peran kan dalam menyelesaikan sengketa harta …
TRANSCRIPT
PERAN KAN DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA HARTA PUSAKA TINGGI
( Studi Peran KAN di Nagari Rambatan Kabupaten Tanah Datar)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
SUCI FAUZIARDI
NIM. 11140440000011
P R O G R A M S T UD I H U K U M K E L U A R G A
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
2018 M/1439 H
iv
ABSTRAK
Suci Fauziardi. NIM.11140440000011. PERAN KAN DALAM MENYELESAIKAN
SENGKETA HARTA PUSAKA TINGGI (Studi Peran KAN di Kec.RambatanKab.
Tanah Datar) .Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M.Ix + 66
halaman 15 halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang Kerapatan Adat Nagari dan
faktor yang melatarbelakangi terjadinya sengketa harta pusaka tinggi di nagari
Rambatan dan Peran KAN dalam menyelesaikan sengketa harta pusaka tinggi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu pendekatan Sosiologi Hukum.Sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer berupa
hasil wawancara dengan KAN nagari Rambatan , sedangkan data sekunder berupa
buku-buku, jurnal, dan hasil penelitian terkait dengan tema. Tekhnik pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan . Analisis data dilakukan
secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kerapatan adat nagari merupakan
sebuah lembaga pemerintahan daerah Minangkabau yang berperan penting dalam
masyarakat, salah stunya adalah menyelesaikan sengketa harta pusaka tinggi yang
terjadi di nagari Rambatan. Penyebab terjadinya sengketa harta pusaka tinggi disini
diantaranya adalah makin berkurangnya jumlah harta pusaka sedangkan ahli warisnya
semakin bertambah serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang harta pusaka
tinggi itu sendiri.Selain itu juga kurangnya pemahaman mamak sebagai kepala waris
mengenai adat. KAN di nagari Rambatan berpern menyelesaikan sengketa harta
pusaka tinggi dengan mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa setelah
diselesaikan oleh mereka sebelumnya. Pertama, KAN memanggil kedua belah pihak
yang bersengketa dan memeriksa bukti-bukti yang dijukan. Kedua, KAN mencoba
mendamaikan kedua belah pihak berdasarkan bukti yang ada. Ketika kedua belah
pihak setuju untuk berdamai, maka sengketa dapat diselesaikan.
Kata kunci : KAN, sengketa, adat, harta pusaka tinggi.
Pembimbing : Dra. Azizah M.A
Daftar pustaka : 1973 s.d. 2017
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt, Dialah
sumber tempat bersandar, Dialah sumber dari kenikmatan hidup yang tanpa batas,
Rahman dan Rahim tetap menghiasi Asma-Nya, yang telah memberikan kesehatan,
kekuatan, kesemapatan dan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw
yang telah membimbing umatnya untuk menempuh kepada agama yang diridhai oleh
Allah Swt. dan kepada jalan yang benar, guna meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan konsentrasi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.Dalam proses
penyusunan skripsi ini penulis menerima bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat
terselesainya atas izinya-Nya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
baik moril maupun materil, khususnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil Dekan I, II, dan III
fakultas Syariah dan Hukum
2. Dr. H. Abdul Halim, MA. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga beserta
Sekretaris Prodi Hukum Keluarga, Indra Rahmatullah, SHI.,MHyang senantiasa
memberikan dukungan dan motivasikepada penulis dalam mengerjakan skripsi
ini.
3. Terimakasih kepada Dr. Hj. Azizah, MA, Dosen pembimbing skripsi penulis,
yang telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
vi
4. Terimakasih kepada Bapak Supriyadi Ahmad, Dosen penasehat akademik
penulis, yang telah sabar mendampingi hingga semester akhir dan telah
membantu penulis dalam merumuskan desain judul skripsi ini dan seluruh Dosen
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. yang tidak bisa
penulis sebut semuanya tanpa mengurangi rasa hormat penulis.
5. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staf
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah memberikan pelayanan
kepada penulis serta memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan
guna menyelesaikan skripsi ini.
6. Terimakasih kepada Ibu (Aliarnis) dan Bapak (Edi Syafrial) yang telah bersusah
payah bercucuran keringat untuk mendidik penulis, sehingga penulis bisa lanjut
ke perguruan tinggi Islam yang ternama di Indonesia dan menjadi motivasi
terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.Terima kasih Bapak dan
Ibu.
7. Terima kasih kepada Bapak Wali Nagari Rambatan dan Jajarannya yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian sehingga dapat mempermudah
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Terima kasih kepada Bapak B. Datuak Malin Ameh selaku ketua KAN Nagari
Rambatan besesrta jajarannya yang telah memberikan waktunya untuk penulis
melakukan wawancara dalam proses penyelesaian skripsi ini.
9. Terimakasih kepada Adikku satu-satunya, Yosi Muliardi yang selalu menjadi
penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan masukan dan
motivasinya.
10. Terima kasih kepada warga pabalutan yang telah meluangkan waktunya untuk
penulis dalam melakukan wawancara.
11. Teman-teman seperjuangan penulis Yusri Wahyuni, Azmi Fathoni Arja, M.
Fadel Premeldy yang telah menjadi keluarga kedua bagi penulis sejak penulis
vii
mulai menuntut ilmu di pulau seberang dan juga tempat berkeluh kesah penulis
dalam proses penulisan skripsi ini.
12. Terima kasih kepada Sandy Mulia Arhdan yang telah membantu penulis menjadi
editor dan motivasinya terhadap dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Terima Kasih kepada Teman-Teman SAS A ( Novita Hayani, Istiqomah, Sary
Widiastuti, Putri Permata, Rulia Feriera, Mawar Diana, Luthfah Alifia, Luthfah
Rokhmana, Yunita Oktaviani, Nurhamidah W, Sayyidah Luthfiyah, Yonah,
Muhammad Irsyad, Herman Ardi, Muhammad Sidik, Fajri Ilhami Alfi Ridho dll)
, SAS 2014 (Neng Emawati, Cantika Zahara Putri, Amalia, Nida Sriwidianti,
Anita Listi, Hidayatul Fitri dll)
14. Terima kasih kepada teman-teman Tuneh Baneh 2014 (Rahayu Devani, Faizah
Eferdy, dll) IKAMANDA Ciputat, KMM Ciputat.
15. Terima kasih kepada teman-teman KKN ASWATAMA 109 (Nurazmi Akmalia,
Fayyadah , Lismaya, Delima, Khairunnisa, Ratna Sari, Libya Auranti, Ade
Septiani, Imamul , Ahmad Fauzan, Hanip Wahyu, Iskandar, Rinaldy, Johan,
Jehan).
16. Terima Kasih kepada Teman Teman Sweerainstar (Ika Febrina, Ivif Monica,
Indriany Rista, Chintia Revi dan Annisa Rahmadhani), Teman-Teman Pearly
Fiveteen (Rantya Fajriani dll),
17. Teman-teman HMI Komfaksy terutama Himpunan Mahasiswa Islam Hukum
Keluarga.
Jakarta, 19 Mei 201
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. i
HALAMAN PENGESAHANPENGUJI ...................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 3
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5
E. Tinjauan ( Review) Kajian Terdahulu...................................... 5
F. Metode Penelitian..................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 9
BAB II WARIS DALAM ISLAM DAN ADAT MINANGKABAU
A. Waris dalam Islam
1. Pengertian Waris Islam ...................................................... 10
2. Dasar Hukum Waris Islam ................................................. 12
3. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam ................................... 19
4. Rukun dan Syarat-syarat Waris Islam ................................ 21
5. Orang yang Berhak Menerima Waris ................................ 22
6. Syarat Menjadi Ahli Waris ................................................ 23
7. Sebab-sebab Menjadi Warisan dalam Islam ..................... 24
B. Hukum Waris Adat
1. Pengertian Hukum Waris Adat .......................................... 27
2. Unsur-unsur Hukum Waris Adat ....................................... 28
ix
3. Asas-asas Hukum Waris Adat ............................................ 29
4. Prinsip Garis Keturunan dalam Masyarakat Hukum Adat . 30
C. Tujuan dan Hikmah Kewarisan ............................................... 32
BAB III PROFIL KECAMATAN RAMBATAN DAN KERAPATAN
ADAT NAGARI
A. Profil Kecamatan Rambatan
1. Sejarah Rambatan ............................................................... 33
2. Wilayah dan Geografis ....................................................... 33
3. Kondisi Demografis ........................................................... 34
4. Keadaan Penduduk dan Sosio Religiusnya ........................ 36
5. Sarana Pendidikan dan Peribadatan ................................... 36
B. Sekilas Tentang Minangkabau
1. Profi Minangkabau ............................................................. 37
2. Sistem Kekerabatan di Minangkabau ................................. 39
3. Sako dan Pusako dalam Adat Minangkabau ...................... 41
BAB IV PERAN KAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HARTA
PUSAKA TINGGI
A. Pengertian Kerapatan Adat Nagari ........................................... 47
B. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya sengketa harta pusaka
tinggi di Kecamatan Rambatan .............................................. 55
C. Peran KAN dalam Menyelesaikan Sengketa Harta Pusaka
Tinggi di Nagari Rambatan Kecamatan Rambatan ................. 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 63
B. Saran ......................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di wilayah Indonesia terdapat dua sistem kekerabatan yaitu
Matrilineal dan Patrilineal. Matrilineal adalah istilah ilmiah yang sudah
menjadi Bahasa umum didalam Bahasa Indonesia zaman sekarang, secara
sederhana kata Matrilineal dapat kita artikan sebagai struktur masyarakat
yang diatur menurut garis keturunan Ibu yang dipakai oleh suku Bangsa
Minangkabau.1 Kebalikan dari Matrilineal yaitu Patrilineal yang berlaku di
berbagai daerah dan berbagai suku bangsa Indonesia, yang diatur menurut
garis keturunan Ayah.
Sistem kekerabatan matrilineal termasuk dalam system
kekerabatanyang bersifat “unilineal” atau “unilateral”, yaitu suatu system
yang dalam menghitung keturunan hanya mengakui satu pihak orang tua saja
sebagai penghubung keturunan. Dalam hal ini hanya memakai “ibu”, karena
itu disebut dengan sistem “matrilineal” atau garis keturunan ibu atau sako-
indu.2Sistem Matrilineal ini mampu bertahan sampai sekarang bahkan
mungkin untuk masa dating yang tak dapat ditentukan batas waktunya selama
Agama Islam masih dianut oleh orang Minangkabau.
Masyarakat Provinsi Sumatra Barat menganut sistem adat
Minangkabau yang memiliki sistem Matrilineal, berarti garis keturunan ibu,
baik dari segi keturunan maupun pembagian harta waris, keduanya ditarik
dari garis keturunan ibu. Meskipun masyarakat Minangkabau menganut
matrilineal, buktinya tidak ada orang Minang yang menyambung nama
belakangnya dengan nama ibunya. Prinsip matrilineal berlaku umum dan
alami.Hal ini berarti, secara alami anak lebih dekat dengan ibunya dibanding
dengan ayah.
1 H. Julius Dt. Malako Nan Putiah, Matrilineal dan Kekerabatan Dalam Adat
Minangkabau, (Jakarta: Forum Komunikasi Pemangku Adat dan Budaya Gebu Minang), h,2. 2 Amir M.S, Adat Minangkabau “Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang”,Jakarta Pusat :
PT. Mutiara Sumber Widya, h,45.
2
Masyarakat yang menganut matrilineal seperti Minangkabau, dalam
hal warisan diturunkan kepada kemenakan, baik warisan gelar maupun
warisan harta, yang biasanya disebut sako dan pusako (saka dan
pusaka).Sebagai warisan, harta yang ditinggalkan pewaris tidak dapat dibagi-
bagi oleh yang berhak.Setiap harta pusaka selalu dijaga keutuhannya, demi
untuk menjaga kiaum kerabat, sebagaimana yang diajarkan falsafat alam dan
hukum adat mereka.3
Masalah suku selalu dikaitkan dengan sako, bahwa orang
Minangkabau itu basuku-basako, basasak-bajarami, bapandam-pakuburan
( Hidupnya suku sebagai suatu organisasi selalu memiliki suatu lambang
kebesaran masing-masing) salah satu lambang itu adalah berupa gelar
kebesaran yang disebut sako.4
Sako itu sangat erat hubungannya dengan pemilikan harta pusaka
tinggi dari suatu Kaum, oleh sebab itu, secara tradisional selalu dibela dan
dipertahankan sebagaimana membela atau mempertahankan harta pusaka
tinggi.5Petitih mengatakan bahwa sako (saka) dan (pusako) diwariskan
kepada kemenakan. Dari niniak ka mamak, dari mamak ka kemenakan ( dari
nenek ke paman, dari paman ke keponakan). Pengertian dari nenek
(moyang), sudah tentu berdasarkan matrilineal.6Pengertian turun dari nenek
ke mamak, dari mamak ke kemenakan ialah turunnya hak warisan dari sako
dan pusako.Sako adalah warisan jabatan sedangkan pusako merupakan
warisan harta benda.
Pusako ( waris ) tidak dapat diturunkan oleh seorang laki-laki kepada
anaknya, harta minangkabau dipegang oleh perempuan. Pusaka gelar dan
pusaka harta hanyalah perempuan yang diberikan hak atasnya.Oleh karena itu
pusaka hanyalah diberikan kepada perempuan, tetapi keselamatan dan
3 A.A. Navis, Alam terkembang jadi guru ( Jakarta: PT Pustaka Grafitipers, h 158-159
4 H. Julius Dt. Malako Nan Putiah, Matrilineal dan Kekerabatan Dalam Adat
Minangkabau,( Jakarta: Forum Komunikasi Pemangku Adat dan Budaya Gebu Minang), h,12. 5 H. Julius Dt. Malako Nan Putiah, Matrilineal dan Kekerabatan Dalam Adat
Minangkabau, ( Jakarta: Forum Komunikasi Pemangku Adat dan Budaya Gebu Minang), h,12. 6 A.A. Navis, Alam terkembang jadi guru ( Jakarta: PT Pustaka Grafitipers), h 160
3
pemeliharaannya dipertanggungjawabkan oleh seorang laki-laki dari yang
disebut mamak kepala waris.Mamak bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang berhubungan dengan penjagaan dan pemeliharaan harta pusaka tinggi di
Minangkabau. Masalahnya, ketika orang yang dipercaya itu sendiri yang
menyalahgunakan jabatannya, dalam hal ini mamak menyalahgunakan fungsi
harta pusaka tinggi di Minangkabau dan banyak diantara keponakan-
keponakannya yang menentang hal itu, sehingga terjadilah sengketa atau
perselisihan antara mamak dan kemenakan ( paman dan keponakan), kalau
hal itu sudah terjadi, apakah yang akan dilakukan oleh kaum? Bagaimana
hak-hak kaum bisa terjamin?Siapa yang bisa menyelesaikan sengketa
tersebut?Apakah masalah itu dibiarkan saja berakhir tanpa
penyelesaian?Bagaimana lembaga yang berhak menangani masalah ini, yang
dalam hal ini lemabaga yang berwenang adalah Kerapatan Adat Nagari
(KAN), bagaimana KAN menyelesaikan sengketa yang terjadi
ini?sejauhmana KAN melaksanakan tanggungjawabnya untuk menyelesaikan
sengketa harta pusaka tinggi ini?. Dari berbagai penjelasan dan pertanyaan di
atas penulis tertari untuk menganngkat tema besar tersebut kedalam sebuah
skripsi dengan judul : Peran KAN Dalam Menyelesaikan Sengketa Harta
Pusaka Tinggi (Studi peran kerapatan adat nagari di Nagari Rambatan Kab.
