perbandingan struktur anatomi daun …eprints.ums.ac.id/74234/12/naskah publikasi --...

15
PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh : HENI WIDIYAWATI A420150096 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

Upload: others

Post on 14-Feb-2020

87 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG

AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada

Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh :

HENI WIDIYAWATI

A420150096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019

Page 2: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON

DAN DAUN PISANG KLUTUK

HENI WIDIYAWATI

A420150096

Artikel Publikasi ini telah disetujui oleh pembimbing skripsi Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Univeristas Muhammadiyah Surakarta untuk dipertanggung

jawabkan di hadapan tim penguji skripsi.

Surakarta, 18 April 2019

(Triastuti Rahayu, S.Si, M.Si)

NIDN. 0615027401

Page 3: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON

DAN DAUN PISANG KLUTUK

OLEH

HENI WIDIYAWATI

A420150096

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari Jum’at, 10 Mei 2019

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji

1. Triastuti Rahayu, S. Si., M.Si ( )

(Ketua Dewan Penguji)

2. Dra. Suparti, M.Si ( )

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Dra. Titik Suryani, M.Sc ( )

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

(Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M. Hum)

NIDN. 0028046501

Page 4: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

iii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Heni Widiya

NIM : A420150096

Program Studi : Pendidikan Biologi

Judul Skripsi : Perbandingan Struktur Anatomi Daun Pisang Ambon dan Daun

Pisang Klutuk

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa artikel publikasi yang saya serahkan ini

benar-benar hasil karya saya sendiri dan bebas plagiat karya orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu atau dikutip dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti artikel publikasi ini hasil plagiat, saya bertanggung

jawab sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Surakarta , 18 April 2019

Yang membuat pernyataan,

Heni Widiyawati

A420150096

Page 5: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

1

PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN

DAUN PISANG KLUTUK

Abstrak

Secara anatomi, daun Musa balbisiana dan Musa paradisiaca tersusun dari epidermis

atas dan bawah, hipodermis, palisade dan spons, xilem serta floem. Struktur

morfologi dan anatomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan

tanaman terhadap beberapa patogen tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk

membandingkan struktur anatomi daun pisang ambon dan daun pisang klutuk.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, menggunakan preparat awetan

anatomi daun pisang ambon dan daun pisang klutuk. Parameter yang diukur berupa

ketebalan epidermis atas dan bawah, hipodermis, palisade dan spons, xilem dan

floem dari daun pisang ambon dan pisang klutuk. Hasil dari penelitian didapatkan

bahwa pisang ambon dan pisang klutuk memiliki ketebalan strukur anatomi daun

yang tidak berbeda nyata (1638,83 µm & 1627.83 µm). Pisang ambon memiliki

ketebalan jaringan hipodermis 49 µm, parenkim palisade dan spons (55 µm & 39

µm), xilem dan floem (34 µm & 27 µm), serta epidermis bawah 18 µm yang lebih

tebal namun, untuk epidermis atas lebih tipis yaitu 11 µm. Sedangkan pada daun

pisang klutuk jaringan hipodermis 43 µm, Parenkim palisade dan spons (46 µm & 32

µm), xilem dan floem (16 µm & 24 µm) serta epidermis bawah 11 µm lebih tipis,

tetapi untuk lapisan epidermis atas lebih tebal yaitu 15 µm.

Kata kunci: Daun pisang klutuk, Daun pisang ambon, sigatoka, struktur anatomi

Abstract

Anatomically, the leaf Musa paradisiaca and Musa balbisiana composed of upper and

lower epidermis, hypodermis, palisade and spongy, xylem and phloem.

Morphological and anatomical structure is one of the factors that influence plant

resistance to some specific pathogens. This study aimed to compare the anatomical

structure of leaf ambon banana and banana leaves klutuk. The method used is

qualitative method, using the preserved anatomical preparations banana leaves

ambon and banana leaves klutuk. The measured parameters such as thickness of the

upper and lower epidermis, hypodermis, palisade and spongy, xylem and phloem of

banana leaves ambon and banana leaves klutuk. Results of the research showed that

the ambon banana and klutuk banana has a thickness of anatomical structure of

leaves that are not significantly different (μm 1638.83 and 1627.83 m). Ambon

banana has a thickness of 49 μm hypodermic tissue, palisade and spongy

parenchyma (55 μm and 39 m), xylem and phloem (34 μm and 27 m), and lower

epidermis 18 μm thicker however, for the upper epidermis thinner that is 11 lm.

