peraturan bank indonesia tentang dengan ......pada saat permohonan izin usaha, modal minimum...
TRANSCRIPT
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 21/11/PBI/2019
TENTANG
PENYELENGGARAAN CENTRAL COUNTERPARTY
UNTUK TRANSAKSI DERIVATIF SUKU BUNGA
DAN NILAI TUKAR OVER-THE-COUNTER
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan dengan
cara menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
makroprudensial, serta sistem pembayaran dan
pengelolaan uang rupiah, yang salah satunya didukung
oleh pasar keuangan yang berintegritas dan efisien;
b. bahwa untuk mencapai pasar keuangan yang berintegritas
dan efisien, tertib, teratur, serta transparan diperlukan
lembaga central counterparty yang menyelenggarakan
kliring dan novasi atas transaksi derivatif suku bunga dan
nilai tukar yang dilakukan secara over-the-counter;
c. bahwa untuk mewujudkan terbentuknya lembaga central
counterparty yang memiliki integritas, tata kelola yang baik,
serta manajemen risiko yang efektif sehingga dapat
mengurangi risiko sistemik di pasar keuangan, diperlukan
peran Bank Indonesia dalam pengaturan, perizinan, dan
pengawasan lembaga central counterparty;
- 2 -
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggaraan Central
Counterparty untuk Transaksi Derivatif Suku Bunga dan
Nilai Tukar Over-the-Counter;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4962);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3844);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG
PENYELENGGARAAN CENTRAL COUNTERPARTY UNTUK
TRANSAKSI DERIVATIF SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR OVER-
THE-COUNTER.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Transaksi Derivatif Suku Bunga adalah transaksi yang
didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran
yang nilainya merupakan turunan dari suku bunga.
- 3 -
2. Transaksi Derivatif Nilai Tukar adalah transaksi yang
didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran
yang nilainya merupakan turunan dari nilai tukar.
3. Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over-the–
Counter yang selanjutnya disebut Transaksi Derivatif SBNT
adalah Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Transaksi
Derivatif Nilai Tukar yang dilakukan secara over-the-
counter.
4. Central Counterparty untuk Transaksi Derivatif Suku
Bunga dan Nilai Tukar Over-the-Counter yang selanjutnya
disebut CCP SBNT adalah lembaga yang menempatkan
dirinya di antara para pihak yang melakukan Transaksi
Derivatif SBNT sehingga bertindak sebagai pembeli bagi
penjual dan sebagai penjual bagi pembeli.
5. Novasi atau Pembaharuan Utang yang selanjutnya disebut
Novasi adalah proses pengakhiran kontrak awal antara
pembeli dan penjual kemudian menggantikannya dengan
dua kontrak baru yaitu antara CCP SBNT dan pembeli serta
CCP SBNT dan penjual.
6. Kliring adalah proses yang dilakukan setelah terjadinya
transaksi yang mencakup kegiatan merekonsiliasi,
mengonfirmasi, dan menghitung hak dan kewajiban para
pihak termasuk penghitungan secara netting, yang
menunjukkan posisi akhir hak dan kewajiban para pihak
sebelum setelmen dilakukan.
7. Anggota CCP SBNT yang selanjutnya disebut Anggota
adalah pihak yang memenuhi persyaratan untuk
menggunakan layanan jasa Kliring berdasarkan kriteria
yang ditetapkan oleh CCP SBNT.
8. Infrastruktur Pasar Keuangan (Financial Market
Infrastructure) adalah sistem multilateral yang
menyediakan jasa untuk melakukan perdagangan, Kliring,
setelmen, pelaporan, dan pencatatan sehubungan dengan
transaksi pembayaran, surat berharga, derivatif, dan
transaksi keuangan lainnya.
- 4 -
9. Bank adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan serta
bank umum yang menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
syariah, termasuk kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri namun tidak termasuk kantor
Bank yang beroperasi di luar negeri.
10. Default Fund Contribution adalah dana yang disetorkan oleh
Anggota kepada CCP SBNT sebagai bagian dari mitigasi
risiko apabila terjadi wanprestasi Anggota.
11. Initial Margin adalah dana dan/atau surat berharga yang
disetorkan oleh Anggota pada saat akan melakukan
Transaksi Derivatif SBNT untuk memitigasi potensi
perubahan posisi Anggota dalam hal terjadi wanprestasi.
12. Variation Margin adalah dana dan/atau surat berharga
yang disetorkan oleh Anggota atas eksposur yang
diakibatkan oleh perubahan harga pasar (mark-to-market)
Transaksi Derivatif SBNT.
BAB II
FUNGSI CCP SBNT
Pasal 2
CCP SBNT melakukan fungsi:
a. Novasi;
b. penyelenggaraan Kliring; dan
c. pengelolaan risiko,
atas Transaksi Derivatif SBNT.
- 5 -
BAB III
PERIZINAN CCP SBNT
Bagian Kesatu
Persyaratan CCP SBNT
Pasal 3
(1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai CCP
SBNT wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank
Indonesia.
(2) Pihak yang mengajukan permohonan izin menjadi CCP
SBNT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berbentuk perseroan terbatas;
b. memenuhi modal minimum;
c. memenuhi komposisi kepemilikan saham; dan
d. memiliki infrastruktur yang andal dan aman.
Pasal 4
(1) Perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf a harus memiliki paling sedikit:
a. 1 (satu) orang komisaris independen; dan
b. 1 (satu) orang direktur yang membidangi CCP SBNT.