Tanah Datar).
B. Identifikasi Masalah
Dari Latar Belakang diatas, penulis akan akan memaparkan beberapa
ragam masalah diantaranya, yaitu :
1. Apakah ada sengketa harta pusaka tinggi di Kec. Rambatan Kab. Tanah
datar?
2. Bagaimana bentuk persengketaan yang terjadi mengenai harta pusaka
tinggi?
3. Bagaimana cara menyelesaikan sengketa harta pusaka tinggi tersebut oleh
KAN?
4
4. Apakah yang dilakukan oleh KAN jika ketika sudah diputus tetapi salah
satu pihak tidak beritikad baik?
5. Apakah tidak ada complain terhadap penyalahgunaan yang dilakukan oleh
mamak dari keponakannya?
6. Apakah pengadilan memiliki hak untuk menyelesaikan sengketa harta
pusaka tinggi ini?
7. Apakah ada sanksi yang diberikan kepada mamak yang menyalahgunakan
tanggung jawabnya sebagai kepala waris?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Persengketaan mengenai harta pusaka tinggi seringkali terjadi di
Minagkabau, disini penulis secara singkat akan membahas mengenai harta
pusaka dan segala yang berhubungan dengan waris. Namun disini penulis
membatasi pada Peran Kerapatan Adat Nagari dalam menyelesaikannya
jika persengketaan mengenai harta pusaka tinggi itu terjadi, selain
membatasi pada Peran Kerapatan Adat Nagari, penulis juga membatasi
pada sengketa yang terjadi di Kec. Rambatan Kab. Tanah Datar. Kerapatan
Adat Nagari atau lebih dikenal dengan istilah KAN, maka selanjutnya
penulis akan menggunakan kata KAN dalam penyebutan kata Kerapatan
Adat Nagari.
2. Perumusan Masalah
Rumusan Masalah dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan Kerapatan Adat Nagari dan Bagaimana
kedudukannya di Kecamatan Rambatan?
b. Apa faktor yang melatarbelakangi terjadinya sengketa harta pusaka
tinggi di Kecamatan Rambatan?
c. Bagaimana Peran KAN dalam menyelesaikan Sengketa Harta Pusaka
tinggi di Kecamatan Rambatan.
5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apa itu KAN, bagaimana kedudukan serta struktur
KANdan apa Fungsi KAN di kec. Rambatan.
b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
persengketaan mengenai harta pusaka tinggi di kecamatan rambatan.
c. Untuk mengetahui bagaimana KAN menyelesaikan tiap-tiap sengketa
yang terjadi mengenai harta pusaka tinggi di kec. Rambatan.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis penelitian ini memberikan penjelasan tentang harta
pesaka tinggi di minangkabau dan memberikan penjelasan sejauh mana
KAN menjalankan perannya dalam menyelesaikan sengketa yang
terjadi mengenai harta pusaka tinggi di kecamatan Rambatan.
b. Secara praktis penelitian ini memberikan pengetahuan kepada mamak
agar bisa menjalankan perannya sebagai kepala waris untuk
menghindari terjadinya persengketaan mengenai harta pusaka tinggi.
c. Secara akademis, penenlitian ini merupakan syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Hukum Keluarga
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
d. Penelitian ini juga sebagai bentuk khazanah keilmuan dan kewarisan
adat Minangkabau dalam pusako tinggi bagi siapa saja yang membaca
penelitian ini.
E. Kajian Terdahulu
Setelah peneliti melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang
ada, serta terhindar dari plagiatisme dan duolikasi, maka penulis adakan
menunjukkan karya tulis yang telah dikerjakan sebelumnya, dan peneliti
menemukan beberapa penelitian sebelumnya yang mengangkat pembahasan
mengenai kewarisan dari sudut pandang yang berbeda-beda dengan penelitian
yang dilakukan oleh penulis.
6
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Romi Afadarma dalam program
pasca sarjana Universitas Diponegoro dapat disimpulkan bahwa hukum adat
masyarakat di minangkabau terbagi menjadi dua bentuk sengketa yaitu
sengketa sako dan sengketa pusako. Sengketa sako merupakan permasalahan
yang berhubungan dengan perkara gelar, sedangkan sengketa pusako
merupakan permasalahan yang berhubungan dengan kebendaan, karena
berkaitan dengan keadaan ekonomi seseorang yang dapat menyatukan suatu
hubungan dalam masyarakat, namun juga dapat memperburuk keadaan dan
memecah belah suatu hubungan dalam suatu masyarakat. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Romi Afadarma ini menyebutkan bahwa ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya peerselisihan dalam harta pusaka antara
lain :
1. Tidak jelasnya ranji-ranji atau silsilah keturunan dalam suatu kaum,
sehingga hal tersebut mengakibatkan beberapa pihak yang merasa bahwa
kepada dialah harta pusaka tinggi tersebut berhak diwariskan.
2. Karena seseorang mewariskan hasil jerih payahnya yang telah didirikan
atau berada di atas tanah kaum istrinya kepada anak-anaknya, sehingga
tidak menutup kemungkinan nantinya hartawarisan tersebut akan disangka
sebagai harta pusaka kaum istrinya.
3. Karena harta pusaka tinggi tersebut di sertifikatkan kemudian di jual oleh
mamak kepala waris tanpa sepengetahuan anggota kaum yang
bersangkutan.
4. Karena kebanyakan anggota masyarakat di dalam kaum itu sendiri, tidak
mengetahui atau kurang memahami ketentuan-ketentuan adat yang
berlaku.
Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Defto Yuzastra
dalam program pasca sarjana universitas diponegoro tahun 2010
menyebutkan bahwa ada beberapa bentuk kasus sengketa yang
diselesaikan oleh KAN di daerah penelitiannya diantaranya yaitu, Pusako,
Warisan, dan Hutang Piutang, terhiting dari tahun 2001-2008. Yang mana
7
faktor penyrbab sengketa itu terjadi, berdasarkan penelitiannya adalah
sebagai berikut:
a. Kompensasi akibat pembangunan sarana/ prasarana untuk umum.
Sehubungan dengan jual beli tanah, pembangunan, pelebaran jalan dan
penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai dengan
harga yang layak yang diterima oleh masyarakat.
b. Proses Administrasi tanah ulayat yang bermasalah
Lemahnya administrasi tanah ulayat yang mengakibatkan adanya
oknum yang tidak berhak terhadap tanah ulayat menguasai tanah
tersebut.
c. Konflik antara anak kemenakan dan niniak mamak.
d. Pihak oknum pemerintah yang banyak mendapatkan keuntungan,
dalam hal ini pemerintah ikut campur.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah
yang diteliti.7
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka penulis menggunakan
metode pengumpulan data:
a. Penelitian pustaka (library research). Penelitian ini dilakukan dengan
menelusuri kepustakaan seperti literature, serta buku-buku yang ada
hubunganya dengan pembahasan skripsi ini. Penelitian dengan cara ini
guna mendapatkan suatu landasan teoritis berupa pendapat-pendapat
atau tulisan-tulisan para sarjana atau pihak-pihak yang berwenang dan
juga untuk memperoleh informasi, baik dalam bentuk ketentuan-
ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi yang ada, selain itu
7 Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penelitian Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h.4
8
penulis juga mengadakan penelitian atau pengamatan langsung terhadap
persengketaan yang terjadi mengenai harta pusaka tinggi. Dengan cara
ini adalah untuk mendapatkan data sekunder yang dibutuhkan oleh
penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.
b. Penelitian Lapangan (field research). Penelitian ini untuk mendapatkan
data primer dalam pembuatan skripsi ini yaitu untuk mendapatkan
penjelasan-penjelasan tentang harta pusaka tinggi dan masalah-masalah
yang terjadi. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara
terhadap orang-orang yang berpengaruh serta beberapa pihak yang
pernah bersengketa karena harta pusaka tinggi dan melakukan
penelitian atau pengamatan secara langsung dilapangan.
Oleh karena itu hasil dan kesimpulan penelitian yang disajikan
bukan berupa deskripsi data-data.Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah pendekatan deskriptif analisis.
Di dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh
langsung dari masyarakkat dan dari bahan pustaka.Pertama disebut data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber
pertama, yakni praktek dalam masyarakkat yang berlaku, melalui
penelitian. Data sekunder, antara lain, mencakup dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku
harian, dan seterusnya.8
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara sebagai berikut:
a. Wawancara. Wawancara adalah metode yang dilakukan dengan cara
tanya jawab dengan orang-orang yang berkaitan langsung antara dua
orang atau lebih.9 Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan Bapak
Ketua KAN, Sekretaris serta Anggota KAN Rambatan.
8 Soejono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Pres, 2015), h. 12
9 Hussaini Usman dan Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi
Angkara 1996), h. 57-58
9
2. Pendekatan Penelitian
Etnografi merupakan suatu bentuk penelitian yang terfokus pada
makna sosiologis diri individu dan konteks sosial budayanya yang
terhimpun melalui penelitian lapangan sesuai dengan focus
penelitian.10
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penyusunan dan penulisan dalam
penelitian ini, maka penulis melakukan klsifikasi pembahasan sebagai
sistematika penulis, antara lain sebagi berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
identikasi masalah, pembahasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaatan penelitian, studi riview terdahulu metodologi penelitian.
Bab II berisi tentang pengertian warisan, Dasar hukum waris
Islam, Asas-asas hokum waris Islam, rukun dan syarat waris, orang yang
berhak menerima waris, syarat menjsdi ahli waris, sebab-sebab mewarisi,
hubungan kewarisan, pengertian hokum waris adat, unsur-unsur hokum waris
adat, asas-asas hokum waris adat , prinsip garis keturunan dalam masyarakat
hokum adat, tujuan dan hikmah kewarisan.
Bab III berisi tentang profil Kabupaten Tanah Datar dan Nagari
Rambatan, sekilas tentang minangkabau, dan Kerapatan Adat Nagari (KAN)
pada Hukum Adat Minangkabau.
Bab IV menjelaskan hasil analisis penelitian terkait dengan
sengketa harta pusaka, faktor penyebab terjadinya sengketa harta pusaka
tinggi, peran KAN dalam menyelesaikan sengketa harta pusaka tinggi,
pendapat para tokoh masyarakat serta analisis penulis.
Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
10
Musi Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian
Gabungan, (Jakarta Prenadamedia Group), h.359
10
BAB II
WARIS DALAM ISLAM DAN ADAT MINANGKABAU
A. Pengertian Waris
Hukum waris Islam dalam terminologi disebut dengan ilmu fara'idh.
Di dalam ilmu tersebut, segala hal berkaitan dengan pewarisan telah diatur
secara lengkap, termasuk juga cara menghitungnya. Bagian-bagian yang bisa
diperoleh ahli warls juga telah ditetapkan secara jelas.
Adapun yang dimaksud dengan fara‟idh adalah masalah-masalah
pembagian harta warisan kata al-fara‟idh atau diindonesiakan faraidh.Adalah
bentuk jamak dari al-faridhah,11
yang bermakna al-mafrudhah.Atau sesuai
yang diwajibkan.Artinya adalah pembagian yang telah ditentukan kadarnya
atau ketetapan yang pasti.12
Menurut bahasa, lafal faridhah diambil dari kata al-fardh yang
memiliki makna etimologis dan terminologis. Secara etimologis kata al-fardh
memiliki beberapa arti diantaranya sebagai berikut:
1. Al-Qath‟ yang berarti ketetapan atau kepastian misalnya dalam ungkapan
“Aku telah menetapkan dengan pasti bagian harta untuk si Fula”. Dalam
firman AllahSwt. disebutkan, “Sebagai suatu bagian yang telah
ditetapkan ” (QS. an-Nisaa [4]: 7)
2. At-Taqdir yang berarti suatu ketentuan, seperti firman
AllahSwt., ”.,.Karena itu, bayarlah separuh dari (jumlah) yang telah kau
tentukanitu...,” (QS. al-Baqarah [2]: 237)
3. Al-Inzal yang berarti menurunkan, seperti firman Allah, ”Sesunggulmya,
Yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum hukum) Al Qur„an,
benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali... ” (QS. al-
Qashash 81: 85)
11Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia. (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/Penafsir Al-qur‟an, 1973)
12Ali Parman, Kewarisan dalam Al-Qur‟an Suatu Kajian Hukum dengan Pendekatan
Tafsir Tematik. cet-1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995) h. 28
11
4. At-Tabyin) yang berarti penjelasan, seperti firman
AllahSwt, ”Sesungguhnya, Allah telah mewajibkankan kepadamu sekalian
membebaskan diri dari sumpahmu.,..” (at~ Tahrim [66]: 2)
5. Al-Ihlal) yang berarti menghalalkan, seperti firmanNya, "tidak akan ada
suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah
baginya” (al-Ahzab [33]: 38)
6. Al- ‟Atha yang berarti pemberian, seperti dalam pepatah bangsa Arab yang
berbunyi, Aku tidak mendapatkan pemberian ataupun pinjaman darinya‟.
Kata fardh dalam ungkapan tersebut berarti pemberian. seperti yang
tercantum dalam Q.S. Al-Zumar ayat 74:
الهذي صدقىا وعدي وأو أ مه الجىهة حيث وشاء فىعم أجز العامليه وقالوا الحمد لله رثىا الرض وتبوه
“Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi
janji-Nya kepada Kami dan telah (memberi) kepada Kami tempat ini
sedang Kami (diperkenankan) menempati tempat dalam syurga di mana
saja yang Kami kehendaki; Maka syurga Itulah Sebaik-baik Balasan bagi
orang-orang yang beramal".
Ahli waris adalah seseorang atau beberapa orang yang berhak
menerima bagian dari harta peninggalan,13
maka Keenam arti di atas dapat
digunakan seluruhnya karena ilmu faraidh meliputi beberapa bagian
kepemilikan yang telah ditentukan secara tetap dan pasti.Di samping itu,
penjelasan AllahSwt.tentang setiap ahli waris yang menerima bagiannya
masing-masing, semuanya merujuk pada sebutan atau penamaan ilmu faraidh.
Sedangkan secara terminologis, ilmu faraidh memiliki beberapa
definisi, yakni sebagai berikut:
1. Penetapan kadar warisan bagi ahli waris berdasarkan ketentuan syara‟
yang tidak bertambah, kecuali dengan radd (mengembalikan sisa lebih
kepada para penerima warisan) dan tidak berkurang, kecuali dengan 'aul
(pembagian harta waris, di mana jumlah bagian para ahli waris Iebih besar
13
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia. (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2007), h.17
12
dari pada asal masalahnya, sehingga harus dinaikkan menjadi sebesar
jumlah bagian-bagian itu).
2. Pengetahuan tentang pembagian warisan dan tata cara menghitung yang
terkait dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian
yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak waris.
3. Disebut juga dengan fiqh al-mawarits ‟fiqih tentang warisan dan tata cara
menghitung harta waris yang ditinggalkan.
4. Kaidah-kaidah fiqih dan cara menghitung untuk mengetahui bagian setiap
ahli waris dari harta peninggalan. Masuk dalam definisi ini adalah batasan-
batasan dan kaidah-kaidah yang berkaitan erat dengan keadaan ahli waris,
seperti ash-habul furudh ‟ahli Waris yang memiliki bagian yang sudah
pasti‟, ‟ashabah ahli waris yang menerima sisa harta peninggalan dari ash-
habul furudh‟, dzawi al-arham ahli waris yang tidak termasuk ash-habul
furudh dan ‟ashabah‟, dan hal-hal yang erat hubungannya dengan cara
menyelesaikan pembagian harta waris, berupa hajb, ‟aul, radd, dan yang
terhalang mendapatkan warisan.
