50: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

48

2. Bagi puskesmas setempat diharapkan dapat lebih giat dalam melakukan

pengawasan dan penyuluhan terhadap pasien morbus Hansen untuk

meningkatkan angka kesembuhan morbus hansen di daerah setempat.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat member informasi dan masukan

bagi peneliti selanjutnya.

Page 51: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Aurora G. 2013. Efektivitas pendidikan kesehatan pada keluarga dan masyarakat

dalam pencegahan penyakit kusta di Bojonegoro. [Skripsi]. Surakarta.

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

BPOM. 2006. Kepatuhan pasien: faktor penting dalam keberhasilan terapi. Info

POM. 7(5).

Chen S, Qu J, Chu T. 2012. Prevalence and characteristics of neuropathic pain in

the people affected by leprosyin China. Rev. 83: 195-201.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Direktorat jenderal pemberantasan penyakit

menular dan penyehatan lingkungan. buku pedoman nasional

pemberantasan penyakit kusta. Edisi 17. Jakarta: 2005. Hal. 71-82.

Depkes RI. 2006. Buku pedoman nasional pemberantasan penyakit kusta. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Hal. 36.

Depkes RI. 2006. Model pelatihan program P2 kusta bagi UPK. Jakarta: DITJEN

PPM & PLP. Hal. 59.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2014. Profil kesehatan provinsi lampung

tahun 2014. Hal. 61.

Effendy, Onong Uchjana. 2001. Ilmu komunikasi teori dan praktek. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Enis G. 2009. Hubungan karakteristik rumah dengan kejadian kusta pada wilayah

kerja puskesmas kecamatan taman Kabupaten Pemalang. [Skripsi].

Semarang. Universitas Diponegoro Semarang.

Estiningsih Y. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perawatan diri

dalam upaya pencegahan kecacatan penderita kusta di Puskesmas

Kalinyamatan Kabupaten Jepara. [Skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Hal. 4-5.

Page 52: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Fatmala KA. 2016. Analisis faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum

obat kusta di kecamatan pragaan. Jurn Berkala Epid. 4(1): 13-24.

Fitriani S. 2011. Promosi kesehatan. Yogyakarta: Graha ilmu. Hal. 164.

Haeria. 2005. Pengembangan sistem informasi program kusta berbasis geografis

Di Kabupaten Cirebon Tahun 2005, Jakarta :Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional. Vol. No 2. Hal. 1.

Hardiyanto. 2005. Kusta, diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta. FKUI. Hal. 39-

46.

Harjo. 2000. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakteraturan berobat

penderita kusta di Kabupaten Majalengka Tahun 1998-2000. Jakarta.

[Tesis]. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Hutabarat B. 2008. Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kepatuhan

minum obat penderita kusta di Kabupaten Asahan Tahun 2007. Medan.

[Tesis]. Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Hal.

46.

Hiswani. 2001. Kusta salah satu penyakit menular yang masih dijumpai di

Indonesia. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Hal. 1-

7.

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Profil pengendalian dan penyehatan

lingkungan.

Lasry-Levy E, Hietaharju A, Pai V, Ganapati R, Rice ASC, Haanpaa M,

Lockwood DNJ. 2011. Neuropathic pain and psychological morbidity in

patientswithy treated leprosy: A cross-sectional prevalence study in

Mumbai. Neglected Tropical Diseases. 5(3): 1-8.

Luna R. 2015. Hubungan kinerja pengawas minum obat (pmo) terhadap

kepatuhan minum obat pada penderita kusta di wilayah kerja puskesmas

kedung kandang kota malang. [Skripsi]. Malang: Universitas

Muhammadiyah.

Masduki A. 1993. Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kepatuhan berobat

penderita kusta di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Jakarta. [Tesis].

Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Hal. 48.

Maulana DJ, Heri. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC 1825. Hal. 12-13.

