perbedaan dalam memandang hadis sebagai dasar shari’at ...digilib.uinsby.ac.id/4038/5/bab...

24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 32 BAB II HADIS POLITIK A. Eksistensi Hadis dan Nabi 1. Hadis dalam Perspektif Ulama Banyak komentar mengenai hadis baik dari kalangan umat Islam maupun non Islam, baik yang membela maupun yang menyerang dan menghancurkannya. Namun sepanjang sejarah belum pernah ditemukan suatu minat dan keinginan menyamai apalagi melebihi minat yang pernah ditunjukkan oleh Islam terhadap hadis. Sejak awal kemunculannya hingga saat ini, hadis masih menjadi lahan kajian yang sangat menarik karena eksistensinya yang fital dalam kehidupan umat Islam. Terlepas dari semua itu, para ulama dari berbagai golongan dan aliran hampir tidak ada perbedaan dalam memandang hadis sebagai dasar shari’at Islam. Mereka berpendapat bahwa hadis sebagai pedoman dalam melaksanakan aktifitas ibadah, mu’amalah dan akhlak, karena hadis yang berbentuk perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat Nabi telah menjadi manhaj bagi kehidupan umat Islam, baik secara individu, keluarga maupun negara. 1 Pelaksanaan ibadah ritual yang menggambarkan ibadah pokok seperti salat, zakat, puasa, dan haji dijelaskan secara terperinci oleh hadis. Demikian pula bidang akhlak yang menjadi tujuan Allah mengutus Rasul-Nya, yakni mencakup akhlak manusia yang mendasari tegaknya kehidupan utama dan 1 Muhibbin, Hadis-Hadis Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 7.

Upload: nguyennga

Post on 07-Aug-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

BAB II

HADIS POLITIK

A. Eksistensi Hadis dan Nabi

1. Hadis dalam Perspektif Ulama

Banyak komentar mengenai hadis baik dari kalangan umat Islam

maupun non Islam, baik yang membela maupun yang menyerang dan

menghancurkannya. Namun sepanjang sejarah belum pernah ditemukan suatu

minat dan keinginan menyamai apalagi melebihi minat yang pernah

ditunjukkan oleh Islam terhadap hadis. Sejak awal kemunculannya hingga saat

ini, hadis masih menjadi lahan kajian yang sangat menarik karena

eksistensinya yang fital dalam kehidupan umat Islam.

Terlepas dari semua itu, para ulama dari berbagai golongan dan aliran

hampir tidak ada perbedaan dalam memandang hadis sebagai dasar shari’at

Islam. Mereka berpendapat bahwa hadis sebagai pedoman dalam

melaksanakan aktifitas ibadah, mu’amalah dan akhlak, karena hadis yang

berbentuk perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat Nabi telah menjadi

manhaj bagi kehidupan umat Islam, baik secara individu, keluarga maupun

negara.1

Pelaksanaan ibadah ritual yang menggambarkan ibadah pokok seperti

salat, zakat, puasa, dan haji dijelaskan secara terperinci oleh hadis. Demikian

pula bidang akhlak yang menjadi tujuan Allah mengutus Rasul-Nya, yakni

mencakup akhlak manusia yang mendasari tegaknya kehidupan utama dan

1Muhibbin, Hadis-Hadis Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 7.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

mulia, misalnya tentang sopan santun kehidupan seorang mukmin saat makan,

minum, bertamu, berbicara dan yang lainnya. Selain itu, hadis juga

menjelaskan tentang hukum yang berkaitan tentang mu’amalah, hubungan

dengan manusia, pergaulan dengan muslim dan non muslim, dan hukum

keluarga.2

Berdasar pada kenyataan di atas, maka para ulama dari berbagai disiplin

dan latar belakang pendidikan selalu mendasarkan keputusan dan

ketentuannya kepada hadis, di samping al-Qur’an. Di samping adanya firman

Allah yang menginformasikan tentang keharusan taat kepada Allah dan taat

kepada Rasul-Nya yang disebutkan dalam al-Quran surat Ali Imran ayat 32;

3قل أطيعوا اللو والرسول فإن ت ولوا فإن اللو ل يحب الكافرين

‚Katakanlah! Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling maka

sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang kafir.‛

Di kalangan ulama, khususnya kalangan ulama fiqh yang sampai saat ini

masih diikuti oleh umat Islam di dunia, semua ketentuan-ketentuan hukum

yang mereka tetapkan juga mengacu pada al-Qur’an dan hadis. Kecuali

madhab Hanafi yang dikenal dengan ahl al-ra’y, yang berkonotasi lebih

menggunakan rasio dibandingkan menggunakan dalil dalam menetapkan

hukum. Namun ketika dikaji, hal itu dikarenakan banyak aspek yang

melatarbelakangi imam Abu Hanifah dan pengikutnya. Bukan karena sengaja

tidak mempergunakan hadis atau tidak ingin mengikuti Nabi, karena Abu

Hanifah tidak pernah meninggalkan hadis sedikitpun jika hadis tersebut

2Ibid., 8.

3Al-Quran. Ali Imran. 3: 32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

berstatus s}ah}i>h}, sebagaimana terlihat dalam pernyataannya: ‚Apabila hadis itu

sah, maka itulah pilihanku dan panutanku serta buanglah hasil pemikiranku‛.4

Hanya saja, jumlah hadis yang dipergunakan oleh Abu Hanifah relatif lebih

sedikit dibandingkan dengan para madhab lainnya, seperti imam Shafi’i,

Malik dan Ahmad ibn Hanbal. Hal ini dikarenakan syarat-syarat yang

dipergunakan oleh Abu Hanifah dalam menilai hadis lebih ketat dibandingkan

dengan imam lainnya.

