perbandingan pp 27 tahun 2014 dan pp 38 tahun 2008

30
Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan PP 6 Tahun 2006 dan PP 38 Tahun 2008 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Oleh: Amela Erliana Crhistine (9D Reguler | 05) 134060018014 Dikerjakan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Seminar Manajemen Kekayaan Negara

Upload: amela-tomel-erliana-christine

Post on 26-Dec-2015

138 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Analisis mengenai perbedaan PP 27 Tahun 2014 dan PP 38 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan BMN

TRANSCRIPT

Page 1: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan

Barang Milik Negara/Daerah dengan PP 6 Tahun 2006

dan PP 38 Tahun 2008

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Oleh: Amela Erliana Crhistine (9D Reguler | 05) 134060018014 Dikerjakan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Seminar Manajemen Kekayaan Negara

Page 2: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

DAFTAR ISI

Pendahuluan ........................................................................................................................................... 1

Latar Belakang Penerbitan PP Nomor 27 Tahun 2014 .......................................................................... 1

Perbedaan PP Nomor 27 Tahun 2014 dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 dan PP Nomor 38 Tahun

2008........................................................................................................................................................ 2

MATRIKS PERBEDAAN NOMOR 27 TAHUN 2014 DENGAN PP NOMOR 6 TAHUN 2006 DAN

PP NOMOR 38 TAHUN 2008 ........................................................................................................... 2

ANALISIS PERBEDAAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014 DENGAN PP NOMOR 6 TAHUN 2006

DAN PP NOMOR 38 TAHUN 2008 ................................................................................................. 10

A. Perubahan-Perubahan Pada Definisi Istilah-Istilah Dalam Pengelolaan BMN/D (Pasal 1)

10

B. Perubahan Pada Ruang Lingkup Pengelolaan BMN/D (pasal 3) ...................................... 11

C. Perubahan Atas Wewenang dan Tanggung Jawab Pejabat Pengelolaan BMN/D ............ 12

D. Perubahan Pada Ketentuan Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran ....................... 14

E. Perubahan Pada Ketentuan Pengadaan BMN/D ............................................................... 16

F. Perubahan Pada Ketentuan Penggunaan BMN/D ............................................................. 16

G. Perubahan Pada Ketentuan Pemanfaatan BMN/D ........................................................... 19

H. Perubahan Pada Ketentuan Pengamanan dan Pemeliharaan BMN/D ............................ 23

I. Perubahan Pada Ketentuan Penilaian BMN/D ................................................................. 24

J. Perubahan Pada Ketentuan Pemindahtanganan BMN/D ................................................ 24

K. Perubahan Pada Ketentuan Pemusnahan BMN/D ........................................................... 25

L. Perubahan Pada Ketentuan Penghapusan BMN/D .......................................................... 26

M. Perubahan Pada Ketentuan Penatausahaan BMN/D ....................................................... 26

N. Perubahan Pada Ketentuan Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian ...................... 26

O. Ketentuan Mengenai Pengelolaan BMN oleh Badan Layanan Umum ............................ 27

P. Ketentuan Mengenai BMN/D Berupa Rumah Negara ..................................................... 27

Q. Ketentuan Mengenai Ganti Rugi dan Sanksi .................................................................... 27

R. Ketentuan Lain-Lain, Peralihan dan Penutup .................................................................. 28

Page 3: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

1

PENDAHULUAN

Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang- undang Nomor 17 Tahun 2003, keuangan

negara tidak hanya mencakup hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,

tetapi juga segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan

milik negara sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Berdasarkan

pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Barang Milik Negara merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari Keuangan Negara, maka diperlukan dasar hukum yang mengatur

mengenai pengelolaan barang milik negara.

Perlu waktu tiga tahun untuk merumuskan dan mengesahkan kebijakan mengenai

pengelolaan barang milik negara ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006. PP

Nomor 6 Tahun 2006 mengatur pengelolaan BMN/D yang meliputi proses perencanaan,

penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.

Dengan terbitnya peraturan ini, diharapkan pengelolaan aset negara dapat dilakukan

secara professional dan modern dengan mengedepankan prinsip good governance

sehingga mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari

masyarakat. Akan tetapi, tata cara pengelolaan BMN/D yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah tersebut belum sepenuhnya dapat secara efektif dilaksanakan oleh

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan

c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menerbitkan PP Nomor 27 tahun 2014 sebagai

pengganti PP Nomor 6 tahun 2006 yang pernah direvisi sebelumnya melalui PP Nomor 38

tahun 2008.

LATAR BELAKANG PENERBITAN PP NOMOR 27 TAHUN

2014

PP Nomor 6 Tahun 2006 maupun PP Nomor 38 Tahun 2008 masih memiliki banyak

kekurangan, di antaranya adalah belum adanya aturan khusus mengenai pengelolaan

BMN/D yang meliputi sewa BMN/D, kerja sama pemanfaatan, maupun BMN yang terletak

di luar negeri dalam PP tersebut. Selain itu, terdapat multitafsir atas aturan dalam PP

Nomor 6 Tahun 2006, terutama dalam hal yang terkait Badan Layanan Umum dan

Page 4: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

2

Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dapat dikatakan bahwa PP Nomor 6 Tahun 2006

sebagaimana yang telah direvisi dengan PP Nomor 38 Tahun 2008 tidak sesuai dengan

dinamika pengelolaan BMN/D sekarang. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan atas

peraturan tentang pengelolaan BMN/D. Hal ini juga didukung oleh temuan pemeriksaan

BPK serta adanya kasus-kasus kecurangan terkait pengelolaan BMN/D.

Berdasarkan latar belakang tersebut, pemerintah menerbitkan PP Nomor 27 Tahun 2014

untuk menggantikan PP Nomor 6 Tahun 2006 dan PP Nomor 38 Tahun 2008. Pada PP

Nomor 27 Tahun 2014, pemerintah melakukan beberapa penyempurnaan atas peraturan

sebelumnya. Pokok-pokok penyempurnaan tersebut adalah:

1. Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D

2. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain

3. Penguatan dasar hukum pengaturan

4. Penyederhanaan birokrasi

5. Pengembangan manajemen aset negara

6. Penyelesaian kasus yang telah terlanjur terjadi

Dengan perubahan tersebut, diharapkan PP Nomor 27 Tahun 2014 mampu mengakomodir

dinamika pengelolaan BMN/D; meminimalisir multitafsir atas pengelolaan BMN/D;

mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, & kewenangan Pengguna dan Pengelola;

harmonisasi dengan peraturan terkait

PERBEDAAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014 DENGAN PP

NOMOR 6 TAHUN 2006 DAN PP NOMOR 38 TAHUN 2008

MATRIKS PERBEDAAN NOMOR 27 TAHUN 2014 DENGAN PP NOMOR 6 TAHUN

2006 DAN PP NOMOR 38 TAHUN 2008

PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana dirubah dalam PP Nomor 38 Tahun 2008 terdiri dari

86 pasal yang dikelompokkan menjadi 16 (enam belas) Bab, sementara PP Nomor 27 Tahun

2014 terdiri dari 111 pasal yang dikelompokkan menjadi 19 (sembilan belas) Bab.

