peraturan daerah kabupaten kuantan singingi...
TRANSCRIPT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
NOMOR 8 TAHUN 2009
TENTANG
USAHA KEPARIWISATAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora dan fauna, seni dan budaya di Kabupaten
Kuantan Singingi yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
dapat memupuk dan memperkaya khasanah budaya dan wisata,
memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan terciptanya
lapangan kerja dalam rangka peningkatan dan kemakmuran masyarakat;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan, keteraturan dan
keserasian kegiatan penyelenggaraan sebagaimana huruf a di atas perlu
kebijakan di bidang usaha kepariwisataan yang dapat meningkatkan
daya tarik wisata, memelihara keindahan, kelestarian dan lingkungan
hidup;
c. bahwa sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b di atas perlu diatur
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi tentang Usaha
Kepariwisataan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3427);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok-Pokok
Lingkungan Hidup Hidup (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 41;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir,
Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten
www.djpp.depkumham.go.id
Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 181; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3902);
5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4048);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53;
tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang ( Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437); sebagaimana telah dilakukan beberapa kali
perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844) ;
9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6; Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3258);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 42;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3338);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan ( Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 101);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4139);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor:140
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578 );
www.djpp.depkumham.go.id
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota ( Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 82; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
Dan
BUPATI KUANTAN SINGINGI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
TENTANG USAHA KEPARIWISATAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kuantan Singingi.
2. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan Daerah Otonom oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas Desentralisasi.
4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi yang terdiri dari
Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya sebagai badan eksekutif daerah.
5. Kepala Daerah adalah Bupati Kuantan Singingi.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Perangkat
Daerah pada Pemerintah Daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif
Daerah Kabupaten Kuantan Singingi.
8. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
www.djpp.depkumham.go.id
9. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
10. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian
izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya
alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
11. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan
barang, fasilitas atau pemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati orang pribadi atau badan.
12. Retribusi Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan
menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sektor swasta.
13. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, Dana Pensiunan, Persekutuan, Perkumpulan,
Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi yang sejenis,
Lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
14. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan
objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.
15. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelanggaraan
pariwisata.
16. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
17. Usaha Kepariwisataan adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata
atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana
pariwisata.
18. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
19. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.
20. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan
untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
21. Jasa Impresariat adalah kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan, baik yang berupa
mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikan serta menentukan tempat, waktu
dan jenis hiburan.
22. Wisata Agro adalah kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai objek
wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan
hubungan usaha dibidang agro.
23. Budaya adalah hasil karya, rasa, karsa, dan cipta manusia.
www.djpp.depkumham.go.id
24. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan jalan belajar.
25. Lingkungan seni adalah sebuah perkumpulan yang begerak dalam bidang seni dan
sejenisnya.
26. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi.
27. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi
wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari pemerintahan daerah.
28. Petugas Pemungut adalah petugas yang ditunjuk oleh Bupati untuk melaksanakan
pemungutan Retribusi Izin Pariwisata.
29. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan
subjek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan
kepada wajib retribusi serta pengawasan penyetoran.
30. Perhitungan Retribusi Daerah adalah rincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh
wajib retribusi baik pokok retribusi, bunga, kekurangan pembayaran retribusi, kelebihan
pembayaran retribusi, maupun sanksi administrasi.
31. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat SPdORD,
adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data objek retribusi
dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
32. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan
tagihan retribusi dan / atau sanksi administrasi berupa bungan dan / atau denda.
33. Pendaftaran dan Pendataan adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh data /
informasi serta penatausahaan yang dilakukan oleh petugas retribusi dengan cara
menyampaikan STRD kepada wajib retribusi untuk di isi secara lengkap dan benar.
34. Nomor Pokok Wajib Retribusi Daerah yang disingkat dengan NPWRD adalah nomor
wajib retribusi yang didaftarkan dan menjadi identitas bagi setiap wajib retribusi.
35. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang oleh wajib
retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas
Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati.
36. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi
yang menentukan besarnya pokok retribusi.
