peningkatan soft skills siswa melalui pembelajaran
TRANSCRIPT
PENINGKATAN SOFT SKILLS SISWA MELALUI
PEMBELAJARAN GENERATIF
DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Bidang
Pendidikan Matematika
Disusun oleh
Nama : Rahayu Cahyani
NIM : 1684202138
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI
Nama Mahasiswa : Rahayu Cahyani
Nomor Pokok Mahasiswa : 1684202138
Program Studi : Pendidikan Matematika
Judul Skripsi : PENINGKATAN SOFT SKILLS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN GENERATIF DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Skripsi untuk mengikuti Seminar Proposal Skripsi.
Tangerang, 27 April 2020
Tim Pembimbing:
Tanda Tangan
Pembimbing I,
Kus Andini Purbaningrum, M.Pd ……………………
NBM. 121 1188
Pembimbing II,
Yenni, M.Pd ……………………
NBM. 103 7271
Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika Dr. Hairul Saleh, M.Si NBM. 113 9236
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rahayu Cahyani
Nomor Induk Mahasiswa : 1684202138
Program Studi : Pendidikan Matematika
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas : Universitas Muhammadiyah Tangerang
Dengan ini menyatakan bahwa judul Proposal “Peningkatan Soft Skills
Siswa melalui Pembelajaran Generatif dengan Pendekatan Kontekstual” beserta
seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri dan bukan merupakan hasil
jiplakan atau plagiat dari karya orang lain karena hal tersebut melanggar etika
yang berlaku dalam kaidah keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung
resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ternyata
terdapat pelanggaran etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari
pihak lain terhadap keaslian karya ini.
Tangerang, 27 April 2020
Rahayu Cahyani NIM.1684202138
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan seminar proposal
skripsi yang berjudul “Peningkatan Soft Skill Siswa melalui Pembelajaran
Generatif dengan Pendekatan Kontekstual”.
Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal skripsi ini tidak
terselesaikan tanpa dukungan, bimbingan, motivasi, kritik, saran dan bantuan yang
telah diberikan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Ahmad Amarullah, M.Pd, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Tangerang.
2. Bapak Dr. Enawar, S.Pd., MM., MOS, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang.
3. Bapak Dr. Hairul Saleh, M.Si, selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Matematika.
4. Ibu Kus Andini Purbaningrum, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang
telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk mengajarkan dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tugas ini, terima kasih untuk
semua ilmu, kebaikan, dan nasehat yang diberikan.
5. Ibu Yenni, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II dan Sekertaris Program
Studi Pendidikan Matematika yang telah meluangkan waktu, tenaga,
pikiran untuk mengajarkan dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan tugas ini, terima kasih untuk semua ilmu, kebaikan, dan
nasehat yang diberikan.
6. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Muhammadiyah Tangerang yang telah memberikan ilmu-
ilmunya kepada penulis.
7. Bapak H. Moh. Ibrahim Lakoni, S.Pd., M.M, selaku Kepala Sekolah
SMPN 1 Jambe yang sudah memberi izin peneliti untuk melakukan
penelitian di sekolah SMPN 1 Jambe.
8. Ibu Juhaeriyah, S.Pd, selaku Guru Matematika kelas VIII di SMPN 1
Jambe.
9. Bapak Suhendra dan Ibu Dedeh Komariah, selaku Kedua Orang Tua
Penulis yang sudah melahirkan, membesarkan, dan mendidik dengan
penuh kasih sayang hingga penulis mampu menyelesaikan tugas ini. Atas
segala hal yang kalian berikan bahkan tak mampu kusebutkan satu persatu,
sehingga hanya mampu ucapkan rasa bersyukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan kesempatan untuk terlahir sebagai anak yang beruntung
dikeluarga ini.
10. Keluarga besar yang sudah mendukung penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
11. Sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima
kasih atas do’a, dukungan, persahabatan dan persaudaraan yang kita rajut
selama ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan yang
telah diberikan dan semoga penyusunan skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan. Aamiin.
Tangerang, 27 April 2020
Rahayu Cahyani
NIM. 1684202138
i
DAFTAR ISI BAB I .................................................................. Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 7
C. Pembatasan masalah .................................................................................. 7
D. Rumusan masalah...................................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
BAB II ............................................................................................................... 10
KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN .............................. 10
PENGAJUAN HIPOTESIS ............................................................................... 10
A. Deskripsi Teori ........................................................................................ 10
1. Soft Skills ............................................................................................ 10
a. Pengertian soft skills ………………………………………………… 10
b. Jenis- jenis soft skill matematis ……………………………………… 11
2. Pembelajaran Generatif ........................................................................ 21
a. Pengertian Pembelajaran Generatif ………………………………...... 21
b. Tahapan Model Pembelajaran Generatif …………………………….. 23
c. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran generatif …………… 24
3. Pendekatan Kontekstual ....................................................................... 25
a. Pengertian Pendekatan Kontekstual …………………………………. 25
b. Komponen Pendekatan Kontekstual ………………………………… 26
c. Langkah-langkah pendekatan kontekstual …………………………... 28
ii
d. Kelebihan dan kekurangan pendekatan kontekstual ………………… 30
e. Peran guru dalam pendekatan kontekstual …………………………... 31
f. Langkah-langkah pembelajaran generatif dengan pendekatan
kontekstual …………………………………………………………... 32
B. Penelitian Relevan ................................................................................... 32
C. Kerangka berpikir.................................................................................... 35
D. Hipotesis ................................................................................................. 37
1. Hipotesis Penelitian Pretes .................................................................. 37
2. Hipotesis Penelitian Postes .................................................................. 37
3. Hipotesis Analisis Gain ........................................................................ 38
BAB III.............................................................................................................. 39
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 39
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 39
B. Metode Penelitian.................................................................................... 39
C. Populasi dan Sampel ............................................................................... 40
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 41
E. Instrumen Penelitian ................................................................................ 43
F. Hipotesis statistika .................................................................................. 54
G. Teknik Analisis Data ............................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Rencana Penelitian …………………………………………. 39
Tabel 3.2 Desain Penelitian …………………………………………… 40
Tabel 3.3 Jumlah Siswa …………..…………………………………… 41
Tabel 3.4 Kisi-kisi lembar observasi soft skill siswa ………………….. 44
Tabel 3.5 Pedoman pemberian skor sikap …………………………….. 45
Tabel 3.6 Predikat penilaian sikap …………………………………….. 45
Tabel 3.7 Kisi-kisi angket soft skill siswa …………………………….. 46
Tabel 3.8 Pedoman penskoran pernyataan positif
angket soft skill siswa ……………………………………….. 47
Tabel 3.9 Pedoman penskoran pernyataan negatif …………………….. 47
Tabel 3.10 Predikat angket soft skill siswa ……………………………… 47
Tabel 3.11 Interprestasi validitas nilai rxy ………………………………. 48
Tabel 3.12 Interprestasi derajat reabilitas ………………………………. 49
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ……………………….. 69
Lampiran 2 Perangkat Angket …………………………………………………... 74
Lampiran 3 Lembar Observasi ………………………………………………….. 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan segala usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya sendiri dan masyarakat (UU No.20 Tahun 2003). Peran
pendidikan dalam upaya pembentukan generasi di masa mendatang menuntut guru
sebagai bagian dari elemen pendidikan untuk proaktif dalam meningkatkan mutu
pembelajaran di kelas, sehingga terjadi peningkatan pengetahuan dan
keterampilan yang mengarah pada tujuan pendidikan. Pendidikan juga merupakan
suatu investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, dimana peningkatan
kecakapan dan kemampuan dapat diyakini sebagai faktor pendukung upaya
manusia dalam kehidupannya.
Proses pendidikan dilakukan dalam proses pengajaran untuk mengajarkan
dua keterampilan yaitu Hard Skill dan Soft Skill. Hard skill merupakan
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang
berhubungan dengan bidang ilmunya. Hard skill matematis siswa diturunkan dari
kompetensi inti dan kompetensi dasar matematika pada tingkat kelas yang
bersangkutan. Sedangkan untuk soft skill matematis siswa adalah keterampilan
seseorang ketika berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan
keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu
2
mengembangkan unjuk kerja secara maksimal atau kecakapan yang dimiliki
seseorang untuk berani menghadapi masalah hidup dan kehidupan dengan wajar
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta
menemukan solusi sehingga mampu untuk mengatasinya. Ramdhani (2009)
mengemukakan bahwa soft skill juga sering disebut keterampilan lunak adalah
keterampilan yang digunakan dalam berhubungan dan bekerja sama dengan orang
lain.
Berdasarkan hasil penelitian dari Harvard University, Amerika Serikat,
bahwa dunia pendidikan di Indonesia menurut penelitian tersebut, kesuksesan
seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis
(hard skill) saja, akan tetapi diperlukan juga keterampilan mengelola diri dan
orang lain (soft skill) (Moma, 2015, h. 248). Selanjutnya, hasil penelitian
psikologi sosial menunjukkan bahwa orang yang sukses di dunia ditentukan oleh
peranan ilmu sebesar 18%. Sisanya 82% ditentukan oleh keterampilan emosional,
soft skill dan sejenisnya (Elfindri, dkk, 2010). Dengan mempunyai soft skill dapat
membuat keberadaan seseorang semakin terasa di tengah masyarakat. Jika
seseorang tidak memiliki soft skill yang baik, maka hard skill dapat
membahayakan diri sendiri dengan orang lain. Sebaliknya, jika seseorang dapat
memiliki soft skill dengan baik, maka ilmu serta keterampilan yang dimilikinya
akan mendatangkan sebuah kesejahteraan pada dirinya sendiri ataupun lingkungan
sekitar.
Sumarmo (2015) mengemukakan beberapa jenis soft skills matematis antara
lain: disposisi matematis, kemandirian belajar (self-regulator learning), self-
3
efficacy, self-esteem, self-concept, self-confidence, habits of mind, pendidikan
nilai, budaya, dan karakter serta pandangan siswa terhadap pembelajaran
matematika. Tidak hanya aspek kognitif saja yang harus diperhatikan oleh guru
akan tetapi aspek afektif pun tidak kalah pentingnya untuk ditingkatkan, Haryati
(2010) menyatakan individu memiliki soft skill yang tinggi cenderung belajar
lebih aktif dan mampu mengatur waktu belajar secara efisien. Jika soft skill
merupakan hal yang penting untuk ditingkatkan agar mendukung keberhasilan
belajar siswa maka guru harus dapat menyeimbangkan antara kognitif dan
afektifnya.
Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan selama ini yang lebih dominan
adalah kemampuan hard skill dibandingkan dengan kemampuan yang sifatnya soft
skill hal ini dikarenakan sebagian besar guru yang ada disekolah ketika melakukan
proses pembelajaran di kelas masih menerapkan pembelajaran yang cenderung
konvensional, akan tetapi guru pernah menerapkan metode diskusi namun tidak
berjalan efektif. Guru cenderung terfokus pada hard skill karena mengingat waktu
yang terbatas. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi
ulangan harian, ujian tengah semester maupun ujian akhir sekolah. Sehingga soft
skill yang dimiliki siswa masih kurang.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 6
Januari 2020 di SMPN 1 Jambe dengan salah satu guru pengampu mata pelajaran
matematika di kelas VIII,dalam proses pembelajaran guru hanya mengembangkan
aspek kognitif (hard skill), sedangkan aspek afektif dan psikomotorik (soft skill)
kurang mendapatkan perhatian dari guru. Diluar aspek kognitif terdapat juga
4
aspek yang harus diperhatikan salah satunya soft skill, karena peran soft skill bagi
siswa dapat mempersiapkan di lingkungan masyarakat. Salah satu guru
matematika menjelaskan bahwa selama ini yang menjadi prioritas utama untuk
dinilai lebih fokus ke aspek kognitif seperti ulangan harian, ulangan semester dan
ujian yang sifatnya lebih ke ranah kognitif, sedangkan untuk aspek afektif dan
psikomotorik (soft skill) seperti kecakapan berpikir rasional, kecakapan diri,
kemampuan berkomunikasi dan kemampuan bekerja sama tidak terlalu
diperhatikan, hal ini pun dikarenakan terbatasnya oleh waktu yang terbatas.
