penuntun praktikum fisika dasar
TRANSCRIPT
1
PRA-PRAKTIKUM (Pengetahuan Dasar Sebelum Praktikum)
A. Pengukuran
Pengukuran adalah bagian dari keterampilan Proses Sains yang merupakan pengumpulan
informasi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dengan melakukan pengukuran, dapat
diperoleh besarnya atau nilai suatu besaran atau bukti kualitatif. Bila seseorang melakukan pengukuran
panjang sebuah balok dengan menggunakan meteran, maka yang diperoleh adalah besarnya panjang
balok itu. Bila dua buah balok didekatkan maka hasil yang diperoleh mungkin balok yang satu lebih
panjang dari balok yang lain, atau mungkin balok yang satu sama panjang dengan balok yang lain.
Kegiatan pertama menghasilkan informasi kuantitatif, sedangkan kegiatan kedua menghasilkan
informasi kualitatif. Demikian pula halnya bila seseorang menimbang dengan menggunakan neraca
dapat pula memperoleh informasi kuantitatif maupun informasi kualitatif.
B. Cara Menuliskan Hasil Pengukuran
Gambar 1 berikut menunjukkan pengukuran panjang suatu benda dengan menggunakan mistar
biasa dengan NST 1 mm atau 0,1 cm.
Hasil pengukuran yang ditunjukkan alat ukur adalah 62,0 mm atau 6,20 cm.
Pada contoh di atas, angka terakhir merupakan angka taksiran. Oleh karena itu tidak masuk akal jika di
belakang angka terakhir masih ditambah angka lagi. Ketiga angka yang dapat ditulis dari hasil
pengukuran tersebut disebut angka penting. dua dari angka tersebut pasti, karena ada bagian skala
yang menunjuk angka itu. Dari hasil pengukuran di atas dapat dilihat bahwa makin kecil NST alat makin
banyak angka penting yang dapat dituliskan dari hasil pengukuran. Bilangan yang menyatakan nilai hasil
pengukuran tidak eksak atau tidak pasti. Jadi hasil pengkuran selalu dihinggapi ketidakpastian.
Penulisan hasil pengukuran mempunyai arti jika ditulis dengan jumlah angka penting yang tepat.
Apabila di antara skala 62 dan 63 terdapat lagi 10 skala-skala kecil, maka NST alat menjadi 0,1 mm.
Maka hasil pengukuran yang diperoleh mungkin 62,4 mm atau 62,5 mm. Berarti angka 4 atau 5 bukan
lagi merupakan angka taksiran melainkan angka pasti, sehingga angka pentingnya bertambah. Kalau
hasil pengukuran menunjukkan 62,4 mm maka dengan NST 0,1 mm, hasil tersebut harus ditulis 62,40
mm. Jadi 62,4 mm tidak sama artinya dengan 62,40 mm.
C. Aturan-aturan Penulisan Hasil Pengukuran.
1. Semua angka yang bukan nol adalah angka penting.
Contoh : 265,4 m (mengandung 4 angka penting), 25,7 s (mengandung 3 angka penting).
2. Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol termasuk angka penting.
Contoh : 25,04 A (mengandung 4 angka penting), 10,3 cm (mengandung 3 angka penting).
3. Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol termasuk angka penting, kecuali kalau ada penjelasan
lain, misalnya berupa garis di bawah angka terakhir yang masih dianggap penting.
5 6 7
2
Contoh : 22,30 m mengandung 4 angka penting.
22,300 m mengandung 4 angka penting.
1250 mA mengandung 3 angka penting.
4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik di sebelah kanan maupun di sebelah
kiri koma desimal tidak termasuk angka penting.
Contoh : 0,47 cm (mengandung 2 angka penting), 0,025 g (mengandung 2 angka penting).
D. Ketidakpastian Pengukuran.
1. Pengukuran Tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan satu kali saja. Keterbatasan
skala alat ukur dan keterbatasan kemampuan serta banyak sumber kesalahan lain,
mengakibatkan :
”HASIL PENGUKURAN SELALU DIHINGGAPI KETIDAKPASTIAN”
Nilai x sampai goresan terakhir dapat diketahui dengan pasti, namun bacaan selebihnya adalah
terkaan atau dugaan belaka sehingga patut diragukan. Inilah ketidakpastian yang dimaksud dan
diberi lambing x. Untuk pengukuran tunggal diambil kebijaksanaan :
AlatNSTx2
1
Dimana x adalah ketidakpastian pengukuran tunggal. Hasil pengukuran dilaporkan dengan
cara yang sudah dibakukan seperti berikut.
X = (x x) [X]
Dimana :
X = simbol besaran yang diukur
(x x) = hasil pengukuran beserta ketidakpastiannya
[X] = satuan besaran x (dalam satuan SI)
Contoh 1:
Misalkan arus dalam rangkaian diukur dengan skala miliamperemeter dari jarum penunjuk
tampak pada gambar berikut.
