penyusunan peta kategori desain seismik...

Download PENYUSUNAN PETA KATEGORI DESAIN SEISMIK …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-28113-3109100115-Paper.pdf · terdapat perbedaan antara SNI gempa lama dan baru. Pada SNI 03-1726-2002

If you can't read please download the document

Upload: lebao

Post on 06-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

  • 1

    PENYUSUNAN PETA KATEGORI DESAIN SEISMIK BERDASARKAN RSNI 03-

    1726-201X

    Michael Saputra Hongdoyo, Faimun dan Rachmat Purwono

    Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

    (ITS)

    Jl. Arief Rachman Hakim, Surabaya 60111

    Email : [email protected]

    ABSTRAK

    Peraturan gempa di Indonesia mengalami keterlambatan

    perkembangan dibandingkan dengan peraturan negara lain,

    sehingga para ahli mengembangkan RSNI 03-1726-201X

    yang berpedoman pada ASCE 7-10 sebagai peraturan

    gempa yang baru untuk Indonesia. Dalam RSNI gempa

    banyak parameter yang baru, salah satunya adalah

    Kategori Desain Seismik (KDS).

    Kategori Desain Seismik berperan penting dalam

    pendetailan suatu struktur. Dilakukan pembuatan peta

    KDS guna mempermudah penentuan KDS suatu wilayah.

    Pembuatan peta KDS dipengaruhi oleh beberapa

    parameter, yaitu Kategori Risiko, Situs Tanah, dan

    parameter SS.

    Pembuatan Tugas Akhir ini menghasilkan empat peta KDS

    yang bervariasi sesuai dengan batasan masalah yang ada.

    Dengan peta ini para perencana dengan mudah

    menentukan KDS suatu wilayah dan pendetailan yang

    harus dilakukan.

    Kata kunci: Kategori Desain Seismik (KDS), RSNI 03-

    1726-201X, Peta Kategori Desain Seismik.

    I. PENDAHULUAN

    Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng yang

    menyebabkan sering terjadinya gempa di Indonesia.

    Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir beberapa

    gempa besar telah melanda wilayah Indonesia,diantaranya

    gempa Aceh 2004 , gempa Yogyakarta 2006 dan gempa

    Padang 2009 [6]. Kerugian tesebut antara lain kerugian

    materiil dan non-materiil. Kebanyakan dari kerugian

    materiil bersumber dari keruntuhan struktur yang terjadi di

    sekitar areal dimana gempa terjadi.

    Dalam membangun bangunan tahan gempa, Indonesia

    memiliki acuan yaitu SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-2847-

    2002, yang berpedoman pada UBC 1997. Namun dengan

    bertambahnya pengetahuan dan perkembangan penelitian

    yang dilakukan para ahli membuat peraturan yang lebih

    baik yaitu ASCE 7-05 dan berkembang lagi menjadi

    ASCE 7-10. Jadi, peraturan gempa indonesia cukup

    tertinggal jauh dari pedoman yang menjadi panutan

    perumusan beban gempa di berbagai negara. Namun

    sekarang Indonesia telah membuat RSNI-03-1726-201X

    yang mengacu pada ASCE 7-10.

    Di RSNI 03-1726-201X terdapat beberapa perubahan pada

    aturan-aturan yang ada di aturan pendahulunya, yaitu SNI

    03-1726-2002, salah satunya adalah tentang Kategori

    Desain Seismik (KDS). Perubahan yang dilakukan oleh

    para ahli adalah penentuan jenis struktur penahan gempa

    yang berdasarkan pengalaman kegagalan struktur pada

    gempa-gempa yang terjadi belakangan ini. Dengan adanya

    perubahan parameter untuk menentukan jenis struktur

    penahan gempa ini, maka dalam tugas akhir ini akan

    dilakukan penyusunan peta-peta daerah-daerah KDS C dan

    D agar para perencana langsung dapat melakukan desain

    sesuai SNI 2847-201X dan SNI 1726-201X yang akan

    direncanakan.

    II. METODOLOGI

    2.1 Studi Literatur

    Dari peraturan dan jurnal yang dipakai dalam studi

    literatur, dapat disimpulkan :

    Dalam menentukan Seismic Performance Category

    terdapat perbedaan antara SNI gempa lama dan baru. Pada

    SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-2847-2002 seismic

    performance category bangunan disuatu tempat ditentukan

    oleh keberadaannya disuatu wilayah gempa yang

    berpedoman pada UBC 1997. SNI lama memakai enam

    wilayah gempa. Peraturan baru seperti RSNI 03-1726-

    201X dan ASCE telah memakai istilah Kategori Desain

    Seismik (KDS).