5. Disebut juga dengan ilmu yang digunakan untuk mengetahui ahli waris
yang dapat mewarisi dan yang tidak dapat mewarisi serta mengetahui
kadar bagian setiap ahli waris.14
B. Dasar Hukum Waris
Sumber-sumber hukum ilmu faraidh adalah al-Qur„an, as-Sunnah Nabi
Saw., dan ijma‟ para ulama, ijtihad atau qias dalam ilmu faraidh tidak
mempunyai ruang gerak, kecuali, jika ia sudah menjadi ijma‟ para ulama.
1. Al-Quran
Dari sumber hukum yang pertama al-Qur„an, setidaknya ada tiga
ayat yang memuat tentang hukum waris. Ketiga ayat tersebut terdapat di
dalam surah An-Nisa‟ salah satunya AllahSwt mengatakan:
14
Addys Aldizar dan Fathurrahman, Hukum Waris (Jakarta : Senayan Abadi Publishing,
2004), h.11-13
13
Ayat yang pertama, berbicara tentang warisan anak laki-laki,
perempuan serta ayah dan ibu (al-furu‟ dan al-ushul), seperti firman
Allahswt. Dalam Q.S. an-Nisa‟ (4) : 11:
و ف أولدكم للذكر مثل حظ الن ث ي ي فإن كن نساء ف وق اث نت ي ف لهن ث لثا ما ت رك وإن كانت ي وصيكم الل
هما السدس ما ت رك إن كان لو واحدة ف لها النصف فإن ل يكن لو ولد ولب ويو لكل واحد من
إخوة فلمو السدس من ب عد وصية ي وصي با أو دين فإن كان لو ه فلمو الث لث أب و ولد وورثو
و كان عليما حكيما فريضة من اللو ل تدرون أي هم أق رب لكم ن فعا اباؤكم وأب ناؤكم إن الل
Artinya :Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk)
anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak lelaki sama dengan bagiaan dua
orang anak Perempuan, dan jika anak itu semuanya Perempuan lebih dari
dua, maka bagi mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan, jika anak
Perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta, dan untuk
dua orang ibu bapak,, bagian masing-masingnya 1/6 dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu manpunyai anak. jika orang yang
meninggal tidak memyunyai anak dan ia diwarisi oleh iba bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat 1/3; jika yang meninggal ita mempanyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat 1/6. (Pembagian-pembagian tersebat di
atas) sesudah dipenahi wasiat yang ia buat atau sesudah dibayarkan
utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakma, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu.Ia adalah ketetapan dari Allah.Sesungguhnya, Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat di atas menjelaskan bahwa AllahSwt menetakan bahwa
pembagian warisan kepada tiga kelompok yaitu anak laki-laki dan anak
perempuan serta campuran antara anak laki-laki dan anak
14
perernpuan.15
Adapun orang yang mati hanya meninggalkan seorang atau
beberapa orang anak laki-laki dan bagian harta waris mereka belum
ditentukan, hal ini menunjukkan bahwa mereka mewarisi seluruh harta
peninggalan si mayit secara ta‟shib ‟bagian lunak‟ atau mereka mewarisi
secara bersama-sama.
Adapun bila si mayit hanya meninggalkan satu orang, anak
perempuan (tidak mewarisi bersama dengan saudaranya yang laki-laki),
bagian harta waris anak perempuan itu adalah separuh. Sedangkan bila
anak perempuan tersebut dua orang atau lebih tidak mewarisi bersama-
sama dengan saudaranya yang laki-laki, bagian harta waris mereka adalah
2/3. Akan tetapi jika si mayat meninggalkan anak laki-laki dan anak
perempuan serta bagian harta waris untuk mereka belum ditentukan,
mereka mewarisi seluruh harta si mayit secara tha‟sib, yaitu dengan
ketentuan anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan. 16
Sementara warisan untuk suami-istri, anak-anak ibu (saudara seibu
bagi si mayit) laki-laki maupun perempuan, terdapat dalam firman Allah
swt.dalam Q.S. an-Nisa‟ (4) : 12:
فإن كان لن ولد ف لكم الربع ما ت ركن من ب عد نصف ما ت رك أزواجكم إن ل يكن لن ولد ولكم
إن كان لكم ولد ف لهن ف ولن الربع ما ت ركتم إن ل يكن لكم ولد وصية ي وصي با أو دين
أخ أو وإن كان رجل ي ورث كللة أو امرأة ولو الثمن ما ت ركتم من ب عد وصية ت وصون با أو دين
هما السدس لك ف هم شركاء ف الث لث من ب عد وصية فإن كان وا أك أخت فلكل واحد من ث ر من ذ
ى با أو دين ر مضار ي وص و عليم حليم وصية من اللو غي والل
15
Addys Aldizar dan Fathurrahman, Hukum Waris (Jakarta : Senayan Abadi Publishing,
2004), h.11-13
16
Addys Aldizar dan Fathurrahman, Hukum Waris (Jakarta : Senayan Abadi Publishing,
2004), h.11-13
15
Artinya :Bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Iika istri-istrimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasi'at yang mereka buat atau sesudah
dibayar utangnya.Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempanyai anak.lika kamu mempunyai anak,
maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau sesudah dibayar utang-
utangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meniggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang suadara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Tetapi, jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat
yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris).(Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah Swt.Allah Swt. Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Kandungan pertama ayat di atas adalah Allah Swt. menyebutkan
bagian harta waris bagi suami-istri dan kandungan yang kedua adalah
AllahSwt. menyebutkan warisan bagi saudara seibu dari si mayit. Allah
Swt. telah menjelaskan bahwa bagi suami ada dua keadaan: Pertama, jika
istrinya tidak meninggalkan satupun anak (baik laki-laki maupun
perempuan), bagian suami adalah 1/2 (setengah). Kedua, jika istri
meninggalkan salah satu anak atau maksudnya suami mewarisi bersama-
sama dengan anak yang dapat mewarisi dari istri, maka suami
mendapatkan bagian 1/4 (seperempat).17
Demikian pula Allah Swt.
menjelaskan bahwasanya istri mempunyai dua keadaan: Pertama, jika istri
17
Addys Aldizar dan Fathurrahman, Hukum Waris (Jakarta : Senayan Abadi Publishing,
2004), h.11-13
16
tidak mewarisii bersama-sama dengan anaknya, bagian tetap untuknya
adalah 1/4 (seperempat). Kedua, jika istri mewarisi bersama-sama dengan
anaknya dari sang suami, istri mendapatkan bagian tetap 1/8
(seperdelapan).
Adapun untuk saudara-saudara seibu, Allah Swt. menjelaskan'
bahwa mereka mewarisi dengan cara kalalah, orang yang tidak
mempunyai anak dan orang tua, yakni bagian warisan untuk satu orang
ditetapkan 1/6 (seperenam). Sedangkan jika dua orang atau lebih, bagian
mereka adalah 1/3 (sepertiga) Secara bersama-sama, yaitu tidak ada yang
diutamakan dari pihak laki-laki maupun perempuan. Untuk hal ini, hanya
Allah Swt. yang mengetahui hubungan mereka dengan si mayit melalui
jalur ibu atau seorang wanita.Dalam kasus ini bukan jalur bapak yang
digunakan, yang menjadikan pihak lelaki diutamakan daripada pihak
perempuan.18
Sementara untuk warisan saudara laki-laki ataupun perempuan,
Allah Swt. berfirman, mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah).terdapat dalam dalam Q.S. an-Nisa‟ (4) : 176:
الله ي فتيكم في الكلالة إن امرؤ هلك ليس له ولد وله أخت ف لها نصف ما ت رك يست فتونك قل
ا ت رك وإن كانو الا ا إخوة رج وهو يرث ها إن لم يكن لها ولد فإن كان تا اث نت ين ف لهما الث لثان مم
ونساء فللذكر مثل حظ الأن ث ي ين ي ب ين الله لكم أن تضلوا والله بكل شيء عليم
Artinya :Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, (yaitu) jika
seseorang meninggal dunia, dan dia tidak mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan ,
18
Addys Aldizar dan Fathurrahman, Hukum Waris (Jakarta : Senayan Abadi Publishing,
2004), h.11-13
17
jika ia tidak mempunyai anak tetapi jika saudara perempuan itu dua orarg ,
maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang 'ditinggalkan oleh yang
meninggal. mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki
dan perempuan maka bagiaan seorang saudara laki-laki Sebanyak bagian
dua orang saudara perempuan. Allah SWT menerangkan (hukum ini)
kepadamu, supaya kamu tidak sesat.Allah SWT Maha Méngetahui segala
sesuatu.
Pada ayat di atas, Allah SWT menyebutkan bagian warisan untuk
saudara laki-laki dan saudara perempuan yang tidak seibu, di mana
keadaan mereka terbagi menjadi tiga.
Pertama, jika yang mewarisi laki-laki semua, mereka mewarisi
secara bersama-sama tanpa ketentuan bagian yang tetap.
Kedua, jika yang mewarisi perempuan dan dia sendirian, dia akan
mendapatkan bagian 1/2 (seperdua). Sedangkan bila ahli waris itu dua
orang anak Perempuan atau lebih, bagian mereka adalah 2/3 (dua per tiga).
Ketiga, jika yang mewarisi harta peninggalan adalah anak laki-
laki dan Perempuan, mereka dapat mewarisi dengan ketetapan anak
laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak Perempuan.19
2. Sunnah Nabi
Hadist Nabi Muhammad SAW yang secara langsuang mengatur
kewarisan adalah:
a. Hadist Nabi dari Ibnu Abbas menurut riwayat Al-Bukhari dalam Al-
Bukhari, Shahih al-Bukhari IV, (Kairo: daar wa Mathba‟ al-Sya‟biy),
hlm. 181; Muslim dalam al-Nawawiy, Syarhu Shahihi Muslim, (Kairo,
al-Mathba‟ah al-Mishriyah), hlm. 53.20
19
Addys Aldizar dan Fathurrahman, Hukum Waris (Jakarta,Senayan Abadi Publishing,
2004),h.14-18
20Addys Aldizar dan Fathurrahman, Hukum Waris (Jakarta,Senayan Abadi Publishing,
2004),h.14-18
18
فما بقى عن إبن عباس رضى الله عنو عن النبي صاى الله عليو و سلم قال: ألحقوا الفرائض بأىلها
فهو لولى رجل ذكر
Artinya : “Berikanlah faraid (bagian-bagian yang ditentukan) itu kepada
yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan
laki-laki yang terdekat”
b. Hadist Nabi dari Jabir menurut riwayat Abu dawud, Sunanu Abi Dawud
II, (Kairo: Mustafa al-Babiy), 1952, hlm. 109; Abu Isa al-Tirmizy, al-
jami‟u al-Shahih IV, (Kairo: Musthafa al-Bhabiy), 1938, hlm. 414.
عن جابر بن عبد الله قال: جأت المرأة بإبنتي لا فقالت يا رسول الله ىاتان إبنتا سعد بن الربيع
قتل يوم أحد شهيدا و إن عمعهما أخذ مالما فلم يدع لما ما ل ول تنكحان إل ولما مال، قال
عمهما فقال : يقضي الله ف ذلك فنزلت آية الميراث فبعث رسول الله صلى الله عليو وسلم إلى
اعط ابنتي سعد الثلثي و اعط أمهما الثمن و ما بقي فهو لك
Artinya : Dari Jabir bin Abdullah berkata: “Janda Sa‟ad dating kepada
Rasul Allah SAW bersama dua orang anak perempuannya.” Lalu ia
berkata: “ Ya Rasul Allah, ini dua orang anak perempuan Sa‟ad yang
telah gugur secara syahid bersamamu di Perang Uhud. Paman mereka
mengambil harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-
apa untuk mereka.Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta.” Nabi
berkata: “Allah akan menetapkan hokum dalam kejadian ini.”
Kemudian turun ayat-ayat tentang kewarisan. Nabi memanggil si
paman dan berkata: “Berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa‟ad,
seperdelapan untuk istri Sa‟ad dan selebihnya ambil untukmu.
3. Ijtihad Ulama
Yaitu kerja fikir seorang faqih dalam menghasilkan dugaan kuat
tentang hokum Allah SWT berdasarkan pemahamannya atas firman Allah
19
dalam Alqur‟an atau Hadist Nabi. Bila hasil ijtihad seorang mujtahid
disetujui oleh para mujtahid lain berarti berubah statusnya menjadi ijma‟
ulama. Hasil ijtihad berkenan dengan kewarisan, antara lain:
a. Menjelaskan arti dan maksud suatu kata dalam Ai-Qur‟an atau hadist
yang masih memerlukan penjelasan, seperti:
b. Kata “ saudara laki-laki atau perempuan dalam Al-Qur‟an Surah An-
nisa‟ ayat 12 maksudnya adalah “saudara seibu”
c. Kata “saya” yang diucapkan oleh Nabi yang menerima harta warisan
orang mati yang tidak punya ahli waris dalam hadist Nabi yang di
takhrij Oleh Abu Daud adalah “ baitul mal” untuk kepentingan Islam.
d. Menambah ahli waris diluar yang telah ditetapkan dalam Al-Qur‟an,
seperti:
1. Cucu menjadi ahli waris ketika pewaris tidak meninggalkan anak.
2. Anak saudara menjadi ahli waris jika saudara tidak ada.
3. Paman menjadi ahli waris ketika kakek sudah tidak ada.
4. Anak paman menjadi ahli waris ketika paman sudah tidak ada.
e. Memperluas pengertian kata yang terdapat di dalam Al-Qur‟an dan
Hadist, seperti:
1. Memperluas pengertian kata anak yang menyebabkan ayah atau ibu
menerima seperenam dalam surah an-Nisa‟.
2. Memperluas pengertian anak yang menyebabkan suami mendapat
seperenam.
C. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan Islam atau lazim disebut Faraidh dalam literature
hokum Islam adalah salah satu bagian dari keseluruhan hokum yang
mengatur peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang
masih hidup.Hukum kewarisan Islam digali dari keseluruhan ayat hokum
dalam Al-Qur‟an dan penjelasan tambahan yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam Sunahnya. Dalam pembahasan ini akan
20
dikemukakan lima asas yang berkaitan dengan peralihan harta tersebut,
yaitu21
:
1. Asas Ijbari
Dalam hukum Islam peralihan harta dari orang yang telah
meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya
tanpa usaha dari yang akan meninggal atau kehendak yang akan
menerima. Cara peralihan seperti ini disebut Ijbari.
Kata Ijbari secara leksikal mengandung arti paksaan (compulsory),
yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri. Pengertia “wali mujbir”
dalam terminolgi fiqh munakahat (perkawinan) arti si wali dapat
mengawinkan anak gadisnya itu tanpa memerlukan persetujuan dari anak
yang akan dikawinkannya itu.22
Dijalankannya asas ijbari dalam hukum kewarisan Islam
mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah
meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut
kehendak Allah tanpa bergantung kepada kehendak pewaris atau keinginan
dari ahli warisnya.
