perang budaya area global

19
BAPEDA PROPINSI DIY JL. MALIOBORO, KEPATIHAN, DANUREJAN YOGYAKARTA @MARCH 2007

Upload: indra-mahendra

Post on 31-Oct-2014

37 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perang Budaya Area Global

BAPEDA PROPINSI DIYJL. MALIOBORO, KEPATIHAN, DANUREJAN

YOGYAKARTA@MARCH 2007

Page 2: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global

Realita historis telah membuktikan kesemestaan Yogyakarta bagi dunia, sehingga

menjadikan kebudayaan Yogyakarta bukanlah kebudayaan Yogyakarta yang berdiri

sendiri di negerinya, tetapi merupakan ramuan dari berbagai kebudayaan yang telah di-

harmonisasi-kan ke dalam seluruh aspek kehidupan berbudaya di Yogyakarta.

Yogyakarta, negeri yang di-design awal oleh ahli tata ruang dan ahli starategi perang, P.

Mangkubumi ini telah meramu unsur-unsur budaya lain, yang kemudian dimanifestasikan

dalam bentuk seni pertunjukan, seni rupa, bahasa, seni suara, seni sastra, adat istiadat,

filosofi, seni bangunan, dan sebagainya.

Kontribusi Yogyakarta bagi semesta dapat dibuktikan dengan banyaknya atribut

yang sengaja disematkan oleh para pecintanya, sebagai kota budaya, kota pendidikan,

kota pariwisata, kota toleransi beragama. Yogyakarta merupakan ”Taman Dunia” yang

diumpamakan sebagai Kawah Candradimuka bagi banyak persona baik di tingkat daerah,

nasional, maupun internasional. Di situs inilah berjumpa banyak pelajar dan mahasiswa

dari seluruh penjuru dunia, juga wisatawan baik dari daerah lain maupun wisatawan

mancanegara, antara lain : dari benua Asia, Australia, Amerika, Eropa dan Afrika.

Mereka telah memboyong muatan budaya dari daerah dan negara asalnya. Oleh

karenanya kontak budaya selalu terjadi, sehingga terjadilah imitasi dan akulturasi.

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 2

Page 3: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

Yogyakarta tidak akan mungkin mengelak globalisasi, sebagai konsekuensi dari

posisinya yang menyemesta itu dan konsekuensi zaman globalisasi. Globalisasi dan

modernisasi pasti terjadi, dan tidak terelakkan. Era globalisasi yang diboncengi

neoliberalisme dan modernisasi melaju diiringi pesatnya revolusi IPTEK. Dunia tanpa

batas yang menganut aliran kebebasan, kebebasan berkreatifitas, kebebasan berpendapat,

kebebasan berekspresi. Bila kita duduk di suatu kursi akan melihat dan berkomunikasi

dengan orang di tempat yang paling jauh di dunia luar sana, maka kemajuan teknologi

informasi dan telekomunikasi mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara

tidak langsung telah melahirkan budaya baru dan mempengaruhi tatanan budaya

masyarakat di Yogyakarta.

Sebenarnya globalisasi dengan model lain telah terjadi sejak dulu dalam sejarah

Kebudayaan Jawa. Pada masa lampau, dalam model dan kapasitas yang berbeda

globalisasi telah sering terjadi. Kemapanan budaya lokal yang merupakan akumulasi dari

budaya sekitar harus dimasuki oleh tradisi dan budaya Hindu pada sekitar abad ke-5

Masehi. Setelah melalui tawar menawar damai dalam proses akulturasi yang wajar tanpa

rekayasa terbentuklah kebudayaan Hindu yang khas Indonesia, termasuk adopsi sistem

pemerintahan dan budaya tulis menulis. Kemapanan kebudayaan lokal yang juga

diwarnai budaya lain tersebut juga dimasuki tradisi muslim pada abad ke-13. Kompromi-

kompromi dalam proses akulturasi telah melahirkan kebudayaan baru yang bernuansa

Islam khas Indonesia. Pada abad ke 15-16 terjadi revolusi kebudayaan Hindu Budha ke

Nusantara Hindu-Budha-Islam. Kekawin digubah menjadi macapat. Muncul Arab pegon

dan Arab melayu. Abad 16 muncul kolonialisme Barat yang lama-lama mengubah warna

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 3

Page 4: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

budaya menjadi budaya Barat. Itu membuktikan bahwa budaya Jawa telah mewariskan

strategi budaya ’ngeli tanpa ngeli’ - menghanyut tetapi tidak ikut benar-benar hanyut

dalam menghadapi gelombang perubahan zaman. Terbukti pada saat itu globalisasi tidak

menimbulkan konflik yang berarti.

