perbedaan dalam memandang hadis sebagai dasar shari’at ...digilib.uinsby.ac.id/4038/5/bab...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
BAB II
HADIS POLITIK
A. Eksistensi Hadis dan Nabi
1. Hadis dalam Perspektif Ulama
Banyak komentar mengenai hadis baik dari kalangan umat Islam
maupun non Islam, baik yang membela maupun yang menyerang dan
menghancurkannya. Namun sepanjang sejarah belum pernah ditemukan suatu
minat dan keinginan menyamai apalagi melebihi minat yang pernah
ditunjukkan oleh Islam terhadap hadis. Sejak awal kemunculannya hingga saat
ini, hadis masih menjadi lahan kajian yang sangat menarik karena
eksistensinya yang fital dalam kehidupan umat Islam.
Terlepas dari semua itu, para ulama dari berbagai golongan dan aliran
hampir tidak ada perbedaan dalam memandang hadis sebagai dasar shari’at
Islam. Mereka berpendapat bahwa hadis sebagai pedoman dalam
melaksanakan aktifitas ibadah, mu’amalah dan akhlak, karena hadis yang
berbentuk perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat Nabi telah menjadi
manhaj bagi kehidupan umat Islam, baik secara individu, keluarga maupun
negara.1
Pelaksanaan ibadah ritual yang menggambarkan ibadah pokok seperti
salat, zakat, puasa, dan haji dijelaskan secara terperinci oleh hadis. Demikian
pula bidang akhlak yang menjadi tujuan Allah mengutus Rasul-Nya, yakni
mencakup akhlak manusia yang mendasari tegaknya kehidupan utama dan
1Muhibbin, Hadis-Hadis Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
mulia, misalnya tentang sopan santun kehidupan seorang mukmin saat makan,
minum, bertamu, berbicara dan yang lainnya. Selain itu, hadis juga
menjelaskan tentang hukum yang berkaitan tentang mu’amalah, hubungan
dengan manusia, pergaulan dengan muslim dan non muslim, dan hukum
keluarga.2
Berdasar pada kenyataan di atas, maka para ulama dari berbagai disiplin
dan latar belakang pendidikan selalu mendasarkan keputusan dan
ketentuannya kepada hadis, di samping al-Qur’an. Di samping adanya firman
Allah yang menginformasikan tentang keharusan taat kepada Allah dan taat
kepada Rasul-Nya yang disebutkan dalam al-Quran surat Ali Imran ayat 32;
3قل أطيعوا اللو والرسول فإن ت ولوا فإن اللو ل يحب الكافرين
‚Katakanlah! Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling maka
sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang kafir.‛
Di kalangan ulama, khususnya kalangan ulama fiqh yang sampai saat ini
masih diikuti oleh umat Islam di dunia, semua ketentuan-ketentuan hukum
yang mereka tetapkan juga mengacu pada al-Qur’an dan hadis. Kecuali
madhab Hanafi yang dikenal dengan ahl al-ra’y, yang berkonotasi lebih
menggunakan rasio dibandingkan menggunakan dalil dalam menetapkan
hukum. Namun ketika dikaji, hal itu dikarenakan banyak aspek yang
melatarbelakangi imam Abu Hanifah dan pengikutnya. Bukan karena sengaja
tidak mempergunakan hadis atau tidak ingin mengikuti Nabi, karena Abu
Hanifah tidak pernah meninggalkan hadis sedikitpun jika hadis tersebut
2Ibid., 8.
3Al-Quran. Ali Imran. 3: 32
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
berstatus s}ah}i>h}, sebagaimana terlihat dalam pernyataannya: ‚Apabila hadis itu
sah, maka itulah pilihanku dan panutanku serta buanglah hasil pemikiranku‛.4
Hanya saja, jumlah hadis yang dipergunakan oleh Abu Hanifah relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan para madhab lainnya, seperti imam Shafi’i,
Malik dan Ahmad ibn Hanbal. Hal ini dikarenakan syarat-syarat yang
dipergunakan oleh Abu Hanifah dalam menilai hadis lebih ketat dibandingkan
dengan imam lainnya.
Ulama yang digolongkan ke dalam ulama ahl al-atha>r tidak diragukan
lagi dalam mempergunakan hadis sebagai penetap hukum, hal ini terlihat
dalam ungkapan Imam Maliki: ‚Jika sebuah hadis itu sah datang dari Nabi,
maka segala pemikiran manusia harus ditinggalkan dan menangkan hadis
tersebut‛.5 Imam Shafi’i pun berkata demikian, ‚Ketika ada hadis s}ah}i>h} maka
itu pilihanku dan buanglah segala pemikiranku ke tepi tembok‛.6
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa semua ulama sepakat untuk
menjadikan hadis (di samping al-Qur’an) sebagai acuan utama dalam
menetapkan hukum. Hal ini berlaku umum kecuali terdapat alasan tertentu
yang menjadikan para ulama tidak mempergunakan hadis-hadis tertentu.
Alasan tersebut adalah:
a. Para ulama tidak yakin bahwa Rasul telah mengucapkannya.
b. Mereka tidak yakin bahwa hadis tersebut untuk masalah yang dimaksud
c. Mereka yakin bahwa hukumnya telah di-mansu>kh.
4Abd al-Wahab ibn Ahmad al-Sha’rani, al-Mi>za>n al-Kubra>, vol 1 (Jeddah: al-Haramayn
Singgapurah, t.t.), 55. 5Ibid., 55.
6Ibid., 55.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama sepakat
memperlakukan hadis sebagai dasar utama dalam setiap aspek kehidupan,
termasuk dalam bidang kemasyarakatan dan politik, atau dengan kata lain
tidak satupun aspek kehidupan yang dialami umat Islam di dunia kecuali di
dalamnya melibatkan hadis sebagai rujukan.