Page 5: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

3

PP Nomor 27 Tahun 2014 mengatur secara khusus dan lebih rinci mengenai Pemusnahan, pengelolaan BMN oleh Badan

Layanan Umum, serta BMN berupa Rumah Negara dalam bab tersendiri. Selain itu juga terdapat beberapa pasal yang

mengalami perbedaan karena adanya penyempurnaan aturan pada PP Nomor 27 Tahun 2014. Berikut ini matriks

perbandingan sistematika PP Nomor 27 Tahun 2014 dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana dirubah dalam PP Nomor

38 Tahun 2008:

PP Nomor 27 Tahun 2014 PP Nomor 6 Tahun 2006 - PP Nomor

38 Tahun 2008 Keterangan

BAB/Bagian Jumlah

Pasal BAB/Bagian

Jumlah

Pasal

I. KETENTUAN UMUM 3 I. KETENTUAN UMUM 3 Terdapat penyempurnaan pada beberapa

definisi

Terdapat beberapa tambahan definisi

terkait BMN/D

Terdapat perbedaan pada ruang lingkup

BMN/D (Pasal 3 ayat (2))

II. PEJABAT PENGELOLAAN

BARANG MILIK

NEGARA/DAERAH

II. PEJABAT PENGELOLAAN

BARANG MILIK

NEGARA/DAERAH

Bagian 1: Pengelola Barang 2 Bagian 1: Pengelola Barang 2 Terdapat perubahan atas wewenang dan

tanggung jawab pengelola barang

Terdapat penyederhanaan birokrasi di

mana pengelola barang diizinkan

Page 6: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

4

mendelegasikan wewenang kepada

pengguna barang/kuasa pengguna barang

Bagian 2: Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna

Barang

3 Bagian 2: Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna

Barang

3 Terdapat perubahan wewenang dan tanggung

jawab Pengguna Barang/Kuasa Pengguna

Barang

III. PERENCANAAN

KEBUTUHAN DAN

PENGANGGARAN

3 III. PERENCANAAN

KEBUTUHAN DAN

PENGANGGARAN

2 Terdapat perluasan ruang lingkup

perencanaan

Sinkroninasi dengan mekanisme

perencanaan dan penganggaran

Penyederhanaan lingkup pengaturan dan

birokrasi

IV. PENGADAAN 2 IV. PENGADAAN 2 Tidak ada perbedaan berarti

V. PENGGUNAAN 12 V. PENGGUNAAN 6 Terdapat penyederhanaan lingkup

penetapan status penggunaan

Terdapat penyederhanaan birokrasi

terkait dasar penetapan status

penggunaan

Terdapat eskalasi aturan PMK ke PP

mengenai pengalihan status penggunaan

dan penggunaan sementara

Terdapat pengaturan mengenai BMN/D

yang tidak digunakan (BMN Idle)

Page 7: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

5

VI. PEMANFAATAN

Bagian 1: Kriteria

Pemanfaatan

1 Bagian 1: Kriteria

Pemanfaatan

1 Terdapat diversifikasi pelaksana pemanfaatan

BMN/D

Bagian 2: Bentuk

Pemanfaatan

1 Bagian 2: Bentuk

Pemanfaatan

1 Terdapat terdapat penambahan mekanisme

pemanfaatan, yaitu Kerja Sama Penyediaan

Infrastruktur

Bagian 3: Sewa 2 Bagian 3: Sewa 2 Penambahan aturan mengenai bentuk

sewa untuk infrastruktur

Terdapat penambahan aturan mengenai

penyetoran uang sewa ke kas negara

Bagian 4: Pinjam Pakai 1 Bagian 4: Pinjam Pakai 1 Terdapat perubahan jangka waktu pinjam

pakai dari 2 tahun menjadi 5 tahun dan hanya

bisa diperpanjang 1 kali

Bagian 5: Kerja Sama

Pemanfaatan

3 Bagian 5: Kerja Sama

Pemanfaatan

3 Terdapat perubahan aturan dalam hal

penetapan mitra KSP

Terdapat tambahan aturan mengenai

jangka waktu pembagian kontribusi dan

larangan bagi mitra KSP

Terdapat perubahan dalam hal aturan

tentang biaya persiapan dan pelaksanaan

KSP

Page 8: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

6

Terdapat tambahan mengenai kerja sama

pemanfaatan berupa penyediaan

infrastruktur

Bagian 6: Bangun Guna

Serah atau Bangun Serah

Guna

4 Bagian 6: Bangun Guna

Serah atau Bangun Serah

Guna

4 Terdapat perubahan aturan dalam hal

penetapan mitra BSG/BGS

Terdapat perubahan dalam hal aturan

tentang biaya persiapan dan pelaksanaan

BSG/BGS

Ditentukan persentase minimal hasil

BSG/BGS yang harus langsung digunakan

pemerintah

Terdapat penegasan bahwa hasil Bangun

Serah Guna yang diserahkan kepada

Pengelola Barang ditetapkan sebagai

BMN/D

Bagian 7: Kerja Sama

Penyediaan Infrastruktur

2 - - PP 6 tahun 2006 dan PP 38 tahun 2008 tidak

mengatur khusus hal ini

Bagian 8: Tender 2 - - PP 6 tahun 2006 dan PP 38 tahun 2008 tidak

mengatur khusus hal ini

VII. PENGAMANAN DAN

PEMELIHARAAN

VII. PENGAMANAN DAN

PEMELIHARAAN

Page 9: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

7

Bagian 1: Pengamanan 4 Bagian 1: Pengamanan 3 Terdapat pasal tambahan yang menjadi dasar

hukum mengenai implementasi asuransi

BMN/D

Bagian 2: Pemeliharaan 2 Bagian 2: Pemeliharaan 2 Terdapat ketentuan tambahan mengenai

biaya pemeliharaan BMN/D yang

pemanfaatannya dilakukan oleh Pihak Lain

VIII. PENILAIAN 6 VIII. PENILAIAN 4 Terdapat ketentuan mengenai penilaian

kembali dalam ‘kondisi tertentu’

