peraturan daerah kabupaten kepulauan selayar … · hukum acara pidana ... reklame adalah benda,...
TRANSCRIPT
1
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
NOMOR 6 TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,
Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang penting guna membiayai pelaksanaan Pemerintahan Daerah;
b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah
yang mengatur tentang Pajak Daerah perlu disesuaikan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Pajak Daerah;
Mengingat : 1. Undang–Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah –
Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1822);
2. Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209);
3. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang –
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
6. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang–undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2008 tentang Perubahan Nama
Kabupaten Selayar Menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi
Sulawesi Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4889);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5161);
3
12. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak
Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau
Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 153);
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.07/2010 tentang Badan
atau Perwakilan Lembaga Internasional yang tidak dikenakan PBB
Perdesaan dan Perkotaan;
14. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 21 Tahun 2006 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2006 Nomor 21);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan
Daerah Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar
Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Selayar Nomor 1);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten Selayar Tahun 2008
Nomor 3) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 3 Tahun
2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Selayar (Lembaran Daerah Kabupaten
Kepulauan Selayar Tahun 2010 Nomor 10);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
dan BUPATI KEPULAUAN SELAYAR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Selayar.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
4
3. Bupati adalah Bupati Kepulauan Selayar.
4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang menangani urusan pendapatan daerah Kabupaten Kepulauan
Selayar
5. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat Kepala SKPD adalah
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menangani urusan pendapatan daerah
Kabupaten Kepulauan Selayar.
6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Perpajakan Daerah sesuai
Peraturan Perundang-Undangan.
7. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah Kontribusi wajib kepada Daerah
yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan
Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk
apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi lainnya, Lembaga dan
bentuk Badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
9. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.
10. Pajak Hotel adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel.
11. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, gubuk pariwisata,
wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan.
12. Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
13. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan
sejenisnya termasuk jasa boga atau katering.
14. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau keramaian
yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
15. Tempat Hiburan adalah persil atau bagian persil baik terbuka maupun tertutup yang
digunakan untuk menyelenggarakan hiburan.
16. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan
bumi untuk dimanfaatkan.
17. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan
sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral
dan batubara.
5
18. Pajak Reklame adalah Pajak atas penyelenggaraan Reklame.
19. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan,
atau untuk perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan yang dapat dilihat,
dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
20. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
21. Pajak Air Tanah adalah Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
22. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, adalah pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
23. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
wilayah kabupaten/kota.
24. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
25. Nilai jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
26. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.
27. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah.
28. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang
diatur dengan Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang
menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak
yang terutang.
29. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
30. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa
Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
31. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan
subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang
sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib
Retribusi serta pengawasan penyetorannya.
6
32. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan
subjek Pajak atau retribusi, penentuan besarnya Pajak atau retribusi yang terutang
sampai kegiatan penagihan Pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib
Retribusi serta pengawasan penyetorannya.
33. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk
membayar seluruh pengeluaran daerah.
34. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran Pajak, objek Pajak dan/atau bukan objek Pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan
Daerah.
35. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
36. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran
atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
oleh Bupati.
37. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah surat
yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.
38. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah Surat
Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang.
39. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB,
adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah
kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi
administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar.
40. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat
SKPDKBT, adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak
yang telah ditetapkan.
41. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah
Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah
ditetapkan.
42. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah Surat
Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah
kredit Pajak lebih besar daripada Pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
7
43. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah Surat
Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit Pajak atau Pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit Pajak.
44. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk
melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
45. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat Keputusan atas keberatan terhadap Surat
pemberitahuan pajak terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau
terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
46. Surat Keputusan Pembetulan adalah Surat Keputusan yang membetulkan kesalahan
tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam
Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Daerah
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Tagihan Pajak Daerah,
Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.
47. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
48. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan Pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
49. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
untuk periode tahun tersebut.
50. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan meminta, melihat, meneliti keadaan,
menanyakan, mengawasi, memeriksa, menghimpun data, keterangan dan/atau bukti
yang secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
8
51. Penyidikan adalah serangkaian tindakan menyidik yang diatur oleh undang-undang
untuk mencari dan mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana dibidang perpajakan
daerah dan retribusi daerah yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di
bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang terjadi serta menemukan bukti
pelanggarannya.
BAB II
NAMA PAJAK
Pasal 2
(1) Dengan nama Pajak Hotel dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
(2) Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran.
(3) Dengan nama Pajak Hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan hiburan.
(4) Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas penyelenggaraan reklame.
(5) Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak atas penggunaan tenaga listrik,
baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
(6) Dengan nama Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dipungut pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam
dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
(7) Dengan nama Pajak Air Tanah dipungut Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan
air tanah.
(8) Dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dipungut pajak atas
bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh pribadi
atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan.
BAB III
OBJEK PAJAK
Pasal 3
(1) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran,
termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
(2) Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faximile,
teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis
lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.
(3) Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah;
b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
9
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan
panti sosial lainnya yang sejenis; dan
e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang
dapat dimanfaatkan oleh umum.
Pasal 4
(1) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.
(2) Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik
dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
(3) Tidak termasuk objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi
Rp 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dalam 1 (satu) hari.
Pasal 5
(1) Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf dan bowling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. pertandingan olahraga.
(3) Penyelenggaraan hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap
kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan lembaga sosial yang tidak untuk
kepentingan komersil.
Pasal 6
(1) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame.
(2) Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Reklame Papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;
b. Reklame kain;
c. Reklame melekat, stiker;
d. Reklame selebaran;
10
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame apung;
h. Reklame suara;
i. Reklame film/slide; dan
j. Reklame peragaan.
(3) Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah :
a. penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
b. label/merk produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi
untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat
usaha profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama
pengenal usaha atau profesi tersebut; dan
d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 7
(1) Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan
sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
(2) Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh
pembangkit listrik.
(3) Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah :
a. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan,
konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;
c. penggunaan tenaga lisrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang
tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
d. penggunaan tenaga listrik untuk kegiatan lembaga sosial.
Pasal 8
(1) Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral
Bukan Logam dan Batuan yang meliputi :
a. asbes;
b. batu tulis;
c. batu setengah permata;
d. batu kapur;
e. batu apung;
f. batu permata;
11
g. bentonit;
h. dolomit;
i. feldspar;
j. garam batu (halite);
k. grafit;
l. granit/andesit;
m. gips;
n. kalsit;
o. kaolin;
p. leusit;
q. magnesit;
r. mika;
s. marmer;
t. nitrat;
u. opsidien;
v. oker;
w. pasir dan kerikil;
x. pasir kuarsa;
y. perlit;
z. phospat;
aa. talk;
bb. tanah serap (fullers earth);
cc. tanah diatome;
dd. tanah liat;
ee. tawas (alum);
ff. tras;
gg. yarosif;
hh. zeolit;
ii. basal;
jj. trakkit; dan
kk. Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
(2) Dikecualikan dari objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak
dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk
keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel
listrik/telepon, penanaman pipa air/gas;
12
b. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan
dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial;
dan
c. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk kepentingan sosial.
Pasal 9
(1) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
(2) Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan
Air Tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan
rakyat, serta peribadatan.
Pasal 10
(1) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau
Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan.
(2) Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah :
a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,
dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan
tersebut;
b. jalan tol;
c. kolam renang;
d. pagar mewah;
e. tempat olahraga;
f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah;
h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
i. menara.
(3) Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
adalah objek pajak yang :
a. digunakan oleh Pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani
suatu hak;
13
e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik; dan
f. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(4) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
BAB IV
SUBJEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 11
(1) Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran
kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan hotel.
(2) Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan hotel.
Pasal 12
(1) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari Restoran.
(2) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran.
Pasal 13
(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
(2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Hiburan.
Pasal 14
(1) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan Reklame.
(2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Reklame.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau
Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut.