Ulama yang digolongkan ke dalam ulama ahl al-atha>r tidak diragukan

lagi dalam mempergunakan hadis sebagai penetap hukum, hal ini terlihat

dalam ungkapan Imam Maliki: ‚Jika sebuah hadis itu sah datang dari Nabi,

maka segala pemikiran manusia harus ditinggalkan dan menangkan hadis

tersebut‛.5 Imam Shafi’i pun berkata demikian, ‚Ketika ada hadis s}ah}i>h} maka

itu pilihanku dan buanglah segala pemikiranku ke tepi tembok‛.6

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa semua ulama sepakat untuk

menjadikan hadis (di samping al-Qur’an) sebagai acuan utama dalam

menetapkan hukum. Hal ini berlaku umum kecuali terdapat alasan tertentu

yang menjadikan para ulama tidak mempergunakan hadis-hadis tertentu.

Alasan tersebut adalah:

a. Para ulama tidak yakin bahwa Rasul telah mengucapkannya.

b. Mereka tidak yakin bahwa hadis tersebut untuk masalah yang dimaksud

c. Mereka yakin bahwa hukumnya telah di-mansu>kh.

4Abd al-Wahab ibn Ahmad al-Sha’rani, al-Mi>za>n al-Kubra>, vol 1 (Jeddah: al-Haramayn

Singgapurah, t.t.), 55. 5Ibid., 55.

6Ibid., 55.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ulama sepakat

memperlakukan hadis sebagai dasar utama dalam setiap aspek kehidupan,

termasuk dalam bidang kemasyarakatan dan politik, atau dengan kata lain

tidak satupun aspek kehidupan yang dialami umat Islam di dunia kecuali di

dalamnya melibatkan hadis sebagai rujukan.

2. Status Nabi dalam Kehidupan Masyarakat

Sebagai utusan Allah di muka bumi ini, Nabi Muhammad juga berstatus

sebagai manusia. Dalam statusnya sebagai manusia, beliau diakui oleh

kalangan muslim maupun non muslim sebagai pemimpin masyarakat,

khususnya setelah beliau berhijrah ke Madinah. Bahkan hampir semua

pengamat mengakuinya sebagai kepala negara.

Sebagai kepala negara, tercermin dalam praktek beliau membuat

undang-undang dalam bentuk tertulis, mempersatukan penduduk Madinah

yang bercorak heterogen untuk mencegah timbulnya konflik di antara mereka

agar terjalin hubungan yang baik dan menjamin ketertiban dalam negeri.

Selain itu, beliau juga mengadakan perjanjian damai dengan tetangga agar

terjamin kebebasan bagi semua golongan, mengorganisasi militer dan

pemimpin peperangan, melaksanakan musyawarah dan sebagainya.7

Sebagai pemimpin masyarakat, sifat Nabi tercermin dalam praktek

musyawarah yang beliau laksanakan bersama sahabatnya. Di antara

musyawarah yang dilakukan Nabi yaitu saat Nabi mengambil keputusan untuk

7J. Shuyuti Pulungan, Fiqih Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994), 88.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

menerima saran yang kemukakan oleh suara terbanyak saat perang Uhud.8

Namun, pada kesempatan lain beliau menerima usulan dari Hubab al-Mundiri

dalam mengatur strategi perang untuk menghadapi musuh saat perang Badar,9

serta mengikuti saran dari Salman al-Farisi dan meninggalkan saran dari yang

lain saat perang Khandaq.10

Kutipan di atas menjelaskan bahwa pengambilan keputusan tidak harus

mengikuti suara terbanyak, namun yang diutamakan adalah sejauh mana

keputusan tersebut lebih bermanfaat bagi kepentingan umum.

Aktifitas beliau di bidang ekonomi, yaitu beliau berupaya mewujudkan

keadilan dan kesejahteraan rakyat dengan jalan mengelola zakat, infaq dan

sadaqah dari orang muslim dan mengelola ghanimah dan jizyah yang berasal

dari warga non muslim. Sedangkan aktifitas Nabi di bidang hukum, terlihat

saat beliau menghakimi kaum Yahudi saat melanggar perjanjian Piagam

Madinah. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di

masyarakat dan menetapkan hukum bagi pelanggar perjanjian.11

Dengan demikian, di samping menjalankan tugas sebagai pembawa

risalah, beliau juga sebagai pemimpin masyarakat. Seringkali terlihat saat

mengambil sebuah keputusan beliau menggunakan pendapat sendiri, atau dari

para sahabatnya. Oleh karena itu, seluruh aktifitas yang beliau laksanakan

8Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedian Leadership dan Manajemen Muhammad: The Super

Leader Super Manager (Jakarta: Tazkia Punlishing, 2011),49. 9Ibn Athir, Al-Ka>mil fi al-Ta>ri>kh, Vol.2 (Beirut: Dar al-KItab al-Arabi, 1997), 190.

10 Ibid., 65.

11Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedian Leadership dan Manajemen Muhammad…, 101.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

menunjukkan kebesaran dan keteladanan yang mendapat pujian dari kalangan

muslim dan non muslim.

B. Politik Islam

1. Pengertian Politik dalam Islam

Pengertian politik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki tiga

pengertian. Pertama, (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan

(seperti tata system pemerintahan, dasar pemerintahan). Kedua, segala urusan

dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan

negara atau terhadap negara lain. Ketiga, cara bertindak (dalam menghadapi

atau mengenai suatu msalah); kebijakan.12

Dalam bahasa Arab, kata politik dikenal dengan kata سياسة yang berasal

dari fi’l al-ma>d}i> سياسة, يسوس, ساس yang bermakna mengatur, mengendalikan,

mengurus, atau membuat keputusan. القوم ساس (mengatur kaum, memerintah

dan memimpinnya). Berdasarkan pengertian harfiah, kata al-siya>sah berarti:

pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, pengurusan,

pengawasan, perekayasaan dan arti-arti lainnnya. Berkenaan dengan hal ini

salah satu hadis menyatakan:

