peranan indonesia dalam konferensi asia
DESCRIPTION
'Peranan Indonesia Dalam Konferensi Asia'TRANSCRIPT
-
Peranan Indonesia Dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA)
A. Latar Belakang Terbentuknya KAA
Berakhirnya Perang Dunia II membawa pengaruh terhadap bangsa-bangsa Asia dan Afrika
untuk memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan. Di samping itu juga ditandai dengan
munculnya 2 kekuatan ideologis, yaitu politik dan militer termasuk pengembangan senjata
nuklir. Negara Republik Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara selalu berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Salah satu bentuk
penyelenggaraan kehidupan bernegara adalah menjalin kerja sama dengan negara lain.
Kebijakan yang menyangkut hubungan dengan negara lain terangkum dalam kebijakan
politik luar negeri. Oleh karena itu, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga harus
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Indonesia mencetuskan gagasannya untuk
menggalang kerja sama dan solidaritas antar bangsa dengan menyelenggarakan KAA.
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas artinya bangsa Indonesia tidak
memihak pada salah satu blok yang ada di dunia. Jadi, bangsa Indonesia berhak bersahabat
dengan negara manapun asal tanpa ada unsur ikatan tertentu. Bebas juga berarti bahwa
bangsa Indonesia mempunyai cara sendiri dalam menanggapi masalah internasional. Aktif
berarti bahwa bangsa Indonesia secara aktif ikut mengusahakan terwujudnya perdamaian
dunia. Negara Indonesia memilih sifat politik luar negerinya bebas aktif dikarenakan setelah
berakhirnya Perang Dunia II, telah muncul dua kekuatan adidaya baru yang saling
berhadapan, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat mempelopori berdirinya
Blok Barat atau Blok Kapitalis (Liberal), sedangkan Uni Soviet memelopori kemunculan
Blok Timur atau Blok Sosialis (Komunis).
Dalam upaya meredakan ketegangan dan untuk mewujudkan perdamaian dunia, pemerintah
Indonesia memprakarsai dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Usaha ini
mendapat dukungan dari negara-negara di Asia Afrika. Bangsa-bangsa Asia Afrika pada
umumnya pernah menderita karena penindasan imperialis barat. Persamaan nasib itu
menimbulkan rasa setia kawan[1]. Setelah Perang Dunia berakhir, banyak negara di Asia
Afrika yang berhasil mencapai kemerdekaan, di antaranya adalah India, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Burma (Myanmar), Sri Lanka, Vietnam dan Libya. Sementara itu masih banyak
pula negara yang berada di kawasan Asia Afrika belum dapat mencapai kemerdekaan.
Bangsa-bangsa di Asia Afrika yang telah merdeka juga tidak melupakan masa lalunya.
Mereka tetap merasa senasib dan sependeritaan. Apalagi jika mengingat masih banyak negara
di Asia Afrika yang belum merdeka. Rasa setia kawan itu dicetuskan dalam Konferensi Asia
Afrika. Pelakasanaan KAA mempunyai arti penting , baik bagi bangsa-bangsa di Asia
Afrika pada khususnya maupun dunia pada umumnya.
-
B. Sejarah Singkat Konferensi Asia-Afrika Konferensi Asia - Afrika diawali oleh
Konferensi
Colombo, dicolombo, Ibukota Negara Sri Lanka. Konferensi Colombo dilaksanakan tanggal
28 april 2 mei 1954. Konferensi ini mempertemukan lima pimpinan negara Asia, sebagai
berikut :
Pandit Jawaharlat Nehru (Perdana Menteri India)
Sir John Kotelawala (Perdana Menteri Sri Lanka)
Moh. Ali Jannah (Perdana Menteri Pakistan)
U. Nu (Perdana Menteri Burma/Myanmar)
Ali Sastroamidjojo (Perdana Menteri Indonesia)
Konferensi Colombo ini menghasilkan beberapa kesepakatan, salah satunya adalah
kesepakatan untuk menyelanggarakan Konferesi Asia - Afrika (KAA) dalam waktu dekat.