(2) Direktur yang membidangi CCP SBNT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat merangkap bidang
lainnya dengan persetujuan Bank Indonesia.
(3) Persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan ukuran dan
kompleksitas kegiatan usaha CCP SBNT.
Pasal 5
(1) Modal minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf b sebesar Rp400.000.000.000,00 (empat
ratus miliar rupiah).
(2) Perhitungan modal minimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan atas karakteristik usaha dan risiko CCP
SBNT.
- 6 -
(3) Pemenuhan modal minimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pada saat permohonan persetujuan prinsip, modal
disetor mencapai paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari modal minimum; dan
b. pada saat permohonan izin usaha, modal minimum
mencapai 100% (seratus persen).
Pasal 6
(1) Bank Indonesia dapat meninjau kembali jumlah modal
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Bank Indonesia dapat meminta pemegang saham CCP
SBNT untuk menyesuaikan permodalan CCP SBNT dengan
mempertimbangkan profil risiko dan/atau kondisi kegiatan
CCP SBNT.
(3) Dalam hal modal CCP SBNT menjadi berkurang di bawah
modal minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1), CCP SBNT wajib:
a. memenuhi kekurangan modal minimum dalam waktu
paling lambat 1 (satu) tahun sejak penurunan modal
minimum; dan
b. menyampaikan laporan kondisi terkini terkait modal
minimum beserta rencana aksi pemenuhan modal
minimum kepada Bank Indonesia.
(4) Rencana aksi terkait pemenuhan modal minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus
memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
Pasal 7
Sumber dana yang digunakan untuk pemenuhan modal
dilarang berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam
bentuk apapun dan/atau dari dan untuk tujuan pencucian
uang.
- 7 -
Pasal 8
(1) Komposisi kepemilikan saham sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c wajib memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia
dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b. dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan
hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing, dengan batasan
kepemilikan warga negara asing dan/atau badan
hukum asing paling banyak 49% (empat puluh
sembilan persen) dari modal disetor.
(2) Perhitungan kepemilikan warga negara asing dan/atau
badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi kepemilikan secara langsung dan secara
tidak langsung sesuai dengan penilaian Bank Indonesia.
Pasal 9
(1) Persyaratan infrastruktur yang andal dan aman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d
paling sedikit meliputi:
a. memiliki kapasitas pemrosesan Kliring Transaksi
Derivatif SBNT yang memadai;
b. memiliki tingkat keamanan yang memenuhi standar
keamanan nasional dan/atau internasional; dan
c. memiliki manajemen risiko yang memadai.
(2) Wilayah penempatan infrastruktur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai informasi dan
transaksi elektronik.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan CCP SBNT diatur
dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
- 8 -
Bagian Kedua
Tata Cara Pemberian Izin
Pasal 11
Pemberian izin CCP SBNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu:
a. persetujuan prinsip; dan
b. izin usaha.
Bagian Ketiga
Persetujuan Prinsip
Pasal 12
(1) Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a diajukan
oleh salah satu anggota direksi secara tertulis kepada Bank
Indonesia.
(2) Pihak yang mengajukan permohonan persetujuan prinsip
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki akta pendirian badan hukum termasuk
anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi
berwenang;
b. memiliki modal disetor paling sedikit 50% (lima puluh
persen) dari modal minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1);
c. memiliki struktur kepemilikan saham;
d. terdapat paling sedikit 1 (satu) orang komisaris
independen;
e. terdapat paling sedikit 1 (satu) orang calon direktur
yang akan membidangi CCP SBNT;
f. memiliki susunan dan struktur organisasi, serta
rencana sumber daya manusia;
g. memiliki rencana bisnis untuk 3 (tiga) tahun pertama;
h. memiliki rencana strategis perusahaan jangka
panjang;
- 9 -
i. memiliki konsep pedoman manajemen risiko, rencana
sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi
informasi yang digunakan, dan konsep pedoman
mengenai pelaksanaan tata kelola;
j. memiliki sistem dan prosedur kerja; dan
k. memenuhi persyaratan administratif lain yang
ditetapkan Bank Indonesia.
Pasal 13
(1) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
(2) Dalam memberikan persetujuan atau penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
mempertimbangkan paling sedikit hal sebagai berikut:
a. hasil penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian
dokumen;
b. hasil analisis terhadap persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2); dan
c. hasil konfirmasi dan/atau keterangan dari instansi
terkait yang berwenang, dalam hal diperlukan.
(3) Bank Indonesia dapat meminta pihak yang mengajukan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) untuk melakukan presentasi mengenai keseluruhan
rencana penyelenggaraan CCP SBNT.
Pasal 14
(1) Persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan
prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
diberikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja
setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap dan
sesuai.
(2) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak
tanggal persetujuan prinsip diterbitkan.
- 10 -
(3) Apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu
berlakunya persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) pihak yang telah memperoleh persetujuan
prinsip belum mengajukan permohonan izin usaha kepada
Bank Indonesia, persetujuan prinsip yang telah
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 15
Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) yang telah
memperoleh persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1) dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai
CCP SBNT sebelum mendapat izin usaha.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, dokumen
pendukung, dan tata cara pengajuan permohonan persetujuan
prinsip diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
Bagian Keempat
Izin Usaha
Pasal 17
(1) Permohonan untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf b diajukan oleh salah satu
anggota direksi secara tertulis kepada Bank Indonesia.
