peraturan bupati semarang - jdih.setjen.kemendagri.go.id · gambut, tanah urug, bahan timbunan...
TRANSCRIPT
1
BUPATI SEMARANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG
NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SEMARANG,
Menimbang : a.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1)
huruf a Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pemerintah Daerah berwenang membuat
Peraturan Daerah dalam bidang pertambangan
mineral bukan logam dan batuan;
b. bahwa kegiatan pertambangan mineral bukan
logam dan batuan, memiliki peranan penting
dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi daerah, regional
maupun nasional dan pembangunan daerah
khususnya secara berkelanjutan sehingga perlu adanya pedoman dalam pengelolaannya;
c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Ijin Usaha
Pertambangan Bahan Galian Golongan C di
Kabupaten Semarang dipandang sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu ditinjau kembali;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c,
maka perlu menetapkan Peraturan Daerah
tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan;
2
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang–Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah–daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
3. Undang–Undang Nomor 67 Tahun 1958 tentang Perubahan Batas – batas Wilayah Kotapraja
Salatiga dan Daerah Swatantra Tingkat II
Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1652);
4. Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3029);
5. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3419); 6. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
7. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4168); 8. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279 );
3
9. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
10. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
11. Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4278 );
12. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886 );
13. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4959 );
14. Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
15. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 16. 8 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang –
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
4
17. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976
tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II
Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3079);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5145);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992
tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga Dan Kabupaten
Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3500);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4593 ); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737 );
23. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737 );
5
24. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4741 );
25. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010
tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5110 ); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah diubah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5282);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010
tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5112); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010
tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5142 ); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5110);
30. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5285); 31. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan
Peraturan Perundang-undangan;
6
32. 2 Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 16 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Semarang
(Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun
2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 114 ); 33. 2 Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2010 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 8) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 4 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Kabupaten Semarang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Semarang Tahun 2012 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Nomor 3); 34. 3 Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Semarang Tahun 2011 - 2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang
Tahun 2011 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SEMARANG
dan
BUPATI SEMARANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Semarang.
7
2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip - prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Menteri adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang pertambangan
mineral bukan logam dan batuan.
6. Gubernur Jawa Tengah yang selanjutnya disebut Gubernur adalah Kepala Daerah Provinsi Jawa Tengah.
7. Bupati Semarang yang selanjutnya disebut Bupati adalah Kepala Daerah
Kabupaten Semarang.
8. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
9. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Semarang yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang pertambangan
mineral bukan logam dan batuan. 10. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral bukan logam
dan batuan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
11. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki
sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau
padu.
12. Mineral bukan logam meliputi bentonit, clay/lempung, kaolin, belerang, fosfat, feldspar, batu kuarsa dan batu gamping untuk semen.
13. Batuan meliputi andesit, basalt, batu gunung quary besar, kerikil galian
dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), tanah liat, tanah
gambut, tanah urug, bahan timbunan pilihan (tanah pilihan), urugan
tanah setempat, tanah merah (laterit), dan batu gamping. 14. Pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah pertambangan
kumpulan mineral bukan logam dan batuan yang berupa mineral atau
batuan, diluar mineral radioaktif, mineral logam, batubara, panas bumi,
minyak, dan gas bumi, serta air tanah. 15. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral
bukan logam dan batuan yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.
8
16. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disingkat WP adalah wilayah
yang memiliki potensi mineral bukan logam dan batuan dan tidak terikat
dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional.
17. Wilayah Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat WUP adalah
bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi dan/ atau
informasi geologi. 18. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat WIUP
adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha
Pertambangan. 19. Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disingkat IUP adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan.
20. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan.
21. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
22. IUP Operasi Produksi khusus adalah izin usaha yang diberikan untuk
melakukan tahapan kegiatan operasi produksi khusus pengolahan,
pengangkutan dan penjualan. 23. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat WPR, adalah
bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
24. Izin Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disingkat IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan
rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
25. Wilayah Pencadangan Negara yang selanjutnya disingkat WPN adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional.
26. Penyelidikan umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk
mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. 27. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk,
dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian,
serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. 28. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca
tambang.
29. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, termasuk pengangkutan
dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan hasil studi kelayakan. 30. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral bukan logam dan batuan serta mineral ikutannya.
31. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan
pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
32. Pengolahan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan
mutu mineral bukan logam dan batuan serta mineral ikutannya.
9
33. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
memindahkan mineral bukan logam dan batuan dari daerah tambang dan
/atau tempat pengolahan sampai tempat penyerahan. 34. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil
pertambangan mineral bukan logam dan batuan.
35. Lingkungan Pertambangan adalah lindungan lingkungan pertambangan
yang merupakan instrument untuk memproteksi lingkungan hidup yang terkena dampak kegiatan usaha pertambangan pada wilayah sesuai
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. 36. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/ atau
kegiatan. 37. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal,
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan /
atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan.
38. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan yang
selanjutnya disingkat UKL – UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan. 39. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
40. Kegiatan pasca tambang adalah kegiatan terencana, sistematis dan
berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha
pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
41. Jaminan reklamasi adalah dana yang diserahkan pemegang IUP kepada
Pemerintah Daerah sebagai uang jaminan untuk melaksanakan reklamasi pertambangan.
42. Jaminan pasca tambang adalah dana yang diserahkan pemegang IUP
kepada Pemerintah Daerah sebagai jaminan untuk melaksanakan kegiatan pasca tambang.
43. Jaminan reklamasi dan pasca tambang adalah dana yang diserahkan
pemohon kepada Pemerintah Daerah pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi sebagai uang jaminan untuk melaksanakan
reklamasi dan pasca tambang.
44. Jaminan kesungguhan adalah dana yang diserahkan oleh pemohon
kepada Pemerintah Daerah pada saat mengajukan permohonan IUP Eksplorasi sebagai bukti kesanggupan dan kemampuan pemohon IUP
Eksplorasi.
10
45. Badan usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang
pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 46. Badan Usaha Swasta Nasional adalah badan usaha, baik yang berbadan
hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang kepemilikan
sahamnya 100 % (seratur per seratus) dalam negeri.
47. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha milik Negara yang bergerak dibidang pertambangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
48. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah BUMD yang bergerak di bidang pertambangan sesuai dengan Ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
49. Koperasi adalah badan usaha yang berbadan hukum koperasi yang berdasarkan asas kekeluargaan.
50. Perseorangan adalah setiap Warga Negara Indonesia.
51. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan.
52. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan rakyat, dan bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja.
53. Inspektur Tambang adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan satuan
kerja perangkat daerah dengan persyaratan tertentu yang diberi tugas fungsional, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan inspeksi,
investigasi dan pengujian tambang.
54. Kepala Inspektur Tambang adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi dalam pembinaan dan pengawasan pertambangan serta
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
55. Penyidikan adalah rangkaian tindakan penyidik dalam hal mengumpulkan bukti tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya.
56. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah
Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
57. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat, baik secara individu maupun kolektif agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
58. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat di sekitar lokasi pertambangan.
