perancangan dan implementasi load balancing untuk ......3 berjalan optimal dan tidak overload...

20
1 1. Pendahuluan Berkembangnya teknologi saat ini sangat dibutuhkan para penggunaan layanan internet untuk mempermudah dalam melakukan berbagai hal dalam kehidupan sehari hari, termasuk dalam hal mengakses berbagai informasi maupun data. Perkembangan internet kini menjadi pusat informasi di seluruh dunia. Berbagai kepentingan pekerjaan, baik itu untuk kepentingan pribadi, instansi maupun organisasi bergantung pada internet. Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi khususnya dalam jaringan komputer untuk berkoneksi dengan internet saat ini, data maupun informasi dapat diakses dengan cepat, mudah, dan akurat. Ada beberapa macam tipe koneksi ke internet, baik yang mengunakan kabel (wire) maupun yang tanpa kabel (wireless). Oleh sebab itu, kemudahan akses informasi melalui akses internet diharapkan bisa disediakan di berbagai tempat dengan akses mudah dan memuaskan. Salah satu teknologi untuk menjawab permasalahan ini adalah dengan teknologi jaringan wireless[1]. WLAN adalah jaringan komputer dimana media transmisinya menggunakan udara. Jarak antara client dengan access point sangat berpengaruh besar dalam kinerja jaringan WLAN. Penghalang berupa tembok atau radius jangkauan access point juga berpengaruh besar dalam melemahnya radio frekuensi dalam jaringan. Pemasalah-permasalahan dalam penelitian sebelumnya yang terjadi dapat mempengaruhi kinerja keseluruhan jaringan access point pada parameter seperti delay, jitter, throughput, dan paket loss [2]. Dalam penelitian ini ditemukan hal-hal yang mempengaruhi penurunan kinerja jaringan WLAN, dari kapasitas jumlah maksimal client setiap access point yang ada pada jaringan WLAN Food Court Salatiga. Dalam jaringan WLAN di Food Court memiliki kendala yaitu dari jumlah client yang sangat banyak dan kualitas kenyamanan pengguna WLAN. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka ditemukan solusi untuk mengoptimalkan layanan WLAN dengan meminimalisir paket loss dari beban trafik. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membangun mekanisme kinerja load balancing dengan algoritma least connection pada sebuah jaringan WLAN untuk menyeimbangkan beban trafik secara otomatis. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah mendapatkan hasil analisis kinerja load balancing dengan algoritma least conenction dan memberikan kontribusi bagi permasalahan distribusi beban trafik dengan mudah dan secara mandiri dengan batasan masalah yang difokuskan pada pengukuran parameter load balancing seperti throughput dan SNR. 2. Tinjauan Pustaka Menurut penelitian Afritha yang berjudul Visualisasi Mekanisme Load Balancing Pada WLAN dengan Pemrograman Java di Politeknik Negeri Medan. Peneliti menemukan masalah yang terjadi pada jaringan WLAN yaitu adanya beberapa access point yang terkoneksi pada satu backbone yang sama dan beban trafik menjadi sangat padat dikarenakan hanya beberapa access point terkoneksi pada satu backbone saja. Berdasarkan asumsi client secara umum bahwa kualitas

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    1. Pendahuluan

    Berkembangnya teknologi saat ini sangat dibutuhkan para penggunaan

    layanan internet untuk mempermudah dalam melakukan berbagai hal dalam

    kehidupan sehari – hari, termasuk dalam hal mengakses berbagai informasi

    maupun data. Perkembangan internet kini menjadi pusat informasi di seluruh

    dunia. Berbagai kepentingan pekerjaan, baik itu untuk kepentingan pribadi,

    instansi maupun organisasi bergantung pada internet. Dengan memanfaatkan

    perkembangan teknologi khususnya dalam jaringan komputer untuk berkoneksi

    dengan internet saat ini, data maupun informasi dapat diakses dengan cepat,

    mudah, dan akurat. Ada beberapa macam tipe koneksi ke internet, baik yang

    mengunakan kabel (wire) maupun yang tanpa kabel (wireless). Oleh sebab itu,

    kemudahan akses informasi melalui akses internet diharapkan bisa disediakan di

    berbagai tempat dengan akses mudah dan memuaskan. Salah satu teknologi untuk

    menjawab permasalahan ini adalah dengan teknologi jaringan wireless[1].

    WLAN adalah jaringan komputer dimana media transmisinya

    menggunakan udara. Jarak antara client dengan access point sangat berpengaruh

    besar dalam kinerja jaringan WLAN. Penghalang berupa tembok atau radius

    jangkauan access point juga berpengaruh besar dalam melemahnya radio

    frekuensi dalam jaringan. Pemasalah-permasalahan dalam penelitian sebelumnya

    yang terjadi dapat mempengaruhi kinerja keseluruhan jaringan access point pada

    parameter seperti delay, jitter, throughput, dan paket loss [2].

    Dalam penelitian ini ditemukan hal-hal yang mempengaruhi penurunan

    kinerja jaringan WLAN, dari kapasitas jumlah maksimal client setiap access point

    yang ada pada jaringan WLAN Food Court Salatiga. Dalam jaringan WLAN di

    Food Court memiliki kendala yaitu dari jumlah client yang sangat banyak dan

    kualitas kenyamanan pengguna WLAN.

    Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka ditemukan solusi

    untuk mengoptimalkan layanan WLAN dengan meminimalisir paket loss dari

    beban trafik. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membangun

    mekanisme kinerja load balancing dengan algoritma least connection pada sebuah

    jaringan WLAN untuk menyeimbangkan beban trafik secara otomatis. Manfaat

    yang dapat diambil dari penelitian ini adalah mendapatkan hasil analisis kinerja

    load balancing dengan algoritma least conenction dan memberikan kontribusi

    bagi permasalahan distribusi beban trafik dengan mudah dan secara mandiri

    dengan batasan masalah yang difokuskan pada pengukuran parameter load

    balancing seperti throughput dan SNR.

    2. Tinjauan Pustaka

    Menurut penelitian Afritha yang berjudul Visualisasi Mekanisme Load

    Balancing Pada WLAN dengan Pemrograman Java di Politeknik Negeri Medan.

    Peneliti menemukan masalah yang terjadi pada jaringan WLAN yaitu adanya

    beberapa access point yang terkoneksi pada satu backbone yang sama dan beban

    trafik menjadi sangat padat dikarenakan hanya beberapa access point terkoneksi

    pada satu backbone saja. Berdasarkan asumsi client secara umum bahwa kualitas

  • 2

    akses akan terjamin jika client memilih access point yang memiliki level sinyal

    yang paling kuat atau nilai Received Signal Strength Indicator (RSSI) yang

    tertinggi. Hal ini sangat bergantung pada jarak antara client ke access point dan

    kondisi tersebut sangat situational. Solusi yang ditemukan yaitu penting adanya

    mekanisme keseimbangan beban (load balancing) untuk menyeimbangkan beban

    trafik dan penggunaan algoritma least connection yang terbukti efektif untuk

    untuk pendistribusian beban di jaringan WLAN. Perbedaan dari penelitian ini

    adalah pengoprasian pada pemrograman java dengan pemrograman mikrotik dan

    parameter-parameter yang digunakan [3].

    Penelitian yang lain dilakukan oleh Sundawa Bakti yang berjudul

    Peningkatan Kinerja Jaringan WLAN dengan Load Balancing Menggunakan

    Teknologi Agent. Peneliti tersebut menemukan sumber masalah yaitu dalam

    beban trafik yang berlebihan sehingga mengakibatkan transfer data dengan

    throughput dan SNR yang sangat kurang. Oleh karena itu, peneliti memilih

    penggunaan load balancing karena merupakan teknologi yang tepat dalam sistem

    terdistribusi. Penggunaan algoritma least connection melalui teknologi agent yang

    berfungsi untuk membagi jumlah client berdasarkan jumlah koneksi yang paling

    kecil. Penelitian ini meliputi perancangan sistem dan pemilihan algoritma,

    observasi terhadap jaringan WLAN yang eksis dengan pengumpulan sejumlah data

    serta membangun simulasi dengan aplikasi OPNET. Perbedaan dari penelitian

    sebelumnya adalah dari pengimplementasian secara simulasi dan penerapan

    secara real atau langsung dan penambahan jumlah bandwidth dengan

    menambahkan jumlah layanan ISP [4].

    WLAN adalah suatu jaringan area lokal tanpa kabel dimana media

    transmisinya menggunakan frekuensi radio (RF) dan infrared (IR), untuk

    memberi sebuah koneksi jaringan ke seluruh pengguna dalam area di sekitarnya.

    Area yang berjarak dari ruangan kelas ke seluruh kampus atau dari kantor ke

    kantor yang lain dan berlainan gedung. Alat –alat yang umumnya digunakan

    untuk jaringan WLAN termasuk di dalamnya adalah PC, Laptop, PDA, telepon

    seluler, dan lain sebagainya. Teknologi WLAN ini memiliki kegunaan yang sangat

    banyak [5].

    Load balancing adalah sebuah hardware dan software yang digunakan

    untuk membagi beban kerja kepada 2 atau lebih komputer, server , terminal, CPU,

    hardisk, dan peralatan komputasi lainnya untuk mengoptimalkan penggunaan

    sistem dan memaksimalkan kemampuan dari semua peralatan yang terhubung ke

    load balancing [6]. Load balancing atau penyeimbangan beban dalam jaringan

    sangat penting bila skala dalam jaringan komputer makin besar demikian juga

    trafik data yang ada dalam jaringan komputer makin lama makin tinggi. Layanan

    load balancing dimungkinkan pengaksesan sumber daya dalam jaringan

    didistribusikan ke beberapa host lainnya agar tidak terpusat sehingga unjuk kerja

    jaringan komputer secara keseluruhan bisa stabil. Solusi yang paling ideal adalah

    dengan membagi-bagi beban yang datang ke beberapa server. Jadi yang melayani

    pengguna tidak hanya terpusat pada satu perangkat saja. Teknik ini disebut teknik

    load balancing [7]. Load balancing adalah suatu jaringan komputer yang

    menggunakan metode untuk mendistribusikan beban kerjaan pada dua atau

    bahkan lebih suatu koneksi jaringan secara seimbang agar pekerjaan dapat

  • 3

    berjalan optimal dan tidak overload (kelebihan) beban pada salah satu jalur

    koneksi [8].