Alhasil siswa pun selama ini hanya memprioritaskan hasil belajarnya saja (hard
skill).
Observasi yang telah dilakukan oleh peneliti ditemukan beberapa
permasalahan yang ada, yaitu 1) siswa masih kesulitan memahami materi yang
diajarkan. Siswa tidak bisa mengerjakan permasalahan dalam matematika
sehingga tidak dapat menyelesaikannya. 2) siswa mudah menyerah ketika
mengerjakan soal yang diberikan, 3) kurangnya partisipasi aktif dari siswa
terutama ketika guru meminta siswa untuk menyampaikan pendapatnya, siswa
lebih memilih untuk diam. 4) siswa kurang bisa bekerja sama dalam tim, banyak
siswa yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab sehingga saling mengandalkan
temannya saja. 5) guru cenderung terfokus pada hard skill karena mengingat
waktu yang terbatas sehingga soft skill siswa masih kurang. Melihat soft skill
siswa masih rendah, guru harus memahami karakter siswa dan mencari metode
seperti apa yang bisa memotivasi siswa sehingga siswa merasa senang belajar
matematika dan terlibat langsung di dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
5
Berdasarkan permasalahan yang ada di atas maka, untuk meningkatkan soft
skill siswa dalam pembelajaran matematika perlu adanya suatu model
pembelajaran untuk mengatasi permasalahan yang adasiswa perlu mendapatkan
suatu pembelajaran yang aktif agar siswa mendapat kesempatan untuk
mengungkapkan ide atau gagasannya. Salah satunya menggunakan model
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual. Dengan menggunakan
pembelajaran ini dapat memberikan kesempatan siswa untuk lebih aktif dalam
mengemukakan pendapatnya dan kreatif dalam memecahkan masalah. Selain itu,
siswa pun diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan temannya dan juga
memiliki rasa tanggung jawab dalam kelompoknya. Pembelajaran generatif
merupakan terjemahan dari generative learning. Menurut Osborno dan Wittrock
yang dikutip oleh Holil (2008) bahwa pembelajaran generatif merupakan suatu
model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan
diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan maupun gejala
yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang
dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka
panjang. Pembelajaran generatif ini dapat meningkatkan soft skill karena siswa
juga diberi kebebasan untuk mengungkapkan ide atau gagasan dan alasan
terhadap permasalahan yang diberikan sehingga akan lebih memahami
pengetahuan yang dibentuknya sendiri dan proses pembelajaran yang dilakukan
akan lebih optimal. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran generatif
akan memberikan tantangan kepada siswa untuk memecahkan suatu permasalahan
6
matematika dan mendorong siswa untuk lebih kreatif, termotivasi belajar, percaya
diri (self-efficacy), dan dapat mendorong tumbuhnya soft skills, dan juga menuntut
guru dalam proses pembelajaran matematika sebaiknya dengan menggunakan
masalah-masalah non rutin dan bersifat terbuka dalam penyelesaian masalah
dalam pembelajaran matematika.
Selain melalui model pembelajaran generatif yang dapat meningkatkan soft
skill, strategi tersebut dapat juga di kolaborasikan dengan menggunakan
pendekatan kontekstual sehingga siswa dapat mengungkapkan ide atau gagasan
dengan cara yang sesuai dengan kehidupan nyata sisw., hal ini diharapkan agar
siswa memperoleh hasil yang lebih maksimal. Pendekatan kontekstual merupakan
pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan
nyata. Pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen-
komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran
generatif dengan pendekatan kontekstual akan memberikan tantangan kepada
siswa untuk memecahkan suatu permasalah matematika dan mendorong siswa
untuk lebih kreatif, termotivasi dalam belajar, percaya diri. Sedemikian sehingga
dapat meningkatkan soft skill siswa. Selain itu juga menuntut guru dalam proses
7
pembelajaran matematika sebaiknya dengan menggunakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan bersifat terbuka dalam penyelesaian
masalah dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka peneliti bermaksud
melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Soft Skill Siswa melalui
Pembelajaran Generatif dengan Pendekatan kontekstual” .
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan masalah yang telah ditemukan oleh peneliti di sekolah, maka
dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Siswa masih kesulitan memahami yang diajarkan.
2. Siswa kurang mampu untuk bekerjasama dalam tim.
3. Siswa mudah menyerah ketika mengerjakan soal yang diberikan.
4. Kurangnya partisipasi aktif dari siswa
5. Guru cenderung terfokus pada hard skill karena mengingat waktu yang
terbatas.
C. Pembatasan masalah
Agar dalam penelitian ini tidak melebar, maka diperlukan suatu fokus
penelitian dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan sesuai dengan apa
yang dikehendaki peneliti. Adapun fokus penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya fokus pada aspek soft skill matematis.
2. Materi dalam penelitian ini hanya dibatasi pada materi pola bilangan.
8
D. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat peningkatan soft skill siswa
yang diberi model pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual, dan
siswa yang diberi metode konvensional?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui “Apakah terdapat peningkatan soft skill antara siswa yang diberi
model pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual, dan siswa yang
diberi metode konvensional?”
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
a. Dapat digunakan sebagai sarana yang dapat membantu siswa dalam
memahami materi, khususnya bagi siswa yang menjadi subjek uji
coba, mereka dapat mengembangkan soft skill masing-masing dalam
pembelajaran matematika setelah diterapkannya model pembelajaran
generatif.
b. Memotivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
matematika.
c. Menumbukan sikap tenggang rasa, kerjasama antar kelompok dan
menghargai pendapat orang lain.
2. Bagi Guru dan Sekolah
9
a. Dapat dijadikan alternatif pilihan model pembelajaran untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran matematika dalam rangka
peningkatkan soft skill siswa.
b. Memberikan pengalaman dan wawasan dalam mengelola kegiatan
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran deneratif
dalam rangka peningkatan soft skill siswa.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan masukan sekaligus pengetahuan untuk
mengetahui gambaran kuantitatif seberapa besarnya soft skill siswa
setelah diterapkannya model pembelajaran generatif dengan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran matematika.
10
BAB II
KERANGKA TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Soft Skills
a. Pengertian soft skills
Ramdhani (2009) mengemukakan bahwa soft skill juga sering disebut
keterampilan lunak adalah keterampilan yang digunakan dalam berhubungan
dan bekerja sama dengan orang lain. Alfindri, dkk (2009) mengemukan
bahwa soft skills merupakan keterampilan seseorang dalam hubungan dengan
orang lain (interpersonal skills), dan keterampilan dalam mengatur dirinya
sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan produktivitas
kerja secara maksimal (Moma, 2015, h. 249).
Soft skill didefinisikan sebagai keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat
yang berhubungan dengan kepribadian, sikap perilaku daripada pengetahuan
formal atau teknis (Mahasneh & Thabet, 2015). Soft skill adalah karakteristik
yang mempengaruhi hubungan pribadi dan profesional seorang individu dan
bekerja yang berkaitan dengan prospek karir (Vyas & Chauhan, 2013). Dalam
perspektif sosiologi soft skill disebut sebagai Emotional Intelligence Quotient
(Rahayu, 2013) dalam penelitian (Fani dan Rasto, 2016, h. 160).
Kesimpulan dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa
soft skills merupakan perilaku personal dan interpersonal yang
11
mengembangkan dan memaksimalkan kinerja humanis. Selain itu, soft skills
sering juga disebut sebagai kecakapan yang digunakan dalam berhubungan
dan bekerjasama dengan orang lain.
b. Jenis- jenis soft skill matematis
Sumarmo(2015) mengemukakan beberapa jenis soft skills matematis
antara lain: disposisi matematis, kemandirian belajar (self-regulator
learning), self-efficacy, self-esteem, self-concept, self-confidence, habits of
mind, pendidikan nilai, budaya, dan karakter serta pandangan siswa terhadap
pembelajaran matematika. Tidak hanya aspek kognitif saja yang harus
diperhatikan oleh guru akan tetapi aspek afektif pun tidak kalah pentingnya
untuk ditingkatkan.
1) Disposisi matematis
Sumarmo, dkk, (2018, h. 129) disposisi matematis merupakan
bagian dari soft skilldan kompetensi dasar sikap sosial matematika yang
perlu mendapat perhatian guru dalam melaksanakan pembelajarannya.
Dalam pembelajaran matematika yang berkelanjutan, perilaku positif
akan membentuk suatu kebiasaan berpikir dan berperilaku positif
terhadap matematika yang dinamakan disposisi matematis (mathematical
disposition) yaitu: keinginan, kesadaran, kecenderungan, dan dedukasi
yang kuat untuk berpikir dan melaksanakan kegiatan matematik dengan
cara yang positif. (Polking dalam Sumarmo,2002, 2010, Hendriana dan
Sumarmo, 2014).
12
Selanjutnya Polking (Sumarmo, 2002, 2010, Hendriana dan
Sumarmo, 2014) dan NCTM (2002) merinci indikator disposisi
matematis sebagai berikut: (a) rasa percaya diri dalam menggunakan
matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan
mengkomunikasikan idea matematis; (b) bersifat lentur dalam
menyelidiki idea matematis dan berusaha mencari metode alternatif
dalam memecahkan masalah matematis; (c) cenderung memonitor,
merefleksi penampilan dan penalaran mereka sendiri; (d) menunjukkan
minat, rasa ingin tahu, dan daya temu dalam melakukan tugas matematis;
(e) tekun mengerjakan tugas; (f) menilai aplikasi matematika ke dalam
situasi lain dalam matematika dan dalam pengalaman sehari-hari; (g)
memberikan apresiasi peran matematika dalam kultur dan nilai, dan
sebagai alat, dan sebagai bahasa.
2) Kemandirian belajar (self-regulated learning)
Sumarmo, dkk, (2018, h. 227) Schunk dan Zimmerman (1998)
mendefinisikan kemandirian belajar sebagai proses belajar yang terjadi
karena pengaruh dan pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku diri
sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Menurut Schunk dan
Zimmerman (1998) terdapat tiga fase utama dalam siklus kemandirian
belajar yaitu: merancang belajar, memantau kemajuan belajar selama
menerapkan rancangan, dan mengevaluasi hasil belajar secara lengkap.
Schunk dan Zimmerman (1998), merinci kegiatan yang berlangsung pada
tiap fase SRL sebagai berikut: (a) merancang belajar; (b) memantau
13
kegiatan belajar; (c) mengevaluasi, merefleksi. Kemudian Zimmerman
mengemukakan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kemandirian
belajar, yaitu: a) faktor pribadi; b) faktor perilaku; c) faktor lingkungan.
Butler (2002) mengemukakan bahwa kemandirian belajar merupakan
siklus kegiatan kognitif yang rekursif (berulang-ulang) yang memuat
kegiatan: menganalisis tugas, memilih, mengadopsi, atau menemukan
pendekatan strategi untuk mencapai tujuan tugas, dan memantau hasil
dari strategi yang telah dilaksanakan.
Djamarah (2002) mengemukakan beberapa indikator kemandirian
belajar sebagai berikut:
(a) kesadaran akan tujuan belajar yang membuat belajar menjadi
lebih terarah, terkonsentrasi, dan dapat bertahan dalam waktu
yang lama.
(b) kesadaran akan tanggung jawab.
(c) Kekontinuan belajar atau belajar bersinambungan, yang akan
membentuk kebiasaan belajar secara teratur.
(d) Keaktifan belajar, melalui belajar secara aktif melalui membaca,
dari berbagai sumber, menghubungkan pengetahuan baru
dengan pengetahuan sebelumnya, aktif dan kreatif dalam kerja
kelompok, dan aktif bertanya ketika ada hal-hal yang belum
jelas.
