peran rekayasa desain tambak dan bentuk pond system dalam upaya budidaya ramah lingkungan dan...

45
MAKALAH Peran Rekayasa Desain Tambak dan Bentuk Pond System dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan dan Peningkatan Produksi KepitingDisusun oleh: Ety Nurul Fitriyati 26010212130030 Muhammad Nur Sihabuddin 26010212130078 Muhammad Falah 26010212140022 Muhammad Kosim 26010212140044 Pindo Hafiyyan 26010212140075 Viola Indah Utari 26010212120008 Winanda Adi Kusuma 26010212130075 Suci Fitriyanti 26010212140097 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

Upload: sihabuddinmn

Post on 17-Jan-2016

247 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Task

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

MAKALAH

“Peran Rekayasa Desain Tambak dan Bentuk Pond

System dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan dan

Peningkatan Produksi Kepiting“

Disusun oleh:

Ety Nurul Fitriyati 26010212130030

Muhammad Nur Sihabuddin 26010212130078

Muhammad Falah 26010212140022

Muhammad Kosim 26010212140044

Pindo Hafiyyan 26010212140075

Viola Indah Utari 26010212120008

Winanda Adi Kusuma 26010212130075

Suci Fitriyanti 26010212140097

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

Page 2: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha diversifikasi produk tambak merupakan alternatif dalam mengatasi

kompleksnya permasalahan budidaya tambak. Kepiting bakau merupakan salah

satu alternatif yang bisa dipilih untuk dibudidayakan karena mempunyai nilai

ekonomis tinggi dan merupakan salah satu jenis golongan crustaceae yang

mengandung protein hewani cukup tinggi, hidup di perairan pantai dan muara

sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau dengan dasar perairan

berlumpur (Mossa et al., 1995). Lebih lanjut dikatakan bahwa permintaan

komoditas kepiting terus meningkat baik di pasaran dalam maupun luar negeri,

sehingga menyebabkan penangkapan di alam berjalan semakin intensif, akibatnya

terjadi penurunan populasi kepiting di alam. Untuk mengatasi hal tersebut

alternatif peningkatan produksi lewat budidaya perlu dikaji lebih lanjut.

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan satu diantara komoditas laut

yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di pasaran dunia. Sangat digemari

konsumen lokal maupun luar negeri dan dalam kurun waktu sepuluh tahun

terakhir ekspor kepiting meningkat rata-rata 14,06%. Komoditas ini mempunyai

kandungan nilai gizi tinggi, protein dan lemak, bahkan pada telur kepiting

kandungan proteinnya sangat tinggi, yaitu sebesar 88,55%. Dengan nilai

komposisi demikian, komoditas ini sangat digemari konsumen luar negeri dan

menjadi salah satu makanan paling bergengsi di kalangan mereka. Amerika

Serikat merupakan negara penyerap hampir 55% produksi kepiting dunia, sedang

permintaan lainnya datang dari negara-negara di kawasan Eropa, Australia,

Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan (Ditjen Perikanan, 2000).

Permintaan ekspor kepiting bakau terus meningkat dan telah menjadikan

komoditas ini sebagai salah satu andalan ekspor non migas yang pada tahun 2000

meraup devisa US $ 25.488.000 (Ditjen Perikanan, 2000). Namun kebutuhan

ekspor kepiting bakau selama ini masih mengandalkan hasil penangkapan di

muara sungai / kawasan bakau yang apabila eksploitasi kepiting bakau ini

semakin intensif dan tidak terkendali akan mengancam kelestarian sumber daya

Page 3: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

tersebut. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan konsumsi domestik maupun

kebutuhan ekspor yang terus meningkat diperlukan upaya alternatif melalui usaha

budidaya. Upaya budidaya, yaitu penggemukan kepiting bakau telah cukup

berkembang yang dilakukan oleh petani tambak di Indonesia. Di Jawa Tengah,

usaha ini dilakukan dengan sistem silvofishery, yang memadukan antara budidaya

komoditas perikanan berupa ikan bandeng dan kepiting dengan penanaman

tanaman bakau. Hal ini menjadi salah satu alternatif bagi para petani tambak atas

kegagalan mereka dalam budidaya udang windu beberapa tahun terakhir.

Di Indonesia secara umum kepiting bakau merupakan komoditas perikanan

yang penting sejak tahun 1980, pada dekade 1985-1994, peningkatan produksi

mulai dari 14,3% per tahun. dalam tahun 1994 produksi mencapai 8756 ton dari

hasil budidaya dan penangkapan di alam (Dirjen Perikanan 1985-1994 dalam

Cholik, 2005). Permintaan kepiting bakau untuk pasar Internasional dan lokal

terus meningkat, dalam tahun 2005 pemasok soft crab kepiting bakau untuk

Kabupaten Pemalang membutuhkan lebih dari 10 ton per bulan, sementara

petambak hanya mampu menghasilkan ± 5500 kg soft crab/bulan. Sedangkan

penangkapan kepiting dialam (seputar hutan mangove) dibatasi oleh aturan lokal

tidak diperbolehkan menangkap kepiting dalam kondisi bertelur dan baby crab.

Potensi budidaya perikanan pantai di negara kita sangat besar, hal ini

didukung oleh kenyataan bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai

panjang pantai lebih dari 81.000 km, terdiri lebih dari 17.000 pulau tersebar luas

antara 6° LU-11°LS dan 95° BT-141°BT , 70 persen dari luas wilayahnya berupa

laut (perairan) terbentang dari Sabang sampai Merauke. Di dalam wilayah

Indonesia terkandung kekayaan hewani dan nabati yang saat ini tingkat

eksploitasinya belum optimal. Sebagai negara bahari, bangsa Indonesia harus

mampu memanfaatkan potensi perairan yang ada sebagai media penghubung antar

pulau sekaligus sebagai sumber daya kehidupan maritim. Jika dimanfaatkan

secara arif, potensi kekayaan tersebut dapat mendukung pembangunan sosial

ekonomi menuju masyarakat Indonesia yang maju, makmur dan berkeadilan.

Namun potensi yang besar ini belum tergarap secara optimal sehingga membuka

peluang bagi kita untuk mengelolanya. Sumber daya sektor perikanan saat ini

memberikan kontribusi penting bagi perekonomian nasional antara lain:

Page 4: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

1. Produk perikanan merupakan pemasok utama protein hewani bagi 200 juta

lebih penduduk Indonesia

2. Sub sektor perikanan menyerap lapangan pekerjaan bagi sekitar 4,4 juta

masyarakat nelayan/ petani ikan.

3. Penghasil devisa bagi perekonomian Indonesia Misi dan tujuan pembangunan

sektor kelautan dan perikanan ke depan seyogyanya diarahkan untuk

mencapai tiga target secara seimbang, yaitu:

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam bentuk nilai ekspor,

sumbangan terhadap PDB dan penyediaan lapangan kerja

b. pemerataan hasil-hasil pembangunan secara adil, terutama peningkatan

kesejahteraaan masyarakat pesisir, nelayan dan petani ikan yang masih

tertinggal.

c. pemeliharaan daya dukung dan kualitas lingkungan

Carryng capacity dalam ekosistem pertambakan mempunyai peran yang

signifikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tambak. Menurut Beveridge

(1996) mengemukakan bahwa carryng capcity digunakan untuk menjabarkan

produksi dari budidaya yang dapat berkelanjutan dalam suatu lingkungan, dan

kapasitas penyangga dalam lingkungan yang mengalami kerusakan memerlukan

waktu pemulihan yang relatif lama. Lebih lanjut dikatakan untuk menentukan

carryng capacity dalam suatu lingkungan perairan budidaya dapat dilakukan

dengan pendekatan, menghitung beban limbah total fosfor (TP) dari sistem

budidaya yang terbuang ke lingkungan perairan terkait dengan influx nutrient,

budget nutrient dan out flux nutrient.

1.2. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peran rekayasa design tambak dan bentuk pond system dalam

upaya budidaya ramah lingkungan

2. Mengetahui peran rekayasa design tambak dan bentuk pond system dalam

upaya peningkatan produksi kepiting.

Page 5: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

1.3. Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini yaitu:

1. Dapat mengetahui peran design tambak dan pond system dalam budidaya

ramah lingkungan.

2. Dapat mengetahui peran design tambak dan pond system dalam peningkatan

produksi kepiting

Page 6: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi

Kepiting bakau adalah hewan berkulit keras dari kelas Crustacea yang

pertumbuhannya dicirikan oleh proses ganti kulit (moulting). Ordo Dechapoda

ditandai dengan adanya 10 buah (lima pasang) kaki, pasangan kaki pertama

disebut capit yang berperan sebagai alat penangkap/pemegang makanan, pasangan

kaki kelima berbentuk seperti kipas (pipih) berfungsi sebagai kaki renang dan

pasangan kaki selebihnya sebagai kaki jalan. Dengan capit dan kaki jalan,

kepiting bisa berlari cepat di darat dan berbekal kaki renang dapat berenang

dengan cepat di air sehingga tergolong Swimming Crab (Portunidae). Genus

Scylla ditandai oleh bentuk carapace yang oval dengan bagian depan memiliki 9

duri pada sisi kiri dan kanan serta 4 duri di antara kedua matanya.

Kepiting merupakan fauna yang habitat dan penyebarannya terdapat di air

tawar, payau dan laut. Jenis-jenisnya sangat beragam dan dapat hidup di berbagai

kolom di setiap perairan. Menurut Agus (2008), kepiting bakau mempunyai

beberapa spesies antara lain Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla

oceanica. Sebagian besar kepiting yang kita kenal banyak hidup di perairan payau

terutama di dalam ekosistem mangrove. Beberapa jenis yang hidup dalam

ekosistem ini adalah Hermit Crab, Uca sp, Mud Lobster dan kepiting bakau.

Sebagian besar kepiting merupakan fauna yang aktif mencari makan di malam

hari nocturnal (Prianto, 2007).

Kepiting termasuk dalam beberapa suku (familia), Portunidae dan seksi

(sectio) Brachyura. Cukup banyak jenis yang termasuk dalam suku ini. Tetapi dari

sekian jenis ini, hanya ada beberapa saja yang banyak dikenal orang karena biasa

dimakan, dan tentu saja berukuran agak besar. Jenis yang tubuhnya berukuran

kurang dari 6 cm tidak lazim dimakan karena terlalu kecil dan hampir tidak

mempunyai daging yang berarti. Beberapa jenis yang dapat dimakan ternyata juga

dapat menimbulkan keracunan (Nontji, 2007).

