perancis dan kebijakan imigrasi uni eropa, analisa peran perancis dalam pembentukan eu immigration...

17
Page | 1 Perancis dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa Analisa Peran Perancis dalam Pembentukan EU Immigration Pact Disusun oleh : Erika 0706291243 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Tugas Makalah Akhir Mata Kuliah Dinamika Kawasan Eropa Program Studi S1 Reguler Ilmu Hubungan Internasional Semester Ganjil 2009/2010 DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2009

Upload: erika-angelika

Post on 27-Jul-2015

3.115 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 1

Perancis dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa

Analisa Peran Perancis dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Disusun oleh :

Erika

0706291243

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Tugas Makalah Akhir

Mata Kuliah Dinamika Kawasan Eropa

Program Studi S1 Reguler Ilmu Hubungan Internasional

Semester Ganjil 2009/2010

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2009

Page 2: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu bentuk organisasi internasional, Uni Eropa merupakan contoh

yang baik bagi pembentukan intergrasi regional. Betapa tidak, sebagai suatu organisasi yang

tersusun dari berbagai macam negara dengan segala perbedaannya, keberadaan Uni Eropa

seakan dapat menjadi perekat yang ampuh untuk menyatukan perbedaan-perbedaan itu.

Keberadaan Uni Eropa tidak hanya sanggup menyatukan perbedaan-perbedaan antar

negara-negara Eropa, tapi juga telah semakin memperkecil batas-batas antar anggotanya.

Batas-batas antar negara anggota Uni Eropa semakin diperkecil sejak dikeluarkannya Treaty

of Rome, kesepakatan mengenai “Four Freedoms” yang dihasilkan oleh European Economic

Community. Adapun “Four Freedoms” yang dimaksud adalah adanya kebebasan pergerakan

modal, barang, jasa, dan manusia (free movement of capital, goods, services, and people).

Adapun, keputusan Treaty of Rome ini ternyata mendatangkan banyak masalah di

kemudian hari, terutama terkait dengan keputusan free movement of people. Adanya

kebebasan pergerakan manusia dalam Uni Eropa sebenarnya memiliki tujuan awal yang baik,

yaitu untuk meningkatkan perekonomian Eropa, yang sebagian besar negaranya memiliki

kekurangan dalam hal tenaga kerja sehingga untuk menarik masuknya buruh-buruh dari

sesama negara Eropa, dibuatlah keputusan untuk membebaskan masuknya imigran dari

sesama negara Eropa. Keputusan ini, pada perkembangannya, semakin menimbulkan masalah

karena ternyata imigran yang bebas berpindah ini seringkali tidak hanya datang dari

negara-negara anggota Uni Eropa (UE), melainkan juga dari wilayah lain seperti Eropa Timur

(yang sebagian besar belum menjadi anggota UE), Afrika, Asia, dan berbagai wilayah lain.

Kemudahan masuknya imigran dari berbagai wilayah terutama disebabkan oleh

masih lemahnya peraturan-peraturan UE tentang imigrasi. Selain itu, masalah batas-batas

wilayah yang relatif lemah dan tidak jelas juga menjadi penyebab mengapa arus imigran

menjadi tidak terkontrol di negara-negara Eropa. Berbagai masalah ini melahirkan urgensi di

Page 3: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 3

kalangan negara-negara UE akan adanya sebuah undang-undang yang jelas untuk mengatur

mengenai masalah imigrasi, yang kemudian terwujud melalui pembentukan European

Immigration Pact (EIP) pada Oktober 2008. Adanya EIP ini menghasilkan beberapa

perubahan penting sehubungan dengan pergerakan imigran di Eropa. Aturan imigrasi yang

tadinya longgar kini menjadi lebih ketat dan restriktif. Pembentukan aturan imigrasi EIP yang

restriktif ini tidak terlepas dari peran negara-negara anggota UE yang menuntut dilahirkannya

aturan spesifik yang lebih restriktif dalam mengatur arus imigrasi di Eropa. Salah satu negara

yang berperan besar dalam pembentukan kebijakan imigrasi UE yang restriktif adalah

Perancis dengan Nicholas Sarkozy sebagai Presidennya. Pada waktu kebijakan imigrasi Uni

Eropa ini dibuat, Uni Eropa sedang berada dalam masa kepemimpinan Sarkozy yang ketika

itu menjabat sebagai Presiden Uni Eropa. Karena itu, tidaklah aneh bila timbul nosi mengenai

banyak dipengaruhinya kebijakan imigrasi Uni Eropa oleh ambisi Sarkozy untuk menertibkan

arus imigrasi di Eropa, serta oleh kondisi domestik Perancis yang sedang mengalami

peningkatan arus imigrasi. Makalah ini kemudian akan membahas mengenai pengaruh

kondisi arus imigrasi secara domestik di Perancis dan kebijakan imigrasi Perancis yang

cenderung restriktif terhadap pembentukan kebijakan imigrasi UE yang restriktif.

1.2. Pertanyaan Permasalahan

Makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan: Bagaimana pengaruh kebijakan

imigrasi Perancis yang restriktif terhadap pembentukan kebijakan imigrasi Uni Eropa?