(e) Efesiensi belajar, yang melukiskan pengaturan waktu belajar
sesuai dengan kedalaman dan keluasan bahan ajar.
14
3) Self-efficacy
Sumarmo, dkk, (2018, h. 211-213) beberapa pakar mendefinisikan
istilah kemampuan diri (self-efficacy) agak beragam, namun memiliki
kesamaan ciri utama yaitu pandangan seseorang terhadap kemampuan
dirinya. Beberapa definisi kemampuan diri yaitu: a) kemampuan diri
merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam
mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil
yang ditetapkan (Bandura, 1997); b) kemampuan diri adalah pandangan
terhadap pertimbangan seseorang bahwa sesuatu itu baik atau buruk,
tepat atau salah, mampu atau tidak mampu untuk dikerjakan sesuai
dengan yang dipersyaratkan (Alwilsol, 2010); c) kemampuan diri adalah
keparcayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam
mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan dalam domain dan keadaan tertentu (Maddux,
200); d) Candfields & Watkins, (Miliyawati, 2010) mengemukakan
bahwa kesuksesan individu antara lain dapat ditentukan oleh pandangan
dirinya terhadap kemampuannya. Pandangan tersebut berulang,
berkelanjutan, sulit diubah dan membudaya pada diri individu. Satu jenis
pandangan terhadap kemampuan dirinya yang dapat mempengaruhi
kesuksesan individu adalah kemampuan diri. Istilah self-efficacy
melukiskan perilaku yang disertai dengan kedisiplinan dan upaya
melakukan tindakan yang lebih bijak dan cerdas.
15
Selanjutnya Bandura (1997), mengemukakan bahwa proses psikologi
kemampuan diri memuat empat jenis proses psikologi yaitu: a) proses
kognitif yaitu pola pikir yang mendorong atau menghambat perilaku
kognitifnya; b) proses motivasional yaitu perilaku yang bertujuan
mengevaluasi penampilan pribadinya; c) proses afektif yaitu perilaku
yang mengendalikan proses berpikir dalam mengatasi ancaman; d) proses
seleksi yaitu proses yang kognitif, motivasional dan afektif yang
membantu pembentukan kemampuan diri sendiri. Demikian pula, Banura
(1997) menjelaskan bahwa kemampuan diri dapat ditumbuhkan melalui
empat sumber informasi utama, yaitu: a) pengalaman keberhasilan dan
kegagalan diri sendiri; b) pengalaman keberhasilan dan kegagalan orang
lain; c) persuasi verbal; d) kondisi fisiologis.
Indikator kemampuan diri (self-efficacy) meliputi perilaku, yaitu: (a)
mampu mengatasi masalah; (b) yakin akan keberhasilan dirinya; (c)
berani menghadapi tantangan; (d) berani mengambil resiko atas
keputusan yang diambilnya; (e) menyadari kekuatan dan kelemahan
dirinya; f) mampu berinteraksi dengan orang lain; (g) tangguh atau tidak
mudah menyerah.
4) Self-esteem
Sumarmo, dkk, (2018, h. 221-222) salah satu komponen afektif yang
perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika adalah rasa
penghargaan diri (self-esteem). Pada dasarnya tiap individu memiliki
keinginan dihargai. Rasa penghargaan diri adalah keseluruhan penilaian
16
psotif dan negatif seseorang dalam menghargai diri sendiri baik
menghargai kelebihan maupun kekurangan yang dimilikinya (Rosenberg,
dalam Pujiastuti, 2014). Terdapat dua bentuk kebutuhan rasa
penghargaan yaitu: (a) kebutuhan untuk mendapat pengakuan dari
dirinya sendiri; (b) kebutuhan mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan rasa
ketidakpercayaan diri, ketidakberanian, lemah, rendah diri hingga
menimbulkan rasa putus asa. Putus asa adalah suatu kondisi yang erat
hubungannya dengan rasa penghargaan diri dan harga diri yang tinggi
serta berfungsi sebagai penyangga untuk memberikan perlindungan tetap
timbulnya keputus asaan.
Dibawah ini indikator rasa penghargaan diri dalam bermatematika
diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut:
(a) Penilaian terhadap kemampuan dirinya dalam bermatematika
(1) Menunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuannya
dalam bermatematika.
(2) Menunjukkan keyakinan bahwa dirinya mampu
memecahkan masalah matematika.
(b) Penilaian terhadap keberhasilan dirinya dalam bermatematika
(1) Menyadari adanya kekuatan dan kelemahan diri dalam
matematika.
(2) Menunjukkan rasa bangga ketika berhasil dalam pelajaran
matematika.
17
(c) Menunjukkan rasa percaya diri bahwa dirinya bermanfaat untuk
teman dan keluarganya dalam bermatematika.
(d) Penilaian terhadap kebaikan dirinya dalam bermatematika
(1) Menunjukkan sikap yang positif dalam belajar matematika.
(2) Menunjukkan kesungguhan dalam memecahkan masalah
matematik.
(3) Menunjukkan kemauan dalam dalam belajar matematika
karena keinginannya sendiri bukan dipengaruhi orang lain.
5) Self-concept
Hurlock (1996, Pamungkas, 2012, Siregar, Sumarmo, dkk, 2018, h.
186-187) yang mendefinisikan konsep diri sebagai seseorang terhadap
dirinya meliputi fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi
yang telah dicapainya. Segi fisik meliputi pikiran, perasaan, penyesuaian,
keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan serta aspirasi.
Berdasarkan beragam pengertian konsep diri, Sumarmo (2016)
merangkum beberapa indikator konsep diri sebagai berikut: (a)
kesungguhan, ketertarikan, berminat: menunjukkan kemauan,
keberanian, kegigihan, keseriusan, ketertarikan dalam belajar dan
melakukan kegiatan matematika; (b) mampu mengenali kekuatan dan
kelemahan diri sendiri dalam matematika; (c) percaya diri akan
kemampuan diri dan berhasil dalam melaksankan tugas matematikanya;
(d) bekerja sama dan toleran kepada orang lain; (e) menghargai pendapat
orang lain dan diri sendiri, dapat memaafkan kesalahan orang lain dan
18
sendiri; (f) berperilaku sosial: menunjukkan kemampuan berkomunikasi
dan tahu menempatkan diri; (g) memahami manfaat belajar matematika,
kesuksesan terhadap belajar matematika.
6) Self-confidence
Lauster (Fasikhah, 1994, Sumarmo, dkk, 2018, h. 197-199)
mengemukakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau
perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang
bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat
merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya, dan bertanggung
jawab atas tindakannya, menerima dan menghargai orang lain, memiliki
dorongan untuk berprestasi serta mengenal kelebihan dan kekurangan
dirinya. Percaya terhadap kemuampuan diri ini akan mempengaruhi
tingkat prestasi atau kinerja yang bersangkutan.
Pengertian kepercayaan diri juga dikemukakan Bandura (1997) yang
mengatakan kepercayaan diri adalah rasa percaya terhadap kemampuan
diri dalam menyatukan dan menggerakkan motivasi dan semua sumber
daya yang dibutuhkan, dan memunculkannya dalam tindakan yang sesuai
dengan apa yang harus diselesaikan sesuai tuntutan tugas.
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan, Sumarmo (2018)
merangkumkan indikator utama rasa percaya diri sebagai berikut:
percaya kepada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil
keputusan, memiliki konsep diri yang positif, dan berani mengungkapkan
pendapat.
19
7) Habits of mind
Sumarmo, dkk, (2018, h. 145-148) kebiasan berpikir (habits of mind)
matematis diseingkat dengan HoM adalah disposisi matematis esensial
yang perlu dimiliki dan dikembangkan khususnya pada siswa yang
mempelajari kemampuan matematis tingkat tinggi (High Order
Mathematical Thinking disingkat dengan HOMT). Rasional yang
mendukung pernyataan diatas di antaranya adalah dalam menyelesaikan
tugas-tugas HOMT, selain siswa menguasai konten matematika yang
bersangkutan, ia juga perlu memiliki kebiasaan berpikir matematis yang
tangguh, ulet, dan bersedia berinteraksi dengan orang lain.
Puccio dan Murdock (Costa, Ed., 2011) mengemukakan komponen
afekti yang termuat dalam berpikir kreatif antara lain: merasakan adanya
masalah dan peluang, toleran terhadap ketidakpastian, memahami
lingkungan dan kekreatifan orang lain, bersifat terbuka, berani
mengambil resiko, membangun rasa percaya diri, mengontrol emosi, dan
mengantisipasi sesuatu yang tidak diketahui. Selain komponen afektif
diatas, dalam upaya merespon dan mencari solusi masalah yang
kompleks juga diperlukan diposisi yang kuat dan berperilaku cerdas.
Costa (Costa, Ed, 2011) menamakan disposisi yang kuat dan perilaku
cerdas dengan istilah kebiasaan berpikir (habits of mind).
Millman dan Jacobbe (2008) mengidentifikasikan beberapa indikator
yang dikaitkan dengan kegiatan bermatematika (doing math) sebagai
berikut: mengeksplorisasi ide-ide matematis, merefleksi kebenaran
20
jawaban masalah matematis, mengidentifikasi masalah yang dapat
diterapkan untuk menyelesaikan masalah matematis dalam skala lebih
luas, bertanya kepada diri sendiri tentang aktivitas matematika yang telah
dilakukan, memformulasikan pertanyaan matematis, dan mengkontruksi
contoh matematis.
8) Pendidikan nilai, budaya, dan karakter
Beberapa alasan pentingnya pegembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa dalam pembelajaran adalah (Ghozi, 2010 dalam
Sumarmo, dkk, 2018, h. 249-250): (a) karakter sebagai perekat kultural
yang memuat nilai-nilai: kerja keras, kejujuran, disiplin, etika, estetika,
komitmen, rasa kebangsaan dan lain-lain; (b) pendidikan karakter
merupakan proses berkelanjutan; (c) pendidikan karakter sebagai
landasan legal formal untuk tujuan pendidikan dalam ketiga ranah; (d)
proses pembelajaran sebagai wahana pengembangan karakter dan
IPTEKS; (e) melibatkan beragam aspek pengembangan peserta didik; (f)
sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik.
Pada dasarnya nilai dan karakter serta soft skill matematis lainnya
tidak dapat diajarkan tetapi dikembangkan secara aktif dan berkelanjutan
(Ghozi, 2010, Sauri, 2010) melalui empat cara, yaitu: (a) memberi
pemahaman yang benar tentang pendidikan nilai dan karakter dan soft
skill matematis yang bersangkutan: (b) pembiasaan dilaksanakannya nilai
dan karakter dan soft skill matematis yang bersangkutan; (c) contoh atau
teladan terhadap nilai dan karakter dan soft skill matematis yang
21
ditunjukkan guru; (d) pembelajaran matematika secara integral, tidak
parsial atau terpisah-pisah.
Muatan pendidikan nilai, dan karakter (Ghozi, 2010, Pusat
Kurikulum) tujuan pendidikan nasional, dan tujuan pembelajaran
matematika dalam ranah afektif menjadi rujukan dalam menyusun
indikator pendidikan nilai dan karakter dalam pembelajaran matematika.
beberapa indikator tersebut meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin dan
kerja keras, kreatif dan mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan dan cinta tanah air, menghargai prestasi,
sahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial dan tanggung jawab.
c. Meningkatkan soft skills dalam pembelajaran
Dari pemaparan yang sudah dijelaskan di atas terkait jenis-jenis soft
skill menurut Sumarmo (2015), maka peneliti menyimpulkan bahwa
untuk meningkatkan soft skills siswa dalam pembelajaran matematika
dapat dilakukan dengan mengacu pada indikator soft skills yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini, meliputi: (a) berfikir logis,
(b)Keaktifan belajar, (c) kerjasama tim, (d) rasa percayaan diri, (e)
berani mengambil resiko, (f) toleransi, (g) etika-moral, (h) kemampuan
manajemen/ mengatur (organization skill).