2. Status Nabi dalam Kehidupan Masyarakat
Sebagai utusan Allah di muka bumi ini, Nabi Muhammad juga berstatus
sebagai manusia. Dalam statusnya sebagai manusia, beliau diakui oleh
kalangan muslim maupun non muslim sebagai pemimpin masyarakat,
khususnya setelah beliau berhijrah ke Madinah. Bahkan hampir semua
pengamat mengakuinya sebagai kepala negara.
Sebagai kepala negara, tercermin dalam praktek beliau membuat
undang-undang dalam bentuk tertulis, mempersatukan penduduk Madinah
yang bercorak heterogen untuk mencegah timbulnya konflik di antara mereka
agar terjalin hubungan yang baik dan menjamin ketertiban dalam negeri.
Selain itu, beliau juga mengadakan perjanjian damai dengan tetangga agar
terjamin kebebasan bagi semua golongan, mengorganisasi militer dan
pemimpin peperangan, melaksanakan musyawarah dan sebagainya.7
Sebagai pemimpin masyarakat, sifat Nabi tercermin dalam praktek
musyawarah yang beliau laksanakan bersama sahabatnya. Di antara
musyawarah yang dilakukan Nabi yaitu saat Nabi mengambil keputusan untuk
7J. Shuyuti Pulungan, Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1994), 88.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
menerima saran yang kemukakan oleh suara terbanyak saat perang Uhud.8
Namun, pada kesempatan lain beliau menerima usulan dari Hubab al-Mundiri
dalam mengatur strategi perang untuk menghadapi musuh saat perang Badar,9
serta mengikuti saran dari Salman al-Farisi dan meninggalkan saran dari yang
lain saat perang Khandaq.10
Kutipan di atas menjelaskan bahwa pengambilan keputusan tidak harus
mengikuti suara terbanyak, namun yang diutamakan adalah sejauh mana
keputusan tersebut lebih bermanfaat bagi kepentingan umum.
Aktifitas beliau di bidang ekonomi, yaitu beliau berupaya mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan rakyat dengan jalan mengelola zakat, infaq dan
sadaqah dari orang muslim dan mengelola ghanimah dan jizyah yang berasal
dari warga non muslim. Sedangkan aktifitas Nabi di bidang hukum, terlihat
saat beliau menghakimi kaum Yahudi saat melanggar perjanjian Piagam
Madinah. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di
masyarakat dan menetapkan hukum bagi pelanggar perjanjian.11
Dengan demikian, di samping menjalankan tugas sebagai pembawa
risalah, beliau juga sebagai pemimpin masyarakat. Seringkali terlihat saat
mengambil sebuah keputusan beliau menggunakan pendapat sendiri, atau dari
para sahabatnya. Oleh karena itu, seluruh aktifitas yang beliau laksanakan
8Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedian Leadership dan Manajemen Muhammad: The Super
Leader Super Manager (Jakarta: Tazkia Punlishing, 2011),49. 9Ibn Athir, Al-Ka>mil fi al-Ta>ri>kh, Vol.2 (Beirut: Dar al-KItab al-Arabi, 1997), 190.
10 Ibid., 65.
11Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedian Leadership dan Manajemen Muhammad…, 101.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
menunjukkan kebesaran dan keteladanan yang mendapat pujian dari kalangan
muslim dan non muslim.
B. Politik Islam
1. Pengertian Politik dalam Islam
Pengertian politik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki tiga
pengertian. Pertama, (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan
(seperti tata system pemerintahan, dasar pemerintahan). Kedua, segala urusan
dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan
negara atau terhadap negara lain. Ketiga, cara bertindak (dalam menghadapi
atau mengenai suatu msalah); kebijakan.12
Dalam bahasa Arab, kata politik dikenal dengan kata سياسة yang berasal
dari fi’l al-ma>d}i> سياسة, يسوس, ساس yang bermakna mengatur, mengendalikan,
mengurus, atau membuat keputusan. القوم ساس (mengatur kaum, memerintah
dan memimpinnya). Berdasarkan pengertian harfiah, kata al-siya>sah berarti:
pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, pengurusan,
pengawasan, perekayasaan dan arti-arti lainnnya. Berkenaan dengan hal ini
salah satu hadis menyatakan:
ث نا شعبة، عن ف رات القزاز، عن د بن جعفر، حد ث نا محم ار، حد د بن بش ث نا محم حدث، عن النبي صلى اهلل عليو أبي حازم، قال: قاعد ت أبا ىري رة خمس سنين فسمعتو يحد
… 13كانت ب نو إسرائيل تسوسهم النبياء وسلم، قال:
12
Tim Pennyusun Kamus Pusat Pembinaan da Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, 780. 13
Muslim, S}ah{i>h{ Muslim, Vol. 3, (Beirut: Da>r Ihya>’ al-Tura>th al-Arabi>, t.t.),1471.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Menceritakan kepada kami Muhammad ibn Bashar, dari Muhammad ibn
Ja’far dari Shu’bah, dari Furat al-Qazazi dai Abi Hazim ia berkata
bahwa aku bersama Abu Hurayrah selama lima tahun kemudian aku
mendengar di membacakan hadis dari Rasulullah bahwa Rasulullah
bersabda: ‚Bani Israil dikendalikan oleh Nabi-Nabi mereka…‛
Secara tersirat pengertian al-siya>sah menurut Djazuli memiliki dua
dimensi yang keduanya saling berkaitan. Pertama adalah tujuan yang hendak
dicapai melalui proses pengendalian. Kedua adalah cara pengendalian menuju
tujuan tersebut.14
Oleh karena itu siyasah dapat diartikan
15و ح ل ص ا ي م ب ئ ي ي ش ل ع ام ي ق ال ة اس ي الس
‚Memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan.‛
Pengertian politik secara umum telah dikemukakan. Namun pengertian
politik dalam Islam memiliki banyak makna, karena setiap aliran
mendefinisikan politik Islam secara beragam. Perbedaan teori politik Islam
tersebut tidak bisa dipisahkan dari ideologi setiap aliran. Namun pada
pembahasan ini hanya dijelaskan pengertian politik Islam yang banyak
menjadi acuan banyak kalangan.
