peran ultrasonografi dalam tatalaksana penyakit paru...

34
1 PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU DAN PLEURA C. Martin Rumende A. PENDAHULUAN Ultrasonografi sangat bermanfaat untuk pemeriksaan radiologi paru dan pleura karena bersifat real-time dengan kemampuan pencitraan yang multiplanar. Ultrasonografi bersifat portable sehingga dapat digunakan untuk pemeriksaan pasien-pasien di emergensi dan di ICU secara bed-side. Kelebihan lain adalah karena pemeriksaa USG tidak mempunyai efek radiasi yang merugikan sehingga aman digunakan untuk semua pasien. Pemeriksaan USG secara transtorakal dapat digunakan untuk mengevaluasi kelainan pada parenkim paru perifer, pleura dan dinding dada. Visualisasi parenkim paru dan pleura tersebut dilakukan dengan melakukan sken sepanjang sela iga saat pernapasan biasa dan saat menahan napas untuk melihat lesi secara lebih rinci. Pemeriksaan USG toraks dapat juga digunakan untuk menuntun tindakan yang bersifat invasif di bidang paru. 1,2 B. PRINSIP MEKANIK GELOMBANG ULTRASONIK Gelombang suara dipancarkan oleh piezoelectric material yang sebagian besar terdiri dari substansi keramik sintetik (lead zirconate titanate [PZT]) dan terdapat dalam transducer ultrasound (Gambar 1). Jika alternating electrical voltase secara cepat diaplikasi ke piezoelectric material maka substansi tersebut akan mengalami osilasi mekanik. Sebagaimana substansi yang berosilasi secara cepat akan menimbulkan vibrasi pada struktur di sekitarnya, maka vibrasi piezoelectric material tersebut akan menimbulkan gelombang suara. 3,4 Gambar 1. Transducer yang mengandung piezoelectric material

Upload: others

Post on 27-Dec-2019

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

1

PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT

PARU DAN PLEURA

C. Martin Rumende

A. PENDAHULUAN

Ultrasonografi sangat bermanfaat untuk pemeriksaan radiologi paru dan pleura

karena bersifat real-time dengan kemampuan pencitraan yang multiplanar.

Ultrasonografi bersifat portable sehingga dapat digunakan untuk pemeriksaan

pasien-pasien di emergensi dan di ICU secara bed-side. Kelebihan lain adalah

karena pemeriksaa USG tidak mempunyai efek radiasi yang merugikan sehingga

aman digunakan untuk semua pasien. Pemeriksaan USG secara transtorakal dapat

digunakan untuk mengevaluasi kelainan pada parenkim paru perifer, pleura dan

dinding dada. Visualisasi parenkim paru dan pleura tersebut dilakukan dengan

melakukan sken sepanjang sela iga saat pernapasan biasa dan saat menahan napas

untuk melihat lesi secara lebih rinci. Pemeriksaan USG toraks dapat juga

digunakan untuk menuntun tindakan yang bersifat invasif di bidang paru.1,2

B. PRINSIP MEKANIK GELOMBANG ULTRASONIK

Gelombang suara dipancarkan oleh piezoelectric material yang sebagian besar

terdiri dari substansi keramik sintetik (lead zirconate titanate [PZT]) dan terdapat

dalam transducer ultrasound (Gambar 1). Jika alternating electrical voltase secara

cepat diaplikasi ke piezoelectric material maka substansi tersebut akan mengalami

osilasi mekanik. Sebagaimana substansi yang berosilasi secara cepat akan

menimbulkan vibrasi pada struktur di sekitarnya, maka vibrasi piezoelectric

material tersebut akan menimbulkan gelombang suara.3,4

Gambar 1. Transducer yang mengandung piezoelectric material

Page 2: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

2

Sifat mekanik piezoelectric material akan menentukan rentang frekuensi

gelombang suara yang dihasilkan. Gelombang suara akan menyebar melalui media

dengan mengalami kompresi dan rarefaction (Gambar 2).

Gambar 2. Gelombang suara yang menyebar melalui udara

Proses mekanik yang timbul akibat aplikasi sinyal listrik pada piezoelectric

material tersebut dikenal sebagai reverse piezoelectric effect. Proses sebaliknya

yaitu pembentukan sinyal listrik melalui proses mekanik pada piezoelectric

material disebut sebagai direct piezoelectric effect. Pada ultrasonografi transducer

yang digunakan akan menghasilkan gelombang ultrasound (echo) melalui proses

reverse piezoelectric effect, dan gelombang ultrasound yang mengalami refleksi

akan diterima kembali oleh transducer yang sama dan kemudian akan dikonversi

kembali menjadi sinyal elektrik melalui direct piezoelectric effect. Sinyal elektrik

tersebut selanjutnya akan dianalisis oleh prosesor dan berdasarkan amplitudo

sinyal yang diterima akan dihasilkan grey scale image pada layar monitor.

Parameter yang berperan dalam pembentukan gelombang ultrasonik adalah

frekuensi, panjang gelombang, kecepatan, power dan intensitas. Lebih lanjut dalam

proses pembentukan gambar ultrasonografi perlu dipahami mengenai resolusi,

ultrasound image, impedansi akustik dan atenuasi.3,4

Page 3: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

3

1. Frekuensi dan Panjang Gelombang

Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi di atas kisaran pendengaran

manusia normal yaitu > 20 kHz. Frekuensi yang digunakan dalam ultrasonografi

berada dalam rentang 2-18 MHz. Frekuensi () berbanding terbalik dengan

panjang gelombang () dan bervariasi sesuai dengan kecepatan spesifik suara pada

jaringan tertentu (c), dengan rumus = c/. Dalam pemeriksaan ultrasonografi ada

dua hal penting yang harus dipertimbangkan yaitu kedalaman penetrasi dan

resolusi atau ketajaman gambar yang umumnya ditentukan oleh panjang

gelombang yang digunakan. Ketika menggunakan panjang gelombang 1 mm, maka

bila diperiksa dengan skala yang < 1 mm maka gambar yang muncul akan menjadi

kabur. Gelombang ultrasonik dengan panjang gelombang yang lebih pendek

memiliki frekuensi yang lebih tinggi sehingga akan menghasilkan gambar dengan

resolusi yang lebih tinggi, namun dengan penetrasi yang lebih dangkal. Sebaliknya

gelombang ultrasonik dengan panjang gelombang yang lebih besar memiliki

frekuensi yang lebih rendah sehingga akan menghasilkan gambar dengan resolusi

yang lebih rendah, namun kemampuan penetrasinya lebih dalam. Dengan demikian

transducer dengan frekuensi yang tinggi akan menghasilkan gambar yang lebih

tajam, namun dengan penetrasi yang lebih dangkal. Sebaliknya tranducer dengan

frekuensi rendah akan menghasilkan gambar dengan ketajaman yang lebih rendah

namun dengan penetrasi yang lebih dalam. Hubungan antara frekuensi, resolusi

dan penetrasi gelombang pada berbagai jaringan diperlihatkan pada gambar 3.3,4

Gambar 3. Hubungan antara frekuensi gelombang ultrasonik dengan penetrasi

dan panjang gelombang (image resolution).