Nilai arus yang terbaca lebih dari 3,6 mA tetapi kurang dari 3,7 mA. Maka yang dilaporkan
adalah :
I = (3,60 0,05) mA
2 3 4 mA
3
Penulisan yang dilaporkan ini menunjukkan bahwa nilai sebenarnya kuat arus itu tidak
diketahui. Kita hanya menduga bahwa arus itu sekitar 3,55 dan 3,65 mA. Berapa tepatnya ?
dengan satu kali pengukuran saja kita tidak tahu. Arus itu mungkin 3,58 mA, mungkin 3,63
mA, bahkan mungkin 3,565 mA. Tidak seorangpun yang tahu nilai sebenarnya.
Dengan cara menulis demikian pengamat hanya ingin menyatakan arus itu dipercaya
tidak kurang dari 3,55 mA ataupun lebih dari 3,65 mA. Pernyataan demikian memang tidak
tegas, namun apa yang diharapkan dari pengukuran satu kali saja ?
Dapat disimpulkan :
Hal lain yang tersirat dalam penulisan di atas ialah tentang mutu skala alat ukur yang
digunakan. Untuk contoh di atas, miliammeter yang digunakan hanya mampu mengukur paling
kecil sampai 0,1 mA saja. Jadi NST-nya 0,1 mA.
Contoh 2 :
Arus listrik diukur dengan ammeter yang ujung jarum penunjuknya cukup halus dan goresan
skalanya cukup tajam (tipis) seperti pada gambar berikut.
Nilai arus listrik yang ditunjukkan adalah ;
I = (3,64 0,03) mA
Atau I = (3,64 0,02) mA
Dengan demikian, arus yang terukur diduga bernilai sekitar 3,64 mA. Ketidakpastian yang
ditunjukkan alat ditaksir lebih kecil dari ½ NST, oleh karena jarak pisah antara dua goresan yang
berdekatan tampak jelas dengan ujung jarum penunjuk yang cukup halus. Ini memberikan
alasan untk menaksir ketidakpastiannya kurang dari ½ NST misalnya 1/3 NST (0,03 mA) atau
1/5 NST (0,02 mA).
Jadi laporannya mungkin arus bernilai 3,61 mA dan 3,67 mA atau antara 3,63 mA dan
3,66 mA. Perhatikan bahwa kedua pernyataan ini berarti kuat arus listrik yang terukur adalah
sekitar 3,64 mA.
Pengukuran tunggal patut diragukan, karenanya harus
dilaporkan dengan ketidakpastian yang cukup besar yaitu :
½ NST
2 3 4 mA
4
a. Ketidakpastian Mutlak dan Ketepatan Pengukuran
x disebut ketidakpastian mutlak pada nilai {x} dan memberi gambaran tentang mutu alat
ukur yang digunakan.
Dari kedua contoh yang telah diberikan di atas, dapat disimpulkan bahwa meteran (alat
ukur) kedua lebih baik dari alat ukur pertama.
Dengan menggunakan alat ukur yang lebih bermutu, maka diharapkan pula hasil yang
diperoleh lebih tepat, oleh karena itu ketidakpastian mutlak menyatakan ketepatan hasil
pengukuran.
Jadi kuat arus listrik I = 3,64 mA adalah lebih tepat daripada i = 3,6 mA.
Artinya i = 3,64 mA lebih mendekati kuat arus yang sebenarnya (Io) yang tidak diketahui.
b. Ketidakpastian Relatif dan Ketelitian Pengukuran
Perbandingan antara ketidakpastian mutlak dengan hasil pengukuran
x
x disebut
ketidakpastian relatif pada nilai {x}, sering dinyatakan dalam % (tentunya harus dikalikan
dengan 100 %). Pada contoh – 1 di atas, ketidakpastian relatifnya adalah :
%4,1%1006,3
05,0
x
mA
mA
I
I
Sedangkan pada contoh – 2 ketidakpastian relatifnya adalah :
%5,0%10064,3
02,0
x
mA
mA
I
I
Ketidakpastian relatif menyatakan tingkat ketelitian hasil pengukuran.
Pada contoh di atas, kuat arus listrik kedua telah berhasil diukur dengan tingkat ketelitian
sekitar tiga kali lebih baik daripada pengukuran kuat arus listrik pertama. Perhatikan bahwa
ketidakpastian relatif akan menjadi kecil jika yang diukur itu nilainya besar. Sebagai contoh,
Semakin baik mutu alat ukur, semakin kecil x yang diperoleh
Semakin kecil ketidakpastian mutlak, semakin tepat hasil pengukuran
Makin kecil ketidakpastian relatif, makin tinggi ketelitian yang dicapai
pada pengukuran.