Pengertian politik Islam ini dikerucutkan pada tiga tipologi pemikiran.
Pertama tipologi pemikiran yang memandang Islam adalah agama sekaligus
negara. Islam merupakan suatu pola hidup yang lengkap dengan pengaturan
untuk segala aspek kehidupan, termasuk politik. Kedua, tipologi pemikiran
politik Islam sekuler yang memandang Islam tidak mengajarkan cara-cara
14
Djazuli, Fiqh Siyasah : Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah (Jakarta: Kencana, 2009), 26. 15
Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
pengaturan tentang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menurut
pemikiran politik ini, Islam merupakan agama murni bukan sebuah negara.
Ketiga, tipologi pemikiran politik Islam moderat yang memandang Islam
menunjukkan preferensinya pada sistem politik tertentu, namun dalam Islam
terdapat prinsip moral bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan
dalam pelaksanaannya umat Islam bebas memiliki sistem manapun yang
terbaik.16
2. Teori Politik Islam
Meminjam istilah Abd al-Rahman Abd al-Khaliq bahwa politik adalah
masalah agama dan karena itu tidak mungkin terlepas darinya.17
Namun jauh
sebelumnya, Islam telah membangun ketentuan shari’at yang menjadi
tuntutan otomatis bagi kepentingan terwujudnya suatu umat dan negara
berdasarkan prinsip-prinsip yang rasional dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Secara lebih detail, keharusan adanya negara didasarkan pada
alasan-alasan berikut:
a. Al-Qur’an memuat hukum yang menghendaki suatu kekuatan yang dapat
menjamin terwujudnya hukum-hukum tersebut, seperti had pembunuhan,
pencurian, perampokan, dan yang lainnya. Hubungan ini menyangkut
kepentingan umum dan ketertiban wilayah, dan jika tidak terdapat
keuasaan untuk mengatur dan punya kewenangan memaksa, maka
ketentraman tidak akan terjamin
16
Sukron Kamil, ‚Peta Pemikiran Politik Islam Modern dan Kontemporer,‛ Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3. Nomor 1 (September, 2003), 63-76. 17
Abd al-Rahman Abd al-Khaliq, Islam dan Politik, terj. Syarif Halim et.al (Jakarta: Pustaka
Indah, 1987), 13-14.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
b. Sabda Rasulullah yang menyatakan:
18…ول يحل لثلثة ن فر يكونون بأرض فلة إل أمروا عليهم أحدىم …
‚…Tidak halah bagi tiga orang (atau lebih) yang berada di suatu tempat di
atas bumi dan tidak menjadikan satu dari mereka sebagai pemimpin…‛
Banyak ulama yang mengomentari hadis di atas, di antranya adalah Ibn
Taymiyah yang menyatakan bahwa Nabi mewajibkan adanya pimpinan
dalam suatu kelompok kecil dalam perjalanan ini pada hakikatnya adalah
mengingatkan pada semua perkumpulan.19
c. Sunnah fi’liyah atau yang sering disebut aktifitas Nabi yaitu mendirikan
negara Islam di Madinah. Hal ini diakui tidak hanya oleh umat Islam saja,
melainkan non muslim yaitu Firs Gerald yang menyatakan bahwa Islam
bukanlah sekedar agama, melainkan juga sebuah tatanan politik, sekalipun
terdapat oknum yang berusaha memissahkan agama dengan tatanan
politik.20
d. Aktifitas para sahabat setelah wafatnya Rasulullah yang dibuktikan oleh
sahabatnya dengan respon mereka terhadap pentingnya arti negara
(kepemimpinan) untuk menjamin terlaksananya hukum Allah dan Rasul-
Nya.
18
Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal , vol. 11 (t.k.: Mu’assasah al-Risa>lah, 2001),
227. Adapun redaksi lengkap dari hadis ini sebagai berikut
ث نا ث نا حسن، حد ث نا: قال ليعة، ابن حد صلى الل رس ول أن عمرمو، بن الل عبد عن اليشان، الم س أب عن ى ب ي رة، بن الل عبد حد ن فرم لثلثة يل ول يذره ، حت صاحبو ب يع على يبيع أن لرج لم يل ول أ خرى، المرأةبطلق ي نكح أن يل ل : " قال وسلم عليو الل
صاحبهما د ون اث نان ي ت ناجى فلةم بأرض يك ون ون ن فرم لثلثة يل ول أحدى م، عليهم أمر وا إل فلةم بأرض يك ون ون 19
Muhammad al-Mubarak, Nizam al-Islam (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 15. 20
Yusuf Musa, Politik dan Negara Dalam Islam, terj. M.Thalib (Yogyakarta: Pustaka LSI, 1981),
24.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
e. Setelah adanya Islam sampai saat ini selalu memasukkan materi
kepemimpinan dalam buku fiqh. Bahkan ibn Hazm berkata bahwa seluruh
ahl al-Sunnah, Murji’ah, Shi’ah dan khawarij sepakat tentang wajibnya
pemimpin dalam suatu negara.21
Berdasarkan pemikiran dan kenyataan ini maka jelas bahwa keberadaan
pemerintahan Islam mutlak diperlukan. Namun seperti yang dikatakan oleh
Muhammad Assad yang kemuduan dikutip oleh Salim Azzad, bahwa yang
perlu diingat sesungguhnya pemerintahan Islam ini bukan merupakan tujuan,
melainkan hanya sebagai alat semata.22
Dengan terbentuknya sebuah negara, maka di situ sangat dibutuhkan
seorang pemimpin di dalamnya. Mendefinisikan kepemimpinan di mana hal
ini sangat erat kaitannya dengan politik, maka Ralph M. Stogdill menyatakan
bahwa kepemimpinan adalah proses keterlibatan kelompok, pengaruh
kepribadian, dan seni meminta kerelaan.23
Kepemimpinan juga merupakan
proses penggunaan pengaruh, persuasi, pencapaian tujuan, interaksi, peran
yang diperbedakan dan perbedaan antar kelompok.