2. Pembelajaran Generatif
a. Pengertian Pembelajaran Generatif
22
Mason (2006) mengungkapkan model pembelajaran generatif atau
generative learning adalah prosesaktif dari pengkonstruksian hubungan
antara pengetahuan baru dengan yang lama. Inti sari dari pembelajaran
generatif adalah suatu komponen pasif dari informasi (Aknam, dkk, 2017, h.
1286).
Moma. (2015, h. 250) mengungkapkan model pembelajaran generatif
merupakan suatu model pembelajaran berbasis kontruktivisme yang lebih
menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan
menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Model
pembelajaran generatif menuntut siswa untuk aktif, dan bebas mengkontruksi
pengetahuannya. Selain itu, siswa juga diberi kebebasan untuk
mengungkapkan ide atau gagasan dan alasan terhadap permasalahan yang
diberikan sehingga akan lebih memahami pengetahuan yang dibentuknya
sendiri dan proses pembelajaran yang dilakukan akan lebih optimal.
Osborne & Wittrock (1985) mengemukakan bahwa penerapan model
pembelajaran generatif merupakan suatu cara yang baik untuk mengetahui
pola berpikir siswa serta bagaimana siswa memahami dan memecahkan
masalah dengan baik agar dalam pembelajaran, misalnya bagaimana
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan
sebagainya (Moma, 2015, h. 250).
Jadi beberapa pendapat para ahli yang telah diuraikan, maka
kesimpulannya yaitu pembelajaran generatif adalah salah satu model
pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan
23
asumsi dasar bahwa pengetahuan seorang siswa dibangun dalam pikirannya,
seperti membangun ide tentang suatu fenomena, dan juga dapat membangun
sebuah strategi.
b. Tahapan Model Pembelajaran Generatif
Model pembelajaran generatif dalam pelaksanaannya dibagi menjadi
lima tahap, yaitu: (Shoimin, 2014, h. 78).
1) Tahap orientasi
Siswa diberi kesempatan untuk membangun kesan mengenai konsep
yang sedang dipelajari dengan pengalaman sehari-hari. Tujuannya agar
siswa dapat termotivasi dalam mempelajari konsep tersebut.
2) Tahap pengungkapan ide
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan ide
mereka mengenai konsep yang dipelajari. Pada tahap ini siswa akan
mulai menyadari bahwa ada pendapat yang berbeda mengenai konsep
tersebut.
3) Tahap tantangan dan restrukturisasi
Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani mengeluarkan ide, kritik,
berdebat, menghargai pendapat teman dan menghargai adanya perbedaan
diantara pendapat teman. Pada saat diskusi guru berperan sebagai
moderator dan fasilitator agar jalannya diskusi dapat terarah. Sehingga
diharapkan melalui diskusi terjadi proses tukar pengalaman diantara
siswa.
4) Tahap penerapan
24
Pada tahap ini kegiatan di mana siswa diberi kesempatan untuk
menguji ide alternatif yang mereka bangun untuk menyelesaikan
persoalan yang bervariasi. Siswa diharapkan mampu mengevaluasi
keunggulan konsep baru yang dia kembangkan. Melalui tahap ini guru
meminta siswa menyelesaikan persoalan, baik yang sederhana maupun
yang kompleks.
5) Tahap melihat kembali
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengevaluasi
kelemahan dari konsepnya yang lama. Siswa juga diharapkan dapat
mengingat kembali apa saja yang mereka pelajari selama pembelajaran.
c. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran generatif
Sebuah model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Harum, dkk (2016) mengemukakan bahwa model pembelajaran generatif
(generative learning) memiliki kelebihan antara lain:
1) Menciptakan suasana belajar yang aktif.
2) Merangsang siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang
telah didapat sebelumnya.
3) Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah
dipelajari.
4) Siswa mampu menemukan fenomena/ gejala-gejala, lalu dapat
memecahkan masalah yang ada.
5) Memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam mengeluarkan ide dan
pendapat.
25
6) Siswa lebih terarah mandiri dan mampu bekerja sendiri.
Kelemahan model pembelajaran generatif (generative learning), (Shoimin,
2014, h. 789) yaitu:
1) Siswa yang pasif merasa diteror untuk mengontruksi konsep.
2) Suasana kelas tidak terkontrol karena adanya perbedaan pendapat
antara satu siswa dengan siswa yang lain, sehingga suasana kelas
menjadi ribut.
3) Membutuhkan waktu yang lama.
3. Pendekatan Kontekstual
a. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Contexstual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu proses
pembelajaran berupa learner-centered and learning in context. Pendekatan
CTL dalam pembelajaran merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka (Muslich, 2009,
Sari, dkk, 2017. h. 22).
Elaine mendefinisikan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem
yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.
Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pendekatan kontekstual adalah suatu
sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna
dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan
sehari-hari peserta didik (Putra, 2017, h. 75).
26
Contexstual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, daan
kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan yang secara fleksibel dapat
diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya (Shoimin, 2014,
h. 41).
Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa
pendekatan kontekstual (Contextual teaching and learning) adalah konsep
pembelajaran yang menekankan keterlibatan seluruh peserta didik untuk
memahami isi materi yang diberikan guru dengan mengaitkan materi
pembelajaran dalam konteks kehidupan nyata yang dialami peserta didik
dapat dengan mudah memahami isi materi yang diberikan guru, kemudian
akan terwujudnya berbagai macam pemikiran dan pemahaman siswa untuk
meningkatkan soft skill siswa.
b. Komponen Pendekatan Kontekstual
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas atau
seringkali di sebut dengan komponen. Komponen ini melandasi pelaksanaan
proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL (Sanjaya, 2006,
h. 264-268). Ke tujuh komponen berikut, yaitu:
1) Kontruktivisme
Proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur
kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
27
2) Inkuiri
Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri.
3) Bertanya
Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat
menemukan sendiri, karena itu peran bertanya sangat penting, sebab
melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari.
4) Masyarakat belajar
Membentuk kelompok belajar yang heterogen untuk hasil belajar
lebih efektif di peroleh dari kerja sama. Hasil belajar dapat diperoleh dari
hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok. Bagi yang
sudah tahu dapat meberi tahu kepada yang belum tahu, yang memiliki
pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain.
5) Pemodelan
Proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh
yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
6) Refleksi
28
Proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau
peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
7) Penilaian nyata
Proses pembelajaran yang konvensional yang sering dilakukan guru
pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek
intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada
penggunaan tes.
c. Langkah-langkah pendekatan kontekstual
Untuk mencapai kompetensi yang akan dicapai dengan menggunakan
kontekstual maka melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah
ini (Shoimin, 2014, h. 43-44).
1) Kegiatan Awal
(a) Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran.
(b) Apersepsi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap
materi yang akan dipelajari.
(c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok
materi yang akan dipelajari.
(d) Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
2) Kegiatan Inti
29
(a) Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan
yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk memandu proses
penyelesaian permasalahan.
(b) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian
dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru.
(c) Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang
diajukan guru. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi,
dan memfasilitasi kerja sama.
(d) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok
dan kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok yang
mendapat tugas.
(e) Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab,
guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang
tepat.
(f) Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa
tentang hal-hal yang dirasakan siswa, materi yang belum
dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama mengikuti
pembelajaran.
3) Kegiatan Akhir
(a) Guru dan siswa membuat kesimpulan dari permasalahan yang
dibahas.
(b) Siswa mengerjakan lembar tugas.
30
(c) Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain,
kemudian guru bersama siswa membahas penyelesaian lembar
tugas sekaligus memberi nilai pada lembar tugas sesuai
kesepakatan yang telah diambil.
d. Kelebihan dan kekurangan pendekatan kontekstual
Adapun di dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ini
memiliki beberapa kelebihan serta kekurangan. Menurut Anisa (2009) dalam
penelitian Sari, dkk (2017, h. 24-25) ada beberapa kelebihan dalam
pendekatan kontekstual, yaitu:
1) Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri
kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga dapat
memahaminya sendiri,
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena pembelajaran kontekstual menuntut
siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan,
3) Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat
tentang materi yang dipelajari,
4) Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan
bertanya pada guru,
5) Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang
lain untuk memecahkan masalah yang ada,
6) Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan
pembelajaran.
31
Menurut Dzaki (2009) dalam penelitian Sari, dkk (2017, h. 24-25) ada
beberapa kekurangan dalam pendekatan kontekstual, yaitu:
1) Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman
yang lainnya karena siswa tidak mengalaminya sendiri,
2) Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya
karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan
kelompoknya,
3) Banyaknya siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama
dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun harus bekerja
melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya.
e. Peran guru dalam pendekatan kontekstual
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami
tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya
mengajar terhadap gaya belajar siswa (Sanjaya, 2006, h. 262). Dalam kelas
kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru datang dari siswa
menemukan sendiri bukan dari apa kata guru (Shoimin, 2014, h. 42).
Jadi, pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dan situasi dunia nyata siswa serta mendoron siswa membuat
32
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
f. Langkah-langkah pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran generatif dengan
pendekatan kontekstual seperti di bawah ini:
1) Masalah harus kontekstual dan berkaitan dengan materi dalam
kurikulum,
2) Masalah hendaknya tak terstruktur, solusi tidak tunggal, dan
prosesnya bertahap,
3) Siswa memecahkan masalah dan guru sebagai fasilitator,
4) Siswa diberi kebebasan untuk mengungapkan ide atau gagasan
dengan kehidupan nyata.
5) Siswa hanya diberi panduan untuk mengenali masalah, dan tidak
diberi formula untuk memecahkan masalah,
6) Penilaian berbasis performa autentik.
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh La Moma (2015) dari Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon, dengan judul “Peningkatan Soft
Skills Siswa SMP Melalui Pembelajaran Generatif”. Tujuan penelitian untuk
mengetahui seberapa besar kontribusi penerapan model tersebut terhadap
peningkatan kemampuan soft skills pada level sekolah (tinggi, sedang, dan
rendah). Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Jenis
penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretes
33
postes. Pada penelitian kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara
acak, tetapi berdasarkan keadaan subjek seadanya (Ruseffendi, 2005:52). Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini adalah hasil analisis data ditemukan bahwa (1)
ada perbedaan pencapaian, peningkatan soft skills siswa antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol; (2) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan level
sekolah terhadap peningkatan soft skills.
Penelitian yang dilakukan oleh Cut Luthfia Harum, Tarmizi, dan Abdul
Hamid dari Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala, dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Generatif
Berbantu Simulasi Physics Education Technology (PHET) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : 1) Hasil belajar
siswa; 2) Aktivitas guru dan siswa; 3) Keterampilan guru dalam mengelola
pembelajaran; dan 4) Respon siswa terhadap penggunaan model pembelajaran
generatif berbantu simulasi PhET dalam proses pembelajaran. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dalam bentuk
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data penelitian ini bersumber dari siswa kelas
XI-MIA 3 SMAN 12 Banda Aceh tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 29
siswa, 9 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Instrumen pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi, lembar soal tes
berupa pre-test diawal dan post-test diakhir pembelajaran, serta lembar angket
tanggapan siswa yang ketiganya dianalisis menggunakan uji persentase. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa 1) Adanya peningkatan aktivitas guru dan siswa
selama proses pembelajaran pada setiap siklus; 2) Terjadi peningkatan
34
keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran pada setiap siklusnya dari
kategori sedang menjadi sangat baik; 3) Persentase ketuntasan klasikal secara
keseluruhan juga meningkat yaitu 62%, 72%, dan 93%; dan 4) Tanggapan siswa
cenderung positif dimana 86% siswa menyatakan senang terhadap pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran generatif berbantu simulasi PhET ini.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran generatif berbantu simulasi PhET pada materi
Elastisitas dan Hukum Hooke dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI-
MIA 3 di SMAN 12 Banda Aceh baik dari segi ketuntasan individual maupun
ketuntasan klasikal.