(2) Pihak yang mengajukan permohonan izin usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki persetujuan prinsip yang masih berlaku dari
Bank Indonesia;
b. memiliki modal minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1);
c. memiliki rancangan ketentuan CCP SBNT (rule book);
d. memiliki bukti kesiapan operasional;
e. memiliki anggaran dasar yang memuat:
1. persyaratan bahwa pengangkatan komisaris
independen dan direktur yang membidangi CCP
- 11 -
SBNT harus memperoleh persetujuan Bank
Indonesia terlebih dahulu; dan
2. struktur organisasi yang memuat komposisi
dewan komisaris dan direksi paling sedikit 1
(satu) orang komisaris independen dan 1 (satu)
orang direktur yang membidangi CCP SBNT;
f. memenuhi persyaratan integritas, kompetensi,
dan/atau aspek keuangan bagi komisaris independen
dan direktur yang membidangi CCP SBNT; dan
g. memiliki data kepemilikan saham beserta dokumen
pendukung dalam hal terdapat perubahan.
Pasal 18
(1) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1).
(2) Dalam memberikan persetujuan atau penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
mempertimbangkan paling sedikit hal sebagai berikut:
a. hasil penelitian atas kelengkapan dan kesesuaian
dokumen;
b. hasil penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap:
1. komisaris independen; dan
2. direktur yang membidangi CCP SBNT; dan
c. hasil konfirmasi dan/atau keterangan dari instansi
terkait yang berwenang, dalam hal diperlukan.
(3) Penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b ditujukan untuk
memastikan pemenuhan persyaratan integritas,
kompetensi dan/atau aspek keuangan.
(4) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling
lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah dokumen
permohonan diterima secara lengkap dan sesuai.
- 12 -
Pasal 19
(1) Pihak yang telah mendapat izin usaha CCP SBNT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) wajib
melakukan kegiatan usaha paling lambat 60 (enam puluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal izin usaha diterbitkan.
(2) Pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilaporkan oleh CCP SBNT kepada Bank
Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
tanggal pelaksanaan kegiatan operasional.
(3) Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) CCP SBNT belum melakukan kegiatan usaha, izin
usaha yang telah diterbitkan oleh Bank Indonesia
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, dokumen
pendukung, dan tata cara pengajuan permohonan izin usaha
diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
Bagian Kelima
Perubahan Komisaris Independen
dan Direktur yang Membidangi CCP SBNT serta Aksi Korporasi
Pasal 21
(1) CCP SBNT wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia
dalam hal akan melakukan perubahan atas komisaris
independen dan/atau direktur yang membidangi CCP
SBNT.
(2) Dalam memberikan persetujuan atau penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
mempertimbangkan paling sedikit hal sebagai berikut:
a. hasil penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap:
1. komisaris independen; dan/atau
2. direktur yang membidangi CCP SBNT; dan
b. hasil konfirmasi dan/atau keterangan dari instansi
terkait yang berwenang, dalam hal diperlukan.
- 13 -
(3) Penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a ditujukan untuk
memastikan pemenuhan persyaratan integritas,
kompetensi dan/atau aspek keuangan.
(4) CCP SBNT wajib memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia dalam hal akan melakukan aksi korporasi
berupa penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan
pemisahan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, dokumen
pendukung, dan tata cara pengajuan permohonan
persetujuan atas perubahan komisaris independen dan
direktur yang membidangi CCP SBNT serta aksi korporasi
diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
BAB IV
TUGAS, WEWENANG, DAN KEWAJIBAN CCP SBNT
Bagian Kesatu
Tugas CCP SBNT
Pasal 22
(1) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, CCP SBNT memiliki tugas:
a. melakukan Novasi atas kontrak Transaksi Derivatif
SBNT antar-Anggota;
b. menyelenggarakan Kliring atas Transaksi Derivatif
SBNT secara multilateral;
c. mengelola risiko dengan menetapkan standar operasi
prosedur manajemen risiko;
d. menatausahakan portofolio Transaksi Derivatif SBNT
Anggota secara benar, tepat waktu, konsisten, dan
transparan;
e. menatausahakan Default Fund Contribution, Initial
Margin, dan Variation Margin;
f. menyusun dan mengembangkan ketentuan CCP SBNT
(rule book) yang berlaku bagi Anggota;
- 14 -
g. melakukan interkoneksi dengan Infrastruktur Pasar
Keuangan (Financial Market Infrastructure) dan/atau
penyelenggara transaksi; dan
h. melakukan pemantauan, evaluasi, dan pengendalian
secara rutin terhadap portofolio Transaksi Derivatif
SBNT.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas CCP SBNT diatur
dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
Bagian Kedua
Wewenang CCP SBNT
Pasal 23
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22, CCP SBNT berwenang:
a. menyetujui, menolak, dan menghentikan Anggota;
b. mengenakan sanksi kepada Anggota;
c. menetapkan besaran Default Fund Contribution, Initial
Margin, Variation Margin, dan biaya;
d. menetapkan metode valuasi atas Initial Margin dan
Variation Margin yang diserahkan Anggota;
e. melakukan pengelolaan Default Fund Contribution,
Initial Margin, dan Variation Margin sesuai dengan
kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
f. mengeksekusi Default Fund Contribution, Initial
Margin, dan Variation Margin dalam hal Anggota
mengalami wanprestasi;
g. melakukan close-out netting, pengakhiran awal (early
termination), dan lelang atas transaksi Anggota yang
mengalami wanprestasi; dan
h. menyusun dan menetapkan ketentuan CCP SBNT (rule
book).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang CCP SBNT
diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
- 15 -
Bagian Ketiga
Kewajiban CCP SBNT
Pasal 24
CCP SBNT wajib memiliki tata kelola perusahaan yang jelas dan
transparan, yang memenuhi prinsip keamanan, efisiensi, dan
mendukung stabilitas sistem keuangan.