Seperti yang disebutkan oleh Djazuli bahwa politik Islam memiliki
beberapa teori yang memiliki dasar nilai, yaitu sebagai berikut:24
21
Hasbi al Siddiqi, ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam (Jakarta: Bulan Bintang. 1991), 42-45. 22
Salim Azzam, Beberapa Pandangan Tentang Pemerintahan Islam, terj. Malikul Awwal dan Abu
Jalil (Bandung: Mizan, 1980). 73 23
Muhammad Syafi’I Antonio, Ensiklopedia Leadership & Managemen Muhammad SAW ‚The Super Leader Super Manager‛ Kepemimpinan Sosial Politik, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2012),
4. 24
Djazuli, Fiqh Siyasah…,2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
a. Masalah Suksesi (Keharusan Mengangkat Pemimpin)
Secara tegas memang tidak ada nas yang menunjukkan tentang
pengangkatan dan penggantian Imam (kepala negara). Al-Qur’an sendiri
hanya secara umum memberikan isyarat mengenai prinsip musyawarah
dalam setiap urusan atau hal, tentunya termasuk masalah pengganti imam,
Allah berfirman:
25ر م ال ف م ى ر او ش و
‚Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urisan itu‛
26م ه ن ي ى ب ور ش م ى ر م ا و
‚Dan urusan mereka (kaum muslimin) diputuskan dengan
musyawarah di antara mereka.‛
Berkaitan dengan ini menurut Muhibbin yang dikutip dari pendapat
Yusuf Musa bahwa dengan meneliti semua pembicaraan fiqh siyasah para
ulama dapat diketahui bahwa mereka sepakat tentang sahnya pemilihan
kepala negara melalui salah satu jalan dari dua jalan berikut ini, yaitu
penunjukan dari kepala negara sebelumnya seseorang untuk menjadi
penggantinya atau dengan bai’at wakil-wakil umat.27
Akan tetapi, apabila
kembali kepada isyarat al-Qur’an di atas, maka hanya melalui
musyawarahlah cara yang tepat untuk suksesi tersebut.
Namun dalam hadis keharusan pengangkatan pemimpin ini dijelaskan
seperti yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri:
25
Al-Qur’an. Ali Imran : 159. 26
Al-Qur’an. Al-Shura: 38. 27
Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…, 79; lihat pula Muhibbin, Hadis-Hadis Politik…,29.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
ث نا محمد بن عجلن، ث نا حاتم بن إسماعيل، حد ، حد ث نا علي بن بحر بن ب ري عن حد، أن رسول اللو صلى ا هلل عليو وسلم قال: نافع، عن أبي سلمة، عن أبي سعيد الخدري
28إذا خرج ثلثة في سفر ف لي ؤمروا أحدىم
Menceritakan kepada kami Ali ibn bahr ibn Barri, yang dinraasikan
oleh Hadim ibn Isma’il kemudian menceritakan dari Muhammad ibn
‘Azlan dari Nafi’, dari Abi Salamah dari Abu Sa’id al-Khudri
sesungguhnya Rasulullah bersabda: ‚Apabila tiga orang keluar dari
bepergian, maka hendaknya salah seorang di antara mereka menjadi
pemimpin.‛
b. Hubungan Kepala Negara dengan Umat
Dalam politik Islam, kepala negara pemegang kekuasaan dalam
negara. Jabatan ini dimaksudkan agar ia dapat mengatur umat dengan
hukum Allah dan Shari’at-Nya serta membimbing kepada kemaslahatan
dan kebaikan, mengurus kepentingan dengan jujur dan adil serta
memimpinnya kea rah mulia dan terhormat. Namun demikian kepala
negara bukanlah makhluk suci. Ia juga warga negara yang dipercaya
mengurus agama dan dunia sekaligus, sehingga tanggung jawab dan
bebannya lebih berat. Dengan demikian ia tidak dapat berkehendak dengan
sewenang-wenang.
