peningkatan pembelajaran apresiasi puisi dengan …... · pengajaran sastra selain dapat...
TRANSCRIPT
1
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN
MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING
PADA SISWA KELAS V-C DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 JATEN
TAHUN AJARAN 2009/2010
(Penelitian Tindakan Kelas)
SKRIPSI
Oleh:
DHIASTUTI
K1206016
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN
MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING
PADA SISWA KELAS V-C DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 JATEN
TAHUN AJARAN 2009/2010
(Penelitian Tindakan Kelas)
Oleh:
DHIASTUTI
K1206016
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
3
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, April 2010
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Swandono, M.Hum. Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum.
NIP 19470919 1968061 001 NIP 19710107 2006042 001
4
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :……………...
Tanggal :……………...
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Raheni Suhita, M.Hum ……………
Sekretaris : Kundharu Saddhono, S.S., M.Hum. …………….
Anggota I : Drs. Swandono, M.Hum. …………….
Anggota II : Atikah Anindyarini, S.S., M.Hum …………….
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP 196007271987021001
5
ABSTRAK
Dhiastuti. K1206016. Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi dengan
Model Pembelajaran Quantum Learning Pada Siswa Kelas V-C di Sekolah
Dasar Negeri 3 Jaten Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan: (1) kualitas proses
pembelajaran puisi yaitu keaktifan siswa saat apersepsi, keaktifan dan perhatian
siswa saat mengikuti pelajaran, minat dan motivasi siswa saat mengikuti
pelajaran; dan (2) kualitas hasil pembelajaran puisi dalam bentuk menulis puisi
yang meliputi penguasaan ide, pilihan kata atau diksi, rima, dan bahasa kiasan
melalui penerapan model pembelajaran quantum learning.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SD
Negeri 3 Jaten dengan subjek siswa kelas V-C yang berjumlah 42 siswa. Adapun
yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran puisi yang termasuk dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Proses penelitian ini dilaksanakan dalam tiga
siklus dan masing-masing siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, tahap observasi, serta tahap analisis dan refleksi.
Tahap perencanaan tindakan, meliputi: (1) membuat skenario
pembelajaran, (2) mempersiapkan sarana pembelajaran, (3) mempersiapkan
instrumen penilaian, dan (4) mengajukan solusi alternatif berupa penerapan model
quantum learning dalam pembelajaran puisi. Pada tahap pelaksanaan, peneliti
mengadakan pengamatan mengenai tindakan yang telah dilakukan sudah dapatkah
mengatasi permasalahan yang ada. Selain itu, pengamatan dilakukan dengan
mengumpulkan data yang nantinya diolah untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya. Tahap observasi dilakukan peneliti dengan mengamati dan
menginterpretasikan penggunaan model pembelajaran quantum learning dalam
pembelajaran puisi serta mengolah data untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan proses dan hasil serta untuk mengetahui kelemahan yang muncul.
Tahap analisis dan refleksi dilakukan peneliti dengan menganalisis data hasil
observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang sudah
mencapai tujuan dan yang masih perlu perbaikan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan kualitas pembelajaran menulis puisi yang meliputi: (1) Peningkatan
proses ditandai dengan meningkatnya: (a) jumlah siswa yang aktif selama
mengikuti apersepsi, (b) jumlah siswa yang menunjukkan keaktifan dan perhatian
saat mengikuti pelajaran, (c) jumlah siswa yang menunjukkan minat dan motivasi
saat pelajaran; (2) Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan
meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan dalam menulis puisi,
yaitu: (a) siklus I sebesar 45% atau 19 siswa, dan (b) siklus II sebesar 67% atau 28
siswa, dan (c) siklus III sebanyak 90% atau 38 siswa.
6
MOTTO
―Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain.‖ (QS Al Insyiraah: 6-7)
7
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibuku tersayang;
2. Kakak/Ipar serta keponakan-keponakan
terkasih;
3. SEMPRE Ida (adek), Liana (bose), Risa
(kakak), Dini (budhe), Mira (si mbah),
Rika (pakdhe);
4. Mas Krist atas motivasi serta
kesabarannya yang telah berbagi dan
menjalin kisah.
8
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberi
kenikmatan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret. Penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan persetujuan pengesahan skripsi;
2. Drs. Soeparno, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah
memberikan izin untuk penulisan skripsi;
3. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan izin untuk menyusun skripsi;
4. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa
di Program Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS;
5. Drs. Swandono, M.Hum. dan Atikah Anindyarini, S.S, M.Hum., selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan
sabar kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar;
6. Hj. Endang Widowati, S.Pd., selaku Kepala SD Negeri 3 Jaten yang telah
memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK);
7. Ngadino, S.Pd., selaku guru kelas V-C SD Negeri 3 Jaten yang telah banyak
membantu dan berpartisipasi aktif dalam proses penelitian;
8. Siswa-siswi kelas V-C SD Negeri 3 Jaten yang telah berpartisipasi aktif
sebagai subjek penelitian dan membantu pelaksanaan penelitian;
9. Bapak, Ibu, adik, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa restu dan
semangat untuk menyelesaikan skripsi;
9
10. Sahabat ―Sempre‖, Mas Krist, dan Mas irham, yang telah memberikan
motivasi dan semangat dalam proses penulisan skripsi;
11. Mahasiswa BASTIND ‘06 yang telah memberikan semangat dalam proses
penelitian;
12. Berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini dan
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Surakarta, April 2010
Peneliti
10
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………………………………………………………………........... i
PENGAJUAN SKRIPSI………………………………………………........ ii
PERSETUJUAN………………………………………………………........ iii
PENGESAHAN………………………………………………………......... iv
ABSTRAK……………………………………………………………......... v
MOTTO……………………………………………………………............. vi
PERSEMBAHAN…………………………………………………….......... vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………....... viii
DAFTAR ISI………………………………………………………….......... x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………......... xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………......... xiii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………......... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………….... 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………...... 7
C. Tujuan Penelitian………………………………………………...... 7
D. Manfaat Penelitian……………………………………………......... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN YANG RELEVAN,
KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Tinjauan Pustaka………………………………………………….. 9
1. Hakikat Menulis Puisi…………………….…………………. 9
2. Hakikat Pembelajaran Menulis puisi………………………... 16
3. Hakikat Model Pembelajaran Quantum Learning……………. 30
4. Penilaian dalam Menulis Puisi……………………………… 47
B. Penelitian yang Relevan………………………………………….. 54
11
C. Kerangka Berpikir………………………………………………… 56
D. Hipotesis Tindakan……………………………………………....... 58
BAB 3 METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………....... 59
B. Subjek Penelitian………………………………………………….. 60
C. Bentuk dan Strategi Penelitian...………………………………….. 60
D. Sumber Data Penelitian…………………………………………… 62
E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….. 63
F. Uji Validitas Data………………………………………………… 64
G. Teknik Analisis Data…………………………………………….. 65
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran…………………… 66
I. Prosedur Penelitian……………………………………………….. 68
BAB IV PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal…………………………………………… 71
B. Deskripsi Hasil Penelitian……………………................................ 75
1. Deskripsi Siklus Pertama……………………………………... 76
2. Deskripsi Siklus Kedua……………………………………...... 88
3. Deskripsi Siklus Ketiga……………………………………….. 100
4. Deskripsi Antarsiklus…………………………………………. 109
C. Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………… 111
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan…………………………………………………………… 122
B. Implikasi…………………………………………………………… 123
C. Saran……………………………………………………………...... 124
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….... 126
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Penilaian Proses Pembelajaran……………………………………….. 49
2. Penilaian Hasil Pembelajaran…………………………………………. 52
3. Pedoman Penskoran…………………………………………………… 52
4. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian………………................. 58
5. Indikator Ketercapaian Hasil Belajar………………………………….. 65
6. Nilai Siswa Siklus I………………………………………………......... 85
7. Nilai Siswa Siklus II……………………………………........................ 97
8. Nilai Siswa Siklus III.............................................................................. 107
9. Ketercapaian Indikator Hasil Belajar Saat Tindakan............................... 109
10. Rekapitulasi Perolehan Nilai Siswa Selama Tindakan…….................... 119
11. SK dan KD............................................................................................... 130
12. Silabus Pembelajaran............................................................................... 132
13. Instrumen Penelitian................................................................................ 133
14. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar...................................... 134
15. Nilai Menulis Puisi Saat Survai Awal..................................................... 165
16. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Survai Awal................................ 171
17. Lembar Observasi Kegiatan Siswa......................................................... 198
19. Daftar Nilai Menulis Puisi Siklus I......................................................... 203
20. Daftar Penilaian Proses Siklus I.............................................................. 205
21. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I............................................... 207
22. Lembar Observasi Kegiatan Siswa........................................................ 225
23. Daftar Nilai Menulis Puisi Siklus II........................................................ 231
24. Daftar Penilaian Proses Siklus II.............................................................. 233
25. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II............................................... 234
26. Lembar Observasi Kegiatan Siswa........................................................ 253
27. Daftar Nilai Menulis Puisi Siklus III........................................................ 259
28. Daftar Penilaian Proses Siklus III............................................................. 261
13
29. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus III............................................... 263
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pemanfaatan Kedua Belahan Otak dalam Menulis................................ 16
2. Alur Kerangka Berpikir……………………………………………….. 57
3. Alur Penelitian Tindakan Kelas…………………………………......… 67
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pratindakan………………………………………………….…………. 137
2. Siklus I………………………………………………...........………….. 182
3. Siklus II…………………………………………………….…………… 213
4. Siklus III………………………………………………………………... 240
5. Pasca Tindakan………………………………………………………… 269
6. Lain-lain
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran sastra merupakan bagian dari mata pelajaran bahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam kurikulum yang berlaku, yang memuat mata
pelajaran bahasa Indonesia meliputi materi kebahasaan dan sastra. Pembelajaran
sastra memang tidak dapat dipisahkan dari mata pelajaran bahasa Indonesia
karena melalui pembelajaran sastra tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat
dicapai. Sebagaimana dalam materi kebahasaan dalam materi sastra pun siswa
diarahkan agar dapat menguasai empat kemampuan yang meliputi menyimak,
membaca, berbicara, dan menulis. Oleh karenanya, dalam pendidikan formal,
pembelajaran sastra terdapat dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
Pembelajaran sastra yang dilaksanakan di sekolah bertujuan
menumbuhkan suatu kemampuan untuk menghargai dan memahami sastra
sebagai sesuatu yang bermakna dalam kehidupan. Pengajaran sastra sebenarnya
tidak hanya bermanfaat dalam menunjang kemampuan berbahasa murid,
mengembangkan kepekaan pikiran serta perasaan murid, tetapi juga bermanfaat
dalam memperkaya pandangan hidup serta kepribadian murid. Hal tersebut selaras
dengan pendapat Boen S. Oemarjati (2008) yang mengungkapkan bahwa
pengajaran sastra selain dapat meningkatkan kemampuan berbahasa juga sebagai
wahana yang efektif dalam mengembangkan dan membina watak serta karakter
anak didik. Oleh karenanya, sastra merupakan sesuatu yang penting untuk
dipelajari di sekolah. Salah satu jenis sastra yang diajarkan di sekolah, adalah
puisi.
Puisi merupakan karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan,
dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan pemilihan kata-kata kias
(imajinatif). Walaupun puisi singkat dan padat namun bahasanya berkekuatan dan
16
khas (Herman J. Waluyo, 2002: 1). Kekhasan bahasa tersebut ditunjukkan dengan
adanya ‖poetic license atau lisensia poetica‖ yakni suatu izin puitik yang
memperbolehkan seorang penyair membuat ekspresi baru yang mempunyai efek
puitik yang kuat. Adanya ”licentia puitica‖ tersebut membedakan bahasa puisi
dengan jenis karya sastra lain sehingga tidak jarang adanya anggapan bahwa puisi
merupakan kajian yang lebih rumit. Namun semua itu, dapat dipelajari dengan
pembelajaran puisi yang diharapkan akan tumbuh kekaguman pada diri peserta
didik terhadap karya sastra puisi. Oleh karenanya, pembelajaran puisi sudah mulai
diajarkan pada siswa tingkat sekolah dasar.
Pembelajaran puisi di sekolah dasar merupakan sesuatu yang penting
karena untuk mengenalkan dan menumbuhkan kesenangan anak didik terhadap
karya sastra (puisi). Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Hasan Alwi (dalam
Sarumpaet, 2002: 16) yaitu minat dan menulis pembaca hendaknya mulai
dibangkitkan dan ditumbuhkan sejak dini, yaitu ketika pembaca masih berusia
sekolah. Mutu dan tingkat pemahaman terhadap sastra yang telah dilalui oleh
siswa di sekolah akan menjadi modal bagi perkembangan siswa lebih lanjut pada
saat mereka nanti berada dalam lingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan
melalui pembelajaran sastra dapat menumbuhkan dan mengembangkan
kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan meningkatkan kepekaan siswa
terhadap lingkungan sekitar. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah
mudah karena dalam prakteknya pengajaran menulis puisi (sebagai salah satu
bagian dari menulis puisi) di sekolah dasar masih menemui kendala.
Sebagaimana yang terjadi dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V-C
Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten. Berdasarkan hasil observasi awal yang telah
dilakukan peneliti menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran menulis puisi di
kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten masih kurang memuaskan. Hal ini dilihat
dari nilai pretes dalam pembelajaran menulis puisi yang diperoleh siswa. Dari 42
siswa hanya ada 13 siswa (sekitar 31%) yang mendapatkan nilai 65 sedangkan
29 siswa (sekitar 69%) lainnya mendapatkan nilai di bawah 65 (kriteria ketuntasan
minimal yang telah ditetapkan adalah 65).
17
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Ngadino,
S.Pd. selaku guru kelas sekaligus guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten, diketahui bahwa rendahnya
kualitas hasil pembelajaran puisi di kelas ini disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu: (1) kurangnya alokasi waktu yang disediakan dalam pembelajaran menulis
puisi. Hal ini dikarenakan materi yang diajarkan cukup banyak dan guru kesulitan
dalam mengalokasikan waktu; (2) kemampuan guru dalam pengajaran sastra
masih terbatas, sehingga guru mengalami kesulitan dalam menentukan cara
pembelajaran puisi yang tepat bagi siswa; (3) guru masih mengalami kesulitan
dalam menentukan model pembelajaran yang cocok digunakan dalam
pembelajaran sastra (termasuk dalam pembelajaran puisi); (4) kurangnya minat
dan antusias siswa dalam mempelajari puisi. Hal tersebut terlihat saat
pembelajaran puisi beberapa siswa melakukan aktivitas lain seperti berbicara
dengan teman sebangku, bermain saat pelajaran, menopang dagu, dan melihat ke
arah luar kelas. Selain itu, melalui angket yang telah dibagikan pada siswa di kelas
V-C mengenai jenis materi sastra dalam pelajaran bahasa Indonesia yang disukai
terlihat bahwa 48% ( 20 siswa) lebih menyukai materi dongeng atau cerita rakyat,
33% (14 siswa) menyenangi drama, dan sisanya sekitar 19% (8 siswa) menyukai
puisi.
Noer Tugiman (dalam Jabrohim, 1994: 2-3) mengungkapkan bahwa ada
beberapa faktor yang menyebabkan pembelajaran puisi selama ini kurang
maksimal. Beberapa faktor tersebut yakni keterbatasan sarana, buku pelajaran
sastra, kemampuan guru, metode yang digunakan, sistem ujian, siswa, dan faktor
karya sastra. Selaras dengan pendapat tersebut, B. Rahmanto (dalam Kaswanti
Purwo, 1991: 40-41) juga mengungkapkan bahwa pengajaran sastra (termasuk
puisi) di sekolah memiliki tiga masalah, yakni (1) pengajaran menulis sastra
selama ini cenderung menekankan pada hafalan, istilah, dan pengertian sastra
daripada mengakrabkan diri dengan karya sastra; (2) kemampuan guru; dan (3)
pilihan materi yang digunakan dalam pembelajaran sastra.
18
Pendapat di atas juga diperkuat oleh Sapardi Djoko Damono (dalam
Herman J. Waluyo, Budi Setiawan, dan Handoko, 2007: 22) yang menyatakan
bahwa di sekolah pembelajaran menulis sastra (termasuk puisi) sudah benar-
benar menjadi pembelajaran ilmu bukan lagi pembelajaran seni. Dikatakan
demikian, karena dalam pembelajaran sastra lebih banyak diberikan secara
teoretis dan penilaiannya pun seringkali hanya didasarkan pada kemampuan
kognitif siswa. Oleh karenanya, aspek kesenangan dan kekaguman siswa
seringkali diabaikan.
Padahal sejatinya pembelajaran sastra sebaiknya tidak sekedar
memberikan pengetahuan bagi siswa secara teoretis tetapi juga bermanfaat dan
dapat menumbuhkan kesenangan siswa terhadap karya sastra. Sebagaimana yang
dikemukakan Stegwig (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 4) bahwa alasan anak
diajarkan sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan. Melalui sastra anak
akan mendapatkan kesenangan dan kenikmatan.
Di samping itu, kurang memuaskannya hasil pembelajaran menulis puisi
di kelas V-C jika dilihat dari pihak siswa disebabkan oleh beberapa hal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa (6 siswa) dan angket yang diisi siswa
pada saat pratindakan lebih banyak siswa yang menyatakan kurang senang dengan
pembelajaran puisi. Hal ini mengakibatkan dalam mempelajari materi puisi siswa
kurang antusias dan menikmati pelajaran yang diberikan. Selain itu, dalam
menulis puisi siswa masih merasa kesulitan karena belum adanya media atau
obyek yang digunakan guru yang dapat membantu atau menginspirasi siswa
dalam menulis puisi. Hal ini dikarenakan guru belum menerapkan cara/model
pembelajaran yang tepat atau masih menggunakan model pembelajaran yang
bersifat konvensional (ini didasarkan pada hasil wawawancara dengan guru).
Berpijak dari hal-hal yang telah diungkapkan di atas, maka diperlukan
suatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan agar pembelajaran menulis puisi di sekolah lebih menarik adalah
dengan mengubah model pembelajaran yang digunakan oleh guru dengan lebih
19
melibatkan keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran yakni dengan
menerapkan ”quantum learning”. Quantum learning merupakan suatu model
pembelajaran yang dipopulerkan Learning Forum. Model pembelajaran ini lebih
menekankan pada pembentukan suasana belajar yang menyenangkan sehingga
membuat siswa nyaman dan aktif dalam pembelajaran yang dilakukan. Bobbi
DePorter (2003: 3) mengungkapkan bahwa model pembelajaran quantum learning
adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya yang
menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan
momen belajar karena model pembelajaran ini berfokus pada hubungan dinamis
dalam lingkungan kelas dan interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka
untuk belajar.
Selaras dengan pendapat tersebut, Herman J. Waluyo, Budi Setiawan, dan
Handoko (2007: 2-3) juga mengungkapkan bahwa melalui model pembelajaran
quantum learning interaksi yang efektif antara guru dengan siswa maupun siswa
dengan siswa dapat diciptakan karena hal ini merupakan suatu proses untuk
mengubah energi menjadi cahaya yang mewujudkan pembelajaran yang lebih
menarik dan menyenangkan bagi siswa. Energi yang dimaksud di sini adalah
sarana dan prasarana yang menyebabkan situasi pembelajaran kondusif bagi
pengembangan diri siswa. Pemanfaatan sarana pembelajaran khususnya dalam hal
pemilihan media pembelajaran bukanlah sesuatu yang sulit diupayakan karena
guru dapat mengunakan media berupa gambar tematik ataupun mnomenik yang
sangat mudah didapatkan. Selain itu, dalam pelaksanaannya model pembelajaran
ini dalam pelaksanaannya didasarkan atas lima prinsip, yakni (1) segalanya
berbicara; (2) segalanya bertujuan; (3) pengalaman sebelum memberi nama; (4)
akui setiap usaha; dan (5) jika layak untuk dipelajari maka layak pula dirayakan.
Prinsip tersebut dijabarkan dalam kerangka pembelajaran yang penerapannya
kemudian lebih dikenal dengan istilah TANDUR (tanamkan, alami, namai,
demonstrasikan, ulangi, dan rayakan).
Erman Suherman (2006) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran
yang efektif dan dapat mengefektifkan siswa dalam mengikuti pembelajaran saat
20
ini adalah model pembelajaran quantum. Lebih lanjut diungkapkan bahwa melalui
model pembelajaran quantum guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Hal
tersebut dilakukan dengan penerapan strategi yang meliputi: tumbuhkan minat,
alami dengan dunia realitas siswa, namai, demonstrasikan melalui presentasi-
komunikasi, ulangi dengan tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan
reward berupa senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan. Demikian pula, hasil
penelitian Shelby Reeder (2003) yang menunjukkan bahwa melalui penerapan
model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan prestasi belajar,
kepercayaan diri, dan sikap positif siswa di kelas dengan siswa heterogen. Oleh
karenanya, model pembelajaran ini cukup efektif jika diterapkan di kelas karena
dapat melibatkan partisipasi dan keaktifan siswa yang pada selanjutnya dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti
memberikan alternatif pemecahan masalah kepada guru yakni dengan menerapkan
model pembelajaran quantum learning sebagai sarana untuk meningkatkan
kemampuan menulis puisi pada siswa kelas V-C di Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten.
Setelah peneliti menjelaskan mengenai penerapan model pembelajaran quantum
learning kepada guru serta kelebihannya guru pun menyetujui untuk menerapkan
model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi. Melalui
model pembelajaran quantum learning diharapkan dapat menumbuhkan minat dan
keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis puisi. Ketertarikan dan minat
tersebut akan menumbuhkan kesenangan siswa dalam pembelajaran yang pada
akhirnya nanti dapat meningkatkan kemampuan dan hasil pembelajaran menulis
puisi siswa di kelas V-C. Oleh karenanya, penelitian ini berjudul
“PENINGKATAN PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS V-C DI
SEKOLAH DASAR NEGERI 3 JATEN TAHUN AJARAN 2009/2010”.
21
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Apakah model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses
pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun
ajaran 2009/2010?
2. Apakah model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan hasil
pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun
ajaran 2009/2010?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitan ini adalah:
1. Meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran
quantum learning pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun ajaran
2009/2010.
2. Meningkatkan hasil pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran
quantum learning pada siswa kelas V-C di SD Negeri 3 Jaten tahun ajaran
2009/2010.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan, khasanah keilmuan
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya dalam pembelajaran
puisi.
22
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan quantum learning.
c. Sebagai pengembangan bahan ajar menulis puisi dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1) Menumbuhkan kesenangan siswa pada karya sastra khususnya puisi;
2) Memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa;
3) Meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran puisi;
4) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menulis puisi siswa.
b. Bagi guru
1) Dapat meningkatkan kinerja guru dalam mengajar khususnya dalam
mengatasi kesulitan guru dalam pembelajaran menulis puisi;
2) Dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengajarkan materi
pembelajaran puisi.
c. Bagi sekolah
1) Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya dalam menciptakan
inovasi-inovasi pembelajaran bagi guru-guru yang lain;
2) Memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum sekolah
berdasarkan indikator-indikator pembelajaran menulis puisi yang telah
ditentukan;
3) Meningkatkan kualitas pembelajaran puisi baik proses maupun hasil.
d. Manfaat bagi peneliti
1) Menambah pengalaman peneliti dalam penelitian mengenai
pembelajaran terutama dalam pembelajaran menulis puisi;
2) Peneliti dapat melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun
suatu rancangan pembelajaran menulis puisi dengan model
pembelajaran quantum learning.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, PENELITIAN YANG
RELEVAN, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Hakikat Menulis Puisi
a. Pengertian Puisi
Istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti ‗membuat‘
atau poeisis yang berarti ―pembuatan‖, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut
sebagai poem atau poetry. Reeves (dalam Herman J Waluyo, 1995: 22),
menyatakan bahwa puisi merupakan jenis karya sastra yang bersifat imajinatif.
Bahasa yang digunakan bersifat konotatif karena di dalam puisi banyak
digunakan makna kias dan makna simbol atau lambang (majas) sehingga timbul
kemungkinan banyak makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian
atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Effendi dalam buku
yang sama juga mengungkapkan bahwa di dalam puisi terdapat pengimajian,
pelambangan, dan pengiasan. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa bahasa yang
digunakan dalam puisi adalah bahasa konotatif yang multiinterpretable, yakni
makna yang dilukiskan dalam puisi dapat berupa makna lugas, namun lebih
banyak makna kias melalui lambang dan kiasan.
Slamet Mulyana (dalam Atar Semi, 1993: 93) memberi batasan puisi
dengan menggunakan pendekatan psikolinguistik karena puisi merupakan karya
seni yang tidak hanya berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga
berhubungan dengan masalah jiwa. Dengan pendekatan tersebut Slamet
Mulyana menyimpulkan bahwa puisi adalah sintesis dari berbagai peristiwa
bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang
mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan korespondensi dalam salah
satu bentuk.
Puisi merupakan bagian dari kritik kehidupan yang disampaikan dengan
kata-kata terbaik dan dalam susunan terbaik sebagai suatu luapan gelora
24
perasaan yang bersifat imajinatif (Atar Semi, 1993: 93-94). Oleh karenanya,
puisi dapat menggambarkan problema kehidupan manusia yang bersifat
universal, yang berhubungan dengan hakikat manusia, ketuhanan, dan juga
kematian. Selaras dengan pendapat tersebut Situmorang (1983: 11-12)
mengemukakan bahwa puisi merupakan sesuatu yang penting karena puisi
diciptakan atas dasar pengalaman yang besar maupun yang kecil, banyak atau
sedikit bersumber dari perbendaharaan harta karun pengalaman penyairnya.
Oleh karenanya, puisi berhubungan dengan semangat manusia. Puisi merupakan
kekuatan yang menyadarkan orang akan dirinya sendiri dan dunianya untuk
mengamati, mengagumi, memikirkan sesuatu atau dengan singkat menjadikan
seseorang menjadi lebih lengkap sebagai manusia.
Tarigan (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 24), menggungkapkan bahwa
pengalaman yang diungkapkan penyair dalam sebuah puisi di samping bersifat
emosional juga harus imajinatif sehingga pembaca dapat menikmati keindahan
dalam puisi. Senada dengan pendapat tersebut, Herman J. Waluyo (1995: 25)
berpendapat bahwa puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang di dalamnya
menggunakan pilihan bahasa yang indah dan bersifat imajinatif yang dapat
mewakili perasaan dan sebagai ungkapan gelora atau kondisi batin penyairnya
yang di dalamnya terdiri atas unsur-unsur yang bersifat padu.
b. Unsur-unsur Pembangun Puisi
Puisi terdiri atas unsur-unsur yang bersifat saling berkaitan antara satu
dengan lain dan bersifat fungsional. Herman J. Waluyo (1995: 28) membagi
unsur pembangun puisi menjadi dua yakni unsur fisik (struktur sintaksis) dan
unsur batin (struktur tematik).