Page 4: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

4

Yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih frekuensi transducer yang

sesuai adalah memaksimalkan resolusi aksial sambil mempertahankan penetrasi

jaringan yang memadai. Frekuensi yang lebih tinggi digunakan pada linear-array

transducer untuk memvisualisasikan struktur yang letaknya superfisial seperti

pembuluh darah dan saraf perifer. Frekuensi yang lebih rendah digunakan pada

curvilinear dan phased-array transducer untuk memvisualisasikan struktur yang

letaknya lebih dalam, baik pada rongga dada, abdomen maupun panggul.3,4

2. Power dan Intensitas

Average Power adalah total energi yang dipakai oleh jaringan dalam waktu tertentu

(W). Intensitas adalah konsentrasi power per unit area (W/cm2), dan intensitas

menggambarkan kekuatan dari gelombang suara. Intensitas gelombang ultrasonic

akan menentukan berapa banyak panas yang akan dihasilkan dalam jaringan.

Pembentukan panas biasanya tidak signifikan dalam pencitraan diagnostik USG,

tapi menjadi penting dalam penerapan terapi gelombang ultrasonik misalnya pada

litotripsi.4

3. Resolusi (Ketajaman Gambar)

Resolusi gambar dibagi dalam beberapa komponen yaitu aksial, lateral, elevasional

dan komponen temporal. Resolusi aksial adalah kemampuan untuk membedakan

dua obyek di sepanjang aksis sorotan transducer (ultrasound beam) dan

merupakan resolusi dengan arah vertikal di layar monitor. Resolusi aksial

dipengaruhi oleh frekuensi transducer. Frekuensi yang lebih tinggi akan

menghasilkan gambar dengan resolusi aksial yang lebih baik, namun dengan

penetrasi yang lebih dangkal. Resolusi lateral atau resolusi horisontal adalah

kemampuan untuk membedakan dua obyek dengan arah tegak lurus terhadap arah

sorotan transducer. Resolusi lateral yang optimal dapat dicapai dengan

menempatkan struktur target di focus zona of ultrasound beam. Focus zona adalah

bagian tersempit dari sorotan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik

memiliki bentuk yang melengkung, dan focus zona adalah area sorotan gelombang

ultrasonik dengan intensitas tertinggi. Visualisasi organ-organ yang letaknya lebih

dalam akan menghasilkan resolusi lateral yang semakin rendah karena terjadi

divergensi dan peningkatan hamburan gelombang ultrasonik. Resolusi elevasi

adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

Page 5: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

5

memvisualisasikan objek yang berada dalam rentang ketebalan dari sorotan

gelombang ultrasonik. Jumlah kristal PZT yang dipancarkan dan gelombang

ultrasonik yang diterima kembali, serta sensitivitasnya akan mempengaruhi

resolusi, presisi dan ketajaman gambar. Resolusi temporal mengacu pada

kejelasan, atau resolusi dari struktur yang bergerak (Gambar 4).4

Gambar 4 : Arah sorotan gelombang ultrasonik dengan berbagai macam resolusi yang

dihasilkannya

4. Pembentukan Gambar Ultrasound (Ultrasound Image)

Gelombang suara dapat dipantulkan, dibiaskan, disebar, ditransmisikan, dan

diserap oleh jaringan karena adanya perbedaan sifat fisis berbagai jaringan.

Gambar ultrasound akan dihasilkan oleh gelombang suara yang mengalami

refleksi dan tersebar kembali ke transducer (Gambar 5).3,4

Gambar 5. Gelombang ultrasonik yang mengalami refleksi, penyebaran.

refraksi, transmisi dan absorpsi oleh jaringan.

Page 6: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

6

Transducer selanjutnya akan menerima dan mencatat intensitas gelombang suara

yang kembali. Secara khusus, deformasi mekanik piezoelectric material yang

terdapat dalam transducer akan menghasilkan impuls listrik sebanding dengan

amplitudo gelombang suara yang kembali. Selanjutnya impuls listrik secara

kumulatif akan menghasilkan peta gray-scale points yang terlihat sebagai gambar

ultrasound. Kedalaman struktur sepanjang aksis sorotan ditentukan oleh jeda

waktu untuk kembalinya gelombang ultrasonik ke transducer. Proses pemancaran

dan penerimaan kembali gelombang ultrasonik oleh transducer yang berlangsung

secara terus menerus dan berulang-ulang akan menghasilkan gambar yang bersifat

dinamis (Gambar 6). Refleksi dan penyebaran gelombang suara melalui jaringan

dipengaruhi oleh dua parameter penting yaitu impedansi akustik dan atenuasi.3,4

Gambar 6. Pembentukan gambar ultrasound (Ultrasound image)

5. Impedansi Akustik

Propagation speed adalah kecepatan suara pada berbagai jaringan yang

dipengaruhi oleh sifat fisik dari jaringan tersebut. Impedansi akustik adalah

resistensi jaringan terhadap hantaran gelombang suara yang melaluinya dan

merupakan salah satu sifat tetap dari jaringan. Impedansi akustik dipengaruhi oleh

kepadatan jaringan dan kecepatan hantaran gelombang suara pada jaringan

tersebut. Perbedaan impedansi akustik pada berbagai jaringan akan menentukan

besarnya reflektifitas gelombang suara pada batas (interface) antar jaringan

tersebut. Perbedaan impedansi akustik yang lebih besar akan menyebabkan refleksi

Page 7: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

7

gelombang suara yang juga lebih besar. Sebagai contoh gelombang suara akan

direfleksikan ke segala arah atau menyebar pada batas antara udara-jaringan karena

adanya perbedaan impedansi akustik yang besar antara udara dan jaringan tersebut.

Karena adanya hamburan gelombang suara pada batas antara udara-jaringan

tersebut maka saat melakukan pemeriksaan USG diperlukan gel yang cukup untuk

memfasilitasi hantaran gelombang ultrasonik ke dalam tubuh. Mesin USG harus

dikalibrasi hingga perbedaan impedansi yang kecil, karena hanya 1% dari

gelombang suara yang direfleksikan yang akan kembali ke transducer. Jadi

sebagian besar gelombang suara (99%) yang dipancarkan tidak akan kembali ke

transducer.4

6. Atenuasi (Redaman)

Atenuasi adalah hilangnya energi saat gelombang suara dihantarkan melalui

jaringan, yang terjadi akibat penyerapan dan defleksi, Besarnya atenuasi ditentukan

oleh koefisien atenuasi jaringan, frekuensi gelombang suara dan jarak yang

ditempuh oleh gelombang suara tersebut. Penyerapan yang merupakan penyebab

atenuasi terpenting yang menggambarkan energi yang ditansfer dari gelombang

ultrasonik ke jaringan sebagai panas. Pembatasan pembentukan panas merupakan

hal yang penting pada ultrasonografi dimana masing-masing jaringan memiliki

koefisien atenuasi intrinsik yang berbeda-beda. Penyerapan merupakan faktor

terpenting yang menentukan kedalaman penetrasi gelombang ultrasonik.

