penyakit parkinson

35
PBL BLOK 21 Penyakit Parkinson Igri Septiani Ryska NIM : 102010318 Kelompok : B2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi : Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat (11470) Pendahuluan Penyakit parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan ketidakteraturan pergerakan (movement disorder), tremor pada saat istirahat, kesulitan pada saat memulai pergerakan, dan kekuatan otot. Tanda- tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom. 1 1

Upload: enrico-esbianto-syahputra

Post on 12-Sep-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lkdklskv

TRANSCRIPT

PBL BLOK 21Penyakit ParkinsonIgri Septiani RyskaNIM : 102010318Kelompok : B2Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat (11470)

Pendahuluan Penyakit parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan ketidakteraturan pergerakan (movement disorder), tremor pada saat istirahat, kesulitan pada saat memulai pergerakan, dan kekuatan otot. Tanda- tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.1 Penyakit parkinson terjadi diseluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5-10% orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1% diseluruh dunia dan 1,6% di Eropa, meningkat dari 0,6% pada usia 60-64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85-89 tahun. Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-seusia dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik diluar negeri maupun didalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.1 Anamnesis Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri :1. Sejak kapan mulai 2. Sifat dan beratnya 3. Lokasi dan penjalarannya 4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya)5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut.6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya.7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan. 8. Perjalanan keluhan, apakan menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya. Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut :1. Nyeri kepala : apakah anda menderita sakit kepala ? bagaimana sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus ? dimana lokasinya ? apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering ? apakah sampai menggangu aktivitas sehari-hari ?2. Muntah : apakakh disertai rasa mual atau tidak ? apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil) ?3. Vertigo : pernahkah anda merasakans seolah sekeliling anfa bergerak, berputar atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar ? apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan oerubahan sikap ? apakah disertai rasa mual atau muntah ? apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis) ?4. Gangguan penglihatan (visus) : apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu atau kedua mata ? apakah anda melihat dobel (diplopia) ?5. Pendengaran : adakah perubahan pada pendengaran anda ? adakah tinitus (bunyi berdenging/berdesis pada telinga) ?6. Saraf otak lainnya : adakah gangguan penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan diwajah ? adakah kelemahan pada otot wajah ? apakah bicara jadi cadel dan pelo ? apakah suara anda berubah, jadi serak atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia) ? apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria) ? apakah sulit menelan (disfagia) ?7. Fungsi luhur bagaimana dengan memori ? apakah anda jadi pelupa ? apakah anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia, sensorik) ? bagaimana dengan kemampuan membaca (aleksia). Apakah emnjadi suit membaca, dan memahami yang anda baca ? bagaimana dengan kemampuan menulis berubah, bentuk tulisan berubah ?8. Kesadaran : pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak menetahui apa yang terjadi sekitar anda ? pernahkah anda mendadak merasa lemah dan seperti mau pingsan (sinkop) ?9. Motorik : adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan, lengan, kaki, tungkai) ? bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap, atau berkurang ? apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan ? adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor, tik) ? 10. Sensibilitas : adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas ? adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar ? dimana tempatnya ? apakah rasa tersebut menjalar ?11. Saraf otonom : bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido) anda ? adakah retensio atau inkontinensia urin atau alvi ?3Disamping data yang bersifat saraf ini, perlu pula dijajaki adanya keluhan lain, yang bukan merupakan keluhan saraf dalam arti kata sempit, namun mungkin ada angkut pautnya dengan kelainan saraf yang sedang diderita. Misalnyam, kelainan jantung, paru, tekanan darah tinggi, dan penyakit diabetes.2 Selain itu, keadaan sosial, ekonomi, dan pekerjaan perlu ditelusuri, demikian juga keadaan keluarga, dan penyakit yang bersifat herediter. Diakui bahwa daftar pertanyaan atau yang dapat ditelusuri banyak sekali dan dapat diperbanyak lagi, namun pemakaiannya tergantung pada keadaan pasien.2Pemeriksaan Fisik Pada tiap penderita dengan kesadaran yang menurun atau koma harus dilakukan pemeriksaan yang sistematis. Hal ini akan menghemat waktu dan menghindarkan kekhilafan serta pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu. Pemeriksaan harus mencakup : anamnesis, pemeriksaan umum, neurologis, dan laboratorium (penunjang). a. Anamnesis Harus ditanyakan kepada orang yang mengetahui (allo-anamnesis) apakah ada : Trauma kepala Gangguan konvulsif (kejang), epilepsi Diabetes mellitus (penyakit gula), pengobatan dengan obat hipoglikemis, insulin. Penyakit ginjal, hati, jantung, paru. Perubahan mengenai suasana hati (mood), tingkah laku, ikiran, depresi. Penggunaan obat, atau penyalah gunaan zat. Alergi, gigitan serangga, syok anafilaktik. Gejala kelumpuhan, demensia, gangguan fungsi luhur. Penyakit terdahulu yang berat serta perawatan di rumah sakit sebelumnya.2 Pemeriksaan FisikPada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan :1. inspeksi 2. palpasi3. pemeriksaan gerakan pasif4. pemeriksaan gerkan aktif5. koordinasi gerak 1. Inspeksi Pada inspkesi diperhatikan sikap, bentukm ukuran dan adanya gerak abnormal yang tidak dapat dikendalikan.