25
1) Unsur batin puisi adalah sesuatu yang hendak diungkapkan penyair dengan
perasaan dan suasana. Ada empat unsur batin dalam puisi, yaitu:
a). Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject matter yang
dikemukakan oleh penyair. Seorang penyair dalam menulis puisi tentu
ingin mengungkapkan sesuatu yang dirasakan dan dipikirkannya pada
pembaca. Tema dalam sebuah puisi dapat bersifat lugas, objektif, dan
khusus sesuai dengan konsep yang terimajinasikan penyair. Tema dalam
sebuah puisi dapat berupa protes atau kitik sosial, ketuhanan, percintaan,
patriotisme, dan sebagainya.
b). Perasaan (Feeling)
Perasaan merupakan suasana batin yang dirasakan oleh penyair yang
terekspresikan dalam puisinya sehingga dalam memahami puisi
diperlukan suatu pemahaman atas perasaan pengarang. Rasa atau feeling
”the poet’s attitude toward his subject matter‖ yaitu sikap sang penyair
terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisi (Henry
Guntur Tarigan, 1984: 11). Setiap penyair belum tentu memiliki
perasaan atau sikap yang sama jika berada dalam satu keadaan. Oleh
karenanya, dalam penciptaan puisi, suasana perasaan penyair ikut
diekspresikan dan dapat dihayati pembacanya seperti perasaan sedih,
kekaguman, marah, gembira, kekecewaan, penyesalan, dan sebagainya.
c). Nada dan Suasana
Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat sastra.
Nada dapat bersifat menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau
bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat
psikologis yang ditimbulkan puisi terhadap pembaca.
d). Amanat (Pesan)
26
Amanat merupakan sesuatu yang mendorong penyair untuk mencipta
puisi. Dengan kata lain, amanat merupakan maksud yang ingin
disampaikan penyair pada pembaca melalui karya sastra yang dibuatnya.
2) Unsur fisik puisi adalah unsur estetik yang membangun struktur luar dari
puisi, unsur tersebut meliputi:
a). Diksi (Pemilihan Kata)
Diksi adalah pilihan kata yang digunakan penyair dalam menulis
suatu karya puisi yang di dalamnya mengandung perkembangan-
perkembangan makna, perkembangan estetis, maupun perkembangan
bunyi kata. Bahasa yang digunakan dalam puisi tidak hanya bermakna
denotatif tetapi juga konotatif untuk menggambarkan maksud
penyairnya. Ada beberapa faktor yang sebaiknya dipertimbangkan dalam
memilih kata yakni makna kias, lambang, dan persamaan bunyi.
Pemilihan kata-kata dalam bahasa puisi yang tepat akan memberi
kekuatan dan menumbuhkan suasana puitik yang akan membawa
pembaca pada penikmatan dan pemahaman secara menyeluruh.
b). Pengimajian
Pengimajian atau imagery adalah penggambaran sesuatu sesuai yang
dimaksud oleh penyair sehingga pembaca seolah-olah dapat
membayangkan dan menjelmakan sesuatu itu menjadi gambaran yang
nyata. Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian kata atau susunan
kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
c). Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyarankan kepada
pembaca arti yang menyeluruh. Melalui kata-kata yang diperkonkret
pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang
dilukiskan penyair. Kata-kata konkret ini digunakan untuk
membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca. Pada dasarnya kata-kata
27
yang dikonkretkan berhubungan erat dengan penggunaan kiasan,
pengimajian, dan pelambangan.
d). Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa yakni tidak langsung
mengungkapkan makna. Penggunaan bahasa figuratif menyebabkan
puisi menjadi ‘prismatis‘ artinya menimbulkan banyak makna atau kaya
akan makna.
Demikian pula halnya dalam sebuah puisi, seorang penyair akan
menggunakan gaya bahasa sehingga puisinya memiliki makna yang
dalam. Adanya bahasa kiasan (figurative language) menyebabkan sajak
menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan
terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa figuratif
dalam puisi meliputi imaji visual (penglihatan), imaji audio
(pendengaran), dan imaji taktil (perasaan).
e). Verifikasi
Verifikasi dalam sebuah puisi meliputi rima, ritma, dan metrum.
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi. Ritme (irama) merupakan rangkaian alunan
suara atau pengulangan bunyi yang berulang-ulang dan tersusun rapi,
ritme biasanya dihubungkan dengan pengulangan bunyi, kata, frase, dan
kalimat. Pengulangan bunyi yang berulang-ulang itu tersusun rapi
sehingga tidak terdengar membosankan. Metrum adalah pengulangan
tekanan kata yang tetap dan statis.
f). Tata Wajah (tipogafi)
Tipografi merupakan tata wajah yang menjadi pembeda penting
antara puisi dengan prosa maupun drama. Tipografi dalam sebuah puisi
digunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik agar indah dilihat
28
pembaca, juga untuk mementingkan arti kata-kata frase serta kalimat
yang disusun sehingga dapat memberikan sugesti terhadap makna puisi.
c. Pengertian Menulis Puisi
Salah satu bentuk ekspresi jiwa seseorang adalah dalam bentuk tulisan
karena melalui tulisan seseorang dapat menuangkan ide, gagasan, serta
kreativitas lainnya. Kemampuan mengekspresikan diri tersebut dapat berupa
artikel, esai, atau karya sastra seperti cerpen, novel, komik, puisi, dan
sebagainya. Dari kegiatan tulis menulis ini seorang penulis akan menyampaikan
ide dan gagasannya kepada pembaca sehingga akan tahu maksud dan tujuan
tulisannya. Dengan menulis seseorang akan mampu berkomunikasi dengan
orang lain walaupun berbeda generasi dan zaman. Hal ini sejalan dengan
pendapat Henry Guntur Tarigan (1993: 3) yang menytakan bahwa menulis
merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang
lain.
Hal yang sama diutarakan The Liang Gie (2002 : 3), yang menyatakan
bahwa mengarang – walaupun dengan bahasa yangberbeda yaitu mengarang,
namun maksudnya sama dengan menulis – adalah segenap rangkaian kegiatan
seseorang yang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa
tulis yang dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca.
Sebagai bentuk keterampilan berbahasa menulis merupakan kegiatan yang
bersifat mengungkapkan, maksudnya mengungkapkan gagasan, buah pikiran
dan perasaan kepada pihak lain atau orang lain. Oleh karena itulah menulis
merupakan kegiatan produktif dan ekspresif, (Henry Guntur Tarigan, 1993 : 4).
Sebagai kegiatan produktif dan ekspresif, keterampilan menulis sebenarnya
merupakan ekspresi pengalaman terhadap lingkungan yang dialami penulis
untuk kemudian disalurkan ke dalam media tulis sehingga pengalaman terhadap
lingkungan sekitar baik langsung maupun melalui membaca buku amat
diperlukan.
29
Yant Mujiyanto (2000 : 63)menyatakan menulis merupakan menyusun
buah pikiran atau data-data informasi yang diperoleh menurut organisasi
penulisan sistematis, sehingga tema karangan atau tulisan yang disampaikan
sudah dipahami pembaca. Jadi menulis dapat diartikan juga sebagai cara
berkomunikasi antarmanusia dengan bahasa tulis. Tulisan dapat dirangkai ke
dalam susunan kata dan kalimat yang runtut dan sistematis, sehingga informasi
yang disampaikan dipahami pembaca.
Bobbi DePorter (2003 : 179) menyatakan bahwa menulis adalah aktivitas
seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan
otak kiri (logika). Hal ini mengandung maksud bahwasannya dalam kegiatan
menulis seseorang tidak dapat hanya menggunakan satu belahan otak saja. Yang
merupakan bahasan logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa,
penyuntingan,penulisan kembli, penelitian, dan tanda baca. Sementara itu yang
termasuk bagian emosional adalah semangat, spontanitas, emosi, warna,
imajinasi, gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan. Hal itu dapat digambarkan
sebagai berikut.
Gambar 1. Pemanfaatan Kedua Belahan Otak dalam Menulis
(Sumber: Bobbi DePorter, 2003: 179).
Perencanaan semangat
Outline spontani-
Tata bahasa tas
Emosi
Penyuntingan Warna
Penulisan kem- imajinasi
bali Gairah
Penelitian Tanda baca kegembiraan
30
Pelaksanaan pembelajaran yang terjadi pada pembelajaran tradisional yang
tampaknya mengabaikan sebuah kebenaran bahwa menulis merupakan aktivitas
seluruh otak dan bukan hanya otak kiri saja. Pada kenyataan peran otak kanan
harus didahulukan, karena di sanalah muncul ide dan gagasan kreatif. Teknik-
teknik yang membentuk tulisan sistematis yang menggunkan otak kiri
dilaksanakan seterlah gagasan kreatif tersebut dilaksanakan.
Berdasarkan uraian mengenai pengertian menulis dan puisi di atas maka
dapat disimpulkan bahwa menulis puisi adalah segenap rangkaian kegiatan
produktif dan ekspresif yang melibatkan belahan otak kiri dan otak kanan
seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya dalam bahasa
tulis dalam bentuk puisi yang di dalamnya mengandung keindahan sehingga
pembaca dapat mengerti maksud atau ungkapan hati penyairnya.
2. Hakikat Pembelajaran Menulis Puisi
a. Pengertian Pembelajaran
Menurut Saiful Sagala (2007: 61) pembelajaran merupakan suatu kegiatan
yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu kemampuan
dan nilai yang baru. Dalam proses pembelajaran seorang guru dituntut untuk
mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki siswa baik meliputi kemampuan
dasarnya, motivasinya, latar belakang sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Hal
ini dikarenakan kesiapan seorang guru untuk mengenal karakteristik siswa
dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan
menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Oemar Hamalik (2001: 57), mengemukakan bahwa pembelajaran
merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Oleh karenanya, dalam pembelajaran
seorang guru senantiasa berupaya untuk membuat siswa belajar dengan cara
mengaktifkan faktor intern dan ekstern dalam kegiatan belajar.
31
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses belajar mengajar dilakukan oleh seorang
guru terhadap siswanya untuk membuat siswa belajar dengan mengaktifkan
faktor intern dan eksten sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa keberhasilan dalam
mencapai tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yakni intern dan
ekstern. Faktor intern merupakan faktor-faktor yang terdapat di dalam
pembelajaran sedangkan ekstern adalah faktor-faktor yang beasal dari luar yang
juga berpengaruh dalam pembelajaran. Faktor intern dalam pembelajaran,
misalnya guru, siswa, materi, dan sebagainya sedangkan lingkungan merupakan
contoh faktor ekstern yang juga berpengaruh dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran
melibatkan berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut, yakni:
1) Guru
Guru merupakan seseorang yang bertindak sebagai pendidik dalam
proses belajar mengajar. Oemar Hamalik ( 2001: 9) mengungkapkan bahwa
guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam kegiatan
pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknis
dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut diuraikan bahwa sebagai tenaga
profesional yang memiliki kualifikasi, peranan guru dalam pendidikan
adalah sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, sebagai evaluator, sebagai
inovator, dan sebagainya.
Peran guru di atas juga selaras dengan pendapat Hadi A. Soedomo
(2005: 23) yang secara ringkas mengelompokkan tugas seorang guru pada
dasarnya meliputi tiga hal, yakni: (1) tugas edukasional (mendidik), (2)
tugas instruksional (mengembangkan kemampuan afektif, kognitif, dan
psikomotorik), dan (3) tugas managerial (mengelola kelas dan kegiatan
belajar).
32
2) Siswa
Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan
pelaksana dalam pembelajaran. Siswa dituntut beperan lebih aktif dalam
proses pembelajaran dan tidak diharapkan hanya sekedar menerima,
menurut, dan pasrah terhadap segala materi yang diberikan.
3) Materi
Materi adalah bahan pembelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan. Materi dalam pembelajaran berhubungan dengan isi
yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. Materi pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan jiwa anak dan diharapkan mampu
mengarahkan perkembangan jiwa sejalan dengan tujuan yang hendak
dicapai.
4) Metode
Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan
materi pelajaran. Swandono (1995: 50) mengungkapkan bahwa dalam
memilih metode, guru juga harus mempertimbangkan beberapa faktor,
yakni: tujuan yang ingin dicapai, tingkat perkembangan siswa, situasi dan
kondisi siswa, kualitas dan kuantitas fasilitas belajar, dan pribadi serta
kemampuan profesional guru yang berbeda-beda.
5) Media
Media adalah alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan
materi kepada siswa. Media tersebut dapat berupa media elektronik maupun
nonelektronik. Media yang digunakan oleh guru bisa audio, visual, maupun
audio-visual. Media pada umumnya berfungsi untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar mengajar. Selain
itu, dengan adanya penggunaan media diharapkan akan menarik minat siswa
dalam belajar.
6) Evaluasi
33
Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh informasi yang
akurat mengenai penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar
siswa. Oemar Hamalik (2001: 30) mengungkapkan bahwa aspek-aspek yang
dinilai dalam evalusi didasarkan pada tujuan yang hendak dicapai dan
kemampuan apa yang hendak dikembangkan (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan).
Tujuan pembelajaran merupakan sesuatu yang ingin dicapai siswa dalam
suatu proses pembelajaran. Untuk memenuhi tujuan tersebut, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, seperti unsur-unsur yang terkait dalam proses
pembelajaran. Unsur-unsur tersebut, antara lain berupa (1) motivasi siswa; (2)
bahan belajar; (3) alat bantu belajar; (4) suasana belajar; (5) kondisi subyek
belajar. Kelima unsur ini berpengaruh terhadap proses pembelajaran.
Agar terbina pembelajaran yang efektif sudah selayaknya antara guru dan
siswa saling bekerja sama sehingga tujuan akhir pembelajaran dapat tercapai.
Hal ini dikarenakan, dalam suatu pembelajaran guru dan siswa merupakan satu
kesatuan. Guru tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya siswa dan siswa pun
tidak dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik tanpa adanya bimbingan
guru. Oleh karena itu, sudah seharusnya di antara guru dan siswa tercipta
hubungan yang selaras, serasi, serta harmonis sehingga pembelajaran dapat
berjalan lancar.
Berdasarkan hal tersebut jadi pengertian pembelajaran adalah suatu proses
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program
pembelajaran yang melibatkan komponen-komponen pembelajaran (baik intern
maupun ekstern) guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Pembelajaran Bermakna
Belajar dikatakan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha
untuk melakukan perubahan terhadap diri manusia, dengan maksud memperoleh
perubahan dalam diri baik berupa pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap.
Kegiatan belajar yang terjadi di sekolah merupakan upaya yang telah dirancang
34
berdasarkan teori-teori yang dipandang relevan dengan jenjang dan tujuan
pendidikan yang telah ditentukan. Faktor intern dan faktor ekstern pada
dasarnya akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Oleh karenanya,
seorang guru seharusnya menguasai dan memahami kedua faktor tersebut untuk
mengatur strategi pembelajaran yang lebih bermakna, menarik, dan
menyenangkan bagi peserta didik. Proses belajar adalah membangun
makna/pemahaman, oleh si pembelajar terhadap pengalaman informasi yang
disaring dengan persepsi, pikiran, dan perasaan. Belajar membangun makna
dilakukan melalui proses mengalami langsung, komunikasi, interaksi, dan
refleksi sehingga peserta didik dapat memperoleh gagasan yang bermakna.
Belajar adalah memproduksi gagasan bukan mengkonsumsi gagasan. Oleh
karenanya, siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pikiran,
mengungkapkan pendapat, dan proses (Syaiful Sagala, 2009: 166-168).
Witig (dalam Muhibbin Syah, 2009) mengemukakan bahwa proses belajar
berlangsung dalam tiga tahapan yaitu acquasistion (tahap perolehan informasi),
storage (penyimpanan informasi), (retrieval/mendapatkan kembali informasi).
Pertama, tahap acquasistion (tahap perolehan informasi) yakni pembelajar mulai
menerima informasi sebagai stimulus dan memberikan respon sehingga ia
memiliki pemahaman atau perilaku baru. Tahap ini merupakan tahapan yang
paling mendasar, bila pada tahap ini kesulitan siswa tidak dibantu maka ia akan
mengalami kesulitan untuk menghadapi pada tahap selanjutnya. Kedua, tahap
storage (penyimpanan informasi) yakni pemahaman dan perilaku baru yang
diterima oleh siswa secara otomatis akan disimpan dalam memorinya yang
disebut shorterm atau longterm memori. Ketiga, tahap retrieval (mendapatkan
kembali informasi), bila seorang siswa mendapat pertanyaan mengenai materi
yang telah diperolehnya maka ia akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi
sistem memorinya untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang dihadapinya.
Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa pembelajaran pada
hakekatnya adalah suatu proses interaksi antaranak dengan anak, anak dengan
sumber belajar, dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan
35
menjadi bermakna bagi anak didik jika dilakukan dalam lingkungan yang
nyaman dan memberi rasa aman bagi anak. Kebermaknaan belajar sebagai hasil
dari peristiwa mengajar yang ditandai oleh terjadinya hubungan aspek-aspek,
konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen yang relevan di
dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep
atau fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan yang utuh sehingga konsep yang
dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan
demikian, agar tercipta pembelajaran bermakna maka guru harus mengetahui
atau mengali konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya
secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang
diajarkan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar akan lebih bermakna
jika dapat membangun pengalaman informasi anak daripada hanya sekedar
mendengarkan guru menjelaskan dan kegiatan tersebut berlangsung dalam
suasana yang nyaman.
c. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah mulai tahun 2006,
pembelajaran di semua jenjang pendidikan (dari tingkat SD - SMA) mengacu
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagaimana yang telah
diketahui bahwa aspek-aspek yang terdapat dalam pembelajaran di sekolah
dasar berdasarkan KTSP meliputi latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup.
Adapun uraian mengenai hal-hal tersebut, sebagai berikut.
1). Latar Belakang
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan pengetahuan,
sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan
dalam mempelajari semua bidang studi. Melalui pembelajaran bahasa
diharapkan dapat membantu peserta didik untuk lebih mengenal dirinya;
budayanya dan budaya daerah atau bangsa lain; mengemukakan pendapat
dan perasaan; berhubungan dengan masyarakat melalui pemakaian bahasa
36
yang santun dan sesuai kaidah; dan mengembangkan kreativitas atau potensi
kebahasaan yang ada pada dirinya.
2). Tujuan
Mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a). Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang
berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
b). Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara.
c). Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan.
d). Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
e). Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa.
f). Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
3). Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencangkup aspek-
aspek berikut ini: (a) mendengarkan; (b) berbicara; (c) membaca; dan (d)
menulis. Di dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di kelas
V sekolah dasar mencangkup aspek bahasan sebagai berikut.
(a). Mendengarkan : memahami penjelasan narasumber secara lisan dalam
kegiatan wawancara, pelaporan, pembacaan berita dari berbagai media;
cerita tentang suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar; dan
memahami isi pembacaan berbagai karya sastra berbentuk cerita rakyat,
puisi, dan drama.
37
(b). Berbicara : menggunakan wacana lisan untuk menggungkapkan pikiran,
pendapat, perasaan, dan fakta dengan menanggapi persoalan;
menceritakan hasil pengamatan atau berwawancara, serta dalam berbagai
bentuk karya sastra seperti cerita rakyat, puisi, dan drama.
(c). Membaca : Menemukan informasi yang terdapat dalam berbagai bentuk
wacana tulis, dan berbagai bentuk kaya sastra yang berupa cerita pendek,
puisi, dan drama.
(d). Menulis : Melakukan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan
pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman, dalam bentuk karangan,
surat undangan, laporan, dan dialog, serta berbagai karya sastra yang
berbentuk pantun dan puisi.
d. Pembelajaran Menulis Puisi di Sekolah Dasar
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang telah diajarkan di sekolah
mulai dari jenjang bawah (SD) sampai jenjang atas (SMA) karena termasuk
salah satu materi dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini
berarti pembelajaran apresiasi puisi merupakan bagian dari pembelajaran
apresiasi sastra yang diajarkan di sekolah.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 36-47) mengemukakan bahwa pengajaran
sastra anak di sekolah (termasuk puisi) merupakan hal penting karena dapat
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan berbagai pengalaman (baik rasa,
emosi, dan bahasa), personal (kognitif, sosial, etis, spiritual), eksplorasi dan
penemuan, serta petualangan dalam kenikmatan. Pengajaran sastra anak
memberikan kontribusi pada anak yang sedang pada taraf pertumbuhan dan
perkembangan yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam nilai personal
dan nilai pendidikan. Secara rinci kontribusi atau manfaat pengajaran sastra bagi
seorang anak adalah, sebagai berikut.
1) Nilai Personal
a) Perkembangan emosional
Anak usia dini yang belum dapat berbicara atau baru berada dalam tahap
perkembangan bahasa satu kata atau kalimat dalam dua — tiga kata,
sudah ikut tertawa-tawa ketika diajak bernyanyi bersama sambil tepuk
38
tangan. Anak tampak menikmati lagu-lagu bersajak yang ritmis dan larut
dalam kegembiraan. Hal ini dapat dipahami bahwa sastra lisan yang
berwujud puisi-lagu tersebut dapat merangsang kegembiraan anak,
merangsang emosi anak untuk bergembira. Demikian juga, dengan
membaca buku-buku cerita maka anak baik secara langsung maupun tak
langsung akan belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar.
b) Perkembangan intelektual
Pembelajaran seni antara lain bertujuan untuk menanam, memupuk, dan
mengembangkan daya apresiasi anak sejak usia dini, juga diyakini
berperan besar dalam menunjang perkembangan kemampuan diri.
Berdasarkan hasil penelitian anak-anak sekolah dasar yang diajar seni
ternyata juga berdampak pada kemampuan siswa dalam bidang IPA,
matematika, dan bahasa. Kemampuan anak yang diajar seni dalam tiga
bidang tersebut lebih tinggi daripada kemampuan anak yang tidak diajar
seni. Hal ini dikarenakan, pembelajaran apresiasi terhadap seni
menunjang peningkatan kreativitas, dan aspek kreativitas merupakan
sesuatu yang esensial dalam pembelajaran bidang apa pun.
c) Perkembangan imajinasi
Membaca sastra akan membawa anak keluar dari kesadaran ruang dan
waktu, keluar dari kesadaran diri sendiri, dan setelah selesai anak akan
kembali pada dirinya dengan pengalaman yang diperolehnya dan dengan
kemampuan imajinasi secara lebih. Imajinasi akan memancing tumbuh
dan berkembangnya kreativitas. Imajinasi dalam pengertian ini jangan
dipahami sebagai khayalan atau daya khayal saja, tetapi lebih merujuk
pada makna creative thinking (pemikiran yang kreatif).
d) Pertumbuhan rasa sosial
Bacaan cerita mendemonstrasikan bagaimana anak berinteraksi dengan
sesama dan lingkungan. Bagaimana tokoh-tokoh saling berinteraksi
untuk bekerja sama, saling membantu, bermain bersama, melakukan
aktivitas keseharian bersama, menghadapi kesulitan bersama, membantu
mengatasi kesulitan orang lain, dan lain-lain yang berkisah tentang
39
kehidupan bersama dalam masyarakat. Hal ini akan menimbulkan
kesadaran untuk saling berhubungan dengan orang sekitar sehingga
bacaan sastra yang ―mengeksploitasi‖ kehidupan sosial secara baik akan
mampu menjadikannya sebagai contoh bertingkah laku sosial kepada
anak sebagaimana aturan sosial yang berlaku.
e) Pertumbuhan rasa etis dan religius
Selain menujang pertumbuhan dan perkembangan unsur emosional,
intelektual, imajinasi, dan rasa sosial, bacaan cerita sastra juga berperan
dalam pengembangan personalitas yang lain, yaitu rasa etis dan religius.
Demonstrasi kehidupan yang secara konkret diwujudkan dalam bentuk
tingkah laku tokoh, di dalamnya juga terkandung tingkah laku yang
menunjukkan sikap etis dan religius.
2) Nilai Pendidikan
a) Eksplorasi dan penemuan
Ketika membaca cerita, pada hakikatnya anak dibawa untuk melakukan
sebuah eksplorasi, sebuah penjelajahan, sebuah petualangan imajinatif
ke sebuah dunia relatif yang belum dikenalnya yang menawarkan
berbagai pengalaman kehidupan. Petualangan ke sebuah dunia yang
menawarkan pengalaman-pengalaman baru yang menarik,
menyenangkan, menegangkan, dan sekaligus memuaskan lewat berbagai
kisah dan peristiwa yang dasyat sebagaimana diperankan tokoh cerita.
Pengalaman penjelajahan tokoh imajinatif berkaitan erat dengan
pengembangan daya imajinatif. Dalam penjelajahan secara imajinatif
anak akan dibawa dan dikritiskan untuk mampu melakukan penemuan-
penemuan atau prediksi bagaimana solusi yang ditawarkan.
b) Perkembangan bahasa
Sastra adalah suatu bentuk permainan bahasa dan bahkan dalam genre
puisi unsur permainan tersebut cukup menonjol, misalnya yang
berwujud permainan rima dan irama. Berhadapan dengan sastra hampir
selalu dapat diartikan sebagai berhadapan dengan kata-kata dan bahasa.
Prasyarat untuk dapat membaca atau mendengarkan dan memahami
40
sastra adalah penguasaan bahasa yang bersangkutan. Bahasa dalam
karya sastra dipergunakan untuk memahami dunia yang ditawarkan
sekaligus berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak,
baik menyimak, membaca, berbicara, maupun menulis.
c) Perkembangan nilai keindahan
Sebagai salah satu bentuk karya seni, sastra memiliki aspek keindahan.
Keindahan itu dalam genre puisi antara lain dicapai dengan permainan
bunyi, kata, dan makna. Lewat permainan bunyi dan kata itu, ucapan
repetitive dan melodis, dan sesekali digunakan untuk menyampaikan
makna tertentu. Jadi, makna sengaja diekspresikan ke dalam kata-kata
terpilih sehingga mampu menciptakan efek keindahan. Hal ini
dikarenakan, rasa puas akan diperoleh setelah membaca puisi atau fiksi
pada hakikatnya disebabkan oleh terpenuhinya kepuasan batin akan
keindahan.
d) Penanaman wawasan multikultural
Berhadapan dengan bacaan sastra, anak dapat bertemu dengan wawasan
budaya berbagai kelompok sosial dari berbagai belahan dunia. Lewat
sastra dapat dijumpai berbagai sikap dan perilaku hidup yang
mencerminkan budaya suatu masyarakat yang berbeda dengan
masyarakat lain. Sastra merupakan sumber penting pembelajaran
wawasan multikultural karena dapat memberanikan anak untuk
mengidentifikasi dan mengapresiasi kemiripan dan perbedaan lintas
budaya.
e) Penanaman kebiasaan membaca
Sastra diyakini mampu memotivasi anak untuk suka membaca, mampu
mengembalikan anak kepada buku. Hal ini dapat diusahakan dan
difasilitasi dengan baik. Misalnya, dengan penyediaan buku bacaan yang
baik dan menarik di sekolah.
Guna tercapainya kontribusi atau manfaat pengajaran sastra (termasuk
puisi) bagi seorang anak didik maka ada beberapa konsep yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran sastra. Hal ini sebagaimana diungkapkan
41
Imam Syafi‘ie (dalam Andayani, 2009: 70) bahwa ada 4 konsep yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran sastra, yakni: (1) pembelajaran sastra bukan
proses pembentukan penguasaan terhadap pengetahuan tentang sastra,
melainkan pembinaan untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi; (2)
pengajaran mengapresiasi dilaksanakan dengan memberikan kesempatan
sebanyak-banyaknya kepada murid untuk terlibat secara langsung dalam proses
mengapresiasi karya sastra; (3) peranan guru bukanlah sebagai pemberitahu
yang mendektekan catatan bagi anak didik, tetapi menciptakan situasi yang
mendorong murid untuk mendapatkan kenikmatan dan kemanfaatan melalui
membaca karya sastra; (4) pembelajaran puisi diarahkan untuk mengapresiasi
karya sastra agar memperoleh pengalaman batin dan penghargaan terhadap
nilai-nilai yang terkandung dalamnya.