Gelombang suara dengan frekuensi yang tinggi akan lebih mudah diserap dan

karena itu penetrasinya menjadi lebih dangkal dibandingkan dengan frekuensi yang

rendah. Defleksi yang merupakan penyebab atenuasi terpenting lainnya

menggambarkan terjadinya refleksi, refraksi, dan hamburan energi pada jaringan

secara kolektif. Defleksi akan menyebabkan berkurangnya amplitudo gelombang

suara (echo), terutama bila interface antar jaringan letaknya tidak tegak lurus

terhadap arah sorotan. Divergence adalah hilangnya intensitas gelombang

ultrasonik sejalan dengan semakin melebarnya arah sorotan, sehingga sejumlah

tetap energi akustik akan tersebar. Upaya mengatasi atenuasi dapat dilakukan

dengan meningkatkan gain, atau dengan memperkuat sinyal postprocessing.

Namun peningkatan gain akan mempengaruhi sinyal dan kebisingan. Pengaturan

gain hanya akan memanipulasi gambar yang dihasilkan komputer dan tidak

memperbaiki kualitas sinyal.3,4

Page 8: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

8

C. MODES

Beberapa mode pencitraan USG telah dikembangkan untuk meningkatkan akuisisi

yaitu B-mode/two-dimensional mode (2-D), M-mode, color flow Doppler, dan

spectral Doppler. Khusus untuk pemeriksaan USG paru mode yang sering

digunakan adalah B-mode dan M-mode.1,2,5,6

1. B-Mode /Two-Dimensional (2-D) Mode

Two-dimensional (2-D) mode atau B-mode merupakan mode yang paling banyak

digunakan pada alat USG, dan mayoritas pemeriksaan bedside USG dilakukan

dengan menggunakan mode ini. Manfaat B-mode adalah untuk memperlihatkan

kecerahan gambar (brightness/echogenicity), karena kecerahan struktur yang

terlihat akan ditentukan oleh intensitas gelombang ultrasonik yang direfleksikan.

Struktur yang menghantarkan semua gelombang suara tanpa terjadi refleksi akan

tampak anechoic (tampak hitam) pada layar monitor. Contoh struktur yang tampak

anechoic adalah cairan. Struktur yang merefleksikan gelombang suara dengan

jumlah yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan struktur sekitarnya, maka akan

tampak hypoechoic, sedangkan struktur yang merefleksikan gelombang suara

dengan jumlah yang sama dengan struktur sekitarnya akan tampak isoechoic.

Struktur hypoechoic dan isoechoic akan tampak sebagai warna abu-abu yang

umumnya menggambarkan struktur jaringan lunak. Struktur hyperechoic akan

merefleksikan sebagian besar gelombang suara dan pada layar akan tampak putih

cerah. Kalsifikasi dan semua struktur yang padat seperti diafragma atau

perikardium akan tampak hyperechoic. Beberapa struktur hyperechoic lain seperti

tulang akan menampilkan bayangan hyperechoic akibat terjadinya refleksi

gelombang suara yang nyaris total sehingga visualisasi struktur di bagian distalnya

seringkali menjadi terhalang. Gambar 7 mengilustrasikan echogenicities dari

berbagai jaringan yang berbeda di abdomen kuadran kanan atas.5,6

Page 9: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

9

Gambar 7. Echogenicities berbagai jaringan yang berbeda pada abdomen kanan atas

2. M-Mode

Motion mode atau M-mode atau adalah mode pencitraan ultrasonografi yang lebih

tua namun masih sering digunakan hingga saat ini untuk menganalisis pergerakan

struktur dari waktu ke waktu. Setelah gambar B-mode diperoleh, selanjutnya

diterapkan pencitraan dengan menggunakan M-mode di sepanjang suatu garis

dalam bayangan B-mode tersebut. Sorotan pada satu aksis dipancarkan di

sepanjang garis yang dipilih dan data pergerakan semua jaringan di sepanjang jalur

tersebut kemudian dikumpulkan. Semua titik di sepanjang garis tersebut digambar

dari waktu ke waktu untuk mengevaluasi dimensi suatu rongga dan untuk menilai

gerak struktur yang diperiksa. Sebagai contoh adalah M-mode yang digunakan

untuk mengukur besarnya rongga jantung atau menilai gerakan katup jantung

sepanjang siklus jantung. Penggunaan lain yang sering diaplikasikan dalam

perawatan yaitu pengukuran perubahan diameter vena cava inferior selama silus

respirasi, dan evaluasi batas paru-pleura (lung-pleura interface) untuk

menyingkirkan adanya pneumotoraks. Gambar 8 adalah contoh dari pencitraan

dengan menggunakan M-mode.5,6

Page 10: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

10

Gambar 8. Pemeriksaan rongga jantung dengan menggunakan M-mode

D. PRINSIP KERJA ULTRASONOGRAFI

Untuk dapat melakukan pemeriksaan dengan baik serta menginterpretasikan hasil

pemeriksaan dengan tepat diperlukan pemahaman mengenai prinsip kerja alat USG

tersebut. Seperti juga pada pemeriksaan penunjang medis lainnya maka data klinis

pasien yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisis dan data laboratorium sangat

diperlukan sebelum melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan penunjang lain

misalnya foto dada yang umumnya selalu diperiksakan sebelumnya serta

pemeriksaan radiologi lainnya bila ada misalnya CT-scan dada harus dievaluasi

terlebih dahulu. Lebih lanjut pengenalan mengenai alat USG serta pengetahuan

secara garis besar mengenai cara kerjanya juga diperlukan agar dapat dilakukan

pemeriksaan dengan baik. Berkaitan dengan alat USG maka ada beberapa hal yang

harus diketahui oleh pemeriksa yaitu mengenai jenis transduser, preset yang

digunakan serta terminologi yang sering digunakan khususnya mengenai

echogenicity.

1. Echogenicity

Echogenicity adalah terminologi yang digunakan untuk menilai tampilan gambar

yang tampak pada layar monitor dan dinyatakan dalam bentuk skala echogenicity

(gray scale). Densitas echo yang kuat akan tampak putih sedangkan densitas echo

yang lemah dimana tidak didapatkan pantulan gelombang suara akan tampak

hitam. Gambaran echogeniticity yang didapat pada pemeriksaan sonografi paru

ditentukan oleh besarnya amplitudo gelombang yang dipantulkan (direfleksikan).

Gambaran anechoic akan didapat bila tidak ada gelombang suara yang dipantulkan

sehingga akan tampak tampilan gambar berupa bayangan hitam, misalnya pada

Page 11: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

11

efusi pleura. Bila gelombang echo yang didapat sebanding dengan jaringan

sekitarnya akan tampak densitas yang isoechoic, misalnya pada ginjal dan limfa.

Bila densitas echo yang didapat lebih kuat dari jaringan sekitarnya misalnya

densitas yang didapatkan pada diafragma maka akan tampak tampilan gambar

berupa bayangan yang lebih putih dan disebut hyperechoic, sedangkan sebaliknya

disebut hypoechoic bila densitasnya lebih rendah dari jaringan sekitarnya sehingga

tampilan gambar yang didapat tampak lebih gelap.1,2,5,6

2. Jenis Transducer.

Untuk mendapatkan kualitas gambar yang baik maka power ultrasound harus

diatur/disesuaikan sehingga akan tampak bayangan densitas echo yang adekuat.

Seiring dengan peningkatan frekwensi gelombang maka penetrasi gelombang

ultrasonik ke jaringan akan semakin berkurang. Organ-organ yang letaknya

superfisial akan lebih jelas tervisualisasi dengan menggunakan transducer dengan

frekuensi yang lebih tinggi, sebaliknya untuk struktur yang lebih dalam akan lebih

baik terlihat dengan menggunakan transducer dengan frekwensi yang lebih rendah.