37. Surat ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena
jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya
terutang.
38. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDKB,
adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang, jumlah
www.djpp.depkumham.go.id
kredit retribusi, besarnya kekurangan pembayaran pokok retribusi, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah yang masih harus bayar.
39. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat
SKRDKBT, adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang
telah ditetapkan.
40. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah
data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan
kewajiban retribusi berdasarkan peratuan perundang-undangan yang berlaku.
41. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib
retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang
ditunjuk dengan batas waktu yang ditentukan.
42. Penagihan Retribusi Daerah adalah serangkaian kegiatan pemungutan retribusi daerah
yang diawali dengan penyampaian surat peringatan, surat teguran yang bersangkutan
melaksanakan kewajiban untuk membayar retribusi sesuai dengan jumlah retribusi yang
terutang.
43. Utang Retribusi Daerah adalah sisa utang retribusi atas nama wajib retribusi yang
tercantum pada SKRD, SKRDKB, SKRDKBT yang belum daluarsa dan retribusi lainnya
yang masih terutang.
44. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik,
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang sama dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Setiap penyelenggaraan usaha kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha
bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, berperikehidupan dalam keseimbangan kelestarian
alam, serta menjaga norma sosial budaya masyarakat.
Pasal 3
Setiap penyelenggaraan usaha kepariwisataan bertujuan :
a. memupuk dan memperkaya khasanah budaya dan wisata;
b. memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu objek dan daya
tarik wisata;
c. memperluas, memeratakan kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja;
d. memupuk rasa cinta seni, budaya, alam dan meningkatkan hubungan kekeluargaan dan
persaudaraan;
e. meningkatkan pendapatan daerah untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB III
PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN
Pasal 4
Penyelenggaraan usaha kepariwisataan dilaksanakan berpedoman kepada :
a. kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan perekonomian dan sosial
budaya;
b. nilai-nilai agama, adat istiadat serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat;
c. pelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup;
d. pengaturan lokasi usaha menurut ketentuan tata ruang;
e. terselenggaranya usaha kepariwisataan yang berkesinambungan dengan memperhatikan
keselamatan operasional usaha kepariwisataan, perlindungan konsumen dan kepentingan
umum.
Pasal 5
Objek Kepariwisataan meliputi :
a. alam;
b. budaya;
c. fasilitas yang disediakan .
Pasal 6
Penyelenggaraan usaha kepariwisataan dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola dan
membuat objek baru usaha pariwisata.
Pasal 7
Dalam rangka melakukan pengembangan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, perlu
izin usaha kepariwisataan.
BAB IV
IZIN USAHA
Pasal 8
Setiap usaha kepariwisataan di daerah harus mendapat izin dari Bupati
Pasal 9
(1) Jenis Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terdiri dari :
a. Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP);
b. Izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP).
(2) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 10
(1) Jenis Usaha Kepariwisataan :
a. usaha jasa pariwisata;
b. pengusahaan objek dan daya tarik wisata;
c. usaha sarana pariwisata;
d. pengusahaan atraksi dan aneka wisata.
(2) Jenis izin untuk usaha kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. usaha jasa pariwisata:
1. jasa biro perjalanan wisata;
2. jasa agen perjalanan wisata;
3. jasa pramuwisata/ guide (pemandu wisata);
4. jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran;
5. jasa konsultan pariwisata;
6. jasa informasi pariwisata;
7. jasa impresariat;
b. pengusahaan objek dan daya tarik wisata :
1. alam;
2. budaya;
3. minat khusus, yang mencakup : arung jeram, agro, berburu, dayung, ekologi, lintas
hutan, panjat tebing, selam, ziarah dan lain-lain.
c. usaha sarana pariwisata :
1. penyediaan akomodasi, mencakup : hotel bintang, hotel melati, pondok wisata,
perkemahan, cotteg, pondokan dan lain-lain.
2. penyediaan makan dan minum, mencakup : restoran, rumah makan, coffe hause,
catering, jasa boga dan lain-lain.