Dalam menjawab pertanyaan ini, pertama-tama penulis akan memberikan gambaran singkat

mengenai imigrasi di Uni Eropa dan di Perancis, kemudian penulis akan menjelaskan

mengenai kebijakan imigrasi di Perancis dan di Uni Eropa. Pada bagian akhir, penulis

kemudian akan mencoba menganalisa keterkaitan kebijakan imigrasi di Perancis dengan

kebijakan imigrasi di Uni Eropa dengan menggunakan kerangka teori yang akan dijelaskan

berikutnya.

1.3. Kerangka Pemikiran

Makalah ini akan menggunakan dua macam kerangka pemikiran, yaitu kerangka

konsep dan kerangka teori. Dalam kerangka konsep, makalah ini akan menerangkan

Page 4: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 4

mengenai konsep imigrasi. Dalam kerangka teori, makalah ini akan menggunakan teori

Holsti mengenai pembentukan kebijakan luar negeri. Adapun teori Holsti ini sebenarnya

bersifat domestik, akan tetapi dalam makalah ini, teori Holsti tersebut akan dipahami secara

internasional. Dalam artian, jika sebenarnya Holsti menjelaskan mengenai pembentukan

kebijakan luar negeri di suatu negara dan unsur-unsur domestik yang mempengaruhinya,

makalah ini akan mengartikan teori Holsti tersebut sebagai pembentukan kebijakan di tingkat

Uni Eropa, serta unsur-unsur “domestik” dari dalam Uni Eropa itu sendiri. Uni Eropa,

karenanya, akan dipahami sebagai sebuah entitas “negara” dalam konteks teori Holsti ini.

1.3.1. Konsep Imigrasi

Secara sederhana, imigrasi mencakup perpindahan manusia melewati batas-batas

negara. Sita Bali menyatakan bahwa dua isu utama dari imigrasi adalah mengenai regulasi

dan kontrol dari migrasi internasional dan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah etnis

monoritas dari para migran tersebut. Adapun, regulasi dan kontrol dari migrasi internasional

itu kemudian akan diserahkan pada keputusan tiap-tiap negara penerima imigran. Negara

mengklaim otoritas absolut untuk memutuskan siapa yang mampu untuk masuk dan

meninggalkan wilayah juridiksinya. Untuk jangka panjang, dampak yang paling terlihat dari

migrasi internasional adalah terciptanya etnis minoritas di negara-negara tujuan yang akan

mempengaruhi stabilitas sosial dan politik dalam negeri serta kesejahteraan ekonomi.1

Terjadinya imigrasi kemudian akan menyebabkan masuknya berbagai etnis

minoritas, yang lantas membuat prinsip dasar kewarganegaraan perlu dipikirkan dan dikaji

kembali. Kewarganegaraan tidak bisa lagi didefinisikan berdasarkan kesamaan historis, etnis,

budaya, dan agama. Komunitas imigran sekarang mampu untuk menjadi aktor independen

dalam tingkat internasional sehingga melemahkan analisis tradisional dalam hubungan

internasional yang terpusat pada negara.2

1.3.2. Teori Holsti mengenai Proses Pembentukan Politik Internasional

Dalam penjelasannya mengenai pembentukan kebijakan luar negeri, Holsti 1 Sita Bali, “Migration and Refugees”, dalam Brian White, et al. (eds), Issues in World Politics (2

nd Edition),

(London: Palgrave/Macmillan, 2001), hal. 172 2 Ibid., hal. 190

Page 5: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 5

menjelaskan bahwa pembentukan kebijakan luar negeri sangat tergantung pada faktor kondisi

eksternal dan kondisi domestik si pembuat kebijakan, di mana kondisi eksternal dan domestik

itu kemudian akan membentuk image pada diri pembuat kebijakan. Kondisi lingkungan ini

sendiri terdiri dari hal-hal yang sangat kompleks, di mana kondisi lingkungan di sekitar

pembuat kebijakan meliputi kepentingan nasional, latar belakang sejarah, faktor ekonomi dan

sosial, serta nilai-nilai yang dianut suatu negara.3 Gabungan dari keseluruhan kondisi

lingkungan tersebut membentuk image seorang pembuat kebijakan mengenai kebijakan apa

yang harus ia ambil. Lebih lanjut lagi, pembuatan kebijakan juga akan dipengaruhi pada

tingkah laku/sifat pembuat kebijakan (attitude), nilai-nilai, doktrin, dan ideologi yang dianut

pembuat kebijakan (values, doctrines, ideologies), serta analogi (analogies) yang dimiliki

pembuat kebijakan. Mengenai faktor analogi ini, Holsti juga menjelaskan bahwa pembuatan

kebijakan seringkali dilakukan berdasarkan analogi. Analogi di sini dimengerti sebagai

perbandingan antara kondisi masa kini dengan situasi di masa lalu, dengan berdasarkan pada

berbagai kondisi dan situasi di masa kini yang memiliki kemiripan dengan kondisi dan situasi

di masa lalu.4 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan inilah, menurut Holsti, seorang

pemimpin akan mengambil suatu kebijakan.