5
ammeter yang sama (I = 0,05 A) digunakan untuk mengukur kuat arus sebesar 5,0 A dan
kuat arus kedua 10,0 A. %1%1000,5
05,0
x
A
A
I
I
Dibandingkan dengan :
%5,0%1000,10
05,0
x
A
A
I
I
Dikatakan bahwa kuat arus kedua telah berhasil diketahui dengan ketelitian yang lebih baik
daripada arus pertama oleh karena ketidakpastian relatifnya lebih kecil.
Makna dari ketidakpastian mutlak dari ketidakpastian relatif ialah bahwa dalam usaha
untuk mengetahui nilai sebenarnya (Xo) suatu besaran fisis dengan melakukan pengukuran,
terbentur pada keterbatasan alat ukur mapupun orang yang melakukan pengukuran hingga
hasilnya selalu meragukan. Dalam teori pengukuran (Measurement Theory), tidak ada
harapan mengetahui Xo lewat pengukuran, kecuali jika pengukuran diulang sampai tak
berhingga kali. Jadi yang dapat diusahakan adalah mendekati Xo. Sebaik-baiknya, yakni
dengan melakukan pengukuran berulang sebanyak-banyaknya.
2. Pengukuran Berulang (Berganda)
Dengan mengadakan pengulangan, pengetahuan kita tentang nilai sebenarnya (Xo)
menjadi semakin baik. Pengulangan seharusnya diadakan sesering mungkin, makin sering
makin baik, namun perlu dibedakan antara pengulangan beberapa kali (2 atau 3 kali saja) dan
pengulangan yang cukup sering (10 kali atau lebih). Pada modul ini, kita hanya akan membahas
pengukuran yang berulang 2 atau 3 kali saja.
Jika pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dengan hasil x1, x2, dan x3 atau 2 kali saja
misalnya pada awal percobaan dan pada akhir percobaan, maka {x} dan x dapat ditentukan
sebagai berikut.
Nilai rata-rata pengukuran dilaporkan sebagai { x } sedangkan deviasi (penyimpangan)
mutlak terbesar atau deviasi mutlak rata-rata dilaporkan sebagai x. Jadi :
Dengan :
3
321 xxxx
xx 11
xx 22
xx 33
{x} = x , rata-rata pengkuran
x = maksimum,
= rata-rata
Deviasi adalah selisih selisih antara tiap hasil pengukuran dari nilai
rata-ratanya
6
x adalah yang terbesar di antara 1, 2, dan 3.
Atau :
3
321 x
Disarankan agar maks diambil sebagai x oleh karena ketiga nilai x1, x2, dan x3 akan
tercakup dalam interval : (x - x) dan (x + x).
Contoh :
Diperoleh hasil pengukuran :
X1 = 12,1 cm
X2 = 11,7 cm
X3 = 12,2 cm
Berapa (X X) yang harus dilaporkan ?
Jawab :
cmcm
X 0,123
)2,127,111,12(
1 = 12,1 – 12,0 | = 0,1 cm
2 = 11,7 – 12,0 | = 0,3 cm
3 = 12,2 – 12,0 | = 0,2 cm
X = maks = 0,3 cm
Jadi, {X} = [ X X ] = [12,0 0,3] cm
Perhatikan bahwa ketiga nilai X yaitu X1, X2, dan X3 tercakup dalam interval [12,0 + 0,3] =
12,3 cm sampai dengan [12,0 – 0,3] = 11,7 cm.
Jika X = rata-rata, maka ;
cmcm
X 2,03
)2,03,01,0(
Jadi, {X} = [ X X ] = [12,0 0,2] cm
Ternyata bahwa dengan cara kedua ini tidak sema nilai X dari hasil pengukuran tercakup
dalam interval (x - x) dan (x + x).
Jika kita ingin bersikap hati-hati dan adil terhadap semua hasil pengukuran yang
diperoleh, maka cara pertama yang paling tepat meskipun cara kedua tidak dapat
dikatakan salah.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana cara menentukan jumlah angka
berarti yang harus digunakan dalam melaporkan hasil suatu pengukuran. Jumlah ini harus tepat
sesuai dengan ketepatan yang tercapai dalam pengukurannya agar orang lain yang membaca
laporan itu tidak mendapat kesan yang keliru tentang ketelitian pengukuran itu.
Jumlah angka berarti ditentukan oleh ketidakpastian relatifnya. Dalam hal ini orang
sering menggunakan suatu aturan praktis sebagai berikut.
x
x sekitar 10 %, menggunakan 2 angka berarti.
x
x sekitar 1 %, menggunakan 3 angka berarti.
x
x sekitar 0,1 %, menggunakan 4 angka berarti.
7
Atau dengan persamaan :
Angka Berarti (AB) = x
x log1
Contoh - 1:
Ketidakpastian relatif pada X1 adalah :
%8,2%10018
5,0
1
1
xx
x
Berhak atas 3 angka berarti.
