peraturan k2

Upload: budianto-djahum

Post on 29-Oct-2015

109 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

keselamatan ketenagalistrikan

TRANSCRIPT

  • 1Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    PERATURAN-PERATURAN BERKAITANDENGAN KESELAMATAN

    KETENAGALISTRIKAN

  • 2Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 15 TAHUN 1985

    TENTANG KETENAGALISTRIKAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk memajukankesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, gunamewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata meteriildan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

    bahwa tenaga listrik sangat penting artinya bagi peningkatan kesejahteraan dankemakmuran rakyat pada umumnya serta untuk mendorong peningkatankegiatan ekonomi pada khusus-nya, dan oleh karenanya usaha penyediaantenaga listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan, agartersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutupelayanan yang baik;

    bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan yang berke-sinambungan dibidang ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuk secara optimalmemanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenaga listrik,sehingga menjamin tersedianya tenaga listrik;

    bahwa untuk mencapai maksud tersebutdi atas dan karena Ordonansi tanggal13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan danPenggunaan Saluran untuk Pene-rangan Listrik dan Pemindahan Tenagadengan Listrik di Indonesia yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordo-nansitanggal 8 Pebruari 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63) yang sudahtidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhanpembangunan di bidang ketenagalis-trikan, perlu disusun Undang-undangtentang Ketenagalis-trikan;

    Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-UndangDasar 1945;

    Dengan persetujuan

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN

    Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN

  • 3Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    BAB IKETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

    1. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan danpemanfaatan tenaga listrik.

    2. Tenaga listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan,ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, danbukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat.

    3. Penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titikpembangkitan sampai dengan titik pemakaian.

    4. Pemanfaatan tenaga listrik adalah penggunaan tenaga listrik mulai dari titikpemakaian.

    5. Kuasa Usaha Ketenagalistrikan adalah kewenangan yang diberikan olehPemerintah kepada badan usaha milik negara yang diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untukkepentingan umum, dan diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usahapenunjang tenaga listrik.

    6. Izin Usaha Ketenagalistrikan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintahkepada koperasi atau swasta untuk melakukan penyediaan tenaga listrikuntuk kepentingan sendiri.

    7. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidangketenagalistrikan.

    BAB II

    LANDASAN DAN TUJUAN USAHA KETENAGALISTRIKAN

    Pasal 2

    Pembangunan ketenagalistrikan berlan-daskan asas manfaat, asas adil danmerata, asas kepercayaan pada diri sendiri, dan kelestarian lingkungan hidup.

    Pasal 3

    Usaha ketenagalistrikan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dankemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatankegiatan ekonomi.

    BAB III

    SUMBER ENERGI UNTUK TENAGA LISTRIK

    Pasal 4

  • 4Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (1) Sumber daya alam yang merupakan sumber energi yang terdapat di seluruhWilayah Republik Indonesia diman-faatkan semaksimal mungkin untukberbagai tujuan termasuk untuk men-jamin keperluan penyediaan tenagalistrik.

    (2) Kebijaksanaan penyediaan dan peman-faatan sumber energi untuk tenagalistrik ditetapkan Pemerintah dengan memperhatikan aspek keamanan, ke-seimbangan dan kelestarian ling-kungan hidup.

    BAB IV

    PERENCANAAN UMUM KETENAGALISTRIKAN

    Pasal 5

    (1) Pemerintah menetapkan rencana umum ketenagalistrikan secaramenyeluruh dan terpadu.

    (2) Dalam menyusun rencana umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)Pemerintah wajib memperhatikan pikiran dan pandangan yang hidup dalammasyarakat.

    BAB V

    USAHA KETENAGALISTRIKAN

    Pasal 6

    (1) Usaha ketenagalistrikan terdiri dari :a. usaha penyediaan tenaga listrik;b. usaha penunjang tenaga listrik.

    (2) Usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurufa dapat meliputi jenis usaha :a. pembangkitan tenaga listrik;b. transmisi tenaga listrik;c. distribusi tenaga listrik.

    (3) Usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurufb meliputi :a. Konsultansi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan;b. Pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan;c. Pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan;d. Pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga

    listrik.

    Pasal 7

    (1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara dan diseleng-garakan oleh badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang KuasaUsaha Ketenagalistrikan.

  • 5Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (2) Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata danuntuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenagalistrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), baik untukkepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri, sepanjang tidakmerugikan kepentingan negara, dapat diberikan kesempatan seluas-luasnyakepada koperasi dan badan usaha lain untuk menyediakan tenaga listrikberdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan.

    (3) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)dikecualikan bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiriyang jumlah kapasitasnya diatur dengan peraturan pemerintah.

    Pasal 8

    Pemberi Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 9

    Ketentuan mengenai usaha penunjang tenaga listrik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 10

    Untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan usaha penyediaan tenagalistrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang belum atautidak dapat dilaksanakan sendiri, Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dapat bekerja sama dengan badan usaha lain setelahmendapatkan persetujuan Menteri.

    Pasal 11

    a. Untuk kepentingan umum, Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dalammelaksanakan usaha-usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diberi kewenangan untuk :a. melintasi sungai atau danau baik diatas maupun di bawah permukaan;b. melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan;c. melintasi jalan umum maupun jalan kereta api.

    b. Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan peraturanperundang-undangan yang berlaku, untuk kepentingan umum PemegangKuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikanuntuk Kepentingan Umum juga diberi kewenangan untuk :a. masuk ketempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk

    sementara waktu;b. menggunakan tanah, melintas di atas atau di bawah tanah;c. melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di

    bawah tanah;d. menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang menghalanginya.

  • 6Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Pasal 12

    (1) Untuk kepentingan umum, mereka yang berhak atas tanah, bangunan, dantumbuh-tumbuhan mengizinkan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikandan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umummelaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat(2), dengan mendapatkan imbalan ganti rugi kecuali tanah negara, bagipemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.

    (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepadaPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum.

    (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum baru dapat melakukanpekerjaannya setelah ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diselesaikan.

    Pasal 13

    Kewajiban untuk memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalamPasal 12 tidak berlaku terhadap mereka yang mendirikan bangunan,menanam, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain di atas tanah yang akan atausudah digunakan untuk usaha penyediaan tenaga listrik dengan tujuanuntuk memperoleh ganti rugi.

    Pasal 14

    Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 12 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    BAB VI

    HUBUNGAN ANTARA PEMEGANG KUASA USAHA

    KETENAGALISTRIKAN DAN PEMEGANG IZIN USAHA

    KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

    MASYARAKAT DALAM USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

    Pasal 15

    (1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum wajib :a. menyediakan tenaga listrik;

  • 7Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    b. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;c. memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan umum.

    (2) Ketentuan tentang hubungan antara Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum dengan msyarakat yang menyangkut hak, kewajiban,dan tanggung jawab masing-masing diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 16

    Pemerintah mengatur harga jual tenaga listrik.

    BAB VII

    PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK

    Pasal 17

    Syarat-syarat penyediaan, pengusahaan, pemanfaatan, instalasi, danstandardisasi ketenagalistrikan diatur oleh Pemerintah.

    BAB VIII

    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

    Pasal 18

    (1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadappekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan.

    (2) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dlam ayat(1) terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan umum,pengembangan usaha, dan tercapainya standardisasi dalam bidangketenagalistrikan.

    (3) Tata cara pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB IX

    KETENTUAN PIDANA

    Pasal 19

  • 8Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Barang siapa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya merupakantindak pidana pencurian sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

    Pasal 20

    (1) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa KuasaUsaha Ketenagalistrikan atau Izin Usaha Ketenagalistrikan, dipidanadengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun atau dendasetinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

    (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi usahapenyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksuddalam Pasal 7 ayat (3).

