peran uni afrika dalam resolusi konflik...

140
PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) oleh Ihsan 107083001706 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: nguyennhan

Post on 08-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR

TAHUN 2004-2007

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh

Ihsan

107083001706

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 3: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 4: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 5: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

v

ABSTRAK

Nama : Ihsan

NIM : 107083001706

Peran Uni Afrika Dalam Resolusi Konflik Darfur Tahun 2004 – 2007

Skripsi ini mencoba menganalisa sejauh mana upaya dan peran Uni Afrika

dalam menyelesaikan konflik di negara anggotanya. Secara spesifik skripsi ini

menyoroti bagaimana peran Afrika dalam usaha menyelesaikan konflik di Darfur,

Sudan, pada tahun 2004-2007. Penelitian ditujukan untuk melihat bagaimana

organisasi kawasan berperan dalam menyelesaikan masalah-masalah domestik

anggotanya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis

kualitatif yang bersifat deskriptis analitis.

Dalam temuan penulis, misi perdamaian Uni Afrika untuk Sudan, AMIS,

tidak berhasil melakukan tugasnya dalam usaha mendamaikan pihak-pihak yang

terlibat dalam perseteruan di Darfur, Sudan. Malahan, pertumpahan darah terus

saja terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal; pertama, keterbatasan mandat

AMIS, kedua tidak diperbolehkannya personil penjaga perdamaian untuk

menggunakan deadly force dan ketiga, peralatan dan logistik yang tidak memadai.

Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai peran Uni

Afrika di Darfur tahun 2004-2007, penelitian ini menggunakan beberapa teori

yang dapat menjelaskan berbagai temuan penelitian. Teori yang digunakan adalah

teori Organisasi Internasional dan teori resolusi konflik, serta dibantu dengan

konsep peran dalam Ilmu Hubungan Internasional.

Kata Kunci : Uni Afrika, Darfur, Janjaweed, SLM/A, Peacemaking,

Mediator, African Union Mission in Sudan (AMIS).

Page 6: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat,

taufiq dan hidayahNYA yang telah dianugerahkan kepada penulis, sehingga

mampu menyelesaikan tugas skripsi dengan judul: “Peran Uni Afrika Dalam

Resolusi Konflik Darfur 2004-2007”

Skripsi ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana pada program studi Hubungan Internasional. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri,

melainkan juga karena bimbingan, saran, motivasi dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-

pihak yang telah setia mendukung dan memberi semangat dalam proses

menyelesaikan skripsi ini. Berbagai pihak diantaranya:

1. Keluarga penulis, khususnya kepada Ayahanda Jakfar Nasruddin Dalimunthe

dan Ibunda tercinta Rosmala Lubis, adik-adik Fadila, Hanief dan Rozana.

Terima Kasih atas dukungan dan doanya.

2. Pak Teguh Santosa selaku dosen pembimbing skrispi saya. Terima kasih atas

bimbingan, motivasi, dan nasihatnya selama ini.

3. Pak Kiky Rizky selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas

waktu luang yang diberikan, juga motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ketua Prodi Hubungan Internasional sejak Bapak. Nazaruddin Nasution SH,

MA, kemudian Ibu Dina Afriyanti Ph.D, dan selanjutnya Bapak Kiky Rizky,

M.Si. Terima kasih atas support dan kepercayaannya selama di BEM maupun

menjadi mahasiswa.

5. Dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional: Bapak Agus Nilmada M.Si,

Bu Mutiara Pertiwi, Bapak Adian Firnas M.Si, Bapak Amein Daulay M.Si,

Bapak Dr. Abdul Hadi Adnan, Bapak Badrus Sholeh, Bapak Aiyub Mohsin,

Kak Musa, Bapak Faisal Nurdin. Selain itu juga kepada Bapak Dr. Abdul

Rozak dan Bapak Ahmad Abrori.Terima kasih atas ilmu dan dukungan yang

diberikan selama penulis menuntut ilmu di UIN Jakarta.

Page 7: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

vii

6. Seluruh staf dan karyawan yang bekerja di gedung FISIP. Untuk Pak Jajang

terima kasih untuk semua bantuannya demi kelancaran skripsi seluruh

mahasiswa HI FISIP.

7. Kepada Duta Besar Sudan, Mr.Ambassador Abd Rahim, Terima kasih atas

kesediaan waktunya untuk diwawancarai sehingga dapat menambah kekayaan

dalam penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman HI angkatan 2007, Arlian Buana Chrissandi, Dery Alfikry,

Subhan Jamil Baidlowi, Siska, Nia, Muammar, Tebry dan teman-teman

penulis yang banyak membantu mencarikan buku tentang Darfur dan Uni

Afrika, Faisal Mahyudin, Anwar bin Haydar, Muhammad Reza.

9. Teman-teman redaksi di Rakyat Merdeka Online.

10. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga segala

dukungan dan bantuan kalian mendapat imbalan dari Allah SWT dan menjadi

amal kebaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan,

untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi

perbaikan di masa mendatang.Mudah-mudahan, skripsi ini dapat bermanfaat dan

menambah khazanah keilmuan bagi pembacanya dan studi Hubungan

Internasional.

Ihsan

Page 8: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

x

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI v

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pernyataan Penelitian 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8

D. Kerangka Pemikiran 9

D. 1. Konsep Peran 9

D. 2. Organisasi Internasional 10

D. 3. Resolusi Konflik 12

D.4. Konsep Responsibility to Protect 16

E. Tinjauan Pustaka 20

F. Metode Penelitian 25

G. Sistematika Penulisan 26

BAB II KOMITMEN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK

A. Uni Afrika

A.1. Latar Belakang Uni Afrika 28

A.2. Tujuan dan Prinsip-prinsip Uni Afrika 33

A.3. Dewan Keamanan Uni Afrika 36

B. Pengalaman Uni Afrika dalam Menyelesaikan

Konflik di Kawasan 40

B.1. Misi Organisasi Persatuan Afrika di Chad 41

B.1. Misi Organisasi Persatuan Afrika di Rwanda 43

B.2. Misi Uni Afrika di Burundi 44

BAB III KRISIS KEMANUSIAAN DI DARFUR

A. Sejarah dan Akar Konflik Darfur 48

B. Konflik dan Krisis Kemanusiaan Dalam Konflik Darfur

mulai Tahun 2003 55

C. Faktor-faktor yang mendorong keterlibatan Uni Afrika

di Darfur 59

C.1. Faktor internal pendukung keterlibatan Uni Afrika

di Darfur 61

C.2. Faktor-faktor eksternal pendorong keterlibatan

Uni Afrika di Darfur 67

C.2.1 Perserikatan Bangsa-Bangsa 71

C.2.2 Uni Eropa 72

C.2.3 G-8 74

Page 9: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xi

BAB IV PERAN UNI AFRIKA DALAM PENYELASAIAN KONFLIK

DARFUR (2004 – 2007)

A. Uni Afrika sebagai Fasilitator Perundingan Damai 81

B. Uni Afrika sebagai Mediator Perundingan Damai 83

C. Misi Pengawasan Kesepakatan Gencatan Senjata 87

D. Operasi Perdamaian Uni Afrika Di Darfur 90

E. Kendala dan Hambatan AMIS 94

E.1.Keterbatasan Mandat 94

E.2. Rules Of Engagement 97

E.3. Logisitik dan Penempatan Personel AMIS 98

BAB V KESIMPULAN

Kesimpulan 100

DAFTAR PUSTAKA xii

Page 10: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Sudan. 50

Page 11: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I.I. Pasal 3 Piagam Uni Afrika 28

Tabel I.II. Pasal 4 Piagam Uni Afrika 35

Tabel I.III. Isu-isu Perundingan Darfur 86

Page 12: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xiv

DAFTAR SINGKATAN

AMIS : African Union Mission in Sudan

APF : African Peace Facility

APP : African Action Plan

ASF : African Standby Force

AU : African Union

DK PBB : Dewan Kemanan Perserikatan Bangsa-bangsa

DLF : Darfur Liberation Front

DPKO : Departement of Peace-Keeping Operation

EDF : European Development Fund

HRW : Human Right Watch

ICISS : The International Commission on Intervention and State

Sovereignty

JEM : Justice and Equality Movement

OAU : Organization of African Unity

OPA : Organisasi Persatuan Afrika

R2P : Responsibility to Protect

SLM/A : Sudan Liberation Movement/Army

SPLA : Sudan People Liberation Army

UNAMID : United Nations-African Union peacekeeping operation in

Darfur

Page 13: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Wawancara Dengan Duta Besar Sudan untuk Indonesia xxii

Lampiran II Agreement on Humanitarian ceasefire on the conflict in Darfur

Lampiran III Gambar (PETA DARFUR)

Page 14: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Uni Afrika (African Union) merupakan sebuah organisasi internasional di

Afrika yang secara resmi berdiri pada tanggal 9 Juli 2002 di Durban, Afrika

Selatan. Organisasi ini berambisi untuk menyatukan seluruh negara di kawasan

Afrika serta berusaha untuk berperan lebih aktif dalam perekonomian global,

disamping juga berusaha menyelesaikan berbagai masalah sosial, ekonomi, dan

politik negara-negara anggotanya. Sejak awal pembentukannya Uni Afrika sudah

memiliki 53 negara anggota.1 Kota Addis Ababa di Ethiopia dipilih sebagai kantor

pusat aktifitas organisasi Uni Afrika. (Sonu 2003:32)

Pada dasarnya, Uni Afrika merupakan kelanjutan dari Organisasi

Persatuan Afrika (Organization of African Unity, --selanjutnya disingkat OPA)

yang didirikan pada tanggal 25 Mei 1963 di Addis Ababa, Ethiopia. Pada tahun

2002 OPA merevitalisasi diri dan berubah menjadi African Union (Uni Afrika).

Terdapat perbedaan signifikan antara OPA dan Uni Afrika. OPA tidak memiliki

instrumen intervensi politik dan militer. Sementara Uni Afrika memilikinya dan

dapat digunakan jika terlibat dalam atau untuk melakukan resolusi konflik di

negara anggota, apabila terdapat kejahatan berat kejahatan berat meliputi

genosida, kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan. Selain itu, beberapa

1 Afrika Selatan, Republik Afrika Tengah, Aljazair, Angola, Republik Arab Sahrawi, Benin,

Bostwana, Burkina Faso, Burundi, Chad, Djibouti, Eriteria, Ethiopia, Gabon, Gambia, Ghana, Guinea, Guinea Bissau, Guinea Khatulistiwa, Kamerun, Kenya, Komoro, Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Lesotho, Liberia, Libya, Malawi, Mali, Mauritania, Mauritius, Mesir, Mozambik, Namibia, Niger, Nigeria, Pantai Gading, Rwanda, Sao Tome dan Principe, Senegal, Seychelles, Sierra Leone, Somalia, Sudan, Swaziland, Tanjung Verde, Tanzania, Togo, Tunisia, Uganda, Zambia, Zimbabwe

Page 15: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

2

prinsip Uni Afrika juga menyatakan bahwa negara anggota berhak meminta

organisasi ini melakukan intervensi, dalam upaya memulihkan keamanan dan

meciptakan perdamaian. (AU 2012).

Mekanisme intervensi Uni Afrika tersebut diatur melalui Peace and

Security Council, sebuah badan di bawah naungan organisasi. Hal tersebut

tertuang dalam Pasal 3 Protocol Relating to the Establishment of the Peace and

Security Council of the African Union yang ditandatangani oleh negara anggota

Uni Afrika pada tanggal 9 Juli 2002. Dokumen tersebut diantaranya

mempromosikan: (1) perdamaian, keamanan dan stabilitas di Afrika; (2)

memberikan peringatan dini dan diplomasi pencegahan, (3) peace-making

termasuk usaha-usaha mediasi, rekonsiliasi dan penyelidikan, (4) operasi

perdamaian dan intervensi serta peace-building dan rekonstruksi pasca konflik.

(AU, 2012)

Salah satu konflik internal yang telah ditangani melaui intervensi Uni

Afrika adalah konflik internal negara Sudan di Darfur. Selain merupakan konflik

separatisme, konflik ini memiliki nuansa konflik etnis. Dalam hal ini, etnis Arab

yang didukung pemerintahan Omar Al Bashir berseteru dengan etnis Afrika yang

merupakan identitas kelompok pemberontak. (Powell, 2005:80).

Darfur adalah daerah di bagian barat Sudan yang dihuni oleh lebih dari 30

kelompok etnis, dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 6 juta jiwa. Secara

garis besar, penduduk Darfur terbagi dalam dua golongan utama, suku Afrika dan

suku Arab. Masyarakat (suku) Afrika Darfur, merupakan penduduk lokal Darfur

yang menetap. Mereka telah tinggal di daerah ini sejak Darfur masih menjadi

sebuah kesultanan Islam independen pada tahun 1650. Suku-suku tersebut

Page 16: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

3

diantaranya meliputi suku asli Fur, Masalit, Zaghwa, Daju dan Berti. Sedangkan,

suku Arab Darfur merupakan suku pendatang menempati wilayah Darfur bagian

utara dan selatan. Meskipun bukan penduduk asli, Arab merupakan etnis yang

dominan di daerah tersebut dan mereka beragama Islam. Mayoritas orang Arab

Darfur berkulit hitam yang merupakan hasil dari perkawinan campuran Arab-

Afrika. (Collins 2006:29)

Konflik etnis berakar setidaknya sejak Pemerintahan Sadiq al Mahdi

(1986-1989), ketika Darfur dibagi menjadi tiga wilayah: Utara, Selatan, dan Barat.

Pemerintah masa itu membentuk milisi sipil yang dipersenjatai dari suku

Messiriya dan Rezeiget, yang merupakan dua suku besar keturunan Arab di Darfur

dan cikal-bakal dari Janjaweed, untuk mengamankan tiga wilayah tersebut dari

kelompok pemberontak. Kelompok pemberontak ini adalah kaum Afrika

terpelajar Darfur yang menggalakkan pergerakan politik sejak tahun 1960-an,

karena Darfur secara politik dan ekonomi termajinalkan oleh pemerintah pusat.

Tuntutan mereka adalah kesetaraan pembangunan untuk Darfur dan yang paling

ektrem, menuntut kemerdekaan bangsa Afrika Darfur. (Collins 2006:30)

Pemerintahan selanjutnya yang masih berkuasa hingga saat skripsi ini

ditulis, tidak melikuidasi milisi Janjaweed dan justru memperkuatnya. Bahkan,

Presiden Omar al Bashir berusaha menerapkan hukum Islam sebagai hukum

nasional dan merendahkan kepercayaan lain yang dianut suku-suku Afrika

pribumi. Pemerintah pusat Sudan di Khartoum pun lebih mementingkan orang-

orang Arab untuk menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan dan pembangunan

daerah Darfur yang dihuni mayoritas Afrika semakin dikesampingkan begitu saja.

Keadaan diperparah akibat ulah Janjaweed yang mulai mengusir warga sipil lokal

Page 17: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

4

untuk mengambil akses sumber daya alam seperti minyak dan uranium, terutama

di kota-kota strategis Darfur, Al-fashir, Nyala dan Geneina. Ini mengakibatkan

pemerintah Khartoum kehilangan legitimasi di mata masyarakat etnis Afrika

Darfur. (Collins 2006:33)

Penduduk etnis Afrika Darfur akhirnya membentuk juga milisi-milisi

bersenjata dengan menggunakan ciri etnis non-Arab sebagai tandingan, untuk

menghadapi Janjaweed. Mereka mendeklarasikan Sudan Liberation

Movement/Army (SLM/A) pada tanggal 12 Maret 2003. Milisi ini merupakan hasil

peleburan dari dua kelompok pemberontak Darfur Liberation Front (DLF) dan

Sudan People Liberation Army (SPLA) dua organisasi subversif yang memiliki

jaringan nasional yang luas. SLM/A kemudian melakukan berbagai penyerangan,

diantaranya yang paling terkenal adalah serangan kota Gulu, yang dihuni

mayoritas suku Arab. Mereka terlibat baku tembak dengan polisi setempat

sebelum kemudian melarikan diri. Dalam peristiwa tersebut, 195 tentara militer

Sudan terbunuh. (Collins 2006:39)

Serang-menyerang semakin intens setelah Bandara Al Fashir menjadi

target SLM/A pada 25 April 2003. Serangan tersebut menghancurkan sejumlah

helikopter milik pemerintah, pesawat pembom Antonov, menduduki kantor pusat

militer, dan menangkap Mayor Jendral Ibrahim Bushara, kepala Angkatan Udara

Sudan. (Kastfur 2005:196) Sepuluh hari kemudian, SLM/A menangkap Kolonel

Mubarak Muhammad al-Saraj, Kepala Badan Intelejen Negara Sudan di Aynshiro,

sebelah utara Jabal Marra. Dalam serangan ini, muncul kelompok pemberontak

Darfur baru yang bernama Justice and Equality Movement (JEM) dan bergabung

dengan SLM/A. (Kastfur 2005:196)

Page 18: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

5

Pemerintah Sudan kerap merespons serangan kelompok pemberontak

dengan cara-cara represif. Pemerintah juga memberikan kewenangan kepada

milisi Janjaweed untuk melakukan apapun demi mengamankan wilayah Darfur

dari serangan pemberontak. Janjaweed ikut bertanggungjawab atas pembunuhan

terhadap warga Afrika Darfur, memperkosa para perempuan, dan menyiksa anak-

anak kecil. Ini disertai dengan pembakaran perkampungan warga. Menurut

Pruiner, metode yang digunakan oleh Janjaweed menuju ke arah skema yang

sistematis guna menghilangkan populasi Afrika di Darfur, atau genosida. (Pruiner

2005:145)

Sampai awal tahun Januari 2004, korban tewas yang kebanyakan etnis

Afrika ini sudah mencapai 10.000 jiwa. (Pruiner 2005:148) Human Right Watch

melaporkan bahwa sekitar 1,6 juta warga Darfur pada tahun 2003 kehilangan

tempat tinggal dan harus mengungsi. Sekitar 200.000 warga sipil mengungsi ke

negara tetangga terdekat, seperti Chad dan Republik Afrika Tengah, dua negara

yang berbatasan langsung dengan Darfur. Di Chad, diperkirakan sekitar 70.000

pengungsi meninggal sejak tahun 2003 sampai 2005 akibat kekurangan gizi dan

wabah penyakit. (Strauss 2005:30) Selain itu, pengungsi di negara-negara yang

berbatasan langsung dengan Darfur ini juga rawan akan kekerasan karena milisi

Janjaweed kerap melintasi perbatasan Darfur dan menyerang kamp pengungsi.

Angka kematian suku Afrika yang mencapai puluhan ribu orang hanya

dalam periode kurang dari satu tahun, mengindikasikan adanya praktik genosida.

Hal ini mengundang perhatian internasional, khususnya Uni Afrika. Kecaman

dari masyarakat internasional bermunculan. Dewan Keamanan PBB bahkan

mengeluarkan resolusi agar Sudan segera mengakhiri peperangan dengan

Page 19: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

6

langkah-langkah kongkrit dan melucuti persenjataan Janjaweed. Uni Afrika pun

tak ketinggalan meminta pemerintah Sudan agar mau terbuka dengan kehadiran

pihak luar untuk mengakhiri konflik. (Human Rights Watch 2003)

Mediasi pertama yang melibatkan pihak luar antara pemerintah Sudan dan

kelompok pemberontak dilakukan pada tanggal 3 September 2003, di kota

Abache, Sudan, yang berbatasan dengan Chad. Mediasi ini terselenggara atas

inisiatif Presiden Chad, Idriss Deby, yang secara tidak langsung merasa dilibatkan

dalam pusaran konflik karena pengungsi Darfur banyak yang mendatangi wilayah

negaranya. Deby berkepentingan agar stabilitas keamanan di wilahnya tetap

terjaga. Kesepakatan yang dihasilkan kedua belah pihak adalah melakukan

gencatan senjata selama 45 hari. Mediasi ini juga dihadiri utusan Uni Afrika. (AU

2004)

Uni Afrika sebagai wadah perhimpunan negara-negara di Afrika merasa

perlu untuk menyelesaikan konflik Darfur. Negara-negara anggota menganggap,

masalah ini bisa mempengaruhi keamanan kawasan dan membuat permasalahan

antar bangsa Afrika menjadi lebih rumit dan pada akhirnya menghambat

pembangunan di Afrika. Chad, sebagai negara yang langsung terkena imbasnya

juga terus menyuarakan agar Uni Afrika turun tangan. (AU 2004)

Uni Afrika berhasil membuat perjanjian kesepakatan damai antara

pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak pada tanggal 8 April 2004 di

N’djamena, ibukota Chad. Perjanjian ini didukung dengan kehadiran kelompok

pemantau dan penjaga perdamaian African Union Mission in Sudan (AMIS) mulai

Mei 2004 dengan penempatan 7000 personil militer. (Adnan 2007:129) AMIS

merupakan badan khusus penjaga perdamaian bentukan Uni Afrika, sebagai

Page 20: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

7

langkah menindaklajuti Resolusi PBB No. 1564, yang menunjuk dan memberikan

Uni Afrika mandat untuk melakukan resolusi konflik dan menjalan misi

kemanusiaan di Darfur. Resolusi 1564, juga meminta kepada seluruh anggota

PBB untuk membantu Uni Afrika dengan memberikan bantuan perlengkapan

logistik, keuangan, bahan-bahan pokok, dan kebutuhan-kebutuhan lain. Di Darfur,

AMIS melakukan misi perdamaian untuk menjaga stabilitas keamanan di daerah

yang dilanda konflik tersebut. (Adnan 2007:130)

Misi Uni Afrika dimungkinkan diterima di Darfur karena pemerintah

Sudan menolak PBB dan negara-negara barat campur tangan langsung dalam

masalah internalnya. Pemerintah Sudan hanya bersedia menerima campur tangan

dari Uni Afrika. Maka Resolusi DK PBB 1564 yang memberikan mandat kepada

Uni Afrika diterima oleh Sudan. Pelaksanaan mandat ini berlangsung sampai

tahun 2007. Dalam perjalanannya, misi ini menemui berbagai kesulitan karena

perang dan tindak kekerasan ternyata tidak sepenuhnya dapat dihentikan. Pada

Juli 2007, DK PBB menetapkan resolusi 1769, yang mengakhiri mandat tunggal

Uni Afrika. Resolusi 1976 memberi mandat gabungan untuk PBB dan Uni Afrika.

Untuk melakukan misi perdamaian dibentuklah United Nations-African Union

peacekeeping operation in Darfur (UNAMID) hingga 2013. (AU 20012)

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan membahas peran

Uni Afrika dalam resolusi konflik di Darfur pada periode 2004-2007, ketika

organisasi tersebut mulai mulai mengirimkan pasukan dengan misi perdamaian

dan melakukan berbagai upaya untuk menghentikan konflik berkepanjangan.

Tema ini penting diteliti untuk memahami kontribusi organisasi regional ini dalam

mewujudkan perdamaian di wilayah negara anggotanya. Keterlibatan Uni Afrika

Page 21: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

8

untuk melakukan resolusi konflik di Darfur adalah keterlibatan pihak luar pertama

di wilayah ini. Sebelumnya, Sudan selalu berusaha mencegah terjadinya

internasionalisasi konflik dalam negerinya. AMIS adalah pasukan yang pertama

kali boleh masuk untuk menjalankan misi penghentian kekerasan dan

perlindungan warga sipil di Darfur.

B. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan yang muncul pada penelitian ini adalah :

Bagaimana peran Uni Afrika dalam resolusi konflik internal di Darfur Sudan

pada tahun 2004-2007?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Menjelaskan bagaimana peran organisasi kawasan, Uni Afrika,

menyelesaikan konflik internal negara anggotanya, Sudan, 2004-2007

b. Mengaplikasikan konsep Resolusi konflik dan Responsibility to Protect

dalam sebuah kasus yang bisa dijadikan sebagai karya tulis ilmiah.

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Memberikan wawasan kepada penulis terkait strategi konflik

berkepanjangan di Darfur dan berbagai upaya penyelesaiannya.

b. Meningkatkan kemampuan analisis penulis terhadap penyelesaian

sengketa di sebuah wilayah.

c. Menambah bahan pustaka bagi penelitian Ilmu Hubungan Internasional

selanjutnya.

Page 22: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

9

D. Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan judul penelitian ini, Peran Uni Afrika dalam Upaya

Penyelesaian Konflik di Darfur Tahun 2004-2007, maka penulis menggunakan

beberapa konsep dalam hubungan internasional, diantaranya konsep peran,

organisasi internasional, dan teori resolusi konflik.

D.1. Konsep Peran

Konsep peran didefinisikan sebagai orientasi atau konsepsi dari bagian

yang dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. Sang pelaku peran, baik

itu individu maupun organisasi, akan berprilaku sesuai dengan harapan orang atau

lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk

menghubungkan harapan-harapan yang terpola, dari orang lain atau lingkungan,

dengan pola yang menyusun struktur sosial. Peran sendiri merupakan seperangkat

perilaku yang dapat terwujud dari perorangan sampai dengan kelompok, baik

kecil maupun besar, yang kesemuanya menjalankan berbagai peran. Baik perilaku

yang bersifat individual maupun jamak dapat dinyatakan sebagai struktur

(Kusumohadimojo,1987:32).

Peran merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang

atau dari struktur yang menduduki suatu posisi dalam sistem. Peran dari struktur

tunggal, maupun bersusun, ditentukan oleh harapan orang lain atau perilaku peran

itu sendiri, juga ditentukan oleh pemegang peran terhadap tuntutan dan situasi

yang mendorong dijalankannya peran tadi. Peran merupakan aspek dinamis

kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya, maka ia telah menjalankan suatu peran (Soekanto, 2001:

268). Munculnya suatu harapan, bisa ditelaah dari dua sumber. Pertama, harapan

Page 23: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

10

yang dimiliki orang lain terhadap aktor politik; kedua, harapan juga bisa muncul

dari cara pemegang peran menafsirkan peranan yang dipegangnya, yaitu

harapannya sendiri tentang apa yang harus dan yang tidak boleh dilakukan.

Sedangkan kegunaan teori peranan ini, sebagai alat analisis, yang paling penting

adalah untuk menjelaskan dan meramalkan perilaku politik (Mas’oed, 1990: 46-

47).

Jadi, peran dapat dipahami sebagai fungsi yang dimainkan aktor dalam

suatu arena. Dalam skripsi ini, aktor yang dimaksud Uni Afrika sebagai organiasi

Internasional, sedangkan arena yang dimaksud adalah resolusi konflik di Darfur.

D.2. Organisasi Internasional

Sebagaimana yang tercantum pada pasal 2 ayat 1 Konvensi Wina tentang

Hukum Perjanjian 1969, Organisasi internasional adalah organisasi antar-

pemerintah. Organisasi internasional adalah subjek buatan, subjek hukum yang

diciptakan oleh negara-negara yang mendirikannya. Organisasi internasional

melaksanakan kehendak negara-negara anggota yang dituangkan dalam satu

perjanjian Internasional. Oleh karena itu organisasi-organisasi internasional

memiliki ikatan antara negara-negara yang mendirikannya dan dalam banyak hal

sangat tergantung pada negara-negara tersebut. (Mauna 2005:462-463)

Organisasi internasional adalah wadah yang memiliki tujuan demi

tercapainya satu kesepakatan dan hukum yang dapat dipatuhi publik Internasional.

