peran pekerja sosial dalam mengentas kemiskinan

39
KEMISKINAN DALAM PEKERJAAN SOSIAL KEMISKINAN DALAM PEKERJAAN SOSIAL Oleh Bambang Rustanto Mata Kuliah Peksos Dengan Kemiskinan Pengertian Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan suatu persoalan yang dapat dilihat dari berbagai perspektif yang berbeda, baik pengertian, indikator, penyebab maupun akibat yang ditimbulkan. Banyak hal yang menyebabkan perbedaan itu dari mulai latar belakang sejarah, budaya, termasuk kondisi geografis. sehingga dikenal adanya berbagai bentuk kemiskinan mulai dari kemiskinan perkotaan dan perdesaan, kemiskinan pegunungan dan pesisir. Secara harafiah, kemikinan berasal dari kata dasar “miskin” yang berarti tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan rendah) (Departemen Pendidikan Nasional:2012). Selanjutnya kemiskinan berarti kondisi miskin/keadaaan miskin. Pendapat tentang kemiskinan dikemukakan oleh berbagai ahli dengan sudut pandangnya masing-masing. Soerjono Soekanto (2012;320) mengartikan kemiskinan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tanaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seseorang bukan merasa miskin karena kurang makan, pakaian atau perumahan, tetapi karena harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada.

Upload: mieftahoel-eiripien

Post on 23-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

wkwkwkwk

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

KEMISKINAN DALAM PEKERJAAN SOSIAL

KEMISKINAN DALAM PEKERJAAN SOSIAL

Oleh Bambang Rustanto

Mata Kuliah Peksos Dengan Kemiskinan

Pengertian Kemiskinan

Masalah kemiskinan merupakan suatu persoalan yang dapat dilihat dari berbagai perspektif

yang berbeda, baik pengertian, indikator, penyebab maupun akibat yang ditimbulkan. Banyak hal

yang menyebabkan perbedaan itu dari mulai latar belakang sejarah, budaya, termasuk kondisi

geografis. sehingga dikenal adanya berbagai bentuk kemiskinan mulai dari kemiskinan perkotaan

dan perdesaan, kemiskinan pegunungan dan pesisir.

Secara harafiah, kemikinan berasal dari kata dasar “miskin” yang berarti tidak berharta,

serba kekurangan (berpenghasilan rendah) (Departemen Pendidikan Nasional:2012). Selanjutnya

kemiskinan berarti kondisi miskin/keadaaan miskin. Pendapat tentang kemiskinan dikemukakan

oleh berbagai ahli dengan sudut pandangnya masing-masing. Soerjono Soekanto (2012;320)

mengartikan kemiskinan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara

dirinya sendiri dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tanaga

mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seseorang

bukan merasa miskin karena kurang makan, pakaian atau perumahan, tetapi karena harta

miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada.

Definisi kemiskinan lainnya yaitu dari Friedman dalam Suharto (2009;134-135), definisi

kemiskinan erat kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis

kekuaan sosial meliputi : (a) modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi,

kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat

digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi social), (d)

jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan

keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan, didefinisikan sebagai suatu kondisi di

mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak

dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi

kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin

baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat

Page 2: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga

kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok

orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat (Bappenas;

2004).

Amanat Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin,

menyatakan bahwa Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata

pencaharian dan atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

Pedesaan berasal dari kata desa yang berarti kesatuan wilayah yg dihuni oleh sejumlah

keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa) atau

kelompok rumah di luar kota yg merupakan kesatuan (Departemen Pendidikan Nasional; 2012)

selanjutnya pedesaan diartikan sebagai daerah permukiman penduduk yang sangat dipengaruhi

oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya pola kehidupan agraris

penduduk di tempat itu; atau suatu daerah (kawasan) desa. Menurut UU Nomor 12 tahun 2008

tentang Perubahan ke-2 atas UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang

dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah

yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam pemerintah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari pengertian kemiskinan dan pedesaan di atas maka yang dimaksud dengan kemiskinan

pedesaan adalah suatu kondisi serba kekurangan dari orang-orang yang mendiami suatu wilayah

desa karena ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan dasar.

Ciri-Ciri Kemiskinan

Ciri-ciri kemiskinan sering dikaitkan dengan aspek ekonomi. Namun demikian ciri-ciri

kemiskinan juga erat kaitannya dengan aspek material, sosial, kultural, institusional, dan

struktural. Piven dan Cloward (1993) dan Swanson (2001) dalam Edi Suharto (2011; 15-16),

menujukkan bahwa kemiskinan berhubungan dengan :

1.        Kekurangan materi; kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang

yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan perumahan.

Page 3: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

Kemikinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kesulitan yang dihadapi orang dalam

memperoleh barang-barang yang bersifat kebutuhan dasar.

2.        Rendahnya penghasilan dan kekayaan yang memadai; Makna memadai sering dikaitkan dengan

standar atau garis kemiskinan yang berbeda-beda dari satu negara ke negara lainnya, bahkan dari

satu komunitas ke komunitas lainnya dalam satu negara.

3.        Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sosial; dalam hal ini termasuk keterkucilan sosial (social

exslucion), ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai suatu kelangkaan pelayanan sosial dan rendahnya

aksesibilitas lembaga-lembaga pelayanan sosial, seperti lembaga pendidikan, kesehatan dan

informasi.

Selain ciri-ciri kemiskinan tersebut di atas, ada lagi sembilan ciri yang menandai

kemiskinan yang merupakan hasil studi dari SMERU dalam Edi Suharto (2006:132), yaitu:

1.        Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan);

2.        Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;

3.        Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan

rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil);

4.        Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (buta huruf, rendahnya pendidikan dan keterampilan,

sakit-sakitan) dan keterbatasan sumberdaya alam (tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan

infrastruktur jalan, listrik, air);

5.        Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya pendapatan dan aset),

maupun massal (rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum);

6.        Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan

berkesinambungan;

7.        Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air

bersih, dan transportasi);

8.        Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau

tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat);

9.        Keterlibatan dalam kegiatan sosial maupun masyarakat.

Page 4: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

Indikator Kemiskinan

Berkaitan dengan pendekatan dan ciri-ciri kemiskinan, maka perlu adanya suatu ukuran

yang jelas dalam menentukan tingkat kemiskinan. Betapa pentingnya tolok ukur yang digunakan,

dapat dilihat dari implikasi yang ditimbulkan atas penggunaannya.