Dalam hal ini peran seorang guru bahasa sangat besar dalam mengajarkan
puisi yang merupakan salah satu jenis sastra yang diajarkan di sekolah. Namun,
dalam pelaksanaannya pengajaran puisi masih terdapat kendala. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan Rahmanto (1988: 44 -45) bahwa terdapat dua
hambatan dalam pembelajaran puisi, yaitu (1) adanya anggapan bahwa secara
praktis puisi tidak ada gunanya lagi. Di zaman yang serba modern ini manusia
hidup dalam dunia praktis yang banyak tergantung pada dunia IPTEK (mesin
dan komputer), mereka beranggapan bahwa sastra (terutama puisi) hanya
berkenaan dengan pengolahan kata-kata dan sudah tidak ada gunanya lagi. (2)
adanya prasangka bahwa mempelajari puisi sering tersandung pada pengalaman
pahit, maksudnya adalah siswa berusaha memahami sajak-sajak yang terkenal
dari para penyair terkenal yang sering menggunakan simbol, kiasan, dan
ungkapan-ungkapan tertentu yang sering membingungkan.
Dalam pembelajaran puisi, guru hendaknya memilih bahan ajar yang
sesuai dengan kemampuan peserta didik. Selain itu, guru hendaknya juga
memiliki referensi yang memadai mengenai puisi yang diajarkan. Agar siswa
lebih bersemangat dalam pembelajaran puisi sebaiknya dalam pembelajaran
guru dapat menciptakan suasana yang tidak menegangkan dan tidak kaku
42
sehingga pembelajaran puisi berlangsung dengan menyenangkan. Hal ini sesuai
dengan hakikat pembelajaran sastra yang tidak hanya bermanfaat tetapi juga
menghibur.
Teknik pembelajaran puisi sangat menentukan keberhasilan dalam
pembelajaran puisi. Menurut Rahmanto (1988: 48 – 52) terdapat beberapa
teknik pembelajaran puisi, yaitu:
1. Pelacakan pendahuluan
Sebelum menyajikan puisi di depan kelas, guru perlu mempelajarinya
terlebih dahulu unttuk memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan
disajikan sebagai bahan. Pemahaman ini sangat penting terutama untuk
menentukan strategi yang tepat dan menentukan aspek-aspek yang perlu
mendapat perhatian khusus dari siswa.
2. Penentuan sikap praktis
Puisi yang akan disajikan di depan kelas, hendaklah diusahakan tidak
terlalu panjang agar dapat dibahas sampai selesai pada setiap pertemuan.
Hendaklah pula ditentukan lebih dahulu informasi yang seharusnya dapat
diberikan oleh guru sastra untuk mempermudah siswa memahami puisi yang
disajikan.
3. Introduksi atau pengantar
Banyak faktor yang mempengaruhi penyajian pengantar dalam
pembelajaran puisi, termasuk situasi dan kondisi pada saat materi disajikan.
Pengantar ini akan sangat tergantung pada setiap individu guru, keadaan
siswa, dan karakteristik puisi yang diberikan.
4. Penyajian
Pesan dan kesan puisi baru akan menyentuh hati seseorang apabila puisi
itu dibacakan atau dikutip secara lisan. Biasanya siswa akan merasa lebih
mudah mengenal puisi untuk pertama kalinya dengan mendengarkan guru
membacakannya daripada membaca sendiri.
43
5. Diskusi
Secara umum urutan diskusi dan jawaban yang diperbincangkan dapat
mengikuti pola sebagai berikut.
Umum (Kesan awal) ______Khusus (rinci) _______Umum (kesimpulan)
Masalah-masalah umum yang pertama-tama perlu didiskusikan antara lain:
(a) siapa tokoh yang bicara pada puisi itu?; (b) Untuk siapa pesan itu
diiungkapkan?; (c) Bagaimana situasinya?; dan (d) Bagaimana perasaan
tokohnya?. Kemudian dibahas mengenai hal-hal rinci misalnya aspek
penyusunan puisi, gaya bahasa, arti kias, dan sebagainya. Setelah itu diskusi
dapat diarahkan ke kesimpulan yang mengandung unsur-unsur penilaian.
6. Pengukuhan
a) Lisan
Sedapat mungkin siswa mendapat kesempatan untuk membaca puisi itu
secara lisan sehingga benar-benar dapat merasakan kualitas puisi yang
dibacakan. Tetapi pembacaan puisi secara lisan ini akan berhasil jika siswa
mempersiapkan diri terlebih dahulu.
b) Tertulis
Puisi dapat dihubungkan dengan berbagai aktivitas tulis menulis. Latihan
menulis semacam ini akan lebih berarti jika dapat diarahkan untuk
membuat kumpulan puisi dan bentuk-bentuk tulisan yang disertai minat
mengembangkan seni menulis. Menulis puisi akan lebih mudah jika
didasarkan pada pengamatan ataupun pengalaman. Sebagaimana yang
dikemukakan Win Wenger (2003 : 137).
Cara terkaya, terkuat, dan tercepat untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa adalah dengan mendeskripsikan secara bermakna kepada
pendengar pengalamannya. Pengertian ―mendeskripsikan secara
bermakna‖ adalah mendeskripsikan dengan suatu cara sedemikian
sehingga, secara harfiah membawa realitas dari sesuatu yang
dideskripsikan ke pengalaman pendengar. Yang terbaik, ini biasanya
dilakukan melalui detail-inderawi yang kaya: gambar dengan warna,
44
tekstur, bentuk, citarasa, ruang, ukuran, massa, gerak, dan
sebagainya.
Sebagai suatu hasil karya seni, puisi memiliki karakterisktik sesuai dengan
genre pengarangnya. Burhan Nurgiyantoro (2005: 313-314) mengungkapkan
bahwa ada beberapa karakteristik puisi karya atau tulisan anak yang
membedakannya dengan puisi karya orang dewasa, yakni:
1) Puisi anak intensitas keluasan makna tampaknya belum seluas puisi dewasa.
Hal ini dikarenakan daya jangkau imajinasi anak dalam hal pemaknaan puisi
masih terbatas.
2) Dilihat dari segi pendayaan berbagai bentuk ungkapan kebahasaan puisi
anak masih lebih sederhana.
3) Dalam hal bahasa maupun makna dalam puisi anak diungkapkan lugas, apa
adanya, serta masih polos.
4) Dilihat dari segi permainan bahasa, bahasa puisi anak lebih terlihat intensif.
Hal ini terlihat dari pengutamaan kemunculan aspek rima dan irama atau
berbagai bentuk pengulangan.
5) Dalam puisi anak aspek emosi selalu sejalan dengan serapan indera. Ini
berarti bahwa luapan emosi anak dipengaruhi oleh tanggapan inderanya
terhadap sesuatu yang ada di sekeliling karena daya jangkau imajinasi anak
yang masih terbatas.
3. Hakikat Model Pembelajaran Quantum Learning
a. Quantum Learning sebagai Model Pembelajaran
Guru (pendidik) merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran.
Guru berperan sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, sebagai fasilitator
yang berusaha menciptakan kegiatan belajar mengajar yang efektif,
mengembangkan bahan ajar, meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak,
dan mengusai tujuan pendidikan (Moh. Zuber Usman, 1996: 2). Oleh karenanya,
45
dalam pembelajaran peran guru sangat diperlukan khususnya berhubungan
dengan penggunaan model atau cara-cara mengajar yang menarik yang dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran sehingga
tercapainya tujuan yang telah direncanakan.
Pembelajaran merupakan hal yang kompleks, yang mana keberhasilannya
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor intern tetapi juga ekstern. Nana Syaodih
(2004: 3-4) mengungkapkan bahwa interaksi antara pendidik dan peserta didik
baik yang berhubungan dengan kemampuan pendidik saat menentukan
kebijakan dalam memilih dan menetapkan pembelajaran serta potensi yang
dimiliki peserta didik merupakan faktor intern sedangkan lingkungan
merupakan salah satu faktor ekstern. Keduanya sangat berpengaruh terhadap
tujuan pembelajaran.
Saat ini dalam pembelajaran seorang guru diarahkan untuk melaksanakan
pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan). Olehkarenanya, seorang guru juga harus memperhatikan
kerangka pembelajaran secara konseptual (jenis model pembelajaran) yang
digunakannya sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran.
Menurut Winataputra (dalam Sugiyanto, 2009: 3) model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Joyce (dalam Trianto, 2007: 5) juga mengemukakan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat pembelajaran seperti buku,
film, dan lain-lain.
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran, namun tidak berarti semua pengajar dapat menerapkan seluruh
jenis model pembelajaran untuk setiap topik atau mata pelajaran (Sugiyanto,
2009: 3). Oleh karenanya, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
46
memilih model pembelajaran, yakni: (1) tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai; (2) sifat bahan atau materi ajar; (3) kondisi siswa; dan (4) ketersediaan
sarana dan prasarana belajar.
Lebih khusus Killen dan Depdiknas (dalam Sugiyanto, 2009: 4),
menjelaskan ada 8 prinsip yang harus diperhatikan dalam memilih model
pembelajaran, yaitu (a) berorientasi pada tujuan; (b) mendorong aktivitas siswa;
(c) memperhatikan aspek individual siswa; (d) mendorong proses interaksi; (e)
menantang siswa untuk berpikir; (f) menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat
dan menguji; (g) menimbulkan proses belajar yang menyenangkan; dan (h)
mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut.
Cara penerapan suatu model pembelajaran akan berpengaruh besar
terhadap kemampuan siswa. Guru yang sukses bukan sekedar penyaji yang
kharismatik dan persuasif. Lebih jauh, guru yang sukses adalah mereka yang
melibatkan para siswa dalam tugas-tugas yang sarat dengan muatan kognitif,
dan sosial, dan mengajari mereka bagaimana mengerjakan tugas-tugas secara
produktif. Pengaruh penerapan model pembelajaran dilihat pada adanya
peningkatan kemampuan siswa dalam belajar yang menjadi tujuan dasar siswa
bersekolah, (Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, 2009: 7).
The model learning is using must can make students active and ignorance
make it is not the students' inability to learn and acquire blame rather, it is
the teaching model that cause their reluctance, discontent, and eventual
abandonment. Traditional models often have students sitting silently and
they back to the teacher but innovate models can make students move and
active, (Shelly Thomas, 2007: 1).
Berdasarkan hal di atas Shelly Thomas (2007: 1) juga mengungkapkan
bahwa model pembelajaran yang digunakan seharusnya dapat membuat siswa
aktif dan tidak menimbulkan kebosanan, ketidakpuasan, dan siswa tidak
mendapatkan hasil belajar yang kurang. Model pembelajaran tradisional hanya
akan membuat siswa duduk dan diam dan pembelajaran kembali pada guru
sedangkan model pembelajaran yang inovatif akan membuat siswa bergerak dan
47
lebih aktif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sudah seharusnya seorang
guru dalam pembelajaran menerapkan model pembelajaran yang sesuai karena
akan berpengaruh pada keaktifan, kemampuan dan hasil belajar anak didik.
Dari beberapa jenis model pembelajaran yang ada, salah satunya yang
dapat diterapkan di dalam materi apresiasi sastra (khususnya puisi) adalah
quantum learning. Hal ini dikarenakan quantum learning merupakan model
pembelajaran yang memperhatikan segala sistem pembelajaran berupa interaksi,
yang mempertimbangkan perbedaan kondisi murid, serta memaksimalkan
peristiwa belajar. Quantum learning berfokus pada hubungan dinamis dalam
lingkungan kelas serta menciptakan interaksi yang efektif dalam pembelajaran.
Kemunculan quantum learning tahun 70-an, yang semula diterapkan di
Super Camp, yakni sebuah program pembelajaran yang mengacu pada
akselerasi atau percepatan. Progam ini dilakukan dengan cara murid mengikuti
pembelajaran dengan program menginap selama dua belas hari pada sebuah
Super Camp. Hasil dari pembelajaran ini menunjukkan bahwa murid-murid
yang mengikuti program Super Camp mendapatkan prestasi yang lebih baik,
lebih banyak berpartisipasi, dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri
(Bobby DePorter & Mike Hernacki, 2004: 4-5).
Quantum learning dipopulerkan oleh Learning Forum, yaitu sebuah
asosiasi pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan
akademis dan pribadi. Kemudian Learning Forum mengukuhkannya sebagai
salah satu metodologi pembelajaran dalam bentuk rancangan pembelajaran,
penyajian bahan ajar, fasilitas pembelajaran, yang tidak harus dilakukan di
dalam sebuah Super Camp tetapi di kelas-kelas biasa. Syaiful Sagala (2007:
105) mengemukakan bahwa pada hakikatnya quantum learning diciptakan
berdasarkan adopsi dari teori-teori pendidikan seperti accelerated learning,
multiple intelligences, experiental learning, dan elements of effective intruction.
Sebagaimana model pembelajaran yang lain, dalam model pembelajaran
quantum learning juga memiliki karakteristik yang dapat memantapkan dan
menguatkan model pembelajaan ini. Sugiyanto (2009: 73) mengungkapkan
48
bahwa ada beberapa karakteristik umum dalam pembelajaran quantum learning
di antaranya, adalah sebagai berikut.
1) Pembelajaran quantum berdasarkan pada psikologi kognitif bukan pada
fisika quantum. Oleh karenanya, pandangan tentang pembelajarannya
dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif.
2) Pembelajaan quantum lebih bersifat humanistis karena manusia selaku
pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi, kemampuan, daya motivasi
pebelajar diyakini dapat dikembangkan dan pemberian hukuman harus
dihindari karena semua usaha yang telah dilakukan patut dihargai.
3) Pembelajaran quantum lebih bersifat konstruktivistik bukan positivisme,
empiris, dan behavoristis. Hal ini dikarenakan pembelajaran quantum
menyinergikan, memadukan, dan mengolaborasikan potensi-potensi yang
ada dalam diri pembelajar dengan lingkungan.
4) Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu
dan bermakna.
5) Pembelajaran quantum sangat menekankan pada pemercepatan
pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Oleh karenanya, segala
hambatan dan halangan dalam pembelajaran harus segera diatasi.
6) Pembelajaran quantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran
poses pembelajaran. Dengan demikian, perancang dan pelaksana
pembelajaran harus secara proaktif menciptakan kealamiahan dan kewajaran
proses pembelajaran.
7) Pembelajaran quantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan
proses pembelajaran. Oleh karenanya, seorang fasilitator atau pengajar
hendaknya mengupayakan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan
pembelajaran.
8) Pembelajaran quantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi
pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang
memberdayakan, landasan yang kukuh, dan rancangan belajar yang dinamis.
49
Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, keterampilan belajar untuk
belajar, dan fasilitas yang lentur.
9) Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada pembentukan
keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi material. Hal ini
berarti bahwa segala yang dipelajari tidak hanya sekedar hafalan atau teoritis
tetapi berupa pemahaman dan dapat dijadikan sebagai bekal hidup.
10) Pembelajaran quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian
penting proses pembelajaran. Melalui model pembelajaran ini diharapkan
siswa memiliki nilai dan keyakinan yang positif terhadap sesuatu sehingga
tujuan pembelajaan dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Quantum learning merupakan aplikasi dari pengajaran quantum teaching.
Dalam pelaksanaannya model pembelajaran quantum memiliki petunjuk
pembelajaran yang dapat membuat lingkungan belajar lebih efektif, merancang
bahan ajar, menyampaikan isi pembelajaran, dan memudahkan proses belajar.
Bobbi DePorter, Mike Hernacki, dan Sarah Nurie (2003: 4-5) menyebutkan
bahwa ada beberapa cara yang dilakukan dengan model pembelajaran quantum,
yakni: (a) berpartisipasi dengan cara mengubah keadaan kelas dari yang semula
biasa menjadi kelas yang menarik; (b) memotivasi dan menumbuhkan minat
siswa dengan menerangkan kerangka rancangan yang dikenal dengan singkatan
TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan); (c)
membangun rasa kebersamaan; (d) menumbuhkan dan mempertahankan daya
ingat; dan (e) merangsang daya dengar anak didik. Cara-cara ini pada dasarnya
dapat menempatkan guru dan anak didik pada keadaan yang dapat menuju
keberhasilan belajar dengan lebih cepat.
Bobbi DePorter dkk (2003: 6) mengungkapkan bahwa segala hal yang
dilaksanakan dalam penerapan quantum learning adalah menciptakan interaksi
dengan anak didik yang di dalamnya termasuk penciptaan rancangan bahan ajar,
serta prosedur penerapan metode pembelajaran. Hal ini didasarkan pada asas
utama atau konsep dasar yang disandarkan dalam pelaksanaan quantum
learning, yakni: Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita
50
ke dunia mereka. Hal ini berarti bahwa pentingnya seorang guru mengetahui
kondisi dan kemauan anak didiknya sebagai langkah pertama dalam
pembelajaran. Jika anak senang dalam proses pembelajaran maka anak juga
akan lebih mudah menerima dan memahami hal yang guru ajarkan. Oleh
karenanya, guru harus dapat membangun jembatan yang autentik untuk dapat
memasuki kehidupan anak didik.
Pelaksanaan quantum learning dalam pembelajaran juga didasarkan pada
lima prinsip, (1) segalanya berbicara; (2) segalanya bertujuan; (3) pengalaman
sebelum memberi nama; (4) akui setiap usaha; dan (5) jika layak untuk
dipelajari maka layak pula dirayakan (Bobbi DePorter dkk, 2003: 7-8).
Segalanya berbicara berarti bahwa segala yang terjadi dalam lingkungan kelas
semuanya dapat menunjang proses pembelajaran. Segalanya bertujuan
bermakna bahwa semua yang terjadi dalam proses pembelajaran pada dasarnya
memiliki tujuan dan tidak sia-sia. Pengalaman sebelum pemberian nama
didasarkan pada hakikat bahwa otak manusia akan berkembang jika ada
rangsangan atau stimulus (sesuai teori behavioris) hal tersebut akan
menggerakkan rasa ingin tahu siswa. Oleh karenanya, proses belajar yang baik
terjadi pada saat anak didik telah mengalami dan memperoleh sesuatu
(pengetahuan awal) sebelum mereka mengetahui atau menamai sesuatu yang
mereka pelajari.
Akui setiap usaha digunakan sebagai prinsip belajar karena seorang guru
harus menghargai usaha yang telah dilakukan anak dan dalam belajar
mengandung resiko. Belajar bagi seorang siswa sering dianggap sebagai
melangkah keluar dari hal-hal yang mungkin membuat siswa nyaman. Pada saat
siswa berada dalam posisi tersebut maka anak didik pantas mendapatkan
pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri siswa yang telah berusaha saat
proses belajar.
Prinsip jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan berarti bahwa
setelah anak berusaha dan melakukan hal yang sesuai dengan yang diharapkan
51
maka perlu dirayakan sehingga dapat menjadi perangsang atau motivasi bagi
anak didik. Perayaan juga dapat memberikan umpan balik mengenai seberapa
besar kemajuan dan keberhasilan yang telah direncanakan dan dapat pula
meningkatkan persepsi anak didik yang benar terhadap pembelajaran yang
diikutinya. Selain itu, perayaan juga bertujuan untuk merangsang siswa lain
sehingga dapat memperoleh keberhasilan yang sama.
Demikian juga, dalam pembelajaran Bobbi DePorter dkk (2003: 8-9)
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran yang dilaksanakan dengan model
pembelajaran quantum learning guru dapat membagi unsur yang ada di
dalamnya menjadi dua kategori yaitu context dan content (konteks dan isi).
Konteks, berhubungan dengan tempat yakni latar tempat beserta situasi untuk
guru saat mengajar, yang mempertimbangkan kondisi anak didik. Konteks di
sini dapat juga diibaratkan sebagai lingkungan (faktor ekstern), pemberi
semangat dan suasana, penciptaan keseimbangan lingkungan pembelajaran
dalam bekerja sama, dan interpretasi yang didapat anak didik dalam
pembelajaran tersebut. Di sisi lain, content atau isi dalam pembelajaran
berhubungan dengan proses pembelajaran, fasilitas, kemampuan guru untuk
memberikan dan mengajarkan materi yang diajarkan serta bagaimana cara guru
untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam diri siswa.
Istilah quantum sebenarnya dinyatakan sebagai tindakan yang bermacam-
macam atau beragam. Akan tetapi, quantum learning sendiri pada hakikatnya
dapat juga dimaknai sebagai orkestrasi dari bermacam-macam interaksi yang
ada di dalam dan di sekitar kegiatan pembelajaran (Bobbi DePorter & Mike
Hernacki, 2004 : 8).
Dalam quantum learning pemanfaatan kemampuan visual, auditorial, dan
kinestetik merupakan gaya belajar dalam diri seorang anak (Bobbi DePorter
dkk, 2004: 112-113). Kemampuan visual dapat dimunculkan dengan
memanfaatkan media pembelajaan yang berupa gambar, poster, penayangan
film, dan sebagainya. Guru dapat memancing kemampuan auditori siswa dengan
52
cara memperdengarkan cerita, puisi, berita, dari sebuah radio atau tape.
Kemampuan kinestetik siswa dapat diasah dengan cara pembentukan kerja
kelompok atau dengan belajar di luar kelas. Oleh karenanya, pemilihan media
tersebut juga harus disesuaikan dengan tema dan materi yang akan diajarkan.
Selaras dengan pendapat di atas, Andayani (2008: 40) mengungkapkan
bahwa pemilihan media dan sumber pembelajaran berbasis quantum learning
meliputi media pandang berbentuk gambar, media dengar berbentuk rekaman,
dan media audiovisual berbentuk VCD. Penggunaan media gambar tematik
maupun mnemonik dirancang untuk membantu murid mendapatkan inspirasi
sehingga dapat mencapai aspek ekspresi dalam mencipta tulisan atau karangan,
baik puisi maupun cerita. Gambar tematik merupakan gambar bertema,
seringkali berbentuk gambar berseri. Gambar mnemonik merupakan gambar
obyek yang berbentuk tunggal. Selain dengan media gambar untuk
menginspirasi anak dapat pula dilakukan dengan pengamatan obyek secara
langsung.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa quantum learning merupakan model pembelajaran yang menyenangkan
yang dilakukan guru dengan menyelaraskan konteks dan isi pembelajaran dan
sebagai model pembelajaran yang efektif karena melalui model pembelajaran ini
siswa tidak hanya sebagai pendengar tetapi juga aktif dalam proses
pembelajaran.
b. TANDUR Sebagai Kerangka Perencanaan dalam Model Pembelajaran
Quantum Learning
Operasional pembelajaran quantum learning didasarkan pada konsep
TANDUR yang merupakan akronim dari: Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. TANDUR merupakan konsep yang
melandasi model pembelajaran quantum learning.
Dengan konsep TANDUR dapat membawa siswa sehingga menjadi
tertarik dan berminat dalam proses pembelajaran. Selain itu, melalui konsep ini
53
siswa juga dapat mengalami pembelajaran, berlatih, dan menjadikan isi
pembelajaran nyata bagi mereka sendiri dan akhirnya dapat mencapai
kesuksesan dalam belajar.
Bobbi DePorter dkk (2003: 89) menjelaskan bahwa kerangka perencanaan
pembelajaran quantum dengan prinsip TANDUR adalah sebagai berikut.
(1). Tumbuhkan : Sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan
keingintahuan mereka. Buatlah mereka tertarik atau
penasaran tentang materi yang akan diajarkan.
(2). Alami : Berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan
―kebutuhan untuk mengetahui‖.
(3). Namai : Berikan ―data‖ tepat saat minat memuncak dengan
mengenalkan konsep-konsep pokok dari materi
pelajaran.
(4). Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan
pengalaman dengan data atau keterangan baru, sehingga
mereka menghayati dan membuatnya sebagai
pengalaman pribadi.
(5). Ulangi : Rekatkan gambaran keseluruhannya. Ini dapat dilakukan
melalui pertanyaan, post test, atau penugasan maupun
membuat ikhtisar hasil belajar.
(6). Rayakan : Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan!
Perayaan menambahkan belajar dengan asosiasi positif.
1. Tumbuhkan
Alasan : Konsep tumbuhkan merupakan konsep operasional dari prinsip
―Bawalah dunia mereka ke dunia kita‖. Melalui usaha penyertaan
siswa dalam pikiran dan emosi, mereka dapat menciptakan jalinan
dan kepemilikan bersama atau kemampuan saling memahami.
Penyertaan akan memanfaatkan pengalaman mereka untuk
menstimulus tanggapan ―Oke, materi ini menarik dan bermakna‖,
54
selanjutnya akan mendapatkan komitmen untuk menjelajah dengan
belajar bersama.
Strategi :Sertakan pertanyaan, pantomim, lakon pendek dan lucu, drama,
video, dan cerita.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa agar seseorang mengikuti
keinginan kita maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan
menarik perhatian orang lain. Dalam pembelajaran terutama saat apersepsi
untuk menarik minat siswa adalah dengan memfokuskan perhatian siswa.
Tidak harus dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari
materi sebelumnya, namun dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
misalnya: penyajian gambar atau media yang menarik, penyajian peta
konsep, puisi, cerita menarik atau lucu, dan sebagainya.
Andayani (2008: 74) mengungkapkan bahwa penerapan konsep
tumbuhkan khususnya dalam pembelajaran apresiasi sastra dapat pula
dilakukan dengan berbagai aktivitas, seperti: tepuk tangan, menyanyi, dan
bermain. Ditambahkan juga bahwa aktivitas murid pada saat bernyanyi
bersama-sama sambil bertepuk tangan, dapat digunakan untuk
menumbuhkan minat murid ketika memulai proses kegiatan awal
pembelajaran. Selain itu, kegiatan bermain juga dapat menumbuhkan minat
dan kesenangan siswa terhadap sesuatu. Namun pemilihan jenis pemainan
dan lagu yang akan dinyanyikan juga harus disesuaikan dengan manfaat atau
tema yang akan diajarkan. Garis besar dari tujuan konsep ―tumbuhkan‖
adalah memberi kebermaknaan yang cepat dan mudah dipahami siswa.
2. Alami
Alasan : Unsur ini memberi pengalaman kepada siswa dan manfaatnya dapat
meningkatkan hasrat alami untuk menjelajah. Pengalaman
membuat seseorang dapat mengajar ―melalui pintu belakang‖
untuk memanfaatkan pengetahuan dan keingintahuan mereka.
55
Strategi :Gunakan permainan, simulasi, dan sebagainya. Perankan unsur-
unsur pelajaran baru dalam bentuk sandiwara. Beri mereka tugas
individu atau kelompok dan kegiatan yang mengaktifkan
pengetahuan yang sudah mereka miliki.
Konsep alami merupakan suatu konsep murid mulai memasukkan
proses belajar dalam pembelajaran. Pada konsep ini dapat dilakukan
berbagai aktivitas, misalnya: murid mulai mencari dan menemukan bacaan
yang akan dibicarakan, murid berkelompok membicarakan cerita yang
dibaca, dan murid menyimak secara bersama-sama suatu cerita. Andayani
(2008: 75) mengungkapkan bahwa pada tahap ini pembelajaran akan
terkesan biasa atau tidak mencapai tujuan jika tidak didesain dengan baik.