Organisasi Internasional merupakan asosiasi permanen, yang berdasarakan

perjanjian multirateral, diatas perjanjian bilateral, dengan kriteria dan tujuan yang

sudah disepakati dan ditetapkan bersama. (Bowet 1970:6). Organisasi

internasional menyediakan sarana kerjasama diantara negara-negara dalam

Page 24: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

11

berbagai bidang, dimana kerjasama tersebut memberikan keuntungan bagi

sebagian besar ataupun keseluruhan anggotannya. Selain sebagai tempat dimana

keputusan tentang kerjasama dibuat juga menyediakan perangkat administratif

untuk menerjemahkan keputusan tersebut menjadi tindakan. (Bennet 1995:3)

Secara umum Organisasi internasional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Organisasi permanen yang memiliki beberapa fungsi yang sifatnya

berkelanjutan. 2) Keanggotannya bersifat sukarela dan setiap anggotanya

memiliki kedudukan yang sama. 3) Memiliki alat atau perangkat yang memiliki

dasar tujuan yang sama, memiliki struktur yang jelas dan sistem metode operasi

yang sistematis. 4) Setiap negara memiliki posisi yang terwakilkan dalam setiap

konferensi tingkat organisasi antar negara anggota. 5) Memiliki sekretariat yang

bersifat permanen untuk menyelesaikan berbagai masalah administrasi,

melakukan penelitian berbagai kasus dan wadah informasi bagi anggota-

anggotanya yang berdaulat. (Bennet 1979:30)

Eksplorasi dan analisis aktivitas organisasi internasional akan

menampilkan sejumlah peranannya seperti mediator dan rekonsiliator. Mediator

yakni aktor yang menjadi pihak ketiga, baik itu negara atau organisasi

internasional, yang turut serta dalam sebuah negoisasi yang dilangsungkan oleh

pihak-pihak bersengketa. Rekonsiliator yakni organ atau pihak yang dibentuk atas

kesepakatan pihak yang bersengkata, atau yang sudah ada sebelumnya, dalam

melakukan resolusi konflik. (Situmorang 1999:35)

D.3. Resoulusi Konflik

Resolusi konflik merupakan suatu proses penyelesaian masalah dalam

konflik dengan tidak adanya pemaksaan dan kekerasan dalam mengkontrol

Page 25: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

12

konflik. Hal ini berkaitan dengan efisiensi dalam resolusi konflik dalam

mengurangi konflik yang telah mengakar dalam. (Burton 1990:115)

Resolusi konflik mengandung tiga prinsip penting. Pertama, adanya

kesepakatan yang biasanya dituangkan dalam sebuah dokumen resmi yang

ditandatangani dan menjadi pegangan selanjutnya bagi semua pihak. Kedua,

setiap pihak menerima atau mengakui eksistensi dari pihak lain sebagai subjek.

Sikap ini sangat penting karena tanpa pengakuan tersebut, mereka tidak bisa

bekerjasama selanjutnya untuk menyelesaikan konflik secara tuntas. Ketiga,

pihak-pihak yang bertikai juga sepakat untuk menghentikan segala aksi kekerasan

sehingga proses pembangunan rasa saling percaya bisa berjalan sebagai landasan

untuk transformasi sosial, ekonomi dan politik yang didambakan. (Wellensten

2002 :9)

Menurut John Galtung, ada tiga proses yang harus dilalui sebelum

perdamaian dapat dibangun melalui pihak ketiga. Ketiga proses tersebut adalah

peace-making, peacekeeping, peace-building. Peace-making adalah proses yang

tujuannya mempertemukan atau melakukan rekonsiliasi sikap politik dan strategis

dari pihak-pihak yang bertikai melaui mediasi, negoisasi, arbitrasi terutama pada

level elit atau pimpinan. (Ramsbotham 2005:162)

Peace-making adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengakhiri

konflik Internal dengan menitik beratkan pada penggunaan cara-cara diplomatik

dan membujuk setiap pihak yang bertikai untuk mencapai kesepakatan damai

secara sukarela. Peace-making adalah suatu upaya guna memisahkan kekuatan-

kekuatan dan kelompok bersenjata yang sedang berperang yang seringkali

diasosiasikan dengan tugas-tugas sipil seperti memonitor, mengawasi kesepakatan

Page 26: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

13

damai serta mendukung intervensi kemanusiaan. (Miall dan Ramsbotham

2002:32)

Peacekeeping adalah proses menghentikan atau mengurangi aksi

kekerasan melalui intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga

perdamaian netral. Menurut PBB, penjagaan perdamaian atau peacekeeping

adalah sebuah instrumen yang unik dan dinamis yang dikembangkan oleh

organisasi sebagai cara untuk membantu negara-negara yang terkoyak oleh

konflik, dan menciptakan kondisi untuk perdamaian abadi. (Miall dan

Ramsbotham 2002:32) Peacekeeper (penjaga perdamaian) akan memberikan

kontribusi untuk memajukan proses perdamaian. Penjaga perdamaian itu tidak

mutlak adalah tentara, karena pasukan ini tidak berkewajiban untuk terlibat dalam

pertempuran. Pasukan ini ditempatkan pada daerah yang berstatus gencatan

senjata yang telah mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak yang sedang

bertikai. Pada saat inilah ruang untuk mengatasi konflik lewat upaya diplomatik

dapat dijalankan. Pasukan penjaga perdamaian memantau dan mengamati proses

perdamaian di daerah pasca konflik dan membantu mantan kombatan dalam

melaksanakan kesepakatan damai. Bantuan tersebut datang dalam berbagai

bentuk, termasuk langkah-langkah membangun rasa percaya diri, pengaturan

pembagian kekuasaan, dukungan pemilu, penguatan supremasi hukum, dan

pembangunan ekonomi sosial. (Miall dan Ramsbotham 2002:32)

Peace-building adalah proses implementasi perubahan atau rekonstruksi

sosial, politik dan ekonomi demi terciptanya perdamaian yang langgeng. Melalui

proses peace-building, diharapkan negative peace (absennnya kekerasan) berubah

menjadi positive peace dimana masyarakat tidak akan lagi mendapat kekerasan

Page 27: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

14

dalam jangka panjang dan merasakan adanya keadilan sosial, kesejahteraaan

ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif. (Ramsbotham 2005:162)

Dalam upaya menyelesaikan sebuah konflik internal, organisasi

internasional atau regional memiliki keuntungan dan kelebihan dalam hal

kedekatan dengan sumber konflik serta mengenal dekat pelaku utama konflik,

nilai budaya mereka serta kondisi lokal wilayah konflik. Kondisi semacam ini

lebih lebih memungkinkan bagi organisasi regional untuk turun tangan lebih

dahulu sebelum keterlibatan PBB secara menyeluruh dalam penyelesaiaan

konflik. Apalagi peran organisasi regional dalam upaya penciptaan perdamaiaan

juga diakui oleh Piagam PBB yang terangkum dalam Bab VIII2. (Miall dan

Ramsbotham 2002:33)

Intervensi pihak ketiga ke dalam sebuah konflik berfungsi untuk

memulihkan komunikasi antara pihak yang berselisih, mendinginkan suasana,

menyelidiki keadaan di wilayah yang berkonflik dan memberikan jasa kepada

pihak yang berkonflik. Pihak ketiga yang dapat diterima bersama dengan tujuan

mencapai penyelesaian akan dirasakan sebagai agen perundingan yang dapat lebih

dipercaya. Intervensi pihak ketiga berperan meneruskan pesan antara kedua belah

pihak yang bertikai untuk terlibat aktif dalam perundingan, dan mencoba

menekankan kepada pihak-pihak yang bermusuhan untuk menerima usul-usul

perdamaian yang telah dirumuskan oleh pihak yang melakukan intervensi atau

yang disebut sebagai mediator. (Holsti 1998:192)

2 Piagam PBB BAB VIII tentang KESEPAKATAN KAWASAN pada Pasal 52 berisi tidak ada

ketentuan dalam Piagam ini yang menghalang-halangi adanya pengaturan-pengaturan ataupun

badan-badan regional untuk menangani masalah-masalah yang bertalian dengan pemeliharaan

perdamaian dan keamanan ditangani menurut cara sesuai bagi kawasan bersangkutan, asalkan

pengaturan-pengaturan ataupun badan-badan beserta tindakan -tindakan mereka sedemikian itu

sesuai dengan Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Page 28: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

15

Ada dua tahap yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk melakukan

intervensi dalam prosedur resolusi konflik menurut John W Burton. Pertama,

menentukan masalah-masalah dan membuat suatu pilihan tentatif terhadap pihak-

pihak yang bertikai. Kedua, mengundang pihak-pihak yang terlibat untuk bertemu

dan berdiskusi, sementara pada saat yang sama pihak ketiga mengambil langkah

untuk memastikan bahwa semua pandangan dan kepentingan pihak-pihak yang

bertikai tidak akan diabaikan dan menjadi bahan pertimbangan pada perjanjian

atau kesepakatan damai yang dihasilkan. (Burton 1986:107)

Dalam menyelesaikan sebuah konflik, pihak ketiga juga dapat menempuh

metode mediasi, arbitrasi dan ajudikasi. Di dalam mediasi, pihak ketiga membawa

pesan namun juga dapat memberi saran dan anjuran bagi penyelesaian konflik. Di

dalam mediasi ada istilah konsiliasi yang mempelajari permasalahan dan membuat

laporan. Dari hasil mediasi dan konsiliasi, akan ada kesepakatan yang mengikat.

Sedangkan arbitrasi adalah penyelesaian oleh pihak ketiga dimana masing-masing

pihak setuju untuk menerima putusan pihak ketiga. Ajudikasi merupakan

penyelesaian perselisihan-persilihan dalam pengadilan atau mahkamah

Internasional. (Ziegler 1984:294)

D.4. Konsep Responsibility To Protect

Masyarakat internasional banyak menaruh harapan pada konsep

Responsibility ti protect (selanjutnya disebut R2P). Sejauh eksistensinya sebagai

sebuah norma yang mengikat negara-negara di dunia, prinsip R2P sering dipahami

sebagai perlindungan terhadap warga dari seluruh ancaman yang mengintai. Tidak

salah jika R2P, oleh banyak kalangan dianggap mengakomodir seluruh isu

kemanusiaan, tidak terbatas pada mass-atrocity. Untuk menghindari mispersepsi

Page 29: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

16

terkait konsep R2P yang nantinya akan berpengaruh pada proses

implementasinya, ada 2 hal yang harus diperhatikan, yaitu pemahaman konsep

dan implementasinya.

Konseptualisasi ide R2P diputuskan Dalam World Summit 2005. Pada

pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa konsep R2P tidak

dimaksudkan dalam konteks perlindungan terhadap seluruh ancaman

kemanusiaan. Kurang tepat jika dipahami bahwa R2P mencakup permasalahan

non-mass atrocity, seperti misalnya isu pencegahan global warming, penyebaran

penyakit global (hiv/aids, antrhax, ebola), bencana alam dan perlindungan

terhadap suku-suku terasing. Cakupan R2P, seperti tertulis dalam pilar pertama

R2P yang disepakati dan didukung oleh komunitas internasional dalam

Konferensi Tingkat Tinggi Dunia (KTT) PBB tahun 2005 adalah tanggung jawab

negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnahan massal (genocide),

kejahatan perang (war crimes), pembersihan etnis (ethnic cleansing) dan

kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), dan dari segala

macam tindakan yang mengarah pada jenis-jenis kejahatan tersebut. (Evans

2008:46)

Dari poin pertama dari tiga pilar tersebut dinyatakan bahwa cakupan R2P

hanya terbatas pada keempat jenis mass atrocities (genocide, war crimes, ethnic

cleansing, crimes against humanity) serta tindakan-tindakan yang mengarah pada

kejahatan tersebut. Diluar tindakan tersebut, bukanlah bidang kajian yang hendak

digarap R2P. Poin yang hendak disampaikan disini adalah bahwa situasi yang

memungkinkan untuk diterapkannya R2P adalah keempat kejahatan yang

mengarah pada tragedi kemanusiaan. Jika yang dimaksudkan adalah situasi lebih

Page 30: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

17

luas yang mencakup realisasi dari freedom from fear dan freedom from want,

lebih tepat jika digunakan konsep human security. (Evans 2008:39)

Sebagai sebuah norma, R2P memberikan framework dan asas pijakan

untuk merespons situasi pra konflik (responsibility to prevent), ketika konflik

berlangsung (responsibilty to react), dan pasca konflik (responsibility to building).

R2P berusaha mengambil tindakan tegas dan efektif dalam menangani tragedi

kemanusiaan. (Responsibility to Potect 2009)

Setelah komunitas internasional mengambil alih tanggung jawab yang

gagal diperankan suatu negara, maka mereka harus mulai merumuskan langkah-

langkah yang diperlukan untuk mencegah, menghentikan atau memulihkan

situasi. Perihal kedaulatan negara bersangkutan dapat ditangguhkan karena azas

sovereignty as responsibility yang harus dilaksanakan negara tidak terpenuhi.

(Responsibility to Potect 2009)

Untuk menilai situasi lapangan, komunitas internasional melalui PBB

harus memfokuskan diri menyelidiki kebenaran informasi yang menyebutkan

terjadinya pelanggaran serius terhadap kemanusiaan. Tim pencari fakta yang

diutus PBB kemudian dapat bekerja sama dengan pemerintah bersangkutan,

organisasi regional maupun internasional dan melaporkan situasi yang

berkembang. Dengan adanya kerjasama tersebut maka semua pihak terkait dapat

memberikan peringatan dini (early warning) dan mendiskusikan pembagian

kapasitas (sharing-capacity) yang diemban guna mencegah terjadinya

kemungkinan terburuk. (Responsibility to Potect 2009)

Melihat cakupannya yang luas dalam menangani tragedi kemanusiaan,

meliputi tindakan sebelum, sesudah, ataupun ketika berlangsung, maka R2P

Page 31: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

18

menggunakan sejumlah pendekatan untuk mendorong efektifitas pelaksanaannya.

Pendekatan yang digunakan R2P melibatkan pendekatan militer dan non-militer.

Intervensi militer merupakan opsi terakhir yang dipilih dan terbatas pada situasi

ekstrem dan tak terkendali. Mengacu pada 3 pilar R2P, pilihan tersebut mau tidak

mau harus dilaksanakan jika seluruh pendekatan non-militer (sanksi ekonomi,

pengutukan dunia internasional, diplomasi, pembekuan aset, dll) telah diupayakan

namun tidak ada kemajuan signifikan dalam perkembangannya. Selain itu,

penerjunan kekuatan militer harus memepunyai legalitas hukum, yaitu dilakukan

atas dasar mandat DK PBB dan atau legitimasi dunia internasional. (Evans 2008:

129-139) Selain itu ditambah juga dengan kalkulasi cermat bahwa situasi akan

terkendali setelah dilakukan intervensi militer.

R2P merupakan norma yang secara bersama disepakati oleh komunitas

internasional. Ide R2P mengemuka sebagai respon atas banyaknya tragedi

kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia. sebagai respons atas tragedi

kemanusiaan, ide R2P dimaksudkan untuk mengatasi masalah genocide, war

crimes, ethnic cleansing, crimes against humanity, dan segala macam tindakan

yang mengarah pada jenis-jenis kejahatan tersebut. (Responsibility to Potect

2009)

Implementasi R2P diterapkan pada saat suatu negara melakukan

pelanggaran kemanusiaan, atau gagal melindungi rakyatnya dari kejahatan

tersebut. Tanggung jawab melindungi rakyat diambil alih komunitas internasional

untuk kemudian merumuskan langkah-langkah strategis, meliputi pendekatan

militer ataupun non-militer. Intervensi militer diletakkan sebagai opsi terakhir

apabila seluruh upaya non-militer yang ditempuh tidak menunjukkan hasil positif.

Page 32: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

19

Untuk itu, membedah konflik Darfur juga berarti melihat sejauh mana konsep

R2P diimplementasikan.

E. Tinjauan Pustaka

Permasalahan Darfur memang menggundang banyak perhatian dari

pelbagai penjuru dunia. Banyak ilmuwan yang turut khawatir atas kondisi

kemanusiaan di Darfur sehingga meneliti permasalahan tersebut. Namun

demikian, di Indonesia belum ada guru besar atau penulis kawakan yang menulis

buku utuh mengenai konflik Darfur. Untuk membuat tinjauan pustaka, tidak ada

pakar yang bisa dirujuk karyanya. Berikut ini akan ditinjau beberapa karya yang

menjadikan penyelesaian konflik Darfur sebagai pokok permasalahannya. Satu di

antaranya adalah tesis. Dua lainnya adalah makalah ilmiah di jurnal.

Pertama, ”Peacekeeping Operation PBB Pada Konflik Darfur Tahun

2004-2008.” Studi ini adalah tesis Fierda Milasari Rahmawati di program

Hubungan Internasional FISIP UI. Penelitian ini merupakan salah-satu studi yang

cukup komprehensif mengenai Darfur. Ia membahas mengenai usaha penghentian

konflik etnis di Darfur, Sudan, melalui peacekeeping operation yang dilakukan

oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama tahun 2004 hingga 2008. Dan

langkah-langkah apa saja yang diambil oleh PBB sebagai pihak ketiga yang

mengintervensi konflik dengan melakukan peacekeeping operation yang

bekerjasama dengan Uni Afrika.

Fokus penelitian Rahmawati, seperti terlihat jelas dari judulnya adalah

peran PBB. Peran Uni Afrika dalam penelitiannya bukan masalah utama, tapi

hanya dibahas sekilas dan sebagai pelengkap saja. Padahal, peran PBB dalam

periode itu terhitung sangat kecil, karena Sudan menolak keterlibatan PBB

Page 33: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

20

langsung dan hanya mau menerima organisasi regional, Uni Afrika. PBB benar-

benar berperan langsung dengan porsi yang lebih besar, baru setelah Misi Uni

Afrika untuk Sudan (AMIS) dinyatakan gagal pada akhir tahun 2007. Setelah itu,

PBB mengeluarkan mandat operasi untuk misi gabungan PBB dan Uni Afrika di

Darfur (UNAMID)

Hasil penelitian Rahmawati ini menyarankan agar PBB melakukan

perubahan-perubahan mendasar pada badan organisasi PBB sendiri. Dan menurut

Rahmawati, PBB sebaiknya menyusun mandat peacekeeping operation secara

menyeluruh yang meliputi masa terjadinya konflik serta masa paska-konflik agar

benar-benar dapat menyelesaikan konflik di negara anggota. Tesis ini meski

merupakan studi yang cukup komprehensif mengenai Darfur, namun bukan

penelitian yang lengkap untuk dirujuk mengenai peran Uni Afrika.

Kedua, “Ethnic and International Conflict: Causes and Implications,”

yang ditulis oleh Michael E. Brown dalam buku Turbulent Peace: The Challenges

of Managing International Conflict (Crocker: 2001) (Chester a Crocker, 2001)

Washington DC: United States of Peace Press, 2001). Penelitian ini menjelaskan

penyebab dari terjadinya ethnic conflicts dan internal conflicts dan bagaimana

dampak internal serta eksternalnya. Brown menyebutkan bahwa Sudan termasuk

negara yang mengalami ethnic conflict disuatu negara. Ia membagi ethnic conflict

kedalam empat faktor diantaranya structural factors, political factors,

economic/social factors, dan cultural/perceptual factors.

Structural Factors terdiri dari weak states, intrastate security concerns,

ethnic geography. Weak states dimana situasi politik di Sudan yang mengalami

ketidakstabilan karena sering terjadinya kudeta terhadap pemerintahan,

Page 34: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

21

pemerintah tidak mampu membangun ekonomi yang baik, dan kompetisi antar

aktor. Intrastate security concerns merupakan persepsi ancaman yang timbul dari

kelompok-kelompok pemberontak Sudan sehingga digunakannya kekuatan militer

oleh pemerintah yang akhirnya menciptakan security dilemma. Ethnic geography

dalam arti setiap negara yang memiliki berbagai macam etnik sangat rawan, hal

ini yang terjadi di Sudan dengan banyaknya etnik yang ada membuat etnik yang

satu dengan yang lain saling bertikai. Karena setiap etnik suku memiliki adat

budaya, agama dan kehidupan yang berbeda.

Political Factors terdiri dari discriminatory political institutions,

exclusionary national ideologies, intergroup politics, elite politics. Discriminatory

political institutions dimana kelompok pemberontak SPLM/A dan JEM yang

berada di Sudan berasal dari etnis yang tertindas oleh pemerintah. Mereka merasa

tidak puas dengan sikap pemerintah Sudan yang diskriminatif, adanya pembedaan

perlakuan antara Sudan Selatan dan Utara, sehingga mereka melakukan

pemberontakan. Exclusionary national ideologies merupakan nasionalisme etnis

atau agama yang sangat kuat, masyarakat sudan yang berbagai macam etnis dan

agama sangat menjunjung tinggi adat dan keyakinan mereka masing-masing.

Intergroup politics merupakan kompetisi antar kelompok, yang mana kelompok-

kelompok yang ada di Sudan mempunyai ambisi masing-masing terutama didalam

pemerintahan, dan mereka memilik kekuatan identitas. Elite politics yang mana

provokasi dilakukan oleh para elit-elit politik, khususnya saat terjadi kekacauan

dalam situasi politik, ekonomi, untuk menghadapi para lawan-lawan politik

mereka demi mewujudkan ambisinya.

Page 35: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

22

Economic/social Factors terdiri dari economic problems, discriminatory

economic systems, economic development and modernization. Economic problems

merupakan situasi negara yang tidak stabil dan ditambah dengan keadaan sosial

masyarakat yang tidak baik. Perekonomian Sudan sangat buruk dengan menjadi

negara termiskin pasca merdeka, dan kondisi sosial masyarakat yang bersengketa

sehingga pembangunan ekonomi tidak dapat berjalan. Discriminatory economic

systems yakni adanya kesenjangan akses ekonomi antara wilyah Sudan Selatan

dan Sudan Utara, yang mana Sudan Selatan tidak mendapatkan akses ekonomi

yang baik seperti yang didapatkan oleh Sudan Utara. Economic development and

modernization yakni dengan keadaan yang telah dijelaskan diatas membuat

pembangunan ekonomi berjalan lambat, khususnya untuk melakukan modernisasi.

Cultural/ perceptual Factors terdiri dari patterns of cultural

discrimination, problematic group histories. Patterns of cultural discrimination

dimana adanya pembatasan terhadap akses pendidikan, pekerjaan, kesehatan yang

diberikan oleh pemerintah kepada Sudan Selatan. Problematic group histories

yakni sejarah permusuhan antar etnis, dimana permusuhan yang terjadi tidak lepas

dari sejarah masa lalu Sudan saat masih dijajah oleh Inggris. Karena pemerintah

Inggris telah melakukan pembedaan sikap dan kebijakan bagi dua wilayah Sudan

yaitu Utara dan Selatan. Kedua wilayah tersebut sengaja dipisahkan sehingga

masing-masing wilayah berdiri dan berkembang sesuai dengan apa yang mereka

dapatkan selama pemerintahan Inggris. Faktor-faktor tersebutlah yang dinilai

sebagai penyebab terjadinya ethinc conflicts atau internal conflicts.

Brown terlihat sangat fasih dan analitis ketika menjelaskan penyebab

konflik Darfur. Untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap mengenai akar

Page 36: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

23

konflik Darfur, makalah brown ini sangat penting karena analisanya lengkap.

Namun ia terlihat kurang bisa menjelaskan apa saja implikasi dari berbagai sebab

konflik tersebut. Terlebih lagi, Brown sama sekali tak menyinggung bagaimana

konflik itu diselesaikan. Terutama keterlibatan pihak luar seperti Uni Afrika, luput

dari perhatian Brown.

Dan ketiga, makalah Touko Piiparinen yang berjudul The lessons of

Darfur for the future of humanitarian intervention. Makalah ini dimuat di jurnal

Global Governance edisi Juli-September 2007. Ia membahas tentang operasi

militer dalam konteks intervensi kemanusiaan yang dilakukan oleh lembaga-

lembaga multilateral. Piiparinen telah dengan sangat lengkap menganalisis

bagaimana peran organisasi-organisasi internasional dalam usaha menyelesaikan

konflik Darfur. Respons yang lambat dari masyarakat internasional dalam

menghadapi kekejaman yang terjadi di Darfur, telah secara luas dianggap karena

lemahnya norma dan regulasi yang dianut oleh masyarakat internasional dalam

melindungi warga sipil. Piiparinen berpendapat bahwa PBB, Uni Afrika, Uni

Eropa, dan NATO sebenarnya telah merancang dan melaksanakan dua strategi

perdamaian yang inovatif di Darfur, dan telah memberikan preseden yang lebih

optimis untuk intervensi kemanusiaan, yaitu, sebuah divisi kerja baru antara

organisasi-organisasi regional dan internasional dan pada gilirannya nanti akan

sangat berguna dalam penyelesaian konflik dan penciptaan perdamaian.

Namun demikian, Piiparinen juga menyoroti kelemahan inovasi yang baru

dicoba di Darfur ini. Di akhir tulisannya, ke depan, ia menyarankan antar-

organisasi regional dan internasional yang berkomitmen melakukan intervensi

kemanusiaan agar memperkuat dan memperdalam kerjasamanya. Misalnya, antara

Page 37: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

24

NATO dan Uni Afrika harus menandatangani Memorandum of Understanding

(MoU) antara kedua organisasi yang lebih konkret, responsif dan permanen,

bukan hanya bersifat ad hok seperti yang terjadi di Darfur. MoU tersebut harus

menetapkan sistem peralatan dan logistik yang siap-sedia kapan saja untuk

digunakan. Piiparinen dengan jeli melihat gagalnya operasi UNAMIS disebabkan

karena sistem peralatan dan logistik yang terbatas dan lamban. Selain juga karena

negara-negara Eropa tidak memenuhi komitmennya untuk memberikan bantuan

finansial bagi AMIS.

Sayangnya, Piiparinen terlalu berat melihat masalah ini dalam kacamata

masyarakat internasional, tanpa mencoba memahami konflik ini dari sudur

pandang pemerintah Sudan. Untuk itu, skripsi ini akan mencoba juga melihat

pandangan pemerintah Sudan mengenai Darfur dan mengelaborasinya lebih

dalam..

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk

mengetahui peran Uni Afrika sebagai organisasi regional dalam resolusi konflik

internal di Darfur, Sudan. Menurut Cresswell (1998:67) pendekatan kualitatif

adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada fenomena

sosial dan masalah manusia.

Menurut Bogdan dan Taylor, yang dikutip oleh Moleong (2004:3) metode

kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati. Penelitian kualitatif digunakan untuk menjelaskan suatu masalah yang

belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami

Page 38: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

25

interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data,

dan untuk meneliti sejarah perkembangan. Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan studi terhadap data-data dengan menggunakan berbagai sumber

kepustakaan seperti buku, jurnal, hasil penelitian, dokumen-dokumen, dan

lainnya. Oleh karena itu, penelitian akan menggunakan data sekunder sebagai data

utama. Selain itu, penelitian ini juga akan menggunakan data-data dari situs

internet (website) yang dianggap otoritatif dan relevan dengan permasalahan

dalam penelitian ini, salah satunya informasi keterlibatan Uni Afrika di Darfur

dalam situs resmi Organisasi Uni Afrika di www.africanunion.org

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B. Pernyataan Penelitian

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Kerangka Pemikiran

D. 1. Konsep Peran

D. 2. Organisasi Internasional

D. 3. Resolusi Konflik

D. 4. Konsep Responsibility to Potect

E. Tinjauan Pustaka

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulisan

BAB II KOMITMEN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK

A. Uni Afrika

A.1. Latar Belakang Uni Afrika

A.2. Tujuan dan Prinsip-prinsip Uni Afrika

A.3. Dewan Keamanan Uni Afrika

B. Pengalaman Uni Afrika dalam Menyelesaikan

Konflik di Kawasan

B.1. Misi Organisasi Persatuan Afrika di Chad

B.2. Misi Organisasi Persatuan Afrika di Rwanda

B.2. Misi Uni Afrika di Burundi

BAB III KRISIS KEMANUSIAAN DI DARFUR

A. Sejarah dan Akar Konflik Darfur

B. Konflik dan Krisis Kemanusiaan Dalam Konflik Darfur

Page 39: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

26

mulai Tahun 2003

C. Faktor-faktor yang mendorong keterlibatan Uni Afrika

di Darfur

C.1. Faktor internal pendukung keterlibatan Uni Afrika

di Darfur

C.2. Faktor-faktor eksternal pendorong keterlibatan

Uni Afrika di Darfur

BAB IV PERAN UNI AFRIKA DALAM PENYELASAIAN KONFLIK

DARFUR (2003 – 2007)

A. Uni Afrika sebagai Fasilitator Perundingan Damai

B. Uni Afrika sebagai Mediator Perundingan Damai

C. Misi Pengawasan Kesepakatan Gencatan Senjata

D. Operasi Perdamaian Uni Afrika Di Darfur

E. Kendala dan Hambatan AMIS

1. Keterbatasan Mandat

2. Rules Of Engagement

3. Logisitik dan Penempatan Personel AMIS

BAB V KESIMPULAN

Page 40: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

27

BAB II

Komitmen Uni Afrika dalam Resolusi Konflik

A. Uni Afrika

A.1. Latar Belakang Uni Afrika

Uni Afrika (African Union) didirikan di Durban, Afrika Selatan, pada

tanggal 9 Juli 2002. Sejak awal pembentukannya hingga saat ini Uni Afrika

memiliki 53 negara anggota. Sebagai organisasi regional, organisasi ini bertujuan

untuk menyatukan seluruh negara di kawasan Afrika dalam rangka menyelesaikan

berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik negara-negara anggotanya. Di

samping itu, Uni Afrika juga berusaha untuk berperan lebih aktif dalam

perekonomian global. Segala kegiatan organisasi ini berpusat di kantor pusat di

kota Addis Abba, Ethiopia. (AU 2012)

Sebelum Uni Afrika resmi berdiri, adalah Organisasi Persatuan Afrika

(Organization of African Unity –selanjutnya disingkat OPA ) yang merupakan

cikal-bakalnya. OPA didirikan oleh 32 negara Afrika pada tanggal 25 Mei 1963 di

Addis Ababa, Ethiopia. Ide dasar pembentukan OPA bermula dari pandangan

presiden Ghana, Kwame Nkrumah pada akhir tahun 1950-an. Saat itu Kwame

Nkrumah berpendapat bahwa negara-negara di Afrika terlalu kecil dan lemah

dalam bidang ekonomi, maka dari itu dibutuhkan sebuah kerjasama dan solidaritas

tidak hanya dalam bidang politik melainkan juga dalam bidang ekonomi agar

kesejahteraan dapat dirasakan seluruh bangsa Afrika. (Triveldi 2003: 39)

Untuk mewujudkan impian tersebut, menurut Nkrumah, menyatukan

seluruh negara Afrika ke dalam satu wadah organisasi menjadi sangat penting dan

Page 41: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

28

merupakan langkah strategis yang harus ditempuh. Ketika pertama kali dibentuk

pada tahun 1963, tujuan utama OPA adalah melindungi kedaulatan dan menjaga

integritas wilayah negara anggotanya, tidak hanya dari pihak barat, tapi juga dari

satu anggota terhadap anggota lainnya melalui prinsip tidak mencampuri urusan

internal (non-intervention) yang termuat dalam pasal 3 Piagam OPA. Selain itu,

OPA juga memiliki lima tugas pokok yaitu; perjuangan melawan kolonialisme

dan rasisme, bekerjasama dengan organisasi-organisasi internasional, penanganan

konflik di dalam dan antar-negara Afrika, kerjasama ekonomi antar negara Afrika

dan membentuk Piagam Afrika untuk Hak Asasi Manusia. (Triveldi 2003: 41)

Selama sepuluh tahun sejak pembentukannya, OPA menganggap dirinya

telah berhasil dalam mengatasi berbagai konflik yang terjadi di Afrika melalui

semangat persatuan dan solidaritas bangsa Afrika tanpa adanya intervensi dari

pihak asing. OPA pernah menamakan dirinya sebagai penjaga perdamaiaan nomor

satu di kawasan. Bahkan PBB sempat memberikan penghargaan bagi OPA atas

perannya dalam membantu memelihara perdamaiaan dan keamanan internasional.