2. Asas Bilateral
Asas bilateral dalam kewarisan mengandung arti bahwa harta
warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Hal ini berarti bahwa setiap
orang berhak menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis
kerabat , yaitu garis kerabat keturunan laki-laki dan garis keturunan
perempuan. Dalam surah an-Nisa‟ ayat 7, 11, dan 12 terlihat jelas bahwa
kewarisan itu beralih ke bawah (anak-anak), ke atas (ayah dan ibu), dan
kesamping (saudara-saudara) dari kedua belah pihak garis keluarga, yaitu
laki-laki dan perempuan, dan menerima warisan dari dua garis keluarga
yaitu garis laki-laki dan garis perempuan. Inilah yang dinamakan asas
bilateral.
3. Asas Individual
21
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 17. 22
Sayid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah Jilid 4,(Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004), 31.
21
Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual,
dengan arti bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara
perseorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara
tersendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain. Keseluruhan harta
warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi,
kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak
menurut kadar bagian masing-masing.
4. Asas keadilan Berimbang
Perbandingan bagian waris laki-laki dan perempuan adalah
2:1.Prinsip ini disesuaikan dengan kewajiban laki-laki, yang menurut
agama Islam memiliki kewajiban yang lebih besar daripada seorang
perempuan.23
5. Asas semata karena kematian
Peralihan harta benda karena pewarisan hanya berlaku setelah
adanya kematian.Asas kewarisan akibat kematian ini mempunyai kaitan
erat dengan asas ijbari yang disebutkan sebelumnya.Pada hakikatnya,
seseorang yang telah memenuhu syarat sebagai subjek hukum dapat
menggunakan hartanya secara penuh untuk memenuhi kebutuhan
sepanjang hayatnya.
D. Rukun Waris dan Syarat-Syarat Waris
Warisan, juga mengandung arti proses pemberian harta warisan dan
berpindahnya harta tersebut kepada orang yang berhak mendapatkannya.
Rukun-rukun waris ada tiga, jika ketiganya ada, maka pewarisan dapat
dilangsungkan.namun apabila salah satu dari ketiga rukun tersebut tidak ada,
maka pewarisan pun tidak dapat berlangsung.
a. Al-Muwarits, yakni mayat atau yang dihukumi meninggal,seperti orang
yang hilang.
b. Al-Waari'ts, yakni orang yang hidup sepeninggal muwarrits.
c. Al-Mauruuts, yakni peninggalan mayit berupa harta atau selainnya.
23
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 24
22
Untuk kelangsungan pewarisan ada tiga syarat yang harus terpenuhi,
yang bertalikan dengan orang yang meninggal dan al-warits (ahli warits).
Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Kejelasan bahwa al-muwarrits benar-benar telah meninggal, atau
dihukumi telah meninggal (oleh pengadilan) seperti kasus orang hilang,
atau diperkirakan telah meninggal seperti bayi dalam kandungan seorang
ibu yang menjadi korban tindak kejahatan, di mana tindak kejahatan
tersebut wajib dibayar dengan ghurbah.
b. Kejelasan bahwa al-waarits masih hidup setelah kematian al-muwarrits.
Atau disamakan hukumnya dengan orang yang hidup, seperti bayi yang
lahir dalam keadaan hidup beberapa waktu setelah kematian al-muwari'ts,
kemudian bayi itu meninggal.
c. Kejelasan tentang alasan menerinia warisan, baik karena pemikahan,
kekerabatan, atau memerdekakan hamba. Kekerabatan di sini meliputi
anak, bapak, ibu, saudara, arau saudara ayah. Tingkatan nasab di mana si
mayit dengan ahli waris berkumpul juga harus diketahui. 24
E. Orang yang Berhak Menerima Waris
Dalam hukum waris Islam, orang yang berhak menerima waris ada 25
orang, dari pihak laki-laki berjumlah 15 orang dan dari pihak perempuan
berjumlah 10 orang.
Diantara pihak laki-laki yang berhak menjadi ahli waris adalah:
1. Kakek.
2. Pihak kakek seterusnya ke atas.
3. Anak laki-laki.
4. Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
5. Cucu laki dari anak laki-laki seterusnya ke bawah
6. Bapak.
7. Suami
24
Ade Ichwan Ali, Waris dan Pewaris(Jakarta: Pustaka Ibnu Umar,2009),h.10-11
23
8. Saudara laki-laki sekandung.
9. Saudara laki-laki sebapak.
10. Saudara laki-laki seibu.
11. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung.
12. Anak laki-laki saudara sebapak.
13. Anak laki-laki paman sekandung.
14. Anak laki-laki paman sebapak.
15. Suami dan laki-laki yang terbebas dari budak
Jika semuanya ada maka yang berhak menjadi ahli waris hanya tiga
orang, tiga orang tersebut adalah, anak laki-laki, bapak dan suami.
Ahli waris dari kalangan perempuan secara terperinci ada sepuluh,
diantaranya adalah:
a. Anak perempuan.
b. Anak perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
c. Ibu.
d. Nenek dari pihak ibu, dan setersnya ke atas.
e. Nenek dari pihak bapak dan seterusnya ke atas.
f. Saudara perempuan sekandung.
g. Saudara perempuan sebapak.
h. Saudara perempuan seibu.
i. Isteri
j. Seseorang perempuan yang memerdekakan hamba sahaya.
Apabila keseluruhannya ada.ahli waris yang tetap menerima waris
hanya Iima orang.Kelima orang Itu adalah anak perempuan.cucu perempuan
dari anak laki-laki, Ibu.saudara perempuan sekandung. dan Istri. Jika
terkumpul semua ahli waris, baik Iaki-laki maupun perempuan.hanya Iima
orang yang berhak menerima warisan.Kelima orang tersebut adalah
suami/istri, anak Iaki-Iaki, anak perempuan, bapak, dan ibu.
24
F. Syarat Menjadi Ahli Waris
Dalam kompilasi hukum Islam, ahli waris dapat dihapus bagiannya
jika tidak memenuhi syarat dan ketentuan menjadi ahli waris.Terdapat dua
syarat penting yang harus dipenuhi ahli waris.Jika kedua syarat ini luput,
seseorang dapat dicoret dari daftar ahli waris.Berikut kedua syarat yang
dimaksud.
1. Beragama Islam
Dalam Pasal I72 Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa
ahli waris haruslah beragama Islam.Seorang dianggap beragama Islam
dengan membuktikan status pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
berdasarkan pengakuan.amalan, dan kesaksian yang menyatakan orang
tersebut muslim. Adapun ahli waris di bawah umur, termasuk bayi dan
janin, dianggap beragama lslam Jika ayahnya beragama lslam.
Aturan lni merupakan hal yang disampaikan dalam hadis
Rasulullah.“Orang Islam tidak dapat mewarisl orang kaflr dan Orang
kaflr tidak dapat mewarisi orang Islam."(Diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim).Alhasil, meski seseorang berstatus anak kandung atau pasangan
orangtua.walaupun kerabat langsung pewaris, mereka tidak mendapat
bagian harta waris jika tidak beragama lslam.
2. Tidak terjerat kasus hukum
Hal ini tercantum dalam Pasal 173 KHI yang mengatur seseorang
tidak berhak menjadi ahli waris jika ia terjerat kasus hukum berdasarkan
keputusan hakim. Rincian kasus hukum yang dlmaksud sebagai berikut:
16. Dipersalahkan membunuh ataupun mencoba membunuh atau
menganiaya berat pewaris.
17. Dipersalahkan memfitnah atau sudah mengajukan pengaduan
bahwa pewaris tetah melakukan suatu kejahatan. yang diancam dengan
hukuman selama 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. 25
25
Wahyu Kancoro, Waris Permasalahan dan Solusinya, (Jakarta: Raih Asa
Sukses,2015),h.23-25
25
G. Sebab-sebab Menerima Warisan dalam Islam
Dalam ketentuan hukum Islam, sebab-sebab untuk dapat menerima
warisan ada tiga, yaitu:
1. Hubungan Kekerabatan (al-qarabah)
Kekerabatan ialah hubungan nasab antara orang Yang Mewariskan
kepada orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran baik dekat
maupun jauh. Dalam ketentuan hukum jahiliyah kekerabatan menjadi
sebab mewarisi adalah terbatas pada laki-laki yang telah dewasa
saja.Kaum Perempuan dan anak-anak tidak mendapatkan bagian.
Muhammad Ali al-Shabuni dalam bukunya Al-Mawaris Fi Al-
Syari‟ah Al-Islamiyah Fi Dhau Al-Kitab Wa Al-Sunnah mengatakan,
Pembagian harta warisan pada zaman jahiliyah yaitu pembagian harta
warisan lebih diperuntukan kepada laki-laki saja yang sudah dewasa,
walaupun antara pewaris tidak mempunyai hubungan nasab. Sedangkan
perempuan dan laki-laki yang belum dewasa sekalipun laki-laki mereka
tetap tidak mendapatkan harta warisan. karena mereka menganggap bahwa
perempuan tersebut tidak bisa dan tidak mampu seperti halnya dalam
berperang dalam menghadapi musuh dan mengendarai kuda, maka dari itu
seorang perempuan tidak berhak menerima harta warisan.26
Dasar hukum kekerabatan sebagai ketentuan bahwa laki-laki dan
perempuan sama-sama mempunyai hak waris adalah Firman AllahSwt
dalam Q.S. an-Nisa‟ (4) :7:
ا جال وصيب ممه ا تزك الوالدان للز تزك الوالدان والقزبون وللىساء وصيب ممه
ا قله مى أو كثز وصيبا مفزوضا والقزبون ممه
Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.”
26
Muhammad Ali al-Shabuni, Al-Mawaris Fi Al-Syari‟ah Al-Islamiyah Fi Dhau‟ Al-Kitab
Wa Al-Sunnah, (Bairut: „Alam Al-Kutub , 1399 H/ 1985 M), h. 19
26
2. Hubungan Perkawinan (al-mushaharah)
Perkawinan yang sah menyebabkan adanya hubungan hukum
saling mewarisi antara suami dan isteri.Perkawinan yang sah adalah
perkawinan yang syarat dan rukunnya terpenuhi, baik menurut ketentuan
hukum agama maupun ketentuan administratif sebagaimana diatur dalam
peraturn yang berlaku.Tentang syarat administratif ini, masih terdapat
perbedaan pendapat.Ada yang menyebutnya semata-mata pencatatan saja,
tetapi ada sebagian pendapat yang menyebut sebagai syarat yang apabila
tidak terpenuhi berakibat tidak sah perkawinannya.
Hukum perkawinan di Indonesia, tampaknya memberi kelonggaran
dalam hal ini. Artinya, yang menjadi ukuran sah atau tidaknya perkawinan
bukanlah ketentuan administrasi, akan tetapi ketentuan hukum agama.
Tetapi harus diakui bahwa ketentuan administrasi ini, merupakan suatu
yang penting (urgent), kerena bukti-bukti pencatatan administratif inilah
suatu perkawinan mempunyai hukum. Disebagian negara-negara
muslimseperti pakistan misalnya, perkawinan yang tidak dicatat dapat
dikenakan hukuman penjara atau denda, atau bahkan kedua-duanya.27
3. Hubungan Memerdekakan Budak (Al-Wala)
Secara etimologi, wala berarti persahabatan, atau nikmat
kemerdekaan, atau pertolongan untuk memperkuat kekerabatan.28
Untuk
memperkuat kekerabatan, maka seseorang harus merdeka dalam segala
hal, termasuk dalam hal kewarisan. Secara terminologi ,wala adalah
sesuatu kekerabatan disebabkan oleh adanya pemerdekaan budak yang
dilakukan oleh tuannya.29
Dasar yang dipegangi sehinnga hubungan wala dapat menjadi
ukuran terjadinya warisan adalah terdapat dalam Q.S. an-Nisa‟ (4) :33:
27
Tahir Mahmood, Family law Reform in the Muslim World, Bombay: N.M. Tripathi
PVT, 1972, h. 258.
28Husain Muhammad Makluf, al- Mawarits fi al-Syariah al-Islamiah, Matbaah al
Madaniy, Mesir, 1976, h. 35.
29Husain Muhammad Makluf, Al- Mawarits Fi Al-Syariah Al-Islamiah, h. 35.
27
إن اللو كان والذين عقدت أيانكم فآتوىم نصيب هم ولكل جعلنا موال ما ت رك الوالدان والق ربون
على كل شيء شهيدا
Artinya : “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan
ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika
ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka
berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah Swt.
menyaksikan segala sesuatu.”
Wala‟ berarti tetapnya hukum syara‟ karena membebaskan budak.
Dalam konteks ini, wala yang dimaksud adalah wala alutaqah, yakni yang
disebabkan adanya pembebasan budak, dan bukan dimaksudkan dengan
wala al-mawlah dan muhalafahyaitu membebaskan budak karena
kepemimpinan dan adannya ikatan sumpah, karena keduanya mempunyai
muatan yang berbeda-beda dalam sebab-sebab pewarisan.
Adapun yang dimaksud dengan wala‟ al-‟athagah adalah
ushubah.Penyebabnya adalah kenikmatan pemilik budak yang dihadiahkan
kepada budaknya dengan membebaskan budak melalui pencabutan hak
mewalikan dan hak mengurusi harta bendanya, baik secara sempurna
maupun tidak. Tujuannya adalah tathawwu‟ melaksanakan anjuran syarak
atau kewajiban sekalipun imbalan..Dalam hal ini, bentuk pembebasan
mengakibatkan pada penetapan hak wala‟.
Adapun yang dimaksud dengan kalimat penyebabnya adalah
kenikmatan pemilik budak yang dihadiahkan kepada budaknya dengan
membebaskan budak adalah masa sebelum seorang budak dibebaskan.
Namun, setelah seorang tuan membebaskan budaknya, budak itu telah
berubah status dari orang yang semula tidak cakap menjadi cakap dalam
bertindak secara sempurna.
Bentuk penyamaan wala‟ dengan kerabat senasab, setidaknya bisa
dipahami dengan melihat bahwa seorang tuan yang membebaskan
budaknya dari belenggu kepemilikan
28
H. Pengertian Hukum Waris Adat
1. Soepomo
Hukum adat adalah sebagai hokum yang tidak tertulis dalam
peraturan-peraturan legislative meliputi peraturan-peraturan hidup yang
meskipun tidak ditetapkan oleh yang berkewajiban tetapi dipatuhi dan
ditaati oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-
peraturan tersebut memiliki kekuatan hukum.
Hukum waris adat memuat peraturan-peraturan yang mengatur
proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan
barang-barang yang tidak berwujud benda dari suatu angkatan manusia
kepada keturunannya.
2. Betrand Ter Haar
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang
mempunyai yang mempunyai wibawa serta pengaruh dan dalam
pengaruhnya berlaku serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati.Hukum
waris adat adalah proses penerusan dan peralihan kekayaan materiil dan
immaterial dari turunan ke turunan.
3. Soerojo Wignjodipoero
Hukum adat waris meliputi norma-norma hukumyang menetapkan
harta kekayaan baik yang bersifat materiil maupun yang bersifat
immaterial dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli
warisnya.30
I. Unsur-unsur Hukum Waris Adat
1. Pewaris
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan
sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup, baik
30
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 24
29
keluarga melalui hubungan kekerabatan, perkawinan maupun keluarga
melalui persekutuan hidup dalam rumah tangga.
2. Harta Warisan
Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh
seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Harta warisan
terdiri dari:
3. Harta bawaan atau harta asal
Harta bawaan atau harta asal adalah harta yang dimiliki seseorang
sebelum kawin dan harta itu akan kembali kepada keluarganya bila ia
meninggal tanpa anak.
