penyalahgunaan napza

36
PENYALAHGUNAAN NAPZA (BLOK NEUROPSIKIATRI)

Upload: vita-madmo

Post on 18-Dec-2015

99 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

benzodiazepin, canabis dan alkohol

TRANSCRIPT

PENYALAHGUNAAN NAPZA (Blok Neuropsikiatri)

PENYALAHGUNAAN NAPZA(Blok Neuropsikiatri)

PENDAHULUAN

NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.Menurut UU No.22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.

EPIDEMIOLOGI SECARA UMUM

KLASIFIKASIUndang-undang yang mengatur tentang narkotika adalah UU RI No. 22 tahun 1997. Menurut undang-undang ini, narkoba jenis narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:Golongan I, berpotensi sangat kuat dalam menimbulkan ketergantungan dan dilarang untuk pengobatan.Contoh:opium, heroin, dan ganjaGolongan II,berpotensi kuat dalam menimbulkan ketergantungan dandigunakan secara terbatas untuk pengobatan. Contoh: petilidin, candu, dan betametadolGolongan II,berpotensi ringan dalam menimbulkan ketergantungan danbanyak digunakan untuk pengobatan. Contoh: asetil dihidrocodeina, dokstroproposifen, dan dihidrocodeinaMenurutUndang-Undang No. 5 tahun 1997,narkoba jenis psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu:Golongan I, mempunyai potensi yang sangat kuat dalam menyebabkan ketergantungan dan dinyatakan sebagai barang terlarang. Contoh: ekstasi (MDMA = 3,4-Methylene-Dioxy Methil Amphetamine), LSD (Lysergic Acid Diethylamid), dan DOM.Golongan II, mempunyai potensi yang kuat dalam menyebabkan ketergantungan. Contoh: amfetamin, metamfeamin (sabu), dan fenetilin.Golongan III, mempunyai potensi sedang dalam menyebabkan ketergantungan, dapat digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter. Contoh: amorbarbital, brupronorfina, dan mogadon (sering disalahgunakan).Golongan IV, mempunyai potensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan, dapat digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter. Contoh: diazepam, nitrazepam, lexotan (sering disalahgunakan), pil koplo (sering disalahgunakan), obat penenang (sedativa), dan obat tidur (hipnotika).Adapun terkait zat aditif lain, terdapat 3 golongan minuman beralkohol :Golongan A : kadar etanol 1 5 % ( Bir ). Golongan B : kadar etanol 5 20 % ( Berbagai minuman anggur )Golongan C : kadar etanol 20 45 % ( Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker).

KARAKTERISTIKGANJA (KANABIS;MARIYUANA)Kanabis dikenal di Asia Tengah dan Cina selama setidaknya 4000 tahun. Tanaman ini merupakan tanaman rami Cannabis sativa yang berasal dari India. Tanaman ini merupakan suatu herbal yang aromatic yang tumbuh setiap tahun. Zat bioaktif turunannya secara kolektif disebut dengan kanabis. Kanabis merupakan salah satu zat terlarang yang sering digunakan. Semua bagian Cannabis sativa mengandung kanabioid psikoaktif, diantaranya yang paling banyak adalah (-)-9-tetrahidrokanabiol (9-THC). Bentuk kanabis paling poten berasal dari kuncup bunga tanaman tersebut atau dari eksudat getah kering berwarna hitam-kecoklatan dari daunnya (hashish atau hash). Tanaman kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dicincang, dan digulung menjadi rokok (joints) yang kemudian dihisap. Adapun nama lazim yang sering digunakan adalah mariyuana, grass, pot, weed, teh dan Mary Jane. Nama lain yang menggambarkan tipe kanabis dengan berbagai kekuatan adalah hemp, chasra, bhang, ganja, dagga, dan sinsemilla.

RESEPTOR GANJAReseptor spesifik untuk kanabiol adalah anggota family reseptor terkait protein G, berikatan dengan protein G inhibitorik, yang berkaitan dengan adenilil siklase secara inhibitorik. Reseptor kanabioid ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di ganglia basalis, hipokampus dan cerebellum, serta ditemukan dalam konsentrasi yang rendah pada korteks serebri. Kanabis tidak ditemukan di batang otak, hal tersebut dibuktikan dengan adanya efek minimal terhadap sistem respirasi dan kardio. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa kanabioid mempengaruhi neuron monoamine dan asam aminobutirat.