Sebagian besar alat USG diperlengkapi dengan mode tertentu untuk organ-organ

spesifik sehingga bisa didapatkan gambaran yang lebih baik. Untuk pemeriksaan

struktur yang superfisial digunakan preset kelenjar tiroid, sedangkan untuk

pemeriksaan struktur rongga dada digunakan preset abdominal.7

Pemilihan ukuran transducer sangat penting dalam pemeriksaan

ultrasonografi secara real-time. Ada 3 jenis transducer yang dapat digunakan yaitu

linear array, curvilinear array dan phased array. Linear array transducer

membentuk gelombang suara secara paralel sehingga memberikan gambaran yang

rektanguler. Linear array transducer yang mempunyai frekwensi 5 - 10 MHz

digunakan untuk pemeriksaan struktur yang letaknya superfisial misalnya untuk

mengetahui adanya penebalan pleura, massa di pleura dan adanya lesi di parenkim

paru subpleura. Curved array transducers yang mempunyai frekuensi 2 - 5 MHz

dengan permukaan yang cembung akan membentuk gelombang yang bersifat

radial, sehingga area visualisasinya menjadi lebih luas. Transducer jenis ini sangat

baik untuk memperlihatkan adanya efusi pleura masif serta untuk pemeriksaan

paru melalui abdominal approach. Phased array transducers yang mempunyai

frekwensi 1 - 5 MHz digunakan untuk pemeriksaan struktur yang terletak lebih

Page 12: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

12

dalam misalnya untuk melihat adanya atelektasis paru dan efusi pleura yang

complicated (Gambar 9).5,6,7

Gambar 9. Berbagai jenis transducer pada ultrasonografi (a. Linear array transducer, b.

Curvilinear transducer, c. Phased array transducer)

Dalam pemeriksaan USG paru dikenal istilah populer yang sering digunakan yaitu

earth-sky axis. Organ-organ dalam rongga dada terutama terdiri dari air dan udara.

Sesuai dengan hukum gravitasi maka udara akan selalu berada di atas sedangkan

cairan akan selalu berada di bawah sehingga akan berpindah-pindah sesuai dengan

posisi pasien. Diperlukan pemahaman mengenai anatomi berbagai organ dalam

rongga dada dalam berbagai posisi tubuh pasien agar dapat diperoleh hasil

pemeriksaan yang baik. Adanya pembesaran kelenjar getah bening atau tumor

dalam rongga mediastium anterior yang pada posisi supinasi tidak bersinggungan

dengan dinding dada, sebaiknya diperiksa dalam posisi lateral dekubitus kanan

atau kiri dan sedikit pronasi sehingga memungkinkan kelainan yang ada akan lebih

dekat ke dinding dada. Rongga pleura dapat divisualisasikan lebih baik dengan

menempatkan transducer di dinding posterior dan pasien dalam posisi duduk

dengan lengan sisi yang sakit diletakkan di pundak kontralateral atau di atas

kepala. Untuk mendeteksi efusi pleura yang minimal sebaiknya pasien diperiksa

dalam posisi duduk tegak sehingga cairan akan terkumpul pada costo-

diaphragmatic recess. Untuk mendeteksi adannya cairan efusi pleura pada pasien

dalam posisi supine maka transducer harus diletakkan sejajar dekat dengan tempat

tidur pasien.7

3. Orientasi Transducer

Untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan dengan baik maka data pemeriksaan

ultrasonografi yang didapat harus selalu dikaitkan dengan anatomi berbagai organ

Page 13: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

13

dalam rongga dada, serta dikaitkan juga dengan data klinis pasien. Walaupun

pemeriksaa USG paru memberikan gambaran 2 dimensi, namun dengan

mengamati pergerakan pernapasan secara seksama saat menggeser transducer

maka dapat diperoleh seakan-akan ada bayangan 3 dimensi yang dinamis.

Kemampuan untuk melihat kelainan patologis secara 3 dimensi sangat penting

dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan. Untuk menentukan letak transducer

maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah keluhan klinis pasien, kelainan yang

didapat dari pemeriksaan fisis, pemeriksaan foto dada dan CT-Scan (bila ada) serta

kemampuan mobilisasi pasien. Untuk semua hal tersebut diperlukan pengalaman

dari dokter yang akan melakukan pemeriksaan. Setiap transducer diperlengkapi

dengan probe indicator yang akan menentukan arah pemeriksaan dan berkaitan

dengan penanda (marker) yang akan muncul pada layar monitor. Umumnya

marker ini akan tampak di sudut kiri atas layar monitor (Gambar 10)8

Gambar 10. Transducer yang diperlengkapi dengan probe indicator

Untuk melakukan pemeriksaan dalam potongan sagital maka probe indicator

transducer diletakkan dalam posisi cephalad direction. Selama melakukan

pemeriksaan probe indicator diletakkan dengan arah kranial semaksimal mungkin

melalui intercostal window sepanjang aksis tulang iga. Untuk pemeriksaan di

bidang transversal probe indicator diarahkan ke sisi kanan pasien. Letak

transducer dan arah probe indicator pada berbagai bidang saat pemeriksaan USG

paru dapat dilihat pada gambar 11.7,8

Page 14: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

14

Gambar 11. Letak transducer dan arah probe indicator pada berbagai bidang

Struktur dalam rongga dada dapat divisualisaikan lebih baik dengan

mempertahankan letak transducer sepanjang aksis longitudinal (sagital) atau

transversal di atas sela iga. Kadang-kadang diperlukan upaya berulang kali untuk

mendapatkan posisi dan sudut pandang yang terbaik saat melakukan inspeksi target

struktur tertentu. Anatomic landmarks dapat membantu pemeriksaan khususnya

saat melakukan tindakan yang bersifat invasif. Pleura sisi kanan dibatasi oleh

diafragma dan hati sedangkan sisi kiri oleh diafragma dan limfa.8

E. TEHNIK PEMERIKSAAN

Agar dapat dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh maka posisi pemeriksa,

pasien dan transducer diatur sedemikian rupa sehingga bersifat fleksibel.

Transducer dapat diletakkan pada beberapa tempat di sepanjang dinding dada

tergantung dari lokasi kelainan yang diperiksa (Gambar 12). Untuk memeriksa

kelainan dinding dada dan rongga pleura posterior, pasien dalam posisi lateral

dekubitus dan transducer diletakkan secara longitudinal di atas sela iga dengan

probe indicator mengarah ke kranial (a). Transducer dapat juga diletakkan secara

transversal, dengan probe indicator mengarah ke sisi kanan pasien (b). Untuk

pemeriksaan dinding dada dan rongga pleura bagian postero-lateral pada pasien

dalam posisi duduk maka transducer diletakkan secara transversal dengan probe

indicator mengarah ke sisi kanan pasien (c), transducer bisa juga diletakkan secara

longitudinal dengan probe indicator mengarah ke arah kranial (d). Untuk

pemeriksaan jantung dilakukan dengan xiphisternal approach dengan probe

indicator mengarah ke kanan (e), transhepatic approach dilakukan untuk menilai

pleura, diafragma dan hati pada pasien dalam posisi supine (f). Pemeriksaan

Page 15: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

15

mediastinum dilakukan dengan posisi lateral dekubitus kiri dan sedikit pronasi

sehingga struktur mediastinum menjadi lebih dekat ke dinding dada anterior (g)

dan demikian juga untuk pemeriksaan dinding lateral dada, pasien dalam posisi

lateral dekubitus kiri (h).8

Gambar 12. Berbagai posisi pasien dan letak transducer saat pemeriksaan USG toraks.