SikapPerhatikan sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh. Bagaimana sikap apsien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak dan berjalan. Jika pasien berdiri, perhatikan sikap dan posisi badannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. pasien dengan gangguan serebelum berdiri dengan muka membelok ke arah kolateral terhadap lesi, bahunya pada sisi lesi agak rendah, dan badannya miring ke sisi lesi. Penderita penyakit parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Bila ia jalan, tampaknya seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar terutrama ditangan.2

Bentuk Perhatikan adanya deformitas

Ukuran Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan kanan. Orang dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak, ukuran ekstremitas yang lumpuh lebih pendek daripada yang sehat. Kemudian perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adalah atrofi atau hipertrofi. Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi.2

Gerakan abnormal yang tidak terkendali Diantara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita kenal ialah : tremor, khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi, dan miokloni.

a. Tremor Tremor adalah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Tremor fisiologis : tremor yang terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi dari tremor fisiologis ini. Tremor halus : dijumpai pada hipertiroidi. Terutama terjadi pada jari dan tangan. Tremor kasar : salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada penyakit parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar dan majemuk. Pada penyakit parkinson, gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat pil (pill rolling tremor). b. Khorea : berasal dari kata junanai berarti menari. Pada khorea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan), terutama bagian distal. c. Atetose : berasal dari kata Yunani yang berarti berubah. Ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot bagian distal. Namun demikian hal ini cenderung menyebar juga ke proksimal. d. Distonia : biasanya distonia ini dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu menunjukan torsi yang keras dan berbelit. e. Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong kasar dan cepat, dan terutama ,mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal. f. Spasme : gerakan abnormal yang terjado karena konraksi otot-otot yang biasanya dosarafi oleh suatu saraf. Spasme klonik dapat berlangsung lama dan terus menerus. Spasme klonik menyerupai kontraksi otot yang terjadi pad waktu faradisasi. g. Tik : suatu gerakan yang terkoordinir, berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. h. Fasikulasi : gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Biasanya tidak menyebabkan gerakan pada persendianm kecuali bila fasikulasi terdapat di jari-jari. i. Miokloni : gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-konyong, sebentar, artimik, asinergik dan tidak terkendali. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas dan badan, tetapi ia sering juga difus dan meluas dan melibatkan otot muka, rahang, lidah, faring, dan laring.2 2. Palpasi Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan konsistensi serta adanya nyri-tekan. Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan pada berbagai posisi anggota gerak dan bagaian badan.2

3. Pemeriksaan gerakan pasif Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil menggerakan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik. Perlu diketahui bahwa ada orang yang normal tidak mampu mengistirahatkan ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita mengalami kesulitan menilai tahanan. Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya tungkai sukar difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya didapatkan pada lesi ditraktus piramidal. Jangan lupa membandingkan bagian-bagian yang simetris. Pada gangguan sistem piramidal, dapat dijumpai tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang-kadang dijumpai keadaan dengan tahanan hilang-timbul (fenomena cogwheel).2

