penyaluran dana zakat untuk program beasiswa...
TRANSCRIPT
PENYALURAN DANA ZAKAT UNTUK PROGRAM
BEASISWA DHUAFA PADA DARUNNAJAH CHARITY
JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Ahmad Fairuz Zabadi
NIM : 11140530000043
KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/ 2018 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari saya terbukti bahwa karya ini
bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 November 2018
Ahmad Fairuz Zabadi
PENYALURAN DANA ZAKAT UNTUK PROGRAM
BEASISWA DHUAFA PADA DARUNNAJAH CHARITY
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ahmad Fairuz Zabadi
11140530000043
Pembimbing
Dr. H. Ahmadih Rojali Jawab, MA.
NIP. 19810526 201411 1 002
KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/ 2018 M
i
ABSTRAK
Ahmad Fairuz Zabadi, 11140530000043, Penyaluran Dana
Zakat Untuk Program Beasiswa Dhuafa Pada Darunnajah
Charity Jakarta Selatan, di bawah bimbingan Dr. H.
Ahmadih Rojali Jawab, MA.
Penyaluran dana zakat selama ini lebih cenderung
dialokasikan pada program ekonomi, program sosial, program
kesehatan, dan program dakwah. Sedangkan pendidikan yang
merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses
kehidupan seolah dipandang sebelah mata karena pendayagunaan
zakat melalui program pendidikan tidak bisa secara instan
merubah mustahiq menjadi muzakki. Faktanya pendidikan
merupakan aspek yang sangat penting dalam menunjang
kehidupan bangsa dimasa yang akan datang, melalui pendidikan
manusia sebagai subjek pembangunan dapat dididik, dibina, dan
dikembangkan potensi-potensinya, bahkan dari usia dini
sekalipun. Salah satunya Lembaga Darunnajah Charity yang
mengealokasikan dana zakatnya untuk pendidikan pada program
beasiswa dhuafa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyaluran
dana zakat di dalam lembaga Darunnajah Charity. Selain itu
untuk mengetahui apa saja kontribusi yang dilakukan oleh
Darunnajah Charity untuk program beasiswa dhuafa. Metode
penelitian yang digunakan merupakan metode kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini terdiri dari data primer berupa hasil
observasi di Darunnajah Charity. Selain itu menggunakan data-
data tertulis baik yang sudah dipublikasikan maupun tidak
sebagai penunjang dalam penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Darunnajah
Charity adalah lembaga pesantren Darunnajah yang fokus dalam
bidang sosial, pendidikan, dan kemasyarakatan. Semua dana yang
dihasilkan dikelola dengan sistem 35% untuk jasa, 35% untuk
operasional & service quality, serta 30% untuk investasi.
Penyaluran zakat untuk pembiayaan pendidikan anak-anak
dhuafa dilakukan dengan proses selektif dan melakukan study
kelayakan penerima zakat. Selain itu penerima beasiswa dhuafa
wajib melakukan pengabdian sesuai perjanjian yang disepakati.
Kata Kunci : Penyaluran, Dana Zakat, Beasiswa Dhuafa
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
memberikan akal dan pikiran kepada manusia sehingga
mampu berkarya dalam kehidupan sehari-hari. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad ملسو هيلع هللا ىلص, beserta para keluarga dan sahabatnya dan
semoga dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini bukan
semata-mata hasil kerja keras penulis sendiri, melainkan
dukungan dari berbagai pihak, khususnya para pembimbing
yang terus memberikan motivasi sehingga menimbulkan
semangat baru untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Untuk
itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
yang begitu tulus kepada berbagai pihak, terutama untuk:
1. Bapak Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D
selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Hj.
Roudhonah, MA, selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi, Dr. Suhaimi, M.Si, selaku Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan.
2. Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA, selaku Ketua
Jurusan Manajemen Dakwah Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Bapak Drs. Sugiharto, MA, selaku sekretaris jurusan
Manajemen Dakwah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr H. Ahmadih Rojali Jawab, MA selaku
Pembimbing Penulis dalam Penyusunan Skripsi ini, yang
penuh kesabaran dalam membimbing penulis, selalu
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan terus
menerus memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Mulkanasir, BA, S.Pd, MM selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah berbagi ilmu
pengetahuan serta pengalaman berharga kepada penulis.
Juga kepada seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya Jurusan Manajemen
Dakwah Konsentrasi Manajemen ZISWAF.
6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan fasilitas bagi penulis
untuk mengadakan kepustakaan.
7. Ibunda penulis tersayang, Umi Hj. Satimah Achfas, yang
air matanya tidak pernah berhenti dalam sujud
mendoakan penulis. Karena senyum dan air mata
beliaulah yang menjadi penyemangat dan motivasi yang
begitu berharga untuk penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Ayahanda tercinta, Bapak H. Awan HT yang tidak pernah
lelah bekerja keras untuk keluarga, sehingga penulis
iv
dapat merasakan menimba ilmu di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Abang-abang dan kakak-kakakku Tercinta, Bang Ipul,
Bang Hendra, Bang Dapi, Kak Puput, Kak Kiki, Bang
Hafidz, Bang Sayuqi, serta adik-adiku Haikal, Nanda &
Faza, Kakek H. Achfas & Nenek Hj. Syarifah, dan
seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih
sayang serta doa restunya hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, kalian semua adalah motivator
yang luar biasa.
10. Ustadz Nasirin selaku ketua Darunnajah Charity yang
telah memberikan bantuan kepada penulis dalam
melakukan penelitian ini juga kepada para Staf dari
Darunnajah Charity yang bersedia meluangkan waktunya
untuk membantu penulis dalam mencari data-data selama
penelitian.
11. Untuk keluarga “MABES BAPER” (Markas Besar
Barisan Pecinta Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص ) Bang Ardi, Bang Kamal,
Al-Kautsar, Akbar, Abdi, Alwan, Ahzidil, Anggara,
Ihsan, Judan, Nasar, Muzakka, Syaihu, Fanzuri, Bilal,
Fadillah, Fatur, Lukman dan untuk semua keluarga besar
IKPDN Jakarta, terima kasih untuk semangat yang selalu
kalian berikan, kalian adalah sahabat, kakak motivator,
inspirator, sekaligus guru bagiku, love you galz.. hope
our friendship always get bless from Allah aamiinnn.
v
12. Kepada seseorang yang spesial yaitu Risca Puspadelima yang
selalu menemani penulis dan rela meluangkan waktunya untuk
membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini, terimakasih yang tak terhingga untukmu.
13. Terimakasih untuk teman-teman Manajemen Dakwah 2014
khususnya Manajemen Dakwah B dan juga teman satu
konsentrasi ZISWAF yang telah memberikan semangat dan
menjadi teman berjuang untuk menyelesaikan pendidikan S1
ini. Semangat untuk Manajemen Dakwah 2014!
14. Teman-teman KKN Lensa 045 yang telah bersama-sama
mengabdi pada masyarakat, Rizky, Fajar, Danang, Rahman,
Yusuf, Ilham, Heru, Fitri, Ara, Zenna, Sekar, Sarah, Nissa,
Dina, Amel.
15. Untuk sahabat “Pemuda Indonesia” ka Laila, ka Ami, ka Intan,
ka Sintia, Sefti, bang Faiz, bang Hafidz, bang Ai, terimakasih
sebanyak-banyaknya karena telah memberikan motivasi dan
semangatnya untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Tanpa dukungan mereka semua skripsi imi tidak akan
terwujud. Semoga dukungan dan do’a dari semuanya dibalas
oleh Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pembaca dalam memperkaya
ilmu di bidang Manajemen ZISWAF. Penulis juga
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi
ini.
Jakarta, 06 November 2018
Penulis,
Ahmad Fairuz Zabadi
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................. vi
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 5
D. Tinjauan Pustaka ................................................................. 6
E. Metodologi Penelitian ......................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 10
BAB II: TINJAUAN TEORITIS TENTANG ZAKAT DAN
PENYALURANNYA DALAM ISLAM ............................... 12
A. Pendayagunaan Zakat ..................................................... 12
B. Penyaluran Zakat ............................................................ 17
C. Pendapat Ulama Tentang Penyaluran Zakat ................... 22
D. Pengertian Zakat dan Dasar Hukumnya ......................... 27
E. Jenis-jenis Zakat .............................................................. 30
F. Syarat-syarat Wajib Zakat ............................................... 31
G. Harta yang Wajib Dizakati ............................................. 34
H. Zakat untuk Pendidikan .................................................. 39
BAB III: GAMBARAN UMUM TENTANG DARUNNAJAH
CHARITY ............................................................................... 44
A. Sejarah Pondok Pesantren Darunnajah ............................ 44
vii
B. Visi dan Misi Pondok Pesantren Darunnajah ................... 51
C. Struktur Tata Kerja Pondok Pesantren Darunnajah ......... 51
D. Program-program Lembaga Darunnajah Charity ............. 52
BAB IV: PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT LEMBAGA
DARUNNAJAH CHARITY PADA PROGRAM BEASISWA
DHUAFA ................................................................................. 54
A. Manajemen Pendayagunaan Dana Zakat pada Lembaga
Darunnajah Charity Ulujami Jakarta ................................. 54
B. Kontribusi Lembaga Darunnajah Charity pada Program
Beasiswa Dhuafa .............................................................. 59
BAB V : PENUTUP ................................................................ 66
A. Kesimpulan ........................................................................ 66
B. Saran .................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 69
LAMPIRAN .............................................................................. 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Implementasi zakat di negara-negara muslim dapat
dikatagorikan dalam dua bagian yaitu: Pertama, sistem
pembayaran zakat secara wajib (obligatory system) dimana sistem
pengelolaan zakat ditangani oleh negara dan terdapat sanksi bagi
yang tidak membayar zakat. Sistem ini diterapkan dibeberapa
negara yang dengan konstitusi Islam seperti Pakistan, Sudan, Arab
Saudi, Libya dan Malaysia. Kedua, sistem pembayaran zakat
secara sukarela (voluntary system) dimana wewenang pengelolaan
zakat berada pada tangan pemerintah ataupun masyarakat sipil dan
tidak terdapat sanksi hukum bagi yang tidak menunaikan
kewajiban. Sistem ini yang berlaku dibeberapa negara muslim
seperti Kuwait, Yordania, Bangladesh, Qatar, Oman, Iran,
Bahrain, Aljazair dan Mesir serta Indonesia.1
Zakat tidak hanya untuk mensucikan diri. Ia merupakan
wujud kepedulian para hartawan dengan para mustahik (orang
yang berhak menerima harta zakat). Pengeluaran zakat merupakan
perlindungan bagi masyarakat terkait bencana sosial, meliputi
kemiskinan, kelemahan baik fisik maupun mental. Akibat dari
kemiskinan itu pula, masalah-masalah terhadap pendidikan pun
terhambat. Banyak dari masyarakat yang lemah tidak bisa
1 Nurul Huda dan Thiptohadi Sawarjuwono, Akuntabilitas
Pengelolaan Zakat Melalui Pendekatan Modifikasi Action Research, Jurnal
Akuntansi Multiparadigma, Vol.4, No.3 (Desember 2013) h. 378.
2
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi disebabkan
biaya pendidikan yang mahal atau tidak mampu dicapainya.
Dalam hal penyaluran zakat yang berhak menerima zakat
sasarannya ada pada delapan Ashnaf (golongan), yaitu: Fakir,
Miskin, Amil, Muallaf, Riqab, Gharim, Fi Sabilillah, dan Ibnu
Sabil.2 Di lain hal juga dipergunakan untuk kepentingan seperti:
Sarana Ibadah, Pendidikan Islam, Beasiswa Pendidikan dan lain
sebagainya.
Pendayagunaan dana zakat selama ini lebih cenderung
dialokasikan pada program ekonomi, program sosial, program
kesehatan, dan program dakwah. Sedangkan pendidikan yang
merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses
kehidupan seolah dipandang sebelah mata karena pendayagunaan
zakat melalui program pendidikan tidak bisa secara instan merubah
mustahiq menjadi muzakki. Padahal pendidikan merupakan aspek
yang sangat penting dalam menunjang kehidupan bangsa di masa
yang akan datang, melalui pendidikan manusia sebagai subjek
pembangunan dapat dididik, dibina, dan dikembangkan potensi-
potensinya, bahkan dari usia dini sekalipun. Intinya pendidikan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberlangsungan
dan kesejahteraan manusia.
Pendidikan nasional saat ini merupakan masalah struktural
yang harus segera diselesaikan. Jika kondisi pendidikan nasional
terus dibiarkan, maka akan berdampak negatif terhadap
perekonomian dan bidang sosial lainnya, hal ini karena Indonesia
2 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, (Bandung:
PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2014) h. 196.
3
merupakan bagian dari masyarakat dunia yang terbungkus dengan
sistem globalisasi yang artinya jika tidak bisa menjadi pemenang,
maka pilihan lainnya adalah kalah. Dapat disimpulkan bahwa
pendidikan merupakan kunci untuk menyiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualiatas, kompetitif serta memiliki
keunggulan komperatif, sehingga mampu merebut pangsa pasar
tenaga kerja dunia dan pada akhirnya kesejahteraan yang menjadi
cita-cita luhur bangsa akan tercapai. Oleh karena itu, pendidikan
yang berkualitas hendaknya menjadi sebuah keharusan bagi setiap
anak bangsa termasuk mereka yang kurang mampu (anak
dhu’afa).3
Diantara banyaknya Lembaga Amil Zakat yang tersebar
diseluruh Indonesia, Darunnajah Charity menjadi salah satu
lembaga yang melakukan pendayagunaan dana zakat tersebut.
Darunnajah Charity merupakan lembaga Darunnajah yang fokus
di bidang sosial dan kemasyarakatan. Darunnajah Charity
menerima donasi dalam berbagai bentuk baik zakat, infaq,
shodaqoh, wakaf ataupun lainnya.