While on a klutuk banana leaf, network hypodermic 43 μm, parenchyma palisade and

spongy (46 μm and 32 m), xylem and phloem (16 μm and 24 m) and lower epidermis

11 μm thinner, but to the epidermal layer of more thick and 15 μm ,

Keyword: Klutuk banana leaf, Ambon Banana leaf, Sigatoka, Anatomical Structure

Page 6: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

2

1. PENDAHULUAN

Pisang merupakan salah satu buah yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di

Indonesia (Intan, 2014). Secara umum, pisang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu

pisang liar dan budidaya. Pisang liar tumbuh dialam bebas (tanpa memerlukan

perlakuan khusus), memiliki banyak biji dan bersifat diploid contohnya pisang

klutuk. Sedangkan pisang budidaya banyak tumbuh dipekarangan, biji sedikit dan

bersifat triplod atau diploid contohnya pisang ambon (Rahmawati, 2013).

Pisang klutuk merupakan jenis tanaman pisang yang didalam buahnya

terdapat banyak sekali biji, memiliki rasa yang manis dan juga mengandung banyak

nutrisi yang baik untuk tubuh (Andareto, 2015). Daun pisang klutuk biasannya

banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membungkus makanan karena bersifat

lentur dan tidak mudah pecah atau sobek saat digunakan (Pranata, 2008). Pisang

klutuk termasuk habitus tanaman yang kokoh, tahan terhadap kekeringan dan juga

suhu yang ekstrim (Shetty, 2016), bergenom BB yang biasanya memiliki ketahanan

yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan juga toleran terhadap berbagai penyakit

salah satunya yaitu penyakit sigatoka, BBTV atau biasa disebut penyakit kerdil dan

layu panama (Sunandar, 2017).

Pisang ambon merupakan salah satu jenis pisang yang dikonsumsi dalam

keadaan segar dan juga banyak dimanfaatkan menjadi beberapa olahan seperti sale

dan keripik. Pisang ambon memiliki nilai komersial yang tinggi (Suciatmih, 2014).

Namun, pisang ini juga mudah sekali terkena penyakit. Salah satu penyakit yang

menyerang tanaman pisang ambon adalah Black sigatoka, yaitu penyakit yang

menyerang bagian dari daun (Riastiwi,2017).

Menurut penelitian (Sunandar,2018) Secara anatomi, daun Musa balbisiana

dan Musa paradisiaca (kepok) tersusun dari epidermis atas, hipodermis, palisade,

bunga karang, epidermis bawah dan berkas pengangkut xilem serta floem. Musa

balbisiana memiliki dua lapisan hipodermis yang terletak pada sisi adaxial dan

abaxial. Sedangkan pada Musa paradisiaca (kepok) hanya memiliki satu lapis

hipodermis yang terletak pada sisi adaxial/sisi abaxial daun. Jaringan mesofil pada

daun disusun oleh jaringan palisade dan juga jaringan bunga karang. Pada daun Musa

balbiana dan Musa paradisiaca (kepok) juga ditemukan jaringan mesofil yang terdiri

Page 7: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

3

dari dua lapis jaringan palisade, tersusun rapat, memilki bentuk tidak beraturan dan

berfungsi untuk membentuk aerenkim. Sedangkan untuk berkas pengangkut pada

daun Musa balbiana dan Musa paradisiaca (kepok) terdiri dari xilem, floem, dan

biasanya dikelilingi oleh sel sklerenkim.

Pisang klutuk lebih toleran terhadap penyakit sigatoka dimungkinkan karena

pengaruh dari struktur anatomi daun sebagai penghalang fisik patogen. Sastrahidayat

(2015) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan

tanaman terhadap patogen yaitu struktur morfologi dan anatominya. Tanaman yang

memiliki struktur morfologis tertentu menyebabkan tanaman tersebut sulit terinfeksi

oleh patogen seperti epidermis berkutikula tebal, lapisan lilin yang kuat, dan jumlah

stomata sedikit dan lubangnya sempit (Rostini, 2011). Hasil penelitian Jeniria (2015),

menyatakan kekuatan dan ketebalan dinding sel epidermis merupakan faktor penting

untuk ketahanan beberapa jenis tanamam terhadap patogen tertentu. Epidermis

merupakan jaringan terluar yang berfungsi sebagai tempat penetrasi patogen, sel-sel

epidermis akan memperkuat dan mempertebal dinding sel bagian luar saat tanaman

terserang patogen. Hal ini bertujuan untuk mempersulit penetrasi yang dilakukan

oleh patogen. Berdasarkan permasalahan diatas, maka dilakukanlah penelitian

mengenai Perbandingan Struktur Anatomi Daun Pisang Ambon dan Daun Pisang

Klutuk.