Indonesia disepakati menjadi tuan rumah konferensi tersebut. Sebelum KAA dilaksanakan,
tanggal 28 -31 desember 1954 diadakan sebuah pertemuan persiapan di Bogor, Indonesia[2].
Konferensi ini dihadiri oleh wakil dari lima negara yang hadir pada Konferensi Colombo
sebelumnya.dalam pertemuan ini disepakati beberapa hal sebagai berikut:
a. KAA diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955
b. Menetapkan kelima negara peserta Konferensi Bogor sebagai negara-negara sponsor
c. Menetapkan 25 negara Asia-Afrika yang akan diundang
d. Menentukan empat tujuan pokok KAA berikut :
Memajukan kerja sama antarbangsa Asia-Afrika demi kepentingan bersama
Membahas dan meninjau persoalan ekonomi, sosial, dan budaya
Membahas dan berusaha mencari penyelesaian masalah kedaulatan
nasionalisme, rasialisme, dan kolonialisme
Memperkuat kedudukan dan peranan Asia-Afrika dalam usaha perdamaian
dunia
KAA diselanggarakan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 18 -24 april 1955. Konferensi ini
dihadiri oleh 23 negara Asia dan 6 negara Afrika. Anggota konferensi dari Asia adalah
Indonesia, India, Burma, Pakistan, Sri Lanka, Cina, Jepang, Vietnam Utara, Vietnam Selatan,
Laos, Kamboja, Thailand, Filipina, Nepal, Afganistan, Iran, Irak, Yordania, Turki, Syria,
Saudi Arabia dan Yaman. Adapun negaranegara dari benua Afrika adalah Mesir, Ethiopia,
Libya, Sudan, Liberia dan Pantai Emas ( sekarang Ghana). Konferensi Asia Afrika berjalan
dengan sukses. KAA menjadi pusat perhatian dunia saat itu. Indonesia pun tidak lepas dari
perhatian dunia karena menjadi tuan rumah. Konferensi Asia Afrika menghasilkan beberapa
keputusan penting. Beberapa keputusan penting tersebut sebagai berikut :
a. Memajukan kerja sama antarbangsa di kawasan Asia dan Afrika dalam bidang sosial,
ekonomi, dan kebudayaan
b. Menyerukan kemerdekaan Aljazair, Tunisia, dan Maroko dari penjajahan Prancis
c. Menuntut pengembalian Irian Barat (sekarang Papua) ke Perda Indonesia dari Aden
kepada Yaman
d. Menentang diskriminasi dan kolonialisme.
e. Ikut aktif dalam mengusahakan dan memelihara perdamaian dunia
-
Selain beberapa keputusan penting tersebut. Konferensi Asia Afrika juga mencetuskan
dasasila bandung atau disebut juga "bandung declaration"[3]. Penyelenggaraan KAA
didasarkan pada beberapa hal :
a. Persamaan nasib dan sejarah, yaitu bangsa-bangsa di Asia-Afrika terutama pernah
mengalami penjajahan
b. Kesadaran untuk memperoleh kemerdekaan
c. Kecemasan akan persaingan Blok Barat dan Blok Timur
d. Perubahan politik pada tahun 1950-an, yaitu berakhirnya Perang Korea (1953). Akibat
Perang Korea, semenanjung terbagi menjadi dua negara, yaitu Korea Utara dan Korea
Selatan. Peristiwa ini semakin menambah ketegangan dunia dikarenakan adanya
intervensi dari blok yang bersaing
e. PBB sudah ada forum konsultasi dan dialog antarnegara yang baru merdeka, tetapi di
luar PBB belum ada forum yang menjembatani dialog antarnegara tersebut
f. Persamaan masalah sebagai negara yang masih terbelakang dan berkembang
Adapun penyelenggaraan KAA mempunyai tujuan berikut:
a. Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarbangsa Asia-Afrika dan
meningkatkan persahabatan
b. Membicarakan dan mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan
c. Memperhatikan masalah khusus terkait dengan kedaulatan, kolonialisme, dan
Imperialisme
d. Memerhatikan posisi dan partisipasi Asia-Afrika dan bangsa-bangsa dalam dunia
Internasional
C. Arti Penting Konferensi Asia-Afrika
KAA yang dilaksanakan dibandung pada tanggal 18 24 april 1955 mempunyai pengaruh
yang besar bagi bangsa Indonesia khususnya dan bagi dunia pada umumnya. KAA
berpengaruh sangat besar dalam upaya menciptakan perdamaian dunia dan mengakhiri
penjajahan di seluruh dunia secara damai, khususnya di Asia dan Afrika. Semangat KAA
untuk tidak berpihak pada blok Barat maupun blok Timur telah mendorong lahirnya Gerakan
Nonblok[4]. Dengan demikian ketegangan dunia dapat diredam.