    (3) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tidak memenuhikewajiban terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dipidana denganpidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginyaRp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan dicabut Izin UsahaKetenagalistrikan.

    Pasal 21

    (1) Barang siapa karena kelalaiannya mengakibatkan matinya seseorangkarena tenaga listrik, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya5 (lima) tahun.

    (2) Apabila kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukanoleh pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang IzinUsaha Ketenagalistrikan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

    (3) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), PemegangKuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan juga diwajibkan untuk memberi ganti rugi.

    (4) Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Pasal 22

    (1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum yang tidak mentaatiketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat(1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulanatau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

    (2) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenakanpidana tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Ketenagalistrikan.

  • 9Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Pasal 23

    (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal21 adalah kejahatan.

    (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah pelanggaran.

    BAB X

    PENYIDIKAN

    Pasal 24

    (1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana,penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya dapat juga dilakukan olehPejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diangkat sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.

    (2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :a. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan

    dengan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;

    b. Melakukan penelitian terhadap orang atau badan yang diduga melakukantindak pidana di bidang ketenagalistrikan;

    c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungandengan peristiwa tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;

    d. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapatbahan bukti dan melakukan penyitaan terhadap bahan yang dapatdijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidangketenagalistrikan ;

    e. Melakukan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

    BAB XI

    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 25

    Dengan berlakunya Undang-undang ini peraturan pelaksanaan di bidangketenagalistrikan yang telah dikeluarkan berdasarkan Ordonansi tanggal13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan danPenggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan denganListrik di Indonesia (Bipalingen Omtrent dan aanleg en het gebruik vangeleidingen voor electrische verlichting en het overbrengen van krachtdoor middle van electriciteit in Nederlandsch-Indie) yang dimuat dalam

  • 10

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Ordonansi tanggal 8 Pebruari 1934 yang dimuat dalamStaatsblad tahun 1934 Nomor 63, tetapi berlaku sepanjang tidakbertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti diubahberdasarkan Undang-undang ini.

    Pasal 26

    Pada saat berlakunya undang-undang ini, Ordonansi tanggal 13 September1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasngan dan Penggunaan Saluran untukPenerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia(Bepalingen Omtrent dan aanleg en het overbengen van kracht door middle vanelectriciteit in Nederlandsch-Indie) yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonansi tanggal8 Pebruari 1934 yang dimuat dalam Staatsblad tahun 1934 Nomor 63,dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Pasal 27

    Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orangmengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini denganpenempatannya dlam Lebaran Negara Republik Indonesia.

    Disahkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1985PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    ttd

    S O E H A R T O

    Diundangkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1985

    MENTERI/SEKRETARIS NEGARA

    REPUBLIK INDONESIA

    ttd

    SUDHARMONO, S.H.

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 74

  • 11

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000

    TENTANG

    STANDARDISASI NASIONAL

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang:a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, dayaguna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel,yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungankonsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya dibidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup,maka efektifitas pengaturan di bidang standardisasi perlu lebihditingkatkan;

    b. bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukanOrganisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang didalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengankewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangannasional di bidang standardisasi;

    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada hurufa dan huruf b, dipandang perlu untuk mengganti Peraturan PemerintahNomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia;

    Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telahdiubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

    2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barangmenjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1961 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2210);

    3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193);

    4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

    5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, TambahanLembaran Negara Nomor 3299);

  • 12

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);

    7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan,dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

    8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, TambahanLembaran Negara Nomor 3495);

    9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang PersetujuanPembentukan WTO (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

    10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, TambahanLembaran Negara Nomor 3656);

    11. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676);

    12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

    13. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

    14. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

    15. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

    16. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasionaluntuk Satuan Ukuran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1989 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3388);

    17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan IklanPangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);

    18. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang KewenanganPemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3950);

    19. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentangPenyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara

  • 13

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Nomor 3980);

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan

    termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensussemua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syaratkeselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembanganmasa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaatyang sebesar-besarnya.

    2. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkandan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib danbekerjasama dengan semua pihak.

    3. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan olehBadan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.

    4. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), adalah rancanganstandar yang dirumuskan oleh panitia teknis setelah tercapaikonsensus dari semua pihak yang terkait.

    5. Perumusan Standar Nasional Indonesia adalah rangkaian kegiatansejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun RancanganStandar Nasional Indonesia sampai tercapainya konsensus dari semuapihak yang terkait.

    6. Penetapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menetapkanRancangan Standar Nasional Indonesia menjadi Standar NasionalIndonesia.

    7. Penerapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menggunakanStandar Nasional Indonesia oleh pelaku usaha.

    8. Revisi Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan penyempurnaanStandar Nasional Indonesia sesuai dengan kebutuhan.

    9. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinaninstansi teknis yang berwenang untuk memberlakukan StandarNasional Indonesia secara wajib terhadap barang dan atau jasa.

  • 14

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    10. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh KomiteAkreditasi Nasional (KAN), yang menyatakan bahwa suatulembaga/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukankegiatan sertifikasi tertentu.

    11. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadapbarang dan atau jasa.

    12. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan olehlembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwabarang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standaryang dipersyaratkan.

    13. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barangkemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratanStandar Nasional Indonesia.

    14. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud,baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidakdapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan,atau dimanfaatkan oleh konsumen.

    15. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasiyang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

    16. Sistem Standardisasi Nasional (SSN), adalah tatanan jaringan saranadan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu sertaberwawasan nasional, yang meliputi penelitian dan pengembanganstandardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuanstandar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, metrologi,pembinaan dan pengawasan standardisasi, kerjasama, informasi dandokumentasi, pemasyarakatan dan pendidikan dan pelatihanstandardisasi.

    17. Badan Standardisasi Nasional (BSN), adalah Badan yang membantuPresiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaandibidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.

    18. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yangdidirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayahhukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-samamelalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagaibidang ekonomi.

    19. Instansi teknis adalah Kantor Menteri Negara, Departemen atauLembaga Pemerintah Non Departemen yang salah satu kegiatannyamelakukan kegiatan standardisasi.

    20. Pimpinan instansi teknis adalah Menteri Negara atau Menteri yangmemimpin Departemen atau Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen yang bertanggung jawab atas kegiatan standardisasidalam lingkup kewenangannya.

  • 15

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    BAB IIRUANG LINGKUP

    STANDARDISASI NASIONAL

    Pasal 2Ruang lingkup standardisasi nasional mencakup semua kegiatan yangberkaitan dengan metrologi teknik, standar, pengujian dan mutu.

    BAB III

    TUJUAN STANDARDISASI NASIONAL

    Pasal 3Standardisasi Nasional bertujuan untuk:1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga

    kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan,kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup;

    2. Membantu kelancaran perdagangan;3. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.

    BAB IV

    KELEMBAGAAN

    Pasal 4(1) Penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan di bidang

    standardisasi dilakukan oleh Badan Standardisasi Nasional.

    (2) Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidangakreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional.

    (3) Komite Akreditasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikanpertimbangan serta saran kepada Badan Standardisasi Nasionaldalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi.

    (4) Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidangStandar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite StandarNasional untuk Satuan Ukuran.

    (5) Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimanadimaksud dalam ayat (4) mempunyai tugas memberikan pertimbangandan saran kepada Badan Standardisasi Nasional mengenai standarnasional untuk satuan ukuran.