BAB II
AZAS, MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan berazaskan :
a. manfaat, keadilan, dan kesinambungan;
b. keberpihakan kepada kepentingan daerah; c. partisipatif, transparansi, dan akutanbilitas; dan
d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
11
Pasal 3
Dalam rangka mendukung pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan daerah pada khususnya secara berkesinambungan, maka
maksud dari diaturnya pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan
batuan adalah dalam rangka untuk mengatur, mengendalikan dan
memberikan kepastian hukum terhadap setiap usaha pertambangan di wilayah Kabupaten Semarang.
Pasal 4
Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan,
tujuan pengelolaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah: a. menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha
pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna dan berdaya saing;
b. menjamin manfaat pertambangan mineral bukan logam dan batuan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
c. menjamin tersedianya mineral bukan logam dan batuan sebagai bahan
baku untuk kebutuhan dalam negeri pada umumnya dan kebutuhan
daerah pada khususnya; d. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal daerah, regional dan negara,
serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar – besarnya kesejahteraan
rakyat; dan e. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral bukan logam dan batuan.
BAB III
KEWENANGAN
Pasal 5
(1) Kewenangan Pemerintah Daerah dalam pertambangan mineral bukan logam dan batuan adalah :
a. pembuatan peraturan perundang – undangan daerah;
b. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan di wilayah Daerah;
c. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi
dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral bukan logam dan batuan;
d. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral bukan logam
dan batuan, serta informasi pertambangan di wilayah Daerah; e. penyusunan neraca sumber daya mineral bukan logam dan batuan di
wilayah Daerah;
f. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha
pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup; g. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan
usaha pertambangan secara optimal;
h. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri dan
Gubernur;
12
i. penyampaian informasi hasil produksi dan penjualan kepada Menteri
dan Gubernur;
j. melaporkan pelaksanaan usaha pertambangan di wilayah Kabupaten Semarang kepada Gubernur dan Menteri secara berkala setiap 6
(enam) bulan;
k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha
pertambangan termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang; l. peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.
(2) Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB IV
PENGUASAAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
Pasal 6
(1) Mineral bukan logam dan batuan yang ada di Daerah sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan Nasional yang
dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
(2) Penguasaan Mineral bukan logam dan batuan oleh Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang – undangan.
Pasal 7
Pemerintah Daerah wajib mematuhi ketentuan jumlah produksi tiap-tiap
komoditas per tahun yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB V
WILAYAH PERTAMBANGAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 8
(1) WP sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan atau
bahan pertimbangan bagi Pemerintah untuk penetapan kegiatan
pertambangan.
(2) WP merupakan kawasan yang memiliki potensi mineral bukan logam dan
batuan, baik di permukaan tanah maupun di bawah tanah untuk kegiatan pertambangan.
13
(3) WP terdiri atas :
a. WUP; dan
b. WPR.
(4) Kriteria wilayah yang dapat ditetapkan sebagai WP sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah :
a. adanya indikasi formasi batuan pembawa mineral bukan logam dan batuan; dan/ atau
b. adanya potensi sumber daya bahan tambang.
(5) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan
penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan WP.
(6) Penyelidikan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilaksanakan secara terkoordinasi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(7) Penyiapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui
kegiatan:
a. perencanaan WP; dan b. pengusulan penetapan WP.
Paragraf 1 Perencanaan WP
Pasal 9
(1) Perencanaan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7) huruf a
disusun melalui tahapan : a. penyelidikan dan penelitian pertambangan;
b. inventarisasi potensi pertambangan; dan
c. penyusunan rencana WP.
(2) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a ditujukan untuk memperoleh data awal dan informasi
potensi pertambangan.
(3) Inventarisasi potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b ditujukan untuk mengumpulkan potensi riil pertambangan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan usulan rencana
penetapan WP yang memuat :
a. formasi batuan pembawa mineral bukan logam dan batuan; b. data geologi hasil evaluasi dari kegiatan pertambangan yang sedang
berlangsung, dan/ atau telah berakhir;
c. data inventarisasi perizinan yang masih berlaku dan/ atau sudah
berakhir; d. data dan informasi mineral bukan logam dan batuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c diolah menjadi peta
potensi pertambangan mineral bukan logam dan batuan.
14
(4) Berdasarkan data dan informasi serta peta potensi pertambangan mineral
bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah dan kelayakan penambangan, selanjutnya diolah dan dituangkan dalam peta digital
sebagai dasar usulan rencana penetapan WP.
Paragraf 2 Pengusulan Penetapan WP
Pasal 10
(1) Rencana WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) selanjutnya
oleh Bupati diusulkan kepada Pemerintah untuk ditetapkan menjadi WP.
(2) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. WUP; dan b. WPR.
(3) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat mengusulkan perubahan
usulan WP kepada Pemerintah berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian atau karena alasan lain.
(4) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat mengusulkan perubahan WP kepada Pemerintah berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian atau
karena alasan lain.
Bagian Kedua
WUP
Paragraf 1
Usulan Rencana WUP
Pasal 11
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya menyusun usulan rencana
penetapan suatu wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) menjadi WUP berdasarkan peta potensi mineral bukan logam dan
batuan.
(2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kriteria :
a. memiliki formasi batuan pembawa mineral bukan logam dan batuan;
b. memiliki singkapan geologi; c. memiliki potensi sumber daya mineral bukan logam dan batuan;
d. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis mineral termasuk mineral ikutannya;
e. tidak tumpang tindih dengan WPR;
f. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan
g. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah Kabupaten Semarang.
15
(3) Tata cara dan persyaratan usulan penetapan WUP diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Penetapan WUP
Pasal 12
Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang
memenuhi kriteria, ditetapkan menjadi WUP oleh Menteri.
Paragraf 3
Penetapan WIUP
Pasal 13
(1) WIUP mineral bukan logam dan batuan ditetapkan oleh Bupati.
(2) Untuk menetapkan WIUP dalam suatu WUP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi kriteria : a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lingkungan; d. optimalisasi sumber daya mineral bukan logam dan batuan; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
Bagian Ketiga
WPR
Pasal 14
(1) Bupati menyusun usulan rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP
menjadi WPR berdasarkan peta potensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4).
(2) WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria : a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/
atau diantara tepi dan tepi sungai;
b. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; c. luas maksimal WPR sebesar 25 (dua puluh lima) hektar;
d. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang;
e. tidak tumpang tindih dengan WUP; dan f. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah Kabupaten Semarang.
(3) Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya
ditetapkan menjadi WPR oleh Bupati setelah berkoordinasi dengan
Gubernur dan berkonsultasi dengan DPRD.
16
(4) Penetapan WPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis oleh Bupati kepada Menteri dan Gubernur.
(5) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk
mendapatkan pertimbangan berkaitan dengan data-data dan informasi
yang dimiliki Pemerintah Provinsi yang bersangkutan.
(6) Konsultasi dengan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk
memperoleh pertimbangan.