IX. PEMINDAHTANGANAN X. PEMINDAHTANGANAN Pada PP 6 tahun 2006 Bab Pemindahtanganan

diatur setelah Bab Penghapusan

Bagian 1: Umum 1 Bagian 2: Bentuk-Bentuk

dan Persetujuan 6

Tidak ada perubahan berarti

Bagian 2: Persetujuan

Pemindahtanganan

5

Bagian 3: Penjualan 4 Bagian 2: Penjualan 3 Terdapat penyederhanaan birokrasi dalam

hal subjek pelaksana penjualan BMN/D

Pemberian dasar perhitungan nilai limit

penjualan BMN secara lelang

Bagian 4: Tukar Menukar 4 Bagian 3: Tukar Menukar 4 Diperbolehkan tukar menukar dengan

pemerintah negara lain (BMN) dan

pemerintah daerah lain (BMD)

Bagian 5: Hibah 4 Bagian 4: Hibah 4 Terdapat perluasan pertimbangan hibah

Page 10: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

8

Bagian 6: Penyertaan Modal

Pemerintah Pusat/Daerah

5 Bagian 5: Penyertaan Modal

Pemerintah Pusat/Daerah

5 Tidak ada perubahan berarti

X. PEMUSNAHAN 4 - - Pada PP Nomor 6 Tahun 2006, ketentuan

mengenai pemusnahan diuraikan secara

sekilas pada Bab Penghapusan

XI. PENGHAPUSAN 4 IX. PENGHAPUSAN 4 Terdapat penyederhanaan birokrasi

XII. PENATAUSAHAAN XI. PENATAUSAHAAN

Bagian 1: Pembukuan 1 Bagian 1: Pembukuan 1 Terdapat beberapa perubahan terkait

ketentuan pembukuan BMN/D

Bagian 2: Inventarisasi 2 Bagian 2: Inventarisasi 2 Tidak ada perubahan berarti

Bagian 3: Pelaporan 3 Bagian 3: Pelaporan 3 Tidak ada perubahan berarti

XIII. PEMBINAAN,

PENGAWASAN, DAN

PENGENDALIAN

XII. PEMBINAAN,

PENGAWASAN, DAN

PENGENDALIAN

Bagian 1: Pembinaan 1 Bagian 1: Pembinaan 1 Tidak ada perubahan berarti

Bagian 2: Pengawasan dan

Pengendalian

5 Bagian 2: Pengawasan dan

Pengendalian

3 Terdapat tambahan ketentuan penetapan

indikator kinerja di bidang pengelolaan

Barang Milik Negara pada unit yang

membidangi pengelolaan Barang Milik Negara

oleh Pengguna Barang.

Page 11: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

9

XIV. PENGELOLAAN BMN/D

OLEH BADAN LAYANAN

UMUM

2 - - Tidak diatur secara spesifik dalam PP Nomor

6 Tahun 2006

XV. BMN/D BERUPA RUMAH

NEGARA

1 - - Tidak diatur secara spesifik dalam PP Nomor

6 Tahun 2006

XVI. GANTI RUGI DAN

SANKSI

1 XIV. GANTI RUGI DAN

SANKSI

1 Pada PP 6 Tahun 2006 bab ganti rugi dan saksi

terletak setelah bab ketentuan lain-lain

XVII. KETENTUAN LAIN-

LAIN

6 XIII. KETENTUAN LAIN-LAIN 4

Perbedaan terjadi karena menyesuaikan isi

peraturan dengan peraturan sebelumnya XVIII. KETENTUAN

PERALIHAN

3 XV. KETENTUAN

PERALIHAN

1

XIX. KETENTUAN PENUTUP 3 XVI. KETENTUAN PENUTUP 3

Page 12: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

10

ANALISIS PERBEDAAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014 DENGAN PP NOMOR 6

TAHUN 2006 DAN PP NOMOR 38 TAHUN 2008

Dari matrik di atas, terlihat bahwa perubahan pada peraturan pengelolaan BMN/D

dilakukan untuk menyederhanakan rantai birokrasi sehingga tercapai efisiensi pengelolaan

BMN/D. Selain itu, PP Nomor 27 Tahun 2014 juga menambahkan beberapa ketentuan yang

sebelumnya tak diatur dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 maupun PP 38 Tahun 2008.

Perubahan juga dilakukan untuk menghindari adanya multitafsir ataupun

ketidaksinkronan dengan aturan-aturan lain.

Terdapat beberapa perubahan yang menurut menulis menarik untuk dikaji lebih dalam.

Berikut ini hasil analisis penulis atas beberapa perubahan yang tertuang dalam PP Nomor

27 Tahun 2014:

A. Perubahan-Perubahan Pada Definisi Istilah-Istilah Dalam Pengelolaan BMN/D

Analisis

1. Terdapat tambahan penjelasan mengenai definisi Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

Hal ini memang selayaknya dilakukan mengingat pada PP 27 Tahun 2014 ditambahkan

satu mekanisme pemanfaatan BMN/D yaitu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur

sehingga diperlukan definisi yang jelas untuk menghindari perbedaan persepsi.

2. Terdapat tambahan penjelasan menganai definisi Pemusnahan. Hal ini memang

selayaknya dilakukan mengingat pada PP 27 Tahun 2014 ditambahkan satu tahapan

dalam siklus pengelolaan BMN/D sehingga diperlukan definisi yang jelas untuk

menghindari perbedaan persepsi.

3. Terdapat tambahan penjelasan mengenai definisi Daftar Barang Pengguna dan Daftar

Barang Kuasa Pengguna. Sebenarnya perubahan ini tidak terlalu prinsipil dan bersifat

sebagai informasi tambahan. Akan tetapi, dengan mencantumkan definisi kedua istilah

tersebut dapat mencegah kebingungan bagi pembaca mengingat penggunaan istilah

Daftar Barang Pengguna dan Daftar Barang Kuasa Pengguna banyak digunakan dalam

PP 27 Tahun 2014 ini.

Page 13: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

11

4. Terdapat perubahan pada beberapa definisi, yaitu pada istilah Penilai, Penilaian,

Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan. Perubahan ini menyesuaikan dengan dinamika

pengelolaan BMN/D dan menghindari ketidasinkronan dengan peraturan lain. Oleh

karena itu, perubahan tersebut wajar dilakukan.

5. Definisi Kementerian Negara/Lembaga dipecah menjadi satu definisi tersendiri untuk

Kementerian Negara dan definisi yang lain untuk Lembaga. Hal ini wajar dilakukan

mengingat definisi Kementerian Negara/Lembaga pada PP 6 Tahun 2006 tidak jelas dan

dapat menimbulkan multitafsir.

