peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja kepala desa di kabupaten sidenreng rappang
DESCRIPTION
Peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala DesaTRANSCRIPT
PERANAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA KEPALA DESA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( STISIP ) Muhammadiyah Sidenreng Rappang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program
Sarjana Politik (S1) Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
O L E H
MUHAMMAD FAUZY SAAD NPM. 43031016
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK ( STISIP ) MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG
2007
i
PERANAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA KEPALA DESA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG.
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Keserjanaan
Program Studi
Ilmu Pemerintahan
Disusun dan diajukan oleh
MUH. FAUZY SAAD SIKIR
Kepada
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK MUHAMMADIYAH
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
2007
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
PERANAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA KEPALA DESA DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG.
DISUSUN DAN DIAJUKAN UNTUK DIPERTAHANKAN OLEH
N A M A : MUH. FAUZY SAAD SIKIR NPM : 43031016 JURUSAN : ILMU PEMERINTAHAN
Rappang, Desember 2007
Menyetujui / Mengesahkan
Pembimbing I Pembimbing II Dra. Hj. NURJANNAH NONCI, M.Si MULIANI. S, S.IP,M.Si
Mengetahui An. Ketua STISIP Muhammadiyah Sidrap
Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan
MULIANI. S, S.IP,M.Si
iii
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(STISIP) Muhammadiyah Kabupaten Sidenreng Rappang, sebagai salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Program Studi
Ilmu Pemerintahan, Pada Hari ……………….. tanggal ……… Desember 2007.
Tim Penguji :
1. K e t u a : ……………………………….
2. Sekretaris : ……………………………….
3. Anggota :
3.1 : ………………………………
3.2 : ………………………………
3.3 : ………………………………
Disahkan oleh
Ketua STISIP Ketua Program Studi Muhammadiyah Sidrap Ilmu Pemerintahan Drs. AHMAD MANNU, M.Si MULIANI. S, S.IP, M.Si NBM : NBM :
iv
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas Berkah, Rahmat dan Karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi persyaratan
penyelesaian studi pada Sekolah Tinggi Ilmu sosial dan Ilmu Politik ( STISIP )
Muhammadiyah Sidenreng Rappang.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari kemampuan dalam
menuangkan ide dan konsep pemikiran sangat terbatas, sehingga tidak menutup
kemungkinan dalam karya ini terdapat banyak kekurangan.
Disadari bahwa dalam penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini,
penulis mengalami banyak kendala. Namun oleh karena motivasi dan sumbangan
pemikiran serta sumbangan yang berupa material, maka karya ilmiah ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ketua STISIP Muhammadiyah Kab. Sidrap.
2. Ibu Muliani, S, S.IP, M.Si selaku pembimbing sekaligus ketua program study
Jurusan Ilmu Pemerintahan.
3. Ibu Dra. Hj. Nurjannah Nonci, M.Si selaku pembimbing yang sangat baik.
4. Ibu Hj. Andi Astinah Adnan,SS,S.Pd,M.Si yang tiada hentinya memberikan
bimbingan khusus, kapan saja dan dimana saja ia berada .
5. Bapak serta Ibu Dosen STISIP Muhammadiyah Sidrap yang telah banyak
memberikan bimbingan selama mengikuti program study Ilmu Pemerintahan.
v
6. Rekan-rekan sekalian yang senantiasa memberikan ide dan masukan selama
proses penyusunan skripsi ini.
7. Saudaraku Andi Muzakkir S. Wadeng yang tiada bosan-bosannya memberikan
kelengkapan data yang dibutuhkan selama dalam proses penelitian.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Semoga semua bantuan dan partisipasinya mendapat imbalan pahala yang
berlipat ganda dari Allah SWT.
Pangkajene, Desember 2007
Penulis
vi
ABSTRAK
MUH. FAUZY SAAD, 2007. Peranan Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Kepala Desa Di Kabupaten Sidenreng Rappang ( dibimbing oleh Hj. Nurjannah Nonci, dan Muliani.S ).
Implementasi dari peraturan pemerintah daerah tentang pemerintahan desa telah menunjukkan Kepala Desa khususnya di Kabupaten Sidrap memiliki latar belakang atau tingkat pendidikan yang berbeda-beda,. Serta yang tidak dapat dibantah pula bahwa disamping itu, kepala desa di Kab. Sidrap juga menghasilkan kinerja yang beragam dalam menjalankan pemerintahan di desa nya. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah faktor tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kinerja Kepada Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang ?” , ”Apakah ada perbedaan kinerja antara Kepala Desa yang berpendidikan SLTP kebawah dengan Kepala Desa yang berpendidikan diatas SLTP ?”
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang, menganalisis peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang, dan mengetahui perbedaan kinerja antara Kepala Desa yang berpendidikan SLTP kebawah dengan Kepala Desa yang berpendidikan di atas SLTP.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sidenreng Rappang Provinsi Sulawesi Selatan, dengan populasinya adalah seluruh Kepala Desa yang ada Kabupaten Sidenreng Rappang sebanyak 67 Orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel total (jenuh) yang sama jumlahnya dengan populasi.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kepala desa di Kabupaten Sidenreng Rappang berperan sangat besar terhadap peningkatan kinerjanya. Disamping itu Kepala Desa yang memiliki tingkat pendidikan diatas SLTP memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan Kepala Desa yang berpendidikan SLTP.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ii
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vi
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Kerangka Teori 7
1. Tingkat Pendidikan 7
2. Kinerja 15
3. Kepala Desa 23
B. Kerangka Pikir 28
C. Hipotesis 30
BAB III METODE PENELITIAN 31
A. Lokasi Penelitian 31
B. Jenis Penelitian 31
C. Populasi dan Sampel 31
D. Jenis dan Sumber Data 32
E. Teknik Pengumpulan Data 33
F. Definisi Operasional Variabel 34
G. Teknik Analisis Data 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 40
A. Gambaran Umum Kabupaten Sidenreng Rappang 40
B. Karakteristik Responden 42
viii
C. Deskripsi Penelitian 46
D. Pengujian Hipotesis 49
E. Pembahasan Hasil Analisis 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 54
A. Kesimpulan 54
B. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki Era Reformasi, kita dihadapkan pada perubahan arah
pembangunan yang bertumpu pada peningkatan sumber daya aparatur pemerintah
sebagai kunci pokok tercapainya cita-cita bangsa yang merdeka dan berkembang.
Upaya peningkatan Sumber Daya Aparatur yang berkualitas harus dimulai
pada tingkat pemerintahan yang paling bawah, dalam hal ini dimulai pada tingkat
Pemerintahan di Desa dengan asumsi bahwa tingginya kualitas aparatur pemerintah
dalam menjalankan tugasnya sangat bergantung dari kualitas sumber daya
manusianya.
Kepala Desa yang merupakan kepala pemerintahan di tingkat desa
diharapkan mampu menjalankan pemerintahan dengan performa yang baik dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga apabila Aparat Pemerintah
pada tingkat Desa menunjukkan kinerja yang bagus dalam penyelenggaraan
pemerintahan, maka akan berpengaruh pada kinerja pemerintahan pada tingkat
Kabupaten, Provinsi, hingga Pusat.
Usaha untuk mencapai pemerintahan yang baik ini melahirkan Peraturan
yang mengatur tentang pelaksanaan Pemerintahan di Desa. Salah satunya adalah
Peraturan Daerah Kab. Sidenreng Rappang Nomor 1 s/d 10 Tahun 2007 tentang
Desa.
2
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2007 tentang Desa, pada Pasal 5 dan Pasal 6
mengemukakan bahwa tugas dan kewajiban yang paling utama untuk Kepala Desa
adalah memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Bila ini dapat terlaksana
dengan baik, maka tugas dan kewajiban yang lainnya sudah dapat terlaksana dengan
baik pula. Sebab dalam Pemerintahan telah mencakup dan mengatur semua bidang,
baik itu Bidang Sosial Kemasyarakatan, Bidang Ekonomi, Bidang Politik dan
Keamanan, maupun Bidang Hukum. Berarti untuk dapat memimpin penyelenggaraan
Pemerintahan dengan baik, maka Kepala Desa dituntut untuk menguasai bidang ilmu
pemerintahan.
Sedangkan menurut Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pencalonan Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa, Pasal 14
( persyaratan bakal calon kepala desa ) pada huruf “c” menyatakan “ berpendidikan
paling rendah tamat SLTP dan/atau sederajat ”.
Ilmu Pemerintahan yang dipelajari di bangku SLTP atau sederajat ada pada
mata pelajaran PPKN, namun pembahasannya baru pada tahap dasarnya saja.
Kemudian di tingkat SMU yaitu pada mata pelajaran PPKN dan Tata Negara baru
pada tingkat pengantar. Lebih lanjut secara spesifik Ilmu Pemerintahan dibahas pada
banyak mata kuliah di perguruan tinggi yang memiliki jurusan ilmu sosial dan ilmu
politik.
Oleh karena Perda Nomor 5 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pencalonan
Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa, Pasal 14 menyatakan bahwa
“ Setiap warga masyarakat berhak memilih dan dipilih dalam pemilihan kepala desa,
sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur didalam pasal 12 dan pasal 14 Peraturan
3
daerah ini. ” , sehingga orang yang menjadi Kepala Desa adalah yang telah
dipercayakan oleh warga sebagai pemimpin dan pemegang kendali pemerintahan di
Desa itu. Warga yang memilih Kepala Desa memiliki dasar dan berbagai alasan yang
berbeda-beda, misalnya ada yang memilih menurut kharisma, pengaruh, tingkat
pendidikan, status sosial, kekayaan, kepentingan, hubungan keluarga dan lain
sebagainya. Figur Kepala Desa dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat setempat,
pola pikir, kepentingan, dan karakteristik mereka secara umum.