Page 7: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

Gambar 1. Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Sumber : FAO (2001)

Adapun klasifikasi kepiting bakau (Scylla serrata) Menurut Prianto (2007),

dilihat dari sistematikanya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Athropoda

Kelas : Crustasea

Ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Portunus

Spesies : Scylla serrata

Kepiting mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam tetapi seluruhnya

mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh kepiting mempunyai chelipeds

dan empat pasang kaki jalan. Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan

sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis

kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda. Chelipeds dapat

digunakan untuk memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit

kerang dan juga sebagai senjata dalam menghadapi musuh. Di samping itu, tubuh

kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan kulit yang keras

atau dengan istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ

dalam bagian kepala, badan dan insang (Prianto, 2007).

Beberapa bagian yang terdapat di sekitar mulut berfungsi dalam memegang

makanan dan juga memompakan air dari mulut ke insang. Kepiting memiliki

rangka luar yang keras sehingga mulutnya tidak dapat dibuka lebar. Hal ini

menyebabkan kepiting lebih banyak menggunakan sapit dalam memperoleh

Page 8: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

makanan. Makanan yang diperoleh dihancurkan dengan menggunakan sapit,

kemudian baru dimakan (Shimek, 2008).

Tubuh kepiting juga dilengkapi bulu dan rambut sebagai indera penerima.

Bulu-bulu terdapat hampir di seluruh tubuh tetapi sebagian besar bergerombol

pada kaki jalan. Untuk menemukan makanannya kepiting menggunakan

rangsangan bahan kimia yang dihasilkan oleh organ tubuh. Antena memiliki

indera penciuman yang mampu merangsang kepiting untuk mencari makan.

Ketika alat pendeteksi pada kaki melakukan kontak langsung dengan makanan,

chelipeds dengan cepat menjepit makanan tersebut dan langsung dimasukkan ke

dalam mulut. Mulut kepiting juga memiliki alat penerima sinyal yang sangat

sensitif untuk mendeteksi bahan-bahan kimia. Kepiting mengandalkan kombinasi

organ perasa untuk menemukan makanan, pasangan dan menyelamatkan diri dari

predator (Prianto, 2007).

Gambar 2. Morfologi Kepiting Bakau

Sumber: www.google.com

Kepiting menggunakan capitnya yang besar untuk makan, yaitu

menggunakan sapit untuk memasukan makanan ke alam mulutnya. Kepiting

mempunyai kebiasaan unik dalam mencari makan, bila di daerah kekuasaannya

diganggu musuh, misalnya oleh kepiting lain, kepiting dapat saja menyerang

musuhnya dengan ganas (Rosmaniar, 2008).

Page 9: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

2.2. Reproduksi

Reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja sebagian kepiting

meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting betina biasanya segera

melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina memiliki kemampuan

untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa bulan lamanya. Telur yang

akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat (bagian tubuh) penyimpanan

sperma. Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan ditempatkan pada bagian bawah

perut (abdomen). Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting.

Beberapa spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi

pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva

(individu baru) yang dikenal dengan “zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan,

sang induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat

dengan mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai

plankton dan melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu

agar dapat tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007).

2.3. Siklus hidup

Kepiting dapat bertahan hidup hingga mencapi umur 3 - 4 tahun.

Sementara itu pada umur 12 - 14 bulan kepiting sudah dianggap dewasa dan dapat

dipijahkan. Sekali memijah, kepiting bisa menghasilkan jutaan telur tergantung

ukuran induk. Di alam bebas, jumlah larva yang mampu menjadi kepiting muda

sangat kecil karena antara lain faktor lingkungan yang tiak mendukung dan

banyaknya musuh alami. Sekali melakukan pemijahan kepiting betina mampu

menyimpan sperma jantan dan dapat melakukan pemijahan hingga tiga kali tanpa

perkawinan lagi. Telur kepiting yang telah dibuahi akan menetas menjadi zoea,

megalops dan kepiting muda yang akhirnya menjadi kepiting dewasa. Selama

masa pertumbuhan, kepiting menjadi dewasa akan mengalami pergantian kulit

antara 17 - 20 kali tergantung kondisi lingkungan dan pakan yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan. Proses molting (pergantian kulit) pada zoea

berlangsung lebih cepat yaitu sekitar 3 - 4 hari, sedangkan pada fase megalops,

proses dan interval pergantian kulit berlangsung relatif lama yaitu setiap 15 hari.

Setiap molting, tubuh kepiting akan bertambah besar sekitar 1/3 kali ukuran

Page 10: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

semula dan panjang carapace meningkat 5 - 10 mm pada kepiting dewasa.

Kepiting dewasa berumur 12 bulan memiliki lebar carapace 17 cm dan berat

sekitar 200 g.

Gambar 3. Siklus Hidup Kepiting Bakau

Sumber: www.google.com

Kepiting tidak dapat tumbuh secara linier sebagaimana hewan lain karena

mereka memiliki cangkang luar yang keras (karapas) yang tidak dapat bertumbuh.

Karenanya agar kepiting dapat bertumbuh maka karapas lama harus diganti

dengan yang baru yang lebih besar. Proses pergantian ini disebut molting. Pada

kepiting, pertumbuhan merupakan proses perubahan panjang dan bobot yang

terjadi secara berkala pada setiap rangkaian proses pergantian kulit atau molting

(Fujaya, 2008).

Molting adalah proses sentral dan berkesinambungan yang terjadi selama

hidup kepiting. Ada empat fase dalam siklus molting: intermolt, premolt

(persiapan untuk mencapai molting), molt (molting), dan post molt (recovery dari

molting). Selama intermolt, exoskeleton terbentuk sempurna dan hewan

mengakumulasi calcium dan energi untuk disimpan. Premolt dimulai ketika

exsoskeleton yang lama mulai memisahkan diri dari epidermis dan mulai

terbentuk exsoskeleton baru. Calcium dan beberapa nutrien lainnya diabsorbsi

dari exoskeleton lama dan disimpan di dalam daging kepiting dan selanjutnya

dikembalikan pada exoskeleton baru. Ada beberapa faktor yang mengontrol

molting, yaitu informasi eksternal dari lingkungan seperti cahaya, temperatur, dan

Page 11: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

ketersediaan makanan. Selain itu, informasi internal juga sangat berperan, seperti

ukuran tubuh yang membutuhkan tempat yang lebih luas. Kedua faktor ini akan

mempengaruhi otak dan menstimulasi organ-Y untuk menghasilkan hormon

molting ( Fujaya, 2008).

Masa pertumbuhan menjadi dewasa, kepiting bakau akan mengalami

beberapa kali molting yaitu antara 17 sampai 20 kali. Hal ini terjadi karena rangka

luar yang membungkus tubuhnya tidak dapat membesar, sehingga perlu dibuang

dan diganti dengan yang lebih besar. Setiap periode (fase intermolt) pertumbuhan

kepiting dapat mencapai 20% sampai 30% dari ukuran semula (Anonim, 2009).

Kepiting yang masih kecil penambahan bobot dapat mencapai 400%. Secara

keseluruhan, penambahan bobot pada setiap molting berkisar antara 3% sampai

44%. Pertumbuhan kepiting bakau sejak dari telur sampai dewasa dengan lebar

karapas sekitar 114.2 mm memerlukan waktu minimal 369 hari (Warner, 1977).

2.4. Kebiasaan Makan

Kondisi air/dasar tambak yang sangat jelek dapat mematikan secara total

bila kepiting tersebut tidak dapat kesempatan untuk berlindung ketempat yang

lebih aman. Jenis pakan yang dikonsumsi kepiting bervariasi, tergantung

stadia/ukuran kepiting. Sejak fase megalops sampai dewasa kepiting bakau

bersifat bentik dan suka berbenam diri kedalam lumpur. Pada fase zoea bersifat

pemakan plankton, setelah megalops bersifat carnivora, dan kepiting muda hingga

dewasa bersifat omnivorus scavenger, yaitu senang memakan daging. Oleh karena

itu beberapa alternatif pakan yang bisa diberikan adalah antara lain ikan rucah

segar, ikan rucah kering tawar, kulit sapi/kambing, jenis siput (keong sawah),

bekicot, daging ular, belut, dan kerang (kepah/joi atau sejenisnya). Pada umumnya

kepiting aktif pada saat air pasang atau bersamaan arus air baru. Sebaiknya

pemberian pakan disesuaikan dengan kebiasaan tersebut. Untuk pemberian pakan

ikan kering tawar sebelumnya direndam dulu supaya pada saat disebar/diberikan

segera tenggelam mendekat kepiting yang biasanya ada didasar. Bila tidak, pakan

tersebut akan sulit dijangkau oleh kepiting karena mengapung di permukaan yang

akhirnya bisa keluar pagar melalui celah pagar dan tidak termakan.

Page 12: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

2.5. Budidaya Kepiting Bakau

Kepiting merupakan komoditas yang berekonomis tinggi oleh karena itu

adanya budidaya kepiting yang meliputi Alat tangkap yang umum dipergunakan

antara lain bulu/wadong dan pintur sejenis rakkang terapung terutama di daerah

Cilacap, rakkang tancap dan amban (mirip anco kecil) seperti di Sulawesi Selatan,

Aceh, Kalimantan Barat dan Timur dan juga kail. Semua jenis alat tersebut

memerlukan umpan berupa ikan rucah, belut, daging ular dan lain-lain. Biasanya

operasi penangkapan bersamaan pasang naik pada waktu kepiting aktif mencari

makan. Alat tersebut biasa dipasang dengan jarak antara 10 - 15 m di perairan

dekat hutan bakau, muara atau sepanjang sungai yang banyak terdapat kepiting

bakau, dengan bantuan sampan dilakukan pengecekan secara teratur. Hasil

penangkapan segera dilakukan pengikatan sehingga mudah penanganan

selanjutnya. Sebaiknya hasil tangkapan yang telah diikat jangan disimpan terlalu

lama (lebih dari 3 hari) agar mutu tidak menurun. Ukuran kecil yang belum

memenuhi masyarat pasar bisa dibesarkan dalam kurungan yangditempatkan

dalam tambak/saluran air yang mendapat air baik dan diberi makan selama 1 - 2

minggu tergantung ukuran awal.