Contoh – 2 :
Ketidakpastian relatif pada X1 adalah :
%2,0%10018
04,0
2
2
xx
x
Berhak atas 4 angka berarti.
3. Ketidakpastian Pada Hasil Percobaan
a. Pendahuluan
Di atas telah dijelaskan tentang bagaimana cara menentukan dan menuliskan hasil
pengukuran langsung baik untuk pengukuran tunggal maupun untuk pengukuran berulang.
Namun demikian, ada sesuatu hasil pengukuran yang diperoleh dengan melalui suatu
perhitungan. Misalnya suatu zat cair, hendak diukur massa jenisnya, maka yang dilakukan
adalah mengukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur kemudian ditimbang dengan
menggunakan neraca. Andaikan diperoleh hasil pengukuran sebagai berikut.
Massa zat cair (m) = 20,10 gram
Volme zat cair (V) = 21,0 ml
Maka massa jenis () zat cair tersebut adalah :
mlgml
g
V
m/957,0
0,21
10,20
Hasil ini tentunya akan dilaporkan dalam bentuk [ ], tetapi untuk menentukan , tidak
dapat dilakukan dengan menggunakan ½ x NST, karena tidak diukur dengan alat kur secara
langsung, tetapi diperoleh melalui hasil perhitungan. Penentuan ini (hasil perhitungan)
dilakkan dengan menggunakan teori ralat.
b. Rambat Ralat pengukuran Tunggal
Misalkan suatu fungsi y = f (a, b, c, .....) adalah hasil perhitungan langsung dari besaran
terukur a, b, dan c, maka jika a, b, c, ..... diukur satu kali (pengukuran tunggal), maka besaranya
Dy = Df (a, b, c, ....) dirumuskan ;
8
.....,...),,( cc
yb
b
ya
a
ycbafy
(4)
Dimana .....,,,c
y
b
y
a
y
merupakan harga mutlak.
a, b, c, .... diperoleh dari ½ x NST alat ukur atau sesuai aturan yang telah dijelaskan
sebelumnya.
1. Operasi rambat Ralat Pada Pengukuran Tunggal
(a) Rambatan Ralat Penjumlahan dan pengurangan.
Misalkan hasil perhitungan pengukuran y = a b, dimana a dan b hasil pengukuran
langsung, maka ;
y = a b
1a
y
dan 1
b
y
Maka berdasarkan aturan differensial :
y = |1| a + |1| b = a b
(b). Rambatan Ralat Perkalian dan Pembagian
Misalkan hasil perhitungan y = a / b, atau y = a b-1, dimana a dan b hasil
pengukuran langsung tunggal, maka :
1 bab
ay
11 b
ba
y
dan
2
2
1 bab
ab
y
Maka berdasarkan aturan differensial :
bb
aa
bb
b
aa
by
22
11
Jika dibagi dengan 1 bab
ay , maka diperoleh :
b
b
a
a
b
a
bb
aa
b
y
y
2
1
9
Contoh :
Dari hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut.
Massa zat cair (m) = 25,10 g
Volume zat cair (V) = 10,0 ml
Dengan NST neraca = 0,1 g
NST gelas ukur = 1 ml
Maka massa jenis () zat cair tersebut adalah :
mlgml
g
V
m/510,2
0,10
10,25 (hasil perhitungan)
= 2,51 g / ml (3 angka penting)
Selanjutnya, akan dicari ketidakpastian mutlak pengukuran massa jenis, , dengan
menggunakan teori rambatan ralat, yaitu :
VV
mm
Dimana :
dan 2V
m
V
VV
mm
V
2
1
Dengan menggunakan X = ½ x NST (untuk pengukuran tunggal), maka :
m = ½ x 0,1 g = 0,05 g dan V = ½ x 1 ml = 0,5 ml
Sehingga :
)5,0(00,100
10,25)05,0(
0,10
1
ml
g
ml
= 0,1305 g/ml (perhitungan)
= 0,1 g/ml (1 angka penting)
Jadi, besarnya massa jenis zat cair yang dilaporkan adalah :
= | 2,5 0,1 | g/ml
Vm
1
10
c. Rambatan Ralat pada Pengukuran Berulang
Misalkan suatu fungsi y = f (a, b, c, .....) adalah hasil perhitungan langsung dari besaran
terukur a, b, dan c, maka jika a, b, c, ..... diukur berulang kali (pengukuran berganda), maka
besaranya y = f (a, b, c, ....) dirumuskan ;
.....,....),,( 2
2
2
2
2
2
cc
yb
b
ya
a
ycbafy
Dimana .....,,,c
y
b
y
a
y
merupakan harga mutlak.
a, b, c, ....dapat ditentukan :
(1) Untuk pengukuran sebanyak 3 kali, dapat diambil deviasi maksimum.
(2) Untuk pengukuran sebanyak 10 kali atau lebih, dapat diambil dengan
menggunakan standar deviasi.