Ada berbagai tolok ukur yang dikembangkan dalam menentukan suatu standard garis

kemiskinan oleh berbagai lembaga baik pemerintah maupun swasta sesuai dengan

kepentingannya masing-masing. Pemerintah melalui Kementerian Sosial (2005) dalam upaya

mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat telah menetapkan indikator untuk menentukan

tingkat fakir miskin, yaitu:

1.        Penghasilan rendah atau berada di bawah garis kemiskinan yang dapat diukur dari tingkat

pengeluaran perorangan per bulan berdasarkan standart Badan Pusat Statistik (BPS) perwilayah

provinsi dan kabupaten/kota;

2.        Ketergantungan pada bantuan pangan kemiskinan (zakat/raskin/santunan sosial);

3.        Keterbatasan kepemilikan pakaian yang cukup setiap anggota keluarga pertahun (hanya mampu

memiliki 1 stel pakaian lengkap perorang pertahun);

4.        Tidak mampu membiaya pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit;

5.        Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya;

6.        Tidak memiliki harta benda yang dapat dijual untuk membiayai kebutuhan hidup;

7.        Tinggal di rumah tidak layak huni;

8.        Kesulitan memperoleh air bersih.

Selanjutnya BPS dalam menentukan standar garis kemiskinan dilakukan dengan cara

menetapkan nilai standar minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang harus dipenuhi

seseorang untuk dapat hidup layak, yaitu apabila penduduk dalam pengeluarannya tidak mampu

memenuhi kecukupan konsumsi makanan setara 2.100 kalori per hari di tambah pemenuhan

kebutuhan pokok minimun non makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan dasar,

pendidikan dasar, transportasi, dan aneka barang/jasa lainnya, maka dikategorikan miskin.

Sementara itu, penduduk yang tidak mampu memenuhi kecukupan konsumsi makanan setara

dengan 1.800 kalori per hari dikategorikan fakir miskin.

Page 5: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

BPS dalam salah satu program penanggulangan masalah kemiskinan yaitu melalui program

bantuan langsung tunai (BLT), menetapkan 14 kriteria keluarga miskin, yaitu :

1.        Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang;

2.        Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuta dari tanah/bambu/ /kayu murahan;

3.        Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu kualitas rendah/tembok tanpa

plester;

4.        Tidak memiliki fasilitas bung air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain;

5.        Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik;

6.        Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan;

7.        Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah;

8.        Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam/ satu kali dalam seminggu;

9.        Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun;

10.    Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari;

11.    Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik;

12.    Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan,

buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp.

600.000 per bulan;

13.    Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga, tidak sekolah/tidak tamat sekolah dasar (SD)/hanya

SD;

14.    Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti motor

(kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Pendekatan dalam Penanganan Kemiskinan

Berbagai studi tentang kemiskinan telah dilakukan dan berdasarkan pengertian-pengertian

tentang kemiskinan di atas maka lahirlah berbagai pendekatan mengenai kemiskinan. Pendekatan

kemiskinan yang dikembangkan melalui studi Antropologi dapat dibagi dalam tiga kategori,

yaitu sebagai berikut :

1.        Pendekatan kebudayaan (Oscar Lewis dalam Saifuddin, 2011; 92-93); yang berpandangan

bahwa banyak perilaku “menyimpang” dari orang miskin adalah normatif dan ditransmisikan

melalui sosialisasi. Kebudayaan kemiskinan ini merupakan cara hidup yang khas yang

Page 6: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

dikembangkan oleh stratum terbawah masyarakat kapitalistik dalam upaya merespons kondisi

deprivasi ekonomi yang senjang. Sekali kebudayaan kemiskinan itu terwujud, maka kebudayaan

tersebut cenderung menjadi mantap dari generasi ke generasi karena efeknya kepada anak-anak.

Anak-anak orang miskin menyerap nilai-nilai dasar dan sikap-sikap sub-kebudayaan mereka dan

secara psikologis tidak mampu meraih keuntungan dari kondisi-kondisi yang berubah atau

kesempatan-kesempatan yang mungkin muncul dalam kehidupan mereka. Cara pandang

kebudayaan berpendapat bahwa kebudayaan dapat memantapkan kemiskinan. Sebagai cara

hidup maka kemiskinan berfungsi mengembangkan seperangkat coping mechanism yang dapat

menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatif seperti kehidupan yang kacau, hilangnya masa

kanak-kanak, meningkatnya tindak kriminal, dan banyaknya anak-anak yang ditinggal

orangtuanya. Selanjutnya orang miskin semakin jauh dari partisipasi dan integrasi ke dalam

masyarakat yang semakin luas. Orang miskin dipandang sebagai satuan sosial yang tegas batas-

batasnya, yang menyandang suatu kebudayaan kemiskinan yang khas, yang berbeda dari

masyarakat lain di luar lingkungannya.

2.        Pendekatan struktural (Charles Valentine dalam Saifuddin 2011; 93-94); memandang orang

miskin sebagai sub-masyarakat yang tertekan oleh kekuatan dari luar yang bersifat eksploitatif.

Orang miskin adalah sub masyarakat yang khas secara struktural, dan kehidupan mereka secara

situasional berbeda dari lapiran-lapisan sosial lainnya. Tekanan-tekanan struktural seperti politik

dan ekonomi yang mengakibatkan sejumlah orang dalam populasi terdorong ke posisi yang tidak

menguntungkan. Sebagai bagian dari struktur, mereka tidak atau kurang mampu menghadapi

struktur yang demikian kuat sehingga relatif lemah dalam posisi tersebut. Posisi orang miskin

yang tidak menguntungkan dipertahankan terutama oleh perilaku warga masyarakat lapisan yang

lebih tinggi yang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, melindungi keuntungan-

keuntungan mereka dengan cara mencegah agar tidak terjadi redistribusi sumberdaya keluar dari

lingkungan.

3.        Pendekatan Prosesual (Nancy Scheper-Hughes dalam Saifuddin, 2011;95-96); menempatkan

manusia sebagai subyek yang mampu berpikir, aktif, inovatif, dan bahkan manipulatif dalam

menanggapi dan menghadapi lingkungannya, dengan demikian orang miskin dapat menampilkan

diri mereka sebagaimana adanya. Melalui pendekatan prosesual kita dapat memahami mengapa

suatu kelompok orang miskin yang sebelumnya seolah pasif dan pasrah kepada keadaan

mendadak menjadi beringas dan bertindak kekerasan, atau sebaliknya suatu kelompok orang

Page 7: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

miskin yang lebih taktis dalam bertindak, terutama pada masa kampanye pemilihan umum atau

pemilihan kepala daerah. Mereka akan berpindah-pindah dari satu kampanye partai politik ke

partai politik yang lain.

Pendekatan lain yang dikembangkan oleh Charles Zastrow dalam Edi Suharto (2011;73-

74), membaginya dalam dua pendekatan yaitu :

1.        Kemiskinan absolut, yaitu masyarakat yang hidup di bawah tingkat penghasilan minimum yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal.

2.        Kemiskinan relatif, yaitu suatu kondisi kehidupan masyarakat, meskipun tingkat pendapatan

sudah mampu mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi tetap masih jauh lebih rendah

dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.

Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok, dan

masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan

menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut.

(Zastrow dalam Huraerah, 2006). Dari definisi ini dapat diketahui bahwa fokus utama pekerjaan

sosial adalah pada peningkatan keberfungsian sosial.

Dalam perspektif profesi pekerjaan sosial, orang miskin adalah orang yang mengalami

disfungsi sosial, karena tidak mampu melakukan tugas-tugas pokoknya dengan baik dalam

pemenuhan kebutuhan dasar bagi dirinya sendiri dan bagi anggota keluarganya, misalnya

pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dalam konteks ini,

pendekatan pekerjaan sosial dalam menangani kemiskinan tidak hanya diarahkan kepada

komunitas miskin, tetapi juga ditujukan kepada situasi-situasi sosial yang mempengaruhi

kehidupan mereka. Hal ini didasari oleh pendekatan pekerjaan sosial yang berorientasi pada

sasaran perubahan tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya.

Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan persoalan-

persoalan multidemensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan individual-struktural (Suharto,

2009:148). Tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu :

1.        Kelompok yang paling miskin atau fakir miskin (destitute)

Kelompok ini secara absolut memiliki sumber pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya

tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai

pelayanan sosial.

Page 8: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

2.        Kelompok miskin (poor)

Kelompok ini mempunyai pendapatan di bawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki

akses terhadap pelayanan sosial dasar, misalnya masih memiliki sumber-sumber finansial,

memiliki pendidikan dasar atau tidak buta huruf.

3.        Kelompok rentan (vulnerable)

Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan yang

relatif lebih baik ketimbang kelompok miskin dan paling miskin. Namun kelompok ini sering

disebut agak miskin (near poor) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di

sekitarnya, seringkali berpindah dari status kelompok rentan menjadi miskin bahkan menjadi

sangat miskin. Hal ini dapat terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertolongan sosial.

Keberfungsian sosial merupakan konsepsi yang penting bagi pekerjaan sosial, oleh karena

itu pendekatan pekerjaan sosial dalam menangani kemiskinan juga harus diarahkan untuk

meningkatkan keberfungsian sosial masyarakat miskin yang dibantunya. Konsep keberfungsian

sosial pada intinya menunjuk pada kapabilitas dalam menjalankan peran-peran sosial di

lingkungannya.

Tugas-Tugas Pekerja Sosial

Schwartz dalam Suharto (2009:69-70), mengemukakan lima tugas dari pekerja sosial, adalah

sebagai berikut :

1.        Mencari persamaan mendasar anatara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka sendiri

dan aspek-aspek tuntutan sosial yang dihadapi mereka.

2.        Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak orang dan membuat

frustasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasi kepentingan mereka dan kepentingan orang-

orang yang berpengaruh (significant others) terhadap mereka.

3.        Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang tidak dimiliki masyarakat,

tetapi bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi realitas sosial dan masalah yang dihadapi

mereka.

4.        Membagi visi kepada masyarakat; harapan dan aspirasi pekerja sosial merupakan investasi bagi

interaksi antara orang dan masyarakat dan bagi kesejahteraan individu dan sosial.

5.        Mendefinisikan syarat-syarat dan bantuan-bantuan situasi dengan mana sistem relasi antara

pekerja sosial dan masyarakat dibentuk. Aturan-aturan tersebut membentuk konteks bagi

Page 9: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

“kontrak kerja” yang mengikat masyarakat dan lembaga. Batasan-Batasan tersebut juga mampu

menciptakan kondisi masyarakat dan lembaga yang dapat membuat masyarakat dan pekerja

sosial menjalankan fungsi-fungsinya.

Peran dan Keterampilan Pekerja Sosial

Jim Ife dan Tesorioro (2008:558-631) menggambarkan berbagai peran yang dapat dilakukan

oleh seorang perkerja sosial, yaitu sebagai berikut :

Peran dan keterampilan memfasilitasi

1.        Animasi sosial

2.        Dukungan

3.        Fasilitasi kelompok

4.        Pemanfaatan berbagai keterampilan dan sumberdaya

5.        Mengorganisasi

6.        Komunikasi pribadi

Peran dan keterampilan mendidik1.        Peningkatan kesadaran

2.        Memberikan informasi

3.        Pelatihan

Peran dan keterampilan representasi

1.        Memperoleh berbagai sumber daya

2.        Jaringan kerja (networking)

3.        Berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Daftar Pustaka

Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial (2006), Kemiskinan Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial, Instalasi Penerbitan STKS Press, BandungSuharto, Edi, (2009), Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia, Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan, Bandung: Alfabeta

Page 10: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

KEMISKINAN DALAM PANDANGAN PEKERJAAN SOSIAL

A. PendahuluanKemiskinan merupakan kajian yang tidak habis untuk dibahas karena salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kemiskinan selalu menjadi topik menarik dalam berbagai diskusi kajian akademis maupun praktis bahkan menjadi bahasan politis baik ditingkat lokal, regional, nasional bahkan internasional. Kemiskinan merupakan konsep dan fenomena yang berwayuh wajah, bermatra multi dimensial (Suharto 2009). Pembahasan selalu terfokus bagaimana memahami konsep kemiskinan itu dan bagaimana menurunkan angka-angka kemiskinan dengan berbagai indikatornya.Kondisi kesejahteraan sosial dewasa ini dibuktikan dengan tingginya angka kemiskinan, angka pengangguran, angka putus sekolah dan meningkatnya jumlah anak kekurangan gizi. Bahkan saat ini kondisi kemiskinan sangat memprihatinkan, dimana telah terjadi hal-hal yang sangat tidak manusiawi seperti maraknya penjualan bayi bahkan penjualan janin yang semuanya disebabkan oleh tekanan ekonomi atau kemiskinan. Keberhasilan program penanggulangan kemiskinan sangat ditentukan oleh desain program yang mampu mendorong meningkatnya keberdayaan masyarakat. Hingga saat ini belum ditemukan suatu rumusan maupun formula penanganan kemiskinan yang dianggap paling jitu dan sempurna. Tidak ada konsep tunggal tentang kemiskinan yang dapat digunakan untuk menurunkan angka kemiskinan, sehingga strategi penanganan kemiskinan masih harus terus menerus dikembangkan (Suharto, 2009,138). Untuk itu peran pekerja sosial menjadi penting dalam mengembangkan metode praktek yang sesuai.

B. KemiskinanKemiskinan memiliki defenisi berbeda bergantung pada cara pandang dan indikatornya. Secara tradisional kemiskinan sering dipandang sebagai ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling mendasar. Ketidakmampuan ini terjadi baik karena faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan kondisi diri orang tersebut, sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan hal-hal di luar diri orang miskin.Kemiskinan tidak hanya dipahami sebagai ketidakmampuan ekonomi tetapi juga kegagalan dalam pemenuhan hak-hak dasar manusia untuk dapat hidup layak dan bermartabat. Dari perspektif manapun kita melihat kemiskinan, satu hal yang harus disadari adalah bahwa kemiskinan merupakan fenomena multidimensi. Kemiskinan bukan hanya soal ekonomi, tetapi menyangkut kehidupan orang dengan mata pencahariannya (internal) dan sistem di luar dirinya (eksternal) yang menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Maka ketika kita akan melakukan pertolongan bagi orang miskin, semua aspek kehidupan mereka harus disentuh mulai dari aspek