1. Pengaruh KAA bagi Indonesia:
a. Ditandatanganinya persetujuan dwi kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC
(seseorang yang memegang dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu dan tidak
memilih dapat mengikuti kewarganegaraan).
b. Adanya dukungan yang diperoleh , yaitu berupa keputusan KAA mengenai perjuangan
merebut irian barat dalam forum PBB.
-
2. Pengaruh KAA bagi Negara-Negara Asia-Afrika:
a. KAA berpengaruh besar terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika
yang belum merdeka. Bangsa-bangsa Asia-Afrika yang merdeka sesudah diadakannya
KAA, antara lain : Maroko, Tunisia dan Sudan (1956), Ghana (1957), Guyana (1958),
Mauritania, Mali, Niger, Tugo, Dahomei, Chad, Senegal, Pantai Gading dan beberapa
negara Afrika lainnya ( 1960 ).
3. Pengaruh KAA bagi Dunia:
a. Berkurangnya ketegangan dunia
b. Amerika Serikat dan Australia mulai berusaha menghapuskan ras diskriminasi di
negaranya.
c. Munculnya organisasi Gerakan Non-Blok (GNB) yang bertujuan meredakan perselisihan
paham dari Blok Barat dan Blok Timur.
d. Belanda mulai kebingungan menghadapi Blok Afro-Asia di PBB.
Berikut ini makna dan arti penting terselenggaranya KAA:
1. Merupakan pendorong kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk lepas dari
cengkraman imperialism dan kolonialisme barat.
2. Menjadi pendorong lahirnya Gerakan Nonblok.
3. Merupakan pencetus semangat solidaritas dan kebangkitan negara Asia-Afrika dalam
menggalang persatuan.
4. Memberikan harapan baru bagi bangsa-bangsa yang sudah maupun belum merdeka.
5. Mulai diikutinya politik luar negeri bebas dan aktif yang dijalankan oleh Indonesia,
India, Myanmar, dan Sri Lanka.
6. Kembali bangkit dan sadarnya bangsa-bangsa Asia-Afrika akan potensi yang
dimiliki.
7. Diakuinya nilai-nilai Dasasila Bandung oleh negara-negara maju karena terbukti
memiliki kemampuan dalam meredakan ketegangan dunia.
8. Mulai dihapuskannya praktik-praktik politik diskriminasi ras oleh negara-negara
maju.