Implementasi dari peraturan daerah diatas pada kenyataannya telah
menunjukkan Kepala Desa khususnya di Kabupaten Sidrap memiliki latar belakang
atau tingkat pendidikan yang berbeda-beda, mulai dari yang berpendidikan akhir
SLTP atau sederajat sampai yang berpendidikan akhir Sarjana. Serta yang tidak dapat
dibantah pula bahwa disamping itu, kepala desa di Kab. Sidrap juga menghasilkan
kinerja yang beragam dalam menjalankan pemerintahan di desa nya.
Hal tersebut dapat kita lihat dalam pelaksanaan pemerintahan sehari-hari di
kantor desa, sering kita dapati kantor desa masih lengang di pagi hari, masih untung
kalau kita dapati satu atau dua orang, bahkan dibeberapa tempat tidak ada sama
sekali, padahal jam kerja sudah dimulai. Pegawai desa akan mulai berdatangan baru
sekitar pukul 09.00-09.30 pagi. Sehingga terkadang masyarakat yang membutuhkan
pelayanan lalu datang di pagi hari, mereka harus bersabar menunggu untuk dilayani
hingga pukul 09.30 pagi. Keadaan ini sangat berbeda dengan yang terjadi di kantor
Bupati, di mana pusat dari penyelenggaraan pemerintahan berlangsung. Jam kerja
sudah dimulai hanya beberapa saat setelah apel pagi dilaksanakan, yaitu sekitar pukul
07.30 pagi, sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat lebih optimal.
4
Berbicara soal kinerja kepala desa, mungkin masih kita ragukan, hal ini
diindikasikan oleh penyetoran laporan pertanggung jawaban tahunan yang sering
terlambat di Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah Kabupaten. Meskipun
tidak seluruhnya demikian bagi kepala desa, namun sebagian besar hal tersebut
terjadi. Sehingga untuk memantau pelaksanaan program-program pembangunan di
desa menjadi sangat sulit. Padahal laporan pertanggung jawaban inilah menjadi salah
satu indikator untuk mengukur kinerja kepala desa.
Pemberdayaan aparat pemerintahan di desa adalah menjadi tanggung jawab
pemimpinnya, sehingga sangat dibutuhkan kemampuan yang besar untuk membina
aparat desa agar memiliki kinerja yang lebih baik, akan tetapi hal ini tidak bisa
terlaksana tanpa didahului oleh upaya peningkatan kinerja pemimpinnya (kepala
desa).
Sehingga dari kenyataan diatas, maka penulis bermaksud mengadakan
penelitian mengenai “ Peranan Tingkat Pendidikan terhadap Kinerja Kepala
Desa di Kabupaten Sidrap ” .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah faktor tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kinerja Kepada Desa
di Kabupaten Sidenreng Rappang ?
5
2. Apakah ada perbedaan kinerja antara Kepala Desa yang berpendidikan SLTP
kebawah dengan Kepala Desa yang berpendidikan diatas SLTP ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di
atas dapat ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjelaskan peranan tingkat
pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang.
2. Tujuan Khusus
2.1. Untuk menganalisis peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja
Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang.
2.2. Untuk mengetahui perbedaan kinerja antara Kepala Desa yang
berpendidikan SLTP kebawah dengan Kepala Desa yang berpendidikan di atas SLTP.
D. Manfaat Penelitian.
Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat :
a. Manfaat Teoritis
Sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam
memperkaya informasi tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap kinerja.
b. Manfaat Praktis
6
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten
Sidenreng Rappang dalam upaya peningkatan kinerja aparat pemerintahan
di masa mendatang.
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintahan Desa khususnya
Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang dalam upaya peningkatan
kinerjanya di masa datang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tingkat Pendidikan
a. Tingkat.
Tingkat diartikan sebagai:
1. susunan yang berlapis-lapis atau berlenggek-lenggek seperti
lenggek rumah, tumpuan pada tangga (jenjang);
2. tinggi rendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban,
dsb); pangkat; derajat; taraf; kelas;
3. batas waktu (masa); sempadan suatu peristiwa (proses, kejadian,
dsb); babak(an); tahap; (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, penerbit Balai
Pustaka, Jakarta Tahun 2003).
Kata “tingkat” dapat juga dimaknai sebagai susunan dan urutan dari sesuatu
yang dilalui atau berupa pengalaman yang telah menghasilkan sebuah proses. Dalam
pembahasan ini yang dimaksudkan dengan pengalaman yang telah menghasilkan
sebuah proses tersebut adalah pendidikan yang merupakan urutan dari bentuk-bentuk
pengalaman seseorang dalam upayanya untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya
tidak diketahuinya atau ingin mengetahuinya lebih mendalam lagi. Kata “tingkat”
pada kata “pendidikan” menunjukkan adanya proses yang berlangsung semakin
8
mendalam dan berkelanjutan ini berlangsung pada proses belajar mengajar yang
disusun sedemikian rupa menjadi sebuah sistem untuk belajar secara umum.
b. Pendidikan.
Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik;
Pendidikan itu sendiri dapat dikelompokkan menurut sumber perolehannya,
yaitu :
1. Pendidikan Informal
Pendidikan Informal yaitu pendidikan atau pelatihan yang
terdapat di dalam keluarga atau masyarakat dalam bentuk yang tidak
terorganisasi. Seseorang bisa dengan bebas mendapatkan pendidikan
informal dalam kehidupannya sehari hari. Bentuk pendidikan informal yang
telah diperoleh seseorang biasanya berupa nasihat, hasil pengamatan, dan
konsep-konsep pemikiran yang telah beredar di masyarakat.
2. Pendidikan Formal
Pendidikan Formal adalah segenap bentuk pendidikan atau
pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik yang
bersifat umum maupun yang bersifat khusus.
Secara garis besar didefinisikan bahwa Tingkat Pendidikan
merupakan jenjang Pendidikan Formal yang telah diselesaikan oleh
seseorang yang dimulai dari Pendidikan Dasar atau lebih dikenal dengan
9
sebutan Sekolah Dasar atau sekolah yang mengajarkan pelajaran dalam
bidang khusus yang disebut sederajat dengan Sekolah Dasar
(Pesantren/Madrasah Ibtidaiyah), sampai pada tingkat perguruan tinggi atau
biasa disebut Sekolah Tinggi, Universitas, atau Akademi yang di beri gelar
hingga Sarjana Strata Tiga (S3).
Di negara kita Pendidikan Formal dimulai dari dasar yang biasa
disebut Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), kemudian Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang juga biasa disebut Sekolah
Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MT), Kemudian
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang biasa juga disebut Sekolah
Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah
Aliyah (MA), kemudian Diploma Satu (D I), Kemudian Diploma Dua (D
II), kemudian Diploma (D III), kemudian Sarjana Strata Satu ( Sarjana S1),
kemudian Sarjana Strata Dua ( Sarjana S2 ), dan jenjang akademik yang
tertinggi adalah Sarjana Strata Tiga (Sarjana S3). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Bagan Tingkat Pendidikan Formal sebagai berikut :
10
Dalam buku “ Sidrap dalam Angka Tahun 2007 “ di kemukakan
acuan / pedoman untuk menilai tingkat pendidikan seseorang adalah
dengan mengukur tingkat pendidikan formal (akademik) terakhir yang telah
diluluskan atau diselesaikannya (lihat Bagan Tingkat Pendidikan Formal).
Seseorang dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan tinggi atau
berpendidikan tinggi apabila telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata
Satu (S1), Sarjana Strata Dua (S2), Sarjana Strata Tiga (S3). Begitu juga
seorang dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan sedang atau
11
berpendidikan sedang apabila menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) atau yang sederajat, Diploma Satu (DI), Diploma Dua
(DII), dan Diploma Tiga (DIII). Dan seseorang dapat dikatakan memiliki
tingkat pendidikan rendah atau berpendidikan rendah apabila cuma dapat
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) atau yang sederajat.
Meskipun tingkat pendidikan formal yang telah diluluskan atau
diselesaikan oleh seseorang tidak dapat menunjukkan seberapa jauh tingkat
pengetahuan dan kecerdasan yang dimilikinya, namun tidak dapat
dipungkiri bahwa seberapa tinggi tingkat pendidikan yang telah diluluskan
atau diselesaikan oleh seseorang, sedikit banyaknya mampu membekali
pribadi seseorang dalam menguasai suatu bidang pekerjaan yang digeluti
nya serta mampu menentukan posisi strukturalnya dimana dia bekerja.
Makanya dalam perekrutan tenaga kerja atau Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) telah dibedakan kualifikasi jurusan sesuai dengan tingkat
pendidikan. Seseorang akan ditempatkan pada posisi bawah dalam
struktural apabila ia memiliki tingkat pendidikan yang rendah atau sedang,
meskipun tingkat pengetahuan dan kecerdasan nya setara dengan orang
yang berpendidikan tinggi. Begitu pula sebaliknya, seseorang akan
ditempatkan pada posisi atas dalam struktural apabila ia memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi, meskipun tingkat pengetahuan dan kecerdasan yang
dimilikinya setara dengan orang yang berpendidikan rendah atau sedang.