    (6) Badan Standardisasi Nasional, Komite Akreditasi Nasional dan KomiteStandar Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimana dimaksud dalam

  • 16

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) dibentuk dengan Keputusan Presiden.

    Pasal 5(1) Badan Standardisasi Nasional menyusun dan menetapkan Sistem

    Standardisasi Nasional dan Pedoman di bidang standardisasi nasional.(2) Sistem Standardisasi Nasional dan Pedoman sebagaimana dimaksud

    dalam ayat (1) merupakan dasar dan pedoman pelaksanaan yangharus diacu untuk setiap kegiatan standardisasi di Indonesia.

    (3) Dalam penyusunan Sistem Standardisasi Nasional dan Pedomansebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Standardisasi Nasionalmemperhatikan masukan dari instansi teknis dan pihak yang terkaitdengan standardisasi.

    BAB V

    PERUMUSAN DAN PENETAPAN SNI

    Pasal 6(1) Standar Nasional Indonesia disusun melalui proses perumusan

    Rancangan Standar Nasional Indonesia.(2) Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh

    Panitia Teknis melalui konsensus dari semua pihak yang terkait.(3) Ketentuan tentang konsensus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

    diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional.

    Pasal 7(1) Rancangan Standar Nasional Indonesia ditetapkan menjadi Standar

    Nasional Indonesia oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional.(2) Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    diberi nomor urut, dan kode bidang standar sesuai Pedoman BadanStandardisasi Nasional.

    Pasal 8Kaji ulang dan revisi Standar Nasional Indonesia dilaksanakan olehPanitia Teknis melalui konsensus dari semua pihak yang terkait.

    Pasal 9(1) Panitia Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)dan

    Pasal 8 ditetapkan oleh Kepala Badan Standardisasi Nasionalberdasarkan pedoman yang disepakati oleh Badan StandardisasiNasional bersama instansi teknis.

  • 17

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (2) Dalam pelaksanaan tugasnya Panitia Teknis dikoordinasikan olehinstansi teknis sesuai dengan kewenangannya.

    (3) Dalam hal instansi teknis belum dapat melakukan koordinasisebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Badan Standardisasi Nasionaldapat mengkoordinasikan Panitia Teknis dimaksud.

    (4) Panitia Teknis dalam melaksanakan tugasnya mengacu padaPedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

    Pasal 10Dalam rangka perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia, kajiulang Standar Nasional Indonesia, dan revisi Standar Nasional Indonesia,Badan Standardisasi Nasional dan instansi teknis dapat melakukankegiatan Penelitian dan Pengembangan Standardisasi.

    Pasal 11Ketentuan lebih lanjut mengenai Perumusan dan Penetapan StandarNasional Indonesia diatur dengan Keputusan Kepala Badan StandardisasiNasional.

    BAB VI

    PENERAPAN SNI

    Pasal 12(1) Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik

    Indonesia.(2) Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk diterapkan oleh

    pelaku usaha.(3) Dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan

    keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarianfungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansiteknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhanspesifikasi teknis dan atau parameter dalam Standar NasionalIndonesia.

    (4) Tata cara Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimanadimaksud dalam ayat (3), diatur lebih lanjut dengan KeputusanPimpinan instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya.

    Pasal 13Penerapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatansertifikasi dan akreditasi.

  • 18

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Pasal 14(1) Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel yang

    telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis Standar NasionalIndonesia dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI.

    (2) Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi,lembaga pelatihan, atau laboratorium.

    (3) Tanda SNI yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalamlampiran Peraturan Pemerintah ini.

    (4) Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan pembubuhan tandaSNI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebihlanjut oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional.

    Pasal 15Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yangdiberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI.

    Pasal 16(1) Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau

    laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.

    (2) Unjuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan,atau laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diawasi dandibina oleh Komite Akreditasi Nasional.

    Pasal 17(1) Biaya akreditasi dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga

    inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium yang mengajukanpermohonan akreditasi.

    (2) Besarnya biaya akreditasi diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah tersendiri.

    Pasal 18(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang

    dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan StandarNasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib.

    (2) Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperolehsertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia darilembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkanbarang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar NasionalIndonesia.

  • 19

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Pasal 19(1) Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan

    sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negerimaupun terhadap barang dan atau jasa impor.

    (2) Barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),pemenuhan standarnya ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkanoleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasiKomite Akreditasi Nasional atau lembaga sertifikasi atau laboratoriumnegara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional.

    (3) Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihanatau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasionalsebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada perjanjiansaling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral.

    (4) Dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalamayat (1) tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapatmenunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik didalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakuioleh Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadapbarang dan atau jasa impor dimaksud.

    Pasal 20(1) Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 12 ayat (3) dinotifikasikan Badan Standardisasi Nasionalkepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukandari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2(dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukansecara wajib berlaku efektif.

    (2) Badan Standardisasi Nasional menjawab pertanyaan yang datang dariluar negeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar NasionalIndonesia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yangberwenang.

    Pasal 21Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberlakuan Standar NasionalIndonesia diatur dengan Keputusan pimpinan instansi teknis yangberwenang.

    BAB VII

    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

    Pasal 22(1) Pimpinan instansi teknis dan atau Pemerintah Daerah melakukan

  • 20

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    pembinaan terhadap pelaku usaha dan masyarakat dalammenerapkan standar.

    (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi konsultasi,pendidikan, pelatihan, dan pemasyarakatan standardisasi.

    Pasal 23(1) Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telah

    memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukansecara wajib, dilakukan oleh Pimpinan instansi teknis sesuaikewenangannya dan atau Pemerintah Daerah.

    (2) Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telahmemperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan olehlembaga sertifikasi produk yang menerbitkan sertifikat dimaksud.

    (3) Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadayamasyarakat melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar dipasaran.

    BAB VIII

    SANKSI

    Pasal 24(1) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratifdan atau sanksi pidana.

    (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupapencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaantanda SNI, pencabutan ijin usaha, dan atau penarikan barang dariperedaran.

    (3) Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tandaSNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk.

    (4) Sanksi pencabutan ijin usaha dan atau penarikan barang dariperedaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atauPemerintah Daerah.

    (5) Sanksi pidana sebagaimana di maksud dalam ayat (1) berupa sanksipidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    BAB IX

    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 25(1) Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan

    pelaksanaan yang berhubungan dengan standardisasi yang telahditetapkan oleh Pimpinan instansi teknis dan atau Dewan

  • 21

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Standardisasi Nasional dan atau Kepala Badan Standardisasi Nasional,dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belumdiganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

    (2) Khusus untuk ketentuan pelaksanaan yang berhubungan denganpenandaan SNI yang telah ditetapkan oleh Menteri Perindustrian danPerdagangan wajib disesuaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejakditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

    BAB X

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 26Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan PemerintahNomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia danKeputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang PenyusunanPenerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia dinyatakan tidakberlaku.

    Pasal 27Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakartapada tanggal 10 November 2000PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttdABDURRAHMAN WAHID

    Diundangkan di Jakartapada tanggal 10 November 2000SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

    ttdDJOHAN EFFENDI

  • 22

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 1999PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 3 TAHUN 2005TENTANG

    PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

    NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG

    PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan penyediaan tenaga listrik untukkepentingan umum, perlu meningkatkan peran serta koperasi, BadanUsaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadayamasyarakat, dan perorangan dalam penyediaan tenaga listrik;

    b. bahwa untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah di bidangketenagalistrikan perlu memberikan peran Pemerintah Daerah dalampenyediaan tenaga listrik;

    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a dan b serta dalam rangka menciptakan kepastian hukumdan kepastian berusaha di bidang ketenagalistrikan, perlumenetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atasPeraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaandan Pemanfaatan Tenaga Listrik;

    Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;

    2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317);

    3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaandan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3394);

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATASPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANGPENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK.