Page 11: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

personal hingga aspek global, mulai dari dimensi ekonomi hingga dimensi politik, sosial, teknologi serta psikologi. Dengan demikian, uang saja tidak cukup untuk menghapuskan kemiskinan. Diperlukan upaya lebih besar yang menyangkut aspek lain dalam kahidupan seperti kesehatan, pendidikan, kemandirian, pengembangan jaringan, penguatan jaringan dan lain-lain.Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya. Dengan diakuinya konsep kemiskinan berbasis hak, maka kemiskinan dipandang sebagai suatu peristiwa penolakan dan tidak terpenuhinya hak. Konsep ini memberikan pengakuan bahwa orang miskin terpaksa menjalani kemiskinan dan seringkali mengalami pelanggaran hak yang dapat merendahkan martabatnya sebagai manusia. Oleh karena itu, konsep ini memberikan penegasan terhadap kewajiban negara untuk menghargai, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin tersebut. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. World Bank (2008) membagi dimensi kemiskinan ke dalam empat hal pokok, yaitu lack of opportunity, low capabilities, low level security, dan low capacity. Kemiskinan dikaitkan juga dengan keterbatasan hak-hak social, ekonomi, dan politik sehingga menyebabkan kerentanan, keterpurukkan, dan ketidakberdayaan. Meskipun fenomena kemiskinan itu merupakan sesuatu yang kompleks dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi-dimensi lain di luar ekonomi, namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya berada dalam lingkungan dimensi ekonomi. Kemiskinan menurut Suparlan (1995) didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.Ellis (1984:242-245) menyatakan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefenisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumber daya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.Kemiskinan merupakan konsep dan fenomena yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. SMERU, misalnya, menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri (Suharto et.al., 2004:7-8):1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan).2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi,

Page 12: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

air bersih dan transportasi).3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga)manusia dan keterbatasan sumber alam.4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam.6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat 7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

Kemiskinan terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia, bahkan diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya sehingga menjadi siklus kemiskinan. Menurut Bagong dan Karnaji (2005:7) akar penyebab masalah kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:a. Kemiskinan alamiah, yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber-sumber daya yang langka jumlahnya dan atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu masyarakat menjadi miskin adalah secara alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau individu di dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang lain. mungkin saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut akan terdapat perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi dampak perbedaan tersebut akan memperlunak atau dieliminasi oleh adanya pranata-pranata tradisional, seperti pola hubungan patron client, jiwa gotong royong, dan sejenisnya fungsional untuk meredam kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial. b. Kemiskinan buatan, yakni kemiskinan yangterjadi karena sturktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakt tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dengan demikian sebagian anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah total produksi yang dihasilkan oleh masyarakt tersebut bila di bagi rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari kemiskinan. Dari uraian ini maka dapat disederhanakan, yang menekankan bahwa penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi internal factor dan external faktor.

C. Pekerjaan Sosial dan kemiskinanSecara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan persoalan-persoalan multidimensional, yang bermatra ekonomi-sosial dan individual-struktural (Suharto, 2005). Berdasarkan perspektif ini, ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu: 1. Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses terhadap berbagai pelayanan sosial. 2. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar (misalnya, masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta hurup,). 3. Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering disebut “near poor” (agak miskin) ini

Page 13: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Mereka seringkali berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahhkan “destitute” bila terjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertolongan sosial. Pekerjaan sosial adalah aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut (Zastrow, 1985 dalam Huraerah A, 2006). Dari defenisi ini dapat diketahui bahwa fokus utama pekerjaan sosial adalah pada peningkatan keberfungsian sosial (social fungtioning) orang-orang di dalam situasi-situasi sosial mereka.Keberfungsian sosial seseorang secara sederhana dapat didefenisikan sebagai kemampuan seseorang dalam melaksanakan fungsi sosialnya atau kapasitas seseorang dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya sesuai dengan status sosialnya.Dalam perpsektif profesi pekerjaan sosial, orang miskin adalah orang yang mengalami disfungsi sosial, karena ia tidak mampu melakukan tugas pokoknya dengan baik, yaitu tugas dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan pendidikan.Pekerjaan sosial sebagai profesi utama dalam usaha kesejahteraan sosial memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengatasi masalah kemiskinan. Tugas dan tanggung jawab pekerjaan sosial adalah memperbaiki dan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin, agar mereka dapat berfungsi sosial atau dapat menjalankan tugas-tugas kehidupannya dengan baik, yakni tugas dalam memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Selain itu, pekerjaan sosial juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan situasi-situasi sosial yang kondisif bagi kehidupan mereka. Situasi-situasi sosial yang dimaksud adalah terciptanya peluang dan kesempatan usaha, terbukanya akses dan jaringan usaha/kerja, adanya jaminan usaha dan informasi pasar. Dalam konteks ini, pendekatan pekerjaan sosial dalam menangania masalah kemiskinan tidak hanya diarahkan kepoada si klien (masyarakat miskin), tetapi juga ditujukan kepada situasi-situasi sosial yang mempengaruhi kehidupan mereka. Hal tersebut didasari oleh pendekatan pekerjaan sosial yang senantiasa berorientasi pada sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya (person-in-enviranment dan person-in-situation). Keberfungsian sosial merupakan konsepsi yang penting bagi pekerja sosial karena merupakan pembeda antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya. Oleh karena itu, pendekatan pekerjaan sosial dalam menangani kemiskinan juga pada dasarnya harus diarahkan untuk meningkatkan keberfungsian sosial (social functioning) masyarakat miskin yang dibantu.Konsep keberfungsian sosial pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa klien adalah subyek pembangunan; bahwa klien memiliki kapabilitas dan potensi yang dikembangkan dalam proses pertolongan, bahwa klien memiliki dan atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada disekitarnya.Indonesia sebagai negara yang jumlah penduduk miskinnya masih besar membutuhkan peran profesi pekerja sosial untuk membantu mereka agar bisa keluar dari kondisi kemiskinannya. Peran pekerja sosial yang diharapkan adalah memperbaiki kesalahan cara pandang kemiskinan serta memperbaiki dan menyempurnakan program-program penanggulangan yang selama ini banyak mengalami kegagalan. C. PenutupMasalah kemiskinan merupakan permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia dan merupakan

Page 14: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

masalah yang kompleks, sehingga membutuhkan keterlibatan berbagai pihak dalam penanganannya. Masalah ini dari dahulu sampai sekarang tetap menjadi isu sentral di Indonesia. Pengembangan masyarakat merupakan metode yang cukup efektif untuk membantu mengatasi masalah kemiskinan atau paling tidak mencegah munculnya masalah-masalah turunan dari kemiskinan, seperti kekurangan gizi, putus sekolah, anak terlantar, prostitusi, kriminalitas dan laian-lain. Profesi pekerjaan sosial menjadi salah satu profesi yang dapat membantu guna peningkatan keberfungsian sosial si miskin ( individu maupun kelompok).