Adapun setelah seorang pemimpin memutuskan untuk mengambil kebijakan tertentu,

proses pembuatan kebijakan kemudian juga berpengaruh pada aktor-aktor lain yang juga

berperan dalam proses pembuatan kebijakan, di mana aktor-aktor tersebut kemudian akan

mendefinisikan situasi yang diperlukan dalam pembuatan kebijakan. Sehingga kemudian,

selain faktor pemimpin, pembuatan kebijakan juga dipengaruhi oleh aktor-aktor lain seperti

misalnya birokrasi dan kelompok kepentingan yang berkuasa. Di sini faktor

personalitas/kepribadian setiap aktor kemudian berpengaruh. Setelah pembuatan kebijakan

berhasil dilakukan, langkah selanjutnya adalah mendefinisikan tujuan kebijakan, yang lantas

diikuti dengan upaya mengidentifikasi sektor-sektor alternatif, memperkirakan kerugian dan

keuntungan yang akan didapat, memprediksi hasil, mengeluarkan kebijakan, dan terakhir

mengimplementasikan kebijakan tersebut. Berikut adalah model proses pembuatan kebijakan

3 K. J. Holsti, International Politics, a Framework of Analysis. (New Jersey: Prentice Hall, 1967), hal. 291.

4 Ibid, hal. 298.

Page 6: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 6

menurut Holsti.5

5 Ibid, hal. 303.

Page 7: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Imigrasi di Uni Eropa

Masalah imigrasi bukanlah masalah yang sepele bagi masyarakat Eropa. Hal ini

disebabkan karena sejak 1950, Eropa telah menjadi tujuan utama bagi para imigran di seluruh

dunia. Akan tetapi, walaupun pada umumnya negara-negara Eropa menjadi tujuan utama para

imigran, dinamika persebaran imigran berbeda-beda di tiap wilayah Eropa. Pada wilayah

sebelah utara Eropa (Irlandia, Inggris, Finlandia, dan Swedia) memiliki jumlah imigran yang

cukup banyak, sementara di wilayah tengah Eropa (Belgia, Denmark, Luksemburg, Jerman,

Holland, Austria, dan Perancis) merupakan wilayah Eropa dengan jumlah imigran terbesar.6

Hal yang cukup berbeda terjadi di wilayah Mediterania (Italia, Spanyol, Portugal, dan

Yunani), yang pada awalnya merupakan negara asal imigran, akan tetapi lama-kelamaan

berkembang menjadi negara tujuan imigrasi seperti halnya negara Eropa lain. Adapun,

negara-negara Eropa relatif menjadi tujuan utama para imigran karena wilayah Eropa

merupakan wilayah yang maju secara perekonomian, yang menjadi insentif utama bagi para

imigran yang ingin memperbaiki hidupnya untuk berpindah. Berikut adalah data jumlah

imigran legal yang terdaftar memasuki wilayah negara-negara besar Uni Eropa periode 1989

sampai 1998.

Tabel Jumlah Imigrasi Legal di Negara-Negara Uni Eropa Periode 1989-19997

Negara 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

Jerman 1522 1652 1199 1502 1277 1083 1096 960 841 802

Spanyol 34 34 24 39 33 34 36 30 58 81

Perancis 105 97 102 111 94 64 50 47 66 100

Finlandia 11 14 19 15 15 12 12 13 14 14

Swedia 66 60 50 45 62 84 46 40 45 49

Inggris 250 267 267 216 210 253 246 258 285 402

6 Leticia Delgado Godoy, Immigration in Europe: Realities and Policies. http://www.ipp.csic.es/doctrab2/

dt-0218e.pdf, diakses pada 6 Desember 2009, pukul 08.25. 7 Jumlah imigran dalam ribuan jiwa. Sumber: Eurostat Yearbook 2001, dapat diakses pula melalui Ibid.

Page 8: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 8

2.2. Imigrasi di Perancis

Sejak dahulu kala, dimulai dari zaman Romawi, Perancis merupakan negara tujuan

imigrasi dari negara-negara koloni dan merupakan negara yang menjadi tempat integrasi

berbagai populasi berbeda.8 Dengan demikian, imigrasi merupakan hal yang lumrah bagi

Perancis dan telah terjadi sejak waktu yang lama. Selain itu, Perancis merupakan salah satu

negara yang terbilang maju di kawasan Eropa bagian barat, sehingga wajarlah jika Perancis

seringkali menjadi tujuan utama bagi para migran. Kebanyakan pendatang di Perancis adalah

para penduduk negara-negara di Afrika bagian utara, seperti Algeria, Mesir, Libya, Moroko,

Tunisia, Mauritania, dan Sahara Barat. Total imigran di Prancis saat ini adalah sekitar 11%

dari total populasi. Dari 11% tersebut, sebanyak 31% berasal dari Algeria, Moroko, dan

Tunisia.9 Pada tahun 2004, sebuah survey dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mendorong imigran ke Prancis. Hasillnya didominasi oleh family reunification yang disusul

oleh alasan untuk mencari pekerjaan.