3. penyediaan angkutan wisata;
4. penyediaan sarana wisata tirta;
5. kawasan pariwisata.
d. pengusahaan atraksi dan aneka wisata; selain atraksi alam, budaya dan minat khusus
dan dapat dikelompokkan menjadi :
1. usaha rekreasi dan hiburan umum;
2. gelanggang renang, water boom dan water adventure;
3. pemandian alam;
4. padang golf;
5. kolam pancing;
6. gelanggang bermain dan ketangkasan;
7. gelanggang bowling;
8. rumah billiard;
9. gedung pertunjukan;
www.djpp.depkumham.go.id
10. lapangan tenis;
11. gedung olahraga;
12. fitness center;
13. bioskop;
14. karaoke;
15. pangkas rambut/ salon kecantikan;
16. dan pengusahaan sarana lainnya.
(3) Jenis usaha kebudayaan meliputi :
a. jasa seni;
b. sarana budaya;
c. penyediaan sarana budaya.
(4) Jenis izin untuk usaha kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah :
a. jasa seni :
1. pemanfaatan lingkungan seni;
2. penyelenggaraan kursus seni;
3. mengadakan pantas seni bagi masyarakat;
4. menyelenggarakan pekan seni;
5. jasa impresariat kesenian.
b. sarana budaya :
1. pendirian sanggar seni;
2. pembuatan home industri alat kesenian;
3. pembuatan gedung kesenian.
c. penyediaan sarana budaya:
1. pengelolaan peninggalan sejarah;
2. pengelolaan dan pengembangan museum;
3. pengelolaan pusat atau sarana budaya dan industri kerajinan;
4. pengelolaan monumen;
5. penyebaran informasi sejarah dan budaya dalam bentuk media informasi;
6. penyelenggaraan lomba atau sayembara penulisan sejarah daerah dan cerita rakyat;
7. penelitian ilmiah bidang seni budaya, sejarah dan kepurbakalaan.
BAB V
TATA CARA MEMPEROLEH DAN JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IZIN
Pasal 11 Setiap orang pribadi atau badan yang akan menyelenggarakan usaha kepariwisataan
mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati melalui SKPD yang membidangi
Kepariwisataan atau perangkat daerah lainnya yang membidangi bidang perizinan.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 12
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dilengkapi dengan persyaratan sebagai
berikut :
a. akte pendirian berbadan hukum;
b. identitas diri bagi perorangan;
c. memiliki kantor atau lokasi usaha yang jelas;
d. memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dibidangnya;
e. modal yang cukup ( neraca keuangan bagi badan usaha);
f. bagi usaha kepariwisataan yang memerlukan bangunan fisik disertakan salinan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB);
g. Izin Tempat Usaha (SITU)
h. izin gangguan (HO);
i. memiliki hasil pemeriksaan penyusunan studi (AMDAL) /UPL/UKL atau bentuk lainnya
yang disesuaikan dengan jenis usaha.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 14
Jangka waktu berlakunya izin usaha kepariwisataan yaitu :
a. Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP) berlaku dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan, dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) kali enam bulan;
b. Izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP) berlaku selama kegiatan usaha masih berjalan dan
wajib daftar ulang setiap 1 (satu) tahun sekali.
Pasal 15
Izin usaha kepariwisataan dapat dicabut apabila :
a. tidak memenuhi ketentuan persyaratan dan kewajiban usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ;
b. melakukan tindakan kejahatan yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c. menghentikan kegiatan usahanya atau tidak beroperasi lagi;
d. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan peruntukan jenis izin usaha yang
diberikan; dan
e. melakukan kegiatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB VI
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 16
Setiap pemegang izin usaha kepariwisataan berhak :
a. memperoleh kepastian usaha dalam menjalankan usahanya; dan atau
b. mendapatkan pelayanan dari Pemerintah Daerah.