Darunnajah Charity memiliki banyak program sosial
kemasyarakatan. Diantaranya yaitu: beasiswa dhuafa, panti
asuhan, bakti sosial, posko bencana alam, dan lain-lain. Lembaga
ini juga melibatkan santri dalam kegiatannya sehingga santri dapat
belajar peduli dengan sesama dan indahnya berbagi. Banyak sekali
3 Aan Nashrullah, Pengelolaan Dana Filantropi untuk Pemberdayaan
Pendidikan Anak Dhu’afa (Studi Kasus pada BMH Cabang Malang, Jawa
Timur). Vol.12, No.1, (Juni 2015): h. 2-3.
4
santri, warga, korban bencana dan pihak-pihak lain yang merasa
terbantu dengan adanya lembaga Darunnajah Charity.4
Salah satu program penyaluran yang dilakukan oleh
Lembaga Darunnajah Charity adalah program beasiswa dhu’afa.
Seperti apa yang sudah dipaparkan pada latar belakang penelitian
ini peneliti ingin mengetahui sudah berhasil atau tidaknya
Lembaga Darunnajah Charity dalam melakukan penyaluran dana
zakat melalui program beasiswa dhu’afa untuk mencetak generasi
umat yang memiliki ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
dirinya sendri, keluarga, negara, dan umat islam. Maka harus ada
sebuah penelitian ilmiah yang meneliti salah satu lembaga amil
zakat yang ikut serta dalam memajukan umat Islam dalam bidang
pendidikan khususnya bagi kaum dhu’afa. Dengan alasan tersebut
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Penyaluran Dana Zakat Untuk Program Beasiswa Dhu’afa
Pada Lembaga Darunnajah Charity Jakarta Selatan”
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini tidak terlalu meluas dan keluar
dari tema persoalan, maka dalam hal ini peneliti membatasi
pada bahasan dana zakat dan program pendidikan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah maka perumusan
masalahnya adalah:
4 www.darunnajah.com
5
a. Bagaimana penyaluran dana zakat pada Lembaga
Darunnajah Charity Ulujami Jakarta?
b. Apa saja kontribusi yang dilakukan Lembaga Darunnajah
Charity Ulujami Jakarta untuk program Beasiswa dhu’afa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penyaluran dana zakat untuk
program beasiswa dhu’afa pada program Darunnajah
Charity.
b. Untuk mengetahui kontribusi yang dilakukan oleh
Darunnajah Charity untuk program beasiswa dhu’afa.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini tentang penyaluran
zakat dalam upaya mengangkat kesejahteraan mustahiq
diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis.
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis diharapkan sebagai bentuk dalam
mengembangkan konsep dalam penyaluran zakat yang
baik dan efektif sesuai dengan makna diperintahkan
zakat.
Selain itu bisa dijadikan literatur dan rujukan
terutama yang berkaitan dengan masalah penyaluran
zakat dan memberikan pemahaman bagi pihak
akademisi khususnya Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi untuk melakukan kajian mendalam
6
mengenai penyaluran zakat untuk pendidikan
khususnya mahasiswa manajemen dakwah
konsentrasi ZISWAF.
b. Kegunaan Praktis
Dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi
lembaga amil zakat yang diteliti dan pedoman bagi
lembaga amil zakat yang lain dalam pelaksanaan
penyaluran zakat dengan baik dan efektif melalui
sebuah program, serta sebagai sumbangan positif bagi
lembaga yang lain dalam hal pemahaman tentang
pendayagunaan zakat dan sebagai sumbangan positif
bagi dunia akademisi untuk menambah wawasan di
bidang hazanah keilmuan tentang penyaluran zakat.
D. Tinjauan Pustaka
Dari beberapa skripsi yang telah penulis baca, banyak
pendapat yang harus diperhatikan dan menjadi bahan
perbandingan selanjutnya. Adapun setelah penulis melakukan
kajian kepustakaan, penulis menemukan beberapa skripsi yang
membahas skripsi tentang program penyaluran zakat. Adapun
judul-judul skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
Karya milik Sholahuddin dengan judul “Pola
Pendayagunaan Zakat Daerah (BAZDA) Kota Tangerang Dalam
Mengentaskan Kemiskinan Di Kecamatan Cipondoh”. Dalam
penelitian ini Sholahuddin memaparkan masalah bagaimana
pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat
Daerah (BAZDA) Kota Tangerang dalam mengentaskan
kemiskinan di Kecamatan Cipondoh.
7
Karya milik Risalatul Muawanah dengan judul “Strategi
Pendistribusian Dana Zakat Dan Dana Didik Dalam Upaya
Peningkatan Pendidikan”. Berisi tentang strategi pendistribusian
dana zakat dan dana didik dalam upaya peningkatan pendidikan
di Yayasan Rumah Yatim Dhuafa RYDHA, Mauk. Kabupaten
Tangerang. Dampak dari pendistribusian serta peluang dan
kendala dalam pendistribusian.
Persamaan penulisan skripsi ini dengan karya diatas terletak
pada pendayaguaan dana zakat dan pada sektor pendidikan,
sedangkan perbedaanya terletak pada subjek dan objek
penelitiannya. Dimana subjeknya adalah Darunnajah Charity
Ulujami Jakarta sedangkan objeknya adalah pendayagunaan dana
zakat pada program beasiswa dhu’afa.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian
empiris dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif,
berikut beberapa prosedur pendekatan kualitatif yang akan
digunakan dalam penelitian diantaranya:
1. Sumber Data
Data yang dijadikan sumber data dalam penelitian yaitu,
sebagai berikut:
a. Data-data tertulis baik yang sudah dipublikasikan seperti
buku-buku tentang manajemen penyaluran zakat dan
majalah Islam yang memberitakan pemberdayaan zakat,
buletin tentang penyaluran zakat ataupun yang tidak
8
dipublikasikan seperti dokumen dari sekretariat atau
pengurus Darunnajah Charity Ulujami Jakarta.5
b. Data dari narasumber yaitu Narasumber Biasa diambil
dari masyarakat umum yang dianggap mampu dan
memahami terhadap masalah yang diajukan seperti para
muzakki atau para pegawai di Darunnajah Charity Ulujami
Jakarta yang menjadi donator merangkap amil dan
Narasumber Utama ketua Darunnajah Charity Ulujami
Jakarta serta tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah:
a. Pengamatan langsung atau dengan melakukan observasi
di lokasi Darunnajah Charity Ulujami Jakarta.
b. Peneliti melakukan beberapa wawancara dengan pengurus
Darunnajah Charity dan beberapa mustahiq yang telah
menjadi objek dari program beasiswa dhu’afa.
c. Peneliti juga mengumpulkan data dan menggunakan
dokumentasi dari majalah Islam, buku buletin,
dokumentasi dari pengurus Darunnajah Charity Ulujami
Jakarta beserta gambar dan foto-foto.
3. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Maka yang akan peneliti lakukan yakni:
5 Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2008), cet, 1 h.40
9
a. Peneliti akan mengamati langsung dilokasi seperti
mengamati berjalannya program beasiswa dhu’afa pada
Darunnajah Charity Ulujami Jakarta.
b. Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa pengurus
Darunnajah Charity dan beberapa muzakki yang telah
memberikan dananya.
c. Peneliti membaca dari berbagai majalah islam, buletin
Darunnajah Charity Ulujami Jakarta, dokumen dari
pengurus Darunnajah Charity, gambar dan foto.
4. Metode Analisa
Proses analisa diawali dengan membaca kembali
keseluruhan data yang telah diperoleh baik melalui
wawancara dan pengamatan maupun dari dokumen, gambar,
dan foto-foto. Selanjutnya peneliti mengkategorikan data
yang telah diperoleh berdasarkan pendekatan yang digunakan,
selanjutnya data yang diperoleh diklasifikasikan kembali
apakah data yang didapat berhubungan dengan judul.
Setelah melakukan tahap pengkategorian dan klasifikasi
maka data tersebut dibandingkan dengan melihat pada
pendekatan yang digunakan karena peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif maka metode analisanya adalah analisa
kualitatif atau deskriptif analisis yaitu peneliti mencoba
mendeskripsikan perilaku perubahan dengan menggunakan
beberapa teori.
5. Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian itu adalah Penyaluran Dana Zakat
untuk program Beasiswa Dhu’afa ditinjau dari penyalurannya
10
serta kontribusi Darunnajah Charity untuk program Beasiswa
Dhu’afa. Subjek penelitiannya adalah Darunnajah Charity
Ulujami Jakarta terletak di Jl. Ulujami Raya No 86
Pesanggrahan Jakarta Selatan 12250 Indonesia. Alamat Web
www.darunnajah.com.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pengkajian, penulisan pemahaman
dan penyusunan skripsi ini, maka penulis membuat sistematika
pembahasan yang terdiri dari lima bab, dengan susunan sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini penulis menerangkan
secara garis besar mengenai latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan
Bab II Tinjauan Teoritis, pada bab ini pembahasan
mengenai pengertian pendayagunaan, penyaluran zakat, pendapat
ulama tentang penyaluran zakat, pengertian zakat dan dasar
hukumnya, jenis-jenis zakat, syarat-syarat wajib zakat, harta yang
wajib dizakati, dan zakat untuk pendidikan.
Bab III Gambaran Umum, dalam bab ini penulis
menerangkan tentang sejarah pondok pesantren Darunnajah, visi
dan misi Darunnajah, dan program-program Darunnajah Charity.
Bab IV Analisis Penyaluran Dana Zakat yang dilakukan
oleh Darunnajah Charity Ulujami Jakarta untuk Bidang
Pendidikan. Dalam bab ini penulis menerangkan penyaluran dana
11
zakat Darunnajah Charity Ulujami Jakarta untuk program
Beasiswa Dhu’afa ditinjau dari manajemen serta kontribusinya.
Bab V Penutup, menguraikan tentang kesimpulan dan
saran-saran yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi ini.
12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PENYALURAN
ZAKAT DALAM ISLAM
A. Pendayagunaan Zakat
Menurut Sjechul Hadi Permono pendayagunaan zakat
adalah mendistribusikan dana zakat kepada para mustahiq
dengan cara produktif. Zakat di berikan sebagai modal usaha,
yang akan mengembangkan usahanya agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya.1 Pembicaraan tentang sistem
pendayagunaan zakat berarti membicarakan beberapa usaha
atau kegiatan yang saling berkaitan dalam menciptakan tujuan
dari pendayagunaan hasil zakat secara baik, tepat dan terarah
sesuai zakat itu diisyaratkan.
Dalam perkataan fiqh, dasar pendayagunaan zakat
umumnya didasarkan pada surat At-Taubah ayat 60 sebagai
berikut:
ل ينعليهاوالمإ والعام ين والمساك دقاتل لفقراء ؤلفنماالص ة
ا وابن للا ينوف يسب يل م قاب .والغار قلوبهموف يالر لسب يل
يم عل يمحك وللا نللا يضةم فر
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf
yang dibujuk hatinya, untuk mendekatkan budak, orang-
orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan
1 Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat dalam Rangka
Pembangunan Nasional, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), cet,2. h. 91.
13
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana (Q.S.At-Taubah/9:60)”
Ayat ini menjelaskan tentang peruntukan kepada siapa
zakat itu diberikan Al-Qurthubi menguraikan kedudukan ayat
tersebut dalam uraian yang beragam, baik terhadap kualitas
dan prioritas, diantara uraian tersebut secara singkat adalah
sebagai berikut:
1. Menurut Al-Qurthubi, zakat boleh dibagikan kepada satu
golongan saja dari delapan golongan itu, yaitu diberikan
kepada mereka yang paling membutuhkan.
2. Menurut Al-Qurthubi, zakat hanya diberikan kepada
delapan asnaf dan tidak boleh diberikan selain delapan
asnaf itu.
3. Menurut Al-Qurthubi, dalam tafsirnya fiqih kontemporer
menarik kesimpulan bahwa tidak ada cara tertentu dan
tahap, sejak masa Rasulullah SAW maupun pada masa Al-
Khulafarrasyidin menempuh kebijaksanaan sistem
prioritas.
4. Sebagian lain, tidak ada penjelasan megenai perincian
pembagian diantara 8 golongan tersebut, ayat tersebut
hanya menetapkan kategori-kategori yang berhak
menerima zakat hanya ada delapan golongan.
Penjelasan yang beragam dari para ulama terhadap
maksud ayat tersebut menunjukkan bahwa konsep
pendayagunaan atau pihak-pihak yang berhak menerima zakat,
dalam penerapannya memberikan atau membuka keluasan
14
pintu ijtihad bagi mujtahid termasuk Kepala Negara dan Badan
Amil Zakat untuk mendistribusikan dan mendayagunakan
sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi sesuai dengan
kebutuhan kemashlahatan yang dapat dicapai dari potensi
zakat tersebut.2
Tentang pendayagunaan zakat, perlu diingat bahwa
zakat itu mempunyai dua fungsi utama yaitu:
1. Pertama adalah untuk membersihkan harta dan jiwa
manusia supaya senantiasa berada dalam keadaan fitrah.
Seseorang yang telah memberikan hartanya untuk
disampaikan kepadanya yang berhak menerimanya berarti
pula ia telah menyucikan harta dan jiwanya dengan
pemberian itu.
2. Kedua zakat itu juga berfungsi sebagai dana masyarakat
yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial guna
mengurangi kemiskinan.3 Yang senantiasa menjadi
masalah adalah bagaimana dua fungsi itu dapat berjalan
dan berjalin. Artinya, zakat yang dikeluarkan oleh wajib
zakat itu dapat berfungsi sebagai ibadah baginya dan
sekaligus dan dapat juga berlaku sebagai dana sosial yang
dimanfaatkan untuk kepentingan, mengatasi berbagai
masalah kemasyarakatan dan kemiskinan.
2 Zaim Saidi, Rependayagunaan ZIS menuju Efektifitas Pemanfaatan
Zakat, Infaq dan Sedekah, (Jakarta: Paramedia, 2004), Cet.1. h.8-9 3 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf.
