penyakit paru obstruksi kronis

Upload: alif-yanur-abidin

Post on 16-Jul-2015

274 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Project Based Learning PPOK PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

OLEH : ALIF YANUR ABIDIN 105070200111021

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

Kasus Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampa pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA.Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Pada saat dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart, Menurut anaknya Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun. Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil RR: 29 x/menit, ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest, Pernafasan cuping hidung, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus, nadi: 115 x/menit, regular, tekanan darah: 145/100 mm Hg, Suhu: 37,5C. akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3. Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang. Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa O2: 79%, PH: 7,25, H CO3 -: 20 mEq/L, Therapi: IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer: Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1:1:2, Venturi Masker 6 lpm. SLO 1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi PPOK 2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan pembagian derajat PPOK 3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi PPOK 4. Mahasiswa mampu menjelaskan factor risiko PPOK 5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofiosiologi PPOK 6. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis PPOK 7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi PPOK 8. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostic PPOK

9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan PPOK a. Umum b. Obat c. Terapi O2 d. Rehabilitasi e. Asuhan keperawatan

A. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum (Mangunnegoro H, Amin dkk.. 2004). Penyakit yang bisa dicegah dan diobati serta mempunyai efek ekstrapulmoner yang mempengaruhi beratnya penyakit.(Global Initiative for Chronic Obstruktive Lung Disease (GOLD) 2006). penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI.2003). PPOK adalah penyakit berkarakteristik pembatasan aliran udara ekspirasi pada saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan inflamasi abnormal terhadap gas dan partikel berbahaya. (Puspita et al, 2010) PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadi obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkitis kronik maupun asma, tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernapasan (Rab Tabrani, 2010). Bronkitis kronik : Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

B. Etiologi dan pembagian derajat

Faktor lingkungan : merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien memiliki asma kronis yang tidak terdiagnosisdan tidak diobati. Genetik : defisiensi anitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK Di Amerika Serikat, iritasi yang paling umum yang menyebabkan PPOK adalah asap rokok. Pipa, cerutu, dan jenis-jenis asap rokok juga dapat menyebabkan COPD, terutama jika asap yang dihirup.(National Heart Lung and Blood.2010)

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK dibagi atas 4 derajat : 1. PPOK Ringan: biasanya tanpa gejala, faal paru VEP1/KVP < 70% 2. PPOK Sedang: VEP1/KVP < 70%, atau 50% =< VEP1 < 80% prediksi 3. PPOK Berat: VEP1/KVP < 70%, atau 30%= 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan : - Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 - Bronkodilator adekuat - Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur - Antioksidan - Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : - Sesak napas dengan atau tanpa sianosis - Sputum bertambah dan purulen - Demam - Kesadaran menurun

H. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan rutin a) Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

b) Darah rutin Hb, Ht, leukosit

c)

Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : - Hiperinflasi - Hiperlusen - Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

2. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) a) Faal paru - Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

b) Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle) - Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

c) Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

d) Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

e) Analisis gas darah Terutama untuk menilai : - Gagal napas kronik stabil - Gagal napas akut pada gagal napas kronik

f) Radiologi - CT Scan resolusi tinggi - Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos - Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru

g) Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

h) Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan

i) Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

j) Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

I. Penatalaksanaan

1. Umum Tujuan penatalaksanaan : - Mengurangi gejala - Mencegah eksaserbasi berulang - Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru - Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : a. Edukasi b. Obat - obatan c. Terapi oksigen d. Ventilasi mekanik e. Nutrisi f. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi

paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK : a. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan b. Melaksanakan pengobatan yang maksimal c. Mencapai aktiviti optimal d. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah a. Pengetahuan dasar tentang PPOK b. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya c. Cara pencegahan perburukan penyakit d. Menghindari pencetus (berhenti merokok) e. Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala priority bahan edukasi sebagai berikut : a. Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

b. Pengunaan obat obatan - Macam obat dan jenisnya - Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ) - Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja ) - Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya c. Penggunaan oksigen - Kapan oksigen harus digunakan - Berapa dosisnya - Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen d. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen e. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi : - Batuk atau sesak bertamba - Sputum bertambah - Sputum berubah warna f. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi g. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit : Ringan - Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel - Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok - Segera berobat bila timbul gejala Sedang - Menggunakan obat dengan tepat - Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