12
3. Pendidikan Nonformal
Pendidikan Nonformal diartikan sebagai segenap bentuk pelatihan
yang diberikan secara terorganisasi diluar Pendidikan Formal. Bentuk
pendidikan nonformal yang telah diperoleh seseorang biasanya dalam
bentuk kursus dan pelatihan.
Berbagai bentuk pendidikan yang telah diperoleh seseorang hasilnya biasa
juga disebut kecerdasan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan kecerdasan
seseorang dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis yang memiliki hubungan
yang erat antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Jenis kecerdasan tersebut
antara lain sebagai berikut :
1. Kecerdasan Otak
Kecerdasan otak atau dikenal dengan sebutan IQ ( Intelligential
Quotient ) merupakan bentuk kecerdasan yang bersumber dari pengetahuan
kognitif atau berdasar pada pengetahuan faktual yang empiris.
2. Kecerdasan Emosi
Emotional Quotient atau Kecerdasan Emosi ini menyangkut hal-
hal yang berkenaan dengan hati, seperti : Integritas; kejujuran; komitmen;
visi; kreativitas; ketahanan mental; kebijaksanaan; keadilan; prinsip
kepercayaan; dan penguasaan diri atau sinergi. Kecerdasan emosi ini telah
dianggap oleh banyak orang sangat menentukan keberhasilan. Hal tersebut
juga telah terbukti secara ilmiah bahwa kecerdasan emosi memegang
peranan yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan di segala bidang.
13
Robert K. Cooper Ph.D. seorang cendikiawan peneliti sistem
kemanusiaan, pembelajaran transformasi, dan keefektifan pribadi
mengemukakan : “Hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam,
mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani.
Hati tahu hal-hal yang tidak, atau tidak dapat, diketahui oleh pikiran. Hati
adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati
adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar,
menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani.”
Pakar EQ, yaitu Daniel Goleman berpendapat bahwa
meningkatkan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ. IQ
umumnya tidak berubah selama kita hidup. Sementara kemampuan yang
murni kognitif relatif tidak berubah (IQ), maka kecakapan emosi dapat
dipelajari kapan saja. Tidak peduli orang itu peka atau tidak, pemalu,
pemarah atau sulit bergaul dengan orang lain sekalipun, dengan motivasi
dan usaha yang benar, kita dapat mempelajari dan menguasai kecakapan
emosi tersebut.
3. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient, yang merupakan
temuan terkini secara ilmiah, pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan
Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford
University melalui riset yang sangat komprehensif. Pembuktian ilmiah
tentang kecerdasan spiritual yang dipaparkan Zohar dan Marshall dalam
SQ, Spiritual Quotient, The Ultimate Intelligence (London, 2000), dua
14
diantaranya adalah : Pertama, riset ahli psikologi/syaraf , Michael Persinger
pada awal tahun 1990-an, dan lebih mutakhir lagi tahun 1997 oleh ahli
syaraf V.S. Ramachandran dan tim nya dari California University, yang
menemukan eksistensi God-Spot dalam otak manusia. Ini sudah build-in
sebagai pusat spiritual (spiritual centre) yang terletak diantara jaringan
syaraf dan otak.
Sedangkan bukti kedua adalah riset ahli syaraf Austria, Wolf
Singer pada era 1990-an atas The Binding Problem, yang menunjukkan ada
proses syaraf dalam otak manusia yang berkonsentrasi pada usaha yang
mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu
jaringan syaraf yang secara literal “mengikat” pengalaman kita secara
bersama untuk “hidup lebih bermakna”. Pada God-Spot inilah sebenarnya
terdapat fitrah manusia yang terdalam.
F. Scott Fitzgerald menulis, “Ukuran paling tepat untuk menguji
kecerdasan tingkat tinggi adalah kemampuan menyimpan dua gagasan berlawanan
dalam pikiran secara bersamaan, namun masih mempunyai kemampuan untuk
berfungsi.” Sesungguhnya ini masih dapat kita sederhanakan. Kecerdasan tingkat
tinggi memadukan kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan otak (IQ), dan tidak hanya
mempertahankan kemampuan berfungsi, tetapi juga menjadikannya lebih hebat.
15
2. Kinerja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, penerbit Balai Pustaka, Jakarta Tahun 2003, Kinerja
diartikan sebagai berikut :
1. Sesuatu yang dicapai / dihasilkan;
2. Prestasi yang diperlihatkan;
3. Kemampuan untuk bekerja;
Sementara dalam Bahasa Inggris kinerja adalah performance yang menurut
Gasperz (1998 :287) performance adalah pemberian pelayanan yang produktif
(Efektif dan efisien) serta berkualitas berupa pengendalian terus menerus dari
manajemen pemerintah sehingga dapat meningkatkan kelancaran dan ketetapan
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan.
Para ahli memberikan pengertian kinerja sebagai berikut : Darma (1990:11)
mengemukakan bahwa Kinerja atau prestasi kerja adalah suatu yang dikerjakan atau
jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau kelompok orang. Kinerja
tersebut dapat diukur atau dinilai pada manusia pekerja atau keadaan suatu organisasi.
Untuk mengukur keefektifan kinerja dari manusia sukar, karena manusia merupakan
makhluk yang selalu berubah dan penuh keterbatasan. Oileh karena itu, prestasi yang
ditunjukkan sekarang ini akan berbeda dengan prestasi yang dicapai pada masa yang
akan datang. Dengan demikian keefektifan manusia dalam hal ini kepala desa akan
berubah dari waktu ke waktu.
Untuk melakukan penelitian terhadap keefektifan kinerja, James L Gibson,
John H Ivancevich, James H. Donelly dalam Latief (2001 : 28 ) mengemukakan
16
sebagai berikut : “penelitian yang kita buat sehubungan dengan prestasi individu,
kelompok, organisasi, makin dekat dengan prestasi kerja terhadap prestasi yang
diharapkan, makin efektif kita menilai mereka.” Dari pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa keefektifan individu akan menghasilkan keefektifan kelompok
dan keefektifan kelompok akan menghasilkan keefektifan organisasi. Karena itu,
masalah kinerja aparatur pada pokoknya menyangkut prestasi dan keefektifan kerja.
Prestasi dan keefektifan kerja ini intinya adalah pada prestasi dan keefektifan
individu.
Selanjutnya pengertian kinerja dikemukakan oleh Musanef (1993;34)
sebagai berikut : ‘”prestasi kerja atau kinerja adalah kemampuan seseorang dalam
usaha mencapai hasil kerja yang lebih baik, yang lebih menonjol kearah tercapainya
tujuan organisasi.” Prestasi kerja atau kinerja itu hanya dapat dimiliki oleh orang-
orang yang berkemauan keras atau memiliki jiwa serta merupakan type manusia
unggul yakni orang-orang yang memiliki etos kerja yang maksimal dan menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu mempersepsi pekerjaannya agar mempunyai makna
dan dapat dilakukan dengan penuh kesungguhan untuk memenangkan suatu
persaingan pekerjaan dalam arti persaingan positif.
Orang-orang yang berprestasi tersebut selanjutnya dipaparkan oleh Tasmara
(1990 ; 20 ) bahwa : ‘Orang-orang yang berprestasi, serta memiliki etos kerja yang
tinggi, adalah tipe manusia yang selalu ingin menjadi orang yang lebih unggul, secara
dunia maupun prestasi batin. Dia tidak pernah puas untuk hanya sekedar kelas
menengah, ada ambisi, ada dorongan untuk selalu berkompetisi.” Menurut Tasmara
bahwa ciri-ciri orang yang mempunyai etos kerja dan menghayati akan tampak dalam
17
sikap dan tingkah laku seseorang yang dilandasi pada suatu keyakinan bahwa
pekerjaan itu merupakan ibadah yakni suatu panggilan dan perintah Allah yang akan
memuliakan diri seseorang, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia
pilihan yang memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) yaitu orang yang mempunyai
personalitas yang tinggi dan mau menerima kritik yang bersifat membangun demi
kebaikan bersama dan senantiasa menghargai waktu yang ada.
Dari beberapa defenisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan umum bahwa
kinerja adalah :
a. Adanya tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Memiliki keterampilan dan pengetahuan.
c. Mencapai hasil kerja yang efektif dan efisien.
d. Meliputi mental, moral dan rasa pengabdian yang tinggi.
Orang bekerja untuk mencapai prestasi dalam hidupnya dapat melakukan
berbagai cara yang dianggap baik sesuai dengan nilai-nilai agama, adat istiadat dan
organisasi yang ditempati bekerja sesuai dengan kemampuan dan keterampilan serta
pengalaman kerja yang dimiliki. Pegawai yang memegang teguh prinsip-prinsip
berprestasi, akan mudah mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi
pada intinya adalah bagaimana merealisasikan program-program kerja organisasi
dalam bentuk kinerja atau pelaksanaan tugas dari tugas-tugas rutin. Kemampuan
berprestasi memberikan pernyataan bahwa manusia pada hakikatnya mempunyai
kemampuan untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain,.
Kemampuan itu hanya dapat dimiliki bila mana kepala desa mempunyai
pendidikan yang tinggi, pengalaman, mental yang baik, dan moral yang baik. Akan
18
tetapi bila kesanggupan dalam memangku jabatan tidak ada, walaupun tempat
kerjanya sudah tepat, maka hal itu tidak akan menghasilkan atau mencapai kinerja
yang baik atau tidak terwujudnya manajemen yang produktif.