(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 1998), Cet. 1. h. 61
15
Pendayagunaan zakat adalah inti dari seluruh kegiatan
pengumpulan (Fundraising), konsep dasar pendayagunaan
adalah mengubah mustahik menjadi muzakki, dalam arti:
1. Mengubah orang miskin menjadi mampu (Fakir, Miskin).
2. Mengubah orang yang terbelenggu menjadi bebas
(Muallaf, Gharim, Riqob, dan Fisabilillah).
3. Mengubah orang bodoh menjadi pintar
Zakat bukan sekedar bantuan sewaktu-waktu kepada
orang miskin untuk meringankan penderitaannya, tapi
bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan, agar orang miskin
menjadi berkecukupan, mencari pangkal kemiskinan itu dan
mengusahakan agar orang miskin mampu memperbaiki sendiri
kehidupan mereka. Sebagaimana kita ketahui di kalangan
pakar zakat, infaq dan shadaqah bahwa zakat tersebut belum
secara optimal terealisasikan dan terjadi sebagaimana harapan
sebagai kaum muslimin.
Dalam UU No 23 Tahun 2011 pasal 27 tentang
pendayagunaan zakat yaitu:
1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam
rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar
mustahiq telah terpenuhi.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang pendayagunaan zakat untuk
usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan menteri.
16
Usaha produktif maksudnya adalah usaha yang mampu
meningkatan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Yang dimaksud dengan “Peningkatan Kualitas”
adalah peningkatan sumber daya manusia. Maka dalam hal ini
pendayagunaan adalah usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat, tetapi
hal ini dilakukan agar kebutuhan dasar mustahiq terpenuhi.
Dalam hal ini lembaga pengelolaan zakat sangat
berperan penting mengenai pendayagunaan dan
pendistribusian zakat, lembaga pengelolaan zakat harus
dikelola dengan sebaik-baiknya dengan mencerminkan nilai-
nilai ajaran Islam berdasarkan statusnya lembaga pengelolaan
zakat merupakan lembaga yang berbasis syariah karena
mengelola dana zakat sebagai bagian dari syariat agama Islam
yang secara jelas ketentuan muzakki dan mustahiknya.4
Potensi zakat diperlukan penanganan konsep
manajemen secara tepat dan terarah dengan memperhatikan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan sistem
zakat. Umat Islam mengangkat tiga unsur manajemen yaitu:
manajemen pengelolaan, manajemen pendayagunaan, dan
manajemen pendistribusian zakat. Dalam Islam apapun yang
ingin dicapai harus tetap melandaskan prinsip syarat, lebih-
lebih dalam hal ini Lembaga Amil Zakat (LAZ) sangat
berpengaruh dalam pengelolaan pendayagunaan dan
pendistribusian zakat.
4 N. Oneng Nurul Briyah, Total Quality Management Zakat, (Ciputat:
Wahana Kardofa UMJ, 2012 ), cet 1, h. 36
17
B. Penyaluran Zakat
Pendistribusian adalah tata cara atau tindakan
penyaluran barang atau jasa ke pihak lain dengan tujuan
tertentu.5 Sistem distribusi zakat berarti kumpulan atau
komponen baik fisik maupun nonfisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan bekerjasama secara harmonis
untuk menyalurkan zakat yang terkumpul kepada pihak-pihak
tertentu dalam meraih tujuan sosial ekonomi dari pemungutan
zakat.6 Pembayaran harta zakat tersebut oleh Muzakki dapat
dilakukan secara langsung kepada Mustahik atau lewat
lembaga zakat yang nantinya akan disalurkan kepada
Mustahik.7
Orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8
golongan yang telah disebutkan Allah di dalam Al-Qur’an.
Golongan tersebut terbagi menjadi dua bagian. Pertama,
orang-orang muslim yang membutuhkan. Kedua, orang-orang
yang apabila diberi zakat, maka akan membantu Islam dan
menambah kekuatannya8.
دقات ل ينعليهاإ نماالص والعام ين والمساك ل لفقراء
للا ينوف يسب يل م قاب والغار قلوبهموف يالر والمؤلفة وابن
يم عل يمحك وللا نللا يضةم فر السب يل
5 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Naisonal, Kamus Bahasa
Indonesi. (Jakarta: Balai Pustaka, 2003) 6Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 169. 7 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, diterjemahkan Salman Harun DKK
dari kitab Hukum Al-Zakah, (Bandung: Mizan, 1996), h. 510 8 Saleh Al-fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani Press,
2005), h. 279.
18
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk mendekatkan budak, orang-orang yang
berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
(Q.S.At-Taubah/9:60)”
Penjelasan tentang delapan golongan penerima zakat,
antara lain:
1. Orang-orang fakir, adalah orang yang tidak mempunyai
harta untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan orang-
orang yang menjadi tanggungannya, yang meliputi
makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, meskipun
ia mempunyai harta yang mencapai nishab.
2. Orang miskin, orang miskin kadang-kadang kefakirannya
lebih ringan dari pada orang-orang fakir, tetapi juga
kadang lebih berat. Namun demikian ketentuan mengenai
keduanya dalam segala hal adalah sama. Orang miskin
adalah orang yang tidak memiliki harta untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya, namun ia berusaha untuk mencari
nafkah. Hanya saja penghasilannya tidak mencukupi
kehidupan sendiri atau kehidupan keluarganya.9
3. Para Pengurus Zakat (Amil), adalah pengurus zakat adalah
orang yang fokus untuk mengelola zakat, sehingga ia tidak
melakukan pekerjaan-pekerjaan lain, bukan sebagai
9 Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta:
Rajawali Pres, 2008), h. 160.
19
pekerjaan sampingan disini. Sehingga mereka harus
mendapatkan upah pekerjaannya dari zakat tersebut.
4. Orang yang baru masuk Islam (muallaf), adalah orang
yang baru masuk Islam adalah orang yang hatinya masih
lemah karena baru masuk Islam atau orang-orang yang
baru masuk Islam sehingga dibantu dengan zakat supaya
dapat kenyamanan dalam keislamannya.
5. Budak (riqab), yaitu seorang muslim yang menjadi hamba
sahaya karena miskin sehingga ia harus diberi zakat untuk
memenuhi tebusannya supaya dapat memerdekakan
dirinya.
6. Orang-orang yang berhutang (Gharim), adalah orang yang
meminjam sejumlah uang yang akan dipergunakan untuk
hal-hal baik, bukan untuk kemaksiatan kepada Allah dan
rasul-Nya, tetapi ia tidak mampu melunasinya karena
sesuatu (udzur syar’i) sehingga ia layak mendapatkan zakat
untuk melunasi hutangnya.10
7. Di jalan Allah (Fisabilillah), adalah perbuatan yang
dilakukan untuk mencapai ridha Allah dan pahala surga-
Nya, terutama jihad untuk menegakan kalimat (agama)
Allah.
8. Orang yang dalam perjalanan (Ibnu Sabil), adalah bahasa
lain dari musafir, musafir disebut demikian karena ia selalu
berada dijalan. Adapun syarat pemberi zakat kepada ibnu
sabil antara lain (1) ia sangat membutuhkan dan kehabisan
bekal ditengah perjalanan sehingga tidak dapat
10 Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, h. 368.
20
melanjutkan perjalanan ke negerinya. (2) perjalanannya
bukan dalam rangka maksiat. Jika memang demikian
kondisinya maka ia berhak diberi bagian zakat.
Orang-orang yang berhak menerima zakat ada 8
golongan yang telah disebutkan Allah di dalam Al-Qur’an.
Namun dalam distribusi zakat untuk pendidikan oleh
Darunnajah Charity yang menjadi sasaran para penerima zakat
untuk pendidikan adalah mustahiq yang tergolong fakir,
miskin dan anak yatim. Maksud fakir miskin disini adalah
mereka yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk
membiayai pendidikan karena keterbatasan pendapatan orang
tua untuk menyekolahkan anaknya sedangkan mereka mampu
atau berprestasi.
Oleh sebab itu mereka wajib menerima zakat, karena
mereka sedang memfokuskan diri dan berkonsentrasi pada
bidang keilmuan yang bermanfaat dimana ia tidak bisa
menggabungkan antara fokusnya dalam bekerja dan juga
dalam menuntut ilmu, maka ia diberikan zakat yang mampu
menutupi kebutuhan hidupnya dan juga mampu
memotivasinya untuk lebih banyak menuntut ilmu seperti
halnya dana untuk membeli buku yang dapat menunjang
keilmuannya yang harus ia miliki demi kepentingan agama dan
dunia11.
Seseorang yang menuntut ilmu diberikan hak untuk
menerima zakat karena ia sedang melaksanakan kewajiban
11 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2006), h. 19.
21
yang sifatnya fardhu kifayah, dan juga karena manfaat dari
ilmu yang akan dicapainya tidak terbatas untuk dirinya sendiri,
namun manfaat ilmunya itu dipergunakan untuk kepentingan
seluruh umat manusia, hingga wajar apabila kemudian ia
dibantu dengan uang zakat. Karena pada dasarnya zakat
hanyalah diperuntukan untuk dua orang : baik bagi muslim
yang dibutuhkan ataupun bagi orang yang dibutuhkan oleh
kaum muslimin, sedang penuntut ilmu masuk kedalam kedua
kriteria ini.
Sebagian ulama mensyaratkan penuntut ilmu yang bisa
menerima zakat adalah penuntut ilmu yang diharapkan
keberhasilannya dan juga ilmu yang dicarinya adalah ilmu
yang bermanfaat bagi khalayak umum. Apabila kedua hal ini
tidak terpenuhi oleh seseorang penuntut ilmu, maka ia belum
berhak untuk mendapatkan zakat selama ia masih mampu
untuk bekerja. Pendapat ini sangat jelas dan pendapat inilah
yang akhirnya banyak dipakai oleh banyak negara maju,
dimana banyak pemerintahan mereka yang membiayai (dengan
memberikan beasiswa belajar) para penuntut ilmu yang
diharapkan keberhasilannya dan juga para penuntut ilmu yang
mampu mencapai banyak prestasi dengan memberikan kepada
mereka kesempatan untuk lebih mendalami bidang keilmuan
yang mereka kuasai ataupun dengan mengutus mereka dalam
melakukan banyak penelitian, baik keluar negeri ataupun di
dalam negeri.
22
C. Pendapat Ulama Tentang Penyaluran Zakat
Menurut ijma’ ulama zakat merupakan suatu rukun yang
harus dipenuhi. Adapun hukum mengeluarkan zakat di semua
negara Islam menurut kesepakatan ulama hukumnya wajib.12
Para Fuqaha sepakat, bahwa tidak wajib membagi zakat
pada seluruh golongan mustahiq (penerima zakat). Jadi
dibolehkan membaginya pada satu golongan mustahiq tertentu,
atau pada sekelompok orang dari satu golongan, bahkan pada
satu orang dari suatu golongan. Hanya saja, disunnahkan
mendahulukan kerabat dan ulama serta orang-orang saleh13.
Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa penguasa boleh
mengkhususkan penerimaan zakat kepada satu golongan saja
atau lebih apabila situasi dan kondisinya menuntut demikian.
Syafi’i berpendapat bahwa zakat tidak boleh diserahkan
kepada golongan tertentu, namun harus dibayarkan kepada
delapan golongan secara menyeluruh.14
Kesepakatan ahli fiqh menetapkan bahwa yang berhak
menerima zakat itu adalah delapan golongan. Untuk
membagikan zakat kepada mereka terjadi persoalan, yaitu
apakah harus kepada mereka semua atau cukup kepada
seorang saja. Apakah harus melalui amil untuk memberikan
zakat kepada semua mustahiq, atau boleh secara langsung
muzakki membagi-bagikannya kepada semua mustahiq.
12 Ibnu Munzir, Al Ijma, (Jakarta: Akbar Media, 2012), Cet Ke -1, h.
27 13 Muhammad Jawal Mughniyah, Fiqih Imam Ja’far Shadiq, (Jakarta:
Lentera, 2004), h. 351- 352. 14 Ibnu Rusyd, Bidiyatul Mujtahid 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006)
h. 568.
23
Persoalan yang terjadi dalam pengelolaan zakat tersebut diatas,
ternyata tidak ada kesepakatan dikalangan ahli fiqh.
Imam As-Syafi’i mengatakan jika yang membagi-
bagikan zakat itu adalah muzakki secara langsung, atau
wakilnya, maka dalam hal ini amil tidak mendapat apa-apa
dari zakat tersebut, karena ia mendapatkannya sesuai dengan
kadar usahanya, sedangkan dalam hal ini ia tidak berusaha.
Dengan demikian mustahiq yang berhak tinggal tujuh
golongan lagi. Zakat dibagi oleh muzakki kepada mereka yang
ada di negeri tempat tinggal muzakki. Tapi jika tidak ada
mustahiq di negerinya baru diberikan kepada mustahiq yang
berada di negeri lain.15
Para ahli fiqh dari kalangan Hanafi mengatakan,
muzakki boleh memberikan zakat kepada siapa saja diantara
mustahiq yang ia kehendaki. Pendapat ini juga mengandung
kelemahan, karena diantara sekian banyak mustahiq itu pasti
ada yang lebih membutuhkan atau kebutuhan lebih mendesak.
Jika muzakki boleh memberikan kepada siapa saja yang
dikehendakinya, bisa orang yang paling butuh tadi
tertinggalkan. Oleh sebab itu, ahli fiqh Hanafiyah mengatakan
hukum memberikan zakat kepada mustahiq yang berada di
negeri lain yang lebih mendesak kebutuhanya, maka dalam hal
ini boleh memindahkan zakat ke negeri lain.
Imam Malik mengatakan, muzakki boleh memberi zakat
kepada siapa saja diantara mustahiq yang ada. Tetapi ia harus
15 A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2002), h. 204
24
memperhatikan siapa diantara mereka yang lebih
membutuhkan, dan kepada mereka inilah lebih utama zakat
diberikan. Mereka membolehkan meniadakan zakat kepada
mustahiq yang ada di negeri lain selama jarak negeri itu
dengan negeri muzakki tidak sampai pada jarak qashar shalat.