Sugiyanto (2009: 87) mengungkapkan bahwa pengalaman dapat
menciptakan ikatan emosional sebagaimana yang kita ketahui bahwa
pengalaman akan menciptakan peluang untuk pemberian makna
(penamaan). Dia mengungkapkan bahwa dalam konsep ini saat murid
mempelajari sesuatu dalam kenyataan nyata. Siswa telah memiliki
pemahaman awal yang telah berkaitan dengan konsep materi yang akan
dipelajari. Saat pengalaman terkait, siswa dapat mengumpulkan informasi
yang dapat membantunya untuk memaknai pengalaman tersebut sehingga
informasi yang mulanya abstrak menjadi konkret. Dengan demikian, maka
seorang siswa tidak hanya sekedar mendapatkan informasi tetapi melalui
pengalaman yang telah diperoleh dapat membuat siswa benar-benar
mendapatkan pengetahuan yang berarti.
3. Namai
Alasan : Penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan
identitas, menguatkan dan mendefinisikan. Penamaan dibangun
di atas pengetahuan dan keingintahuan siswa saat itu. Penamaan
merupakan sarana untuk mengajarkan konsep, keterampilan
berpikir, dan strategi belajar.
56
Strategi : Gunakan media visual seperti susunan gambar, warna, alat bantu,
kertas tulis, poster di dinding,dan sebagainya.
Bobbi DePorter dkk (2003: 91) mengungkapkan bahwa konsep namai
dapat memuaskan otak siswa yaitu dengan membuat siswa penasaran, penuh
pertanyaan mengenai pengalaman mereka. Konsep ini dimulai dengan
pengalaman siswa dan dari pengalaman dan informasi yang saling terkait
siswa diarahkan untuk dapat menamainya sehingga pengalaman siswa
tersebut akan lebih berarti.
Selaras dengan pendapat di atas, Andayani (2008: 76) juga
mengungkapkan bahwa konsep namai merupakan salah satu prosedur yang
sangat penting. Hal ini dikarenakan pada konsep ini murid berkesempatan
untuk mengaktualisasikan dirinya. Pengenalan murid terhadap konsep ini
dalam keseluruhan proses belajar berada dalam tataran berpikir.
4. Demonstrasi
Alasan : Memberi siswa peluang untuk menerjemahkan dan menerapkan
pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran yang lain yaitu dalam
permasalahan yang lebih riil sekaligus memberikan kesempatan
kepada mereka untuk menunjukkan tingkat pemahaman dan
penguasaan mereka terhadap materi yang telah dipelajari.
Strategi: Gunakan sandiwara, video, permainan, rap, lagu, penjabaran dalam
grafik. Selain itu, Sugiyanto (2009: 98) mengungkapkan bahwa
prinsip ini dapat dilakukan dengan mempraktekkan sandiwara,
membuat puisi, membuat video, menyusun laporan naskah
skenario, menyelesaikan kasus atau persoalan, membuat lagu,
menganalisis data, melakukan gerakan tangan, dan sebagainya.
Setelah mengaitkan pengalaman dan nama, kemudian siswa diminta
untuk menunjukkan atau mempraktekkannya, tahap yang demikian
merupakan konsep demonstrasi. Konsep ini memberikan kesempatan siswa
57
untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari dengan mempraktikkan
pengetahuan dan pengalaman dalam memori siswa.
Aktivitas dalam konsep demonstrasi berwujud aktivitas gerak.
Aktivitas ini dilakukan melalui praktik atau latihan. Praktik yang dilatihkan
dalam konsep demonstrasi dapat berupa praktik membaca, berbicara, dan
menulis. Praktik membaca misalnya membaca cerita di depan kelas,
membaca puisi, dan membaca dialog. Praktik berbicara dapat berbentuk
diskusi membahas puisi, cerita, dan drama yang didemonstrasikan. Praktik
menulis dapat dilakukan dengan pemberian contoh menciptakan karangan
oleh guru, atau seorang murid. Konsep demonstrasi dapat dilakukan secara
berulang-ulang, Andayani (2008: 77).
5. Ulangi
Alasan : Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa
―aku tahu bahwa aku tahu ini‖! jadi pengulangan hendaknya
dilakukan secara multimodalis dan multikecerdasan, lebih baik lagi
dalam konteks yang berbeda dengan adanya (permainan,
pertunjukkan, drama, dan sebagainya).
Strategi : Membuat isian aku tahu bahwa aku tahu, ini merupakan
kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan pengetahuan baru
mereka kepada orang lain (kelompok lain) menirukan orang-
orang seperti guru atau tokoh idola, pendahuluan, isi,
kesimpulan, bisa juga menggemakan motto hidup tertentu yang
bermakna, dan siswa diminta untuk mengulangnya secara
serentak. Selain itu, untuk menunjukkan penguasaan atau
pemahaman materi dapat juga dilakukan melalui pertanyaan-
pertanyaan post test.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa aktivitas gerak dapat
menjadikan murid memiliki keterampilan yang sempurna, khususnya dalam
58
berbahasa. Syaratnya adalah pendemonstrasian dalam latihan keterampilan
berbahasa yang dilakukan secara berulang-ulang.
Pengulangan-pengulangan tersebut dapat dilakukan secara lisan
maupun tulis yang disertai gerakan fisik. Hal ini lebih bermakna jika dalam
aktivitas disertai balikkan atau tanggapan baik dari siswa maupun guru. Dari
balikkan tersebut diharapkan siswa dapat memperoleh keterampilan
berbahasa atau kemampuan psikomotorik yang lebih baik dibanding
sebelum dilaksanakan pembelajaran.
6. Rayakan
Alasan : Jika layak dipelajari, maka layak dirayakan! Perayaan merupakan
suatu bentuk rasa untuk menghomati ketekunan, usaha, dan
kesuksesan, yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan dan
kegembiraan. Kondisi akhir pembelajaran yang menyenangkan
dapat membuat siswa bergairah untuk belajar lebih lanjut.
Strategi : Pemberian pujian, bernyanyi bersama, pameran, pesta kelas.
Andayani (2008: 77) berpendapat bahwa konsep ―rayakan‖ dalam
penerapan TANDUR melahirkan aspek sikap. Hal ini karena konsep rayakan
tersebut murid diberi respon-respon khusus dari guru maupun murid-murid
lain di kelas secara serentak. Respon tersebut dapat berupa tepuk tangan,
gerakan toss yang diberikan guru kepada murid, dan memberikan seruan
dengan kata-kata serentak disertai gerakan dua tangan diangkat di atas, dan
sebagainya.
Selaras dengan pendapat di atas Sugiyanto (2009: 93) juga
mengemukakan bahwa konsep ―rayakan‖ yang dilakukan dengan pemberian
tepuk tangan, hadiah, pujian, dan sebagainya dapat memperkuat kesuksesan
dan memberi motivasi siswa. Penerapan konsep rayakan juga dapat
memberikan penguatan pada siswa dalam pembelajaran.
59
Bobbi DePorter dkk (2003: 93) juga mengungkapkan bahwa untuk
memperkuat kesuksesan dan memotivasi maka Anda harus mencobanya
berulang-ulang dan siswa membutuhkan penguatan prinsip yang sama dalam
belajar. Hal ini dikarenakan prinsip ―rayakan‖ merupakan suatu bentuk
pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan
dan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa respon dalam
model pembelajaran quantum learning melibatkan seluruh peserta
pembelajaran. Seluruh murid terlibat secara fisik, psikis, dan verbal.
Predisposisi untuk tindakan positif yang dapat tumbuh dalam pembelajaran
apresiasi sastra ini adalah sikap yang berbentuk: rasa senang menikmati,
menghayati, menghargai karya sastra, dan sekaligus menyenangi
pembelajaran puisi.
c. Kelebihan Quantum Learning dalam Pembelajaran Menulis Puisi di SD
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa quantum learning
merupakan model pembelajaran yang menekankan penataan dan desain ruang
karena semua itu dinilai dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima,
menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kelebihan
model pembelajaran quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran
umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, sebaiknya tidak hanya
memperhatikan pada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja,
kursi, tempat khusus, tempat belajar yang teratur, atau belajar di luar kelas.
Namun, pemilihan media dan materi pembelajaran yang tepat dan menarik juga
harus dimanfaatkan dan diperhatikan guru sehingga suasana menyenangkan
dalam pembelajaran dapat diciptakan.
Hernowo (2006) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang
menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadan gembira bukan
berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura, tetapi kegembiraan yang
dimaksud adalah bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya
makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang
membahagiakan pada diri siswa. Dia menambahkan pembelajaran yang
60
menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat membawa perubahan terhadap
diri pembelajar.
Syaiful Sagala (2009: 176) juga menyatakan bahwa menyenangkan dalam
hal belajar pada dasarnya dapat dilihat dari (1) tidak tertekan; (2) bebas
berpendapat; (3) tidak ngantuk; (4) bebas mencari objek; (5) tidak jemu; (6)
berani berpendapat; (7) belajar sambil bermain; (8) banyak ide; (9) santai tapi
seius (serius tapi santai); (10) dapat berkomunikasi dengan orang lain; (11) tidak
merasa canggung; (12) belajar di alam bebas; dan (13) tidak takut.
Hal di atas sesuai dengan hakikat quantum learning yang dimaknai
sebagai orkestrasi dari bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di
sekitar kegiatan pembelajaran. Interaksi-interaksi ini mencangkup berbagai
prinsip yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar yang efektif
serta dapat mempengaruhi kesuksesan siswa dalam belajar. Kelebihan model
pembelajaran quantum learning terletak pada prinsip kerangka model
perencanaan ―TANDUR‖ yang diterapkan dalam pembelajaran menulis puisi di
sekolah dasar. Pelaksanaan pembelajaran menulis puisi khususnya di sekolah
dasar masih terdapat kendala atau masalah. Oleh karenanya, diperlukan
penerapan model pembelajaran yang sesuai.
Beberapa permasalahan yang ada dalam pembelajaran puisi yakni
kebanyakan siswa menganggap bahwa puisi itu sulit dan minat siswa terhadap
puisi masih kurang sehingga siswa kurang menyenangi dengan pembelajaran
puisi. Selain itu, guru dalam pembelajaran puisi juga masih mengalami kesulitan
terutama untuk menentukan model pembelajaran yang cocok dan tepat. Oleh
karena itu, tidak jarang guru lebih banyak memberikan teori-teori mengenai
puisi dan mengabaikan apresiasi puisi tersebut sehingga unsur kepuasan dan
kenikmatan terhadap karya sastra kurang diperhatikan. Hal ini sebagaimana
yang telah diungkapkan oleh Sapardi Djoko Damono (dalam Herman J. Waluyo
dkk, 2007: 22) yang menyatakan bahwa di sekolah-sekolah pembelajaran
apresiasi sastra (termasuk puisi) sudah benar-benar menjadi pembelajaran ilmu
61
bukan lagi pembelajaran seni karena saat pembelajaran sastra lebih banyak
diberikan secara teoritis dan penilaiannya pun seringkali hanya didasarkan pada
kemampuan kognitif siswa.
Rumidjan (1999) mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran
kegiatan belajar-mengajar puisi hendaknya diarahkan pada peningkatan
kemampuan penalaran, kehalusan perasaan, imajinasi, serta kepekaan terhadap
masyarakat dan lingkungan sosio-budaya bangsa Indonesia. Oleh karenanya,
teknik pembelajaran apresiasi puisi yang dapat dilakukan adalah mendengarkan,
membaca dalam hati, membaca nyaring dengan melibatkan emosi, menganalisis
unsur-unsur puisi, atau pun menulis puisi. Teknik pelibatan emosi dan analisis
unsur-unsur puisi dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan kehalusan
perasaan siswa. Dalam pembelajaran apresiasi puisi siswa tidak hanya
ditekankan untuk menguasai sastra (puisi) secara teoretis tetapi juga untuk
menyenangi puisi yang diajarkan karena dengan begitu pembelajaran apresiasi
puisi akan mudah dipahami siswa jika siswa belajar dengan suasana yang
menyenangkan sehingga kepuasan dan kekaguman yang menjadi hakikat
pembelajaran sastra dapat dirasakan siswa.
Agar siswa di sekolah dasar dapat mencapai kepuasan dan kekaguman
dalam pembelajaran puisi, salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah dengan
memadukan pembelajaran puisi dengan lagu-lagu yang sesuai dengan kejiwaan
anak. Andayani mengemukakan (2008: 21) nyanyian atau lagu anak-anak sangat
bermanfaat dalam menumbuhkan minat murid. Nyanyian dapat dipilih baik lagu
anak-anak Indonesia, daerah, maupun asing yang sesuai dengan tema
pembelajaran. Hal tersebut karena pada dasarnya setiap anak suka menyanyi dan
lirik lagu pada hakikatnya juga merupakan sebuah puisi yang dinyanyikan.
Sejak kecil anak dinyanyikan oleh ibu-bapaknya. Berbagai bentuk
nyanyian itu secara langsung maupun tidak langsung anak dibiasakan dan
sekaligus disadarkan bahwa bahasa dapat diungkapkan dengan cara-cara yang
istimewa sehingga menghasilkan sesuatu yang indah dan menyenangkan.
62
Kesadaran ini dapat dipandang sebagai embrio, dan sekaligus memupuk bakat
keindahan untuk menyenangi cara-cara pengungkapan kebahasaan yang indah,
(Burhan Nurgiyantoro, 2005: 316-317). Lebih lanjut, dikemukakan bahwa
dalam puisi anak intensitas dalam hal pendayaan unsur rima dan irama masih
dominan. Keindahan bunyi puisi akan memberikan kesenangan, kepuasan, dan
kebahagiaan tersendiri bagi anak. Anak akan tertawa senang, bertepuk tangan,
atau bahkan berlenggak-lenggok mendengar nyanyian lagu-lagu puisi. Hal ini
dikarenakan larik-larik lagu merupakan puisi yang dinyanyikan.
A good poem. To begin with, it sings; poetry withers and dries out when it
leaves song, or at least imagined music too far behind it. The ballads in a
preceding chapter, it must be remembered, are song and other poetry too is
sung, especially by children. Nothing very important is being said, but for
generations children have enjoyed the poem is song of these lines, and have
recalled them with pleasure it, (Ezra Pound, 2005: 361).
Sebagaimana yang diungkapkan (Ezra Pound, 2005: 361) bahwa puisi
yang baik berawal dari sebuah lagu, dan puisi merupakan suatu karya yang tidak
bisa dilepaskan dari nyanyian ataupun berawal dari imajinasi sebuah musik.
Harus diingat bahwa bagian-bagian dari sebuah balada adalah musik dan puisi
merupakan lagu khususnya bagi anak. Hal yang sangat penting untuk seorang
anak menikmati puisi yang berbentuk lagu dan perulangan sehingga timbul
kesenangan pada diri anak terhadap puisi tersebut.
Itulah salah satu fungsi puisi bagi anak: memberikan kesenangan dan
kepuasan batin. Dengan tumbuhnya kesenangan dan kepuasan batin pada diri
anak melalui pembelajaran puisi, maka pada akhirnya hakikat tujuan pengajaran
sastra seperti yang dikemukakan Rahmanto (1988: 16-35) yaitu membantu
keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan
cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak dapat tercapai. Inilah
kelebihan yang terdapat pada model pembelajaran quantum learning dalam
meningkatkan pembelajaran menulis puisi di sekolah dasar.
4. Penilaian dalam Menulis Puisi
63
Penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui keberhasilan (proses dan
hasil) dari suatu pogram kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria (Sarwiji
Suwandi, 2008: 15). Teknik penilaian yang tepat memerlukan data yang berkaitan
dengan objek penelitian yang dilakukan.
Untuk mengkur keberhasilan tujuan pembelajaran dapat dilihat dari nilai
(baik proses maupun hasil) yang dicapai oleh siswa. Oleh karenanya, diperlukan
penilaian yang sesuai yang dapat mengukur hal tersebut. Format penilaian yang
biasa digunakan dalam pengajaran sastra ada beberapa, di antaranya adalah teknik
penilaian unjuk kerja. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik adalah dengan
menggunakan instrumen skala penilaian (rating scale). Skala penilaian adalah
penilaian yang disusun dengan mencari indikator-indikator yang mencerminkan
keterampilan yang akan diukur. Dalam skala penilaian setelah diperoleh indikator-
indikator keterampilan selanjutnya ditentukan skala poenilaiannya untuk setip
indikator, (Abdul Majid, 2006 :277).
Selaras dengan pendapat di atas Sarwiji Suwandi (2009: 74)
mengemukakan bahwa rating scale merupakan penilaian unjuk kerja yang
memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi
tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori lebih
dari dua. Skala penilaian tersebut terentang dari tidak sempurna sampai sangat
sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten; 2 = cukup kompeten; 3 = kompeten;
dan 4 = sangat kompeten.
Berhubungan dengan hal tersebut maka pembobotan penilaian tidaklah
bersifat mutlak. Tiap guru dapat memilih atau membuat model yang dianggapnya
paling sesuai (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 208). Dengan demikian, dalam
menentukan bobot penilaian guru hendaknya memperhatikan kriteria penilaian
yang digunakan serta tujuan yang hendak dicapai sehingga penilaian tersebut
benar-benar dapat mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran baik proses
maupun hasil.
64
a. Penilaian Proses Pembelajaran
Penilaian proses dapat dilihat dari sikap siswa ketika mengikuti kegiatan
pembelajaran. Sikap bermula dari perasaan suka atau tidak suka yang terkait
dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/obyek. Sikap juga
merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki
seseorang. Sikap dapat dibentuk sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang
diinginkan.
Nana Sujana (2008: 56) mengungkapkan bahwa apa yang dicapai oleh
siswa merupakan akibat dari proses yang ditempuhnya melalui program dan
kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses mengajar.
Ini berarti bahwa hasil (prestasi) belajar siswa tidak terlepas dari proses belajar
yang dialaminya. Lebih lanjut Sarwiji Suwandi (2009: 80-81) mengungkapkan
bahwa secara umum obyek/sikap yang perlu dinilai dalam proses
pembelajaran meliputi beberapa hal, yakni sikap terhadap materi pelajaran
(motivasi mengikuti pelajaran, keseriusan, semangat); sikap terhadap
guru/pengajar (interaksi, respon); dan sikap terhadap proses pembelajaran
(perhatian, kerjasama, konsentrasi, dsb.)
Berdasarkan hal tersebut maka pedoman penilaian proses yang
digunakan dalam pembelajaran puisi adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Penilaian Proses Pembelajaran
(Diadaptasi dari Sarwiji, 2009 : 130)
No. Nama
Siswa
Keaktifan
siswa
selama
apersepsi
Keaktifan dan
perhatian siswa
pada saat guru
menyampaikan
materi
Minat dan
motivasi siswa
saat mengikuti
kegiatan
pembelajaran
Skor Nilai Ket.
65
a. Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria
berikut.
1 = sangat kurang 4 = baik
2 = kurang 5 = amat baik
3 = cukup
b. Menghitung nilai
Nilai = Skor perolehan siswa x 100 = ....
Skor maksimal (15)
c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut.
(1) Nilai = 10 – 29 sangat kurang (4) Nilai = 70 – 89 baik
(2) Nilai = 30 – 49 kurang (5). Nilai = 90 – 100 sangat baik
(3) Nilai = 50 – 69 cukup
1). Keaktifan siswa selama apersepsi
Skor 5 : Jika siswa sepenuhnya atau sangat aktif selama apersepsi
(menyanyikan lagu dengan semangat dan merespon setiap
stimulus yang diberikan guru saat apersepsi dengan baik).
Skor 4 : Jika siswa aktif selama apersepsi (ikut menyanyikan lagu dan
cukup merespon stimulus yang diberikan guru saat apersepsi)
Skor 3 : Jika siswa cukup aktif pada saat apersepsi (ikut menyanyikan
lagu namun tidak merespon stimulus yang diberikan guru)
Skor 2 : Jika siswa kurang aktif pada saat apersepsi (ikut menyanyikan
lagu namun tidak serius dan sama sekali tidak mau merespon
stimulus yang diberikan guru saat apersepsi).
Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak aktif (sama sekali tidak mau
menyanyi dan merespon pertanyaan atau stimulus saat
apersepsi).
2). Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti pelajaran
66
Skor 5 : Jika siswa sepenuhnya memperhatikan pada saat guru
menyampaikan materi dan aktif bertanya, menjawab, menamai,
serta memberikan tanggapan (terjadi interaksi), dan
mengerjakan setiap tugas.
Skor 4 : Jika siswa memperhatikan saat guru menyampaikan materi dan
sesekali mau bertanya, menjawab, serta menamai memberikan
tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.
Skor 3 : Jika siswa hanya memperhatikan saat guru menyampaikan
materi dan sama sekali tidak mau bertanya, menjawab, serta
memberikan tanggapan, dan mengerjakan setiap tugas.
Skor 2 : Jika siswa kurang memperhatikan serta kurang fokus saat guru
menyampaikan materi dan sama sekali tidak mau bertanya,
menjawab, menamai serta memberikan tanggapan.
Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak memperhatikan guru saat
menyampaikan materi (sibuk beraktivitas sendiri seperti
berbicara atau membuat gaduh).
3). Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran
Skor 5 : Jika siswa tampak bersungguh-sungguh dan menunjukkan
adanya kesenangan dalam mengerjakan setiap tugas yang
diberikan; tampak antusias, senang serta bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk, secara
sukarela membacakan pekerjaan yang dibuat).
Skor 4 : Jika siswa mengerjakan setiap tugas yang diberikan guru serta
tampak bersemangat dan antusias dalam mengikuti
pembelajaran (tidak bosan, tidak mengantuk).
Skor 3 : Jika siswa mengerjakan setiap tugas yang diberikan namun
kurang bersemangat dan antusias dalam pembelajaran (kurang
serius).
67
Skor 2 : Jika siswa hanya sekedar mengerjakan tugas yang diberikan dan
terlihat tidak bersemangat dalam pembelajaran (ogah-ogahan,
meletakkan kepala di meja).
Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak mau mengerjakan tugas yang
diberikan dan sama sekali tidak bersemangat (tampak bosan,
tertidur).
b. Penilaian Hasil Pembelajaran
Nana Sujana (2008: 3) mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar
adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa
dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilai
adalah hasil belajar siswa yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Burhan Nurgiyantoro (2001: 331) menyatakan bahwa tes kesastraan
(termasuk puisi) mencangkup tes kognitif, tef afektif, dan tes psikomotorik.
Tes kognitif berhubungan dengan kemampuan proses berpikir. Ranah afektif
berhubungan dengan sikap, pandangan, dan nilai-nilai yang diyakini
seseorang. Tes psikomotorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
aktivitas otot, fisik atau gerakan anggota badan. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa tes-tes yang disusun guru tersebut hendaklah disesuaikan dengan tujuan
pengajaran kebahasaaan dan kesastraan yang hendak dicapai.
Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa tes atau penilaian yang
digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran maka penilaian
hasil dalam pembelajaran puisi di Kelas V-C ini didasarkan pada hasil
pekerjaan siswa dalam bentuk menulis puisi dengan pilihan kata yang sesuai.
Hal tersebut disesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator yang telah
ditetapkan sekolah di semester II dengan materi puisi. Pada materi ini KKM
yang ditentukan adalah 65, ini berarti bahwa siswa dinyatakan tuntas dalam
pembelajaran jika mendapatkan nilai 65.
68
Puisi anak terbentuk dari dua aspek yang saling berkitan, yaitu sesuatu
yang diekpsresikan dan sarana pengekspresian. Yang pertama lazim disebut
sebagai unsur isi, sedang yang kedua bentuk. Unsur isi antara lain
mencangkup aspek gagasan, ide, emosi atau lazim disebut tema, sedangkan
unsur bentuk misalnya berbagai aspek kebahasaan (meliputi pilihan kata,
irama, dan bahasa kiasan) dan tipografi, (Burhan Nurgiyantoro, 2005 : 321).
Berdasarkan pendapat tersebut maka aspek penilaian menulis puisi yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi pengungkapan ide, diksi, rima, dan
bahasa kiasan.
Dalam penelitian ini peneliti mengadaptasi format dan bobot penilaian
hasil pembelajaran menulis puisi sebagai berikut.
Tabel 2. Penilaian Hasil Pembelajaran
No Nama siswa Aspek yang Dinilai Skor Nilai
Pengungkapan
gagasan/ide
Diksi Rima Bahasa
Kiasan
(Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009 : 129)
Tabel 3. Pedoman Penskoran
No Aspek yang dinilai Skor
1. Pengungkapan gagasan/ide
Pengungkapan gagasan baik dan dapat dipahami
Pengungkapan gagasan cukup baik dan cukup dapat
dipahami
Skor 1 - 4
4
3
69
Pengungkapan gagasan kurang baik dan kurang dapat
dipahami
Belum dapat mengungkapkan gagasan secara jelas
(pengungkapan gagasan sama sekali tidak baik)
2
1
2. Diksi
Kata-kata yang digunakan padat, singkat, dan dapat
mengekspresikan perasaan dengan baik
Kata-kata yang digunakan padat, singkat dan cukup dapat
mengekspresikan perasaan
Kata-kata yang digunakan kurang mampu
mengekspresikan perasaan
Kata-kata yang digunakan sama sekali tidak dapat
mengekspresikan perasaan
Skor 1 – 4
4
3
2
1
3. Rima
Banyak terdapat perulangan bunyi sehingga mampu
menimbulkan efek keindahan dengan sangat baik
Terdapat beberapa perulangan bunyi sehingga efek
keindahan sudah cukup terasa
Sedikit sekali perulangan bunyi yang digunakan sehingga
efek keindahan kurang terasa
Tidak terdapat perulangan bunyi sehingga sama sekali
tidak menimbulkan efek keindahan
Skor 1 – 4
4
3
2
70
1
4. Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan yang digunakan sudah sesuai sehingga efek
keindahan yang ditimbulkan terasa dengan baik
Bahasa kiasan yang digunakan cukup sesuai sehingga
efek keindahan yang ditimbulkan sudah cukup terasa
Bahasa kiasan yang digunakan kurang sesuai sehingga
efek keindahan yang ditimbulkan kurang terasa
Sama sekali tidak menggunakan bahasa kiasan sehingga
efek keindahan di dalamnya sama sekali tidak terasa.
Skor 1 – 4
4
3
2
1
Skor maksimal 1, 2, 3, 4 16
(Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009: 130-131)
Nilai siswa = skor maksimum siswa X 100
16
B. Penelitian yang Relevan
Sukisno (2008) dalam penelitiannya, yang berjudul ―Penerapan Quantum
Learning dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Narasi Pada Siswa Kelas V
SDN Sirap Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang‖ menyimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menerapkan quantum learning dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam menulis narasi dibandingkan dengan pembelajaran
secara konvensional. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran quantum learning
tidak hanya dilakukan dengan suasana yang menyenangkan tetapi juga memuat
langkah-langkah atau tahapan dalam menulis sehingga dapat memudahkan siswa.
71
Teti Rostikawati (2005) dalam penelitiannya yang berjudul ―Mind
Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi
Belajar dan Kreativitas Siswa‖, menyimpulkan bahwa metode pembelajaran
adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam proses belajar, pembelajaran
memiliki dua unsur penting yakni guru dan siswa. Bagi siswa metode
pembelajaran sangat penting dalam menentukan prestasi dan pengembangan
potensi pribadi. Guru memiliki peranan penting dalam menerapkan metode
pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Quantum
learning sebagai salah satu metode belajar yang dapat memadukan berbagai
sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar siswa. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat
menimbulkan motivasi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat
mempengaruhi proses belajar siswa. Metode pembelajaran quantum learning
melalui teknik peta pikiran (mind mapping) memiliki manfaat yang sangat besar
untuk meningkatkan potensi akademik (prestasi belajar) siswa.