(7) Tata cara dan persyaratan usulan penetapan WPR diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 15
(1) Usaha pertambangan dikelompokkan atas : a. pertambangan mineral bukan logam; dan
b. pertambangan batuan.
(2) Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah memperoleh :
a. IUP; atau b. IPR.
Pasal 16
(1) Untuk memperoleh IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
huruf a pemohon harus melengkapi persyaratan administratif, teknis,
lingkungan dan finansial.
(2) Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
huruf b pemohon harus melengkapi persyaratan administratif, teknis, dan finansial.
BAB VII
IUP
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) IUP terdiri atas 2 (dua) tahap yakni :
a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan;
17
b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,
pengolahan serta pengangkutan dan penjualan.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi dan Pemegang IUP Operasi Produksi dapat
melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 18
(1) IUP diberikan Bupati berdasarkan permohonan yang diajukan oleh : a. badan usaha;
b. koperasi; dan
c. perseorangan
(2) IUP dikelompokan menjadi :
a. IUP mineral bukan logam; dan b. IUP batuan.
(3) Badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa
badan usaha swasta, BUMN, atau BUMD.
(4) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa
orang perseorangan, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.
(5) Badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya terbatas
pada badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri.
(6) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah
mendapatkan WIUP.
(7) Dalam 1 (satu) WIUP dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IUP.
Pasal 19
IUP tidak dapat digunakan selain yang dimaksudkan dalam pemberian IUP.
Bagian Kedua
Pemberian WIUP
Pasal 20
(1) Pemberian WIUP terdiri atas: a. WIUP mineral bukan logam; dan/atau
b. WIUP batuan.
(2) Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP.
(3) Setiap pemohon dapat diberikan lebih dari 1 (satu) WIUP dalam WUP yang
berbeda.
18
(4) Setiap pemohon hanya dapat diberikan 1 (satu) WIUP dalam WUP yang
sama, kecuali badan usaha yang terbuka atau go public, dapat diberikan
lebih dari 1 (satu) WIUP.
Pasal 21
(1) Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam dan/ atau batuan, badan usaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan
WIUP kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi peta
dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan
ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional dan persyaratan administrasi lainnya yang diatur dalam Peraturan Bupati.
(3) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya
permohonan lengkap dan benar, Bupati wajib memberikan keputusan menerima atau menolak.
(4) Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan secara tertulis oleh Bupati kepada pemohon disertai dengan
alasan penolakan.
(5) Bupati menerbitkan WIUP mineral bukan logam dan/ atau batuan setelah
mendapatkan rekomendasi teknis dari Gubernur.
Bagian Ketiga
Pemberian IUP Eksplorasi
Pasal 22
(1) IUP Eksplorasi diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi dan studi kelayakan.
(2) IUP Eksplorasi diberikan Bupati atas dasar permohonan setelah pemohon
mendapatkan WIUP dan melengkapi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi :
a. persyaratan administratif:
1. untuk badan usaha meliputi :
a) surat permohonan; b) profil badan usaha;
c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak;
e) susunan direksi dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili;
g) fotocopy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;
19
h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan
i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
2. untuk koperasi meliputi :
a) surat permohonan;
b) profil koperasi; c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang; d) nomor pokok wajib pajak;
e) susunan pengurus;
f) surat keterangan domisili; g) fotocopy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih
berlaku;
h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
3. untuk orang perseorangan meliputi : a) surat permohonan;
b) kartu tanda penduduk;
c) nomor pokok wajib pajak; d) surat keterangan domisili;
e) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan
f) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat.
4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi : a) surat permohonan;
b) profil badan usaha;
c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak;
e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;
h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
b. persyaratan teknis adalah sebagai berikut :
1. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli
pertambangan dan/ atau geologi yang berpengalaman paling
sedikit 3 (tiga) tahun; 2. menyerahkan bukti peta koordinat WIUP yang diperoleh atas
permohonan wilayah yang telah disetujui Bupati/Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang ditunjuk;
20
3. peta koordinat WIUP dimaksud pada angka 2 dilengkapi dengan
batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan
ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional yang telah disahkan Bupati/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
ditunjuk.
c. persyaratan lingkungan adalah izin lingkungan yang dilengkapi dengan persetujuan amdal atau Rekomendasi UKL-UPL.
d. persyaratan finansial meliputi : 1. bukti setoran jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan
eksplorasi mineral bukan logam sebesar Rp. 150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah); 2. bukti setoran jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan
eksplorasi batuan sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Bagian Keempat
Pemberian IUP Operasi Produksi
Pasal 23
(1) IUP Operasi Produksi diberikan sebagai peningkatan dari kegiatan
eksplorasi setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya dengan
mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan operasi
produksi.
(3) IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan kontruksi, penambangan,
pengolahan serta pengangkutan dan penjualan.
(4) IUP Operasi Produksi diberikan Bupati atas dasar permohonan setelah
pemohon mendapatkan WIUP dan melengkapi persyaratan.
(5) Persyaratan IUP operasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a. persyaratan administratif :
1. untuk badan usaha meliputi : a) surat permohonan;
b) profil badan usaha;
c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak;
e) susunan direksi dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;
21
h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan
i) surat Pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
2. untuk koperasi meliputi :
a) surat permohonan;
b) profil koperasi; c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha
pertambanganyang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus;
f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih berlaku;
h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan
i) surat pengantar dari Kepala Desa / Lurah yang diketahui Camat.
3. untuk orang perseorangan meliputi :
a) surat permohonan; b) kartu tanda penduduk;
c) nomor pokok wajib pajak;
d) surat keterangan domisili; e) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan
f) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat.
4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi :
a) surat permohonan;
b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham;
f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah; dan
i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat.
b. persyaratan teknis adalah sebagai berikut :
1. menyerahkan bukti peta batas koordinat WIUP yang diperoleh atas
permohonan wilayah yang telah disetujui Bupati atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk;
2. peta batas koordinat WIUP sebagaimana dimaksud pada angka 1
dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur
sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional yang telah disahkan Bupati;
3. laporan lengkap eksplorasi;
4. menyerahkan rencana reklamasi dan pasca tambang yang telah disetujui sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku;
22
5. rencana pembangunan/site plan sarana dan prasarana penunjang
kegiatan operasi produksi; dan
6. tersedianya tenaga ahli pertambangan minimal berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang memiliki pengalaman
kerja dibidang operasi produksi pertambangan paling sedikit 3
(tiga) tahun.
c. persyaratan lingkungan meliputi :
1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
2. Izin lingkungan yang dilengkapi dengan persetujuan amdal atau
Rekomendasi UKL-UPL.
d. persyaratan finansial meliputi :
1. bukti pembayaran pajak 3 (tiga) tahun terakhir; 2. bukti penyetoran jaminan reklamasi dan pasca tambang dengan
besaran sesuai dengan Rencana Biaya Reklamasi dan Rencana
Biaya Pasca Tambang yang telah disetujui oleh Bupati atau Pejabat
yang ditunjuk sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
3. jaminan reklamasi dan pasca tambang sebagaimana dimaksud
pada angka 2 ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk deposito berjangka;
4. penempatan jaminan reklamasi dan pasca tambang sebagaimana
dimaksud pada angka 3 dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak rencana reklamasi dan
pasca tambang disetujui oleh Bupati.
