penjlsn sirosis hatiw 1,2
TRANSCRIPT
SIROSIS HATI
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat
disertai nodul. Dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis yang luas, jaringan ikat. (1)
Epidemiologi Sirosis
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita
sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan
puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. (4)
PATOGENESIS
Peradangan sel hati menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps
lobulus hati dan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel
hati. Jaringan parut dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan
sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi
portal. Jaringan kolagen bertambah dan reversible menjadi irreversibel (1)
ETIOLOGI
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
1) Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2) Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3) Defisiensi Alphal-antitripsin
4) Glikonosis type-IV
5) Galaktosemia
6) Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana
empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak
adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada
penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi
atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah
berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk
membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi
diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir.
Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan,
tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing
Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari
pembedahan saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
1) Sindroma Budd-Chiari
2) Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10.Malnutrisi
11.Indian Childhood Cirrhosis. (1,2,3)
KLASIFIKASI
Klasifikasi secara morfologi berdasarkan besar kecilnya nodul yaitu :
1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
2. Mikronoduler (Reguler, monolobuler)
3. Campuran (Kombinasi antara makro dan mikro noduler). (5)
Klasifikasi secara Fungsional/Klinis :
1. Kompensasi (Laten, sirosis dini, tanda klinis belum nyata)
2. Dekompensasi (Tanda klinis telah nyata, Aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal). (5)
GEJALA DAN TANDA
Pada kasus dengan Sirosis Hati Kompensata, pasien tidak mempunyai keluhan yang
terlalu berarti selain dari cepat merasa lelah dan nafsu makan yang menurun tidak begitu
signifikan. Beda halnya dengan pasien pada stadium dekompensata, dimana sudah timbul banyak
gejala yang membuat pasien tidak berdaya akibat hati gagal mengkompensasi akumulasi
kerusakan yang dialaminya. Berikut gejala-gejala umum beserta dengan penjelasan
patomekanismenya. (4)
Hipertensi Portal, varises esophagus dan hematemesis melena
Patogenesis
Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas dan kandung
empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus halus, kaput
pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak mempunyai katup dan
membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan sisanya oleh arteri hepatika.
Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang selanjutnya ke vena kava inferior. (6)
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran
darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya
kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah
portal.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan
faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan
menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi
kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah
perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya kontraksi dari
sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk
mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari
nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari
sinusoid hepar. (4)
Peninggian gradient vena porta mendahului terjadinya vena kolateral sistemik sebagai
usaha untuk dekompensasi sistem vena portal. Varises esophagus adalah kolateral yang paling
penting karena tingginya kecenderungan untuk terjadinya perdarahan. Varises esophagus terjadi
ketika gradient tekanan vena porta meningkat 10 mmHg. Semua factor yang dapat meningkatkan
hipertensi portal dapat menyebabkan perdarahan termaksud perburukan penyakit hati, intake
makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan abdominal. Faktor-faktor yang dapat merubah
dinding varises dapat juga menimbulkan perdarahan. Infeksi bakteri dapat menyebabkan
perdarahan awal dan berulang. Varises ini pecah sehingga timbul darah atau dapat juga melalui
tinja yang berwarna ter (hematemesis melena) (7)
Penanganan
Terapi perdarahan dari varises esofagus yang bermanifestasi sebagai hematemesis dan
melena: Istiraha, Diit. Bila tanpa tanda-tanda koma hepatikum : Diberikan diit 1500-2000 kkl
dgn protein 1gr/kgbb/hari, Diit rendah garam. Perdarahan biasanya berhenti spontan, tapi
perdarahan ulang dapat terjadi. (8) Jika perdarahan masih tetap berlangsung dapat dipikirkan
pemberian transfusi darah segar, vasopressin, pemasangan pipa lambung untuk pembilasan
dengan NaCl dingin. (9)
Vasopressin (pitressin) diberikan dengan tujuan menyebabkan vasokonstriksi arteri
splanikus menurunkan tekanan vena porta dengan mengurangi aliran darah splanknik. dengan
dosis 0,33 unit/kilogram berat badan intraavena selama 20 menit. Jika perdarahan masih
berlanjut, dosis dapat ditingkatkan tiga kali lipat. Glypressin adalah suatu prekursor pitressin
inaktif. Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian obat-obatan ini adalah kemerahan pada
kulit, kolik abdomen dan diare. Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah
dapat diberikan propanolol. Apabila dengan cara di atas tidak berhasil dalam mengatasi
perdarahan dapat dipikirkan pemasangan balon untuk tamponade (Sengstaken-Blackmore).