Pada awalnya, imigrasi belum menjadi masalah krusial di Perancis. Bahkan ada

masa di mana Perancis justru membuka wilayahnya untuk para imigran, seperti yang terjadi

selepas Perang Dunia II dan pada awal tahun 1990-an, ketika Perancis mengalami

kekurangan tenaga kerja. Pada saat itu, Perancis pun menerapkan berbagai kebijakan yang

ramah terhadap para imigran, yang akan dijelaskan pada subbab berikutnya. Akan tetapi

seiring dengan meningkatnya arus imigrasi dalam jumlah yang signifikan di Perancis, warga

Perancis semakin kesulitan mendapatkan pekerjaan karena harus berebut lapangan pekerjaan

dengan para imigran. Hal ini menimbulkan kebencian pada diri warga Perancis, yang

semakin diperparah dengan timbulnya perasaan xenophobia pada para imigran. Kebencian

dari masyarakat Perancis terhadap para imigran ini kemudian memaksa pemerintah Perancis

untuk mengambil langkah yang tegas untuk membatasi masuknya imigran di Perancis. Inilah

yang kemudian mendorong Perancis untuk mengeluarkan berbagai kebijakan yang restriktif

terhadap para imigran, yang kemudian akan dijelaskan pada subbab berikutnya.

8 Jean-Claude Pecker, Immigration in France. http://www.iheu.org/node/377, diakses pada 14 Oktober 2009,

pukul 13.00. 9

Patrice de Beer, France's Immigration Politics. http://www.opendemocracy.net/globalization-

institutions_government/france_immigration_4338.jsp, diakses pada 5 Oktober 2009, pukul 13.00.

Page 9: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 9

2.3. Kebijakan Imigrasi Perancis Periode 2007 hingga Sekarang

Sejak tahun 2007, terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam kebijakan imigrasi

Perancis. Sejak Perancis dipimpin oleh Presiden Nicholas Sarkozy, Perancis tampak semakin

“garang” dengan para imigran. Kebijakan imigrasi Perancis pun menjadi sangat ketat, di

mana terdapat beberapa poin yang mengindikasikan bahwa jumlah imigran di Perancis—baik

untuk imigran lama maupun untuk imigran yang baru akan masuk ke Perancis—haruslah

dikurangi. Pemerintah Perancis, misalnya, menerapkan kebijakan pemulangan para ilegal

imigran dengan target yang tinggi setiap tahunnya. Selain pemulangan para imigran gelap,

pemerintah juga menetapkan kebijakan untuk langsung memulangkan para imigran yang

terbukti melakukan tindak kriminal apapun. Pemulangan imigran berlangsung dengan

kesadaran dari imigran itu sendiri maupun atas paksaan negara. Pemerintah dalam hal ini

melakukan tindakan persuasif bagi mereka yang memutuskan untuk pulang ke tanah air

mereka dengan kesadaran sendiri, seperti misalnya dengan menawarkan sejumlah uang untuk

membantu mereka.10

Lebih lanjut lagi, para imigran yang dipulangkan tersebut ternyata juga

ditarik pajak pendapatan walaupun mereka bukanlah imigran yang memiliki izin tinggal.11

Kebijakan pemulangan para imigran ini dilakukan pemerintah Perancis dengan

serius. Pada tahun 2008, terdapat 26.000 imigran ilegal yang dipulangkan dari Perancis.12

Pemerintah Perancis juga mengakui bahwa mereka telah mengadakan kerja sama dengan

negara-negara Afrika yang merupakan asal imigran terbesar di Prancis dalam rangka

menanggulangi masalah imigran gelap.13

Kebijakan Perancis untuk memulangkan para

imigran tersebut diterapkan karena Perancis khawatir peningkatan jumlah imigran tidak

diikuti dengan integrasi yang baik di Perancis.

Selain aturan pemulangan imigran (return directive), kebijakan imigrasi Prancis

yang semakin restriktif juga ditunjukkan dengan semakin selektifnya pemberian status

10

French Immigration Minister Wants To Pay Immigrants To Leave. http://www.workpermit.com/news/

2007-06-01/france/immigration_minister_pay_immigrants_leave.htm, diakses pada 5 Oktober 2009, pukul

13.00 WIB. 11

Internet French Property. France's Tough New Immigration Policies. http://www.french-property.com/

newsletter/2008/5/1/france-immigration/, diakses pada 5 Oktober 2009, pukul 13.00 WIB 12

Reuters. Immigration Minister Exceeds Expulsion Target. http://www.france24.com/en/20090114-

immigration-minister-exceeds-immigrant-expulsion-target-, diakses pada 5 Oktober 2009, pukul 13.00 WIB. 13

Ibid.