  • 23

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Pasal 1

    Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3394), diubah sebagai berikut :

    1. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut

    Pasal 2(1) Penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik dilaksanakan berdasarkan

    Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.(2) Menteri menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional

    dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah danmasyarakat.

    (3) Penyediaan tenaga listrik dilakukan dengan memanfaatkan seoptimalmungkin sumber energi primer yang terdapat di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

    (4) Guna menjamin ketersediaan energi primer untuk penyediaan tenaga listrikuntuk kepentingan umum, diprioritaskan penggunaan sumber energisetempat dengan kewajiban mengutamakan pemanfaatan sumber energiterbarukan.

    2. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal2A,sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 2A

    Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan danapembangunan sarana penyediaan tenaga listrik untuk membantukelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaantenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan tenagalistrik di daerah terpencil, perbatasan antar negara dan pembangunanlistrik perdesaan.

    3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 3

    (1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara dandiselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara yang ditetapkandengan Peraturan Pemerintah sebagai Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrikuntuk kepentingan umum.

  • 24

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (2) Menteri menetapkan daerah usaha dan/atau bidang usaha PemegangKuasa Usaha Ketenagalistrikan.

    4. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 5

    (1) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik disusun berdasarkanRencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.

    (2) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksudpada ayat (1) digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penyediaantenaga listrik bagi Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum.

    (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib membuat RencanaUsaha Penyediaan Tenaga Listrik di daerah usahanya untuk disahkanoleh Menteri.

    (4) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umumyang memiliki daerah usaha wajib membuat Rencana UsahaPenyediaan Tenaga Listrik di daerah usahanya yang disahkan olehMenteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya untukdijadikan bahan pertimbangan bagi pemberian izin usahaketenagalistrikan serta digunakan sebagai sarana pengawasanberkala atas pelaksanaan kegiatan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan yang bersangkutan.

    (5) Menteri menetapkan pedoman penyusunan Rencana UsahaPenyediaan Tenaga Listrik.

    (6) Dalam hal Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk KepentinganUmum tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Rencana UsahaPenyediaan Tenaga Listrik, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikotasesuai kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif berupa:a. peringatan tertulis;b. penangguhan kegiatan; atauc. pencabutan izin.

    5. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 6

    (1) Sepanjang tidak merugikan kepentingan Negara, Izin UsahaKetenagalistrikan diberikan kepada koperasi dan badan usaha lainuntuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentinganumum atau usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.

    (2) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapatmelakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum

  • 25

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    meliputi Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat danperorangan.

    (3) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapatmelakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendirimeliputi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,swasta, swadaya masyarakat, perorangan atau lembaga negaralainnya.

    (4) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh:a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga listrik baik sarana

    maupun energi listriknya berada dalam daerahnya masing-masingyang tidak terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional.

    b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas kabupatenatau kota baik sarana maupun energi listriknya yang tidakterhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional.

    c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas provinsi baiksarana maupun energi listriknya yang tidak terhubung ke dalamJaringan Transmisi Nasional atau usaha penyediaan tenaga listrikyang terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional.

    (5) Jaringan Transmisi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4)huruf a dan huruf b ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

    (6) izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan oleh:a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk

    kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya berada di dalamdaerah kabupaten/kota;

    b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik untukkepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya mencakup lintaskabupaten/kota dalam satu provinsi;

    c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingansendiri yang fasilitas instalasinya mencakup lintas provinsi.

    (7) Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) hanya dapat diberikan di suatudaerah usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atauPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umumdalam hal :a. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin

    Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tersebut nyata-nyata belum dapat menyediakan tenaga listrik dengan mutu dankeandalan yang baik atau belum dapat menjangkau seluruh daerahusahanya, atau

    b. pemohon Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiridapat menyediakan listrik secara lebih ekonomis.

  • 26

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (8) Permohonan Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umumdan Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri diajukandengan melengkapi persyaratan administratif dan teknis.

    (9) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (8)meliputi :a. identitas pemohon;b. akta pendirian perusahaan;c.profil perusahaan;d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dane. kemampuan pendanaan.

    (10) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (8) meliputi :a. studi kelayakan;b. lokasi instalasi termasuk tata letak (gambar situasi);c. diagram satu garis (single line diagram);d. jenis dan kapasitas usaha;e. keterangan/gambar daerah usaha dan Rencana Usaha Penyediaan

    Tenaga Listrik;f. jadwal pembangunan;g. jadwal pengoperasian; danh. izin dan persyaratan lain sesuai peraturan perundang-undangan yang

    berlaku.

    (11) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf e dan ayat (10) huruf etidak berlaku bagi permohonan Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Sendiri.

    (12) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b dan huruf c tidakberlaku bagi pemohon Izin Usaha Ketenagalistrikan oleh swadayamasyarakat dan perorangan.

    (13) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadapat dialihkan kepada pihak lain sesudah mendapat persetujuan tertulis dariMenteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    (14) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara perizinan ditetapkan oleh Menteri,Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    6. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 11(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha

    Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki jaringantransmisi tenaga listrik wajib membuka kesempatan pemanfaatanbersama jaringan transmisi.

    (2) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki daerahusaha harus menjamin kecukupan pasokan tenaga listrik di dalammasing-masing daerah usahanya.

    (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki daerah

  • 27

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    usaha, dalam melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untukkepentingan umum dapat melakukan pembelian tenaga listrik dan/atausewa jaringan dari koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta,swadaya masyarakat, dan perorangan setelah mendapat persetujuanMenteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    (4) Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat,dan perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memilikiIzin Usaha Ketenagalistrikan sesuai dengan jenis usahanya.

    (5) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pelelangan umum.

    (6) Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapatdilakukan melalui penunjukan langsung dalam hal:a. pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang

    menggunakan energi terbarukan, gas marjinal, batubara di muluttambang, dan energi setempat lainnya;

    b. pembelian kelebihan tenaga listrik; atauc. sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis penyediaan

    tenaga listrik.

    (7) Kondisi krisis penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud padaayat (6) huruf c ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai kewenangannya atas usul Pemegang KuasaUsaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikanuntuk Kepentingan Umum.

    (8) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan sebagaimanadimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) tetap memperhatikankaidah-kaidah bisnis yang sehat dan transparan.

    (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembelian tenaga listrikdan/atau sewa jaringan ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    7. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 13(1) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) yangmempunyai kelebihan tenaga listrik dapat menjual kelebihan tenagalistriknya kepada Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atauPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umumatau masyarakat setelah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur,atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    (2) Penjualan kelebihan tenaga listrik kepada masyarakat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal daerah tersebutbelum terjangkau oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atauPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum.

  • 28

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    8. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut

    Pasal 15(1) Tenaga listrik yang disediakan untuk kepentingan umum, wajib

    diberikan dengan mutu dan keandalan yang baik.(2) Ketentuan tentang mutu dan keandalan sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

    9. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut

    Pasal 21(1) Setiap usaha penyediaan tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan

    mengenai keselamatan ketenagalistrikan.(2) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) meliputi standardisasi, pengamanan instalasi tenagalistrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkankondisi andal dan aman bagi instalasi dan kondisi aman dari bahayabagi manusia serta kondisi akrab lingkungan.