Kesimpulan dan Saran

Pada PP 27 Tahun 2014 Bab VI mengenai Pemanfaatan, terdapat penjelasan tersendiri

mengenai tender pada Bagian 8. Selain itu penggunaan istilah tender juga cukup sering

digunakan dalam PP 27 Tahun 2014. Akan tetapi, tidak dijelaskan pengertian istilah tender

dalam Pasal 1 maupun Pasal lainnya. Kesimpulan dan Saran penulis, sebaiknya

ditambahkan definisi tender dalam perubahan atas PP 27 Tahun 2014 nantinya.

B. Perubahan Pada Ruang Lingkup Pengelolaan BMN/D (pasal 3)

Analisis

PP 6/2006 jo. PP 38/2008 PP 27/2014

Ruang lingkup pengelolaan BMN meliputi: a.Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran b. Pengadaan c. Penggunaan d. Pemanfaatan e. Pengamanan dan Pemeliharaan f. Penilaian g. Penghapusan h. Pemindahtanganan i. Penatausahaan j. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Ruang lingkup pengelolaan BMN meliputi: a.Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran; b. pengadaan; c. Penggunaan; d. Pemanfaatan; e. pengamanan dan pemeliharaan; f. Penilaian; g. Pemindahtanganan; h. Pemusnahan; i. Penghapusan; j. Penatausahaan; dan k.Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Page 14: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

12

1. Pada PP 6 Tahun 2006, ketentuan mengenai pemusnahan BMN/D diatur dalam Bab

mengenai Penghapusan. Hal ini tidak relevan karena penghapusan tidak hanya terjadi

akibat pemusnahan, tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya pemindahtanganan.

Oleh karena itu memang seharusnya ketentuan mengenai pemusnahan dijadikan bab

tersendiri dalam PP 27 Tahun 2014 sebagaimana ketentuan mengenai

pemindahtanganan.

2. Pada PP 6 Tahun 2006, bab mengenai Pemindahtanganan terletak setelah Bab

Penghapusan, sementara dalam PP 27 Tahun 2014 bab mengenai Pemindahtanganan

dan Pemusnahan terletak setelah Bab Penghapusan. Perubahan ini memang seharusnya

dilakukan mengingat proses penghapusan idealnya terjadi setelah adanya pemusnahan

atau pemindahtanganan.

Kesimpulan dan Saran

Penulsi setuju dengan perubahan tersebut.

C. Perubahan Atas Wewenang dan Tanggung Jawab Pejabat Pengelolaan BMN/D

Analisis

1. Terdapat perubahan wewenang pengelola BMN yang semula memberi keputusan

menjadi memberi persetujuan atas usulan pemindahtanganan; pemanfaatan; serta

pemusnahan dan penghapusan BMN. Selain untuk menyederhanakan birokrasi, hal ini

juga memang seharusnya dilakukan mengingat pengguna/kuasa pengguna barang

lebih mengetahui mengenai kondisi BMN yang berada di dalam wewenangnya. Oleh

karena itu, peran Pengelola Barang, dalam hal ini Menteri Keuangan, memang

sebaiknya sebatas memberi persetujuan bukan memberi keputusan.

2. PP 27 Tahun 2014 membolehkan Pengelola Barang untuk mendelegasikan kewenangan

dan tanggung jawab tertentu kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Jenis

kewenangan dan tanggung jawab yang dapat didelegasikan dan tata cara

pendelegasiannya diatur lebih lanjut dalam PMK atau peraturan perundang-undangan

mengenai BMN. Ketentuan ini menguatkan dasar hukum mengenai pendelegasian

Page 15: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

13

wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki Pengelola Barang. Menurut penulis, hal

ini merupakan salah satu langkah untuk menyederhanakan birokrasi dan mencapai

efisiensi pengelolaan BMN/D.

3. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Gubernur/Bupati/Walikota

selaku pemegang kekuasaan pengelolaan BMD, yaitu Menetapkan pejabat yang

mengurus dan menyimpan BMD. Kewenangan ini semula dimiliki Sekretaris Daerah

sebagai pengelola BMD. Menurut penulis, pergeseran kewenangan ini tidak terlalu

signifikan dan hanya bersifat formal.

4. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Kepala Daerah, yaitu menyetujui

usul Pemanfaatan BMD dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur. Perubahan

ini wajar dilakukan mengingat PP 27 Tahun 2014 juga mengatur mengenai KSPI.

5. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Pengguna BMN, yaitu

mengajukan usul Pemanfaatan BMN serta usul Pemusnahan dan Penghapusan BMN

kepada Pengelola Barang. Tidak lagi dibedakan antara tanah dan bangunan dengan

selain tanah dan bangunan untuk beberapa poin pasal sebagaimana pada PP 6 Tahun

2006. Perubahan ini menyempurnakan aturan mengenai wewenang dan tanggung

jawab Pengguna BMN. Selain itu dengan tidak dibedakannya BMN tanah bangunan

dengan selain tanah bangunan memberi keleluasaan pada pengguna barang dalam

mengelola BMN.

6. PP 27 Tahun 2014 membolehkan Pengguna Barang untuk mendelegasikan kewenangan

dan tanggung jawab tertentu kepada Kuasa Pengguna Barang. Jenis kewenangan dan

tanggung jawab yang dapat didelegasikan dan tata cara pendelegasiannya diatur

peraturan perundang-undangan mengenai BMN. Ketentuan ini menguatkan dasar

hukum mengenai pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki

Pengguna Barang. Menurut penulis, hal ini merupakan salah satu langkah untuk

menyederhanakan birokrasi dan mencapai efisiensi pengelolaan BMN/D, tapi tentu saja

diperlukan peraturan turunan yang mengatur masalah ini secara lebih rinci.

Page 16: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

14

Kesimpulan dan Saran

Pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab Pengelola Barang kepada Pengguna

Barang/Kuasa Pengguna Barang memang seharusnya dilakukan demi efisiensi birokrasi.

Akan tetapi, masih diperlukan aturan pendukung yang mengatur secara lebih rinci

mekanisme pendelegasian wewenang tersebut. Perlu diperhatikan bahwa peraturan

tersebut harus jelas dan tidak multitafsir serta memberi batasan yang jelas mengenai

wewenang dan tanggung jawab mana yang boleh didelegasikan untuk mencegah adanya

kewenangan dan tanggung jawab yang terlalu besar atau terlalu kecil pada pejabat

pengelola BMN/D. Jangan sampai pendelegasian wewenang tersebut justru melemahkan

pengawasan dan pengendalian di bidang pengelolaan BMN/D.