Nascimento OJM, de-Freitas MRG, Escada T, Junior WM, Cardoso F, Pupe

C, Duraes S, 2012. Leprosy late-onset neuropathy: an uncommon

presentation of leprosy. Neuropsiqiatr. 70(6): 404-406.

Page 53: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Muninjaya. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC: 220-234.

Nascimento O. 2013. Leprosy Neuropathy : Clinical Presentations..

Neuropsiquiatr. 71: 661-6.

Niven N. 2002. Psikologi kesehatan keperawatan pengantar untuk perawat dan

profesional kesehatan lain. Jakarta Penerbit EGC. Edisi 2. 192-198.

Notoatmodjo S. 2002. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta. Hal. 143.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hal. 123.

Nuari H, Darmada IGK. 2014. Prevalensi dan karakteristik pasien morbus hansen

tipe multibasiler yang mendapat terapi clofazimine, ofloxacin dan

minocycline (com) di rumah sakit umum pusat sanglah. [Skripsi]. Denpasar:

Universitas Udayana. Nukman. 2007. Kendala dalam Pengobatan Kusta.

Jakarta: EGC. Hal. 22-24.

Pusdatin. 2013. Kusta. pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI.

Putra I, Fauzi N, Agusni I. 2009. Kecacatan pada penderita kusta baru di divisi

kusta URJ penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode

2004-2006. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Hal. 9–21.

Rahayu, Sedyaningsih. 2012. Penyakit kusta masih ditakuti. www.depkes.go.id.

Rao PN, Jain S. 2013. Newer management optionsin Leprosy. Indian Journal of

Dermatology. Hal. 58: 6-11.

Rustam MZA. 2014. Model matematis pengobatan multy drug therapy pada

penderita kusta tipe mb yang telah release from treatment di provinsi

sulawesi selatan. [Tesis]. Surabaya: Universitas Airlangga.

Selum, Wahyuni CU. 2012. Risiko kecacatan pada ketidakteraturan berobat

penderita kusta. The Indonesian J of Publ Health. 8(3). 117-21.

Soedarjatmi, Istiarti T, Widagdo L. 2009. Faktor-faktor yang melatarbelakangi

persepsi penderita terhadap stigma penyakit kusta. Jurnal Promosi

Kesehatan. Vol 4 No 1. Januari 2009. Hal. 59.

Surbakti. 2009. Lepra siapa takut. Bekasi. Balai Penerbit Yayasan Transformasi

Lepra Indonesia (YTLI).

Page 54: PERBEDAAN KEPATUHAN PENGOBATAN MORBUS HANSEN …digilib.unila.ac.id/28042/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Susanto, Nugroho. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

kecacatan penderita Kusta (Kajian di Kabupaten Sukoharjo). [Tesis].

Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Hal. 7-8.

Stump PR, Baccarelli R, Marciano LH, Lauris JRP, Teixeira MJ, Ura S, Virmond

MC. 2004. Neuropathic pain in leprosy patients. International Journal of

Leprosy. 72(2). Hal. 134-138.

Usman. 2005. Gambaran perilaku kusta tipe MB yang drop out dengan

pengobatan MDT di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2000-2004.

[Skripsi]. Universitas Sumatera Utara Medan.

WHO. 2003. Adherence to long-term therapies . WHO Library Cataloguing.

World Health Organization (WHO), 2011. Weekly epidemiological record.

leprosy update. 38(36): 389-400.

Widodo A, Astasari, Menaldi SL. 2012. Characteristics of leprocy patients in

Jakarta. Jurnal Indonesia Media Association. Vol 62 No 11. November

2012: 426.

Widoyono. 2011. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan, dan

pemberantasannya. Jakarta: Erlangga. Hal. 49.

Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat kusta. In: Sjamsoe Daili ES, Menaldi

SL, Ismiarto SP, Nilasari H. Editors. Kusta. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003. Hal. 83-93.

Zakiyyah NR. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan minum

obat penderita kusta di kabupaten brebes. Unnes J of Publ Health. 2015.

Hal. 58-66.