Untuk itu dalam teori ini, sumber kekuasaan adalah di tangan umat
itu sendiri dan bukan kepala negara. Jika seorang kepala negara berbuat
salah, umat mempunyai hak untuk menasehati dan mengoreksi, bahkan
mempunyai hak untuk memecat jika terdapat alasan yang sah untuk
bertindak demikian. Selain itu pemimpin harus menjadikan kecintaan dan
persaudaraan sebagai dasar hubungan antara pemimpin dan pengikutnya:
28
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Vol. 3 (Beirut: Maktabah al-‘Isriyyah, t.t.), 36.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
، عن ث نا الوزاعي رنا عيسى بن يونس، حد ، أخب ث نا إسحاق بن إب راىيم الحنظلي حدن عوف بن مالك، يزيد بن يزيد بن جابر، عن رزيق بن حيان، عن مسلم بن ق رظة، ع
تكم الذين تحبون هم ويحبونكم، هلل عليو وسلم قال: عن رسول اهلل صلى ا خيار أئمتكم الذين ت بغضون هم وي بغضونكم، ويصلون عليكم وتصلون عليهم، وشرار أئم
29وت لعنون هم وي لعنونكم
Menceritakan kepada kami Ishaq ibn Ibrahim al-Handali yang
dikabarkan oleh Isa ibn Yunus kemudian dinarasikan oleh al-Auza’I,
dari Yazid ibn Yazid ibn Jabir, dari Ruzaiq ibn Hayyan, dari Muslim
ibn Qaraz}ah dari ‘Auf ibn Malik, dari Rasulullah telah bersabda:
‚Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai kamu dan
kamu mencintainya, mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka,
sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang kamu benci
dan mereka membencikamu, kamu melaknat mereka dan mereka
melaknat kamu.‛
c. Hak dan Kewjiban Kepala Negara
Kaidah umum yang ditetapkan baik itu syari’at atau pun duniawi
adalah hak harus diimbangi dengan kewajiban.30
Untuk itu seseorang tidak
dapat menuntut haknya sebelum ia menunaikan kewajibannya. Diantara
kewajiban pemimpin adalah bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Seperti yang disebutkan dalam hadis Rasulullah;
رنا شعيب ث نا أبو اليمان، أخب رني سالم بن عبد اللو، عن حد ، قال: أخب ، عن الزىريهما، أنو: سمع رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم ي قول: عبد اللو بن عمر رضي اللو عن
راع وىو مسئول عن رعيتو، والرجل في أىلو راع كلكم راع ومسئول عن رعيتو، فاإلمام 31وىو مسئول عن رعيتو
Menceritakan kepada kami Abu Aliman yang dikabarkan oleh
Shu’ayb dari al-Zuhri dari Salim ibn Abdullah, dari Abdullah ibn
Umar ra sesungguhnya dia mendengar Rasulullah bersabda: ‚Setiap
29
Muslim, S}ah}i>h} Muslim…, vol. 3, 1482. 30
Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…, 31
Al-Bukahri, Sah}i>h{ al-Bukhari, Vol. 3 (t.k.: Da>r al-T}uq al-Najah, 1422), 120.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipipinnya.
Seorang imam yang menjadipemimpin rakyat bertanggung jawab
terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab atas rumah
tangganya.‛
Dengan kenyataan ini, maka terjadilah hubungan antara manusia
berdasarkan kepada prinsip yang adil dan kuat. Adapun kewajiban-
kewajiban kepala negara yang disebutkan oleh al-Mawardi dan kemudian
diringkas oleh Muhibbin adalah:
1) Menegakkan agama, menjelaskan hukum dan pengajarannya kepada
seluruh umat.
2) Mengatur kepentingan negara sesuai dengan tuntutannya, sehingga
membawa kebaikan bagi individu maupun jama’ah, kedalam maupun
keluar. 32
Sedangkan hak-hak kepala negara yaitu ditaati dalam hal-hal yang
baik, mendapatkan bantuan dalam hal-hal yang diperintahkan,
mendapatkan hak finansial yang mencukupi diri dan keluarganya secara
tidk berlebihan. Al-Mawardi berpendapat bahwa jika kepala negara telah
melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada umat, maka ia telah
menunaikan hak Allah berkenaan dengan hak dan tanggung jawab umat.33
32
Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sult}aniyah, (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.), 15-16. Lihat pula Muhibbin,
Hadis-Hadis Politik…, 32 33
Muhibbin, Hadis-hadis politik…, 33.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
ثني نافع، عن عبد اللو رضي يد اللو، حد ث نا يحيى بن سعيد، عن عب د، حد ث نا مسد حدمع والطاعة على المرء المسلم فيما : اللو عنو، عن النبي صلى اهلل عليو وسلم، قال الس
34أحب وكره، ما لم ي ؤمر بمعصية، فإذا أمر بمعصية فل سمع ول طاعة
Menceritakan kepada kami Musaddad, menceritakan Yahya ibn Sa’id
dari Ubaydillah dari Nafi’ dari Abdullah ra. dari Nabi bersabda:
‚(kewajiban orang muslim untuk) mendengarkan dan taat kepada
imamnya, baik senang maupun tidak, selama tidak disuruh untuk
berbuat maksiat. Namun apabila disuruh berbuat maksiat maka tidak
ada kewajiban taat dan mendengarkannya.‛
d. Tujuan dan Dasar Pemerintahan Islam
Dengan mengacu kepada pandangan bahwa kepala negara adalah
suatu tanggung jawab yang dipikulkan kepada seseorang untuk
mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara kepada
kepentingan akhirat. Maka pada dasarnya pemegang jabatan khalifah
adalah sebagai pengganti Nabi dalam menjaga agama dan mengatur dunia.
Berdasarkan pada pandangan tersebut, maka tujuan pemerintahan Islam
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Untuk melaksanakan ketentuan sesuai dengan perintah Allah dan
Rasul-Nya dengan ikhlas serta patuh dan tuntuk menghidupkan sunnah
serta memerangi bid’ah, agar semua umat dapat melakukan ketaatan
kepada Allah dengan baik.
2. Memperhatikan dan mengurus persoalan duniawi seperti menghimpun
dana dari sumber yang sah dan menyalurkannya kepada yang berhak,
mencegah kezaliman dan lain-lain.