F. GAMBARAN ULTRASONOGRAFI PARU NORMAL

Dengan menggunakan transducer frekwensi rendah (3,5 MHz) dinding dada yang

normal akan menunjukkan gambaran echogenic lapisan jaringan ikat yang terdiri

dari lapisan otot dan fasia. Pada potongan sagital (longitudinal) iga-iga akan

tampak berupa struktur yang melengkung dengan posterior acustic shadow,

sedangkan pada potongan transversal korteks bagian anterior iga-iga akan tampak

berupa echogenic lines halus di bawah jaringan ikat. Pleura parietal dan viseral

tampak berupa suatu garis dengan tingkat echogenic tinggi dibawah iga yang

Page 16: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

16

menggambarkan permukaan pleura. Dengan menggunakan transducer linear yang

mempunyai resolusi tinggi kedua lapisan pleura akan terlihat sebagai dua garis

dengan echogenic yang berbeda, dimana pleura parietal akan tampak lebih tipis

(Gambar 13). Kedua lapisan pleura tersebut tampak saling bergerak satu terhadap

yang lainnya selama fase inspirasi dan ekspirasi. Dengan real-time imaging akan

tampak pergerakan dari kedua lapisan pleura tersebut yang dikenal dengan gliding

sign. Selanjutnya gerak pernapasan paru terhadap dinding dada dikenal sebagai

lung sliding sign.1,2,5,6

(A) (B)

Gambar 13. Gambaran USG toraks normal pada bidang transversal (A) dan sagital (B)

Pp : Pleura parietal , Pv : Pleura viseral, L : Lung

Dinding dada dengan seluruh lapisan yang terdapat diantara transducer dan paru

akan tervisualisasi secara akurat, sementara area yang berada di bawah pleura line

akan tampak berupa latar belakang dengan gambaran kilauan halus dengan

beberapa garis echogenic linier yang berjalan secara horizontal. Perbedaan

acoustic impedance yang besar antara jaringan lunak dengan alveoli yang berisi

udara akan menghambat visualisasi organ-organ mediastinum dengan membentuk

artefak multipel. Bila dilihat gambaran tersebut lebih lanjut maka akan tampak

bahwa pleura seakan-akan berfungsi sebagai cermin dimana area artefak tersebut

akan merefleksikan gambaran dinding dada di bawah pleural line. Fenomena

tersebut dapat diibaratkan seperti lukisan Itali terkenal yang dibuat oleh

Page 17: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

17

Caravaggio pada akhir abad ke 15 yang menggambarkan cerita dongeng mengenai

Narcissus (Gambar 14).6

Gambar 14. Sonogram paru normal (kiri) yang diibaratkan bagaikan

cermin pada permukaan air (kanan)

Lung sliding dapat dikonfirmasi lebih lanjut dengan menggunakan M-mode yaitu

dengan mengarahkan sorotan transducer diantara bayangan iga sehingga

memotong pleural line secara transversal. Dengan cara demikian memungkinkan

operator untuk menganalisis gerakan struktur secara lengkap pada lokasi tersebut.

Dalam keadaan normal dengan menggunakan M-mode akan tampak gambaran

seashore sign berupa garis horizontal yang terletak superfisial terhadap lapisan

pleura yang menunjukkan struktur dinding dada yang tidak bergerak saat repirasi.

Selanjutnya lebih dalam akan tampak garis horizontal hyperechoic yang

menggambarkan lapisan pleura dan lebih kedalam dari garis pleura tersebut akan

tampak gambaran dengan pola glanular yang menunjukkan aerasi paru normal saat

inspirasi dan ekspirasi (Gambar 15).5,6

Gambar 15. Seashore sign

Evaluasi parenkim paru dilakukan berdasarkan adanya perbedaan pola artefak yang

mana semuanya berasal dari pleural line. A-lines merupakan pantulan pleural line

Page 18: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

18

yang kearah dalam memperlihatkan gambaran beberapa garis paralel yang masing-

masing dengan jarak yang sama. Parenkim paru yang normal akan memperlihatkan

gambaran lung sliding disertai gambaran A-lines yang dominan (Gambar 16).1,2,5,6

Gambar 16. Gambaran paru normal yang memperlihatkan pleural line dengan lung sliding

disertai gambaran A-lines

Dalam keadaan abnormal pleura tidak akan berfungsi sebagai cermin, dimana pada

sonografi akan tampak kelainan pada parenkim paru. Hal ini terjadi karena adanya

perbedaan antara kandungan udara dan cairan yang terdapat pada parenkim paru.

Gambar 16 memperlihatkan adanya fenomena cermin pada paru yang normal,

sedangkan pada gambar 17 diperlihatkan gambaran konsolidasi paru yang ditandai

dengan berkurangnya kandungan udara dalam alveoli secara signifikan akibat

adanya peningkatan cairan dan sel-sel radang yang terjadi secara masif. Efek

cermin menghilang akibat kandungan udara di alveoli menurun sedangkan

kandungan cairan meningkat. Bila impedansi akustik antara jaringan lunak dengan

kandungan alveoli semakin sama satu dengan yang lainnya sebagai mana terjadi

pada alveloli yang berisi cairan maka gelombang suara akan dengan mudah

dihantarkan dan akan menghasilkan gambaran sonografi yang riil. Fenomena ini

umumnya didapat pada sebagian besar penyakim paru yang dapat dinilai dengan

ultrasonografi. Sebaliknya pemeriksaan USG paru tidak dapat digunakan untuk

menilai adanya emfisema akibat adanya peningkatan kandungan udara dalam paru,

karena pada keadaan ini kandungan udara dalam paru meningkat dan fenomena

cermin yang didapat tidak dapat membedakan antara keadaan emfisema dengan

paru yang normal.5,6

Page 19: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

19

G. IDENTIFIKASI PNEUMOTORAKS

Sebelum melakukan pemeriksaan ultrasonografi pada pasien dengan dugaan

pneumotoraks harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis untuk

mendapatkan data-data pendukung yang penting. Untuk mendiagnosis adanya

pneumotoraks dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dengan pasien dalam posisi

terlentang dengan transducer diletakkan di dinding anterior dada pada 6 sampai 8

posisi pada masing-masing hemitorak untuk mengidentifikasi adanya lung sliding.