Page 10: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 10

kewarganegaraan bagi para imigran. Bahkan, Nicholas Sarkozy pernah menyatakan bahwa ia

hanya menginginkan imigran skilled workers untuk tinggal di wilayahnya.14

Selain itu,

kebijakan imigrasi Perancis yang semakin restriktif antara lain ditunjukkan melalui adanya

tes bahasa Prancis dan pengetahuan mengenai nilai-nilai Prancis dalam rangka mendapatkan

izin tinggal bagi para imigran. Apabila si imigran tidak dapat lulus dari tes tersebut, maka

mereka harus kembali ke negara asal dan mengambil pelajaran mengenai Prancis di negara

asal masing-masing. Pada umumnya, tes ini dilakukan untuk para imigran yang ingin

bergabung dengan keluarganya yang telah berada di Perancis (family reunification). Bahkan,

untuk membuktikan ikatan keluarga, pemerintah Perancis mewajibkan perlu diadakannya tes

genetik. Kebijakan imigrasi Perancis menunjukkan bahwa Perancis mencoba untuk

melakukan homogenisasi masyarakatnya dengan menggunakan kekuasaannya sebagai

pemerintah.15

2.4. Kebijakan Imigrasi di Uni Eropa Pada Masa Pemerintahan Sarkozy

Sejak Uni Eropa dipimpin Perancis melalui kepemimpinan Nicholas Sarkozy, terjadi

berbagai perubahan pada peraturan Uni Eropa, khususnya sehubungan dengan imigrasi.

Dimulai dari tahun 2007, Uni Eropa mulai mengambil langkah tegas menghadapi masuknya

para imigran, khususnya imigran ilegal ke wilayah Eropa. Uni Eropa pun mengeluarkan

Perjanjian Imigrasi Uni Eropa (European Union Immigration Pact) yang mengatur berbagai

hal sehubungan dengan imigrasi. Adapun, inti perjanjian ini adalah untuk mengatur lima

prioritas: imigrasi legal dan integrasi, pengaturan imigrasi ilegal, pengaturan batas wilayah

yang lebih efektif, sistem pemberian suaka Eropa, serta migrasi dan pembangunan.16

Melalui

perjanjian imigrasi ini, negara-negara Uni Eropa secara tersirat menyatakan pada para

imigran bahwa Eropa akan mulai mengambil tindakan tegas pada para imigran, terutama

imigran ilegal yang kehadirannya (sebetulnya) tidak diharapkan. Lebih lanjut lagi,

14

Henry Samuel, Sarkozy unveils new laws to expel foreign workers. http://www.telegraph.co.uk/news/

worldnews/europe/france/1509901/Sarkozy-unveils-new-laws-to-expel-foreign-workers.html, diakses pada 5

Oktober 2009, pukul 13.00. 15

Francis Fukuyama, Identity and Migration. http://www.prospectmagazine.co.uk/2007/02/

identityandmigration/, diakses pada 5 Oktober 2009, pukul 13.00. 16

Elizabeth Collett, The EU Immigration Pact—From Hague to Stochkholm, via Paris. http://www.epc.eu/

TEWN/pdf/304970248_EU%20Immigration%20Pact.pdf, diakses pada 10 Desember 2009, pukul 08.39.

Page 11: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 11

sebenarnya perjanjian imigrasi Uni Eropa ini berangkat dari pernyataan yang diakui

negara-negara Uni Eropa, yaitu bahwa “the European Union ... does not have the resources to

decently receive all the migrants who hope to find a better life here”.17

Pernyataan inilah

yang kemudian menjadi dasar berbagai kebijakan imigrasi Uni Eropa yang mulai ketat dan

restriktif sejak masa kepemimpinan Sarkozy. Adapun dalam makalah ini, aturan-aturan

imigrasi yang restriktif dari Uni Eropa tersebut kemudian dibagi menjadi dua aturan yang

paling gencar dipromosikan Uni Eropa dalam EU Immigration Pact, yaitu kebijakan

pengembalian langsung (return directive) dan kebijakan skema Kartu Biru (Blue Card

scheme).

2.4.1. Kebijakan Uni Eropa mengenai Pengembalian Langsung (Return Directive)

Kebijakan return directive dalam EU Immigration Pact bisa dikatakan sebagai

kebijakan imigrasi yang paling kontroversial dan paling banyak mendapatkan kritik dari

pihak-pihak di luar Uni Eropa, seperti misalnya kritik dari negara asal imigran, maupun dari

berbagai Non Governmental Organization (NGO) yang menilai kebijakan ini melanggar hak

asasi manusia. Adapun kebijakan return directive ini merupakan bentuk kebijakan

pengembalian imigran ilegal ke negara asalnya, seperti yang disampaikan dalam EU

Immigration Pact, yaitu bahwa “irregular aliens on member states’ territory must leave that

territory”.18

Aturan mengenai return directive ini telah ditandatangani dan disetujui oleh

Parlemen Eropa sejak 2008 lalu, dan akan menjadi aturan hukum yang legal pada 2010

nanti.19

Walaupun baru menjadi aturan hukum yang legal pada 2010 nanti, kebijakan return

directive ini telah diterapkan di berbagai negara anggota Uni Eropa, seperti misalnya di

Perancis yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

Adapun pelaksanaan kebijakan return directive pada EU Immigration Pact memiliki

teknis pelaksanaan yang mirip dengan kebijakan return directive di Perancis, yang dilakukan

dengan dua cara, yaitu secara sukarela dari imigran itu sendiri, ataupun dengan menggunakan

17

Euractiv, The European Pact on Immigration and Asylum. http://www.euractiv.com/en/socialeurope/

european-pact-immigration-asylum/article-175489, diakses pada 7 Desember 2009, pukul 08.42. 18

Ibid. 19

BBC, Q&A: EU Immigration policy. http://news.bbc.co.uk/2/hi/7667169.stm, diakses pada 4 Desember 2007,

pukul 08.44.