2. METODE

Dalam pelaksanaan penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif.

Parameter yang diukur berupa ketebalan jaringan epidermis atas dan bawah, lapisan

hipodermis, parenkim palisade dan spons, xilem dan floem dari daun pisang ambon

dan daun pisang klutuk. Proses pengamatan struktur anatomi daun pisang ambon dan

pisang klutuk menggunakan mikroskop olympus seri CX21FS1 dengan perbesaran 40

X 10 = 400 kali. Mikroskop terlebih dahulu dihubungkan dengan optilab seri advace,

obtilap akan memfoto struktur anatomi daun pisang ambon dan pisang klutuk,

kemudian diukur menggunakan aplikasi IR (Image restore) yang sudah dikalibrasi

sebelumnya sehingga pengukurannya menjadi lebih akurat. Pengukuran dilakukan

Page 8: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

4

sebanyak lima kali pengulangan dan terdapat enam jumlah preparat awetan (3 buah

preparat awetan daun pisang ambon dan 3 buah preparat awetan pisang klutuk).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan struktur anatomi daun pisang ambon dan pisang klutuk diperoleh hasil

perhitungan seperti pada Tabel 1. Pengukuran ini dilakukan di Lab Biologi UMS,

menggunakan aplikasi image restore. Preparat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah preparat awetan daun pisang ambon dan pisang klutuk.

Tabel 1. Struktur Anatomi Daun Pisang Ambon dan daun Pisang Klutuk

Struktur

Anatomi

Jenis Pisang

Ambon (A) Klutuk (B)

Epidermis

Atas (EA)

Daun pisang ambon memiliki ketebalan

lapisan epidermis atas 11 µm dengan

bentuk lapisan epidermis oval

memanjang tidak beraturan dan terlihat

tidak jelas. Selain itu, daun pisang

ambon juga memiliki stomata bagian atas

berbentuk oval.

Daun pisang klutuk memiliki ketebalan

lapisan epidermis atas 15 µm dengan

bentuk lapisan epidermis berbentuk

kotak-kotak dan tersusun rapat serta

terlihat jelas. Untuk bentuk stomata,

daun pisang klutuk memiliki bentuk

stomata pada permukaan atas daun yang

memanjang. Hipodermis

(H)

Daun pisang ambon memiliki ketebalan

lapisan hipodermis 49 µm dan ada yang

berbentuk seperti persegi empat dan

seperti persegi panjang. Bentuk dan batas

antara lapisannya terlihat lebih jelas.

Memiliki ketelaban lapisan hipodermis

43 µm dan bentuk lapisan hipodermis

seperti persegi panjang namun, batas

batas antara lapisan terlihat tidak jelas.

Parenkim

palisade (PP)

& Parenkim

Spons (PS)

Memiliki ketebalan parenkim palisade

sebesar 55µm dan parenkim spons

39µm. Bentuk parenkim palisade dan

parenkim spons pada daun pisang ambon

tersusun lebih rapat dan lebih panjang.

Memiliki ketebalan parenkim palisade

dan parenkim spons yaitu 46µm dan

32µm, selain itu, daun pisang klutuk

memiliki bentuk parenkim palisade dan

parenkim spons yang lebih jelas, lebih

pendek dan bentuknya tidak terlalu rapat.

Xilem (X) &

Floem (F)

Daun pisang ambon memiliki ketebalan

xilem 27µm dan floem 34µm. Bentuk

xilem dan floem pada daun pisang

ambon tidak terlihat begitu jelas, namun

bentuk floem pada daun pisang ambon

Daun pisang klutuk memiliki ketebalan

xilem yaitu 16µm dan floem 24µm. daun

pisang klutuk memiliki bentuk xilem dan

floem yang lebih jelas dan bentuk xilem

maupun floem lebih kecil dan tersusun

A B

Page 9: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

5

terlihat lebih besar dibandingkan dengan

pisang klutuk.

rapat.