ث نا شعبة، عن ف رات القزاز، عن د بن جعفر، حد ث نا محم ار، حد د بن بش ث نا محم حدث، عن النبي صلى اهلل عليو أبي حازم، قال: قاعد ت أبا ىري رة خمس سنين فسمعتو يحد

… 13كانت ب نو إسرائيل تسوسهم النبياء وسلم، قال:

12

Tim Pennyusun Kamus Pusat Pembinaan da Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, 780. 13

Muslim, S}ah{i>h{ Muslim, Vol. 3, (Beirut: Da>r Ihya>’ al-Tura>th al-Arabi>, t.t.),1471.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Menceritakan kepada kami Muhammad ibn Bashar, dari Muhammad ibn

Ja’far dari Shu’bah, dari Furat al-Qazazi dai Abi Hazim ia berkata

bahwa aku bersama Abu Hurayrah selama lima tahun kemudian aku

mendengar di membacakan hadis dari Rasulullah bahwa Rasulullah

bersabda: ‚Bani Israil dikendalikan oleh Nabi-Nabi mereka…‛

Secara tersirat pengertian al-siya>sah menurut Djazuli memiliki dua

dimensi yang keduanya saling berkaitan. Pertama adalah tujuan yang hendak

dicapai melalui proses pengendalian. Kedua adalah cara pengendalian menuju

tujuan tersebut.14

Oleh karena itu siyasah dapat diartikan

15و ح ل ص ا ي م ب ئ ي ي ش ل ع ام ي ق ال ة اس ي الس

‚Memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan.‛

Pengertian politik secara umum telah dikemukakan. Namun pengertian

politik dalam Islam memiliki banyak makna, karena setiap aliran

mendefinisikan politik Islam secara beragam. Perbedaan teori politik Islam

tersebut tidak bisa dipisahkan dari ideologi setiap aliran. Namun pada

pembahasan ini hanya dijelaskan pengertian politik Islam yang banyak

menjadi acuan banyak kalangan.

Pengertian politik Islam ini dikerucutkan pada tiga tipologi pemikiran.

Pertama tipologi pemikiran yang memandang Islam adalah agama sekaligus

negara. Islam merupakan suatu pola hidup yang lengkap dengan pengaturan

untuk segala aspek kehidupan, termasuk politik. Kedua, tipologi pemikiran

politik Islam sekuler yang memandang Islam tidak mengajarkan cara-cara

14

Djazuli, Fiqh Siyasah : Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah (Jakarta: Kencana, 2009), 26. 15

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

pengaturan tentang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Menurut

pemikiran politik ini, Islam merupakan agama murni bukan sebuah negara.

Ketiga, tipologi pemikiran politik Islam moderat yang memandang Islam

menunjukkan preferensinya pada sistem politik tertentu, namun dalam Islam

terdapat prinsip moral bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan

dalam pelaksanaannya umat Islam bebas memiliki sistem manapun yang

terbaik.16

2. Teori Politik Islam

Meminjam istilah Abd al-Rahman Abd al-Khaliq bahwa politik adalah

masalah agama dan karena itu tidak mungkin terlepas darinya.17

Namun jauh

sebelumnya, Islam telah membangun ketentuan shari’at yang menjadi

tuntutan otomatis bagi kepentingan terwujudnya suatu umat dan negara

berdasarkan prinsip-prinsip yang rasional dan memenuhi kebutuhan

masyarakat. Secara lebih detail, keharusan adanya negara didasarkan pada

alasan-alasan berikut:

a. Al-Qur’an memuat hukum yang menghendaki suatu kekuatan yang dapat

menjamin terwujudnya hukum-hukum tersebut, seperti had pembunuhan,

pencurian, perampokan, dan yang lainnya. Hubungan ini menyangkut

kepentingan umum dan ketertiban wilayah, dan jika tidak terdapat

keuasaan untuk mengatur dan punya kewenangan memaksa, maka

ketentraman tidak akan terjamin

16

Sukron Kamil, ‚Peta Pemikiran Politik Islam Modern dan Kontemporer,‛ Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 3. Nomor 1 (September, 2003), 63-76. 17

Abd al-Rahman Abd al-Khaliq, Islam dan Politik, terj. Syarif Halim et.al (Jakarta: Pustaka

Indah, 1987), 13-14.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

b. Sabda Rasulullah yang menyatakan:

18…ول يحل لثلثة ن فر يكونون بأرض فلة إل أمروا عليهم أحدىم …

‚…Tidak halah bagi tiga orang (atau lebih) yang berada di suatu tempat di

atas bumi dan tidak menjadikan satu dari mereka sebagai pemimpin…‛

Banyak ulama yang mengomentari hadis di atas, di antranya adalah Ibn

Taymiyah yang menyatakan bahwa Nabi mewajibkan adanya pimpinan

dalam suatu kelompok kecil dalam perjalanan ini pada hakikatnya adalah

mengingatkan pada semua perkumpulan.19

c. Sunnah fi’liyah atau yang sering disebut aktifitas Nabi yaitu mendirikan

negara Islam di Madinah. Hal ini diakui tidak hanya oleh umat Islam saja,

melainkan non muslim yaitu Firs Gerald yang menyatakan bahwa Islam

bukanlah sekedar agama, melainkan juga sebuah tatanan politik, sekalipun

terdapat oknum yang berusaha memissahkan agama dengan tatanan

politik.20

d. Aktifitas para sahabat setelah wafatnya Rasulullah yang dibuktikan oleh

sahabatnya dengan respon mereka terhadap pentingnya arti negara

(kepemimpinan) untuk menjamin terlaksananya hukum Allah dan Rasul-

Nya.