1. Operasi rambat Ralat Pada Pengukuran Berulang
(a) Rambatan Ralat Penjumlahan dan pengurangan.
Misalkan hasil perhitungan pengukuran y = a b, dimana a dan b hasil pengukuran
langsung, maka ;
y = a b
1a
y
dan 1
b
y
Maka berdasarkan aturan differensial :
y = |1| a + |1| b = a b
(b). Rambatan Ralat Perkalian dan Pembagian
Misalkan hasil perhitungan y = a / b, atau y = a b-1, dimana a dan b hasil
pengukuran langsung tunggal, maka :
1 bab
ay
11 b
ba
y
dan
2
2
1 bab
ab
y
Untuk pengukuran berulang :
2
2
2
2
2
2
2
2 11
b
b
aa
bb
b
aa
by
11
2
2
1
b
b
aa
by
Jika dibagi dengan 1 bab
ay , maka diperoleh :
2
b
b
a
a
y
y
Contoh :
Misalkan suatu percobaan untuk menentukan kecepatan troley pada suatu jarak
tertentu. Dari tiga orang anak diperoleh data sebagai berikut.
No. Jarak tempuh (cm) Waktu tempuh (s)
1.
2.
3.
120,50
120,35
120,00
21,5
22,0
22,5
Dengan : NST alat ukur panjang = 0,1 cm
NST alat ukur waktu = 1 s
Kecepatan Troley tersebut adalah :
Rumus kecepatan : t
xv
Maka : 3
)00,12035,12050,120(
3
321 cmxxxx
= 120,283333 cm(perhitungan)
= 120,28 cm (5 angka penting)
3
)5,220,225,21(
3
321 stttt
= 22 s (perhitungan)
= 22,0 s (3 angka penting)
Jadi,
12
scms
cm
t
xv /467272727,5
0,20
28,120
= 5,47 cm/s (3 angka penting)
Selanjutnya, akan dicari V, yaitu dengan menggunakan teori ralat, yaitu :
Tentukan terlebih dahulu x dan t dengan metode deviasi.
(1) Untuk x adalah :
cmxxx 22,028,12050,12011
cmxxx 07,028,12035,12022
cmxxx 28,028,12000,12033
Jadi x yang dipilih adalah x = maks = 0,28 cm = 0,3 cm
(2) Untuk t adalah :
sttt 5,00,225,2111
sttt 00,220,2222
sttt 5,00,225,2233
Jadi t yang dipilih adalah t = maks = 0,5 s
2
2
2
2 1t
t
xx
tv (cari sendiri !)
22
2 )5,0(00,484
28,120)3,0(
0,22
1 cm
sv
v = 0,014481775 cm/s (perhitungan)
v = 0,01 cm/s (1 angka penting)
Jadi, kecepatan troley yang dilaporkan adalah :
V = | 5,47 ,0,01 | cm/s
Selanjutnya untuk pengukuran di atas 3 kali, penentuan x dilakukan dengan menggunakan
persamaan standar deviasi atau dengan menggunakan kalkulator, dan perambatan ralatnya serupa
dengan contoh terakhir di atas.
13
KEGIATAN PRAKTIKUM
Kegiatan 1 PENGUKURAN PANJANG
A. Tujuan
1. Menentukan nilai skala terkecil (NST) dari alat pengukuran besaran panjang yakni mistar, mistar geser dan micrometer skrup.
2. Melakukan pengukuran panjang benda dengan mistar, mistar geser dan micrometer skrup.
3. Menentukan nilai besaran panjang benda dengan mistar, mistar geser dan micrometer skrup.
B. Dasar Teori
Tugas Pendahuluan (Dikumpul saat pelaksanaan praktikum) 1. Jelaskan pengertian dari pengukuran. 2. Jelaskan prinsip kerja dari mistar, mistar geser dan micrometer skrup. 3. Carilah nilai skala terkecil (NST) dari mistar, mistar geser dan micrometer skrup.
C. Alat dan Bahan
1. Mistar 2. Mistar geser 3. Micrometer skrup 4. Berbagai benda dengan panjang bervariasi. 5. Berbagai benda dengan ketebalan bervariasi.
D. Prosedur Kerja
1. Pengukuran panjang benda dengan mistar dan mistar geser. a. Ambil benda 1 dan ukur panjang benda tersebut menggunakan mistar dan
mistar geser. b. Catat hasil pengukuran. c. Ulangi langkah a dan b dengan menggantikan dengan benda lain.
2. Pengukuran tebal benda dengan micrometer skrup.
a. Ambil benda 1 dan ukur tebal benda tersebut menggunakan micrometer skrup. b. Catat hasil pengukuran. c. Ulangi langkah a dan b dengan menggantikan dengan benda lain.