4. Harta perkawinan
Harta perkawinan adalah harta yang diperoleh dari hasil usaha
suami-istri selama dalam ikatan perkawinan.
5. Harta pusaka
Harta pusaka adalah harta warisan yang hanya diwariskan kepada
ahli waris tertentu karena sifatnya tidak terbagi, melainkan hanya
dinikmati atau dimanfaatkan bersama oleh semua ahli waris dan
keturunannya. Sebagai contoh, Harta pusaka tinggi di Minangkabau.
6. Harta yang menunggu
Harta yang menunggu adalah harta yang akan diterima oleh ahli
waris, tetapi karena satu-satunya ahli waris yang akan menerima harta itu
tidak diketahui di mana ia berada.31
J. Asas-asas Hukum Waris Adat
1. Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri
Asas ketuhanan dan pengendalian diri, yaitu adanya kesadaran bagi
para ahli waris bahwa rezeki berupa harta kekayaan manusia yang dapat
dimiliki dsan dikuasai merupakan karunia dan keridhoan tuhan atas
keberadaan harta kekayaan.
31
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), 24
30
2. Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak
Asas kesamaan dan kebersamaan hak, yaitu setiap ahli waris
memiliki kedudukan yang sama sebagai orang yang berhak untuk
mewarisi harta peninggalan pewarisnya, seimbang antara hak dan
kewajiban antara tanggung jawab bagi setiap ahli waris untuk memperoleh
harta warisannya.
3. Asas Kerukunan dan Kekeluargaan
Asas kerukunan dan kekeluargaan yaitu, para ahli waris
mempertahankan untuk memelihara hubungan kekerabatan yang tentram
dan damai, baik dalam menikmati dan memanfaatkan harta warisan tidak
terbagi maupun dalam menyelesaikan pembagian harta warisan terbagi.
4. Asas Musyawarah dan Mufakat
Asas musyawarah dan Mufakat, yaitu para ahli waris membagi
harta warisannya melalui musyawarah yang dipimpin oleh ahli waris yang
dituakan.
5. Asas Keadilan
Asas keadilan yaitu keadilan berdasarkan status, kedudukan, dan
jasa sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan, baik
bagian sebagai ahli waris, melainkan bagian jaminan harta sebagai anggota
keluarga pewaris.
K. Prinsip Garis Keturunan dalam Masyarakat Hukum Adat
1. Garis Keturunan Patrilineal
Yaitu merupakan masyarakat hukum adat yang sistim
kekeluargaannya didasarkan pada prinsip garis keturunan patrilinial murni
adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan karena para
anggotanya menarik garis keturunan melalui garis laki-laki, sehingga
setiap orang yang masuk kedalam batas hubungan kekerabatan dengan
ayahnya dan keluarga ayahnya saja, sedangkan semua kerabat ibunya
berada diluar batas itu. Contoh masyarakat yang menganut atau mengikuti
31
prinsip garis keturunan patrilinial ini dapat dilihat atau dikenal pada
masyarakat hukum adat Batak.
2. Garis Keturunan Matrilineal
Masyarakat hukum adat yang sistim kekeluargaannya di dasarkan
pada prinsip garis keturunan Matrilinial adalah sekumpulan orang yang
merupakan kesatuan karena para anggotanya menarik garis keturunan
melalui garis perempuan, sehingga setiap orang yang masuk kedalam batas
hubungan kekerabatan dengan ibunya saja. Sedangkan semua kaum
kerabat ayahnya berada diluar batas itu. Contoh masyarakat yang
menganut atau mengikuti prinsip garis keturunan Matrilinial ini dapat
dilihat atau dikenal pada masyarakat hukum adat Minangkabau. Orang
Minangkabau masih terikat oleh satu kesatuan yang ditarik oleh garis
keturunan ibu, keturunan atas dasar keturunan itu disebut suku.Karena
keturunannya itu dihitung menurut garis perempuan saja, maka garis
keturunan itu disebut Matrilinial.Di Minangkabau yang berkuasa adalah
perempuan atau ibu dengan arti bahwa disamping pihak perempuan
sebagai garis penyambung keturunan, juga di tangannya terletak
kekuasaan dalam segala segi dan merupakan pusat dari keluarga dan
masyarakat. Menurut pendapat seorang sarjana yang bernama Bronislaw
Malinowski, mengatakan : Mereka hidup dalam suatu ketertiban
masyarakat yang didalamnya kekerabatan dihitung menurut garis ibu
semata-mata untuk harta dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula. Ini
berarti bahwa anak laki-laki dan perempuan termasuk keluarga, klan dan
perkauman ibunya, mamak dan bibinya maka seorang anak akan menerima
harta benda.
3. Garis Keturunan Parental
Merupakan masyarakat hukum adat yang bersistim kekeluargaan
didasarkan pada prinsip garis keturunan Bilateral, yaitu sekumpulan orang
yang merupakan kesatuan karena para anggotanya menarik garis keturunan
melalui garis keturunan ibu dan ayah yang diberi nilai dan derajat yang
sama baik pihak keluarga ayah maupun pihak keluarga ibu. Contoh
32
masyarakat yang menganut atau mengikuti sistim garis keturunan parental
ini dapat kita lihat pada masyarakat Hukum adat Bugis, Dayak di
Kalimantan.
L. Tujuan dan Hikmah Kewarisan
Proses perjalanan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua akibat
itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama
dengan orang yang dekat dengannya, baik dekat dalam arti nasab maupun
dalam arti lingkungannya.
Tujuan dan hikmah mempelajari warisan (faraidh) adalah agar kita
dapat menyelesaikan masalah harta peninggalan di lingkungan kita dan sesuai
dengan keadaan sosial dan juga ketentuan agama, sehingga jangan sampai
ada yang dirugikan dan termakan bagiannya oleh ahli waris yang lain.
Adapun jika hukum waris dipelajari dengan benar akan bermanfaat baik bagi
dirinya maupun untuk masyarakat, yang jelas akan dapat di manfaatkan
dalam kasus penyelesaian pembagian harta waris di lingkungan keluarga,
lebih lanjut dapat membantu kasus pembagian waris di masyarakat.
Para ulama menetapkan bahwa mempelajari ilmu faraidh adalah
fardhu kifayah, artinya kalau dalam suatu masyarakat atau perkampungan
tidak ada yang mempelajari ilmu faraidh maka berdosalah orang-orang di
kampung itu. Akan tetapi jika ada yang mempelajari, walaupun hanya satu
atau dua orang saja, maka terlepaslah semua dari dosa.
33
BAB III
PROFIL KECAMATAN RAMBATAN DAN KERAPATAN ADAT NAGARI
A. Profil Kecamatan Rambatan
1. Sejarah Rambatan
Nama Rambatan berasal dari kata Rambah Etan.Rambah artinya
mmbersihkan lahan/memotong.Menebang pepohonan yang ada untuk
dijadikan perkampungan atau daerah penghidupan baru karena orang
sudah bertambah banyak.Sedangkan kata Etan berarti disana disini dan
hamparan yang luas dari Utara ke Selatan.32
Rambah Etan- Rambah Etan yang banyak atau sangat luas sekali
sampai ke dataran perbukitan.Kata Rambah Etan yang luas, lama
kelamaan dari masa ke masa berobah sebutan karena mungkin membaca
cepat kata “RAMBAH ETAN” menjadi bacaan “RAMBATAN” sampai
sekarang dinamakan “RAMBATAN” menjadi satu kata.Ada juga yang
mengatakan atau berpendapat kata “RAMBATAN” berasal dari kata
“HAMBATAN”. Dimana pada masa dahulu berangkat rombongan
manusia atau orang dari arah Lima Kaum sekarang kearah selatan, diwaktu
masih hutan belantara, sesampainya diperkampungan rambatan sekarang
sebahagian dari rombongan tersebut terhambat/terhalang terpecah dua.
Satu lagi terus ke Selatan arah Padang Magek sekarang, yang sekarang
menetap di Rambatan, maka orang menyebut dengan nama hambatan,
kelamaan berubah menjadi Rambatan.
32
B. Dt. Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektyalisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan, Batusangkar 2016
34
2. Wilayah dan Geografis
1. Batas Wilayah
-Sebelah Utara berbatasan
dengan
-Sebelah Selatan berbatasan
dengan
-Sebelah Barat berbatasan
dengan
-Sebelah mur berbatasan de
Pariangan dan Lima Kaum
Kabupaten Solok
Kecamatan Tanjng Emas
Kecamatan Batipuh
2. Letak Kecamatan
3. Luas wilayah
4. Jumlah Nagari
5. Jumlah Jorong
6. Jumlah Penduduk
7. Pertumbuhan Penduduk
8.Jumlah Rumah tangga
/Keluarga
100 o
3 0 ' 5 2 " - 1 0 0 o
3 7 '
2 0 "BT 0 o
2 8 ' 1 6 " - 0 o
3
8 ' 2 5 "LS
129 ,15 Km 2
5 Nagari
33 Jorong
32.493 Jiwa
2 ,84 %
8 613 KK
35
2. Kondisi Demografis
Kecamatan Rambatan terdiri dari 5 Nagari dengan jumlah jorong
sebanyak 33, dengan rincian sebagai berikut :33
33
Kantor Badan Pusat Statistik Tanah Datar, Survey Tahun 2004
Nagari Jorong Persentase
Daerah
Luas
thd Kec
Simawang 1. Ombilin
2. Padang Data
3. Darek
4. Baduih
5. Koto Gadang
6. Pincuran Gadang
7. Batu Limbak
8. Piuliang Bendang
6,25
4,88
2,40
1,95
4,97
4,97
8,03
6,78
4,84
3,78
1,85
1,51
3,85
3,85
6,22
5,25
Sub Jumlah/ Sub
total
40,22 31,25
Rambatan 1 . Rambatan
2 . Pabalutan
3 . Panti
7,52
4,25
5,83
5,82
3,29
4,52
Sub Jumlah/ Sub
total
17,60 13,63
Padang Magek 1 . Pauah
2 . Guguak Kaciak
3 . Guguak Gadang
4 . Guguak Baruah
5 . Gantiang
6 . Patai
7 . Bulakan
2,57
1,55
2,66
3,23
1,18
2,80
2,14
1,99
1,20
2,06
2,50
0,92
2,17
1,65
Sub Jumlah/ Sub
total
16,13 12,46
III Koto 1. Kalumpang
2. Gantiang
2,18
2,22
1,69
1,72
36
Jarak Nagari dengan Ibukota Kecamatan dan Kabupaten :
1. Simawang 19 ,00 28 ,00
2. Rambatan 0 ,00 10 ,00
3. Padang Magek 2 ,00 12 ,00
4. III Koto 8 ,00 15 ,00
5. Balimbing 7 ,00 19 ,00
3. Keadaan Penduduk dan Sosio Religiusnya.
Jumlah penduduk kecamatan Rambatan pada tahun 2013 secara
keseluruhan berjumlah 32.493 orang , terdiri dari 8613 Kepala Keluarga,
15740 orang laki-laki dan 16753 orang perempuan yang rinciannya
sebagai berikut:34
34
Kantor Wali Nagari Rambatan, Data Survey Tahun 2013
3. Guguak Jambu
4. Galogandang
5. Turawan
6. Aua Sarumpun
7. Siturah
8. Panta
9. Bonai
10. Pasia Jaya
1,54
4,03
1,90
2,34
2,12
1,76
5,54
2,13
1,19
3,12
1,47
1,81
1,64
1,36
4,29
1,65
Sub Jumlah/ Sub total 25,76 19,95
Balimbing 1. Balimbiang
2. Kinawai
3. Sawah Kareh
4. Padang Pulai
5. Bukit Tamasu
6,21
7,47
5,78
5,37
4,61
4,81
5,78
4,47
4,16
3,57
Sub jumlah/ Sub total 29,44 22,80
37
NO Nagari KK Jumlah Pdd Jenis Kelamin
Laki laki Perempuan
1 Simawang 1971 7999 3875 4124
2 Balimbing 2209 7523 3644 3879
3 III Koto 1634 6051 2931 3120
4 Padang Magek 1240 4876 2362 2514
5 Rambatan 1559 6044 2926 3116
Jumlah 8613 32493 15740 16753
Di Kecamatan Rambatan, seluruh penduduknya menganut agama Islam
4. Sarana Peribadatan dan Pendidikan.
a. Tempat peribadatan di Kecamatan Rambatan sebagai berikut:
NO Nagari Masjid Langgar/Surau Mushallah
1 Simawang 12 19 1
2 Balimbing 9 28 14
3 III Koto 9 29 13
4 Padang Magek 6 23 8
5 Rambatan 5 11 15
Jumlah 41 100 51
b. Sarana Pendidikan
NO Nagari TK/RA SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA TPA/TPSA
1 Simawang 6 7 1/1 1/1 30
2 Balimbing 6 8 1/1 /1 27
3 III Koto 5 8 ½ 0 23
4 Padang Magek 2 3 1/ 14
5 Rambatan 4 4 ½ /1 24
Jumlah 24 31 4/6 2/3 118
38
B. Sekilas Tentang Minangkabau
1. Profil Minangkabau
Secara umum Minangkabau terletak pada barat Pulau Sumatera
yang dapat dibagi atas dua daerah, yaitu Luhak dan Rantau. Wilayah
Luhak meliputi tiga bagian yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan
Luhak Lima Puluh Kota.Ketiga Luhak ini berada di daerah pedalamandi
sekitar lembah-lembah dan kaki gunung Merapi. Sedangkan daerah di luar
Luhak nan tigo yang dinamakan Rantau yang berada pada daerah pantai.
Secara umum wilayah rantau dapat dibedakan atas dua, yaitu
Rantau Pesisir dan Rantau Pedalaman. Rantau Pesisir meliputisepanjang
pantai barat pulau Sumatera, mulai dari sebelah utara, yaitu Labuan Haji,
Muara Labuah, Tapak Tuan, Singkel, Barus, Sibolga, Natal, Ujung
Gading, Air Bangis, Tiku, Pariaman, Padang, Painan, Balai Selasa,
Terusan, Air Haji dan Bengkulu. Adapun yang termasukdaerah rantau
pedalaman meliputi sebelah timur pulau Sumatera seperti Solok,
Sijunjung, Sawahlunto, Kerinci, Bangkinang, Pekanbaru, Teluk Kuantan,
Jambi, Singapura, dan Malaysia.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Kabupaten Tanah Datar
dikatakan sebagai daerah Luhak Nan Tuo, yaitu sebagai daerah
pertamakalinya asal muasal Kerajaan Minangkabau, yaitu di nagari
Pariangan di lereng Gunung Merapi. Secara geografis Kabupaten Tanah
Datar terletak antara 00o3‟- 00o35‟ Lintang Selatan dan 99o57‟-100o25‟
Bujur Timur. Luas daerah mencapai 2.310 km2, yang berarti hanya 5,42
persen dari luas Sumatera Barat yang mencapai 42.229,04 km2. Topografi
daerah Kabupaten Tanah Datar bervariasi antara daratan, bergelombang
dan berbukit dengan ketinggian antara 100 meter sampai dengan 1000
meter dari permukaan laut.Menurut data dari Biro Statistik Kabupaten
39
Tanah Datar, data tahun 2004 Kabupaten Tanah Datar memiliki 14 (empat
belas)kecamatan, yakni :35
a. X Koto
b. Batipuh
c. Batipuh Selatan
d. Pariangan
e. Rambatan
f. Limo Kaum
g. Tanjung Emas
h. Padang Ganting
i. Lintau Buo
j. Lintau Buo Utara
k. Sungai Tarab
l. Salimpaung
m. Tanjung Baru
n. Sungayang
Selain dari pada 14 (empat belas) kecamatan tersebut di Kabupaten
Tanah Datar juga terdapat sebanyak 75 (tujuh puluh lima) nagari dan 395
(tiga ratus sembilan puluh lima) jorong/desa.36
2. Sistem Kekerabatan di Minangkabau
a. Norma Kehidupan
Apa yang akan terjadi jika manusia hidup dengan atas dasar
hukum rimba? yang kuat akan memakan yang lemah, yang besar akan
menindas yang kecil, yang pintar akan menipu yang bodoh. Kehidupan
akan berubah menjadi neraka, dan manusia akan segera punah. Nenek
moyang orang Minangkabau nampaknya sejak beribu tahun yang lalu
telah memahami bahaya ini bagi hidup dan kehidupan apalagi
35
Kantor BPS Tanah Datar, Data Survey Tahun 2004 36
Kantor Badan Pusat Statistik Tanah Datar, Data Survey 2004
40
kelangsungan hidup bagi anak-anaknya dan cucunya. Oleh karena itu,
mereka menciptakan norma-norma kehidupan yang akan menjamin
ketertiban kesejahteraan, dan kebahagian hidup bagi mereka sendiri dan
anak-anaknya serta cucu-cucunya sepanjang zaman.