Pasal 17
Setiap pemegang izin usaha kepariwisataan wajib :
a. membuat pembukuan perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. mentaati ketentuan izin usaha;
c. melaporkan kegiatan bulanan dan tahunan kepada SKPD terkait paling lambat tanggal 10
setiap bulan berjalan dan laporan tahunan paling lambat bulan kedua tahun berjalan;
d. mentaati perjanjian kerja serta menjamin keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
karyawan;
e. meningkatkan mutu penyelenggaraan usaha;
f. menjamin keselamatan dan kenyamanan pengunjung;
g. memelihara kebersihan dan keindahan lokasi serta kelestarian lingkungan usaha;
h. menjamin tetap terpenuhinya syarat-syarat teknis penggunaan peralatan dan perlengkapan;
i. menjamin terlaksananya pemeriksaan teknis usaha kepariwisataan secara berkala oleh
Pejabat yang berwenang.
Pasal 18
Setiap pemegang izin usaha kepariwisataan dilarang untuk :
a. melaksanakan kegiatan usaha tanpa memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, nilai-
nilai sosial budaya;
b. melaksanakan kegiatan usaha yang menganggu aspek pelestarian budaya dan mutu
lingkungan hidup;
c. memindahtangankan izin usahanya;
d. mempekerjakan tenaga kerja wanita diluar ketentuan yang berlaku dan norma-norma
susila lainnya;
e. mempekerjakan tenaga kerja dibawah umur;
f. memakai tenaga kerja asing tanpa izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
g. menerima pelajar atau pengunjung dibawah umur untuk jenis usaha tertentu.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB VII
RETRIBUSI
Bagian Pertama
Nama, Objek, Subjek
Pasal 19
Dengan nama usaha kepariwisataan dipungut pembayaran atas pemberian izin yang diberikan
dalam jangka waktu tertentu .
Pasal 20
Objek usaha kepariwisataan adalah jasa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
dalam rangka pemberian izin kepariwisataan.
Pasal 21
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin kepariwisataan.
Bagian Kedua
Golongan Retribusi
Pasal 22
Usaha kepariwisataan digolongkan pada Perizinan Usaha Tertentu.
Bagian Ketiga
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 23
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah dan jenis izin yang diberikan.
Bagian Keempat
Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Retribusi
Pasal 24
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi
sebagian biaya penyelenggaraan pemberian izin usaha.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya survey lapangan, administrasi,
penerbitan perizinan, monitoring, pembinaan dan pengawasan.
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Kelima
Struktur dan Besarnya Tarif
Pasal 25
(1) Besarnya tarif diukur bedasarkan jenis izin yang diberikan.
(2) Struktur besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
A. USAHA JASA PARIWISATA
a. Jasa Biro Perjalanan Wisata
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/tahun
b. Jasa Cabang Perjalanan Wisata
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/tahun
c. Jasa Agen Perjalanan Wisata
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/tahun
d. Jasa Pramu Wisata/ Guide
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/tahun
e. Jasa Konvensi, Perjalanan Insentif dan Pejalanan
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/tahun
f. Jasa Konsutan Pariwisata
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/tahun
g. Jasa Informasi Pariwisata
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/tahun
h. Jasa Pelayanan Masuk Tempat Wisata dan Sarana Lainnya
1. dewasa Rp. 3.000/orang.
2. anak-anak Rp. 1.000/orang.
i. Rekomendasi
1. promosi pariwisata Rp. 100.000/kali kgt
2. penambahan bangunan usaha pariwisata Rp. 100.000/kali kgt
j. Usaha Angkutan Wisata.