    Algoritma penjadwalan atau least connection adalah algoritma yang

    menenyalurkan koneksi jaringan kepada server yang memiliki koneksi aktif

    paling sedikit. Pada server yang memiliki kemampuan pemrosesan yang sama,

    algoritma penjadwalan least connection akan mendistribusikan beban permintaan

    dengan baik karena permintaan yang panjang tidak akan disalurkan kepada sebuah

    server. Metode penjadwalan ini baik digunakan untuk melancarkan

    pendistribusian ketika request yang datang banyak. Algoritma least connection

    memberikan throuhput yang lebih baik daripada algoritma round robin dan

    weighted round robin [9]. Pengujian untuk membandingkan hasil dari

    pendistribusian beban dengan hasil algoritma least connection lebih cepat dalam

    waktu tanggapan, dan juga memiliki throughput yang besar [10].

    3. Metode Perancangan Sistem

    Metode Penelitian ini mengkaji tentang penerapan load balancing pada

    jaringan WLAN dengan menggunakan algoritma least connection di Food Court

    Salatiga. Alur yang digunakan untuk merancang sistem ini menggunakan metode

    PPDIOO, berdasarkan huruf pertama dari masing-masing fase (Prepare-Plan-

    Design-Implement-Operation-Optimize). Sercara garis besar prinsip

    pembangunan sebuah jaringan dengan menggunakan PPDIOO dapat ditunjukkan

    pada Gambar 1.

    Gambar 1 Metode PPDIOO

    Tahap penelitian pada Gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap

    Persiapan Sistem (Prepare) perlu adanya persiapan sistem yang meliputi

    pengecekan pada kondosi layanan jaringan, kondisi server, kondisi client, kondisi

    acces point atau routerboard agar saat implementasi berjalan baik dan tidak

    ditemukan masalah yang dapat menghambat proses berjalannya penelitian.

    Tahap Perancangan Sistem (Plan) pada topologi jaringan yang sudah ada,

    hanya terdapat penggunaan satu buah access point dengan menggunakan satu

    layanan ISP yaitu Telkom Speedy 1Mbps. Untuk menambah jumlah bandwidth

    dan melakukan perancangan ini perlu adanya perangkat hardware dan software

    yang dibutuhkan seperti tambahan satu layanan ISP Telkom Speedy 1Mbps, satu

  • 4

    buah routerboard RB750 untuk menggabungkan dua ethernet pada layanan ISP,

    satu buah routerboard RB411AR dengan spesifikasi (300MHz Atheros CPU,

    64MB RAM), satu buah Mini PCI R52h Wireless, dua buah antena omni 2.4GHz

    5.5dBi N-Type Male sebagai pemancar access point, lima meter kabel UTP

    straight, dua puluh meter kabel LMR sebagai penghubung antara antena dengan

    MiniPCI dan aplikasi Winbox Loader v2.2.16.

    Tahap Design untuk menata atau mengatur letak tambahan hardware dan

    sistem dan mengenali topologi jaringan WLAN pada Food Court Salatiga sebelum

    dibangun mekanisme load balancing dengan algoritma least connection. Untuk

    menambah fasilitas dan memudahkan serta memanjakan client pengunjung Food

    Court Salatiga dalam menggunakan akses internet, diperlukan adanya mekanisme

    load balancing untuk membagi rata client dalam penggunaan internet dan

    algoritma least connection untuk memudahkan karyawan dalam pengaplikasian

    internet. Berikut gambar topologi jaringan komputer Food Court Salatiga sebelum

    penerapan load balancing yang tertera seperti pada Gambar 2.

    Gambar 2 Topologi Jaringan Awal Food Court Salatiga

    Dalam penggunaan mekanisme load balancing dengan algoritma least

    connection, akan sedikit mengubah letak access point dan menambah beberapa

    hardware dan mengubah mekanisme jaringan, namun tidak mengubah topologi

    jaringan yang sudah ada. Desain topologi jaringan baru pada Food Court Salatiga

    adalah dengan penambahan satu layanan ISP, satu buah modem, satu buah

    routerboard 750 penambahan ISP1 dengan ISP2, routerboard RB411AR/access

    point sebagai wireless dan penerapan algoritma least connection untuk pengatur

    client dan pengubahan letak access point dengan mekanisme load balancing

    seperti Gambar 3.

  • 5

    Gambar 3 Topologi Jaringan WLAN Setelah Menggunakan Mekanisme Load Balancing

    Tahap Implementasi Sistem adalah tahapan yang penting dari semua tahap

    sebelumnya, karena memakan waktu yang lama dan juga sangat menentukan

    berhasil atau tidaknya perancangan jaringan baru yang telah didesain yang siap

    diimplementasi. Tahap implementasi dijelaskan pada Gambar 4.