(AU 2012)

Dalam rangka mempromosikan kemerdekaan beberapa negara di Afrika

misalnya, OPA memberikan bantuan-bantuan diplomasi, keuangan, militer dan

logistik kepada gerakan-gerakan kemerdekaan di Guinea Bissau, Angola dan

Mozambique untuk mendapatkan kemerdekaannya secara penuh. OPA juga secara

aktif bersuara di Majelis Umum PBB guna mempromosikan kemerdekaan

beberapa negara baru di Afrika. (AU 2012)

Dalam rangka menyelesaikan sengketa secara damai antar-negara

anggotanya, misalnya antara Algeria dan Maroko pada bulan Oktober 1963, OPA

Page 42: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

29

memutuskan untuk mengirim pejabat militer guna mengetuai pengawasan

gencatan senjata, penarikan mundur pasukan dan menciptakan zona demiliterisasi

antar keduanya. Adapun dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara

anggotanya dari luar, misalnya ketika Israel melakukan agresi militer untuk

merebut salah-satu kawasan Mesir pada tahun 1967, OPA secara tegas mengutuk

agresi militer Israel dan menuntut penarikan mundur semua pasukan Israel dari

wilayah-wilayah yang telah diduduki di Mesir. (AU 2012)

Keberadaan OPA sebagai organisasi regional pada dasarnya tidak dapat

memberikan manfaat bagi masyarakat luas Afrika yang secara ekonomi tidak

hanya lemah, akan tetapi dalam bidang politik pun mereka juga terpecah-belah.

Kondisi ini pada akhirnya melahirkan kesadaran para pemimpin Afrika untuk

melakukan sejumlah perubahan di organisasi termasuk melakukan amandemen

terhadap Piagam OPA. Amandemen ini mulai dibicarakan mulai tahun 1999. (AU

2012)

Setelah pertemuan tahunan OPA di Algeria pada bulan Juli 1999, Presiden

Libya, Moammar Khadafi, yang yang memiliki cita-cita untuk membentuk suatu

organisasi regional guna menyatukan dan meningkatkan kesejahteraan bangsa

Afrika, meminta Majelis Umum OPA untuk mengadakan pertemuan luar biasa di

negaranya pada tanggal 9 September 1999. Pertemuan luar biasa tersebut

bertujuan untuk mengamandemen Piagam OPA guna meningkatkan efesiensi dan

efektifitas OPA . Hal itu tercermin dalam tema pertemuan yang berbunyi

“Strengthening OAU Capacity to Enable it to Meet The Challenges of The New

Millenium”. (AU 2012)

Page 43: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

30

Pertemuan tingkat tinggi OPA di Sirte, Libya, ini menghasilkan

penandatanganan Deklarasi Sirte (AU 2012) dengan tujuan-tujuan antara lain:

Pertama, mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan politik di Afrika. Kedua,

memenuhi aspirasi masyarakat Afrika untuk bersatu sesuai dengan tujuan-tujuan

Piagam OPA dan Perjanjian pembentukan Masyarakat Ekonomi Afrika. Ketiga,

merevitalisasi organisasi untuk berperan lebih aktif dalam memenuhi kebutuhan

rakyat Afrika. Keempat, mengurangi dan menghilangkan konflik di Afrika.

Kelima, menjawab dan menghadapi tantangan global. Keenam, memanfaatkan

sumber daya manusia dan sumber daya alam kawasan untuk meningkatkan

kondisi kehidupan bangsa Afrika.

Sejak Deklarasi Sirte di Libya, kepala-kepala negara dan pemerintahan

anggota OPA mengadakan tiga kali pertemuan tingkat tinggi untuk membahas

implementasi pembentukan Uni Afrika. Pertemuan pertama dilaksanakan di

Lome, Togo pada tahun 2000. Pada pertemuan tersebut, 27 kepala-kepala negara

dan pemerintahan OPA menandatangani Constitutive Act of the African Union

(Piagam Uni Afrika) dan menyepakati Piagam tersebut sebagai landasan

organisasi sekaligus merumuskan prinsip-prinsip, tujuan serta badan-badan Uni

Afrika. Piagam Uni Afrika secara resmi berlaku pada tanggal 26 Mei 2001 setelah

Nigeria meratifikasi Piagam Uni Afrika untuk memenuhi kuota 2/3 persetujuan

negara-negara anggota.

Pertemuan selanjutnya diadakan di Lusaka, Naimibia pada tahun 2001.

Pertemuan tersebut membahas mengenai tata cara teknis peresmian Uni Afrika.

Pertemuan di Lusaka, Sekretariat Jendral OPA ini, diberikan mandat untuk

membuat aturan-aturan mengenai peresmian Uni Afrika serta badan-badannya

Page 44: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

31

termasuk menyiapkan draf aturan mengenai kewenangan dan tanggung jawab,

serta menjamin efektifitas badan-badan tersebut. Salah satu keputusan penting

yang dihasilkan dalam pertemuan di Lusaka adalah mekanisme untuk mengelola,

mencegah dan menyelesaikan konflik harus masuk sebagai badan tersendiri dalam

Uni Afrika dan Sekretariat Jendral OPA diminta membuat rancangan mengenai

struktur, prosedur dan wewenang termasuk mengganti nama mekanisme tersebut.

(AU 2012)

Pertemuan yang terakhir sejak Deklarasi Sirte adalah pertemuan di

Durban, Afrika Selatan, (2002) guna meresmikan berdirinya Uni Afrika sebagai

organisasi regional yang baru di Afrika dan mengadakan Konferensi Tingkat

Tinggi (KTT) Uni Afrika untuk pertama kalinya sejak OPA berubah menjadi Uni

Afrika. Dalam KTT pertama Uni Afrika di Durban, kepala-kepala negara dan

pemerintahan menyepakati beberapa keputusan penting. Keputusan pertama,

menyepakati Piagam Uni Afrika sebagai landasan hukum organisasi. Kedua,

memutuskan program bersama untuk memulihkan ekonomi di Afrika dan

membentuk kerjasama baru untuk pembangunan Afrika (New Partnership for

African Development --NEPAD). Ketiga, menyepakati MOU mengenai

pelaksanaan konferensi dalam bidang keamanan, stabilitas, pembangunan dan

kerjasama di Afrika. Keempat, menyetujui protokol pembentukan Dewan

Keamanan Uni Afrika. (Triveldi 2003: 40)

Pembentukan Uni Afrika sebagai organisasi yang baru di kawasan

disambut baik oleh para pemimpin Afrika. Hal ini tercermin dari pernyataan

presiden Libya, Moammar Khadafi, yang mengatakan pembentukan Uni Afrika

merupakan sebuah impian yang menjadi kenyataan. Sementara itu, presiden

Page 45: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

32

Afrika Selatan ketika itu, Thabo Mbeki, pada pembentukan sidang Uni Afrika

untuk pertama kalinya menyatakan:

“Kita telah mencapai suatu saat yang membanggakan, namun juga

merupakan tantangan… dengan ini saya menyatakan sidang puncak pertama Uni

Afrika dibuka”. (Kompas 2006)

A.2. Tujuan dan Prinsip-prinsip Uni Afrika

Dalam merumuskan pembentukan Uni Afrika, para pemimpin Afrika

merumuskan semua tujuan yang termuat dalam piagam OPA ditambah dengan

beberapa tujuan lainnya guna memberikan kemampuan yang lebih besar bagi

organisasi untuk dapat berperan aktif dalam mencapai tujuan-tujuan bangsa

Afrika. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Piagam Uni Afrika:

Tabel I.I. Pasal Piagam Uni Afrika. Sumber: African Union

2012.

Pasal 3 Piagam Uni Afrika

Mencapai persatuan dan solidaritas

yang lebih basar di antara negara-

negara dan masyarakat Afrika.

Membela kedaulatan, keutuhan

wilayah dan kemerdekaan negara-

negara anggota.

Mencapai integrasi politik, ekonomi

dan sosial kawaan Afrika.

Mempromosikan dan membela

kepentingan bangsa Afrika.

Memajukan kerjasama internasional

dengan memperhatikan Piagam

PBB dan Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia.

Mempromosikan perdamaiaan,

keamanan dan stabilitas kawasan.

Mempromosikan prinsip-prinsip

Page 46: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

33

dan institusi-institusi demokrasi,

partisipasi rakyat serta

pemerintahan yang baik.

Mempromosikan dan melindungi

hak asasi manusia sesuai dengan

Piagam Hak Asasi Manusia Afrika

dan piagam-piagam yang terkait.

Membentuk badan-badan yang

diperlukan kawasan guna berperan

dalam ekonomi global dan

perundingan internasional.

Membentuk lingkungan yang

kondusif bagi pembangunan

ekonomi, sosial dan budaya serta

integrasi ekonomi di Afrika.

Mempromosikan kerjasama dalam

segala bidang aktifitas kemanusiaan

untuk kehidupan yang lebih baik

rakyat Afrika.

Mengkoordinasikan dan

menyerasikan kebijakan-kebijakan

masyarakat ekonomi Afrika secara

bertahap untuk tujuan organisasi.

Memajukan pembangunan kawasan

dengan mempromosikan penelitian

dalam segala bidang khususnya

dalam ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Bekerjasama dengan dunia

internasional dalam menghilangkan

dan mencegah kelaparan dan

mempromosikan kesehatan di

kawasan. (AU 2012)

Berbeda dengan OPA yang memiliki prinsip tidak mencampuri urusan

dalam negeri negara anggotanya, Uni Afrika justru sebaliknya. Organisasi baru ini

berhak mencampuri urusan internal negara anggotanya jika terjadi peristiwa yang

Page 47: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

34

dapat mengancam stabilitas (perdamaian) serta keamanan kawasan secara

keseluruhan. Namun intervensi tersebut tetap diatur melalui prosedur dan

mekanisme yang ada di dalam organisasi. Salah-satu bentuk kongkret ancaman

terhadap stabilitas keamanan kawasan adalah munculnya konflik-konflik internal

yang bernuansa etnis maupun perebutan kekuasaan yang mengakibatkan

terjadinya perang sipil di sebuah negara.

Prinsip-prinsip Uni Afrika secara lengkap termuat dalam pasal 4 Piagam

Uni Afrika sebagai berikut:

Tabel I.II. Pasal Piagam Uni Afrika. Sumber: AU 2012.

Pasal 4 Piagam Uni Afrika

Persamaan Kedaulatan dan saling

ketergantungan semua Negara anggota.

Penghormatan atas betas-batas

kehidupan dalam mencapai

kemerdekaan.

Partisipasi masyarakat Afrika dalam

kegiatan-kegiatan organisasi.

Pembentukan kebijakan pertahanan

bersama bagi kawasan Afrika.

Penyelesaiaan sengketa secara damai di

antara Negara anggota.

Larangan penggunaan kekuatan

bersenjata atau ancaman bersenjata

terhadap negara anggota.

Organisasi berhak untuk

mengintervensi negara anggota dengan

persetujuan Majelis jika terjadi situasi-

situasi tertentu yang memungkinkan

organisasi untuk melakukan intervensi

seperti : kejahatan perang, genosida dan

kejahatan terhadap perang.

Perdamaiaan di antara negara anggota

dan hak untuk hidup dalam keadaan

aman dan damai.

Negara anggota berhak untuk meminta

organisasi melakukan intervensi dalam

upaya memulihkan keamanan dan

perdamaian.

Memajukan kemandirian dalam

kerangka organisasi.

Page 48: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

35

Persamaan gender.

Penghormatan terhadap prinsip-prinsip

demokrasi, HAM, hukum dan

pemerintah yang baik.

Keadilan sosial untuk menjamin

pelaksanaan pengembangan ekonomi.

Penghormatan atas kehidupan manusia,

hukuman dan penolakan terhadap

kekebalan politik, pembunuhan,

terorisme dan aktivitas subversif.

Mengutuk dan menolak perubahan

pemerintahan yang tidak konstitusional.

Tidak mencampuri urusan dalam negeri

negara anggota.

A.3. Dewan Keamanan Uni Afrika

Jika dibandingkan dengan OPA yang hanya memiliki lima badan, Uni

Afrika memiliki lebih banyak badan dengan tugas-tugas dan fungsi yang lebih

spesifik. Hal ini mencerminkan keseriusan para pemimpin Afrika untuk

membangun kawasan Afrika ke arah yang lebih baik, terutama dalam hal

pembangunan ekonomi dan stabilitas kawasan. Badan-badan Uni Afrika antara

lain : (1) Majelis (The Assembly the Union); (2) Dewan Eksekutif (The Executive

Council); (3) Parleman Afrika (The Pan-African Parliament); (4) Mahkamah

Peradilan (The Court of Justice); (5) Komisi (The Commission), merupakan

Sekjen Organisasi; (6) Dewan Keamanan (The Security Council); (7) Komite

Perwakilan Tetap (The Parliamint Represenatives Committee); (8) Komisi-komisi

Khusus (The Specialized Technical Committees); (9) Dewan Ekonomi, Sosial dan

Budaya (The Economic, Social and Cultural Council); (9) Badan-badan Keuangan

(The Financial Institutions) yang terdiri dari : Bank Sentral Afrika (The African

Central Bank), Badan Keuangan Afrika (The African Monetary Fund), Bank

Investasi Afrika (The African Invesment Bank).

Page 49: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

36

Salah-satu alasan yang mendasari para pemimpin Afrika untuk mengubah

OPA menjadai Uni Afrika selain guna mempercepat proses integrasi kawasan,

adalah untuk memiliki sebuah badan yang bertugas menjaga perdamaian dan

keamanan serta stabilitas kawasan Afrika secara keseluruhan. Para pemimpin

Afrika sadar betul bahwa kawasan Afrika adalah kawasan yang memiliki potensi

konflik sangat tinggi, baik konflik antar-negara maupun konflik yang terjadi

dalam wilayah suatu negara anggotanya. Kesadaran para pemimpin Afrika (OPA)

tersebut tercermin dari pembentukan suatu mekanisme (badan) untuk mengelola

dan menyelesaikan konflik (Mechanism for Conflict Preservation, Mangement,

and Resolution) di Afrika pada tahun 1993. (Powell & Tieku 2006: 10)

Melalui mekanisme tersebut, OPA mulai terlibat dalam setiap konflik

negara-negara anggotanya, akan tetapi keberhasilan serta efektivitasnya masih

sangat kurang. (Powell & Tieku 2006: 10) Alasan inilah yang pada akhirnya

menjadikan landasan bagi Uni Afrika untuk membentuk Dewan Keamanan

(Peace and Security Council), sebuah badan Uni Afrika yang bertugas untuk

mempromosikan perdamaiaan, keamanan dan stabilitas di Afrika, mengatasi dan

mencegah perdamaian, keamanan dan stabilitas di Afrika, mengantisipasi dan

mencegah timbulnya konflik, mempromosikan penerapan pembangunan

perdamaiaan pasca-konflik, memerangi terorisme, mengembangkan kebijakan

pertahanan bersama serta mempromosikan demokrasi sebagaimana yang tertuang

dalam pasal 3 Protocol Relating To The Estabilishment of The Peace and Security

Council of The African Union yang ditandatangani anggota-anggotanya pada

tanggal 9 Juli 2002. (AU 2012)

Page 50: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

37

Pembentukan Dewan Keamanan Uni Afrika merupakan hasil dari

keputusan yang dirumuskan para kepala negara dan pemerintah OPA dalam

pertemuan tingakat tinggi OPA ke 37 di Lusaka, Namibia pada tahun 2001.

Dalam pertemuan tersebut Majelis OPA memutuskan untuk menggabungkan

badan OPA, yang memiliki mekanisme untuk mengelola, mencegah dan

menyelesaikan konflik ke dalam badan Uni Afrika sebagai badan yang berdiri

sendiri. (AU 2012)

Dewan Keamanan Uni Afrika terdiri dari 15 anggota dipilih untuk masa

jabatan selama 2 tahun, sedangkan 5 anggota sisanya dipilih untuk periode tiga

tahun guna menjamin kelangsungan Dewan Keamanan Uni Afrika. Setiap anggota

Dewan Keamanan Uni Afrika memiliki satu suara dan tidak ada hak veto bagi

anggotanya sebagaimana Dewan Keamanan PBB. Dewan ini dibantu oleh komisi

Uni Afrika, Penasehat Panel, Sistem Peringatan Dini, Pasukan Afrika dan Badan

Kuangan yang semuanya diatur dalam Protocol Relating to The Establishment of

The Peace And Security Council of The African Union. (AU 2012)

Tujuan pembentukan Dewan Keamanan Uni Afrika sendiri adalah sebagai

berikut: (1) Mempromosikan perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan di

Afrika untuk melindungi kehidupan dan kekayaan masyarakat Afrika serta

menciptakan kondisi yang kondusif guna menopang pembangunan kawasan; (2)

Mengantisipasi dan mencegah konflik yang terjadi, Dewan Keamanan Uni Afrika

bertanggung jawab untuk megeluarkan resolui berupa menciptakan perdamaian

(peace-making) dan membangun perdamaian (peace-building) terhadap konflik

tersebut; (3) Mempromosikan dan menerapkan kegiatan-kegiatan rekonstruksi

pasca-konflik untuk mengkonsolidasi dan mencegah terjadinya kekerasan; (4)

Page 51: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

38

Mengkoordinasikan usaha kawasan dalam mencegah dan menerangi terorisme

internasional dalam segala aspek; (5) Mengembangkan kebijakan pertahanan

bersama; (6) Mempromosikan prinsip-prinsip demokrasi, emerintah yang baik,

aturan dan hukum dan melindungi hak asasi manusia, kebebasan dasar dan

menghormati kesucian hidup manusia dan hukum kamenusiaan inernasional

sebagai usaha untuk mencegah konflik.(AU 2012)

Adapun fungsi-fungsi Dewan Keamanan Uni Afrika adalah sebagai

berikut: (1) mempromosikan perdamaiaan, keamanan dan stabilitas di Afrika; (2)

memberikan peringatan dini dan diplomasi pencegahan; (3) peace-making

termasuk usaha-usaha baik (good offices), mediasi, konsiliasi dan penyelidikan;

(4) operasi perdamaiaan dan intervensi; (5) pembangunan perdamaiaan (pace-

building) dan rekonstruksi pasca konflik.Tindakan dan pengelolaan bencana; (6)

menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang ditentukan oleh Majelis Uni Afrika. (AU

2012)

Sebagai sebuah organisasi yang baru berdiri, Uni Afrika mulai dihadapkan

dengan sejumlah masalah yang berkaitan dengan kemampuan organisasi tersebut

dalam mengatasi stabilitas keamanan dan perdamaian di Afrika. Keberadaan

Dewan Keamanan Uni Afrika masih mendapat kritikan dari beberapa pengamat

internasional, salah satu datang dari Parker dan Rukare yang menyatakan bahwa

perubahan organisai regional di Afrika dari OPA ke Uni Afrika tidak lain

hanyalah sekedar perubahan-perbahan simbolis semata. (Parker & Rukare 2002:

379) Secara tidak langsung Parker dan Rukere ingin menyampaian bahwa Uni

Afrika dianggap tidak akan mampu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi

bangsa Afrika.

Page 52: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

39

Adapun pandangan positif mengenai keberadaan Uni Afrika disampaikan

oleh Sonu Trivedi yang menggambarkan perubahan tersebut sebagai peristiwa

besar dalam sejarah bangsa Afrika. Triveldi menyatakan bahwa pembentukan Uni

Afrika tidak lain adalah gambaran komitmen serta kesadaran para pemimpin

Afrika untuk bersama-sama membangun kawasan tersebut. Bahkan Sonu Trivendi

mensejajarkan Uni Afrika dengan Uni Eropa. (Triveldi 2003: 39)

B. Pengalaman Uni Afrika dalam Menyelesaikan Konflik di Kawasan

Ketika Uni Afrika masih bernama OPA, organisasi ini memiliki sejumlah

pengalaman dalam upaya mengatasi konflik-konflik internal yang terjadi di salah

satu negara anggotanya. Meskipun Prinsip OPA yang disebutkan dalam

Piagamnya secara jelas bahwa organisasi tidak diperbolehkan melakukan

intervensi terhadap negara anggotanya, namun secara bersamaan OPA juga

memiliki prinsip untuk menyelesaikan persengketaan antar maupun di dalam

negara anggotanya melalui cara-cara damai. Hal ini diperkuat oleh pasal XIX

Piagam OPA mengenai pembentukan Komisi Pengetahuan, Konsiliasi dan

Arbitasi sebagai salah satu badan OPA. Implementasi dari badan ini adalah

pembentuan panitia ad hoc untuk mengatasi berbagai konflik yang terjadi di

negara-negara anggota.

B.1. Misi Organisasi Persatuan Afrika di Chad

Pada tahun 1979, Chad, salah satu negara anggota OPA, mengalami

konflik barnuansa etnis. Konflik tersebut bersumber dari konflik Utara-Selatan

dalam upaya memperbutkan kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Flix

Malloum pada Februari 1979. Akar konflik itu sendiri sebenarnya telah terjadi

sejak tahun 1960-an. (Legum 2002: 1-37).

Page 53: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

40

Dalam rangka mengatasi konflik di Chad, OPA membentuk Panitia ad hoc

untuk Chad pada tahun 1977. Panitia ad hoc tersebut bertujuan mandamaikan

pihak-pihak yang bertikai melalui jalur diplomasi. Komposisi panitia terdiri dari

Algeria, Kamerun, Gabon, Mozambique, Nigeria dan Senegal yang ditunjuk oleh

OPA pada pertemuan tingkat tinggi di Libreville, bulan Juli 1977. Pada

pertemuan tahunan OPA selanjutnya di Khartoum, Sudan, tahun 1978, OPA

mengubah keanggotaan panitia ad hoc menjadi hanya 4 negara saja, yaitu

Kamerun, Niger, Nigeria dan Sudan (Legum 2002: 37).

Nigeria sebagai salah satu panitia ad hoc untuk Chad, berusaha

menyelesaikan konflik di Chad dengan cara mengundang pihak-pihak yang

bertikai untuk mengadakan pertemuan di Kano pada bulan Maret 1979. Salah satu

poin kesepakatan yang dihasilkan pada pertemuan tersebut adalah Nigeria

diijinkan untuk mengirim pasukan penjagaan perdamaian ke N’djamena, ibukota

Chad untuk memastikan pengawsan gencatan senjata. (Amoo & Zartman2000:

25)

OPA akhirnya memutuskan untuk mengganti Nigeria dengan mengirim

pasukan Afrika yang terdiri dari Benin, Congo dan Guinea melalui keputusan

pertemuan OPA di Monrovia dan Lagos pada bulan Agustus 1979. Pada

pertemuan di Lagos pihak-pihak yang bertikai di Chad sepakat untuk membentuk

pemerintahan transisi yang diberi nama Government d’Union Nationale

Transitoire (GUNT) dan menunjuk Sekretaris Jendral OPA untuk menggantikan

Nigeria sebagai ketua komisi pengawas gencatan senjata untuk menjamin setiap

pihak yang bertikai memegang teguh dan melaksanakan perjanjian damai.

(Breman & Sams 2000: 25)

Page 54: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

41

Keengganan negara-negara anggota OPA untuk mendanai operasi di Chad

membuat operasi tersebut berjalan tidak efektif. Benin dan Guneia, dua negara

yang ditunjukan oleh OPA untuk mengirimkan pasukan ke Chad, mengaku tidak

memiliki dana yang cukup untuk membiayai operasi tersebut. Sedangkan Kongo,

hanya mampu menurunkan pasukan infanteri dengan bantuan Algeria. (Breman &

Sams 2000: 25)

B.2. Misi Organisasi Persatuan Afrika di Rwanda

Jauh sebelum PBB terlibat dalam mengatasi konflik etis di Rwanda, OPA

telah lebih dahulu berupaya mengatasi konflik tersebut dengan membentuk

Military Observer Team (MOT) yang terdiri dari Burundi, Uganda, dan Zaire

pada tahun 1990 untuk membantu proses rekonsiliasi dan mengakhiri konflik

antara kelompok pemberontak, Rwanda Patriotic Front (RPF) dengan pemerintah

Rwanda.( (Breman & Sams 2000: 73) Operasi PBB di Rwanda, United Nations

Assistance Mission in Rwanda (UNAMIR) juga tidak lepas dari peran OPA yang

meminta PBB untuk terlibat langsung dalam menyelesaikan konflik tersebut.

Pada saat OPA menyadari bahwa MOT tidak akan efektif setelah melihat

ketidak siapan pasukan militer ketiga negara anggotanya, OPA memutuskan

untuk mengganti misi tersebut dengan membentuk Neutral Miltary Observer

Group (NMOG) yang terdiri dari 50 pengamat militer dari Mesir, Nigeria,

Senegal dan Zimbabwe. Misi NMOG di Rwanda berakhir pada bulan Juli 1992

dan langsung digantikan dengan NMOG II yang dibentuk OPA dan mulai

beroperasi pada bulan Agustus 1992. (Breman & Sams 2000: 74)

Page 55: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

42

Berbeda dengan NOMG I, NOMG II memiliki jumlah pasukan penjaga

perdamaian yang lebih besar terdiri dari 70 pejabat militer dengan anggota Cango,

Nigeria, Senegal serta dibantu oleh 62 orang pejabat non-komisi dari Tunisia dan

perwakilan-perwakilan dari pemerintah Rwanda dan kelompok pemberontakan

RPF. Mayor Jendral Ekundayo Opaleye ditunjuk sebagai ketua sekaligus

komandan NMOG II. (Breman & Sams 2000: 75)

Pada saat OPA membentuk NOMG II, OPA juga meminta Dewan

Keamanan PBB untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaiaan ke Rwanda.

Dewan Keamanan PBB merestui permintaan tersebut dan meminta kepada Sekjen

PBB, Boutros-boutros Ghali untuk mengadakan konsultasi dengan OPA mengenai

proses serta tata cara pengiriman pasukan penjaga perdamaian PBB di Rwanda.