Page 12: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 12

campur tangan pemerintah negara masing-masing. Lebih lanjut lagi, aturan mengenai tata

cara pendeportasian kemudian diserahkan kepada pemerintah negara masing-masing. Aturan

return directive ini berlaku di setiap negara anggota Uni Eropa, kecuali Irlandia dan Inggris.

Irlandia dan Inggris tidak setuju dengan aturan ini karena menurut mereka, kebijakan

pengembalian langsung ini tidak akan membuat proses pengembalian seluruh imigran ilegal

menjadi lebih mudah.20

2.4.2. Kebijakan Uni Eropa mengenai Skema Kartu Biru (Blue Card Scheme)

Kebijakan imigrasi Uni Eropa dalam EU Immigration Pact yang juga banyak

mendapatkan kritik adalah rencana penggunaan Skema Kartu Biru (Blue Card Scheme) untuk

mengatur masuknya tenaga kerja di Eropa. Penggunaan Skema Kartu Biru sendiri sebenarnya

belum dilegalkan dalam EU Immigration Pact, akan tetapi kebijakan ini termasuk kebijakan

yang paling dipromosikan oleh Uni Eropa. Adapun, kebijakan Skema Kartu Biru ini dibuat

dengan mengambil contoh dari kebijakan Green Card di Amerika Serikat untuk menarik

masuknya tenaga kerja ahli dalam Uni Eropa, seperti misalnya tenaga kerja insinyur dan

tenaga kerja kesehatan.21

Kartu Biru ini kemudian akan memberikan pemegangnya

kemudahan bertempat tinggal di dalam wilayah negara-negara Uni Eropa, juga kemudahan

untuk membawa serta anggota keluarganya untuk tinggal di wilayah Eropa. Kartu Biru ini

juga akan memberikan, untuk kondisi tertentu, kemudahan untuk berpindah dan tinggal di

negara kedua Uni Eropa, setelah tinggal menetap secara legal di negara pertama.

2.5. Peran Perancis dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Dalam pembentukan kebijakan imigrasi Uni Eropa, bisa dikatakan Perancis

memegang peranan yang sangat dominan. Dipimpinnya Uni Eropa pada saat itu oleh Perancis

melalui Sarkozy menyebabkan pembuatan kebijakan imigrasi cenderung didominasi oleh

Perancis. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab jauh sebelum Sarkozy menduduki jabatannya

di Uni Eropa, ia sudah menyatakan niatnya untuk mengarahkan Uni Eropa menjadi lebih

20

Ibid. 21

Ibid.

Page 13: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 13

ketat dalam pengaturan arus imigrasi.22

Sejak masa kampanyenya pada tahun 2007, Sarkozy

juga terus menyatakan niatnya untuk menghasilkan European Pact on Immigration and

Asylum yang bertujuan untuk mengintegrasikan kebijakan imigrasi negara-negara Uni Eropa,

dan untuk membentuk pandangan Uni Eropa yang sama terhadap masalah imigrasi, baik yang

legal maupun yang ilegal.23

Menurut pemerintah Perancis, imigrasi Uni Eropa butuh

upaya-upaya „pembersihan‟ (immigration policy in Europe is in need of some

‘house-keeping’24

), karena itu tidaklah mengherankan jika dalam masa kepemimpinannya,

Perancis cenderung memfokuskan Uni Eropa pada masalah pengaturan imigrasi, terbukti

dengan dihasilkannya berbagai kebijakan-kebijakan dalam EU Immigration Pact pada masa

kepemimpinan Sarkozy.

Dominannya Perancis dalam pembentukan kebijakan imigrasi UE dalam EU

Immigration Pact antara lain terlihat dari pemilihan bahasa dan kata-kata dalam perjanjian

tersebut yang lebih didominasi oleh istilah-istilah Perancis, seperti misalnya penggunaan

istilah ‘immigration choisie‟, yang berarti imigrasi khusus; ataupun penggunaan istilah

„co-développement‟, yang dimaksudkan pada penggabungan imigrasi dan pembangunan.

Penggunaan istilah-istilah dalam bahasa Perancis itu menunjukkan bahwa sebenarnya EU

Immigration Pact lebih ditujukan untuk masyarakat Perancis.