Seandainya melebihi dari jarak qashar shalat hukumnya tidak
boleh, kecuali jika mustahiq paling membutuhkan berada di
negeri itu.
Pendapat ini lebih rasional, karena dengan demikian
zakat yang bertujuan membantu orang yang sedang
membutuhkan dapat terlaksana secara efesien dan efektif.
Akan tetapi, lebih tepat lagi jika semua zakat diserahkan
kepada amil, karena di samping lebih mudah bagi muzakki
membayarkan zakatnya, para amil itu mempunyai perangkat
lengkap untuk meneliti kepada siapa yang lebih pantas zakat
itu diutamakan.16
Mengenai pembayaran dan pendistribusian atau
penyaluran zakat dalam bentuk nilai, mayoritas ahli fiqh
mengatakan bahwa zakat tidak boleh dibayarkan dalam bentuk
nilai sebagai ganti benda yang dikenakan wajib zakat. Mereka
mengemukakan argumen bahwa zakat merupakan ibadah yang
tergolong ghair ma’qul al-ma’na, yaitu ibadah yang harus
dilaksanakan sebagaimana yang diberikan, tanpa mesti
mencari-cari illat atau hikmah persyaratannya.
Adapun harta kekayaan yang diperdagangkan menurut
jumhur Fuqaha, harus membayarkan zakatnya dalam bentuk
16 A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, h. 205.
25
nilai, karena nisabnya diperhitungkan dengan nilai jika harta
kekayaan yang diperhitungkan nisabnya dengan benda, maka
zakatnya harus dalam bentuk benda, dan jika diperhitungkan
dengan nilai harus dikeluarkan zakatnya dalam bentuk nilai.
Menurut para ahli fiqh dari mazhab Hanafi, muzakki
boleh membayarkan zakat harta kekayaannya dengan benda
atau nilainya, baik yang diperhitungkan nisabnya dengan
benda maupun dengan nilai, karena yang menjadi tujuan zakat
adalah menutupi kebutuhan orang yang membutuhkan. Untuk
menutupi kebutuhan itu tidak mesti dengan benda tapi dapat
juga dengan nilai.
Ahli fiqh dari mazhab Syafi’i dan hambali mengatakan
bahwa kepada orang-orang fakir dan miskin boleh dibayarkan
dengan sesuatu yang diyakini kebutuhan keduanya tertutupi,
misalnya jika mereka memiliki kemampuan bertani diberikan
alat-alat pertanian, jika mereka memiliki kemampuan
berdagang diberikan dalam bentuk modal dan seterusnya.
Alasan mereka adalah zakat diperintahkan kepada orang kaya
untuk menutupi kebutuhan fakir miskin yaitu melepaskan
mereka dari kefakiran dan kemiskinan itu. Pendapat ini
menginginkan zakat yang diberikan itu agar digunakan secara
produktif oleh penerima bukan secara konsumtif, karena
dengan demikianlah mereka dapat melepaskan dari kefakiran
dan kemiskinan.17
Para ulama mazhab sepakat selain Maliki, bahwa orang
yang wajib mengeluarkan zakat tidak boleh memberikan
17 A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, h. 206- 207.
26
zakatnya kepada kedua orang tuanya, kakek neneknya, anak-
anaknya dan putra-putra mereka (cucu), juga pada istrinya.
Maliki justru membolehkan memberikannya kepada kakeknya
dan neneknya, dan juga pada anak keturunannya, karena
memberikan nafkah kepada mereka tidak wajib, menurut
Maliki.
Para ulama mazhab sepakat bahwa zakat itu boleh
diberikan kepada saudara-saudaranya, paman dari bapak dan
paman dari ibu. Zakat itu hanya tidak boleh diberikan kepada
ayah dan anak-anaknya, kalau zakat yang akan diberikan
kepada ayah dan anak itu merupakan bagian untuk fakir dan
miskin. Tetapi kalau zakat yang diberikan itu bukan termasuk
bagian dari yang akan diberikan kepada orang fakir dan
miskin, maka bapak dan anaknya boleh menerima zakat atau
mengambilnya, misalnya kalau bapak dan anak tersebut
menjadi orang yang berjuang (berperang) di jalan Allah, atau
termasuk muallaf, atau orang yang banyak hutang untuk
menyelesaikannya masalah dan memperbaiki serta mendukung
pihak yang mempunyai bukti, atau merupakan amil zakat
karena semuanya itu adalah orang-orang yang boleh
mengambil, baik fakir maupun miskin. Sekalipun begitu,
memberikan zakat kepada orang yang dekat (kerabat, famili)
yang tidak wajib diberikan nafkah bagi pemberi zakat atas
mereka, adalah lebih utama.
Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum
pemindahan zakat dari sebuah negeri ke negeri lain. Menurut
Hanafi dan Imamiyah, penduduk Negaranya adalah lebih
27
utama dan lebih afdhal, kecuali ada kebutuhan yang sangat
mendesak yang dianggap lebih utama kalau dipindahkan ke
negara lain. Sedangkan menurut Syafi’i dan Maliki, tidak
boleh dipindahkan dari satu negara ke negara lain. Dan
menurut Hambali, zakat tidak boleh dipindahkan ke negara
lain yang tidak boleh meng-qashar shalat (artinya negara yang
sangat dekat), tetapi diharamkan memindahkan zakat ke
negara lain kalau jaraknya diperbolehkan melakukan qashar.18
D. Pengertian Zakat dan Dasar Hukumnya
Al-Imam An-Nawawi mengatakan, bahwa zakat
mengandung makna kesuburan. Kata zakat dipakai untuk dua
arti: Subur dan Suci.19 Kata zakat digunakan untuk sedekah
yang wajib, sedekah sunah, nafkah, kemaafan dan kebenaran.20
Kata zakat merupakan nama dari sesuatu hak Allah yang
dikeluarkan seseorang kepada fakir mikin. Dinamakan zakat
dikarenakan mengandung harapan untuk mendapatkan berkah,
membersihkan dan memupuk jiwa dengan berbagai kebaikan.
Asal makna zakat itu adalah tumbuh suci, dan berkah. Allah
telah menetapkan hukum wajib atas zakat sebagaimana
dijelaskan di dalam Al-Quran, Sunnah Rasul, dan Ijma’ Ulama
kaum muslimin.21
18 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Imam Ja’far Shadiq,
(Jakarta: Lentera, 2004) h.191- 192. 19 Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak,
Shadaqah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet Ke-1 h. 13. 20 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat,
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1999) Ed. 2 Cet ke-9, h. 3. 21 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah 1, (Jakarta: Pena, 2006), h. 497.
28
Adapun hadits Rasulullah swt tentang kewajiban
membayar zakat:
صلىهللاعلع النب ي عنهما:)أن يللا عباسرض ا بن يهن
(فذكر يثوسلمبعثمعاذارضيهللاعنهإ لىاليمن ,الحد
للا :أن م,تؤخوف يه مصدقةف يأموال ه ا فترضعليه نقد ذم
لب واللفظل م)متفقعليه م,فتردف يفقرائ ه (( أغن يائ ه خار
Diriwayatkan dari ibnu Abbas r.a. bahwasannya Nabi ملسو هيلع هللا ىلص
pernah mengutus Muadz r.a ke Yaman, Ibnu Abbas
menyebutkan hadist itu, dan dalam hadist itu beliau bersabda:
”Sesungguhnya Allah telah memfardhukan atas mereka
sedekah (zakat) harta mereka yang di ambil dari orang-orang
kaya di antara mereka dan di kembalikan kepada orang-orang
fakir di antara mereka". (Muslim 1/38).22
Ditinjau dari segi bahasa, kata zaka merupakan kata
dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih,
dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang,
dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik. Menurut Lisan al-
Arab arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari sudut bahasa,
adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Semuanya digunakan
di dalam Al-Quran dan Hadits.
Zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang-
orang yang berhak, di samping berarti mengeluarkan sejumlah
tertentu itu sendiri. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu
disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak,
22 Al. Albani, M. Nashiruddin, Ringkasan Shahih Muslim,
Penerjemah Elly Lathifah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), Cet.,1, h. 243.
29
membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan itu dari
kebinasaan. Demikian Nawawi mengutip pendapat wahidi.
Ibnu Taimiah berkata, “jiwa orang yang berzakat itu
menjadi bersih dan kekayaannya akan bersih pula. Bersih dan
bertambah maknanya. Arti tumbuh dan suci tidak dipakaikan
hanya buat kekayaan, tetapi lebih dari itu, juga buat jiwa orang
yang menzakakatkannya, sesuai dengan firman Allah:
مصدقة نأموال ه مب هاخذم يه رهموتزك تطه
“Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, engkau
bersihkan dan sucikan mereka dengannya.” (QS At-Taubah:
103)23
Menurut istilah Syari’at zakat adalah nama bagi
sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu
yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk dikeluarkan
sebagiannya dan diberikan kepada yang berhak menerimanya
dengan persyaratan tertentu pula. Keterkaitan pengertian
menurut bahasa dan pengertian menurut istilah sangat erat
sekali, yaitu bahwa setiap harta yang telah dikeluarkan
zakatnya, maka harta itu menjadi suci, baik, berkah, tumbuh
dan berkembang. Zakat merupakan kewajiban yang
diperintahkan oleh Allah kepada setiap muslim yang memiliki
harta yang telah mencapai nishab dengan syarat-syarat
tertentu.
23 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2006), h. 34-35.
30
E. Jenis-jenis Zakat
Ulama Mazhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan
zakat kecuali dengan niat.24 Menurut garis besarnya, zakat
terbagi 2, yaitu:
1. Zakat Mal (harta): emas, perak, binatang, tumbuh-
tumbuhan (buah-buahan dan biji-bijian) dan barang
perniagaan.
2. Zakat Nafs (jiwa): zakat jiwa yang disebut juga zakatul
fitrah (zakat yang diberikan berkenaan dengan selesainya
mengerjakan shiyam (puasa) yang difardukan).
Para ulama telah membagi zakat fitrah kepada 2 bagian, yaitu:
1. Zakat harta yang nyata (harta yang lahir) yang terang
dilihat umum, seperti: binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan dan barang logam.
2. Zakat harta yang tidak nyata, yang dapat disembunyikan.
Harta-harta yang tidak nyata itu, ialah emas, perak, rikaz
dan barang perniagaan.
Adapun fitrah, maka setengah ulama memasukannya ke
dalam golongan harta lahir. Menurut lahir nash asy-Syafi’I
fitrah itu, masuk golongan zakat harta bathin.25 Dinamakan
zakat fitrah karena penyebab dikeluarkannya adalah zakat
fitrah sebagai manusia. Maka penyandaran zakat ini kepada
24 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta:
Lentera, 2004), h. 177. 25 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1999). h. 9-10
31
fitrah adalah penyandaran sesuatu kepada sebabnya. Dalil
kewajibannya berdasarkan al-Qur’an, sunah, dan ijma’.26
F. Syarat-syarat Wajib Zakat
Para ulama Islam sepakat bahwa zakat hanya
diwajibkan kepada seorang muslim dewasa yang waras,
merdeka dan memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dengan
syarat-syarat tertentu pula. Para ulama juga sependapat bahwa
zakat itu diwajibkan kepada bukan muslim, oleh karena itu
zakat adalah anggota tubuh Islam yang paling utama, dan
karena itu orang kafir tidak mungkin diminta melengkapinya,
serta bukan pula merupakan hutang yang harus dibayarnya
setelah masuk islam. Bila zakat itu diwajibkan kepada bukan
muslim, maka zakat itu juga tidak sah seandainya dibayar oleh
orang kafir, oleh karena itu ia tidak memiliki persyaratan
pertama yaitu Islam.
Para ulama tidak sependapat tentang wajibnya zakat
kepada kekayaan anak- anak dan orang gila. Dalam hal ini
para ahli fiqih berbeda sependapat. Ini dapat digolongkan
kepada dua golongan besar:
1. Golongan yang memastikan bahwa kekayaan atau sebagian
kekayaan mereka tidak wajib zakat.
2. Golongan yang berbeda pendapat bahwa kekayaan mereka
wajib zakat.
26Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta : Gema Insani Press,
2005), h. 271.
32
Dalam buku Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusdy
disebutkan bahwa para ulama sepakat bahwa yang wajib
membayar zakat adalah orang Islam yang merdeka (bukan
budak), baligh, berakal sehat, dan mempunyai hak milik penuh
atas harta benda yang telah mencapai satu nishab. Namun para
ulama berbeda pendapat tentang kewajiban zakat atas anak
yatim, orang gila, hamba sahaya, kafir dzimmi, dan orang yang
tidak pasti kepemilikannya (seperti orang yang mempunyai
utang atau memiliki piutang, atau hartanya tidak bisa diambil).
Berdasarkan kesimpulan dalam buku hukum zakat
karangan Yusuf Qardawi disebutkan bahwa kekayaan anak-
anak dan orang gila wajib zakat, karena zakat adalah
kewajiban yang disangkutkan dengan kekayaan, dengan
demikian tidak dapat gugur dari anak-anak dan orang gila.
Sama halnya dengan kekayaan dalam bentuk ternak yang
digembalakan, tanaman dan buah-buahan, perdagangan, uang
dengan syarat tidak merupakan simpanan untuk belanja hidup
sehari-hari, karena uang dalam keadaan seperti itu tidak
berlebih dari kebutuhan rutinnya. Yang diminta mengeluarkan
zakat itu adalah wali anak-anak dan orang gila tersebut. Yang
terbaik, menurut sebagian ulama mazhab Hanafi, adalah
menyerahkan persoalan itu kepada pengadilan agama supaya
tidak timbul banyak perbedaan pendapat tentang keputusannya
dan wali tidak terancam dituntut untuk mengganti dikemudian
hari.27
27 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor : Pustaka Litera AntarNusa,
2006), h. 120.