    (3) Pekerjaan instalasi ketenagalistrikan untuk penyediaan danpemanfaatan tenaga listrik harus dikerjakan oleh Badan UsahaPenunjang Tenaga Listrik yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasiyang terakreditasi.

    (4) Dalam hal di suatu daerah belum terdapat Badan Usaha PenunjangTenaga Listrik yang telah disertifikasi sebagaimana dimaksud padaayat (3), Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya dapat menunjuk Badan Usaha Penunjang TenagaListrik.

    (5) Dalam hal belum ada lembaga sertifikasi yang telah diakreditasisebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menunjuk lembagasertifikasi.

    (6) Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik daninstalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi dan teganganmenengah dilaksanakan oleh lembaga inspeksi teknik yangdiakreditasi oleh lembaga yang berwenang.

    (7) Pemeriksaan instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen teganganrendah dilaksanakan oleh suatu lembaga inspeksi independen yangsifat usahanya nirlaba dan ditetapkan oleh Menteri.

    (8) Pemeriksaan instalasi tegangan rendah yang dimiliki oleh konsumentegangan tinggi dan/atau konsumen tegangan menengah dilakukanoleh lembaga inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

    (9) Setiap tenaga teknik yang bekerja dalam usaha ketenagalistrikan wajibmemiliki sertifikat kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.

  • 29

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (10) Untuk jenis-jenis usaha penunjang tenaga listrik sebagaimanadimaksud pada ayat (3) yang berkaitan dengan jasa konstruksi diaturtersendiri dalam peraturan perundang-undangan di bidang JasaKonstruksi.

    10. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 22

    (1) Instalasi ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21ayat (3) harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia BidangKetenagalistrikan.

    (2) Setiap instalasi ketenagalistrikan sebelum dioperasikan wajib memilikisertifikat laik operasi.

    11. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 23Ketentuan mengenai perencanaan, pemasangan, pengamanan,pemeriksaan, pengujian dan uji laik operasi instalasi ketenagalistrikandiatur dengan Peraturan Menteri.

    12. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal23A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 23A

    Pemanfaatan instalasi ketenagalistrikan untuk kepentingan di luarpenyaluran tenaga listrik harus mendapat izin Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (4).

    13. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 24

    (1) Menteri dapat memberlakukan Standar Nasional Indonesia di bidangketenagalistrikan sebagai standar wajib.

    (2) Setiap peralatan tenaga listrik wajib memenuhi Standar NasionalIndonesia yang diberlakukan wajib dan dibubuhi tanda SNI.

    (3) Setiap pemanfaat tenaga listrik wajib memenuhi Standar NasionalIndonesia yang diberlakukan wajib dan dibubuhi Tanda Keselamatan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembubuhan tanda SNI danTanda Keselamatan diatur dengan Peraturan Menteri.

  • 30

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    14. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 25

    (1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam menyediakantenaga listrik berhak untuk :a. memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh

    masyarakat, baik sebelum maupun sesudah mendapat sambungantenaga listrik;

    b. mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambunganlistrik oleh konsumen; dan

    c. mengambil tindakan penertiban atas pemakaian tenaga listriksecara tidak sah.

    (2) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak bertanggung jawabatas bahaya terhadap kesehatan, nyawa, dan barang yang timbulkarena penggunaan tenaga listrik yang tidak sesuai denganperuntukannya atau salah dalam pemanfaatannya.

    (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam menyediakantenaga listrik wajib :a. memberikan pelayanan yang baik;

    b. menyediakan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dankeandalan yang baik;

    c. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik;d. bertanggung jawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap

    nyawa, kesehatan, dan barang yang timbul karena kelalaiannya;dan

    e. melakukan pengamanan instalasi ketenagalistrikan terhadapbahaya yang mungkin timbul.

    15. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 32

    (1) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen diatur dan ditetapkan denganmemperhatikan kepentingan dan kemampuan masyarakat.

    (2) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan olehPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ditetapkan oleh Presidenatas usul Menteri.

    (3) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan olehPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum

  • 31

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya dalam pemberian izin sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (4).

    (4) Menteri dalam mengusulkan harga jual tenaga listrik untuk konsumensebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan hal-hal sebagaiberikut :a. kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat;b. biaya produksi;c. efisiensi pengusahaan;d. kelangkaan sumber energi primer yang digunakan;e. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem yang dipakai; danf. tersedianya sumber dana untuk investasi.

    (5) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dalam menetapkan hargajual tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat(3), memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4)huruf a sampai dengan huruf f.

    (6) Dalam menentukan harga jual tenaga listrik untuk konsumen tidakmampu, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya selain memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksudpada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf f, mempertimbangkan jugakemampuan masyarakat.

    16. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal32A, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 32 A

    (1) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listriksebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dinyatakan denganmata uang rupiah.

    (2) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listriksebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan berdasarkanperubahan unsur biaya tertentu atas dasar kesepakatan bersama yangdicantumkan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik atau perjanjiansewa jaringan tenaga listrik.

    (3) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listriksebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuanMenteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    17. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 35

    (1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannyasebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) melakukan

  • 32

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    pengawasan umum terhadap usaha penyediaan dan pemanfaatantenaga listrik.

    (2) Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. keselamatan pada keseluruhan sistem penyediaan dan pemanfaatan

    tenaga listrik;b. aspek lindungan lingkungan;

    c. pemanfaatan teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensitinggi pada pembangkitan tenaga listrik;

    d. kompetensi tenaga teknik;

    e. keandalan dan keamanan penyediaan tenaga listrik;

    f. tercapainya standardisasi dalam bidang ketenagalistrikan.

    (3) Dalam rangka pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)Menteri menetapkan Pedoman Umum Pengawasan Ketenagalistrikan.

    18. Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    PASAL 36(1) Dalam melakukan pengawasan umum, Menteri, Gubernur, atau

    Bupati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan pemeriksaan atasdipenuhinya syarat-syarat keselamatan ketenagalistrikan baik olehPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan maupun pemanfaat tenaga listrik.

    (2) Dalam melakukan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannyamenugaskan kepada Inspektur Ketenagalistrikan untuk melakukanpemeriksaan atas dipenuhinya syarat-syarat aman, andal dan akrablingkungan pada instalasi ketenagalistrikan.

    (3) Pengawasan atas pemenuhan syarat keselamatan kerja dilaksanakansesuai peraturan perundang-undangan.

    19. Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    PASAL 37Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya mengadakankoordinasi dengan instansi lain yang bidang tugasnya berkaitan dengan usahapenyediaan tenaga listrik.

    20. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 37A,sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 37A(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib melaporkan kegiatan

    usahanya setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri.

  • 33

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (2) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umumdan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk KepentinganSendiri wajib melaporkan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulankepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya.

    Pasal II

    Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan pelaksanaan dibidang ketenagalistrikan yang telah dikeluarkan tetap berlaku sepanjangtidak bertentangan atau belum diubah dengan Peraturan Pemerintah ini.

    Pasal III

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta

    pada tanggal 16 Januari 2005

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

    Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

    Diundangkan di Jakarta

    pada tanggal 16 Januari 2005

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

    ttd.