Budidaya pembesaran kepiting bisa dilakukan secara monokultur atau

polikultur dengan bandeng. Pemilihan komoditas untuk dipolikultur harus

komoditas yang bersifat plankton feeder, lincah sehingga tidak mudah ditangkap

kepiting. Dengan demikian kepiting tidak bisa dibudidayakan dengan udang

karena sifat udang yang hidup di dasar dan mengalami ganti kulit akan mudah

dimangsa oleh kepiting. Pemberian pakan kepiting berupa ikan rucah akan

memberikan efek menyuburkan air dan menstimulir pertumbuhan plankton akibat

dari sebagian sisa pakan/protein yang terlepas berfungsi sebagai pupuk. Padat

penebaran berkisar antara 1 - 3 ekor/m2 , ukuran benir tebar sekitar 60 g dengan

masa pemeliharaan 5 - 6 bulan.

Budidaya penggemukan dimaksudkan untuk memelihara kepiting yang

tidak berisi/keropos dengan pemberian pakan menjadi berisi/gemuk sehingga

dapat meningkatkan harga. Dalam penangkapan jumlah banyak dan pengumpulan

dari penangkap sering ditemukan banyak kepiting tidak berisi baik jantan maupun

betina. Dalam kondisi smacam ini kepiting tidak laku/murah sekali karena

Page 13: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

dagingnya sedikit. Untuk jumlah yang cukup dapat ditampung ditambak atau

dalam kurungan bambu, diberi makan secara cukup mutu dan jumlahnya sehingga

dalam waktu relatif singkat 1 - 2 minggu menjadi gemuk. Kepadatan tebar untuk

ukuran sekitar 100 - 150 g sebanyak 10 - 20 ekor/m2 dan ukuran 200 - 250 g

sekitar 10 ekor/m2 tergantung kondisi wadah budidaya dan sistem penggantian

air.

Keberhasilan suatu usaha budidaya sangat tergantung pada keberhasilan

menjaga kondisi lingkungan budidaya dan sekitarnya, hal ini sangat terkait

dengan daya dukung, daya tampung, dan self purying, serta daya asimilasi dalam

lingkungan tersebut. Pengaruh lingkungan yang memburuk bisa mengakibatkan

penurunan laju pertumbuhan, timbulnya penyakit, bahkan yang ekstrim berupa

kematian massal pada kultivan tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

peningkatan kandungan P (posfor) dan N (nitrogen) dalam air dan sedimen perlu

diwaspadai terutama pada budidaya yang tidak mengandalkan pemanfaatan pakan

alami, karena dalam proses dekomposisi sisa pakan dan feces akan berpengaruh

pada penurunan oksigen terlarut dalam lingkungan budidaya, sehingga kulitvan

akan mengalami masalah dalam kelangsungan hidup dan pertumbuhannya

(Subandar et al., 2005).

Kepiting yang baru saja dipanen harus segera diikat supaya tidak lepas dan

saling menyerang, memudahkan seleksi dan penanganan selanjutnya. Pengikatan

dapat dilakukan dengan dua cara yakni: (1) pengikatan seluruh kaki dan capit

sehingga kepiting tidak mampu bergerak, (2) pengikatan pada capit saja sehingga

kepiting masih mampu berjalan tetapi tidak dapat menyerang. Pengikatan pertama

mempunyai kelemahan bila dibiarkan dalam beberapa hari, ketika akan dilepas,

kepiting menjadi lumpuh, tidak lincah sehingga dinilai lemah atau sakit yang

dapat menurunkan mutu, sedangkan pengikat cara kedua kepiting masih bisa lari

kecuali yang lemah atau sakit sehingga peluang lepas atau hilang bila tempat

penyimpanan atau penampungan tidak tertutup, selalu ada.

Kepiting yang telah diikat, disortir, disusun rapi (tidak terbalik) di dalam

keranjang atau semacamnya bersusun 3 - 5 lapis dengan kondisi keranjang cukup

memiliki ventilasi/lubang untuk sirkulasi udara. Dalam keadaan ini dapat

disimpan dalam ruangan lembab bersuhu rendah. Bila karena sesuatu hal kepiting

Page 14: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

yang telah diikat tidak dapat segera dikirim kepada konsumen/pembeli, maka

setiap 12 jam dapat dicelup dalam air asin selama beberapa menit untuk

menghindari dehidrasi. Bila ada yang lemah sekali atau mati harus segera

dipisahkan untuk menghindari kematian kepiting lainya. Kepiting yang lemah,

kurang sehat ditandai dengan gerakan tangkai mata dan kaki renang yang lamban,

serta keluar busa dari mulutnya.

Ukuran kepiting sangat bervariasi. Anakan kepiting yang berukuran berat

30 - 50 gram dijadikan benih untuk budidaya unit pembesaran. Kepiting

tangkapan yang ukurannya 150 - 200 gram menjadi benih untuk unit

Penggemukan, terdiri dari kepiting jantan dan betina. Kepiting ukuran itu juga

dijadikan benih untuk unit produksi cangkang lunak dan juga unit produksi

kepiting bertelur, (betina saja.). Pedagang biasanya membuat bak untuk

pengangkut itu ukuran garis tengah 50 cm. Dapat juga dibuat dari fiber glass

berbentuk kotak ukuran 50 x 50 cm , dalam 60 cm. Bak ukuran itu dapat memuat

150 - 200 ekor kepiting kecil-kecil berat 20 - 50 gram/ekor. Selama diangkut,

kepiting direndam dalam air payau 10-25 ppt. Pengangkutan selama 7 - 8 jam,

mortalitasnya berkisar 0 - 40 % (Gunarto,1989 dalam Cholik,1991).

Harga kepiting betina yang bertelur penuh bisa 3 kali lebih tinggi daripada

kepiting betina yang tidak bertelur untuk ukuran yang sama. Untuk kepiting

ukuran sekitar 200 g yang baru mulai bertelur dinilai sama harganya dengan

kepiting yang belum bertelur, padahal dengan menahan 1 - 2 minggu dan

pemberian pakan yang cukup, mutu dan jumlahnya akan diperoleh kepiting betina

bertelur penuh. Prinsip pemeliharan sama dengan penggemukan, bedanya disini

dilakukan secara monosex (betina semua). Ukuran tebar 200 - 250 g dengan masa

pemeliharaan sekitar 2 minggu diperoleh 75 - 100% betina bertelur penuh. Yang

perlu diperhatikan adalah penggantian air secara cukup, pemberian pakan cukup

mutu dan jumlah. Pada kepiting bertelur, semakin berkembang telur menjadi

penuh maka nafsu makan semakin berkurang seperti “berpuasa” sehingga jumlah

pakan dikurangi supaya tidak berlebih yang dapat menurunkan mutu air.

Page 15: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

2.6. Rekayasa Budidaya Desain Tambak

Persiapan tambak meliputi: Pengeringan merupakan proses dimana seluruh

air yang berada di area tambak dikeringkan total sampai tanah mengerut.

Persiapan tanah dasar tambak yang pertama kali dilakukan adalah pengeringan

total kemudiaan penjemuran tanah dasar dibawah terik matahari hingga tanahnya

retak. Lama penjemuran sekitar 1-2 minggu, tergantung dari kondisi cuaca.

Khusus tambak yang pernah digunakan untuk memelihara udang, lapisan atas

tanah dasar tambak perlu dibuang karena mengandung timbunan sisa pakan yang

sudah membusuk. Pembuangan lapisan atas tanah dasar dilakukan dengan

cangkul. Jika kondisi tanah dasar tambak tidak terlalu buruk, pembuangan lapisan

atas tidak perlu dilakukan , tetapi cukup membalik tanah dasar dengan cangkul

atau bajak (Ahmad, 2006). Pengapuran merupakan proses kedua dalam

pembuatan tambak yang mana pengapuran merupakan proses penaburan kapur

pertanian. Proses pengeringan dan pembalikan tanah dasar dianggap cukup,

selanjutnya dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian. Pengapuran tidak

hanya dilakukan di tanah dasar tambak, tetapi juga di dinding tanggul bagian

dalam yang mengarah ke tambak. Cara pengapuran adalah menyebar kapur secara

merata ke seluruh tanah dasar dan dinding tanggul (Ahmad, 2006).

Pemupukan adalah proses pemberian pupuk pada tambak. Setelah dilakukan

tahap-tahap sebulumnya, air tambak harus dipupuk dengan pupuk NPK dosis 4-5

ppm dan penambahan pupuk organik (kotoran ayam) dosis 0,1 ppm. Gunanya,

untuk menyuburkan pertumbuhan plankton setelah plankton mati karena aplikasi

klorin. Bila plankton sama sekali tidak tumbuh maka harus dimasukkan bibit

plankton yang diperoleh dari laboratorium yang membuat kultur tersebut. Bila

plankton tidak dibenarkan diambil dari tambak lain karena kekhawatiran akan

tertular penyakit (Suyanto, 2009).

Faktor Ekologi pada budidaya kepiting sangat diperlukan untuk menunjang

pertumbuhan kepiting dan produksi yang baik yaitu meliputi faktor tanah, tekstur

tanah liat berpasir, liat berlempung sehingga mudah untuk konstruksi, tidak

mudah bocor atau porous, bukan tanah gambut dan masam dengan tingkat

kesuburan yang cukup. Iklim yang meliputi curah hujan, suhu, angin dan

berkaitan dengan gelombang atau ombak besar perlu diperhatikan. Perbedaan

Page 16: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

musim hujan dan kemarau yang sangat tegas dan panjang akan mengakibatkan

kendala fluktuasi salinitas, bahaya banjir dan erosi dan abrasi pantai sehingga air

menjadi keruh. Informasi rinci mengenai iklim penting untuk memperhatikan pola

tanam.

Topografi yang relatif datar dan pondasi pantai stabil merupakan tempat

yang ideal. Air irigasi yang ideal adalah air irigasi dapat diperoleh secara cukup

mutu dan jumlah setiap diperlukan, baik air tawar maupun air laut. Persyaratan

lainnya kadar garam berkisar antara 10 - 35 permil, pH 6.5 - 8.5, kandungan

oksigen terlarut lebih dari 4 ppm, air bersih dan bebas cemaran, sirkulasi air

cukup dengan fluktuasi pasang surut berkisar antara 1.5 - 2 m, terlindung dari

ombak dan arus deras serta bebas banjir.