Perputaran zaman kemudian, modus dan skala globalisasi telah berubah. Dunia

akan terus mengalami revolusi Four Ti (Technology, Telecomunication, Transportation,

Tourism) yang memilik globalizing force yang dominan sehingga batas antar daerah dan

antar negara semakin kabur, dan akan tercipta sebuah global village. Kebudayaan yang

berkembang saat ini telah banyak meninggalkan rumus aslinya. Kebudayaan yang

berkembang saat ini telah banyak meninggalkan kerangka asli kebudayaan Yogyakarta.

Apabila tidak ada tindak lanjut, dimungkinkan kebudayaan Yogyakarta tidak bisa lagi

menjadi landasan utama pandangan hidup setiap anggota masyarakat yang tinggal di

DIY. Pengaruh globalisasi sangat besar bagi perubahan lingkungan dan kebudayaan di

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Daya serap masyarakat terhadap budaya global lebih cepat dibanding daya serap

budaya lokal. Bukti nyata dari pengaruh globalisasi itu, antara lain dapat disaksikan pada

gaya berpakaian, gaya berbahasa, teknologi informatika dan komunikasi, dan lain

sebagainya. Rok mini dipandang lebih indah daripada pakaian yang rapat. Bahasa Jawa

pun terkalahkan oleh Bahasa Betawi yang dianggap lebih gaul. Bahasa Jawa menjadi

bahasa yang ke sekian di bawah Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia gaul. Dengan

pergeseran waktu wanita-wanita Jawa yang terkenal pandai memasak mulai beralih pada

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 4

Page 5: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

makanan-makanan cepat saji (fastfood) yang bisa didapatkan di restoran. Pizza, spagetti,

humberger, fried chicken dianggap lebih fashionable daripada makanan lokal. Media

elektronik selalu kebanjiran film-film Mandarin, Bollywood, Hollywood, Mexico, dan

lain sebagainya. Tempat belanja lokal tidak memenuhi kebutuhan, sehingga wisata

belanja ke luar negeri membudaya, walaupun membutuhkan biaya mahal. Handphone

dengan berbagai model dikerumuni banyak remaja Yogyakarta. Proses imitasi budaya

asing akan terus berlangsung.

Arus globalisasi bukanlah faktor tunggal penyebab degradasi moral dan degradasi

budaya yang terjadi pada akhir-akhir ini. Faktor-faktor yang menyebabkan kebudayaan

Jawa di Yogyakarta tidak tampil dalam kehidupan sehari-hari, antara lain adalah :

1. Kebudayaan Jawa dianggap kurang praktis. Kenapa orang lebih suka memakai blus,

rok, kaos, kemeja, celana panjang daripada memakai sarung, beskap, kain, kebaya ?

Tentu saja karena alasan kepraktisan.

2. Kebudayaan Jawa memberlakukan banyak aturan dan ritual yang memang mahal.

Dalam fase-fase kehidupan manusia Jawa dari kelahiran, pernikahan, kehamilan,

meninggal selalu diwarnai upacara-upacara ritual yang dianggap rumit dan mahal.

3. Kebudayaan Jawa memberlakukan unggah-ungguh yang terlalu tinggi untuk

dipahami oleh remaja-remaja zaman sekarang. Ditambah lagi ada sinyal bahwa

tingkat pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai budaya masih rendah.

4. Kebudayaan Jawa belum mendarah daging di kalangan masyarakat Jawa, karena

memang tingkat kehidupan masyarakat masih pada kebutuhan primer. Misalnya :

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 5

Page 6: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

mana mungkin rakyat biasa dapat membangun rumah mewah berbentuk joglo, itu

kan membutuhkan biaya besar.

Kenyataannya Kebudayaan Yogyakarta sedang mengalami kondisi ”mati segan

hidup tidak mau” yang terus berlangsung dalam area global :

1. Lunturnya spiritual heritage yang telah diwariskan para leluhur Yogyakarta,

2. Bergesernya nilai-nilai masyarakat paguyuban (pedesaan) ke arah patembayan

(perkotaan),

3. Industrialisasi yang cenderung pada budaya pasar daripada budaya humanitas

berkembang pesat,

4. Mulai menipisnya budaya agraris dan tradisional,

5. Memudarnya nilai-nilai pendidikan masyarakat yang adiluhung dan nilai-nilai

keteladanan,

6. Berkurangnya kewaskitaan memahami makna simbolis dan nilai filosofis,

7. Gelombang penyeragaman budaya global merajalela di mana-mana,

8. Penyeragaman budaya global tidak meleburkan keperbedaan atau heterogenitas

antar budaya.