4. Pemeriksaan gerak aktif pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya kelumpuhan, kita menggunakan 2 cara berikut :1. Pasien disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan ini.2. Kita (pemeriksa)menggerakan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan. Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5 :20 : tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot : lumpuh total1 : terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut.2 : didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi) 3 : dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat4 : disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatai sedikit tahanan yang diberikan5 : tidak ada kelumpuhan (normal) Kepala Perhatikan sikap kepala. Pada paralisis agitans (sindrom parkinson), kepala ditekukkan ke depan; pada meningitis, penderita berbaring dengan kepala dikedikkan ke belakang; pada gangguan di serebelum, kepala terrotasi sedikit ke arah kontralateral dari lesi. Periksa apakah ada tahanan jika kepala digerakkan secara pasif. Pada radang selaput otal didapatkan kaku kuduk. Gerakan aktif diperiksa dengan menyuruh pasien menekukkan kepala kedepan , ke belakang , ke samping kiri dan kanan serta melakukan gerakan rotasi. Pemeriksa menilai tenaganya, dan membandingkan tenaga gerakan ke kiri dan ke kanan.2 Anggota gerak atas Perhatikan apakah ada atrofi otot tenar, hipotenar dan otot intrinsik tangan. Periksa gerakan jari-jari, bagaimana tenaga fleksi, ekstensi, abduksi dan aduksi. Periksa tenaga menggenggam. Hal ini dilakukan dengan meyuruh pasien mengenggam jari pemeriksa dan kemudian pemeriksa menarik lepas jari tersebut. Gerakan dipergelangan juga diperiksa, dan ditentukan tenaganya pada gerakan pronasi dan supinasi. Fleksi dan ekstensi pada persendian siku, juga diperiksa. Gerakan pada persendian bahu diperiksa dengan menyuruh pasien menggerakkan lengan yang diekstensi, pada bidang frontal dan sagital, dan juga melakukan rotasi pada persendian bahu. Selain itu, juga gerakan bahu ke atas, bawah, depan, dan belakang dieriksa. Setelah itu, periksalah otot pektoralis mayor, latisimus dorsi, seratus magnus, deltoid, biceps dan triceps.2 Badan Erektor spina . bila pasien sedang berdiri, suruh ia mengambil suatu barang dari lantai. Jika pasien menderita kelemahan m. Erector spina, ia sukar berdiri kembali;keadaan ini dilakukannya dengan bantuan tangannya, yaitu dengan menempatkan tangannya pada lutut, paha dan kemudian mendorongnya sampai ia dapat berdiri lagi. Kadang terlihat juga adanya lordosis Otot dinding perut. Pasien yang sedang berbaring disuruh menangkat kepalanya dan perhatikan peranjakan dari pusar. Biasanya pusar beranjak ke arah otot yang sehat. Suruh pasien batuk, otot yang lemah akan membonjol. Perhatikan apakah pasien dapat duduk dari sikap berbaring tanpa mendapat bantuan dari tangannya. Otot yang ikut bekerja dalam hal ini ialah otot dinding perut dan otot iliopsoas. Anggota gerak bawah Untuk ini diperiksa gerakan pada : persendian jari-jari, pergelangan kaki, lutut, paha. Selain itu juga diperiksa otot kuadriseps femoris, iliopsoas, aduktor, abduktor dan fleksor tungkai bawah.2 5. Pemeriksaan koordinasi gerak Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi diserebelum ialah adanya dissinergia, yaitu kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerjasama antar otot, maka otot-otot ini tidak bekerja sama secara baik, walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika pasien berdiri, jalan, membungkuk atau menggerakkan anggota badan. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada dissinergia ini, yaitu : gangguan gerakan dan dismetria. Selain itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi dan mengkoordinasi gerakan somatik, lesi pada serebelum dapat menyebabkan gangguan sikap dan tonus, dissnergia atau gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Gerakan menjadi terpecah-pecah, dengan lain perkataan : kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara silmutan (sinkron) dan harmonis, menjadi terpecah-pecah dan dilakukan satu per satu serta kadang simpang siur. Dissnergia ialah kehilangan kemampuan untuk melakukan gerakan majemuk dengan tangkas, harmonis dan lancar.2