Dewan Keamanan PBB akhirnya memutuskan untuk mengirimkan pasukan

penjagaan perdamaian PBB ke Rwanda dan membentuk UNAMIR pada tanggal 5

oktober 1993. NMOG II sendiri yang misinya berakhir pada bulan Oktober

akhirnya melebur ke dalam UNAMIR. (Breman & Sams 2000: 76)

B.3. Misi Uni Afrika Di Burundi

Pada tahun 1993, Melchior Ndadaye, presiden Burudi pertama yang

terpilih secara demokratis dan seorang pemimpin Front Pour la Democratie au

Burundi (FORDEBU) dari suku Hutu dibunuh oleh seorang suku Tutsi, suku yang

mendominasi tentara Burundi. Peristiwa tersebut melahirkan perang terbuka

antara pemberontak Hutu dan militer Burundi. Lebih dari 300.000 orang Burundi

terbunuh dalam pertikaian antar etnis tersebut dan kebanyakan korban adalah

warga sipil yang tidak ada hubungannya dengan konflik. (Trivendi 2001: 25)

Page 56: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

43

Sejumlah pemimpin Afrika termasuk mantan presiden Tanzania, Julius

Nyerere, mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela dan mantan wakil

presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma berusaha keras untuk menyelesaikan konflik

etnis di Burundi. Akhirnya pada tahun 2000, 17 partai politik Burundi beserta

pemerintah dan Majelis Burundi (National Assembly) menandatangani perjanjian

Arusha dalam rangka penyelesaian menyeluruh terhadap konflik internal Burudi.

Namun sayangnya, perjanjian tersebut tidak ditandatangani oleh dua kelompok

pemberontak utama Burundi, The Conseil National Pour la Defense de la

Democratie-Forces Pour la Defense de la Democratie (CNDD-FDD) dan Parti

Pour la Liberation du Peuple Hutu-Forces Nationales de Liberation (PALIPU

HUTU-FNL). (Trivendi 2001: 26)

Pada November 2003 kelompok pemberontak CNDD-FDD

menandatangani kesepakatan damai dan bersedia bergabung dalam pemerintahan

transisi Burundi. Namun kelompok pemberontak FNL tidak ingin menandatangani

kesepakatan tersebut dan terus melakkan penyerangan terhadap pemerintah

transisi Burundi. Kondisi ini menggambarkan situasi keamanan Burundi dalam

bahaya dan mendorong Uni Afrika untuk berperan dalam upaya penyelesaian

konflik di Burundi. (Trivendi 2001: 29)

Pada April 2003, Uni Afrika membentuk misi perdamaiaan di Burundi

untuk mendukung proses perdamaiaan. Meskipun dalam perjanjian Arusha tahun

2000 PBB secara jelas diminta untuk melaksanakan operasi penjaga perdamaian

di Burundi, PBB tidak ingin melaksanakan operasi tersebut dengan alasan tingkat

pelanggaran gencatan senjata di Burundi sangat tinggi. Hasilnya, Uni Afrika

Page 57: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

44

diminta untuk melaksanakan misi perdamaian di Burundi dengan nama African

Mission in Burundi (AMIB). (Trivendi 2001: 29)

AMIB terdiri dari 3.325 pasukan dari Afrika Selatan, Mozambique dan

Ethiopia serta pengamat militer tambahan dari Burkina Faso, Gabon, Mali, Togo

dan Tunisia. Tujuan utama pembentukan AMIB adalah menciptakan kondisi yang

kondusif bagi penempatan pasukan PBB setelah adanya resolusi Dewan

Keamanan PBB. Hal ini disebabkan karena pembentuan AMIB dilandasi oleh

adanya pemahaman bahwa PBB akan mengambil alih operasi perdamaian di

Burundi setelah 12 bulan AMIB beroperasi. Mandat dan tugas yang diberikan

kepada AMIB antara lain : (1) membentuk dan memelihara hubungan di antara

kelompok-kelompok yang bertikai; (2) mengamati dan memverivikasi

pelaksanaan gencatan senjata; (3) memfasilitasi dan menyediakan bantuan teknis

dalam rangka proses pelucutan gencatan senjata dan pembubuaran milisi; (4)

menatasi gerakan setiap pasukan; (5) memfasiitasi sampainya bantuan

kemanusiaan kepada pengungsi; (6) mengkoordinir aktivitas operasi berama

operasi PBB di Burundi. (Trivendi 2001: 39)

PBB akhirnya secara resmi mengabil tugas AMIB pada bulan Juni 2004,

setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 1545 pada bulan Mei 2004

yang membeli otoritas bagi pelaksana operasi pasukan penjaga perdamaian PBB

di Burundi. (AU 2012)

Operasi-operasi yang dilaksanakan baik oleh OPA maupun Uni Afrika di

atas merupakan sebuah pengalaman berharga bagi organisasi kawasan untuk

melaksanakan peran penjaga perdamaian di kawasan Afrika untuk masa yang

akan datang. Dengan malaksanakan peran tersebut. Uni Afrika diharapkan mampu

Page 58: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

45

menyelesaikan setiap konflik yang terjadi di kawasan melalui semangat dan

persatuan bangsa Afrika yang secara langsung termuat dalam piagam

pembentukan Uni Afrika. (Trivendi 2001: 40)

Pengalaman-pengalaman Uni Afrika baik ketika organisasi masih bernama

OPA dalam upaya menyelesaikan berbagai konflik internal negara angotanya,

merupakan pengalaman berharga bagi Uni Afria untuk melaksanakan berbagai

misi penciptaan dan penjaga perdamaian di Afrika di masa mendatang.

Pengalaman tersebut tentunya sangat berguna bagi Uni Afrika dalam upaya

mengatasi konflik etnis yang terjadi di Darfur.. Uni Afrika tidak perlu lagi

membentuk sebuah penitia ad hoc maupun sekadar melaksanakan operasi

pengawasan jalannya kesepakatan gencatan senjata sebagaimana ketika organisasi

masih bernama OPA. Uni Afrika kini memiliki legalitas hukum yang kuat untuk

melaksanakan operasi perdamaian di salah-satu negara anggotanya berdasarkan

piagam pembentukan Uni Afrika.

Page 59: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

46

BAB III

KRISIS KEMANUSIAAN DI DARFUR

Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai konflik di Darfur,

dibutuhkan penjelasan sekomprehensif mungkin mengenai sejarah dan akar

berbagai konflik yang terjadi di sana. Menurut Guy Martin, dalam artikel Conflict

Resolution in Africa, untuk menjelaskan dan menganalisa konflik-konflik yang

terjadi di kawasan Afrika, maka dibutuhkan sebuah pandangan dan pendekatan

yang sistematis terhadap sejarah konflik itu sendiri. Di Afrika, sebagaimana di

belahan dunia lainnya, konflik merupakan bagian tak terpisahan dari kehidupan

masyarakat yang dinamis. Perjuangan antara individu, keluarga, suku dan

kelompok etnis serta negara untuk dapat menguasai sumber-sumber ekonomi dan

politik demi kelangsungan hidup kelompoknya masing-masing, seringkali

menimbulkan benturan dengan kelompok-kelompok lain dan menjadi faktor

penyebab terjadinya konflik. (Martin, 2006)

Untuk itu, terlebih dahulu harus dibedah sejarah kawasan tersebut, baik

dari sisi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Bab ini akan mencoba memahami

latar belakang konflik yang terjadi di Darfur.

A. Sejarah dan akar konflik Darfur

Menurut Gerard Pruiner, masyarakat Darfur adalah sebuah mosaik yang

kompleks, terdiri dari antara 40 hingga 90 kelompok etnis. Secara garis besar,

mereka terdiri dari dua golongan kebangsaan; sebagian berkebangsaan Afrika,

sebagian lain berkebangsaan Arab. Darfur adalah daerah di bagian barat Sudan

jumlah penduduk mencapai sekitar 6 juta jiwa. Suku-suku asli Afrika Darfur

meliputi suku asli Fur, Masalit, Zaghwa, Daju dan Berti. (Pruiner 2005: 4)

Page 60: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

47

Orang-orang Arab mulai tiba di Darfur pada abad ke-14. Pergaulan mereka

dengan suku asli sangat baik. Terjadi koeksistensi damai antara pendatang dan

penduduk pribumi, perselisihan yang tak terelakkan atas sumber daya alam

diselesaikan melalui mediasi para pemimpin lokal. Pada perkembangan

berikutnya hingga kini, Arab Darfur merupakan suku pendatang yang secara

dominan menempati wilayah Darfur bagian utara dan selatan. Meskipun bukan

penduduk asli, Arab merupakan etnis yang dominan di Darfur dan mereka

beragama Islam. Kini, mayoritas orang Arab Darfur berkulit hitam, karena

merupakan hasil dari perkawinan campuran Arab-Afrika. (Collins 2006:29)

Di jantung kawasan Darfur, terdapat sebuah gunung berapi yang disebut

Jebel Marra. Tanah di lereng gunung tersebut sangat subur. Di daerah ini

penduduk awal Darfur hidup – Dinasti Daju. Sangat sedikit yang diketahui

tentang mereka. Sejarah Darfur mencatat, pada abad ke-14, dinasti Daju

digantikan oleh dinasti Tunjur, yang membawa Islam masuk ke wilayah tersebut.

(Pruiner 2005: 8)

Pada pertengahan abad ke-17, Kesultanan Fur didirikan oleh dinasti Keyra,

dan Darfur berkembang menjadi semakin makmur. Di masa kejayaannya pada

abad 17 dan 18, karena lokasi geografisnya yang strategis, Kesultanan Fur

menjadi pusat kegiatan komersial yang maju. Pada masa itu, telah terjadi

perdagangan budak, gading, dan barang-barang perhiasan dengan orang-orang

Mediterania. Kesultanan Fur juga menyerang dan melakukan penaklukkan

terhadap beberapa wilayah di sekitarnya. (Pruiner 2005; 8-15)

Pada pertengahan abad ke-19, kesultanan Fur dikalahkan oleh pedagang

budak terkenal, Zubair Rahma. Runtuhnya dinasti Keyra membuat keadaan Darfur

Page 61: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

48

menjadi tak menentu, tak ada penegakkan hukum seperti di masa sebelumnya.

Para bandit dan tentara lokal memangsa masyarakat yang rentan. (Pruiner: 15)

Di lain pihak, pasukan Islam Mahdi ingin melawan kekuasaan kolonial

Inggris di wilayah tersebut dengan berusaha untuk menggabungkan Darfur

menjadi republik Islam jauh lebih besar. Periode ini menimbulkan perang yang

berkepanjangan. Sampai keturunan dari Sultan Keyra, Ali Dinar muncul kembali

sebagai kekuatan yang dominan dan memimpin pasukan Islam untuk memerintah

di Darfur. Hingga tahun 1899 ketika Mesir – yang berada di bawah kekuasaan

Inggris – mengakui kedaulatan Ali Dinar, cucu dari salah satu sultan Keyra,

sebagai Sultan Darfur. Pengakuan ini membuat Darfur secara de facto memiliki

kemerdekaan, dan Darfur hidup dalam damai selama beberapa tahun. (Flint & de

Wall 2005: 11)

Selamanya Ali Dinar menolak untuk tunduk pada keinginan baik Perancis

maupun Inggris, yang sibuk membangun kerajaan mereka di sekitar wilayahnya.

Gesekan diplomatik seringkali mewujud menjadi perang terbuka. Ali Dinar

dengan berani menantang pasukan Inggris berperang. Setelah perang berlangsung

selama enam bulan, Ali disergap dan dibunuh, bersama dengan dua anaknya, pada

bulan November 1916. Pada Januari 1917, Darfur berada di bawah kekuasaan

kolonial Inggris dan memasukkannya menjadi bagian dari Sudan, membuat Sudan

menjadi negara terbesar di Afrika. (Flint & de Wall 2005: 20)

Satu-satunya hasrat penguasa kolonial baru Darfur adalah untuk menjaga

perdamaian. Inggris tidak untuk tertarik membangun dan memajukan kawasan ini,

tidak ada investasi di sana. Sangat berbeda dengan Sudan bagian utara. Menurut

catatan Julie Flint and Alex de Waal dalam buku Darfur: a Short History of a

Page 62: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

49

Long War, Pada tahun 1935, Darfur hanya memiliki empat sekolah, tidak ada

klinik bersalin, tidak ada kereta api atau jalan-jalan besar di luar kota terbesar.

Darfur diperlakukan sebagai kawasan terpencil. Selalu begitu oleh penguasa-

penguasa setelah kolonial Inggris, Darfur seperti pion dalam permainan kekuasaan

oleh penguasa-penguasa yang datang dan pergi silih-berganti. (Flint & de Wall

35)

Meskipun dengan sedikit enggan, setelah perang dunia II Inggris memberi

Sudan kemerdekaan secara damai pada 1 Januari 1956. Penjajahan inggris

menyisakan perbedaan yang mencolok antara Sudan Utara dan Sudan Selatan,

mengembangkan tanah yang subur di sekitar Lembah Nil di Utara, sementara

mengabaikan daerah selatan, timur dan Darfur di barat. Mereka menyerahkan

kekuasaan politik langsung ke minoritas elit Arab utara. Hal ini menyebabkan

daerah Selatan melakukan pemberontakan pada tahun 1955, memulai perang

pertama Utara-Selatan. Masyarakat Darfur banyak yang ikut berperang melawan

pemerintah pusat dan sentimen Utara-Selatan mulai menguak. Perang berlangsung

bertahun-tahun hingga tahun 1972 ketika kesepakatan damai ditandatangani di

bawah Presiden Nimeiry. (Pruiner, 2005: 25-34)

Namun demikian, pemerintahan Sudan terus-menerus mencemooh

perjanjian perdamaian tersebut. Hal ini tentu saja membuat masyarakat dan elit

Selatan jengah. Faktor kejengahan, ditambah lagi faktor upaya pemaksakaan

hukum Islam dan penemuan lahan minyak baru, menghidupkan kembali konflik di

Selatan pada tahun 1983. Perjanjian Nimeiry nyaris tak berdampak apa-apa.

Kekerasan tetap sering terjadi. Dalam buku Darfur: the Ambigious Genocide,

Gerard Pruiner menyebut hubungan antara Darfur dan Khartoum pada periode

Page 63: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

50

1956-1985 sebagai sebuah hubungan yang tak bahagia, seperti rumah tangga yang

tak bahagia. (Pruiner, 2005: 36)

Selain itu, masyarakat Darfur sendiri juga terpecah menjadi dua kelompok

dalam konflik tersebut. Sebagian memang terlibat dalam perjuangan

pemberontakan melawan pemerintah karena wilayah mereka termarjinalkan,

namun tidak sedikit pula yang berpihak pada pemerintah pusat dan mendaftarkan

diri sebagai tentara nasional. Faktor destabiilisasi di Darfur ditambah dengan

masuknya Kolonel Qadafhi Libya yang menggunakan kawasan Darfur sebagai

pangkalan militer untuk perang Islam di Chad. Perang ini, dikenal sebagai Perang

Arab-Fur (1987-1989), yang bertujuan mempromosikan supremasi Arab,

membuat ketegangan etnis meradang dan membanjiri daerah ini dengan

persenjataan. Akibat perang tersebut, ribuan tewas dan ratusan desa terbakar.

Penderitaan rakyat diperburuk oleh kelaparan dahsyat di penghujung 1980-an, di

mana pemerintah Khartoum tidak memperhatikan nasib warga Darfur. (Pruiner,

2004: 42-47)

Di masa inilah benih-benih pemberontakan terhadap pemerintah pusat

semakin menguat di Darfur. Kelompok pemberontak ini adalah kaum Afrika

terpelajar Darfur yang menggalakkan pergerakan politik sejak tahun 1960-an,

karena Darfur secara politik dan ekonomi termajinalkan oleh pemerintah pusat.

Tuntutan mereka adalah kesetaraan pembangunan untuk Darfur dan yang paling

ektrem, menuntut kemerdekaan bangsa Afrika Darfur. Kemarahan karena

termarjinalkan, diberi kesempatan memegang banyak senjata karena Perang Arab-

Fur, membuat kelompok Afrika Darfur mulai melakukan berbagai perlawanan

lokal kecil-kecilan Setidaknya dari sini konflik etnis di Darfur bermula. Untuk

Page 64: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

51

melawan para pemberontak itu, Pemerintahan Sadiq al Mahdi (1986-1989),

membentuk milisi sipil yang dipersenjatai dari suku Messiriya dan Rezeiget, yang

merupakan dua suku besar keturunan Arab di Darfur, untuk mengamankan

Darfur. Milisi Arab bentukan pemerintah inilah asal-muasal dari Janjaweed yang

kemudian membabi-buta melakukan pembantaian terhadap orang-orang Afrika

Darfur. (Johnson, 2006: 23)

Sementara itu, politik di Khartoum juga bergolak. Pada tahun 1989,

National Islamic Front (Front Islam Nasional, NIF), yang dipimpin oleh Jenderal

Omar al-Bashir, merebut kekuasaan di Sudan dari pemerintah yang terpilih secara

demokratis Sadiq al Mahdi, dalam kudeta tak berdarah. NIF mencabut konstitusi,

melarang partai-partai oposisi, dan alih-alih berusaha memantapkan langkah

menuju perdamaian, sebaliknya Bashir menyatakan jihad melawan Afrika non-

Muslim di Selatan. Secara teratur ia menggunakan milisi etnis untuk melakukan

pertempuran. NIF semakin jauh meminggirkan populasi Afrika di Darfur.

(Pruiner, 2004: 42-47)

Bisa ditebak, pemerintahan Al- Bashir juga semakin meningkatkan

sokongan mereka untuk milisi Janjaweed. Milisi yang memiliki filosofi

supremasisme Arab ini tak henti-hentinya memerangi ras Afrika dengan

kekerasan. Janjaweed pertama kali memiliki peran aktif di Darfur di masa perang

Arab-Fur pada tahun 1989. Direkrut terutama dari suku-suku nomaden Arab,

milisi ini dimobilisasi untuk tindakan-tindakan premanisme. Kata janjaweed

berarti 'gerombolan' atau 'bajingan', atau seperti 'setan menunggang kuda' dalam

bahasa Arab. (Pruiner, 2004: 54-58)

Page 65: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

52

Pemerintahan Sudan, di bawah Al-Bashir, yang kejam dan opotunis,

pertama kali melatih, mempersenjatai Janjaweed secara massif pada tahun 1996.

Pada periode 1996-1998, Janjaweed memerangi rakyat Massalit yang beretnis

Afrika di Darfur. Al-bashir sengaja menggunakan milisi etnis untuk melawan

resistensi di daerah sebagai kekuatan proksi bagi mereka. Ini memungkinkan

pemerintah memadamkan perang lokal dengan murah, selain untuk menyangkal

keterlibatan mereka di balik konflik, meski banyak bukti menunjukkan

sebaliknya. (Pruiner, 2004: 42-47)

Menurut Alex de Wall, dalam tulisannya di majalah African Affairs,

pemerintah Sudan kemudian secara konsisten menggunakan milisi Arab

Janjaweed untuk menyerang kelompok-kelompok pemberontak Darfur dan

memberikan kekebalan hukum bagi milisi Arab tersebut. Pemerintah Sudan,

menurut Alex, juga menyediakan senjata serta bantuan udara bagi Janjaweed

ketika menyerang kelompok pemberontak dan melakukan pembunuhan terhadap

warga Afrika Darfur. Tindakan seperti ini jelas melanggar hukum humaniter

internasional yang menyatakan bahwa pelanggaran terhadap hak asasi manusia

(pembunuhan warga sipil) merupakan sebuah kejahatan serius dan pelakunya

harus diasdili di Peradilan Pidana Internasional (International Criminal Court).

(De Wall, 2005: 129)

Rezim Al-bashir dikenal memfasilitasi beberapa organisasi fundamentalis

Islam, termasuk menyediakan rumah bagi Osama bin Laden mulai tahun 1991

sampai tahun 1996, ketika AS memaksa pengusiran. Sudan terlibat dalam upaya

pembunuhan Presiden mesir Hosni Mobarak pada Juni 1995. Setelah serangan

rudal AS di pabrik farmasi Sudan pada tahun 1998, menyusul teror bom dari

Page 66: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

53

kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar el Salam, dukungan Sudan terhadap

kelompok teroris semakin terang dan puncaknya meningkatkan isolasi

internasional. (Pruiner, 2004: 54-58)

B. Konflik dan krisis kemanusiaan Darfur mulai tahun 2003

Penduduk etnis Afrika Darfur akhirnya membentuk juga milisi-milisi

bersenjata dengan menggunakan ciri etnis non-Arab sebagai tandingan, untuk

menghadapi Janjaweed. Mereka mendeklarasikan Sudan Liberation

Movement/Army (SLM/A) pada tanggal 12 Maret 2003. Milisi ini merupakan hasil

peleburan dari dua kelompok pemberontak Darfur Liberation Front (DLF) dan

Sudan People Liberation Army (SPLA) dua organisasi subversif yang memiliki

jaringan nasional yang luas. SLM/A kemudian melakukan berbagai penyerangan,

diantaranya yang paling terkenal adalah serangan kota Gulu, yang dihuni

mayoritas suku Arab. Mereka terlibat baku tembak dengan polisi setempat

sebelum kemudian melarikan diri. Dalam peristiwa tersebut, 195 tentara militer

Sudan terbunuh. (Collins 2006:39)

Serang-menyerang semakin intens setelah Bandara Al Fashir menjadi

target SLM/A pada 25 April 2003. Serangan tersebut menghancurkan sejumlah

helikopter milik pemerintah, pesawat pembom Antonov, menduduki kantor pusat

militer, dan menangkap Mayor Jendral Ibrahim Bushara, kepala Angkatan Udara

Sudan. (Kastfur 2005:196) Sepuluh hari kemudian, SLM/A menangkap Kolonel

Mubarak Muhammad al-Saraj, Kepala Badan Intelejen Negara Sudan di Aynshiro,

sebelah utara Jabal Marra. Dalam serangan ini, muncul pula kelompok

pemberontak Darfur baru yang bernama Justice and Equality Movement (JEM)

dan bergabung dengan SLM/A. (Kastfur 2005:196)

Page 67: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

54

Pemerintah Sudan kerap meresponss serangan kelompok pemberontak

dengan cara-cara represif. Pemerintah semakin besar memberikan kewenangan

kepada milisi Janjaweed untuk melakukan apapun demi mengamankan wilayah

Darfur dari serangan pemberontak. Janjaweed ikut bertanggungjawab atas

pembunuhan terhadap warga Afrika Darfur, memperkosa para perempuan, dan

menyiksa anak-anak kecil. Ini disertai dengan pembakaran perkampungan warga.

Menurut Pruiner, metode yang digunakan oleh Janjaweed menuju ke arah sekema

yang sistematis guna menghilangkan populasi Afrika di Darfur, atau genosida.

(Pruiner 2005:145)

Sampai awal tahun Januari 2004, korban tewas yang kebanyakan etnis

Afrika ini sudah mencapai 10.000 jiwa. (Pruiner 2005:148) Human Right Watch

melaporkan bahwa sekitar 1,6 juta warga Darfur pada tahun 2003 kehilangan

tempat tinggal dan harus mengungsi. Sekitar 200.000 warga sipil mengungsi ke

negara tetangga terdekat, seperti Chad dan Republik Afrika Tengah, dua negara

yang berbatasan langsung dengan Darfur. Di Chad, diperkirakan sekitar 70.000

pengungsi meninggal sejak tahun 2003 sampai 2005 akibat kekurangan gizi dan

wabah penyakit. (Strauss 2005:30) Selain itu, pengungsi di negara-negara yang

berbatasan langsung dengan Darfur ini juga rawan akan kekerasan karena milisi

Janjaweed kerap melintasi perbatasan Darfur dan menyerang kamp pengungsi.

Angka kematian suku Afrika yang mencapai puluhan ribu orang hanya

dalam periode kurang dari satu tahun, mengindikasikan adanya praktik genosida.

Hal ini mengundang perhatian internasional, khususnya Uni Afrika. Kecaman

dari masyarakat internasional bermunculan. Dewan Keamanan PBB bahkan

mengeluarkan resolusi agar Sudan segera mengakhiri peperangan dengan

Page 68: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

55

langkah-langkah kongkrit dan melucuti persenjataan Janjaweed. Uni Afrika pun

tak ketinggalan meminta pemerintah Sudan agar mau terbuka dengan kehadiran

pihak luar untuk mengakhiri konflik. (Human Rights Watch 2003)

Pada dasarnya, sejak merdeka tanggal 1 Januari 1956, Sudan seringkali

dihadapkan kepada sejumlah masalah yang bersifat internal, baik yang bersumber

dari kemajemukan etnis maupun yang bersumber dari perbedaan antara penduduk

yang masyoritas muslim dengan Kristen dan minoritas pemeluk agama tradisi

Afrika. Menurut Andi Purwono, konflik-konflik internal yang terjadi di Sudan

berpotensi merusak keseimbangan etnis yang ada dan merupakan konflik yang

sangat rumit (multiple interwined conflicts) untuk diselesaikan. (Purwono, 2004)

Dalam kategori konflik-konflik modern, tregedi Darfur seringkali

dikategorikan sebagai bentuk konflik campuran yang disebut complex political

emergency. Menurut Purwono, ada beberapa karakter yang membuat konflik

semacam ini membutuhkan perhatian yang sangat serius. Pertama, secara

geografis ini bukan saja hanya merupakan urusan dalam negeri Sudan, akan tetapi

juga telah melintasi dan menjadi urusan negara-negara lain. Chad, misalnya

merasakan dampak dari konflik tersebut dengan banyaknya pengungsi Darfur

yang lari ke negaranya. Kedua, konflik ini biasanya ditandai dengan karakternya

yang berjangka panjang, karena telah menjadi masalah yang kompleks, maka

tidak jelas masalah pokok yang menjadi akar pertikaian, sehingga juga tidak jelas

kapan konflik tersebut akan berakhir. Yang jelas menurut Purwono, pertikaian ini

selalu berkaitan dengan upaya perebutan kekuasaan politik. (Purwono, 2006)

Akibat dari pertikaian antar etnis tersebut tidak lain adalah jatuhnya

korban dari masing-masing pihak. Warga sipil yang tidak ada kaitannya sama

Page 69: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

56

sekali dengan konflik seringkali manjadi korban konflik karena dianggap sebagai

salah satu dari pihak yang bertikai. Dalam hal ini, warga Afrika Darfur menjadi

korban terbesar dari pertikaian etnis yang terjadi di daerahnya sendiri. Baik

pemerintah Sudan maupun milisi Arab Janjaweed seringkali menganggap warga

Afrika Darfur adalah bagian dari kelompok pemberontak SLM/A maupun JEM,

atau mereka dituduh melindungi keberadaan kelompok pemberontak dan

kemudian dijadikan sasaran perang. (Purwono, 2004)

C. Faktor-faktor yang mendorong keterlibatan Uni Afrika di Darfur

Korban sipil yang mencapai ratusan ribu orang serta jumlah pengungsi

yang mencapai lebih dari 1 juta, menjadikan konflik etis Darfur sebagai krisis

kemanusiaan yang harus ditangani secepatnya. Masyarakat internasional pun

banyak yang mulai menyerukan perdamaian bagi kedua belah pihak yang bertikai.

Dan dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut, banyak pihak menilai

masuknya pihak asing ke dalam konflik sangat diperlukan untuk melakukan

mediasi. (Williams & Black, 2010 : 1-19)

Pihak ketiga diharapkan mampu membawa setiap pihak yang bertikai

untuk melakukan perundingan dan menghentikan konflik. Pihak ketiga tersebut

juga diharapkan dapat menjadi aktor manajemen konflik yang seharusnya

dilakukan oleh pemerintah Sudan. Dalam hal ini pemerintah Sudan tidak mampu

untuk menjadi agen perdamaian, karena pemerintah Sudan yang seharusnya

menjadi agen perdamaian adalah pelaku atau salah satu pihak konflik itu sendiri.

(Williams & Black, 2010 : 1-19)

Ada beberapa alasan positif masuknya pihak ketiga dalam krisis Darfur

ini. Pertama, masuknya pihak asing memungkinkan penanganan cepat dan

Page 70: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

57

menyeluruh agar krisis Darfur tidak berlarut-larut. Respons konvensional tidak

akan cukup mencegah tingginya tingkat kematian sementara milisi Janjaweed

terus melakukan serangan ke desa-desa Darfur. Kedua, pihak ketiga diharapkan

dapat memfasilitasi proses negosiasi politik antara pemerintah dan pemberontak.