Herman Waluyo, Budhi Setiawan, dan Handoko (2007) dalam penelitian
yang berjudul “Pengembangan Model Keterpaduan Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia dengan Quantum Learning (Berbahasa dan Bersastra dalam
suasana Orkestra di SMP Daerah Surakarta)‖ menyimpulkan bahwa berdasarkan
hasil uji coba empirik penggunaan quantum learning dalam pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia di SMP Daerah Surakarta dapat menciptakan keaktifan dan
partisipasi siswa yang tinggi dan signifikan pula. Selain itu, model pembelajaran
ini juga dapat memotivasi siswa khususnya dalam belajar sastra dengan rasa
senang, tidak membosankan, dan mempunyai kesempatan untuk menggunakan
bahasa Indonesia secara nyata dengan mengakrabi karya sastra. Berdasarkan uji
statistik lebih dari itu penggunaan model ini juga diterima oleh stakeholder di kota
Surakarta.
Alasan peneliti memilih ketiga penelitian tersebut sebagai penelitian yang
relevan karena ketiga penelitian ini memiliki keterkaitan dengan penelitian yang
peneliti lakukan. Keterkaitan tersebut terdapat pada model pembelajaran dan
keterampilan berbahasa yang ditingkatkan melalui model pembelajaran tersebut.
72
Keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukisno dan Teti Rostikawati
terdapat pada model pembelajaran yang digunakan, yakni model pembelajaran
quantum learning pada penelitian Sukisno yang digunakan untuk meningkatkan
keterampilan menulis narasi dan hasilnya meningkat. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Teti Rostikawati model pembelajaran quantum learning juga
terbukti dapat meningkatkan prestasi (hasil) belajar dan kreativitas siswa.
Herman Waluyo, Budhi Setiawan, dan Handoko mengembangkan model
pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
di SMP dan hasilnya pun model ini dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi
siswa saat mengikuti pembelajaran bahasa dan sastra (yang mana puisi juga
termasuk bagian dari sastra). Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti
menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran menulis
puisi.
C. Kerangka Berpikir
Belajar dan mengajar merupakan kegiatan utama dalam pendidikan.
Belajar merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan dan
menanamkan nilai moral pada anak didik yang berfungsi sebagai bekal hidup.
Untuk mencapai keberhasilan dalam belajar ada banyak faktor yang berpengaruh
di dalamnya. Di antaranya, adalah cara mengajar guru dan ketertarikan siswa
terhadap materi yang dipelajari. Selain itu, penggunaan media dan cara atau model
mengajar guru juga akan mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembelajaran.
Sebagian besar siswa dan guru menyatakan bahwa apresiasi puisi
merupakan materi yang cukup sulit dipahami siswa. Cara mengajar guru dalam
pelajaran puisi menurut siswa kurang menarik dan membosankan sehingga
membuat siswa kurang antusias saat mengikuti pelajaran. Di sisi lain, guru pada
saat kegiatan pembelajaran belum menggunakan model pembelajaran yang tepat
yang ditunjukkan dengan pada saat pembelajaran lebih banyak menggunakan
metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif dan media pembelajaran juga
belum dimanfaatkan guru. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses
73
pembelajaran. Selain itu, lingkungan pembelajaran kurang mendukung karena
guru belum mendesainnya sesuai dengan materi pembelajaran yang diajarkan.
Akibatnya, kualitas pembelajaran menulis puisi di kelas V-C kurang memuaskan.
Oleh karena itu, peneliti berusaha mencari solusi yang dapat digunakan
dalam mengajarkan apresiasi puisi di sekolah agar siswa lebih menyenangi puisi
dan dapat meminimalisir kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran puisi.
Hal tersebut dilakukan peneliti melalui bekerja sama dengan guru kelas untuk
mencari model pembelajaran yang tepat digunakan dalam mengajarkan materi
puisi di kelas tersebut.
Model yang dipilih adalah model pembelajaran quantum learning. Model
pembelajaran ini dipilih dengan pertimbangan bahwa dalam pembelajaran puisi,
minat siswa terhadap puisi responnya pasti berbeda. Maksudnya, ada siswa yang
yang suka dan ada pula yang tidak. Tetapi dengan penerapan model pembelajaran
quantum learning yang di dalamnya terdapat kerangka perencanaan ―TANDUR‖
membuat pembelajaran lebih mudah dan menyenangkan sehingga dirasa
keseluruhan siswa akan merasa senang karena model ini berbeda dengan model
pembelajaran yang biasanya digunakan guru. Kedua hal ini bila digabungkan,
maka akan menjadi sebuah solusi yang cukup menarik. Selain itu, dengan
menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran apresiasi
puisi, siswa akan mendapatkan pengalaman baru dalam belajar, khususnya belajar
menulis puisi. Dengan demikian, melalui penerapan model pembelajaran quantum
learning dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
menulis puisi.
74
Adapun gambar alur kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai
berikut.
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Guru menggajar dengan
ceramah, belum memanfaatkan
media untuk menginspirasi
siswa dalam menulis puisi dan
pembelajaran masih monoton.
Kondisi awal pembelajaran menulis puisi sebelum tindakan
Siswa kurang antusias serta
aktif saat mengikuti
pembelajaran, mengalami
kesulitan dalam menulis
puisi dan terlihat bosan.
Lingkungan pembelajaran
kurang mendukung dan
kurang kondusif pada saat
pembelajaran puisi.
Penerapan model pembelajaran quantum learning dalam
pembelajaran menulis puisi
Guru lebih mengoptimalkan
kegiatan pembelajaran dengan
memanfaatkan penggunaan
media dan kegiatan
pembelajaran lebih variatif.
Siswa lebih bersemangat,
antusias, aktif, menikmati
kegiatan pembelajaran dan
dapat menulis puisi sesuai
tugas yang diberikan guru.
Lingkungan pembelajaran
didesain dan diatur sehingga
lebih kondusif dan
mendukung kegiatan
pembelajaran puisi.
Peningkatan kemampun siswa dalam menulis puisi
75
D. Hipotesis Tindakan
Penerapan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran
menulis puisi dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis
puisi sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menulis puisi. Dengan
demikian, dapat dirumuskan hipotesis bahwa penerapan model pembelajaran
quantum learning dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran menulis
puisi pada siswa kelas V-C di Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten.
76
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten, yang beralamat
di Jalan Raya Solo – Tawangmangu km 9 Kode Pos 57771. SD Negeri 3 Jaten
merupakan sekolah dasar negeri di Kecamatan Jaten. SD Negeri 3 Jaten saat ini
dipimpin oleh Hj. Endang Widowati, S.Pd. yang bertindak sebagai kepala sekolah
dan membawahi 30 tenaga pengajar. Sekolah ini dipandang sebagai sekolah yang
memiliki prestasi yang baik di masyarakat.
Alasan pemilihan sekolah dan kelas V-C sebagai tempat penelitian adalah
karena pertama, berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru
kelas yang sekaligus sebagai guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia ditemukan adanya kendala dalam pembelajaran menulis puisi di kelas
tersebut. Kedua, sekolah ini sebelumnya belum pernah digunakan sebagai objek
penelitian sejenis sehingga terhindar dari kemungkinan penelitian ulang.
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yakni pada bulan November 2009
sampai dengan April 2010. Untuk lebih jelasnya rincian waktu dan jenis kegiatan
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
77
Tabel 4. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
No
Kegiatan Bulan
Nov.
2009
Des.
2009
Jan.
2009
Feb.
2010
Maret.
2010
April.
2010
1. Persiapan survei
awal sampai
penyusunan
proposal
xx--
2. Seleksi informan,
penyimpanan
instrumen dan alat
--xx xx--
3. Pengumpulan data,
perencanaan
pembelajaran, dan
analisis data
xxxx xxx-
4. Penyusunan
laporan
---x xxxx xxx-
B. Subjek Penelitian
Untuk mendapatkan informasi subjek yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Ngadino, S. Pd. selaku guru kelas yang juga sebagai pengampu mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten
yang berjumlah 42 orang (23 siswa putra dan 19 siswa putri). Pengambilan
78
informasi dari siswa dilakukan dengan cara membagikan angket, wawancara, dan
tugas yang dikerjakan siswa untuk kemudian dianalisis sebagai sumber data.
C. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research), yaitu penelitian yang merupakan hasil kolaborasi antara peneliti dan
guru sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Suharsimi Arikunto,
dkk (2006: 58) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu
penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu
praktik pembelajaran di kelas. Selain itu, Sarwiji Suwandi (2009: 10)
mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang
bersifat reflektif, yakni kegiatan penelitian yang berangkat dari permasalahan riil
yang dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar, kemudian direfleksikan
alternatif pemecahan masalahnya dan ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan
nyata yang terencana dan terukur. Hal tersebut selaras dengan pendapat Ardiana
dan Kisyani Laksono (dalam Sukarno, 2009: 2) yang mengungkapkan bahwa
penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang ditujukan untuk menemukan
pemecahan masalah pembelajaran yang aktual.
Adapun karakteristik penelitian tindakan kelas menurut Suharsimi
Arikunto, dkk (2006 : 62) antara lain: (1) adanya tindakan yang nyata yang
dilakukan dalam situasi yang dialami dan ditujukan untuk menyelesaikan
masalah; (2) menambah wawasan keilmiahan dan keilmuan; (3) sumber
permasalahan berasal dari masalah yang dialami guru dalam pembelajaran; (4)
permasalahan yang diangkat bersifat sederhana, nyata, jelas, dan penting; (5)
adanya kolaborasi antara praktikan dan peneliti; (6) ada tujuan penting dalam
pelaksanaan PTK, yaitu meningkatkan profesionalisme guru, ada keputusan
kelompok, bertujuan untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan.
Prinsip-prinsip pelaksanaan penelitian tindakan kelas menurut Holkin
(dalam Sukarno, 2009:10-12), meliputi enam hal, yakni: (1) adanya upaya dari
79
guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; (2) dilakukannya tahap-tahap
yang meliputi persiapan, pelaksanaan observasi, dan evaluasi; (3) penelitian
dilakukan sesuai dengan alur dan kaidah ilmiah; (4) masalah yang ditangani
adalah masalah yang riil dalam pembelajaran; (5) penelitian bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran; (6) pembelajaran untuk memecahkan
permasalahan tidak hanya dilakukan di dalam tetapi dapat juga di luar kelas.
Peneliti berupaya mengamati dan mendeskripsikan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran menulis puisi. Kemudian,
peneliti berusaha memberikan alternatif usaha guna mengatasi permasalahan
tersebut. Alternatif usaha tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi ke
arah perbaikan pembelajaran puisi di kelas.
Proses dasar penelitian tindakan kelas didasarkan atas menyusun rencana
tindakan bersama, bertindak dan mengamati secara individual dan bersama-sama
pula, kemudian mengadakan refleksi atas berbagai kegiatan yang telah dilakukan.
Dalam penelitian ini peneliti bersama-sama guru kelas yang juga sebagai guru
pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai pemegang otoritas pengajaran
di dalam kelas menyusun rencana tindakan bersama. Kemudian peneliti bersama
guru melaksanakan tindakan berdasarkan rencana tindakan yang telah disepakati.
Kegiatan pelaksanaan tersebut diikuti pula dengan kegiatan pemantauan mengenai
segala peristiwa yang terjadi di dalam kelas. Apabila hasilnya dirasa kurang
maksimal (belum sesuai dengan indikator ketercapaian yang telah direncanakan),
maka peneliti menentukan kembali perencanaan tindakan selanjutnya untuk siklus
berikutnya.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang
bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan realita yang ada. Peneliti
mencoba memberikan gambaran dan menjelaskan segala peristiwa dalam
pelaksanaan tindakan serta hasil penelitian dalam bentuk data tertulis.
80
D. Sumber Data Penelitian
Ada tiga sumber data yang dijadikan sebagai sasaran pengumpulan data
serta informasi dalam penelitian ini. Sumber data tersebut, meliputi:
1. Tempat dan peristiwa
Sumber data dalam penelitian ini adalah proses belajar mengajar menulis
puisi yang berlangsung di dalam kelas yang dialami oleh siswa kelas V-C
Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten dengan model pembelajaran quantum learning.
2. Informan
Infoman dalam penelitian ini adalah Ngadino, S.Pd. selaku guru kelas
yang sekaligus sebagai guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia dan siswa kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten yang berjumlah
42 orang.
3. Dokumen
Dokumen yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini yakni, berupa
teks puisi, foto-foto peristiwa yang berupa foto kegiatan pembelajaran menulis
puisi, buku Bahasa dan Sastra Indonesia untuk sekolah dasar kelas V, lembar
pekerjaan siswa, daftar nilai, hasil tes siswa, hasil wawancara, angket yang
telah diisi siswa, rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru dan
peneliti, serta silabus yang telah ditentukan sekolah.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat mengumpulkan
data sehubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu:
1. Observasi
81
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
langsung yakni mengenai pembelajaran menulis puisi yang terjadi di dalam
kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten. Melalui observasi ini dapat
memudahkan peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sebab
peneliti dapat mengetahui proses pembelajaran atau segala peristiwa yang
terjadi di dalam kelas.
Observasi atau pengamatan ini dilakukan dengan cara peneliti bertindak
sebagai partisipan pasif yang mengamati jalannya pembelajaran di kelas yang
dipimpin oleh guru. Peneliti mengambil posisi di tempat duduk paling
belakang, mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala
sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Teknik Wawancara
Teknik ini digunakan untuk memeroleh data dari informan (guru dan
siswa) mengenai pelaksanaan pembelajaran menulis puisi di dalam kelas.
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (in depth
interview), teknik ini digunakan untuk mencari informasi mengenai faktor-
faktor yang menyebabkan pembelajaran menulis puisi di kelas V-C Sekolah
Dasar Negeri 3 Jaten belum berhasil secara maksimal. Wawancara dilakukan
pada guru dan siswa (6 siswa sebagai sampel) untuk memperoleh informasi
yang berhubungan dengan aspek-aspek pembelajaran, penentuan tindakan,
serta respon yang timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan.
3. Tes atau Pemberian Tugas
Teknik tes ini digunakan untuk mengetahui perubahan hasil belajar siswa
setelah dilakukan pembelajaran menulis puisi dengan model pembelajaran
quantum learning. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam
pengambilan data dengan menggunakan tes adalah dengan menyiapkan
perangkat bahan tes, menilainya serta mengolah data dari hasil kegiatan
pembelajaran. Dalam penelitian ini guru melaksanakan dua kali tes, yakni pre-
tes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam pembelajaran menulis
82
puisi, serta post-tes untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti
pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model pembelajaran
quantum learning.
4. Analisis Dokumen
Teknik analisis dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menganalisis dokumen-dokumen yang ada, yakni berbagai catatan
lapangan dan rekaman (foto-foto) pembelajaran menulis puisi, silabus, RPP,
hasil pekerjaan siswa, daftar nilai, dan hasil wawancara dengan informan.
5. Angket
Teknik pengumpulan data yang berupa angket dilakukan dengan cara
meminta informan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan
data dari informan yang jumlahnya banyak dan tidak memungkinkan untuk
diwawancarai satu per satu. Angket dalam penelitian ini diberikan dan diisi
siswa kelas V-C yang berjumlah 42 orang.
F. Uji Validitas Data
Teknik-teknik yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data adalah
sebagai berikut.
1. Triangulasi metode, teknik ini digunakan untuk membandingkan data yang
telah diperoleh dari hasil observasi dengan data yang diperoleh dari angket
maupun wawancara. Dalam hal ini peneliti membandingkan hasil observasi
dengan data yang berasal dari siswa yang diperoleh melalui observasi, angket,
dan wawancara terstruktur. Data yang berasal dari guru diperoleh melalui
wawancara mendalam yakni mengenai segala hal yang terjadi dan
berhubungan dengan kegiatan pembelajaran menulis puisi di kelas tersebut.
83
2. Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji satu data yang
diperoleh dari sumber data yang berbeda. Misalnya, untuk menentukan
keabsahan antusias siswa selama mengikuti pembelajaran, peneliti melakukan
trianggulasi sumber data dari siswa selaku informan dengan sumber data
dokumen yang berupa foto pembelajaran dan catatan lapangan. (Dalam hal ini
siswa dikatakan antusias jika dalam kegiatan pembelajaran siswa terlihat
bersemangat atau aktif baik saat mengerjakan tugas maupun memperhatikan
penjelasan guru serta merespon stimulus yang diberikan guru, yang
ditunjukkan melalui foto-foto pembelajaran atau pun catatan lapangan).
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kritis. Teknik ini mencangkup kegiatan untuk mengungkapkan kelebihan
dan kelemahan kinerja siswa dan guru dalam proses belajar-mengajar yang terjadi
di dalam kelas selama penelitian berlangsung dengan membandingkan nilai tes
antarsiklus maupun dengan indikator pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil
analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menyusun rencana
tindakan selanjutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan
bersama-sama antara guru dan peneliti sebab penelitian tindakan kelas merupakan
kerja sama (kolaboratif) antara peneliti dan guru. Analisis kritis dalam
pembelajaran puisi mencakup kemampuan siswa menulis puisi serta kualitas
proses pembelajaran yang diukur melalui keaktivan siswa pada saat apersepsi,
keaktivan siswa pada saat mengikuti pelajaran, minat dan motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran menulis puisi pada setiap siklusnya.
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran
Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya
kualitas proses dan hasil belajar dalam pembelajaran menulis puisi. Enco
84
Mulyasa (2006 : 101-102) berpendapat bahwa kualitas pembelajaran dapat dilihat
dari segi proses dan segi hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil jika
seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental, sosial selama proses pembelajaran. Selain itu,
siswa juga menunjukkan kegairahan dan semangat yang tinggi terhadap
pembelajaran. Dilihat dari segi hasil pembelajaran dikatakan berhasil jika
seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar (75%) siswa mengalami
perubahan positif dan output yang bermutu tinggi serta mendapat ketuntasan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Kualitas proses yang diukur dalam penelitian ini meliputi keaktifan siswa
selama apersepsi, keaktifan dan perhatian selama pelajaran, serta minat dan
motivasi siswa saat kegiatan pembelajaran, sedangkan kualitas hasilnya adalah
kemampuan siswa dalam menulis puisi. Siswa dikatakan berhasil (tuntas) dalam
menulis puisi jika mendapatkan nilai 65 dan siswa yang mendapatkan nilai di
bawah 65 dinyatakan belum tuntas (KKM yang ditetapkan adalah 65).
Berdasarkan hal tersebut maka indikator dalam penelitian ini dirumuskan seperti
pada tabel berikut.
Tabel 5. Indikator Ketercapaian Belajar Siswa
Aspek
Yang Diukur
Persentase Pencapaian pada
Siklus Akhir
Cara mengukur
Keaktifan siswa
selama apersepsi
75%
Diamati saat guru memberikan
apersepsi kepada siswa
dengan menggunakan lembar
observasi oleh peneliti dan
dihitung dari jumlah siswa
yang menampakkan keaktifan
yang ditandai dengan
kemauan merespon stimulus
yang diberikan guru saat
85
apersepsi.
Keaktifan dan
perhatian siswa saat
mengikuti pelajaran
75%
Diamati saat pembelajaran
dengan menggunakan lembar
observasi oleh peneliti dan
dihitung dari jumlah siswa
yang menunjukkan keaktifan
bertanya, menjawab, serta
menanggapi, mengerjakan
tugas dan memperhatikan
materi yang disampaikan
guru (tidak berbicara dengan
teman serta tidak sibuk
beraktivitas sendiri).
Minat dan motivasi
siswa saat
mengikuti kegiatan
pembelajaran
Kemampuan
siswa dalam
menulis puisi
(KKM nilai
65)
75%
75%
Diamati saat pembelajaran
dengan menggunakan lembar
observasi oleh peneliti dan
dihitung dari jumlah siswa
memperlihatkan
kesungguhan, antusias, dan
bersemangat.
Dihitung dari jumlah siswa
yang memperoleh nilai 65
dalam menulis puisi. Siswa
yang mendapat nilai 65
dinyatakan telah mencapai
ketuntasan belajar.
I. Prosedur Penelitian
86
Prosedur penelitian adalah rangkaian tahapan penelitian dari awal hingga
akhir. Prosedur dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi: persiapan,
studi/survei awal, pelaksanaan siklus, dan penyusunan laporan.
Pelaksanaan siklus meliputi kegiatan sebagai berikut: (1) perencanaan
tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan interpretasi; dan (4) analisis
dan refleksi.
Berikut ini adalah gambaran singkat mengenai tahapan penelitian yang
dilaksanakan.
Siklus I
Siklus II
Permasalahan Perencanaan
Tindakan I
Pelaksanaan
Tindakan I
Pengamatan/
Pengumpulan
Data
Refleksi I
Perencanaan
Tindakan II
Permasalahan
Baru hasil
Refleksi Pelaksanaan
Tindakan II
Pengamatan/
Pengumpulan Data
Refleksi II
Apabila Permasalahan
Belum Terselesaikan Dilanjutkan ke Siklus
Berikutnya
87
Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
(Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi, 2006: 74)
Keterangan:
1. Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil identifikasi dan penetapan masalah peneliti dan guru
kemudian berdiskusi untuk menemukan alternatif. Alternatif yang disepakati
antara peneliti dan guru adalah penerapan model pembelajaran quantum
learning dalam pembelajaran menulis puisi. Pada tahap ini peneliti
menyajikan data yang telah dikumpulkan kemudian bersama guru menentukan
solusi yang tepat berdasarkan masalah yang dihadapi. Tahap perencanaan
tindakan meliputi:
a. Membuat skenario pembelajaran.
b. Mempersiapkan sarana pembelajaran.
c. Mempersiapkan instrumen penelitian.
d. Mengajukan solusi alternatif berupa penerapan model pembelajaran
quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan dilakukan dalam pembelajaran menulis puisi dengan
menerapkan model pembelajaran quantum learning. Dalam setiap tindakan
yang dilakukan selalu diikuti dengan kegiatan pengamatan dan evaluasi serta
analisis dan refleksi. Pada tahapan ini, peneliti mengadakan pengamatan
apakah tindakan yang telah dilakukan dapat mengatasi masalah yang ada.
Selain itu, pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data yang nantinya
diolah untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
88
3. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan menginterpretasikan
aktivitas penerapan model pembelajaran quantum learning dalam
pembelajaran menulis puisi. Dalam kegiatan ini, peneliti berperan sebagai
partisipan pasif. Maksudnya, peneliti berada dalam lokasi penelitian namun
tidak berperan aktif. Peneliti hanya mengamati dan mencatat segala aktivitas
yang dilakukan oleh guru dan siswa pada saat pembelajaran menulis puisi.
Setelah itu, peneliti mengolah data untuk mengetahui ada atau tidak
peningkatan kualitas hasil dan proses pembelajaran menulis puisi dengan
penerapan model pembelajaran quantum learning tersebut, juga untuk
mengetahui kelemahan yang mungkin muncul.
4. Analisis dan Refleksi
Tindakan ini dilakukan dengan menganalisis atau mengolah data hasil
observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang perlu
diperbaiki dan bagian mana yang sudah mencapai tujuan penelitian. Dalam
melakukan refleksi, peneliti bekerjasama dengan guru sebagai kolaborator.
Selain itu, peneliti dengan guru juga mengadakan diskusi untuk menentukan
langkah-langkah perbaikan (solusi pemecahan masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan yang telah dilakukan). Setelah itu ditarik kesimpulan terhadap
penelitian yang telah dilakukan berhasil atau tidak sehingga berdasarkan
kesimpulan tersebut peneliti dan guru dapat menetukan langkah selanjutnya.
89
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uraian mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah
yang telah dipaparkan dalam Bab I akan disajikan pada Bab IV. Namun
sebelumnya, akan diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal (pratindakan)
pembelajaran puisi siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Dengan demikian, pada
bab ini akan dikemukakan mengenai: (1) kondisi awal proses pembelajaran
menulis puisi siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten; (2) pelaksanaan tindakan dan
hasil penelitian; dan (3) pembahasan hasil penelitian. Penelitian tindakan dalam
penelitian ini dilakukan sebanyak 3 siklus, masing-masing siklus terdiri atas 4
tahap. Tahapan tersebut meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi
dan interpretasi, serta analisis dan refleksi.
A. Deskripsi Kondisi Awal
Survai pratindakan dilakukan untuk mengetahui keadaan nyata yang
terjadi di lapangan sebelum peneliti melakukan proses penelitian. Dalam survai ini
peneliti melakukan beberapa langkah, yakni: (1) mengamati proses pembelajaran
menulis puisi di kelas V-C (observasi); (2)membagikan angket untuk diisi siswa;
dan (3) wawancara dengan guru dan siswa. Wawancara dengan guru dilaksanakan
pada hari Sabtu, 7 November 2009. Melalui hasil wawancara yang dilakukan
90
peneliti dengan guru tersebut diketahui bahwa hasil pembelajaran menulis puisi
pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten kurang memuaskan. Menurut guru, hasil
pembelajaran puisi kurang memuaskan karena kurangnya minat siswa terhadap
pembelajaran menulis puisi dan guru belum menemukan cara mengajar yang tepat
untuk digunakan dalam materi pembelajaran sastra, termasuk puisi (catatan
lapangan pada lampiran 5).
Kurangnya minat siswa terhadap puisi juga diperkuat oleh hasil
wawancara dengan beberapa (6 siswa) mengenai minat mereka terhadap
pembelajaran puisi. Dari enam siswa yang diwawancarai, hanya dua siswa yang
menyatakan suka (sepenuhnya) dengan pembelajaran puisi. Selain itu, pada
umumnya mereka mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran puisi masih
terdapat kesulitan. Sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan terutama
dalam menulis puisi. Pada umumnya mereka menyatakan masih ‖bingung atau
susah‖ baik dalam mengungkapkan gagasan atau menuangkan idenya maupun
pemilihan kata dalam bentuk puisi.
Peneliti setelah melaksanakan wawancara dengan guru melakukan
observasi pratindakan. Observasi ini dilakukan peneliti dengan melihat
pembelajaran puisi di kelas V-C pada hari Jumat, 13 November 2009 pukul 07.25
– 08.45 WIB. Pada saat observasi awal, guru melaksanakan proses belajar
mengajar seperti biasa dan peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran serta
aktivitas siswa di dalam kelas. Segala kejadian yang terjadi pada saat survai awal
peneliti amati dalam lembar observasi. Peneliti dalam penelitian ini bertindak
sebagai partisipan pasif dengan mengambil posisi di tempat duduk paling
belakang. Hal ini dilakukan agar keberadaan peneliti tidak mengganggu jalannya
proses pembelajaran. Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti
menunjukkan keadaan saat pembelajaran menulis puisi di kelas V-C sebagai
berikut.
1. Siswa kurang antusias dalam pembelajaran puisi
91
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal
terlihat bahwa pada saat kegiatan pembelajaran siswa cenderung masih pasif.
Hanya sebagian siswa yang tampak memperhatikan penjelasan yang
disampaikan guru sedangkan sebagian lagi kurang fokus dalam pembelajaran,
seperti menopang dagu, berbicara dengan teman sebangku, serta sibuk
beraktivitas sendiri (catatan lapangan pada lampiran 5).