18

Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal , vol. 11 (t.k.: Mu’assasah al-Risa>lah, 2001),

227. Adapun redaksi lengkap dari hadis ini sebagai berikut

ث نا ث نا حسن، حد ث نا: قال ليعة، ابن حد صلى الل رس ول أن عمرمو، بن الل عبد عن اليشان، الم س أب عن ى ب ي رة، بن الل عبد حد ن فرم لثلثة يل ول يذره ، حت صاحبو ب يع على يبيع أن لرج لم يل ول أ خرى، المرأةبطلق ي نكح أن يل ل : " قال وسلم عليو الل

صاحبهما د ون اث نان ي ت ناجى فلةم بأرض يك ون ون ن فرم لثلثة يل ول أحدى م، عليهم أمر وا إل فلةم بأرض يك ون ون 19

Muhammad al-Mubarak, Nizam al-Islam (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 15. 20

Yusuf Musa, Politik dan Negara Dalam Islam, terj. M.Thalib (Yogyakarta: Pustaka LSI, 1981),

24.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

e. Setelah adanya Islam sampai saat ini selalu memasukkan materi

kepemimpinan dalam buku fiqh. Bahkan ibn Hazm berkata bahwa seluruh

ahl al-Sunnah, Murji’ah, Shi’ah dan khawarij sepakat tentang wajibnya

pemimpin dalam suatu negara.21

Berdasarkan pemikiran dan kenyataan ini maka jelas bahwa keberadaan

pemerintahan Islam mutlak diperlukan. Namun seperti yang dikatakan oleh

Muhammad Assad yang kemuduan dikutip oleh Salim Azzad, bahwa yang

perlu diingat sesungguhnya pemerintahan Islam ini bukan merupakan tujuan,

melainkan hanya sebagai alat semata.22

Dengan terbentuknya sebuah negara, maka di situ sangat dibutuhkan

seorang pemimpin di dalamnya. Mendefinisikan kepemimpinan di mana hal

ini sangat erat kaitannya dengan politik, maka Ralph M. Stogdill menyatakan

bahwa kepemimpinan adalah proses keterlibatan kelompok, pengaruh

kepribadian, dan seni meminta kerelaan.23

Kepemimpinan juga merupakan

proses penggunaan pengaruh, persuasi, pencapaian tujuan, interaksi, peran

yang diperbedakan dan perbedaan antar kelompok.

Seperti yang disebutkan oleh Djazuli bahwa politik Islam memiliki

beberapa teori yang memiliki dasar nilai, yaitu sebagai berikut:24

21

Hasbi al Siddiqi, ilmu Kenegaraan dalam Fiqh Islam (Jakarta: Bulan Bintang. 1991), 42-45. 22

Salim Azzam, Beberapa Pandangan Tentang Pemerintahan Islam, terj. Malikul Awwal dan Abu

Jalil (Bandung: Mizan, 1980). 73 23

Muhammad Syafi’I Antonio, Ensiklopedia Leadership & Managemen Muhammad SAW ‚The Super Leader Super Manager‛ Kepemimpinan Sosial Politik, (Jakarta: Tazkia Publishing, 2012),

4. 24

Djazuli, Fiqh Siyasah…,2.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

a. Masalah Suksesi (Keharusan Mengangkat Pemimpin)

Secara tegas memang tidak ada nas yang menunjukkan tentang

pengangkatan dan penggantian Imam (kepala negara). Al-Qur’an sendiri

hanya secara umum memberikan isyarat mengenai prinsip musyawarah

dalam setiap urusan atau hal, tentunya termasuk masalah pengganti imam,

Allah berfirman:

25ر م ال ف م ى ر او ش و

‚Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urisan itu‛

26م ه ن ي ى ب ور ش م ى ر م ا و

‚Dan urusan mereka (kaum muslimin) diputuskan dengan

musyawarah di antara mereka.‛

Berkaitan dengan ini menurut Muhibbin yang dikutip dari pendapat

Yusuf Musa bahwa dengan meneliti semua pembicaraan fiqh siyasah para

ulama dapat diketahui bahwa mereka sepakat tentang sahnya pemilihan

kepala negara melalui salah satu jalan dari dua jalan berikut ini, yaitu

penunjukan dari kepala negara sebelumnya seseorang untuk menjadi

penggantinya atau dengan bai’at wakil-wakil umat.27

Akan tetapi, apabila

kembali kepada isyarat al-Qur’an di atas, maka hanya melalui

musyawarahlah cara yang tepat untuk suksesi tersebut.

Namun dalam hadis keharusan pengangkatan pemimpin ini dijelaskan

seperti yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri:

25

Al-Qur’an. Ali Imran : 159. 26

Al-Qur’an. Al-Shura: 38. 27

Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…, 79; lihat pula Muhibbin, Hadis-Hadis Politik…,29.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

ث نا محمد بن عجلن، ث نا حاتم بن إسماعيل، حد ، حد ث نا علي بن بحر بن ب ري عن حد، أن رسول اللو صلى ا هلل عليو وسلم قال: نافع، عن أبي سلمة، عن أبي سعيد الخدري

28إذا خرج ثلثة في سفر ف لي ؤمروا أحدىم

Menceritakan kepada kami Ali ibn bahr ibn Barri, yang dinraasikan

oleh Hadim ibn Isma’il kemudian menceritakan dari Muhammad ibn

‘Azlan dari Nafi’, dari Abi Salamah dari Abu Sa’id al-Khudri

sesungguhnya Rasulullah bersabda: ‚Apabila tiga orang keluar dari

bepergian, maka hendaknya salah seorang di antara mereka menjadi

pemimpin.‛

b. Hubungan Kepala Negara dengan Umat

Dalam politik Islam, kepala negara pemegang kekuasaan dalam

negara. Jabatan ini dimaksudkan agar ia dapat mengatur umat dengan

hukum Allah dan Shari’at-Nya serta membimbing kepada kemaslahatan

dan kebaikan, mengurus kepentingan dengan jujur dan adil serta

memimpinnya kea rah mulia dan terhormat. Namun demikian kepala

negara bukanlah makhluk suci. Ia juga warga negara yang dipercaya

mengurus agama dan dunia sekaligus, sehingga tanggung jawab dan

bebannya lebih berat. Dengan demikian ia tidak dapat berkehendak dengan

sewenang-wenang.