Mediasi pihak ketiga diharapkan dapat menjadi penengah dan pihak yang netral di

antara pihak-pihak yang bertikai. Dan ketiga, masuknya pihak ketiga ke dalam

konflik memungkinkan proses penyelidikan dan pengadilan terhadap pelaku

kekerasan di Darfur. (Purwono, 2006)

Sedangkan Paul. D. Williams dan Alex J. Bellamy berpendapat bahwa

pihak ketiga yang masuk ke dalam konflik etnis Darfur, setidaknya harus mampu

untuk melakukan tugas-tugas berikut : (1) menghentikan kematian penduduk sipil

yang disebabkan oleh pembantaian, penyakit dan kelaparan dan menjamin bantan

kemanusiaan sampai ke kamp-kamp pengungsi, baik di dalam maupun di luar

Darfur serta melindungi para pengungsi dari serangan milisi; (2) membantu polisi

setempat dalam mengamati jalannya kesepakatan gencatan senjata antara

kelompok pemberontak dengan pemerinta Sudan; (3) menjamin para pengungsi

untuk dapat kembali ke rumahnya masing-masing; (4) membantu proses transisi

setelah kelompok pemberontak dan pemerintah Sudan menyepakati penghentian

konflik. (Williams & Bellamy, 2006: 36)

Namun demikian, pernyataan resmi pemerintah Sudan, ditambah dengan

penolakan sebagian pemimpin Afrika akan hadirnya pasukan internasional

sebagai pihak ketiga dalam upaya penyelesaian konflik etnis di Darfur, merupakan

salah-satu hambatan tersendiri bagi PBB dan masyarakat internasional untuk

meyelesaikan konflik. Pemerintah Sudan secara tegas menolak resolusi 1556

Page 71: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

58

Dewan Keamanan PBB. Pihak asing yang masuk berdasarkan resolusi 1556

Dewan Keamanan PBB, menurut pemerintah Sudan memiliki agenda tersembunyi

di balik intervensi tersebut. Duta Besar Sudan di PBB menyatakan:

“If the Sudan would have been safe from hummer of the Security

Council even if there had been no crisis in Darfur, and wether the

Darfur Humanitarian crisis might not be a Trojan horse? Has this

lofty humanitarian objective been adopted and embraced by other

people who are advocating a hidden agenda? (Bellamy, 2005: 42)

Salah-satu cara terbaik agar pihak ketiga masuk ke dalam konflik etnis

Darfur adalah dengan mendorong Uni Afrika sebagai mediator konflik. Tanpa

dorongan dan paksaan dari luarpun, Uni Afrika –sesuai dengan Piaga Uni Afrika-

sebenarnya memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan konflik etnis Darfur.

Sebagai salah-satu anggota dari Uni Afrika, Sudan memiliki komitmen ketika

menandatangani Piagam Uni Afrika dan tidak akan berani menolak keinginan Uni

Afrika dalam upaya menyelesaikan konflik di negaranya. (Badescu & Bergholm,

2010: 100-119)

Terdapat beberapa faktor yang mendorong Uni Afrika untuk terlibat dalam

upaya menyelesaikan konflik etnis Darfur. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi ke

dalam faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal merupakan

faktor yang secara langsung berasal dari komitmen Uni Afrika sendiri untuk

terlibat dalam penyelesaian konflik di negara-negara anggotanya melalui

mekanisme dan penyelesaian konflik yang dimiliki Uni Afrika. Sedangkan faktor

eksternal berasal dari beberapa organisasi internasional (PBB, Uni Eropa, dan G-

8) yang terus mendorong Uni Afrika untuk dapat mangatasi masalah dihadapi

bangsa Afrika dan untuk mencapai tujuan-tujuannya. (Badescu & Bergholm,

2010: 100-119)

Page 72: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

59

C.1. Faktor internal pendukung keterlibatan Uni Afrika di Darfur

Afrika merupakan sebuah kawasan yang seringkali menghadapi konflik-

konflik yang bersifat internal. Konflik-konflik tersebut secara tidak langsung

menggangu stabilitas kawasan dan menjadi kendala tersendiri bagi pembangunan

dan kemajuan negara-negara Afrika. Oleh sebab itu, para pemimpin Afrika dan

Uni Afrika menyadari bahwa penyelesaian konflik di kawasan merupakan salah

satu agenda yang mendapatkan prioritas utama, tidak terkecuali penyelesaian

konflik etnis Darfur yang telah manjadi sorotan dan perhatian masyarakat

internasional. (Baltrop, 2001: 10)

Komitmen para pemimpin Afrika untuk menyelesaikan konflik di kawasan

dapat terlihat ketika mereka merumuskan prinsip-prinsip dan tujuan Uni Afrika.

Prinsip-prinsip yang tertuang dalam Pigam Uni Afrika dan Protokol Pembentukan

Dewan Keamanan Uni Afrika memiliki kesamaan dengan elemen-elemen konsep

Responsibility to Protect. Piagam Uni Afrika memberikan batasan terhadap

definisi kedaulatan negara anggotanya. Kedaulatan negara bersifat kondisional,

dan didefinisikan sebagai kemampuan negara untuk memberikan perlindungan

dan keamanan bagi warganegaranya. Akan tetapi jika negara tidak mampu

melaksanakan kewajibannya, maka Uni Afrika berhak melindungi warganegara

dengan cara menurunkan pasukan militer ke dalam yuridiksi negara bersangkutan.

(Badescu & Bergholm, 2010: 100-119)

Dalam kasus Darfur, Uni Afrika melihat pemerintah Sudan sudah tidak

sanggup lagi untuk mengatasi konflik internal di negaranya, meskipun pemerintah

Sudan telah berulang kali menyatakan bahwa stabilitas dan keamanan di Darfur

telah sepenuhnya di bawah kendali pemerintah pusat. Akan tetapi pernyataan yang

Page 73: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

60

disampaikan pemerintah Sudan tersebut bertentangan dengan situasi dan kondisi

di lapangan. Media-media internasional terus membeberkan bukti-bukti mengenai

kondisi Darfur dan penduduk Afrika yang mengalami berbagai tindakan

kekerasan milisi Janjaweed, bahkan pemerintah Sudan dicurigai berusaha

menghilangkan populasi Afrika di Darfur. (Badescu & Bergholm, 2010: 109)

Uni Afrika akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan krisis Darfur

melalui semangat persatuan dan persaudaraan bangsa Afrika. Pasal 4 Piagam Uni

Afrika ecara tegas menyatakan bahwa Uni Afrika berhak mengintervensi negara

anggotanya berdasarkan keputusan Majelis setelah melihat adanya kejahatan

perang, genosida dan pelanggaran terhadap kemanusian. Uni Afrika juga

menekankan bahwa intervensi militer terhadap kedaulatan negara anggotanya

merupakan langkah terakhir setelah berbagai upaya intervensi non-militer telah

dilakukan. (AU, 2012)

Pada bulan Februari 2003, kepala-kepala negara dan pemerintahan anggota

Uni Afrika mengamandemen pasal 4(h) dengan menambah bahwa :

“Kejahatan perang, genosida dan kejahatan terhadap

kemanusiaan merupakan ancaman yang sangat serius terhadap

perdamaiaan dan keamanan Afrika dan memberikan kekuasaan

Kepala Dewan Keamanan Uni Afrika untuk memulihkan

perdamaian dan keamanan.” (AU 2012)

Mengenai amandeman pasal 4 (h) Piagam Uni Afrika, Ben Kioko,

penasehat resmi Uni Afrika ketika itu menyatakan:

“the addition af article 4 (h) was adopted with sole purpose of

enabling the African Union to resolve conflict more effectively on

the continent, without ever hanging to sit back and do nothing

because of the notion of non-interfence in the internal affairs of

member states, it should be brne in mind that the peace and

security council was intended, and should be abel to

revolutionize the way conflicts are addressed on the continent.”

(Kioko, 2003: 817)

Page 74: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

61

Pasal 4 (j) Piagam Uni Afrika juga menyatakan bahwa negara anggota

berhak mengajukan permohonan kepada organisasi untuk melakukan intervensi

guna memulihkan perdamaiaan dan keamanan. Rumusan-rumusan seperti ini

tentunya tidak akan dijumpai dalam Piagam OPA, sehingga dapat dimaklumi

peran OPA dalam menyelesaikan berbagai konflik di kawasan Afrika seringkali

mengalami kegagalan. Perubahan prinsip dari non-intervensi ketika prinsip non-

indifference itu, menurut Kristina Powell, menjadikan Piagam Uni Afrika sebagai

perjanjian internasional pertama yang mengakui adanya hak intervensi terhadap

suatu negara anggota untuk tujuan-tujuan melindungi kemanusiaan. Inilah

komitmen Uni Afrika untuk terlibat secara langsung dalam menyelesaikan

berbagai konflik di negara anggotanya. (Powell, 2005: 1)

Duta Besar Said Dijimmit, komisioner Dewan Keamanan ketika Uni

Afrika ketika itu menyatakan :

“No more, never again, African cannot….watch the tragedies

developing in the continent and say it is the UN’s Responsibility

or somebody else’s Responsibility. We have moved from the

concept of non-interference to non-indifference. We cannot as

Africans remain indifferent to the tragedy of our people.”

(Powell, 2005; 1)

Komitmen inilah yang pada akhirnya secara langsung mendorong Uni

Afrika untuk menyelesaikan konflik etnis Darfur, Sudan. Penyelesaian konflik

tersebut merupakan tantangan pertama Uni Afrika dalam menjaga stabilitas dan

keamanan kawasan Afrika secara keseluruhan. Jika Uni Afrika mampu

melaksanakan tugas tersebut, maka bukan tidak mungkin Uni Afrika menjadi

sebuah organisasi regional yang mendapat pengakuan internasional dalam upaya

menciptakan perdamaian dunia.

Page 75: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

62

Pembentukan Dewan Keamanan Uni Afrika oleh Majelis Uni Afrika

sebagai badan utama organisasi merupakan sebuah bukti kongkret komitmen Uni

Afrika dalam upaya menyelesaikan berbagai jenis konflik di kawasan. Untuk

tugas ini, Uni Afrika akan membentuk pasukan Afrika (African Standby Force,

ASF) yang akan diturunkan di wilayah konflik dan akan dikembangkan

sepenuhnya mulai tahun 2010. ASF ditunjuk sebagai badan pelaksana

(implementing mechanism) kebijakan-kebijakan Dewan Keamanan Uni Afrika

yang berhubungan dengan menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan.

(Badescu & Bergholm, 2010: 100-119)

Ide mengenai pembentukan Pasukan Uni Afrika sendiri sebenarnya bukan

konsep baru dalam sejarah Uni Afrika. Ide ini telah muncul pada periode tahun

1960-an ketika Uni Afrika masih bernama OPA. Akan tetapi Piagam OPA tidak

memiliki definisi yang jelas mengenai pasukan Uni Afrika, apakah dibentuk dan

diturunkan untuk melindungi negara anggotanya dari serangan luar atau juga

untuk menyelesaikan konflik-konflik internal yang terjadi di negara anggotanya.

Begitu pula ketika Mekanisme Penyelesaian Konflik OPA yang dibentuk pada

tahun 1993, negara-negara Afrika pada saat itu tidak menyepakati bentuk,

struktur, mandat serta biaya operasi pasukan Afrika. (Badescu & Bergholm, 2010:

100-119)

Meskipun OPA pernah membentuk pasukan penjaga perdamaian Afrika

untuk menyelesaikan konflik-konflik di Chad, di Rwanda dan di Burundi, pasukan

Afrika tersebut dapat dikatakan gagal karena beberapa alasan terentu. Akan tetapi

kegagalan tersebut dijadikan pelajaran tersendiri bagi Uni Afrika untuk

Page 76: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

63

membentuk sebuah pasukan Afrika yang permanen, sebagaimana ungkapan

Cederic de Coning, “a useful learning experience”. (Coning, 1997: 20)

Pasukan Afrika (ASF) terdiri dari sebuah kontigen yang berjumlah 3000-

4000 personel militer Afrika, 300-500 pengamat militer, polisi dan masyarakat

sipil profesional yang akan diturunkan ke wilayah konflik dan beroperasi di

bawah komando serta kontrol Uni Afrika dan PBB. Pasukan tersebut diambil dari

5 wilayah sub-regional Afrika serta diberi tugas untuk melakukan tugas-tugas

berikut : (1) misi observasi dan pengamatan; (2) misi-misi yang mendukung

perdamaian; (3) intervensi terhadap negara anggota untuk memulihkan

perdamaiaan dan keamanan sesuai dengan pasal 4 (h) Piagam Uni Afrika; (5) misi

pecegahan dalam rangka: mencegah eskalasi konflik, mencegah penyebaran

konflik ke negara-negara tetangga, dan mencegah kemunculan kembali konflik

setelah pihak-pihak yang bertikai mencapai kesepakatan damai; (6) Pembangunan

perdamaian termasuk perlucutan senjata dan demobilisasi paska konflik; (7)

melakukan bantuan kemanusiaan untuk mengurangi penderitaan masyarakat sipil

di wilayah konflik dan membantu upaya-upaya mengatasi kerusakan lingkungan;

(8) fungsi-fungsi lain yang ditugaskan oleh Dewan Keamanan atau Majelis Uni

Afrika. (AU, 2012)

Meskipun pasukan Afrika ini baru sepenuhnya akan dibentuk dan

dikembangkan pada tahun 2010, akan tetapi pasukan Rwanda dan Nigeria serta

beberapa pasukan dari negara Afrika lainnya yang berada di Darfur menamakan

diri sebagai pasukan penjaga perdamaiaan Afrika yang dibentuk oleh Uni Afrika

dan mandat Dewan Keamanan Uni Afrika. Agar dapat menyelesaikan berbagai

konflik di kawasan bukanlah sekedar teori yang tertuang dalam Piagam Uni

Page 77: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

64

Afrika semata, akan tetapi mereka mengimplementasikannya di lapangan ketika

suatu konflik yang mengancam stabilitas dan keamanan terjadi di kawasan

sebagaimana konflik etnis Darfur. (Badescu & Bergholm, 2010: 100-119)

C.2. Faktor-faktor eksternal pendorong keterlibatan Uni Afrika di Darfur

Munculnya konsep Responsibility to Protect (R2P) pada tahun 2001 yang

memungkinkan masuknya pihak asing ke dalam konflik yang terjadi di suatu

negara menjadi pendorong tersendiri bagi masyarakat untuk menyelesaikan

konflik etnis Darfur. Baik pemerintah Sudan maupun kelompok pemberontak

Darfur, dianggap telah sama-sama melakukan melakukan pelanggaran dan

kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menjadikan penduduk sipil Darfur

sebagai target utama peperangan. Bahkan, pemerintah Sudan dituduh berupaya

melakukan pembersihan etnis (ethnic cleansing) suku Afrika Darfur dengan

membiarkan milisi Arab Janjaweed membunuh ribuan warga Afrika Darfur,

sebagaimana laporan-laporan yang disampaikan para pengamat dan lembaga-

lembaga non pemerintah internasional. (Strauss 2005:30)

Ketika Piagam Uni Afrika (The Constitutive Act of The African Union)

disepakati sebagai landasan organisasi bagi Uni Afrika untuk menjalankan tugas-

tugasnya, secara tidak langsung para pemimpin Afrika menyepakati setiap

langkah dan kebijakan yang diambil Uni Afrika demi kemajuan dan kebaikan

Afrika secara keseluruhan. Prinsip-prinsip Uni Afrika yang tertuang dalam pasal 4

Piagam Uni Afrika secara jelas menyebutkan bahwa organisasi memiliki hak

untuk mengintervensi negara anggotanya jika terbukti telah tejadi situasi-situasi

yang disebut sebagai genosida, pembersihan etnis dan kejahatan perang di negara

tersebut.

Page 78: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

65

Sebagai sebuah organisasi yang baru berdiri pada tahun 2002, Uni Afrika

memiliki sebuah mekanisme yang lebih baik dari organisasi pendahulunya dalam

upaya memelihara perdamaiaan dan keamanan Afrika. Piagam Uni Afrika dan

Protokol Pembentukan Dewan Keamanan Uni Afrika memberikan kekuatan bagi

organisasi serta menjadikannya sebagai suatu rezim keamanan (security regime)

dalam rangka mencegah, mengelola dan mengatasi konflik di kawasan. Prinsip-

prinsip yang mendukung agenda perdamaiaan dan keamanan Uni Afrika memiliki

kesamaan dengan unsur-unsur kerangka perlindungan konsep Responsibility to

Protect yang dikembangkan oleh Komisi Internasional untuk intervensi dan

kedaulatan Negara (The International Commission on Intervention and State

Sovereignty-ICISS). (ICISS, 2011)

ICISS dibentuk pada tahun 2000 atas usul dan inisiatif pemerintah Kanada

untuk menjawab permintaan Sekjen PBB, Kofi Annan di depan Majelis Umum

PBB pada tahun 1999 dan mengulanginya kembali pada tahun 2000. Pada tahun

1999 Kofi Annan meminta masyarakat internasional untuk mengembangkan

sebuah konsep mengenai bagaimana cara agar masyarakat internasional dapat

merespons (intervensi) pelanggaran sistematis suatu negara terhadap hak asasi

manusia. Menurut Kofi Annan, respons internasional untuk mengatasi

pelanggaran tersebut seringkali dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap

kedaulatan negara dan akhirnya menjadi sebuah hambatan bagi masyarakat

internasional (PBB) untuk mengatasi pelanggaran terhadap kemanusiaan yang

terjadi di suatu negara. (ICISS, 2001)

Page 79: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

66

Pada saat itu, Kofi Annan menyatakan di depan sidang Majelis Umum

PBB:

“…if humanitarian intervention is, indeed an unacceptable

assault on sovereignty, how should we responsd to Rwanda,

Srebenica –to gross and systematic violation of human rights

that affect every precept of our common humanity?” (ICISS,

2001)

Konsep Responsibility to Protect yang dikeluarkan oleh ICISS tersebut

mengakhiri perdebatan seputar pelanggaran kedaulatan negara ketika intervensi

dilaksanakan. Meskipun konsep ini belumlah final dan tidak semua negara

menyepakatinya, namun konsep ini merupakan langkah terbaik guna mengatasi

bencana kemanusiaan yang terjadi di suatu negara. Responsibility to Protect

mengartikan kedaulatan sebagai tanggung jawab negara untuk memberikan

perlindungan dan keamanan terhadap warganegaranya. Jika negara gagal

melaksanakan tugas tersebut, atau justru negar menjadi aktor penyebab terjadinya

bencana kemanusian di negaranya sendiri, maka tanggung jawab melindungi

berpindah tangan ke masyarakat internasional. (ICISS, 2001)

Menurut konsep ini, masyarakat internasional memiliki kewajiban untuk

bertindak, jika perlu menggunakan kekuatan militer untuk menghentikan bencana

kemanusiaan yang terjadi di suatu negara. Penggunaan kekutan militer merupakan

langkah terakhir setelah berbagai opsi non-militer telah dilakukan untuk

mencegah bencana kemanusiaan. Adapun kriteria-kriteria dilaksanakannya

intervensi militer terhadap suatu negara menurut Responsbility to Protect antara

lain: Pertama, adanya kematian dengan sekala besar (large-scale loss of life) yang

disebabkan oleh genosida dan negara tidak mampu mengatasinya. Kedua, adanya

Page 80: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

67

pembersihan etnis (ethnic cleansing) baik yang disebabkan oleh pembunuhan,

pengusiran, tindakan terror, maupun pemerkosaan. (ICISS, 2001)

Konsep Responsibility to Protect juga menjelaskan, bahwa kekuasaan

untuk mengambil tindakan intervensi militer perlu juga pertimbangan Dewan

Keaman PBB. ICISS berpendapat :

“(T)here is no better or more appropriate body than the United

Nations Security Council to authorize military intervention for

human right protection purpose”.

Akan tetapi jika Dewan Keaman PBB gagal mengambil kesepakatan untuk

melakukan intervensi militer maka Majelis Umum PBB ditunjuk sebagai badan

yang bertanggungjawab untuk mengatasi bencana kemanusiaan tersebut.

Organisasi regional dan sub-regional yang berada di wilayah terjadinya konflik

juga diberikan kekuasaan untuk bertindak sesuai denan Bab VIII Piagam PBB dan

mekanisme intervensi militer harus dibentuk oleh PBB. (ICISS, 2001)

Konsep di atas akhirnya secara tidak langsung menjadi pendorong bagi

Uni Afrika untuk melaksanakan misi perdamanian di Sudan. Apalagi Dewan

Keaman PBB yang seharusnya melaksanakan misi tersebut mendapat penolakan

dari pemerintah Sudan sendiri.

Selain konsep Responsibility to Protect yang menjadi faktor eksternal

keterlibatan Uni Afrika di Sudan, faktor eksternal juga datang dari negara-negara

donor maupun organisasi internasional sebagai partner Uni Afrika. Baba Gana

Kingibe, koordinator AMIS, mengakui pentingnya peran dari patner-patner Uni

Afrika seperti PBB, Amerika Serikat dan Kanada (G-8) maupun Uni Eropa dalam

mendukung operasi Uni Afrika di Sudan (AMIS). Dukungan tersebut terutama

berupa bantuan finansial, logistik, perencanaan maupun upaya untuk melatih

Page 81: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

68

pasukan Afrika guna memiliki keahlian memadai dalam menjalankan operasi

perdamaian di Darfur. (Kingibei, 2006)

C.2.1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

PBB sebagai institusi internasional yang anggotanya merupakan sejumlah

negara di dunia tentunya memiliki peran yang sangat besar dalam mendorong Uni

Afrika untuk mampu menyelesaikan berbagai masalah di kawasan. Piagam PBB

secara tegas menyatakan bahwa Dewan Keamanan PBB memiliki tanggung jawab

untuk memelihara perdamaian dan keamanan di dunia. Akan tetapi tanggung

jawab tersebut tidaklah bersifat eksklusif. Bab VIII Piagam PBB memberikan

legitimasi kepada organisasi kawasan untuk memberikan konstribusi dalam

memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Pada tahun 1992, Sekjen

PBB Boutros-Boutros Ghali juga pernah meminta organisas-organisasi regional

untuk dapat berperan lebih besar dan memberikan konstribusi terhadap

permasalahan-permasalahan internasional. (Ghali, 1994)

Tragedi genosida di Rwanda pada tahun 1994 menjadi pelajaran tersendiri

bagi PBB untuk mengakui bahwa organisasi regional seperti Uni Afrika harus

mempersiapkan diri mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan jika PBB tidak

ingin atau tidak mampu melakukan intervensi, sebagaimana pernyataan pejabat

senior Komisi Uni Afrika: “Africans Knows that if we have to wait for the UN,

people will die”. (Powell, 2006: 1000)

Protokol pembentukan Dewan Keamanan Uni Afrika juga menekankan

pentingnya kerjasama dengan PBB untuk mendukung agenda-agenda perdamaian

di Afrika. Pasal 17 (1) protocol Dewan Keaman Uni Afrika menyatakan :

“The Peace and Security Council shall cooperate and work closely

with the United Nations Security Council, which has the primary

Page 82: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

69

Responsibility for the maintenance of international peace and

security”. (AU, 2012)

Dalam rangka mendorong kemampuan Uni Afrika untuk dapat

menyelesaikan berbagai konflik di kawasan, PBB telah membantu Uni Afrika

untuk membentuk Dewan Keamanan Uni Afrika. Departemen Politik dan Operasi

Penjaga Perdamaian (Departement of Peace-Keeping Operation-DPKO) PBB

juga membantu Uni Afrika dalam rencana pembentukan pasukan Afrika dan

komite Staff Militer Uni Afrika. Dalam misi Uni Afrika di Darfur (AMIS), DPKO

mengirimkan perwira militer untuk membantu Uni Afrika dalam misi tersebut

pada bulan Februari 2005. PBB memberikan arahan kepada AMIS dalam

mengatur penempatan personel pasukan Afrika di Darfur. Di samping itu PBB

juga membantu Uni Afrika untuk mencapai dana bagi pelaksanaan operasi di

Sudan dengan mengadakan berbagai konferensi. (Mackinnon, 2010: 71)

C.2.2. Uni Eropa

Uni Eropa merupakan salah satu aktor kunci yang berperan dalam

mendorong pembantukan rezim keamanan di Afrika. Sebagai contoh Uni Eropa

memberikan dukungan yang signifikan terhadap pembentukan Dewan Keamanan

Uni Afrika beserta agenda-agenda perdamaiaan lainnya di Afrika. Dalam hal ini

Uni Eropa membentuk Fasilitas Perdamaian Afrika -African Peace Facility

(APF)- pada bulan Maret 2004 untuk meresponss permintaan para pemimpin

Afrika pada pertemuan tinggi Uni Afrika di Maputo tahun 2003. (Keane & Wee,

2010: 119)

APF menyediakan dana sebesar 250 juta Euro selama tiga tahun untuk

mendukung operasi-operasi perdamaiaan yang dilakukan Uni Afrika maupun

organisasi sub-regional Afrika atas mandat Uni Afrika maupun PBB. Dari dana

Page 83: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

70

sebesar 250 juta Euro tersebut, 35 juta Euro telah dialokasikan untuk

pembangunan Afrika termasuk membantu Uni Afrika untuk dapat

mengembangkan kebijakan keamanannya, membangun kapasitas rencana Dewan

Keamanan Uni Afrika, dan membantu Uni Afrika serta organisasi sub-regional

lainnya untuk merencanakan pembentukan operasi-operasi pasukan penjagaan.

(Keane & Wee, 2010: 121)

Meskipun APF dibentuk oleh Uni Eropa, dana-dana APF tidak akan

dilalokasikan untuk membiayai operasi-operasi pasukan penjagaan perdamaian

Uni Eropa. Dana-dana APF hanya ditunjukan kepada operasi-operasi pasukan

penjagaan perdamaiaan Uni Afrika sendiri. Melalui APF, Uni Eropa telah

mengalokasikan dana sebesar US $ 84 juta untuk mendukung operasi Uni Afrika

di Sudan. (Keane & Wee, 2010: 121)

Pembentukan fasilitas keamanan menunjukan adanya perubahan

pendekatan Uni Eropa untuk menyediakan dana bagi pembangunan dan inisiatif

perdamaian dan keamanan. Dana fasilitas keamanan berasal dari Dana

Pembangunan Eropa (European Development Fund – EDF) yang dialokasikan

untuk pembangunan jangka panjang. (Keane & Wee, 2010: 129)

Uni Eropa beserta anggota-anggotanya juga secara aktif terlibat dalam

upaya membantu Uni Afrika mengatasi krisis Darfur dengan menyediakan

bantuan politik, keuangan dan logistik serta membantu memulihkan kondisi

kemanusian di Darfur dengan turut serta masuk sebagai salah satu anggota

pengamat militer gencatan senjata. (Keane & Wee, 2010: 132)

Page 84: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

71

C.2.3. G-8

Peran negara-negara anggota G-8 dalam mendukung pembentukan Dewan

Keamanan Uni Afrika tak kalah besar. Pada pertemuan G-8 di Kananaskis,

Kanada tahun 2002, Negara-negara anggota G-8 menyepakati pembentukan

Rencana Aksi Afrika (African Action Plan-APP) sebagai responss kolektif atas

pembentukan The New Partnership for Africa's Development (NEPAD) oleh para

pemimpin Afrika yang membuka Afrika untuk berbagai kerjasama dengan negara-

negara maju. (Black, 2011: 232)

Dalam rangka meningkatkan kemampuan Uni Afrika, dan organisasi-

organisasi sub-regional lainnya di Afrika, dalam mencegah dan menyelesaikan

konflik di kawasan, G-8 bersedia untuk memberikan bantuan teknis dan finansial.

APP juga meminta G-8 untuk membentuk rencana bersama guna meningkatkan

kemampuan Uni Afrika dalam melaksanakan operasi-operasi perdamaian. (Black,

2011: 232)

Pada pertemuan Evian tahun 2003, negara-negara anggota G-8

menekankan kembali komitmennya untuk mempromosikan perdamaian dan

keamanan di Afrika dengan membahas secara ekslusif bagaimana agar Uni Afrika

mampu melaksanakan operasi-operasi militer guna mencegah dan menyelesaikan

konflik. Akhirnya G-8 menyepakati pembentukan kerjasama Afrika – G-8 untuk

meningkatkan kemampuan negara-negara Afrika dalam melaksanakan dan

mendukung operasi-operasi perdamaiaan. Pelaksanaan operasi tersebut tetap

diserahkan kepada Dewan Keamanan Uni Afrika sebagai badan pelaksana. G-8

juga sepakat untuk menyediakan senjata dan latihan militer bagi pasukan Uni

Afrika. (Black, 2011: 232)

Page 85: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

72

Pada pertemuan G-8 di Sea-Island 2004, G-8 menyepakati untuk

meningkatkan kemampuan Uni Afrika dalam mendukung operasi-operasi

perdamaian. Pemerintah Amerika Serikat bersedia menyediakan dana sebesar 660

juta dollar untuk pelaksanaan operasi-operasi tersebut. Pada pertemuan tersebut

Amerika juga mengundang lima pemimpin Afrika untuk ikut serta dalam

beberapa sidang. Hal ini mencerminkan komitmen G-8 untuk membantu dan

mendukung Uni Afrika untuk menyelesaikan berbagai masalah di kawasan Afrika

sangatlah besar. Dalam pertemuan tersebut G-8 juga membahas rencana latihan

bagi pasukan Uni Afrika dan menyediakan senjata, sarana trasnportasi serta

bantuan logistik lainnya. (Black, 2011: 233)

Kanada adalah salah satu negara anggota G-8 memiliki peran yang paling

besar dibanding negara-negara G-8 lainnya dalam mendukung kemampuan Uni

Afrika, dengan menyediakan dana bagi Uni Afrika. Pemerintah Kanada bersedia

menyediakan dana sebesar 6 miliar dollar Kanada selama 5 tahun untuk

mendukung kerjasama Afrika – G-8 dan pembentukan APP. Dana tersebut

termasuk 500 juta dollar Kanada dalam bentuk bantuan Kanada untuk Afrika

(Canada Fund for Africa – CFA -) yang digunakan selama periode 2002-2007.