Konsep Dan Strategi Pengentasan Kemiskinan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial

0 komentar Posted in

undefined undefined

PengantarSalah satu permasalahan kesejahteraan sosial di Indonesia yang senantiasa menuntut keterlibatan pekerjaan sosial dalam penanganannya adalah masalah kemiskinan. Masalah ini menjadi isu sentral terutama setelah Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-1999. Setelah dalam kurun waktu 1976-1996 tingkat kemiskinan menurun secara spektakuler dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen, jumlah orang miskin meningkat kembali dengan tajam, terutama selama krisis ekonomi. Studi yang dilakukan BPS, UNDP dan UNSFIR menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada periode 1996-1998, meningkat dengan tajam dari 22,5 juta jiwa (11,3%) menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) atau bertambah sebanyak 27,0 juta jiwa (BPS, 1999). Sementara itu, International Labour Organisation (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3 persen dari seluruh jumlah penduduk (BPS, 1999).Angka kemiskinan ini akan lebih besar lagi jika dalam kategori kemiskinan dimasukan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang kini jumlahnya mencapai lebih dari 21 juta orang. PMKS meliputi gelandangan, pengemis, anak jalanan, yatim piatu, jompo terlantar, dan penyandang cacat yang tidak memiliki pekerjaan atau memiliki pekerjaan namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara umum kondisi PMKS lebih memprihatinkan ketimbang orang miskin. Selain memiliki kekurangan pangan, sandang dan papan, kelompok rentan (vulnerable group) ini mengalami pula ketelantaran psikologis, sosial dan politik.Selain kelompok di atas, terdapat juga kecenderungan dimana krisis ekonomi telah meningkatkan jumlah orang yang bekerja di sektor informal (Suharto, 2002). Merosotnya pertumbuhan ekonomi, dilikuidasinya sejumlah kantor swasta dan pemerintah, dan dirampingkannya struktur industri formal telah mendorong orang untuk memasuki sektor informal yang lebih fleksibel. Studi ILO (1998) memperkirakan bahwa selama periode krisis antara tahun 1997 dan 1998, pemutusan hubungan kerja terhadap 5,4 juta pekerja pada sektor industri modern telah menurunkan jumlah pekerja formal dari 35 persen menjadi 30 persen.

Page 15: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

Menurut Tambunan (2000), sedikitnya setengah dari para penganggur baru tersebut diserap oleh sektor informal dan industri kecil dan rumah-tangga lainnya. Pada sektor informal perkotaan, khususnya yang menyangkut kasus pedagang kaki lima, peningkatannya bahkan lebih dramatis lagi. Di Jakarta dan Bandung, misalnya, pada periode akhir 1996-1999 pertumbuhan pedagang kaki lima mencapai 300 persen (Kompas, 23 November 1998; Pikiran Rakyat, 11 October 1999). Dilihat dari jumlah dan potensinya, pekerja sektor informal ini sangat besar. Namun demikian, seperti halnya dua kelompok masyarakat di atas, kondisi sosial ekonomi pekerja sektor informal masih berada dalam kondisi miskin dan rentan (Suharto, 2002).Departemen Sosial yang berdiri sejak Republik ini berdiri tidak pernah absen dalam mengkaji masalah kemiskinan ini, termasuk melaksanakan program-program kesejahteraan sosial – yang dikenal PROKESOS – yang dilaksanakan baik secara intra-departemen maupun antar-departemen bekerjasama dengan departemen-departemen lain secara lintas sektoral.Dalam garis besar, pendekatan Depsos dalam menelaah dan menangani kemiskinan sangat dipengaruhi oleh perspektif pekerjaan sosial (social work). Pekerjaan sosial dimaksud, bukanlah kegiatan-kegiatan sukarela atau pekerjaan-pekerjaan amal begitu saja, melainkan merupakan profesi pertolongan kemanusiaan yang memiliki dasar-dasar keilmuan (body of knowledge), nilai-nilai (body of value) dan keterampilan (body of skils) profesional yang umumnya diperoleh melalui pendidikan tinggi pekerjaan sosial (S1, S2 dan S3).Teori Neo-liberal dan Sosial Demokrat Mengenai KemiskinanKemiskinan pada hakekatnya merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak umat manusia ada. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks, berwayuh wajah, dan tampaknya akan terus menjadi persoalan aktual dari masa ke masa. Meskipun sampai saat ini belum ditemukan suatu rumusan maupun formula penanganan kemiskinan yang dianggap paling jitu dan sempurna, penemu-kenalan konsep dan strategi penanganan kemiskinan harus terus menerus diupayakan.Terdapat banyak sekali teori dan pendekatan dalam memahami kemiskinan. Namun bila disederhanakan, setidaknya dalam konteks diskusi ini, maka terdapat dua paradigma atau teori besar (grand theory) mengenai kemiskinan: yakni paradigma neo-liberal dan sosial demokrat yang memandang kemiskinan dari kacamata struktural dan individual. Pandangan ini kemudian menjadi basis dalam menganalisis kemesikinan maupun merumuskan kebijakan dan program-program anti kemiskinan (lihat Tabel 1).Teori neo-liberal berakar pada karya politik klasik yang ditulis oleh Thomas Hobbes, John Lock dan John Stuart Mill yang intinya menyerukan bahwa komponen penting dari sebuah masyarakat adalah kebebasan individu. Dalam bidang ekonomi, karya monumental Adam Smith, the Wealth of Nation (1776), dan Frederick Hayek, The Road to Serfdom (1944), dipandang sebagai rujukan kaum neo-liberal yang mengedepankan azas laissez faire, yang oleh Cheyne, O’Brien dan Belgrave (1998:72) disebut sebagai ide yang mengunggulkan “mekanisme pasar bebas” dan mengusulkan “the almost complete absence of state’s intervention in the economy.” Secara garis besar, para pendukung neo-liberal berargumen bahwa kemiskinan merupakan persoalan individual yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan dan/atau pilihan-pilihan individu yang bersangkutan. Kemiskinan akan hilang dengan sendirinya jika kekuatan-kekuatan pasar diperluas sebesar-besarnya dan prtumbuhan ekonomi dipacu setinggi-tingginya. Secara langsung, strategi penaggulangan kemiskinan harus bersifat “residual”, sementara, dan hanya melibatkan keluarga, kelompok-kelompok swadaya atau lembaga-lembaga keagamaan. Peran negara hanyalah sebagai “penjaga malam” yang baru boleh ikut campur manakala lembaga-lembaga di atas tidak mampu lagi menjalankan tugasnya (Shannon, 1991; Spicker, 1995; Cheyne, O’Brien dan Belgrave, 1998). Penerapan program-program structural adjustment, seperti Program Jaringan Pengaman