EFEK GANJA TERHADAP FUNGSI ORGANBeberapa penelitian lain juga menyebutkan bahwa kanabioid menstimulasi pusat rewardotakk, seperti neuron dopaminergik di area tegmental ventral, namun hal ini masih diperdebatkan. Gejala putus obat yang dapat diamati adalah peningkatan iritabilitas sedang, gelisah, insomnia, anoreksia, serta mual ringan. Apabila kanabis dikonsumsi dalam bentuk rokok, efek euforik akan terlihat dalam hitungan menit, memuncak kira-kira pada 30 menit, dan bertahan selama 2-4 jam. Beberapa efek motorik dan kognitif berlangsung selama 5-12 jam. Kanabis juga dapat dikonsumsi dalam bentuk makanan. konsumsi kanabis per oral harus sekitar 2-3 kali lipat dosis agar memiliki potensi yang sama dengan kanabis yang dihirup. BENZODIAZEPINGangguan terkait dengan penggunaan benzodiazepine dikategorikan dalam gangguan yang terkait sedative-hipnotik atau sedative-ansiolitik. Adapun indikasi penggunaan obat ini adalah sebagai antiepilepsi, anastetik, dan adjuvant anastetik. Adanya ketergantungan fisik dan psikologis terjadi pada semua jenis obat, dan semua dikaitkan dengan gejala putus obat. Adapun contoh obat-obatan yang termasuk golongan benzodiazepine adalah diazepam, flurazepam, oksazepam, dan klordiazepoksid. Benzodiazepin terutama digunakan sebagai ansiolitik, antiepileptic, dan anastetik, serta digunakan sebagai penatalaksanaan gejala putus alcohol.KERJA BENZODIAZEPINHamper semua efek benzodiazepine dihasilka dari kerja obat-obat ini pada SSP. Efek yang paling menonjol adalah aktivitas sedative, hypnosis, ansiolitik, relaksan otot, anterograde amnesia, dan antikonvulsan. Hanya dua efek obat-obat ini yang muncul akibat kerja pada jaringan perifer, yaitu vasodilatasi koroner (terlihat setelah pemberian IV dosis terapeutik) dan blockade neuromuscular (pada dosis tinggi).Senyawa benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi neuronal yang sama seperti dihasilkan oleh barbiturate dan anastetik yang mudah menguap. Semua senyawa benzodiazepine memiliki profil farmakologis yang sangat mirip. Sejalan dengan peniingkatan dosis benzodiazepine, efek sedasi akan meningkat menjadi hypnosis dan kemudian menjadi stupor. Literature klinis sering menyebut efek anastetik dan menggunakan senyawa benzodiazepine tertentu, tetapi obat-obat ini tidak memiliki efek anastetik umum. Penelitian-penelitian terbaru terkait basis molekuler untuk sejumlah subtype reseptor benzodiazepine memberikan dasar pemikiran untuk berusaha memisahkan kerja ansiolitik obat-obat ini dari efek sedative/hipnotinya. Pengukuran ansietas dan sedative sulit dilakukan pada manusia, dan validasi model hewan untuk ansietas dan sedative kurang jelas. Keberadaan berbagai reseptor benzodiazepine sebagian dapat menjelaskan keragaman respons farmakologis pada spesies-spesies berbeda.TARGET BENZODIAZEPINBenzodiazepine memiliki efek terapeutik melalui interaksinya dengan reseptor neurotransmitter inhibitori yang secara langsung diaktivasi oleh GABA. Reseptor GABA merupakan protein terikat membrane yang dapat dibagi menjadi dua subtype utama yaitu reseptor GABAA dan reseptor GABAB. Reseptor GABAA ionotropik terdiri dari lima subunit yang bersama-sama membentuk saluran klorida yang utuh, reseptor ini bertanggung jawab atas sebagian besar neurotransmisi inhibitorik di SSP. Reseptor GABAB metabotropik dipasangkan pada mekanisme transduksi sinyalnya oleh protein G.Senyawa benzodiazepine hanya memodulasi efek GABA. Benzodiazepine dan analog GABA berikatan pada tempatnya masing-masingpada membrane otak dengan afiitas nanomolar. Benzodiazepine memodulasi ikatan GABA dan GABA mengubah ikatan benzodiazepine secara alosterik. Efek benzodiazepine pada perilaku dan elektrofisiologis juga dapat dikurangi atau dicegah dengan penanganan pendahuluan dengan antagonis pada tempat ikatan GABA. EFEK TERHADAP ORGANDosis hipnotik benzodiazepine tidak memiliki efek terhadap pernapasan , namun efek pada pernapasan perlu diperhatikan pada pasien anak-anak, pasien dengan gangguan fungsi hepar, dan alkoholisme. Pada dosis yang lebih tinggi dapat terjadi depresi ventilasi alveolar dan menyebabkan asidosis respirtorik akibat hipoksia. Benzodiazepine juga dapat memicu episode apnea selama tidur REM.Adapun efek benzodiazepine pada kardiovaskuler sangat sedikit pada orang normal, kecuali pada intoksikasi berat. Pada dosis praanastetik, dapat mengurangi tekanan darah dan meningkatkan denyut jantung. Efek pada gastrointestinal, diazepam dapat mengurangi sekresi gastric pada malam hari.