Era globalisasi dan era keterbukaan telah menghadapkan masyarakat Yogyakarta

pada tantangan-tantangan :

1. Tantangan dalam mewujudkan peningkatan kemakmuran, kesejahteraan dan

keadilan yang ditempuh melalui proses pembangunan kebudayaan

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 6

Page 7: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

2. Tantangan dalam menghadapi fenomena yang ditimbulkan dari proses

globalisasi yang menyamarkan batas-batas anatar negara

3. Tantangan terhadap kemungkinan adanya penjajahan IPTEK dan budaya

4. Tantangan erosi nilai-nilai budaya

Arus global dapat cepat menggerus nilai-nilai budaya lokal sebagai resiko posisi

Yogya yang juga menjadi Kawasan Taman Dunia seiring dengan rekayasa penyeragaman

kebudayaan ke dalam ke-global-an. Ketidakberdayaan tradisi dalam menghadapi

kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Upaya-upaya

pembakuan dan modernisasi yang mengarah pada proses pembunuhan tradisi harus

dilawan, karena itu berarti pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan

krisis identitas lokal. Proses kematian adalah hal yang biasa dan tak perlu diratapi, namun

suatu kematian yang dipaksakan harus dihindari/dilawan. Mungkinkah kebudayaan Jawa

akan mati digerus globalisasi dan ditinggalkan pendukungnya ? Ataukah Yogyakarta

akan menjadi pelestari budaya yang mampu mengolah secara kritis kearifan lokal dan

budaya Jawa untuk mengembangkan jatidiri ? Ataukah Yogyakarta akan menjadi pusat

pengembangan kebudayaan yang mengambil bagian secara aktif dalam pengembangan

budaya nasional yang berakar dalam berbagai tradisi yang berkembang di Indonesia

untuk bersama-sama membangun budaya bangsa ? Ataukah Yogyakarta akan menjadi

pusat pertukaran budaya yang menjadi bagian budaya dunia dan menjadi wadah

pertukaran budaya dengan bersikap terbuka secara kritis terhadap berbagai ragam budaya

dalam bingkai multi kulturalisme yang saling menghargai?

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 7

Page 8: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

Fenomena peng-global-an dunia harus disikapi dengan arif dan positif thinking

karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat bagi kemajuan.

Namun tidak boleh lengah dan terlena, karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga

menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa. Menolak globalisasi

bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Bukankah kita tidak mau ketinggalan dalam IPTEK dengan negara lain. Akan

tetapi perlu kecerdasan dalam menjaring dan menyaring efek globalisasi. Akses

kemajuan teknolgi informatika dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai pelestari dan

pengembang nilai-nilai budaya lokal. Jatidiri daerah harus terus tertanam di jiwa

masyarakat Yogyakarta, serta harus terus meningkatkan nilai-nilai keagamaan.

Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya

penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan

rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Pudarnya budaya bangsa disebabkan

oleh beberapa faktor. Dalam kenyataannya di dalam struktur masyarakat terjadi

ketimpangan sosial, baik dilihat dari status maupun tingkat pendapatan. Kesenjangan

sosial yang semakin melebar itu menyebabkan orang kehilangan harga diri. Budaya lokal

yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit dicernakan, sementara itu budaya

global lebih mudah merasuk. Di dalam pendidikan masyarakat kepemimpinan tidak

mencerminkan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutu wuri handayani

(di depan memberi teladan, di tengah membimbing, dan di belakang mendorong).

Menipisnya keteladanan itu tampak di segala lingkungan. ”Ilmu titen” yang ada dalam

masyarakat sudah mulai menipis karena semakin sulit menyaring dan menjaring budaya

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 8

Page 9: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

yang adiluhung, karena terhanyut pada gaya hidup global. Masyarakat telah mengalami

kerancuan bahasa, sehingga sulit membedakan apa yang disebut dengan westernisasi

dengan modernisasi. Selama ini yang terjaring oleh mastarakat hanyalah gaya hidup ke-

Barat-Baratan, bukan pola hidup modern.

Nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus dimatikan, tetapi dapat

bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi.

Dunia internasional sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup

menjadi agenda pembangunan di setiap negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan

aktualisasi dari filosofi ”Hamemayu Hayuning Bawana”, masyarakat Yogyakarta harus

bersikap dan perilaku yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian dan

keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan

manusia dengan Allah SWT dalam melaksanakan hidup dan kehidupan agar negara

menjadi panjang, punjung, gemah ripah loh jinawi, karta tur raharja.