Penelitian yang dilakukan oleh Intan Purnama Sari, Yenni, dan Aji Raditya
dari Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Tangerang, dengan judul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa SMP”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
kemampuan penalaran matematis siswa antara yang mendapat pendekatan
pembelajaran CTL dan yang mendapat pembelajaran konvensional, untuk
mengetahui peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat
pendekatan pembelajaran CTL dan yang mendapatkan pembelajaran
konvensional. Metode penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen
dengan desain penelitian nonequivalent control group design. Hasil penelitian
menunjukan : (1) terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa
antara yang mendapat pendekatan pembelajaran CTL dan yang mendapat
35
pembelajaran konvensional, (2) peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran CTL lebih baik dari yang
mendapatkan pembelajaran konvensional.
C. Kerangka berpikir
Soft skill adalah keterampilan seseorang ketika berhubungan dengan orang
lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri
(intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal
atau kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi masalah hidup
dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu untuk mengatasinya.
Ramdhani (2009) mengemukakan bahwa soft skill juga sering disebut
keterampilan lunak adalah keterampilan yang digunakan dalam berhubungan dan
bekerja sama dengan orang lain.
Dalam penelitian ini, peneliti mengamati 8 jenis soft skills menurut Sumarmo
matematis antara lain: (1) disposisi matematis, (2) kemandirian belajar (self-
regulator learning), (3) self-efficacy, (4)self-esteem, (5) self-concept, (6) self-
confidence, (7) habits of mind, (8) pendidikan nilai, budaya, dan karakter serta
pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika, maka peneliti
menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan soft skills siswa dalam pembelajaran
matematika dapat dilakukan dengan mengacu pada indikator soft skills yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini, meliputi: (1) Pemecahan masalah, (2) Kritis
dan Kreativitas, (3) Kerjasama tim, (4)Kepercayaan diri.
36
Pembelajaran generatif adalah salah satu model pembelajaran yang
berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa
pengetahuan seorang siswa dibangun dalam pikirannya, seperti membangun ide
tentang suatu fenomena, dan juga dapat membangun sebuah strategi. Model
pembelajaran generatif ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan pikiran, pendapat, dan pemahamanannya terhadap suatu kkonsep
selain itu juga dapat melatih siswa untuk menghargai pendapat dari orang lain.
Tahapan-tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) tahap orientasi,
(2) tahap pengungkapan ide, (3) tahap tantangan, (4) tahap penerapan, dan (5)
tahap melihat kembali.
Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning merupakan
suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan ini, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa sendiri. Selain itu, proses pembelajaran
yang berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa yang bekerja dan
memahami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Langkah-langkah
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa, (2) mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, (3)
membimbing siswa, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan
(5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasilnya.
37
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran generatif
(X1), dan pendekatan kontekstual (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah soft
skill matematis siswa (Y). Dengan diterapkannya melalui model pembelajaran
generatif dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan akan terdapat
peningkatan pada soft skill yang dimiliki oleh siswa.
Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui: “Apakah terdapat
peningkatan soft skill siswa yang diberi model pembelajaran generatif dengan
pendekatan kontekstual, dan siswa yang diberi metode konvensional?”
peningkatan soft skill siswa setelah pembelajaran dapat dilihat dari skor akhir.
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka, hipotesis yang dapat diajukan dalam
penelitian ini antara lain:
1. Hipotesis Penelitian Pretes
퐻 : Tidak terdapat perbedaan soft skill siswa antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen.
퐻 : Terdapat perbedaan soft skill siswa antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen.
2. Hipotesis Penelitian Postes
퐻 : Tidak terdapat perbedaan soft skill siswa yang diberi model
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual, dan siswa
yang diberi metode konvensional.
38
퐻 : Terdapat perbedaan soft skill siswa yang diberi model pembelajaran
generatif dengan pendekatan kontekstual, dan siswa yang diberi
metode konvensional.
3. Hipotesis Analisis Gain
퐻 : Tidak terdapat peningkatan soft skill siswa yang diberi model
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual, dan siswa
yang diberi metode konvensional.
퐻 : Terdapat peningkatan soft skill siswa yang diberi model
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual, dan siswa
yang diberi metode konvensional.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Jambe, yang berlokasi di
Jl. Sandu Rancabuaya kec. Jambe, Kabupaten Tangerang Kode Pos
15720. Dengan rata-rata jumlah siswa perkelas sebanyak 34 siswa.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan selama penelitian mulai dari penyusunan
rencana (proposal) sampai dengan penyusunan laporan skripsi. Adapun
perincian waktu penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1 RencanaPenelitian
No Kegiatan Waktu 1 Pengajuan judul Mei 2019 2 Bimbingan proposal skripsi Januari- April 2020 3 Pembuatan instrumen penelitian April 2020 4 Seminar proposal Mei 2020 5 Bimbingan dan revisi hasil seminar
proposal Mei – Juni 2020
6 Pengumpulan data Juli 2020 7 Pengelolaan dan analisis data Agustus 2020 8 Ujian skripsi September 2020
B. Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan dalam penelitian ini adalah Quasi
eksperiment dengan jenis Nonequivalent Control Group Design,
penggunaan metode ini terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu, kelas
eksperimen adalah kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan
40
model pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual, dan
kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang pembelajarannya
menggunakan pembelajaran konvensional. Desain penelitian ini digunakan
karena kelas sudah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi
pengelompokkan secara acak terhadap siswa. Apabila dilakukan
pembentukan kelas baru maka akan mengganggu proses pembelajaran
yang sedang berjalan (Sugiyono, 2018, h. 76).
Tabel 3.2 Desain Penelitian
Kelompok siswa Pretest Perlakuan Post test Eksperimen 푂 X 푂
Kontrol 푂 - 푂
Keterangan:
O1 : Data hasil pretest kelompok siswa eksperimen.
O2 : Data hasil posttest kelompok siswa eksperimen.
O3 : Data hasil pretest kelompok siswa kontrol.
O4 : Data hasil posttest kelompok siswa kontrol.
X : Perlakuan. Kelompok siswa eksperimen diberi perlakuan model
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual.
- : Kondisi wajar, yaitu kelompok kelas siswa dengan kondisi
pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru atau pembelajaran
konvensional.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Sugiyono (2018) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
41
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (h. 80). Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jambe pada semester ganjiltahun
pelajaran 2020/2021yang berjumlah 242 siswa. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.3 Jumlah Siswa
Kelas 8A 8B 8C 8D 8E 8F 8G Jumlah/Kelas 34 36 34 34 36 34 34 Total 242
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2018, h. 81). Pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik Simple RandomSampling
adalah teknik pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu
(Sugiyono, 2018, h. 82). Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII
SMP Negeri 1 Jambe. Di dalam penelitian ini peneliti hanya
memerlukan 2 kelas yang akan dijadikan sampel penelitian, yang mana
terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang menunjang dalam penelitian ini
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Metode Observasi
42
Observasi atau pengamatanmerupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psoikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan (Sugiyono, 2018, h. 145). Metode observasi
digunakan untuk mengamati bagian dari indikator soft skill yang akan
diteliti oleh peneliti. Lembar observasi ini disesuaikan dengan aktivitas
siswa yang menunjukkan soft skillsiswa yang terjadi pada saat sedang
berlangsungnya proses pembelajaran yang menggunakan pembelajaran
generatif dengan pendekatan kontekstual. Pengamatan ini akan
dilakukan dengan minta bantuan dari guru mata pelajaran yang
bersangkutan atau rekan dari peneliti untuk mengamati siswa saat
peneliti sedang melakukan proses pembelajaran.
2. Metode Angket (Kuesioner)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2018, h. 142). Angket
akan diberikankepada dua kelas yang berbeda yaitu kelas eksperimen
dan kelas kontrol adapun kedua kelas ini akan dilakukan pretest dan
postes. Langkah awal kedua kelas ini diberikan pretest yang mana
sebelum diberikan tindakan, siswa diperintahkan untuk mengisi angket
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui soft skill siswa
yang dimiliki masing-masing kelas. Langkah selanjutnya yaitu kedua
kelas tersebut akan diberikanpostes yang mana kelas eksperimen sudah
43
diberikan tindakan proses pembelajaran yang menggunakan
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstualini berakhir
siswa diberikan lembar angket, sedangkan untuk kelas kontrol
diberikan tindakan dengan cara proses pembelajaran konvensional.
Angket yang diberikan saat pretest dan postes merupakan angket yang
serupa. Peneliti membagikan angket kepada siswa untuk diisi sesuai
dengan kondisi sebenarnya. Sebelumnya peneliti memberitahukan
bahwa pengisian angket tidak akan mempengaruhi nilai.
3. Metode Dokumentasi
Berbagai jenis dokumen dapat digunakan peneliti sehubung dengan
penelitian. Dokumen tersebut dapat berupa dokumen pribadi dan foto.
Pada penelitian ini dokumen penelitian berupa foto, dan hasil belajar
siswa. Foto dapat memberikan informasi mengenai keadaan situasi
kelas ketika peneliti maupun siswa melaksanakan proses pembelajaran.
E. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Variabel Terikat
a. Definisi Konseptual
Soft skills merupakan perilaku personal dan interpersonal
yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja humanis.
Selain itu, soft skills sering juga disebut sebagai kecakapan yang
digunakan dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain.
b. Definisi Operasional
44
Soft skill yang diukur dalam penelitian ini mencakup lima
indikator, yaitu:(a) berfikir logis, (b)keaktifan belajarjawab, (c)
kerjasama tim, (d) rasa percayaan diri, (e) berani mengambil
resiko, (f) toleransi, (g) etika-moral, (h) kemampuan manajemen/
mengatur (organization skill).
c. Kisi-kisi Instrumen
Peneliti menyajikan kisi-kisi instrumen sesuai dengan definisi
konseptual. Kisi-kisi instrumen disusun berdasarkan indikator
keberhasilan dari soft skill.
1) Instrumen observasi
Observasi yang digunakan bertujuan untuk mengukur
peningkatan soft skill siswa. Observasi ini dilakukan pada saat
sedang berlangsungnya proses pembelajaran yang diberikan
tindakan.
Lembar observasi menggunakan lembar pernyataan tertulis
yang berisi mengenai indikator soft skillsiswa yangakan
diamati. Pengisian lembar observasi diberikan tanda cek (√)
dikolom yang sudah tersedia di lembar observasi.
Tabel 3.4 Kisi-kisi lembar observasi soft skill siswa
Variabel Indikator soft skill No. item Berfikir logis 1 Keaktifan belajar 2 Kerjasama tim 3,4
Soft skill Rasa percayaan diri 5 Berani mengambil resiko 6 Toleransi 7 Etika-moral 8,9
45
Kemampuan manajemen/ mengatur(organization
skill)
10
(Sugiyono, 2018, h. 114)
Langkah awal dalam penyusunan instrumen adalah
membuat kisi-kisi lembar observasi soft skill siswa. Kemudian
mengukur skor terhadap lembar observasi tersebut diperlukan
pedoman pemberian skor sebagai berikut:
Tabel 3.5 Pedoman pemberian skor sikap
Kriteria Skor
Selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan 4
Sering, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan
dan kadang-kadang tidak melakukan sesuai
pernyataan
3
Kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan
sesuai pernyatan
2
Tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan sesuai
pernyataan
1
Untuk mengukur data mengenai soft skill siswa dapat
dirumuskan:
NA =
× 100%
Menentukan predikat berdasarkan dari presentase yang
diperoleh siswa:
Tabel 3.6 Predikat penilaian sikap
Persentase nilai (%) Konversi Kategori 91-100 A Sangat baik 81-90 B Baik
46
71-80 C Cukup < 70 D Kurang
Sumber: (Yenni, 2018, h. 29)
2) Instrumen Angket
Instrumen angket ini digunakan untuk memperoleh data
yang mengenai respon, pendapat, sikap, atau komentar siswa
sesudah proses pembelajaran yang menggunakan pembelajaran
generatif dengan pendekatan kontekstual.dengan menggunakan
angket ini bisa mengetahui apakah soft skill yang dimiliki siswa
setelah dilakukannya tindakan dapat meningkat atau belum
meningkat.