34
Al-Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukhari, vol. 9 (t.k.: Dar T}u>q al-Najah, 1422 H.), 63.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Sementara menurut Muhammad Asad yang dikutip oleh Salim Azam
bahwa tujuan yang paling mendasar bagi pemerintahan Islam adalah
menyediakan suatu kerangka dasar politik bagi persatuan dan kerja sama
umat Islam. 35
3. Realitas Politik Islam
Membicarakan tentang realitas politik Islam, sebagai imbangan dari
politik Islam teoritik, berikut akan disampaikan sejarah singkat politik Islam
zaman Rasulllah sampai Khulafa’ Rashidun.
a. Pemerintahan pada masa Nabi
Sebagaimana tersimak pada pembahasan sebelumnya bahwa secara
teoritis, politik Islam telah dilaksanakan oleh Rasulullah dalam mengatur,
mengarahkan umatnya menuju tatanan sosial-budaya yang diridai Allah.
Fakta ini, utamanya tampak setelah Rasulullah melakukan hijrah dari
Makkah ke Madinah.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemerintahan Islam pada
zaman Nabi dimulai sejah Nabi pindah dari tanah kelahirannya Makkah ke
Madinah. Terbentuknya negara Islam ini diakibatkan oleh perkembangan
penganut Islam yang menjelma menjadi kelompok sosial dan memiliki
politik riil pada pasca periode Makkah di bawah pimpinan Nabi
Muhammad sendiri.
35
Salim Azam, Beberapa Pandangan tentang Pemerintahan, terj. Malikul Awwal dan Abu Jalil (bandung: Mizan, 1980), 73.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
Tugas besar yang dilakukan Rasulullah setelah menetap di Madinah
adalah membangun masjid Quba’, dan menata kehidupan yang majemuk.
Hal ini dilakukan oleh Nabi karena masyarakat Madinah terdiri dari
beberapa suku yaitu Arab muslim Makkah, Arab Madinah yang terdiri dari
suku Aus dan Khasraj, Yahudi dan Arab paganis.
Meski demikian, bukan berarti bahwa fakta yang sama tidak
ditemukan ketika Rasulullah berada di Makkah. Sebagai mana dituturkan
oleh sarjana muslim seperti Yusuf Musa, Abd al-Qadir Zaydan, pada masa
itu Rasulullah telah memusatkan perhatian atas perencanaan dari pada
pelaksanaan hal-hal yang berhubungan dengan politik. Dijelaskan bahwa
peristiwa bay’at al-aqabah yaitu perjanjian antara Rasulullah dengan
penduduk Yathrib, baik perjanjian pertama maupun perjanjian kedua
merupakan bukti tahap awal pelaksanaan politik Islam.36
Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi setelah Rasulullah menetap
di Madinah merupakan artikulasi nilai dasar politik Islam. Di Madinah
terbentuk Komunitas Muslim Muhajirin dan Ansar. Salah satu bentuk
pelaksanaan politik Islam saat Rasulullah di Madinah adalah kebijakan
yang dibuat Rasulullah berkenaan dengan persaudaraan antara kelompok
Muhajirin dan Ansar yang didasarkan pada ukhuwah al-Islamiyyah.
Persaudaraan lain yang juga dibangun oleh Rasulullah adalah persaudaraan
komunitas muslim dengan non muslim. Sekalipun kendali kekuasaan
dipegang oleh orang muslim, namun perjanjian yang dibuat tidak
36
Abd al-Qadir Zaydan, al-Fard wa al-Dawlah fi Shari’ah al-Isla>miyyah, (t.k.: al-Ijtiha>d al-Islami>
al-‘Alamiy, 1970), 13. Lihat pula Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…,20.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
mengganggu keyakinan nonmuslim. Hal ini tercipta karena Rasulullah
berdasar pada ukhuwah al-insaniyyah yang diwujudkan dalam piagam
Madinah.37
b. Pemerintahan pada Masa Khulafa>’ al-Ra>shidu>n
Persoalan politik yang pertama dihadapi kaum muslim setelah
wafatnya Rasulullah adalah suksesi polik. Seperti yang diketahui bahwa
Rasulullah tidak menentukan siapa yang menggantikannya dan bagaimana
mekanisme pergantian itu dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam sejarah
Islam dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala negara.
Dalam kasus khulafa>’ al-Ra>shidu>n, sebagai contoh adalah Abu
Bakar ditetapkan berdasarkan pemilihan suatu muasyawarah terbuka.
Umar ibn Khattab ditetapkan berdasarkan penunjukan kepala negara
pendahulunya. Uthman Ibn Afan ditetapkan berdasarkan pemilihan dalam
suatu dewan formatur, dan Ali ibn Abi T}alib dipilih berdasarkan
musyawarah terbuka. Kenyataan demikian dimungkinkan oleh perubahan
sosial budaya dan dengan demikian menampilkan karekter politik yang ada
dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.
Pasca wafatnya Rasulullah, pengendalian dan pengarahan kaum
muslimin dipegang oleh Abu Bakar. Pada masa ini, timbul persoalan yang
tidak timbul pada masa Nabi. Untuk itu, ada beberapa pemecahan masalah
yang diambil oleh Abu Bakar dan dalam hal ini dapat dipandang sebagai
fakta politik. Terdapat kelompok masyarakat yang tidak membayar zakat,
37
Djazuli, Fiqh Siyasah…, 14.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
karena zakat hanya wajib dikeluarkan pada masa Rasulullah. Adapun
alasan mereka adalah:
يهم بها وصل عليهم إن صلتك سكن لهم واللو رىم وت زك خذ من أموالهم صدقة تطه 38سميع عليم
Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka dengan sedekah itu
kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk
mereka karena sesungguhnya doa kamu menentramkan hati mereka,
dan Allah aha mendengar lagi maha mengetahui39
Meraka beralasan bahwa bentuk perintah pada ayat di atas hanya
ditunjukkan kepada Rasulullah, sehingga setelah Rasulullah tidak ada
kewajiban membayar zakat. Penolakan Abu bakar terhadap kelompok di
atas bukan hanya berdasar pada tafsir ayat semata, tetapi juga
pertimbangan akan adanya bahaya keruntuhan umat dengan
menggoyahkan sendi-sendi ajaran Islam.