33
Menurut para Ahli hukum Islam, kekayaan yang wajib
dizakatkan pada dasarnya memiliki dua persyaratan pokok,
yaitu barang tersebut dapat dimiliki dan juga dapat diambil
manfaatnya. Dari dua persyaratan utama tersebut, Yusuf
Qardhawi mengemukakan beberapa persyaratan agar zakat
dapat dikenakan pada harta kekayaan yang dimilki oleh
seorang muslim yaitu:
1. Kepemilikan bersifat penuh. Maksudnya adalah bahwa
harta yang dizakatkan berada dalam kepemilikan yang
sepenuhnya dari yang memilki harta tersebut, baik dalam
memanfaatkan harta, maupun dalam menikmati hasil dari
harta tersebut. Selain itu, harta tersebut harus diperoleh
dengan cara yang halal dan yang tidak bertentangan
dengan syariah Islam.
2. Harta yang dizakatkan bersifat produktif atau
berkembang. Para ahli hukum Islam menegaskan bahwa
harta yang dizakatkan harus memiliki syarat berkembang
atau produktif baik terjadi secara sendiri, atau karena
harta tersebut dimanfaatkan, bila ada harta ataupun aset
yang tidak bisa dimanfaatkan, maka harta tersebut tidak
dapat dikenakan wajib zakat.
3. Harta harus mencapai nisab. Nisab berarti syarat
minimum dari jumlah aset yang dapat dikenakan zakat,
sesuai dengan ketentuan yang ada dalam syariah Islam.
4. Harta zakat harus lebih dari kebutuhan pokok. Yang di
maksud melebihi kebutuhan pokok berarti harta zakat
harus lebih dari kebutuhan rutin yang diperlukan agar
34
dapat melanjutkan hidupnya secara wajar sebagai
manusia. Hal ini harus diperhitungkan oleh orang yang
ingin menzakatkan hartanya, atau si calon muzakki.
5. Harta zakat harus bebas dari sisa utang. Maksud dari
persyaratan ini adalah harta yang akan dizakatkan harus
bebas dari utang. Mengapa ini menjadi persyaratan karena
dalam Islam, hak seseorang yang meminjamkan uang
harus didahulukan terlebih dahului dibandingkan dengan
golongan yang menerima zakat tersebut.
6. Harta aset zakat harus berada dalam kepemilikan selama
setahun penuh (haul). Ketentuan ini hanya berlaku pada
beberapa aset zakat, seperti binatang ternak, aset
keuangan, dan juga barang dagangan. adapun zakat yang
berasal dari hasil pertanian, barang tambang dan juga
harta karun kepemilikannya tidak diwajibkan selama
setahun penuh.28
G. Harta yang Wajib Dizakati
Di bawah ini akan memaparkan 5 bagian harta benda
yang wajib dizakati tersebut:
1. Zakat Nuquud
Yang di maksud dengan Nuquud disini adalah emas
dan perak, kertas-kertas berharga dan mata uang yang
masih berlaku baik mata uang tersebut berbentuk logam
28 Nurul Huda Dkk, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2010), Cet ke-1. h. 296-298
35
maupun yamg lainnya, semuanya itu adalah harta kekayaan
yang wajib dizakati.
Harta kekayaan seseorang yang berupa logam emas
dan perak atau berupa mata uang wajib dikeluarkan
zakatnya jika memang yang ia miliki melebihi batas
minimal kepemilikin (nishab) yang telah ditentukan syara’,
namun apabila harta kekayaan yang dimiliki tersebut tidak
melebihi batas minimal tersebut, maka ia tidak wajib
dizakati, dengan syarat juga kepemilikannya atas harta
kekayaan tersebut sudah berumur satu tahun dari awal
kepemilikan dengan perhitungan tahun Qamariyah.
Ketika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka zakat
yang wajib ia keluarkan dari harta yang ia miliki adalah
sebesar 2,5%. Persentase ini dihitung dari keuntungan yang
diperoleh selama setahun dan juga dari modal yang
dimilikinya. Intinya ia wajib mengeluarkan zakat dari
semua yang ia miliki. Karena zakat adalah kewajiban atas
harta kekayaan, atas pertambahan dan perkembangan harta
kekayaan tersebut dan atas apa yang masuk dalam
pemilikian seseorang apa pun bentuk dan namanya, seperti
harta hasil warisan juga harus digabungkan dengan harta
modal yang ia miliki. Jadi intinya, semua kekayaan yang
dimilikinya pada haul (masa satu tahun dihitung dari awal
kepemilikannya atas harta), harus dikeluarkan zakatnya.
2. Barang Dagangan
Jika seseorang membeli sesuatu dengan tujuan
untuk berdagang, maka sesuatu tersebut ditakar nilainya
36
lalu dikeluarkan zakatnya seperti halnya zakat nuquud
(emas dan perak, kertas-kertas berharga dan mata uang).
Jika ada seseorang yang memiliki barang dagangan
sekaligus memiliki harta kekayaan berupa nuquud, maka
dua kekayaan tersebut digabung lalu dikeluarkan zakatnya.
Jika sudah datang haul (satu tahun) dihitung dari awal
kepemilikannya atas kadar ukuran satu nisab atau dihitung
dari akhir waktu seseorang mengeluarkan zakat, maka
harta kekayaan yang dimilikinya berupa barang dagangan
dan nuquud digabungkan menjadi satu lalu dikurangi
tanggungan- tanggungan yang harus dibayar termasuk
mahar istrinya yang belum terbayar menurut pendapat
yang kuat dari mazhab hanafi, baru setelah itu dikeluarkan
zakat keseluruhannya
3. Zakat Hasil Pertanian dan Buah- buahan
Mazhab Hanafi berpendapat, setiap hasil yang
dikeluarkan oleh tanah ‘usuriyyah (tanah yang
penduduknya masuk Islam dengan sukarela) wajib
dizakati, baik sedikit maupun banyak, yang tahan lama
atau tidak. Yang wajib dikeluarkan adalah 10% dari hasil
panen, jika tanahnya disirami dengan air hujan atau dengan
menggunakan pengairan namun pengairan tersebut tidak
membutuhkan biaya. Adapun jika tanahnya disirami
dengan menggunakan pengairan yang membutuhkan biaya,
maka zakat yang wajib dikeluarkan sebanyak 5% dari hasil
panen.
37
Mazhab Syafi’i berpendapat, bahwa setiap sesuatu
yang dihasilkan oleh tanah pertanian, baik tanah pertanian
tersebut ‘usuriyyah (tanah yang penduduknya masuk islam
dengan sukarela) maupun kharaajiyyah (tanah yang
dikuasai oleh umat Islam setelah menerangi penduduknya),
maka wajib dizakati jika telah memenuhi beberapa syarat
berikut:
a. Hasil panen tersebut berupa bahan makanan pokok
(beras, gandum, dan sebagainya).
b. Dimiliki oleh orang tertentu.
c. Sudah sampai pada batas nishab, menurut mereka satu
nishab zakat hasil pertanian adalah lima wasaq, satu
wasaq ukurannya sama dengan 120 kg.
d. Buah-buahan yang wajib dizakati menurut mereka
hanyalah terbatas pada buah anggur dan kurma, adapun
buah-buahan selain kedua tersebut, maka tidak wajib
dizakati.
4. Zakat Hasil Peternakan
Jika tujuan dari peternakan hewan adalah untuk
diperdagangkan, maka ia termasuk dalam bilangan harta
perdagangan, namun jika tujuannya adalah untuk diambil
susunya dan untuk bekerja serta diberi makan selama
setahun (tidak dilepas di tempat pengembalaan), maka
mazhab yang mewajibkan untuk dizakati hanyalah mazhab
Maliki jika memang sudah mencapai nishab. Sedangkan
jika hewan-hewan tersebut memang untuk diternak dan
digembalakan, maka semua sepakat wajib dizakati.
38
Hewan yang wajib dizakati adalah sapi dengan
berbagai jenisnya, kambing dengan berbagai jenisnya
termasuk ma’z dan unta dengan berbagai jenisnya dengan
syarat haul (sampai setahun) dan sudah sampai nishab.
Nishabnya unta adalah lima, nishabnya sapi adalah tiga
puluh, dan nishabnya kambing adalah empat puluh.
5. Zakat Hasil Tambang (Ma’din)
Ma’din adalah sesuatu yang diciptakan oleh Allah
SWT. Di dalam bumi, berupa emas, perak, tambang, timah,
lumpur merah (biasanya digunakan untuk memberi warna),
dan belerang. Emas dan perak yang dikeluarkan dari dalam
bumi jika sudah mencapai nishab, baik yang mengeluarkan
adalah orang muslim maupun non-muslim, baik itu
dikawasan negara Islam maupun di luar kawasan, menurut
salah satu pendapat, namun ada pendapat lain yang
mengharuskan dikawasan negara Islam, maka wajib
dizakati dan tidak disyaratkan harus adanya haul.
Ulama Mazhab Hambali berpendapat, Ma’din
adalah setiap sesuatu yang dikeluarkan dari dalam bumi
dan jenisnya berbeda dengan jenis bumi, baik ia berbentuk
cair seperti minyak bumi maupun dalam bentuk keras
seperti emas, perak, kristal, batu akik dan tembaga. Maka
barang siapa yang menambang barang-barang tersebut dan
ia miliki, maka hasil tambang tersebut wajib dizakati, yaitu
2,5% dengan dua syarat sebagai berikut:
a. Jumlah hasil tambang telah mencapai nishab
39
Untuk hasil tambang berupa emas dan perak.
Adapun nishab barang tambang selain emas dan perak,
maka ukurannya adalah jumlah nilainya. Jadi, jika
besar nilainya sudah mencapai jumlah nishab emas dan
perak, maka hasil tambang selain emas dan perak
tersebut sudah mencapai nishab (karena ukuran nishab
hasil tambang yang dipakai oleh syara’ adalah
memakai ukuran emas dan perak, maka nishab nasil
tambang selain emas dan perak adalah dengan
menggunakan ukuran nilainya). Semua itu setelah
dikurangi biaya-biaya yang dibutuhkan ketika
melakukan penambangan.
b. Si penambang adalah orang muslim
Jika kedua syarat itu sudah terpenuhi, maka hasil
penambangan tersebut wajib untuk dizakati, yaitu
sebanyak 2,5% dari hasil zakat tersebut. Mazhab syafi’i
berpendapat, hasil tambang yang wajib dizakati adalah
hanya sebatas pada hasil tambang berupa emas dan
perak, dengan syarat penambangan tersebut dilakukan
di dalam kawasan yang mubah atau di kawasan milik si
penambang. Dan zakat hasil emas dan perak ini tidak
disyaratkan harus haul.
H. Zakat untuk Pendidikan
Pendidikan adalah kebutuhan yang amat primer bagi
setiap individu. Efek pendidikan begitu menyeluruh, mulai
dari pola pikir, keyakinan, dan sikap hidup yang berujung pada
40
kualitas hidup. Sebagaimana diketahui, masalah pendidikan
merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa.
Kemajuan sebuah masyarakat sangat ditentukan oleh kualitas
sumber daya manusia yang dihasilkan melalui sistem
pendidikannya. Berkurangnya kesempatan pendidikan bagi
sebagian masyarakat juga akan menurunkan produktivitas
perekonomian secara keseluruhan.29
Harta zakat sebagai alat bantu pengentasan masalah
sosial, telah ditetapkan untuk didistribusikan kepada delapan
ashnaf yang diantaranya adalah fakir dan miskin, yaitu
kelompok manusia yang berciri khusus tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya, baik sebagai mahluk hidup
yang berarti perlu pangan dan kesehatan, sebagai mahluk
sosial butuh sandang, pangan dan papan, serta sebagai khalifah
Allah yang harus bermodal pendidikan. Atas dasar itu
penyaluran zakat dalam sektor pendidikan adalah sangat
beralasan secara syar’i. Alasan tersebut dapat diperinci sebagai
berikut:
1. Pendidikan adalah termasuk kebutuhan primer, maka dari
pihak yang lemah ekonomi sehingga terhalang dari
memenuhi kebutuhan pendidikan adalah termasuk fakir
yang berhak atas dana zakat.
2. Bila demi kebutuhan fisik guna keberlangsungan hidup
layak dalam kehidupan duniawi sesaat berupa pangan,
sandang, dan papan saja zakat dapat diberikan.
29 Http:/bataviase.co.id/node/290868 (Diakses pada tanggal 2 Juli 2018
Pukul 15.21 WIB)
41
3. Secara manusiawi akar masalah kemiskinan adalah pada
minimnya pendidikan, sehingga seseorang tidak mampu
mengetahui potensi dirinya, mengembangkannya, dan
apalagi memanfaatkannya. Begitu pula, akibat minimnya
pendidikan ia juga tidak mampu mengeksplorasi potensi
lingkungan, pertumbuhan, hewan, tanah, air, dan kekayaan
alam yang dikandungnya. Adapun maksud dari
pengalokasian zakat dalam sektor pendidikan,
penggunaannya dalam bentuk:
a. Membiayai orang miskin untuk mendapat pendidikan,
misalnya menyantuninya untuk membayar biaya
sekolah. Pada masa dahulu ulama telah perhatian dalam
hal ini walaupun dalam bentuk sedikit berbeda. Mereka
mengatakan bahwa bila orang miskin gara-gara tidak
dapat bekerja karena sibuk mendalami ilmu syariat,
maka halal baginya menerima dana zakat.
b. Mendirikan sekolah dan memenuhi kebutuhan
operasionalnya, dalam rangka membendung dan
melawan hegemoni pendidikan kapitalis, komunitas,
sekuler, dan sebagainya menuju kepada pendidikan
Islam yang murni30.