Epidermis

bawah (EB)

Memiliki ketebalan lapisan epidermis

bawah 18 µm, berbentuk oval

memanjang dan sebagian ada yang tidak

beraturan. Selain itu, daun pisang ambon

juga memiliki stomata bagian permukaan

bawah berbentuk oval sedikit

memanjang.

Memiliki ketebalan lapisan epidermis

bawah 11 µm, berbentuk oval

memanjang dan tersusun rapat serta

beraturan. Untuk bentuk stomata bagian

bawah, daun pisang klutuk memiliki

bentuk stomata permukaan bawah daun

yang membulat.

Berdasarkan hasil pengukuran anatomi daun pisang ambon dan pisang klutuk

terdapat beberapa perbedaan, namun secara keseluruhan pisang ambon memiliki

struktur anatomi daun yang lebih tebal dari pada pisang klutuk. Pisang ambon

memiliki lapisan hipodermis, parenkim palisade, parenkim spons, xilem, floem, dan

lapisan epidermis bawah lebih tebal dibandingkan dengan pisang klutuk, namun

untuk lapisan epidermis atas pisang ambon lebih tipis dibandingkan dengan pisang

klutuk (Tabel 1).

Pada penelitian ini pengukuran struktur anatomi daun pisang ambon dan juga

pisang klutuk dilakukan menggunakan optilab seri advance yang sudah dikalibrasi

sebelumnya sehingga pengukurannya menjadi lebih akurat. Sutriyono (2016)

menyatakan bahwa optilab merupakan suatu alat untuk mendokumentasikan

penelitian-penelitian mikroskopis melalui fungsi rekam gambar, rekam vidio, fungsi

perhitungan dan pengukuran objek. Alat ini didesain untuk memberikan kemudahan

serta kenyamanan dalam mengamati preparat menggunakan mikroskop. Preparat

yang amati akan ditampilkan secara langsung dilayar monitor. Optilab sendiri

dilengkapi dengan dua macam software (perangkat lunak) yaitu optilab viewer dan

image restore (IR). Optilab viewer berfungsi untuk mengambil gambar yang akan

kita amati. Sedangkan image restore (IR) berfungsi untuk mengolah hasil gambar

oleh optilab viewer. Pengukuran struktur anatomi daun pisang ambon dan pisang

klutuk dilakukan dengan lima kali ulangan.

Berdasarkan pengukuran dapat diketahui bahwa rata-rata ukuran anatomi

daun pisang ambon dan daun pisang klutuk didapatkan hasil yang berbeda, yaitu

daun pisang ambon memiliki lapisan hipodermis, parenkim palisade dan spons,

xilem dan floem serta lapisan epidermis bawah yang lebih tebal dibandingkan

dengan daun pisang klutuk. Sedangkan untuk lapisan epidermis atas daun pisang

Page 10: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

6

ambon memiliki lapisan epidermis yang lebih tipis dibandingkan dengan daun pisang

klutuk. Daun pisang klutuk memiliki ketebalan epidermis atas sebesar 15 µm, lapisan

epidermis bawah 11 µm, lapisan hipodermis 43 µm, parenkim palisade 46 µm dan

parenkim spons 32 µm, xilem 16 µm dan floem 24 µm. Berbeda halnya dengan daun

pisang ambon, daun pisang ambon memiliki ketebalan lapisan epidermis atas 11 µm,

lapisan epidermis bawah 18 µm, lapisan hipodermis adalah 49 µm, parenkim

palisade sebesar 55 µm dan parenkim spons 39 µm, xilem 27 µm serta floem 34 µm.

Daun pisang ambon memiliki lapisan hipodermis, parenkim palisade,

parenkim spons, xilem, floem dan epidermis bawah dengan ukuran yang lebih tebal

dibandingkan dengan daun pisang klutuk, namun daun pisang ambon memiliki

ukuran lapisan epidermis atas yang lebih tipis dibandingkan dengan daun pisang

klutuk. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan menjadikan pisang ambon mudah

sekali terserang penyakit dibandingan dengan pisang klutuk.

Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat diasumsikan ketebalan lapisan

epidermis bagian atas pada daun pisang klutuk menjadi faktor penting terhadap

ketahanan penyakit yang menyerang pada daun pisang salah satu penyakitnya yaitu

penyakit sigatoka. Lapisan epidemis atas yang lebih tebal dibandingkan dengan

lapisan bagian bawah menjadikan pisang klutuk lebih tahan terhadap penyakit

maupun cekaman abiotik seperti kekeringan. Begitupun dengan pisang ambon

lapisan epidermis atas yang lebih tipis dibandingkan dengan lapisan bawah

menjadikan pisang ini sangan rentan terhadap penyakit seperti penyakit sigatoka. Hal

ini sejalan dengan penelitian Dewi (2013), yang menyatakan ketebalan dan kekuatan

dinding sel epidermis merupakan salah satu faktor penting dalam ketahanan beberapa

jenis tumbuhan terhadap patogen-patogen tertentu. Lapisan sel epidermis yang

berdinding kuat dan tebal nantinya akan membuat penetrasi jamur dari patogen

secara langsung akan mengalami kesulitan atau bahkan tidak mungkin dilakukannya

sama sekali. Kuatnya dinding sel epidermis dikarenakan adanya endapan kersik

(silisium). Semakin tinggi kandungan silika maka akan semakin rendah intensitas

penyakit yang menyerang.

Page 11: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

7

Gambar 1. Histogram ketebalan daun pisang ambon dan daun pisang klutuk secara

keseluruhan

Berdasakan Gambar 1 dapat diketahui bahwa pisang ambon dan pisang

klutuk memiliki ketebalan strukur anatomi daun yang tidak berbeda nyata. Pisang

ambon memiliki ketebalan anatomi daun yaitu 1638,83 µm, sedangkan pada pisang

klutuk sebesar 1627.83 µm. Struktur anatomi daun pada pisang ambon yang sedikit

lebih tebal tidak menutup kemungkinan menjadikan daun pisang ambon memiliki

tekstur yang mudah sobek. Berbeda halnya dengan pisang klutuk, pisang klutuk

memiliki daun yang tidak mudah sobek, tepi daun menggulung, warnanya hijau tua

menarik dan mengilap. Prayogi (2016), menyatakan bahwa pisang klutuk memiliki

daun yang tidak mudah sobek, sehingga lebih sering digunakan untuk membungkus

makanan. Selaian itu, pisang klutuk juga memiliki rongga udara yang jauh lebih

besar dibandingkan dengan pisang ambon hal tersebut juga tidak menutup

kemungkinan menjadikan daun pisang klutuk menjadi lebih lentur dan tidak mudah

sobek.

Maka dari itu, berdasarkan Gambar 1 dapat kita asumsikan bahwa ketebalan

struktur anatomi pada daun tidak selalu mempengaruhi ketahanan kultivar pisang

terhadap berbagai penyakit yang menyerang. Ketahanan pisang terhadap kondisi

kekeringan dan ketahanan penyakit tidak hanya dipengaruhi oleh struktur anatomi

saja, tetapi juga oleh faktor lain seperti lingkungan. Penelitian Soesanto (2012)

menyatakan bahwa intensitas penularan penyakit pada pisang dipengaruhi oleh

kerentanan inang serta kondisi iklim seperti suhu, kelembaban, dan intensitas sinar

1638,83

1627,83

Jenis pisang

Pisang Ambon Pisang Klutuk

Page 12: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

8

matahari mempengaruhi pertumbuhan patogen. Selain itu, respon tanaman terhadap

patogen juga dipengaruhi oleh faktor genetik, sifat tahan yang diatur oleh sifat-sifat

genetik. Faktor morfologi yaitu sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi

tanaman yang tidak menguntungkan hama dan faktor ekologi yaitu ketahanan

tanaman yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan (Gunaeni,2013). Salah satu

faktor yang menyebabkan pisang klutuk lebih tahan terhadap penyakit salah satunya

sigatoka dikarnakan pisang klutuk memiliki genom BB yang identiknya lebih tahan

terhadap serangan patogen. Hal ini dapat diperkuat oleh penelitian Barborah (2016)

Pisang klutuk merupakan salah satu pisang yang bergenom BB. Memiliki ketahanan

lebih tinggi terhadap stres abiotik (kekeringan) dan juga toleran terhadap berbagai

penyakit.