    Gambar 4 Flowchart Alur Sistem Proses Kerja

    Pertama kali yang dilakukan adalah melihat lokasi dimana letak-letak

    access point dan melihat topologi jaringan yang sudah ada. Kemudian merancang

    sebuah jaringan yang ingin dibuat pada lokasi dan menambahkan beberapa alat

    yang dibutuhkan. Kemudian setelah jaringan WLAN sudah siap dilanjutkan

    dengan penginstalan aplikasi Winbox pada komputer, lalu konfigurasi load

    balancing pada routerboard/server (RB750) pada dua layanan ISP dengan

    aplikasi Winbox dan konfigurasi WLAN dengan mikrotik OS dengan tidak

    menggunakan mekanisme load balancing. Kemudian konfigurasi load balancing

    pada routerboard/access point (RB411AR) untuk membedakan hasil penggunaan

  • 6

    load balancing dan tidak. Jika hasil konfigurasi sudah akurat setelah itu akan

    dilanjutkan dengan konfigurasi WDS yang bertujuan untuk menjadikan satu SSID.

    Tahap Pengoprasian Sistem adalah dengan menjalankan konfigurasi

    mikrotik sebelum penerapan load balancing dan sesudah. Penerapan load

    balancing dengan algoritma least connection pada routerboard/access point untuk

    kemudian dianalisis kinerja pada server dan client. Proses kinerja server dan

    client akan dicatat dan diukur terhadap parameter-parameter dengan algoritma

    least connection yang digunakan. Pengukuran dilakukan pada topologi jaringan

    WLAN dengan parameter SNR (Signal Noise Ratio) dan keseimbangan

    throughput. Jika ada suatu kekurangan pada jaringan dan mekanisme load

    balancing akan ditemukan pada tahap ini. Selanjutnya kekurangan tersebut dicari

    tahu penyebabnya untuk selanjutnya dilakukan perbaikan pada tahap selanjutnya.

    Tahap Optimasi Sistem adalah tahap dimana setiap sistem yang

    kekurangan akan ditemukan dan dianalisis mulai dari sebelum terjadi masalah

    hingga setelah masalah ditemukan. Misalnya jika pembagian bandwidth tidak rata

    maka mekanisme load balancing yang di terapkan tidak berjalan, dan jika pada

    server load balancing algoritma least connection yang digunakan tidak

    melakukan proses handoff maka algoritma yang digunakan belum berhasil.

    4. Hasil dan Pembahasan

    Pengujian load balancing dengan algoritma least connection pada jaringan

    WLAN, sesuai dengan urutan skenario yang terdapat pada tahap desain. Langkah

    pertama yaitu mengkonfigurasi protokol TCP/IP pada ISP1, ISP2 dan lokal pada

    aplikasi Winbox. Konfigurasi TCP/IP digunakan sebagai dasar untuk memulai

    pembuatan server pada routerboard RB750 yang berfungsi menyelaraskan

    penggunaan koneksi antara ISP1 dengan ISP2 agar dapat digunakan secara

    bersamaan dan dapat dikenali oleh client sebagai satu kesatuan bandwidth koneksi

    atau menadai jaringan dan modem sehingga server dapat berhubungan dengan

    jaringan lokal dan global. Untuk melakukan konfigurasi pada TCP/IP tidak perlu

    menginstal aplikasi pendukung yang lain karena sudah terdapat fitur-fitur

    pendukung yang terdapat pada aplikasi WinBox Mikrotik.

    Pemberian alamat IP ini berdasarkan jumlah client yang tidak kurang dari

    200 client, maka dari itu digunakan pembagian alamat IP dengan kelas C yang

    memiliki jumlah host 254 dengan netmask 255.255.255.0 atau /24. Pemberian

    kelas ini berdasarkan netmask pada kelas C tersebut.

    Gambar 5 Konfigurasi IP Address

  • 7

    Konfigurasi pemberian IP address pada Gambar 5 merupakan IP yang

    digunakan sesuai tujuan masing-masing fungsi dengan segment network yang

    berbeda. Untuk menuju ke jaringan public ISP satu memiliki IP 192.168.3.2/24

    untuk ether1, untuk menuju ke jaringan public ISP dua memiliki

    IP192.168.7.2/24 untuk ether2 dan untuk jaringan lokal pada ether3 memliki IP

    192.168.100.1/24.

    Konfigurasi firewall mangle berfungsi membuat mark connection dan mark

    packet pada paket-paket data yang akan masuk dalam router. Konfigurasi ini

    menggunakan chain prerouting yang berarti connection atau packet yang

    menggunakan chain ini akan mengalami pemrosesan di dalam router mikrotik,

    proses itu selanjutnya digunakan untuk menandai connection dan packet. Packet

    mark bekerja dengan mengenali paket yang didapatkan dari connection mark.

    Untuk traffic client limiter disini digunakan Queue tree mikrotik dengan

    metode pcq, dimana mode pcq tersebut otomatis membagi bandwidth sesuai

    dengan besaran limitter yang kita setting berdasarkan source IP client dan alamat

    yang dituju. Kemudian konfigurasi Routing dan setting Mangel Rule yang

    bertujuan untuk menangkap setiap paket yang masuk untuk langsung dibagi

    menjadi dua jalur dengan sama rata atau menyeimbangkan trafik bandwidth atau

    load balancing pada layanan ISP. Kemudian konfigurasi NAT dan router untuk

    penempatan ISP dengan IP yang sudah dibuat dan jika trafik yang masuk akan

    dilewatkan sesuai dengan gateway yang ada di ether, perlu setting gateway

    routing mark dengan menggunakan masquuerade yang berfungsi untuk mencari

    IP yang ada di NAT.