Shelter (Pelindung) diperlukan karena kepiting mempunyai sifat kanibal,

terutama saat lapar atau bila ada sesamanya yang sedang molting akan akan

diserang. Sifat ini yang sering menyebabkan mortalitas tinggi pada budidaya

pembesaran karena dari frekuensimolting ukuran kecil lebih sering. Untuk

mengurangi sifat kanibal ini perlu upaya pemberian makanan yang bermutu dan

cukup, pemeliharaan monosex dan pemberian shelter yang berguna sebagai

tempat berlindung, terutama kepiting yang molting dan kepiting kecil. Shelter

dapat dibuat dari akar/bahan yang sejenisnya yang tahan terhadap air dan tidak

membusuk atau berubah sifat/mutu air ditempat secara terpisah (menyebar dalam

petakan tambak). Bila dikhawatirkan akan terjadi perubahan/penurunan mutu

selama pemeliharaan misalnya akibat kelebihan pakan, sulit ganti air yang dapat

mengakibatkan kematian kepiting, maka perlu adanya gundukan tanah atau

semacamnya yang bisa dipergunakan oleh kepiting untuk menghindarkan diri dari

kondisi air yang jelek sebelum adanya pergantian air. Keberadaan vegetasi

mangrov di petak pembesaran yang luas dalam jumlah terbatas (beberapa pohon

saja) dapat juga berfungsi sebagai shelter dan mengurangi pengaruh suhu tinggi

bila ketinggian air berkurang.

Menurut Cholik & Hanafi, 1991, Tehnik budidaya kepiting yang

dipraktekkan di berbagai daerah di Indonesia, dideskripsikan dibawah ini.

Page 17: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

a. Kotak dari bambu

Wadah penggemukan itu kebanyakan dibuat dari bambu ukuran kotak 2 x

0,5 x 0,2 m. Terbagi menjadi 2 bagian yang masing-bagian diberi tutup. Ruangan

kotak itu disekat-sekat menjadi kotak-kotak kecil masing- masing 30 cm2. cukup

untuk diisi dengan 1 ekor kepiting di setiap kotak tersebut. Wadah seperti ini

digunakan oleh para nelayan di Cilacap (Jawa Tengah) dan juga di Bone

(Sulawesi Selatan), untuk memelihara kepiting bertelur.

b. Kotak plastik

Wadah yang mungkin digunakan juga ialah kotak dari plastic ukuran 60 x

40 x 20 cm. Kotak ini juga di beri sekat-sekat menjadi 9 ruang masing-

masing untuk 1 ekor kepiting. Sistem kotak kecil ( disebut sistem baterei

pada kandang ayam) , ini berarti sangat hemat ruang atau padat penebaran

tinggi ,yaitu 40 ekor kepiting per-M2. Dengan system ini mortalitas hanya 5

% atau kurang, karena kepiting tidak dapat saling menyerang atau

memangsa. Menurut Cholik (1991) kematian itu disebabkan oleh kegagalan

pada waktu ganti kulit.

Gambar 4. Kotak Bambu Terapung Sistem Baterei

c. Kotak dari jaring (Jaring apung)

Khusus untuk memelihara kepiting, Jaring apung yang dibuat berukuran

kecil, 2,5 x 2,5 x 1 m Bingkai diibagian atas dari papan sedikit agak lebar,

sedemikian rupa sehingga papan bingkai itu menjorok kedalam, dapat

menghalangi kepiting keluar. Agar tidak hanyut terbawa arus, setiap sudut diberi

jangkar dengan ikatan tali, seperti pada gambar dibawah ini

Page 18: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

.

Gambar 5. Kotak Jaring Apung (Menurut Cholik dan Hanafi, 1994)

Metoda pemeliharaan kepiting dilakukan di petak tambak air payau. Petak

luasnya 20 x 50 m= 100 m2, petak tambak itu diberi pintu air 2 buah: satu untuk

pemasukan air dan satu untuk pembuangan. Didalam petak itu di sekat-sekat

menjadi beberapa bagian dengan cara memasang pagar dari bambu. Setiap bagian

ukurannya misalnya 5 m x 10 m. dibagian sekeliling pagar bambu dibuat lebih

dalam berbentuk saluran keliling (caren) sedalam 50-60 cm, sedangkan dibagian

tengahnya menjadi pelataran yang dapat terendam air sedalam 30-40 cm. Metoda

ini dapat ditemui di daerah Kamal, dan Tangerang.

d. Kotak berpagar tanpa caren

Kotak-kotak juga dapat dibuat dengan sekatan pagar bambu di dalam petak

tambak, dibuat tanpa caren. Di dalam kotak itu dibagian dalam pagar, dipasang

bambu atau gedek 0,5 -1m dibawah permukaan air, dimana kepiting dapat

berteduh.

Gambar 6. Sekat petak tambak dengan pagar bambu.

Page 19: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

e. Pagar dari jaring dengan pintu air

Pemagaran tambak dapat juga dipakai jaring yang dipasang tegak

menggunakan tihang-tihang kayu atau bambu. Pintu air juga dipasang saringan

dari kerei bambu, dan tanpa caren dalam pagar itu. Ditengah diberi pelataran

terendam air 40-60 cm dimana kepiting mendapatkan makanan alami yang

tumbuh disitu.

Gambar 7. Pagar Bambu untuk Sekat Tambak

Page 20: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

III. PEMBAHASAN

3.1. Rekayasa Peningkatan Produksi Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Budidaya tambak hingga sekarang terhitung sebagai suatu usaha yang dapat

memberikan keuntungan yang luar biasa. Kecenderungan kearah ini memang

beralasan karena terbukti pada lahan- lahan yang baru dibuka ternyata dapat

menghasilkan produksi, baik pada tingkat penguasaan teknologi petani yang

masih rendah hingga sedang. Kondisi yang terlihat diawal masa usaha tersebut

pada umumnya diikuti dengan ekspansi lahan atau peningkatan jumlah input yang

selalu berakhir dengan penurunan produktivitas yang berulang- ulang dengan

pemecahan masalah jangka pendek. Tata letak tambak, jenis tanah setempat,

kesalahan desain, dan teknologi pengelolaannya adalah faktor- faktor yang

berperan terhadap penurunannya produktivitas tambak, seperti ukuran udang yang

cenderung sulit berkembang serta respon tambak yang negative terhadap

pertumbuhan fitoplankton.

Persyaratan pengembangan usaha budidaya ikan, antara lain ditentukan oleh

beberapa faktor yang meliputi sumber air menyangkut kualitas dan kuantitasnya,

dan lahan tanah menyangkut topografi, tekstur dan kesuburannya, disamping

potensi sumber daya manusia, teknologi budidaya ikan dan permodalan. BPAP

(2004) menyatakan bahwa pembangunan tambak pada umumnya dipilih di daerah

sekitar pantai, khususnya yang mempunyai atau dipengaruhi sungai besar, sebab

banyak petambak beranggapan, bahwa dengan adanya air payau akan memberikan

pertumbuhan ikan/udang yang lebih baik dari pada air laut murni. Secara umum

wilayah intertidal, merupakan daerah yang sangat cocok untuk membangun

tambak karena ketersediaan air laut sangat mempengaruhi bisa tidaknya tambak

beroperasi dengan sukses.

3.2. Tata Letak Tambak Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Tata letak dari komponen-komponen yang terdapat dalam satu unit tambak

harus diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi tujuan antara lain; menjamin

kelancaran mobilitas operasional sehari-hari; menjamin kelancaran dan keamanan

pasok air dan pembuangan; dapat menekan biaya konstruksi tanpa mengurangi

Page 21: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

fungsi teknis dari unit pertambakan yang dibangun; dan dapat mempertahankan

aspek kelestarian lingkungan. Menurut Ahmad et al. (1998), menyatakan bahwa

lokasi sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya komoditi perikanan.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang sangat terkait sebagai

berikut

1. Pertimbangan secara teknis

Secara teknis lokasi sanagat mempengaruhi kontruksi dan daya tahan setra

biaya pemeliharaan tambak. Faktor teknis yang perlu diperhatikan adalah sebagai

berikut: ketinggian air dalam petak; iklim; tanah; dan benih dan pakan

2. Pertimbangan secara biologis

Secara biologis lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan

bahkan keberhasilan panen. Faktor biologis yang dianggap cukup merugikan dan

perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut: hama darat; hama air; hama

udara; dan kompetitor

3. Pertimbangan secara sosial ekonomi

Pemilihan lokasi juga harus mempertimbangkan faktor sosial ekonomi,

karena keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang dipilih mampu

menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses pemasaran.

Lokasi dan temapat tambak sebaiknya tidak terlalu jauh dari sumber pakan, benih,

dan sarana produksi.

3.2. Rekayasa Desain Tambak Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Menurut Ahmad et al. (1998), Tambak merupakan salah satu alternatif

tempat untuk melakukan kegiatan budidaya kepiting, baik secara ekstensif, semi

intensif dan intensif. Untuk itu, bangunannya perlu dirancang sehingga memenuhi

syarat.

1. Petak tambak

Pada saat merancang petak tambak, jumlah oksigen terlarut dalam air dan

fluktuasi suhu air menjadi pertimbangan utama. Pada suhu tinggi kejenuhan

oksigen terlarut lebih rendah padahal metabolisme ikan cenderung lebih cepat

hingga memerlukan lebih banyak pakan dan oksigen. Kemudian pergantian air,

kedalaman air optimal, maksimasi difusi oksigen dari udara. Untuk memudahkan

Page 22: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

pergantian air maka pompa ditempatkan sedemikian rupa sehingga mampu

mengairi banyak petak tambak (Gambar 8)

Gambar 8. Penempatan Pompa untuk Mengairi Petak Tambak Secara Efisien

Pipa tegak yang digunakan

untuk

mengganti dan mengendalikan

air di petak tambak

Page 23: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

Air masuk kedalam petak tambak melalui pipa yang dilengkapi dengan saringan

di ujung yang masuk ke petak tambak. Air keluar dari petak tambak juga melalui

pipa peralon yang dilengkapi dengan saringan dan pipa tegak di dalam dan diluar

petak. Luas petak sebaiknya tidak lebih dari 0,5 ha dengna dimensi empat persegi

panjang atau bujur sangkar. Bentuk empat persegi panjang sebaiknya dibuat tegak

lurus arah angin dominan. Kedalaman air dipertahankan 1 meter dan tidak ada

perbedaan kedalamana air dalam petak. Pematang dirancang untuk ketinggian 0,5

meter dari permukaan air tambak saat kedalaman 1 meter dengan lebar atas

minimal 1 meter dan kemiringan 1,5 : 1 sampai 1 : 1.