(4) Dalam hal Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut
menjadi Wajib Pajak Reklame.
Pasal 15
(1) Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat
menggunakan tenaga listrik.
(2) Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan
tenaga listrik.
14
(3) Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan
adalah penyedia tenaga listrik.
Pasal 16
(1) Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang
dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(2) Wajib Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang
mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Pasal 17
(1) Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan
dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
(2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan
dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
Pasal 18
(1) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau
Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh
manfaat atas Bumi dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan.
(2) Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau
Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh
manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas
Bangunan.
BAB V
DASAR PENGENAAN PAJAK
Pasal 19
Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
kepada hotel.
Pasal 20
Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang
seharusnya diterima Restoran.
Pasal 21
(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang
seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan.
15
(2) Jumah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
Pasal 22
(1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
(2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang
digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan
ukuran media Reklame.
(4) Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui
dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan
faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Cara perhitungan Nilai Sewa Reklame adalah :
NSR : Nilai Strategis + NJOP
(6) Hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 23
(1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai Jual Tenaga Listrik.
(2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan :
a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual
Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya
pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik; dan
b. dalam hal tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung
berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian
listrik, dan harga satuan yang berlaku dalam Daerah.
Pasal 24
(1) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual hasil
pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(2) Nilai Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan
volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-
masing jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(3) Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah harga rata-rata yang berlaku di
lokasi setempat dalam daerah.
(4) Dalam hal nilai pasar dari hasil produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sulit diperoleh, digunakan harga standar yang
16
ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan Mineral Bukan
Logam dan Batuan.
Pasal 25
(1) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah.
(2) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam
rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor
berikut :
a. jenis sumber air;
b. lokasi sumber air;
c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
d. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;
e. kualitas air; dan
f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau
pemanfaatan air.
(3) Besarnya Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 26
(1) Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP.
(2) Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun,
kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan
wilayahnya.
(3) Penetapan besarnya NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Bupati.
BAB VI
TARIF PAJAK
Pasal 27
Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Pasal 28
Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Pasal 29
(1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen).
(2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, klab
malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, sebesar 30% (tiga
puluh persen).
(3) Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional sebesar 10% (sepuluh persen).
17
Pasal 30
Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).
Pasal 31
(1) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
(2) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi
dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 3% (tiga persen).
(3) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen).
Pasal 32
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).
Pasal 33
Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).
Pasal 34
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebesar 0,3% (nol
koma tiga persen).
BAB VII
CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 35
Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19.
Pasal 36
Besaran pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 37
Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
18
Pasal 38
Perhitungan besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
Pasal 39
Besaran pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).
Pasal 40
Besaran pokok Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan dasar pengenaan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).
Pasal 41
Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1).
Pasal 42
Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dengan dasar
pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) setelah dikurangi Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (4).
BAB VIII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 43
Pajak Daerah yang terutang dipungut dalam wilayah daerah.
BAB IX
MASA PAJAK
Pasal 44
Masa Pajak hotel adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
Pasal 45
Masa Pajak Restoran adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
19
Pasal 46
Masa Pajak Hiburan adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
Pasal 47
Masa Pajak Reklame adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
Pasal 48
Masa Pajak Penerangan Jalan adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
Pasal 49
Masa Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
Pasal 50
Masa Pajak Air Tanah adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
Pasal 51
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
BAB X
PENETAPAN
Pasal 52
(1) Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
(2) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan
pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
(3) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Bupati
dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(4) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa karcis
dan nota perhitungan.
(5) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan
menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.
Pasal 53
(1) Tata cara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan, SPTPD, SKPDKB,
dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) dan ayat (5) diatur
dengan Peraturan Bupati.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan penyampaian SKPD atau
dokumen lain yang dipersamakan, SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) dan ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
20
BAB XI
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
Pasal 54
(1) Bupati menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang
terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah terutangnya pajak dan paling
lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
(2) SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3) Bupati atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 55
(1) Jenis Pajak yang dipungut berdasarkan penetapan Bupati meliputi :
a. Pajak Reklame;
b. Pajak Air Tanah; dan
c. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
(2) Jenis Pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak meliputi :
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Penerangan Jalan; dan
e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Pasal 56
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak
atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
21
BAB XII
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 57
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu
5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali jika wajib pajak
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau
b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat
paksa tersebut.