    Setelah menentukan Kategori Desain Seismik maka

    penentuan detailing kategori desain seismik dapat

    mengacu pada tabel 4.7 pada pustaka [11]

    Untuk menentukan detailing berdasarkan kategori desain

    seismik harus mengikuti ketentuan-ketentuan dari pasal

    yang tertera pada tabel 4.7 pustaka [11]. Penjelasan

    tentang penentuan detailing kategori desain seismik

    menurut ACI 318-2011 dilakukan karena kemungkinan

    besar dalam pembuatan peraturan baru yaitu SNI 03-2847-

    201X akan mengadopsi ketentuan dari ACI 318-2011.

  • 2

    Start

    StudiLiteratur

    Prasyaratsebelum buat peta

    Buat petaKDS #i

    Tentukan Kategori Risiko

    Tentukan Kategori

    Desain Seismik

    Tentukan Situs Tanah

    Tentukan Fa

    Finish

    Tidak

    Tentukan nilaiSDS KDS #i

    Sesuai Tabel 3.3

    Tentukan nilaibatas SS untuk pembuatan peta

    KDS #i

    Membuat peta KDS #i

    Kepulauan Indonesia

    Membuat petaKDS lainYa

    Pembuatan peta KDS telah dilakukan oleh FRA codes

    pada daerah new york. Jurnal tersebut merupakan

    pedoman untuk pembuatan peta KDS untuk pulau-pulau

    besar di Indonesia .

    2.2 Flowchart Pengerjaan

    Jenis-jenis peta yang akan dibuat :

    a) Peta I ( KR I, II, III, SD, KDS C dan D ) b) Peta II ( KR I, II, III, SE, KDS C dan D ) c) Peta III ( KR IV, SD, KDS C dan D ) d) Peta IV ( KR IV, SE, KDS C dan D )

    III.PEMBAHASAN DAN HASIL

    Penjelasan mengenai Situs Tanah dan Kategori Risiko

    bangunan dapat dilihat pada pustaka [11] bab 3, tabel 3.1

    dan 3.2.

    Tabel 3.1 Kategori Desain Seismik berdasarkan

    parameter respons percepatan pada perioda pendek

    (RSNI tabel 6.5-1)

    Nilai SDS

    Kategori Risiko

    I atau II atau III IV

    SDS < 0,167 A A

    0,167 SDS 0,33 B C

    0,33 SDS 0,50 C D

    0,50 SDS D D

    Dimana:

    SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada

    perioda pendek.

    Tabel 3.1 digunakan untuk menentukan nilai batas untuk

    suatu KDS berdasarkan nilai SDS dan pengelompokan KR.

    Tabel 3.2 Koefisien Situs, Fa

    Dimana:

    SS = Parameter respons spektral percepatan gempa MCER

    terpetakan untuk perioda pendek

    Fa= Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada

    getaran perioda pendek

    Tabel 3.2 digunakan untuk membuat grafik hubungan

    antara SS dan Fa. Contoh grafik adalah sebagai berikut :

    Kelas

    Situs

    Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCER

    Terpetakan Pada perioda Pendek, T=0,2 detik, SS

    SS 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1 SS 1,25

    SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

    SB 1 1 1 1 1

    SC 1,2 1,2 1,1 1 1

    SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1

    SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

    SF SSb

  • 3

    Grafik 3.1 Grafik korelasi antara SS dan Fa 1

    Dari data-data diatas, dapat dilakukan perhitungan nilai

    batas SS untuk pembuatan peta KDS.

    Contoh Pembuatan Peta :

    1. KDS C, KR I, II, III dan Situs Tanah SD Dari tabel 3.1 didapat batas nilai SDS 0,33 SDS 0,5

    Dari tabel 3.2 dapat dibuat grafik hubungan antara SS

    dan Fa untuk situs tanah SD seperti berikut :

    Dengan mengkorelasikan rumus SDS = 2/3.SS.Fa

    dengan grafik 3.1 diatas, maka didapatkan nilai batas

    SS untuk KDS C, KR I, II, III dan Situs Tanah SD

    sebagai berikut :

    Batas bawah :

    2/3.SS.Fa 0,33

    SS.Fa 0,33.3/2

    SS.Fa 0,495

    Dengan mencoba-coba nilai Ss dan Fa berdasarkan

    grafik diatas maka :

    Tabel 3.3 Trial and Error SS batas bawah

    SS Fa SS.Fa

    0,45 1,44 0,648

    0,4 1,48 0,592

    0,35 1,52 0,532

    0,3 1,56 0,468

    0,32072 1,54342 0,495

    Dari tabel 3.3 diatas, maka didapatkan nilai batas SS yaitu 0,32072 ~ 0,32. Dengan nilai Fa dicari dengan

    menggunakan interpolasi menurut grafik 3.1.