Imam Nawawi berkata, jika seseorang sanggup mencari
nafkah yang sepadan dengan keadaannya, tetapi ia sibuk
mempelajari sebagian dari ilmu-ilmu agama, sehingga
seandainya ia mencari nafkah pun, usahanya tidak akan
30 Http:// Www. Bmh.or.Id/Index.Php/informasi/ Artikel/ Kolam-
Syariah/275-Zakat- untuk Pendidikan.Html. *(Diakses pada tanggal 2 Juli
2018 Pukul 21.00 WIB)
42
berhasil, bolehlah ia menerima zakat, karena hukum
memperdalam ilmu adalah fardhu kifayah. Adapun orang yang
tidak akan mungkin berhasil, ia tidak boleh menerima zakat,
selama ia mampu untuk bekerja.
Imam Nawawi berkata, mengenai orang yang
memusatkan perhatian untuk melakukan ibadah-ibadah
sunnah, sedangkan mencari nafkah akan menjadi penghalang
dari kegiatannya itu atau dari memusatkan perhatian
kepadanya, menurut kesepakatan para ulama, ia tidak halal
menerima zakat. Sebabnya adalah kepentingan ibadahnya itu
terbatas untuk dirinya sendiri, berlainan dengan orang yang
sibuk mengadakan penelitian dalam bidang ilmu
pengetahuan.31
Termasuk kategori Al-fuqaraa adalah para penuntut
ilmu yang sudah baligh, namun mereka tidak mempunyai harta
kekayaan milik sendiri walaupun para orang tua mereka adalah
orang-orang yang terbilang kaya. Mereka berhak diberi
beasiswa sampai mereka mampu menyelesaikan studi.32
Namun ada sebagian kalangan yang mensyaratkan, ia haruslah
orang yang cerdas dan pintar yang bisa diharapkan
keunggulannya dan nantinya bisa bermanfaat untuk kaum
muslim. Jika tidak, ia tidak berhak mendapatkan bagian harta
zakat selama ia masih mampu untuk bekerja. Ini merupakan
pendapat yang rasional dan sangat baik dan pendapat inilah
yang dipraktikkan oleh negara-negara modern sekarang ini,
31 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah 1. Jilid 1, h. 587- 588. 32 Said Hawwa, Al- Islam, (Jakarta : Gema Insani, 2004), h. 169.
43
sekiranya negara memberi biaya kepada orang-orang yang
cerdas dan unggul untuk melanjutkan studi mereka dengan
cara memberikan kursus-kursus gratis atau memasukan mereka
ke dalam daftar delegasi-delegasi, baik di dalam maupun luar
negeri guna melanjutkan studi mereka.
44
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG DARUNNAJAH
CHARITY
A. Sejarah Pondok Pesantren Darunnajah
Pondok Pesantren Darunnajah adalah lembaga pendidikan
Islam swasta (non-pemerintah). Pondok Pesantren Darunnajah
didirikan pada tanggal 1 April 1974 oleh (Alm) KH. Abdul
Manaf Mukhayyar dan dua rekannya (Alm) KH. Qomaruzzaman
dan KH. Mahrus Amin, dengan sistem kurikulum yang terpadu,
pendidikan berasrama serta pengajaran bahasa Arab dan Inggris
secara intensif.1
Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta dirintis sejak tahun
1942 di atas lahan 600m. Awalnya, Pesantren Darunnajah
bernama Madrasah Islamiyah di Petunduan Palmerah, kemudian
terus berkembang. Perubahan nama ini terjadi karena
berkembangnya idealism pendiri dari sekedar sekolah biasa
menjadi pendidikan bermodel pondok pesantren. Pondok
Pesantren Darunnajah sekarang sudah memberikan pelayanan
pendidikan anak usia dini (PAUD), Taman Kanak-kanan hingga
perguruan tinggi. Luas lahan pesantren 5 ha, di daerah Ulujami
Tangerang Jawa Barat (tahun 1976, menjadi bagian dari DKI
Jakarta).
1 Sri Nanang Setiono, Ihwan Mahmudi dan Abdul Haris Qadir,
Biografi K.H.Abdul Manaf Mukhayyar Darunnajah Ladang Perjuangan
Bukan Ladang Penghidupan, Jakarta: Pondok Pesantren Darunnajah, Juni
2014.
45
Pondok Pesantren Darunnajah terletak di Jalan Ulujami
Raya, nomor 86, Kelurahan Ulujami, Kecamatan Pesanggrahan,
Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi pesantren
sangat menguntungkan karena berada di pinggiran ibukota, yang
mana hal tersebut memudahkan komunikasi, baik dengan
instansi pemerintah maupun dengan masyarakat luas.
Dengan didukung oleh lingkungan yang asri, Pondok
Pesantren Darunnajah berupaya untuk mencetak manusia yang
muttafaqoh fiddin untuk menjadi kader pemimpin umat/bangsa,
selalu mengupayakan terciptanya pendidikan santri yang
memiliki jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian,
ukhuwah Islamiyah, kebebasan berfikir dan berperilaku atas
dasar Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW untuk
meningkatkan taqwa kepada Allah SWT.
Sebagai jenis pesantren modern,santri Pondok Pesantren
Darunnajah mempunyai pikiran terbuka dan moderat, tanpa
menghilangkan unsur peran Islam. Disiplin dan kesederhanaan,
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
kampus.
Di Pondok Pesantren Darunnajah, pengelolaan pendidikan
dan pengajaran serta kegiatan santri sehari-hari dilaksanakan
oleh para guru/ustadz dengan latar belakang pendidikan dari
berbagai perguruan tinggi dan pesantren modern, yang sebagian
besar tinggal di asrama dan secara penuh mengawasi serta
membimbing santri dalam proses kegiatan belajar mengajar dan
kepengasuhan santri.
46
Seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Darunnajah
dengan keikhlasan dan idealisme para pendirinya, lembaga ini
terus berkembang, hingga saat ini memiliki 16 cabang di bawah
Yayasan Darunnajah. Dengan usaha selalu meningkatkan mutu
pendidikan, pembangunan fisik, pengembangan dana dan
mempersiapkan para kader untuk kemajuan jangka panjang
lembaga pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.
Adapun sejarah Darunnajah dibagi menjadi beberapa
periode diantaranya ialah periode cikal bakal, periode rintisan,
periode pembinaan dan penataran, periode pengembangan,
periode dewan nazir, periode kader Darunnajah, Kenamnya akan
dijabarkan berikut ini.2
1. Periode Cikal Bakal (1942-1960)
Pada tahun 1942 K.H. Abdul Manaf Mukhayyar
mempunyai sekolah Madrasah Al-Islamiyah di Petunduhan
Palmerah. Tahun 1959 tanah dan madrasah tersebut digusur
untuk perlunasan komplek perkampungan
olahraga Sea Games, yang sekarang dikenal dengan komplek
Olahraga Senayan. Untuk melanjutkan cita-citanya, maka
diusahakanlah tanah di Ulujami. Tahun 1960, didirikan
Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Islam (YKMI), dengan
tujuan agar di atas tanah tersebut didirikan pesantren.
Periode inilah yang disebut dengan periode cikal bakal,
sebagai modal pertama berdirinya Pondok Pesantren
Darunnajah.
2 www.darunnajah.com (Diakses pada tanggal 11 Juli 2018 Pukul
16.20)
47
2. Periode Rintisan (1961-1973)
Pada tahun 1961 K.H. Abdul Manaf membangun
gedung madrasah enam lokal di atas tanah wakaf. Ide
mendirikan pesantren didukung oleh H.Kamaruzzaman yang
saat itu sedang menyelesaikan kuliahnya di Yogyakarta.
untuk pengelolaan pendidikan diserahkan kepada Ust.
Mahrus Amin, alumnus KMI Gontor yang mulai menetap di
Jakarta pada tanggal 2 Februari 1961. karena banyaknya
rintangan dan hambatan, maka pendidikan belum bisa
dilaksanakan di Ulujami, tetapi dilaksanakan di Petukangan
bersama beberapa tokoh masyarakat, diantarannya Ust.
Abdillah Amin dan H. Ghozali, berkerjasama dengan YKMI.
Tanggal 1 Agustus 1961, Ust. Mahrus Amin mulai membina
madrasah Ibtidaiyah Darunnajah dengan jumlah siswa
sebanyak 75 orang dan tahun 1964 membuka Tsanawiyah
dan TK Darunnajah.
Tahun 1970 ada usaha memindahkan pesantren ke
Petukangan, tapi mengalami kegagalan. Dan usaha merintis
pesantren pernah pula dicoba dengan menampung kurang
lebih 9 anak dari Ulujami dan Petukangan, yakni antara
tahun 1963-1964. dan tahun 1972 menampung kurang lebih
15 anak di Petukangan, namun kedua usaha itu tidak dapat
dilanjutkan dengan berbagai kesulitan yang timbul. Pada
periode ini, meskipun pesantren yang diharapkan belum
terwujud, tetapi dengan usaha-usaha tersebut, Yayasan telah
berhasil mempertahankan tanah wakaf di Ulujami dari
berbagai rongrongan, antara lain BTI/PKI saat itu.
48
3. Periode Pembinaan dan Penataan (1974-1987)
Pada tanggal 1 April 1974, dicobalah untuk ke sekian
kalinya mendirikan Pesantren Darunnajah di Ulujami. Mula-
mula Pesantren mengasuh 3 orang santri, sementara
Tsanawiyah Petukangan dipindah ke Ulujami untuk
meramaikannya. Baru pada tahun 1976, Madrasah
Tsanawiyah Petukangan dibuka kembali dan secara
berangsur, Pesantren Darunnajah Ulujami hanya menerima
anak yang mukim saja, kecuali anak Ulujami yang boleh
pulang pergi. Bangunan yang pertama didirikan adalah
masjid dengan ukuran 11 X 11 m dan beberapa lokal asrama.
Bangunannya meskipun sederhana, namun sudah sesuai
dengan master plan yang dibuat oleh Ir. Ery Chayadipura.
Pada awal pembangunannya, seluruh santri selalu dilibatkan
untuk membantu kerja bakti. Pada periode inilah ditata
kehidupan di Pesantren Darunnajah dengan sunnah-
sunnahnya.
a. Aktivitas santri dan kegiatan pesantren disesuaikan
dengan jadual waktu shalat. Menggali dana dari
pesantren sendiri untuk lebih mandiri.
b. Meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran, dengan
dibentuk Lembaga Ilmu Al-Qur’an (LIQ), Lembaga
Bahasa Arab dan Inggris (LBA/I) dan Lembaga Da’wah
dan Pengembangan Masyarakat (LDPM).
c. Beasiswa Ashabunnajah (kelompok santri penerima
beasiswa selama belajar di Darunnajah) untuk kader-
kader Darunnajah. Diharapkan untuk selanjutnya dari
49
setiap seluruh santri yang bayar, satu orang bebas biaya
dari kelompok yang tidak mampu.
4. Periode Pengembangan (1987-1993)
Darunnajah mulai melebarkan misi dan cita-citanya,
mengajarkan agama Islam, pendidikan anak-
anak fuqara’ dan masakin dan bercita-cita membangun
seratus Pondok Pesantren Modern. Masa inilah, saat
memancarkan pancuran kesejukan ke penjuru-penjuru yang
memerlukan.
5. Periode Dewan Nazir (1994-sekarang)
Perjalanan sejarah Pesantren Darunnajah yang relatif
lama telah menuntut peraturan kesempurnaan untuk menjadi
lembaga yang baik. Belajar dari perjalanan pondok pesantren
di Indonesia dan melihat keberhasilan lembaga Universitas
Al-Azhar Cairo Mesir, yang telah berumur lebih 1000 tahun
lamanya, Yayasan Darunnajah yang memayungi segala
kebijakan yang telah berjalan selama ini, berusaha
merapikan dan meremajakan pengurus yayasan.
Dengan niat yang tulus dan ikhlas, wakif tanah di
Ulujami Jakarta K.H.Abdul Manaf Mukhayyar, Drs.K.H.
Mahrus Amin, dan Drs.H. Kamaruzzaman Muslim yang
ketiganya mengatasnamakan para dermawan untuk wakaf
tanah di Cipining Bogor seluas 70 ha, mengikrarkan wakaf
kembali di hadapan para ulama dan umara dalam acara
nasional di Darunnajah pada tanggal 7 Oktober 1994.
Dalam acara tersebut wakif menguraikan niat dan cita-
citanya mendirikan lembaga ini di atas sebuah piagam wakaf
50
yang ditandatangani oleh para pemegang amanat, Dewan
Nazir dan Pengurus Harian Yayasan Darunnajah yang
disaksikan oleh para tokoh masyarakat dan ormas di
Indonesia.
6. Periode Kader Darunnajah
Meningkatnya keinginan masyarakat untuk
memasukkan putra-putrinya ke lingkungan Pondok
Pesantren memberikan dampak kepada meningkatnya
pendaftaran dan jumlah santri di Pondok Pesantren
Darunnajah. Keterbatasan lokasi, keterbatasan lahan dan
keterbatasa sumber daya manusia mendorong para pengurus
Pondok Pesantren untuk mengembangkan Darunnajah di
berbagai daerah, baik dari hasil pembelian lahan maupun
melalui penerimaan waqaf dari para muhsinin (orang baik)
yang memberi infaq dan mewaqafkan lahan seluas 619 ha.
Hal ini dibutuhkan untuk kelangsungan masa depan
lembaga perlu mempersiapkan kader yang handal, ulet dan
berkualitas. Kelangsungan lembaga dan perkembangannya
memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas,
Yayasan Darunnajah membuatnya di dalam program dan
diaplikasikan dalam aturan-aturan bagi kader Darunnajah
sehingga pola pengembangan lembaga dapat berjalan dengan
maksimal.
51
B. Visi, dan Misi Pondok Pesantren Darunnajah
1. Visi Pondok Pesantren Darunnajah
Adapun visi Darunnajah diantaranya adalah:
a. Mencetak manusia yang muttafaqah fiddin untuk
menjadi kader pemimpin umat/bangsa.
b. Mendidik kader-kader umat dan bangsa yang ber-
tafaqquh fiddin, para ulama’, zuama’, dan
aghniya’, yang bertaqwa, berakhlak mulia,
berpengetahuan luas, jasmani yang sehat, terampil
dan ulet.