Lembar observasi menggunakan lembar pernyataan tertulis
yang berisi mengenai indikator soft skill siswa yangakan
diamati. Pengisian lembar observasi diberikan tanda cek (√)
dikolom yang sudah tersedia di lembar observasi.
Tabel 3.7 kisi-kisi angket soft skill siswa
Variabel Indikator soft skill No. item Berfikir logis 1,2,3 Keaktifan belajar 4,5,6 Kerjasama tim 7,8,9
Soft skill Rasa percayaan diri 10,11,12 Berani mengambil resiko 13,14,15 Toleransi 16,17,18 Etika-moral 19,20,21 Kemampuan manajemen/
mengatur (organization skill).
22,23,24,25
(Sugiyono, 2018, h. 114)
Untuk mengukur angket tersebut diperlukan pedoman
penskoran seperti berikut ini
47
Tabel 3.8 pedoman penskoran pernyataan positif,
angket soft skill siswa
Skor Kriteria
1 Jika siswa menjawab, Sangat Tidak
Setuju (STS)
2 Jika siswa menjawab, Tidak Setuju (TS)
3 Jika siswa menjawab, Setuju (S)
4 Jika siswa menjawab, Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2018, h. 120)
Tabel 3.9 pedoman penskoran pernyataan negatif
Skor Kriteria
4 Jika siswa menjawab, Sangat Tidak
Setuju (STS)
3 Jika siswa menjawab, Tidak Setuju (TS)
2 Jika siswa menjawab, Setuju (S)
1 Jika siswa menjawab, Sangat Setuju (SS)
Untuk mengukur data angket mengenai soft skill siswa
dapat dirumuskan:
NA =
× 100%
Menentukan predikat berdasarkan dari presentase yang
diperoleh siswa:
Tabel 3.10 Predikat angket soft skill siswa
Persentase nilai (%) Konversi Kategori 91-100 A Sangat baik 81-90 B Baik 71-80 C Cukup < 70 D Kurang
48
d. Uji Validitas Instrumen dan Reliabilitas
1) Uji validitas
Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara
data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi
pada objek yang diteliti. Valid berarti instrumen tersebut dapat
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur
(Sugiyono, 2018, h. 121).
Dalam penelitian ini, untuk menghitung koefisien validitas
tes menggunakan rumus korelasi produk momen memakai
angka kasar (raw score), yaitu:
Keterangan:
rxy= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
n = banyak subjek (testi)
x = skor yang diperoleh dari tes
y = skor total yang diperoleh dari tes
Untuk mengetahui tingkat validitas digunakan kriteria
(Suherman, 2003) berikut ini:
Tabel 3.11 tabel interprestasi validitas nilai rxy
Nilai Keterangan 0,10 ≤ rxy < 100 Valid
rxy< 0,00 Tidak valid
49
2) Uji reliabilitas
Koefisien reabilitas menyatakan derajat keterandalan alat
evaluasi, dinotasikan dengan r11. Rumus yang digunakan untuk
mencari koefisien reabilitas bentuk uraian dikenal dengan
rumus Alpha (Sugiyono, 2018, h. 132), yaitu sebagai berikut:
Keterangan :
n = banyak butir soal
∑Si2 = jumlah varians skor setiap soal
St2 = varians skor total
Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas
alat evaluasi yang dapat digunakan dibuat oleh Guilford
(Suherman, 2003) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.12 Tabel interprestasi derajat reabilitas
Nilai Interprestasi r11< 0,20 Sangat rendah
0,20 ≤ r11< 0,40 Rendah 0,40 ≤ r11<0,70 Sedang 0,70 ≤ r11<0,90 Tinggi 0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi
2. Instrumen Variabel Bebas
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas,
yaitu: model pembelajaran generatif dan pendekatan kontekstual.
a. Definisi Konseptual
2
2
11 11 t
i
SS
nnr
50
1) Pembelajaran generatif
Pembelajaran generatif pembelajaran generatif adalah salah
satu model pembelajaran yang berlandaskan pada pandangan
konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan
seorang siswa dibangun dalam pikirannya, seperti membangun
ide tentang suatu fenomena, dan juga dapat membangun sebuah
strategi, selain itu pembelajaran generatif pun merupakan otak
tidak menerima informasi dengan pasif, tetapi aktif
mengonstruksi interprestasi dari informasi kemudian membuat
kesimpulan.
2) Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan suatu proses
pembelajaran yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa
untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
sehari-har (konteks, pribadi, sosial, dan kultural) sehingga
siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke
permasalahan lainnya.
b. Definisi Operasional
(1) Pembelajaran generatif
Tahap-tahapan model pembelajaran generatif (Shoimin, 2014,
h. 78):
51
1) Tahap orientasi
Siswa diberi kesempatan untuk membangun kesan
mengenai konsep yang sedang dipelajari dengan
pengalaman sehari-hari. Tujuannya agar siswa dapat
termotivasi dalam mempelajari konsep tersebut.
2) Tahap pengungkapan ide
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk
mengungkapkan ide mereka mengenai konsep yang
dipelajari. Pada tahap ini siswa akan mulai menyadari
bahwa ada pendapat yang berbeda mengenai konsep
tersebut.
3) Tahap tantangan dan restrukturisasi
Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani
mengeluarkan ide, kritik, berdebat, menghargai pendapat
teman dan menghargai adanya perbedaan diantara pendapat
teman. Pada saat diskusi guru berperan sebagai moderator
dan fasilitator agar jalannya diskusi dapat terarah. Sehingga
diharapkan melalui diskusi terjadi proses tukar pengalaman
diantara siswa.
4) Tahap penerapan
Pada tahap ini kegiatan di mana siswa diberi
kesempatan untuk menguji ide alternatif yang mereka
bangun untuk menyelesaikan persoalan yang bervariasi.
52
Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan
konsep baru yang dia kembangkan. Melalui tahap ini guru
meminta siswa menyelesaikan persoalan, baik yang
sederhana maupun yang kompleks.
5) Tahap melihat kembali
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk
mengevaluasi kelemahan dari konsepnya yang lama. Siswa
juga diharapkan dapat mengingat kembali apa saja yang
mereka pelajari selama pembelajaran.
(2) Pendekatan kontekstual
Langkah-langkah pembelajaran pendekatan kontekstual
seperti di bawah ini (Shoimin, 2014, h. 43-44).
a) Kegiatan Awal
1) Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran.
2) Apersepsi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa
terhadap materi yang akan dipelajari.
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-
pokok materi yang akan dipelajari.
4) Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
b) Kegiatan Inti
53
1) Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan
permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk
memandu proses penyelesaian permasalahan.
2) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil
penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang
diajukan guru.
3) Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang
diajukan guru. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi,
dan memfasilitasi kerja sama.
4) Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja
kelompok dan kelompok yang lain menanggapi hasil kerja
kelompok yang mendapat tugas.
5) Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab,
guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang
tepat.
6) Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada
siswa tentang hal-hal yang dirasakan siswa, materi yang belum
dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama mengikuti
pembelajaran.
c) Kegiatan Akhir
1) Guru dan siswa membuat kesimpulan dari permasalahan
yang dibahas.
2) Siswa mengerjakan lembar tugas.
54
3) Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain,
kemudian guru bersama siswa membahas penyelesaian lembar
tugas sekaligus memberi nilai pada lembar tugas sesuai
kesepakatan yang telah diambil.
F. Hipotesis statistika
Menurut Sugiyono hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan .statistik merupakan
ukuran-ukuran yang dikenakan pada sampel, dan parameter adalah ukuran
yang dikenakan pada populasi.
1. Hipotesis Statistik Pretes
퐻 :휇 ≤ 휇
퐻 : 휇 > 휇
Keterangan :
퐻 : Tidak terdapat perbedaan soft skill siswa antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
퐻 : Terdapat perbedaan soft skill siswa antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
휇 : Nilai rata-rata soft skill siswa kelas eksperimen.
휇 : Nilai rata-rata soft skill siswa kelas kontrol.
55
2. Hipotesis Statistik Postest
퐻 :휇 = 휇
퐻 : 휇 ≠ 휇
Keterangan:
퐻 : Tidak terdapat perbedaan soft skill siswa antara siswa yang
menggunakan pembelajaran generatif dengan pendekatan
kontekstual dan siswa yang menggunaka pembelajaran
konvensional.
퐻 : Terdapat perbedaan soft skill siswa antara siswa yang
menggunakan pembelajaran generatif dengan pendekatan
kontekstual dan siswa yang menggunaka pembelajaran
konvensional.
휇 : Nilai rata-rata soft skill siswa kelas eksperimen.
휇 : Nilai rata-rata soft skill siswa kelas kontrol.
3. Hipotesis Statistik Gain
퐻 :휇 ≤ 휇
퐻 : 휇 > 휇
Keterangan:
퐻 : Peningkatan soft skill siswa antara siswa yang menggunakan
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual lebih
56
rendah atau sama dengan dari siswa yang menggunaka
pembelajaran konvensional.
퐻 : Peningkatan soft skill siswa antara siswa yang menggunakan
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual lebih
tinggi dari siswa yang menggunaka pembelajaran
konvensional.
휇 : Nilai rata-rata soft skill siswa kelas eksperimen.
휇 : Nilai rata-rata soft skill siswa kelas kontrol.
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskripsi Data
Teknik analisis data yang akan peneliti gunakan adalah deskriptif.
Sugiyono (2018) statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi
(h.147). Pada deskriptif ini dikemukakan macam-macam data. Statistik
deskriptif meliputi:
a. Penyajian data
Tabel distribusi dalam penyajian data agar data terlihat lebih
informatif, elok dipandang, tidak monoton dan lebih komunikatif.
Langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun tabel distribusi
frekuensi berkelompok adalah sebagai berikut (Riadi, 2014, h.40) :
1) Menentukan data terkecil (퐷 ) dan data terbesar (퐷 )
57
2) Menentukan rentang data, yaitu R = (퐷 ) −(퐷 )
3) Menentukan banyaknya kelas dengan menggunakan kaidah
empiris Sturgess :푘 = 1 + 3,3 log(푛), dengan k = banyak kelas
dan n = banyak data. Jika hasil bukan bilangan bulat maka k
dibulatkan.
4) Menentukan panjang interval (I) dengan aturan 퐼 =
5) Menentukan kelas-kelasnya sedemikian sehingga mencakup
semua nilai siswa.
b. Ukuran pemusatan data
Dalam Kadir (2015) ukuran pemusatan data adalah ukuran
dimana distribusi data mempunyai gejala atau cenderung memusat
pada suatu nilai tertentu. Ukuran pemusatan suatu data dapat
ditentukan berdasarkan nilai harapan, estimasi, dan prediksi
terhadap nilai tertentu. Ukuran-ukuran pemusatan yang sering
digunakan adalah mean, median, dan modus (h.44).
1) Mean
Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang
didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata
(mean) ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu
dalam kelompok itu kemudian dibagi dengan jumlah individu
yang ada pada kelompok tersebut.
Kadir (2015, h.57) mengemukakan rumus yang digunakan
unutuk mencari mean adalah:
58
Me = ∑
∑
Keterangan:
Me : Mean/ rata-rata data berkelompok
푓푋 : Produk perkalian antara data dengan titik tengah kelas
푋 : Titik tengah kelas
∑푓 : Jumlah data/ sampel
2) Median
Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang
didasarkan atas nilai tengah dari kelompok data yang telah
disusun urutannya dari yang terkecil sampai yang terbesar, atau
sebaliknya dari yang terbesar sampai terkecil. Menurut Kadir
(2015, h.58) rumus yang digunakan untuk mencari median
adalah:
푀 = 푏 + 푝푛 − 퐹푓
Keterangan:
M : Median
푏 : Tepi bawah kelas median bawah
p : Panjang kelas inerval
F : Frekuensi kumulatif
f : Frekuensi kelas median
n : Banyak data
3) Modus
59
Modus merupakan teknik penjelasan kelompok yang
didasarkan atas nilai yang sedang popular (yang sedang
menjadi mode) atau nilai yang sering muncul dalam kelompok
tersebut. Menurut Riadi (2014, h.59) rumus mencari modus
adalah:
푀표 = 푏 + 푝푑
푑 + 푑
Keterangan:
Mo : Modus
b : Tepi bawah kelas modus
p : Interval kelas
d1 : Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
sebelumnya
d2 : Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
sesudahnya.