Adanya lung sliding dapat menyingkirkan adanya pneumotoraks pada posisi-posisi

tersebut. Sebaliknya bila gambaran lung sliding menghilang maka akan tampak

pleura parietal tanpa gambaran sliding dari pleura viseral. Untuk memastikan ada

atau tidaknya lung sliding dilakukan pemeriksaan dengan M-mode. Pada

pneumotoraks gambaran lung sliding menghilang dan pada M-mode akan tampak

gambaran barcode sign atau stratosphere sign yaitu berupa garis-garis paralel

horizontal yang memanjang dan mengisi seluruh layar monitor yang memberikan

petunjuk akan tidak adanya gerakan pengembangan paru yang normal (Gambar

17). Hilangnya lung sliding disertai adanya barcode sign menunjukkan adanya

kelainan patologis yang menyebabkan hilangnya kontak fisiologis antara lapisan

pleura parietal dan viseral atau terpisahnya kedua lapisan pleura tersebut. Keadaan

tersebut bisa didapatkan pada pneumonia berat, efusi pleura, atelektasis, obstruksi

saluran napas akut berat, pasca pleurodesis dan pasca pleurektomi. Walaupun

hilangnya gambaran lung sliding tidak spesifik untuk pneumotoraks namun

sebaliknya adanya gambaran lung sliding sangat efektif untuk menyingkirkan

adanya pneumotoraks pada daerah interkostal dimana transducer diletakkan.9,10,11

Gambar 17. Barcode (strathospere) sign

Page 20: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

20

Lung point merupakan gambaran yang jarang didapat namun sangat spesifik

untuk mendeteksi adanya pneumotoraks. Lung point merupakan perbatasan antara

bagian paru yang mengalami pneumotoraks (ditandai dengan hilangnya lung

sliding) dengan bagian paru yang normal (ditandai dengan adanya lung sliding, A-

lines atau B-lines) yang bergerak sesuai dengan siklus pernapasan (Gambar 18).9,10

Gambar 18. Lung Point : Batas antara paru yang mengalami

pneumotoraks dan paru yang normal

Gambaran lung point tidak hanya bermanfaat untuk mendiagnosis pneumotoraks,

namun bermanfaat juga untuk menentukan batas dan menentukan luasnya

pneumotoraks. Gambaran lung point juga bermanfaat sebagai penuntun dalam

prosedur pemasangan tube untuk evakuasi pneumotoraks. Gambaran lung point

dapat dilihat dengan menggunakan M-mode dimana pada monitor akan tampak

gambaran seashore dan barcode sign secara fluktuatif (Gambar 19). Pada

pneumotoraks luas yang menyebabkan kolapsnya sebagian besar paru, maka posisi

lung point akan berada jauh di posterior atau mungkin tidak ditemukan sama sekali

karena tidak adanya bagian paru yang masih menempel pada dinding dada. Pada

pneumotoraks minimal maka posisi lung point akan didapat di daerah anterior dan

kaudal. Sebagai pedoman bagi operator adalah sebagai berikut yaitu semakin luas

pneumotoraks yang terjadi maka posisi lung point akan semakin ke lateral dan ke

posterior.10

Page 21: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

21

Gambar 19 : Gambaran lung point yang silih berganti dengan M-mode

H. PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA DISPNEA

AKUT

Ultrasonografi paru dapat digunakan sebagai alat diagnostik pada pasien-pasien

yang dirawat di intensive care unit (ICU). Selain bermanfaat dalam mengevaluasi

kelainan pada rongga dada, ultrasonografi paru dapat juga memandu klinisi dalam

melakukan prosedur tindakan di bidang pulmonologi. Pada tahun 2008 Daniel

Lichtenstein mengevaluasi peran USG dalam mendiagnosis penyebab dipsnea akut

dan mengembangkan BLUE Protocol (Bedside Lung Ultrasound in Emergency

Protocol) sebagai alat diagnostik.12

1. Peralatan dan Teknik Pemeriksaan

Dalam melakukan BLUE Protocol dianjurkan untuk menggunakan convex phased-

array transducer dengan rentang frekuensi 4 - 8 MHz. Dengan menggunakan

frekuensi tersebut dimungkinkan untuk memvisualisasi struktur yang letaknya

dalam khususnya pada pasien obes. Walaupun linear transducers dapat juga

digunakan, namun ada keterbatasan dalam pemakaiannya karena penetrasinya yang

kurang sehingga tidak dapat digunakan untuk memvisualisasi struktur-struktur

yang letaknya dalam dimana sebagian besar konsolidasi, atelektasis dan efusi

pleura ditemukan.

Untuk pemeriksaan USG toraks, dinding dada dibagi menjadi tiga bidang

anatomi yaitu anterior, lateral, dan posterior yang masing-masing dibatasi oleh

garis aksilaris anterior dan posterior. Masing-masing area tersebut kemudian dibagi

dua yaitu bagian atas (kranial) dan bawah (kaudal), sehingga akan didapatkan

enam area anatomi (six anatomic regions) yaitu bagian kranial dan kaudal dari

dinding dada anterior, lateral, dan posterior.12

Page 22: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

22

Teknik pemeriksaan USG paru pada BLUE Protocols adalah sebagai berikut :

1. Seluruh pakaian dan penutup dinding dada dibuka, kemudian oleskan jeli

ultrasound pada keenam regio pada dinding dada.

2. Pemeriksaan dimulai dengan menempatkan transducer pada sela iga

pertama pada upper anterior region, dengan USG marker mengarah ke

kepala pasien.

3. Pemeriksaan dilanjutkan dengan menggeser ultrasound probe dengan arah

longitudinal, dari arah kranal ke kaudal.

4. Pemeriksaan dilakukan pada setiap ruang sela iga, dengan memfokuskan

pada gambar yang terdapat diantara dua bayangan iga, dan harus diamati

selama setidaknya hingga satu siklus pernapasan lengkap.

5. Ulangi prosedur pemeriksaan tersebut pada dinding dada lateral dan

posterior dengan cara yang sama.

6. Gambaran USG paru yang didapat dievaluasi untuk mendapatkan tanda-

tanda berikut :

a. A-lines

b. B-lines

c. Lung Sliding

d. Efusi pleura

e. Konsolidasi

7. Selain tanda-tanda tersebut, dilakukan juga evaluasi pada jantung dan

pembuluh darah untuk melengkapi pemeriksaan :

a. Fungsi dan ukuran ventrikel kiri

b. Fungsi dan ukuran ventrikel kanan

c. Ada tidaknya trombosis pada pembuluh darah di ekstremitas bawah

Selama melakukan prosedur BLUE Protocols dilakukan identifikasi gambaran

berikut ini :

1. A-lines yang predominan disertai dengan lung sliding menunjukkan adanya

asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksasebasi akut

(Sensitivitas 89% dan spesifisitas 97%).

2. Gambaran B-lines multipel dan difus disertai dengan adanya lung sliding

menunjukkan adanya edema paru (Sensitivitas 97% dan spesifisitas 95%).

3. Gambaran profil yang normal disertai dengan adanya trombosis vena dalam

pada tungkai bawah mengindikasikan adanya emboli paru (Sensitivitas 81%

Page 23: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

23

dan 99% spesifisitas).

4. Hilangnya gambaran lung-sliding di bagian anterior disertai dengan adanya

A-lines dan lung point menunjukkan adanya pneumotoraks (Sensitivitas 81%

dan 100% spesifisitas).

5. Konsolidasi alveolar dan B-lines yang difus di anterior dengan lung sliding

negatif atau adanya gambaran interstisial yang asimetris di anterior,

konsolidasi di posterior atau efusi pleura tanpa adanya gambaran B-lines

yang difus di anterior mengindikasikan adanya pneumonia (sensitivitas 89%

dan 94% spesifisitas).