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada saat survai awal
kurangnya antusias siswa terhadap pembelajaran menulis puisi dikarenakan
pembelajaran tersebut masih bersifat monoton. Hal ini terlihat dari
penggunaan metode yang kurang variatif, kurangnya keterlibatan siswa pada
saat kegiatan pembelajaran, dan belum adanya media yang digunakan saat
pembelajaran menulis puisi. Pada saat survai awal metode ceramah masih
sangat mendominasi dalam pembelajaran menulis puisi. Penugasan yang
diberikan guru juga terlihat kurang variatif karena setelah selesai memberikan
materi tentang puisi dan meminta salah seorang siswa untuk maju dan
membacakan puisi, guru kemudian menugaskan siswa untuk membuat puisi
dengan tema bebas. Kemudian setelah semua siswa selesai mengerjakan guru
meminta siswa untuk mengumpulkan tugas tersebut. Oleh karenanya, pada
saat survai awal ini guru juga terlihat belum memberikan evaluasi pada hasil
pekerjaan siswa.
Selain itu, pada saat survai awal siswa juga tampak kurang tertarik
mengikuti pembelajaran puisi. Mereka terlihat kurang menikmati
pembelajaran. Bahkan, pada saat guru menyampaikan materi terlihat seorang
siswa meletakkan kepalanya di atas meja sambil memainkan pensil, ada pula
siswa yang menguap dan menggaruk-garuk kepalanya (seperti bosan).
Kurangnya ketertarikan siswa terhadap materi puisi juga diperkuat dari hasil
angket pratindakan yang telah diisi siswa. Berdasarkan angket pratindakan
yang salah satunya menanyakan mengenai jenis materi sastra yang disenangi
siswa sekitar 18% (8 siswa) memilih puisi sedangkan 82% (34 siswa) lainnya
memilih karya sastra lain (seperti dongeng atau cerita rakyat dan drama). Ini
92
berarti bahwa hanya sebagian kecil siswa saja yang ada di kelas tersebut yang
menyukai puisi.
2. Siswa terlihat kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa
pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran masih kurang. Hal ini dilihat dari
keaktifan siswa untuk menanggapi pertanyaan guru. Pada saat guru
mengadakan tanya jawab hanya beberapa siswa yang menjawab (merespon
pertanyaan guru). Dalam proses pembelajaran keaktifan siswa juga belum
terlihat. Misalnya, pada saat guru bertanya mengenai isi puisi yang telah
dibacakan, tidak ada siswa yang menjawab sehingga guru yang
mengungkapkan isi puisi tersebut dan semua siswa hanya mendengarkan apa
yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru (catatan lapangan pada lampiran 5).
3. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam mengajarkan
materi menulis puisi
Selama ini dalam mengajarkan puisi guru lebih banyak menggunakan
metode ceramah. Pada awal kegiatan belajar mengajar, siswa lebih banyak
mendengarkan penjelasan guru yang berhubungan dengan puisi (secara
teoretis). Ini dilakukan guru dengan cara mendektekan materi tersebut pada
siswa dan kemudian menulisnya di papan tulis. Hal ini membuat siswa
menjadi terlihat pasif karena hanya cenderung diam dan mendengarkan guru
(meskipun ada beberapa siswa yang telah aktif namun hanya sebagian kecil
saja). Oleh karenanya, model pembelajaran seperti ini dirasa kurang sesuai
jika digunakan karena kurang dapat mengoptimalkan kemampuan siswa
khususnya dalam pembelajaran puisi. Hal ini tersebut sesuai dengan yang
telah diungkapkan guru bahwa adanya keterbatasan mengenai model
pembelajaran sehingga dalam pembelajaran puisi selama ini guru belum
menemukan model pembelajaran yang sesuai (dapat dilihat pada lampiran
6.1).
Pada saat observasi awal tampak sebagian siswa masih mengalami
kesulitan dalam menulis puisi, terutama menulis puisi. Pada saat siswa
93
ditugaskan guru untuk menulis puisi dengan menulis sebuah puisi sebagian
siswa masih terlihat bingung dan belum mulai mengerjakan. Dari wawancara
dengan siswa, tampak bahwa kesulitan tersebut dikarenakan guru belum
menggunakan suatu media atau sarana yang mendukung yang dapat
membantu menginspirasi atau mempermudah siswa dalam menulis puisi serta
siswa masih kesulitan dalam mengungkapkan atau menggunakan kata dalam
sebuah puisi.
Kurangnya kemampuan siswa dalam menulis puisi tampak dari nilai
siswa. Berdasarkan hasil pretes yang dilakukan pada saat survai awal terlihat
bahwa hanya sekitar 31% (13 siswa dari keseluruhan siswa 42 orang) yang
telah mendapatkan nilai di atas batas ketuntasan yakni 65 sedangkan sisanya
masih mendapatkan nilai dibawah batas ketuntasan. Dari hasil pekerjaan siswa
tersebut diketahui bahwa kekurangan siswa dalam menulis puisi terletak pada
pemilihan kata yang kurang sesuai, masih terbatasnya penggunaan kata kiasan
sehingga puisi yang mereka buat masih seperti cerita biasa. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa hasil belajar siswa kelas V-C dalam menulis puisi
khususnya menulis puisi belum memuaskan.
4. Guru kurang dapat mengelola kelas pada saat mengajarkan materi menulis
puisi
Selama proses pembelajaran menulis puisi berlangsung, interaksi antara
guru dan murid kurang dioptimalkan sehingga lebih sering hanya terjalin
komunikasi satu arah. Selain itu, pada saat mengajar guru lebih banyak berdiri
pada satu titik (di dekat meja guru) sehingga kurang dapat menjangkau siswa
secara keseluruhan. Akibatnya, beberapa siswa yang tempat duduknya agak
jauh dari jangkauan guru kurang fokus terhadap pelajaran dan melakukan
aktivitas lain di luar pelajaran (seperti: berbicara dengan teman, melihat ke
luar, memainkan pensil, dan sebagainya).
Berdasarkan kondisi awal tersebut, selanjutnya peneliti dengan guru
melakukan diskusi untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi
dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V-C. Akhirnya, tercapailah
94
kesepakatan bahwa peneliti akan melakukan penelitian bersama guru kelas
sebagai kolaborator dengan menerapkan model pembelajaran quantum
learning dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V-C SD Negeri 3 Jaten.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Tindakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran
menulis puisi yang bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran
dilakukan dalam 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yang saling
berkaitan, yaitu (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi
dan interpretasi, serta (4) analisis dan refleksi.
1. Deskripsi Siklus Pertama
a. Perencanaan Tindakan
Kegiatan perencanaan tindakan I dilaksanakan peneliti bersama Bapak
Ngadino, S.Pd. pada hari Selasa, 5 Januari 2010 (setelah siswa pulang
sekolah) di ruang guru SD Negeri 3 Jaten. Peneliti bersama dengan guru
berdiskusi untuk membuat rancangan tindakan beserta skenario pembelajaran
yang akan diberikan pada siswa dalam siklus pertama. Berdasarkan pertemuan
ini juga disepakati bahwa siklus pertama akan dilaksanakan selama satu kali
pertemuan (2 x 40 menit) yakni pada hari Jumat 15 Januari 2010.
Tahap perencanaan tindakan I meliputi kegiatan berikut.
1). Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran menulis puisi
dengan model pembelajaran quantum learning. Langkah-langkah yang
ditempuh antara lain:
(a). Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi untuk
menumbuhkan minat dan kesenangan siswa dengan menyanyikan lagu
‖Sorak-Sorak Bergembira‖ sambil mengibar-ngibarkan bendera merah
putih yang telah dipersiapkan. (T = Tumbuhkan)
(b). Guru memberikan pengantar, kemudian bertanya jawab dengan siswa
mengenai lagu yang telah dinyanyikan, puisi yang ditempel di papan
95
tulis, gambar-gambar perjuangan serta berbagai ungkapan kebangsaan
yang ditempel di dalam kelas (dengan demikian siswa mengalami
sendiri). (A = Alami)
(c). Guru memberikan penjelasan mengenai materi menulis puisi disertai
dengan tanya jawab. Dari penjelasan guru tersebut siswa diarahkan
agar nantinya mereka dapat menamai sendiri mengenai keterkaitan
gambar-gambar, lagu yang telah dinyanyikan, jenis tulisan yang
ditempel di papan tulis, dan materi yang telah disampaikan guru. (N =
Namai)
(d). Guru memperdengarkan rekaman pembacaan puisi (sebanyak 2-3 kali)
serta membagikan transkrip naskah puisi tersebut. Selain itu, guru juga
mengulangi pembacaan puisi tersebut secara langsung. (D =
Demonstrasikan)
(e). Guru membagi siswa secara berkelompok, masing-masing kelompok 2
orang (teman sebangku), kemudian guru menugaskan siswa untuk
mendaftar diksi atau kata-kata indah dalam puisi serta memahami isi
melalui kegiatan parafrase puisi. (Hal ini dilakukan guru karena
dengan memahami isi puisi nantinya akan mempermudah siswa dalam
menulis puisi).
(f). Guru bersama dengan siswa membahas hasil pekerjaan kelompok
secara sekilas.
(g). Guru kembali menugaskan masing-masing siswa untuk menulis sebuah
puisi yang bertemakan pahlawan atau perjuangan, siswa dapat melihat
gambar-gambar pahlawan yang telah ditempel pada dinding kelas
(sebagai inspirasi). (U = Ulangi)
(h). Guru bersama-sama dengan siswa mengevaluasi puisi yang telah
dibuat.
(i). Guru memberikan hadiah bagi kelompok dengan hasil pekerjaan
terbaik (baik dalam tugas kelompok maupun dalam menulis puisi). (R
= Rayakan)
96
(j). Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar-mengajar
yang telah dilakukan bersama.
(k). Guru memberikan tugas rumah pada siswa untuk pembelajaran
berikutnya.
(l). Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.
2). Guru bersama peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) materi menulis puisi yang akan digunakan pada siklus I.
3). Guru dan peneliti berdiskusi memilih gambar-gambar perjuangan dan
ungkapan (telah dibawa peneliti) yang akan digunakan dalam siklus I
dengan tema ―perjuangan atau kepahlawanan‖.
4). Peneliti memberikan kaset rekaman puisi yang berjudul ―Sepuluh
November‖, yang akan digunakan dalam tindakan penelitian I. Pada
kegiatan ini guru bersama dengan peneliti menyimulasikan penggunaan
kaset dengan memutar kaset puisi tersebut.
5). Peneliti bersama guru menyusun instrumen penelitian. Instrumen untuk
menentukan kualitas hasil pembelajaran menulis puisi dilakukan dengan
menyusun seperangkat tes. Tes yang digunakan meliputi penugasan siswa
secara individu. Kriteria penilaian instrumen tes menulis puisi yang
digunakan adalah menulis puisi. Instrumen untuk menilai kualitas proses
pembelajaran menulis puisi, dinilai berdasarkan rubrik penilaian proses
pembelajaran menulis puisi yang meliputi keaktifan selama apersepsi,
keaktifan dan perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran, dan minat
serta motivasi (sikap) siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan I dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari 2010 di
kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Tindakan dilaksanakan selama satu kali
pertemuan (2 x 40 menit) yakni pada jam pertama dan kedua (07.25 – 08.45
WIB). Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan skenario yang telah dibuat dan
disepakati oleh guru dan peneliti pada tahap perencanaan.
97
Materi pada pelaksanaan tindakan I adalah rekaman puisi yang telah
ditentukan untuk dibaca dan didaftar diksinya (diparafrasekan) oleh siswa,
yaitu rekaman puisi yang berjudul ―Sepuluh November‖ karya Christin M.
Agustina dan materi mengenai penulisan puisi. Adapun urutan pelaksanaan
tindakan I ini adalah sebagai berikut.
1). Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan
kondisi siswa.
2). Guru memulai apersepsi dengan meminta siswa untuk menyanyikan lagu
‖Sorak-Sorak Bergembira‖ sambil mengibar-ngibarkan bendera merah
putih yang telah dibagikan pada masing-masing siswa. (T = Tumbuhkan)
3). Guru melakukan tanya jawab dengan siswa, yang dimulai dengan guru
memberikan pengantar bahwa sebagai generasi penerus bangsa kita harus
tetap menghargai jasa para pejuang bangsa. Kemudian siswa menanggapi
pertanyaan guru, ‖Mengapa kita harus menghargai dan mengenang jasa
para pejuang‖, ‖Mengapa di awal pembelajaran guru meminta siswa untuk
menyanyikan lagu ‘Sorak-Sorak Bergembira‘‖, ‖Apa keterkaitan puisi
‘Sepuluh November‘ yang ditempel di papan tulis dengan gambar-gambar
perjuangan serta ungkapan kebangsaan yang ditempel di dinding kelas?‖
(A = Alami).
4). Siswa dapat menyebutkan bahwa jenis tulisan yang ada di papan tulis
adalah sebuah puisi bertemakan perjuangan. Hal tersebut didukung dengan
adanya gambar-gambar, ungkapan perjuangan yang ditempel di dinding
kelas dan lagu perjuangan yang telah dinyanyikan. (N = Namai)
5). Guru menjelaskan materi yang berhubungan dengan menulis puisi. Materi
yang diberikan guru yaitu mengenai yang hal-hal yang harus diperhatikan
dalam puisi yang meliputi cara mengungkapkan perasaan dan gagasan
menjadi sebuah puisi, penggunaan diksi atau pilihan kata, bahasa kiasan,
serta pentingnya rima atau sajak dalam menulis puisi.
6). Guru kemudian membuka forum tanya jawab dengan memberikan
kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang materi yang telah
98
disampaikan dan mengkaitkan materi tersebut dengan sebuah rekaman
puisi yang telah dipersiapkan .
7). Siswa memperdengarkan rekaman puisi yang diputarkan guru dengan
seksama serta mendapatkan transkrip atau naskah puisi tersebut. Guru
membacakan kembali puisi tersebut secara langsung dan meminta siswa
untuk mencermati setiap kata yang terdapat dalam puisi. (D =
Demonstrasikan)
8). Guru menugasi siswa secara berkelompok (yang didasarkan pada tempat
duduk) untuk mendaftar diksi atau kata-kata indah dalam rekaman puisi
yang telah didengar. Kemudian secara sekilas guru mengevaluasi hasil
pekerjaan kelompok.
9). Guru kembali menugaskan masing-masing siswa untuk membuat puisi
yang bertemakan ―pahlawan‖ dan untuk mempermudah atau sebagai
inspirasi siswa dapat melihat gambar-gambar pahlawan atau ungkapan
yang telah ditempel pada dinding kelas sebagai bahan untuk membuat
puisi tersebut maupun dengan mencermati kata-kata dalam puisi yang
telah diperdengarkan di awal pertemuan. (U = Ulangi)
10) Guru memberikan kesempatan pada beberapa siswa (3 siswa) untuk
mendeklamasikan puisi yang telah dibuat. Siswa yang lain diminta untuk
memberikan penilaian terhadap puisi yang telah dibuat temannya.
11) Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
dilakukan dan memberikan reward pada kelompok dengan hasil pekerjaan
terbaik dan hasil puisi terbaik. Setelah itu semua siswa diminta untuk
bertepuk tangan dan agar termotivasi mengerjakan tugas berikutnya. (R =
Rayakan).
12) Sebelum mengakhiri pembelajaran, guru menyampaikan tugas rumah pada
siswa untuk mencari sebuah puisi yang bertemakan ―pekerjaan‖, baik dari
buku, koran, majalah, atau media cetak lain dan dibawa pada hari jumat
depan. (Penentuan tema ini sesuai dengan kesepakatan guru dan peneliti
pada tahap perencanaan jikalau hasil pembelajaran pada siklus ini belum
memenuhi indikator maka akan dilakukan siklus berikutnya).
99
c. Observasi dan Interpretasi
Observasi ini dilaksanakan Jumat, 15 Januari 2010 yang berlangsung
selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit) pada jam pertama dan kedua (07.25
– 08.45 WIB) di ruang kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Kegiatan peneliti selama
tahap observasi adalah mengamati kegiatan pembelajaran menulis puisi siswa
kelas V-C dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning. Pada
saat tindakan I ini guru memberikan materi menulis puisi dengan tema
―perjuangan atau kepahlawanan‖.
Peneliti memfokuskan pengamatan pada proses pembelajaran yang
terjadi pada saat kegiatan pembelajaran menulis puisi pada hari tersebut serta
aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam
pengamatan ini, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil
posisi duduk di kursi belakang.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan peneliti, secara garis
besar diperoleh gambaran mengenai jalannya kegiatan pembelajaran menulis
puisi dengan model pembelajaran quantum learning, sebagai berikut.
1). Sebelum mengajar, guru telah mempersiapkan rencana pembelajaran yang
akan digunakan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana pembelajaran
tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia yang
terdapat di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, yakni Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2). Pelaksanaan tindakan I berlangsung dalam satu kali pertemuan dan diikuti
oleh seluruh siswa kelas V-C yang berjumlah 42 anak.
3). Guru melaksanakan pembelajaran menulis puisi dengan baik, serta guru
mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Pada awal
pelajaran guru memberikan apersepsi dengan meminta siswa untuk
menyanyikan lagu perjuangan yang berjudul ―Sorak-Sorak Bergembira‖
sambil mengibar-ngibarkan bendera merah putih yang telah dibagikan
pada siswa. Pada saat apersepsi siswa tampak menyanyikan lagu tersebut
100
dengan semangat. Selanjutnya, guru memberikan pengantar dan
menanyakan keterkaitan gambar-gambar, tulisan atau ungkapan
kebangsaan yang ditempel di papan tulis, dan lagu perjuangan yang telah
dinyanyikan.
4). Setelah siswa dapat menjawab keterkaitan-keterkaitan tersebut dan
menamai bahwa tulisan yang ditempel di papan tulis adalah ―puisi yang
bertemakan kepahlawanan atau perjuangan‖ sesuai gambar dan ungkapan
yang ditempel di dinding kelas, guru kemudian bertanya jawab dengan
siswa mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis puisi
(meliputi pilihan kata, bahasa kiasan, rima, dan pengungkapan gagasan)
dan sebagian siswa mulai merespon pertanyaan guru. Dengan motode
tanya jawab tersebut keaktifan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran
mulai terlihat.
5). Guru memutarkan rekaman kaset deklamasi puisi yang berjudul ―Sepuluh
November‖ yang bertemakan semangat perjuangan dan membagikan
transkrip puisi tersebut. Sebagian besar siswa terlihat mendengarkan
namun tampak beberapa anak yang kurang fokus dan menolah-noleh.
Setelah rekaman selesai diperdengarkan guru menegur beberapa siswa
tersebut, kemudian guru kembali membacakan puisi Sepuluh November
secara langsung dan meminta siswa untuk mencermati setiap kata di setiap
lariknya. Siswa pun tampak mulai memperhatikan guru.
6). Pada saat siswa diberikan tugas untuk menulis dengan menulis sebuah
puisi yang bertemakan ―pahlawan‖ hampir 50% siswa masih terlihat
mengalami kesulitan, meski guru telah meminta siswa untuk melihat
gambar-gambar pahlawan atau ungkapan yang telah ditempel pada dinding
kelas. Suasana kelas menjadi agak gaduh karena beberapa anak terlihat
mendekati gambar dan ungkapan tersebut karena mereka tidak dapat
melihat dengan jelas ungkapan dan gambar tersebut dari tempat duduknya.
7). Pada tahap evaluasi beberapa siswa terlihat mulai berani memberikan
penilaian mengenai puisi siswa yang telah dibacakan. Sebagian siswa
berpendapat bahwa pemilihan kata dalam puisi sudah cukup baik namun
101
bahasa kiasan dan rima pada puisi tersebut masih kurang (hanya sedikit).
Hal ini mengakibatkan segi keindahan pada puisi siswa belum tampak.
8). Selama pelaksanaan tindakan pada siklus I ini ditemukan beberapa
kelemahan baik dari guru maupun siswa, sebagai berikut.
a. Kelemahan dari pihak guru, yaitu:
(1). Guru kurang dapat memantau siswa secara keseluruhan karena posisi
guru lebih banyak di depan dan pada titik tertentu saja (dekat meja
guru).
(2). Guru terkesan masih agak kaku dan terlalu tegas dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga siswa terlihat takut
untuk beraktualisasi.
(3). Guru belum dapat membangkitkan semangat siswa secara optimal
khususnya untuk memberikan pendapat atau menanggapi. Stimulus
yang diberikan guru kurang direspon dengan baik oleh siswa. Selain
itu, gambar-gambar dan ungkapan kepahlawanan yang ditempel di
dinding kelas kurang dapat dilihat dengan jelas dari tempat duduk
beberapa siswa. Padahal dengan melihat gambar-gambar dan
ungkapan tersebut diharapkan dapat menginspirasi atau
memunculkan ide bagi siswa dalam menulis puisi.
(4). Guru belum banyak memberikan balikan atau penguatan pada hasil
pekerjaan siswa. Adanya penguatan dari guru dirasa penting karena
melalui hal tersebut siswa dapat mengetahui kekurangan yang ada
pada hasil pekerjaan siswa.
b. Kelemahan dari pihak siswa, yaitu:
(1). Beberapa siswa kurang berkonsentrasi saat menyimak rekaman puisi.
(2). Siswa terlihat belum sepenuhnya fokus saat pembelajaran
berlangsung. Sebagian siswa masih terlihat melakukan aktivitas lain,
seperti menolah-noleh, berbicara dengan teman satu meja.
(3). Berdasarkan hasil pengamatan selama kegiatan pembelajaran, hanya
beberapa siswa yang sudah tampak antusias dan sungguh-sungguh
102
dalam pembelajaran. Sebagian siswa masih terlihat kurang menimati
pembelajaran.
(4). Berdasarkan hasil karya siswa dalam menulis puisi tampak bahwa
puisi sebagian siswa belum baik karena pilihan kata yang digunakan
kurang sesuai dan masih sangat terbatas dalam pemakaian bahasa
kiasan dan rima.
10) Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses dan hasil pembelajaran
menulis puisi, diperoleh gambaran ketercapaian indikator dalam
pelaksanaan siklus I ini, sebagai berikut.
(a). Siswa yang aktif saat apersepsi yang dinyatakan dengan kriteria
―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori oleh kemauan siswa
menyanyikan lagu dan memberikan respon terhadap stimulus yang
diberikan guru pada saat apersepsi sebanyak 24 siswa atau sekitar
57%, sedangkan 18 anak atau sekitar 43% lainnya mengikuti apersepsi
namun hanya sekedar menyanyi dan tidak ikut merespon stimulus yang
diberikan guru.
(b). Siswa yang aktif dan perhatian pada saat mengikuti pelajaran yang
dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori
oleh kemauan siswa untuk memperhatikan, memberikan respon (baik
menjawab/bertanya/menanggapi/menamai/mengalami) sebanyak 22
siswa atau sebesar 52%, sedangkan 20 siswa atau sebesar 48% lainnya
tampak berbicara dengan siswa lain, kurang memperhatikan guru,
kurang merespon guru, dan melakukan aktivitas lain (seperti berbicara
dengan teman sebangku, menolah-noleh, dan sebagainya). Hal ini
didasarkan pada hasil observasi selama kegiatan belajar-mengajar
berlangsung.
(c). Siswa yang memiliki minat dan motivasi saat mengikuti pembelajaran
yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta
diindikatori oleh adanya kesungguhan, keantusianan, dan semangat
dalam mengerjakan setiap tugas maupun saat kegiatan pembelajaran
103
sebesar 18 siswa atau sekitar 43%, sedangkan 57% lainnya tampak
kurang sungguh-sungguh dan antusias.
(d). Siswa yang sudah dapat menulis puisi dengan baik dan telah mencapai
ketuntasan belajar sebanyak 19 siswa atau sekitar 45%, sedangkan
55% lainnya belum tuntas karena masih mendapatkan nilai di bawah
65.
d. Analisis dan Refleksi
Seperti yang telah dikemukakan pada tahap observasi dan interpretasi di
atas bahwa dalam pelaksanaan siklus I belum menunjukkan adanya
peningkatan proses dan hasil belajar yang memuaskan serta masih terdapat
kelemahan-kelemahan. Oleh karenanya, guru dan peneliti melakukan refleksi
untuk memperbaiki hambatan-hambatan tersebut dengan merumuskan
langkah-langkah perbaikan sebagai berikut.
1) Sebaiknya posisi guru pada saat kegiatan pembelajaran tidak hanya berada
pada titik tertentu saja (lebih banyak berdiri di dekat meja guru). Guru
dapat berkeliling untuk memantau siswa secara keseluruhan sehingga
siswa akan lebih aktif dan termotivasi dalam mengikuti pembelajaran
karena merasa diperhatikan guru.
2) Guru sebaiknya lebih berinteraksi dengan siswa dan dapat menciptakan
suasana pembelajaran yang lebih akrab yang dapat dilakukan dengan
memberikan intermezo kepada siswa agar pembelajaran tidak berlangsung
kaku dan menegangkan.
3) Guru hendaknya lebih memotivasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan guru misalnya dengan lebih
melibatkan siswa dalam pembelajaran melalui diskusi, meminta siswa
untuk menanggapi, bertanya, ataupun sekedar tanya jawab. Selain itu, agar
siswa lebih fokus maka guru sebaiknya juga dapat mengkondisikan kelas
seefektif mungkin sehingga lebih banyak siswa yang berani merespon
stimulus yang diberikan guru.
104
4) Untuk meningkatkan keberanian dan minat siswa maka guru hendaknya
memotivasi siswa agar lebih berani untuk mengungkapkan gagasannya.
Oleh karenanya, untuk menumbuhkan minat siswa tersebut guru tidak
hanya bisa melakukannya dengan memberi tepuk tangan dan hadiah
(sesuai dengan prinsip ―rayakan‖ yang telah dilaksanakan), namun bisa
juga reward lain seperti menggunakan kata-kata pujian: ―bagus sekali‖,
―baik sekali‖, dan ‖tepat sekali‖, ―puisi yang indah‖, atau dengan memberi
nilai tambahan pada siswa.
5) Guru diharapkan lebih banyak memberikan balikan atau penguatan
terutama pada puisi yang telah dibuat siswa. Dengan adanya balikan atau
penguatan tersebut siswa dapat mengetahui kesalahannya sehingga ada
perbaikan-perbaikan pada tindakan selanjutnya.
Adapun dari hasil belajar siswa dalam menulis puisi yang berbentuk
menulis puisi pada siklus I terlihat mulai ada peningkatan kemampuan siswa
meskipun masih dalam skala kecil. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
sejumlah indikator yang meliputi pengungkapan ide, pilihan kata atau diksi,
rima atau sajak, dan bahasa kiasan. Selain itu, dibandingkan dengan nilai
pretes pada saat survai awal pada siklus ini nilai rata-rata siswa juga mulai
mengalami peningkatan sebesar 3,1 poin yakni dari 61,1 menjadi 64,2 dan
nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 82. Adapun peningkatan kemampuan
menulis siswa dalam bentuk menulis puisi tercermin dari perolehan nilai pada
siklus I berikut.
Tabel 6 . Nilai Siswa Pada Siklus I
No Nama siswa Aspek Penilaian Skor Nilai Ket.