    Batas atas :

    2/3.SS.Fa 0,5

    SS.Fa 0,5.3/2

    SS.Fa 0,75

    Dengan mencoba-coba nilai Ss dan Fa berdasarkan

    grafik 3.1 diatas maka :

    Tabel 3.4 Trial and Error SS batas atas

    SS Fa SS.Fa

    0,7 1,24 0,868

    0,65 1,28 0,832

    0,55 1,36 0,748

    0,5 1,4 0,7

    0,5521 1,35832 0,74993

    Dari tabel diatas, maka didapatkan nilai batas SS yaitu

    0,5521 ~ 0,55. Dengan nilai Fa dicari dengan

    menggunakan interpolasi menurut grafik 3.1.

    Hasil pada tabel 3.3 dan 3.4 dipetakan pada pulau-

    pulau besar Indonesia, sebagai contoh digambar 3.2

    data tersebut dipetakan untuk wilayah sumatra.

    Gambar 3.2 Peta KDS C, KR I, II, III, SD

    KDS C di SS = 0,32 sampai 0,55

    2. KDS D, KR I, II, III dan Situs Tanah SD Dari tabel 3.1 didapat batas nilai SDS SDS 0,5 Dari tabel 3.2 dapat dibuat grafik hubungan antara SS

    dan Fa untuk situs tanah SD seperti berikut :

    Dengan mengkorelasikan rumus SDS = 2/3.SS.Fa

    dengan grafik diatas, maka didapatkan nilai batas SS

    untuk KDS D, KR I, II, III dan Situs Tanah SD

    sebagai berikut :

    Batas bawah :

    2/3.SS.Fa 0,5

    SS.Fa 0,5.3/2

    SS.Fa 0,75

    Dengan mencoba-coba nilai Ss dan Fa berdasarkan

    grafik diatas maka :

    0,81

    1,21,4

    1,61,8

    0 0,25 0,5 0,75 1 1,25 1,5

    Fa

    Ss

    SITUS SD

    SD

  • 4

    Tabel 3.5 Trial and Error SS

    Ss Fa Ss.Fa

    0,7 1,24 0,868

    0,65 1,28 0,832

    0,6 1,32 0,792

    0,55 1,36 0,748

    0,55218 1,35826 0,75

    Dari tabel diatas, maka didapatkan nilai batas SS yaitu

    0,55218 ~ 0,55. Dengan nilai Fa dicari dengan

    menggunakan interpolasi menurut grafik 3.1.

    Hasil pada tabel 3.5 dipetakan pada pulau-pulau besar

    Indonesia, sebagai contoh digambar 3.2 data tersebut

    dipetakan untuk wilayah sumatra.

    Gambar 3.3 Peta KDS D, KR I, II, III, SD

    KDS C di SS > 0,55

    3. Pembuatan peta lainnya melalui prosedur yang sama seperti diatas untuk :

    a) Peta I ( KR I, II, III, SD, KDS C dan D ) b) Peta II ( KR I, II, III, SE, KDS C dan D ) c) Peta III ( KR IV, SD, KDS C dan D ) d) Peta IV ( KR IV, SE, KDS C dan D )

    Telah dilakukan dan dilaporkan pada pustaka [11],

    dan salah satu contoh peta , Peta I, untuk pulau-pulau

    besar di Indonesia terlihat pada gambar 3.4 pada

    halaman 5.

    Contoh Penggunaan:

    Contoh kasus 1:

    a. Wilayah : Surabaya b. Jenis Struktur : Sistem Rangka Pemikul Momen c. Jenis Tanah : Tanah Lunak (SE) d. Fungsi Bangunan : Kategori Risiko I / II / III e. Data lokasi bangunan sesuai peraturan baru:

    SS : 0,7 (peta SS pada lampiran)

    Fa : 1,24 (tabel 3.4)

    f. Data lokasi bangunan sesuai peraturan lama: Wilayah Gempa : 2-3 (SNI pasal 4.7.3)

    Berdasarkan data diatas diperoleh hasil sebagai berikut:

    Tabel 5.13 Jenis Pendetailan 1

    Peraturan Baru Peraturan Lama

    Dari peta 2 (lampiran),

    Surabaya masuk ke

    dalam KDS D dan jenis

    pendetailan SRPMK

    Sesuai SNI lama, jenis

    pendetailan yang

    dilakukan adalah

    SRPMM (pasal 23.2.3)

    Contoh kasus di atas menunjukkan dengan SNI lama,

    pendetailan struktur di Surabaya memakai SRPMM. Bila

    dengan SNI baru, pendetailan yang dilakukan adalah

    SRPMK. Melalui contoh kasus ini, SNI lama dan baru

    memiliki perbedaan jenis pendetailan yang harus

    dilakukan.