- Program latihan fisik dan pernapasan Berat - Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi - Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan - Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat a. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator : - Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). - Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. - Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. - Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : - Lini I : amoksisilin makrolid - Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat Sefalosporin Kuinolon makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih - Amoksilin dan klavulanat - Sefalosporin generasi II & III injeksi - Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas - Aminoglikose per injeksi - Kuinolon per injeksi - Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

3. Terapi O2 Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen - Mengurangi sesak - Memperbaiki aktiviti - Mengurangi hipertensi pulmonal - Mengurangi vasokonstriksi - Mengurangi hematokrit - Memperbaiki fungsi neuropsikiatri - Meningkatkan kualiti hidup Indikasi - Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% - Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain Macam terapi oksigen : - Pemberian oksigen jangka panjang - Pemberian oksigen pada waktu aktiviti - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak - Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan : - Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT ) - Pemberian oksigen pada waktu aktiviti - Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Alat bantu pemberian oksigen - Nasal kanul - Sungkup venture - Sungkup rebreathing - Sungkup nonrebreathing Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

4. Rehabilitasi Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : - Simptom pernapasan berat - Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

- Kualiti hidup yang menurun Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.

a. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan : - Peningkatan VO2 max - Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik - Peningkatan cardiac output dan stroke volume - Peningkatan efisiensi distribusi darah - Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan : 1) Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.

2) Endurance exercise Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi

karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ

menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya. Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control kardiovaskuler.

5. Asuhan keperawatan

Pengkajian A. Identitas Klien Nama Usia : Tn K : 65 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

B. Status kesehatan saat ini 1. Keluhan utama : Sesak nafas ( ketika berjalan dan mengangkat benda-

benda berat bertambah sesak), batuk berdahak berwarna putih kental. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Lama keluhan Kualitas keluhan Faktor pencetus Faktor pemberat : sejak 23.15, batuk sejak 3 bulan yang lalu : berat : : merokok

Upaya yang telah dilakukan : di bawa k UGD RSSA Diagnosa medis : PPOK

C. Riwayat kesehatan saat ini

Pasien datang ke UGD dengan keluhan sesak nafas sejak jam 23.15 setelah kehujanan satu hari yang lalu. Nafas pasien bertambah terasa sesak sekali dan berbunyi ngik-ngik bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Selain itu pasien juga mengalami batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental.

D. Riwayat kesehatan terdahulu Memiliki kebiasaan merokok rata-rata 1 pak per hari selama 20 tahun.

E. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : sesak nafas, batuk Kesadaran : sadar penuh TTV : - TD : 145/100 mmHg - Nadi : 115 x/menit 2. Kepala dan Leher mulut : sianosis pada mukosa bibir hidung : pernafasan cuping hidung 3. Thorak & dada Paru Inspeksi Palpasi : bentuk dada barrel chest : terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area - Suhu : 37,5 C - RR : 29 x/menit

supraklavikular dan sternocleidomastoideus Auskultasi : ronki dan wheezing terdengar di kedua lapang paru 4. Kulit & kuku Kulit : akral dingin dan berkeringat Kuku : CTR : 3 detik

F. Hasil pemeriksaan penunjang Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang.

Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70 mmHg, Sa O2: 79%, PH: 7,25, H CO3 -: 20 mEq/L.

G. Terapi IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer: Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1:1:2, Venturi Masker 6 lpm.

H. Kesimpulan Pasien mengalami tanda dan gejala PPOK. Analisa Data DO : RR = 29 x/menit Rhonki & wheezing Sianosis pd mukosa bibir Batuk produktif Gelisah DS : sesak nafas Etiologi Faktor Resiko Iritasi jalan nafas Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan Peningkatan sel-sel goblet Penurunan silia Peningkatan produksi sputum PPOK Batuk tidak efektif Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Faktor Resiko Iritasi jalan nafas Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan Peningkatan sel-sel goblet Masalah Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

DO : RR = 29 x/ menit N = 115x/menit TD = 145/100 mmHg Pernafasan cuping hidung Gelisah Sianosis pada mukosa bibir DS : sesak nafas

Gangguan pertukaran gas

Penurunan silia Peningkatan produksi sputum PPOK Bronkiolus menyempit dan tersumbat Obstruksi (kerusakan) alveoli Penurunan venrilasi paru Kerusakan campuran gas Ketidaksamaan ventilasi perfusi hipolsemia Gangguan pertukaran gas Faktor Resiko Iritasi jalan nafas Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan Peningkatan sel-sel goblet Penurunan silia Peningkatan produksi sputum PPOK Bronkiolus menyempit dan tersumbat Nafas pendek Gg pola nafas Ketidakefektifan pola nafas Diagnosa Keperawatan

DO : RR = 29x/menit penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus pernafasan cuping hidung

Ketidakefektifan pola nafas

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd mukus dalam jumlah berlebih. 2. Gangguan pertukaran gas bd Perubahan membran alveolar. 3. Ketidakefektifan pola nafas bd nafas pendek dan produksi sputum.