(Black, 2011: 238-244)

CFA juga kemudian menyediakan dana sebesar 4 juta dollar Kanada

selama 4 tahun (2004-2007) untuk meningkatkan kemampuan Dewan Keamanan

Uni Afrika. Adapun konstribusi CFA bagi Uni Afrika adalah sebagai berikut : (1)

dua juta dollar Kanada untuk membentuk pengembangan mekanisme respons

cepat. Dana tersebut khususnya diperuntukkan bagi peningkatan respons Dewan

Keamanan Uni Afrika secara cepat dan efektif untuk mengatasi krisis dengan

Page 86: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

73

mengirim pengamat militer ke wilayah konflik; (2) satu juta dollar Kanada selama

lima tahun untuk mengembangkan mekanisme respons cepat bagi masyarakat sipil

non-militer untuk aktivitas-aktivitas perdamaian dan keamanan. Dana ini pernah

digunakan untuk misi politik dan mediasi Uni Afrika di Burundi, Pantai Gading,

Somalia, dan Darfur; (3) lima ratus ribu dollar Kanada sebagai bagian dari

bantuan Negara multi donor milik UNDP sebesar 6,4 dollar; (4) lima ratus ribu

dollar Kanada yang diberikan kepada Departemen Politik dan Kemanusiaan di

Komisi Uni Afrika untuk membentuk perwakilan khusus guna melindungi warga

sipil dan konflik bersenjata. (Black, 2011: 238-244)

Pemerintah Kanada juga menyediakan dana sebesar 200.000 dollar

Kanada untuk membantu misi Uni Afrika di Sudan (AMIS) pada tahun 2004.

Pada tanggal 12 Mei 2005, pemerintah Kanada mengumumkan akan menydiakan

dana tambahan sebesar 170 juta dollar Kanada selama dua tahun untuk membantu

dan meningkatkan misi Uni Afrika di Sudan (AMIS). (Black, 2011: 238)

Komiten Kanada untuk membantu pembangunan kapasitas kemampuan

Uni Afrika sangatlah signifikan. Meskipun bantuan Kanada kepada Uni Afrika

tidaklah sebesar bantuan yang diberikan kepada misi NATO dan PBB di Bosnia-

Herzaegovia (NATO Stabilisation Force in Bosnia-Herzegovina – SFOR), akan

tetapi bantuan tersebut menunjukan konstribusi pemerintah Kanada dalam

mendukung agenda perdamaian dan keamanan di Afrika. (Black, 2011: 248)

Dorongan pihak luar dalam mendukung agenda-agenda perdamian Uni

Afrika memberikan arti tersendiri bagi para pemimpin Afrika dan Uni Afrika

untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah di kawasan terutama penyelesaian

konflik etnis Darfur. (Black, 2011: 248)

Page 87: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

74

BAB IV

PERAN UNI AFRIKA DALAM PENYELASAIAN KONFLIK DARFUR

(2004-2007)

Kondisi kemanusiaan di Darfur sejak meletusnya konflik etnis pada

Februari 2003 semakin hari semakin memprihatinkan. Ribuan orang telah

meninggal dunia dan bahkan jutaan orang lainnya telah kehilangan tempat tinggal

sehingga harus mengungsi ke berbagai wilayah yang lebih aman baik di Darfur

maupun Chad. Kondisi tersebut diperparah dengan banyaknya pengungsi yang

meninggal akibat kelaparan, gizi buruk serta penyakit yang menyerang para

pengungsi. (Human Rights Watch 2003)

Selain itu, serangan terhadap penduduk sipil dan para pengungsi masih

sering terjadi. Penduduk sipil Darfur terus-menerus dilanda ketakutan dan tak ada

jaminan keamanan yang pasti. Sampai awal tahun Januari 2004, korban tewas

yang kebanyakan etnis Afrika ini sudah mencapai 10.000 jiwa. (Pruiner 2005:148)

Human Right Watch melaporkan bahwa sekitar 1,6 juta warga Darfur pada tahun

2003 kehilangan tempat tinggal dan harus mengungsi. Sekitar 200.000 warga sipil

mengungsi ke negara tetangga terdekat, seperti Chad dan Republik Afrika

Tengah, dua negara yang berbatasan langsung dengan Darfur. Di Chad,

diperkirakan sekitar 70.000 pengungsi meninggal sejak tahun 2003 sampai 2005

akibat kekurangan gizi dan wabah penyakit. Pengungsi di negara-negara yang

berbatasan langsung dengan Darfur ini juga rawan akan kekerasan karena milisi

Janjaweed kerap melintasi perbatasan Darfur dan menyerang kamp pengungsi.

(Strauss 2005:30)

Page 88: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

75

Angka kematian suku Afrika yang mencapai puluhan ribu orang hanya

dalam periode kurang dari satu tahun, mengindikasikan adanya praktik genosida.

Bila kondisi tersebut dibiarkan, bukan tidak mungkin tragedi genosida di Rwanda

akan terulang kembali di Darfur. Penanganan yang sistematis dan komperhensif

untuk menyelesaikan konflik tersebut sangat diperlukan, terutama menyangkut

pemberian rasa aman bagi penduduk sipil Darfur dan memulangkan pengungsi ke

rumahnya masing-masing. (Human Rights Watch 2003)

Kondisi yang memprihatinkan di Darfur tentu saja mengundang perhatian

internasional, khususnya Uni Afrika. Kecaman dari masyarakat pun internasional

bermunculan. Dewan Keamanan PBB bahkan mengeluarkan resolusi agar Sudan

segera mengakhiri peperangan dengan langkah-langkah kongkrit dan melucuti

persenjataan Janjaweed. Uni Afrika pun tak ketinggalan meminta pemerintah

Sudan agar mau terbuka dengan kehadiran pihak luar untuk mengakhiri konflik.

(Human Rights Watch 2003) Namun di lain pihak, pemerintah Sudan masih

menganggap apa yang terjadi di Darfur bukan persoalan serius. Dalam wawancara

dengan penulis, Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Abdullah Al Rahim Rahim Al

Sidiq, menyatakan bahwa media Barat saja yang membesar-besarkan persoalan di

Darfur. “It was just momadic people accrosing border, they used to clash each

other, normal life. No clash rebellion and govemerment. It was western media

made that issues.. They want our resources,” kata Al Sidiq.

Lantaran terus-menerus terdesak, pada akhirnya pemerintah Sudan tak bisa

mengelak dari tekanan internasional. Menghadapi berbagai tekanan, pemerintah

kemudian Sudan menolak keterlibatan pihak asing selain Uni Afrika dalam

penyelesaiaan konflik etnis Darfur. ”We refused UN troops, kami tidak mau

Page 89: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

76

peacekeeper dari luar Afrika. Kami hanya mau tentara Afrika di Afrika. African

problem, African solution,” kata Duta Besar Al Sadiqi.

Dengan demikian, peluang bagi Uni Afrika untuk menggelar misi serta

operasi damai di Darfur telah dibuka. Sejak Uni Afrika memiliki sebuah

mekanisme yang jelas dan sistematis dalam penyelesaian (resolusi) konflik yang

terjadi di negara anggotanya, penyelesaian konflik etnis Darfur kemudian menjadi

prioritas utama dalam agenda Uni Afrika. Hal tersebut disampaikan secara

langsung oleh Ketua Komisi Uni Afrika pada tahun 2003, Alpha Omar Konare,

mengenai pembentukan Dewan Keamanan Uni Afrika. Menurutnya, konflik etnis

Darfur merupakan “The first major challenge to the recently established peace

and security council. The AU duty is bouns to play a leading role in resolving the

crisis.” (Powell, 2005: 1-5)

Jean Baptiste Natama, penjabat politik senior Uni Afrika lainnya juga

berjanji bahwa Uni Afrika akan berupaya semaksimal mungkin dalam

menyelesaikan konflik etnis Darfur. Natama menyatakan,

“if the situation is getting worse, we are not going to pack our

luggage and leave Darfur…we are going to have a robust mandate

to make sure we are not here for nothing. We should be abel to

bring peace, or impose peace.” (Powell, 2005: 4)

Selanjutnya, Uni Afrika memainkan sejumlah peran penting dalam upaya

penyelesaian konflik etnis di Darfur, dimulai dengan memfasilitasi perundingan

damai antara pemerintah Sudan dengan dua kelompok pemberontak Darfur,

mediasi (mediator) konflik antara keduanya dalam perundingan, melaksanakan

misi pengamatan (monitoring mission) kesepakatan gencatan senjata sampai

menggelar operasi menciptakan perdamaiaan (peace-making operation) di

lapangan (Darfur) yang semua dilakukan berdasarkan inisiatif Uni Afrika serta

Page 90: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

77

kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dalam setiap perundingan antara pihak-

pihak yang bertikai di Darfur. (Powell, 2005: 10)

A. Uni Afrika sebagai Fasilitator Perundingan Damai

Proses awal keterlibatan Uni Afrika dalam upaya menyelesaikan konflik

etnis Darfur dimulai dengan melakukan konsultasi kepada Presiden Chad, Iddris

Deby serta pendekatan terhadap pemerintah Sudan dengan mengirim utusan

khusus Dewan Keaman Uni Afrika, Duta Besar Baba Gana Kingibe ke Chad dan

Sudan. Bagi Uni Afrika, konsultasi dengan Presiden Iddris Deby sangatlah

penting. Iddris Deby merupakan orang pertama yang melakukan upaya medisai

terhadap pihak-pihak yang bertikai di Darfur untuk menghentikan konflik pada

September 2003. Akan tetapi, karena bebrapa alasan tertentu, terutama adanya

anggapan dan tuduhan bahwa Iddris Deby berasal dari suku Zaghawa –salah satu

suku pemberontak Darfur,- mediasi Iddris Debby tidak menghasilkan

penyelesaian menyeluruh bagi konflik etnis Darfur. (Slim, 2005: 814)

Pada tanggal 5 Maret 2004, Baba Gana Kingibe melakukan pertemuan

dengan sejumlah pejabat pemerintah Chad. Melalui pejabat pemerintah Chad,

Kingibe meminta agar presiden Iddris Deby meneruskan upaya mediasi terhadap

pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak untuk segera mengakhiri konflik

dan meminta dukungan serta masukan dari Iddris Deby mengenai bagaimana agar

Uni Afrika dapat berperan aktif dalam penyelesaian konflik etnis Darfur. (Slim,

2005: 814)

Setelah melakukan kunjungan ke Chad, Baba Gana Kingibe mengunjungi

Sudan pada tanggal 10 Maret 2004 dan mengadakan pertemuan serta konsultasi

dengan sejumlah pejabat pemerintah Sudan, termasuk wakil presiden Ali Osama

Page 91: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

78

Taha. Dalam pertemuan tersebut Kingibe menyampaikan kepedulian Uni Afrika

terhadap kondisi kemanusiaan di Darfur. Disampaikan Kingibe, bagi Uni Afrika

Sudan merupakan salah-satu komponen terpenting sekaligus jembatan bagi

keragaman budaya di Afrika. Oleh sebab itu Kingibei meminta pemerintah Sudan

agar dapat mengakhiri konflik Darfur secepatnya sebelum kondisi kemanusiaan di

wilayah tersebut semakin memburuk. (AU 2004)

Dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah Sudan, Kingibe menyatakan

kesediaan dan kesiapan Uni Afrika dalam rangka membantu penyelesaian konflik

etnis Darfur secara menyeluruh. Dalam pertemuan tersebut juga ditegaskan,

meskipun pemerintah Sudan berulangkali menyatakan bahwa masalah Darfur

adalah masalah internal negaranya, akan tetapi mereka tidak menolak keterlibatan

Uni Afrika dalam membantu penyelesaian konflik. Pernyataan tersebut

merupakan indikasi bahwa pemerintah Sudan menunjukkan komitmen awalnya

terhadap penyelesaiaan konflik etnis Darfur. (AU 2004)

Berdasarkan hasil kunjungan Kingibei ke Chad dan Sudan, pada tanggal

26 Maret 2004 Dewan Keaman Uni Afirka mengutus sebuah tim yang dipimpin

oleh Sam Ibok -Direktur Dewan Keamana Uni Afrika- ke N’djemena, Chad, guna

membawa pihak-pihak yang bertikai di Darfur ke meja perundingan serta

mempersiapkan rencana untuk kemudian mengadakan perundingan damai antara

pihak-pihak yang bertikai di Darfur. Pertemuan tersebut dikenal dengan sebutan

Inter Sudanese Meetings on Darfur. Perundingan akhirnya dapat terlaksana pada

31 Maret 2004 di N’djamene, Chad, meskipun pemerintah Sudan sendiri tidak

menghadiri putaran pertama pertemuan dengan alasan bahwa masalah Darfur

Page 92: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

79

adalah masalah internal Sudan. Hal ini disebabkan kehadiran pihak luar selain Uni

Afrika dan Chad seperti PBB dan Uni Eropa dalam perundingan. (AU 2004)

B. Uni Afrika sebagai Mediator Perundingan Damai

Setelah memfasilitasi jalanan perundingan, Uni Afrika memainkan peran

penting sebagai mediator konflik antara pemerintah Sudan dan dua kelompok

pemberontak Darfur (SLM/Adan JEM) dalam setiap perundingan damai. Uni

Afrika terus mendorong kedua pihak tersebut untuk mengadakan perundingan dan

negosiasi dalam rangka penyelesaian komprehensif terhadap konflik. Hasilnya

memang terlihat nyata, sejumlah perjanjian untuk melindungi warga Sipil Darfur

disepakati berkat mediasi Uni Afrika. Namun efektifitas perundingan tersebut

seringkali dipertanyakan karena konflik masih terus berlangsung antara keduanya

di lapangan. (AU 2004)

Upaya tak kenal lelah Uni Afrika dalam melakukan mediasi terhadap

pihak-pihak yang bertikai di Darfur akhirnya membuahkan suatu hasil yang

menjanjikan bagi terciptanya perdamaian di Darfur. Pada tanggal 8 April 2004,

setelah melakukan sejumlah putaran perundingan di N’djemana sejak 31 Maret

2004, pemerintah Sudan beserta dua kelompok pemberontak Darfur SLM/A dan

JEM menandatangani Humanitarian Ceasefire Agreement (HCFA) beserta

Protokol Pembentukan BADAN Bantuan Kemanusiaan di Darfur (Protocol On

The Establishment Of Humanitarian Assistance In Darfur). (AU 2004)

Kesepakatan dua belah pihak antara Pemerintah Sudan dan kelompok-

kelompok pemberontak Darfur dalam adalah sebagai berikut : (1) menghentikan

perang selama 45 hari; (2) membentuk komisi bersama (Joint Commission) dan

komisi gencatan senjata (Ceasefire Commission) dengan mengajak pertisipasi

Page 93: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

80

masyarakat internasional termasuk Uni Afrika; (3) membebaskan semua tawanan

perang dan setiap individu yang ditahan karena konflik bersenjata; (4)

memfasilitasi penyampaian bantuan kemanusiaan dan menciptakan kondisi yang

kondusif bagi penyaluran bantuan kepada pengungsi dan korban perang lainnya.

(AU 2004)

Sedangkan dalam protokol pembentukan Badan Bantuan Kemanusiaan

Darfur kedua belah pihak menyepakati antara lain, pertama, mengupayakan

perdamaiaan menyeluruh di Darfur. Kedua, melakukan pertemuan lanjutan dalam

bentuk konferensi semua perwakilan Darfur untuk menyepakati penyelesaian

seluruh masalah di Darfur terutama manyangkut pembangunan ekonomi-sosial.

Ketiga, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk negosiasi dan menghentikan

perang media (propaganda) antara keduanya. (AU 2004)

Perjanjian oleh pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak

memberikan landasan hukum awal serta jalan bagi Uni Afrika untuk berperan

secara aktif dalam penyelesaiaan konflik etnis Darfur melalui sebuah mekanisme

yang disepakati oleh setiap pihak. Berdasarkan kesepakatan HCFA pula, pada 13

April 2004 Dewan Keamanan Uni Afrika mengirim tim pengamat ke Darfur

dalam rangka membentuk komisi gencatan senjata (CFC) sesegera mungkin

Darfur. CFC inilah yang pada akhirnya nanti, melalui beberapa proses, menjadi

jembatan bagi misi, operasi maupun penempatan pasukan damai di Darfur secara

keseluruhan. (AU 2004)

Meski demikian, dalam setiap perundingan damai, baik pemerintah Sudan

maupun kelompok pemberontak seringkali mengajukan tuntutan-tuntutan berbeda

tanpa ada kesepakatan sehingga perundingan seringkali menemui jalan buntu. Hal

Page 94: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

81

ini terlihat dari banyaknya putaran perundingan sejak ditandatanganinya

kesepakatan HCFA 8 April 2004 di N’djamena Chad. Perundingan antara pihak-

pihak yang bertikai di Darfur selanjutnya diselenggarakan di Abuja, Nigeria. (AU

2004)

Di antara isu-isu yang dibahas dalam setiap perundingan damai adalah isu-

isu kemanusiaan, keamanan, politik dan pembangunan ekonomi-sosial wilayah

Darfur. Kelompok pemberontak Darfur seringkali mengajukan tuntutan mengenai

pembagian kekuasaan dan kekayaan, integrasi pasukan pemberontak ke dalam

angkatan bersenjata Sudan, serta netralisasi dan pelucutan senjata milisi

Janjaweed. Dalam beberapa perundingan, netralisai milisi Janjaweed menjadi

tntutan utama kelompok pemberontak.karena dianggap sebagai sumber utama

konflik, apalagi menurut pihak pemberontak, pemerintah Sudan memberikan

bantuan dan dukungan sepenuhnya kepada Janjaweed. (AU 2004)

Uni Afrika melakukan pendekatan persuasif kepada setiap pihak untuk

menjembatani perbedaan pandangan. Bahkan ketua Uni Afrika, Presiden

Olusegun Obbansanjo, ikut turun tangan menjembatani kedua belah pihak. Dalam

isu netralisasi milisi Janjaweed secepatnya, secara bersamaan Uni Afrika juga

meminta kelompok pemberontak Darfur untuk menghentikan serangan terhadap

instalasi-instalasi pemerintah Sudan maupun terhadap konvoi kendaraan Uni

Afrika yang merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan HCFA. (AU 2004)

Perundingan damai antara pihak-pihak bertikai di Darfur menjadi tidak

jelas setelah adanya perpecahan di dalam kelompok pemberontak SLA/M. Minni

Minnawi dan Abdulwahid El-Nour masing-masing mangaku sebagai pemimpin

SLM/Ayang berhak mewakili kelompok tersebut dalam setiap negosiasi. Hal ini

Page 95: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

82

melahirkan pekerjaan baru bagi Uni Afrika. Fokus utama Uni Afrika kemudian

adalah penyelesaian konflik antara Minnawi dan Abdulwahid sebelum

melanjutkan perundingan damai. (AU 2004)

Uni Afrika manawarkan dua opsi kepada kedua pemimpin SLM/Atersebut.

Pertama,mengirim satu delegasi dalam perundingan damai dengan satu pandangan

yang sama sebagaimana komitmen SLM/Adalam penyelesaian konflik Darfur.

Kedua, mengirim dua delegasi tapi memiliki pandangan yang sama. Pada awalnya

kedua pemimpian SLM/Atesebut memilih opsi pertama tapi pada perkembangan

selanjutnya kedua pemimpin SLM/Atersebut hadir dalam putaran perundingan

damai ke-7 di Abuja Nigeria pada 26 November 2005. Dalam perundingan

tersebut, Minnawi dan Abdulwahid sepakat untuk tidak berbicara dan

memberikan kepercayaan kepada kelompok JEM berbicara sebagai perwakilan

pemberontak. Isu-isu serta pandangan masing-masing pihak dapat digambarkan

melalui tabel di bawah ini. (AU 2004)

Tabel I.III. Isu-isu Perundingan Darfur. Sumber: The Jakarta Post, 2006.

Posisi Pemberontak Posisi Pemerintah Sudan Pandangan Uni Afrika

Wilayah Darfur

Menginginkan Darfur menjadi

wilayah khusus dengan

pemerintah terpisah

Keputusan pembentukan

pemerintahan Darfur harus

dilaksanakan melalui

referendum

Memasukan perwakilan

kelompok pemberontak

kedalam pemerintahan Sudan

Wakil Presiden

Posisi wakil presiden harus dari

Darfur.

Presiden Sudan berasal dari

Utara, sedangkan wakil presiden

dari Selatan, Darfur adalah

bagian dari Selatan Sudan.

Memasukkan perwakilan

Darfur ke dalam pembantu

senior kepresidenan.

Kompensasi

Page 96: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

83

Memberikan kompensasi individu

yang menjadi korban perang.

Kompensasi akan diberikan

sebagai bagian dari program

rekronstruksi Darfur.

Membentuk dana kompensasi

bagi masyarakat Darfur.

Pelucutan Senjata Milisi Janjaweed

Janjaweed merupaan milisi

dukungan pemerintah Sudan,

senjata mereka harus dilucuti

sepenuhnya.

Tidak ingin melucuti senjata

milisi sipil yang tidak terlibat

dalam serangan terhadap

penduduk.

Pemerintah Sudan diwajibkan

melucuti senjata milisi

Janjaweed dan pelaksanaan

harus diawasi oleh tentara

Uni Afrika.

C. Misi Pengawasan Kesepakatan Gencatan Senjata

Dalam salah-satu poin kesepakatan HCFA, pihak-pihak penandatanganan

HCFA sepakat satu sama lain untuk membentuk CFC dan Joint Commission

sebagai badan pengawas atas implementasi serta jalanya HCFA oleh kedua belah

pihak. Sebelum membentuk CFC, Uni Afrika terlebih dahulu mengundang

pemerintah Sudan, SLM/A dan JEM, Chad serta perwakilan masyarakat

internasional ke kantor pusat Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopia pada tanggal

27-28 Mei 2004 guna melakukan pertemuan dalam rangka membahas

pembentukan CFC dan JC. Dalam pertemuan tersebut akhirnya disepakati sebuah

perjanjian mengenai tata cara pembentukan CFC dan penempatan pengawas

militer Uni Afrika di Darfur (Agreement on Modalities For The Estabilishment of

The Ceasefire Commission (CFC) and The Deployment of Observer in Darfur).

(AU 2004)

CFC, sebagaimana yang disebutkan dalam perjajian mengenai tata cara

pembentukannya, dibentuk dan diketuai secara lagsung oleh perwakilan Uni

Afrika, sedangkan wakil ketua CFC diserahkan kepada Uni Eropa sebagai

representasi dari masyarakat internasional. Anggota CFC terdiri dari perwakilan-

perwakilan Uni Afrika, Sudan, serta SLM/Adan JEM (dua kelompok

Page 97: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

84

pemberontak). Adapun untuk operasi teknis pelaksanaan, CFC diberi nama

African Union Monitoring Mission yang komposisinya terdiri dari para pengamat-

pengamat militer (military observers-Milobs) Uni Afrika, Sudan, kelompok

pemberontak, Chad dan perwakilan masyarakat internasional yang pada

perkembangan selanjutnya berubah manjadi misi Uni Afrika di Sudan atau sering

dikenal sebagai African Union Missin (AMIS).

Mandat CFC, sebagaimana yang dinyatakan dalam Agreement of The

Modalities of The Eatabilishment of CFC adalah sebagai berikut : (1) melakukan

verifikasi dan implementasi perjajian-perjanjian dan ketetapan gencatan senjata 8

April 2004; (2) mengatur pergerakan pasukan Sudan dan kelompok pemberontak

dalam rangka mengurangi resiko perang, penempatan pasukan selanjutnya akan

ditentukan oleh CFC; (3) meminta bantuan pelaksanaan operasi; (4) menerima,

memverifikasi, menganalisa dan menghukum setiap pelanggaran gencatan senjata;

(5) mengembangkan langkah-langkah hukum untuk mencegah perang di masa

mendatang. (AU 2004)

Untuk meligitimasi penempatan CFC dalam pelaksanaan misi Uni Afrika

di Sudan (AMIS), Dewan Keaman Uni Afrika bersama pemerintah Sudan

kemudian menandatangani Status of Mission Agreement (SOMA) pada 4 Juli

2004. SOMA menjabarkan segala aspek yang berhubungan dengan operasi serta

misi Uni Afrika di Sudan termasuk di dalamnya aspek-aspek komunikasi, travel

dan transportasi, hak-hak dan kekebalan hukum serta berbagai fasilitas lainnya

bagi angora CFC. (AU 2004)

Setelah penandatangan SOMA, Dewan Keamanan Uni Afrika memulai

membetuk kantor pusat CFC di El-Fashir, Darfur Barat, serta 6 sektor komando

Page 98: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

85

CFC lainnya,masing-masing di El-Fashir (sektor 1), Nyala (sektor 2), El Genina

(Sektor 3), Kabkabiyah (sektor 4), Tine (sektor 5) dan Kutum (sektor 6) serta satu

sektor di Abeche, Chad. Setiap sektor CFC memiliki 2 tim pengamat militer Uni

Afrika. CFC sendiri secara resmi beroperasi mulai tanggal 19 Juni 2004, ketika

Brigadir Jenderal Festus Okunwo dari Nigeria yang ditunjuk oleh Uni Afrika

sebagai ketua CFC, melaporkan kesiapannya untuk menjalankan tugas-tugas CFC

kepada Dewan Keamanan Uni Afrika. Pada saat itu pula misi Uni Afrika di Sudan

resmi beroperasi. (AU 2004)

Pengamat militer (Milobs) Uni Afrika yang bertugas mengamati

pelaksanakan HFCA kemudian mulai ditempatkan di berbagai wilayah di Darfur

berdasarkan keputusan Majelis Uni Afrika yang bersidang pada 6-8 Juli 2004.