ALKOHOLDefinisi intoksikasi bervariasi tergantung negara bagian dan negaranya. Di Amerika Serikat, kebanyakan negara bagian menetapkan kadar etanol yang dianggap sebagai intoksikasi adalah 80-100mg/dl. Adapun cara pengukuran kadar alkohol yang saat ini digunakan adalah dengan pengukuran kadar dalam udara yang dihembuskan, meskipun alcohol dapat diukur dalam saliva, urin, keringat, dan darahEPIDEMIOLOGIKurang lebih 30-45% penduduk dewasa di Amerika Serikat pernah mengalami sedikitnya 1 episode singkat permasalahan terkait alcohol. Umumnya suatu episode amnesik terinduksi alcohol seperti blackout, mengendarai sepeda motor saat terintoksikasi (DWI), atau membolos sekolah atau kerja karena minum berlebihan. Sekitar 10 % wanita dan 20% laki-laki memenuhi criteria diagnosis penyalahgunaan alcohol selama masa hidupnya, dan 3-5% wanita serta 10% laki-laki memenuhi kritera diagnosis ketergantungan alcohol yang lebih serius sepanjang hidup. Sekitar 200.000 kematian tiap tahun berhubungan dengan penyalahgunaan alcohol.

TARGET ALKOHOLAlcohol dapat mengganggu keseimbangann yang baik yang terdapat antara pengaruh eksitatorik dan inhibitorik dalam otak. Kondisi ini dapat menyebabkan ansiolisis, ataksia, dan sedasi setelah konsumsi alcohol. Alcohol dapat meningkatkan neurotransmisi inhibitorik atau mengantagonis neurotransmisi eksitatorik. Etanol diduga dapat mengganggu lipid membrane sel secara tidak spesifik, namun penelitian terbaru mengindikasikan bahwa alcohol memiliki efek pada protein. Sejumlah tipe saluran ion yang berbeda di SSP peka terhadap etanol, termasuk saluran-saluran yang diatur protein G serta saluran ion bergerbang tegangan. Mediator utama neurotransmisi inhibitorik di otak adalah reseptor GABAA bergerbang ligan yang fungsinya ditingkatkan sejumlah obat sedative-hipnosis dan anastetik. Reseptor asetilkolin nikotinik neuron kemungkinan juga merupakan target molekuler utama kerja alcohol. Sehingga terhadap hubungan antara konsumsi alcohol dan merokok. Selain itu, alcohol juga terkait dengan peningkatan fungsi reseptor serotonin 5-HT3.Reseptor glutamate ionotropik eksitatorik dibagi menjadi golongan reseptor NMDA dan non-NMDA (subtype reseptor kainat dan reseptor AMPA). Etanol diketahui dapat menghambat fungsi subtype reseptor NMDA dan subtype reseptor kainat. Adapun subtype reseptor AMPA sebagian besar resisten terhadap alcohol. Reseptor NMDA berperan dalam munculnya potensiasi jangka panjang (LTP), yaitu neuroplastisitas. Etanol dapat menghambat LTP, meskipun mekanismenya tidak selalu terkait reseptor NMDA. Pada kasus alkoholisme terjadi penurunan aktivitas adenilil siklase yang diperantarai oleh protein G. INTOKSIKASI ALKOHOLPada konsentrasi etanol 20-30mg/dl dalam darah, dapat terjadi peningkatan waktu reaksi, berkurangnya control motorik halus, impulsivitas, dan gangguan penilaian. Lebih dari 50% orang akan mengalami intoksikasi dari alcohol pada konsentrasi dalam darah sebesar 150 mg/dl. Sedangkan pada kasus yang fatal, konsentrasi rata-rata adalah 400mg/dl.GAMBARAN KLINIS SECARA UMUM