Pemasangan balon ini sulit dilaksanakan dan dikuatirkan bisa menyumbat jalan napas pada
waktu dikeluarkan, aritmia jantung, robeknya esofagus dan refluks darah dari esophagus
sehingga terjadi aspirasi. Apabila tetap tidak berhasil maka dilakukan ligasi varises.(8)
Edema dan Asites
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi
protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama
albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga volume plasma dan
mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka
cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk
di perifer dan keadaan ini disebut edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis hepatis
dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan
onkotik dari vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan sinusoidal
yang berkembang pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam
perisinusoidal dan kemudian masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini
melampaui kemampuan dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati.
Cairan yang berada pada kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan
hal inilah yang mengakibatkan asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat
menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang
dapat mengancam nyawa pasien. (4)
Hepatorenal Syndrome
Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjal yang diobsrevasi pada pasien
dengan sirosis dan disebabkan oleh adanya vasokonstriksi dari arteri besar dan kecil ginjal dan
akibat berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak sempurna.kadar dari agen vasokonstriktor
meningkat pada pasien dengan sirosis, temasuk hormon angiotensin, antidiuretik, dan
norepinephrine. (4)
Hepatic Encephalopathy
Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosis heatis menjadi
ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah amino, teori kedua
menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah di otak.
Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat seperti amino,
asam amino, purinm dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah kembali menjadi urea di hati,
seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada penyakit hati atau porosystemic
shunting, kadar ammonia pada pembuluh darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea.
Sehingga peningkatann kadar dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.
Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit asam
amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat mengganggu
pembentukan potensial eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada derajat yang ringan,
peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi penderita, dan pada derajat yang lebih berat
dapat sampai membuat pasien mengalami koma. (4)
PEMERIKSAAN PENUNJANG SIROSIS HEPATIS
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut:
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun,
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4.Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti
HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah
terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG),
pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus,
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan,
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic
retrograde chlangiopancreatography (ERCP). (4)
PENATALAKSANAAN SIROSIS HEPATIS
Kebanyakan penatalaksaan ditujukan untuk meminimalisir komplikasi yang disebabkan
oleh sirosis mengingat sirosis merupakan kerusakan hati yang ireversibel sehingga untuk
memperbaiki struktur hati sepertinya tidak dapat dilakukan.
Pengobatan firosis hati pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak
terhadap fibrosis. Di masa yang akan datang, menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan
dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Interferon mempunyai aktifitas
antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stellata bisa merupakan suatu
pilihan.
Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi
garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diureitk. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1kg/hari bila edema kaki ditemukan. Bila pemberian spironolaktine belum adequat
maka bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan
jika jumlah asites sangat besar.
Pada pasien dengan adanya ensefalopati hepatik dapat digunakan laktulosa untuk
mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus
penghasil amonia.
Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan
propanolol. Waktu pendarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid dan
dapat diteruskan dengan tindakan ligasi endoskopi atau skleroterapi. (4)
PROGNOSIS
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan
klasifikasi Child Pugh.
Tabel I. Klasifikasi Child Pugh
Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat Satuan
Bilirubin (total) <35> 35-50 >50 (>3)μmol/l (mg/dL)
Serum albumin >35 30-35 <30 g/L
N utrisi Sempurna Mudah dikontrol Sulit terkontrol -
Ascites NihilDapat terkendali dengan pengobatan
Tidak dapat terkendali
-
Hepatic encephalopathy
Nihil minimal Berat/koma -
1. Sirosis hepatis pada hepatobilier di dalam Sudoyo di dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi 4. Sudoyo, Aru W, dkk. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006.
2.
3.
4. http://cetrione.blogspot.com/2008/05/sirosis-hati-sirosis-hepatis.html
5. http://www.medicalera.com/info_answer.php?thread=2162 6. Surif, Bambang. Roma, Julius. 2000. Hipertensi Portal pada Anak. Akses 1 April 2010.7. http://budilukmanto.org/index.php/seputar-hepatitis/35-seputar-hepatitis/138-seputar-
hepatitis8. Shandling B. Portaal hypertension and varices. In: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson
WE, Vaughan VC, Eds. Textbook of Pediatrics; 14th ed. Philadelphia: WB Saunders Comp, 1993; 1029-30.
9. Roy CC, Silverman A, Cozzetto FJ. Portal Hypertension. In : Roy CC et al, Eds. Pediatric clinical gastroenterology. 2nd ed. Saint Louis: The CV Mosby Comp, 1975; 582-604.