Dominannya Perancis dalam pembentukan kebijakan imigrasi Uni Eropa juga

terlihat dalam EU Immigration Pact yang seolah lebih merefleksikan persepsi Perancis

tentang imigran yang cenderung garang dan restriktif terhadap imigrasi. Karena itu tidaklah

heran jika kebijakan imigrasi Uni Eropa dalam EU Immigration Pact cenderung mendapat

kritik dari negara-negara asal imigran seperti negara-negara Afrika, ataupun dari dalam

negara Uni Eropa sendiri seperti dari Spanyol yang cenderung terbuka terhadap masuknya

imigran untuk kepentingan ekonominya. Dua kebijakan imigrasi dalam EU Immigration Pact

yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, kebijakan return directive dan kebijakan blue

card scheme, merupakan dua kebijakan yang jelas menunjukkan besarnya dominasi Perancis

22

Hal ini disampaikan Brice Hortefeux, Menteri Imigrasi Perancis di depan Parlemen Perancis pada 23 Januari

2008. Lihat France Hopeful on EU Immigration Deal, dapat diakses secara online melalui

http://www.euractiv.com/en/opinion/france-hopeful-on-eu-immigration-deal/article-171541, diakses pada 5

Desember 2009, pukul 08.46. 23

Euractiv, loc.cit. 24

Elizabeth Collett, loc.cit.

Page 14: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 14

dalam pembentukan EU Immigration Pact. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sejak

tahun 2008, Perancis sudah memberlakukan aturan return directive pada imigran-imigrannya,

baik imigran legal maupun ilegal. Kebijakan ini diterapkan bahkan sebelum aturan return

directive dalam EU Immigration Pact disahkan, sehingga pembuatan kebijakan Uni Eropa

mengenai return directive ini terkesan lebih ditujukan untuk melegitimasi tindakan Perancis

tersebut. Adapun, legitimasi ini menjadi mudah dilakukan karena dominannya peran Sarkozy

dalam pembuatan kebijakan imigrasi Uni Eropa.

Terwakilkannya kepentingan Perancis dalam EU Immigration Pact juga terlihat

dalam kebijakan blue card scheme, di mana kebijakan ini lebih bertujuan untuk menjaring

masuknya tenaga kerja ahli dengan memberikan berbagai insentif seperti ijin tinggal dan

berbagai kemudahan lain. Perlu diingat, walaupun pertumbuhan ekonomi Perancis relatif

stabil, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar negara Uni Eropa, termasuk

Perancis sedang mengalami kekurangan tenaga kerja dikarenakan rendahnya tingkat

kesuburan di Perancis. Hal inilah yang mendorong dibutuhkannya tenaga kerja ahli dari luar

wilayah negara-negara Uni Eropa. Keinginan mendapatkan tenaga kerja ahli ini mendorong

Perancis gencar mempromosikan blue card scheme dalam masa kepemimpinan, untuk

kepentingan perekonomiannya sendiri.

2.6. Analisis Pengaruh Kebijakan Imigrasi Perancis yang Restriktif Terhadap

Pembentukan Kebijakan Imigrasi di Uni Eropa

Dalam penjelasan sebelumnya, telah dipaparkan beberapa bukti dominannya peran

Perancis dalam pembuatan kebijakan imigrasi Uni Eropa melalui EU Immigration Pact.

Dominannya peran Perancis itu sendiri terjadi karena pada waktu itu Uni Eropa memang

sedang berada di bawah kepemimpinan Perancis melalui Presiden Perancis, Nicholas Sarkozy.

Dipimpinnya Uni Eropa oleh Sarkozy memungkinkan terjadinya pembentukan kebijakan

imigrasi yang cenderung Perancis-sentris. Adapun menurut Holsti dalam teori pembentukan

politik internasionalnya, faktor kondisi eksternal dan domestik cenderung berperan dalam

pembentukan kebijakan imigrasi Uni Eropa. Di sini, faktor kondisi eksternal dan domestik

yang berperan adalah kondisi mayoritas negara-negara Uni Eropa, khususnya Perancis, yang

rata-rata selalu didatangi oleh imigran-imigran dari seluruh dunia. Kondisi tingginya angka

Page 15: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 15

imigran yang masuk setiap tahunnya melahirkan urgensi di kalangan negara-negara Uni

Eropa pada umumnya, dan Perancis pada khususnya, untuk membuat suatu kebijakan

imigrasi yang cenderung restriktif dan ketat untuk membatasi dan mengontrol arus masuk

imigran di wilayah-wilayah Uni Eropa.

Lebih lanjut lagi, faktor yang juga berpengaruh dalam pembentukan kebijakan

imigrasi Uni Eropa adalah faktor image, attitude, values, doctrines, ideologies, dan analogies

dari si pembuat kebijakan. Dalam penjelasan Holsti inilah, Sarkozy sebagai figur pengambil

kebijakan berperan penting dalam menentukan pembuatan kebijakan EU Immigration Pact.