2. Saluran air

Kesinambungan pergantian air petak tambak merupakan salah satu faktor

yang penting dalam budidaya secara intensif, karena dapat meredam faktor

pembatas dan menambah faktor pemacu pertumbuhan. Pergantian ar petak tambak

tidak mungkin terlepas dari pengadaan saluran air yang berfungsi baik dan

optimal. Pada gilirannya, saluran air juga tidak terlepas dari keberadaan pematang

yang dipelihara dengan baik.

Pencegahan patogen yang masuk melalui saluran air maka saluran air masuk

dan keluar harus dipisahkan. Disarankan air yang keluar dari hamparan petak

tambak dialirkan melewati vegetasi mangrove supaya tidak mencemari

lingkungan sekitar hamparan tambak sebab vegetasi mangrove dapat berfungsi

sebagai biofilter yang andal bagi air limbah tambak.

Gambar 9. Saluran yang Digunakan untuk Mengelola Air dalam Hamparan

Tambak

Page 24: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

Gambar 10. Jenis-jenis Saluran yang Seharusnya ada pada Irigasi Tambak

3. Pematang

Secara umum, pematang dibagi menjadi atas dua jenis. Pertama pematang

keliling dan kedua adlah pematang petak tambak. Dalam kondisi tetentu pematang

keliling juga dapat berfungsi sebagai pematang petak tambak (Gambar 11).

Gambar 11. Pembagian Pematangg Berdasarkan Fungsinya

Page 25: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

Pematang keliling berfungsi sebagai pendukung bagi hamparan tambak

karena biasanya merupakan pematang dari saluran utama. Pada saat tanah

pematang kurang baik atau kurang memenuhi syarat untuk menahan air (porous)

maka pematang harus dilengkapi dengan lapisan kedap air (puddle trench). Tanah

yang digunakan untuk lapisan air atau inti pematang atau pelapis pematang harus

dipadatkan sehingga membentuk lapisan kedap air dalam pematang (Gambar 12).

Gambar 12. Penempatan Lapisan Kedap Air Berdasarkan Kondisi Tekanan Air

Untuk Mencegah Kebocoran Lewat Pematang

Page 26: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

4. Pintu air

Pintu air terbagi atas pintu air utama yang terletak pada saluran utama dan

pintu air sekunder atau tersier yang terletak pada petak tambak. Sebagai pengatur

air bagi hamparan tambak, pintu air utama dirancang hingga dapat memasukkan

air secara maksimal dan cepat (Gambar 13)

Gambar 13. Rancangan Pintu Air Utama untuk Mengendalikan Air dalam

Hamparan Tambak

Pipa air biasanya menggunakan pipa yang permukaannya relatif licin. Oleh karena

itu, untuk mencegah terjadinya pengikisan tanah sekitar permukaan pipa akibat

tekanan air dari dalam maupun dari luar petak maka pipa yang digunakan

sebaiknya dilengkapi dengan penahan kebocoran (antiseeps collar) pada keliling

pipa. Penahan kebocoran ini dapat terbuat dari kayu maupun bahan lain yang

tidak dapat dirembesi air dan tahan dari gigitan kepiting serta hewan pengerat

lainnya. Fungsi penahan kebocoran selain untuk mencegah aliran air sejajar pipa

Page 27: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

juga untuk mencegah pipa bergeser dari posisi awalnya, apalagi bila pipa

dilengkapi dengan pipategak yang selalu digunakan untuk mengganti air.

Pembuatan desain suatu unit tambak mendasarkan pada kriteria perencanaan

yang secara garis besar menyangkut hal-hal berikut :

1. Kebutuhan air (jumlah dan mutu) yang sangat dipengaruhi oleh tingkat

teknologi budidaya yang diterapkan. Kebutuhan air untuk budidaya ini akan

menentukan ukuran, bentuk tambak dan pintu air serta salurannya. Kebutuhan

air itu sendiri akan ditentukan oleh parameter berikut ini:

a. Kondisi pasang surut air laut.

b. Jumlah dan mutu air akan banyak berpengaruh terhadap teknologi yang

diterapkan.

c. Lama waktu yang diperlukan untuk pengisian, pengeringan dan

penggantian air tambak.

d. Frekuensi dan besarnya prosentase penggantian air.

e. Tingkat salinitas bulanan yang dibutuhkan

f. Kedalaman/tinggi air tambak

g. Tingkat teknologi budidaya, pola dan waktu tanam.

2. Keadaan topografi dan elevasi lahan serta kondisi sumber air (tawar tawar dan

air laut) akan menentukan kemiringan dasar tambak dan saluran, kedalaman

penggalian tanah untuk tambak, dimensi dan penggalian saluran serta

penggunaan pompa air

3. Kondisi dan karakteristik tanah akan menentukan lebar pematang, serta lebar

dan kemiringan tanggul.

4. Cara-cara pemanenan akan menetukan pola bentuk dari pintu air (outlet).

5. Dalam pembuatan tambak mengacu pada kelestarian sumberdaya seperti

penyediaan areal untuk jalur hijau di tepi pantai dan sungai serta pemisahan

antara saluran pasok dan buang.

Menurut Kanna (2012), Desain tambak Kepiting Bakau, walaupun

desain tambak kepiting bakau tidak berbeda jauh dengan tambak bandeng dan

udang. Namun, tambak kepiting bakau mempunyai karakteristik tertentu karena

kepiting memiliki sifat dan tingkah laku yang menuntut adanya desain tertentu.

Kepiting bakau akan selalu berusaha melarikan diri dari tambak apabila datang

Page 28: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

saatnya beruaya ke laut untuk memijah. Kepiting bakau juga senang berkelahi dan

menggali tanggul/pematang atau apa saja yang ada di tambak terutama bangunan

yang berasal dari bahan kayu/bambu.

Untuk mencegah agar kepiting bakau tidak melarikan diri lewat tanggul

atas atau bwah, maka kontruksi tambak harus kokoh dan padat. Selain itu, tambak

harus di pagar dengan bambu atau waring mulai dari dasar tambak ke atas agar

kepiting bakau tidak dapat melarikan diri. Pohon-pohon yang berada di tengah-

tengah tambak dibiarkan tetap hidup sebagai tempat perlindungan dan menggali

lubang bagi kepiting bakau. Selain itu, gundukan pepohonan tersebut juga dapat

berfungsi sebagai perlindungan dari cahaya panas matahari, mengurangi

penguapan, sumber hara dan memberi kesempatan pada kepiting bakau untuk

berada di dekat permukaan pada saat oksigen terlarut dalam tambak rendah.

Tinggi air dalam tambak dipertahankan kurang lebih 1 meter untuk mengurangi

kemungkinan bagi kepiting bakau melarikan diri pada saat suhu air dalam tambak

naik dan mengganggu dan merugikan kegiatan kepiting dalam melakukan

penggalian tanggul/pematang.

1. Petakan tambak

Petakan tambak didesain berdasarkan kondisi dan sifat perairan (sungai),

disamping faktor biologis, fisik, ekonomi dan sosial. Disamping itu, tingkah laku

dan sifat biologis kepiting bakau juga diperhitungkan dalam membuat kontruksi

tambak, terutama pematang/tanggul dan pintu air. Luas satu unit tambak sekitar 5

– 10 hektare yang terdiri atas 2 petakan pembesaran dan 2 petakan kecil untuk

kepiting bakau yang mengalami pergantian kulit (moulting). Luas untuk petakan

kecil cukup 5 m2. Untuk menjaga kepiting bakau dari serangan hama, penyakit,

pencemaran air dan untuk memudahkan pemanenan, maka setiap petakan

sebaiknya mempunyai pintu air sendiri. Untuk itu, pertambakan kepiting bakau

memerlukan saluran pembagi air yang dapat mensuplai dan mengatur volume air

yang diperlukan dalam tambak.

Untuk memudahkan pergatian air, terutama pengeluaran air maka sekeliling

tambak kepiting bakau sebaiknya dilengkapi caren (parit keliling). Selain itu,

caren juga berfungsi sebagai tempat berlindung bagi kepiting bakau dari cahaya

panas matahari, tempat berlangsungnya perkawinan, pemberian pakan dan

Page 29: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

memudahkan pemanenan. Secara sederhana, desain petakan tambak untuk

pembesaran kepiting bakau dapat dilihat pada gambar dibawah ini

2. Tanggul (Pematang)

Bahan penyususn pematang sangat penting diperhatikan dalam mendesain

tambak, karena pematang berfungsi menahan massa air dalam tambak dan

melindungi tambak dari tekanan air dari luar akibat banjir atau penggenangan air

pasang. Selain itu, pembangunan pematang sebaiknya berdasarkan hasil survey

untuk menghindari hal-hal yang tidaj diinginkan, misalnya:

a. Pemotongan arus atau anak sungai yang arusnya kuat

b. Areal yang tanahnya jelek sehingga memerlukan biaya banyak untuk membuat

kontruksi tambak

c. Pembangunan pematang dekat jalur sungai yang tercemar atau tererosi

Page 30: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

3. Pemagaran Tanggul

Pemagaran tanggul dapat menggunakan pagar bambu atau waring yang

ditempatkan disekeliling pematang bagian dalam. Untuk mencegah kepiting

bakau melarikan diri melalui dasar pematang dengan menggali tanah, maka

pemagaran sebaiknya dumilai pada dasar pematang. Pagar ditanam sedlam 30 cm

– 40 cm dan usahakan jarak antara bilahan-bilahan bambu pada pagar tersebut

tidak terlalu renggang agar kepiting bakau tidak bisa melrikan diri melewati celah-

celah anatar bilahan bambu tersebut.