2. Ukuran penyebaran data
Dalam Kadir (2015) ukuran penyebaran data adalah tingkatan
distribusi data digunakan untuk menggambarkan bagaimana
penyebarannya atau berpencarnya data (h.63).
Ukuran penyebaran data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Jangkauan (rentang data)
Menurut Kadir (2015) rentang data adalah data terbesar
dikurangi data terkel (h. 68).
Adapun rumus rentang data adalah sebagai berikut:
60
푅 = 퐷 − 퐷
Keterangan:
퐷 : Data terbesar
퐷 : Data terkecil
b. Standar deviasi (simpangan baku)
Menurut Riadi (2014) Standar deviasi adalah ukuran sebaran
statistik yang mengukur bagaimana data tersebut atau rerataan data
tersebut (h. 64).
Adapun rumus standar deviasi untuk data berkelompok
menurut Kadir (2015) adalah sebagai berikut:
푆 =∑푓푥 − (∑푓푥) /푛
푛 − 1
Keterangan:
S : Simpangan baku
F : Frekuensi
X : Titik tengah
N : Banyaknya sampel atau data
3. Uji persyaratan data
a. Uji normalitas
Riadi (2014) uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah
sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak. Dalam uji normalitas ukuran pemusatan data
dan penyebaran data sangat diperlukan, karena sebagai langkah
61
awal untuk menguji normalitas, dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan uji normalitas Chi-kuadrat.
Adapun langkah-langkahnya (Riadi, 2014, h.93) sebagai berikut:
χ = ∑(푓 − 푓 )
푓
Keterangan :
χ : Chi-Kuadrat
푓 : Frekuensi yang diobservasi
푓 : Frekuensi yang diharapkan
Taraf signifikan 훼 = 5% atau 0,05
Menurut Riadi (2014) untuk melakukan uji normalitas
Chi Kuadrat ikutilah langkah-langkah dibawah ini:
a. Gunakan tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan
tepi bawah kelas dan diakhiri dengan tepi atas kelas
b. Hitunglah nilai normal standar tiap tepi kelas dengan
rumus:
푍 =푥 − 푋푆
Keterangan:
푍 : Nilai Normal Standar
푥 : Tepi Kelas
푋 : Rerata variabel
S : Simpangan Baku (standar deviasi)
62
c. Gunakan tabel Z (tabel A1/A2) untuk menghitung luas
dibawah kurva normal
d. Hitung besar peluang dengan cara menghitung luas
masing-masing nilai Z, kemudian hitung selisih luas
antar kelas.
e. Hitunglah nilai frekuensi ekspektasi (푓 ) dengan rumus:
푓 = 푛 × 푠푒푙푖푠푖ℎ 푙푢푎푟 푎푛푡푎푟 푘푒푙푎푠
Keterangan:
푓 : Frekuesi ekspektasi
푛 : Jumlah sampel
f. Hitunglah Chi Kuadrat dengan rumus:
χ = ∑(푓 − 푓 )
푓
Keterangan: χ : Nilai Chi Kuadrat 푓 : Frekuensi ekspektasi 푓 : Frekuensi Observe (Absolut)
g. Kemudian membandingkan χ dengan χ
- Jika χ ≤ χ maka data berdistribusi normal
- Jika χ > χ maka data berdistribusi tidak
normal.
b. Uji homogenitas
63
Menurut Riadi (2014), uji homogenitas digunakan untuk
menguji apakah sebaran data dari dua varian atau lebih berasal dari
populasi yang homogen atau tidak, yaitu dengan membandingkan
dua atau lebih variansnya. Apabila dua kelompok atau lebih
mempunyai varians yang sama besar, maka uji homogenitas tidak
perlu dilakukan lagi karena datanya sudah dianggap homogen. Uji
homogenitas dilakukan entuk menunjukkan bahwa perbedaan yang
terjadi pada uji statistika parametrik benar-benar terjadi akibat
adanya perbedaan antar kelompok, bukan sebagai akibat dari
perbedaan dalam kelompok. Uji homogenitas yang digunakan yaitu
Uji Bartlet dan Uji Fisher (h. 101).
Adapun rumus Uji Fisher (Uji - F) adalah: sebagai berikut:
퐹 =푆 푡푒푟푏푒푠푎푟푆 푡푒푟푘푒푐푖푙
Keterangan:
푆 푡푒푟푏푒푠푎푟 = Varian terbesar
푆 푡푒푟푘푒푐푖푙 = Varian terkecil
Hipotesis yang diajukan:
퐻 : Varians kedua sampel homogen
퐻 : Varians kedua sampel tidak homogen
Kriteria pengujian:
퐻 diterima jika 퐹 > 퐹 maka varians kedua sampel
homogen.
64
퐻 ditolak jika 퐹 ≤ 퐹 maka varians kedua sampel tidak
homogen.
c. Uji hipotesis
Uji perbedaan rerata digunakan untuk mengetahui apakah rata-
rata skor posttest kedua kelas berbeda. Untuk data yang memenuhi
asumsi normalitas dan homogenitas maka penggunaan Uji-t
menurut Sugiyono (2015) sebagai berikut:
a) Apabila jumlah anggota sampel 푛 ≠ 푛 , dan varian
homogen maka dapat digunakan rumus t-test uji parametrik
The pooled varian model t-test. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
푡 =푥̅ − 푥̅
( ) ( ) +
Keterangan:
푡 : Nilai T – Tes
푥̅ : Rata-rata data kelompok pertama
푥̅ : Rata-rata data kelompok kedua
푥 : Data kelompok pertama
푥 : Data kelompok kedua
푆 : Varians data kelompok eksperimen
푆 : Varians data kelompok control
푛 : Banyaknya sampel pengukuran kelompok pertama
65
푛 : Banyaknya sampel pengukuran kelompok kedua
b) Apabila jumlah anggota sampel 푛 = 푛 , dan varian
homogen maka dapat digunakan rumus t-test uji parametrik
the separated model t-test, maupun the pooled varian model
t-test. Berikut rumus the separated model t-test menurut
Sugiyono (2015):
푡 =푋 − 푋
+
Keterangan untuk menentukan harga t tabel:
Jika
푛 = 푛 : Sampel homogen, maka dapat digunakan rumus
t-test baik untuk separated varian maupun
polled varian untuk melihat harga t-tabel
digunakan 푑푘 = 푛 + 푛 − 2
푛 = 푛 : Sampel tidak homogen, maka dapat digunakan
rumus t-test baik untuk separated varian
maupun polled varian dengan푑푘 = 푛 −
1 푎푡푎푢푛 − 1, jadi 푑푘bukan = 푛 + 푛 − 2
푛 ≠ 푛 : Sampel tidak homogen, maka digunakan t-test
dengan separated varian. Harga t sebagai
pengganti t-tabel dihitung dari selisih harga t-
tabel dengan 푑푘(푛 − 1) dan 푑푘( 푛 − 1)
66
dibagi dua, dan kemudian ditambahkan dengan
harga t yang terkecil
푛 ≠ 푛 : Sampel homogen, maka dapat digunakan rumus
t-test dengan polled varian dan untuk melihat
harga t-tabel digunakan 푑푘 = 푛 + 푛 − 2
Kriteria pengujian:
퐻 diterima jika 푇 ≤ 푇 maka tidak terdapat pengaruh
soft skill siswa kelas eksperimen yang mendapat perlakuan dengan
model pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual dan
siswa kelas kontrol yang diberikan perlakuan model konvensional.
퐻 ditolak jika 푇 > 푇 maka terdapat pengaruh soft skill
siswa kelas eksperimen yang mendapat perlakuan dengan model
pembelajaran generatif dengan pendekatan kontekstual dan siswa
kelas kontrol yang diberikan perlakuan model konvensional.
Untuk pengujian hipotesis selanjutnya hasil 푡 diatas
dibandingkan dengan 푡 dengan taraf signifikansi 훼 = 0,05
atau 5% maka didapatkan kriteria pengujian hipotesisnya sebagai
berikut:
Jika 푡 ≤ 푡 , maka 퐻 diterima
Jika 푡 > 푡 , maka 퐻 ditolak
67
DAFTAR PUSTAKA Kadir. 2015. Statistika Terapan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sanjaya, W. 2006. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Shoimin, A. 2014. 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-ruzz media.
Sumarmo, U. dkk. 2017. Hard skill dan soft skill matematik siswa. Bandung:
Riefka aditama.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Yenni. 2018. Bahan Ajar Evaluasi Hasil Belajar Matematika. Tangerang: FKIP
UMT Press.
Akmam & Harman. 2017. Pengaruh pembelajaran generatif berbasis strategi
konflik kognitif terhadap kompetensi mahasiswa dalam mata kuliah
algoritma dan pemrograman komputer. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Jambi. Vol: 1285-1294.
Harum, C.L, dkk. 2016. Penerapan model pembelajaran generatif berbantu
simulasi Physics Education Technology (PHET) untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Pendidikan Fisika.
Vol. 2 No.1 Januari 2017, 1-10.
Moma, L. 2015. Peningkatan soft skill siswa SMP melalui pembelajran generatif.
Cakrawala Pendidikan, Th. XXXIV, No. 2
68
Putra, G.P. 2017.Eksperimentasi Pendekatan Kontekstual Berbantuan Hands On
Activity (HoA) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.
Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 8, No. 1, 2017, Hal 73 -
80
Ruhiyat, A & Asep Ikin. 2016. Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif serta
disposisi matematik siswa SMP melalui pendekatan kontekstual.
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 3 No. 3.
Sari, I.P, dkk. 2017. Pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) terhadap kemampuan penalaran matematis siswa. Prima: Jurnal
Pendidikan Matematika Vol. 1, No. 1, Juli 2017, hal. 19-32 P-ISSN:
2579-9827, E-ISSN: 2580-2216.
Zulkarnain, I&Agustini Rahmawati. 2014. Model pembelajaran generatif untuk
mengembangkan penalaran matematis siswa. EDU-MAT Jurnal
Pendidikan Matematika, Volume 2, Nomor 1, hlm 8 – 14.
69
LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN
1. RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Satuan Pendidikan : SMP/ MTs
Kelas/ Semester : VIII / Ganjil
Mata Pelajaran : Matematika
Materi Pokok : Pola Bilangan
Waktu : 2 x 40 menit
A. Kompetensi Inti KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
70
B. Kompetensi Dasar
3.1 Membuat generalisasi dari pola bilangan dan barisan konfigurasi objek.
4.1 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pola pada barisan bilangan
dan barisan konfigurasi objek.
C. Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan proses pembelajaran ini peserta didik sangat diharapkan untuk
bisa :
1. Siswa dilatih memiliki sikap ketertarikan pada matematika serta memiliki rasa
percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk melalui
pengalaman belajar, bekerjasama dalam kelompok, bekerjasama dalam aktivitas
sehari-hari.
2. Siswa dapat membiasakan sikap berpendapat, mendengar pendapat orang lain,
menerima pendapat orang lain, bekerja sama dalam kelompok atau tim dan dalam
kehidupan sehari-hari
3. Siswa dapat menganalisis masalah yang berhubungan dengan pola bilangan
dengan mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
E. Strategi Pembelajaran
a. Pendekatan Pembelajaran : Kontekstual
Model Pembelajaran : Pembelajaran Generatif Metode Pembelajaran : Diskusi, dan Tanya Jawab
b. Media dan Alat Bantu 1. Lks 2. Whiteboard 3. Spidol
c. Sumber Belajar 1. LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
2. Buku Guru Matematika untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta Kemendikbud
RI 2013, edisi revisi 2017
F. Langkah-langkah pembelajaran
71
Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Alokasi Waktu
Pendahuluan Tahap orientasi:
1. Guru memberi salam kepada siswa dan
dilanjutkan dengan berdoa.