Pemeriksaan penunjang Hal ini dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan metabolik, misalnya hipoglikemia, hiperkalsemia, koma diabetik, uremia, gagal hepar dan gangguan elektrolit. Bila fasilitas ada, lakukanah pemeriksaan CT-scan untuk mendeteksi adanya gangguan serebral (hematoma, perdarahan, dan tumor). Bila tidak ada kontraindikasi, maka pemeriksaan cairan serebrospinal (yang diperoleh melalui pungsi lumbal) perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis dan pedarahan subarakhnoid.3 Working diagnosis Penyakit Parkinson Penyakit parkinson adalah suatu kondisi degeneratif yang terutama mengenai jaras ekstrapiramidal yang mengandung neurotransmitor dopamin, dan karakteristiknya adalah trias yang terdiri dari :1. Akinesia-hambatan gerakan,2. Rigiditas,3. Tremor-gerakan gemetar ke atas bawah, biasanya mengenai anggota gerak atas.3 Differential Diagnosisi. PARKINSON SEKUNDERParkinsonism sekunder mirip denganpenyakit Parkinson, tetapi disebabkan oleh obat-obatan tertentu, gangguan sistem yang berbeda saraf, atau penyakit lain. Istilah "parkinson" mengacu pada setiap kondisi yang melibatkan jenis perubahan gerakan terlihat pada penyakit Parkinson.4PenyebabPenyakit Parkinson adalah salah satu gangguan yang paling umum yang mempengaruhi sistem saraf orang tua.4Penyakit Parkinson terjadi ketika sel-sel saraf di otak yang disebut dopamin membuat checmical secara perlahan hancur.Dopamin membantu mengontrol gerakan otot.Tanpa dopamin, sel-sel saraf di bagian otak tidak dapat benar mengirim pesan.Hal ini menyebabkan hilangnya fungsi otot.Kerusakan semakin memburuk dengan waktu.Persis mengapa sel-sel otak merana tidak diketahui.4Parkinsonism sekunder dapat disebabkan oleh masalah kesehatan, termasuk:1. AIDS1. Radang otak1. Radang selaput1. Pukulan1. Diffuse tubuh penyakit Lewy1. Beberapa sistem atrofi1. Progresif supranuclear palsyObat-obat tertentu dapat menyebabkan parkinson sekunder, termasuk:1. Antipsikotik (haloperidol)1. Metoclopramide1. Fenotiazin obatPenyebab lain parkinson sekunder meliputi:1. Kerusakan otak yang disebabkan oleh obat anestesi (seperti selama operasi)1. Keracunan karbon monoksida1. Keracunan merkuri, dan keracunan kimia lainnya1. Overdosis narkotikaAda kasus parkinson sekunder di kalangan pengguna narkoba IV yang disuntikkan zat yang disebut MPTP, yang dapat diproduksi ketika membuat bentuk heroin.Kasus-kasus ini jarang terjadi dan telah mempengaruhi sebagian besar jangka panjang pengguna narkoba.4GejalaGejala umum termasuk:1. Penurunan ekspresi wajah1. Kesulitan memulai dan mengendalikan gerakan1. Kehilangan atau kelemahan gerakan (kelumpuhan)1. Lembut suara1. Kekakuan batang, lengan, atau kaki1. Gemetaran.2Kebingungan dan kehilangan memori mungkin lebih cenderung pada parkinsonism sekunder.Hal ini karena penyakit yang menyebabkan parkinson sekunder sering menyebabkandemensia.Untuk penjelasan lebih rinci gejala, lihatpenyakit Parkinson.Ujian dan TesPenyedia layanan kesehatan mungkin dapat mendiagnosa parkinsonism sekunder setelah melakukan pemeriksaan fisik dan mengajukan pertanyaan tentang riwayat kesehatan Anda dan gejala.Namun, gejala mungkin sulit untuk menilai, terutama pada orang tua.4Pemeriksaan dapat menunjukkan:1. Kesulitan memulai atau menghentikan gerakan sukarela1. Peningkatan tonus otot1. Masalah dengan postur1. Lambat berjalan, menyeret1. TremorRefleks biasanya normal.Pengujian dapat digunakan untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan gangguan lain yang dapat menyebabkan gejala yang sama.PengobatanJika kondisi ini disebabkan oleh obat, dokter anda dapat merekomendasikan perubahan atau menghentikan obat.Namun, manfaat obat tersebut harus ditimbang terhadap keparahan gejala.Pengobatan harus dihentikan atau diubah jika risiko lebih besar daripada manfaatnya.Mengobati kondisi yang mendasarinya seperti stroke atau infeksi dapat mengurangi gejala.2Jika gejala membuat sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dokter anda dapat merekomendasikan pengobatan.Banyak obat yang digunakan untuk mengobati kondisi ini dapat menyebabkan efek samping yang parah.Adalah penting bahwa Anda melihat dokter untuk check-up.Parkinsonism sekunder cenderung kurang responsif terhadap terapi medis dari penyakit Parkinson.Namun, obat yang pantas untuk dicoba jika penyebab kondisi ini tidak diobati.4