(6) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan
pengangkutan dan penjualan dan/ atau pengolahan, kegiatan
pengangkutan dan penjualan dan/ atau pengolahan dapat dilakukan oleh
pihak lain yang memiliki : a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan/ atau
penjualan;
b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan; c. IUP Operasi Produksi.
(7) Bupati sesuai dengan kewenangannya menerbitkan IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan huruf b
berdasarkan permohonan.
(8) Persyaratan IUP operasi produksi khusus untuk pengangkutan dan/ atau
penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a meliputi :
a. persyaratan administratif :
1. untuk badan usaha meliputi :
a) surat permohonan; b) profil badan usaha;
23
c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha
yang sesuai;
d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan direksi dan daftar pemegang saham;
f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;
h) bukti jumlah dan jenis kepemilikan kendaraan angkutan barang; dan
i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
2. untuk koperasi meliputi :
a) surat permohonan; b) profil koperasi;
c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha
yang sesuai; d) nomor pokok wajib pajak;
e) susunan pengurus;
f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih berlaku;
h) bukti jumlah dan jenis kepemilikan kendaraan angkutan
barang; dan i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
3. untuk orang perseorangan meliputi :
a) surat permohonan;
b) kartu tanda penduduk; c) nomor pokok wajib pajak;
d) surat keterangan domisili;
e) bukti jumlah dan jenis kepemilikan kendaraan angkutan
barang; dan f) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi :
a) surat permohonan;
b) profil badan usaha; c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang; d) nomor pokok wajib pajak;
e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham;
f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah;
i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
24
b. Persyaratan teknis adalah sebagai berikut :
1. memiliki rekomendasi teknis dari Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang membidangi urusan perhubungan darat; 2. memiliki rekomendasi teknis dari Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang membidangi urusan perdagangan;
3. rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
angka 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
c. persyaratan lingkungan adalah izin lingkungan.
d. persyaratan finansial adalah melampirkan bukti pembayaran pajak 1
(satu) tahun terakhir.
(9) Persyaratan IUP operasi produksi khusus untuk pengolahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf b meliputi :
a. persyaratan administratif :
1. untuk badan usaha meliputi :
a) surat permohonan; b) profil badan usaha;
c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha
pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak;
e) susunan direksi dan daftar pemegang saham; f) surat keterangan domisili;
g) fotocopy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;
dan h) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
2. untuk koperasi meliputi : a) surat permohonan;
b) profil koperasi;
c) akte pendirian badan hukum yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus;
f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk semua pengurus yang masih berlaku;
h) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
3. untuk orang perseorangan meliputi :
a) surat permohonan;
b) kartu tanda penduduk; c) nomor pokok wajib pajak;
d) surat keterangan domisili; dan
25
e) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
4. untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi :
a) surat permohonan;
b) profil badan usaha;
c) akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
d) nomor pokok wajib pajak; e) susunan pengurus dan daftar pemegang saham;
f) surat keterangan domisili;
g) foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; h) bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah;
i) surat pengantar dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui
Camat.
b. Persyaratan teknis adalah sebagai berikut :
1. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
operasi produksi pengolahan; dan 2. tersedianya tenaga ahli pertambangan paling rendah
berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang memiliki
pengalaman kerja dibidang operasi produksi pertambangan paling sedikit 3 (tiga) tahun.
c. Persyaratan lingkungan meliputi Izin lingkungan yang dilengkapi dengan persetujuan amdal atau Rekomendasi UKL-UPL.
d. Persyaratan finansial adalah meliputi : 1. laporan keuangan tahun terakhir:
2. bukti pembayaran pajak 3 (tiga) tahun terakhir.
Bagian Kelima Perpanjangan IUP Operasi Produksi
Pasal 24
(1) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada Bupati
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP dengan dilengkapi persyaratan perpanjangan IUP Operasi Produksi.
(2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. menyerahkan bukti peta batas koordinat WIUP yang diperoleh atas
permohonan wilayah yang telah disetujui Bupati/Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang ditunjuk dan dilegalisir pejabat yang berwenang;
b. bukti pelunasan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 3 (tiga)
bulan terakhir; c. laporan akhir kegiatan operasi produksi;
d. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan.
26
(3) Bupati dapat menolak permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi
apabila pemegang IUP Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi tidak
menunjukkan kinerja operasi produksi yang baik.
(4) Pemegang IUP Operasi Produksi hanya dapat diberikan perpanjangan
sebanyak 2 (dua) kali.
(5) Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan
sebanyak 2 (dua) kali, harus mengembalikan WIUP Operasi Produksi
kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Keenam Pemberian IPR
Pasal 25
(1) IPR diberikan setelah ditetapkan WPR oleh Bupati.
(2) Setiap usaha pertambangan rakyat pada WPR dapat dilaksanakan apabila telah mendapatkan IPR.
(3) IPR diberikan oleh Bupati berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat, baik orang perseorangan maupun kelompok
masyarakat dan/ atau koperasi.
(4) Pemberian Ijin Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan
bagi Penduduk desa setempat.
(5) Kegiatan pertambangan rakyat dikelompokkan sebagai berikut:
a. pertambangan mineral bukan logam; dan
b. pertambangan batuan
(6) Dalam 1 (satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IPR.
Pasal 26
Untuk mendapatkan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3)
pemohon harus memenuhi :
a. persyaratan administratif :
1. untuk orang perseorangan meliputi :
a) surat permohonan;
b) kartu tanda penduduk;
c) komoditas tambang yang dimohon; dan d) surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat.
27
2. untuk Kelompok masyarakat meliputi :
a) surat permohonan;
b) komoditas tambang yang dimohon; dan c) surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat
3. untuk Koperasi setempat meliputi :
a) surat permohonan; b) nomor pokok wajib pajak;
c) akte pendirian koperasi yang telah disahkan pejabat yang
berwenang; d) komoditas tambang yang dimohon; dan
e) surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui Camat.
b. persyaratan teknis meliputi :
1. menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan
dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) tenaga kuda (horse power) untuk 1 (satu) IPR;
2. tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak.
c. Persyaratan finansial berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi koperasi setempat.
BAB VIII
TATA CARA MEMPEROLEH IZIN
Bagian Kesatu
Persyaratan
Pasal 27
(1) Untuk memperoleh IUP dan IPR pemohon wajib memenuhi ketentuan
persyaratan perizinan.
(2) Persyaratan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (3) untuk IUP Eksplorasi, Pasal 23 ayat (5) untuk IUP Operasi Produksi, Pasal 23 ayat (8) untuk IUP
Operasi Produksi khusus pengangkutan dan/ atau penjualan, Pasal 23
ayat (9) untuk IUP Produksi Khusus Pengolahan, Pasal 24 ayat (2) untuk perpanjangan IUP Operasi Produksi, dan Pasal 26 untuk IPR.