1. izin baru Rp. 500.000
2. daftar ulang Rp. 250.000/ tahun
k. Izin pertunjukan Promosi/Pameran/Festival Rp. 100.000.
l. Usaha Jasa Impresariat Rp. 500.000.
www.djpp.depkumham.go.id
B. USAHA OBJEK
a. Objek/ Kawasan Wisata
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 500.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 750.000,-
3. daftar ulang Rp. 500.000/ tahun
b. Wisata Agro Rp. 250.000,-
c. izin Pentas dan Lomba Satwa Rp. 150.000,-
d. Atraksi Wisata
1. Dengan Tanda Masuk
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 100.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 150.000,-
c. daftar ulang Rp. 100.000/ tahun
2. Tanpa Tanda Masuk
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 50.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 75.000,-
c. daftar ulang Rp. 50.000/ tahun
e. Kesenian Tradisional
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 50.000,-
2. zin tetap usaha pariwisata Rp. 75.000,-
3. daftar ulang Rp. 50.000/ tahun
f. Musik Hidup
1. Kelas A
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 2.500.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 3.000.000,-
c. daftar ulang Rp. 2.500.000/ tahun
2. Kelas B
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 1.500.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 1.750.000,-
c. daftar ulang Rp. 1.500.000/ tahun
C. USAHA SARANA WISATA
a. Wisata Tirta
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 200.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 300.000,-
3. daftar ulang Rp. 250.000/ tahun
b. Taman Rekreasi
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 200.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 300.000,-
3. daftar ulang Rp. 250.000/ tahun
www.djpp.depkumham.go.id
c. Gelanggang Renang
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 200.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 300.000,-
3. daftar ulang Rp. 250.000/ tahun
d. Padang Golf
1. Kelas A
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 1.000.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 1.500.000,-
c. daftar ulang Rp. 750.000/ tahun
2. Kelas B
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 800.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 1.000.000,-
c. daftar ulang Rp. 650.000/ tahun
3. Kelas C
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 700.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 900.000,-
c. daftar ulang Rp. 500.000/ tahun
4. Kelas D
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 500.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 750.000,-
c. daftar ulang Rp. 250.000/ tahun
e. Kolam Memancing
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 100.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 200.000,-
3. daftar ulang Rp. 150.000/ tahun
f. Gelanggang Bola Ketangkasan
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 100.000,-/mesin
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 150.000,-/mesin
3. daftar ulang Rp. 100.000,-/mesin/tahun
g. Gelanggang Permainan Mekanis/Elektronik
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 50.000,-/mesin
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 75.000,-/mesin
3. daftar ulang Rp. 50.000,-/mesin/ tahun
h. Gelanggang Bola Gelinding (Bowling)
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 200.000,-/jalur
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 300.000,-/jalur
3. daftar ulang Rp. 250.000,-/jalur/ tahun
www.djpp.depkumham.go.id
i. Arena Bola Sodok (Billiar)
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 50.000,-/meja
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 75.000,-/meja
3. daftar ulang Rp. 50.000,-/meja/ tahun
j. Arena Latihan Golf
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 2.000.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 2.500.000,-
3. daftar ulang Rp. 2.000.000/ tahun
k. Pusat Olahraga
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 250.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 300.000,-
3. daftar ulang Rp. 250.000/ tahun
l. Fitnes/ unit Rp. 200.000,-
m. Sanggar Senam Rp. 100.000,-
n. Bioskop
1. kelas A. Rp. 500.000,-
2. kelas B Rp. 250.000,-
o. Tempat Konvensi, Pameran dan Balai Pertemuan
1. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 100.000,-
2. izin tetap usaha pariwisata Rp. 150.000,-
3. daftar ulang Rp. 100.000/ tahun
D. PENYEDIAAN AKOMODASI
a. Hotel Bintang
1. Bintang Tiga
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 20.000,-/kamar
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 22.000,-/kamar
c. daftar ulang Rp. 20.000,-/kamar
2. Bintang Dua
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 17.000,-/kamar
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 20.000,-/kamar
c. daftar ulang Rp. 17.000,-/kamar
3. Bintang Satu
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 15.000,-/kamar
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 20.000,-/kamar
c. daftar ulang Rp. 15.000,-/kamar