Dalam kesempatan tersebut, majelis Uni Afrika juga memutuskan untuk

menempatkan pasukan Uni Afrika guna melindungi kelancaran tugas CFC dan

pengamat militer Uni Afrika di Darfur. . (AU 2004)

D. Operasi Perdamaian Uni Afrika Di Darfur

Keberadaan CFC beserta pengamat militernya di Darfur (wilayah konflik)

tentu memiliki resiko yang cukup besar, terutama menyangkut keamanan dan

keselamatan mereka dalam menjalankan tugas. Meskipun barlatar belakang

militer, pengamat militer Uni Afrika tidak memiliki wewenang untuk membawa

dan menggunakan senjata di lapangan, apalagi sejak CFC secara resmi beroperasi

di Darfur, baik pemerintah Sudan maupun kelompok pemberontak Darfur kerap

melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata 8

april 2004. (AU 2004)

Page 99: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

86

Menurut laporan Human Righat Watch, pemerintah Sudan masih

melakukan pengeboman terhadap perkampungan penduduk di Darfur dan

efektifitas CFC di Darfur pun dipertanyakan. Hal ini juga diakui oleh Dewan

Keamanan Uni Afrika sebagaimana dinyatakan dalam laporannya pada 4 juli 2004

mengenai situasi Darfur. Kondisi tersebut menjadi alasan tersendiri bagi Uni

Afrika untuk menempatkan tentara di Darfur. (Human Righat Watch, 2004)

Pada tanggal 27 Juli 2004, Dewan Keaman Uni Afrika akhirnya

memutuskan untuk mengirim pasukan dalam rangka memperkuat peran CFC serta

melindungi pengamat militer Uni Afrika yang bertugas mengamati jalannya

kesepakatan HCFA. Rwanda dan Nigeria merupakan dua Negara pertama yang

bersedia mengirim pasukannya ke Darfur, dan masing-masing mengirim 155

pasukan. Pasukan Uni Afrika tersebut juga diharapkan dapat melucuti senjata

milisi Arab Janjaweed. . (AU 2004)

Selama periode Juli-Oktober 2004, Dewan Keamanan Uni Afrika mencatat

sejumlah pelanggaran terhadap kesepakatan HCFA yang dilakukan oleh kedua

belah pihak. Pelanggaran tersebut termasuk serangan milisi Janjaweed terhadap

penduduk sipil baik berupa pembakaran maupun perusakan properti. Tentara

Sudan juga kerap menghalangi aktivitas investigasi CFC. Sedangkan kelompok

pemberontak masih melakukan penyergapan, penyerangan, perampasan, dan

penculikan pekerja kesehatan di Darfur serta mempersenjatai anak-anak untuk

terlibat dalam aksi mereka yang melanggar hukum. Keberadaan CFC di Darfur

seolah diabaikan begitu saja oleh pihak-pihak yang bertikai sehingga perdamaiaan

di Darfur masih jauh dari harapan. . (AU 2004)

Page 100: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

87

Kondisi kemanusiaan di Darfur yang belum juga membaik sejak

keberadaan misi Uni Afrika, serta adanya sejumlah pelanggaran terhadap

kesepakatan HCFA, menjadi landasan bagi Uni Afrika untuk memperluas dan

meningkatkan perannya di Darfur dengan menambah pengamat militer serta

pasukan termasuk memperluas mandat AMIS. Hal ini menemui titik terang ketika

pihak-pihak yang bertikai di Darfur akhirnya mau menandatangani Protocol on

The Improvement of The Situation In Dafur pada tanggal 9 September 2004. (AU

2004)

Berdasarkan Protocol on The Improvement of The Situation In Dafur,

setiap pihak yang bertikai diwajibkan memberi kebebasan bergerak kepada

pekerja kemanusiaan di Darfur, menyepakati bekerjasama dengan badan

internasional dalam rangka memulangkan pengungsi Darfur serta meminta Uni

Afrika untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memperkuat

misinya di Darfur. Namun sayangnya dalam protokol tersebut lagi-lagi tidak

dijelaskan secara ekspilisit mengenai netralisasi dan pelucutan senjata milisi

Janjaweed, sehingga kemungkinan terjadinya pelanggaran masih sangat besar. .

(AU 2004)

Pada tanggal 20 Oktober 2004, Dewan Keamanan Uni Afrika akhirnya

memutuskan untuk meningkatkan kekuatan AMIS. Keputusan tersebut

melahirkan sejumlah perubahan terhadap struktur, mandat serta jumlah personel

AMIS. AMIS bertransformasi dari kontingen kecil yang terdiri dari pasukan

bersenjata, polisi sipil serta pendukung lainnya. Kekuatan AMIS ditambah

menjadi 3.320 personel. Jumlah tersebut terdiri dari 2.341 komponen militer (450

pengamat militer dan 1703 pasukan Afrika), 815 polisi sipil serta 164 staf

Page 101: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

88

pendukung yang ditempatkan di Sudan dan kantor pusat Uni Afrika. Melalui

keputusan baru ini, AMIS akan beroperasi di Darfur selama satu tahun dan

memungkinkan untuk diperpanjang. Adapun mandat baru yang diberikan kepada

AMIS adalah : (1) memantau kesepakatan HCFA 8 April 2004, dan semua

perjanjian yang dibuat di masa mendatang; (2) membantu proses confidence-

building; (3) mengamankan sampainya bantuan kemanusiaan, memulangkan

pengungsi serta menjamin situasi keamanan di Darfur. . (AU 2004)

Dalam rangka mencapai tujuan (mandat) yang diberikan, AMIS

ditugaskan untuk menjalankan tugas-tugas berikut : (1) mengamati dan memeriksa

situasi keamanan Darfur untuk memulangkan pengungsi; (2) mengamati dan

memeriksa gencatan senjata; (3) mengamati dan memeriksa aktivitas milisi sipil;

(4) mengawasi dan memeriksa pemerintah Sudan dalam melucuti senjata milisi

sipil; (5) Menyelidiki dan melaporkan pelanggaran HFCA; (6) melindungi

penduduk sipil yang berbeda dalam bahaya dan membutuhkan pertolongan segera,

hal ini dipahami bahwa perlindungan terhadap penduduk sipil adalah tanggung

jawab pemerintah Sudan; (7) melindungi pengamat militer Uni Afrika; (8)

menyediakan bantuan militer dalam bentuk patrol dan pembentukan pos-pos

militer untuk mencegah serangan milisi sipil kepada penduduk; (9) membantu

proses confidence-building; (10) melakukan komunikasi dengan pejabat

pemerintah Sudan; (11) melakukan komunikasi dengan pemimpin masyarakat

untuk mendapatkan masukan dan nasehat; (12) mengawasi dan melaporkan

efektivitas polisi Darfur; (13) menyelidiki dan melaporkan segala pelanggaran

polisi Darfur terhadap kesepakatan HCFA. (AU 2004)

Page 102: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

89

Perubahan juga terjadi dalam struktur misi Uni Afrika di Sudan. Baba

Gana Kingibei ditunjuk sebagai ketua misi serta perwakilan resmi Uni Afrika di

Sudan. Kingibe memiliki wewenang untuk mengarahkan dan mengkoordinir

aktivitas AMIS serta sebagai pihak yang melakukan hubungan langsung dengan

pemerintah Sudan, kelompok pemberontak dan semua aktor yang berada di

Darfur. Adapun Mayor Jenderal Festus Okunwo selain menjabat sebagai ketua

CFC juga ditunjuk menjadi Force Commander dalam struktur misi Uni Afrika di

Darfur, sedangkan wakilnya diserahkan kepada Brigadir Jenderal Jean Bosco dari

Rwanda. Komponen polisi sipil diketuai oleh Afrika Selatan dan Wakilnya dari

Ghana. (Boshoff, 2004: 230)

Meskipun AMIS memiliki mandat dan tugas yang jelas, operasi AMIS

seringkali menemui banyak kendala sehingga pelanggaran-pelanggaran HCFA

masih kerap terjadi. Kendala tersebut diantaranya berasal dari pasukan Uni Afrika

sendiri yang tidak memiliki cukup keahlian serta lemahnya perencanaan dan

hambatan logistik lainnya. Selain itu, pasukan Uni Afrika tidak memiliki

wewenang untuk berperang (rules of engagement) kecuali dalam keadaan terdesak

dan menjaga diri sehingga tak ada kekuatan memaksa. (Boshoff, 2004: 234)

Hambatan-hambatan ini pada akhirnya nanti dapat menggambarkan

kondisi AMIS yang sesungguhnya di Darfur. Efektifitas serta keberhasilan misi

Uni Afrika tersebut juga dapat menjadi bahan perdebatan seputar pelaksanaan

operasi militer di suatu negara.

Page 103: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

90

E. Kendala dan Hambatan AMIS

E.1. Keterbatasan Mandat

Dalam melaksanakan operasi militer, para ahli militer biasanya

memberikan tiga konsep yang saling berhubungan satu sama lain, mandat, tugas

misi (task mission), dan aturan perang (rules of engagement) kepada komandan

beserta pasukannya di lapangan. Mandat merupakan tujuan utama misi. Tugas

misi didefinisikan sebagai aktifitas militer dalam usaha mencapai tujuan yang

termuat dalam mandat, sedangkan aturan perang merupakan arahan bagi

komandan pasukan untuk menggunakan senjata (kontak senjata) selama operasi.

(AU 2005)

Pada saat AMIS dituntut untuk memulihkan situasi keamanan di Darfur,

pemerintah Sudan dan kelompok pemberontak Darfur justru seringkali membuat

kondisi keamanan di Darfur semakin memburuk. Keduanya terus berperang satu

sama lain dan sekali lagi penduduk sipil Darfur yang menjadi korban. Pemerintah

Sudan dinyatakan bersalah ketika menyerang desa Saiyah pada 3 Januari 2005

dengan menggunakan dua helicopter Mi-24 dan satu pesawat pembom Antonov

yang menyebabkan empat orang penduduk sipil meninggal dan dua orang terluka

dan 13 keluarga kehilangan rumah. Pemerintah Sudan juga melakukan pemboman

di desa Askanita dan sekitarnya yang dianggap sebagai basis kelompok

pemberontak Darfur. Milisi Janjaweed dengan bantuan yang diberikan

sepenuhnya dari pemerintah Sudan menyerang desa Solokoya pada 10 Januari

2005 dan pada 1 Januari 2005 menyerang desa Hamada menyebabkan 30

penduduk sipil tewas. (AU 2005)

Page 104: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

91

Sementara itu pada periode yang sama, kelompok pemberontak Darfur

menyerang dan menghancurkan desa Um Dasho dan Um Rdimp pada 21 Januari

2005. Kelompok SLM/Amenyerang desa El-Malam dan membakar 8 rumah,

membunuh 20 orang serta mencederai 26 orang lainnya. Tindakan kelompok

pemberontak tersebut dimaksudkan dalam rangka membalas serangan Janjaweed

ke desa Hamada. (Mensah, 2005: 8)

Mengenai berbagai kegagagalan AMIS dalam misinya, sebagian pengamat

internasional berpendapat bahwa mandat yang diberikan kepada AMIS sangatlah

terbatas dan tidak mendukung upaya menyeluruh bagi pemulihan situasi kemanan

di Darfur. Cdr Seth Appiah-Mensah, misalnya, menyatakan bahwa keputusan

Dewan Keamanan Uni Afrika pada 20 Oktober 2004 untuk memperluas mandat

AMIS dibuat berdasarkan asumsi bahwa pemerintah Sudan akan memikul

tanggung jawab utama dalam memberikan perlindungan dan keamanan kepada

penduduk sipil Darfur serta memimpin pelaksanaan perjanjian HCFA. (Mensah,

2005: 8) Namun sayangnya, menurut Mensah, pemerintah Sudan tidak mampu

melaksanakan tanggung jawab tersebut sehingga kekerasan terhadap penduduk

sipil mesaih sering terjadi.

Keterbatasan mandat AMIS tersebut sangat dirasakan oleh pasukan Uni

Afrika yang berada di lapangan. Mandat yang diberikan terbatas pada misi

pengamatan gencatan senjata dan perlindungan keselamatan pengamat militer Uni

Afrika di Darfur. AMIS tidak diberi mandat untuk memaksa perdamaian

(enforcing peace) di Darfur, sehingga peran pasukan Afrika dan kehadiran AMIS

di Darfur seringkali dipertanyakan. Salah-satu perwakilan Human Rights Watch

menyatakan,

Page 105: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

92

“there is actually a lot of confusion among not only the Sudanese

civilians but even humanitarian aid organizations about exactly

what the role of the African Union Mission is supposed to be”.

(Human Rights Watch 2005)

Para personel AMIS sebenarnya sangat ingin melindungi penduduk sipil,

akan tetapi dengan mandat terbatas yang diberikan, mereka mustahil

melakukannya. Salah seorang personel AMIS menyatakan “I need a stronger

mandate, like a peace enforcement mandate”. (Human Rights Watch 2005)

Dengan mandat yang diberikan Dewan Keamanan Uni Afrika pada 20 Oktober

2004, AMIS bukanlah pasukan penjaga perdamaiaan (peace-keeping force), oleh

sebab itu harapan masyarakat internasional bahwa AMIS akan menjalankan peran

penjaga perdamaiaan tidak akan pernah terwujud. AMIS seharusnya memiliki dan

melaksanakan mandat-mandat sebagai berikut : (1) membantu pemerintah Sudan

dalam menegakkan hukum di Darfur; (2) melindungi penduduk sipil Darfur ketika

pemerintah Sudan tidak mampu melaksanakan kewajiban perlindungan tersebut;

(3) menentukan wilayah-wilayah bagi Janjaweed dan kelompok pemberontak; (4)

melucuti senjata dan membubarkan kelompok-kelompok milisi serta

mengintegrasikannya ke dalam masyarakat. (Mensah, 2005: 8)

E.2. Rules Of Engagement

Disamping keterbatasan mandat, AMIS tidak memiliki aturan perang yang

jelas. Personel AMIS ditekankan untuk lebih mengutamakan penggunaan non-

deadly force daripada deadly face ketika berhadapan dengan kelompok

pemberontak Darfur maupun milisi Janjaweed. Penggunaan deadly force hanya

diperbolehkan untuk mempertahankan diri. Pasukan AMIS juga hanya

bertanggung jawab untuk melindungi pengamat militer Uni Afrika dalam

Page 106: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

93

melaksanakan tugas beserta peralatan-peralatan Uni Afrika di Darfur. Sedangkan

perlindungan terhadap penduduk sipil tidak dimandatkan secara spesifik.

Kendala tersebut di atas akhirnya tidak dapat mencegah berbagai

pelanggaran terhadap kesepakatan HCFA yang semestinya berjalan di bawah

pengawasan CFC dan AMIS. Sejak CFC beroperasi di Darfur, terdapat sebanyak

179 pelanggaran HCFA, 700 penduduk sipil meninggal yang 512 diantaranya

disebabkan oleh Janjaweed. Kelompok pemberontak Darfur beserta masyarakat

Darfur bahkan kemudian menginginkan agar pasukan Uni Afrika diganti dengan

pasukan baret biru (pasukan penjaga perdamaiaan PBB). Dalam beberapa

kesempatan, kelompok pemberontak Darfur menolak kehadiran pengamat militer

Uni Afrika dari Mesir karena dianggap bekerjasama dengah pemerintah Sudan.

E.3. Logistik dan Penempatan Personel AMIS

Operasi Uni Afrika di Darfur semakin menemui kendala karena tidak

didukung dengan peralatan dan logistik yang memadai. Hal ini tentunya tidak

lepas dari terbatasnya dana operasional Uni Afrika di Darfur. Jumlah peralatan-

peralatan yang mendukung operasi militer seperti telepon satelit, kendaraan

maupun perlengkapan kantor yang dimiliki AMIS sangatlah terbatas. Sampai

akhir November 2004 setiap sektor komando CFC hanya diberikan empat

kendaraan oprasional dan dua telepon satelit. Jumlah tersebut tentunya tidak

cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Darfur yang sangat luas. Untuk

mengatasi kendala logistik, Uni Afrika akhirya meminta bantuan masyarakat

internasional terutama kepada negara-negara donor seperti Amerika Serikat, Uni

Eropa, Inggris dan Kanada. (Mensah, 2005: 12)

Page 107: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

94

Keputusan Dewan Keamanan Uni Afrika meningkatkan kekuatan AMIS

menjadi 3.320 personel ternyata tidak dibarengi kenyataan di lapangan. Ketua

CFC melaporkan pada Januari 2005, hanya 7 orang dari seharusnya 815 polisi

sipil yang ada di Darfur. Uni Afrika sebelumnya menargetkan penempatan 3.320

personel terlaksana sepenuhnya pada pertengahan April 2005, kenyataannya

hanya 2.200 personel yang ditempatkan. Oleh sebab itu pada Januari 2005, CFC

membentuk Darfur Integrated Task Force (DITF) di kantor pusat Uni Afrika di

Addis Ababa. Badan ini bertanggung jawab mengatur jadwal penempatan

personel AMIS di Darfur. (Mensah, 2005: 12)

Pada bulan April 2005, ketua CFC menyatakan bahwa pelaksanaan

kesepakatan gencatan senjata tidak berjalan dan situasi keamanan di Darfur tidak

membaik. Serangan terhadap pengungsi masih sering terjadi. Para perempuan di

daerah pengungsian banyak yang menjadi korban perkosaan ketika mereka pergi

mencari kayu bakar. Sedangkan pelaku serangan dan perkosaan dibiarkan begitu

saja, meskipun bukti-bukti tindakan mereka sudah ada. Padahal satu bulan

sebelumnya Uni Afrika mengirim tim peninjau bersama dengan PBB dan

masyarakat internasional lainnya untuk melihat kondisi Darfur secara langsung.

Tim peninjau ini juga dimaksudkan untuk melihat kinerja AMIS di lapangan serta

berusaha memperkuat keberadan serta efektifitas AMIS. Dewan Keamanan Uni

Afrika lalu memutuskan untuk menambah personel AMIS menjadi 7.731

perseonel yang terdiri dari 6.171 komponen militer dan 1.560 komponen sipil

melalui keputusan Dewan Keamanan Uni Afrika pada 28 April 2005 yang

diharapkan akan terlaksana sepenuhnya pada September 2005. Misi Uni Afrika di

Darfur beserta mandat dan tugas yang diberikan berdasarkan keputusan Dewan

Page 108: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

95

Keamanan Uni Afrika 20 Oktober 2004 berakhir pada 19 Oktober 2005.

.(Mensah, 2005: 14)

Meski masih terdapat gangguan kemananan terhadap penduduk sipil, sejak

januari hingga Juli 2005 tidak ada konflik besar yang terjadi., dan jumlah

serangan terhadap desa-desa yang menjatuhkan. Pada rentang waktu ini, ada

sekitar 3.000 tentara AMIS untuk menjaga perdamaian, dan akhirnya mencapai

7.000 tentara pada bulan April. Sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh

Dewan Keamanan Uni Afrika, Nigeria mengirim batalion yang beranggotakan

680 tentara pada Rabu, Juli 13 Desember 2005, ditambah dua batalion lagi segera

setelahnya. Begitu pula Rwanda, Senegal, Gambia, Kenya dan Afrika Selatan.

Kanada memberikan 105 kendaraan lapis baja, pelatihan dan pemeliharaan

bantuan, dan alat pelindung diri dalam mendukung upaya AMIS. .(Mensah, 2005:

15)

Pada tanggal 15 September 2005, serangkaian perundingan antara

perwakilan pemerintah Sudan dan dua kelompok pemberontak yang dimediasi

Uni Afrika kembali dimulai di Abuja, Nigeria. Namun, faksi SLM menolak untuk

hadir. Menurut laporan BBC, SLM menyatakan "tidak akan mengakui dan

mematuhi apa pun yang disepakati dalam perundingan tersebut." Lalu pada

tanggal 28 September 2005, milisi Janjaweed kembali menyerang kamp

pengungsi di Aro Sharow, menewaskan sedikitnya 44 orang. Uni Afrika

mengutuk tindakan pemerintah Sudan tersebut, yang menyebabkan kehancuran

dan telah menewaskan sedikitnya 44 orang dan ribuan lebih pengungsi harus

dievakuasi ke tempat lain dalam dua minggu. Pada tanggal 1 Oktober, Uni Afrika

Page 109: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

96

menuduh kedua belah pihak, baik pemerintah Sudan dan maupun pemberontak

telah melanggar perjanjian gencatan senjata. (BBC: 2009)

Peta konflik semakin kompleks dan buram ketika dalam tubuh kelompok

pemberontak sendiri terdapat kelompok sempalan. Dalam tubuh JEM, ada

kelompok yang dipimpin oleh Mohamed Saleh yang menyatakan keluar dari JEM

dan menginkan tempat tersendiri dalam perundingan-perundingan berikutnya.

Saleh adalah kepala militer JEM ketika menandatangani perjanjian gencatan

senjata pada bulan April, tetapi kemudian tidak sejalan lagi dengan visi dan para

pemimpin kelompok itu. Ia mengklaim membawahi ribuan pasukan di wilayah

Darfur, karena itu ia pantas diperhitungkan dan mempeloeh tempat tersendir

dalam perundingan perdamaian yang sedang dan akan berlangsung. Ia juga

menuduh Uni Afrika telah berpihak terhadap salah-satu kelompok dan

menyatakan bahwa ia tidak akan lagi menghormati gencatan senjata yang pernah

disepakati. (Mensah, 2005: 16)

Di awal Oktober 2005, 38 personil AMIS disandera. Kelompok sempalan

pimpinan Saleh yang dituduh melakukan penculikan, namun ia membantah

tuduhan tersebut. Namun kepada Reuters ia mengatakan, "Kami ingin Uni Afrika

pergi, dan kami telah memperingatkan mereka untuk tidak melakukan perjalanan

ke daerah yang kami kuasai. Kami tidak tahu dan tidak peduli apa yang terjadi

pada Uni Afrika, mereka adalah bagian dari konflik sekarang." Pasukan dari

kelompok pemberontak JEM kemudian membantu Uni Afrika membebaskan 38

sandera tersebut pada tanggal 9 Oktober. Mereka sepenuhnya bebas keesokan

harinya. (Reuters: 2005)

Page 110: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

97

Eskalasi kekerasan di wilayah ini terus meningkat. Reporter BBC Jonah

Fisher mencatat, sikap permusuhan terhadap pasukan penjaga perdamaian AU

semakin menjadi dan tampak di permukaan. Dilaporkan, agen-agen penyalur

bantuan menolak untuk bepergian dengan personil Uni Afrika, karena menurut

mereka kehadiran pasukan perdamaian hanya menundang kontak senjata. Kofi

Annan, pada konferensi pers di Jenewa, meresponss meningkatnya tindak

kekerasan tersebut dengan menyarankan agar bantuan ke wilayah tersebut

mungkin sebaiknya sebagian ditangguhkan. "Kedua belah pihak, baik

pemberontak maupun pemerintah, harus memahami bahwa jika kejadian

(kekerasan) ini terus berlangsung, hanya akan menghambat pengiriman bantuan

kemanusiaan." Pernyataan itu memicu untuk pertama kalinya jatuh korban dari

pihak Uni Afrika. Tiga personel tewas dalam serangan yang diyakini dilakukan

oleh Tentara SLA. (BBC: 2005)

Meskipun kekerasan terus berlangsung, pihak pemerintah Sudan, SLA,

JEM dan Uni Afrika kembali berjanji untuk melanjutkan pembicaraan damai yang

digelar di Abuja. Pada November 2005, sebagai responss atas serangan terhadap

pasukan Uni Afrika, pemerintah Sudan menyetujui penyebaran 105 kendaraan

lapis baja pengangkut personel dari Kanada yang harus tiba pada 17 November.

Lalu pembicaraan damai putaran ketujuh dimulai pada tanggal 21 November

2005. Namun hasilnya tetap mengecewakan. (AU 2005)

Mandat AMIS akan habis pada tanggal 31 Maret 2006, dengan kondisi di

lapangan bahwa sebenarnya telah masuk ke dalam misi penjaga perdamaian PBB.

Namun demikian, pada pertemuan 10 maret 2006, Dewan Keamanan dan

Page 111: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

98

Perdamaian Uni Afrika tetap memutuskan untuk memmperpanjang misi selama

enam bulan, sampai dengan 30 September 2006.(AU 2006)

Upaya mediasi Uni Afrika di Abuja, Nigeria mencapai titik kritisnya pada

akhir pada 5 Mei2006 yang lebih dikeanal dengan nama Darfur Peace Agreement.

Draft kesepakatan berjumlah 115 halaman ini, dirancang Uni Afrika masih

mencakup “security, power sharing dan wealth sharing”. Dua pasal krusial

dituntut SLM/A adalah : 1) Pelucutan senjata kelompok Janjaweed 2)

Pengintegrasian sebagian pasukan pemeberontak ke dalam angkatan bersenjata

Sudan.Namun kesepakatan ini hanya ditandatangi oleh Pemerintah Sudan dan

SLM/A kubu Minnawi.Sedangkan JEM dan SLM/A kubu Abdul Wahid Al-Nur

tidak mau sepakat.Akibatnya kesepakatan ini kembali gagal.(Sudan Tribune,

2006)

Pada tanggal 31 Agustus, setelah Dewan Keamanan PBB gagal

mengimplementasikan Resolusi 1706 karena penolakan yang keras dari

pemerintah Sudan, Uni Afrika lagi-lagi memperpanjang misinya lebih lanjut

hingga 31 Desember 2006. Resolusi 1706 itu mengusulkan untuk mengirim

20.000 pasukan penjaga perdamaian PBB. Setelah Desember berakhir, kemudian

misi AMIS diperpanjang lagi sampai 30 Juni 2007. (AU 2007)

Pada bulan Mei 2007, Uni Afrika menyatakan bahwa AMIS telah berada

pada titik keruntuhannya. Dalam bulan-bulan sebelumnya, tujuh personil pasukan

penjaga perdamaian tewas, ditambah lagi kekurangan dana yang menyebabkan

gaji prajurit tak dibayar selama beberapa bulan. Rwanda dan Senegal

memperingatkan bahwa mereka akan menarik pasukan mereka jika negara-negara

anggota PBB tidak memenuhi komitmen mereka mengenai dana dan persediaan

Page 112: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

99

logistik. John Predergast dari International Crisis Group mencatat: “masalah uang

menjadi besar karena Amerika dan Eropa berjanji untuk membantu membayar

gaji prajurit dan mengirim perlengkapan selama Afrika dalam situasi semacam ini.

Tapi Amerika dan Eropa tidak menepati janjinya. (Washington Post: 2007)

Pada tanggal 31 Juli 2007, Dewan Keamanan Uni Afrika akhirnya

menyetujui Resolusi DK PBB 1769 yang memberi 1769 mandat kepada African

Union/United Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID) untuk menciptakan

dan menjaga perdamaian di Darfur. UNAMID mengambil alih operasi dari AMIS

per tanggal 31 Desember 2007. (UN: 2008)

Page 113: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

100

BAB V

Kesimpulan

Penelitian ini telah panjang-lebar menjelaskan bagaimana organisasi

kawasan menyelesaikan konflik di negara anggotanya. Dalam hal ini, bagaimana

upaya dan peran Uni Afrika dalam menyelesaikan konflik internal Sudan di

Darfur. Uni Afrika dalam resolusi konflik di Darfur pada periode 2004-2007

mengirimkan pasukan dengan misi perdamaian dan melakukan berbagai upaya

untuk menghentikan konflik berkepanjangan. Keterlibatan Uni Afrika untuk

melakukan resolusi konflik di Darfur adalah keterlibatan pihak luar pertama di

wilayah ini. Sebelumnya, Sudan selalu berusaha mencegah terjadinya

internasionalisasi konflik dalam negerinya. Dan AMIS adalah pasukan yang

pertama kali boleh masuk untuk menjalankan misi penghentian kekerasan dan

perlindungan warga sipil di Darfur.

Pada Bab II, penelitian ini menelusuri sejarah dan latar belakang

pembentukan Uni Afrika. Sebelum bernama resmi Uni Afrika, organisasi ini

dikenal dengan Jika dibandingkan dengan sebutan OPA yang hanya memiliki

lima badan. Uni Afrika memiliki lebih banyak badan dengan tugas-tugas dan

fungsi yang lebih spesifik. Hal ini mencerminkan keseriusan para pemimpin

Afrika untuk membangun kawasan Afrika ke arah yang lebih baik, terutama

dalam hal pembangunan ekonomi dan stabilitas kawasan. Badan-badan Uni

Afrika tersebut adalah sebagai berikut. Perubahan yang paling penting adalah

dibentuknya Dewan Keamanan (The Security Council) yang memungkinkan Uni

Afrika melakukan intervensi terhadap negara anggotanya.

Page 114: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

101

Salah-satu alasan yang mendasari para pemimpin Afrika untuk mengubah

OPA menjadai Uni adalah untuk memiliki sebuah badan yang bertugas menjaga

perdamaian dan keamanan serta stabilitas kawasan Afrika secara keseluruhan.

Para pemimpin Afrika sadar betul bahwa kawasan Afrika adalah kawasan yang

memiliki potensi konflik sangat tinggi, baik konflik antar-negara maupun konflik

yang terjadi dalam wilayah suatu negara anggotanya. (Powell & Tieku 2006: 10)

Alasan inilah yang pada akhirnya menjadikan landasan bagi Uni Afrika untuk

membentuk Dewan Keamanan (Peace and Security Council), sebuah badan Uni

Afrika yang bertugas untuk mempromosikan perdamaiaan, keamanan dan

stabilitas di Afrika, mengatasi dan mencegah perdamaian, keamanan dan stabilitas

di Afrika, mengantisipasi dan mencegah timbulnya konflik, mempromosikan

penerapan pembangunan perdamaiaan pasca-konflik, memerangi terorisme,

mengembangkan kebijakan pertahanan bersama serta mempromosikan demokrasi.