ii. PARKINSON plus-syndromeBeberapa gangguan neurodegenerative primer berbagi parkinsonian fitur, seperti bradykinesia, kekakuan, tremor, dan gangguan gait. Gangguan ini memiliki presentasi klinis yang kompleks yang mencerminkan degenerasi pada sistem saraf yang berbeda. Namun, karena fitur parkinsonian umum, gangguan telah secara kolektif bernama Parkinson-plus sindrom.4Parkinson-plus sindrom respon yang buruk terhadap pengobatan standar untuk penyakit Parkinson (PD). Respon yang memadai terhadap pengobatan pada pasien dengan gejala parkinsonian menunjukkan kemungkinan sindrom parkinson-plus dan waran pencarian untuk tanda-tanda dan gejala dari degenerasi dalam sistem neurol lainnya.4Selain kurangnya respon terhadap levodopa / carbiodopa (Sinemet) atau agonis dopamin pada tahap awal penyakit ini, petunjuk klinis lain sugestif Parkinson-plus sindrom meliputi:1. Awal timbulnya demensia2. Awal terjadinya instabilitas postural3. Awal timbulnya halusinasi atau psikosis dengan dosis rendah levodopa / carbiodopa atau agonis dopamin.4. Okular tanda-tanda, seperti tatapan vertikal gangguan, berkedip pada saccade, gelombang persegi tersentak, nystagmus, blefarospasme, dan apraxia pembukaan atau penutupan kelopak mata.5. Tanda-tanda saluran piramidal tidak dijelaskan oleh lesi sumsum sebelumnya stroke atau tulang belakang.6. Otonom gejala seperti hipotensi postural suatu inkontinensia pada awal perjalanan penyakit.7. Tokoh bermotor apraxia8. Alien-tungkai fenomena9. Ditandai simetri tanda-tanda dalam tahap awal penyakit10. Lebih menonjol dibandingkan gejala apendikular trunkal gejala11. Tidak adanya etiologi struktural seperti hydrocephalus norma-tekanan (NPH).Teknik imunositokimia modern dan temuan genetik menunjukkan bahwa Parkinson-plus sindrom dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis: synucleinopatheis dan tauopathies. Secara klinis, bagaimanapun, 5 dipisahkan Parkinson-plus sindrom telah diidentifikasi, sebagai berikut:1. Beberapa sistem atrofi2. Progresif supranuclear palsy3. Parkinsonisme-demensia-amyotropic kompleks lateral sclerosis4. Corticobasal ganglionic degenerasi5. Diffuse tubuh penyakit Lewy.4Etiologi dan Patogenesis Walaupun penyebab parkinson masih belum diketahui, tetapi penyakit sindrom rigiditas-akinetik lainnya, walauoun lebih jarang, telah diketahui penyebabnya. (tabel penyebab sindrom rigiditas-akinetik). Fakta bahwa toksin eksogen yang tidak umum dapat menyebabkan kerusakan SSP tertentu dan Parkinsonisme, menunjukkan bahwa penyakit parkinson idiopatik mungkin disebabkan oleh pajanan faktor lingkungan yang lebih sering, namun belum teridentifikasi, mungkin melalui mekanisme yang serupa dengan MPTP. Hal-hal lain yang mendukung adanya dasar lingkungan dalam etiologi adalah :3 Penyakit ini lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia (rata-rata onset usia sekitar 60 tahun). Relatif tidak ada faktor genetik yang diketahui. Riwayat keluarga biasanya tidak ada pada penyakit parkinson idiopatik. Akan tetapi, telah dilaporkan adanya anggota keluarga yang terkena secara acak, dan kadang ditemukan mutasi gen spesifik, baik gen dominan maupun resesif. Terdapat hubungan lemah antara penyakit Parkinson dan berbagai faktor lingkungan, seperti pajanan terhadap getah karet dan pestisida.Epidemiologi Penyakit Parkinson cukup sering ditemukan, mungkin mengenai 1-2 % populasi berusia lebih dari 60 tahun, tanpa adanya bias jenis kelamin yang signifikan. Distribusi ditemukan diseluruh dunia, walaupun tampaknya lebih sering terjadi di Eropa dan Amerika Utara.3 Patologi Penyakit Parkinson terutama mengenai neuron dopaminergik yang berproyeksi dari substansia nigra otak tengah sampai striatum ganglia basalis (nukleus kaudatus dan putamen). Secara makroskopis, didapatkan atrofi substansia nigra pada penyakit Parkinson tahap lanjut, yang dikenali dari hilangnya pigmentasi melanin pada regio ini. secara mikroskopis, didapatkan kerusakan berat neuron pada substansia nigra, dan neuron yang tersisa seringkali mengandung badan inklusi intrasel, yaitu badan Lewy. Gejala penyakit Parkinson terlihat jika kerusakan neuron dopaminergik nigrostriatum telah mencapai 60-80%. Secara patofisiologis, kerusakan jaras dopaminergik menyebabkan ketidakseimbangan sistem ekstrapiramidal dengan mekanisme kolinergik dan neurotransmitor lainnya.3 Gambaran Klinis Akinesia Gerakan fisik yang bertambah lambat (bradikinesia) dapat dikeluhkan oleh pasien penyakit parkinson, dan terutama mengalami kesulitan pada gerakan motorik kompleks, misalnya berpakaian, bercukur, menulis (tulisan tangan menjadi lebih kecil mikrografia).Kurangnya gerakan spontan dapat bermanifestasi sebagai : Kurangnya eksresi wajah, pasien seringkali dideskripsikan memiliki wajah yang tidak ekspresif dan seperti topeng, Kesulitan mengubah posisi, misalnya berganti posisi ditempat tidur, Percakapan sedikit dan monoton, Posisi berdiri dan pola berjalan yang abnormal, sebagian disebabkan karena akinesia dan sebagian lagi karena hilangnya kontrol postural normal.3 Pola berjalan Postur pasien akan menjadi fleksi atau membungkuk, kadang dideskripsikan sebagai postur simian atau seperti kera. Pasien mungkin tidak mampu mempertahankan posisi berdiri normal sebagai respons tekanan dari belakang, dan pasien jatuh ke depan (propulsi), atau bila ada gaya dorong dari depan, maka akan jatuh ke belakang (retropulsi). Pasien dapat mengalami kesulitan dalam memulai (inisiasi) berjalan, sehingga pasien seperti membeku, begitu pula dalam gerakan berbelok. Pasien dapat menggunakan gerakan trik untuk mengatasi ini dengan sengaja melangkah melebihi tongkat saat mengubah posisi atau melalui pintu. Langkah menjadi kecil-kecil dan terseret, dan pola berjalan dideskripsikan sebagai pola festinant, yaitu pola dimana pasien tampak seperti terburu0buru untuk menjaga titik pusat gravitasi tubuhnya. Tidak ada ayunan lengan saat berjalan. Instabilitas ostural berat pada penyakit parkinson tahap lanjut menyebabkan peningkatan risiko jatuh.3 Rigiditas Peningkatan tonus otot pada penyakit Parkinson berbeda dengan spastisitas, dimana tonus pada penyakit Parkinson relatif konstan selama pemeriksaan kisaran gerakan gerak sendi-disebut juga rigiditas pipa (lead pipe rigidity). Rigiditas roda gerigi (cogwheel rigidity) dapat dianggap sebagai akibat tremor pada penyakit Parkinson yang terjadi pada lead pipe rigidity. Fenomena ini paling sering ditemukan pada fleksi dan ekstensi berulang pada pergelangan tangan. Rigiditas pada satu lengan dapat terlihat jelas dengan meminta pasien mengangkat dan menurunkan lengan yang lain secara simultan berulang-ulang (sinkinesis).3