    Dr. HAMID AWALUDIN

  • 34

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 5

    Salinan sesuai dengan aslinya,

    Deputi Sekretaris KabinetBidang Hukum dan

    Perundang-undangan

    Lambock V. Nahattands

  • 35

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

    REPUBLIK INDONESIA

    PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0027 TAHUN 2005

    TENTANGTATA CARA PEMBUBUHAN TANDA SNI DAN TANDA KESELAMATAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

    Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (4) Peraturan PemerintahNomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrlksebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerlntah Nomor 3 Tahun 2005,perlu menetapkan Peraturan Menterl Energi dan Sumber Daya Mineral tentangTata Cara Pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan(Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara RINomor 3317);

    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen(Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RINomor 3821);

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 24,Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3394) sebagaimana telah diubahdengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara RITahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4469);

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional(Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran NegaraRI Nomor 4020);

    5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tanggal 20 Oktober 2004sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8/M Tahun2005 tanggal 31 Januarl 2005;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan: PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANGTATA CARA PEMBUBUHAN TANDA SNI DAN TANDA KESELAMATAN.

    BAB I

  • 36

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan:

    1. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah Standar yang ditetapkan olehBadan Standardisasi Nasional yang berlaku secara nasional.

    2. Peralatan tenaga listrik adalah semua alat dan sarana tenaga listrik yangdipergunakan untuk instalasi penyediaan dan instalasi pemanfaatan tenagalistrik.

    3. Pemanfaat tenaga listrik adalah semua produk yang dalampemanfaatannya menggunakan tenaga Iistrik untuk beroperasinya produktersebut.

    4. Tanda SNI adalah tanda yang dibubuhkan pada peralatan tenaga Iistrikyang menandakan bahwa peralatan tenaga listrik tersebut telahmemenuhi persyaratan SNI.

    5. Tanda keselamatan adalah tanda yang dibubuhkan pada pemanfaattenaga listrik yang menandakan bahwa pemanfaat tenaga listrik tersebuttelah memenuhi persyaratan SNI.

    6. Sertifikat produk adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh lembagasertifikasi produk untuk menyatakan bahwa peralatan atau pemanfaattenaga listrik telah memenuhi persyaratan SNI.

    7. Tanda kesesuaian produk adalah label tanda SNI atau label tandaKeselamatan bernomor seri yang dibubuhkan pada peralatan ataupemanfaat tenaga listrik yang menandakan bahwa peralatan ataupemanfaat tenaga Iistrik tersebut telah memenuhi persyaratan SNI yangdibuktikan dengan sertifikat kesesuaian produk.

    8. Sertifikat kesesuaian produk adalah keterangan tertulis yang diberikanoleh lembaga sertifikasi produk untuk menyatakan bahwa suatu partaiperalatan atau pemanfaat tenaga listrik telah memenuhi persyaratan SNI.

    9. Lembaga sertifikasi produk adalah lembaga yang berwenang dalammemberikan pengakuan formal untuk memberikan sertifikasi atas produk.

    10. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidangketenagalistrikan,

    11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagalistrikan,

    Pasal 2

    (1) Setiap peralatan tenaga listrik yang SNI-nya diberlakukan sebagai SNIWajib harus dibubuhi tanda SNI setelah mendapatkan sertifikat produk.

  • 37

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (2) Setiap pemanfaat tenaga Iistrik yang SNI-nya diberlakukan sebagal SNIWajlb harus dibubuhi tanda Keselamatan setelah mendapatkan sertifikatproduk.

    (3) Bentuk dan ukuran Tanda SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1)sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentangStandardisasi Nasional.

    (4) Bentuk, ukuran, dan warna tanda keselamatan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) sesuai dengan SNI Nomor 19-6659-2002 tentang TandaKeselamatan - Pemanfaat Listrik.

    BAB IISERTIFIKASI PRODUK

    Pasal 3

    (1) Untuk dapat dibubuhi tanda SNI, peralatan tenaga Iistrik harusmemenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam SNI wajib, yangdinyatakan dengan sertifikat produk sesuai dengan ketentuan dalamPeraturan Menteri ini.

    (2) Untuk dapat dibubuhi tanda keselamatan, pemanfaat tenaga listrik harusmemenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam SNI wajib, yangdinyatakan dengan sertifikat produk sesuai dengan ketentuan dalamPeraturan Menteri ini.

    (3) Sertifikat produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diterbitkan oleh lembaga sertifikasi produk yang telah diakreditasi olehKomite Akreditasi Nasional (KAN) dan mendapat penugasan dari DirekturJenderal.

    (4) Sertifikat produk berlaku selama 3(tiga) tahun dan dapat diperpanjang.

    Pasal 4

    (1) Untuk mendapatkan sertifikat produk, produsen atau importirmengajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga sertifikasi produksebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dengan tembusan kepadaDirektur Jenderal dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:

    a. Akta Pendirian Perusahaan;

    b. Izin Industri;

    c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan;

    d. Nama produk, tipe/jenis dan spesifikasi teknis produk;

    (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danberdasarkan laporan hasil uji jenis serta hasil asesmen sistem mutu pabrik,lembaga sertifikasi produk menerbitkan sertifikat produk denganmenggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan II

  • 38

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    Peraturan Menteri ini.

    (3) Laporan hasil uji jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diterbitkan oleh laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh KomiteAkreditasi Nasional (KAN) atau oleh laboratorium uji yang telahdiakreditasi oleh lembaga akreditasi di negara yang telahmenandatangani kesepakatan saling pengakuan dengan KAN.

    (4) Lembaga sertifikasi produk menyampaikan salinan sertifikat produkyang telah diterbitkan kepada Direktur Jenderal.

    (5) Lembaga sertifikasi produk dan laboratorium uji yang bertugas dalamkegiatan sertifikasi ini wajib menjaga kerahasiaan data, hasil uji, daninformasi yang diperolehnya.

    BAB IIIPEMERIKSAAN KESESUAIAN PRODUK

    Pasal 5

    (1) Peralatan atau pemanfaat tenaga listrik produk impor yang tidakmempunyai tanda SNI atau tanda keselamatan dapat diperjualbelikandengan dibubuhi tanda kesesuaian produk setelah mendapatkan sertifikatkesesuaian produk.

    (2) Untuk mendapatkan sertifikat kesesuaian produk, importir mengajukanpermohonan secara tertulis kepada lembaga sertifikasi produk dengantembusan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan angkapengenal importir, packing list, laporan hasil uji jenis, daftar materialdan komponen, dan gambar desain.

    (3) Laporan hasil uji jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diterbitkan oleh laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh KAN atauoleh laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh lembaga akreditasi dinegara yang telah menandatangani kesepakatan saling pengakuandengan KAN.

    (4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),lembaga sertifikasi produk mengambil contoh/sampel dari partai barangyang telah berada di wilayah pabean disaksikan oleh pemilik barangatau kuasanya dan petugas lnstansi kepabeanan dengan dibuatkan beritaacara, untuk dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

    (5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah pemeriksaankesesuaian produk terhadap angka pengenal importir, packing list, laporanhasil uji jenis, daftar material dan komponen, dan gambar desain.

    (6) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), adalah pengujian atasparameter-parameter kritikal/utama tertentu atau parameter uji rutin sesuaistandar yang terkait.

  • 39

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (7) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksudpada ayat (4), lembaga sertifikasi produk menerbitkan sertifikatkesesuaian produk serta tanda kesesuaian produk atas suatu partaiperalatan atau pemanfaat tenaga listrik yang diajukan.

    (8) Sertifikat kesesuaian produk yang diterbitkan oleh lembaga serilfikasiproduk sebagaimana dimaksud pada ayat (7), menggunakan formatsebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan IV Peraturan Menteri ini.

    BAB IV

    PEMBUBUHAN

    TANDA SNI DAN TANDA KESELAMATAN

    Pasal 6

    (1) Peralatan tenaga Iistrik yang telah mendapatkan sertifkat produk harusdibubuhi Tanda SNI.