D. Perubahan Pada Ketentuan Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

Analisis

1. Dalam PP 27 Tahun 2014, Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah

disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi

Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah serta ketersediaan Barang

Milik Negara/Daerah yang ada. Perubahan ini memang harus dilakukan untuk

mempertegas bahwa perencanaan kebutuhan dan penganggaran BMN/D haruslah

memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan

pemeritahan. Apabila perubahan ini tidak dibuat dan perencanaan disusun hanya

dengan memperhatikan ketersediaan sebagaimana diatur dalam PP 6 Tahun 2006 maka

dapat timbul multitafsir yang dapat memicu ketidakefektifan dan ketidakefisienan

pengelolaan BMN/D.

2. PP 27 Tahun 2014 merinci ruang lingkup perencanaan kebutuhan yaitu meliputi

perencanaan pengadaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan

penghapusan BMN/D. Hal ini juga telah seharusnya dilakukan untuk mencegah

penafsiran perencanaan kebutuhan BMN/D hanya sebatas perencanaan pengadaan.

Ketentuan ini sesuai dengan prinsip manajemen aset, perencanaan aset harus

mencakup perencanaan atas seluruh siklus hidup aset.

Page 17: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

15

3. Pasal 9 ayat (3) PP 27 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Perencanaan Kebutuhan

sebagaimana merupakan salah satu dasar bagi Kementerian/Lembaga/satuan kerja

perangkat daerah dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new

initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.

Jika dibandingkan dengan PP 6 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa perencanaan

kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran,

maka ketentuan dalam PP 27 Tahun 2014 lebih tepat. Perencanaan Kebutuhan BMN/D

memang seharusnya dilakukan sebelum proses perencanaan anggaran dan menjadi

salah satu dasar pengusulan penyediaan anggaran, bukan saat proses perencanaan

anggaran berlangsung.

4. Terdapat penegasan bahwa Penetapan standar kebutuhan oleh Gubernur/Bupati/

Walikota harus dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam

Negeri dan Standar harga harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Penegasan ini dilakukan untuk menyamakan persepsi bahwa

penetapan standar kebutuhan dan standar harga haruslah sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang ada.

Kesimpulan dan Saran

Perubahan sebagaimana yang telah disebutkan dalam poin 1, 2, dan 3 telah

menyempurnakan kekurangan yang ada pada PP 6 Tahun 2006. Untuk ke depannya

diperlukan peningkatan dalam hal pembinaan dan pengawasan agar pelaksanaan

perencanaan kebutuhan dan penganggaran sesuai dengan yang diharapkan.

Sementara itu untuk poin 4, perlu dipastikan bahwa pemendagri ataupun peraturan

perundang-undangan yang mengatur standar kebutuhan dan standar harga terus

disempurnakan agar sesuai dengan prinsip efisiensi dan ekonomis namun tetap mengacu

pada kondisi yang sebenarnya.

Page 18: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

16

E. Perubahan Pada Ketentuan Pengadaan BMN/D

Analisis

Tidak ada perubahan berarti pada pada Bab Pengadaan BMN/D. Proses pengadaan

memanglah sangat panjang dan rumit sehingga perlu penjelasan lebih detail dalam

peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mekanisme pengadaan

BMN/D.

Kesimpulan dan Saran

Sampai saat ini peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa masih dipanjang sangat

rumit dan memiliki beberapa celah. Penulis berharap ke depannya peraturan tentang

pengadaan barang dan jasa lebih disempurnakan.

F. Perubahan Pada Ketentuan Penggunaan BMN/D

Analisis

1. Pada PP 6 Tahun 2006, penetapan status penggunaan barang berlaku untuk seluruh

BMN/D. Hal ini kemudian disederhanakan di PP 27 Tahun 2014 di mana terdapat

pengecualian Penetapan Status Penggunaan yang tidak dilakukan terhadap:

a. BMN/D berupa: barang persediaan; konstruksi dalam pengerjaan; atau barang

yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.

b. BMN yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas

pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan;

c. BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau

d. BMD lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.

Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan proses birokrasi. Seperti yang kita ketahui,

penggunaan barang persediaan sangatlah cepat sehingga apabilah harus melewati

proses penetapan terlebih dulu justru akan memperlambat proses penggunaan.

Sementara untuk barang dalam konstruksi dalam pengerjaan memang pada dasarnya

belum dapat digunakan sehingga tidak perlu penetapan. Sementara untuk BMN/D

Page 19: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

17

yang dari awal direncanakan untuk dihibahkan atau diserahkan memang seharusnya

tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain.

Perubahan ini memang terkesan menjelaskan apa yang sudah jelas. Tapi perli diingat,

bahwa terkadang dalam pelaksanaan pengelolaan BMN/D, pejabat pengelolaan

BMN/D dapat keliru menafsirkan maksud dari suatu peraturan. Oleh karena itu,

dengan penegasan atas jenis BMN/D yang tidak memerlukan penetapan penggunaan,

diharapkan kekeliruan itu tidak terjadi.

2. PP 27 Tahun 2014 menyederhanakan proses penetapan status penggunaan BMN/D

sebagai berikut:

a. Pengelola Barang dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan BMN

selain tanah/bangunan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang,

b. Gubernur/Bupati/Walikota dapat mendelegasikan penetapan status

Penggunaan atas Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan

kondisi tertentu kepada Pengelola Barang Milik Daerah

c. Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat menetapkan status

Penggunaan Barang Milik Negara pada Pengguna Barang tanpa didahului

usulan dari Pengguna Barang

Penyederhanaan ini dapat memangkas rantai birokrasi yang panjang saat pengelola

barang menghadapi kondisi tertentu yang menuntut kesigapan. Sayangnya tidak

dijelaskan lebih lanjut mengenai ‘kondisi tertentu’ yang dimaksud dalam peraturan ini

sehingga masih multitafsir dan dapat memicu pelanggaran kepatuhan.

3. Terdapat penambahan ketentuan mengenai pengalihan BMN/D. Disebutkan dalam PP

27 Tahun 2014 bahwa BMN/D dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna

Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi

berdasarkan persetujuan Pengelola Barang. Selain itu juga disebutkan bahwa BMN/D

yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang dapat digunakan

sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus

Page 20: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

18

mengubah status Penggunaan BMN/D tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan

persetujuan Pengelola Barang/Gubernur/ Bupati/Walikota.

Perubahan ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,

Penghapusan, Dan Pemindah Tanganan Barang Milik Negara yang telah lebih dulu

terbit. Perubahan ini memang harus dilakukan agar terdapat kesesuaian antara PP

Pengelolaan BMN/D dengan PMK Nomor 96/PMK.06/2007. Memang tidak logis jika

PMK membolehkan pengalihan status penggunaan barang dan penggunaan sementara

oleh pengguna barang lain padahal ketentuan tersebut tidak disebutkan dalam PP yang

mendasarinya.