E. Data dan Hasil Perhitungan 1. Mistar
Benda 1 = [............... (Hasil Pengukuran) ± .............(NST Alat)] cm Maka estimasi panjang benda 1 adalah antara ......... cm (Hasil pengukuran dikurangi dengan nilai NST alat) sampai dengan .......... cm (Hasil pengukuran ditambah dengan nilai NST alat).
14
Benda 2 = ( ............... ± ..................) cm Maka estimasi panjang benda 2 adalah antara ........ cm sampai dengan ......... cm.
Benda 3 = ( ............... ± ..................) cm Maka estimasi panjang benda 3 adalah antara ........ cm sampai dengan ......... cm.
2. Mistar Geser
Benda 1 = ( ............... ± ..................) cm Maka estimasi panjang benda 1 adalah antara ........ cm sampai dengan ......... cm.
Benda 2 = ( ............... ± ..................) cm
Maka estimasi panjang benda 2 adalah antara ........ cm sampai dengan ......... cm.
Benda 3 = ( ............... ± ..................) cm
Maka estimasi panjang benda 3 adalah antara ........ cm sampai dengan ......... cm.
3. Micrometer skrup
Benda 1 = ( ............... ± ..................) mm Maka estimasi tebal benda 1 adalah antara ........ mm sampai dengan ......... mm.
Benda 2 = ( ............... ± ..................) mm Maka estimasi tebal benda 2 adalah antara ........ mm sampai dengan ......... mm.
Benda 3 = ( ............... ± ..................) mm
Maka estimasi tebal benda 3 adalah antara ........ mm sampai dengan ......... mm.
F. Pembahasan
Tuliskan pembahasan yang mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan pengukuran, besaran panjang, alat ukur yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini dan NST alat yang kemudian dikaitkan dengan data dan hasil perhitungan.
G. Kesimpulan Tuliskan kesimpulan. Kesimpulan disesuaikan dengan tujuan kegiatan praktikum ini.
15
Kegiatan 2 GERAK JATUH BEBAS
A. Tujuan 1. Menemukan hubungan antara percepatan gravitasi bumi (g) dengan posisi /
ketinggian benda (h) dan waktu jatuh benda (t). 2. Menghitung kecepatan benda yang mengalami gerak jatuh bebas (GJB) 3. Menghitung percepatan gravitasi bumi (g).
B. Dasar Teori
Diketahui rumus gerak lurus berubah beraturan sebagai berikut ; 𝑉𝑡 = 𝑉𝑜 ± 𝑎. 𝑡 ................. persamaan 1
𝑆 = 𝑉𝑜 𝑡 ±1
2 𝑎 𝑡2 .......... persamaan 2
Dimana t adalah waktu tempuh benda yang bergerak, S adalah jarak yang ditempuh benda, Vo adalah Kecepatan awal benda sebelum bergerak, Vt adalah kecepatan benda setalah menempuh waktu t, dan a adalah percepatan benda. Pada Gerak Jatuh Bebas, ada beberapa yang diperhatikan, yakni simbol jarak (S) yang menggunakan simbol high (h) dan percepatan benda yang dipengaruhi lansung oleh percepatan gravitasi bumi, sehingga simbol percepatan a diganti menjadi g. Untuk gerak jatuh bebas sendiri tidak memiliki kecepatan awal, sehingga vo = 0 m/s. Sehingga persamaan 1 dan 2 berubah menjadi ; 𝑉𝑡 = 𝑔. 𝑡 ................. persamaan 3
ℎ = 1
2 𝑔 𝑡2 ............. persamaan 4
Tugas Pendahuluan (Dikumpul saat pelaksanaan praktikum) 1. Jelaskan pengertian dari Gerak Lurus Beraturan (GLB) dan Gerak Lurus Berubah
Beraturan (GLBB). 2. Jelaskan perbedaan antara Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), Gerak Jatuh Bebas
(GJB) dan Gerak Vertikal ke Atas (GVA). 3. Jelaskan yang dimaksud dengan Percepatan. 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Percepatan Gravitasi Bumi (g).
C. Alat dan Bahan 1. Bola bekel 2. Meteran roll (*masing-masing kelompok wajib membawa) 3. Stopwatch
16
D. Prosedur Kerja 1. Lakukan langkah sesuai ilustrasi gambar ;
2. Ukur ketinggian bola dari lantai. 3. Jatuhkan bola tanpa kecepatan awal (tanpa dorongan). 4. Catat waktu yang dibutuhkan bola hingga menyentuh lantai. 5. Ulangi langkah 1 hingga 4 dengan megubah ketinggian awal bola hingga diperoleh
data hingga 5 ketinggian.
E. Data dan Hasil Perhitungan No Ketinggian Waktu
1 (............± ............) m (.............. ± ............) s
2
3
4
5
Melalui data diatas, hitunglah ; 1. Nilai kecepatan bola saat menyentuh lantai dengan persamaan 3. 2. Nilai percepatan gravitasi dengan menggunakan persamaan 4.