4. Hotel Melati
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 10.000,-/kamar
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 15.000,-/kamar
www.djpp.depkumham.go.id
c. daftar ulang Rp. 10.000,-/kamar
5. Hunian Wisata/ Service Apartement
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 25.000,-/kamar
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 30.000,-/kamar
c. daftar ulang Rp. 25.000,-/kamar
6. Balai Remaja
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 200.000,-/unit
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 400.000,-/unit
c. daftar ulang Rp. 200.000,-/unit
7. Pondok Wisata
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 200.000,-/unit
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 300.000,-/unit
c. daftar ulang Rp. 200.000,-/unit
8. Perkemahan
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 25.000,-/unit
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 30.000,-/unit
c. daftar ulang Rp. 25.000,-/unit
E. PENYEDIAAN MAKAN DAN MINUM
1. Restoran / Rumah Makan
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 3.000,-/kursi
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 4.000,-/kursi
c. daftar ulang Rp. 3.000,-/kursi
2. Bar
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 300.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 400.000,-
c. daftar ulang Rp. 300.000,-
3. Jasa Boga/ Katering
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 300.000,-
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 400.000,-
c. daftar ulang Rp. 300.000,-
4. Pangkas Rambut/ Salon Kecantikan
a. izin prinsip usaha pariwisata Rp. 20.000,-/kursi
b. izin tetap usaha pariwisata Rp. 25.000,-/kursi
c. daftar ulang Rp. 20.000,-/kursi
F. SENI BUDAYA
a. Sertifikat Organisasi Seni Budaya Rp. 25.000,-
b. Kartu Seniman
1. pimpinan Rp. 3.000,-
www.djpp.depkumham.go.id
2. anggota Rp. 2.000,-
c. Pendirian Sanggar Seni Rp. 75.000,-
d. Kursus Seni Rp. 75.000,-
e. Gedung Pertunjukkan/ gedung pementasan Rp. 100.000,-
f. Sirkus dan sejenisnya Rp. 250.000,-
(3) Penyesuaian tarif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keenam
Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang
Pasal 26
(1) Masa Retribusi adalah jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun takwim.
(2) Retribusi terutang pada saat pelayanan pemberian izin diberikan.
Bagian Ketujuh
Wilayah Pemungutan
Pasal 27
Retribusi dipungut di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi.
Bagian Kedelapan
Tata Cara Pemungutan
Pasal 28
(1) Pungutan tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan media setoran atau dokumen lain yang
dipersamakan.
Bagian Kesembilan
Surat Pendaftaran
Pasal 29
(1) Setiap Wajib Retribusi wajib mengisi SPdORD.
(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap
serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya.
(3) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
Pasal 30 (1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) retribusi terutang
ditetapkan dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lainnya yang dipersamakan.
www.djpp.depkumham.go.id
(2) Dalam hal SPdORD tidak dapat dipenuhi oleh wajib retribusi, maka diterbitkan SKRD
secara jabatan.
(3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data yang baru atau data yang
semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan retribusi yang terutang, maka
dikeluarkan SKRDKBT.
(4) Bentuk, isi dan tata cara SKRD atau dokumen lain yan dipersamakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKB atau SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kesepuluh
Penetapan Retribusi
Pasal 31
(1) Penetapan retribusi berdasarkan SPTRD dengan menerbitkan SKRD.
(2) Dalam hal SPTRD tidak dipenuhi oleh wajib retribusi sebagaimana mestinya, maka
diterbitkan SKRD secara jabatan.
(3) Bentuk dan isi SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
Bagian Kesebelas
Pembayaran Retribusi
Pasal 32
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.
(3) Pembayaran dilakukan di Kas Daerah.
(4) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diberikan tanda bukti
pembayaran.
Bagian Keduabelas
Denda
Pasal 33
Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan
dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan
Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Ketigabelas
Tata Cara Penagihan
Pasal 34
(1) Pengeluaran surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan dikeluarkan
segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo.
(2) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
(3) Retribusi yang terutang berdasarkan SKRD, SKRDKB, SKRDBKT, STRD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau
kurang bayar oleh wajib retribusi pada waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
(4) Penagihan retribusi dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(5) Biaya pelaksanaan penegakkan Hukum sebagai akibat pelaksanaan maksud ayat (4) dapat
dibebankan seluruhnya kepada pelanggar.