    Gambar 6 Hasil Load Balancing ISP

    Hasil pada Gambar 6 dijelaskan jika load balancing atau penggabungan

    pada layanan ISP sudah berjalan dengan baik. Rata-rata trafik yang masuk hampir

    sama dan pada ether3 atau lokal dijelaskan jika bandwidth yang masuk sudah rata

    yang diambil sama rata dari ether1 dan ether2.

    Langkah berikutnya adalah konfigurasi pada routerboard RB411AR

    dengan pemberian IP address, pemberian bridge dan pengaturan route dan default

    gateway yang ditunjukkan Gambar 7. IP yang digunakan untuk penanda ether1

    dan bridge1 dengan IP 192.168.100.2/24 untuk ether1 dan IP 10.50.10.1/24 untuk

    bridge1, dimana interface bridge berisi interface WLAN1, WLAN2 dan interface

  • 8

    WDS sehingga client yang tersambung dengan WLAN1 maupun WLAN2 akan

    mendapatkan alokasi IP dengan range yang sama, sesuai dengan IP yang kita

    setting di interface bridge dengan konfigurasinya pada Kode Program 1.

    Gambar 7 Hasil Konfigurasi IP Dan Bridge

    Kode Program 1 Konfigurasi IP Dan Route

    [admin@MikroTik] > interface bridge add name=bridge1 disabled=no

    [admin@MikroTik] > ip address add address=192.168.100.2/24 interface=ether1

    [admin@MikroTik] > ip address add address=10.50.10.1/24 interface=bridge1

    [admin@MikroTik] > interface bridge port add bridge=bridge1 interface=wlan1

    [admin@MikroTik] > interface bridge port add bridge=bridge1 interface=wlan2

    [admin@MikroTik] > ip route add gateway=192.168.100.1

    Gambar 8 menjelaskan settingan wireless di menu Interface WLAN 1 dan

    WLAN 2 menggunakan mode ap bridge dan penyamaan frequency WLAN 1 dan

    WLAN 2 yang bertujuan untuk menjadikan satu SSID dan pemberian nama yang

    sama dengan konfigurasi pada Kode Program 2.

    Gambar 8 Konfigurasi WDS

  • 9

    Kode Program 2 Interface WLAN1 dan WLAN2

    [admin@MikroTik] > interface wireless set wlan1 mode=ap-bridge band=2ghz-

    b/g channel-width=20mhz frequency=2412 ssid=Hotspot

    radio-name=Hotspot-R-1 frequency-mode=manual-txpower

    [admin@MikroTik] > interface wireless set wlan2 mode=ap-bridge band=2ghz-

    b/g channel-width=20mhz frequency=2462 ssid=Hotspot

    radio-name=Hotspot-R-2 frequency-mode=manual-txpower

    Gambar 9 Monitoring Client Sebelum Penggunaan Mekanisme Load Balancing

    Gambar 9 menunjukkan monitoring client dengan konfigurasi mikrotik

    sebelum penggunaan mekanisme load balancing. Dapat dilihat jika jumlah client

    pada WLAN 1 dan WLAN 2 tidak seimbang yang berpangaruh pada perolehan

    SNR dan Throughput yang sangat kecil yang menyebabkan client rentan sekali

    untuk loss. Dengan jumlah client yang didapat berjumlah 30 hanya ada 3 client

    yang terkoneksi dengan WLAN 2, sedangkan 27 client terkoneksi pada WLAN 1.

    Kondisi tersebut bisa terjadi jika client pengunjung Cafe Food Court

    Salatiga hanya berada didaerah radius WLAN 1 saja dengan diameter 8 meter

    tanpa ada halangan. Oleh sebab itu perlu adanya penerapan mekanisme load

    balancing dengan algoritma least connection untuk membagi jumlah beban secara

    rata pada tiap WLANnya. Mekanisme load balancing yang dipakai dengan

    menggunakan algoritma least connection yang membagi jumlah beban secara rata

    dengan konfigurasi pada menu Advanced dan penggunaan Accest List untuk limit

    Tx pada setiap client.

  • 10

    Gambar 10 Konfigurasi Least Connection

    Kemudian Gambar 10 menjelaskan jika settingan pada menu Advanced

    untuk mengatur jalannnya algoritma least connection dengan mengatur jumlah

    maksimal client pada setiap access point dengan konfigurasi pada Kode Program

    5.