Page 16: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

Sosial atau JPS, di beberapa negara merupakan contoh kongkrit dari pengaruh neo-liberal dalam bidang penanggulangan kemiskinan ini.Keyakinan yang berlebihan tehadap keunggulan mekanisme pasar dan pertumbuhan ekonomi yang secara alamiah dianggap akan mampu mengatasi kemiskinan dan ketidakdilan sosial mendapat kritik dari kaum sosial demokrat. Berpijak pada analisis Karl Marx dan Frederick Engels, pendukung sosial demokrat menyatakan bahwa “a free market did not lead to greater social wealth, but to greater poverty and exploitation…a society is just when people’s needs are met, and when inequality and exploitation in economic and social relations are eliminated” (Cheyne, O’Brien dan Belgrave, 1998: 91 dan 97).Teori sosial demokrat memandang bahwa kemiskinan bukanlah persoalan individual, melainkan struktural. Kemiskinan disebabkan oleh adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses-akses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber-sumber kemasyarakatan. Teori yang berporos pada prinsip-prinsip ekonomi campuran (mixed economy) dan majemen ekonomi Keynesian ini, muncul sebagai jawaban terhadap depresi ekonomi yang terjadi pada tahun 1920-an dan awal 1930-an. Sistem negara kesejahteraan yang menekankan pentingnya manajemen dan pendanaan negara dalam pemberian pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan sosial, sangat dipengaruhi oleh pendekatan “ekonomi manajemen-permintaan” (demand-management economics) gaya Keynesian ini.Meskipun tidak setuju sepenuhnya terhadap sistem pasar bebas, kaum sosial demokrat tidak memandang sistem ekonomi kapitalis sebagai evil. Bahkan kapitalis masih dipandang sebagai bentuk pengorganisasian ekonomi yang paling efektif. Hanya saja, kapitalisme perlu dilengkapi dengan sistem negara kesejahteraan agar lebih berwajah manusiawi. “The welfare state acts as the human face of capitalism,” demikian menurut Cheyne, O’Brien dan Belgrave, (1998:79).Pendukung sosial demokrat berpendapat bahwa kesetaraan merupakan prasyarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan. Pencapaian kebebasan hanya dimungkinkan jika setiap orang memiliki atau mampu menjangkau sumber-sumber, seperti pendidikian, kesehatan yang baik dan pendapatan yang cukup. Kebebasan lebih dari sekadar bebas dari pengaruh luar; melainkan pula bebas dalam menentukan pilihan-pilihan (choices). Dengan kata lain kebebasan berarti memiliki kemampuan (capabilities) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Misalnya, kemampuan memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan menghindari kematian dini, kemampuan menghindari kekurangan gizi, kemampuan membaca, menulis dan berkomunikasi. Negara karenanya memiliki peranan dalam menjamin bahwa setiap orang dapat berpartisipasi dalam transaksi-transaksi kemasyarakatan yang memungkinkan mereka menentukan pilihan-pilihannya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.Menurut pandangan sosial demokrat, strategi kemiskinan haruslah bersifat institusional (melembaga). Program-program jaminan sosial dan bantuan sosial yang dianut di AS, Eropa Barat, dan Jepang, merupakan contoh strategi anti kemiskinan yang diwarnai oleh teori sosial demokrat. Jaminan sosial yang berbentuk pemberian tunjangan pendapatan atau dana pensiun, misalnya, dapat meningkatkan kebebasan karena dapat menyediakan penghasilan dasar dengan mana orang akan memiliki kemampuan (capabilities) untuk memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya (choices). Sebaliknya, ketiadaan pelayanan dasar tersebut dapat menyebabkan ketergantungan (dependency) karena dapat membuat orang tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya.Dirumuskan secara tajam, maka dapat dikatakan bahwa kaum neoliberal memandang bahwa strategi penanganan kemiskinan yang melembaga merupakan tindakan yang tidak ekonomis dan

Page 17: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

menyebabkan ketergantungan. Sebaliknya, pendukung sosial demokrat meyakini bahwa penangananan kemiskinan yang bersifat residual, beorientasi proyek jangka pendek, justru merupakan strategi yang hanya menghabiskan dana saja karena efeknya juga singkat, terbatas dan tidak berwawasan pemberdayaan dan keberlanjutan. Apabila kaum neoliberal melihat bahwa jaminan sosial dapat menghambat “kebebasan”, kaum sosial demokrat justru meyakini bahwa ketiadaan sumber-sumber finansial yang mapan itulah yang justru dapat menghilangkan “kebebasan”, karena membatasi dan bahkan menghilangkan kemampuan individu dalam menentukan pilihan-pilihannya (choices).Strategi Penanggulangan Kemiskinan Menurut Perspektif Pekerjaan SosialPekerjaan sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang fokus utamanya untuk membantu orang agar dapat membantu dirinya sendiri. Dalam proses pertolongannya, pekerjaan sosial berpijak pada nilai, pengetahuan dan keterampilan profesional yang mengedepankan prinsip keberfungsian sosial (social functioning) (Siporin, 1975; Zastrow, 1982; 1989; Morales, 1989; Suharto, 1997). Konsep keberfungsian sosial pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa klien adalah subyek pembangunan; bahwa klien memiliki kapabilitas dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan, bahwa klien memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.Sebagamana halnya profesi kedokteran berkaitan dengan konsepsi “kesehatan”, psikolog dengan konsepsi “perilaku adekwat”, guru dengan konsepsi “pendidikan”, dan pengacara dengan konsepsi “keadilan”, keberfungsian sosial merupakan konsepsi yang penting bagi pekerjaan sosial karena merupakan pembeda antara profesi pekerjaaan sosial dengan profesi lainnya. Morales dan Sheafor (1989:18) menyatakan:Social functioning is a helpful concept because it takes into consideration both the environment characteristics of the person and the forces from the environment. It suggests that a person brings to the situation a set of behaviors, needs, and beliefs that are the result of his or her unique experiences from birth. Yet it also recognizes that whatever is brought to the situation must be related to the world as that person confronts it. It is in the transactions between the person and the parts of that person’s world that the quality of life can be enhanced or damaged. Herein lies the uniqueness of social work.Dengan demikian, jika keseluruhan konsepsi tersebut dipandang sebagai kontribusi setiap profesi terhadap pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial dalam domain pembangunan nasional, maka dapat dimodelkan sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1 (Suharto, 1997). Gambar tersebut menunjukkan bahwa dalam domain pembangunan nasional, terlibat banyak profesi pertolongan yang melaksanakan tugas dalam arena pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial. Diantara profesi-profesi tersebut profesi pekerjaan sosial lebih dominan dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Sedangkan profesi lainnya lebih dominan dalam pembangunan sosial yang merupakan induk atau muara pembangunan kesejahteraan sosial.Jika gambar tersebut dikontekstualkan dalam program pengentasan kemiskinan, maka dapat dikatakan bahwa sasaran dan garapan profesi pekerjaan sosial lebih terfokus pada konsepsi dan tugas yang disandangnya, yakni konsepsi mengenai keberfungsian sosial dalam fungsi pembangunan kesejahteraan sosial.Secara konseptual pekerjaan sosial memandang bahwa kemiskinan merupakan persoalan-persoalan struktural sebagaimana diformulasikan oleh kaum sosial demokrat. Dilihat dari tingkatannya, ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu:

Page 18: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

1. Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakirmiskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan(umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki aksesterhadap berbagai pelayanan sosial.2. Kelompok miskin (poor). Kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinannamun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar (misalnya, masihmemiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta hurup,).3. Kelompok rentan (vulnerable group). Kelompok ini dapat dikategorikan bebas darikemesikinan, karena memiliki kehidupan yang relatif lebih baik ketimbang kelompokdestitute maupun miskin. Namun sebenarnya kelompok yang sering disebut “near poor”(agak miskin) ini masih rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya. Merekaseringkali berpindah dari status “rentan” menjadi “miskin” dan bahhkan “destitute” bilaterjadi krisis ekonomi dan tidak mendapat pertolongan sosial.Secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan pekerjaan sosial (Depsos) adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus mencakup tiga kelompok miskin secara simultan. Dalam kaitan ini, maka seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan “status” atau “profil” yang melekat padanya yang kemudian disebut Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku terasing, jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dll adalah beberapa contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial di Indonesia. Belum ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini tergolong pada kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat diasumsikan bahwa PMKS bisa berada diantara ketiga kategori kemiskinan di atas.Sesuai dengan konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi penanganan kemiskinan pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Karena tugas-tugas kehidupan dan status merupakan konsepsi yang dinamis dan multi-wajah, maka intervensi pekerjaan sosial senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya. Prinsip ini dikenal dengan pendekatan “person-in-environment dan person-in-situation”.Pada pendekatan pertama, pekerja sosial melihat penyebab kemiskinan dan sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan lingkungan dimana si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok pertemanan (peer group), maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa bentuk PROKESOS yang telah dan sedang dikembangkan oleh Depsos dapat disederhanakan menjadi:1. Pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh panti-panti sosial.2. Program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial.Pendekatan kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-determinism yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan unik. Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan dengan kejadian-kejadian dan/atau masalah-masalah yang dihadapinya. PROKESOS penanganan kemiskinan – yang pada prinsipnya memadukan pendekatan neoliberal dan sosial demokrat ini – dapat dikategorikan kedalam beberapa strategi:1. Strategi kedaruratan. Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi korban bencanaalam.2. Strategi kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulan untuk usaha-usaha