Hamemayu Hayuning Bawana dapat direalisasikan dengan Hamemasuh

Memalaning Bumi, yaitu membersihkan atau mengamankan tindakan-tindakan yang

melanggar hak-hak asasi manusia. ”Memalaning Bumi” itu dapat berupa peperangan,

penghapusan etnis, penyalahgunaan obat bius, penggunaan senjata pemusnah masal,

terorisme, wabah penyakit, pembakaran hutan, dan lain-lain yang membahayakan

kehidupan manusia dan alam lingkungan. Rasio dan kreatifitas Barat dapat bersinergi

dengan Hangengasah Mingising Budi, yang menggambarkan upaya yang tidak berhenti

untuk mempertajam budi/manusia sehingga semakin tajam dari waktu ke waktu. Budi

manusia yang terasah akan selalu menghasilkan hal-hal yang bersifat baik bahkan luhur

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 9

Page 10: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

dalam wujud hasrat sampai dengan perbuatan atau karya-karyanya. Dalam hal ini

diharapkan manusia dapat melahirkan pemikiran-pemikiran atau hasrat baik atau luhur

secara terus menerus guna disumbangkan bagi kepentingan manusia atau bebrayan agung

termasuk untuk melindungi atau melestarikan dunia seisinya. Etos kerja dan

profesionalisme dapat sinergi dengan filosofi ”Sepi ing pamrih rame ing gawe” (giat

bekerja tanpa memikirkan diri sendiri). Terbangunnya kondisi damai dalam menjalin

hubungan dengan negara-negara lain sehingga tercipta stabilitas keamanan dari tingkat

sub regional, regional bahkan di dunia seyogyanya dicapai dengan aplikasi konsep

”nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake”.

Globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan pembangunan budaya

yag berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar

pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya

memperkuat jatidiri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan

kesejarahan senasib sepenanggungan di antara warga. Oleh karena itu perlu dilakukan

revitalisasi budaya daerah dan perkuatan budaya daerah. Upaya tersebutt direalisasikan

melalui langkah-langkah strategis berikut ini:

1. Pemahaman atas falsafah budaya Jawa sebaiknya dilakukan sesegera mungkin

ke semua golongan dan semua usia berkelanjutan dengan menggunakan bahasa

Jawa. Demikian pula di lingkungan pemerintahan, dari pusat hingga RT dan RW.

2. Pembenahan dalam pembelajaran Bahasa Jawa.

3. Peningkatan kualitas pendidik, pemangku budaya yang berkelanjutan

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 10

Page 11: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

4. Pengembangan kesenian tradisional perlu menjadi perhatian para pemangku

kebijakan

5. Penggalangan jejaring antar pengembang kebudayaan baik di Yogyakarta

maupun di luar Yogyakarta.

6. Peningkatan peran media cetak dan elektronik dan visual termasuk media luar

dan dalam ruangan dalam membuat kondusif pemahaman falsafah budaya Jawa,

mempromosikan seni pertunjukan lokal.

7. Pemanfaatan berbagai prasarana yang ada di masyarakat dan universitas.

8. Pengaitan kajian-kajian budaya dengan aspek kehidupan kemasyarakatan yang

lain, seperti teknologi, kesehatan, agronomi.

9. Pejadwalan rutin workshop dan saresehan falsafah budaya Jawa

10. Pelibatan semua pihak, pemerintah, LSM, kelompok masyarakat, pemerhati,

akademisi, pebisnis.

11. Penghargaan bagi pemangku, pelaku dan pengembang budaya Jawa.

12. Penyusunan PERDA yang melindungi aset budaya baik yag berupa ide, perilaku,

maupun fisik.

13. Pendanaan yang berkelanjutan.

14. Penyusunan draft hak patent atas karya-karya budaya leluhur, seperti lukisan

Affandi, batik, anyam-anyaman, keramik Kasongan dan sebagainya sebelum

diklaim oleh negara lain.

15. Memberi fasilitas secara berkelanjutan bagi program-program pelestarian dan

pengembangan budaya.

16. ”Plug in” muatan budi pekerti di setiap mata pelajaran di lingkungan pendidikan.

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 11

Page 12: Perang Budaya Area Global

4/8/20232:03 AM

Pembangunan budaya yang berkarakter pada penguatan jati diri mempunyai

karakter dan sifat interdepensi atau memiliki keterkaitan lintas sektoral, spasial, struktural

multi dimensi, interdisipliner, bertumpu kepada masyarakat sebagai kekuatan dasra

dengan memanfaatkan potensi sumber daya pemerataan yang tinggi. Karakter

pembangunan budaya tersebut secara efektif merangkul dan menggerakkan seluruh

elemen dalam menghadapi era globalisasi yang membuka proses lintas budaya (trans-

cultural) dan silang budaya (cross cultural) yang secara berkelanjutan akan

mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan lainnya.

*Penulis : Eko Suryanti, Staf Sub Bidang Kebudayaan, DSKM, BAPEDA Propinsi DIY. Berdasarkan berbagai sumber.

Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya di Area Global 12