Intervensi

1.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd mukus dalam jumlah berlebih Tujuan : dalam 1 x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif. KH : frekuensi nafas normal (16 20 x/menit) tidak sesak tidak ada sputum batuk berkurang

Intervensi a. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, misal mengi, krekel, rhonki.

R : Mengkaji kemungkinan spasme bronkus yang menyebabkan obstruksi jalan nafas dan dapat menimbulkan adanya bunyi nafas. b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi. R : Takipnea biasanya menunjukkan adanya tanda infeksi akut. c. Kaji pasien untuk posisi nyaman. R : Posisi yang nyaman dapat mempermudah dalam pernapasan. d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir. R : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea. e. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.

R : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. f. Kolaborasi : memberikan obat sesuai indikasi (bronkodilator, steroid, antitusif, ekspektoran). R : obat yang sesuai indikasi membantu mengefektifkan kembali bersihan jalan nafas.

2.

Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran alveolar. Tujuan : dalam 1 x 24 jam gangguan pertukaran gas pasien teratasi.

KH

: - frekuensi nafas normal (16-20 x/menit) Melaporkan penurunan dipsnea Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran eskspirasi

Intervensi a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir. R : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. R : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas unttuk menurunkan kolaps jalan nafas, dipsnea dan kerja nafas. c. Kaji secara rutin kulit dan warna membran mukosa. R : sianosis dapat digunakan untuk mengevaluasi beratnya hipoksia. d. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan. R : Adanya bunyi nafas mengindikasikasikan spasme bronkus/ tertahannya sekret. e. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi. R : Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.

3. Ketidakefektifan pola nafas bd nafas pendek dan produksi sputum. Tujuan : dalam 1 x 24 jam dihapkan pola nafas pasien kembali efektif. KH : - memperliharkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam aktivitas. Menggunakan pelatihan otot-otot inspirasi seperti yang diharuskan. Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik sera menggunakan hanya ketika sesk nafas dan saat melakukan aktivitas.

Intervensi a. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir dirapatkan. R : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.

b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. R : Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebih. c. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan. R: Menguatkan dan mengkoordinasikan otot-otot pernafasan.

Evaluasi.

1. -

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd mukus dalam jumlah berlebih Pasien mengatakan tidak sesak Pada saat batuk produksi sputum berkurang Frekuensi nafas normal (16-20 x/menit)

2. -

Gangguan pertukaran gas bd perubahan membran alveolar. Tidak dipsnea Tidak ada sianosis Frekuensi nafas normal

3. -

Ketidakefektifan pola nafas bd nafas pendek dan produksi sputum. Pasien mengatakan sudah bisa menggunakan pernafasan diafragma dan bibir dirapatkan.

-

Klien menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernafas.

Daftar PustakaBare, B, & Smeltzer, S. (1996) Brunner dan. Suddarth yang Textbook of Medical-Bedah Perawatan (Edisi 8). Philidelphia, PA: Lippincott-Raven Publishers.

Brannon, et al, 1993. Bulletin of Environmental Contamination and Toxicology. Effects Of Sediment Organic Carbon on Distribution of Radiolabeled Fluorathene and PCBs Among Sediment, Interstitial Water, and Biota. US Army Engineer Research and Development Center.

Davey Patrick, Rahmalia Annisa dkk.ed.2005.Medicine at a glance.Jakarta:Erlanga.

Mangunnegoro H, Amin M, Yunus F, Abdullah A, Widjaja A, Surjanto E dkk.. PPOK pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Edisi revisi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2004.p.vii.

PDPI (Persatuan Dokter Paru Indonesia).2003.PPOK: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia

People

science

health.2010.National

Heart

Lung

and

blood

institute.

http://www.nhlbi.nih.gov. Diakses tanggal 29 febuari 2012 pukul 1.07

PPOK LI. (2007). American Lung Association.

Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info media, Jakarta.