Dalam pembahasan ini, kinerja dimaksudkan sebagai hasil dari usaha yang
telah dilakukan oleh seseorang, dapat juga dikatakan sebagai prestasi kerja, atau
wujud usaha seseorang dalam mencapai tujuannya. Kinerja bersumber dari kecakapan
seseorang, kecakapan pada hakikatnya dapat dipandang sebagai sekumpulan
kebiasaan yang terkoordinasi, apa yang kita pikirkan, rasakan dan kerjakan, agar
suatu tugas terlaksana. Pendapat ini sekiranya bisa menegaskan bahwa hakikat dari
suatu kecakapan bukanlah hanya suatu pemahaman atau pengetahuan, tetapi
merupakan metode internalisasi kebiasaan dan karakter.
Karakter seseorang juga dibentuk melalui proses yang berkesinambungan.
Ada suatu pandangan tentang penciptaan karakter menurut buku Stephen R. Covey
yang bisa dijadikan acuan, dalam buku tersebut diungkapkan bahwa: “Taburlah
gagasan, petiklah perbuatan, taburlah perbuatan petiklah kebiasaan, taburlah
kebiasaan, petiklah karakter, taburlah karakter, petiklah nasib.” Artinya untuk
membangun karakter yang nantinya mampu mempengaruhi nasib seseorang, maka
harus dimulai dari pengetahuan yang akan menghasilkan sebuah ide atau gagasan.
Proses ini dapat kita lihat dari bagan sebagai berikut :
19
Bagan diatas menunjukkan bagaimana kinerja seseorang tercipta dari dalam
dirinya. Berawal dari pengetahuan yang dimilikinya, pengetahuan diperoleh dari
pendidikan baik itu pendidikan nonformal, pendidikan formal, atau pendidikan
informal, kemudian pengetahuan itu akan menghasilkan Ide-ide atau gagasan, tentang
apa yang kita pikirkan atau bagaimana pola pikir kita, lalu dari gagasan tersebut
seseorang akan mengambil sikap atau melakukan suatu tindakan/perbuatan, sehingga
perbuatan yang dilakukannya secara terus menerus kemudian akan menciptakan
kebiasaan. Dari kebiasaan yang menjadi karakter tersebut akan melahirkan
kecakapan, dan hasilnya disebut sebagai Kinerja seseorang.
Dengan lebih spesifik lagi, menurut Amin Wijaya (1995 : 48) kinerja adalah
prestasi kerja pegawai dan profesi pengembangan dimasa datang dilakukan dengan
sistematis dan formal. Menurut Mustopadidjaya AR (1993: 3) kinerja adalah
20
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program /
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan misi dan visi organisasi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja aparatur, adalah antara lain
program peningkatan kualitas sumber daya aparatur, melalui pendidikan formal dan
nonformal, kegiatan pelatihan dalam bentuk pelatihan penjenjangan, pelatihan teknis
fungsional, dan kegiatan pengembangan melalui promosi dan mutasi pegawai, secara
signifikan mempunyai hubungan yang positif dengan pelaksanaan tugas-tugas
mereka. Hubungan antara variabel peningkatan kualitas sumber daya aparatur dengan
pelaksanaan tugas pokok mereka, dalam kajian ini juga dipengaruhi oleh sikap
pegawai , tingkat motivasi, dan etos kerja mereka. Pengukuran kedua variabel terkait
hanyalah dilihat dari aspek pelaksanaan pendidikan bagi aparatur, program pelatihan
dan pengembangan aparatur, serta pelaksanaan tugas-tugas pokok dalam lingkungan
kerja. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pendidikan, pelatihan dan pelaksanaan
tugas pokok ada pengaruhnya terhadap kinerja aparatur ( hasil penelitian Luther
Taruk, 2004: 39 ).
Didalam Instruksi Presiden Nomor : 7 Tahun 1999 tanggal 15 Juni 1999,
dinyatakan akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran yang ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah diartikan oleh
Mustopodidjaya (1999: 4) adalah instrumen pertanggungjawaban keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta misi organisasi. Sedangkan
21
laporan penilaian terhadap kinerja instansi pemerintahan adalah media
pertanggungjawaban yang berisi informasi mengenai kinerja instansi pemerintah, dan
bermanfaat antara lain untuk :
a. Mendorong instansi pemerintahan untuk menyelenggarakan tugas umum
pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance)
yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
kebijaksanaan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat.
b. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi
secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan
lingkungannya.
c. Menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam rangka meningkatkan rangka meningkatkan kinerja instansi
pemerintahan.
d. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Dalam Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor
:589/IX/6/Y/99 Tanggal 20 September 1999 mengatakan bahwa pengertian
akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk
memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang atau badan hukum.
22
Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintahan yang harus memperhatikan antara lain sebagai berikut :
a. Harus ada dari pimpinan dan seluruh staf instansi pemerintah yang
bersangkutan.
b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan yang berlaku.
c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
d. Harus berorientasi pada pencapaian pada pencapaian visi dan misi serta
hasil dan manfaat yang diperoleh.
e. Harus jujur, objektif, transparan dan innovation sebagai katalisator
perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutahiran
metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan
akuntabilitas. Dan indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan
kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator
masukan (input), keluaran (Output), outcomes, manfaat dan dampak.
Instansi Pemerintah disini termasuk juga pemerintahan desa yang dijalankan oleh
seorang kepala desa. Kinerja Pemerintahan Desa tidak dapat terlepas dari kinerja
kepala desa sebagai pemimpin penyelenggaraan Pemerintahan di Desa.
23
3. Kepala Desa
Desa atau yang disebut dengan nama lain ; selanjutnya disebut desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa
dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Sesuai Pasal 14 hingga Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2006 tentang Desa pada paragraf 2 menyatakan :
Tugas dan Kewajiban Kepala Desa adalah sebagai berikut :
- Pasal 14.
1. Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.
Yang dimaksud dengan “ Urusan Pemerintahan “ antara lain pengaturan
kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan
24
peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan
Usaha Milik Desa, kerja sama antar desa.
Yang dimaksud dengan “Urusan Pembangunan” antara lain pemberdayaan
masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti
jalan desa, irigasi desa, pasar desa.
Yang dimaksud dengan urusan kemasyarakatan antara lain pemberdayaan
masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti
bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kepala
Desa mempunyai wewenang :
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama BPD.
b) Mengajukan rancangan peraturan desa.
c) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama
BPD.
d) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB
Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.
e) Membina kehidupan masyarakat desa.
f) Membina perekonomian desa.
g) Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
Yang dimaksud dengan mengkoordinasikan pembangunan desa
secara partisipatif adalah memfasilitasi dalam perencanaan,
25
pelaksanaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian
pembangunan di desa.
h) Mewakili desa nya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
i) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
- Pasal 15
1. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 , kepala desa mempunyai kewajiban :
a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
d) Melaksanakan kehidupan demokrasi .
e) Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas
dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme.
f) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan
desa.
g) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangan-undangan.
h) Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik.
26
i) Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan
desa.
j) Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa.
k) Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
Untuk mendamaikan perselisihan, kepala desa dapat dibantu oleh
lembaga adat desa.
l) Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa.
m) Membina, mengayomi an melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan
adat istiadat.
n) Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa, dan
o) Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup.
2. Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
Yang dimaksud dengan “Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa”
adalah laporan semua kegiatan desa berdasarkan kewenangan desa yang
ada, serta tugas-tugas dan kewenangan dari pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten / kota.
27
Yang dimaksud dengan “ memberikan keterangan pertanggungjawaban”
adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan desa
termasuk APB Desa
Yang dimaksud dengan “menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada masyarakat” adalah memberikan informasi berupa
pokok-pokok kegiatan.
3. Laporan Penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana dimaksud ayat (2)
disampaikan kepada Bupati / Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu
tahun.
4. Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam
musyawarah BPD.
BPD dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis atas laporan keterangan
penanggung jawaban Kepala Desa tetapi tidak dalam kapasitas menolak atau
menerima.
5. Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa selebaran
yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan
dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunikasi atau media
lainnya.
6. laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh Bupati/Walikota
sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan
sebagai bahan pembinaan lebih lanjut.
28
Yang dimaksud pembinaan dapat berupa pemberian sanksi dan / atau
penghargaan.
7. Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa disampaikan kepada
Bupati/Walikota melalui Camat dan kepada BPD.
Yang dimaksud dengan “laporan akhir masa jabatan” adalah laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan kepada
Bupati/Walikota dan BPD selambat-lambatnya 3(tiga) bulan sebelum berakhirnya
masa jabatan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepala desa yang dimaksudkan dalam tulisan
ini adalah orang yang terpilih untuk memimpin dalam kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan berada pada wilayah Pemerintahan Kabupaten / Kota.
B. Kerangka Pikir
Dari pembahasan diatas dapat dikemukakan adanya peranan Tingkat
Pendidikan dalam mempengaruhi Kinerja Kepala Desa meskipun belum dapat
dipastikan seberapa besar peranannya. Hal ini melahirkan sebuah teori bahwa
“Tingkat Pendidikan Kepala Desa mampu mempengaruhi kinerjanya”. Untuk lebih
menjelaskan bagaimana teori ini lahir, dapat kita gambarkan melalui bagan sebagai
berikut :
29
Bagan Kerangka Teori
Bagan diatas menunjukkan bagaimana peranan tingkat pendidikan yang
dimiliki oleh seorang Kepala Desa mampu mempengaruhi kinerjanya. Pendidikan
yang dimiliki seorang Kepala Desa berupa pendidikan informal, pendidikan formal
dan pendidikan nonformal, kemudian pendidikannya menghasilkan pengetahuan atau
ilmu.