    (2) Peralatan tenaga listrik yang telah mendapatkan sertifikat kesesuaianproduk dibubuhi label Tanda SNI.

    (3) Pemanfaat tenaga listrik yang telah mendapatkan sertifikat produkharus dibubuhi tanda keselamatan.

    (4) Pemanfaat tenaga listrik yang telah mendapatkan sertifikat kesesuaianproduk dibubuhi label tanda keselamatan.

    (5) Pemohon dapat berkonsultasi kepada lembaga sertifikasi produk dalammenentukan letak dan ukuran logo lembaga sertifikasi produk padapemanfaat tenaga Iistrik.

    (6) Pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan mengikutiketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V dan VIPeraturan Menteri ini.

    BAB V

    PEMERIKSAAN BERKALA OLEH LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK

    Pasal 7

    (1) Lembaga sertifikasi produk melakukan pemeriksaan berkala atas konsistensipenggunaan sertifikat produk oleh produsen.

    (2) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukanmelalui pemeriksaan sistem mutu dan pengujian setiap 6 bulan dalam tahunpertama dan pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali.

    (3) Pengujlan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah pengujian atasparameter-parameter kritikal/utama tertentu atau pengujian rutin sesuaistandar yang terkait.

  • 40

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (4) Dalam hal pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan ketentuan yangdipersyaratkan, lembaga sertiflkasi produk dapat membekukan atau menarikSertiflkat Produk.

    (5) Dalam hal sertifkat produk dibekukan atau ditarik oleh lembaga sertifikasi produk,maka pemegang sertifikat produk harus:

    a. menghentikan penggunaan Tanda SNI atau Tanda Keselamatan sejaktanggal ditetapkan oleh lembaga sertifikasi produk;

    b. menghentikan peredaran peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yangtelah dibubuhi Tanda SNI atau Tanda Keselamatan; dan

    c. menarik peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang beredar di pasar.

    (6) Sertifikat produk dapat digunakan kembali setelah pembekuan sertifikat produkdicabut oleh lembaga sertifikasi produk yang bersangkutan.

    BAB VI

    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

    Pasal 8

    (1) Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan terhadapproses sertifikasi dan pembubuhan Tanda SNI danTanda Keselamatan.

    (2) Dalam melakukan pembinaan,Direktur Jenderal menyelenggarakanpelatihan, bimbingan, dan supervisi berkaitan dengan proses sertifikasidan pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan.

    (3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanoleh Inspektur Ketenagalistrikan.

    (4) Dalam hal pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)menemukan penyimpangan dalam proses sertifikasi produk danpembubuhan Tanda SNI dan atau Tanda Keselamatan, penyimpangantersebut diselesaikan dengan mengacu pada prosedur penyelesaianpenyimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi dan pembubuhan Tanda SNIdan Tanda Keselamatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Idan VIII Peraturan Menteri ini.

    BAB VII

    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 9

    (1) Selama belum tersedia lembaga sertifikasi produk dan laboratorium ujiyang diakreditasi oleh KAN, untuk sementara kegiatan sertifikasi produkdan kegiatan pengujian dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk danlaboratorium uji yang ditunjuk Direktur Jenderal.

  • 41

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    (2) Dalam hal belum tersedia lembaga sertifikasi produk dan laboratoriumuji yang diakreditasi oleh KAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Direktur Jenderal menerbitkan sertifikat produk dan sertifikat kesesuaianproduk dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalamLampiran IX, Lampiran X, Lampiran XI dan Lampiran XII Peraturan Menteri ini.

    BAB VIII

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 10

    (1) Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku :1. Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor

    188-12/44/600.4/2003 tanggal 18 Juli 2003 tentang Ketentuan danTata Cara Pembubuhan Tanda SNI Pada Peralatan Tenaga ListrikProduksi Dalam Negeri, dan

    2. Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor189-12/44/600.4/2003 tanggal 18 Juli 2003 tentang Ketentuan danTata Cara Pembubuhan Tanda Keselamatan Pada Pemanfaat TenagaListrik Produksi Dalam Negeri,

    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    (2) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di Jakartapada tanggal 14 Juli 2005

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

  • 42

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALNOMOR : 0027 Tahun 2005TANGGAL : 14 Juli 2005

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

    MENTERI ENERGI DA

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

    Sertifikat Produk

    Nomor : Tanggal :

    Diberikan Kepada : (nama perusahaan produsen peralatan tenaga listrik)

    Alamat :

    Produsen Peralatan Tenaga Listrik.............(nama peralatan tenaga listrik)

    Menyatakan ..........(nama dan jenis peralatan tenaga listrik)Kode Pabrik :Spesifikasi : Tegangan pengenal : ................................. : ................................. :

    setelah diuji di Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan diaudit dengan rekomendasipenerbitan sertifikat Nomor .........tanggal.......(tanggal bulan tahun),

    telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia,

    SNI...........(nomor SNI).................(judul SNI).

    Produk ini dapat menggunakan tanda sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

    Masa berlaku..(tanggal bulan tahun) sampai dengan .....(tanggal bulan tahun).

    ...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk)tanda tangan

    .(nama lengkap)

  • 43

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALNOMOR : 0027 Tahun 2005TANGGAL : 14 Juli 2005

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

    Sertifikat Produk

    Nomor : Tanggal :

    Diberikan Kepada : (nama perusahaan produsen peralatan tenaga listrik)Alamat :

    Produsen Pemanfaat Tenaga Listrik.............(nama pemanfaat tenaga listrik)

    Menyatakan ..........(nama dan jenis pemanfaat tenaga listrik)Kode Pabrik :Spesifikasi : Tegangan pengenal : ................................. : ................................. :

    setelah diuji di Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan diaudit denganrekomendasi penerbitan sertifikat Nomor .........tanggal.......(tanggal bulan tahun),

    telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia,

    SNI...........(nomor SNI).................(judul SNI).

    Produk ini dapat menggunakan tanda sesuai dengan SNI 19-6659-2002

    Masa berlaku..(tanggal bulan tahun) sampai dengan .....(tanggal bulan tahun).

    ...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk)

    tanda tangan

    .(nama lengkap)

  • 44

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALNOMOR : 0027 Tahun 2005TANGGAL : 14 Juli 2005

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

    Sertifikat Kesesuaian Produk

    Nomor : Tanggal :

    Diberikan Kepada : (nama perusahaan importir peralatan tenaga listrik)

    Alamat :Mengacu pada :

    Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.

    Menyatakan ..........(nama, jenis dan model peralatan tenaga listrik)Kode/ No.Seri :............s.d.............Berjumlah :.............unitSpesifikasi : Tegangan pengenal :............................ ................................. :............................ ................................. :............................

    berdasarkan Sertifikat Uji Tipe Nomor : ....................yang diterbitkan oleh Laboratorium Uji(nama laboratorium uji) dan hasil inspeksi Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan

    laporan hasil Inspeksi Nomor......tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai denganpersyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia,

    SNI...........(nomor SNI).................(judul SNI).

    Partai produk dengan jumlah dan kode seperti di atas dapat ditempelkan label sesuaiPeraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, denganNomor Seri Label

    mulaisampai dengan ..............

    ...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk)

    tanda tangan

    .(nama lengkap)

  • 45

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALNOMOR : 0027 Tahun 2005TANGGAL : 14 Juli 2005

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

    Sertifikat Kesesuaian Produk

    Nomor : Tanggal :

    Diberikan Kepada : (nama perusahaan importir peralatan tenaga listrik)

    Alamat :Mengacu pada :

    Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.