4. Terdapat pengecualian kewajiban penyerahan BMN/D berupa tanah atau bangunan

yang tidak digunakan apabila BMN/D tersebut telah direncanakan untuk digunakan

atau dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pengguna

Barang, untuk BMN, atau Gubernur/Bupati/Walikota, untuk BMD. Penulis setuju

dengan perubahan ini karena penyerahan barang yang telah direncanakan untuk

digunakan hanya akan buang-buang energi dan justru akan menghambat

penyelenggaraan tugas dan fungsi. Selain itu diharapkan perubahan ini dapat

mendorong optimalisasi utilisasi BMN/D.

5. Terdapat tambahan sanksi bagi pengguna barang yang tidak menyerahkan BMN yang

tidak digunakan, yaitu penundaan penyelesaian atas usulan Pemanfaatan,

Pemindahtanganan, atau Penghapusan BMN. Penulis setuju dengan hal ini karena

jika sanksi yang diberikan hanya berupa pembekuan dana pemeliharaan BMN berupa

tanah dan/atau bangunan tersebut maka kurang akan menimbulkan efek jera karena

pada dasarnya tanah dan/atau banguna tersebut memang telah tidak digunakan.

Sayangnya sanksi penundaan tersebut tidak berlaku dalam pengelolaan BMD.

Kesimpulan dan Saran

Penulis setuju dengan perubahan pada poin 1-5 tersebut di atas. Ke depannya diperlukan

peningkatan pengawasan dan pengendalian agar pelaksanaannya sesuai dengan aturan

yang berlaku. Khusus untuk pemberian sanksi terhadap pengguna barang yang tidak

Page 21: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

19

menyerahkan BMN/D yang tidak digunakan, alangkah lebih baik jika sanksi penundaan

penyelesaian atas usulan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, atau Penghapusan Barang

juga diterapkan dalam lingkup pengelolaan BMD.

G. Perubahan Pada Ketentuan Pemanfaatan BMN/D

Analisis

Bentuk Pemanfaatan

1. Terdapat bentuk pemanfaatan baru, yaitu: “Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur” yang

masa sewanya dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Hal ini telah

sesuai dengan dinamika pengelolaan BMN/D saat ini.

Sewa

2. Terdapat penambahan aturan mengenai jangka waktu penyewaan dan beKesimpulan

dan Saran sewa khususnya untuk sewa infrastuktur. Penambahan aturan ini sejalan

dengan dinamika pengelolaan BMN/D dan sesuai dengan Perpres 67/2005, 13/2010,

56/2011 dan 66/2013.

3. Terdapat batasan waktu penyetoran uang sewa yang harus dilakukan sekaligus secara

tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa.

Ketentuan penyetoran uang sewa yang harus dilakukan sekaligus dapat dipahami

mengingat hal ini akan mempermudah proses pengawasan dan audit nantinya. Tapi

penulis merasa ketentuan penyetoran paling lambat 2 hari kerja sebelum

penandatanganan perjanjian dan harus dilakukan secara tunai kurang fleksibel karena

saat ini penyetoran PNBP ke kas negara dapat dilakukan secara elektronik serta untuk

memverifikasi masuk atau tidaknya setoran ke kas negara hanya butuh satu hari kerja.

Bahkan ke depannya, dengan penerapan SPAN dan MPN G2, proses verifikasi setoran

ke kas negara diharapkan dapat dilakukan secara real time.

Pinjam Pakai

4. Terdapat perubahan jangka waktu pinjam pakai dari 2 tahun menjadi 5 tahun dan hanya

bisa diperpanjang 1 kali. Dengan pembatasan tersebut, pemanfaatan BMN/D secara

Page 22: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

20

pinjam pakai hanya bisa dilakukan maksimal selama 10 tahun. Menurut pandangan

penulis, pembatasan ini memang sebaiknya dilakukan karena jika pemerintah pusat

atau pemerintah daerah memanfaatkan BMN/D selama lebih dari 10 tahun itu artinya

perencanaan BMN/D di lingkup pemerintah pusat atau pemerintah daerah tersebut

kurang baik. Jika memang pemerintah pusat atau daerah tersebut membutuhkan

barang dalam jangka waktu lebih 10 tahu, pemerintah pusat atau daerah tersebut

sebaiknya melakukan proses pengadaan atau mekanisme pemanfaatan lainnya.

Kerja Sama Pemanfaatan

5. Batas minimal peserta tender, yang semula pada PP 6 tahun 2006 dinyatakan sekurang-

kurangnya lima peserta, dihilangkan. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada bagian

mengenai Tender.

6. Terdapat penambahan aturan mengenai KSP dengan mekanisme penunjukan langsung

hanya dapat dilakukan oleh Pengguna Barang terhadap BUMN/D yang memiliki

bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan keterbukaan dalam

proses penunjukan mitra. Apabila memang dibutuhkan bermitra dengan swasta maka

harus melalui proses tender.

7. Terdapat tambahan aturan mengenai jangka waktu dan pembagian kontribusi. Penentuan

jangka waktu KSP dilakukan untuk menghindari persepsi yang berbenturan dengan UU Nomor

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sedangkan aturan mengenai pembagian kontribusi bertujuan untuk memperjelas mekanisme

pembagian kontribusi agar ada keseragaman dalam pelaksanaannya serta mengdiverfikasi

bentuk kontribusi agar lebih flesibel.

8. Terdapat larangan bagi mitra KSP dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang

Milik Negara/Daerah yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan. Hal ini tenju saja

untuk mempertegas hak dan kewajiban mitra KSP serta menghindari adanya

permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari.

9. Ditegaskan bahwa semua biaya persiapan KSP yang terjadi setelah ditetapkannya

mitra KSP dan biaya pelaksanaan KSP menjadi beban mitra KSP. Selain untuk

Page 23: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

21

mempertegas hak dan kewajiban mitra KSP, perubahan ini dilakukan untuk

memperjelas siapa yang wajib menanggung biaya persiapan dan pelaksanaan KSP

mengingat aturan yang tertuang pada PP 6 Tahun 2006 yang berbunyi “Semua biaya

berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat

dibebankan pada APBN/APBD” sangat rancu dan multitafsir.

10. Terdapat tambahan mengenai kerja sama pemanfaatan berupa penyediaan infrastruktur. Hal

ini telah sesuai dengan dinamika pengelolaan BMN/D mengingat pelaksanaan kerja sama

pemanfaatan telah berkembang ke BMN/D berupa infrastruktur.

Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna

11. Batas minimal peserta tender, yang semula pada PP 6 tahun 2006 dinyatakan sekurang-

kurangnya lima peserta, dihilangkan. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada bagian

mengenai Tender.

12. Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil BGS/BSG harus digunakan langsung untuk

penyelenggaraan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10%. Menurut penulis,

penentuan batas minimal persentase dapat mencegah pelaksanaan BGS/BSG yang

merugikan pemerintah.

13. Ditegaskan bahwa semua biaya persiapan BGS/BSG yang terjadi setelah

ditetapkannya mitra BSG/BGS dan biaya pelaksanaan BGS/BSG menjadi beban

mitra BGS/BSG . Selain untuk mempertegas hak dan kewajiban mitra BGS/BSG ,

perubahan ini dilakukan untuk memperjelas siapa yang wajib menanggung biaya

persiapan dan pelaksanaan BGS/BSG mengingat aturan yang tertuang pada PP 6 Tahun

2006 yang berbunyi “Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan

BGS/BSG tidak dapat dibebankan pada APBN/APBD” sangat rancu dan multitafsir.

14. Terdapat penegasan bahwa hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan kepada Pengelola Barang

ditetapkan sebagai BMN/D. Hal ini untuk memperjelas status dan menghindari kesalahan

penafsiran mengenai hasil BSG yang diserahkan kepada pengelola barang

Page 24: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

22

Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur

Ketentuan mengenai KSPI sebelumnya tidak diatur dalam PP 6 Tahun 2006 ataupun PP 38

Tahun 2008. Menurut penulis, pengaturan ini telah sesuai dengan kebutuhan pengelolaan

BMN/D khususnya dalam hal infrastruktur.

Tender

Bagian ini khusus mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan tender. Sebelumnya telah

disebutkan dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b mengenai KSP dan Pasal 36 ayat (2) mengenai

BSG/BGS bahwa penetapan mitra dilaksankan dengan mekanisme tender. Sayangnya tidak

dijelaskan adanya pembatasan jumlah peserta tender dan tidak ada kalimat yang merujuk

terhadap pembahasan tender di bagian ini.

Sementara dari segi jumlah peserta, jumlah minimal peserta tender yang semula 5

berkurang menjadi 3. Penulis setuju dengan perubahan ini karena jumlah minimal 3

peserta masih dapat menjaga prinsip keadilan dalam proses tender namun dapat

menambah fleksibilitas dalam pelaksanaan tender.

Kesimpulan dan Saran

Secara garis besar, penulis menyetujui perubahan-perubahan yang terjadi dalam Bab

Pemanfaatan ini, kecuali dalam hal-hal berikut:

1. Ketentuan mengenau penyetoran uang sewa yang harus dilakukan sekaligus secara

tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa

terlalu kaku. Sebaiknya dilakukan penyesuaian dengan membolehkan penyetoran uang

sewa ke kas negara secara elektronik dan batas waktu penyetoran paling lambat 1 (satu)

hari kerja karena sistem penerimaan negara saat ini telah memungkinkan hal tersebut.

2. Sebaiknya dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b dan Pasal 36 ayat (2) yang membahas

mengenai tender ditambahkan keterangan bahwa jumlah peserta minimal pelaksanaan

tender adalah 3 peserta dan/atau untuk pelaksanaannya dilakuan sesuai dengan pasal

40 dan 41 peraturan pemerintah ini.

Page 25: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

23

H. Perubahan Pada Ketentuan Pengamanan dan Pemeliharaan BMN/D

Analisis

1. Terdapat penambahan pasal yang berbunyi “Pengelola Barang dapat menetapkan

kebijakan asuransi dalam rangka pengamanan BMN tertentu dengan

mempertimbangkan kemampuan keuangan negara”. Pasal ini menjadi dasar hukum

atas implementasi asuransi dalam pengelolaan BMN/D. Hal ini sangat penting

mengingat asuransi merupakan salah satu alternatif dalam mitigasi risiko dan telah

sangat umum dalam penggunaannya dalam kebijakan manajemen aset.

2. Terdapat penegasan bahwa biaya pemeliharaan BMN/D yang pemanfaatannya

dilakukan oleh Pihak Lain ditanggung oleh pihak tersebut. Ketentuan ini sudah

selayaknya ditambahkan untuk menegaskan hak dan kewajiban pihak ketiga yang

memanfaatkan BMN/D serta menghindari kemungkinan kerugian negara akibat

kelalaian dalam perjanjian pemanfaatan BMN/D.

Kesimpulan dan Saran

Dasar hukum atas implementasi asuransi dalam BMN/D sangatlah penting mengingat

kebutuhan asuransi atas BMN/D pun semakin meningkat. Untuk itu diperlukan peraturan

turunan yang menguraikan lebih rinci mengenai mekanisme implementasi asuransi.

Penulis berharap atura tersebut disusun dengan benar-benar mempertimbangkan asas

efektifitas, efisiensi, dan ekonomi pengelolaan aset.

Sementara itu, penegasan atas siapa yang menanggung biaya pemeliharaan dalam hal

pemanfaatan BMN/D oleh pihak lain telah tepat, hanya perlu peningkatan dalam

pengawasan dan pengendalian terutama dalam hal pencairan dana dan

pertanggungjawabannya.

Page 26: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

24

I. Perubahan Pada Ketentuan Penilaian BMN/D

Analisis

1. Terdapat beberapa perubahan teknis terkait istilah jenis penilai dan tujuan penilaian. Hal ini

dilakukan untuk mencapai kesamaan persepsi mengenai penilaian BMN/D serta harmonisasi

dengan peraturan lainnya.

2. Terdapat ketentuan mengenai penilaian kembali dalam kondisi tertentu yang dapat dilakukan

pengelola barang atas nilai BMN/D yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah

Pusat/Daerah keputusan mengenai Penilaian kembali atas nilai BMN dilaksanakan berdasarkan

ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional. Perubahan ini dilakukan dalam rangka

sinkronisasi kebijakan dengan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual

Kesimpulan dan Saran

Perubahan-perubahan yang terdapat dalam ketentuan mengenai Penilaian BMN/D memang

seharusnya dilakukan agar tercapai harmonisasi kebijakan dengan peraturan lain, khususnya

Standar Penilaian Indonesia dan Standar Akuntansi Pemerintah. Untuk penjelasan lebih rinci perlu

dibuat peraturan turunan dan petunjuk teknis penilaian. Selain itu juga perlu dikembangkan

pendidikan dan pelatihan terkait penilaian untuk mendapatkan tenaga ahli yang mahir dalam

penilaian aset.