Dari pengetahuan tersebut akan dikembangkan kecerdasan, kecerdasan
dapat digolongkan kedalam kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosi (EQ) dan
kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan tersebut akan melahirkan gagasan/ide, gagasan
30
akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan/tindakan, perbuatan yang
dilakukan secara terus menerus kemudian akan menjadikannya kebiasaan.
Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang akan membentuk
karakter dirinya dan menghasilkan kecakapan. Kecakapan inilah yang melahirkan
kinerja seseorang misalnya berupa disiplin kerja, etos kerja, semangat kerja, dan
produktifitas.
C. Hipotesis
Berdasarkan pengkajian dari uraian pada latar belakang masalah,
perumusan masalah yang didukung dengan kajian teoritis yang dilengkapi juga
dengan kerangka pikir hubungan fungsi variabel independen dengan variabel
dependen, sehingga hipotesis ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Bahwa faktor Tingkat Pendidikan, berperan signifikan terhadap Kinerja
Kepala Desa Kabupaten Sidenreng Rappang.
2. Bahwa ada perbedaan Kinerja antara Kepala Desa yang berpendidikan SLTP
kebawah dengan Kepala Desa yang berpendidikan di atas SLTP.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan
pertimbangan bahwa Kabupaten Sidenreng Rappang merupakan sentra kegiatan
agribisnis di provinsi Sulawesi Selatan, sehingga perlu diteliti peningkatan sumber
daya aparatur pemerintah daerah tersebut.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif,
yaitu pembahasan dengan menggunakan penjelasan-penjelasan dan menggunakan
statistik sederhana. Memerlukan kemampuan berteori, serta menghubungkan teori
dan berasumsi. Penelitian ini menjelaskan hubungan casual antara variabel tertentu
melalui pengujian hipotesis.
C. Populasi Dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan subjek, objek, atau sesuatu yang ada,
bisa orang, benda hidup, benda mati, jajaran kartu catalog, huruf-huruf di surat kabar,
dsb. Yang berupa orang misalnya jumlah penduduk yang ada di suatu tempat pada
suatu saat, sedangkan untuk barang berupa jumlah koleksi suatu perpustakaan,
banyaknya kartu catalog di lemari catalog, jumlah kutipan ilmiah di tulisan-tulisan
ilmiah pada jurnal, dsb ( Pawit M. Yusup, 2007: XIV: 1 ). Populasi dalam penelitian
32
ini adalah semua kepala desa di Kabupaten Sidenreng Rappang yang berjumlah 67
orang.
Idealnya kita meneliti semua unit analisis dalam populasi. Namun itu sering
tidak mungkin dilaksanakan, terutama jika populasinya sangat besar, misalnya jumlah
penduduk satu kabupaten, satu provinsi, atau bahkan satu negara. Untuk itu dilakukan
sampling, yakni metode atau teknik pengambilan unit analisis dari populasi untuk
dijadikan bahan studi lebih lanjut. Meskipun hanya diambil sebagian, diharapkan
jumlah atau besarnya ukuran sampel yang ditetapkan, akan bisa mewakili semua
unsur dalam populasi. Oleh karena populasi dalam penelitian ini tidak terlampau
besar, maka sampel yang akan digunakan adalah sampel total, artinya jumlah sampel
sebanding dengan jumlah populasi. Jadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 67
Orang, sama jumlahnya dengan populasi.
D. Jenis Dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Data Primer yaitu data yang dihimpun secara langsung di kumpulkan melalui
pengamatan langsung di lapangan dan melalui responden. Data yang dimaksud
adalah :
� Daftar nama-nama Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang.
� Data Tingkat Pendidikan para Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang.
33
2. Data sekunder yaitu, data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan yang
relevan, dan informasi dari pejabat atau instansi yang terkait dengan obyek yang
diteliti.
Data yang dimaksud adalah :
� Gambaran Umum dari Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang.
� Informasi tentang laporan pelaksanaan kegiatan-kegiatan Kepala Desa yang
terdapat di Kantor Kecamatan, Bagian Pemerintahan Desa dan Bagian Tata
Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang atau pada
Pejabat/Instansi yang terkait didalamnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, maka teknik
pengumpulan data di pergunakan adalah sebagai berikut :
1. Wawancara, yaitu tanya jawab secara langsung dengan informan atau
responden dengan daftar pertanyaan. Untuk wawancara, ditujukan kepada para
informan yang berasal dari instansi yang terkait dengan obyek penelitian.
2. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan mengamati langsung serta
memahami kondisi objektif lokasi penelitian.
3. Questioner, yaitu pengumpulan data dengan menyebarkan angket pada
responden dengan membuat daftar pertanyaan yang dilengkapi dengan alternatif
jawaban (bersifat tertutup) kemudian dibagi-bagikan kepada sejumlah
responden. Daftar pertanyaan yang berisikan pertanyaan untuk memperoleh
34
data dari para responden Kepala Desa yang ada di kabupaten Sidenreng
Rappang.
4. Library Research, yaitu pengumpulan data yang bersumber dari kajian pustaka
dan berbagai literatur.
F. Defenisi Operasional Variabel
Berdasarkan pokok permasalahan, tujuan penelitian dan hipotesis yang
diajukan, maka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel tergantung atau dependent variabel (Y) adalah Kinerja Kepala Desa di
Kabupaten Sidenreng Rappang.
2. Variabel bebas atau independent variabel (X) adalah Variabel Tingkat
Pendidikan Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang.
3. Variabel perancu yaitu variabel yang ikut mempengaruhi Kinerja, namun dalam
hal ini tidak diteliti, yang terdiri dari : desain pekerjaan, gaya kepemimpinan,
iklim organisasi dan lingkungan geografis.
Untuk menghindari salah pengertian dalam interpretasi variabel yang
mengakibatkan menyimpang dari tujuan penelitian, maka variabel-variabel dalam
penelitian ini perlu didefinisikan dengan jelas penggunaannya secara rinci serta
diberikan beberapa indikator pengukurannya. Variabel dimaksud adalah sebagai
berikut :
1. Variabel tergantung (Y) yaitu jumlah rata-rata prestasi kerja (Kinerja) Kepala
Desa yang diukur selama 1 tahun terakhir dari masa kerjanya. Variabel ini
35
dinyatakan dalam bentuk skor kinerja Kepala Desa yang sudah dicapai.
Indikator dari prestasi kerja adalah :
a. Kemampuan memimpin kerja dalam meningkatkan prestasi kerja Kepala
Desa (Y.1)
b. Kemampuan berinisiatif/prakarsa dalam peningkatan prestasi kerja
Kepala Desa (Y.2)
c. Tingkat ketaatan dalam menjalankan tugas/kerja Kepala Desa (Y.3)
d. Tingkat tanggung jawab yang sesuai dengan kewenangan dalam
meningkatkan prestasi kerja Kepala Desa (Y.4)
e. Kemampuan kerja sama Kepala Desa dengan rekan sekerja dalam
pemerintahan Desa untuk meningkatkan prestasi kerja (Y.5)
f. Kesetiaan Kepala Desa terhadap atasan dan rekan sekerjanya (Y.6)
g. Kejujuran terhadap tugas/kerja Kepala Desa (Y.7)
Untuk mendapatkan nilai total Prestasi kerja atau kinerja Kepala Desa,
dicari dengan menghitung rata-rata skor indikator yang akan digunakan dengan
formula sebagai berikut :
Kriteria penilaian diukur berdasarkan ketentuan yang ada ditiap Kecamatan
yang menjadi objek penelitian. Adapun kriteria penilaian yang dilakukan oleh setiap
Camat di Kecamatan terhadap Kinerja Kepala Desa yang ada dalam lingkungannya
36
adalah diamati dan dinilai langsung oleh Camat yang bersangkutan. Dari masing-
masing indikator tersebut di atas diberi skor nilai dalam kategori sebagai berikut :
a. Sangat memuaskan diberi skor 4.
b. Memuaskan diberi skor 3.
c. Cukup memuaskan diberi skor 2.
d. Kurang memuaskan diberi skor 1.
e. Sangat kurang memuaskan diberi skor 0.
2. Variabel Pendidikan (X), yaitu pernyataan responden yang berkaitan dengan
tingkat pendidikan yang pernah ditempuh dan berijazah sebagai syarat
menjadi Kepala Desa. Misalnya tamat SMP atau yang setara dengan itu, tamat
SLTA, tamat Diploma dan S1. Indikatornya adalah sebagai berikut :
a. X.1. Tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) = 6
b. X.2. Tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) = 9
c. X.3. Tamat Diploma Perguruan tinggi (PTN/PTS) = 12
d. X.4. Tamat S1 Perguruan tinggi (PTN/PTS) = 15
G. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui arah dan kuatnya hubungan antar tingkat pendidikan
dengan kinerja kades, maka digunakan model analisis korelasi linear sederhana
(Simply Correlate Linear). Model ini dipilih karena ingin mengetahui besarnya
kontribusi pengaruh variabel independen terhadap dependen. Setelah data diolah dan
dianalisis secara kuantitatif kemudian dilakukan analisis kualitatif untuk memberikan
penjelasan/makna dari hasil analisis kuantitatif.