Paragraf 1
IUP Eksplorasi
Pasal 28
(1) Badan usaha, Koperasi dan perseorangan yang telah mendapatkan peta
WIUP beserta batas dan koordinat geografis lintang dan bujur, dalam
jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja harus menyampaikan permohonan tertulis IUP Eksplorasi kepada Bupati.
28
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi
persyaratan administratif, teknis, lingkungan dan finansial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3).
(3) Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi maka
dianggap mengundurkan diri.
(4) Dalam hal pemohon dianggap mengundurkan diri sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), maka WIUP menjadi wilayah terbuka.
Paragraf 2
IUP Operasi Produksi
Pasal 29
(1) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi, pemohon wajib mengajukan
permohonan tertulis kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melengkapi peta WIUP dan batas koordinat sistem informasi geografis lintang dan bujur
serta persyaratan administratif, teknis, lingkungan dan finansial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5).
(3) Setiap IUP Operasi Produksi hanya untuk 1 (satu) jenis komoditas
tambang.
(4) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi berminat akan mengusahakan
komoditas tambang lainnya harus membentuk badan usaha baru.
(5) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan dan
penjualan atau khusus untuk pengolahan, pemohon wajib mengajukan
permohonan tertulis kepada Bupati dengan dilengkapi persyaratan administrasi, teknis, lingkungan dan finansial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (8) dan ayat (9).
Paragraf 3
Perpanjangan IUP Operasi Produksi
Pasal 30
(1) Untuk mendapatkan Perpanjangan IUP Operasi Produksi, pemohon wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati, dengan melengkapi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2).
(2) Perpanjangan IUP Operasi Produksi hanya diberikan paling banyak 2 (dua) kali.
29
Paragraf 4
IPR
Pasal 31
(1) Untuk mendapatkan IPR, pemohon wajib mengajukan permohonan
tertulis kepada Bupati.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melengkapi
persyaratan administratif, teknis dan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
Bagian Kedua Ketentuan Pemberian Izin
Pasal 32
(1) Bupati dapat menolak atau mengabulkan permohonan paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap dan benar.
(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis dengan disertai alasan-alasannya.
Bagian Ketiga
Luas Wilayah dan Jangka Waktu Izin
Paragraf 1
IUP Eksplorasi
Pasal 33
(1) Pemegang IUP Eksplorasi mineral bukan logam diberi WIUP dengan luas
paling sedikit 500 (lima ratus) hektar dan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektar.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi Batuan diberi WIUP dengan luas paling sedikit 5 (lima) hektar dan paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar.
Pasal 34
(1) Jangka waktu IUP Eksplorasi pertambangan mineral bukan logam paling
lama 3 (tiga) tahun.
(2) Jangka waktu IUP Eksplorasi mineral bukan logam jenis tertentu paling
lama 7 (tujuh) tahun.
(3) Jangka waktu IUP Eksplorasi pertambangan batuan paling lama 3 (tiga)
tahun.
30
Paragraf 2
IUP Operasi Produksi
Pasal 35
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam diberi WIUP dengan
luas paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi batuan diberi WIUP dengan luas paling
banyak 1.000 (seribu) hektar.
Pasal 36
(1) Jangka waktu IUP Operasi Produksi pertambangan mineral bukan logam
adalah 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-
masing 5 (lima) tahun.
(2) Jangka waktu IUP Operasi Produksi pertambangan batuan adalah 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(3) Jangka waktu IUP Operasi Produksi untuk tanah urug sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2
(dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun.
Paragraf 3
IPR
Pasal 37
Pemegang IPR diberikan luas wilayah sebagai berikut :
a. perseorangan paling banyak 1 (satu) hektar;
b. kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektar; dan/ atau
c. koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektar.
Pasal 38
Jangka waktu IPR adalah 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Pasal 39
Pengajuan perpanjangan IUP dan IPR paling lama 3 (tiga) bulan sebelum
jangka waktu izin berakhir.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara memperoleh atau memperpanjang IUP dan IPR serta Ketentuan-ketentuan yang harus dimuat dalam IUP dan IPR
lebih lanjut diatur dengan Peraturan Bupati.
31
BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN
Bagian Kesatu
Hak Pemegang Izin
Paragraf 1
Hak Pemegang IUP
Pasal 41
Pemegang IUP dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 42
Pemegang izin berhak :
a. melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik
kegiatan eksplorasi maupun operasi produksi sesuai dengan ijin yang diberikan;
b. memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan
pertambangan setelah memenuhi Ketentuan Peraturan Perundang – undangan;
c. memiliki mineral bukan logam dan batuan, apabila telah memenuhi iuran
eksplorasi atau iuran produksi.
Paragraf 2
Hak Pemegang IPR
Pasal 43
Pemegang IPR berhak : a. mendapat pembinaan dan pengawasan dibidang keselamatan dan kesehatan
kerja, lingkungan, teknis pertambangan dan manajemen dari Pemerintah
Daerah; b. mendapat bantuan modal sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Pemegang IUP tidak boleh memindah tangankan kepada pihak lain.
(2) Pemegang IPR perseorangan dapat memindah tangankan kepada pihak
lain sepanjang ijinnya masih berlaku dan hanya kepada ahli waris.
32
Bagian Kedua
Kewajiban Pemegang Izin
Pasal 45
Pemegang Izin wajib :
a. melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IUP Operasi Produksi dan IPR diterbitkan;
b. memberikan tanda batas wilayah dengan memasang patok pada batas-
batas WIUP dan papan nama kegiatan IUP Operasi Produksi dan IPR sebelum kegiatan dimulai;
c. menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam WIUP dengan
pemegang hak atas tanah sesuai dengan Ketentuan Peraturan perundang-undangan, termasuk peruntukan lahan pasca tambang dicantumkan
dalam perjanjian penggunaan tanah pemegang IUP dan pemegang hak
atas tanah; d. menerapkan kaidah teknis pertambangan yang baik dengan melaksanakan
ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja, keselamatan operasi
pertambangan, pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan ;
e. melakukan upaya konservasi sumber daya alam; f. melaksanakan reklamasi dan kegiatan pascatambang yang dilakukan
sesuai dengan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang;
g. bagi pemegang IUP Operasi Produksi diwajibkan mengadministrasikan/ melakukan pembukuan sesuai dengan sistem akutansi Indonesia;
h. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral bukan logam dan batuan;
i. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; j. mematuhi batas toleransi daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup sesuai dengan kajian lingkungan yang sudah dilakukan oleh
Pemegang Izin; k. melakukan pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha
pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi
standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan;
l. menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
m. menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan; n. mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, dan jasa
dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan;
o. menyampaikan laporan secara berkala per semester (6 bulan) terhadap pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan operasi produksi kepada Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk, ketentuan lebih lanjut format laporan dan tata cara
pelaporan diatur dengan peraturan Bupati; p. menyampaikan tembusan laporan secara berkala per semester (6 bulan)
terhadap penggunaan bahan peledak untuk usaha pertambangan kepada
Bupati;
q. membayar pajak daerah dan kewajiban lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
r. mewujudkan kepedulian dan hubungan baik dengan masyarakat
disekitarnya, ikut memelihara dan merawat serta memperbaiki kerusakan prasarana umum (seperti jalan/jembatan) yang yang diakibatkan oleh
aktifitas kegiatan pertambangan;
33
s. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi Khusus Pengolahan
dan IUP Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan dilarang
menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan, pengangkutan dan penjualan dari yang tidak memiliki IUP atau IPR;
t. wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan lain yang tercantum dalam izin.