J. Perubahan Pada Ketentuan Pemindahtanganan BMN/D

Analisis

1. Terdapat penyederhanaan birokrasi dalam hal subjek pelaksana penjualan BMN/D. Pemisahan

subjek tidak lagi berdasarkan jenis BMN/D (tanah dan bangunan atau bukan), tapi berdasarkan

lingkup penguasaan barang. Menurut penulis pengelompokan ini lebih tepat serta lebih efisien

dalam pelaksanaannya.

2. Terdapat dasar perhitungan nilai limit penjualan BMN secara lelang yaitu dengan

memperhitungkan faktor penyesuaian. PP 6 Tahun 2006 tidak mengatur hal tersebut. Hal ini

sekedar penjelasan tambahan yang sebenarnya apabila tidak dicantumkan juga tidak terlalu

berpengaruh karena pada dasarnya masih diperlukan penjelasan mengenai faktor penyesuaian

dan mekanisme perhitungannya secara lebih rinci

Page 27: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

25

3. Terdapat perluasan mitra tukar-menukar dengan diizinkannya melakukan tukar-menukar

dengan pemerintah negara lain. Dengan cakupan yang lebih luas ini diharapkan

pemindahtangan dalam bentuk tukar-menukar dapat lebih fleksibel

4. Terdapat perluasan pertimbangan hibah yang semula hanya mempertimbangkan kepentingan

sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah, kini

ditambahkan pertimbangan kepentingan budaya, dan pendidikan yang bersifat non

komersial. Dengan perubahan ini diharapkan cakupan hibah BMN akan lebih luas dan

bermanfaat bagi masyarakat.

Kesimpulan dan Saran

Penyederhanaan birokrasi dalam hal subjek pelaksana penjualan telah tepat. Sementara untuk

ketentuan mengenai perhitungan nilai limit masih kurang jelas sehingga perlu diatur lebih lanjut

dalam peraturan turunannya.

Penulis juga setuju dengan perluasan mitra tukar-menukar dan cakupan hibah BMN/D. Dengan

perubahan tersebut, diharapkan pengelolaan BMN/D akan lebih fleksibel dan bermanfaat.

K. Perubahan Pada Ketentuan Pemusnahan BMN/D

Analisis

1. Sebelumnya pada PP 6 Tahun 2006, aturan mengenai pemusnahan digabungkan dalam

aturan mengenai penghapusan. Hal ini kurang tepat mengingat penghapusan BMN/D

tidak semata-mata akibat adanya pemusnahan.

2. Terdapat penjelasan mengenai cara-cara pemusnahan BMN/D, yaitu dengan cara

dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini sangat penting untuk mencapai

kesamaan persepsi tentang tindakan apa saja yang termasuk dalam kriteria

pemusnahan.

Kesimpulan dan Saran

Secara keseluruhan penulis setuju dengan penggolongan pemusnahan sebagai satu tahap

tersendiri serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam aturan tentang pemusnahan.

Page 28: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

26

L. Perubahan Pada Ketentuan Penghapusan BMN/D

Analisis

Terdapat beberapa perubahan terkait lingkup penerbitan SK Penghapusan dan dasar

penghapusan BMN/D. Perubahan ini dilakukan untuk menyederhanakan rantai birokrasi

agar tidak kaku dan lebih efisien

Kesimpulan dan Saran

Secara garis besar penulis menyetujui perubahan yang ada dalam bab ini.

M. Perubahan Pada Ketentuan Penatausahaan BMN/D

Analisis

Terdapat perubahan dalam ketentuan pembukuan BMN/D yaitu adanya penjelasan lebih rinci alur

penyusunan Daftar Barang Milik Negara/Daerah yang sebelumnya tidak dijelaskan dalam PP 6

tahun 2006. Dengan perubahan ini diharapkan tidak ada lagi kebingungan ataupun perbedaan

persepsi atas mekanisme pembukuan BMN/D.

Kesimpulan dan Saran

Secara garis besar penulis menyetujui perubahan yang ada dalam bab ini.

N. Perubahan Pada Ketentuan Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian

Analisis

Terdapat tambahan ketentuan penetapan indikator kinerja di bidang pengelolaan Barang Milik

Negara pada unit yang membidangi pengelolaan Barang Milik Negara oleh Pengguna Barang

sebagai salah satu proses pengawasan dan pengendalian. Perubahan ini merupakan bentuk

harmonisasi dengan kebijakan terkait penilaian kinerja.

Kesimpulan dan Saran

Penulis menyetujui penambahan pasal sebagaimana tersebut di atas.

Page 29: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

27

O. Ketentuan Mengenai Pengelolaan BMN oleh Badan Layanan Umum

Analisis

Pada PP 6 Tahun 2006 tidak ada bagian khusus yang mengatur mengenai pengelolaan

BMN/D oleh BLU. Ketentuan ini ditambahkan untuk memberi penegasan mengenai

mekanisme pengelolaan BMN/D pada BLU sekaligus sebagai bentuk harmonisasi dengan

kebijakan terkait BLU.

Kesimpulan dan Saran

Pengaturan mengenai pengelolaan BMN/D mengenai BLU ini sangat penting untuk

mempertegas aturan mengenai BLU sekaligus untuk menghindari ketidaksinkronan

dengan peraturan tentang BLU.

P. Ketentuan Mengenai BMN/D Berupa Rumah Negara

Analisis

Ketentuan mengenai BMN/D berupa rumah negara sebelumnya tidak diatur dalam PP 6 Tahun

2006. Hal ini menimbulkan ketidaksinkronan dengan aturan mengenai rumah negara. Rumah

negara itu sendiri merupakan bagian BMN/D akan tetapi mendapatkan perlakuan yang berbeda

dari BMN/D pada umumnya.

Kesimpulan dan Saran

Pembahasan ketentuan BMN/D secara khusus memang perlu disisipkan dalam peraturan

pemerintah ini agar tercapai harmonisasi dengan aturan tentang rumah negara.

Q. Ketentuan Mengenai Ganti Rugi dan Sanksi

Analisis

Pada PP 6 Tahun 2006 bab ganti rugi dan sanksi terletak setelah bab ketentuan lain-lain.

Page 30: Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008

28

Kesimpulan dan Saran

Pemindahan letak Bab Ganti Rugi dan Sanksi memang selayaknya dilakukan agar

peraturan pemerintah ini tersusun secara sistematis dan berurutan serta sesuai dengan

aturan mengenai penyusunan peraturan perundang-undangan

R. Ketentuan Lain-Lain, Peralihan dan Penutup

Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam tiga bab ini wajar terjadi mengingat adanya perbedaan-

perbedaan dalam isi PP 27 Tahun 2014 dengan PP yang mendahuluinya, yaitu PP 6 Tahun 2006 dan

PP 38 Tahun 2008 serta akibat perbedaan kondisi dan situasi saat peraturan ini diterbitkan.