37
Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan
antar dua variabel (atau lebih). Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif (+)
atau negatif (-), sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya koefisien
korelasi.
Hubungan dua variabel dinyatakan positif jika nilai suatu variabel
ditingkatkan maka akan meningkatkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai
variabel tersebut diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain. Sebagai
contoh adalah hubungan tingkat pendidikan dengan kinerja. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka kinerja yang dihasilkan akan semakin meningkat, sebaliknya
semakin rendah tingkat pendidikan, maka kinerja yang dihasilkan semakin menurun.
Hubungan dua variabel dinyatakan negatif jika nilai suatu variabel
ditingkatkan maka akan menurunkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai
variabel tersebut diturunkan maka akan menaikkan nilai variabel yang lain. Sebagai
contoh adalah hubungan tingkat serangan hama dengan produksi. Semakin tinggi
tingkat serangan hama maka produksinya akan semakin kecil, sebaliknya semakin
kecil tingkat serangan hama maka produksinya semakin besar.
Kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dengan besarnya koefisien
korelasi. Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara -1 sampai 1. Jika hubungan
antara 2 variabel memiliki korelasi -1 atau 1 berarti kedua variabel tersebut memiliki
hubungan yang sempurna, sebaliknya jika hubungan antara 2 variabel memiliki
korelasi 0 berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut.
38
Koefisien korelasi linier (Pearson product moment correlation coefficient)
antara dua variabel dapat dicari dengan persamaan berikut:
Keterangan :
Rxy = Koefisien Korelasi
X = Variabel Tingkat Pendidikan
Y = Variabel Kinerja
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis pertama maka hasil
perhitungan koefisien korelasi Variabel X terhadap Variabel Y didasarkan pada tabel
berikut (Sugiyono, 2005).
Apabila hasil perhitungan koefisien korelasi diperoleh interval koefisien bernilai 0,00
- 0,199, maka tingkat hubungannya dinyatakan sangat rendah, apabila interval
koefisien nya bernilai 0,20 - 0,399, maka tingkat hubungannya dinyatakan rendah,
apabila interval koefisien nya bernilai 0,40 - 0,599, maka tingkat hubungannya
dinyatakan sedang, apabila interval koefisien nya bernilai 0,60 s/d 0,799, maka
39
tingkat hubungannya dinyatakan kuat, dan apabila interval koefisien nya bernilai 0,80
- 1,000, maka tingkat hubungannya dinyatakan sangat kuat.
2. Pengujian Hipotesis Kedua
Untuk membuktikan kebenaran hipotesis kedua digunakan perhitungan
perolehan kineja secara parsial (terpisah) antara Kades yang berpendidikan SLTP
dengan Kades yang berpendidikan diatas SLTP yang dinyatakan dalam α. Hasil
selisih antara rata-rata perolehan kinerja kades akan menunjukkan tingkat perbedaan
kinerja dengan kriteria pengujian sebagai berikut (Samsudin, 2003) :
a. Apabila hasil perhitungan diperoleh α = 0,000 , maka dinyatakan
bahwa tidak ada perbedaan Kinerja antara Kades yang berpendidikan
SLTP dengan Kades yang berpendidikan di atas SLTP.
b. Apabila hasil perhitungan diperoleh α < 0,000 , maka dinyatakan
bahwa ada perbedaan Kinerja antara Kades yang berpendidikan SLTP
dengan Kades yang berpendidikan di atas SLTP.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kab. Sidenreng Rappang
Secara geografis Kabupaten Sidenreng Rappang berada tepat di tengah-
tengah wilayah provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Sidenreng Rappang. di bagian
utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang, Enrekang dan Luwu. Sedangkan di
bagian selatan, berbatasan dengan Kabupaten Soppeng dan Barru. Di bagian Sebelah
Barat, berbatasan dengan wilayah Pare-Pare dan Pinrang. Dan di bagian sebelah
Timur, berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Luwu.
Posisi wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang dapat dilihat pada koordinat
1200 101 Bujur Timur dan 40 091 derajat Lintang Selatan – lintas menuju Kabupaten
Wajo, Soppeng, Pinrang, dan Enrekang.
Kabupaten Sidenreng Rappang dengan ibu kota Pangkajene, mempunyai
jarak ke Makassar ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan sepanjang 182 km. Jarak ini
dapat ditempuh dengan perjalanan darat hanya sekitar 3,5 jam.
Dengan hamparan wilayah yang mencapai 1.883,25 Km2, Kabupaten
Sidenreng Rappang memiliki 11 (sebelas) Kecamatan, 38 (tiga puluh delapan)
Kelurahan, 65 (enam puluh lima) Desa dan terdapat 2 (dua) Desa Persiapan. Fasilitas
perkantoran umumnya berada di pusat-pusat kota. Sarana dan prasarana umum juga
tak ketinggalan, seperti telepon, listrik, air bersih, rumah sakit, gedung olahraga,
pasar, hotel/penginapan dan restoran.
41
Adapun jumlah Desa yang berstatus Pemerintah menurut Kecamatan di
Kabupaten Sidenreng Rappang ini adalah sebanyak 150 yaitu terdiri dari 143 Desa
dan 7 Kelurahan. Untuk lebih jelasnya jumlah Desa/Kelurahan tersebut dapat dilihat
pada tabel IVb.1 di bawah ini :
TABEL IVa.1 : Jumlah Desa menurut Kecamatan di Kab. Sidrap
No. Kecamatan Jumlah Desa
1. MaritengngaE 5
2. Tellu LimpoE 3
3. Panca Lautang 7
4. Watang Sidenreng 5
5. Pitu Riawa 10
6. Dua PituE 7
7. Pitu Riase 11
8. Panca Rijang 4
9. Kulo 6
10. Baranti 4
11. Wattang Pulu 5 Jumlah 67
Dari tabel IVb.1 di atas terlihat bahwa Kecamatan yang mempunyai Desa
terbanyak adalah Kecamatan Pitu Riase yaitu 11 Desa. Kemudian disusul oleh
Kecamatan Pitu Riawa yang berjumlah 10 Desa. Selanjutnya Kecamatan yang
mempunyai jumlah Desa terkecil adalah Kecamatan Tellu LimpoE sebanyak 3 Desa.
Total penduduk Kab. Sidenreng Rappang sesuai data Badan Pusat Statistik
tahun 2007 mencapai 245.067 jiwa. Jumlah tersebut terbagi atas 117.149 jiwa
berjenis kelamin laki-laki dan 127.918 jiwa berjenis kelamin perempuan. Angka
42
pertumbuhan penduduk pada periode 5 tahun terakhir tergolong kecil, rata-rata hanya
berkisar 0,11 % per tahun. Sedangkan kepadatan penduduk rata-rata 128 jiwa / km2 .
Adapun penyebaran penduduk belum merata disemua wilayah. Daerah
paling padat penduduknya berada di Kec. MaritengngaE dan Kec. Panca Rijang yang
mencapai antara 500 sampai 700 jiwa / km2 . daerah yang berpenduduk jarang berada
di Kec. Pitu Riawa, Pitu Riase, Panca Lautang, Tellu LimpoE, Wattang Pulu, dan
Kulo. Rata-rata penduduknya hanya didiami antara 101 sampai 200 / km2 .
Kecamatan tertinggi kepadatan penduduknya adalah Kec. Panca Rijang yang
mencapai 717 jiwa / km2 . Sedang terendah ditempati Kec. Pitu Riase dengan
kepadatan hanya 22 jiwa / km2 .
Kondisi alam yang dominan tanahnya datar ditunjang irigasi tehnis yang
memadai, menyebabkan penduduknya dominan hidup dari usaha pertanian. Sebagian
kecil diantaranya adalah PNS, pedagang, pekerja sektor jasa bangunan dan pegawai
swasta.
Penduduk Sidenreng Rappang umumnya beragama Islam. Selebihnya
beragama Kristen dan menganut kepercayaan taulotang yang umumnya berdomisili
di Kec. Tellu LimpoE.
B. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil survei di lapangan diperoleh data responden mengenai
tingkat umur, tingkat pendidikan, dan lama bertugas/masa kerja Kepala Desa yang
dapat dijadikan masukan bagi beberapa variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
43
Data responden ini diperoleh dari data primer yang dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
1. Jumlah responden berdasarkan umur
Kepala Desa sebagai pejabat pemerintahan Desa di Wilayah Kabupaten
Sidenreng Rappang yang berumur 27 s/d 60 tahun ke atas dirincikan dalam tabel
IVb1. berikut ini:
TABEL IVb.1 : Jumlah responden berdasarkan kelompok umur di Kab. Sidrap
Kelompok Umur (tahun) No. Kecamatan
< 30 30 - 35 36 - 40 > 40 Jumlah
1. MaritengngaE 1 2 2 5
2. Tellu LimpoE 2 1 3
3. Panca Lautang 2 2 3 7
4. Watang Sidenreng 2 1 2 5
5. Pitu Riawa 2 5 3 10
6. Dua PituE 1 1 5 7
7. Pitu Riase 1 3 7 11
8. Panca Rijang 1 1 2 4
9. Kulo 1 2 3 6
10. Baranti 1 3 4
11. Wattang Pulu 1 4 5 Jumlah 2 11 19 35 67
Dilihat dari tabel diatas menurut Kecamatan nya bahwa rata-rata yang
menjabat sebagai Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang adalah mereka yang
berumur 40 tahun keatas. Artinya Kepala Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang
didominasi oleh orang yang sudah lanjut usia yaitu 35 orang atau 52,2% dari 67
Kades di 11 Kecamatan. Sementara dari mereka yang tergolong berumur muda hanya
44
sebanyak 32 orang atau 47,7% dari 67 Kades di 11 Kecamatan Kabupaten Sidenreng
Rappang.
2. Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan
Berdasarkan hasil survei di lapangan terdapat data responden mengenai
tingkat pendidikan yang bervariasi yaitu dari tingkat SLTP sampai ke tingkat
Perguruan Tinggi. Rincian data tingkat pendidikan responden (Kades) tersebut dapat
dilihat pada tabel IVb.2 sebagai berikut :
TABEL IVb.2 : Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kab. Sidrap
Tingkat Pendidikan No. Kecamatan
SLTP SMA Diploma Sarjana Jumlah
1. MaritengngaE 2 3 5
2. Tellu LimpoE 3 3
3. Panca Lautang 2 4 1 7
4. Watang Sidenreng 4 1 5
5. Pitu Riawa 1 9 10
6. Dua PituE 1 4 2 7
7. Pitu Riase 1 6 1 3 11
8. Panca Rijang 4 4
9. Kulo 3 1 2 6
10. Baranti 2 2 4
11. Wattang Pulu 3 1 1 5 Jumlah 5 44 4 14 67
Dari data pada tabel IVb.2 diatas ternyata bahwa jumlah responden yang
berpendidikan Sarjana adalah sebanyak 14 orang dari 67 responden atau 20,9%, dan
yang berpendidikan Diploma adalah sebanyak 4 orang dari 67 responden atau 5,9%,
sementara yang berpendidikan SLTP dan SMA masing-masing 5 orang atau 7,4%
45
dan 44 orang atau 45,7%. Jadi para Kades di Kabupaten Sidenreng Rappang menurut
kecamatan nya adalah sebagian besar berpendidikan SMA.
3. Jumlah responden berdasarkan Masa Kerja/jabatan
Dilihat dari masa kerja Kades di Kabupaten Sidenreng Rappang ini sangat
bervariasi, mulai dari 3 tahun kebawah sampai kepada 16 tahun keatas. Masa kerja
responden menurut Kecamatan tempat ia bekerja terdapat datanya seperti pada tabel
IVb.3 berikut ini :
TABEL IVb.3 : Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kab. Sidrap
Masa Kerja (tahun) No. Kecamatan
< 3 4 - 6 > 7 Jumlah
1. MaritengngaE 1 4 5
2. Tellu LimpoE 2 1 3
3. Panca Lautang 7 7
4. Watang Sidenreng 1 4 5
5. Pitu Riawa 1 9 10
6. Dua PituE 1 3 3 7
7. Pitu Riase 11 11
8. Panca Rijang 1 3 4
9. Kulo 1 5 6
10. Baranti 3 1 4
11. Wattang Pulu 2 3 5 Jumlah 10 53 4 67
Dilihat dari tabel IVb.3 diatas ternyata bahwa jumlah Kades yang
mempunyai masa kerja < 3 tahun adalah sebanyak 10 orang dari total 67 responden
atau 14,9% dan jumlah responden yang bekerja selama 4 sampai 6 tahun adalah
46
sebesar 53 orang atau 79,1%, serta yang bekerja diatas 7 tahun hanya 4 orang atau
5,9% saja.
C. Deskripsi Penelitian
Setelah melakukan penelitian di Kabupaten Sidenreng Rappang selama 2
bulan dari bulan Agustus s/d September 2007 telah diperoleh data primer dan data
sekunder yang diperlukan sebagai informasi yang akurat dan faktual tentang variabel
penelitian yaitu kinerja dan tingkat pendidikan Kepala Desa.
1. Variabel kinerja Kepala Desa (Y)
Berdasarkan definisi operasional variabel bahwa yang disebut dengan
kinerja (prestasi kerja) adalah rata-rata hasil kerja yang dicapai oleh Kades selama
satu tahun terakhir yaitu Agustus 2006 s/d Juli 2007 dibandingkan dengan perkiraan
harapan pemerintah Desa. Berdasarkan data lapangan yang diperoleh peneliti, maka
prestasi kerja (kinerja) Kepala Desa dapat diklasifikasikan berdasarkan ketentuan
Target Pencapaian Kinerja yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Sidenreng
Rappang menjadi 5 kategori yaitu : sangat memuaskan, memuaskan, cukup
memuaskan, kurang memuaskan, sangat kurang memuaskan seperti yang dirincikan
pada tabel berikut ini :
47
TABEL IVc.1 : Klasifikasi Kinerja Kepala Desa di Kab. Sidrap
Kategori No. Indikator
SM M CM KM SKM Jumlah
1. Kepemimpinan - 36 24 7 - 67
2. Tanggung Jawab - 43 19 5 - 67
3. Kesetiaan - 38 27 2 - 67
4. Ketaatan - 22 36 3 - 67
5. Kejujuran - 39 23 5 - 67
6. Inisiatif / Prakarsa - 37 28 2 - 67
7. Kerjasama 2 17 38 10 - 67
Dari tabel IVc.1 diatas terlihat bahwa kepemimpinan seorang kades adalah 53,7%
memuaskan, 35,8% cukup memuaskan dan 10,4% kurang memuaskan. Tanggung
jawab seorang kades adalah 64,1% memuaskan, 28,3% cukup memuaskan, dan
kurang memuaskan 7,4%. Kesetiaan sebesar 56,7% memuaskan dan cukup
memuaskan 40,2%, kurang memuaskan 2,9%. Ketaatan adalah 32,8% memuaskan,
53,7% cukup memuaskan, dan kurang memuaskan 4,4%,. Kejujuran adalah 58,2%
memuaskan, 34,3% cukup memuaskan, 7,4% kurang memuaskan. Inisiatif adalah
55,2% memuaskan, 41,7% cukup memuaskan, 2,9% kurang memuaskan. Kerja sama
adalah 2,9% sangat memuaskan, 25,3% memuaskan, 56,7% cukup memuaskan,
14,9% kurang memuaskan.
2. Variabel Tingkat Pendidikan (X)
Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mulai dari
tingkat SMP/SLTP, SMA/SLTA, Diploma dan Sarjana. dalam definisi operasional
tingkat pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden berdasarkan standar formal
48
yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah SD/sederajat, SLTP/sederajat,
SLTA/sederajat, Diploma/sederajat dan Sarjana (S1).
Menurut hasil penelitian di lapangan ternyata bahwa data responden yang
berpendidikan setingkat SLTP, SLTA, Diploma dan Sarjana cukup bervariasi, dan
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel IVc.2 berikut ini :
TABEL IVc.2 : Klasifikasi Tingkat Pendidikan Kepala Desa di Kab. Sidrap
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
SLTP 5 7,6
SMA 44 65,6
Diploma 4 6
Sarjana 14 20,8
Jumlah 67 100,0
Dari tabel IVc.2 diketahui bahwa responden penelitian yang berpendidikan SLTP
sejumlah 5 orang atau 7,67% dari jumlah responden yang ada; yang berpendidikan
SMA sejumlah 44 orang atau 65,6% dari 67 responden; yang berpendidikan Diploma
berjumlah 4 orang atau 6% dari 67 responden penelitian dan yang berpendidikan
Sarjana 14 orang atau 20,8%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam
penelitian ini, mayoritas responden adalah mereka yang berpendidikan SMA dan
disusul oleh mereka yang berpendidikan Sarjana dari total 67 responden.
49
D. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji kebenaran Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
digunakan model analisis korelasi linear sederhana untuk hipotesis pertama serta uji
beda dua rata-rata untuk hipotesis ketiga.
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Untuk mengetahui kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dengan
besarnya koefisien korelasi. Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara -1
sampai 1.
Berikut ini adalah perhitungan korelasi linier sederhana hasil pengamatan
tingkat pendidikan (X) terhadap kinerja kepala desa (Y):
Tabel IVd.1a : Hasil Perhitungan korelasi linier sederhana hasil pengamatan tingkat pendidikan (X) terhadap kinerja kepala desa (Y).
n Xi Yi Xi.Yi Xi2 Yi2
1 MaritengngaE 63 12.2857 774 3969 150.9388 2 Tellu LimpoE 27 7.2857 196.7143 729 53.0816 3 Panca Lautang 60 16.5714 994.2857 3600 274.6122 4 Watang Sidenreng 51 12.1429 619.2857 2601 147.4490 5 Pitu Riawa 87 24.8571 2162.5714 7569 617.8776 6 Dua PituE 72 16.8571 1213.7143 5184 284.1633 7 Pitu Riase 117 27.1429 3175.7143 13689 736.7347 8 Panca Rijang 36 10.2857 370.2857 1296 105.7959 9 Kulo 69 15.4286 1064.5714 4761 238.0408 10 Baranti 48 10.1429 486.8571 2304 102.8776 11 Wattang Pulu 54 12.2857 663.4286 2916 150.9388 Jumlah 684 165.2857 11721.4286 48618 2862.5102 Rata-rata 62.1818 15.0260 1065.5844 4419.8182 260.2282
50
Dengan menggunakan formula :
dimana
Rxy = Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel (menurut kecamatan)
X = Variabel Tingkat Pendidikan
Y = Variabel Kinerja
Sehingga diperoleh perhitungan :
Rxy = [11. 11721,4286-684. 165,2857] / {[11. 48618-(684)2] - [11. 2862,5102-
(165.2857)2]}0,5
Rxy = 0.950675619821896
Rxy = 0.9506
Untuk memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang didapat, maka dapat
dipedomani tabel berikut (Sugiyono, 2005).