Bagian Keempatbelas
Keberatan
Pasal 35
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan atas penetapan retribusi kepada Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dengan alasan dan dapat membuktikan ketidakbenaran
ketetapan retribusi tersebut.
(3) Keberatan diajukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal SKRD atau dokumen
lain yang dipersamakan.
(4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) tidak dapat dipertimbangkan.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan penagihan
retribusi.
Pasal 36
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan
diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat menerima seluruhnya atau sebahagian, menolak
atau menambah besarnya retribusi terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini telah lewat dan
Bupati tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Kelimabelas
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Retribusi
Pasal 37
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran.
(2) Bupati dalam masa waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya pemohonan kelebihan
pembayaran wajib memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini telah dilewati dan
tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi
dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbikan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi
terlebih dahulu.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran melebihi jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati
memberikan imbalan sebesar 2% ( dua persen) sebulan atas jangka keterlambatan
pembayaran.
Pasal 38 Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada
Bupati sekurang-kurangnya menyebutkan :
a. nama dan alamat wajib retribusi;
b. masa retribusi;
c. besarnya Kelebihan;
d. alasan singkat dan jelas.
Pasal 39
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar
kelebihan retribusi.
(2) Apabila kelebihan pembayaran diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya,
pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan.
Bagian Keenambelas
Cara Penghapusan Piutang Retribusi
Pasal 40
(1) Piutang retribusi yang tidak ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
daluarsa dapat dihapus.
www.djpp.depkumham.go.id
(2) Bupati menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi daerah yang sudah daluarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Ketujuhbelas
Petugas Pemungut
Pasal 41
(1) SKPD pemungut bertanggung jawab kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Petugas Pemungut diangkat dan diberhentikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(3) SKPD pemungut menyelenggarakan administrasi pembukuan atas kegiatan yang
dilaksanakan.
(4) SKPD pemungut atau juru pungut yang menyalahgunakan uang pungutan daerah yang
mengakibatkan kerugian daerah akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42
(1) Bupati menunjuk dan mengangkat Bendaharawan Khusus Penerima sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Bendaharawan Khusus Penerima selambat-lambatnya dalam 1 (satu) hari kerja semua hasil
penerimaan sudah disetorkan ke Kas Daerah.
(3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan maksud pada
ayat (2) untuk Daerah pemungutan tertentu.
(4) Penyimpangan ketentuan pada ayat (2) dapat diberikan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Bendaharawan Khusus Penerima dilarang menyimpan uang :
a. diluar batas waktu yang ditetapkan;
b. atas nama pribadi/ satuan kerja pada suatu Bank.
(6) Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setiap bulannya dengan persetujuan atasan
langsung telah menyampaikan laporan penerimaan kepada Bupati.
Bagian Kedelapanbelas
Daluarsa
Pasal 43
(1) Penagihan Retribusi, daluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung
sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana
dibidang retribusi.
(2) Daluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa atau;
www.djpp.depkumham.go.id
b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
Bagian Kesembilanbelas
Peran Serta Masyarakat
Pasal 44
(1) Masyarakat memiliki kesempatan sama dan seluas-luasnya untuk menyelenggarakan
kegiatan pariwisata.
(2) Masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat dan pertimbangan untuk proses
pengambilan kebijakan pengembangan pariwisata.
(3) Masyarakat setempat dapat melaksanakan pembangunan, pengembangan, pengelolaan dan
pemilikan kawasan pariwisata.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan/ atau karena kelalaiannya melakukan usaha
kepariwisataan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, atau pemegang izin usaha
kepariwisataan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, dan/atau pemegang izin kepariwisataan yang melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, serta tidak membayar denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta).
(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah.