Page 19: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

ekonomis produktif.3. Strategi pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga mudamandiri, pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.4. Strategi “penanganan bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline Moser disebutsebagai “the missing piece strategy” ini meliputi program-program yang dianggap dapatmemutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu aspek kunci kemiskinanyang kalau “disentuh” akan membawa dampak pada aspek-aspek lainnya. Misalnya,pemberian kredit, program KUBE atau Kelompok Usaha Bersama.Penutup: Analogi Ikan dan KailKemiskinan merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan penanganan lintas sektoral, lintas profesional dan lintas lembaga. Departemen Sosial merupakan salah satu lembaga pemerintah yang telah lama aktif dalam program pengentasan kemsikinan. Dalam strateginya Depsos berpijak pada teori dan pendekatan ilmiah, terutama teori sosial demokrat dan pendekatan pekerjaan sosial.Strategi penanganan kemiskinan dalam persepektif pekerjaan sosial terfokus pada peningkatan keberfungsian sosial si miskin (dalam arti individu dan kelompok) dalam kaitannya dengan konteks lingkungan dan sistuasi sosial. Dianalogikan dengan strategi pemberian ikan dan kail, maka strategi pengentasan kemiskinan tidak hanya bermatra individual, yakni dengan:(a) Memberi ikan; dan(b) Memberi kail.Lebih jauh lagi, pekerja sosial berupaya untuk mengubah struktur-struktur sosial yang tidak adil, dengan:(c) Memberi keterampilan memancing;(d) Menghilangkan dominasi kepemilikan kolam ikan; dan(e) Mengusahakan perluasan akses pemasaran bagi penjualan ikan hasil memancing.ReferensiBPS (Badan Pusat Statistik) (1999), Penduduk Miskin (Poor Population), Berita Resmi Statistik Penduduk Miskin, No. 04/Th.II/9, July, Jakarta: CBSCheyne, Christine, Mike O’Brien dan Michael Belgrave (1998), Social Policy in Aotearoa New Nealand: A Critical Introduction, Auckland: Oxford University Press.ILO (International Labour Organisation) (1998), Employment Challenges of the Indonesian Economic Crisis, Jakarta: ILOKompas, 23 NovemberMorales, Armando dan Bradford W. Sheafor (1989) Social Work: A profession of Many Faces, Massachusset: Allyn and Bacon.Pikiran Rakyat, 11 OktoberSiporin, Max (1975), Introduction to Social Work Practice, New York: MacMillan.Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, London: Prentice-Hall.Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).——– (2001a), “Potensi Zakat Mal di Era Otda”, Pikiran Rakyat, edisi 24 Februari——– (2001b), “Menyoal Pembangunan Kesejahteraan Sosial”, Media Indonesia, edisi 1 Maret——– (2001c), “Kapitalisme dan Negara Kesejahteraan”, Republika, edisi 3 Agustus.——– (2002a), Globalisasi, Kapitalisme dan Negara Kesejahteraan: Mengkaji Peran Negara dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia, Makalah yang disampaikan dalam Orasi Ilmiah pada Upacara Wisuda XXXVI Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung

Page 20: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

tahun akademik 2001/2002, Bandung: 9 September.——– (2002b), Profiles and Dynamics of the Urban Informal Sector in Indonesia: A Study of Pedagang Kakilima in Bandung, PhD Thesis, Palmerston North: Massey UniversityZastrow, Charles (1982), Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Services and Current Issues, Illinois: The Dorsey Press

Upaya Pemerintah Mengatasi Kemiskinan

        Secara umum kemiskinan lazim didifinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan.Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh pemerintahan yang ada di dunia ini. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, akses barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan.Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Oleh karena itu, kemiskinan wajib untuk ditanggulangi, sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat mengganggu pembanguan nasional. Dalam konteks ini, beberapa upaya yang tengah dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan menggerakkan sektor real melalui sektor UMKM.Beberapa kebijakan yang menyangkut sektor ini seperti program KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Upaya strategis yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan UMKM antara lain :

1. menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan UMKM meliputi regulasi dan perlindungan usaha.

2. menciptakan sistem penjaminan bagi usaha mikro.3. menyediakan bantuan teknis berupa pendampingan dan bantuan menejerial.4. memperbesar akses perkreditan pada lembaga keuangan. Dengan empat langkah tersebut,

maka sektor UMKM akan lebih bergerak yang  pada akhirnya akan berakibat pada pengurangan angka kemiskinan.

Penyebab Miskinnya Masyarakat Indonesia

Ada 4 penyebab utama kenapa di Indonesia masyarakatnya miskin dan melarat di antaranya yaitu:

1. 90% rakyat Indonesia tidak mempunyai akses kepada uang.

Page 21: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

2. Pemerintah tidak dapat menjaga stabilitas harga barang-barang pokok dan barang-barang penting.

3. Pemerintah tidak memberikan jaminan social kepada masyarakat Indonesia.4. Pemerintah gagal memberantas korupsi.

90% rakyat Indonesia tidak mempunyai akses kepada uang,sebagaimana diketahui uang ada di bank.90% rakyat Indonesia tidak dapat meminjam uang bank.Sehingga mereka tidak menikmati fasilitas perbankan.Padahal salah satu kondisi untuk mewujudkan kemakmuran rakyat adalah seluruh rakyat orang perorang harus mempunyai akses untuk mendapatkan pinjaman/kredit dari bank.Agar 90% rakyat Indonesia dapat meminjam uang di bank,maka pemerintah perlu mengadakan revolusi kebijakan,yaitu pesmerintah melakukan 2 kebijakan pokok yaitu pemerintah menjadi penjamin pinjaman rakyat dan pemerintah membayar bunga pinjaman itu selama tiga tahun.Adapun rakyat yang perlu mendapatkan pinjaman bank dengan di jamin oleh pemesrintah dan di berikan subsidi bunga selama tiga tahun yaitu:petani,nelayan,Ukm,dan koperasi.Kalau petani,nelayan,UKM dan koperasi sudah seluruhnya menikmati kredit perbankan dapat di pastikan,tingkat penghasilan mereka meningkat.Maka revolusi kebijakan kedua yang harus di lakukan oleh pemerintah adalah menjaga stabilitas harga barang-barang pokok dan barang-barang penting agar tidak ada kenaikan harga selama tiga tahun,kalau bias di usahakan tidak ada kenaikan harga selama lima tahun.sehingga pendapatan rakyat tidak di rampok oleh kenaikan harga barang-barang itu.dengan demikian juga pemerintah dapat menjaga stabilitas tariff jasa-jasa,agar trif jasa jasa itu selama lima tahun tidak ada kenaikan.Revolusi kebijakan ketiga yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menjalankan perintah pasar 34 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan:”fakir miskin dan anak anak yang terlantar di pelihara oleh Negara”.Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 dengan tegas dan jelas sekali menyatakan tugas pemerintah,yaitu memelihara fakir miskin dan anak anak yang terlantar.artinya tidak boleh ada jutaan wanita Indonesia karena keminkinan menjadi TKW di manca Negara.sehingga Indonesia dikenal sebagai bangsa BABU dan sebagai Negara BABU.Suatu hal yang sangat meruntuhkan kehormatan dan martabat bangsa Indonesia dan Negara Indonesia.Revolusi kebijakan yang ke empat yang perlu segera di lakukan oleh pemerintah adalah menghapus korupsi dan segera mendeklarasikan Indonesia sebagai Negara yang bebas korupsi.untuk itu pemerintah harus segera menyiapkan serangkaian’’dektrit’’untuk menghabisi korupsi.Baik korupsi pada sisi belanja Negara ataupun korupsi pada sisi penerimaan Negara,karena sekarang ini di tafsir korupsi pada belanja Negara mencapai 100 trilyun rupiah,sedangkan korupsi pada penerimaan Negara mencapai 300 trilyun rupiah.