Pasal 25
(1) CCP SBNT wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko secara efektif.
(2) Prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit terdiri atas:
a. pedoman etika bisnis sebagai CCP SBNT atau
pedoman lain yang sejenis;
b. transparansi dan keterbukaan informasi;
c. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
d. perlindungan konsumen.
(3) Dalam menerapkan manajemen risiko yang efektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), CCP SBNT paling
sedikit memiliki:
a. kerangka pengelolaan risiko yang memadai;
b. rencana pemulihan bencana;
c. jaringan komunikasi yang memenuhi prinsip
kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan; dan
d. manajemen risiko terkait teknologi informasi.
Pasal 26
CCP SBNT wajib menerapkan manajemen risiko kredit dan
risiko likuiditas secara efektif.
Pasal 27
Penerapan manajemen risiko kredit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 dilakukan paling sedikit dengan cara:
a. mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengelola
risiko kredit;
- 16 -
b. memiliki prosedur dan mekanisme yang memadai
mengenai urutan penggunaan sumber dana (default
waterfall) dalam hal terdapat Anggota yang mengalami
wanprestasi;
c. mengalokasikan persentase tertentu dari modal CCP SBNT
sebagai bagian dari urutan penggunaan sumber dana
(default waterfall);
d. memelihara sumber keuangan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas atas eksposur kredit
kepada Anggota;
e. meminta Initial Margin dan Variation Margin dalam bentuk
dana dan/atau surat berharga dengan kualitas tinggi;
f. menerapkan metode valuasi dan haircut atas Initial Margin
dan Variation Margin dalam bentuk surat berharga
berdasarkan prinsip kehati-hatian;
g. menerapkan concentration limit untuk Initial Margin dan
Variation Margin dalam bentuk surat berharga; dan
h. menerapkan sistem Initial Margin dan Variation Margin yang
efektif.
Pasal 28
Penerapan manajemen risiko likuiditas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 dilakukan paling sedikit dengan cara:
a. mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengelola
risiko likuiditas;
b. menjaga kecukupan likuiditas untuk melakukan setelmen;
dan
c. melakukan stress test secara berkala.
Pasal 29
(1) CCP SBNT wajib menerapkan manajemen risiko bisnis,
risiko custody, risiko investasi, dan risiko operasional
secara efektif.
- 17 -
(2) Penerapan manajemen risiko bisnis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit dengan
cara:
a. mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengelola risiko bisnis; dan
b. memiliki kecukupan aset bersih yang likuid untuk
mengantisipasi potensi kerugian bisnis.
(3) Penerapan manajemen risiko custody sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit dengan
cara:
a. mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengelola risiko custody; dan
b. melindungi aset CCP SBNT dan aset Anggota yang
diserahkan kepada CCP SBNT.
(4) Penerapan manajemen risiko investasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit dengan
cara:
a. mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengelola risiko investasi CCP SBNT; dan
b. melakukan investasi pada instrumen yang memiliki
risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas yang
rendah sesuai dengan kriteria investasi yang
ditetapkan Bank Indonesia.
(5) Penerapan manajemen risiko operasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit dengan
cara:
a. mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengelola risiko operasional;
b. memiliki sistem yang memadai untuk mendukung
kegiatan operasional CCP SBNT; dan
c. memiliki manajemen keberlangsungan bisnis.
Pasal 30
(1) CCP SBNT wajib memastikan proses setelmen Transaksi
Derivatif SBNT dilakukan secara final.
- 18 -
(2) Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan menggunakan dana CCP SBNT dalam mata uang
rupiah yang terdapat pada rekening CCP SBNT di Bank
Indonesia (central bank money).
(3) Dalam hal setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam valuta asing, CCP SBNT harus memiliki
mitigasi risiko setelmen.
(4) Dalam hal disepakati untuk melakukan physical delivery
settlement, CCP SBNT wajib mencantumkan kewajiban CCP
SBNT di dalam kontrak.
(5) CCP SBNT harus mengidentifikasi, mengukur, memantau,
dan mengelola risiko yang berpotensi timbul atas physical
delivery settlement.
Pasal 31
Dalam hal terdapat kewajiban timbal balik (two-linked
obligation), CCP SBNT wajib meminimalisir risiko setelmen
berupa principal risk yang timbul dari Transaksi Derivatif SBNT
melalui mekanisme:
a. delivery versus payment (DvP);
b. payment versus payment (PvP);
c. delivery versus delivery (DvD); atau
d. mekanisme lainnya yang dapat meminimalisir risiko
setelmen.
Pasal 32
CCP SBNT wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas
mengenai:
a. penanganan wanprestasi Anggota; dan
b. segregasi dan portabilitas atas posisi transaksi, Default
Fund Contribution, Initial Margin, dan Variation Margin dari
Anggota.
Pasal 33
CCP SBNT wajib menetapkan kriteria dan persyaratan untuk
menjadi Anggota secara objektif, berbasis risiko, dan
transparan.