Untuk itu dalam teori ini, sumber kekuasaan adalah di tangan umat

itu sendiri dan bukan kepala negara. Jika seorang kepala negara berbuat

salah, umat mempunyai hak untuk menasehati dan mengoreksi, bahkan

mempunyai hak untuk memecat jika terdapat alasan yang sah untuk

bertindak demikian. Selain itu pemimpin harus menjadikan kecintaan dan

persaudaraan sebagai dasar hubungan antara pemimpin dan pengikutnya:

28

Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Vol. 3 (Beirut: Maktabah al-‘Isriyyah, t.t.), 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

، عن ث نا الوزاعي رنا عيسى بن يونس، حد ، أخب ث نا إسحاق بن إب راىيم الحنظلي حدن عوف بن مالك، يزيد بن يزيد بن جابر، عن رزيق بن حيان، عن مسلم بن ق رظة، ع

تكم الذين تحبون هم ويحبونكم، هلل عليو وسلم قال: عن رسول اهلل صلى ا خيار أئمتكم الذين ت بغضون هم وي بغضونكم، ويصلون عليكم وتصلون عليهم، وشرار أئم

29وت لعنون هم وي لعنونكم

Menceritakan kepada kami Ishaq ibn Ibrahim al-Handali yang

dikabarkan oleh Isa ibn Yunus kemudian dinarasikan oleh al-Auza’I,

dari Yazid ibn Yazid ibn Jabir, dari Ruzaiq ibn Hayyan, dari Muslim

ibn Qaraz}ah dari ‘Auf ibn Malik, dari Rasulullah telah bersabda:

‚Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai kamu dan

kamu mencintainya, mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka,

sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang kamu benci

dan mereka membencikamu, kamu melaknat mereka dan mereka

melaknat kamu.‛

c. Hak dan Kewjiban Kepala Negara

Kaidah umum yang ditetapkan baik itu syari’at atau pun duniawi

adalah hak harus diimbangi dengan kewajiban.30

Untuk itu seseorang tidak

dapat menuntut haknya sebelum ia menunaikan kewajibannya. Diantara

kewajiban pemimpin adalah bertanggung jawab atas kepemimpinannya.

Seperti yang disebutkan dalam hadis Rasulullah;

رنا شعيب ث نا أبو اليمان، أخب رني سالم بن عبد اللو، عن حد ، قال: أخب ، عن الزىريهما، أنو: سمع رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم ي قول: عبد اللو بن عمر رضي اللو عن

راع وىو مسئول عن رعيتو، والرجل في أىلو راع كلكم راع ومسئول عن رعيتو، فاإلمام 31وىو مسئول عن رعيتو

Menceritakan kepada kami Abu Aliman yang dikabarkan oleh

Shu’ayb dari al-Zuhri dari Salim ibn Abdullah, dari Abdullah ibn

Umar ra sesungguhnya dia mendengar Rasulullah bersabda: ‚Setiap

29

Muslim, S}ah}i>h} Muslim…, vol. 3, 1482. 30

Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…, 31

Al-Bukahri, Sah}i>h{ al-Bukhari, Vol. 3 (t.k.: Da>r al-T}uq al-Najah, 1422), 120.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipipinnya.

Seorang imam yang menjadipemimpin rakyat bertanggung jawab

terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab atas rumah

tangganya.‛

Dengan kenyataan ini, maka terjadilah hubungan antara manusia

berdasarkan kepada prinsip yang adil dan kuat. Adapun kewajiban-

kewajiban kepala negara yang disebutkan oleh al-Mawardi dan kemudian

diringkas oleh Muhibbin adalah:

1) Menegakkan agama, menjelaskan hukum dan pengajarannya kepada

seluruh umat.

2) Mengatur kepentingan negara sesuai dengan tuntutannya, sehingga

membawa kebaikan bagi individu maupun jama’ah, kedalam maupun

keluar. 32

Sedangkan hak-hak kepala negara yaitu ditaati dalam hal-hal yang

baik, mendapatkan bantuan dalam hal-hal yang diperintahkan,

mendapatkan hak finansial yang mencukupi diri dan keluarganya secara

tidk berlebihan. Al-Mawardi berpendapat bahwa jika kepala negara telah

melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada umat, maka ia telah

menunaikan hak Allah berkenaan dengan hak dan tanggung jawab umat.33

32

Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sult}aniyah, (Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.), 15-16. Lihat pula Muhibbin,

Hadis-Hadis Politik…, 32 33

Muhibbin, Hadis-hadis politik…, 33.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

ثني نافع، عن عبد اللو رضي يد اللو، حد ث نا يحيى بن سعيد، عن عب د، حد ث نا مسد حدمع والطاعة على المرء المسلم فيما : اللو عنو، عن النبي صلى اهلل عليو وسلم، قال الس

34أحب وكره، ما لم ي ؤمر بمعصية، فإذا أمر بمعصية فل سمع ول طاعة

Menceritakan kepada kami Musaddad, menceritakan Yahya ibn Sa’id

dari Ubaydillah dari Nafi’ dari Abdullah ra. dari Nabi bersabda:

‚(kewajiban orang muslim untuk) mendengarkan dan taat kepada

imamnya, baik senang maupun tidak, selama tidak disuruh untuk

berbuat maksiat. Namun apabila disuruh berbuat maksiat maka tidak

ada kewajiban taat dan mendengarkannya.‛

d. Tujuan dan Dasar Pemerintahan Islam

Dengan mengacu kepada pandangan bahwa kepala negara adalah

suatu tanggung jawab yang dipikulkan kepada seseorang untuk

mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara kepada

kepentingan akhirat. Maka pada dasarnya pemegang jabatan khalifah

adalah sebagai pengganti Nabi dalam menjaga agama dan mengatur dunia.