Penanggulangan/Upaya Mengatasi Kemiskinan

Pemerintah melakukan beberapa program untuk mengatasi masalah kemiskinan yangterus terjadi di Negara kita. Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus program tersebut meliputi 5 hal antara lain :

1. menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok2. mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin3. menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat

Page 22: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

4. meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar5. membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.

Dari 5 fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah rakyat miskin yang ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa langkah teknis yang digalakkan pemerintah terkait 5 program tersebut antara lain:

Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok.

Fokus program ini bertujuan menjamin daya beli masyarakat miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras. Program yang berkaitan dengan fokus ini seperti :

1. Penyediaan cadangan beras pemerintah 1 juta ton2. Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer3. Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin.

Fokus program ini bertujuan mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang lebih luas dan berkualitas bagi masyarakat/keluarga miskin. Beberapa program yang berkenaan dengan fokus ini antara lain:

Penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional.

Bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola Lembaga Keuanga Mikro (LKM)/Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Pelatihan budaya, motivasi usaha dan teknis manajeman usaha mikro Pembinaan sentra-sentra produksi di daerah terisolir dan tertinggal Fasilitasi sarana dan prasarana usaha mikro Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil Peningkatan akses informasi dan pelayanan pendampingan pemberdayaan dan ketahanan

keluarga Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah Peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan berbasis kesempatan berusaha bagi

masyarakat miskin. Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Program yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara lain :

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan perkotaan

Page 23: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat. Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar.

Fokus program ini bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar. Beberapa program yang berkaitan dengan fokus ini antara lain :

Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs);

Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA);

Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi;

Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III rumah sakit

Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.

Fokus ini bertujuan melindungi penduduk miskin dari kemungkinan ketidakmampuan menghadapi guncangan sosial dan ekonomi. Program teknis yang di buat oleh pemerintah seperti :

Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA) Pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, komunitas adat terpencil, dan penyandang

masalah kesejahteraan sosial lainnya. Bantuan sosial untuk masyarakat rentan, korban bencana alam, dan korban bencana

sosial. Penyediaan bantuan tunai bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi

persyaratan (pemeriksaan kehamilan ibu, imunisasi dan pemeriksaan rutin BALITA, menjamin keberadaan anak usia sekolah di SD/MI dan SMP/MTs; dan penyempurnaan pelaksanaan pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin/RTSM) melalui perluasan Program Keluarga Harapan (PKH).

Pendataan pelaksanaan PKH (bantuan tunai bagi RTSM yang memenuhi persyaratan).

Jadi intinya ya untuk para reader, di perlukan kesadaran dan ke insyafan seluruh rakyat Indonesia untuk menjadikan kemiskinan dan kemelaratan sebagai musuh bersama yang harus segera di kalahkan dan Negara yang didirikan untuk rakyat ini,haruslah menjadi alat yang ampuh dalam mengalahkan kemiskinan dan kemelaratan dan dalam mewujudkn republic Indonesia sebagai Negara kemakmuran dan sebagai Negara kesejahteraan.

Page 24: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

Usaha Kesejahteraan Sosial

Nilai-nilai Dasar dan Sumber Usaha Kesejahteraan Sosial adalah nilai-nilai yang menjadi sumber untuk menentukan arah serta sasaran usaha Kesejahteraan Sosial. Nilai-nilai tersebut antara lain:

Pancasila, Pancasila merupakan sumber formal yang utama karena sila-sila Pancasila merupakan pengakuan terhadap nilai-nilai dasar lainnya.

Religius, dalam praktek nilai religius mendasari usaha-usaha kesejahteraan sosial yang bersifat amal, sedekah dan lain sebagainya, secara umum disebut dengan karitas.

Sosial Budaya, nilai-nilai sosial budaya mendasari usaha-usaha kesejahteraan sosial yang bersifat kemanusiaan dan kegotongroyongan atau kebersamaan. Istilah umum yang berkembang untuk usaha kesejahteraan sosial, jenis ini disebut istilah filantropis.

Profesional Nilai Profesional merupakan landasan bagi pelaksana usaha-usaha kesejahteraan yang ilmiah. Kebutuhan terhadap adanya usaha-usaha kesejahteraan dalam hal ini ditetapkan berdasarkan hasil diagnosis terhadap situasi dan kondisi tertentu yang dianggap bermasalah.

Profesi yang berkaitan langsung dengan usaha kesejahteraan sosial adalah Profesi Pekerjaan Sosial. Hubungan antara usaha kesejahteraan sosial dengan Pekerjaan Sosial dijelaskan pada pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial: Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga Pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.

Sedangkan para pekerja sosial sukarela adalah mereka yang aktif dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial dalam berbagai motif pribadi atau kelompok. Apapun latar belakang pendidikan mereka tidak menjadi masalah. Berdasarkaan nilai-nilai dasar tersebut di atas dapat dikategorikan beberapa jenis usaha kesejahteraan sosial (UKS), yaitu:

Usaha Kesejahteraan Sosial Karitatif Usaha Kesejahteraan Sosial kategiri ini yang terkenal di Indonesia misalnya Usaha Kesejahteraan Sosial yang diselenggarakan oleh yayasan-yayasan sosial dan kelompok agama;

Usaha Kesejahteraan Sosial Filantropis ada banyak sekali yayasan atau organisasi sosial yang bergerak dalam Usaha Kesejahteraan Sosial, yang mempunyai latar belakang kemanusiaan,

Page 25: Peran Pekerja Sosial Dalam Mengentas Kemiskinan

misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam penanganan HIV/AIDS, korban narkotik, korban tindak kekerasan dan lain-lain;

Usaha Kesejahteraan Sosial Profesional yang semata-mata memberikan layanan primer yang secara operasional mempraktekkan Pekerjaan Sosial Profesional, misalnya Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) yang digagas oleh Departemen Sosial Republik Indonesia.