*) Semua hasil perhitungan mempertimbangkan nilai ralat dari NST alat dan ralat (ketidakpastian) dari rumus yang digunakan.
F. Pembahasan
G. Kesimpulan
lantai
Ketinggian (m)
bola
17
Kegiatan 3 BANDUL SEDERHANA
A. Tujuan
1. Menentukan periode suatu getaran. 2. Membuktikan nilai percepatan gravitasi bumi.
B. Dasar Teori
Tugas Pendahuluan (Dikumpul saat pelaksanaan praktikum) 1. Apa yang dimaksud dengan Periode dan Frekuensi. 2. Jelaskan pengertian dari bandul sederhana. 3. Jelaskan prinsip kerja bandul sederhana. 4. Tuliskan rumus mencari periode getaran pada bandul sederhana. 5. Tuliskan rumus mencari percepatan gravitasi pada bandul sederhana.
C. Alat dan Bahan 1. Mistar*
2. Benang jahit*
3. Beban penggantung (bermassa antara 1 gram sampai dengan 500 gram)*
4. Statip dan Klem
5. Stopwatch
6. Busur derajat*
7. Meja tumpuan
D. Prosedur Kerja
1. Susun alat seperti pada gambar dibawah ini :
2. Mengukur panjang tali. pengukuran tali untuk percobaan berbeda dengan urutan 15
cm, 30 cm, 45 cm.
3. Menyimpangkan bola(beban) lebih kecil dari 12
4. Mencatat waktu yang diperlukan bola (beban) untuk berayun 10 kali dan 20 kali.
5. Lakukan 3 kali untuk masing-masing ukuran tali.
6. Hitung Periode dan percepatan gravitasi
Ө
18
7. Pembahasan
Silahkan bahas mengenai sifat getaran dan hubungannya dengan pembuktian mengenai percepatan gravitasi
8. Kesimpulan
19
Kegiatan 4 PENGUKURAN MASSA
A. Tujuan
1. Menentukan nilai skala terkecil (NST) dari alat pengukuran besaran massa yakni neraca ohauss 2610, neraca digital dan neraca pegas.
2. Melakukan pengukuran massa benda dengan neraca ohauss 2610, neraca digital dan neraca pegas.
3. Menentukan nilai besaran massa benda dengan neraca ohauss 2610, neraca digital dan neraca pegas.
B. Dasar Teori Tugas Pendahuluan (Dikumpul saat pelaksanaan praktikum) 1. Jelaskan pengertian dari pengukuran. 2. Jelaskan perbedaan antara massa dan berat. 3. Jelaskan prinsip kerja dari neraca ohauss 2610, neraca digital dan neraca pegas. 4. Carilah nilai skala terkecil (NST) dari mistar, mistar geser dan micrometer skrup.
C. Alat dan Bahan
1. Neraca ohauss 2610 2. Neraca digital 3. Neraca pegas 4. Berbagai benda dengan massa bervariasi.
D. Prosedur Kerja
1. Pengukuran panjang benda dengan neraca ohauss 2610 dan neraca digital. a. Ambil benda 1 dan ukur massa benda tersebut menggunakan neraca ohauss
2610 dan neraca digital. b. Catat hasil pengukuran. c. Ulangi langkah a dan b dengan menggantikan dengan benda lain.
3. Pengukuran berat benda dengan neraca pegas.
a. Ambil benda 1 dan ukur berat benda tersebut menggunakan neraca pegas. b. Catat hasil pengukuran. c. Ulangi langkah a dan b dengan menggantikan dengan benda lain.
E. Data dan Hasil Perhitungan 1. Neraca Ohauss 2610
Benda 1 = [............... (Hasil Pengukuran) ± .............(NST Alat)] cm Maka estimasi massa benda 1 adalah antara ......... gr (Hasil pengukuran dikurangi dengan nilai NST alat) sampai dengan .......... gr (Hasil pengukuran ditambah dengan nilai NST alat).
Benda 2 = ( ............... ± ..................) gr Maka estimasi massa benda 2 adalah antara ........ gr sampai dengan ......... gr.
20
Benda 3 = ( ............... ± ..................) gr Maka estimasi massa benda 3 adalah antara ........ gr sampai dengan ......... gr.
2. Neraca Digital
Benda 1 = ( ............... ± ..................) gr Maka estimasi massa benda 1 adalah antara ........ gr sampai dengan ......... gr.
Benda 2 = ( ............... ± ..................) gr
Maka estimasi massa benda 2 adalah antara ........ gr sampai dengan ......... gr.
Benda 3 = ( ............... ± ..................) gr
Maka estimasi massa benda 3 adalah antara ........ gr sampai dengan ......... gr.
3. Neraca Pegas
Benda 1 = ( ............... ± ..................) N Maka estimasi berat benda 1 adalah antara ........ N sampai dengan ......... N.
Benda 2 = ( ............... ± ..................) N Maka estimasi berat benda 2 adalah antara ........ N sampai dengan ......... N.