KRITERIA DIAGNOSISMenurut PPDGJ III: F1x.0 Diagnosis Intoksikasi AkutSering dikaitkan dengan: tingkat dosis zat yang digunakan. Individu dengan kondisi organic tertentu yang mendasari yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proporsional.Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan.Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.Kode lima karakter berikut digunakan untuk enunjukkan apakah intoksikasi akut itu disertai dengan suatu komplikasi:Menurut PPDGJ III: F1x.1 Penggunaan Yang MerugikanAdanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik atau mentalPola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkanTidak ada sindrom ketergantungan, gangguan psikotik, atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alcoholMenurut PPDGJ-III: F1x.2 Diagnosis Ketergantungan ZatDiagnosis ketergantungan zat pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala di bawah ini yang dialami dalam masa setahun sebelumnya:Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zatKesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat sejak awal, usaha penghentian atau tingkat penggunaannyaKeadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau penguranagn, terbukti orang tersebut menggunakan zat atau golongan yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zatAdanya bukti toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan opiat yang secara rutin setiap hari menggunakan zat tersebut secukupnya untuk mengendalikan keinginannya).Secara progresif mengabaikan alternatif menikmati kesenangan kerana penggunaan zat psikoaktif yang lain, meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau pulih dari akibatnyaTerus menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati kerana minum alkohol berlebihan,keadaan depresi sebagai akibat penggunaan yang berat atau hendaya fungsi kognitif akibat menggunakan zat, upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat bersungguh-sungguh atau diharapkan untuk menyadari akan hakikat dan besarnya bahaya.Menurut PPDGJ III: F1x.3 Keadaan Putus ZatKeadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus dipertimbangkanKeadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan alas an rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian medis secara umumGejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini. Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zatTATALAKSANA

KANABISPengobatan pemakaian kanabis terletak pada prinsip yang sama dengan pengobatan penyalah-gunaan substansi lain-abstinensia dan dukungan. Abstinensia dapat dicapai melalui intervensi langsung, seperti perawatan di rumah sakit, atau melalui monitoring ketat atas dasar rawat jalan dengan menggunakan skrining obat dalam urine, yang dapat mendeteksi kanabis selama tiga hari sampai empat minggu setelah pemakaian. Dukungan dapat dicapai dengan menggunakan psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok. Pendidikan harus merupakan inti untutk program abstinensia dan dukungan, karena pasien yang tidak mengerti alasan intelektual untuk mengatasi masalah penyalahgunaan substansi menunjukkan sedikit motivasi untuk berhenti. Untuk beberapa pasien suatu obat antiansietas mungkin berguna untuk menghilangkan gejala putus zat jangka pendek. Untuk pasien lain penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan gangguan depresi dasar yang mungkin berespons dengan terapi antidepresan spesifik.