Norma-norma itu antara lain berupa aturan-aturan yang sangan
esensial bagi kehidupan yang tertib, aman, dan damai. Aturan itu antara
lain mengatur hubungan wanita dan pria, aturan mengenai harta
kekayaan yang menjadi tumpuan hidup bagi manusia, norma-norma
tentang tatakrama, dan sisitim kekertabatan. Kalau dipelajari secara
saksama, ketentuan adat Minangkabau mengenai hal-hal diatas, tidak
ada seorangpun dari kita yang tidak kagum dan bangga dengan adanya
aturan itu. Kalau kita tau manfaat dengan aturan itu, agaknya tidak
seorangpun dari kita yang menginginkan lenyapnya aturan adat itu
sehingga kurang mencintainya.Tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka
tak cinta. Kebanyakan kita dewasa ini memang sudah banyak yang
melupakan norma-norama kehidupan yang terkandung dalam ajaran
adat Minangkabau
b. Sistem Matrilineal
Menurut ahli antropologi tua pada abad ke-19, seperti J.Lublock
G.A Wilken dan sebagainya.Manusia pada mulanya hidup
berkelompok, kumpul kebo dan melahirkan keturunan tanpa
ikatan.Kelompok keluarga batin (nuclear family) yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anaknya seperti sekarang belum ada.Lambat laun manusia
sadar akaan hubungan ibu dan anak-anaknyasebagai satu kelompok
keluarga.Oleh karena itu anak-anak hanya mengenal ibunya dan tidak
tahu ayahnya.Dalam kelompok keluarga batin ibu dan anak-
anaknyaseperti ini, maka si ibulah yang menjadi kepala kelurga.
Dalam kelompok ini mulai berlaku atuaran bahwa persetubuhan
antara ibu dan anak lelakinya dihindari.Inilah asal mula pekawinan di
luar batas kelompok sendiri yang disebut dengan adat eksogami
41
perkawinan hanya boleh dilakukan dengan pihak luar. Sedangkan
perkawinan dengan kelompok serumpun tidak diperkenankan sepanjang
adat.
Kelompok keluarga itu tadi makin lama makin bertambah
banyak anggotanya karena garis keturunan selalu diperhitungkan
dengan garis ibu dengan demikian terbentuk suatu masyarakat yang
oleh para sarjana seperti wilken disebut masyarakat matriarkat. Istilah
matriarkat yang berarti “ibu yang berkuasa” sudah ditinggalkan para
ahli sudah tahu bahwa sistem ibu yang berkuasa itu tidak ada.Yang ada
hanya kelompok keluartga yang menganut prinsip silsilah keturunan
yang diperhitungkan melalu garis ibu atau dalam bahasa asing disebut
dengan matrilineal.Dalam sistim kekerabatanmatrilineallterdapat tiga
unsur yang paling dominan yaitu:
1. Garis keturunan “menurut garis ibu”
2. Perkawinan harus dengan kelompok lain, di luar kelompok sendiri
yang sekarang dikenal dengan istilaheksogami matrilineal.
3. Ibu memegang sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan,
dan kesejahteraan keluarga.37
3. Sako dan Pusako dalam Adat Minangkabau
Adat Minangkabau memiliki dua pusaka, ada pusaka yang
bebentuk harta benda, maka harta pusaka inilah yang bisa di wariskan
secara hukum adat dan hukum faraid. Ada juga yang pusaka yang tidak
berbentuk kebendaan melainkan jati diri dan hukm-hukum adat serta gelar
seseorang. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Sako
Sako adalah warisan yang tidak bersifat benda seperti gelar
pusaka. Sako juga berarti asal atu tua, seperti dalam kalimat sebagai
berikut:
37
Amir, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang,Jakarta Pusat: PT.
Mutiara Sumber Widya, 2003.h.9
42
Sawah banyak padi dek urang, sawah banyak padi untuk orang
Lai karambia sako pulo, kelapa ada namun sudah tua pula
Sako dalam artian adat Minangkabau adalah segala kekayaan
asal, yang tidak berwujud, atau harta tua berupa hak atau kekayaan
tanpa wujud. Kekayaan immaterial ini disebut juga dengan pusako
kebesaran, seperti:38
1. Gelar penghulu
2. Garis keturunan ibu juga disebut dengan “sako induk” atau
perilaku , atau peribawa yang diterima dari aliran darah sepanjang
garis ibu. Istilah “sako induk” ini adalah sinonim dari “matrilineal”
3. Pepatah petitih dan hukum adat
4. Tata krama atau adat sopan santun
Sako sebagai kekayaan tanpa wujud diwariskan secara turun-
temurun menurut jalur sebagai berikut:
1. Gelar penghulu diwariskan secara turun temurun kepada kemakan
laki-laki.
2. Garis keturunan diwariskan bedasarkan kepada anak perempuan.
3. Papatah petitih diwariskan dan hukum adat diwariskan kepada
semua anak dan kemanakan dalam suatu nagari, dan seluruh ke
rumah Minangkabau
4. Tata krama dan adat sopan santun diwariskan kepada semua anak
dan kemanakan di dalam Nagari dan kepada seluruh ranah
Minangkabau.
Sako sebagai kekayaan tanpa wujud memegang peran yang
sangat menentuakan dalam membentuk moralitas orang Minangkabau
dan kelestarian adat Minangkabau.
38
Amir Syarifuddin, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Jakarta
Pusat: PT. Mutiara Sumber Widya, 2003.
43
b. Pusako
Pusako atau harta pusako adalah segala kekayaan materi atau
harta benda yang disebut juga dengan pusako harato(pusaka harta),
yang dimaksud pusako harata ini adalah:39
a. Hutan tanah.
b. Sawah ladang.
c. Tabek dan parak = tambak dan kebun
d. Rumah dan perkarangan
e. Pandam perkuburan
f. Perhiasan dan uang
g. Balai dan masjid
h. Peralatan dan lain-lain
Pusako ini merupakan jaminan utama untuk kehidupan dan
perlengkapan bagi anak kemanakan di Minangkabau, terutama untuk
kehidupan yang berlatar belakang kehidupan desa yang agraris.
Perubahan kehidupan ke arah industri dan usaha jasa dan
berkembangnya kehidupan kota, maka peranan harta pusaka sebagai
sarana penunjang kehidupan ekonomi orang minang menjadi makin
lama makin berkrang. Namun demikian peranan harta pusaka sebagai
symbol kebersamaan dan kebanggaan keluarga dalam sistem
kekrabatan matrilineal di Minangkabau tetap betahan. Harta pusako
sebagai alat pemersatu keluarga masih tetap befungsi dengan baik,
namun sebaiknya harta pusaka sebagai milik kolektif(bersama) tak
jarang pula menjadi “biang keladi” dalam menimbulkan pertikaian
dalam keluarga Minangkabau.
Dengan demikian, harta pusaka di samping berfungsi sebagai
alat pemersatu, sekaligus juga bepotensi sebagai alat pemecah-
belah.Ketentuan adat mengenai barang sako dan harato pusako adalah
sebagai berikut.
39
Amir Syarifuddin, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang.Jakarta
Pusat: PT. Mutiara Sumber Widya, 2003.
44
Hak bapunyo, hak berpunya
Harto bamilik, harta kepemilikan
Barang sako maupun harta pusako pada dasarnya dikuasai atau
menjadi milik kebersamaan, milik kolektif oleh kelompok-kelompok
sebagai berikut.
a. Kelompok “samande” atau “seperinduakan” atau seibu.
b. Kelompok “sajurai”
c. Kelompok “saparuik” atau “sapayuang”40
d. Kelompok “sasuku”
e. Milik nagari :
Milik nagari ada dua yaitu
a. barang sako: pepatah petitih
b. harato pusako ada lima macam :
1. Balai adat
2. Masjid
3. Pasar
4. Tanah ulayat
5. Pandam pakuburan41
Pembagian harta warisan di Minangkabau adalah ada dua harta,
harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Pusaka tinggi adalah harta
yang diterima secara turun temurun dari nenek karena adat
minangkabau memilki sistem kekerabatab matrilineal dan harta pusaka
rendah adalah harta pencaharian pasangan suami istri atau ayah dan ibu
untuk anak-anaknya.42
a. Harta Pusaka Tinggi
40
Sapayuang atau saparuik adalah sekumpulan beberapa keluarga dalam satu rumah
gadang yang dipimpin seorang datuk.
41
Amir, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang (Jakarta,PT
Mutiara,Sumber,Widya,2003),h..94-95
42
Mafri Amir, Tokoh Adat Minangkabau, Interview Pribadi, 19 April 2018
45
Bagi masyarakat matirilineal seperti Minangkabau, warisan
diturunkan ke kemanakan, baik warisan gelar maupun warisan harta
yang disebut pusako.Kemanakan laki-laki dan perempuann yang
berhak menerima memiliki wewenang yang berbeda.Kemanakan
laki-laki memiliki wewenang hak mengusahakan, sedangkan
kemanakan perempuann memiliki hak memiliki.
Sebagai pusaka tinggi warisan itu memerlukan persetujuan
penghulu untuk mengubah statusnya, umpamanya untuk
menggadaikannya. Persetujuan penghulu tersebut tentu saja tidak
mudah didapat, karena penghulu itu akan menyetujui jika semua ahli
sepakat.
Harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi
menurut garis keturunan ibu.Adanya pusaka tinggi berkaitan
denngan sejarah yang lahirnya kampung dan koto yang diikuti
dengan membuka sawah ladang sebagi sumber kehidupan.43
b. Harta Pusaka Rendah
Warisan yang ditinggalkan seseorang pada tingkat pertama
disebut sebagai pusako rendah.Keterangannya yaitu: karena ahli
warisnya berjumlah kecil, ahli waris dapat membuat kesepakatan
untuk mengelola harta warisan itu, umpanya untuk dijual atau untuk
dibagi-bagikan antara mereka, meskipun itu tidaklah terpuji.
Disamping itu, karena orang yang mewarisinya masih sedikit, maka
statusnya dipandang rendah.,44
Sesuai dengan susunan menurut
hukum ibu, maka ahli waris menuru adat Minangkabau dihitung dari
garis ibu. Sebagaimana juga bahwa pengertian ahli waris ini barulah
muncul apabila telah ada harta peninggalan, jadi apabila telah ada
salah seorang anggota keluarga yang meninggal.
Sepeti juga umumnya telah diketahui bahwa harta peninggalan
di Minangkabau, dapat berupa harta pusaka dan harta pencarian.
43
LKAAM, Adat Minangkabau(padang, Balai Pustaka,1987),hal.56
44
Navis,Alam Takambang Jadi Guru(Jakarta, Yorspress, 1987),hal.163
46
Terhadap kedua macam harta inilah yang nantinya akan ditentukan
siapa-siapa ahli warisnya. Apabila kita menghadapi harta pusaka
sudahlah terang bahwa ahli warisnya ialah anggota-anggota keluarga
dilihat dari garis ibu.lika seorang ibu meninggal maka ahli warisnya
adalah pertama-tama anak-anaknya kemudian cucu-cucunya, serta
akhirya keturunan selanjutnya dari mereka ini. Mereka ini disebut:
warih nan dakek (waris yang dekat).
Apabila seorang laki-laki yang meninggal maka waris nan
dakeknya adalah dunsanak kanduang yaitu saudara laki-laki atau
permpuan dari laki-laki tersebut yang seibu sebapak. Dalam hal ini
anak-anak dari saudara laki-laki tersebut bukanlah ahli Waris.
Samalah halnya dengan orang laki-laki yang meninggal tadi, apabila
yang meninggal seorang perempuann yang belum pernah kawin
semasa hidupnya, atau yang pernah kawin akan tetapi tidak
mempunyai keturunan, maka ahli warisnya adalah pertama-tama
dunsanak kanduangnya.
Akan tetapi jika warih nan dakek sudah tidak ada lagi, jadi tidak
ada lagi keturunan dari si wanita yang meninggal maka sebagia ahli
waris dicari dari warih nan jauah(ahli waris yang jauh). Yang
dimaksud ialah segala anggota keluarga yang sedarah dilihat dari
garis ibu akan tetapi yang tidak langsung keturunan si wanita yang
meninggal ini.
Pertama-tama yang termasuk ke dalam hal ini yaitu ibu si wanita
itu sendiri jika masih hidup atau jika tidak ada saudara laki-laki atau
perempuann dari ibu si meninggal sendiri. Apabila ini masih tidak
ada juga maka sebagai warih nan jauah ialah anggota-anggota dari
lingkungan keluaraga sedarah menurut garis ibu yang berasal dari
moyang meteka. Selain itu jurai-jurai yang berasal dari sebuah
paruik (perut) dapat pula menjadi waris.Ini disebabkan oleh karena
juarai tersebut sebagi bagian dari perut merupakan persekutuan
hukum.
47
Mengenai belahan di negeri lain tidak dapat memperoleh pusako
walaupun bagaimanapun dekat hubungan darahnya dengan si
meninggal sebab di dalam hal ini berlaku pula suatu asas: “pusako
indak buliah pindah”(pusaka tidak boleh pindah) kalau belahan di
negeri lain tadi ingin juga memperolehnya maka haruslah dia pindah
kembali ke negei asalnya.