2. Interpretasi Hasil Pemeriksaan

Dalam pendekatan diagnostik harus dikumpulkan semua tanda dan gejala yang ada

untuk mengevaluasi penyebab dispnea akut (Gambar 20) :

1. Tentukan dan amati integritas antara permukaan paru-paru, garis pleura serta

iga atas dan bawah. Adanya emfisema subkutis dapat menyebabkan

hilangnya integrasi yang normal dari struktur-struktur tersebut.

2. Selanjutnya tentukan ada tidaknya lung sliding. Hilangnya lung sliding

merupakan indikasi adanya pneumotoraks jika disertai dengan adanya lung

point.

3. Bila lung sliding dapat ditemukan, kemudian dicari A-lines yang

menggambarkan adanya udara. Hal ini dapat bersifat fisiologis atau

patologis. Untuk analisis lebih lanjut, disarankan untuk melakukan

pemeriksaan USG vena tungkai bawah. Interpretasi yang didapat bisa salah

satu dari yang berikut:

a. Adanya A-lines dan trombosis vena dalam (deep vein thrombosis)

mengindikasikan adanya emboli paru.

b. Adanya A-lines tanpa didapatkan adanya trombosis vena dalam

mengindikasikan adanya pneumonia bila didapatkan juga adanya

posterior lateral alveolar/pleural syndrome (PLAPS) atau

PPOK/asma eksaserbasi akut bila tidak didapatkan PLAPS.

4. Lebih lanjut diperiksa untuk menentukan ada tidaknya B-lines. Adanya B-

lines cukup untuk menyingkirkankan adanya pneumotoraks pada daerah

dimana transducer diletakkan. Adanya B-lines yang disertai dengan tanda-

tanda lain perlu diinterpretasikan lebih lanjut secara akurat dengan

melakukan analisis berikut :

Page 24: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

24

a. B-lines yang difus dan bilateral (minimal empat titik pada dinding

dada anterior) dapat mengindikasikan adanya edema paru baik

kardiogenik maupun non-kardiogenik. Pada keadaan ini perlu

dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk memastikannya.

b. B-lines yang bersifat fokal dapat menunjukkan adanya interstitial

syndrome.

5. Langkah terakhir adalah untuk mencari sinusoid sign yang menjadi pertanda

adanya efusi pleura. Sinusoid sign menggambarkan adanya pergerakan

pleura viseral di dalam cairan efusi yang menuju dan menjauhi dinding dada

selama pernapasan berlangsung.

I. INTERSTITIAL SYNDROME

Lung Sliding

Present Any Abolished

B profile A lines

The

BLUE

protocol

Pneumonia Plus

lung point

Without

lung point

Pneumothorax Need for

other

diagnosis

modalities

A/B or C

profile

Pneumonia Pulmonary

edema

Venous

analysis

B profile A profile

Thrombosed vein Free vein

Pulmonary

embolism

Stage 3

PLAPS no PLAPS

Pneumonia COPD or

Asthma

Gambar 20. BLUE protocol dalam mendiagnosis penyebab dispnea akut

Page 25: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

25

Interstitial syndrome merupakan suatu keadaan dimana terdapat kelainan pada

rongga alveoli akibat peningkatan cairan dalam jaringan interstisial dengan

beberapa bagian paru masih menunjukkan aerasi yang normal. Keadaan ini dapat

terjadi akibat adanya acute respiratory distress syndrome (ARDS), acute

cardiogenic pulmonary edema (ACPE) dan fibrosis paru. Pemeriksaaan CT scan

tidak dapat digunakan dalam praktek sehari-hari untuk mendiagnosis ARDS karena

beberapa alasan yaitu paparan radiasi yang tinggi, biaya yang besar dan sulitnya

transportasi pasien yang biasanya dalam kondisi sakit yang berat. Demikian juga

dengan pemeriksaan foto toraks yang kadang-kadang sulit untuk membedakan

antara ARDS dan ACPE, sehingga pemeriksaan USG paru menjadi salah satu

penunjang lain yang bersifat non-invasif, bebas radiasi dan dapat dilakukan secara

bed-side.13,14

Pada keadaan normal gelombang ultrasound tidak dapat ditransmisikan

melalui struktur yang berisi udara. Adanya penyakit paru akan menyebabkan

berkurangnya aerasi di alveoli disertai dengan penebalan septum interlobular

subpleura dan penebalan jaringan interstisial akibat edema, sehingga memberikan

gambaran hyperechoic sonographic pattern. Pola gambaran hyperechoic tersebut

timbul akibat semakin banyak dan semakin tebalnya artefak yang disebut sebagai

B-lines atau comet-tails. Jumlah B-lines yang didapat adalah sebanding dengan

jumlah cairan ekstravaskuler paru sehingga dapat menjadi pertanda adanya

alveolar-interstitial syndrome. Artefak B-lines maupun comet-tails menyebabkan

hilangnya efek cermin dari pleura, dan dengan demikian menyebabkan hilangnya

juga bayangan Narcissus akibat adanya riak-riak kecil pada permukaan air.

(Gambar 21).6,13,14

Gambar 21. Gambaran interstitial syndrome pada ARDS dan ACPE (kiri) serta

fenomena hilangnya bayangan Narcissus (kanan).

Page 26: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

26

J. GAMBARAN ULTRASONOGRAFI PARU PADA ARDS DAN ACPE Ultrasonografi berperan dalam mendiagnosis penyebab alveolar-interstitial

syndrome, ditandai dengan pola gambaran USG yang nonspesifik berupa B-lines

dan white lung yang bisa didapatkan baik pada ARDS maupun ACPE. Copetti et

al13,14

menganalisis pola gambaran USG paru pada ARDS dan ACPE dengan

membedakan pleuropulmonary sonographic pattern pada kedua keadaan tersebut.

Pada ACPE terjadi edema hidrostatik homogen yang ditandai dengan penebalan

struktur jaringan interstitial dan terjadinya transudasi cairan ke dalam alveoli, tanpa

disertai kerusakan pada alveolar-capillary membrane. Sebaliknya pada ARDS

integritas alveolar-capillary membrane akan terganggu sehingga menyebabkan

gambaran alveolar flooding yang difus dan heterogen. Dengan demikian pada

ACPE akan didapatkan pola gambaran white lung homogen baik di lapangan paru

anterior maupun posterior, disertai dengan adanya efusi pleura. Sebaliknya pada

ARDS gambaran white lung pattern akan tampak lebih heterogen pada lapangan

paru anterior (spared area), sedangkan pada lapangan paru posterior tampak lebih

homogen dengan perubahan pada pleural line bilateral disertai dengan adanya area

konsolidasi. Untuk membedakan antara ARDS dan ACPE secara radiologis dengan

bantuan USG perlu diidentifikasi ada tidaknya kelainan-kelainan berikut yaitu B-

lines, spared area, konsolidasi, pleural line abnormalities dan efusi pleura.13,14

B-lines. B-lines adalah artefak vertikal atau disebut juga comet-tail artifact

yang berjalan memanjang hingga mencapai tepi layar monitor dengan memotong

A-lines dan bergerak sesuai dengan gerakan pleural line selama inspirasi. Pada

ACPE karena alveolar-capillary membrane tetap normal maka B-lines yang

membentuk comet-tail artifact tampak homogen, sedangkan pada ARDS tampak

heterogen akibat adanya kerusakan pada alveolar-capillary membrane. Pada

ARDS, B-lines tampak bilateral dengan jumlah ≥ 3, dan dapat menyatu secara

sempurna hingga membentuk gambaran white lung. Pada lapangan paru anterior

distribusi B-lines tidak homogen, sedangkan pada lapangan paru posterior B-lines

tampak lebih padat dan homogen sehingga memberikan gambaran global white

lung yang seperti tampak juga pada ACPE (Gambar 22).13,14

Page 27: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

27

Gambar 22. Gambaran B-lines pada ARDS dan ACPE

Spared area. Spared area adalah area paru normal yang terlihat

paling tidak pada satu sela iga, dikelilingi oleh area B-lines atau white lung.