Berdasarkan pada pandangan tersebut, maka tujuan pemerintahan Islam

dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Untuk melaksanakan ketentuan sesuai dengan perintah Allah dan

Rasul-Nya dengan ikhlas serta patuh dan tuntuk menghidupkan sunnah

serta memerangi bid’ah, agar semua umat dapat melakukan ketaatan

kepada Allah dengan baik.

2. Memperhatikan dan mengurus persoalan duniawi seperti menghimpun

dana dari sumber yang sah dan menyalurkannya kepada yang berhak,

mencegah kezaliman dan lain-lain.

34

Al-Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukhari, vol. 9 (t.k.: Dar T}u>q al-Najah, 1422 H.), 63.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

Sementara menurut Muhammad Asad yang dikutip oleh Salim Azam

bahwa tujuan yang paling mendasar bagi pemerintahan Islam adalah

menyediakan suatu kerangka dasar politik bagi persatuan dan kerja sama

umat Islam. 35

3. Realitas Politik Islam

Membicarakan tentang realitas politik Islam, sebagai imbangan dari

politik Islam teoritik, berikut akan disampaikan sejarah singkat politik Islam

zaman Rasulllah sampai Khulafa’ Rashidun.

a. Pemerintahan pada masa Nabi

Sebagaimana tersimak pada pembahasan sebelumnya bahwa secara

teoritis, politik Islam telah dilaksanakan oleh Rasulullah dalam mengatur,

mengarahkan umatnya menuju tatanan sosial-budaya yang diridai Allah.

Fakta ini, utamanya tampak setelah Rasulullah melakukan hijrah dari

Makkah ke Madinah.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemerintahan Islam pada

zaman Nabi dimulai sejah Nabi pindah dari tanah kelahirannya Makkah ke

Madinah. Terbentuknya negara Islam ini diakibatkan oleh perkembangan

penganut Islam yang menjelma menjadi kelompok sosial dan memiliki

politik riil pada pasca periode Makkah di bawah pimpinan Nabi

Muhammad sendiri.

35

Salim Azam, Beberapa Pandangan tentang Pemerintahan, terj. Malikul Awwal dan Abu Jalil (bandung: Mizan, 1980), 73.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

Tugas besar yang dilakukan Rasulullah setelah menetap di Madinah

adalah membangun masjid Quba’, dan menata kehidupan yang majemuk.

Hal ini dilakukan oleh Nabi karena masyarakat Madinah terdiri dari

beberapa suku yaitu Arab muslim Makkah, Arab Madinah yang terdiri dari

suku Aus dan Khasraj, Yahudi dan Arab paganis.

Meski demikian, bukan berarti bahwa fakta yang sama tidak

ditemukan ketika Rasulullah berada di Makkah. Sebagai mana dituturkan

oleh sarjana muslim seperti Yusuf Musa, Abd al-Qadir Zaydan, pada masa

itu Rasulullah telah memusatkan perhatian atas perencanaan dari pada

pelaksanaan hal-hal yang berhubungan dengan politik. Dijelaskan bahwa

peristiwa bay’at al-aqabah yaitu perjanjian antara Rasulullah dengan

penduduk Yathrib, baik perjanjian pertama maupun perjanjian kedua

merupakan bukti tahap awal pelaksanaan politik Islam.36

Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi setelah Rasulullah menetap

di Madinah merupakan artikulasi nilai dasar politik Islam. Di Madinah

terbentuk Komunitas Muslim Muhajirin dan Ansar. Salah satu bentuk

pelaksanaan politik Islam saat Rasulullah di Madinah adalah kebijakan

yang dibuat Rasulullah berkenaan dengan persaudaraan antara kelompok

Muhajirin dan Ansar yang didasarkan pada ukhuwah al-Islamiyyah.

Persaudaraan lain yang juga dibangun oleh Rasulullah adalah persaudaraan

komunitas muslim dengan non muslim. Sekalipun kendali kekuasaan

dipegang oleh orang muslim, namun perjanjian yang dibuat tidak

36

Abd al-Qadir Zaydan, al-Fard wa al-Dawlah fi Shari’ah al-Isla>miyyah, (t.k.: al-Ijtiha>d al-Islami>

al-‘Alamiy, 1970), 13. Lihat pula Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…,20.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

mengganggu keyakinan nonmuslim. Hal ini tercipta karena Rasulullah

berdasar pada ukhuwah al-insaniyyah yang diwujudkan dalam piagam

Madinah.37

b. Pemerintahan pada Masa Khulafa>’ al-Ra>shidu>n

Persoalan politik yang pertama dihadapi kaum muslim setelah

wafatnya Rasulullah adalah suksesi polik. Seperti yang diketahui bahwa

Rasulullah tidak menentukan siapa yang menggantikannya dan bagaimana

mekanisme pergantian itu dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam sejarah

Islam dikenal berbagai mekanisme penetapan kepala negara.

Dalam kasus khulafa>’ al-Ra>shidu>n, sebagai contoh adalah Abu

Bakar ditetapkan berdasarkan pemilihan suatu muasyawarah terbuka.

Umar ibn Khattab ditetapkan berdasarkan penunjukan kepala negara

pendahulunya. Uthman Ibn Afan ditetapkan berdasarkan pemilihan dalam

suatu dewan formatur, dan Ali ibn Abi T}alib dipilih berdasarkan

musyawarah terbuka. Kenyataan demikian dimungkinkan oleh perubahan

sosial budaya dan dengan demikian menampilkan karekter politik yang ada

dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.