Pemimpin Islam yang juga tidak kalah strateginya adalah Umar ibn
Khattab. Ia merupakan khalifah yang banyak memberikan contoh tentang
politik. Di antara penerapannya adalah bea impor dan pada masa itu
berlaku atas dasar keseimbangan. Sama dengan bea impor yang kenal
negara-negara nonmuslim kepada pedagang muslim. Dalam menjawab
surat Abu Musa, gubernur pada masa itu, yang menyatakan tentang bea
masuk impor yang harus dikenalkan terhadap pedagang nonmuslim, Umar
menyatakan:
38
Al-Quran. Al-Tawbah: 103. 39
Departemen agama, Al-Quran dan Terjemahnya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
40. خذ أنت من ىم كما يأخذونو من تجار المسلمين
Ambillah olehmu bea Impor sebagaimana mereka mengambil bea
impor untuk pedagang muslim.
Umar ibn Khattab pun yang merupakan orang pertama menunjuk
hakim khusus perkara-perkara di bidang kekayaan.41
Dengan demikian,
sejarah Islam mulai mengenal pembagian kekuasaan, meski terbatas pada
lembaga ekskutif dan yudikatif.
C. Ragam Hadis Politik
1. Hadis Syarat Kepala Negara
Hadis-hadis tentang masalah ini tersebar hampir pada setiap kitab hadis
dengan redaksi yang bervariasi, namun kebanyakan hadis ini dipahami sebagai
persyaratan bagi orang yang memegang jabatan kepemimpinan tertinggi.
Adapun teks hadis tersebut di antaranya:
ير بن مطعم يحد د بن جب ، قال: كان محم رنا شعيب، عن الزىري ث نا أبو اليمان، أخب ث حدث أنو أنو ب لغ معاوية وىو عنده في وفد من ق ريش: أن عبد اللو بن عمرو بن العاص يحد
ا سيكون ملك من قحطان، ف غضب معاوية، ف قام فأث نى على اللو بما ىو أىلو، ثم قال: أم ثون أحاديث ليست في كتاب اللو، ول ت ؤ ث ر عن ب عد، فإنو ب لغني أن رجال منكم ي تحد
الكم، فإياكم والماني التي تضل أىلها، فإني رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم، فأولئك جهاديهم أحد، إن ىذا المر في ق ريش ل ي ع عليو وسلم ي قول سمعت رسول اللو صلى اهلل
ين 42إل كبو اللو على وجهو، ما أقاموا الد
40
Dalam hal ini sebesar 10%, karena Negara nonmuslim pun memungutnya sebesar 10%. 41
Salam Madkur, al-Qahda fi al-Islam (Kairo: Da>r al-Nahdah al-Arabiyyah, 1964), 26. 42
Al-Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukhari…, Vol. 4. 179.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
Menceritakan kepada kami Abu Aliman, mengabarkan kepada kami
Shu’ayb dari al-Zuhri berkata bahwa Muhammad ibn Jubayr ibn
Muti’im menceritakan sesungguhnya ia menyampaikan pada Mu’awiyah
dan sisebelahnya terdapat Wafdi dari Quraysh sesungguhnya Abdullah
ibn Umar ibn al-‘As mencertakan sesungguhnya ia berada didekat Raja
dari Qahtan, Rasulullah bersabda: ‚Masalah ini (imamah) ada pada
orang-orang Quraysh, dan tiada orang yang menentangnya kecuali Allah
SWT. akan melemparkannya kedalam neraka, selama mereka (orang
Quraysh) berpegang kepada agama.‛43
Hampir seluruh ulama ahl al-sunnah memahami hadis tersebut sebagai
syarat wajib bagi orang yang menjadi khalifah (kepala negara). Al-Mawardi
misalnya, memasukkan syarat keturunan Quraysh.44
2. Hadis tentang Syarat Laki-laki sebagai Pemimpin
Syarat yang diperlukan bagi seorang khalifah menurut para ulama adalah
laki-laki. Pandangan mereka itu di dasarkan kepada kenyataan dan peristiwa
ketika Nabi mendengar berita bahwa masyarakat Persia telah memilih putri
Kisra sebagai pemimpin pengganti Kisra, kemudian beliau bersabda:
ث نا عوف، عن الحسن، عن أبي بكرة، قال: لقد ن فعني اللو ث نا عثمان بن الهيثم، حد حدما كدت أن ألحق بكلمة سمعت ها من رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم أيام الجمل، ب عد
ا ب لغ رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم أن أىل بأصحاب الجمل فأقاتل معهم، قال: لم 45ة لن ي فلح ق وم ولوا أمرىم امرأ يهم بنت كسرى، قال: فارس، قد ملكوا عل
Menceritakan kepada kami ‘Uthman ibn Alhaytham menceritakan
kepada kami ‘Auf dari al-Hasan dari Abi Bakrah berkata, Allah sungguh
member manfaat kepadaku dengan kalimat yang aku dengar dari
Rasulullah SAW. saat itu adalah perang Jamal setelah apa yang aku …
dengan pengikut perang Jamal maka aku ikut berperang bersama mreka,
dia berkata: ketika sebuah berita sampai pada Rasulullah sesungguhnya
43
Ibid., Vol. 4, 179. 44
Al-Mawardi, Al-Ahka>m al-Sult}aniyyah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 4-5. 45
Al-Bukhari, S{ah}i>h} al-Bukhari…, Vol. 6. 8.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
peduduk Persia dipimpin oleh seorang anak perempuan Raja Kisra,
Rasulullah bersabda: ‚Tidak akan beruntung sebuah kaum yang
menguasakan urusan mereka kapada perempuan.‛
3. Hadis tentang Suksesi
Secara umum ulama Ahl al-Sunnah berpendapat bahwa Nabi tidak
menetapkan pengganti dan cara serta mekanisme penggantian diri beliau.