    Kode Program 5 Interface wireless

    [admin@MikroTik] > interface wireless set wlan1 max-station-count=20

    [admin@MikroTik] > interface wireless set wlan2 max-station-count=20

    Gambar 11 Monitoring Trafik Pada WLAN 1

  • 11

    Gambar 12 Monitoring Client pada WLAN1 dan WLAN2

    Gambar 12 diatas menunjukkan sebelum adanya penerapan load

    balancing dengan algoritma least connection jika jumlah client pada WLAN2

    sudah melewati batas maksimum beban normal pada sebuah access point. Batas

    maksimal client pada setiap WLAN diberi batas maksimum duapuluh client

    sehingga menunjukkan jika WLAN2 memiliki jumlah client lebih dari duapuluh

    yang berdampak pada jumlah Tx/Rx dan Throughput client pada WLAN2 tidak

    seimbang.

    Gambar 13 Monitoring Client Dengan Mekanisme Load Balancing

    Gambar 13 menunjukkan jika setelah penerapan algoritma load balancing

    dengan algortima least connection, jumlah client yang masuk sudah seimbang dan

    dibagi rata dengan tiap WLAN. Hal tersebut menunjukkan jika penerapan load

  • 12

    balancing dengan algoritma least connection sudah berjalan dengan baik.

    Banyaknya SNR client yang berguna untuk menentukan client mana yang akan

    menjadi kandidat untuk dialihkan. Monitoring client yang terdapat pada masing-

    masing WLAN menunjukkan jika Tx/Rx, throughput dan SNR client yang masuk

    sudah memiliki rata-rata nilai yang sama antara client satu dengan client lainnya

    dan pada WLAN1 dengan WLAN2.

    Gambar 14 Topologi Jaringan WLAN

    Pengukuran pada setiap client dilakukan pada topologi jaringan WLAN pada Gambar 14 dengan parameter SNR (Signal to Noise Ratio) dan pengukuran

    throughput pada lokasi area_1 dan area_2. Batas jumlah client diasumsikan sebanyak

    20 client untuk setiap Area dengan total client 40. Kemudian posisi client secara acak

    tetapi tetap memiliki jarak kurang dari 10m terhadap setiap access pointnya agar

    posisi client tetap berada dalam radius coverage area jangkuan signal dari access

    point tersebut. Selanjutnya dilakukan pengukuran untuk setiap client dan access point

    pada setiap areanya yang berhasil dideteksi oleh client tersebut. Tabel 1 dan Tabel 2

    merupakan hasil simulasi pengukuran SNR (Signal to Noise Ratio) dan Troughput

    sebelum penerapan mekanisme load balancing yang meliputi area_1 dan area_2.

  • 13

    Tabel 1 Sebelum Penerapan Load Balancing dengan Least Connection Pada AP1

    Client Area 1 SNR AP 1 (dB) Throughput

    Client1_1 17 352 Client2_1 44 4580 Client3_1 23 912 Client4_1 23 29917 Client5_1 33 1149 Client6_1 29 943 Client7_1 57 71359 Client8_1 17 352 Client9_1 19 4580

    Client10_1 29 4580 Client11_1 29 940 Client12_1 44 7823

    Tabel 2 Sebelum Penerapan Load balancing dengan Least Connection Pada AP2

    Client Area 2 SNR AP 2 (dB) Throughput

    Client1_2 23 4580 Client2_2 35 4580 Client3_2 17 943 Client4_2 19 17339 Client5_2 57 29917 Client6_2 23 352 Client7_2 33 1149 Client8_2 29 1156 Client9_2 29 7823

    Client10_2 27 4513 Client11_2 17 952 Client12_2 15 952 Client13_2 44 7823 Client14_2 29 4580 Client15_2 17 4580 Client16_2 44 912 Client17_2 23 952 Client18_2 23 952 Client19_2 33 7823 Client20_2 57 17339 Client21_2 23 7823 Client22_2 29 352

  • 14

    Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukan jika perolehan SNR dan Throughput pada

    access point 1 dan access point 2 tidak seimbang antara satu dengan lainnya yang

    disebabkan adanya penumpukan pada salah satu access point saja sehingga

    mengakibatkan signal loss pada client.

    Tabel 3 Hasil Pengukura SNR pada Area 1

    Client Area 1 SNR AP 1 (dB) SNR AP 2 (dB)

    Client1_1 51.9 - Client2_1 50.9 - Client3_1 52.9 - Client4_1 51.4 - Client5_1 51.3 - Client6_1 51.5 - Client7_1 50.6 40.2 Client8_1 51.6 42.2 Client9_1 48.8 42.2

    Client10_1 49.7 41.4 Client11_1 49.6 40.2 Client12_1 50.1 40.5 Client17_2 49.3 50.1 Client21_2 49.2 49.7 Client22_2 50.5 48.7

    Gambar 15 Grafik SNR pada Area_1

  • 15

    Tabel 4 Hasil Pengukura SNR pada Area 2

    Client Area 2 SNR AP 1 (dB) SNR AP 2 (dB)

    Client1_2 - 52.8 Client2_2 - 53.1 Client3_2 - 52.4 Client4_2 - 52.7 Client5_2 - 51.2 Client6_2 - 54.2 Client7_2 - 52.4 Client8_2 - 52.5 Client9_2 - 50.4