D. Peran Indonesia Dalam Konferensi Asia-Afrika
Setelah perang dunia ke II selesai, muncul dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu blok
barat dan blok timur. Sikap bangsa Indonesia terhadap adanya dua kekuatan tersebut tidak
mau memihak salah satu blok. Sebagai warga negara penganut politik luar negeri bebas aktif,
bangsa Indonesia mengambil jalan sendiri untuk tetap memelihara perdamaian dan
meredakan, ketegangan dunia akibat perang dingin. Salah satu upaya bangsa Indonesia untuk
memelihara perdamaian dunia adalah dengan menggalangkan persatuan dengan negara
negara di kawasan asia dan afrika. Bersama dengan negara lain, yaitu india, Pakistan, Sri
Lanka dan Burma ( Myanmar ). Bangsa Indonesia diwakili oleh ali sastroamijoyo menjadi
sponsor pelaksanaan konfersi asia afrika.
Terlaksananya KAA tidak bisa lepas dari peran Indonesia. Di samping sebagai salah satu
pelopor dan pemrakarsa KAA, Indonesia menyediakan diri sebagai tempat penyelenggaraan
-
KAA. Hal ini membuktikan prestasi Kabinet Ali Sastroamijoyo yang berhasil
menyelenggarakan suatu kegiatan yang bersifat internasional. Dalam pelaksanaan KAA
Indonesia berperan penting, karena selain menjadi tempat berlangsungnya Konferensi
tersebut Indonesia juga salah satu negara yang ingin bangsanya hidup setara, maju di
berbagai bidang dan tidak ingin tertindas oleh Negara barat, yang paling penting adalah
mengutamakan kerjasama.
Sesuai dengan visi dan misi pemerintah Indonesia saat ini, kebijakan luar negeri dan
diplomasi Indonesia selayaknya dijalankan berdasarkan tiga elemen utama. Pertama,
demokrasi dan HAM. Sejak sepuluh tahun terakhir, demokrasi Indonesia semakin maju,
dimana kebebasan berekspresi semakin terbuka dan rakyat semakin dewasa dalam
mengambil bagian dalam proses politik, baik di tingkat lokal maupun nasional. Meskipun
hingga saat ini, masih ada berbagai persoalan di dalam kehidupan demokrasi Indonesia,
seperti masalah reformasi birokrasi, terutama terkait dengan praktik korupsi di berbagai lini,
kegagalan pembangunan dan kesenjangan antardaerah di Indonesia, termasuk persoalan
kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pembangunan menjadi penyebab munculnya
ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, maupun menyebabkan munculnya masalah
kriminal dan masalah sosial lainnya. Demokrasi di Indonesia juga masih diwarnai dengan
pertarungan para elit politik antara legislatif dan eksekutif di tingkat nasional, padahal tugas
dan tanggung jawab utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Elemen demokrasi dan HAM di dalam politik luar negeri dan diplomasi tergambar di dalam
kiprah Indonesia dalam berperan sebagai mediator, fasilitator maupun pengamat, terkait
perselisihan atau sengketa perbatasan antarnegara di dalam konteks Laut Cina Selatan,
konflik bersenjata antara Pemerintah Filipina dengan Kelompok Islam Moro yang berakhir
dengan kesepakatan perdamaian pada 1996, maupun kontribusi Indonesia dalam proses
transisi politik di Myanmar, dan juga Mesir.
Kedua, pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Indonesia disebut sebagai one of the
global swing states dalam mengarahkan pergerakan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi
nasional semakin memberikan harapan positif. Pembangunan ekonomi yang inklusif
memerlukan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pemerataan hasil-hasil pembangunan
secara nasional, sehingga bermanfaat bagi setiap warga negara. Kebijakan pembangunan
nasional perlu diperbaiki bukan hanya menguntungkan bagi pasar dan pemodal besar
melainkan juga bagi masyarakat, khususnya usaha kecil dan menengah yang menjadi bagian
penting dalam rangkaian kegiatan ekonomi secara terpadu. Ekonomi global menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam meningkatkan kerjasama yang saling
menguntungkan serta dalam arti keberlanjutan. Globalisasi membuat jarak semakin dekat, hal
ini berarti pula tanggung jawab dalam membangun dunia dalam jangka panjang dengan
memperhitungkan pertumbuhan pendudukan dan ketersediaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi bagi kesejahteraan setiap warga negara maupun warga dunia.