Pengkp
. ide
Diksi Rima Bahasa
Kiasan
1 Anshari Anjas H. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
2 Aditya Resta P. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
3 Awaludin S. 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
105
4 Aditya Indrawan 4 3 2 2 11 69 Tuntas
5 Arbian Ahmad 3 2 2 1 8 50 Belum tuntas
6 Annisa Nurlaily 4 3 2 2 11 69 Tuntas
7 Auliya Kunia P. 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
8 Anisa Nur R. 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
9 Anisa Nurjanah 4 3 2 2 11 69 Tuntas
10 Amelia Santriane 4 3 3 2 12 75 Tuntas
11 Arkhan Dicky U. 4 4 3 2 13 82 Tuntas
12 Belladina K. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
13 Citra Kumbini 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
14 Danu Kusuma 4 3 3 2 12 75 Tuntas
15 Danang Eko S. 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
16 Dandie Krisna A. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
17 Dika Andini P. 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
18 Darwanti 3 2 2 1 8 50 Belum tuntas
19 Deby Viola Y. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
20 Haris Sudarsono 4 3 2 2 11 69 Tuntas
21 Harya Faqih 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
22 Inten Wulan 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
23 Indah S. 4 4 2 2 12 75 Tuntas
24 Ikhsan Resa 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
25 Khofifah Amalia 4 3 3 2 12 75 Tuntas
26 Kurnia Yogi P. 3 2 2 1 8 50 Belum tuntas
27 M. Ihya M. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
28 Nurdiyastanto C. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
29 Mia Kusuma W. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
30 M. Salman Alfaris 4 3 2 2 11 69 Tuntas
106
31 Nugroho Jati P. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
32 Oktaviana Putri 4 3 3 2 12 75 Tuntas
33 Putra Ramadhani 4 3 2 2 11 69 Tuntas
34 Ranisa Amalia S. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
35 Rosyta Arum P. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
36 Rudi Setiawan 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
37 Sophia Indah P. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
38 Yudhis Adhana 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
39 Yoga Dwi A. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
40 Gilang Aji P. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
41 Firda 3 2 2 1 8 50 Belum tuntas
42 Eko Firman Aji 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
Rata-rata 64, 2
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus I
dikatakan belum mencapai hasil yang memuaskan. Peningkatan memang
terjadi pada beberapa indikator yang telah ditentukan dibandingkan pada saat
survai awal. Akan tetapi, dalam siklus ini hanya beberapa siswa (19 anak)
yang telah tuntas sedangkan sisanya masih jauh dari batas minimal ketuntasan
yang telah ditetapkan (nilai minimal ketuntasan adalah 65). Oleh karenanya,
perlu dilaksanakan siklus II untuk memperbaiki proses dan hasil belajar pada
siklus I. Siklus II akan dilaksanakan pada hari Jumat, 22 Januari 2010.
2. Deskripsi Siklus Kedua
a. Perencanaan Tindakan
Bertolak dari analisis dan hasil observasi tindakan siklus I, maka pada
siklus II ini peneliti bersama guru kelas selaku kolaborator melakukan diskusi
untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan yang ditemukan
107
pada siklus I. Diskusi ini dilakukan pada hari Senin, 18 Januari 2010 di ruang
guru SD Negeri 3 Jaten (setelah guru selesai mengajar). Pada saat itu, peneliti
juga menyampaikan beberapa kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada
siklus I.
Untuk mengatasi beberapa kekurangan yang masih terdapat dalam siklus
I, disepakati hal-hal yang sebaiknya dilakukan guru pada siklus II. Hal-hal
yang disepakati tersebut, antara lain:
1). Agar guru dapat memantau siswa secara keseluruhan maka guru lebih
fleksibel dalam menentukan posisinya selama kegiatan pembelajaran
berlangsung.
2). Agar dalam pembelajaran guru tidak terkesan kaku dan tegang maka guru
saat kegiatan pembelajaran memberikan intermezo. Misalnya, dengan
diselingi humor atau siswa diajak menyanyikan kembali lagu yang
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari sehingga kesenangan
siswa dapat dibangkitkan kembali.
3). Untuk dapat lebih mengaktifkan siswa maka pada siklus II nanti guru dan
peneliti sepakat untuk kembali membentuk diskusi namun dengan anggota
kelompok yang lebih besar. Agar setiap anggota kelompok dapat bekerja
sama dengan baik maka guru juga memperkenankan siswa untuk
mengubah posisi tempat duduknya sehingga setiap kelompok dapat saling
berhadapan. Hal tersebut bertujuan untuk menimbulkan suasana yang
berbeda bagi siswa dalam mengerjakan tugas menyusun dan menulis puisi.
4). Pengerjaan tugas menulis dengan menulis sebuah puisi pada siklus II tetap
dilakukan secara individu namun posisi duduk siswa tetap seperti pada
saat diskusi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat saling belajar dengan
teman dalam menulis puisi, mereka juga dapat saling bertukar pikiran atau
siswa yang belum bisa dapat bertanya pada temannya yang sudah bisa
menulis puisi. Selain itu, untuk mempermudah siswa dalam menulis puisi,
pada siklus II ini masing-masing siswa diberikan sebuah gambar berseri
yang harus diurutkan terlebih dahulu. Diharapkan dari gambar berseri ini
108
dapat menginspirasi siswa untuk menulis puisi sesuai dengan urutan
gambar yang telah dibuat.
5). Guru mengkondisikan kelas agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan
senang dan nyaman namun tetap tenang dan fokus pada pembelajaran.
Selain beberapa hal di atas, disepakati pula bahwa tindakan pada siklus
II akan dilaksanakan selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit), yakni hari
Jumat, 22 Januari 2010 Adapun tahap perencanaan tindakan pada siklus II
meliputi kegiatan sebagai berikut.
1). Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran menulis puisi
dengan model pembelajaran quantum learning. Langkah-langkah yang
ditempuh antara lain:
(a). Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan meminta
siswa menyanyikan lagu ‖Hymne Guru‖. Hal ini dilakukan untuk
menumbuhkan minat dan semangat siswa sebelum memulai pelajaran.
(T = Tumbuhkan)
(b). Guru bertanya mengenai tugas rumah siswa pada pertemuan
sebelumnya yakni membawa sebuah puisi dengan tema pekerjan dari
media cetak, buku, maupun internet dan memberikan kesempatan pada
beberapa siswa untuk membacakan puisi tersebut.
(c). Guru bertanya pada siswa mengenai isi puisi yang telah dibacakan.
Kemudian guru memandu siswa untuk mengkaitkan isi dalam puisi
tersebut dengan pengetahuan atau pengalaman siswa serta beberapa
gambar pekerjaan yang ditempel didinding kelas dan puisi yang
dibawa oleh masing-masing siswa. (A = Alami)
(d). Siswa diminta untuk mencermati puisi yang telah dibawa baik pilihan
kata, sajak dalam puisi tersebut, maupun pengungkapan gagasannya.
Selain itu, guru juga menambahkan materi pembelajaran. Dari kegiatan
tersebut siswa pada akhirnya dapat mendefinisikan sendiri bahwa puisi
yang tidak terikat oleh jumlah baris maupun jumlah suku kata
merupakan bentuk puisi bebas. (N = Namai)
109
(e). Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok belajar secara acak
untuk diskusi (masing-masing kelompok terdiri atas 4 anak). Siswa
secara berkelompok ditugaskan untuk mengurutkan sebuah puisi bebas
yang telah disediakan oleh guru. (D = Demonstrasi)
(f). Guru bersama siswa membahas hasil tugas kelompok.
(g). Guru mengulangi kemampuan siswa dalam menyusun puisi dengan
membagikan sebuah gambar berseri (yang susunannya masih acak)
pada masing-masing siswa. Berdasarkan gambar tersebut siswa
diminta untuk membuat sebuah puisi sesuai dengan gambar yang telah
diurutkan. (U = Ulangi)
(h). Guru memberikan kesempatan pada beberapa siswa untuk
membacakan hasil karyanya di depan kelas, sedangkan siswa lain
diminta untuk memberikan komentar atau penilaian terhadap puisi
yang telah dibuat temannya.
(i). Guru bersama dengan siswa menyimpulkan dan melakukan refleksi
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Kemudian guru
memberikan pujian atau reward pada siswa dengan hasil pekerjaan
terbaik dalam menulis puisi, yang diikuti dengan tepuk tangan dari
siswa lain. (R = Rayakan)
(j). Guru mengucapkan salam dan mengakhiri pelajaran.
2). Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi menulis
puisi.
3). Guru dan peneliti berdiskusi memilih gambar bermacam-macam pekerjaan
atau profesi (telah dibawa peneliti) yang akan ditempel pada dinding kelas.
4). Peneliti bersama guru menyusun instrumen penelitian, yakni berupa tes
dan nontes. Instrumen tes untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
menulis puisi secara tulis yang berupa menulis puisi. Instrumen nontes
dinilai berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran menulis puisi
yang meliputi keaktifan selama apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa
selama kegiatan pembelajaran, dan minat serta motivasi siswa selama
kegiatan pembelajaran berlangsung.
110
b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan siklus II dilaksanakan satu kali pertemuan yakni Jumat, 22
Januari 2010 pada jam pertama dan kedua (07.25 – 08.45 WIB). Pelaksanaan
tindakan tersebut dilakukan di ruang kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Adapun
urutan pelaksanaan tindakan II meliputi langkah-langkah sebagai berikut.
1). Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi pada siswa dengan
meminta siswa untuk menyanyikan lagu ‖Hymne Guru‖ bersama-sama.
Setelah selesai menyanyi, guru mengungkapkan bahwa pada dasarnya lagu
merupakan puisi yang didendangkan dengan pilihan kata dan rima yang
indah. Seperti halnya lagu yang telah dinyanyikan. (T = Tumbuhkan)
2). Guru meminta siswa untuk mengeluarkan puisi (bertemakan pekerjaan)
yang telah dibawa dari rumah yang diambil dari media cetak/elektronik
maupun majalah anak. Semua siswa terlihat sudah membawa tugas
tersebut, namun ada satu siswa yang salah (membawa puisi yang
bertemakan pahlawan). Guru pun menegur siswa tersebut agar lain kali
lebih memperhatikan dan tidak memberi hukuman apa-apa.
3). Seorang siswa yang bernama ‖Rudi‖ maju untuk membacakan puisi yang
telah dibawa berjudul “Polisi Lalu Lintas”.
4). Guru pun bertanya jawab dengan siswa mengenai isi puisi yang telah
dibacakan tersebut. Ada beberapa siswa yang menjawab keikhlasan
seorang polisi, kepedulian polisi, pekerjaan polisi lalu lintas. Kemudian
guru memandu siswa untuk mengkaitkan isi dalam puisi tersebut dengan
pengetahuan atau pengalaman siswa serta beberapa gambar pekerjaan
yang ditempel didinding kelas dan puisi yang telah dibawa siswa. (A =
Alami)
5). Guru meminta siswa untuk mencermati puisi yang telah dibawa baik
pilihan kata, sajak dalam puisi tersebut, maupun pengungkapan
gagasannya. Melalui kegiatan tersebut akhirnya siswa dapat
mendefinisikan sendiri pengertian puisi bebas. (N = Namai)
111
6). Guru kemudian meminta siswa menyanyikan lagu ―Nenek Moyangku
Seorang Pelaut‖ dan memberikan penjelasan. Kemudian guru meminta
siswa untuk membentuk kelompok belajar secara acak untuk diskusi
(masing-masing kelompok terdiri atas 4 anak).
7). Guru membagikan teks puisi bebas dengan susunan yang masih acak
berjudul ―Nelayan‖ pada siswa. Siswa secara berkelompok ditugaskan
untuk mengurutkan puisi tersebut. (D = Demonstrasi)
8). Guru bersama dengan siswa membahas hasil tugas kelompok yang telah
dikerjakan. Dari sepuluh kelompok hanya 5 kelompok yang dapat
menyusun puisi tersebut dengan sempurna. Ternyata ada beberapa kata
yang belum dapat dimaknai siswa sehingga susunan puisinya menjadi
terbolak-balik.
9). Guru kemudian kembali membagikan sebuah gambar berseri yang telah
dipersiapkan mengenai ―petani‖. Guru menugasi masing-masing siswa
untuk membuat sebuah puisi bebas berdasarkan gambar berseri yang telah
dibagikan. Hal ini dilakukan guru untuk mengulangi dan menguatkan
kemampuan siswa dalam menulis puisi. (U = Ulangi)
10) Guru memotivasi siswa untuk membacakan puisi yang telah dibuat. Guru
mengatakan bahwa siswa yang pertama maju akan mendapatkan nilai
tambahan dari guru. Seorang siswa yang bernama ―Amalia‖
mengacungkan jari dan maju untuk membacakan hasil pekerjaannya. Guru
kemudian meminta siswa lain untuk memberikan penilaian atas puisi yang
telah dibacakan. Banyak siswa yang mulai berani memberikan penilaian,
rata-rata mereka mengatakan bahwa puisi tersebut sudah baik karena telah
menggunakan pilihan kata yang sesuai, berima, dan telah menggunakan
bahasa kiasan. Selanjutnya, ada 4 siswa yang maju membacakan puisi
yang telah dibuat dan juga diberi tanggapan.
11) Pada saat refleksi guru memberi pengutan pada siswa mengenai hasil
pekerjaan siswa pada siklus ini. Kemudian guru bersama-sama siswa
menentukan hasil puisi siswa terbaik dan memberikan reward pada siswa
tersebut dan mengajak siswa lain untuk bertepuk tangan. (R = Rayakan)
112
c. Observasi dan Interpretasi
Observasi tindakan II dilakukan pada hari Jumat, 22 Januari 2010 pukul
07.25 – 08.45 WIB di ruang kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten.
Kegiatan peneliti selama tahap observasi yaitu mengamati proses
pembelajaran menulis puisi siswa kelas V-C dengan penerapan model
pembelajaran quantum learning. Pada hari itu guru mengajarkan materi puisi
dengan tema ‖pekerjaan atau profesi‖.
Pengamatan difokuskan pada kegiatan pembelajaran yang berlangsung
di kelas tersebut, baik proses maupun aktivitas siswa dan guru. Selain itu,
observasi pada siklus II ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelemahan
yang terdapat pada siklus I sudah dapat diatasi atau belum. Peneliti bertindak
sebagai partisipan pasif dan mengambil posisi di tempat duduk belakang agar
bisa mengamati kegiatan pembelajaran yang dipimpin guru. Namun, sesekali
peneliti berada di depan kelas untuk mengambil gambar untuk dokumentasi
dalam penelitian.
Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran
tentang jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai berikut.
1). Sebelum mengajar, guru sudah membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran yang dijadikan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana
pembelajaran tersebut sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa
Indonesia yang ada di dalm kurikulum yang berlaku di sekolah, yakni
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2). Pelaksanaan tindakan siklus II berlangsung selama satu kali pertemuan dan
diikuti oleh 42 siswa.
3). Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran menulis puisi sesuai dengan
rancangan pembelajaran yang telah dibuat.
4). Pada saat kegiatan apersepsi yang dilakukan guru dengan meminta siswa
menyanyikan lagu ‖Hymne Guru‖ semua siswa terlihat bersemangat dan
113
antusias, meski ada beberapa siswa yang belum begitu hafal dengan lagu
tersebut namun mereka tetap mengikuti dan bernyanyi semampunya.
5). Pada saat guru menyampaikan materi, sebagian besar siswa tampak lebih
memperhatikan guru. Meski, masih ada beberapa siswa yang kurang serius
memperhatikan. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I, siswa kurang
memperhatikan guru karena saat penyampaian materi guru terkesan masih
kaku dan timbul kebosanan pada diri siswa, sehingga pada siklus II ini
guru meminta siswa untuk mencermati pemilihan kata, isi, maupun sajak
dari puisi yang telah dibawa. Dari kegiatan tersebut siswa dapat
menyimpulkn pengertian puisi bebas dan cirinya. Pada tindakan siklus II
ini guru saat memberikan materi lebih sering diselingi dengan tanya jawab.
Selain itu, di tengah pembelajaran guru juga memberikan intermezo
dengan mengajak siswa untuk menyanyikan sebuah lagu yang masih
berhubungan dengan tugas yang akan dikerjakan sehingga siswa pun
terlihat lebih antusias dan menikmati pelajaran.
6). Setelah guru selesai menyampaikan materi, selanjutnya siswa diberi tugas
untuk menyusun sebuah puisi secara berkelompok. Sama dengan siklus I
pada siklus II ini, siswa diarahkan untuk berdiskusi. Namun pada siklus II
jumlah anggota setiap kelompok lebih banyak dan posisi tempat duduk
siswa pun dibuat berhadapan sehingga suasana dikusi terlihat lebih
‘hidup‘. Tugas kelompok ini merupakan tugas latihan, yang diharapkan
melalui tugas menyusun puisi acak secara berkelompok siswa pada
akhirnya dapat menulis puisi dengan baik. Oleh karenanya, setelah guru
membahas tugas kelompok guru kembali menugasi siswa untuk menulis
puisi berdasarkan gambar berseri (yang susunannya masih acak) secara
individu. Melalui tugas ini siswa pun terlihat lebih mudah dalam menulis
puisi dibandingkan siklus sebelumnya.
7). Kemampuan menulis puisi siswa pada siklus II ini terlihat mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini didasarkan pada puisi hasil
karya siswa yang lebih baik dibanding siklus sebelumnya. Ini dapat dilihat
114
dari pengungkapan ide yang semakin baik, penggunaan pilihan kata yang
cukup sesuai, mulai adanya bahasa kiasan serta sajak pada puisi siswa .
8). Saat tahap evaluasi dan refleksi, jumlah siswa yang bersedia memberikan
penilaian atau pendapat mengenai puisi yang dibacakan teman bertambah.
Adanya reward dari guru yang berupa pujian, tepuk tangan, penambahan
nilai, maupun hadiah ternyata cukup efektif meningkatkan minat dan
motivasi siswa untuk mengungkapkan pendapat, serta merespon
pernyataan atau stimulus yang diberikan guru.
9). Selama pelaksanaan tindakan pada siklus II ini ditemukan beberapa
kelemahan baik dari guru maupun siswa, sebagai berikut.
a). Kelemahan dari pihak guru, yaitu:
(1). Guru masih terlihat cukup baik dalam pengelolaan kelas. Namun
pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung beberapa siswa masih
kurang dapat dikondisikan untuk tenang atau fokus dalam mengikuti
pembelajaran. Hal ini terutama terlihat pada saat guru
menyampaikan materi beberapa siswa masih melakukan aktivitas di
luar kegiatan pembelajaran.
(2). Guru tampak masih mengalami kesulitan dalam mengkondisikan
beberapa siswa agar tidak gaduh.
b). Kelemahan dari pihak siswa, yaitu:
(1). Beberapa siswa masih terlihat belum sepenuhnya fokus dalam
kegiatan pembelajaran khususnya pada saat guru menyampaikan
materi. Beberapa siswa masih terlihat melakukan aktivitas lain,
seperti: menoleh ke belakang, mengganggu teman, melamun,
ataupun berbicara dengan teman sebangku.
(2). Belum semua siswa yang ikut merespon stimulus atau pertanyaan
dari guru. Misalnya, pada saat tahap refleksi dan evaluasi masih ada
sebagian siswa yang bersedia memberikan penilaian atu
mengutarakan pendapatnya.
115
10) Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses dan hasil pembelajaran
menulis puisi, diperoleh gambaran ketercapaian indikator dalam
pelaksanaan siklus II ini, sebagai berikut.
a). Siswa yang menunjukkan keaktifan pada saat apersepsi yang
dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta diindikatori
oleh kemauan siswa menyanyikan lagu dan memberikan respon
terhadap stimulus yang diberikan guru pada saat apersepsi sebanyak 30
siswa (sekitar 71%), sedangkan 12 anak (sekitar 29%) lainnya
mengikuti apersepsi namun baru terlihat sekedar ikut bernyanyi atau
belum mau untuk merespon guru saat apersepsi.
b). Siswa yang menunjukkan keaktifan dan perhatian pada saat mengikuti
pelajaran yang dinyatakan dengan ―kriteria sangat baik dan baik‖ serta
diindikatori oleh kemauan siswa untuk memperhatikan, memberikan
respon pada guru dengan menjawab/bertanya/menanggapi/menamai)
sebanyak 28 siswa atau sebesar 67%, sedangkan 14 siswa atau sebesar
37% sisanya masih tampak kurang fokus dan aktif.
c). Siswa yang memiliki minat dan motivasi saat mengikuti pembelajaran
yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta
diindikatori oleh adanya kesungguhan, keantusiasan dan semangat
dalam mengerjakan setiap tugas maupun saat kegiatan pembelajaran
sebesar 26 siswa atau sekitar 62%, sedangkan 57% lainnya masih
tampak kurang sungguh-sungguh dan antusias.
d). Siswa yang sudah dapat menulis puisi dengan baik dan telah mencapai
ketuntasan belajar sebanyak 28 siswa atau sekitar 67% karena telah
mendapatkan nilai 65 sedangkan 33% lainnya belum tuntas.
Kemampuan siswa dalam menulis puisi semakin baik dilihat dari
pengungkapan gagasan/ide, pilihan kata, rima, maupun kata kiasan
yang digunakan.
d. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kualitas
pembelajaran menulis puisi pada siklus II (baik proses maupun hasil) semakin
116
menunjukkan adanya peningkatan daripada siklus I. Hal ini dapat dilihat dari
adanya peningkatan pada masing-masing indikator yang telah ditetapkan guru
dan peneliti. Secara rinci seperti berikut ini.
1) Keaktifan siswa selama apersepsi dalam pembelajaran menulis puisi
melalui penerapan model pembelajaran quantum learning pada siklus II
mengalami peningkatan dari 57% (pada siklus I) menjadi 71%. Siswa pada
tahap ini tampak lebih aktif dalam merespon guru saat apersepsi.
2) Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran
pada siklus II telah mengalami peningkatan dari 52% (pada siklus I)
menjadi 67%. Pada siklus ini siswa terlihat lebih aktif untuk merespon
stimulus guru (bertanya/menanggapi/menjawab/menamai), kemauan untuk
memperhatikan atau lebih fokus saat kegiatan pembelajaran.
3) Minat dan motivasi siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran pada
siklus II mengalami peningkatan dari 43% (pada siklus I) menjadi 67%.
Pada siklus ini siswa tampak sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas
baik secara kelompok maupun individu dan siswa pun tampak lebih
bersemangat saat mengikuti pembelajaran. Hal ini didasarkan pada tidak
tampak adanya kebosanan dan tidak ada siswa yang meletakkan kepalanya
di atas meja saat pelajaran.
4) Siswa yang telah mendapatkan ketuntasan belajar dalam menulis puisi
pada siklus II telah mencapai 67% dibanding siklus I hanya 45%. Seperti
siklus sebelumnya pada siklus II ini siswa membuat puisi berdasarkan
gambar seri yang masih disusun acak. Selain itu, dalam mengerjakan tugas
ini tempat duduk siswa dibuat seperti diskusi. Hal ini bertujuan di antara
siswa dapat saling belajar atau pun bertukar pikiran meski puisi yang
mereka buat berbeda. Dan cara ini dipandang cukup efektif karena pada
siklus ini nilai rata-rata siswa juga mengalami peningkatan sebesar 6,2
poin dari 64,2 (siklus I) menjadi 70, 4 (siklus II). Nilai tertinggi yang
diraih siswa adalah 88 dan nilai terendahnya 57. Adapun peningkatan
117
kemampuan menulis siswa dalam bentuk menulis puisi tercermin dalam
perolehan nilai pada siklus II berikut ini.
Tabel 7 . Nilai Siswa Pada Siklus II
No Nama siswa Aspek Penilaian Skor Nilai Ket.
Pengkpn.
Ide
Diksi Rima Bahasa
Kiasan
1 Anshari Anjas H. 4 3 2 1 10 63 Belum tuntas
2 Aditya Resta P. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
3 Awaludin S. 4 2 2 2 10 63 Belum tuntas
4 Aditya Indrawan 4 3 3 2 12 75 Tuntas
5 Arbian Ahmad 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
6 Annisa Nurlaily 4 3 3 2 12 75 Tuntas
7 Auliya Kunia P. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
8 Anisa Nur R. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
9 Anisa Nurjanah 4 2 2 2 10 63 Belum tuntas
10 Amelia Santriane 4 3 3 2 12 75 Tuntas
11 Arkhan Dicky U. 4 4 3 3 14 88 Tuntas
12 Belladina K. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
13 Citra Kumbini 4 3 2 1 10 63 Belum tuntas
14 Danu Kusuma 4 3 3 2 12 75 Tuntas
15 Danang Eko S. 4 3 2 1 10 63 Belum tuntas
16 Dandie Krisna A. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
17 Dika Andini P. 4 2 2 2 10 63 Belum tuntas
18 Darwanti 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
19 Deby Viola Y. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
20 Haris Sudarsono 4 3 3 1 11 69 Tuntas
21 Harya Faqih 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
22 Inten Wulan 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
118
23 Indah S. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
24 Ikhsan Resa 4 4 2 2 12 75 Tuntas
25 Khofifah Amalia 4 4 3 2 13 82 Tuntas
26 Kurnia Yogi P. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
27 M. Ihya M. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
28 Nurdiyastanto C. 4 3 2 1 10 63 Belum tuntas
29 Mia Kusuma W. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
30 M. SalmanAlfaris 4 4 2 2 12 75 Tuntas
31 Nugroho Jati P. 4 3 3 1 11 69 Tuntas
32 Oktaviana Putri 4 3 3 2 12 75 Tuntas
33 Putra Ramadhani 4 3 3 2 12 75 Tuntas
34 Ranisa Amalia S. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
35 Rosyta Arum P. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
36 Rudi Setiawan 4 3 3 2 12 75 Tuntas
37 Sophia Indah P. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
38 Yudhis Adhana 4 3 2 2 11 69 Tuntas
39 Yoga Dwi A. 4 3 2 1 10 63 Belum tuntas
40 Gilang Aji P. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
41 Firda 4 3 2 2 11 69 Tuntas
42 Eko Firman Aji 4 3 3 2 12 75 Tuntas
Rata-rata 70,4
Meskipun telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada beberapa
indikator yang berhubungan dengan kemampuan proses maupun hasil belajar
siswa. Namun dalam siklus ini siswa yang telah mendapatkan ketuntasan
belajar belum mencapai indikator yang telah ditentukan (siswa yang tuntas
pada siklus ini 28 siswa). Oleh karenanya, perlu dilakukan siklus III yang
diharapkan dapat lebih meningkatkan kemampuan proses dan hasil belajar
119
siswa serta dapat mengatasi kekurangan yang masih terjadi pada siklus II.
Adapun hal-hal yang dirumuskan pada tahap refleksi yang bertujuan untuk
meminimalkan kelemahan yang ditemukan pada siklus II dan nantinya akan
dilaksanakan dalam siklus III, adalah sebagai berikut.
1) Pada siklus II masih ada sebagian siswa yang belum merespon stimulus
yang diberikan guru. Oleh karenanya, pada siklus III nanti guru akan lebih
memotivasi dan melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa
dapat lebih aktif dan diharapkan akan semakin banyak siswa yang
merespon stimulus yang diberikan guru.
2) Agar siswa lebih tertarik dan antusias maka peneliti dan guru sepakat
untuk membuat pembelajaran menulis puisi lebih variatif.
3) Pemberian metode pengerjaan tugas secara berkelompok telah
memberikan hasil yang baik. Pengerjaan tugas secara berkelompok juga
memberikan pengalaman pada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain
sehingga masing-masing siswa dapat saling belajar ataupun bertanya.