    Client10_2 - 49.8 Client11_2 39.7 52.3 Client12_2 38.5 52.3 Client13_2 - 52.1 Client14_2 - 53.2 Client15_2 37.4 51.2 Client16_2 50.2 49.2 Client18_2 49.5 50.3 Client19_2 50.1 51.1 Client20_2 48.2 50.2

    Gambar 16 Grafik SNR pada Area_2

  • 16

    Tabel 5 Hasil SNR client pada area Handoff

    Client Area 3 SNR AP 1 (dB) SNR AP 2 (dB)

    Client7_1 50.6 40.2 Client8_1 51.6 42.2 Client9_1 48.8 42.2

    Client10_1 49.7 41.4 Client11_1 49.6 40.2 Client11_2 39.7 52.3 Client12_2 38.5 52.3 Client15_2 37.4 51.2 Client16_2 45.2 49.2 Client17_2 49.3 50.1 Client18_2 46.3 50.3 Client19_2 46.5 51.1 Client20_2 48.2 50.2 Client21_2 49.2 49.7 Client22_2 50.5 48.7

    Gambar 17 Grafik SNR pada Area_3

    Berdasarkan hasil pengukuran tersebut Gambar 15 dan Gambar 16 terlihat

    bahwa hampir setiap client memiliki nilai SNR yang maksimal terhadap AP-nya

    dimana client tersebut terkoneksi. Tabel 5 menjelaskan jika ada tiga client yang

    memiliki SNR maksimal terhadap access point yang tidak terkoneksi dengannya

    yaitu client 17_2, client 21_2 dan client 22_2. SNR AP1 terlihat lebih tinggi

    dengan rata-rata SNR 47.93dB daripada SNR AP 2 dengan rata-rata SNR 47.80dB,

    walaupun client 17_2, client 21_2 dan client 22_2 terkoneksi pada AP 2.

  • 17

    Gambar 17 menjelaskan jika pendataan jumlah SNR sangat penting untuk

    mendeteksi client yang melakukan proses handoff. Jumlah client yang didapat

    pada keseluruhan access pointnya berjumlah 34 client koneksi yang berbeda dan

    tidak rata yaitu AP1 memiliki jumlah 12 koneksi client sedangkan pada AP 2

    memiliki jumlah client 22. Proses handoff perlu dilakukan untuk membagi rata

    dan menyeimbangkan jumlah client pada setiap access point. Target untuk

    penerapan least connection dilakukan pada client 17_2, client 21_2 dan client

    22_2 karena client tersebut memiliki SNR AP 1 yang lebih tinggi dari SNR AP 2.

    Gambar 15 dan Gambar 16 menunjukkan hasil pengukuran SNR pada

    area_1 dan area_2. Tabel 5 menjelaskan bahwa client yang berada pada area 3

    mampu melakukan proses handoff. Proses handoff dijalankan pada client yang

    memiliki jumlah rata-rata SNR yang paling tinggi dan throughput yang besar

    dengan sinyal yang kuat.

    Pengukuran throughput juga dilakukan dengan memonitoring client pada

    setiap access point yang terkoneksi pada setiap area. Jumlah client yang didapat

    sebanyak 20 client untuk setiap area dengan jarak client yang berbeda-beda

    terhadap access point. Dengan penggunaan jumlah 2Mbps yang diberikan maka

    akan mendapatkaan kecepatan download sebesar 512 kbps. Perolehan throughput

    client pada area_1 dapat dilihat pada Tabel 6 dimana perolehan throughput client

    bervariasi dengan nilai rata-rata throughput sebesar 7603.86kbps.

    Tabel 6 Pengukuran Troughput Pada AP_1

    Client AP 1 Troughput (kbps)

    Client1_1 7823

    Client2_1 7823

    Client3_1 7823

    Client4_1 6540.5

    Client5_1 7135.9

    Client6_1 7823

    Client7_1 7665.7

    Client8_1 7665.7

    Client9_1 7823

    Client10_1 7664.5

    Client11_1 7665.7

    Client12_1 7823

    Client17_2 7823

    Client21_2 7135.9

    Client22_2 7823

    Perolehan throughput client pada area_2 dapat dilihat pada Tabel 6 Perolehan

    throughput client bervariasi dengan nilai rata-rata throughput sebesar 7569.85kbps.

  • 18

    Tabel 7 Pengukuran Troughput Pada AP_2

    Client AP 2 Troughput (kbps)

    Client1_2 7823

    Client2_2 7135.9

    Client3_2 7823

    Client4_2 7135.9

    Client5_2 7823

    Client6_2 7823

    Client7_2 7135.9

    Client8_2 7823

    Client9_2 7823

    Client10_2 7823

    Client11_2 7823

    Client12_2 7135.9

    Client13_2 7135.9

    Client14_2 7823

    Client15_2 7823

    Client16_2 7823

    Client18_2 7135.9

    Client19_2 7823

    Client20_2 7135.9

    Berdasarkan hasil pengukuran, terdapat nilai throughput yang variatif pada

    setiap area yang berbeda. Penelitian ini menampilkan nilai rata-rata throughput yang

    diperoleh client untuk setiap area. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan

    Tabel nilai rata-rata throughput client pada area_2 memiliki nilai yang terendah yaitu

    7569.85kbps. Hal ini disebabkan pada area tersebut memiliki access point yang

    paling berdekatan dengan client dengan jumlah client lebih banyak dibandingkan

    dengan area_2. Jarak yang mempunyai korelasi positif dengan perolehan nilai SNR

    yang besar menjadikan akan sama dengan perolehan throughput yang semakin besar.