(4) Pengakuan utang secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah
dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang dan belum melunasinya
kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran
dan permohonan keberatan oleh wajib pajak.
Pasal 58
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIII
SANKSI
Bagian Kesatu
Sanksi Administrasi
Pasal 59
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan :
a. SKPDKB dalam hal :
1) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar;
22
2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu
tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; dan
3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100%
(seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua
puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
saat terutangnya pajak.
Pasal 60
(1) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD ditambah dengan sanksi
administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan untuk paling lama
15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(2) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan
sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih
melalui STPD.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
23
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang bayar.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar.
Pasal 62
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan
Negara yang disetor ke Kas Negara.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN - LAIN
Pasal 63
(1) Setiap penyelenggaraan hiburan berupa diskotik, musik hidup, karaoke, klub malam,
ruang music (music room), balai gita (singing hall), pub, ruang salesa musik (music
lounge), klub eksekutif dan kegiatan lainnya wajib menggunakan Bukti Transaksi
(bill) yang memperlihatkan terjadinya pesanan atau transaksi pembayaran.
(2) Bagi wajib pajak yang wajib menggunakan Bukti Transaksi (bill), tetapi tidak
menggunakan Bukti Transaksi (bill) dikenakan sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
(3) Bukti Transaksi (bill) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat
pengesahan berupa legalisasi/perporasi dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Asset Daerah.
Pasal 64
(1) Berdasarkan SPOP, Bupati menerbitkan SPPT.
(2) Bupati dapat mengeluarkan SKPD dalam hal-hal sebagai berikut :
a. SPOP tidak disampaikan dan setelah Wajib Pajak ditegur secara tertulis oleh Bupati
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang
terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh Wajib Pajak.
24
Pasal 65
(1) Besarnya insentif ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari rencana penerimaan pajak
dalam tahun anggaran berkenaan untuk tiap jenis pajak.
(2) Besarnya insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berkenaan.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif diatur dengan Peraturan Bupati sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Pengelolaan PBB yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Daerah ini, akan diberlakukan
mulai 1 Januari 2014.
Pasal 67
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar.
Ditetapkan di Benteng
pada tanggal 28 Oktober 2011
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,
SYAHRIR WAHAB
Diundangkan di Benteng
pada tanggal 28 Oktober 2011
SEKRETARIS KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR,
ZAINUDDIN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN 2011 NOMOR 6
25
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
NOMOR 6 TAHUN 2011
TENTANG
PAJAK DAERAH
I. UMUM
Dengan berlakunya Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dan telah dicabutnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberi konsekuensi logis terhadap Pajak Daerah
Kabupaten Kepulauan Selayar yang selama ini telah ditetapkan dan dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar masing – masing :
1. Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel (Lembaran Daerah Tahun 2002
Nomor 25);
2. Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran (Lembaran Daerah Tahun 2002
Nomor 26);
3. Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pajak Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Tahun
2002 Nomor 27);
4. Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
(Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 28);
5. Nomor 09 Tahun 2007 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Tahun 2007
Nomor 09); dan
6. Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pajak Reklame (Lembaran Daerah Tahun 2007
Nomor 10).
Dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah tersebut diatas ada beberapa jenis pajak baru yang akan
dipungut oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar berdasarkan Peraturan
Daerah ini yakni Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Air Tanah, Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan. Demikian pula ada perubahan Nomenklatur
Pajak Tambang Galian Gol. C yang berubah menjadi Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan. Terhadap objek pajak hotel dan pajak restoran, ada beberapa objek pajak baru
yaitu dikenakannya pajak terhadap pondokan dengan kamar lebih dari 10 (sepuluh)
dan pajak restoran terhadap usaha katering atau jasa boga.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
26
Pasal 2
Cukup Jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
“Pengecualian apartemen, kondominium, dan sejenisnya didasarkan atas
izin usahanya”.