- 19 -
Pasal 34
(1) CCP SBNT harus memberikan layanan Transaksi Derivatif
SBNT bagi Anggota secara efektif dan efisien.
(2) CCP SBNT wajib menggunakan sarana dan prosedur
komunikasi yang lazim untuk memfasilitasi proses
pembayaran, Kliring, setelmen, dan pendokumentasian.
Pasal 35
(1) CCP SBNT wajib menyampaikan informasi secara lengkap
dan transparan kepada Anggota mengenai ketentuan CCP
SBNT (rule book), biaya, data Transaksi Derivatif SBNT, dan
informasi lainnya terkait dengan keanggotaan dalam CCP
SBNT.
(2) Penyampaian informasi data Transaksi Derivatif SBNT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan prinsip kerahasiaan data individual
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban CCP SBNT diatur
dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
BAB V
SEGREGASI BISNIS
Pasal 37
Dalam hal CCP SBNT memberikan jasa lain di luar Transaksi
Derivatif SBNT, CCP SBNT wajib:
a. memisahkan Default Fund Contribution, Initial Margin, dan
Variation Margin yang diterima atas Transaksi Derivatif
SBNT dengan default fund contribution, initial margin, dan
variation margin atas jasa lain tersebut; dan
b. memisahkan mekanisme urutan penggunaan sumber dana
(default waterfall) atas Transaksi Derivatif SBNT dengan
urutan penggunaan sumber dana (default waterfall) atas
jasa lain tersebut.
- 20 -
Pasal 38
CCP SBNT dapat memisahkan mekanisme urutan penggunaan
sumber dana (default waterfall) atas Transaksi Derivatif SBNT
berdasarkan kelas aset dan/atau jenis transaksi.
Pasal 39
(1) CCP SBNT wajib memisahkan aset, piutang, dan kewajiban
milik CCP SBNT dengan aset, piutang, dan kewajiban milik
Anggota.
(2) CCP SBNT wajib memisahkan rekening Default Fund
Contribution, Initial Margin, dan Variation Margin, masing-
masing Anggota.
(3) CCP SBNT wajib memperlakukan Default Fund
Contribution, Initial Margin, dan Variation Margin milik
Anggota termasuk tambahan aset hasil Transaksi Derivatif
SBNT Anggota yang bersangkutan sebagai milik Anggota.
(4) Apabila CCP SBNT dinyatakan pailit, aset milik Anggota
yang berada dalam penguasaan CCP SBNT tidak dapat
digunakan untuk memenuhi kewajiban CCP SBNT
terhadap pihak ketiga atau krediturnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai segregasi bisnis CCP
SBNT diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
BAB VI
KONEKTIVITAS CCP SBNT
Pasal 40
(1) CCP SBNT wajib melakukan interkoneksi dengan
Infrastruktur Pasar Keuangan (Financial Market
Infrastructure), penyelenggara transaksi, dan/atau
infrastruktur lainnya sesuai permintaan Bank Indonesia.
(2) Dalam hal CCP SBNT melakukan interkoneksi dengan
Infrastruktur Pasar Keuangan (Financial Market
Infrastructure), penyelenggara transaksi, dan/atau
infrastruktur lainnya berdasarkan inisiatif CCP SBNT, CCP
SBNT wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
- 21 -
(3) CCP SBNT wajib mengidentifikasi, mengukur, memantau,
dan mengelola risiko yang timbul dari transaksi dan/atau
hubungan kerja sama dengan Infrastruktur Pasar
Keuangan (Financial Market Infrastructure), penyelenggara
transaksi, dan/atau infrastruktur lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai konektivitas CCP SBNT
diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
BAB VII
PENERBITAN KETENTUAN CCP SBNT (RULE BOOK)
Pasal 41
(1) Penyusunan ketentuan CCP SBNT (rule book) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c wajib dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. memperhatikan prinsip Infrastruktur Pasar Keuangan
(Principles for Financial Market Infrastructure)
dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang
terkait dengan CCP SBNT;
b. meminta pendapat dan masukan dari pelaku pasar
dan pihak yang berkepentingan lainnya; dan
c. memperoleh persetujuan dari dewan komisaris CCP
SBNT.
(2) CCP SBNT wajib menyampaikan ketentuan CCP SBNT (rule
book) kepada Bank Indonesia paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja setelah ketentuan CCP SBNT (rule book)
berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan CCP SBNT (rule
book) diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
- 22 -
BAB VIII
ANGGOTA CCP SBNT
Pasal 42
(1) Anggota CCP SBNT merupakan anggota Kliring langsung
yang terdiri atas:
a. Anggota Kliring umum; dan
b. Anggota Kliring individual.
(2) Anggota Kliring umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a berupa Bank yang dapat bertindak untuk
kepentingan sendiri dan/atau atas nama nasabahnya.
(3) Anggota Kliring individual sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa Bank yang bertindak untuk
kepentingan sendiri.
(4) Nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
Anggota Kliring tidak langsung yang dapat berbentuk:
a. Bank;
b. lembaga keuangan non-Bank; dan
c. pihak lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 43
(1) CCP SBNT wajib mengidentifikasi, memantau, dan
mengelola risiko yang timbul dari Anggota dan nasabah
yang merupakan anggota Kliring tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) (tiered
participation arrangements).
(2) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terhadap nasabah yang merupakan anggota Kliring
tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(4) dapat dilakukan oleh CCP SBNT baik secara langsung
atau melalui anggota Kliring umum.
Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai Anggota diatur dalam
Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
- 23 -
BAB IX
INITIAL MARGIN DAN VARIATION MARGIN
Pasal 45
(1) Dalam melakukan kegiatan usahanya, CCP SBNT dapat
meminta Initial Margin dan Variation Margin kepada
Anggota.
(2) Dalam hal Initial Margin dan/atau Variation Margin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk surat
berharga, surat berharga tersebut harus likuid dengan
risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas yang rendah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Initial Margin dan
Variation Margin diatur dalam Peraturan Anggota Dewan
Gubernur.
BAB X
JENIS DAN KRITERIA TRANSAKSI
Pasal 46
(1) Bank Indonesia menetapkan jenis dan kriteria Transaksi
Derivatif SBNT yang wajib di-Kliringkan melalui CCP SBNT.
(2) Transaksi Derivatif SBNT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan untuk transfer risiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jenis dan
kriteria Transaksi Derivatif SBNT yang wajib dilakukan
Kliring melalui CCP SBNT diatur dengan ketentuan Bank
Indonesia.
BAB XI
LAPORAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Laporan
Pasal 47
(1) CCP SBNT wajib menyampaikan laporan kepada Bank
Indonesia melalui sistem pelaporan Bank Indonesia.
- 24 -
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. laporan berkala; dan
b. laporan insidental.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara offline dalam hal sistem pelaporan secara online
belum tersedia.
Pasal 48
(1) Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. laporan operasional harian dan bulanan terkait
Transaksi Derivatif SBNT;
b. laporan keuangan triwulanan dan laporan keuangan
tahunan;
c. laporan hasil rapat umum pemegang saham (RUPS)
tahunan;
d. laporan hasil stress test; dan
e. laporan evaluasi tahunan kepatuhan terhadap prinsip
Infrastruktur Pasar Keuangan (Principles for Financial
Market Infrastructure).
(2) Laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. laporan wanprestasi Anggota;
b. laporan hasil rapat umum pemegang saham (RUPS)
luar biasa;
c. laporan perubahan keanggotaan CCP SBNT;
d. laporan pengenaan sanksi oleh CCP SBNT terhadap
Anggota;
e. laporan mengenai peristiwa khusus;
f. laporan mengenai pembukaan layanan atau jasa
tambahan kepada Anggota yang telah mendapatkan
persetujuan dari otoritas terkait; dan
g. laporan lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai format dan tata cara
penyampaian laporan diatur dalam Peraturan Anggota
Dewan Gubernur.
- 25 -
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 49
(1) Bank Indonesia melakukan pengawasan kepada CCP
SBNT.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. pengawasan tidak langsung; dan
b. pemeriksaan.
(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan
otoritas lain yang berwenang.
(4) Untuk keperluan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), CCP SBNT wajib memberikan data, informasi,
dan/atau keterangan yang diperlukan Bank Indonesia.
(5) CCP SBNT wajib bertanggung jawab atas kebenaran data,
informasi, dan/atau keterangan yang disampaikan kepada
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan
atas nama Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(7) Pihak yang ditugaskan melakukan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib menjaga
kerahasiaan data, informasi, dan keterangan yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan.
Pasal 50
Dalam hal hasil pengawasan Bank Indonesia menunjukkan
bahwa CCP SBNT tidak dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya secara memadai, Bank Indonesia berwenang:
a. meminta CCP SBNT untuk:
1. melakukan atau tidak melakukan sesuatu; dan
2. menghentikan sebagian atau seluruh kegiatan;
dan/atau
b. mencabut izin usaha CCP SBNT.
- 26 -
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan diatur
dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 52
(1) CCP SBNT yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1),
Pasal 15, Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21 ayat (1)
dan ayat (4), Pasal 24, Pasal 25 ayat (1), Pasal 26, Pasal 29
ayat (1), Pasal 30 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 31, Pasal 32,
Pasal 33, Pasal 34 ayat (2), Pasal 35 ayat (1), Pasal 37, Pasal
39 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 40 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3), Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 43 ayat (1),
Pasal 47 ayat (1), dan/atau Pasal 49 ayat (4) dan ayat (5)
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis.
(2) CCP SBNT yang dikenai sanksi administratif berupa
teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk:
a. pelanggaran ketentuan yang sama sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
kalender; atau
b. pelanggaran beberapa ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebanyak 5 (lima) kali dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun kalender,
dikenai sanksi penghentian sementara atas kegiatan
sebagai CCP SBNT.
(3) CCP SBNT dikenai sanksi pencabutan izin usaha apabila
tidak melaksanakan sanksi penghentian sementara atas
kegiatan sebagai CCP SBNT sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
- 27 -
Pasal 53
Pihak lain yang ditugaskan Bank Indonesia untuk melakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (6)
yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (7) dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis.
Pasal 54
Pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai CCP SBNT tanpa
memiliki izin dari Bank Indonesia dikenai sanksi administratif
berupa teguran tertulis.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni
2020.