    Gambar 18 Perbandingan Hasil Sesudah dan Sebelum Penggunaan Load Balancing

  • 19

    Gambar 19 Grafik Perolehan SNR dengan Nilai Throughput

    Pada Gambar 18 terlihat bahwa perbandingan sesudah dan sebelum

    penggunaan Mekanisme load balancing sangat terlihat jelas dari perolehan SNR dan

    throughput pada setiap access point, dapat dilihat jika perolehan SNR sesudah

    menggunakan load balancing lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum

    penggunakan load balancing dan pada perolehan throughput juga dapat dilihat jika

    perolehan throughput yang sesudah menggunakan load balancing sudah seimbang

    antara access point 1 dengan access point 2 dibandingkan dengan perolehan

    troughput yang sebelum menggunakan load balancing tidak seimbang antara satu

    dengan satunya.

    Nilai rata- rata SNR pada setiap area memiliki rata-rata yang hampir sama

    seimbang. Dan terlihat pada Gambar 19 nilai rata-rata SNR yang didapat pada suatu

    area berkorelasi positif dengan perolehan nilai rata-rata throughput client-nya.

    Area_1 mendapatkan nilai rata-rata SNR tertinggi sebesar 47.93 dB. Hal tersebut

    berbanding lurus dengan perolehan rata-rata throughput sebesar 7603.85kbps.

    Demikian sebaliknya, pada area_2 diperoleh nilai rata-rata SNR terendah sebesar

    47.80dB diikuti dengan jumlah rata-rata throughput sebesar 7569.85kbps. Nilai SNR

    dan throughput yang diperoleh pada setiap client pada satu area relatif seimbang

    dengan perbandingan jumlah koneksi yang relatif seimbang untuk setiap access point.

    5. Simpulan

    Berdasarkan hasil Implentasi dan pengukuran yang dilakukan pada

    penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu dengan penerapan load

    balancing menggunakan algoritma least connection dengan kolaborasi antara

    mekanisme handoff yang digunakan adanya peningkatan penyeimbangan beban

    koneksi jaringan WLAN pada lokasi yang padat dan tidak seimbang. Perolehan

    SNR dan throughput pada setiap access point mimiliki nilai rata-rata yang

    seimbang dan berbanding lurus.

    Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian ini adalah penerapan

    kinerja load balancing sangat berpengaruh dengan kualitas layanan ISP. Dapat

    melanjutkan dan mengembangkan penelitian ini agar lebih variatif dan lengkap

    dengan mengukur parameter untuk spesifikasi kualitas layanan seperti delay,

    packet loss, jitter dan dapat menggunakan algoritma selain least connection.

  • 20

    6. Daftar Pustaka

    [1] Batu, Arya, 2013, Pemanfaatan Internet Dalam Meningkatkan Ilmu

    Pengetahuan. http://aryabatu1.wordpress.com/page/2/. (Diakses tanggal

    29 Mei 2014).

    [2] Purwanto, Timur Dali, 2011, Analisa Kinerja Wireless Radius Server

    Pada Perangkat Access Point 802.11g, Studi Kasus Di Universitas

    Binadarma.

    [3] Afritha Amelia, Bakti Viyata Sundawa. 2011. Visualisasi Mekanisme

    Load Balancing Pada WirelessLocal Area Network (WLAN) Dengan

    Pemrograman Java. Politeknik Negeri Medan.

    [4] Bakti, Sundawa, 2011, Peningkatan Kinerja Jaringan WLAN dengan

    Load Balancing Menggunakan Teknologi Agent. Megister Teknik

    Elektro Universitas Sumatera Utara.

    [5] WLAN, 2013, http:// teknologi. kompasiana. com/internet/2013/01/31/

    tentang-wlan-wireless-local-area-network-530142.html.(Diakses tanggal

    29 Mei 2014).

    [6] Margono, Adriansyah Eko, 2013, Analisis Dan Perancangan Load

    Balancing Pada Web Server Berbasis Cloud Pada Kantor DPRD Kota

    Palembang. STMIK PalComTech.

    [7] Rijayana, Iwan, 2005, Teknologi Load Balancing Untuk Mengatasi

    Beban Server, in Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2005,

    Yogyakarta.

    [8] Ngurah, Gede Duta Krisna Mandala, 2013, Analisis dan Implementasi

    Load Balancing pada Server Video Streaming Denpasar.

    [9] Haris, Abdul Nasution, 2011, Komparasi Algoritma Penjadwalan pada

    Layanan Terdistribusi Load Balancing via LVS, Teknik Informatika,

    Institut Teknologi Sepuluh November.

    [10] Angsar, Nongki, 2013, Pengujian Distribusi Beban Kerja Web Pada

    Sistem Server Web Berbasis Cluster Dengan Algoritma Least

    Connection Dan Weighted Least Connection. Universitas Gajah Mada.