Hasil penelitian Dewi (2013) menyatakan bahwa sifat toleransi atau

ketahanan merupakan salah satu sifat yang dapat diwariskan. Sifat tersebut

memungkinkan patogen untuk berkembang dan memperbanyak diri didalam

inangnya, sedangkan inang tersebut tidak memiliki bagian reseptor untuk

mengaktifkan zat-zat beracun yang dikeluarkan oleh patogen, sehingga tanaman

masih dapat bereproduksi, namun hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa salah

satu faktor yang mempengaruhi ketahanan barier fisik pada tanaman juga

dipengaruhi oleh mikrobioma yang ada pada tanaman itu. Hal ini diperkuat oleh

penelitian Berg (2015), menyebutkan bahwa mikrobioma pada tanaman merupakan

salah satu penentu kesehatan tanaman dan juga produktivitas. Mikrobioma pada

tanaman dapat merangsang perkecambahan dan pertumbuhan tanaman, membantu

tanaman menangkis penyakit (bertindak sebagai pelindung terhadap patogen-patogen

yang menyerang), mampu mengatasi dan melindungi dari stres abiotik (salinitas

tinggi dan kekeringan). Mikrobioma merupakan keseluruhan mikroba yang hidup di

tubuh manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya (Sudarmono,2016). Hasil

penelitian Hunter (2016) menyebutkan bahwa mikrobioma tidak hanya berfungsi

untuk meningkatkan pertumbuhan tetapi juga berfungsi membantu mengurangi

penyebaran penyakit. Mikrobioma tanaman mencakup area mikroorganisme yang

mendiami sekitar akar tanaman dan memiliki peran besar dalam fungsi tanaman.

Page 13: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

9

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbandingan struktur anatomi daun pisang

ambon dan pisang klutuk ini dapat diambil kesimpulan bahwa: Pisang ambon dan

pisang klutuk memiliki ketebalan strukur anatomi daun yang tidak berbeda nyata,

pisang ambon 1,64 mm, sedangkan pisang klutuk 1,63 mm. Pada daun pisang ambon

struktur anatomi yang lebih tebal yaitu: Lapisan hipodermis (49 µm), parenkim

palisade dan spons (55 µm & 39 µm), floem dan xilem (34 µm & 27 µm), serta

lapisan epidermis bawah (18 µm), sedangkan struktur anatomi daun yang lebih tipis

yaitu lapisan epidermis atas (11 µm). Pada daun pisang klutuk struktur anatomi yang

lebih tebal yaitu lapisan epidermis atas (15 µm), sedangkan struktur anatomi yang

lebih tipis yaitu: lapisan hipodermis (43 µm), Parenkim palisade dan spons (46 µm &

32 µm), xilem dan floem (16 µm & 24 µm) serta lapisan epidermis bawah (11 µm).

DAFTAR PUSTAKA

Andareto, O. 2015. Apotik Herbal disekitar Anda (Solusi Penghambat 1001 Penyakit

Secara Alami dan Sehat Tanpa Efek Samping). Jakarta: Pustaka Ilmu

Semesta.

Barborah, K., Borthakur, S. K., & Tanti, B. 2016. "Musa balbisiana Colla

Taxonomy, Traditional Knowledge and Economic Potentialities Of The Plant

in Assam, India". Indian Journal Of Traditional Knowledge 15(1):116-120.

Berg, Gabriele., Rybakova, Daria., Grube, Martin., And Koberl, Martina. 2016. “The

Plant Microbiume Explored; Implications For Experimental Botany”. Journal

Of Experimental Botany. 67(4):995-1002.

Dewi, Ina M., Cholil, Abdul., & Muhibuddin, A. 2013. "Hubungan Karateristik

Jaringan Daun Dengan Tingkat Serangan Penyakit Blas Daun (Pyricularia

oryzae Cav.) Pada Beberapa Genotipe Padi (Oryza sativa L.)". HTP. 1(2): 10-

18.

Gunaeni N., & Purwati, E . 2013. "Uji Ketahanan Terhadap Tomato Yellow Leaf

Curl Virus Pada Beberapa Galur Tomat". Hort. 23(1):65-71.

Hunter, Philip. 2016. “Plant Microbiomes And Sustainable Agriculture”. Journal

Embo Reports. 17(12):1696-1699.