Selanjutnya apabila semua orang-orang yang disebut di atas
tidak ada lagi,maka yang mendapat orang-orang yang sesuku, serta
apabila apabila belahan di nagari lain tadi tidak kembali ke negeri
asalnya, maka pusaka tersebut jatuh kepada nagari. Hal ini dapat
dimengerti bedasarkan asas pusako indak buliah pindah tadi, yaitu
pusaka tidak boleh pindah kenegeri lain serta di lain pihak sebagai
persekutuan hukum nagari tersebut tentunya dapat mewarisi.45
45
Khairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjsuh Hukum Adat Minangkabau(Jakarta,
PT. Rineka Cipta,1997),h..88-91
48
BAB IV
PERAN KAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HARTA PUSAKA TINGGI
Harta Pusaka tinggi harta yang diberikan turun temurun dari ninik moyang,
“biriak-biriak tabang ka samak, dari samak tabang ka sasak, dari sasak turun ka
alaman, dari niniak turun ka mamak, dari mamak turun ka kemenakan”, dari
nenek baru turun ke mamak, yang merupakan milik kaum yang tidak bisa di bagi-
bagi, yang dipelihara oleh bunda kanduang dan di pelihara oleh mamak kepala
waris.46
A. Kerapatan Adat Nagari
Kerapatan Adat Nagari adalah sebuah lembaga adat Minangkabau ditingkat
nagari (kelurahan) yang bertugas sebagai penjaga dan pelestari adat dan budaya
Minangkabau. KAN berada di bawah pengawasan Lembaga Kerapatan Adat
Alam Minangkabau (LKAAM) mulai dari tingkat kecamatan hingga Provinsi.47
KAN adalah suatu lembaga tertinggi didalam adat disetiap nagari di
Minangkabau, diajukan atau tidak diajukan oleh masyarakat atau nagarinya yang
mana penghulu sebagaimana pemimpin di dalam kaumnya.48
Salah satu fungsinya
adalah untuk menyelesaikan persengketaan yang terjadi dalam suatu masyarakat
adat, terutama mengenai harta pusaka tinggi.
Lembaga KAN ini merupakan himpunan dari pada niniak mamak atau
penghulu yang mewakili suku atau kaumnya yang dibentuk berdasarkan atas
hukum adat nagari setempat. Dimana lembaga KAN ini merupakan lembaga
tertinggi dalam hal urusan adat serta hokum adat dalam suatu nagari. Ninik
mamak atau penghulu yang yang terhimpun dalam lembaga ini mempunyai
46
Bapak Bustami Datuak Malin Ameh, Ketua KAN Nagari Rambatan, Interview Pribadi,
Rambatan, Mei 2018 47
https://id.m.wikipedia.org 48
Idrus Hakimi, Pegangan Penghulu, Bundo Kandung dan Pidato Alua Pasambahan
Adat di Minangkabau, Remaja Karya, Bandung, 1988, hal. 59
49
kedudukan dan wewenang serta mempunyai hak yang sama untuk menentukan
hidup perkembangan hukam adat. Semua hasil mufakat yangdidapat melalui
Kerapatan Adat Nagari ini disampaikan kepada anggota sukunya.
Dalam suatu nagari di Minangkabau pada umumnya, Sumatera Barat pada
khususnya, maju mundurnya perkembangan adat termasuk hukum adat, semua itu
tergantung kepada peranan ninik mamak atau penghulu dalam mengelola dan
menentukan perkembangan dari hukum adat yang berlaku di nagari.49
Sungguhpun demikian walaupun dalam KANitu dihadiri oleh keempat jenis
penghulu suku, tetapi penghulu suku itulah yang berhak menjatuhkan putusan,
sedangkan yang lain hanya ikut mempertimbangkan. Semua hasil mufakat yang
didapati melalui KAN, oleh para penghulu disampaikan kepada para anggota-
anggota sukunya, melalui mamak-mamak rumah gadang. Penyampaian ini
dilakukan disurau-suaru yang berlangsung secara dialogis. Dalam struktur
kedalam KAN musyawarahnya secara lahir dipimpin oleh tua rapat (tuo rapek)
dan dipimpin oleh kebenaran (bana) yang diperoleh melalui kata mufakat,
mufakat kembali kepada yang benar.
Kerapatan Adat Nagari sebagai lembaga musyawarah untuk mufakat dari
pemuka-pemuka masyarakat yang dipandang patut, KAN terdiri dari beberapa
unsur dalam masyarakat adat Minangkabau, yaitu: 50
1. Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin
a. Tungku Tigo Sajarangan
Tungku Tigo Sajarangan adalah Istilah yang dipakai sebagai sebutan yang
sudah lazim di Minangkabau. Di ibaratkan memasak nasi tiga bah batu tempat
meletakkan periuk, kalau dua buah batu, periuk tidak bisa diletakkan, kalau empat
susah untuk meletakkan kayu dalam tungku atau diantaranya. Akibatnya api tidak
bisa hidup bak pepatah :
49
As. Suhaiti Arif, Tesis Program S2 Pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum UGM
Yogyakarta: 1996, hal. 34
50B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
50
Pincalang Biduak Rang Tiku
Dikayuah sambia manungkuk
Basilang kayu dalam tungku
Disusun api mangko hiduik
Tungku Tigo sajarangan tersebut adalah tokoh / Pemimpin yang
ada dalam nagari, terdiri dari 3 tokoh sebagai berikut :51
1) Niniak Mamak Pamangku adat
Ninik Mamak Pemangku adat adalah pemimpin dalam kaumnya dibidang
Adat, diangkat atas persetujuan kaumnya ditanah nan sabidang, dipayuang
sapatagak didalam kaumnya diibaratkan kaum adalah lasuang, sedang ninik
mamak adalah ayam gadangnya. Dia yang berkuasa dalam atau sekitar lasuang
dan tidak boleh berkuasa atau berkokok dilasuang lain, seperti pepatah :
Nagari Bapaga Undang
Kampuang Bapaga Buek
Tiap Lasuang Baayan Gadang
Salah Tampuah Buliah Diambek
2) Alim Ulama
Alim Ulama orang memahami dan berilmu agama ditengah-tengah
masyarakat yang menjawab permasalahan agama sesuai bidangnya yang
pengangkatnya adalah pengakuan masyarakat.
3) Cadiak Pandai
51
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
51
Cadiak Pandai adalah yang tahu pandai dalam masyarakat berpendidikan,
berilmu yang berpengaruh dalam masyarakat kepemimpinannya diakui oleh orang
banyak yang pengankatannya adalah pengakuan masyarakat.
Kesimpulan Tungku Tigo Sajarangan dengan kata lain adalah :52
-Seorang ninik mamak harus tau dan paham tentang aturan adat
-Seorang Alim Ulama harus tahu dan paham tentang aturan agama atau syara‟
-Seorang Cadiak Pandai harus tahu dan paham tentang aturan pemerintah
b. Tali Tigo Sapilin
Tali Tigo Sapilin adalah pasangan dari Tungku Tigo Sajarangan, artinya
tali adalah pengikat atau aturan dan pedoman, tali tigo sapilin yaitu tiga buah
pengikat atau tiga buah aturan yang selalu kuat menguatkan satu sama lain,
semakin dipilin ia semakin kuat dan makin bersatu. Tali Tigo Sapilin bukan
lembaga tetapi adalah aturan dan undang-undang yaitu :
1) Undang-undang adat atau aturan Adat
2) Undang-undang Syarak atau aturan agama
3) Undang-undang Negara atau Pemerintah termasuk Nagari
2. Urang Ampek Jinih
1) Panghulu atau Datuak Suku
Panghulu atau Datuak berfungsi sebagai Kepala Suku yang berperan
sebagai kayu gadang di tangah koto, urek tampek baselo, batang tampek basanda,
dahan tampek bagantuang, daun tampek balinduang kapanehan, tampek bataduah
kahujanan. Kapai tampek batanyo kapulang tampek babarito, penghulu menjadi
lambang kebenaran, budi (etika) atau akhlak dapat dijadikan contoh dan teladan.
52
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
52
Tugas penghulu adalah kusuik manyalasai, karuah mampajaniah, baalam
leba, badado lapang. Dalam setiap penyelelesaian seperti menarik rambut dalam
tepung, tapuang indak taserak, rambuik indak putuih, karena itu penghulu sebagai
pimpinan suku , kedudukan dan perannya sangat besar di tengah masyarakat
nagari dan suku, karena penghulu disebut juga sebagai tiang nagari, elok nagari
dek penghulu, rami tapian dek nan mudo, Kata Penghulu kata manyalasai.
2) Manti
Manti memberikan nasehat/masukan kepada penghulu karena manti
merupakan orang yang arif bijaksana, mangarati barek jo ringan, manimbang
mudorat jo manfaat, tahu ereng jo gendeng, lubuak aka lautan budi, tau dek duri ,
nan ka mancucuak, tahu di dahan nan ka maimpok, mampu memotivasi anak jo
kemenakan, mengetahui syariat islam dan dan ketentuan adat , menguasai ilmu
dan teknologi, menjadi komunikator sosial dan penggerak serta perencana
pembangunan, mampu menterjemahkan segala aturan undang-undang serta saksi
dan hukum sehingga adat tak tagisie, syarak tak talendo. Kata manti kata
penghubung.
3) Malin
Malin sebagai suluah Bendang dalam suku dan Nagari, palito nanindak
padam, camin nan indak kabua, nan tahu halal jo haram, sunat jo fardhu, sarato
syah jo batal, yang mengerti di bidang syarak jo adat dalam membimbing anak jo
kemenakan manyuruah sakolah, kasurau jo masyajik, orang yang tahu tentang
undang, adat dan hukum islam. Kata Malin kata hakikat.53
4) Dubalang
Urang nan capek kaki ringan tangan, pamaga suku jo nagari, tahu bahayo
nan kadatang tau jo undang salah pakai, tahu dek angin nan batiup, mengetahui
mungkin jo patuik, mengajak dan mendorong anak kemenakan untuk
53
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
53
meningkatkan kebenarannya, melaksanakan syariat Islam dan ketentuan adat.
Kata Dubalang kata mandareh.
Pada tiap nagari pada umumnya ada orang tempat bertanya, termasuk di
nagari Rambatan baik yang berhubungan dengan adat, maupun yang berhubungan
dengan syarak atau agama ditanyakan kepada Malin, yang bersangkutan dengan
perkara / perselisihan, pertikaian memerlukan penyelesaian di periksa dan
dihimpun oleh manti dan yang bersangkutan dengan ketertiban, keamanan dalam
suku ditangani oleh dubalang.
3. Jinih Nan Ampek
Setelah agama Islam yang masuk dan diyakini serta di pahami oleh orang
minangkabau bahwa sudah menjadi falsafah hidup orang minangkabau “ Adat
Basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah, syarak bakato, adat mamakai,
Alam takambang jadi guru”. Selain urang ampek jinih diperlukan lagi urang
jinih nan ampek yakni :54
1) Imam
Imam adalah pemimpin sholat berjamaah, seperti sholat Jum‟at, sholat
Idul Fitri dll. Berfungsi mengatur atau menunjuk imam masjid dengan rasa
tanggung jawab. Imam juga berperan memberi penerangan agama Islam kepada
masyarakat dan anak kemenakan dalam upaya memasyarakatkan “Syarat
Mangato, Adat mamakai”.
Imam sama tugasnya dengan penghulu dalam orang ampek jinih kato
Imam kato dahulu, tagak dipintu maghrifat. Imam menjadi panutan, ikutan orang,
suri tauladan mencerminkan sikap ketakwaan dalam sikap sehari-hari.
2) Khatib
54
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
54
Khatib adalah orang yang menyampaikan khutbah waktu sholat Jum‟at,
khatib juga berperan menyiarkan agama islam dengan cara metode yang baik dan
tepat didengar orang banyak. Khatib sama tugasnyadengan ampek jinih, kato
khatib kato dihilia, tagak dipintu hakekat mengajak orang berbuat baik, berwakaf,
bersedekah dan amal sholeh lainnya. Sesuai perkataan dengan perbuatan atau
amalnya, “Tinggi indak manimpo, gadang indak malendo”.
3) Bilal
Bilal adalah orang yangbertugas azan, muazin pada sholat berjamaa‟ah,
sholat Jum‟at dan lain-lain. Bilal juga mengajak orang ke jalan yang benar dan
meyakinkan orang untuk ke yang benar. Bilal tugasnya sama dengan orang ampek
jinih, kato bilal kato baimbang, tagak di pintu tarikat, ada orang yang terlupa
diingatkan untuk mencari keridoan Allah SWT.
4) Kadhi atau Maulana
Kadhi adalah seorang hakim yang bertugas terutama mengadili perkara
yang bersangkutan dengan agama Islam, tidak hanya sebagai hakim tapi juga
berperan sebagai orang yang menjelaskan keadaan Islam ditengah-tengah
masyarakat. Kadhi juga mengurus masalah nikah perkawinan, rujuk dll. Sekarang
tugas ini telah diambil oleh KUA, di nagari Rambatan jinih nan ampek ini ada
yang merangkap menjadi satu dengan urang ampek jinih yaitu persukuan sebagai
berikut :55
a) Jorong Rambatan
imam dari persukuan sumagek
Bilal dari pasukuan lubuk batang
Katib dari persukuan Sei Napa
55
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
55
b) Jorong Pabalutan
Imam dari Persukuan Sumagek Batu Diateh
Bilal dari pasukuan Payo Badar
Katib dari pasukuan Sumagek Kapalo Koto
c) Jorong Panti
Imam dari Pasukuan Kutianyir
Bilal dari pasukuan Mandaliko Tabek Gadang
Khatib dari pasukuan Tabek Buduak
Setiap nagari di Minangkabau harus ada masjid, menurut adat maka orang
jinih nan ampek ini berfungsi dibidang agama menurut adat, statusnya sama
dengan orang ampek jinih, diangkat menurut adat seperti ninik mamak lainnya
sesuai dengan petatah “adat diisi limbago dituang” persyaratan pengangkatannya
sama dengan urang ampek jinih bagaimana lazimnya.56
4. Nan Bajinih
a) Tuo Kampuang/ Tunganai Rumah, berfungsi mengawasi anak kemenakan
dalam suku dan nagari, berfungsi memberi nasehat dan teguran.
Menyampaikan teguran dan sapa, kapai tampek batanyo ka pulang tampek
babarito, kajadi contoh jo taladan, rancak tapian dek nan mudo, elok
nagari dek nan tuo.
b) Bundo Kandung ialah limpapeh rumah nan gadang, ampan puruk
pagangan kunci, hiasan dalam kampuang, sumarak dalam nagari nan
gadang basa batuah nan, kok hiduik tampek banazar, kalai mati tampek
baniaik, kok awieh tampek mintak aie, kok litak tampek mintak nasi, ka
undang-undang ka madinah, ka payuang panji ka sarugo. Karena itu adat
56
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
56
Minangkabau menempatkan ibu mempunyai kedudukan yang khas karena
sistem keturunan diambil menurut garis ibu.
c) Urang Mudo bertugas menjaga suku, kampuang jo nagari, urang nan capek
kaki indak panaruang, ringan tangan indak pamacah, mambantu suku atau
kaum jo nagari menyelamatkan adat jo syarak menjaga malu jo sopan,
memakai patuik jo mungkin, menanam raso jo pareso, manjago adat jan
tagisie, syarak jan talendo manjago bateh jo sapadan.57
57
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
57
STRUKTUR KAN NAGARI RAMBATAN58
Ketua
A. Dt. Malin Ameh
Di nagari Rambatan terdapat tiga Jorong (desa) yaitu, Pabalutan, Panti dan
Rambatan. Dari masing-masing jorong mengutus 5 orang utusannya untuk di
calonkan sebagai Ketua KAN yang terdiri dari Pegawai Negri Sipil (PNS) dan
Non Pegawai Negri Sipil (Honorer). Meskipun terdiri dari PNS dan Non PNS
masing-masing anggota tetap mendapat gaji dari pemerintah daerah.Salah satu
dari nama yang di utus itulah yang nanti akan dipilih sebagai Ketua KAN melalui
58
A. Dt Majolelo, Wakil Ketua KAN Nagari Rambatan, Interview Pribadi, 18 September
2018.