Ketiga, penguatan riset dan pengembangan. Untuk membangun Indonesia menjadi Poros
Maritim Dunia, riset dan pengembangan sektor kelautan memerlukan kebijakan dan strategi
yang terarah serta dukungan anggaran yang memadai, terutama untuk membangun teknologi
-
kelauatan sesuai dengan posisi geografi, dan potensi serta kekayaan laut Indonesia. Dalam
konteks ini, pembangunan kapasitas dalam konteks pengembangan SDM melalui pendidikan
formal maupun pelatihan menjadi syarat utama dengan proyeksi sampai 2025 atau 2030.
Dalam konteks KAA, elemen demokrasi dan HAM perlu menjadi komitmen bersama seluruh
negara KAA untuk secara optimal mengimplementasikannya di tingkat nasional, misalnya
minimal dengan mendirikan institusi HAM. Secara konstitusional, Indonesia adalah negara
yang sangat memperhatikan aspek HAM. Secara institusional, Indonesia memiliki Komnas
HAM, Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak. Demikian pula dengan
impelementasi demokrasi di setiap negara KAA bukan hanya pada demokrasi prosedural
namun lebih berupaya memperbaiki substansi demokrasi.
Sesuai dengan tema KAA kali ini, penguatan kerjasama Selatan-Selatan dalam menciptakan
perdamaian dunia dan kesejahteraan dapat dilakukan dengan pendekatan transformasi konflik
dengan mengupayakan potensi perdamaian yang ada dan berdasarkan pengalaman berbagai
negara di Asia dan Afrika. Kekerasan dan potensi kekerasan diubah menjadi kerjasama saling
menguntungkan, sehingga perdamaian dapat dimaknai sebagai kondisi yang bebas dari
kekerasan, namun tetap memberi ruang pada persaingan yang sehat. Sedangkan
pembangunan dan pengurangan kemiskinan dapat dilakukan dengan memperbaiki dimensi
struktural, kultural dan natural. Secara struktural, kebijakan dan program dapat ditentukan
dengan memperhatikan kekhususan suatu daerah, negara atau kawasan dari segi geografi
(natural), demografi, dan sumber daya ekonomi, serta dimensi kultural yang berperan di
dalam mendukung kerjasama pembangunan yang influsif dan berkelanjutan.
Akhirnya, KAA penting diperingati secara seremonial, namun yang terpenting adalah
Indonesia dapat mengulang, selain memimpin komitmen bersama untuk mengisi
kemerdekaan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di Asia dan Afrika melalui
pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, serta dengan mengurangi konflik kekerasan
menuju rekonsiliasi dan perdamaian dunia secara lebih nyata. Selanjutnya, kerjasama di
antara negara-negara KAA perlu diarahkan untuk membangun indikator perdamaian dan
kesejahteraan menurut pengalaman setiap negara, sehingga dapat dirumuskan rencana aksi
untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan yang dimaksudkan dalam kerjasama ini.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Ratna Sukmayani, dkk, 2008, Ilmu Pengetahuan Sosial 3, Jakarta : PT Galaxy
Puspa Mega. Hal 253
2. Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, dkk, Sejarah Nasional
Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia 1942-1998(Volume
VI), Jakarta: PT Balai Pustaka, 2008. Hal 330
3. Drs. Prawoto, M.Pd, dkk, 2006, Seri IPS: Sejarah 3, Bandung: Yudhistira Ghalia
Indonesia. Hal 139
4. wartasejarah.blogspot.com/2014/11/peranan-indonesia-dalam-konferensi-
asia.html
5. ipsk.lipi.go.id/kolom-politik/472-konferensi-asia-afrika-makna-simbolik-dan-
kontribusi-indonesia-bagi-perdamaian-dunia(DR. Adriana Elisabeth, Kepala Puslit
Politik LIPI)