- 28 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2019
GUBERNUR BANK INDONESIA,
TTD
PERRY WARJIYO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 September 2019
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
TTD
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 159
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 21/11/PBI/2019
TENTANG
PENYELENGGARAAN CENTRAL COUNTERPARTY
UNTUK TRANSAKSI DERIVATIF SUKU BUNGA
DAN NILAI TUKAR OVER-THE-COUNTER
I. UMUM
Pembentukan central counterparty (CCP) di Indonesia merupakan
suatu inisiatif yang sejalan dengan komitmen Indonesia dalam memenuhi
rekomendasi The Group of Twenty (G20) yang diadopsi dari Financial
Stability Board (FSB) dan International Organization of Securities
Commissions (IOSCO) untuk memitigasi risiko akibat Transaksi Derivatif
SBNT yang dilakukan secara over-the-counter. Selain memenuhi
rekomendasi G20, pendirian CCP SBNT ini juga bertujuan untuk
mengurangi risiko sistemik dimana CCP bertindak sebagai manajemen
risiko yang independen, mempercepat proses pengembangan pasar derivatif
Indonesia, serta memperkuat infrastruktur di pasar keuangan.
Di sisi lain, pembentukan CCP SBNT di Indonesia perlu segera
dilaksanakan mengingat saat ini di negara-negara seperti Uni Eropa,
Amerika Serikat, dan Jepang telah memberlakukan pengaturan kewajiban
margin yang lebih tinggi (global margin requirement) untuk transaksi
derivatif yang tidak di-Kliringkan melalui CCP.
Atas dasar hal tersebut, Bank Indonesia berinisiatif untuk mengatur
mengenai CCP SBNT di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan stabilitas sistem keuangan, mempercepat proses
pengembangan, dan pendalaman pasar keuangan domestik, sekaligus
sebagai respons terhadap rekomendasi G20.
- 2 -
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “modal” adalah modal disetor, saldo
laba (rugi), dan komponen modal lainnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “komisaris independen” adalah
anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan
keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau
hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris
lainnya, direksi, dan/atau pemegang saham pengendali atau
hubungan lain yang dapat memengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 3 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh kepemilikan langsung dan tidak langsung yaitu:
PT “ABC” dimiliki oleh PT “X” sebesar 30% (tiga puluh persen), PT
“Y” sebesar 20% (dua puluh persen), dan PT “Z” sebesar 50% (lima
puluh persen).
PT “X” dimiliki oleh “QRS” Ltd sebesar 40% (empat puluh persen).
Kepemilikan PT “X” pada PT “ABC” dikategorikan sebagai
kepemilikan secara langsung, sedangkan kepemilikan “QRS” Ltd
pada PT “ABC” dikategorikan sebagai kepemilikan secara tidak
langsung.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “infrastruktur” adalah sistem Kliring,
pusat data, dan pusat pemulihan bencana.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
- 4 -
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
- 5 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pelaksanaan tugas menatausahakan Default Fund
Contribution, Initial Margin, dan Variation Margin dilakukan
oleh CCP SBNT dengan cara melakukan perhitungan,
pengumpulan, dan penatausahaan.
Huruf f
Penyusunan ketentuan CCP SBNT (rule book) dilakukan
dengan mengacu kepada standar dan prinsip Infrastruktur
Pasar Keuangan (Principles for Financial Market
Infrastructure).
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
- 6 -
Huruf g
Yang dimaksud dengan “close-out netting” adalah proses
pengakhiran seluruh Transaksi Derivatif SBNT dan transaksi
derivatif lainnya dalam satu perjanjian induk dan dengan
menghitung nilai bersih (netting) dari nilai atau jumlah hak
atau kewajiban dengan pihak yang mengalami wanprestasi
(defaulting party).
Netting dapat dilakukan dengan mengacu pada harga pasar
(mark-to-market).
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Risiko yang dikelola oleh CCP SBNT antara lain risiko hukum,
risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, dan risiko
lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
- 7 -
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Initial Margin dan Variation Margin dalam bentuk surat berharga
dengan kualitas tinggi harus memiliki risiko kredit, risiko pasar,
dan risiko likuiditas yang rendah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “concentration limit” adalah suatu batasan
yang ditetapkan oleh CCP SBNT untuk membatasi penerbit surat
berharga dan/atau jenis surat berharga yang diterima sebagai
Initial Margin dan Variation Margin tertentu.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “efektif” adalah sistem Initial Margin dan
Variation Margin yang tepat untuk setiap produk, portofolio, dan
pasar keuangan sesuai kelas aset yang di-Kliringkan.
Pasal 28
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pelaksanaan stress testing paling sedikit memperhitungkan
skenario wanprestasi Anggota beserta afiliasinya yang berpotensi
memunculkan kewajiban besar yang harus ditanggung oleh CCP
SBNT dalam kondisi pasar yang ekstrem namun masih terukur.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
- 8 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan “aset bersih” adalah aset CCP SBNT
yang bersumber dari modal dan laba ditahan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “final” adalah setelmen tidak dapat
dibatalkan dan tidak dapat ditarik kembali.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “mitigasi risiko setelmen” adalah dengan
menggunakan sarana yang aman dan handal seperti payment
versus payment atau continuous linked settlement system.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 31
Contoh kewajiban timbal balik (two-linked obligation):
Bank A sebagai Anggota melakukan transaksi FX forward jual yang
dilakukan Kliring melalui CCP SBNT. Pada saat setelmen, Bank A wajib
menyerahkan valuta asing sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat) kepada CCP SBNT dan berhak menerima dana
sebesar Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah) dari CCP
SBNT. Penyelesaian hak dan kewajiban tersebut harus diselesaikan
melalui mekanisme payment versus payment (PvP).
Yang dimaksud dengan “principal risk” adalah risiko kehilangan
seluruh dana yang ditransaksikan.