Mereka mengambil dan merumuskan sendiri sesuai dengan praktek kaum
muslim, khususnya pada pemerintahan Khulafa>’ al-Ra>shidu>n. Teori mereka
adalah bahwa pemilihan pemimpin dianggap sah dengan salah satu dari dua
cara berikut; yaitu penunjukan dari khalifah sebelumnya atau kepala negara
kepada kepada seseorang untuk menjadi penggantinya atau dengan bai’at para
wakil rakyat atau umat, jika wakil tersebut mempunyai pendapat yang
berbeda mengenai calon kepala negara dan terdapat cukup dukungan suara
terhadap calon tertentu.46
Mereka beralasan dengan terjadinya peristiwa
ketika Umar ibn Khattab terluka parah akibat tikam, beliau mendapat saran
dari para sahabat lain bahwa hendaknya Umar menunjuk ganti. Umar
kemudian menjawab: ‚Jika aku menunjuk pengganti, maka sesungguhnya
orang yang lebih baik daripada aku (Abu Bakar) telah melakukannya!, dan jika
aku tidak menunjuk pengganti, maka sesungguhnya orang yang jauh lebih baik
daripada aku (Nabi Muhammad) telah berbuat demikian.‛ Dengan jawaban
tersebut, maka para sahabat yang hadir sama memujinya.47
46
Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…,79. 47
Al-Bukhari, S{ah}i>h} al-Bukhari…, 100. Lihat pula Muslim, S{ah}i>h} Muslim…, vol 2. 122.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
Berdasarkan informasi ini, mereka menetakan dua cara yang sah sebagai
cara pemilihan pemimpin seperti yang disebutkan di atas yaitu dengan
penunjukan oleh kepala negara sebelumnya dan pemilihan oleh wakil-wakil
umat. Dengan teori yang ditetapkan ini mereka mengklaimnya sebagai ijma’
dan orang yang tidak sepakat dengan ketentuan tersebut dianggap sebagai
bid’ah.48
4. Hadis tentang Ketaatan Terhadap Kepala Negara
Ketaatan kepda kepala negara merupakan salah satu aspek utama dari
stabilitas dan ketentraman. Masalah ini menjadi sangat penting jika tujuan
dan pembentukan sebuah negara yaitu demi terlaksananya hukum-hukum
tuhan yang berdasar al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Karena itu para ulama
sepakat menetapkan kewajiban rakyat atau umat untuk mematuhi
pemimpinnya, selama pemimpin tersebut masih menjalankan perintah Allah.
Adapun dasar yang digunakan untuk mendukung pendapat selain al-Qur’an
adalah hadis Nabi yaitu:
د ث نا مسد ث نا يحيى بن سعيد، عن حد ثني نافع، عن عبد اللو رضي اللو ، حد يد اللو، حد عب مع والطاعة على المرء المسلم فيما أحب عنو، عن النبي صلى اهلل عليو وسلم، قال: الس
49بمعصية فل سمع ول طاعة وكره، ما لم ي ؤمر بمعصية، فإذا أمر
Menceritakan kepada kami Musadddad, menceritakan kepada kami
Yahya ibn Sa’id dari ‘Ubaydillah menceritakan kepadaku Nafi. Dari
Abdullah ra. dari Nabi SAW. bersabda: ‚Mendengarkan dan taat
adalah wajib bagi seseorang muslim mengenai yang ia sukai ataupun
yang tidak diperintah berbuat maksiaat. Akan tetapi apabila
48
Al-Nawawi, Sharh ‘Ala S}ah}i>h} Muslim, Vol. 12, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), 200. 49
Al-Bukhari, S{ah}i>h} al-Bukhari…, vol. 9, 63.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
diperintahkan berbuat maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk
mendengar dan taat.‛
Semua hadis yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa pentingnya
kepemimpinan dalam sebuah komunitas, sehingga Rasulullah sendiri
menyabdakan beberapa hadis yang berkenaan dengan pemerintahan baik itu
kriteria pemimpin, mekanisme pemilihan (yang kemudian dirumuskan setelah
melalui kajian terhadapa hadis tersebut), serta kewajiban mematuhi
pemerintah. Dan semua itu tidak lepas dari politik. Kembali pada judul
penelitian yang membahas tentang hadis politik, terlihat bahwa semua hadis
yang berkaitan dengan politik berkonotasi d}a’i>f bahkan mawd}u>’. Tetapi dapat
dibuktikan dengan hadis-hadis di atas, tidak semua hadis bernuansa politik
berstatus d}a’i>f atau mawd}u>’, banyak hadis politik yang berstatus s}ah{i>h{.
Dengan dikumpulkannya hadis-hadis yang bernuansa politik dan realitas
politik yang ada pada masa Nabi dan sahabt, banyak ulama yang merumuskan
politik sebagai sebuah cabang ilmu, yang kemudian menjadi cabang ilmu
dalam kajian keislaman.