2. Misi Pondok Pesantren Darunnajah
a. Mencetak manusia yang beriman dan bertaqwa,
berakhlak mulia, berpengetahuan luas, sehat dan
kuat jasmani, terampil dan ulet, mandiri, mampu
bersaing, kritis, problem solver, jujur,
komunikatif, dan berjiwa juang.
b. Merintis mempelopori berdirinya Pondok
Pesantren di seluruh Indonesia sebagai lembaga
sosial keagamaan yang bergerak di bidang
pendidikan dan dakwah.
C. Struktur Tata Kerja Pondok Pesantren Darunnajah
2017/2018
Ketua Umum Yayasan : K.H.Saifuddin Arief, S.H.,
M.H
Pimpinan : Drs. K.H. Mahrus Amin
Dr. K.H. Sofwan Manaf,
52
M.Si
Biro Pendidikan : H. Hasyim Sya’ban,
S.Pd.I.
Biro Pengasuhan Santri : H. Sulaiman Effendi,
S.Ag.,
Biro ADM, KEU & USAHA : Muallimah, S.Pd
Biro Rumah Tangga : H. Lili Muhammad Darli,
M.A.
Biro Kemasyarakatan : Nasirin, S.Pd.I.
D. Program-program Lembaga Darunnajah Charity
1. Beasiswa Dhuafa
Program beasiswa dhuafa adalah program bantuan
Bea Studi, Biaya siswa untuk santri juga tidak lepas dari
perhatian pondok yang diambil dari dana wakaf serta
zakat tersebut. Saat ini program beasiswa itu diprogram
lebih khusus kepada santri-santri yang kurang mampu,
atau jelasnya diperuntukkan bagi anak yatim piatu yang
tidak memiliki dana. Kebijakan pondok terhadap hal ini
adalah dengan sistem sepuluh orang santri yang mampu
dialokasikan dananya bagi beasiswa satu orang anak
yang tidak mampu.3
Kebijakan ini sudah lama berjalan dan telah
mendidik sejumlah besar anak yang tidak mampu dan ini
3 Imam Khairul Annas, Sekretaris Pondok Pesantren Darunnajah,
(Wawancara Pribadi), Ulujami Jakarta Selatan. 12 Juli 2018.
53
merupakan program penting bagi pondok dalam
mengembangkan sayap dalam bidang pendidikan
2. Posko Bencana alam
Posko bencana alam adalah suata gerakan bantuan
kemanusian yang dipelopori oleh Darunnajah charity di
bawah naungan biro kemasyarakatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan bantuan baik berupa uang tunai
maupun baju bekas atau barang-barang lainnya yang
akan di alokasikan kepada para korban bencana alam
seperti gempa bumi, longsor, tsunami, banjir, angin
puting beliung, dsb.
3. Bakti Sosial
Bakti sosial adalah kegiatan tahunan yang rutin
diadakan oleh Darunnajah charity yang melibatkan
santriwan/santriwati beserta ustadz/ustadzah didalamnya
yang bertujuan untuk membantu meringankan beban
saudara saudara kita di luar sana.
54
BAB IV
PENYALURAN DANA ZAKAT DARUNNAJAH CHARITY
PADA PROGRAM BEASISWA DHUAFA
A. Penyaluran Dana Zakat Pada Lembaga Darunnajah
Charity Ulujami Jakarta
Darunnajah Charity adalah lembaga Darunnajah yang
fokus di bidang sosial dan kemasyarakatan. Darunnajah Charity
menerima donasi dalam berbagai bentuk, zakat, infaq, shadaqah,
wakaf ataupun lainnya. Darunnajah Charity memiliki banyak
program sosial kemasyarakatan. Diantaranya; Beasiswa dhuafa,
bakti sosial, posko bencana alam, dll. Lembaga ini juga
melibatkan santri dalam kegiatannya sehingga santri dapat
belajar peduli dengan sesama dan indahnya berbagi. Banyak
sekali santri, warga, korban bencana dan pihak-pihak lain yang
merasa terbantu dengan adanya lembaga Darunnajah Charity.
Dapat pula disampaikan berkaitan dengan manajemen
kelembagaan zakat di Pesantren Darunnajah yang diolah
Lembaga Darunnajah Charity adalah sistem yang mereka
terapkan dalam pengelolaan dana. Semua dana yang dihasilkan
dari zakat maupun dari dana sekolah dan lain sebagainya yang
menjadi sumber keuangan dikelola dengan sistem 35% untuk
jasa, 35% untuk operasional & service quality, serta 30% untuk
investasi.
55
Sistem yang pertama, yaitu 35% untuk jasa,
dikembangkan guna kebutuhan yang bersifat up to date.
Dikatakan demikian karena kebutuhan ini merupakan dana yang
harus dikeluarkan dan termasuk pengeluaran yang tidak dapat
ditunda-tunda serta dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Jelasnya dana ini dipergunakan untuk membayar honorarium
para guru, pegawai, sarana dan prasarana, serta pemeliharaan
gedung.
Sistem yang kedua, yaitu dana yang dikelola 35% untuk
operasional dan service quality, merupakan dana yang bersifat
konvensional. Bersifat konvensional karena dana tersebut bukan
termasuk dana pengeluaran rutin yang harus dikeluarkan setiap
hari atau setiap bulan, akan tetapi hal itu lebih menyesuaikan
kepada situasi yang dialami pondok. Dana tersebut lebih lanjut
dipergunakan untuk peningkatan kualitas guru seperti penataran,
seminar, short cours dan lain-lain, juga dipergunakan untuk
membiayai konsultan pendidikan dalam rangka meningkatkan
kualitas serta pengembangan Pondok Pesantren Darunnajah
kedepannya dan lain-lain.
Sedangkan berkaitan dengan sistem yang terakhir, yaitu
30% untuk investasi merupakan dana yang bersifat abadi. Dana
abadi ini lebih ditujukan kepada pengembangan dan perluasan
lembaga pendidikan ke arah kemajuan dengan berbagai bentuk
usaha-usaha. Lebih lanjut dana ini dipergunakan untuk
pengembangan zakat dengan mencari usaha-usaha yang tepat
bagi penggalian sumber dana pendidikan. Dengan usaha-usaha
yang dikembangkan selain dari usaha yang ada maka cita-cita
56
menjadikan Pondok Pesantren Darunnajah menjadi pondok yang
unggul dalam kualitas akan semakin terwujud, karena untuk
mencapai hal itu tidak bisa lepas dari biaya yang dimiliki.
Darunnajah charity mempunyai program dalam
penyaluran diantaranya yaitu: beasiswa dhuafa, bakti sosial,
posko bencana alam dan lain-lain. Adapun pola yang dimiliki
oleh Darunnajah Charity akan penulis analisis seperti berikut ini,
Terdapat empat pola pendayagunaan zakat yaitu:1
1. Pola Tradisional (konsumtif). Pola ini adalah pola
penyaluran zakat yang bentuknya diberikan langsung kepada
mustahik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
2. Pola Kreatif (konsumtif). Pola kreatif konsumtif adalah zakat
yang diberikan dalam wujud alat-alat sekolah, beasiswa, dan
sebagainya.
3. Pola Kontemporer (produktif). Zakat yang diberikan dalam
bentuk pinjaman kepada mustahik yang ada untuk
kepetingan aktifitas suatu usaha bisnis.
4. Pola pendayagunaan produktif/kreatif yang diwujudkan
dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan untuk
membantu pendayagunaan usaha kecil.
Sayangnya tidak semua dari pola-pola tersebut
diterapkan oleh Biro Kemasyarakatan melalui Darunnajah
Charity. Adapun pola-pola yang tidak diterapkan antara lain pola
kontemporer dan pola pendayagunaan produktif/kreatif karena
Darunnajah Charity hanya fokus dibidang pendidikan beasiswa
1 BAMUIS BNI, Bangsa Betah Miskin, (Ciputat: Penerbit Institut
Manajemen Zakat, 2011). Cet. 1. h. 77.
57
kaum dhuafa dan kegiatan charity jika sewaktu-waktu terjadinya
musibah atau bencana alam. Hal tersebut dipaparkan oleh Ketua
Biro Kemasyarakatan bahwasannya Darunnajah Charity lebih
terfokus kepada program pendidikan atau kepada pola kreatif.2
Pada dasarnya lembaga pengelolaan zakat diwajibkan
untuk membentuk program secara terencana dan terukur. Ukuran
keberhasilan yang digunakan dititik beratkan kepada hasil
pemberdayaan masyarakat bukan hanya pada satu program.
Bentuk pendayagunaan lebih memperhatikan program-program
yang berefek luas dan berjangka panjang. Bentuk
pendayagunaan dapat dikelompokkan dalam tiga program
pendayagunaan, diantaranya:3
1. Karitas adalah program batuan dalam bentuk hadiah (hibah)
yang manfaatnya diterima secara langsung oleh mustahik.
Adapun bentuk bantuan yang diberikan berupa bantuan
makanan, pengobatan, tempat tinggal, biaya sekolah,
tranportasi, dan bantuan dakwah.
2. Pengembangan insani ialah program yang bertujuan untuk
meningkatkan sumber daya manusia (mustahik) dalam hal ini
diberikan dalam bentuk pemberian beasiswa pendidikan,
berguru, pembiayaan sekolah, pelatihan keterampilan kerja
dan pelatihan wirausaha.
3. Pengembangan ekonomi program yang bertujuan untuk
meningkatkan penghasilan dan kemandirian ekonomi
2 Nasirin, Ketua Biro Kemasyarakatan Pondok Pesantren Darunnajah,
(Wawancara Pribadi), Ulujami Jakarta Selatan, 12 Juli 2018 pukul 19.30
WIB). 3 Didin Hafidhuddin, membangun Peradaban Zakat. Cet. 1 h. 76.
58
mustahik seperti modal usaha, rekan kerja, penguatan
jaringan kerja dan pemilikian aset oleh mustahik.
Dari ketiga bentuk yang telah penulis jabarkan
bahwasanya Darunnajah Charity cenderung memiliki bentuk
pengembangan insani karena Darnnajah Charity lebih tertuju
pada program beasiswa santrinya saja dalam bentuk subsidi
silang. Tidak hanya itu Darunnajah Charity pula ikut
berpartisipasi dalam program beaguru yang mana program ini
diperuntukan kepada beberapa ustadz dan ustadzah yang sedang
mengabdi di Darunnajah.
Alasan utama Darunnajah Charity masuk ke dalam
bentuk pengembangan insani tidak lain dikarenakan bentuk
karitas merupakan bantuan yang bentuknya hibah jadi tidak
terikat apapun setelah menerima bantuan tersebut sementara
bentuk pengembangan ekonomi tidak masuk ke dalam program
Darunnajah charity.
Adapun alumni dari penerima beasiswa Darunnajah
Charity memiliki keterikatan dalam bentuk perjanjian
pengkaderan. Kader adalah orang yang mempunyai potensi,
dedikasi, dan loyalitas untuk membantu Yayasan atau Pesantren,
dan diangkat oleh Yayasan atau Pesantren sebagai penjuang
penerus cita-cita luhur lembaga. Kader terdiri dari:
1. Kader pondok adalah orang yang disiapkan dan diangkat
oleh Yayasan Darunnajah untuk meneruskan kepemimpinan
dan kelangsungan lembaga pendidikan di bawah naungan
Yayasan Darunnajah; dan
59
2. Kader umat orang yang disiapkan oleh Yayasan Darunnajah atau
utusan lembaga lain untuk kepentingan umat secara umum dan
wajib kembali dan mengabdi ke lembaga yang mengirim.
B. Kontribusi Lembaga Darunnajah Charity Dalam
Program Beasiswa Dhuafa
Keberadaan zakat harus dioptimalkan dan dimanfaatkan
semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan
mustahiq. Salah satunya adalah melalui pemanfaatan zakat
sebagai sarana untuk membuka seluas-luasnya akses dan
kesempatan menikmati layanan pendidikan bagi mustahiq.
Masalah pendidikan merupakan hal yang sangat penting.
Kemajuan sebuah masyarakat sangat ditentukan oleh kualitas
sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan melalui sistem
pendidikan. Pendidikan adalah investasi masa depan untuk
melangsungkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemajuan
suatu bangsa di segala aspek kehidupan seperti pertumbuhan dan
perkembangan perekonomian berbanding lurus dengan kualitas
pendidikan bangsa tersebut.
Untuk mendapatkan zakat, Darunnajah Charity
melakukan sosialisasi zakat yang dilakukan oleh tim fundraising
(penggalangan dana) baik itu perorangan maupun secara
kolektif. Adapun yang dilakukan oleh tim fundraising dalam
mendapatkan zakat adalah dengan menyampaikan program-
program yang ada di lembaga Darunnajah Charity itu sendiri.
Sumber dana dalam aktifitas Darunnajah Charity
semuanya didukung dari dana yang diamanahkan oleh para
60
donatur baik perusahaan, perorangan maupun instansi swasta
lainnya berupa zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah, CSR, dan
dana sosial lainnya.
Adapun sumber dana program zakat untuk pendidikan
bersumber dari donatur pribadi yang berasal dari zakat mall,
zakat profesi, serta infaq dan bersumber dari perusahaan yang
berasal dari zakat perusahaan, infaq dan CSR (Corporate Social
Responsibility) yaitu dana kepedulian untuk masyarakat sekitar
wilayah kerja perusahaan/dana sosial masyarakat.