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Cukup Jelas.
Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup Jelas.
Pasal 6
Cukup Jelas.
Pasal 7
Cukup Jelas.
Pasal 8
Cukup Jelas.
Pasal 9
Cukup Jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup Jelas.
27
Huruf b
“Yang dimaksud dengan “tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan” adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani
kepentingan umum, dan dinyatakan tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk
pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Cukup Jelas.
Huruf f
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 11
Cukup Jelas.
Pasal 12
Cukup Jelas.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup Jelas.
Pasal 15
Cukup Jelas.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal 20
Cukup Jelas.
28
Pasal 21
Cukup Jelas.
Pasal 22
Cukup Jelas.
Pasal 23
Cukup Jelas.
Pasal 24
Cukup Jelas.
Pasal 25
Cukup Jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
“Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan :
a. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
b. nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang
dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi pajak objek tersebut; atau
c. nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produk objek pajak tersebut.
Ayat (2)
“Pada dasarnya penetapan NJOP adalah 3 (tiga) tahun sekali. Untuk Daerah
tertentu yang perkembangan pembangunannya mengakibatkan kenaikan NJOP
yang cukup besar, maka penetapan NJOP dapat ditetapkan setahun sekali”.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 27
Cukup Jelas.
Pasal 28
Cukup Jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
29
Ayat (3)
“Yang dimaksud dengan “hiburan berupa kesenian rakyat/tradisional” adalah
hiburan kesenian rakyat/tradisional yang dipandang perlu untuk dilestarikan
dan diselenggarakan di tempat yang dapat dikunjungi oleh semua lapisan
masyarakat”.
Pasal 30
Cukup Jelas.
Pasal 31
Cukup Jelas.
Pasal 32
Cukup Jelas.
Pasal 33
Cukup Jelas.
Pasal 34
Cukup Jelas.
Pasal 35
Cukup Jelas.
Pasal 36
Cukup Jelas.
Pasal 37
Cukup Jelas.
Pasal 38
Cukup Jelas.
Pasal 39
Cukup Jelas.
Pasal 40
Cukup Jelas.
Pasal 41
Cukup Jelas.
Pasal 42
Nilai jual untuk bangunan sebelum diterapkan tarif pajak dikurangi terlebih dahulu
dengan Nilai Jual Tidak Kena Pajak sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Contoh :
Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa :
Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp 300.000,00/m2;
Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp 350.000,00/m2;
Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp 50.000,00/m2;
30
Pagar sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan nilai jual Rp
175.000,00/m2.
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut :
1. NJOP Bumi : 800 x Rp 300.000,00 = Rp 420.000.000,00
2. NJOP Bangunan
a. Rumah dan Garasi
400 x Rp 350.000,00 = Rp 140.000.000,00
b. Taman
200 x Rp 50.000,00 = Rp 10.000.000,00
c. Pagar
(120 x 1,5 ) x Rp 175.000,00 = Rp 31.500.000,00 +
Total NJOP Bangunan Rp 181.500.000,00
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp 10.000.000,00 –
Nilai Jual bangunan Kena Pajak = Rp 171.500.000,00 +
3. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak = Rp 411.500.000,00
4. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah 0,2%
5. PBB terutang: 0,2% x Rp 411.500.000,00 = Rp 823.000,00
Pasal 43
Cukup Jelas.
Pasal 44
Cukup Jelas.
Pasal 45
Cukup Jelas.
Pasal 46
Cukup Jelas.
Pasal 47
Cukup Jelas.
Pasal 48
Cukup Jelas.
Pasal 49
Cukup Jelas.
Pasal 50
Cukup Jelas.
Pasal 51
Cukup Jelas.
Pasal 52
Cukup Jelas.
31
Pasal 53
Cukup Jelas.
Pasal 54
Cukup Jelas.