Pasal 46
(1) Penempatan Jaminan Reklamasi dan Pasca Tambang sebagaimana
dimaksud pada Pasal 23 ayat (5) huruf d, tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP untuk melaksanakan reklamasi dan pasca tambang.
(2) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan Pihak Ketiga untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang dengan dana jaminan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (5) huruf d, apabila rencana
reklamasi dan pasca tambang yang disetujui tidak dilaksanakan.
(3) Dalam hal jaminan reklamasi dan pasca tambang tidak mencukupi untuk
menyelesaikan reklamasi dan pasca tambang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), maka kekurangan biaya tersebut menjadi tanggung jawab pemegang IUP.
(4) Dalam hal pemegang IUP melarikan diri atau meninggal dunia atau tidak bisa dimintai pertanggungjawaban meskipun sudah dilakukan upaya
hukum, sedangkan jaminan reklamasi dan pascatambang tidak
mencukupi maka kekurangan biaya reklamasi dan pascatambang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(5) Dalam hal terdapat kelebihan biaya yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kelebihan biaya dapat dicairkan pemegang IUP
setelah mendapat persetujuan Bupati atau pejabat yang membidangi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penempatan dan pencairan dana Jaminan Reklamasi dan Pasca Tambang diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB X
PENGHENTIAN
Bagian Kesatu
Penghentian Sementara
Pasal 47
(1) Kegiatan usaha pertambangan dapat dihentikan sementara apabila terjadi:
a. keadaan kahar;
b. keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan;
34
c. apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat
menanggung beban kegiatan operasi pertambangan.
(2) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku IUP atau IPR.
(3) Pemegang IUP atau IPR dapat mengajukan permohonan penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati.
(4) Penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh Bupati atau SKPD yang membidangi.
(5) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya wajib
memberikan keputusan tertulis diterima atau ditolak disertai alasannya
atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima lengkap dan benar.
(6) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada Keputusan
tertulis diterima atau ditolak dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk maka permohonan dianggap diterima.
Pasal 48
(1) Jangka waktu penghentian sementara karena keadaan kahar dan/ atau
keadaan yang menghalangi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf a, diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
paling banyak 1 (satu) kali untuk 1 (satu) tahun.
(2) Apabila dalam kurun waktu sebelum habis masa penghentian sementara
berakhir, pemegang IUP sudah siap melakukan kegiatan operasinya,
kegiatan dimaksud wajib dilaporkan kepada Bupati.
(3) Bupati mencabut penghentian sementara setelah menerima laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 49
(1) Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan diberikan karena keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1)
huruf a, kewajiban pemegang IUP terhadap Pemerintah dan Pemerintah
Daerah tidak berlaku.
(2) Apabila penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan
dikarenakan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf
b dan huruf c, maka kewajiban pemegang IUP terhadap Pemerintah dan Pemerintah Daerah tetap berlaku.
35
Bagian Kedua
Berakhirnya Izin
Pasal 50
IUP dan IPR berakhir karena :
a. habis masa berlakunya b. dicabut; dan/ atau
c. dikembalikan.
Pasal 51
IUP dan IPR dicabut apabila: a. pemegang IUP atau IPR tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam
IUP atau IPR serta Ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. pemegang IUP atau IPR melakukan tindak pidana yang terkait dengan usaha pertambangan;
c. pemegang IUP atau IPR dinyatakan pailit;
d. pemegang IUP atau IPR sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini,
dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun tidak menyesuaikan ketentuan Peraturan Daerah ini.
Pasal 52
(1) Pemegang izin dapat menyerahkan kembali IUP dan IPR dengan
pernyataan tertulis kepada Bupati.
(2) Pengembalian IUP dan IPR dinyatakan sah setelah disetujui Bupati atau
Pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi kewajibannya.
BAB XI
PELAKSANAAN, PEMBERDAYAAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 53
(1) Pelaksanaan, Pemberdayaan, Pembinaan, Pengawasan Dan Pengendalian
Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada SKPD yang membidangi.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SKPD
yang membidangi dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan SKPD terkait.
36
BAB XII
PELANGGARAN DAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 54
Bupati berdasarkan kewenanganya berhak memberikan sanksi administrasi kepada pemegang IUP dan IPR apabila :
a. mengelola usaha pertambangan melebihi luas dan jenis usaha
pertambangan yang ditentukan dalam izin; b. pemegang IUP tidak mengajukan permohonan IUP baru kepada Bupati
apabila pemegang IUP bermaksud mengusahakan mineral lain yang
ditemukan di dalam WIUP; c. pemegang IUP tidak menjaga mineral lain yang telah ditemukan di dalam
WIUP apabila pemegang IUP tidak berminat untuk mengusahakan mineral
tersebut agar tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain; d. pemegang IUP menggunakan IUP tidak sesuai dengan maksud pemberian
IUP;
e. pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral bukan logam dan
batuan yang tergali tidak melaporkan kepada Bupati dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan;
f. pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral bukan logam dan
batuan dan ikutannya, tidak mengajukan ijin sementara kepada Bupati untuk melakukan pengangkutan dan penjualan;
g. pemegang IUP dan IPR melanggar kewajiban pemegang ijin;
h. pemegang IPR tidak menaati ketentuan persyaratan teknis pertambangan; i. pemegang IUP dan IPR memindahtangankan ijin kepada Pihak Lain tidak
sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
j. pemegang IUP tidak menyerahkan persyaratan pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi;
k. pemegang IUP tidak menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana
jaminan pasca tambang;
l. badan usaha pemegang IUP dalam melakukan kegiatan operasi produksi tidak mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada di daerah sesuai dengan
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
m. pemegang IUP tidak menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat;
n. pemegang IUP tidak menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil
eksplorasi dan operasi produksi kepada Bupati; o. pemegang IUP tidak melaporkan kepada Bupati sesuai dengan
kewenangannya telah melakukan kegiatan operasi selama kurun waktu
sebelum habis masa penghentian sementara berakhir; p. pemegang IUP tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam hal kegiatan usaha
pertambangannya dihentikan sementara karena keadaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf b dan huruf c ; q. pemegang ijin tidak mengutamakan kontraktor dan tenaga kerja lokal;
r. pemegang IUP tidak membayar iuran produksi atas pemanfaatan tanah/
batuan yang ikut tergali pada saat penambangan.