Tremor Tremor didefinisikan sebagai gerakan sinus ritmis yang involunter dan berulang, biasanya terjadi pada satu atau lebih anggota gerak, tetapi kadang meliputi kepala (titubasi), wajah, rahang, atau batang tubuh. Pada penyakit Parkinson, dapat ditemukan tremor yang : Terutama terjadi pada tangan, tetapi dapat juga pada anggota gerak atas dan bawah dan jarang pada rahang dan bibir, tidak terjadi pada keoala atau leher, Tremor pada tangan dideskripsikan sebagai gerakan membuat pil (pill rolling), Terjadi saat istirahat dan dieksaserbasi dengan ansietas atau stres, Membaik dan dapat menghilang saat bergerak. Pada penyakit parkinson tahap awal, tremor dan tanda-tanda fisik lainnya umumnya asimetris, bahkan unilateral. Sebagian kecil pasien memperihatkan hanya akinesia dan rigiditas, tanpa tremor. Pasien lain mungkin mengalami tremor postural dan bukan tremor istirahat yang klasik.3 Tanda dan Gejala Lainnya Nervus kranialis. Pemeriksaan gerakan mata dapat menunjukkan kerusakan ringan pada pandangan ke atas. Keloak mata tampak bergetar (blefaroklonus). Refleks glabella di picu dengan ketukan berulang pada dahi. Pada individu yang tidak terkena, akan terjadi kelelahan refleks sehingga respons menjadi negatif, sementara ada penyakit parkinson terjadi respons kedip pada setiap ketkan, tanpa adanya kelelahan. Akan tetapi, tanda ini tidak spesifik untuk penyakit parkinson. Anggota Gerak kekuatan otot, refleks tendo, dan sensai normal, refleks olantar ke arah bawah. Nyeri atau sakit otot sering terjadi banyak pasien mengalami sindrom frozen shoulder. Otonom. Kulit menunjukkan tekstur seboroik yang berminyak. Sering terjadi kontipasi. Gambaran otonom lainnya, misalnya hipotensi postural, masih lebih ringan dibandingkan sindrom Shy-Drager Kesulitan menelan, termasuk menelan ludahnya sendiri, sehingga mengakibatkan pasien cenderung berliur (sialorea). Insomnia, depresi, dan demensia sering ditemukan pada penyakit Parkinson tahap lanjut.3