BENZODIAZEPINPenanganan terhadap gejala putus obat benzodiazepine dapat berlangsung lama, karena benzodiazepine dieliminasi dari tubuh secara lambat, dapat berlangsung hingga beberapa minggu. Untuk mencegah adanya kejang dan gejala putus obat lain, pengurangan dosis dapat dilakukan secara bertahap. Adapun pedoman penanganan gejala putus obat benzodiazepine adalah:Evaluasi dan tangani kondisi medis daan psikiatri yang terjadi bersamaanDapatkan riwayat zat serta sampel urin dan darah untuk pemeriksaan zat dan etanolTentukan dosis benzodiazepine yang diperlukan untuk stabilisasi, dipandu riwayat, tampilan klinis, pemeriksaan zat etanol, dan dosis percobaanDetoksifikasi dari dosis supraterapetik:Rawat inap bila terdapat indikasi medis atau psikiatri, dukungan sosial buruk, atau ketergantungan polizat atau pasien tidak dapat diandalkanPeralihan ke benzodiazepine yang lebih lama untuk keadaan putus zat, atau bisa dengan pemberian obat yang dikonsumsi atau fenobarbitalSetelah stabilisasi, kurangi dosis 30% pada hari kedua atau ketiga dan evaluasi responsnyaKurangi dosis lebih lanjut sebesar 10-25% tiap beberapa hari bila ditoleransiGunakan pengobatan adjuvant bila perlu, seperti karbamazepin, antagonis reseptor -adrenergik, asam valproat, klonidin, dan antidepresan Detoksifikasi dari dosis terapetik:Mulai pengurangan dosis sebesar 10-25% dan evaluasi responsDosis, durassi terapi, dan keparahan anxxieetas mempengaruhi kecepatan penurunan serta perlunya pengobatan adjuvantSebagian pasien mengalami penghentian tanpa penyulitIntervensi psikologis dapat membantu pasien dalam detoksifikasi dari benzodiazepine serta pada penatalaksanaan jangka panjang anxietasALKOHOLPsikoterapi memusatkan pada alasan seseorang mengapa minum. Fokus spesifik adalah dimana pasien minum, dorongan premotivasi dibelakang minum, hasil yang diharapkan dari minum, dan cara alternatif untuk mengatasi situasi tersebut. Melibatkan pasangan yang tertarik dan bekerja sama dalam terapi bersama (conjoint therapy) untuk sekurangnya satu sesion adalah sangat efektif.Medikasi utama untuk mengendalikan gejala putus alkohol adalah benzodiazepin. Penelitian menunjukkan bahwa benzodiazepin membantu mengontrol aktivitas kejang, delirium, kecemasan, dan tremor yang berhubungan dengan putus alkohol. Benzodiazepin dapat diberikan peroral maupun parenteral. Diazepam (Valium) ataupun chlordiazepoxide (Librium) tidak boleh diberikan IM karena adanya absorbsi yang menentu dari obat jika diberikan dengan cara tersebut. Benzodiazepin dititrasi mulai dosis tinggi dan menurunkan dosis saat pasien pulih. Benzodiazepin dalam jumlah yang cukup harus digunakan untuk menjaga pasien tetap tenang dan tersedasi.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa carbamazepine (Tegretol) dalam dosis 800 mg sehari sama efektifnya dengan benzodiazepin dan mempunyai manfaat tambahan kemungkinan penyalahgunaan yang minimal.REHABILITASI

Setelah menjalani detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani Rehabilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi.Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZAPulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinyaMampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baikDapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerjaDapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di lingkungannya.DAFTAR PUSTAKAAnderson, Peter & Ben Baumberg., 2006. Alcohol in Europe: A Public Health perspective. Health & Consumer Protection- Directorate General-Europe CommissionDavison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo PersadaDepartemen Kesehatan RI., 2013. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-III), Direktorat Jenderal Pelayan Medik. Cetakan PertamaMaramis WF, Maramis AA., 2009. Catatan Buku Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University PressPoernamasari, Ida Oetari., 2014. Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba. Buletin Jendela Data dan Informasi KesehatanSadock, BJ., 2007. Kaplan & Sadocks Synopsis Of Psychiatry 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & WilkinsSadock, BJ & Sadock VA., 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & WilkinsWHO., 2010. ATLAS of Substance Use Disorders: Resources for the prevention and treatment of SUD. Country Profil IndonesiaWHO., 1996. Rational Use of Benzodiazepin. Programme on Substance AbuseBuku Pedoman Praktis Mengenai Penyalahgunaan NAPZA bagi Petugas Puskesmas