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
BAB IX
PENYIDIKAN
Pasal 46 (1) Pejabat Pegawai Negeri tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana di bidang retribusi
daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas;
www.djpp.depkumham.go.id
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
dibidang retribusi daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana retribusi daerah;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana dibidang retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah;
g. menyuruh berhenti dan/ atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/ atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagaimana tersangka
atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah menurut hukum yang berlaku.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya Penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 47 (1) Pemerintah Daerah wajib membina dan mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah.
(2) Pembinaan teknis dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
SKPD yang membidangi Kepariwisataan yang meliputi :
a. menetapkan pedoman yang bersifat teknis;
b. melakukan evaluasi dan pengawasan;
c. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi.
(3) Pembinaan teknis operasional dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Camat yang meliputi :
a. memfasilitasi, membimbing, mengarahkan dan memotivasi masyarakat dalam
menggerakkan usaha kepariwisataan;
b. melakukan koordinasi, pengawasan, evaluasi dan pelaporan.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48 Hal–hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 49
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada saat Pengundangannya.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kuantan Singingi.
Disahkan di Telukkuantan
pada tanggal 28 Januari 2009
BUPATI KUANTAN SINGINGI,
H. SUKARMIS
Diundangkan di Telukkuantan
pada tanggal 28 Januari 2009
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KUANTAN SINGINGI,
Drs.H. ZULKIFLI, M.Si
EMBARAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI TAHUN 2009 NOMOR 8
www.djpp.depkumham.go.id
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
NOMOR 8 TAHUN 2009
TENTANG
USAHA KEPARIWISATAAN
I. PENJELASAN UMUM
Kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar
pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan
pembinaan dalam rangka memperkokoh jati diri bangsa dan mempererat persatuan antar
bangsa.
Dengan berlakunya Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten, yang salah satu bidang
urusan dimaksud adalah bidang kepariwisataan, sehingga urusan tersebut perlu
diwujudkan secara nyata dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat terutama dalam memberikan kesempatan berusaha dan ketersediaan lapangan
kerja yang pada akhirnya juga akan dapat menjadi sumber pendapatan daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Asas manfaat adalah bahwa pelaksanaan penyelenggaraan kepariwisataan harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Asas usaha bersama dan kekeluargaan adalah bahwa penyelenggaraan usaha
kepariwisataan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi masyarakat, yang
dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh
semangat kekeluargaan.
Asas adil dan merata adalah bahwa hasil-hasil penyelenggaraan kepariwisataan
harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
www.djpp.depkumham.go.id
Asas berperikehidupan dalam keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan
kepariwisataan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga meningkatkan
kehidupan sosial budaya serta hubungan antar manusia dalam upaya meningkatkan
kehidupan bermasyarakat ataupun dalam kehidupan bangsa indonesia sebagai bagian
dari masyarakat dunia.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Huruf a dan b
Cukup jelas
Huruf c
Fasilitas yang disediakan mencakup : adalah seluruh objek wisata yang diciptakan
atau dibuat oleh manusia, yang bernilai seni, dan keindahan .
Pasal 6
Dalam membuat objek baru usaha kepariwisataan, harus memperhatikan keadaan sosial
ekonomi, sosial budaya, nilai-nilai agama dan adat istiadat masyarakat setempat,
lingkungan hidup, serta objek dan daya tarik wisata itu sendiri.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Huruf a,
Izin Sementara diberikan kepada usaha pariwisata yang usahanya dilaksanakan dalam
waktu tertentu atau hanya bersifat sementara waktu , seperti ; pertunjukan
ketangkasan, pasar malam, sirkus dan lain-lain.
Pasal 10 ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) huruf a angka 4
Kegiatan konvensi berkaitan dengan kegiatan usaha pariwisata yang lain seperti;
transportasi, akomodasi, hiburan, perjalanan pra dan pasca konferensi.
Perjalanan insentif merupakan suatu perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu
perusahaan untuk para karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan / penghargaan atas
prestasi mereka. Perjalanan insentif tersebut dapat pula dikaitkan dengan
penyelenggaraan pertemuan untuk membahas perkembangan kegiatan perusahaan
yang bersangkutan.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 49
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR
8
www.djpp.depkumham.go.id