Darunnajah charity terus berupaya menyalurkan zakatnya
dengan seoptimal mungkin yang diharapkan dapat memberikan
dan meningkatkan kesejahteraan para mustahiq. Pendayagunaan
menurut Kamus Bahasa Indonesia (tim penyusun kamus pustaka
pembinaan dan pengembangan bahasa) adalah pengusahaan agar
mampu mendatangkan hasil dan manfaat serta mampu
menjalankan tugas dengan baik. Untuk mewujudkan hal yang
demikian diperlukan indikator yang optimal yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan umat kaum dhuafa.
Adapun indikator dari optimal itu sendiri, yaitu tepat
sasaran, tepat guna dan cara pemberian. Adapun indikator dari
optimal, yang pertama yaitu tepat sasaran, dalam hai ini siapa
yang berhak menerima zakat dan bagaimana lembaga amil zakat
tersebut menyalurkan zakatnya untuk pendidikan, yang
diharapkan dapat memberikan bantuan kepada kaum dhuafa.
Adapun yang menjadi sasaran para penerima zakat (mustahiq)
untuk pendidikan di Darunnajah charity adalah mustahiq yang
tergolong fakir, miskin dan fisabilillah. Akan tetapi secara
61
umum lebih ditekankan kepada mustahiq fakir dan miskin.
karena Darunnajah Charity memiliki sumber dana yang terbatas
dari donatur, maka perlu memaksimalkan pengelolaannya.
Darunnajah Charity mempunyai potensi yang luar biasa
untuk mengurangi penderitaan umat manusia yang berada
dibawah garis kemiskinan. Negara-negara Islam modern harus
menggerakan sumber daya manusia melalui zakat untuk
pembiayaan berbagai program pembangunan dalam sektor
pendidikan, kesehatan, tenaga kerja dan kesejahteraan sosial.
Adapun program penyaluran zakat untuk pendidikan oleh
Darunnajah Charity tersebut, dapat kita lihat pada tabel berikut:
Penyaluran Zakat Darunnajah Charity untuk Pendidikan
(Beasiswa Dhuafa)
No Uraian Keterangan
1. Pondok Pesantren Darunnajah
Ulujami Jakarta
Rutin
2. Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining Bogor Jawa Barat
Insidental
3. Pondok Pesantren Darunnajah Al-
Manshur Serang Banten
Insidental
4. Pondok Pesantren Darunnajah An-
Nur Cidokom Bogor
Insidental
Sumber: Hasil wawancara
Dari tabel di atas hasil wawancara dengan kepala
biro kemasyarakatan Pondok Pesantren Darunnajah dapat
diketahui bahwa penyaluran zakat untuk pendidikan masih
sangat kurang, karena untuk biaya rutin hanya disaluran untuk
Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta, sedangkan untuk Pondok
Pesantren Darunnajah lainya hanya bersifat insidental yang
62
mana Darunnajah Charity pernah menyalurkan zakat untuk
pendidikan pada pondok-pondok tersebut.
Dalam penyaluran zakat untuk pembiayaan pendidikan
anak-anak dhuafa, ada beberapa proses seleksi yang harus
dilakukan oleh Darunnajah Charity yaitu dengan melakukan
survei ke rumah siswa yang bersangkutan termasuk kepada
orang tua siswa untuk menentukan studi kelayakannya sebagai
penerima zakat (mustahiq) untuk pendidikan. Sedangkan kriteria
yang menjadi penilaian Darunnajah Charity dalam menetapkan
sasaran penerima yang berhak mendapatkan zakat untuk
pendidikan ini yaitu termasuk kategori dhuafa, selain itu turut
diperhatikan oleh pihak Darunnajah Charity, seperti faktor
prestasi siswa bersangkutan, kondisi keluarga, yang dalam hal
ini berkaitan dengan dukungan orang tua terhadap pendidikan
anaknya serta motivasi belajar anak tersebut. Di samping itu,
ahklak juga menjadi bahan pertimbangan Darunnajah Charity
yang paling penting dalam menyalurkan zakat untuk pendidikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan biro
kemasyarakatan Pondok Pesantren Darunnajah dapat diketahui
bahwa syarat-syarat atau kelengkapan administrasi yang harus
dipenuhi mustahiq dalam mendapatkan zakat untuk pendidikan
dari Darunnajah Charity adalah:
a. Mempunyai kemauan untuk mondok
b. Mau mengahafal Al-Qur’an
c. Siap berjuang dan membela Pondok Pesantren Darunnajah
d. Siap dipimpin dan siap memimpin
e. Pengisian formulir pendaftaran
63
f. Foto copy identitas diri (kartu pelajar)
g. Foto copy kartu keluarga (KK)
h. Surat keterangan tidak mampu dari RT/RW/ pengurus
masjid
i. Foto copy rapor
j. Pas foto ukuran 3x4 = 2 lembar
k. Melampirkan kesediaan orang tua.
Adapun indikator yang kedua yaitu tepat guna, yang
mana dalam penyaluran zakat untuk pendidikan tersebut
didayagunakan untuk kebutuhan dana rutin untuk pendidikan.
Berikut nama-nama mustahik penerima beasiwa dhuafa
Darunnajah Charity:
NO NAMA L/P KELAS STATUS TAHUN
1. Muhammad Fikri
Ghozali
L Intensiv A Dhuafa 2018
2. Aceng Hafiz L Intensiv A Dhuafa 2018
3. Arif Abdurrohman L Intensiv A Dhuafa 2018
4, Muflikun L Intensiv A Dhuafa 2018
5. Achmad Edwin
Firmansah
L Intensiv A Dhuafa 2018
6. Ahmad Syaifullah L Intensiv A Dhuafa 2018
7. M. Thoriq Salsabil L Intensiv A Dhuafa 2018
8. Prayoga L 5A (IPA) Dhuafa 2016
9. Romidi L 5A (IPA) Dhuafa 2016
10 Andi Purnomo L 5A (IPA) Dhuafa 2016
11. M. Samsul Maarif L 5A (IPA) Dhuafa 2016
12. Asra L 4B (IPS) Dhuafa 2017
64
13. Sulton Abu Bakar L 4B (IPS) Dhuafa 2017
14. Sefudin L 4B (IPS) Dhuafa 2017
15. Nur Ahmad
Ramadani
L 4B (IPS) Dhuafa 2017
16. Rinto Anggara L 4B (IPS) Dhuafa 2017
17. M. Syafik
Lazuardi
L 4B (IPS) Dhuafa 2017
18. Panji Maulana
Assyiddiqie
L 4B (IPS) Dhuafa 2017
19. Mei sandi L 4B (IPS) Dhuafa 2017
20. Umar Anas L 6E (MAK) Dhuafa 2015
21. M.Idris
Syahruddin
L 6E (MAK) Dhuafa 2015
22. Abil Fajri L 6E (MAK) Dhuafa 2015
23. Eko Bintang
Prayoga
L 6E (MAK) Dhuafa 2015
24. Rahmayana L 6E (MAK) Dhuafa 2015
25. Fathiyah Zahra
Arifin
P 6E (MAK) Dhuafa 2015
26. Yosvi Angrariani
Putri
P 6E (MAK) Dhuafa 2015
27. Lubna Azizah P Intensiv B Dhuafa 2018
28. Annisa Umaroh P Intensiv B Dhuafa 2018
29. Lepia Juniza P Intensiv B Dhuafa 2018
30. Eva Azmul
Karimah
P Intensiv B Dhuafa 2018
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa Darunnajah
Charity telah menyalurkan zakat untuk kaum dhuafa yang ingin
bersekolah di Pondok Pesantren Darunnajah. Indikator yang ke
tiga yaitu cara pemberian zakat untuk pendidikan, program zakat
untuk pendidikan diberikan dalam bentuk beasiswa bagi siswa
65
yang berprestasi dari kalangan keluarga kurang mampu dan anak
yatim Darunnajah Charity pada program beasiswa dhuafa masuk
kegolongan pola tradisonal dan pola kreatif karena pemberian
beasiswanya kepada santri yang kurang mampu diberikan secara
langsung dan berupa alat-alat sekolah (seragam, buku pelajaran,
perlengkapan santri sehari-hari dan sebagainya).
Selain itu setiap penerima besasiswa dhuafa Darunnajah
Charity wajib mengikuti program pengkaderan yang dimiliki
oleh Pondok Pesantren Darunnajah. Dalam hal ini wajib
mengabdi di lembaga Pondok Pesantren Darunnajah baik di
pondok pusat maupun di pondok cabang sesuai dengan prosedur
atau persetujuan yang telah disepakati.
Menurut penulis dengan adanya Darunnajah Charity ini,
sangat membantu bagi mereka yang kurang mampu untuk
mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana masyarakat
pada umumnya. Karena pada dasarnya pondok pesantren itu
sebagai langkah untuk mempersiapkan generasi dimasa yang
akan datang. Dan metode yang dilakukan oleh Darunnajah
Charity ini sudah sangat memenuhi standar dan tidak
memberatkan penerima beasiswa tersebut, karena sudah sesuai
musyawarah dan mufakat para pendiri pondok pesantren
Darunnajah.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Penyaluran
Dana Zakat Untuk Program Beasiswa Dhuafa Pada
Darunnajah Charity Jakarta Selatan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Darunnajah Charity adalah lembaga Darunnajah yang
fokus di bidang sosial dan kemasyarakatan. Darunnajah
Charity menerima donasi dalam berbagai bentuk, baik
zakat, infaq, shadaqah, wakaf ataupun lainnya.
Darunnajah Charity memiliki banyak program sosial
kemasyarakatan. Diantaranya; Beasiswa dhuafa, bakti
sosial, posko bencana alam, dll. Lembaga ini juga
melibatkan santri dalam kegiatannya sehingga santri
dapat belajar peduli dengan sesama dan indahnya
berbagi. Banyak sekali santri, warga, korban bencana
dan pihak-pihak lain yang merasa terbantu dengan
adanya lembaga Darunnajah Charity, dapat pula
disampaikan berkaitan dengan manajemen kelembagaan
zakat di Pesantren Darunnajah yang diolah Lembaga
Darunnajah Charity adalah sistem yang mereka
terapkan dalam pengelolaan dana. Semua dana yang
dihasilkan dari zakat maupun dari dana sekolah dan lain
sebagainya yang menjadi sumber keuangan dikelola
dengan sistem 35% untuk jasa, 35% untuk operasional
& service quality, serta 30% untuk investasi.
67
2. Dalam penyaluran zakat untuk pembiayaan pendidikan
anak-anak dhuafa, ada beberapa proses seleksi yang
harus dilakukan oleh Darunnajah charity yaitu dengan
melakukan survei ke rumah siswa yang bersangkutan
termasuk kepada orang tua siswa untuk menentukan
studi kelayakannya sebagai penerima zakat (mustahiq)
untuk pendidikan. Sedangkan kriteria yang menjadi
penilaian Darunnajah Charity dalam menetapkan
sasaran penerima yang berhak mendapatkan zakat untuk
pendidikan ini yaitu termasuk kategori dhuafa, selain itu
turut diperhatikan oleh pihak Darunnajah Charity,
seperti faktor prestasi siswa bersangkutan, kondisi
keluarga, yang dalam hal ini berkaitan dengan dukungan
orang tua terhadap pendidikan anaknya serta motivasi
belajar anak tersebut. Di samping itu, ahklak juga
menjadi bahan pertimbangan Darunnajah Charity yang
paling penting dalam menyalurkan zakat untuk
pendidikan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan, dalam
hal ini peneliti memberikan saran pada lembaga Darunnajah
Charity:
1. Optimalisasi dana zakat terhadap para mustahik
khususnya bagi kaum dhuafa yang ingin melanjutkan
pendidikan di Pondok Pesantren.
2. Meningkatkan sosialisasi program lembaga Darunnajah
Charity.
68
3. Transparansi dana atau laporan lembaga Darunnajah
Charity agar dapat diketahui oleh masyarakat luas.
4. Meningkatkan kerja sama dengan pemerintah atau
perusahaan swasta untuk kepedulian terhadap pendidikan
kaum dhuafa.
69
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fauzan, Saleh. Fiqih Sehari-hari. Jakarta: Gema Insani Press.
2005.
Ali, Mohammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). 1998.
Al-Jaza’ iri, Syaikh Abu Bakar Jabir. Minhajul Muslim. Jakarta:
Darul Haq. 2006.
Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Pedoman Zakat.
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1999.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah.
2009.
BAMUIS BNI. Bangsa Betah Miskin. Ciputat: Penerbit Institut
Manajemen Zakat. 2011.
Briyah, N. Oneng Nurul. Total Quality Management Zakat.
Ciputat: Wahana Kardofa UMJ. 2012.
Hafidhuddin, Didin. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak,
Shadaqah. Jakarta: Gema Insani Press. 1998.
Huda, Nurul Dkk. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2010.
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid.
Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema. 2014.
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta:
Lentera. 2004.
Munzir, Ibnu. Al Ijma. Jakarta: Akbar Media. 2012.
Nashiruddin, M. Al-Albani. Ringkasan Shahih Muslim,
Penerjemah Elly Lathifah. Jakarta: Gema Insani Press.
2005.
70
Permono, Sjechul Hadi. Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka
Pembangunan Nasional. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1992.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2003.
Qardawi, Yusuf. Hukum Zakat diterjemahkan Salman Harun
DKK dari kitab Hukm Al-Zakah. Bandung: Mizan. 1996.
. Hukum Zakat. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.
2006.
Ritonga, A Rahman dan Zainuddin. Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya
Media Pratama. 2002.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunah 1. Jakarta: Pena. 2006.
Saidi, Zaim. Reinterprestasi Pendayagunaan ZIS Menuju
Efektifitas Pemanfaatn Zakat, Infak dan Sedekah, Jakarta:
Paramedia. 2004.
Saleh, Hassan. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer.
Jakarta: Rajawali Pres. 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2008.
71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Foto bersama sekretaris Pondok Pesantren Darunnajah Ustadz Imam Khairul
Annas L.c dan bersama ketua Darunnajah Charity Ustadz Nasirin
Foto bersama ketua dan bagian administrasi Darunnajah Charity Ustadz
Nasirin dan Ustadz Tanri Wicaksono