Area ini biasanya didapat pada lapangan anterior paru. Spared area

umumnya didapat pada ARDS dan tidak didapat pada ACPE (Gambar 23).13

Gambar 23. Spared area pada ARDS (A), tidak tampak spared area pada ACPE (B).

Konsolidasi. Konsolidasi merupakan area hyperechoic echotexture dengan

punctiform elemens atau “hepatisasi”, disertai gambaran air bronchogram yang

statis dan dinamis. Pada ARDS konsolidasi biasanya tampak pada lapangan

posterior paru, terutama pada bagian basal. Gambaran konsolidasi paru umumnya

didapatkan pada ARDS namun tidak pada ACPE (Gambar 24).13,14

Page 28: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

28

Gambar 24. Konsolidasi paru dengan air bronchogram pada lapang paru posterior (A dan B)

Pleural line abnormalities : Penebalan pleura > 2 mm dengan permukaan yang

ireguler disertai dengan konsolidasi subpleura yang ringan (Gambar 25).13

Gambar 25. Konsolidasi subpleura pada ARDS (A), tidak tampak konsolidasi pada ACPE (B)

Pada ARDS selalu didapatkan adanya keterlibatan pleural line yang menyebabkan

berkurangnya lung sliding pada area white lung dan pleural line tampak bergerak

sesuai irama dengan denyut jantung (lung pulse sign). Pada ACPE pleural line

tetap normal dan tidak didapatkan adanya lung pulse sign (Gambar 26).13,14

Gambar 26. Pleural line yang mengalami penebalan dengan permukaan yang ireguler pada

ARDS (A) dan pleural line yang tetap normal pada ACPE (B).

Page 29: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

29

Efusi pleura. Dengan USG efusi pleura akan tampak sebagai area pleura

yang anechoic dan homogen, tanpa adanya gambaran udara di dalamnya, yang

dibatasi oleh diafragma dan pleura. Bila efusi pleura menyebabkan kompresi

mekanik maka paru lobus bawah akan terlihat kolaps dan mengapung (floating).

Efusi pleura jarang ditemukan pada ARDS (namun hal ini tergantung dari etiologi

ARDS), sedangkan pada ACPE sering ditemukan (Gambar 27).9-11,13

Gambar 27. Efusi pleura minimal pada ARDS (A), Efusi pleura pada ACPE (B).

K. KESIMPULAN

Pemeriksaan USG paru mempunyai peranan penting dalam tatalaksana

pasien dengan penyakit paru dan pleura.

Kelebihan pemeriksaan USG adalah karena tidak mengakibatkan efek

radiasi, praktis dan dapat mendeteksi kelainan pleura/paru secara lebih cepat.

Pengertian akan prinsip mekanik gelombang ultrasonik diperlukan untuk

memahami mekanisme terjadinya berbagai pola gambaran ultrasonografi

baik pada paru maupun pleura.

Diperlukan pengenalan mengenai berbagai jenis transducer dan manfaatnya

masing-masing serta pemahaman mengenai berbagai bidang anatomi

sebelum melakukan pemeriksaan ultrasonografi paru.

BLUE Protocol merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi

penyebab dipsnea akut dengan menggunakan ultrasonografi, dan dalam

pelaksanaannya harus selalu dikaitkan dengan data klinis lainnya.

Pemeriksaan ultrasonografi paru bermanfaat untuk mendiagnosis kelainan

interstitial syndrome baik yang disebabkan oleh ARDS maupun ACPE, serta

dapat digunakan untuk membedakan kedua kelainan tersebut.

Page 30: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

30

Keterbatasan USG antara lain karena kurang dapat digunakan untuk

mengevaluasi kelainan-kelainan di mediastinum serta hasil pemeriksaannya

bersifat operator-dependent.

Page 31: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

31

L. DAFTAR PUSTAKA 1. Anantham D, Ernst A. Ultrasonography. In: Mason RJ, Broaddus VC, Martin

TR, King TE, Schraufnagel DE, Murray JF, Nadel JA, editors. Textbook of

Respiratory Medicine. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 445-60.

2. Moore CL, Copel JA. Point-of-Care Ultrasonography. N Engl J Med.

2011;364:749-57.

3. Mayette M, Mohabir P. Ultrasound Physics. In : Soni NJ, Arntfield R, Kory P, editors. Point-of- Care ULTRASOUND. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.9-18.

4. Ahmad S, Eisen LA. Lung Ultrasound : The Basics. In : Lumb P, Karakitsos D, editors. Critical Care Ultrasound. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.106-10.

5. Mathis G, Sparchez Z, Volpicelli G. Chest Sonography. In: Dietrich CF, ed.

EFSUMB - European Course Book. Italy: EFSUMB; 2010. p. 2-21.

6. Gardeli et al. Chest Ultrasonography in the ICU. Respir Care 2012;57(5):773-81.

7. Chiem AT. Transducers. In : Soni NJ, Arntfield R, Kory P, editors. Point-of- Care ULTRASOUND. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.19-24.

8. Walker C, Mohabir P. Orientation. In : Soni NJ, Arntfield R, Kory P, editors. Point-of- Care ULTRASOUND. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.25-31.

9. Fein D, Tofts RPH, Kory P. Lung and Pleural Ultrasound Technique. In : Soni NJ, Arntfield R, Kory P, editors. Point-of- Care ULTRASOUND. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.51-8.

10. Lee PMJ, Tofts RPH, Kory. Lung Ultrasound Interpretation. In : Soni NJ, Arntfield R, Kory P, editors. Point-of- Care ULTRASOUND. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.51-8. 59-69.

11. Lama KW, Chichra A, Cohen RI, Narasimhan M. Pleural Ultrasound. In : Lumb P, Karakitsos D, editors. Critical Care Ultrasound. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.111-4.

12. Venegas C, Eisen LA, Shiloh AL. Lung Ultrasound : Protocols in Acute Dyspnea. In : Lumb P, Karakitsos D, editors. Critical Care Ultrasound. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.128-30.

13. Corradi F, Brusasco C, Abreu MG, Pelosi P. Lung Ultrasound in Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Critical Care Ultrasound. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.11-22.

Page 32: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

32

14. Corradi F, Brusasco C, Abreu GDM, Pelosi P. Lung Ultrasound in Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). In : Lumb P, Karakitsos D, editors. Critical Care Ultrasound. Philadelphia : ELSEVIER Saunders; 2015.p.119-22.

Page 33: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

33

Page 34: PERAN ULTRASONOGRAFI DALAM TATALAKSANA PENYAKIT PARU …staff.ui.ac.id/.../usg_paru_pin_2017_makasar_docx.pdf · adalah sifat tetap transducer yang mengacu pada kemampuan untuk

34