- 9 -
Contoh principal risk:
Penjual dalam suatu transaksi aset finansial telah mengirimkan aset
kepada pembeli namun tidak memperoleh pembayaran.
Pasal 32
Kebijakan dan prosedur dituangkan dalam prosedur operasional
standar internal dan ketentuan CCP SBNT (rule book).
Huruf a
Kebijakan dan prosedur yang jelas mengenai penanganan
wanprestasi yang dialami Anggota merupakan pedoman bagi CCP
SBNT untuk mengambil langkah guna menghindari kerugian dan
tekanan likuiditas serta memastikan kemampuan CCP SBNT
dalam memenuhi kewajibannya.
Contoh kebijakan dan prosedur penanganan wanprestasi yaitu
kebijakan dan prosedur mengenai mekanisme urutan
penggunaan sumber dana (default waterfall) yang dicadangkan
untuk memitigasi risiko finansial akibat adanya Anggota yang
mengalami wanprestasi.
Huruf b
Penerapan segregasi dan portabilitas antara lain dituangkan
dalam perjanjian mengenai segregasi dan portabilitas yang
melindungi posisi Anggota dan kliennya serta melindungi Default
Fund Contribution, Initial Margin, dan Variation Margin dari
kejadian wanprestasi Anggota tersebut.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "efektif” adalah kemampuan CCP SBNT
dalam memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan
memenuhi prinsip keamanan (security) dalam melaksanakan
kegiatannya.
Yang dimaksud dengan “efisien” adalah kemampuan CCP SBNT
untuk memperhitungkan cost and benefit yang efisien atas
layanan yang diberikan antara lain pilihan jenis Kliring dan
- 10 -
setelmen (gross, net, atau hybrid), jenis produk yang di-
Kliringkan, dan penggunaan teknologi komunikasi.
Ayat (2)
Contoh sarana dan prosedur komunikasi yang lazim antara lain
penggunaan Society for Worldwide Interbank Financial
Telecommunication (SWIFT).
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Huruf a
Contoh:
CCP SBNT memisahkan Default Fund Contribution, Initial Margin,
dan Variation Margin untuk Transaksi Derivatif SBNT dengan
default fund contribution dan margin untuk transaksi derivatif
saham.
Huruf b
Contoh:
CCP SBNT memisahkan urutan penggunaan sumber dana
(default waterfall) untuk Transaksi Derivatif SBNT dengan urutan
penggunaan sumber dana (default waterfall) untuk transaksi
derivatif saham.
Pasal 38
Contoh:
CCP SBNT memisahkan urutan penggunaan sumber dana (default
waterfall) berdasarkan kelas aset suku bunga dan nilai tukar. CCP
SBNT juga dapat memisahkan urutan penggunaan sumber dana
(default waterfall) berdasarkan jenis transaksi domestic non-deliverable
forward dan FX swap.
Pasal 39
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Principles for Financial Market
Infrastructure” adalah prinsip Infrastruktur Pasar Keuangan
yang diterbitkan oleh Bank for International Settlements
(BIS).
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan
lain yang terkait dengan CCP SBNT” antara lain ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi valuta
asing terhadap rupiah, transaksi derivatif suku bunga
rupiah, dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang
mengatur mengenai kegiatan pasar modal.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan lainnya”
antara lain Anggota, pihak yang memiliki kepentingan
karena adanya hubungan keuangan, hubungan
transaksional, dan/atau hubungan kepemilikan dengan CCP
SBNT.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Anggota Kliring umum” adalah
Anggota yang berhak melakukan Transaksi Derivatif SBNT
yang di-Kliringkan melalui CCP SBNT, baik untuk keperluan
diri sendiri dan/atau nasabahnya.
- 12 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Anggota Kliring individual” adalah
Anggota yang berhak melakukan Transaksi Derivatif SBNT
yang di-Kliringkan melalui CCP SBNT untuk keperluan diri
sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud “Anggota Kliring tidak langsung” adalah Anggota
yang membuka keanggotaan melalui Anggota Kliring umum.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Huruf a
Laporan operasional harian antara lain laporan hasil Kliring
dan laporan penyelesaian transaksi.
Laporan operasional bulanan antara lain rekapitulasi
kegiatan selama periode bulan terkait dilengkapi dengan
statistik perkembangan volume Kliring dan penyelesaian
- 13 -
transaksi, termasuk laporan mengenai kondisi urutan
penggunaan sumber dana (default waterfall).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Termasuk dalam laporan mengenai peristiwa khusus antara
lain laporan mengenai pelanggaran hukum, perselisihan
dengan anggota, pengenaan sanksi oleh otoritas lain,
kejadian yang memengaruhi kelancaran operasional,
penurunan rating, dan penurunan modal.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Pelaksanaan pengawasan Bank Indonesia kepada CCP SBNT
ditujukan antara lain untuk memastikan kondisi kecukupan
modal dan ketahanan CCP SBNT.
- 14 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia antara lain
akuntan publik dan penilai publik.
Dalam menugaskan pihak lain untuk melakukan pemeriksaan,
Bank Indonesia mengeluarkan surat perintah kerja dan
menetapkan terms of reference.
Ayat (7)
Kewajiban merahasiakan data, informasi, dan keterangan yang
diperoleh dari pemeriksaan berlaku untuk seluruh komisaris,
direksi, dan pegawai yang terkait dengan pemeriksaan.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
- 15 -
Pasal 56
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6381