Pasca wafatnya Rasulullah, pengendalian dan pengarahan kaum

muslimin dipegang oleh Abu Bakar. Pada masa ini, timbul persoalan yang

tidak timbul pada masa Nabi. Untuk itu, ada beberapa pemecahan masalah

yang diambil oleh Abu Bakar dan dalam hal ini dapat dipandang sebagai

fakta politik. Terdapat kelompok masyarakat yang tidak membayar zakat,

37

Djazuli, Fiqh Siyasah…, 14.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

karena zakat hanya wajib dikeluarkan pada masa Rasulullah. Adapun

alasan mereka adalah:

يهم بها وصل عليهم إن صلتك سكن لهم واللو رىم وت زك خذ من أموالهم صدقة تطه 38سميع عليم

Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka dengan sedekah itu

kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk

mereka karena sesungguhnya doa kamu menentramkan hati mereka,

dan Allah aha mendengar lagi maha mengetahui39

Meraka beralasan bahwa bentuk perintah pada ayat di atas hanya

ditunjukkan kepada Rasulullah, sehingga setelah Rasulullah tidak ada

kewajiban membayar zakat. Penolakan Abu bakar terhadap kelompok di

atas bukan hanya berdasar pada tafsir ayat semata, tetapi juga

pertimbangan akan adanya bahaya keruntuhan umat dengan

menggoyahkan sendi-sendi ajaran Islam.

Pemimpin Islam yang juga tidak kalah strateginya adalah Umar ibn

Khattab. Ia merupakan khalifah yang banyak memberikan contoh tentang

politik. Di antara penerapannya adalah bea impor dan pada masa itu

berlaku atas dasar keseimbangan. Sama dengan bea impor yang kenal

negara-negara nonmuslim kepada pedagang muslim. Dalam menjawab

surat Abu Musa, gubernur pada masa itu, yang menyatakan tentang bea

masuk impor yang harus dikenalkan terhadap pedagang nonmuslim, Umar

menyatakan:

38

Al-Quran. Al-Tawbah: 103. 39

Departemen agama, Al-Quran dan Terjemahnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

40. خذ أنت من ىم كما يأخذونو من تجار المسلمين

Ambillah olehmu bea Impor sebagaimana mereka mengambil bea

impor untuk pedagang muslim.

Umar ibn Khattab pun yang merupakan orang pertama menunjuk

hakim khusus perkara-perkara di bidang kekayaan.41

Dengan demikian,

sejarah Islam mulai mengenal pembagian kekuasaan, meski terbatas pada

lembaga ekskutif dan yudikatif.

C. Ragam Hadis Politik

1. Hadis Syarat Kepala Negara

Hadis-hadis tentang masalah ini tersebar hampir pada setiap kitab hadis

dengan redaksi yang bervariasi, namun kebanyakan hadis ini dipahami sebagai

persyaratan bagi orang yang memegang jabatan kepemimpinan tertinggi.

Adapun teks hadis tersebut di antaranya:

ير بن مطعم يحد د بن جب ، قال: كان محم رنا شعيب، عن الزىري ث نا أبو اليمان، أخب ث حدث أنو أنو ب لغ معاوية وىو عنده في وفد من ق ريش: أن عبد اللو بن عمرو بن العاص يحد

ا سيكون ملك من قحطان، ف غضب معاوية، ف قام فأث نى على اللو بما ىو أىلو، ثم قال: أم ثون أحاديث ليست في كتاب اللو، ول ت ؤ ث ر عن ب عد، فإنو ب لغني أن رجال منكم ي تحد

الكم، فإياكم والماني التي تضل أىلها، فإني رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم، فأولئك جهاديهم أحد، إن ىذا المر في ق ريش ل ي ع عليو وسلم ي قول سمعت رسول اللو صلى اهلل

ين 42إل كبو اللو على وجهو، ما أقاموا الد

40

Dalam hal ini sebesar 10%, karena Negara nonmuslim pun memungutnya sebesar 10%. 41

Salam Madkur, al-Qahda fi al-Islam (Kairo: Da>r al-Nahdah al-Arabiyyah, 1964), 26. 42

Al-Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukhari…, Vol. 4. 179.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

Menceritakan kepada kami Abu Aliman, mengabarkan kepada kami

Shu’ayb dari al-Zuhri berkata bahwa Muhammad ibn Jubayr ibn

Muti’im menceritakan sesungguhnya ia menyampaikan pada Mu’awiyah

dan sisebelahnya terdapat Wafdi dari Quraysh sesungguhnya Abdullah

ibn Umar ibn al-‘As mencertakan sesungguhnya ia berada didekat Raja

dari Qahtan, Rasulullah bersabda: ‚Masalah ini (imamah) ada pada

orang-orang Quraysh, dan tiada orang yang menentangnya kecuali Allah

SWT. akan melemparkannya kedalam neraka, selama mereka (orang

Quraysh) berpegang kepada agama.‛43

Hampir seluruh ulama ahl al-sunnah memahami hadis tersebut sebagai

syarat wajib bagi orang yang menjadi khalifah (kepala negara). Al-Mawardi

misalnya, memasukkan syarat keturunan Quraysh.44

2. Hadis tentang Syarat Laki-laki sebagai Pemimpin

Syarat yang diperlukan bagi seorang khalifah menurut para ulama adalah

laki-laki. Pandangan mereka itu di dasarkan kepada kenyataan dan peristiwa

ketika Nabi mendengar berita bahwa masyarakat Persia telah memilih putri

Kisra sebagai pemimpin pengganti Kisra, kemudian beliau bersabda:

ث نا عوف، عن الحسن، عن أبي بكرة، قال: لقد ن فعني اللو ث نا عثمان بن الهيثم، حد حدما كدت أن ألحق بكلمة سمعت ها من رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم أيام الجمل، ب عد

ا ب لغ رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم أن أىل بأصحاب الجمل فأقاتل معهم، قال: لم 45ة لن ي فلح ق وم ولوا أمرىم امرأ يهم بنت كسرى، قال: فارس، قد ملكوا عل