Pasal 55
Cukup Jelas.
Pasal 56
Cukup Jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
“Saat kedaluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi
kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi”.
Ayat (2)
Huruf a
“Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa, kedaluwarsa
penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut”.
Huruf b
“Yang dimaksud dengan pengakuan utang pajak secara langsung adalah
Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang
pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah”.
“Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung adalah
Wajib Pajak tidak secara nyata-nyata langsung menyatakan bahwa ia
mengakui mempunyai utang pajak kepada Pemerintah Daerah”.
Contoh :
- Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran;
- Wajib Pajak mengajukan permohonan.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal 58
Cukup Jelas.
Pasal 59
“Pasal ini mengatur tentang penerbitan surat ketetapan pajak atas pajak yang
dibayar sendiri. Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak
32
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SSPD atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak”.
Ayat (1)
“Ketentuan ayat ini memberi kewenangan kepada Bupati untuk dapat
menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasus-kasus
tertentu seperti tersebut pada ayat ini, dengan perkataan lain hanya terhadap
Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan
tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material”.
Contoh:
1. Seorang Wajib Pajak tidak menyampaikan SSPD pada Tahun Pajak 2009.
Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga belum menyampaikan
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, maka dalam jangka waktu paling lama
5 (lima) tahun Bupati dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar atas pajak yang terutang.
2. Seorang Wajib Pajak menyampaikan SSPD pada Tahun Pajak 2009. Dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, ternyata dari hasil pemeriksaan
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang disampaikan tidak benar. Atas
pajak yang terutang yang kurang bayar tersebut, Bupati dapat menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar ditambah dengan sanksi
administrasi.
3. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam contoh 2 yang telah diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, apabila dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data
baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang, maka Bupati dapat menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.
4. Wajib Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan Bupati ternyata jumlah pajak
yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak
terutang dan tidak ada kredit pajak, maka Bupati dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Nihil.
Huruf a
Angka (1)
Cukup Jelas.
Angka (2)
Cukup Jelas.
Angka (3)
“Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah
penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Bupati atau
33
pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain
yang dimiliki oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk”.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas.
Ayat (2)
“Ayat ini mengatur sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban perpajakan yaitu mengenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang
tidak atau terlambat dibayar, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak
saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB”.
Ayat (3)
“Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu dengan ditemukannya data
baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil
pemeriksaan sehingga pajak yang terutang bertambah, maka terhadap Wajib
Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% (seratus persen)
dari jumlah kekurangan pajak. Sanksi administrasi ini dikenakan apabila Wajib
Pajak melaporkannya sebelum diadakan tindakan pemeriksaan”.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
“Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka (3), yaitu Wajib Pajak
tidak mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang seharusnya dilakukan,
maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 25 % (dua
puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang. Dalam kasus ini, Bupati
menetapkan pajak yang terutang secara jabatan melalui penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar. Selain sanksi administrasi berupa
kenaikan 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang juga
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan
dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Sanksi administrasi berupa bunga
dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar”.
Pasal 60
Cukup Jelas.
34
Pasal 61
Ayat (1)
“Dengan adanya sanksi pidana, diharapkan timbulnya kesadaran Wajib Pajak
untuk memenuhi kewajibannya”.
“Yang dimaksud dengan “kealpaan” adalah tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati,
atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut
menimbulkan kerugian keuangan daerah”.
Ayat (2)
“Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan
dengan sengaja, dikenakan sanksi yang lebih berat daripada alpa, mengingat
pentingnya penerimaan pajak bagi daerah”.
Pasal 62
Cukup Jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
“Yang dimaksud “kegiatan lainnya” adalah jenis kegiatan usaha lain yang
penyelenggaraannya menyatu dengan penyelenggaraan hiburan”.
Contoh : Karaoke/diskotek yang memiliki usaha restoran atau biliar.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 64
Cukup Jelas.
Pasal 65
Cukup Jelas.
Pasal 66
Cukup Jelas.
Pasal 67
Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 5