    Contoh kasus 2 :

    a. Wilayah : Padang b. Jenis Bangunan : Sistem Rangka Pemikul Momen c. Jenis Tanah : Tanah Lunak (SE) d. Fungsi Bangunan : Kategori Risiko I / II / III e. Data lokasi bangunan sesuai peraturan baru:

    SS : 2 (peta SS pada lampiran)

    Fa : 0,8 (tabel 3.4)

    f. Data lokasi bangunan sesuai peraturan lama: Wilayah gempa : 5-6 (SNI pasal 4.7.3)

    Berdasarkan data diatas diperoleh hasil sebagai berikut:

    Tabel 5.14 Jenis Pendetailan 2

    Peraturan Baru Peraturan Lama

    Dari peta 2 (lampiran),

    Surabaya masuk ke

    dalam KDS D dan jenis

    pendetailan SRPMK

    Sesuai SNI lama, jenis

    pendetailan yang

    dilakukan adalah

    SRPMK (pasal 23.2.4)

    Contoh kasus diatas menunjukkan pendetailan struktur di

    Padang tetap sama meskipun memakai SNI lama atau

    baru, yaitu SRPMK. Walaupun jenis pendetailannya sama,

    tetapi ada beberapa syarat pendetailan yang berbeda antara

    SNI lama dan baru, contohnya adalah syarat tiang

    pancang. SNI baru mensyaratkan bahwa tiang pancang

    harus di confinement.

  • 5

    IV. KESIMPULAN

    Dari penyusunan Tugas Akhir ini, dapat diambil

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Penyusunan peta Kategori Desain Seismik bergantung pada 3 hal, yaitu kategori risiko, situs tanah dan

    parameter SS, yang mengakibatkan peta KDS menjadi

    bervariasi.

    2. Dengan kategori risiko dan situs tanah yang berbeda suatu wilayah dapat masuk ke dalam KDS yang

    berbeda. Contoh : Pada daerah jawa untuk Peta 1 masih

    ada beberapa bagian yang masuk ke dalam KDS C,

    sedangkan di Peta 2 seluruh pulau Jawa termasuk

    dalam KDS D. Hal ini membuktikan dengan kategori

    risiko dan situs tanah yang berbeda suatu wilayah dapat

    masuk ke dalam KDS yang berbeda.

    3. Dari peta KDS yang telah dibuat, perencana dapat langsung menentukan suatu struktur masuk ke dalam

    KDS apa dan detailing struktur dapat mengikuti tabel

    4.7. di Tugas Akhir Penyusunan Peta Kategori Desain

    Seismik Berdasarkan RSNI 0301726-201X.

    V. DAFTAR PUSTAKA 1. Budiono, Bambang. Konsep SNI Gempa 1726-

    201X, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa

    Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non

    Gedung

    2. American Concrete Institute. Building Code Requirements for Structural Concrete and

    commentary. ACI 318-11

    3. Ghosh, S.K. 2000. A Necessary Change in the Seismic Design Provisions of the 2000 IBC.

    4. Mulia,Rezky. 2011. Perencanaan respon spektrum sesuai ASCE 7-10.

    5. Kementrian Pekerjaan Umum. Peta Zonasi Gempa Indonesia. 2010.

    6. Purwono, Rachmat dan Andriono, Takim. 2010. Implikasi Konsep Design Seismic Category

    (SDC)-ASCE 7-05 Terhadap Perencanaan Struktur

    Tahan Gempa Sesuai dengan SNI 1726-02 dan

    SNI 2847-02.

    7. FRA Codes Services. Seismic Design Category in New York State. 2005.

    8. Badan Standarisasi Nasional. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur

    Bangunan Gedung dan Non Gedung. RSNI 03-

    1726-201X.

    9. Badan Standarisasi Nasional. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur

    Bangunan Gedung. SNI 03-1726-2002

    10. Badan Standarisasi Nasional. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan

    Gedung.. SNI 03-2847-2002

    11. Hongdoyo, Michael Saputra. 2013. Penyusunan Peta Kategori Desain Seismik Berdasarkan RSNI

    03-1726-201X.

  • 6

    Gambar 3.4 PETA 1

    Untuk bangunan dengan KR I, II, III dan lapisan Situs Tanah SD

    KDS C di SS = 0,32 sampai 0,55

    KDS D di SS > 0,55

    0,32

    0,55