Faktor image yang dimiliki Sarkozy terhadap para imigran adalah bahwa imigran hanya

mendatangkan kerugian bagi masyarakat Perancis, di mana kedatangan imigran membuat

warga Perancis kehilangan lapangan pekerjaan. Image inilah yang lantas melahirkan

kebijakan Uni Eropa yang cenderung restriktif dan garang pada para imigran. Attitude

Sarkozy yang memang tidak suka pada kehadiran imigran di wilayah Eropa juga turut

membentuk ketatnya kebijakan imigrasi Uni Eropa. Sementara faktor terakhir, analogi,

menjadikan Sarkozy cenderung membandingkan kondisi Eropa masa kini dengan kondisi

Perancis di masa lalu yang sempat dipadati oleh imigran-imigran dari Afrika, di mana ketika

itu kedatangan imigran tersebut malah memberatkan pemerintah Perancis karena kurangnya

skill yang dimiliki para imigran untuk bertahan hidup dan mendapatkan pekerjaan. Kondisi

imigran di Perancis itulah yang lantas membentuk analogi Sarkozy yang buruk, yang lantas

mempengaruhi pembuatan kebijakan imigrasi Uni Eropa yang dilakukannya. Gabungan dari

kondisi eksternal dan domestik Uni Eropa pada umumnya, dan Perancis pada khususnya;

serta faktor image, sifat, kepribadian, nilai, dan analogi yang dimiliki Sarkozy sebagai

Presiden Uni Eropa kala itu, lantas menghasilkan berbagai kebijakan imigrasi dalam EU

Immigration Pact yang cenderung restriktif dan ketat pada para imigran.

Page 16: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 16

BAB III

KESIMPULAN

Sebagai salah satu bentuk integrasi regional, Uni Eropa terkenal dengan kebijakan

“Four Freedoms”-nya, di mana melalui kebijakan itu, negara-negara Uni Eropa mengakui

adanya kebebasan berpindah untuk modal, barang, jasa, dan manusia dari dan ke wilayah

negara-negara anggota Uni Eropa. Adapun ternyata kebebasan yang terakhir, yaitu kebebasan

berpindah untuk manusia, kemudian mendatangkan masalah sendiri bagi Uni Eropa berupa

melonjaknya angka imigrasi yang masuk ke wilayah Uni Eropa. Hal ini melahirkan urgensi

bagi Uni Eropa untuk membuat suatu kebijakan imigrasi untuk mengontrol dan membatasi

arus imigran yang masuk ke negara-negara Uni Eropa. Urgensi ini kemudian berhasil

terwujud melalui pembentukan EU Immigration Pact pada masa kepemimpinan Perancis.

Pada masa kepemimpinan Perancis, dengan Nicholas Sarkozy sebagai Presidennya,

stance Uni Eropa terhadap imigran mengalami perubahan. Pada awalnya, Uni Eropa

cenderung longgar pada imigran, namun di masa kepemimpinan Sarkozy, Uni Eropa justru

terlihat garang pada imigran. Hal ini ditunjukkan dengan kebijakan return directive dan

kebijakan blue card scheme pada EU Immigration Pact. Walaupun kedua kebijakan tersebut

belum resmi dijalankan, kedua kebijakan tersebut mengisyaratkan niat Uni Eropa untuk mulai

melakukan kontrol dan memberikan batasan ketat pada imigrasi di wilayahnya. Berubahnya

stance Uni Eropa tersebut tidak lepas dari peran Perancis sebagai pemimpin Uni Eropa kala

itu, terutama dari peran Sarkozy sebagai Presidennya. Sarkozy merupakan pihak yang

cenderung tidak suka dengan kehadiran imigran. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai

kebijakan imigrasi di Perancis yang lebih ketat dibanding kebijakan imigrasi negara Uni

Eropa lainnya. Ketidaksukaan Sarkozy pada imigran inilah yang kemudian berperan besar

dalam pembentukan kebijakan imigrasi Uni Eropa, di mana kebijakan-kebijakan EU

Immigration Pact ini seolah lebih mengakomodir kepentingan Perancis dan negara-negara

Uni Eropa lain yang ketat pada imigran, dan kurang mengakomodir kepentingan negara Uni

Eropa yang terbuka pada kehadiran imigran seperti Spanyol dan negara Uni Eropa lainnya.

Page 17: Perancis Dan Kebijakan Imigrasi Uni Eropa, Analisa Peran Perancis Dalam Pembentukan EU Immigration Pact

Page | 17

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Bali, Sita. 2001.“Migration and Refugees”, dalam Brian White, et al. (eds), Issues in World

Politics (2nd

Edition, London: Palgrave/Macmillan

Holsti, K. J. 1967. International Politics, a Framework of Analysis. New Jersey: Prentice

Hall.

Sumber Internet:

http://www.iheu.org/node/377

http://www.opendemocracy.net/globalization-

institutions_government/france_immigration_4338.jsp

http://www.workpermit.com/news/2007-06-01/france/immigration_minister_pay_immigrant

s_leave.htm

http://www.french-property.com/ newsletter/2008/5/1/france-immigration/

http://www.france24.com/en/20090114-

immigration-minister-exceeds-immigrant-expulsion-target-

http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/france/1509901/Sarkozy-unveils-new-la

ws-to-expel-foreign-workers.html

http://www.prospectmagazine.co.uk/2007/02/ identityandmigration/

http://www.euractiv.com/en/socialeurope/ european-pact-immigration-asylum/article-175489

http://news.bbc.co.uk/2/hi/7667169.stm

http://www.euractiv.com/en/opinion/france-hopeful-on-eu-immigration-deal/article-171541

Sumber jurnal:

http://www.ipp.csic.es/doctrab2/ dt-0218e.pdf

http://www.epc.eu/ TEWN/pdf/304970248_EU%20Immigration%20Pact.pdf