(AU 2012)

Terdapat beberapa faktor yang mendorong Uni Afrika untuk terlibat dalam

upaya menyelesaikan konflik etnis Darfur. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi ke

dalam faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal merupakan

faktor yang secara langsung berasal dari komitmen Uni Afrika sendiri untuk

terlibat dalam penyelesaian konflik di Negara-negara anggotanya melelui

mekanisme dan penyelesaian konflik yang dimiliki Uni Afrika. Sedangkan faktor

eksternal berasal dari beberapa organisasi internasional (PBB, Uni Eropa, dan G-

8) yang terus mendorong Uni Afrika untuk dapat mangatasi masalah dihadapi

bangsa Afrika dan untuk mencapai tujuan-tujuannya. (Badescu & Bergholm,

2010: 100-119)

Page 115: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

102

Di bab III, sebelum menganalisa peran Uni Afrika di Dafrur, penelitian ini

terlebih dahulu menguraikan bagaimana akar konflik di Darfur. Untuk

mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai konflik di Darfur, dibutuhkan

penjelasan sekomprehensif mungkin mengenai sejarah dan akar berbagai konflik

yang terjadi di sana. Menurut Guy Martin, dalam artikel Conflict Resolution in

Africa, untuk menjelaskan dan menganalisa konflik-konflik yang terjadi di

kawasan Afrika, maka dibutuhkan sebuah pandangan dan pendekatan yang

sistematis terhadap sejarah konflik itu sendiri. (Martin, 2006)

Menurut Gerard Pruiner, masyarakat Darfur adalah sebuah mosaik yang

kompleks, terdiri dari antara 40 hingga 90 kelompok etnis. Secara garis besar,

mereka terdiri dari dua golongan kebangsaan; sebagian berkebangsaan Afrika,

sebagian lain berkebangsaan Arab. Darfur adalah daerah di bagian barat Sudan

jumlah penduduk mencapai sekitar 6 juta jiwa. Suku-suku asli Afrika Darfur

meliputi suku asli Fur, Masalit, Zaghwa, Daju dan Berti. (Pruiner 2005: 4) Kedua

suku ini kelak saling bermusuhan karena tercipta ketidakpuasan penduduk Afrika

asli terhadap pemerintah pusat yang kebanyakan berkebangsaan Arab. Berbagaui

ekspresi dan bentuk pemberontakan dipadamkan oleh pemerintah pusat dengan

membentuk milisi sipil, Janjaweed, yang bertugas membantai penduduk sipil di

selatan.

Dalam kategori konflik-konflik modern, tregedi Darfur seringkali

dikategorikan sebagai bentuk konflik campuran yang disebut complex political

emergency. Menurut Andi Purwono ada beberapa karakter yang membuat konflik

semacam ini membutuhkan perhatian yang sangat serius. Pertama, secara

geografis ini bukan saja hanya merupakan urusan dalam negeri Sudan, akan tetapi

Page 116: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

103

juga telah melintasi dan menjadi urusan negara-negara lain. Chad, misalnya

merasakan dampak dari konflik tersebut dengan banyaknya pengungsi Darfur

yang lari ke negaranya. Kedua, konflik ini biasanya ditandai dengan karakternya

yang berjangka panjang, karena telah menjadi masalah yang kompleks, maka

tidak jelas masalah pokok yang menjadi akar pertikaian, sehingga juga tidak jelas

kapan konflik tersebut akan berakhir. Yang jelas menurut Purwono, pertikaian ini

selalu berkaitan dengan upaya perebutan kekuasaan politik.

Akibat dari pertikaian antar etnis tersebut tidak lain adalah jatuhnya

korban dari masing-masing pihak. Warga sipil yang tidak ada kaitannya sama

sekali dengan konflik seringkali manjadi korban konflik karena dianggap sebagai

salah satu dari pihak yang bertikai. Dalam hal ini, warga Afrika Darfur menjadi

korban terbesar dari pertikaian etnis yang terjadi di daerahnya sendiri. Baik

pemerintah Sudan maupun milisi Arab Janjaweed seringkali menganggap warga

Afrika Darfur adalah bagian dari kelompok pemberontak SLM/Amaupun JEM,

atau mereka dituduh melindungi keberadaan kelompok pemberontak dan

kemudian dijadikan sasaran perang. (Purwono, 2006)

Sampai awal tahun Januari 2004, korban tewas yang kebanyakan etnis

Afrika ini sudah mencapai 10.000 jiwa. (Pruiner 2005:148) Human Right Watch

melaporkan bahwa sekitar 1,6 juta warga Darfur pada tahun 2003 kehilangan

tempat tinggal dan harus mengungsi. Sekitar 200.000 warga sipil mengungsi ke

negara tetangga terdekat, seperti Chad dan Republik Afrika Tengah, dua negara

yang berbatasan langsung dengan Darfur. Di Chad, diperkirakan sekitar 70.000

pengungsi meninggal sejak tahun 2003 sampai 2005 akibat kekurangan gizi dan

wabah penyakit. (Strauss 2005:30) Selain itu, pengungsi di negara-negara yang

Page 117: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

104

berbatasan langsung dengan Darfur ini juga rawan akan kekerasan karena milisi

Janjaweed kerap melintasi perbatasan Darfur dan menyerang kamp pengungsi.

Angka kematian suku Afrika yang mencapai ratusan ribu orang hanya

dalam periode kurang dari satu tahun, meng. (Human Rights Watch 2003)

Di bab IV, keterlibatan Uni Afrika, melalui AMIS, untuk menghentikan

konflik Darfur dianalisa lebih mendalam. Penelitian ini membatasi pembahasan

hingga tahun 2007 dengan kondisi akhir AMIS tidak berhasil mencapai tujuan

misinya. Peperangan masih terjadi, pembunuhan warga sipil dan pembakaran

desa-desa tak terhenti, serta belum ada kesepakatan final antara pihak-pihak yang

bertikai karena kesepakatan-kesepatan yang pernah dibuat selalu dilanggar.

Mengenai berbagai kegagagalan AMIS dalam misinya, di antaranya

karena mandat yang diberikan kepada AMIS sangatlah terbatas dan tidak

mendukung upaya menyeluruh bagi pemulihan situasi kemanan di Darfur.

Menurut Seth Appiah-Mensah, keputusan Dewan Keamanan Uni Afrika pada 20

Oktober 2004 untuk memperluas mandat AMIS dibuat berdasarkan asumsi bahwa

pemerintah Sudan akan memikul tanggung jawab utama dalam memberikan

perlindungan dan keamanan kepada penduduk sipil Darfur serta memimpin

pelaksanaan perjanjian HCFA. (Mensah, 2005: 8) Namun sayangnya, pemerintah

Sudan tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut sehingga kekerasan

terhadap penduduk sipil mesaih sering terjadi.

Disamping keterbatasan mandat, AMIS tidak memiliki aturan perang yang

jelas. Personel AMIS ditekankan untuk lebih mengutamakan penggunaan non-

deadly force daripada deadly face ketika berhadapan dengan kelompok

pemberontak Darfur maupun milisi Janjaweed. Penggunaan deadly force hanya

Page 118: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

105

diperbolehkan untuk mempertahankan diri. Pasukan AMIS juga hanya

bertanggung jawab untuk melindungi pengamat militer Uni Afrika dalam

melaksanakan tugas beserta peralatan-peralatan Uni Afrika di Darfur. Sedangkan

perlindungan terhadap penduduk sipil tidak dimandatkan secara spesifik. Kendala

tersebut akhirnya tidak dapat mencegah berbagai pelanggaran terhadap

kesepakatan yang semestinya berjalan.

Kendala terakhir Operasi Uni Afrika di Darfur, dan yang paling

menentukan hingga akhir 2007, adalah peralatan dan logistik yang tidak memadai.

Hal ini tentunya tidak lepas dari terbatasnya dana operasional Uni Afrika di

Darfur. Jumlah peralatan-peralatan yang mendukung operasi militer seperti

telepon satelit, kendaraan maupun perlengkapan kantor yang dimiliki AMIS

sangatlah terbatas. Bahkan di akhir-akhir misi, para personil tidak mendapatkan

gaji yang menjadi hak mereka. Pada bulan Mei 2007, Uni Afrika menyatakan

bahwa AMIS telah berada pada titik keruntuhannya. Dalam bulan-bulan

sebelumnya, tujuh personil pasukan penjaga perdamaian tewas, ditambah lagi

kekurangan dana yang menyebabkan gaji prajurit tak dibayar selama beberapa

bulan.

Page 119: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xii

Daftar Pustaka

BUKU

Adnan, Abdul Hadi. 2007. Perkembangan Hubungan Internasional di

Afrika. Bandung : Angkasa Bandung.

Alex J. Bellamy. 2005. “Responsibility to Protect of Tojan House? The

Crisis in Darfur and Humanitarian Intervention After Iraq”. Ethnic and

Internastional Relations, vol. 5. United States:Blackwell Pulishing.

Barbara Harff dan Ted Robert Gurr. 2004. Ethnic Conflict in World

Politics. Washington:Westview Press.

Baylis, John and Steve Smith. 2005. The Globalization of World Politics

An Introduction to International Relations. New York: Oxford Unversity Press.

Bennet, A. Lerroy. 1979. International Organization. New Jersey :

Prentice Hall Inc.

Badescu & Bergholm, The African Union, dalam Black, David &

Williams, 2010. The International Politics Of Mass Atrocities:The Case Of

Darfur. New York:Routledge.

Bowet, DW. 1970. The Law of International Institution. 2nd ed ,

London:Butterworth.

Cockett, Richard. 2010. Sudan:Darfur and The Failure Of an African

State. Yale:Yale University Press.

Cresswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design.

California:Sage Publications.

D.W. Ziegler. 1984. War Peace and International Politics. Boston:Little

Brown and Company.

Edmon J. Keller, Rethinking African Regional Security dalam David Lake

dan Patrick Morgan, 1997. Regional Order : Building Security In A New World.

Pensylvania:The Pensylvanian State University Press.

Evans, Gareth. “The Responsibility to Protect”, ( Washington, D.C:

Brookings Institution Press, 2008)

Holsti, K.J. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Teoritis. Bandung:

Binacipta.

Page 120: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xiii

Holsti, K.J, Theories of Conflict Resolution and Realities of International

Politics, dalam Ramesh Thakur (ed), 1988. International Conflict Resolution.

Boulder : Westview.

Hugh Miall, Oliver Ramsbotham, Tom Woodhous. 2002. Resolusi Damai

Konflik Kontemporer : Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola, dan Mengubah

Konflik Bersumber Politik, Sosial dan Ras. Jakarta : Rajawali Pers.

John Burton 1990. Conflict: Resolution and Provention. New York : St.

Martin’s Press Inc.

Kusumohamidjojo, Budiono. 1987. Hubungan Internasional : Kerangka

Studi Analisis. Bandung:Binacipta.

Mauna Afrikana, Boer. 2005. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan

dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. PT Alumni:Bandung.

Mamdani, Mahmood. 2009. Saviours And Survivors "Darfur, Politics And

The War On Terror”, Cape Town:HSRC Press.

Mas’oed, Mohtar & Colin Mcandrews. 1978. Perbandingan Sistem Politik.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif (Edisis Revisi).

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Pruiner, Gerard. 2005. Darfur:The Ambigious Genocide. London : C.Hurst

& Co.

Rahman, Agus R. 2000. “Budaya Politik Islam : Studi Khasus Sudan”

dalam Syamsur Dam, Perkembangan Sejarah dan Budaya Politik Afrika, Jakarta:

PPW-LIPI.

Ramsbotham, Oliver, Tom Woodhouse and Hugh Miall. 2005.

Contemporary Conflict Resolution: The Prevention, Management and

Transformation of Deadly Conflict. Second Edition. Cambrige:Polity Press.

Situmorang dalam Andre Pareira (ed). 1999. Perubahan Global dan

Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Bandung:Citra Aditya Bakti

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Keempat.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wallesnten, Peter. 2002. Undestranding Conflict Resolution : War, Peace,

And The Global System. London : SAGE Publication Ltd.

Page 121: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xiv

JURNAL, MAJALAH DAN KORAN

Appiah-Mensah, Seth. African Union Critical Assignment in Darfur :

Challenges and Constraints. Vol. 14 no. 2 2005 African Security Review.

Cilliers, Jakkie and Kathryn Sturman. The Right Intervention ;

Enforcement Challenges for The African Union. Vol. 11 no 3 2002. African

Security Review.

Collins, Robert O. Disaster in Darfur. terdapat pada

http://journals.hil.unb.ca/index.php/JCS/article/view/4511 diakses pada tanggal

20 Oktober 2012.

“Genoside di Jantung Afrika”, Gatra, No. 33, Tahun X, 3 Juli 2004

E. Brow, Michael “Ethnic and International Conflict: Causes and

Implications,” dalam The Challenges of Managing International Conflict

(Chester a Crocker) (Washington DC: United States of Peace Press, 2001)

Human Right Watch. Sudan Darfur in Flames: Atrocities in Western

Sudan. Vol. 16 no. 5 April 2004.

Human Right Watch. Imperative for Immediate Change The African

Union Mission in Sudan. Vol. 18 no. 1 (A) 2006.

Katsfur, Nelson. Sudan’s Darfur : Is It Genoside ?. Current History, Mei

2005.

Lynch, Colum. African Union Force Low on Money, Supplies and

Morale," Washington Post 13 Mei 2007 http://www.washingtonpost.com/wp-

dyn/content/article/2007/05/12/AR2007051201567.html?hpid=moreheadlines

Legum, Collin. “The Crisis Over Chad : Colonel Gaddafy’s Sahelian

Dream”, dalam Colin Legum (ed), Africa Contemporary Record, vol. 13. 2002

Martin, Guy. Conflict Resolution in Africa 2006 Dec Vol. 4 No. 2 - Africa

Peace and Conflict Journal.

Mathew, K. Is Afro-Pessimis on The Wane? Prospect for Africa in The

New Millennium. Vol 40 no. 1 2000. Africa Quartly.

McDoom, Opheera. Darfur Rebels Holding Up to 40 African Union

Monitors. Reuters, 10 Oktober 2005.

http://www.redorbit.com/news/international/265865/darfur_rebels_holding_up_to

_40_Uni Afrika_monitors/

Page 122: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xv

Milasari Rahmawati, Frieda Tesis. 2010. Peacekeeping Operation PBB

Pada Konflik Darfur Tahun 2004-2008. Universitas Indonesia.

Murithi, Tim. The African Union Doctrine of Non-Indifference : The

African Union’s Transition from Non-Intervention to Non-Indifference: An Ad

Hoc Approach to the Responsibility to Protect?. 2009. Dapat diakses melalui

library.fes.de/pdf-files/ipg/ipg-2009-1/08_a_murithi_us.pdf pada tanggal 16

November 2012.

Powell, Kristiana and Thomas Kwasi Tieku. The African Union’s New

Security Council of The Uni Africa Closer to a Pax Pan-Africana?. Volume L.X,

no. 4 2005. International Journal.

Purwono, Andi. Intervensi Asing dalam Krisis Darfur. Suara

Merdeka 5 Agustus 2004. Dapat diakses melalui

http://www.suaramerdeka.com/harian/0408/05/opi3.htm

Piiparinen, Touko. ”The lessons of Darfur for the future of humanitarian

intervention”. Jurnal Global Governance edisi Juli-September 2007. Vol 13.3.

Lynne Rienner Publisher.

Scott Str. Darfur and the Genocide Debate. Vol. 8 Januari/February 2005.

Foreign Affairs.

Slim, Hugo. The Internasional Responsse. African Affairs. vol. 80 no. 5,

October 2005.

Sudan in Other Wars. ICG Africa Briefing, 25 Juni 2003.

Summary of the Report of the Secretary-General on “Implementing the

Responsibility to Protect” 2009

http://www.responsibilitytoprotect.org/files/ICRtoP%20Summary%20of%20SG%

20report.pdf

Summary Of The Responsibility to Protect. The International Commission

on Intervention and State Sovereignty, 2001. Dapat diakses melalui

http://responsibilitytoprotect.org/ICSS%20report.pdf

Trivedi, Sonu. Uni AFRICA and EU : A Comparative Study in Continental

Integration. Vol. LIX no. 3 & 4 Jul-Des 2003. India Quartely.

Udombana, Nsonggurua J. Unfinished Bussines; Conflict, The African

Union and The New African Partnership for Africa’s Development. Vol no. 35

2003. The George Washington International Law Review.

Page 123: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xvi

U.S., Britain Press Warring in Darfur to Sign Deal. The Jakarta Post,

Wednesday, May 3, 2006.

Young, Tim. Sudan : Conflict in Darfur. Research paper 04/51 23 June

2004 International Affairs and Defense Section, House of Common Library

www.parliament.uk/commons/lib/research/rp2004/rp04-051.pdf

Wall, Alex de Briefing : Darfur, Sudan : Prospects for Peace, African

Affairs, vol. 104, no. 414, 2005.

WEBSITE

African Union. Report of The Chairperson of The Commission on The

Station in the Sudan. 13 April 2004 dalam <http://www.africa-

union.org/DARFUR/> diakses pada 18 Desember 2012.

Afrcan Union. Agreement On Hunamitarian Ceasefire On The Conflict In

Darfur. 8 April 2004 <http://www.africa-union.org/DARFUR/> diakses pada 18

Desember 2012.

African Union. Agreement With The Sudanese Parties On The Modalities

For The Establisment Of The Ceasefire Commission And The Deployment Of

Observer In Darfur. 28 Mei 2004. <http://www.africa-union.org/DARFUR/>

diakses pada 18 Desember 2012.

African Union. Agreement On Humanitarian Ceasefire On The Conflict In

Darfur : Status Of Mission Agreement (SOMA) And Management Of The

Ceasefire Comision In The Darfur Area Of The Sudan (CFC). Khartoum 4 Juni

2004. <http://www.africa-union.org/DARFUR/> diakses pada 18 Desember 2012.

African Union. Peace And Security Council 12th

Meeting, “Report of The

Chairperson of The Commission on The Situation in Darfur (The Sudan).

PSC/MIN/2(XII) Addis Ababa, Ethiopia, 4 Juli 2004, hal. 5-6, dalam

<http://www.africa-union.org/DARIUR/Report%20-%20Sudan%20_Darfur.pdf>

African Union. Protocol Between The Govermment Of The Sudan (GoS),

The Sudan Liberation Movement/Army (SLM/A) And The Justice And Equality

Movment (JEM) On The Improvement Of The Humanitarian Situation In Darfur.

Abuja, 9 November 2004. <http://www.africa-union.org/DARFUR/> diakses pada

18 Desember 2012.

African Union. Protocol Between The Govermment Of The Sudan (GoS),

The Sudan Liberation Movement/Army (SLM/A) And The Justice And Equality

Movment (JEM) On The Improvement Of The Humanitarian Situation In Darfur.

Abuja, 9 November 2004. <http://www.africa-union.org/DARFUR/> diakses pada

18 Desember 2012.

Page 124: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xvii

African Union. Communique (PSC/PR/Comm.(XVII)), African Union

Peace And Security Council 17th

Meeting. 20 oktober 2004. Addis Ababa

Ethiopia, hal. 1. <http://www.africa-union.org/DARFUR/> diakses pada 18

Desember 2012.

Article 4 The Constitutive Act of The African Union. 2002. Tersedia di

<http://www.africa-union.org/root/Uni Afrika/aboutUni

Afrika/constitutive_act_en.html> diunduh pada tanggal 20 Oktober 2012.

Darfur Destroyed Ethnic Cleansing By Government And Militia Forces In

Western Sudan. Tersedia di

<http://www.hrw.org/reports/2004/sudan0404/index.html> diunduh 20 Oktober

2012.

Darfur Conflilct Zone Map. 6 Desember 2006. tersedia di

<http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/6213202.htm> diunduh pada tanggal 15

Desember 2012.

Darfur Peace Agreement http://www.sudantribune.com/IMG/pdf/Darfur_Peac_Agreement-2.pdf diunduh pada tanggal 10 Agustus 2013

Darfur talks start despite split. BBC News, 15 September 2005 dalam

<http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/4250384.stm> diakses pada 5 November 2013.

Ghali, Butros-Butros Role of regional organizations in peacekeeping and

security http://www.franceonu.org/france-at-the-united-nations/thematic-

files/peace-and-security/role-of-regional-organisations-in/france-at-the-united-

nations/thematic-files/peace-and-security/role-of-regional-organisations-

in/article/role-of-regional-organizations-in.

Pendapat perwakilan HRW Dalam

<http://www.pbs.org/newshour/bb/africa/july-des/darfur_10-s.html> diakses pada

18 Desember 2012.

Protocol Relating To The Estabilishment of The Peace and Security

Council of The Uni Africa. tersedia di <http://www.Uni

Afrika.int/en/content/protocol-relating-establishment-peace-and-security-council-

african-union> diunduh pada tanggal 20 Oktober 2012.

Report of the Ceasefire Commission on the situation in Darfur conflict at

the Joint Commission Meeting. N’djemena, Chad, 16-17 February 2005.

<http://www.africa-union.org/DARFUR/> diakses pada 18 Desember 2012.

Page 125: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xviii

Report Of The Chairperson Of The Commission On The Situation In The

Sudan. 2004. tersedia di <www.africa-

union.org/Reports/13%20April%20Report%20Chairpers> diunduh pada

tanggal 22 Oktober 2012.

The Establishment of Peacekeeping Operation. 18 Desember 2012.

tersedia di <http://unamid.unmissions.org/DefUni

Afrikalt.aspx?tabid=10998&language=en-US> diakses pada 18 Desember 2012.

UNAMID Background

<http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unamid/background.shtml>

diakses pada 5 November 2013.

Page 126: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xxi

Lampiran I

Narasumber : Abdullah Al Rahim Al Siddiq

Jabatan : Duta Besar Sudan untuk Indonesia

Waktu Wawancara : 30 Oktober 2013

Keterangan : Wawancara dilakukan melalui tatap muka langsung

dengan duta besar Sudan di kantor Kedutaan Besar Sudan

yang beralamat di Jln. Prof. Dr. Satrio Blok C-4 Kav. No

22. Kuningan Timur – Jakarta Selatan

HASIL WAWANCARA

P : Bagaimana pemerintah pusat Sudan melihat konflik yang terjadi di Darfur

sejak awal tahun 2000-an?

J : Kami (pemerintah Sudan) melihat konflik itu hanya pertikaian antara

masyarakat nomaden baik itu dari luar darfur (dalam areal Sudan) maupun

masyarakat luar Sudan seperti Chad, Libya yang masuk ke Sudan. Biasanya

berebutan lahan pertanian atau tanah. Kami menilai itu normal dan terjadi di

negara-negara lain. Darfur itu wilayah terbesar di Sudan bahkan tiga kali lebih

besar dari Perancis. Darfur juga dikelilingi oleh lima negara, kami tidak

menafikkan dibalik adanya arus masyarakat nomaden aliran senjata juga banyak

masuk.

P : Menurut pemerintah Sudan, bagaimana sebenarnya akar masalah dari konflik

Darfur?

J : Akar Permasalahan hanya masalah masyarakat nomaden tadi. Negara Sudan

itu subur, karena ada dua Sungai Nil mengalir didalamnya. Makanya negara kami

disebut Blue Nile. Kami makan dari hasil pertanian kami sendiri, berpakaian dari

hasil pabrik kami sendiri. Negara kami punya Self Sufficient Policy.

Page 127: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xxii

P : Dalam kacamata Khartoum, apa yang menyebabkan konflik Darfur menjadi

sangat berkepanjangan?

J : Itulah provokasi media-media luar, khusunya media barat. Barat, terutama

Amerika Serikat (AS) yang kami sering sebut Dollar Country ingin sumber daya

alam kami, tentunya minyak dan uranium. Kami produksi 500.000 barrel minyak

per hari. Sumber minyak kami ditemukan dan dikelola oleh Cina, itu yang

membuat AS iri. Dalam kasus lain, kadang juga oposisi mengirim berita yang

tidak berimbang terhadap dunia Internasional. Menanggapi oposisi di Sudan, kami

kira oposisi itu wajar di semua negara demokratis. Tapi kami tegaskan semua

diselesaikan lewat pemilu. Ternyata hasilnya lagi-lagi pemerintah Omar Al-Bashir

kembali menang lewat pemilu yang sah. Kami tidak pernah menggunakan

kekerasan apalagi senjata.

P : Sejak tahun 2003, Darfur telah menjadi sorotan besar dunia. Bagaimana

pemerintah Sudan melihat opini masyarakat internasional mengenai konflik

Darfur sejak 2003 hingga 2007? Dan bagaimana sikap Khartoum mengahadapi

gelombang besar intervensi internasional ketika itu?

J : Kami tetap bertahan pada argumen kami bahwa Sudan, termasuk Darfur itu

aman terkendali. Kami tidak butuh pihak luar mengurus negara kami. Sekali lagi,

dunia internasional terprovokasi oleh opini dan pemberitaan media barat. Barat

tidak kami beri minyak makanya mereka buat isu adanya genosida dan

pemberontakan. Padahal Amerika Serikat lah yang salah satu mendorong dan

mendukung pemberontakan di Sudan Utara dan Selatan termasuk Darfur. Mereka

mendesak kami untuk “Put China Out from Sudan”.

P : Mengapa pada awalnya Sudan menolak keterlibatan langsung PBB dalam

konflik Darfur?

J : Pada awal 2003 kami akui memang ada bentrokan dan melebar. Kami tegaskan

masalah kami bisa diselaikan oleh kami sendiri. Kami pun menolak tentara PBB

bukan keterlibatannya untuk kemanusiaan. Kami tau kalau sudah ada tentara PBB

dibelakangnya ada Amerika Serikat. Kami maunya tentara Afrika bukan tentara

Page 128: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xxiii

dari luar Afrika. Kita juga belajar bagaimana kehancuran di Iraq, Afganistan,

Vietnam yang hancur kalau Amerika Serikat terlibat. Dalam United Nation

Charter juga tertulis PBB tidak boleh intervensi kecuali regional (Afrika) yang

meminta.

P : Apa yang mendasari pemerintah Sudan untuk menerima Uni Afrika sebagai

mediator konflik Darfur?

J : African Problem Only Solved by African Solution. Itu yang perlu semua negara

di luar tahu. Uni Afrika merupakan Organisasi Internasional yang didalamnya ada

negara-negara Afrika yang mengerti masalah di Afrika.

P : Sejak Mei 2004, African Union Mission in Sudan (AMIS) mulai beroperasi di

Darfur, bagaimana pemerintah Sudan menyikapi misi tersebut?

J : Kami sangat memberikan apresisasi yang tinggi kepada AMIS. Terbukti

masalah pemberontakan di awal 2003 berhasil diredam. Melalui peace agreement

kami berhasil damai.

P : Bagaimana sikap pemerintah sudan terhadap pemberontak SLM/A? Tawaran

atau skema solusi apa yang ditawarkan Khartoum untuk kelompok SLM/A?

J : Sudah selesai. Tidak ada lagi pemberontakan. Tapi kami damai diprovokasi

lagi oleh Barat terutama AS. Melalui International Criminal Court (ICC)

pemerintah dibilang melalukan kekerasan dan pendekatan represif terhadap

pemberontak. Padahal kami itu negara muslim. Islam itu cinta damai. ICC itu

dibelakangnya ada AS. Makanya pemimpin-pemimpin Afrika mau menarik diri

dari ICC karena tidak ada keadilan lagi. Mereka tidak pernah bilang AS atau

Israel sudah melakukan genosida massal yang jelas-jelas terlihat. Publik

Internasional banyak yang tidak tahu salah satu pemimpin SLM/A bernama

Abdulwahid Nur itu dilindungi di Israel. Pemberontak dapat dukungan besar dari

AS dan Israel. Kami juga kerap menemukan bantuan kemanusiaan oleh negara

barat di Darfur hanya kedok, ternyata kami menemukan mereka melakukan

Page 129: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

xxiv

penyediaan senjata untuk pemberontak. Itu yang menyebabkan kami tidak percaya

oleh negara luar.

P : Menurut pemerintah Sudan, apakah misi AMIS 2004-2007 berhasil atau

gagal? Apa saja indikatornya?

J : Jelas berhasil. Mereka (AMIS) melakukan pekerjaan yang bagus di Darfur.

Perdamaian berhasil tercipta. Hanya lagi-lagi kami dihajar lagi oleh media barat

bahwa AMIS gagal dan pembunuhan oleh pemerintah masih terjadi.

P : Pemberitaan media menganggap AMIS gagal, apa saja faktor-faktor penyebab

kegagalannya sehingga United Nation masuk?

J : Uni Afrika Berhasil. 2007 itu bukan berarti Uni Afrika gagal karena tidak ada

dana atau apapun. Itu adalah pasukan hybird antara PBB dan Uni Afrika. Tapi

tetap, tentaranya dari Afrika, sedangkan penjaganya dari PBB. Semua isu yang

bilang Uni Afrika gagal tidak benar. Melaui peranjian perdamaian Doha,

Pemberontak dan Pemerintah sudah aman.

Keterangan : P : Pertanyaan. J : Jawaban

Page 130: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 131: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 132: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 133: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 134: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 135: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 136: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 137: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 138: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 139: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007
Page 140: PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24220/1/ihsan.pdf · PERAN UNI AFRIKA DALAM RESOLUSI KONFLIK DARFUR TAHUN 2004-2007

GAMBAR : PETA DARFUR