    Menyatakan ..........(nama, jenis dan model pemanfaat tenaga listrik)Kode/ No.Seri :............s.d.............Berjumlah :.............unitSpesifikasi : Tegangan pengenal :............................ ................................. :............................ ................................. :...........................

    berdasarkan Sertifikat Uji Tipe Nomor : ....................yang diterbitkan oleh Laboratorium Uji(nama laboratorium uji) dan hasil inspeksi Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan

    laporan hasil Inspeksi Nomor......tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai denganpersyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia,

    SNI...........(nomor SNI).................(judul SNI).

    Partai produk dengan jumlah dan kode seperti di atas dapat ditempelkan label sesuaidengan SNI 19-6659-2002 dengan Nomor Seri Label

    mulaisampai dengan ..............

    ...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk)

    tanda tangan

    .(nama lengkap)

  • 46

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALNOMOR : 0027 Tahun 2005TANGGAL : 14 Juli 2005

    KETENTUAN PEMBUBUHAN TANDA SNI

    1. Tanda SNI hanya boleh dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik dengan syarat :

    a. nama, merek, tipe dan spesifikasimteknis lainnya sesuai dengan daftar yang ada di dalamsertifikat produk;

    b. dibuat pada fasilitas produksi dengan alamat sebagaimana tersebut di dalam sertifikatproduk;

    c. memenuhi semua kriteria sertifikasi produk tanpa kecuali;d. tidak menerapkan tanda kesesuaian lain secara tidak sah; dane. diproduksi dan diedarkan secara sah.

    2. Produsen atau importir dapat berkonsultasi dengan lembaga sertifikasi produk dalammenentukan letak Tanda SNI pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasi

    3. Tanda SNI harus jelas, mudah dibaca, dan ukurannya disesuaikan dengan dimensi peralatantenaga listrik dan dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasi serta tidakdapat dipindahkan kepada peralatan tenaga listrik lain.

    4. Tanda SNI harus dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang disertifikasi denganmencantumkan penandaan sesuai dengan standarnya.

    5. Jika sertifikat produk dibekukan oleh lembaga sertifikasi produk, maka disampingmenghentikan penggunaan pembubuhan Tanda SNI, perusahaan harus menarik peredaranperalatan tenaga listrik yang telah terlanjur dibubuhi Tanda SNI sampai Sertifikat Produkdinyatakan berlaku kembali oleh lembaga sertifikasi produk .

    6. Jika sertifikat produk dicabut oleh lembaga sertifikasi produk maka perusahaan harus segeramenghentikan pembubuhan Tanda SNI sejak tanggal yang ditetapkan oleh LembagaSertifikasi Produk pada surat pencabutan Sertifikat Tanda SNI dan menarik peredaranperalatan tenaga listrik.

    7. Pada setiap publikasi dan advertensi, produsen atau importir harus menghindari penyampaianinformasi yang rancu antara peralatan tenaga listrik yang disertifikasi dan yang tidak disertifikasi.

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

  • 47

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALNOMOR : 0027 Tahun 2005TANGGAL : 14 Juli 2005

    KETENTUAN PEMBUBUHAN TANDA KESELAMATAN

    1. Tanda SNI hanya boleh dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik dengan syarat :

    a. nama, merek, tipe dan spesifikasimteknis lainnya sesuai dengan daftar yang ada di dalamsertifikat produk;

    b. dibuat pada fasilitas produksi dengan alamat sebagaimana tersebut di dalam sertifikatproduk;

    c. memenuhi semua kriteria sertifikasi produk tanpa kecuali;d. tidak menerapkan tanda kesesuaian lain secara tidak sah; dane. diproduksi dan diedarkan secara sah.

    2. Produsen atau importir dapat berkonsultasi dengan lembaga sertifikasi produk dalammenentukan letak Tanda SNI pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasi

    3. Tanda keselamatan harus jelas, mudah dibaca, dan ukurannya disesuaikan dengan dimensiperalatan tenaga listrik dan dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasiserta tidak dapat dipindahkan kepada peralatan tenaga listrik lain.

    4. Tanda keselamatan harus dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang disertifikasi denganmencantumkan penandaan sesuai dengan standarnya.

    5. Jika sertifikat produk dibekukan oleh lembaga sertifikasi produk, maka disampingmenghentikan penggunaan tanda keselamatan, perusahaan harus menarik peredaranperalatan tenaga listrik yang telah terlanjur dibubuhi tanda keselamatan sampai SertifikatProduk dinyatakan berlaku kembali oleh lembaga sertifikasi produk .

    6. Jika sertifikat produk dicabut oleh lembaga sertifikasi produk maka perusahaan harus segeramenghentikan pembubuhan tanda keselamatan sejak tanggal yang ditetapkan oleh LembagaSertifikasi Produk pada surat pencabutan sertifikat produk dan menarik peredaranpemanfaattenaga listrik.

    7. Pada setiap publikasi dan advertensi, produsen atau importir harus menghindari penyampaianinformasi yang rancu antara pemanfaat tenaga listrik yang disertifikasi dan yang tidakdisertifikasi.

    MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

  • 48

    Buku InformasiTeknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan

    LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALNOMOR : 0027 Tahun 2005TANGGAL : 14 Juli 2005

    PROSEDUR PENYELESAIAN PENYIMPANGANDALAM PELAKSANAAN SERTIFIKASI DAN PEMBUBUHAN TANDA SNI

    Dalam rangka pengawasan terhadap pembubuhan Tanda SNI, maka Direktorat Jenderal Listrik danPemanfaatan Energi menerima pengaduan masyarakat dan melaksanakan uji petik terhadapperalatan tenaga listrik yang beredar di pasar dan yang dipasang pada instalasi tenaga listrik, sertamelakukan tindakan penyelesaian yang diperlukan terhadap penyimpangan dalam pelaksanaanpembubuhan Tanda SNI, sebagai berikut :

    1. Peralatan tenaga listrik yang dibubuhi Tanda SNI yang belum pernah tidak lulus pada uji petiksebelumnya yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal.Tindakan penyelesaian :a. Direktur jenderal meminta lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan Sertifikat produk atas

    peralatan tenaga listrik untuk melakukan asesmen ulang terhadap perusahaan pemegangsertifikat;

    b. Jika hasil asesmen membuktikan bahwa perusahaan pemegang sertifikat telah melakukankesalahan dalam menjaga kesesuaian produk yang beredar terhadap standar yang ditetapkan,maka lembaga sertifikasi produk harus mengambil tindakan koreksi sesuai dengan prosedursertufikasi; dan

    c. Tembusan keputusan atau tindakan koreksi yang telah dilaksanakan dikirimkan kepadaDirektur Jenderal.

    2. Peralatan tenaga listrik yang dibubuhi Tanda SNI yang pernah tidak lulus pada uji petiksebelumnya yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal. Tindakan penyelesaian :a. Direktur Jenderal meminta penjelasan rinci dari lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan

    sertifikat produk atas peralatan tenaga listrik bersangkutan mengenai terulangnya kegagalandalam uji petik

    b. Dalam memepersiapkan penjelasan, lembaga sertifikasi produk dapat melakukan audit ulangterhadap perusahaan pemegang sertifikat.

    c. Jika dari penjelasan dapat disimpulkan terdapat kelemahan pada sistem pemeriksaan olehlembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji, maka Direktur Jenderal mengeluarkansurat ketidakpuasan kepada lembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji; dan

    d. Tembusan surat ketidakpuasan dikirimkan kepada lembaga yang berwenang dalammemberikan pengakuan form