37
Pasal 55
Bupati berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP atau IPR atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau
operasi produksi; dan/ atau c. pencabutan IUP atau IPR.
BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 56
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, dan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Hukum Acara
Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan
jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi, atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini;
d. memeriksa buku – buku, catatan – catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan
Daerah ini;
e. melakukan penggelendahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen – dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud dalam huruf e;
38
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan pelanggaran ketentuan
dalam Peraturan Daerah ini;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya Penyidikan dan menyampaikan hasil penyelidikannya kepada
Penuntut Umum melalui Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 57
(1) Setiap orang, kelompok, Koperasi dan / atau badan yang dengan sengaja
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
juga dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pelanggaran.
(3) Selain dapat dikenakan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat juga dikenakan pidana sesuai dengan Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka izin yang telah
diterbitkan sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku sampai dengan masa ijinnya habis dan diwajibkan untuk memenuhi
kewajiban yang diatur dalam Peraturan Daerah ini paling lama 2 (dua) tahun
sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini.
39
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Ijin Usaha Pertambangan Bahan
Galian Golongan C di Kabupaten Semarang (Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang Tahun 2003 Nomor 28 Seri E Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Semarang.
Ditetapkan di Ungaran
pada tanggal 18 – 06 – 2012
BUPATI SEMARANG,
CAP TTD
MUNDJIRIN
Diundangkan di Ungaran
pada tanggal 18 – 06 – 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SEMARANG
CAP TTD
ANWAR HUDAYA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 5
Diperbanyak
Sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM
SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SEMARANG,
JATI TRIMULYANTO
40
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG
NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN
DI KABUPATEN SEMARANG
I. UMUM.
Mineral bukan logam dan batuan yang merupakan bagian dari
kelompok mineral, merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan dan
anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, dikuasai oleh Negara dan
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pertambangan mineral bukan logam dan batuan merupakan
pertambangan diluar pertambangan mineral radioaktif, mineral logam dan
batubara, minyak dan gas bumi serta air tanah, memiliki peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi
nasional pada umumnya dan pembangunan daerah khususnya, sehingga
perlu diatur agar tetap terjaga secara berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, mengamanatkan Pemerintah Daerah berwenang
untuk membuat Peraturan Daerah dibidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan sebagai komoditas tambang yang terdapat di daerah.
Bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Ijin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C di
Kabupaten Semarang sudah tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang, sehingga perlu disusun
Peraturan Daerah yang baru sesuai dengan peraturan-peraturan dimaksud.
41
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam
dan Batuan di Kabupaten Semarang sebagai pedoman bagi penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan di wilayah
Kabupaten Semarang.
II. PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “azas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan” adalah azas yang secara terencana mengintegrasikan
dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan
usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan untuk
mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
42
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Kawasan peruntukan pertambangan mineral bukan logam dan batuan
sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Semarang Tahun 2011-2031, meliputi :
a. kawasan Bakalrejo dan Karangsalam di Kecamatan Susukan; b. kawasan Gunung Mergi di Kecamatan Bergas dan Ungaran Timur;
c. kawasan Kandangan dan Polosiri di Kecamatan Bawen;
d. kawasan Delik di Kecamatan Tuntang;
e. kawasan Pucung di Kecamatan Bancak; f. kawasan sekitar Sungai Senjoyo di Kecamatan Bringin dan Bancak;
g. kawasan sekitar Sungai Gading di Kecamatan Suruh;
h. kawasan Boto dan Plumutan Kecamatan Bancak; i. kawasan Rawa Pening;
j. seluruh wilayah di 19 (sembilan belas) kecamatan untuk
pengambilan tanah urug dengan batasan kemiringan tertentu dan tidak membahayakan serta memenuhi ketentuan teknis
pertambangan.
Setelah mempertimbangkan kelayakan penambangan, usulan rencana
penetapan WP meliputi :
a. wilayah Bakalrejo dan Karangsalam di Kecamatan Susukan;
b. wilayah Gunung Mergi di Kecamatan Bergas dan Ungaran Timur; c. wilayah Kandangan dan Polosiri di Kecamatan Bawen;
d. wilayah Delik di Kecamatan Tuntang;
e. wilayah Pucung di Kecamatan Bancak; f. wilayah sekitar Sungai Senjoyo di Kecamatan Bringin dan Bancak;
g. wilayah sekitar Sungai Gading di Kecamatan Suruh;
43
h. wilayah Boto dan Plumutan Kecamatan Bancak;
i. wilayah Rawa Pening;
j. seluruh wilayah di 19 (sembilan belas) kecamatan untuk pengambilan tanah urug dengan batasan kemiringan tertentu dan
tidak membahayakan serta memenuhi ketentuan teknis
pertambangan.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Perubahan usulan WP dapat dilakukan sepanjang sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “karena alasan lain” yaitu karena terjadi keadaan kahar (force majeure) atau bencana alam.
Ayat (4)
Perubahan WP dapat dilakukan sepanjang sesuai dengan Ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “karena alasan lain” yaitu karena terjadi
keadaan kahar (force majeure) atau bencana alam.
Pasal 11
Ayat (1)
Usulan rencana penetapan WUP mineral bukan logam dan batuan,
meliputi : a. WUP mineral bukan logam (bentonit) meliputi wilayah Bakalrejo
dan Karangsalam di Kecamatan Susukan;
b. WUP batuan meliputi :
1. wilayah Gunung Mergi Kecamatan Bergas dan Kecamatan Ungaran Timur;
2. wilayah Polosiri dan Kandangan Kecamatan Bawen;
3. wilayah Pucung Kecamatan Bancak; 4. wilayah Delik Kecamatan Tuntang; serta
5. pengambilan tanah urug tersebar di seluruh wilayah
kecamatan.
44
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “singkapan geologi” adalah merupakan
mineral yang tampak di permukaan yang dapat menunjukkan potensi mineral berharga dalam jumlah sedikit atau banyak akibat
dari proses geologi yaitu berupa intrusi magma, pengangkatan,
sesar atau patahan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
45
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kriteria kaidah konservasi:
a. tidak mengganggu fungsi kawasan lindung atau fungsi budidaya;
b. bukan merupakan lahan produktif.
Huruf c
Kriteria daya dukung lingkungan: a. tidak berada di kawasan rawan bencana dengan tingkat
kerentanan tinggi;
b. tidak berada di daerah resapan air;
c. tidak terdapat mata air penting; d. tidak berada di daerah aliran sungai hulu.
Huruf d
Kriteria optimalisasi sumber daya mineral bukan logam dan
batuan: Dilaksanakan dengan teknik pertambangan yang benar dan
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup
Huruf e
Kriteria tingkat kepadatan penduduk:
a. tidak dekat dengan permukiman penduduk; b. tidak terdapat bangunan atau infrastruktur penting.