Gambar 14. Pemagaran Pematang dengan Bambu

Jika bangunan tanggul/pematang cukup kuat, besar dan padat. Khususnya

bila terbuat dari tanah liat atau tanah liat sedikit bercampur pasir dan diyakini tak

mungkin digali kepiting bakau, maka pemagaran cukup dilakukan pada bagian

atas tanggul. Tinggi pagar sekitar 50 cm diukur dari puncak sampai tanah

pematang. Pembuatan pagar bambu sama dengan pembuatan kandang ternak

seperti pada gambar diatas.

Pemagaran tambak menggunakan waring dapat dilakukan dengan

kombinasi anatara bambu dan waring. Adapun cara pembuatannya adalah sebagai

berikut:

a. Siapkan waring berukuran lebar kurang lebih 2 meter dan panjangnya

disesuaikan dengan keliling tambak kepiting bakau

b. Siapkan babmbu berbentuk batangan (tanpa dibelah), kecuali bambu yang

berukuran lebih besar harus dibelah menjadi 2 (dua) bagian. Banyaknya bambu

yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan

Page 31: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

c. Rangkaian bambu tersebut hingga tambak yang akan dipagari menyerupai

sketsa kasar pembuatan gubuk

d. Pasanglah waring di sekeliling rangkaian bambu tersebut hingga seluruh

bagian luar rangkaian bambu tertutup waring. Seperti halnya pagar bambu,

pagar waring pun perlu ditanamkan untuk menghindari kepiting yang akan

melarikan diri

4. Pengapuran

Salah satu hal yang juga harus diperlukan dlam budidaya kepiting bakau

adalah pengapuran. Seperti halnya udang. Kepiting memerlukan kapur dalam

proses penggantian kulit (moulting). Pengapuran juga berguna untuk menaikkan

pH tambak yang rendah, mengikat CO2 yang berlebihan karena proses

pembusukan dan pernapasan dan mempercepat proses penguraian bahan organik.

Jumlah kapur yang diperlukan tergantung pada pH tambak. Tambak-tambak

didaerah hutan bakau biasanya memiliki pH rendah (4 – 5) sehingga

membutuhkan kapur dalam jumlah banyak (3.000 – 6.000 kg/ha batu kapur,

CaO). Kapur ini diberikan pada waktu pengolahan tanah dengan cara mengaduk-

aduknya sehingga tercampur merata dengan lumpur tanah dasar tambak sedalam

10 cm. Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan 1 – 2 minggu sekali setelah

pengapuran

5. Pengisian Air

Setelah kegiatan perbaikan kontruksi, pengeringan, pemupukan dan

pengapuran dilakukan, tambak tersebut dapat diisi air. Tinggi air dalam tambak

sekurang-kurangnya 0,75 – 1 meter. Denga ketinggian air demikian, kegiatan

kepiting bakau menggali dasar tanggul/pematang dapat dikurangi. Pengisian air

sebaiknya dilakukan pada saat suhu air rendah yaitu pada saat pagi atau

sore/malam hari sehingga pada saat penebaran, kepiting bakau tidak mengalami

stress. (Kanna, 2012)

3.3. Bentuk Pond System Kepiting Bakau (Scylla serrata)

1. Tipe-Tipe Tambak

Secara umum, beberapa tipe tambak di Indonesia dibagi ke dalam beberapa

bentuk di antaranya:

Page 32: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

a. Tambak tanah, merupakan tambak yang umum di Indonesia, berteknologi

konstruksi sederhana, terdapat di daerah pasang surut untuk memudahkan

pengambilan dan pembuangan air.

b. Tambak semi plastik, merupakan modifikasi dari tambak tanah, diberikan

penambahan plastik pada pematang untuk alasan operasional (bocor) atau

tekstur tanah yang tidak stabil (berpasir).

c. Tambak beton, seperti halnya tambak semi plastik, diberikan penambahan

konstruksi pematang beton untuk alasan operasional (bocor) atau tekstur tanah

yang tidak stabil (berpasir).

d. Tambak biocrete, merupakan modifikasi dari tambak beton, hanya saja

menggunakan bahan-bahan penguat (serabut atau ijuk aren) dan plastik.

Menurut Rusmiyati (2011), menyatakan bahwa tempat budidaya kepiting

meliputi beberapa metode pemeliharaan sebagai berikut.

a. Metode keramba bambu

Pemeliharaan dengan sistem keramba yang terbuat dari bahan bambu pada

umumnya sudah lama dilakukan oleh para petani tambak. Selain itu, cara

pembuatannya yang relatif sangat mudah, juga bahan yang diperlukan mudah

diperoleh dengan harga yang terjangkau. Namun, disisi lain metode ini terbatas

dengan padat penebaran yaitu elatif sedikit. Hal ini disebabkan karena ruang gerak

kepiting yang sempit sehingga dikhawatirkan kepiting mudah untuk saling

memangsa (kanibalisme)

b. Metode keramba jaring

Keramba dengan bahan dari jaring adalah merupakan hasil modifikasi dari

keramba dari bahan bambu, wadah pemeliharaan ini lebih kuat karena dindingnya

terbuat dari bahan jaring, selaibn lebih kuat dan tahan juga mempunyai kelebihan

sirkulasi air lebih lancardibanding dengan bahan dari bambu. Perkiraan kuatnya

metode ini sampai 2 tahun atau lebih, serta pembutannya yang sangat praktis.

c. Metode pagar tancap

Metode pagar tancap merupakan bagian dari pengembangan wadah sistem

budidaya penggemukan kepiting yang memanfaatkan bahan dari bambu yang

dibelah sebagai dinding atau pagar, rangka pagar terbuat dari balok kayu sebagai

tempat untuk mengikat belahan bambu tersebut. Kontruksi pembuatan pagar

Page 33: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

bambu biasa digunakan pada areal tambak dengna ukuran yang bervariasi antara

15 x 8 meter atau 20 x 10 meter. Potongan bambu yang telah dibelah-belah

kemudian ditancapkan ke dasar tanah sedalam 0,5 meter dan disusun secara

vertikal dengan sedikit memberi celah agar sirkulasi air lancar

2. Konstruksi

Konstruksi tambak yang kurang baik akan mengakibatkan tambak tersebut

tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada umumnya, konstruksi tambak yang

dilakukan secara manual mempunyai kelemahan menonjol yaitu pada kualitas

tanggul. Oleh karena itu, agar tanggul cukup kuat, padat, kedap air dan tidak

mudah longsor, maka pembuatannya agar menggunakan peralatan berat.

3. Sistem irigasi

Sistem irigasi yang dikembangkan agar memenuhi tujuan, sebagai berikut :

a. Dapat menjamin kelancaran dan keamanan pasok serta buang air tambak.

b. Pendistribusikan air yang efektif dengan sistem drain yang mampu

membersihkan kotoran dan membuang air limbah dari dalam tambak secara

praktis dan tuntas sampai keluar kawasan pantai.

Page 34: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

Gambar 15. Pond System yang Ramah Lingkungan

3.4. Tambak Kepiting Bakau (Scylla serrata) yang Ramah Lingkungan dan

Berkelanjutan

Prinsip teknologi budidaya kepiting ramah lingkungan ini adalah dengan

cara penerapan konstruksi tambak secara benar, pengelolaan budidaya kepiting

secara tepat dengan manajemen kualitas air dan pemberian pakan yang baik, serta

pengendalian lingkungan tambak (water treatment) secara bijaksana. Semua ini

menggunakan bahan konstruksi ramah lingkungan, serta penggunaan formulasi

bahan pakan alami. Selain juga memelihara plankton baik sebagai pakan alami

maupun menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kultivan.

Page 35: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

Budidaya tambak kepiting yang berlokasi di daerah pesisir sangat

berhubungan dengan kondisi tata ruang, sosial budaya, keamanan dan ekonomi

masyarakat pesisir tersebut. Oleh karena itu pendekatan pemecahan masalah

dilakukan secara terintegrasi. Pada saat ini sudah waktunya untuk melaksanakan

pendekatan dan isu bagi pembangunan budidaya yang lestari dan

bertanggungjawab melihat kenyataan bahwa produksi udang di tanah air menurun

drastis akibat dari kesalahan pengelolaan.

Pemahaman terhadap budidaya yang berkelanjutan perlu disosialisasikan di

berbagai pihak, pemerintah perlu menetapkan tindakan pengawasan terhadap

pelaksanaan undang-undang dan peraturan yang berkenaan dengan pengelolaan

kawasan pesisir. Pendekatan yang seimbang dan informatif dapat dilakukan untuk

memusatkan isu-isu perhatian terhadap konsep pembangunan budidaya yang

berwawasan lingkungan dan bertanggungjawab. Penyiapan lingkungan yang

kondusif untuk pembangunan budidaya berkelanjutan adalah merupakan

tangungjawab bersama, baik pemerintah, akademisi, dan LSM. Selain itu juga

perlu dukungan media massa, lembaga keuangan, kelompok kepentingan khusus

termasuk asosiasi sosial dan sektor swasta produsen budidaya, pabrik serta

penyedia saprodi, pengolah dan pedagang akuakultur.

Irianto dan Soesilo (2007) menyatakan bahwa dukungan teknologi yang

diperlukan bagi pengembangan perikanan budidaya untuk pemenuhan gizi

masyarakat adalah:

a. Sistem budidaya, perlu dikembangan sistem yang lebih efisien dan efektif

mengingat biaya input budidaya yang cenderung meningkat, seperti

penggunaan pakan buatan

b. Teknologi budidaya untuk komoditas baru yang digemari oleh masyarakat,

seperti cumi-cumi

c. Teknologi perbenihan, khususnya untuk lebih memberi kemudahan bagi

masyarakat di dalam mendapatkan benih, seperti yang telah dikembangkan di

Gondol (Bali) backyard hatchery untuk benih bandeng. Teknologi pemuliaan

diperlukan untuk mendukung teknologi perbenihan ini, mengingat semakin

menurunnya mutu genetik kultivan dewasa ini.

Page 36: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

d. Teknologi pakan/nutrisi. Pembuatan pakan ikan selama ini lebih banyak

mengandalkan tepung ikan sebagai sumber protein, sedangkan untuk

memenuhi kebutuhan tepung ikan masih harus diimpor. Oleh karena itu perlu

dikembangkansumber protein alternatif, seperti misalnya memanfaatkan

maggot yang dikembangbiakkan dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit.