Perjalanan penyakit dan prognosis Penyakit parkinson bersifat progresif. Pasien yang tidak diterapi biasanya akan mencapai derajat disabilitas berat yaitu imobilitas, disertai risiko yang mengancam nyawa seperti bronkopneumonia, septikemia atau emboli paru, rata-rata setelah 7-10 tahun menderita penyakit Parkinson. Terapi saat ini sebagian besar bersifat simtomatik, tetapi mungkin dapat juga memperpanjang harapan hidup rata-rata. Diagnosis Diagnosis penyakit parkinson ditegakkan berdasarkan adanya tiga gambaran klinis. Asimetri tanda-tanda penyakit saat onset merupakan hal yang penting. Pencitraan otak dengan dengan teknik CT atau MRI standar tidak dapat membantu diagnosis. PET scan saat ini hanya digunakan untuk riset dan jarang tersedia untuk banyak pasien. Scan SPECT transporter dopamin (DaT) dapat menunjukkan lesi dopaminergik nigrostriatum tetapi tidak spesifik untuk penyakit Parkinson idiopatik dan dapat pula ditemukan pada sindrom tigiditas-akinetik lainnya. Jika diagnosis masih diragukan, maka respons pasien terhadap terapi medikamentosa dapat berguna untuk membantu diagnosis. Sebagia besar penyebab sindrom rigiditas-akinetik dapat dengan mudah dibedakan dari penyakit Parkinson idiopatik oleh gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yang relevan (Parkinsonisme yang diinduksi oleh obat merupan diagnosis banding yang penting). Akan tetapi, ada sindrom rigiditas-akinetik idiopatik lainnya yang mungkin lebih sulit di diagnosis, dan respons yang buruk terhadap terapi anti-Parkinson merupakan faktor dikriminan yang penting. Hal ini disebabkan, beberapa pasien dengan atrofi sistem multipel kadang dapat memberi respons terhadap terapi anti-parkinson, setidaknya pada awal pengobatan. Penyakit Parkinson juga harus dibedakan dari penyebab lain tremor, penyakit serebrovaskular, dan hidrosefalus tekanan normal. Terapi Terapi medikamentosa Terapi ini terutama bersifat simtomatik dan ditujukan untuk mengembalikan keseimbangan neurokimia baik dengan obat-obat antikoligernik atau, yang lebih penting, dengan obat yang memperkuat jalur dopaminergik. Terapi sebaiknya ditunda hingga gejala benar-benar mebutuhkan terapi. 1. L-DOPA Obat ini merupakan terapi medikamentosa utama untuk penyakit parkinson yang cukup berat yang menyebabkan disabilitas fungsional signifikan. L-DOPA merupakan substrat alami untuk sintesis dopamin. Tidak seperti dopamin, L-DOPA dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat mencapai lokasi kerjanya pada pemberian oral. Akan tetapi, kebanyakan dosis oral L-DOPA dimetabolisme menjadi dopamin oleh dekarboksilase DOPA perifer sebelum mencapai otak. Oleh karena itu, obat ini biasanya diberikan dengan kombinasi bersama inhibitor dekarboksilase DOPA perifer (benserazid atau carbidopa). Kombinasi ini memberikan keuntungan tambahan yaitu mengurangi efek samping perifer L-DOPA (mual, muntah), yang juga dapat dibatasi dengan peningkatan bertahap dosis L-DOPA sesuai dengan gejala.Co-careldopa (L-DOPA plus benserazid) dapat memberikan efek samping sentral (hipotensi postural, halusinasi, delusi), akan tetapi kebanyakan pasien penyakit Parkinson idiopatik akan tertolong dengan obat ini, setidaknya pada tahap awal penyakit.Komplikasi terapi L-DOPA jagka panjang pada penyakit parkinson. Sayangnya setelah 2-5 tahun efikasi L-DOPA menjadi terbatas karena adanya komplkasi fluktuasi motorik dan disminesia. Fluktuasi motorik adalah : Wearing-off, dosis individual hanya menghasilkan efek sementara saja, On-off, pasien mengalami perbaikan gejala akibat obat (on) dan diselingi keadaan rigiditas akinetik (off),s eringkali tanpa adanya hubungan yang dapat diprediksi antara waktu dan dosis obat. Diskinesia adalah gerakan involunter yang terjadi sehubungan dengan terapi obat, yaitu gerakan berputar dan berkelok-kelok jika kadar dopamin tinggi (diskinesia dosis maksimal), atau nyeri pada kontraksi otot, umumnya pada kaki, jika kadar dopamin rendah (wearing-off dystonia).3

Fluktuasi motorik dan diskinesia dapat dihilangkan secara parsial pada beberapa pasien dengan : Obat-obat yang mengandung L-DOPA dengan dosis kecil dan sering, Preparat lepas lambat Kombinasi preparat L-DOPA dengan selegilin, sutu inhibitor monoamin oksidase tipe B (MAO-B) (yang mengeblok metabolisme dopamin), entakapon, suatu inhibitor enzim COMT (catechol-O-methyl-transferase) (yang mengeblok metabolisme L-DOPA), atau secara langsung yaitu dengan agonis reseptor dopamin (misalnya bromokriptin, cabergolin, pergolid, ropinirol, pramipexol,atau apomorfin apomorfin diberikan secara subkutan dengan injeksi intermiten atau infus kontinu dengan pompa infus). Efek samping lain dari L-DOPA paling baik ditangani dengan obat-obat yang memiliki sedikit aksi antagonis dopamin sentral, misalnya domperidon untuk muntah, dan neuroleptik atipikal seperti risperidon, olanzapin, quetiapin, clozapin, atau inhibitor kolinesterase, seperti dinepezil dan rivastigmin, untuk halusinasi pada pasien dengan gangguan kognitif.32. Obat-obat lainnya. Selegilin dapat berfungsi sebagai terapi tunggal pada penyakit parkinson tahap awal. Secara teoretis, diprediksi bahwa selegiline dapat memperlambat progresi penyakit dengan inhibisi MAO-B sehingga potensial untuk menghambat konversi protoksin dari lingkungan yang analog dengan bentuk aktif MPTP, suatu radikal bebas. Mekanisme neuroprotektif ini masih kontroversial. Akan tetapi, banyak neurolog memberikan terapi ini pada pasien penyakit parkinson tahap awal dengan disabilitas fungsional yang belum terlalu parah untuk diterapi dengan L-DOPA. Pemberian selegilin dapat menunda kebutuhan L-DOPA hingga 12 bulan, walaupun hal ini mungkin disebabkan oleh aksi dopaminergik ringan dari obat ini.3 Agonis reseptor dopamin juga penting dalam terapi penyakit parkinson tahap awal, dan potensial untuk menunda kebutuhan L-DOPA, sehingga menghambat dan mungkin mengurangi frekuensi komplikasi motorik jangka panjang. Saat ini banyak neurolog menyarankan penggunaan agonis saja dalam terapi awal penyakit parkinsin, terutama pada pasien yang lebih muda, yang lebih berisiko terhadap diskinesia dan fluktuasi akibat L-DOPA yang terjadi lebih cepat dan berat.3 Amantadin hanya memberi sedikit perbaikan pada penyakit parkinson tahap awal, walaupun secara teoretis mekanisme kerja tampak baik. Pada tahap lanjut, obat ini dapat menurunkan diskinesia akibat L-DOPA.Obat-obatan antikoligernik, seperti triheksfenidil, orfenadrin,dan benztropin, juga hanya memberikan sedikit perbaikan, walaupun dikatakan dapat membantu tremor, dimana preparat L-DOPA tidak terlalu dapat mengurangi tremor. Akan tetapi, obat-obat antikoligernik memiliki efek samping perifer yang serius, misalnya retensi urin, mulut kering,pandangan kabur, dan efek samping sentral, terutama kebingungan dan halusinasi pada orang usia lanjut.3