Wakil Ketua 1
A. Dt Bijo
Wakil Ketua 2
A. Dt Majolelo
Sekretaris 1
E. Malin Malelo
Sekretaris 2
U. Dt Rajo Malano
Bendahara
H. Dt Magek Parang
Bidang Sako Pusako
R. Dt Jonang Sati
Dt. Malin Intan
Bidang Syara‟ dan Agama
Dt. Jonang Gadang
Marjunes
58
Musyawarah adat di balai adat oleh para pemimpin adat.59
Dari sini lah muncul
nama-nama yang akan di masukkan ke dalam struktur KAN nagari Rambatan.
B. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya sengketa harta pusaka
tinggi di Kecamatan Rambatan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dan hasil wawaancara
dengan dengan Bapak Bustami Datuak Malin Ameh yang saat ini menjabat
sebagai Ketua KAN Kecamatan Rambatan ada beberapa faktor yang
melatarbelakangi terjadinya persengketaan mengenai harta pusaka tinggi ini,
Dalam hal ini harta pusaka tinggi yang sering menyebabkan persengketaan
antara suatu kaum adalah masalah Tanah. 60
1) Rasa memiliki
Berdasarkan kepada ayat Al-quran yang tertulis pada BAB sebelumnya
bahwa semua ahli waris berhak mendapatkan warisan dari pewaris yang
meninggal dunia. Sebagaimana salah satu Azas kewarisan dalam Islam adalah
asas Ijbari yang mengandung arti bahwa warisan itu didapat dengan
sendirinya tanpa adanya usaha dari ahli waris atau pun permintaan dari
pewaris. Dalam hal harta pusaka tinggi ini, Masing-masing ahli waris juga
berfikir demikian, mereka merasa berhak atas harta pusaka tinggi ini, lalu
mencoba berbagai cara untuk mendapatkan bagian mereka, kebanyakan dari
mereka tidak faham terhadap fungsi dan kegunaan harta pusaka tinggi,
sehingga terjadilah persengketaan sesama kaum. Keinginan yang kuat untuk
memiliki membuat mereka merasa bahwa dalam harta pusaka itu ada hak
mereka sehingga sering terjadi percekcokan antar suatu kaum.
2) Karena mamak dalam pemeliharaannya “mambagi gadang ka awak”
59
B. Dt Malin Ameh, Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016
60
Bapak Bustami Datuak Malin Ameh, Ketua KAN Nagari Rambatan, Interview Pribadi,
Rambatan, 25 Agustus 2018
59
Dalam hukum Islam konsep adil dalam pembagian warisan adalah 2:1,
artinya Kaum Laki-laki mendapatkan bagian 2x perempuan, sedangkan
dalam adat minangkabau, terutama kecamatan Rambatan, biasanya
pembagian warisan dilakukan berdasarkan kesepakatan dan persetujuan
bersama. Dalam hal harta pusaka tinggi ini, mamak ,memiliki tanggung
jawab terhadapnya, namun mamak sebagai kepala waris sering berlaku
tidak adil dalam menggunakan harta pusaka tinggi, dengan kata lain lebih
menguntungkan untuk dirinya dan merugikan pihak lain.
Selain itu juga persengketaan dapat disebabkan oleh kesalah pahaman
antara anak kemenakan yang yang mengira harta pusaka tinggi sebagai harta
pusaka rendah karena kurang jelasnya keberadaan harta pusaka diakibatkan
tidak adanya bukti tertulis terhadap keberadan harta tersebut.
Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Datuak
Malin Intan, yang merupakan tokoh adat sekaligus pejabat yang bertugas di
Kantor KAN Kecamatan Rambatan, dari hasil wawancara dengan Bapak
Datuak Malin Intan ini, menyebutkan beberapa faktor lain yang menyebabkan
terjadinya sengketa harta pusaka tinggi ini, diantaranya:61
1) Jumlah anak kemenakan semakin banyak, harta peninggaslan semakin
sedikit
Salah satu penyebab terjadinya persengketaan ini adalah semakin
berkurangnya jumlah harta sementara anak kemenakan semakin
bertambah, berkurangnya jumlah harta ini cintohnya seperti sawah yang
biasanya dapat digilir oleh semua ahli waris dibangun menjadi perumahan,
sehingga menimbulkan masalah masalah dalam kaum.Jumlah harta
peninggalan yang semakin menipis ini membuat anak kemenakan, tidak
menutup kemungkinan juga mamak sebagai kepala waris, merasa khawatir
tidak mendapatkan bagiannya, rasa khawatir ini menyebabkan para pihak
melakukan tindakan terhadap harta pusaka tinggi, sehingga pihak yang
61
Bapak Dt. Malin Intan, Bidang Sako Pusako KAN Nagari Rambatan, Interview Pribadi,
Rambatan Mei 2018
60
tidak setuju protes, sehingga terjadi lah persengketaan antara kedua belah
pihak.
2) Oknum niniak mamak yang kurang pemahamannya terhadap harta pusaka
tinggi
Sebenarnya harta pusaka tinggi ini tidak dapat diperjual belikan,
namun banyak diantara ninik mamak yang kurang paham terhadap
persoalan ini, sehingga sering terjadi kasus penjualan harta pusaka tinggi
ini. sebagai contoh yang terjadi di Nagari Rambatan beberapa tahun yang
lalu adalah seorang mamak yang sembarangan menjual harta pusaka tinggi
tanpa persetujuan kemenakan dan keluarganya yang lain, bahkan tanpa
sepengetahuan siapapun, dengan memaksakan kehendaknya kepada
kemenakan-kemenakannya untuk menyetujuinya, jika mereka tidak setuju
untuk menjualkan tanah harta warisan itu, maka mereka tidak akan
mendapat bagian sedikitpun dari harta warisan tersebut tidak akan
mendapat bagian sedikitpun dari harta pusaka itu, walaupun ia sebenarnya
memiliki hak untuk itu.
C. Peran KAN dalam Menyelesaikan Sengketa Harta Pusaka Tinggi di
Nagari Rambatan Kecamatan Rambatan
Harta pusaka tinggi merupakan harta yang diterima dari nenek, keturunan
ibu.Harta pusaka tinggi ini tidak dapat dibagi-bagi, digadaikan apalagi
diperjual belikan. Namun dalam beberapa hal, dalam adat minangkabau ada
yang membolehkan harta pusaka tinggi ini digadaikan yaitu dalam hal :62
1) Rumah Gadang Katirisan( apabila tidak ada lagi tempat tinggal, atau
rumah yang sudah tidak layak huni, maka dalam hal ini harta pusaka tinggi
boleh digadaikan.
2) Maik Tabujua di ateh Rumah ( apabila ada jenazah yang belum
dimakamkan kerena tidak adanya dana untuk biaya pemakamannya, maka
dalam hal ini juga boleh digadaikan.
62
Muchtar Naim, Tokoh Adat, Interview Pribadi, Ciputat 19 April 2018
61
3) Gadih gadang alum balaki( apabila ada seorang gadis yang sudah dewasa
dan sudah patut untuk menikah, namun pernikahannya terhalang karena
tidak adanya biaya untuk melangsungkan pernikahan, maka harta pusaka
tinggi boleh digadaikan.
Salah satu hikmah mempelajari ilmu mawaris adalah agar dapat
menyelesaikan permasalahan yang terjadi mengenai masalah warisan, salah
satunya adalah harta pusaka tinggi ini, Kurangnya pengetahuan tentang ini lah
yang menyebabkab sering terjadi terjadinya persengketaan mengenai harta
pusaka tinggi, ketika terjadi sengketa, disinilahKANberperan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi.Ketika terjadi sengketa harta pusaka
tinggi antara satu kaum yang kebanyakan adalah sengketa mengenai tanah ,
maka yang pertama menyelesaikan adalah kaum itu sendiri, namun jika tidak
ditemukan solusi oleh kaum tersebut maka penyelesaian nya naik satu tingkat
yaitu penyelesaian oleh ninik mamak, dalam hal ini ninik mamak akan
mencoba membertikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi, jika ninik
mamak tidak dapat memberikan solusi maka naik lagi penyelesaiannya yaitu
secara turun temurun, “bajanjang naiak batanggo turun”. Jika masih belum
ditemukan solusi, maka barulah di ajukan bahan dari yang bersengketa atau
penggugat ke KAN, setelah diajukan barulah KAN memanggil kedua belah
pihak yang bersengketa, setelah itu KAN memeriksa data-data dari penggugat
dan tergugat dan melihat mana data yang paling kuat, apakah data dari
penggugat ataukah tergugat.63
Sebagaimana cara yang digunakan dalam islam,
untuk menyelesaikan masalah warisan sebelum diselesaikan oleh pengadilan
terlebih dahulu diselesaikan secara musyawarah. Masalah harta pusaka di
nagari rambatanjuga diselesaikan terlebih dahulu dengan musyawarah, namun
dalam menyelesaikan sengketa ini secara musyawarah jarang menemukan
hasil yang diinginkan, hal ini disebabkan karena niniak mamak yang bertugas
menyelesaikan perkara sebelum sampai ke KAN itu sering berbeda pendapat
63
Bapak Bustami Datuak Malin Ameh, Ketua KAN Nagari Rambatan, Interview Pribadi,
Rambatan, Mei 2018
62
dalam menyelesaikan masalah ini, sehingga permasalahan belum bisa
diselesaikan dengan musyawarah, dan akhirnya harus di bawa ke lembaga
daerah yang berwenang yaitu Kerapatan Adat Nagari.64
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Bustami
Datuak Malin Ameh yang sekaligus merupakan Ketua KAN Kecamatan
Rambatan bahwa KAN Berperan sebagai penengah antara pihak-pihak yang
bersengketa, yang mana KAN hanya berwenang untuk mendamaikan bukan
untuki memutus, jika di KAN para pihak mau untuk berdamai maka
persengketaan selesai, namun jika KAN tidak berhasil untuk mendamaikan
maka pihak yang menggugat boleh untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih
tinggi. 65
64
Bapak Bustami Datuak Malin Ameh, Ketua KAN Nagari Rambatan, Interview Pribadi,
Rambatan, 25 Agustus 2018 65
Bapak Bustami Datuak Malin Ameh, Ketua KAN Nagari Rambatan, Interview Pribadi,
Rambatan, 25 Agustus 2018
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai akhir dari penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan
beberapa kesimpulan yang merupakan inti dari uraian pembahasan, yaitu
antara lain:
1) KAN adalah sebuah lembaga pemerintahan yang berada di bawah
pengawasan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM)
yang memiliki peran penting dalam pemerintahan nagari Minangkabau
salah satunya adalah menyelesaikan sengketa harta pusaka tinggi.
2) Penyebab terjadinya sengketa harta pusaka tinggi ini kebanyakan ialah
karna kurangnya pengetahuan masyarakat tentang adat dan banyak nya
pihak-pihak yang tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan
semestinya, harta pusaka yang semakin menipis sedangkan ahli waris
semakin bertambah, serta mamak kepala waris yang kurang
bertanggung jawab dalam menjalankan perannya.
3) KAN memiliki peran untuk menyelesaikan persengketaan yang terjadi
antarkaum yaitu dengan mendamaikan kedua belah pihak yang
bersengketa setelah terlebih dahulu dicoba selesaikan oleh masing-
masing pihak serta mamak kepala waris, namun tidak mendapatkan
hasil, maka disinilah KAN melaksanakan perannya.
B. Saran
1. Kepada masyarakat khusunya masyarakat minangkabau, sangat pentingnya
masyarakat mempelajari tentang kewarisan ini, karena ilmu ini yang akan
pertama diangkat dari bumi.
2. Kepada ninik mamak, pentingnya rasa tanggung jawab ninik mamak terhadap
kamanakan dan harta pusaka, dan sangat pentingnya kepengaetahuan mamak
terhadap aturan-aturan tentang adat dan agama terutama masalah kewarisan.
64
3. Kepada lembaga-lembaga adat dan agama, sangat pentingnya memberikan
pembelajaran atau pengetahuan kepada masyarakat terhadap budaya dan
ajaran agama
65
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Dt. Malako Nan Putiah,H. Julius, Matrilineal dan Kekerabatan Dalam Adat
Minangkabau, Jakarta: Forum Komunikasi Pemangku Adat dan Budaya
Gebu Minang, 200.
Amir, M.Syarifudin, Adat Minangkabau “Pola dan Tujuan Hidup Orang
Minang”,Jakarta Pusat: PT. Mutiara Sumber Widya, 2003.
A.A, NavisAlam terkembang jadi guru, Jakarta:PT Pustaka Grafitipers, 200.
Mamudji, Sri, Metode Penelitian dan Penelitian Hukum, Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Soekanto, Soejono,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Pres, 2015.
Hussaini,Usman, dan Setiady Akbar,Metode Penelitian Sosial, Jakarta:PT Bumi
Angkara,1996.
Yunus, Mahmud,Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/Penafsir Al-qur‟an,1973.
Ali, Parman, Kewarisan dalam Al-Qur‟an Suatu Kajian Hukum dengan
Pendekatan Tafsir Tematik.cet-1Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
h. 28, 1995.
Suparman, Eman, Hukum Waris Indonesia.: Jakarta: PT.rafika aditama, Bandung.
2004.
Addys, Aldizar, Dan Fathurrahman,hukum waris,Jakarta:SenayanAbadi
Publishing,2007.
Sabiq, Said,Fiqh Al-Sunnah Jilid 4, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004
Ali ,Ichwan Ade, ,Waris dan Pewaris,Jakarta: Pustaka Ibnu Umar,2009.
Kancoro, Wahyu,, Waris Permasalahan dan Solusinya, Jakarta:Raih Asa Sukses,
2015.
Ali al-Shabuni,Muhammad, Al-Mawaris Fi Al-Syari‟ah Al-Islamiyah Fi Dhau‟
Al-Kitab Wa Al-Sunnah.1985
Tahir, Mahmood, Family law Reform in the Muslim World, Bombay,1972.
Makluf,Muhammad Husain,, al- Mawarits fi al-Syariah al-Islamiah,Mesir:
66
Matbaah al Madaniy, 1976.
Anwar, Khairul,, Hukum Adat Indonesia Meninjsuh Hukum Adat Minangkabau,
Jakarta: PT. Rineka Cipta,1997.
Idrus,Hakimi, Pegangan Penghulu, Bundo Kandung dan Pidato Alua
Pasambahan Adat di Minangkabau, Bandung: Remaja Karya,1988.
Suhaiti ArifAs., Tesis Program S2 Pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum UGM,
Yogyakarta, 1996
Anwar, Chaidir, Hukum Adat Indonesia: Meninjau Hukum Adat Minangkabau,
Jakarta: Rhineka Cipta, 1997.
Syarifuddin Amir, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan
Adat Minangkabau, Jakarta, 1984.
Haar Ter (Terjemahan Soebekti Poesponoto), Azas-azas dan Susunan Hukum
Adat, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1976.
Rasjid, M. Maggis, Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya, Jakarta:
Mutiara, 1982.
Hanitijo,Ronny Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1985.
Sajuti, Thalib, Receptio A Contrario (Hubungan Hukum Adat dengan Hukum
Islam), Jakarta: Bina Aksara, 1985.
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Bandung: Bandung Univertiry, 1989.
Sukanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar
UntukMempelajari Hukum Adat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Dt Malin Ameh, B,Monografi Adat Revitalisasi dan Rektualisasi Budaya Lokal Nagari
Rambatan , 2016.
Yusuf, Musi, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan,
Jakarta: Prenadamedia Group.
67
B. Perundang-Undangan
1. Undang-undang No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
2. Peraturan Daerah No. 9 tahun 2000 yang kemudian diganti dengan
Peraturan Daerah No. 2 tahun2007
3. Kompilasi Hukum Islam (KHI)