Teknologi produksi artemia, yang digunakan untuk pakan benih ikan dan

udang, perlu dikembangkan karena selama ini masih diimpor.

1. Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata) yang Ramah Lingkungan

Desain suatu petakan tambak merupakan salah satu kunci utama keberhasilan

budidaya. Hasil penelitian membuktikan bahwa kandungan berbagai polutan

(mangrove). Kecenderungan positif seperti ini akan terus dikembangkan hingga

diperoleh sebuah standar desain dan teknologi budidaya yang baru dan lebih

ramah lingkungan. Lingkungan yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan

kepiting adalah yang mampu menyediakan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang

optimal. Kondisi lingkungan fisik yang dimaksud antara lain suhu dan salinitas.

Kondisi lingkungan kimia antara lain meliputi pH, oksigen terlarut (DO), nitrat,

ortofosfat, serta keberadaan plankton sebagai pakan alami. Selain itu perlu

diperhatikan timbulnya kondisi lingkungan yang dapat menghambat pertumbuhan

udang, bahkan dapat mematikan kepiting, misalnya munculnya gas-gas beracun

serta mikroorganisme patogen.

Kapasitas dan daya dukung lingkungan adalah nilai suatu lingkungan yang

ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen fisika, kimia, dan

biologi dalam suatu ekosistem. Daya dukung lahan pesisir di suatu lokasi

pertambakan ditentukan oleh mutu air tanah, sumber air, hidro oceanografi,

topografi, klimatologi daerah pesisir dan daerah hulu, tipe dan kondisi pantai.

Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap produktivitas dan kelestarian tambak.

Selain itu, juga menjadi faktor pembatas pada distribusi atau sebaran dan luas

areal pertambakan disuatu lokasi daerah pesisir, sesuai dengan tingkat teknologi

budidaya yang diterapkan. BPAP (2004) menyatakan bahwa tambak intensif yang

ramah lingkungan harus terdiri dari atas: saluran pengairan; petak tandon

perlakuan air masuk; petak tandon air siap pakai; petak pemeliharaan dengan

Page 37: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

sistem pembuangan sedimen limbah; saluran pengendapan limbah; saluran

pengurangan nutrien terlarut; dan petak pengolahan limbah

Dinas Perikanan Jawa Tengah (1997) menyatakan bahwa produksi lestari

tambak disetiap hamparan lahan pantai dipengaruhi oleh luas unit tambak di

hamparan tersebut, tingkat teknologi budidaya yang diterapkan, dan distribusi unit

areal tambak di sepanjang pesisir. Pada suatu hamparan pantai jumlah kebutuhan

air untuk operasional budidaya meningkat dengan bertambahnya luas areal

tambak. Kualitas air sebagai variabel pendukung carryng capacity merupakan

faktor dalam lingkungan tambak yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha

budidaya soft crab kepiting bakau dalam tambak. Kualitas air menunjukkan tidak

layak untuk mendukung carryng capacity tambak kepiting. Perubahan (fluktuasi)

kisaran kualitas air yang menjolok dalam tambak sangat dipengaruhi oleh air

sumber, kepadatan, jumlah serta jenis pakan yang diberikan dan lain-lain

2. Parameter Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata) yang Berkelanjutan

a. Tekstur tanah tambak

Tekstur tanah tambak memegang peranan yang sangat penting dalam

budidaya kepiting di tambak, karena kesuburan perairan tambak sangat ditentukan

oleh kondisi tekstur tanah penyusunnya. Tekstur memegang peran penting dalam

menentukan apakah tanah memenuhi syarat dalam kapasitas penyangga dalam

ekososistem tambak atau tidak, karena tekstur tidak saja menentukan sifat fisik

tanah seperti permeabilitas dan drainase tetapi juga sejumlah sifat kimia tanah

tertentu, seperti tingkat absorbsi fospor (DKP, 2002). Kapasitas absorbsi fosfor

berkorelasi dengan kandungan liat, sehingga absorbsi fospor tanah dasar tambak

dapat diduga dari tingginya kandungan liat pada lapisan tersebut (Boyd dan

Munsiri, 1996).

b. Suhu air tambak

Suhu air selama 3 periode produksi berkisar antara 26 – 30 oC, nilai tersebut

termasuk dalam kisaran yang layak untuk kehidupan dan pertumbuhan kepiting

bakau, sehingga disamping adanya faktor pakan sebagai pertumbuhan, suhu

merupakan salah satu faktor juga dalam pertumbuhan kepiting selama penelitian.

Hal ini karena suhu mempunyai peran penting dalam pengaturan aktifitas kepiting

diantaranya adalah respirasi, metabolisme, konsumsi pakan, dan lain-lain. Lebih

Page 38: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

lanjut ditegaskan bahwa suhu air media untuk budidaya kepiting bakau dalam

tambak yang optimal adalah 18 – 32 oC, suhu yang kurang dari atau lebih dari

kisaran optimum akan berpengaruh terhadap pertumbuhan kepiting, karena reaksi

metabolisme mengalami penurunan dan apabila perubahan suhu yang secara

mendadak akan dapat mengakibatkan stress pada kepiting hingga dapat

mengakibatkan kematian.

c. Salinitas dan osmoregulasi

Salinitas air media selama penelitian berkisar antara 20 – 24 ppt, kisaran

salinitas tersebut dalam batas normal, sesuai dengan pendapat Ramelan (1994)

bahwa kepiting bakau dalam budidaya ditambak akan tumbuh dengan baik pada

kisaran salinitas 15 – 25 ppt. Pada kisaran salintas 35 – 40 ppt, kepiting akan

mengalami pertumbuhan yang lambat. Perubahan salinitas dapat mempengaruhi

konsumsi oksigen, sehingga mempengaruhi laju metabolisme dan aktivitas suatu

organisme (Buwono, 1993). Hasil penelitian Gunarto (2002) Pada salinitas 20 –

25 ppt, kepiting bakau yang dipelihara ditambak dapat tumbuh dengan baik

mencapai 0,62 g/hr, pada salinitas 15 –20 ppt pertumbuhannya 0,56 g/hr, pada

salinitas 10 – 15 ppt mencapai pertumbuhan 0,41 g/hr, dan pada salinitas 25 – 30

ppt pertumbuhannya hanya mencapai 0,28 g/hr. Lebih lanjut hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kepiting yang dipelihara pada salinitas dibawah 20 ppt

mengalami kematian, karena pada kisaran salinitas ini sangat rawan terhadap

penyakit.

Osmolaritas air media tambak yang bersalinitas 24 ppt sebesar 700,37

mOsm/l H2O. Pada fase intermoult kepiting cukup mantap dalam pertumbuhan

sel dan jaringan serta pengerasan kulit karena osmolaritas media hampir seimbang

dengan osmlaritas kepiting sehingga energi untuk adaptasi dalam proses

osmoregulasi dapat diminimalisasi. Selanjutnya terjadi proses mobilisasi serta

akumulasi cadangan nitrien terutama kalsium dan fospor, serta terjadinya aktivitas

penyiapan kulit baru diiringi dengan penyerapan nutrien organik dan kalsium dari

kulit lama kedalam haemolymph. hal tersebut yang menyebabkan nilai osmolaritas

menjadi meningkat, sehingga osmolaritas haemolymph kepiting pada fase moult

lebih tinggi dibanding nilai osmolaritas media, hal ini menunjukkan bahwa

kepiting mengalami regulasi hiperosmotik. Nilai osmolaritas tersebut diduga

Page 39: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

terjadi mulai saat kepiting dalam kondisi premoult ke moult, sehingga dalam

kondisi yang demikian kepiting berusaha mempertahankan tekanan osmotik

cairan tubuh dengan menjaga agar cairan tubuh

tidak keluar dari sel dan mencegah agar cairan urine tidak lebih pekat dari

haemolymphnya. Moulting merupakan cara yang ditempuh supaya terjadi

keseimbangan tekanan osmotik media dengan haemolymph kepiting, dengan

moulting kepiting akan mengekstrak air tawar dari air medianya melalui

penyerapan dengan kulit barunya.

d. Oksigen terlarut (DO)

Hasil penelitian Wahyuni E. dan W. Ismail (1997) kepiting bakau

membutuhkan oksigen terlarut dalam perairan sekurang-kurangnya 3 mg/l.

Oksigen terlarut dalam ekosistem perairan tidak hanya sebagai limiting faktor

saja, melainkan juga sebagai directive faktor. Oksigen terlarut tidak saja

digunakan untuk pernafasan biota dalam air tetapi juga untuk proses biologis

lainnya. Jika oksigen terlarut dalam keadaan minim dapat menyebebkan stres dan

meningkatkan peluang infeksi penyakit. Ketika kelarutan oksigen rendah

sedangkan konsentrasi CO2 tinggi kemampuan kepiting dan sejenisnya dalam

mengambil oksigen akan terganggu (ISU, 1992). Bila konstrasi oksigen terlarut <

3 mg/l, maka nafsu makan kultivan akan berkurang dan tidak dapat berkembang

dengan baik (Buwono, 1993).