Uji terapeutik Reseptor terhadap terapi dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit Parkinson karena kebanyakan pasien dengan penyakit parkinson idiopatik akan membaik dengan pemberian obat-obat yang memperkuat transmisi dopaminergik. Hal ini dapat dinilai pada klinik rawat jalan, dan pasien diminta mengisi catatan harian atau periode on dan off setelah pemberian preparat L-DOPA. Catatan harian ini juga dapat membantu memanipulasi waktu dan dosis obat. Pendekatan diagnostik lainnya adalah dengan mengobservasi fungsi motorik pasien (seperti pengukuran waktu berjalan) yang diukur sebelum dan beberapa jam setelah pemberian agonis reseptor dopamin (pada pusat spesialistik dapat digunakan peningkatan bertahap dosis apomorfin subkutan).3

Terapi bedah Talamotomi stereostatik (pembedahan talamus) jarang digunakan sejalan dengan berkembangnya terapu medikamentosa, walaupun tindakan ini dapat membantu pada pasien dengan tremor berat yang tidak memberikan respons terhadap obat. Palidotomi (pembedahan globus palidus) berperan pada terapi diskinesia akibat obat. Teknik-teknik terbaru meliputi stimulasi, bukan ablasi nukleus-nukleus otak bagian dalam ini, dan pendekatan bedah terhadap nukleus subtalamus. Tranplantasi sel dengan menggunakan substansi nigra fetus masih meruoakan teknik yang eksperimental. Perannya terhadap terapi penyakit Parkinson idiopatik masih belum ditetapkan walau ada pasien parkinsonisme akibat MPTP telah menunjukkan perbaikan yang bermakna.3

Komplikasi

Komplikasi jangka panjang pada Pakinson :1. Komplikasi yang berhubungan dengan levodopa : a. Motor : Fluktuasi *Fenomena wearing off sederhana - Delayed-on *Fenomena on-off kompleks - No-on *Complex on-off Diskinesia *Chorea periode on atau distonia mobil - Diskinesia dua fase *Distonik postur periode Off - Yo-yoing b. Nonmotor Sensorik/ Psikiatri Fenomena sensoris (nyeri akatisia, restless leg) Gangguan tidur (fragmentasi tidur, mimpi buruk, mimpi yang nyata) Gangguan tingkah laku (hiperseksualitas, gambling) Halusinasi , delirium 2. Komplikasi yang tidak berhubungan dengan penyakit Penurunan kognitif yang menjurus kapada demensia Gangguan sensorik (nyeri, parestesi, akatisia nocturnal) Gangguan otonom (gastrointestinal, genitourinarius, kulit, kardiovaskular, keringat) Perubahan mood Gangguan berjalan dan jatuh Gangguan bicara.5

Kesimpulan Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Penyakit parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pegobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabiliatas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamnya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. sekali tekena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.Daftar pustaka 1. Zigmond MJ and Burke RE. Pathophysiology of Parkinsons Disease. Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress. Ch 123 p 1781-1793 2. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta : FKUI ; 2008.3. Ginsberg L. Lecture notes : neurologi ed.8. Jakarta : Erlangga ; 2007.h. 100-1124. Hauser RA,Grosset DG.[(123)I]FP-CIT(DaTscan)SPECT brain imaging in patient with suspect Parkinson syndromes.J Neuroimaging.Mar 16 2011;.5. Obeso JA., Rodriquez-Oroz., M. Marin C. et al. The Origin of Motor Fluctuations in Parkinson Disease Neurology 2004; 62(suppl 1); S17-S30. 2