Tabel IVd.1b : Tolak Ukur Koefisien korelasi antara tingkat pendidikan dengan kinerja kepala desa di Kab. Sidenreng Rappang
51
Jadi hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja kades bernilai positif (+)
dengan tingkat peranan yang sangat kuat. Dengan demikian maka hipotesis pertama
terbukti benar.
2. Pengujian Hipotesis Kedua
Untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan kinerja antara kades
yang berpendidikan SLTP dengan kades yang berpendidikan diatas SLTP, maka
dilakukan perhitungan tingkat perolehan kinerja secara parsial (terpisah) sehingga
diperoleh hasil seperti terlihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel IVd.1 : Hasil perhitungan kinerja antara Kades pendidikan SLTP dan Kades yang pendidikan diatas SLTP di Kabupaten Sidenreng Rappang Tahun 2007.
No. Pendidikan Rata-rata Kinerja
1 SLTP Kebawah 2.4192
2 Diatas SLTP 2.4708
Beda rata-rata Kinerja = -0.0516
Dari tabel IVd.1 diatas menunjukkan bahwa rata-rata prestasi kerja (kinerja)
Kades yang berpendidikan SLTP adalah sebesar 2,4192 dan kinerja Kades yang
berpendidikan diatas SLTP sebesar 2,4708 serta hasil beda rata-rata kinerja (α) adalah
-0,0516. sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua yang mengatakan ada
52
perbedaan Kinerja antara Kades yang berpendidikan SLTP kebawah dengan Kades
yang berpendidikan diatas SLTP terbukti benar.
E. Pembahasan Hasil Analisis
1. Peranan tingkat pendidikan terhadap kinerja Kepala Desa
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diatas membuktikan bahwa tingkat
pendidikan mempunyai peranan yang signifikan terhadap kinerja Kades di Kabupaten
Sidenreng Rappang. Hal tersebut dibuktikan oleh nilai Koefisien Korelasi
Rxy = 0.9506, nilai ini berada pada level interval penafsiran 0,80 – 1,000 yang berarti
peranannya sangat kuat.. Disamping itu pula, koefisien korelasi antara tingkat
pendidikan terhadap kinerja kades di Kabupaten Sidenreng Rappang bernilai positif
(+), hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka kinerja yang dapat
ditunjukkan akan semakin meningkat pula.
Teori yang mengatakan bahwa kinerja karyawan itu merupakan hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diembankan kepadanya. (Suprihanto,
2000:7).
Kaitannya dengan keinginan berprestasi tinggi diatas, maka kepala Desa di
Kabupaten Sidenreng Rappang hendaknya dapat meningkatkan kinerja dengan upaya
meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan taraf pendidikan. Upaya tersebut
misalnya dengan memberikan bantuan dana kepada yang ingin meningkatkan mutu
SDM baik dalam implementasi pendidikan maupun pelatihan. Hal ini apa yang harus
dihadapi dan dijawab oleh organisasi bukanlah apakah akan melakukan investasi bagi
53
pengembangan SDM yang dimiliki acuan atau rangsangan kerja yang tinggi.
Pemberian Reward misalnya berupa kenaikan upah atau gaji, insentif atau sejenis
lainnya yang bisa mendatangkan hasrat kerja yang tinggi bagi karyawan. Khususnya
bagi para Kepala Desa yang ada di lingkungan Kabupaten Sidenreng Rappang yang
dalam hal ini merupakan wewenang Bupati setempat.
Jika dilihat dari luasnya wilayah Desa, jauhnya jarak tempuh dari
Kecamatan dan Kabupaten, maka besarnya kemampuan sumbangan tingkat
pendidikan terhadap kemampuan kerja masih lemah. Oleh karenanya perlu dilakukan
peningkatan pengembangan mutu SDM melalui pendidikan di lingkungan Kabupaten
Sidenreng Rappang di masa datang.
3. Hasil uji parsial kinerja Kades yang berpendidikan SLTP kebawah dengan
Kades yang berpendidikan diatas SLTP
Menurut hasil uji secara parsial yang ditunjukkan pada Tabel IVd.1 diatas,
bahwa Kades yang berpendidikan SLTP kebawah dengan Kades yang berpendidikan
diatas SLTP mempunyai beda rata-ratanya sebesar = -0,0516. < α = 0,000 yang
berarti bahwa kepala desa yang berpendidikan diatas SLTP memiliki kinerja yang
lebih baik dibandingkan dengan kepala desa yang tamat SLTP.
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab terdahulu, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan koefisien korelasi dapat membuktikan bahwa tingkat
pendidikan berperan secara signifikan terhadap peningkatan kinerja kepala
Desa di Kabupaten Sidenreng Rappang, hal ini ditunjukkan oleh nilai
Koefisien Korelasi (Rxy) = 0.9506, nilai ini berada pada level interval
penafsiran 0,80 – 1,000 yang berarti peranannya sangat kuat.. Disamping itu
pula, koefisien korelasi antara tingkat pendidikan terhadap kinerja kades di
Kabupaten Sidenreng Rappang bernilai positif (+), hal ini berarti semakin
tinggi tingkat pendidikannya, maka kinerja yang dapat ditunjukkan akan
semakin meningkat pula Dengan demikian hipotesis pertama dalam penelitian
ini diterima .
2. Menurut hasil uji secara terpisah (parsial), ternyata menunjukkan bahwa
kinerja Kades yang berpendidikan SLTP kebawah berbeda dengan kinerja
Kades yang berpendidikan diatas SLTP, hal ini ditunjukkan oleh nilai beda
rata-rata = -0,0516 lebih kecil dari nilai α = 0,000. Dengan demikian hipotesis
ketiga diterima .
55
B. Saran
Dengan melihat prospek kedepan, terutama mengenai mutu dan kualitas
sumber daya manusia (SDM) khususnya di Kabupaten Sidenreng Rappang, maka
peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Dengan besarnya pengaruh dari variabel tingkat pendidikan Kades di
Kabupaten Sidenreng Rappang pada penelitian ini sebesar 0.9506 atau
95,06% yang berarti masih bersisa 4,94% lagi dipengaruhi oleh faktor lain
diluar model, dan untuk itu kepada para peneliti disarankan untuk
memasukkan variabel lain yang masih mempengaruhi kinerja Kades di
Kabupaten Sidenreng Rappang ini.
2. Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang agar
meningkatkan kepedulian terhadap pengembangan sumber daya manusia di
daerahnya melalui pendidikan, pelatihan dan memberikan motivasi yang lebih
baik lagi dimasa depan.
3. Disarankan kepada para Kepala Desa baik yang berada di Kabupaten
Sidenreng Rappang maupun di luarnya agar meningkatkan prestasi kerjanya
melalui upaya peningkatan taraf pendidikan ketingkat yang lebih tinggi,
memperbanyak pelatihan, kursus atau studi banding ke daerah lain untuk
menambah keahlian, pengetahuan dan kemampuan berkinerja tinggi di bidang
kepemerintahan Desa.
4. Kepada para pembaca yang melihat masih banyaknya kelemahan-kelemahan
dalam penelitian ini untuk memberikan kritik, sumbang saran yang dapat
dijadikan masukan dalam penyempurnaan penulisan ini.
56
DAFTAR PUSTAKA
Amran Oppeng, Skripsi, Pengaruh Pembinaan Pegawai Negeri Sipil terhadap
Kinerja Aparat di Kantor Pertanahan Kab. Enrekang, diajukan
kepada STISIP Muhammadiyah Kab. Sidrap program Sarjana (S1),
2004.
Analistat.Com, Korelasi Linear Sederhana, @nalistat.com Solusi
mudah untuk masalah statistik anda..!
http://analistat.com/regresi/korelasilinier.php. 2007
Aris Asnawi. H. dan Usman Nukma. , Mengapa Sidrap ?, Pelita Pustaka, Makassar,
2005.
Ary Ginanjar Agustian. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual, ESQ, Emotional Spritual Quotient. Penerbit Arga. Jakarta,
2001.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Balai Pustaka. Jakarta, 2003.
Luther Taruk, Skripsi, Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Kinerja Aparatur
Pemerintah di Kecamatan Rantetayo Kab. Tana Toraja, diajukan
kepada STISIP Muhammadiyah Kab. Sidrap program Sarjana (S1),
2004.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2005
tentang Kelurahan.
57
Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 1-10 Tahun 2007 tentang
Pengaturan Desa.
Samsudin, Skripsi, Faktor yang mempengaruhi Kinerja Kepala Desa dalam
pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten Katingan Provinsi
Kalimantan Tengah, Universitas Airlangga, 2003.
S. Nasution, Prof. Dr. M. A, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito,
Bandung, 1988.
Pawit M. Yusup, Drs. M.S. populasi dan sampling.pdf, Modul kuliah MPS, Modul
14, http://bdg.centrin.net.id/pawitmy/, 2007.
Sondang P.Siagian, Prof. Dr. MPA, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi
Aksara, Jakarta, 1994.
Sumadi Suryabrata, BA, Drs., MA., Ed.S., Ph.D, Metodologi Penelitian, Universitas
Gadjah Mada, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1983.