Tingginya oksigen terlarut pada siang hari selain dipengaruhi dari

fotosintesa fitoplankton, proses difusi juga mempunyai andil dalam suplay

oksigen terlarut

dalam media tambak, hal ini disebabkan suhu air media yang berada pada kisaran

26 – 30 oC belum mempengaruhi kelarutan gas oksigen dari udara yang berdifusi

kedalam air media tambak, karena salinitas media masih berada pada kisaran 20 –

24 ppt sehingga kondisi air tambak tidak pekat dan gas oksigen dari udara bisa

masuk kedalam media tambak.

e. pH air tambak

pH air media dalam tambak berkisar antara 7,06 – 7,35 (pada periode

produksi ke-1) 6,52 – 7,02 (pada periode produksi ke-2) dan 5,98 – 6,91 (pada

periode produksi ke-3) kisaran nilai ini tergolong dalam kondisi yang sangat layak

Page 40: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

sampai tidak layak. Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan

karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan yang asam cenderung

menyebabkan kematian pada kepiting bakau yang dibudidayakan di tambak,

demikian juga pada pH yang mempunyai nilai kelewat basa. Hal ini disebabkan

konsentrasi oksigen akan rendah sehingga aktifitas pernafasan tinggi dan

berpengaruh terhadap menurunnya nafsu makan. (Ghufron dan H. Kordi, 2005)

lebih lanjut ditegaskan bahwa nilai pH yang baik untuk pertumbuhan kepiting

bakau di tambak adalah berkisar antara 6,5 - 7,5. Nilai pH air dipengaruhi oleh

konsentrasi CO2. pada siang hari karena terjadi fotosintesa maka konsentrasi CO2

menurun sehingga pH airnya meningkat. Sebaliknya pada malam hari seluruh

organisme dalam air melepaskan CO2 hasil respirasi, sehingga pH air menurun.

f. Densitas dan diversitas fitoplankton

Fitoplankton sebagai pakan alami mempunyai peran ganda yaitu berfungsi

sebagai penyangga kualitas air dan dasar dalam mata rantai makanan di perairan

atau yang disebut sebagai produsen primer (Odum, 1979). Keberadaan plankton

baik jenis maupun jumlah terjadi karena pengaruh faktor-faktor berupa musim,

nutrien, jumlah konsentrasi cahaya dan temperatur. Perubahan-perubahan

kandungan mineral, salinitas, aktivitas di darat dapat juga merubah komposisi

fitoplankton di perairan (Viyard, 1979). Hasil penghitungan densitas fitoplankton

dalam media tambak terlihat peningkatan sejalan dengan waktu budidaya, yaitu

mulai 8,62.103 s/d 4,94 . 104 cell/cc (pada periode produksi ke-1), 1,12.104 s/d

5,82 . 105 cell/cc (pada periode produksi ke-2), dan 9,14 .104 s/d 2,84 . 106

cell/cc (pada periode produksi ke- 3). Densitas dan deversitas plankton merupakan

salah satu parameter sebagai tolok ukur tingkat kesuburan perairan. Peningkatan

densitas fitoplankton tersebut sangat berkolerasi dengan peningakatan kandungan

nutrien (fospor) yang ada dalam media tambak. Hasil análisis regesi nilai R2

antara fospor dengan densitas fitoplankton mencapai 0,8 dengan nilai signifikansi

0,001 nilai ini memperlihatkan hubungan yang sangat erat sekali, bahwa densitas

fitoplankton sangat dipengaruhi oleh keberadaan fospor dalam media tersebut.

Menurut Marsambuana, et al (2006), fospor merupakan peubah yang penting

dalam pertumbuhan fitoplankton di suatu perairan, hasil penelitiannya

menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P>0,05) dari densitas fitoplankton pada

Page 41: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

berbagai media tambak yang mempunyai perbedaan konsentrasi fospor. Tambak

yang memiliki konsentrasi fospor lebih dari 0,8 mg/l sering terjadi blooming

plankton yang kemudian diikuti dengan kematian udang sebagai kultivannya.

g. Kecerahan air tambak

Kecerahan perairan merupakan cerminan dari jumlah fitoplankton yang ada

dalam media dan jumlah padatan tersuspensi yang terakumulasi dalam media

tambak. Kecerahan untuk media budidaya kepiting di tambak paling baik berkisar

antara 25 – 35 cm (Efendi, 2003), namun secara umum kecerahan air media di

tambak yang baik berkisar antara 30 – 40 cm (Dirjen Perikanan Budidaya, 2003).

Hasil pengukuran kecerahan selama penelitian didapat 43 – 51 cm (pada periode

produksi ke- 1), 28 – 47 cm (pada periode produksi ke- 2), dan 18 – 39 cm (pada

periode produksi ke- 3). Tinggi rendahnya kecerahan ini sangat dipengaruhi oleh

densitas fitoplankton, hal ini terlihat bahwa penurunan kecerahan sejalan dengan

waktu periode budidaya, dimana hal yang sama juga diikuti dengan semakin

tingginya densitas fitoplankton. Hasil analisis regesi antara densitas fitoplankton

dengan kondisi kecerahan perairan tambak budidaya kepiting menunjukkan nilai

R2 = 0,86 dengan signifikansi 0,23. artinya bahwa kondisi kecerahan perairan

sangat dipengaruhi oleh densitas fitoplankton.

h. Total fospor

Total fospor merupakan faktor pembatas dalam ekosistem tambak,

keberadaannya dalam tanah maupun air media budidaya mutlak dibutuhkan

sebagai faktor utama dalam keseimbangan lingkungan, hal ini karena total fospor

merupakan unsur hara utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan produktifitas

primer. Besaran total fospor dalam tanah maupun air media jika melebihi batas

daya asimilasi akan menyebabkan kondisi lingkungan menjadi euritrifikasi

(kelewat subur), disamping menyebabkan blomming plankton juga dapat

menyebabkan penurunan jenis plankton, karena hanya sedikit jenis plankton yang

mampu hidup pada kondisi yang euritrifikasi akibat meningkatnya fospor.

Page 42: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Peran rekayasa design tambak dan bentuk pond system dalam upaya budidaya

ramah lingkungan sangat berperan dan berpengaruh terhadap keberlanjutan

budidaya kepiting yang dilakakan. Konsep budidaya ramah lingkungan perlu

dilakukan agar lingkungan sekitar tetap terjaga kelestariannya. Mulai dari

penerapan penghijauan tambak kepiting dengan hutan atau pohon mangrove

yang kaya akan manfaat untuk kepiting sendiri dan bagi pemilik tambak.

2. Peran rekayasa design tambak dan bentuk pond system dalam upaya

peningkatan produksi kepiting sangat menentukan keberhasilan dalam

melakukan usaha budidaya kepiting. Hal ini karena desain dan pond system

yang baik dan diterapkan dengan teknologi yang maju, maka hasil produksi

dari hasil panen akan tercapai dengan maksimal, karena dengan adanya

penerapan desain yang sangat modern dan pond system yang sangat ramah

lingkungan maka akan cocok bagi kehidupan kepiting, sehingga sangat

penting dalam usaha kepitig yang berkelanjutan.

Page 43: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T., E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Secara

Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta

Agus, M., 2008. Analisis Carrying Capacity Tambak pada Sentra Budidaya

Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kabupaten Pemalang-Jawa Tengah. Tesis.

Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas

Diponegoro.

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. 2004. Kumpulan Materi.

Pelatihan Petugas Teknis Inbudkan Tgl 24-30 Mei 2004, Jepara. Direktorat

Jendral Perikanan Budidaya. BPAP, Jepara.

Boyd, C.E, dan P. Munsiri. 1996. Phosphorus Adsorption Capasity and

Availabillity of Added Phosphorus in Soils from Aquaculture Areas ini

Thailand. Journal of the World Aquaculture Society 27(2):160-167.

Brotowidjoyo, M.D, Dj. Tribawono, E. Mulbyantoro, 1995. Pengantar

Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Buwono,I.D,. 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Intensif.

Kanisius.Yogyakarta.

Cholik, F dan A.Hanafi. 1991. A. Review of the status of the Mud Crab

(Scylla sp.).Fishery and Culture in Indonesia. The Mud Crab . A rep on

Sem convened in Surat Thani,Thailand, Nov 5-8,1991.s for Mud crab

culture – a Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The

Mud Crab. A Rep on the Sem convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8.

BOBP.1991.

Cholik, F. 2005. Review of Mud Crab Culture Research in Indonesia, Central

Research Institute for Fisheries, PO Box 6650 Slipi, Jakarta, Indonesia, 310

CRA.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 2002. Kriteria Kesesuaian lahan.

Penyesuaian Panduan Standart Daya Dukung Sumberdaya Alam untuk

Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Departemen Pertanian, 1999, Penggemukan Kepiting Bakau (Scylla Serrata).

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Ungaran.

Dinas Perikanan Jawa Tengah. 1996. Pengelolaan Air pada Budidaya Udang.

Bagian Proyek P2RT Pembinaan Perikanan, Semarang.

Direktorat Jenderal Perikanan, 2000, Statistik Perikanan. Departemen Pertanian.

Page 44: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

Djaenudin, D., H. Marwan, Subagyo, dan Mulyani. 1997. Penyusunan Kriteria

Kesesuaian lahan untuk Komoditas PertanianVersi I juni 1997. Pusat

Penelitian Tanah dan Agoklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen Pertanian.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Gufron, M., dan H. Kordi. 2000, Budidaya kepiting & Ikan Bandeng di tambak

system polikultur, Semarang, Dahara Prize.

--------------,2005. Budidaya Ikan Laut di Karamba Jaring Apung. Penerbit Rineka

Cipta. Jakarta.

Irianto, HE dan I. Soesilo. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk

Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan

Perikanan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hari Pangan

Sedunia 2007 di Auditorium II Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu,

Bogor, 21 Nopember 2007.

Kanna, I. 2012. Budidaya Kepiting Bakau Pembenihan dan Pembesaran. Kanisius.

Jakarta

Mossa, K., I.Aswandy dan A.Kasry. 1995. Kepiting Bakau Scylla serrata dari

Perairan Indonesia. LON – LIPI. 18 hal.

Nontji. A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan : Jakarta.

Odum, E. P. 1979. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gajah Mada University

Press. Oreginal English Edition. Fundamental of Ecologi Thurd Edition.

Yogyakarta.

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada

Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai

Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin. Republik Indonesia.

Ramelan H.S. 1994. Pembenihan Kepiting Bakau (Scylla serrata). Direktorat

Bina Perbenihan.Direktorat jenderal Perikanan. Jakarta.

Rusmiyati, S. 2012. Sukses Budidaya Kepiting Soka dan Kepiting Telur. Pustaka

Baru Press. Yogyakarta

Shimek, R.L. 2008. Crabs, (Online). Website : www.reefkeeping.com. Diakses

pada tanggal 10 Maret 2012.

Subandarawal, Lukijanto, A. Sulaiman. 2005. Penentuan Daya Dukung

Lingkungan Budidaya Keramba Jaring Apung. Progam Riset Unggulan

Strategis Nasional Kelautan. Badan Pengkajian dan PenerapanTeknologi,

Kementrian Riset & Teknologi. Jakarta.

Page 45: Peran Rekayasa Desain Tambak Dan Bentuk Pond System Dalam Upaya Budidaya Ramah Lingkungan Dan Peningkatan Produksi Kepiting

William, A. W., 2003. Aquaculture Site Selection. Kentucky State University

Coorporative Extention Progam. Princeton.

Viyard, W. C. 1979. Diatom of Nort America. 1st Edition. Mad River Press

Eureka. California.