Intan, R. M., Cholil, A., dan Sulistyowati, L. 2014. "Potensi Antagonis Jamur

Endofit dan Khamir Pada Tanaman Pisang (Musa acuminata) Terhadap

Page 14: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

10

Mycospharella musicola Penyebab Penyakit Kuning Sigatoga". HTP. 2(4):

111.

Jeniria, Fittra., Mukarlina., & Linda, Riza. 2015. "Struktur Anatomi Jagung (Zea

mays L.) yang Terserang Penyakit Bercak dan Karat". Protobiont. 4(1):84-88.

Pranata, M., & Nanit. 2008. 505 Masakan Nusantara Favorit. Jakarta: Transmedia

Pustaka.

Prayogi, Slamet., Fitmawati., & Sofiyanti, Nery. 2016. "Karateristik Morfologi Dan

Uji Kandungan Nutrisi Pisang Batu (Musa balbisiana Colla) di Kabupaten

Kuantan Singing". Biologi papua. 8(2):79-110.

Rahmawati, Marai., & Hayati, Erita. 2013. "Pengelompokan Berdasarkan Karakter

Morfologi Vegetatif Pada Plasma Nutfah Pisang Asal Kabupaten Aceh

Besar". Agrista 17(2):111-114.

Riastiwi, I. 2017. "Inventarisasi Penyakit Tanaman Pisang Koleksi Kebun Plasma

Nutfah, Cibinong Science cente-BG". Mikrologi Indonesia 1(1):38-44.

Rostini, Neni. 2014. 6 Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama dan Penyakit. Jakarta:

Agromedia Pustaka.

Rukmana, R. 2001. Aneka Olahan Limbah:Tanaman Pisang, Jambu Mente, Rosella.

Yogyakarta: Kanius.

Sastrahidayat, Ika R. 2013. Potensi Mikroba Sebagai Agens Hayati Bagi

Pengendalian Penyakit Rebah Semai (Sclerotium rolfsii) Pada Kedelai.

Malang: UB Press.

Shetty, Santoshkumar M., Shah, Maria U Md., Makale, Kavyashree., Yusuf, Yusmin

M., Khalid, Norzulaani., and Othman, Rofina Y. 2016. "Complete

Chloroplast Genom Sequence of Musa balbisiana Corroborates Structural

Heterogeneity of Inverted Repeats in Wild Progenitos of Cultivated Banana

and Plantains". The plant Genome. 9(2):1-14.

Soesanto, L., Mugiastuti, E., Ahmad, F., dan Witjaksono. 2012. "Diagnosis Lima

Penyakit Utama Karena Jamur Pada 100 Kultivar Bibit Pisang". HTP

Tropika. 12(1):36-45.

Suciatmih, A. S., I, H., dan Sulistiyani, T. 2014. "Isolasi, Identifikasi, dan Evaluasi

Antagonisme Terhadap Fusiforium Oxysporum Fsp Cubense (Foc) Secara In

Vitro dari Jamur Endofit Tanaman Pisang". Benta Biologi. 13(1):71-71.

Page 15: PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN …eprints.ums.ac.id/74234/12/Naskah Publikasi -- 00.pdfPERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI DAUN PISANG AMBON DAN DAUN PISANG KLUTUK Disusun sebagai salah

11

Sudarmono, Pratiwi P. 2016. “Mikrobioma: Pemahaman Baru Tentang Peran

Mikroorganisme Dalam Kehidupan Manusia”. Kedokteran Indonesia.

4(2):71-75.

Sunandar, Ari., Kahar., dan Adi P. 2018. “Karakter Morfologi dan Anatomi Pisang

Diplod dan Triploid”. Scripta Biologica. 1(5):31-36.

Sunandar, Ari. 2017. “Short Communication: New Record Of Wild Banana (Musa

Balbisiana Colla) In West Kalimantan, Indonesia”. Biodiversitas. 18(4):1324-

1330.

Suryanto, Widada A. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman Pangan, Hortikultura,

Perkebunan Masalah dan Solusinya. Yogyakarta: Kanius.

Sutriyono. 2016. "Optimazion Of Binocular Microscope With Micro Digital Camera

For Measuring Seminiferous Tubules Epithelium Height". Journal Biology,

Medicine & Natural Product Chemistry. 5(2):41-47.