Pasal 14
Ayat (1)
Usulan rencana penetapan WPR meliputi :
a. wilayah Rawa Pening untuk tanah gambut;
b. wilayah sekitar sungai Senjoyo Kecamatan Bringin dan Kecamatan Bancak untuk pengambilan batu kali, kerikil sungai, pasir urug
dan kerikil berpasir alami (sirtu);
c. wilayah sekitar sungai/anak sungai kali Gading/kali Serang,
Kecamatan Suruh, untuk pengambilan batu kali, kerikil sungai, pasir urug dan kerikil berpasir alami (sirtu);
d. wilayah Desa Boto dan Plumutan Kecamatan Bancak untuk
pengambilan tanah lempung.
46
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tepi dan tepi sungai” adalah daerah
akumulasi pengayaan mineral sekunder (pay streak) dalam suatu
meander sungai/ sungai berkelok.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
47
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “badan usaha yang terbuka atau go public” adalah Perusahaan yang 51% (lima puluh satu per seratus) atau lebih
sahamnya dimiliki publik.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kelengkapan dan persyaratan administrasi permohonan WIUP adalah :
a. menunjukkan peta dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang
berlaku secara nasional yang diketahui Kepala Desa setempat;
b. foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; c. bukti status dan batas-batas kepemilikan tanah;
48
d. foto copy akte pendirian perusahaan yang berbadan hukum yang
dilegalisir pejabat yang berwenang;
e. surat pengantar Kepala Desa/Lurah/Camat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan, pemohon harus
menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
usaha.
49
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Angka 2
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen akte pendirian badan hukum asli
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
hukum.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen nomor pokok wajib pajak asli dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
50
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Angka 3
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk asli dan
menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf d)
Cukup jelas.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
51
Angka 4
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
usaha.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
52
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tidak termasuk IUP Operasi Produksi adalah kegiatan penataan lahan
dalam lokasi/ wilayah peruntukan yang sama atau kegiatan yang
bertujuan bukan untuk komersial/ bersifat sosial yang dilakukan
dalam volume dan jangka waktu terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
usaha.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
53
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Angka 2
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan hukum
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
hukum.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
54
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Angka 3
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk asli dan
menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf d)
Cukup jelas.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Angka 4
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
55
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
usaha.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen nomor pokok wajib pajak asli dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
persyaratan laporan lengkap eksplorasi dipersyaratkan hanya bagi usaha pertambangan yang diawali dengan kegiatan
eksplorasi.
56
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Rencana Biaya Reklamasi dan Rencana Biaya Pasca tambang
terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas.
57
Ayat (8)
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
usaha.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
58
Angka 2
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan hukum
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
hukum.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Angka 3
Huruf a)
Cukup jelas.
59
Huruf b)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk asli dan
menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf d)
Cukup jelas.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Angka 4
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan usaha.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
60
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan izin lingkungan diproses melalui tahapan kegiatan yang meliputi :
a. penyusunan Amdal dan/ atau UKL-UPL;
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; c. permohonan dan penerbitan ijin lingkungan..
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (9)
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
61
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
usaha.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Angka 2
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan hukum
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
hukum.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
62
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Angka 3
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk asli dan menyerahkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf d)
Cukup jelas.
Huruf e)
Cukup jelas.
Angka 4
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Cukup jelas.
63
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian badan usaha
dan menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian badan
usaha.
Huruf d)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf f)
Cukup jelas.
Huruf g)
Cukup jelas.
Huruf h)
Cukup jelas.
Huruf i)
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
64
Pasal 24
Ayat (1)
Permohonan pengajuan perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus
Pengolahan dan IUP Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan
Penjualan, untuk persyaratan administrasi sama dengan persyaratan administrasi pengajuan permohonan dan untuk persyaratan teknis
dan lingkungan dilegalisir oleh SKPD yang membidangi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Huruf a
Angka 1
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk asli dan menyerahkan
fotocopy Kartu Tanda Penduduk.
Huruf c)
Cukup jelas.
65
Huruf d)
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Huruf a)
Cukup jelas.
Huruf b)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus
menunjukkan dokumen asli nomor pokok wajib pajak dan
menyerahkan fotocopy dokumen nomor pokok wajib pajak.
Huruf c)
Pada waktu mengajukan permohonan pemohon harus menunjukkan dokumen asli akte pendirian Koperasi dan
menyerahkan fotocopy dokumen akte pendirian Koperasi
Huruf d)
Cukup jelas.
Huruf e)
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
66
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “menjadi wilayah terbuka” adalah terbuka
untuk siapapun yang akan mengajukan permohonan IUP eksplorasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Jangka waktu 3 (tiga) tahun, meliputi : a. penyelidikan umum 1 (satu) tahun;
b. eksplorasi 1 (satu) tahun; dan
c. studi kelayakan 1 (satu) tahun.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Mineral bukan logam jenis tertentu” antara lain batu gamping untuk industri semen dan batu mulia.
Jangka waktu 7 (tujuh) tahun, meliputi : a. penyelidikan umum 1 (satu) tahun;
b. eksplorasi 3 (tiga) tahun; dan
67
c. untuk eksplorasi dapat diperpanjang 3 (tiga) tahun lagi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Besaran iuran eksplorasi dan iuran produksi sesuai dengan Ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
68
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup Jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “keadaan kahar” dalam ketentuan ini antara lain meliputi perang, kerusuhan sipil, pemberontakan,
epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran dan lain-lain bencana
alam diluar kemampuan manusia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “keadaan yang menghalangi” dalam
ketentuan ini antara lain meliputi blokade, pemogokan,
perselisihan perburuhan diluar kesalahan pemegang IUP.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kondisi daya dukung lingkungan” dalam ketentuan ini adalah apabila kondisi daya lingkungan wilayah
tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi
yang dilakukan di wilayahnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
69
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “dinyatakan pailit” yaitu dinyatakan pailit oleh
instansi/lembaga yang berwenang.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Pengawasan antara lain berupa : a. teknis pertambangan;
b. pemasaran;
70
c. keuangan;
d. pengolahan data mineral bukan logam dan batuan;
e. konservasi sumber daya mineral bukan logam dan batuan; f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. keselamatan operasi pertambangan;
h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pasca tambang;
i. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dari dalam negeri; j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m. kegiatan – kegiatan lain dibidang kegiatan usaha pertambangan
yang menyangkut kepentingan umum; n. pengelolaan IUP dan IPR;
o. jumlah, jenis dan mutu hasil usaha pertambangan; dan
p. pelaksanaan ketentuan hak dan kewajiban yang tercantum dalam izin.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dapat bekerjasama” bukan berarti dapat
dikerjasamakan, tetapi merupakan suatu bentuk koordinasi antara 1
(satu) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain.
Pasal 54
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
yang dimaksud dengan mineral lain adalah mineral diluar yang
dimaksud dalam ijin dan mineral dimaksud merupakan kewenangan
Pemerintah Daerah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan mineral lain adalah mineral diluar yang
dimaksud dalam ijin dan mineral dimaksud merupakan kewenangan
Pemerintah Daerah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
71
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
72
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
73
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “tindakan lain” adalah tindakan dari
penyidik untuk kepentingan penyidikan dengan syarat :
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
dilakukannya tindakan jabatan;
c. tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
dan
e. menghormati hak asasi manusia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4
74