2. Mengecek kehadiran siswa.
3. Mengetahui pengetahuan awal siswa
dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Tahap pemfokusan:
1. Guru memberikan gambaran konsep pola
bilangan dalam kehidupan sehari-hari
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan pokok-pokok materi yang akan
dipelajari.
3. Mengajukan beberapa pertanyaan untuk
memotivasi siswa.
10 menit 10 menit
Kegiatan Inti
Tahap tantangan:
1. Menyampaikan materi pelajaran tentang pola
bilangan. Kemudian, mengaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari.
2. Membagi siswa kedalam kelompok, kemudian
mengerjakan LKS.
3. Meminta perwakilan siswa masing-masing
kelompok menampilkan hasil diskusinya.
4. Memfasilitasi hasil diskusi setiap kelompok.
5. Guru menjelaskan jawaban LKS yang
diberikan. Kemudian, siswa membandingkan
hasil diskusi dengan jawaban dari guru.
Tahap penerapan:
1. Memberikan beberapa soal yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari untuk
diselesaikan siswa dengan konsep yang telah
dijelaskan.
65 menit
72
2. Membantu siswa menjelaskan hal-hal yang
kurang mengerti.
3. Meminta beberapa siswa menyajikan solusi dari
soal.
Penutup Tahap melihat kembali:
1. Mengingatkan siswa kembali akan hal-hal
penting yang harus dimengerti.
2. Guru memberikan tugas rumah secara individu
yang akan dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya
3. Guru mengakhiri kegiatan belajar dan
kemudian meberikan salam sebelum keluar
kelas.
5 menit
Total 80 menit
G. Materi Pembelajaran
Pola Bilangan
Pola bilangan adalah bilangan-bilangan yang disusun membentuk pola tertentu.
A. Barisan bilangan
1. Barisan aritmetika adalah barisan yang tiap sukunya diperoleh dari suku
sebelumnya dengan cara menambah atau mengurangi dengan suatu bilangan tetap.
Perhatikan barisan 푈 ,푈 ,푈 , … ,푈 ,푈 ,. dari definisi diatas dapat diperoleh
hubungan sebagai berikut: 푈 = 푎 + (푛 − 1)푏, dengan n= 1,2, …
Bilangan b adalah suatu bilangan tetap yang sering disebut dengan beda.
Rumus beda dapat diuraikan sebagai berikut: 푏 = 푈 − 푈
Dengan dapat dilihat nilai b, jika:
b > 0 maka barisan aritmetika itu naik.
b < 0 maka barisan aritmetika itu turun.
Contoh :
Tentukan rumus suku ke-n (푈 ) pada barisan aritmetika 8, 16, 24, 32, … adalah…
73
Jawab:
Suku pertama (a) = 8;
Beda (b) = 8
푈 = 푎 + (푛 − 1)푏
= 8 + (n – 1)8
= 8 + 8n -8
= 8n
Jadi nilai, 푈 = 8푛
Soal latihan!
1. Sebuah gedung bioskop, banyaknya kursi pada barisan paling depan adalah 15
buah, banyaknya kursi pada baris di belakangnya selalu lebih 3 buah dari baris
didepannya. Berapa banyak kursi pada baris ke-12 dari depannya….
2. Pada sebuah lingkaran, sebuah tali busur membagi lingkaran menjadi 2
daerah. Jika 2 tali busur berpotongan akan terbentuk 4 daerah, dan 3 tali busur
berpotongan akan terbentuk 6 daerah. Tali busur- tali busur itu berpotongan
pada suatu titik didalam lingkaran. Banyaknya daerah yang terbentuk jika 13
tali busur berpotongan adalah …
H. PENILAIAN 1. Metode observasi siswa (Terlampir) 2. Metode angket (Terlampir)
Tangerang , April 2020
74
2. Perangkat angket
Tabel 3.7 kisi-kisi angket soft skill siswa
Variabel Indikator soft skill No. item
Berfikir logis 1,2,3
Keaktifan belajar 4,5,6
Kerjasama tim 7,8,9
Soft skill Rasa percayaan diri 10,11,12
Berani mengambil resiko 13,14,15
Toleransi 16,17,18
Etika-moral 19,20,21
Kemampuan manajemen/ mengatur (organization
skill).
22,23,24,25
Tabel 3.8 pedoman penskoran pernyataan positif, angket
soft skill siswa
Skor Kriteria
1 Jika siswa menjawab, Sangat Tidak Setuju
(STS)
2 Jika siswa menjawab, Tidak Setuju (TS)
3 Jika siswa menjawab, Setuju (S)
4 Jika siswa menjawab, Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2018, h. 120)
75
Tabel 3.9 pedoman penskoran pernyataan negatif
Skor Kriteria
4 Jika siswa menjawab, Sangat Tidak
Setuju (STS)
3 Jika siswa menjawab, Tidak Setuju (TS)
2 Jika siswa menjawab, Setuju (S)
1 Jika siswa menjawab, Sangat Setuju (SS)
ANGKET SISWA
Nama peserta didik :
Kelas :
Tanggal :
Mata pelajaran : Matematika
Petunjuk pengisian angket:
Mohon dijawab sesuai dengan situasi sebenarnya, dengan memberi tanda
(√) pada kolom jawaban yang tersedia. Jawaban anda tidak mempengaruhi hasil
akademik (nilai raport), maka dari itu jawablah dengan jujur yang anda rasakan.
Keterangan :
SS : Sangat setuju
S : Setuju,
TS : Tidak setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
76
Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan petunjuk pengisian!
No Pernyataan SS S TS STS 1 Saya menganggap bahwa matematika sebagai
suatu aktivitas pikiran manusia. (+)
2 Menurut saya matematika adalah hal yang paling sulit untuk dipelajari. (-)
3 Saya selalu mencari solusi permasalahan matematika menggunakan logika. (+)
4 Saya berani mengajukan pendapat dikelas pada pelajaran matematika. (+)
5 Saya memberikan masukan dalam diskusi kelas matematika. (+)
6 Saya hanya diam ketika ada materi matematika yang belum dipahami (-)
7 Kerja sama dengan teman yang pintar membuat saya tidak perlu membantu. (-)
8 Pembagian tugas kelompok kerja yang baik adalah sesuai dengan kesepakatan anggotanya. (+)
9 Saya mencoba bersabar ketika teman sekelompok memberi kritik tajam terhadap hasil pekerjaan matematika bagian saya. (+)
10 Saya tidak siap mengikuti ulangan matematika yang diberikan guru secara mendadak. (-)
11 Saya optimis memperoleh nilai baik ketika ulangan matematika. (+)
12 Saya tidak berani presentasi matematika di depan kelas. (-)
13 Saya tidak menyukai tugas-tugas yang rumit. (-) 14 Saya yakin dapat mempelajari matematika serumit
apapun. (+)
15 Saya mencoba cara penyelesaian yang baru meski ada resiko gagal. (+)
16 Saya bersahabat baik dengan teman yang pintar, populer, kaya, cantik/ganteng. (-)
17 Saya sabar mendengar keluhan dari teman tentang kesulitan belajar matematika. (+)
18 Saya meneriman kritikan teman ketika mengerjakan soal matematika. (+)
19 Saya bersikap sopan santu terhadap orang yang
77
lebih tua dari saya. (+) 20 Saya tidak mampu menilai diri sendiri namun
mampu menilai orang lain. (-)
21 Saya memiliki nilai-nilai positif dalam hidup. (+) 22 Saya menyesal tidak belajar sungguh-sungguh
sehingga nilai ulangan harian matematika saya jelek. (+)
23 Saya tidak bisa mengatur waktu untuk belajar matematika. (-)
24 Saya datang kesekolah lewat dari pukul 07.30. (-) 25 Saya sudah mempersiapkan buku pelajaran
matematika ketika guru memasuki kelas. (+)
78
FORM VALIDATOR ANGKET
Satuan Pendidikan : SMP
Kelas/Semester : VIII / 1
Mata Pelajaran : MATEMATIKA
Nama Validator :
Pekerjaan :
A. Petunjuk
1. Berikan tanda cek (√ ) dalam kolom penilaian yang sesuai menurut
pendapat bapak/ibu
2. Bila ada beberapa hal yang perlu direvisi, mohon menuliskan butir-
butir revisi secara langsung pada tempat yang telah disediakan dalam
naskah ini.
3. Sebagai pedoman untuk mengisi kolom-kolom validasi isi, bahasa soal
dan kesimpulan, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut.
a. Validasi isi
1) Kesesuaian angket dengan indikator pencapaian hasil
belajar
2) Kejelasan petunjuk pengisian angket
3) Kejelasan maksud angket
4) Kemungkinan soal dapat terselesaikan
b. Bahasa dan penulisan angket
1) Kesesuain bahasa yang digunakan pada angket dengan
kaidah bahasa indonesia
2) Kalimat angket tidak mengandung arti ganda
79
3) Penulisan angket mengunakan bahasa yang sederhana bagi
siswa, mudah dipahami, dan menggunakan bahasa yang
dikenal siswa.
B. Penilaian terhadap validasi isi, bahasa dan penulisan soal serta
kesimpulan
No.soal Validitas Isi Bahasa & Penulisan angket
Kesimpulan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 TR DR TG 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
80
Keterangan :
1. Sangat kurang 2. Kurang 3. Cukup 4. Baik 5. Sangat baik
TR: dapat dipergunakan
DR: dapat digunakan dengan revisi
TG : tidak dapat digunakan
C. Saran perbaikan
No Kesalahan/kekurangan Saran perbaikan
D. Komentar
Tangerang, ………….. 2020
Validator
81
3. Observasi
Kisi-kisi lembar observasi soft skill siswa
Variabel Indikator soft skill No. item Berfikir logis 1 Keaktifan belajar 2 Kerjasama tim 3,4
Soft skill Rasa percayaan diri 5 Berani mengambil resiko 6 Toleransi 7 Etika-moral 8,9 Kemampuan manajemen/
mengatur(organization skill)
10
(Sugiyono, 2018, h. 114)
Tabel 3.5 Pedoman pemberian skor sikap
Kriteria Skor
Selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan 4
Sering, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan
dan kadang-kadang tidak melakukan sesuai
pernyataan
3
Kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan
sesuai pernyatan
2
Tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan sesuai
pernyataan
1
82
LEMBAR OBSERVASI PENILAIAN SISWA
Nama : Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : tanggal pengamatan :
Materi Pokok :
Petunjuk :
Lembaran ini diisi oleh guru /teman untuk menilai sikap sosial peserta didik.
Berilah tanda (√) pada kolom skor sesuai sikap yang dimiliki peserta didik, dengan kriteria sebagai berikut:
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan
2= kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak melakukan
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan kadang-kadang tidak melakukan
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan.
No Aspek yang diamati Skor
1 2 3 4
1 Menemukan solusi dari permasalahan yang
diberikan.
2 Aktif dalam berpendapat, bertanya atau
melakukan kegiatan saat pembelajaran tanpa
ragu-ragu.
3 Mengerjakan tugas sesuai bagian yang sudah
diberikan dikelompoknya.
4 Memberi masukan/ bantuan terhadap teman
dari kelompok lain yang kesulitan
83
mengerjakan tugasnya Mampu membuat
keputusan dengan cepat.
5 Berani berpresentasi di depan teman-teman.
6 Mampu membuat keputusan dengan cepat.
7 Menghargai pendapat dari temannya.
8 Menghargai dan menghormati guru saat proses
pembelajaran berlangsung.
9 Menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan
sumbernya saat mengerjakan tugas.
10 Mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang
diberikan.
Jumlah skor
Tangerang, ………………… 2020
Nama Pengamat
( )