Menceritakan kepada kami ‘Uthman ibn Alhaytham menceritakan

kepada kami ‘Auf dari al-Hasan dari Abi Bakrah berkata, Allah sungguh

member manfaat kepadaku dengan kalimat yang aku dengar dari

Rasulullah SAW. saat itu adalah perang Jamal setelah apa yang aku …

dengan pengikut perang Jamal maka aku ikut berperang bersama mreka,

dia berkata: ketika sebuah berita sampai pada Rasulullah sesungguhnya

43

Ibid., Vol. 4, 179. 44

Al-Mawardi, Al-Ahka>m al-Sult}aniyyah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), 4-5. 45

Al-Bukhari, S{ah}i>h} al-Bukhari…, Vol. 6. 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

peduduk Persia dipimpin oleh seorang anak perempuan Raja Kisra,

Rasulullah bersabda: ‚Tidak akan beruntung sebuah kaum yang

menguasakan urusan mereka kapada perempuan.‛

3. Hadis tentang Suksesi

Secara umum ulama Ahl al-Sunnah berpendapat bahwa Nabi tidak

menetapkan pengganti dan cara serta mekanisme penggantian diri beliau.

Mereka mengambil dan merumuskan sendiri sesuai dengan praktek kaum

muslim, khususnya pada pemerintahan Khulafa>’ al-Ra>shidu>n. Teori mereka

adalah bahwa pemilihan pemimpin dianggap sah dengan salah satu dari dua

cara berikut; yaitu penunjukan dari khalifah sebelumnya atau kepala negara

kepada kepada seseorang untuk menjadi penggantinya atau dengan bai’at para

wakil rakyat atau umat, jika wakil tersebut mempunyai pendapat yang

berbeda mengenai calon kepala negara dan terdapat cukup dukungan suara

terhadap calon tertentu.46

Mereka beralasan dengan terjadinya peristiwa

ketika Umar ibn Khattab terluka parah akibat tikam, beliau mendapat saran

dari para sahabat lain bahwa hendaknya Umar menunjuk ganti. Umar

kemudian menjawab: ‚Jika aku menunjuk pengganti, maka sesungguhnya

orang yang lebih baik daripada aku (Abu Bakar) telah melakukannya!, dan jika

aku tidak menunjuk pengganti, maka sesungguhnya orang yang jauh lebih baik

daripada aku (Nabi Muhammad) telah berbuat demikian.‛ Dengan jawaban

tersebut, maka para sahabat yang hadir sama memujinya.47

46

Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam…,79. 47

Al-Bukhari, S{ah}i>h} al-Bukhari…, 100. Lihat pula Muslim, S{ah}i>h} Muslim…, vol 2. 122.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

Berdasarkan informasi ini, mereka menetakan dua cara yang sah sebagai

cara pemilihan pemimpin seperti yang disebutkan di atas yaitu dengan

penunjukan oleh kepala negara sebelumnya dan pemilihan oleh wakil-wakil

umat. Dengan teori yang ditetapkan ini mereka mengklaimnya sebagai ijma’

dan orang yang tidak sepakat dengan ketentuan tersebut dianggap sebagai

bid’ah.48

4. Hadis tentang Ketaatan Terhadap Kepala Negara

Ketaatan kepda kepala negara merupakan salah satu aspek utama dari

stabilitas dan ketentraman. Masalah ini menjadi sangat penting jika tujuan

dan pembentukan sebuah negara yaitu demi terlaksananya hukum-hukum

tuhan yang berdasar al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Karena itu para ulama

sepakat menetapkan kewajiban rakyat atau umat untuk mematuhi

pemimpinnya, selama pemimpin tersebut masih menjalankan perintah Allah.

Adapun dasar yang digunakan untuk mendukung pendapat selain al-Qur’an

adalah hadis Nabi yaitu:

د ث نا مسد ث نا يحيى بن سعيد، عن حد ثني نافع، عن عبد اللو رضي اللو ، حد يد اللو، حد عب مع والطاعة على المرء المسلم فيما أحب عنو، عن النبي صلى اهلل عليو وسلم، قال: الس

49بمعصية فل سمع ول طاعة وكره، ما لم ي ؤمر بمعصية، فإذا أمر

Menceritakan kepada kami Musadddad, menceritakan kepada kami

Yahya ibn Sa’id dari ‘Ubaydillah menceritakan kepadaku Nafi. Dari

Abdullah ra. dari Nabi SAW. bersabda: ‚Mendengarkan dan taat

adalah wajib bagi seseorang muslim mengenai yang ia sukai ataupun

yang tidak diperintah berbuat maksiaat. Akan tetapi apabila

48

Al-Nawawi, Sharh ‘Ala S}ah}i>h} Muslim, Vol. 12, (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), 200. 49

Al-Bukhari, S{ah}i>h} al-Bukhari…, vol. 9, 63.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

diperintahkan berbuat maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk

mendengar dan taat.‛

Semua hadis yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa pentingnya

kepemimpinan dalam sebuah komunitas, sehingga Rasulullah sendiri

menyabdakan beberapa hadis yang berkenaan dengan pemerintahan baik itu

kriteria pemimpin, mekanisme pemilihan (yang kemudian dirumuskan setelah

melalui kajian terhadapa hadis tersebut), serta kewajiban mematuhi

pemerintah. Dan semua itu tidak lepas dari politik. Kembali pada judul

penelitian yang membahas tentang hadis politik, terlihat bahwa semua hadis

yang berkaitan dengan politik berkonotasi d}a’i>f bahkan mawd}u>’. Tetapi dapat

dibuktikan dengan hadis-hadis di atas, tidak semua hadis bernuansa politik

berstatus d}a’i>f atau mawd}u>’, banyak hadis politik yang berstatus s}ah{i>h{.

Dengan dikumpulkannya hadis-hadis yang bernuansa politik dan realitas

politik yang ada pada masa Nabi dan sahabt, banyak ulama yang merumuskan

politik sebagai sebuah cabang ilmu, yang kemudian menjadi cabang ilmu

dalam kajian keislaman.