Benda 3 = ( ............... ± ..................) N
Maka estimasi berat benda 3 adalah antara ........ N sampai dengan ......... N.
H. Pembahasan
Tuliskan pembahasan yang mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan pengukuran, besaran panjang, alat ukur yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini dan NST alat yang kemudian dikaitkan dengan data dan hasil perhitungan.
I. Kesimpulan Tuliskan kesimpulan. Kesimpulan disesuaikan dengan tujuan kegiatan praktikum ini.
21
Kegiatan 5 MASSA JENIS ZAT CAIR
A. Tujuan
1. Mengetahui makna dari massa jenis. 2. Menghitung berbagai macam massa jenis zat cair
B. Dasar Teori
Tugas Pendahuluan (Dikumpul saat pelaksanaan praktikum) 1. Jelaskan pengertian dari massa jenis. 2. Jelaskan cara menghitung massa jenis zat benda. 3. Carilah massa jenis air dan minyak goreng. 4. Apa yang dimaksud dengan piknometer.
C. Alat dan Bahan
1. Piknometer 2. Neraca digital 3. Air 4. Minyak goreng (*masing-masing kelompok membawa minyak goreng 100 ml) 5. Sabun cuci piring sunlight (*masing-masing kelompok wajib membawa)
D. Prosedur Kerja
1. Ambil pikometer dan catat volumenya. 2. Timbang piknometer kosong dengan menggunakan neraca digital. 3. Isi piknometer dengan air hingga seluruh piknometer dipenuhi air. 4. Timbang piknometer yang telah terisi air menggunkan neraca digital. 5. Ulangi langkah 1 sampai 4 dengan mengganti dengan minyak goreng.
E. Data dan Hasil Perhitungan
No
Jenis Zat Cair
Volume piknometer (ml)
Massa piknometer Kosong (gr)
Massa piknometer Kosong + zat cair (gr)
1 Air .......... ± ........... .......... ± ........... .......... ± ...........
2 Minyak goreng .......... ± ........... .......... ± ........... .......... ± ...........
Masukan data pada rumus berikut ;
𝜌 = 𝑚
𝑉
Hitung dalam satuan internasional (SI) dan tentukan pula nilai ketidakpastian (ralat) berdasarkan NST alat dan ketidakpastian (ralat) rumus yang digunakan
F. Pembahasan
G. Kesimpulan
22
Kegiatan 6 HUKUM ARCHIMEDES
A. Tujuan
1. Menghitung besarnya gaya ke atas benda yang berada dalam zat cair 2. Menjelaskan hubungan antara massa jenis dengan gaya ke atas. 3. Menghitung volume benda yang tercelup ke dalam zat cair.
B. Dasar Teori
Tugas Pendahuluan (Dikumpul saat pelaksanaan praktikum) 1. Jelaskan mengenai hukum Archimedes. 2. Jelaskan mengenai fenomena mengapung, melayang dan tenggelam
Bila sebuah benda dimasukan kedalam zat cair, maka pada benda tersebut akan
bekerja gaya ke atas sebesar berat volume zat cair yang dindahkan. Dapat dirumuskan sebagai berikut ;
𝐹𝑎 = 𝜌𝑐𝑎𝑖𝑟 . 𝑉𝑏 . 𝑔 ......... (pers. 1)
Dimana ; 𝐹𝑎 = gaya keatas 𝜌𝑐𝑎𝑖𝑟 = massa jenis zat cair Vb = Volume benda g = percepatan gravitasi
Bila sebuah benda diukur beratnya diudara (Wu) dengan neraca pegas, kemudian dimasukan kedalam zat cair maka penunjukan neraca pegas tersebut akan mengalami pengurangan nilai berat menjadi Wa akibat adanya gaya keatas yang bekerja pada benda tersebut. Sehingga ;
𝐹𝑎 = 𝑊𝑢 − 𝑊𝑎 ........... (pers.2)
C. Alat dan Bahan
1. Neraca pegas 2. Wadah air 3. Beban pemberat dengan variasi massa 4. Statif
D. Prosedur Kerja
1. Hitung berat beban benda di udara dengan neraca pegas 2. Selupkan beban kedalam wadah berisi air dan catat penunjukan neraca pegas 3. Ulangi langkah 1 sampai dengan 2 dengan mengganti beban lain hingga diperoleh 3
variasi beban.
23
E. Hasil dan Perhitungan
Beban Fa Fu
1 (.......... ± ..........) N (........... ± ..........) N
2
3
Dengan menggunakan persamaan 1 dan 2, hitunglah ; a) Gaya ke atas yang dialami benda saat dicelupkan dalam zat cair b) Volume benda yang dicelupkan kedalam zat cair
*) Setiap perhitungan memperhatikan ralat alat / ralat rumus yang digunakan. F. Pembahasan
G. Kesimpulan