Pengerjaan dengan berkelompok ini juga dimaksudkan sebagai dorongan
bagi siswa agar pada pertemuan selanjutnya siswa dapat mengerjakan
tugas secara mandiri dan dapat berhasil baik pula.
3. Deskripsi Siklus Ketiga
a. Perencanaan Tindakan
Tahap perencanaan ini dilakukan pada hari Selasa, 9 Februari 2010 di
ruang guru SD Negeri 3 Jaten (setelah guru selesai mengajar). Perencanaan ini
didasarkan pada hasil analisis dan refleksi tindakan siklus II, maka pada siklus
III ini peneliti bersama dengan guru berdiskusi untuk mengatasi kekurangan
yang masih ditemukan pada siklus sebelumnya.
Dalam diskusi tersebut disepakati bahwa untuk mengatasi kekurangan
yang terdapat pada siklus-siklus sebelumnya, maka guru dan peneliti membuat
pembelajaran menulis puisi yang lebih variatif yakni di samping pembelajaran
120
di dalam kelas siswa juga diajak untuk mengamati lingkungan di luar kelas
yang dianggapnya menarik. Pengamatan di luar kelas tersebut nantinya
dijadikan sebagai bahan bagi siswa dalam menulis puisi.
Disepakati pula bahwa tindakan pada siklus III dilaksanakan dalam satu
kali pertemuan (2 x 40 menit) yakni Senin, 15 Februari 2010. Adapun hal-hal
yang dilakukan pada tahap perencanaan dalam siklus ini sebagai berikut.
1. Peneliti dan guru merancang skenario pembelajaran menulis puisi. Adapun
tahap perencanaan tindakan pada siklus ini meliputi langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut.
a). Guru membuka pelajaran dan melakukan apersepsi dengan meminta
siswa untuk menyanyikan lagu ”Oh Ibu dan Ayah Selamat Pagi‖
sambil bertepuk tangan. Kemudian guru mengulang materi yang telah
dipelajari pada pertemuan sebelumnya dengan meminta siswa untuk
menjawab pertanyaan yang berbentuk teka-teki silang. (T =
Tumbuhkan)
b). Guru meminta seorang siswa untuk membacakan puisi yang telah
dipersiapkan. Berdasarkan puisi tersebut guru mengaitkannya dengan
pengalaman yang pernah dialami atau diamati siswa. (A = Alami)
c). Guru memandu siswa sehingga dengan bimbingan guru, siswa dapat
menyimpulkan sendiri bahwa pengalaman maupun pengamatan
terhadap sesuatu yang dilihat dan dirasakan dapat diungkapkan dalam
sebuah tulisan. Dan jika tulisan tersebut dibuat dengan pemilihan kata
yang tepat dan indah akan menjadi sebuah ‖Puisi‖. (N = Namai)
d). Siswa diberikan waktu untuk mengamati tempat-tempat di lingkungan
sekolah yang dianggapnya menarik.
e). Guru membacakan sebuah puisi berdasarkan obyek di lingkungan
sekolah yang dilihatnya sebagai contoh bagi siswa. (D = Demonstrasi)
f). Siswa diminta untuk menulis puisi sesuai dengan obyek yang telah
didaftar, seperti yang telah dicontohkan guru. (U = Ulangi)
121
g). Guru meminta siswa untuk saling menukarkan puisi yang telah dibuat
pada teman. Teman lain memberikan penilaian terhadap puisi yang
telah ditukarkan (baik dari pengungkapan ide, pemilihan kata, ada atau
tidaknya bahasa kiasan, dan rima atau sajak).
h). Guru bersama siswa melakukan evaluasi. Hasil puisi siswa ditempel di
mading kelas secara bergantian. (R = Rayakan)
i). Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar-mengajar
yang telah dilakukan.
2. Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk materi
menulis puisi.
3. Peneliti bersama guru menyusun instrumen penelitian, yakni berupa tes
dan nontes. Instrumen tes untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
menulis puisi yang berupa puisi hasil karya siswa. Instrumen nontes dinilai
berdasarkan rubrik penilaian proses pembelajaran menulis puisi yang
meliputi keaktifan selama apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa selama
kegiatan pembelajaran, dan minat serta motivasi siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan siklus III dilaksanakan satu kali pertemuan yakni Senin, 15
Februari 2010 selama satu kali pertemuan (2 x 40 menit). Pelaksanaan
tindakan tersebut dilakukan di ruang kelas V-C SD Negeri 3 Jaten dan di
lingkungan sekitar sekolah (sebagai tempat pengamatan) pada jam pelajaran
pertama dan kedua (07.25 – 08.45 WIB). Adapun urutan pelaksanaan tindakan
pada pertemuan ini meliputi langkah-langkah, sebagai berikut.
1) Guru membuka pelajaran dan meminta siswa untuk menyanyikan lagu
”Oh Ibu dan Ayah Selamat Pagi‖ sambil bertepuk tangan. Kemudian guru
mengulang materi yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya
dengan meminta siswa untuk menjawab beberapa soal yang berbentuk
teka-teki. Guru meminta siswa untuk menjawab soal tersebut bersama
teman sebangku. Guru bersama dengan siswa membahas teka-teki
122
tersebut. Selanjutnya, guru menguraikan rima yang terdapat pada setiap
baris lagu yang telah dinyanyikan tadi. (T = Tumbuhkan)
2) Guru memberikan kesempatan pada salah seorang siswa untuk
membacakan puisi yang telah dipersiapkan. Secara sukarela siswa yang
bernama Guntur maju membacakan puisi tersebut, kemudian guru
mengaitkan isi puisi tersebut dengan pengalaman yang pernah dialami atau
diamati siswa. (A = Alami)
3) Berdasarkan apa yang telah disampaikan guru, siswa dapat menyimpulkan
bahwa sesuatu yang dilihat dan dianggap menarik dapat diungkapkan
menjadi sebuah tulisan. Tulisan yang dibuat dengan pemilihan kata yang
tepat dan indah akan menjadi sebuah ‖Puisi‖. (N = Namai)
4) Guru menugasi siswa untuk mendaftar hal-hal yang dianggap menarik
yang terdapat di lingkungan sekolah, yang nantinya dijadikan bahan dalam
membuat puisi. Guru memberikan waktu 15 menit pada siswa untuk
mengamati obyek atau tempat di sekitar lingkungan sekolah yang mereka
anggap menarik. Ada yang mengamati halaman, laboratorium,
perpustakaan, lapangan, dan sebagainya.
5) Setelah semua siswa kembali ke kelas. Guru membacakan sebuah puisi
berdasarkan obyek yang dilihatnya, yakni mengenai siswa yang sedang
berolahraga. (D = Demonstrasikan)
6) Guru menugaskan siswa untuk membuat puisi berdasarkan obyek yang
telah didaftar seperti yang telah dicontohkan guru. (U = Ulangi)
7) Guru meminta siswa untuk saling menukarkan puisi yang telah dibuat
pada teman. Teman lain memberikan penilaian terhadap puisi yang telah
ditukarkan (baik dari pengungkapan ide, pemilihan kata, ada atau tidaknya
bahasa kiasan, dan rima atau sajak).
8) Guru bersama dengan siswa mengevaluasi tugas yang telah dikerjakan.
Hasil puisi siswa ditempel di mading kelas yang telah dipersiapkan. (R =
Rayakan)
9) Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap proses belajar-mengajar yang
telah dilakukan.
123
c. Observasi dan Interpretasi
Seperti pada siklus sebelumnya, kegiatan observasi ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kekurangan yang terdapat pada siklus II sudah dapat teratasi
atau belum. Pelaksanaan tindakan pada siklus III dilakukan pada hari Senin,
15 Februari 2010 pukul 07.25 – 08.45 WIB (jam pelajaran kedua&ketiga) di
ruang kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten dan di sekitar lingkungan
sekolah. Kegiatan peneliti selama tahap observasi yaitu mengamati proses
pembelajaran menulis puisi siswa kelas V-C dengan penerapan model
pembelajaran quantum learning. Tindakan pada siklus III ini guru
mengajarkan materi puisi dengan tema ‖lingkungan sekolah‖. Peneliti
bertindak sebagai partisipan pasif dan mengambil posisi di tempat duduk di
bagian belakang agar bisa mengamati proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran
tentang jalannya kegiatan belajar mengajar sebagai berikut.
1) Sebelum mengajar, guru telah mempersiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang dijadikan sebagai pedoman saat mengajar.
Rencana pembelajaran tersebut telah sesuai dengan silabus mata pelajaran
Bahasa Indonesia yang ada di dalam kurikulum yang digunakan sekolah,
yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2) Pelaksanaan tindakan siklus III berlangsung selama satu kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama, jumlah yang hadir 42 siswa.
3) Berdasarkan observasi pada siklus II tampak beberapa anak kurang begitu
hafal saat apersepsi sehingga meski mereka mengikuti tetapi kurang
menikmatinya, berbeda dengan siklus III ini semua siswa sudah hafal
dengan lagu yang dinyanyikan sehingga saat guru mengajak siswa
menyanyi semua siswa terlihat sangat bersemangat dan antusias dalam
menyanyikan lagu tersebut. Pada siklus ini guru juga melaksanakan
pembelajaran menulis puisi dengan baik dan semakin menunjukkan
adanya peningkatan, terutama dalam pengelolaan kelas. Guru juga
mengulang kembali materi yang telah diberikan pada pertemuan
124
sebelumnya. Dan untuk lebih menarik siswa maka soal tersebut diberikan
dalam bentuk teka-teki silang dan siswa terlihat aktif mengerjakan tugas
tersebut. Selanjutnya, kegiatan inti diawali dengan penjelasan guru
mengenai larik-larik lagu yang telah dinyanyikan. Guru menguraikan
setiap baris lagu yang telah dinyanyikan bersama siswa tersebut dan
memberikan contoh sebuah puisi yang didasarkan pada pengalaman
sehari-hari siswa. Respon dan interaksi siswa dengan guru pada tahap ini
sangat baik. Sesekali siswa tertawa mendengar penjelasan dari guru namun
kegiatan pembelajaran tetap berlangsung dengan kondusif.
4) Berbeda dengan siklus sebelumnya, setelah siswa dapat ―menamai‖
berhubungan dengan apa yang telah dialami dan penjelasan yang
diberikan, selanjutnya pembelajaran diarahan pada pengamatan di sekitar
lingkungan sekitar sekolah. Hal ini dikarenakan tema pelajaran pada siklus
III yaitu ―Lingkungan Sekolah‖. Adapun tugas yang diberikan pada siswa
adalah menulis puisi berdasarkan obyek yang terdapat di sekitar
lingkungan sekolah. Guru memberikan waktu sekitar 15 menit kepada
siswa untuk mendaftar obyek yang mereka anggap menarik di sekitar
sekolah. Obyek yang telah didaftar tersebut nantinya dijadikan bahan
untuk membuat puisi. Setelah 15 menit siswa diminta kembali memasuki
kelas dan menyelesaikan tugas yang telah diberikan.
5) Untuk mempermudah siswa, guru memberikan sebuah contoh puisi
berdasarkan obyek yang guru amati (mengenai siswa-siswa yang sedang
berolahraga di halaman). Kemudian siswa diminta mengulangi contoh
yang telah diberikan guru dengan memulai menulis puisi sesuai obyek
yang telah didaftar siswa. Semua siswa terlihat begitu bersemangat dalam
menulis puisi tersebut. Setelah selesai masing-masing siswa saling
memberikan penilaian terhadap puisi yang telah dibuat teman dengan cara
menukarnya. Hal ini dimaksudkan agar msing-masing siswa dapat saling
belajar dan mengetahui kekurangan maupun kelebihan pada puisi yang
telah dikerjakan.
125
6) Pada saat tahap evaluasi dan refleksi, siswa terlihat lebih aktif dalam
merespon atau menjawab pertanyaan dari guru. siswa terlihat lebih berani
untuk mengemukakan idenya dan berinteraksi dengan guru atau pun
teman.
7) Selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada tahap ini, hampir semua
siswa mengikutinya dengan baik, interaksi, keaktifan, maupun respon
siswa pada guru juga semakin baik.
8) Dapat dikatakan bahwa kekurangan atau kelemahan selama pelaksanaan
tindakan pada siklus III ini hampir tidak terlihat atau telah sesuai dengan
yang diharapkan. Ini menunjukkan bahwa guru telah mampu mengatasi
kekurangan-kekurangan yang terjadi pada kedua siklus sebelumnya
dengan baik. Selain itu, dalam siklus ini sikap siswa dalam pembelajaran
juga terlihat semakin baik (saat apersepsi, kegiatan inti, maupun penutup).
9) Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi siklus III dapat
dilihat dari beberapa indikator, sebagai berikut.
(a). Siswa yang menunjukkan keaktifan pada saat apersepsi yang
diindikatori oleh kemauan siswa menyanyikan lagu dan memberikan
respon terhadap stimulus yang diberikan guru pada saat apersepsi
mencapai 97% (41 siswa) dengan kriteria sangat baik dan baik.
Sedangkan 3% (1 siswa) dengan nilai cukup karena tampak kurang
merespon guru saat apersepsi.
(b). Siswa yang menunjukkan keaktifan dan perhatian pada saat mengikuti
pembelajaran yang dinyatakan dengan ―kriteria amat baik dan baik‖
serta diindikatori oleh kemauan siswa untuk memperhatikan serta
memberikan respon (menjawab/bertanya/menanggapi/menamai)
sekitar 90% atau sebanyak 38 siswa, sedangkan 10% lainnya
mendapatkan kriteria cukup. Hal ini dikarenakan 4 siswa tersebut
terlihat masih kurang fokus saat pelajaran (salah satunya berbicara
dengan teman semeja).
(c). Siswa yang memiliki minat dan motivasi saat mengikuti pembelajaran
yang dinyatakan dengan kriteria ―sangat baik dan baik‖ serta
126
diindikatori oleh adanya kesungguhan, keantusianan dan semangat
dalam mengerjakan setiap tugas maupun saat kegiatan pembelajaran
sebesar 34 siswa atau sekitar 83%, sedangkan 17% lainnya masih
tampak kurang bersungguh-sungguh saat pembelajaran.
(d). Siswa yang sudah dapat menulis puisi dengan baik dan telah mencapai
ketuntasan belajar sekitar 90% atau 38 siswa, sedangkan 10% lainnya
(4 siswa) masih mendapatkan nilai di bawah 65.
d. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas
pembelajaran menulis puisi pada siklus III (baik proses maupun hasil) telah
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
adanya peningkatan pada masing-masing indikator, sebagai berikut.
1). Keaktifan siswa selama apersepsi dalam pembelajaran menulis puisi
melalui penerapan model pembelajaran quantum learning pada siklus III
mengalami peningkatan dari 71% (pada siklus II) menjadi 97%. Penerapan
model pembelajaran quantum learning berhasil membuat siswa aktif pada
saat apersepsi. Hal ini sesuai dengan pelaksanaan ―prinsip tumbuhkan‖
yang dilakukan guru dengan menyanyikan sebuah lagu. Semua siswa telah
hafal dengan lagu tersebut dan terlihat bersemangat dalam
menyanyikannya. Setelah itu, guru menguraikan setiap baris-baris lagu
yang telah dinyanyikan. Guru juga membuat suasana lebih menyenangkan
sehingga siswa terlihat lebih rileks dalam merespon stimulus yang
diberikan guru dan terlihat menikmati pada saat apersepi.
2). Keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran menulis puisi
pada siklus III telah mengalami peningkatan dari 67% (pada siklus II)
menjadi 90%. Berdasarkan pengamatan selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, terlihat siswa lebih aktif untuk merespon stimulus guru
(bertanya/menanggapi/menjawab/menamai) serta mau untuk
memperhatikan atau lebih fokus dalam pembelajaran.
127
3). Minat dan motivasi siswa saat mengikuti pembelajaran pada siklus III ini
juga mengalami peningkatan dari 62% (pada siklus II) menjadi 83%. Hal
ini berdasarkan pada kemauan dan kesungguhan siswa dalam mengerjakan
tugas, serta antusias dan semangat siswa saat mengikuti pelajaran.
4). Siswa yang telah mendapatkan ketuntasan belajar dalam menulis puisi
pada siklus III mengalami peningkatan daripada siklus II sebanyak 67%
menjadi 90%. Skor dalam setiap aspek menulis puisi dengan cara menulis
puisi telah mengalami peningkatan meskipun puisi yang dihasilkan siswa
masih sederhana. Pada siklus ini terlihat pengungkapn ide dalam puisi
siswa sudah baik, begitu pula dengan pilihan katanya. Selain itu, siswa
puisi karya siswa juga telah berima dan sudah menggunakan bahasa kiasan
(meski baru beberapa siswa yang mendapat kriteria baik). Pada siklus ini
siswa yang telah tuntas karena telah mendapatkan nilai ketuntasan belajar
(65) sebanyak 38 siswa. Nilai rata-rata siswa juga meningkat menjadi 76,4.
Peningkatan perolehan nilai menulis puisi yang berupa menulis puisi pada
siklus ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Perolehan Nilai Siswa Pada Siklus III
No Nama siswa Aspek Penilaian Skor Nilai Ket.
Pengung-
kapan ide
Diksi Rima Bahasa
Kiasan
1 Anshari Anjas H. 4 3 2 2 12 69 Tuntas
2 Aditya Resta P. 4 3 3 2 11 75 Tuntas
3 Awaludin S. 4 4 3 2 13 82 Tuntas
4 Aditya Indrawan 4 4 3 2 13 82 Tuntas
5 Arbian Ahmad 4 3 2 2 11 69 Tuntas
6 Annisa Nurlaily 4 4 3 2 13 82 Tuntas
7 Auliya Kunia P. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
8 Anisa Nur R. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
9 Anisa Nurjanah 4 3 2 2 11 69 Tuntas
128
10 Amelia Santriane 4 3 3 2 12 75 Tuntas
11 Arkhan Dicky U. 4 4 4 2 14 88 Tuntas
12 Belladina K. 4 4 3 3 14 88 Tuntas
13 Citra Kumbini 4 3 3 2 12 75 Tuntas
14 Danu Kusuma 4 4 3 2 13 82 Tuntas
15 Danang Eko S. 3 2 2 2 10 63 Belum tuntas
16 Dandie Krisna A. 4 4 3 3 14 88 Tuntas
17 Dika Andini P. 4 4 3 2 13 82 Tuntas
18 Darwanti 3 2 2 2 9 57 Belum tuntas
19 Deby Viola Y. 4 4 3 3 14 88 Tuntas
20 Haris Sudarsono 4 4 3 2 13 82 Tuntas
21 Harya Faqih 4 4 3 2 13 82 Tuntas
22 Inten Wulan 4 4 3 3 14 88 Tuntas
23 Indah S. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
24 Ikhsan Resa 4 3 3 2 12 75 Tuntas
25 Khofifah Amalia 4 4 3 3 14 88 Tuntas
26 Kurnia Yogi P. 4 4 4 2 14 88 Tuntas
27 M. Ihya M. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
28 Nurdiyastanto C. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
29 Mia Kusuma W. 4 3 2 2 11 69 Tuntas
30 M. Salman Alfaris 4 3 3 3 13 82 Tuntas
31 Nugroho Jati P. 4 4 3 2 13 82 Tuntas
32 Oktaviana Putri 4 4 3 2 13 82 Tuntas
33 Putra Ramadhani 4 4 3 2 13 82 Tuntas
34 Ranisa Amalia S. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
35 Rosyta Arum P. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
36 Rudi Setiawan 4 4 2 2 12 75 Tuntas
129
37 Sophia Indah P. 4 4 3 3 14 88 Tuntas
38 Yudhis Adhana 4 3 3 2 12 75 Tuntas
39 Yoga Dwi A. 3 3 2 2 10 63 Belum tuntas
40 Gilang Aji P. 4 3 3 2 12 75 Tuntas
41 Firda 4 3 2 2 11 69 Tuntas
42 Eko Firman Aji 4 3 3 2 12 75 Tuntas
Rata-rata 76, 4
Melihat indikator keberhasilan proses dan hasil belajar yang telah
dicapai siswa dalam pelaksanaan siklus III maka penelitian ini dipandang
cukup untuk dilaksanakan. Meskipun dalam pelaksanaan siklus III masih
terlihat beberapa siswa belum aktif dalam mengikuti pembelajaran dan belum
mendapatkan nilai ketuntasan (belum mencapai nilai 65). Namun secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa pelaksanaan siklus III sudah berhasil dan
sudah mencapai indikator ketercapaian yang telah ditetapkan yakni 75%. Oleh
karenanya, pada penelitian ini selesai pada siklus III.
4. Deskripsi Antarsiklus
Hasil pelaksanaan pembelajaran menulis puisi setiap siklus tindakan di
atas dapat digambarkan secara rinci pada tabel rekapitulasi di bawah ini.
Tabel 9. Hasil Tindakan Berdasarkan Indikator Ketercapaian
No Aktivitas dalam Pembelajaran
Persentase
Siklus I Siklus II Siklus III
1
Siswa aktif selama apersepsi
(indikator: mau menyanyikan lagu
dan merespon pada saat apersepsi)
57% 71% 97%
130
2
Siswa aktif dan memperhatikan saat
mengikuti pelajaran (indikator:
memperhatikan atau fokus terhadap
pelajaran, ikut merespon, aktif
mengerjakan tugas)
50%
67%
90%
3
Siswa berminat dan memiliki
motivasi saat kegiatan pembelajaran
(indikator: semangat, antusias, dan
menunjukkan kesungguhan)
43%
62%
83%
4.
Siswa mampu menulis puisi dengan
baik (ketuntasan hasil belajar
dalam menulis puisi mendapat nilai
65).
45%
67%
90%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dinyatakan bahwa telah terjadi
peningkatan pada indikator yang telah ditetapkan dari hasil siklus I, II, dan III.
Peningkatan terjadi dari siklus I ke siklus II pada indikator 1 sampai dengan 5
cukup signifikan. Demikian juga, peningkatan yang terjadi pada siklus II ke siklus
III pada indikator-indikator tersebut mencapai 21 % - 26%.
Pada siklus II ke siklus III persentase keberhasilan tersebut menunjukkan
bahwa tingkat keaktifan siswa pada saat apersepsi mengalami peningkatan 26%,
keaktifan dan perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran meningkat sekitar
23%, dan minat serta motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pun
meningkat sebesar 21%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses pembelajaran
menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten.
Selain itu, pada siklus ini persentase peningkatan keberhasilan juga terjadi
pada ketuntasan hasil belajar siswa dalam menulis puisi, berupa kemampuan
131
siswa dalam menulis puisi yang meningkat sekitar 21%. Peningkatan tersebut
tampak pada puisi hasil karya siswa yang pada setiap siklusnya menunjukkan
semakin adanya perbaikan baik dalam pengungkapan ide, pemilihan kata, rima,
maupun bahasa kiasan. Pada siklus III nilai rata-rata siswa lebih tinggi dibanding
pada saat survai awal dan siklus-siklus sebelumnya (siklus I dan II). Siklus III
nilai rata-rata siswa menjadi 76,4 atau mengalami peningkatan sekitar 15,3 poin
dibandingkan pada saat survai awal (nilai rata-rata siswa 61,1). Dengan demikian,
dapat dikatakan pula bahwa penerapan model pembelajaran quantum learning
dapat meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD
Negeri 3 Jaten.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan pada
siklus I sampai dengan siklus III dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan
kualitas pembelajaran, baik pada proses maupun hasil kemampuan menulis puisi
dengan penerapan model pembelajaran quantum learning di kelas V-C Sekolah
Dasar Negeri 3 Jaten. Dengan demikian, penelitian ini telah berhasil menjawab
rumusan masalah yang dikemukakan peneliti.
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan uraian kegiatan
sebagai berikut: Sebelum dilaksanakan siklus I, peneliti terlebih dahulu
melakukan survai awal untuk mengetahui permasalahan yang terjadi sebenarnya
di lapangan. Berdasarkan hasil kegiatan pada survai awal, peneliti menemukan
bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis puisi di kelas V-C SD
Negeri 3 Jaten masih kurang memuaskan. Oleh karenanya, peneliti melakukan
kolaborasi bersama dengan guru kelas untuk mengatasi permasalahan tersebut
dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran
menulis puisi.
132
Sebelum melaksanakan siklus I peneliti bersama dengan guru kelas
sebagai kolaborator menyusun rencana pembelajaran (RPP). Siklus I ini
merupakan tindakan awal untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang
ditemukan dalam pembelajaran menulis puisi di kelas tersebut. Berdasarkan
kesepakatan antara guru dan peneliti pada siklus I ini tema yang digunakan dalam
materi menulis puisi adalah ―Pahlawan‖. Oleh karenanya, lagu yang dinyanyikan
pada saat apersepsi dan puisi yang digunakan sebagai contoh disesuaikan dengan
temanya. Demikian juga, dengan tugas menulis puisi yang harus dikerjakan siswa
juga mengenai pahlawan dan puisi hasil karya siswa dapat didasarkan pada
gambar-gambar pahlawan yang dilihatnya pada dinding kelas. Kemudian
beberapa siswa juga ditugaskan untuk membacakan hasil karya yang telah dibuat
di depan kelas dan siswa yang lain memberikan penilaian. Pada siklus ini
pembelajaran menulis puisi dengan menerapkan model pembelajaran quantum
learning yang didasarkan pada prinsip ―TANDUR‖ dilaksanakan sesuai dengan
RPP yang telah dibuat.
Dari pelaksanaan siklus I tersebut diperoleh deskripsi hasil pembelajaran
menulis puisi yang menyatakan bahwa masih terdapat beberapa kekurangan-
kekurangan di dalam pelaksanaan tindakan. Kekurangan tersebut berasal dari guru
dan siswa. Kekurangan dari pihak guru, yakni: (1) guru kurang dapat memantau
siswa secara keseluruhan karena karena posisi guru lebih banyak di depan dan
pada titik tertentu saja (dekat meja guru) pada saat melaksanakan kegiatan
pembelajaran; (2) guru masih terkesan agak kaku dan terlalu tegas dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga siswa terkesan takut untuk
beraktualisasi terhadap materi; (3) guru belum dapat membangkitkan semangat
siswa secara optimal khususnya untuk memberikan pendapat atau menanggapi
sehingga stimulus yang diberikan guru kurang direspon dengan baik oleh siswa,
dan (4) guru belum banyak memberikan balikan atau penguatan khusunya pada
tahap evaluasi. Sedangkan, kelemahan yang terdapat dari pihak siswa, yakni: (1)
beberapa siswa kelihatan kurang berkonsentrasi saat menyimak rekaman puisi; (2)
sebagian siswa terlihat belum sepenuhnya fokus saat pembelajaran berlangsung
133
(melakukan aktivitas lain, seperti menolah-noleh, berbicara dengan teman satu
meja, dan sebagainya); (3) sebagian siswa mampu belum menggunakan pilihan
kata yang sesuai, sedikit sekali bahasa kiasan, dan rima dalam puisi.
Kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan
pada siklus I ini merupakan faktor penyebab kurang memuaskannya hasil tes
kemampuan menulis siswa. Hal ini didasarkan pada jumlah siswa yang telah
memperoleh nilai 65 (dinyatakan tuntas) dalam menulis puisi hanya 19 siswa
atau sekitar 45% dari jumlah keseluruhan. Selanjutnya, kekurangan-kekurangan
yang terdapat dalam siklus I tersebut dievaluasi oleh peneliti dan guru hingga
menghasilkan perencanaan pembelajaran baru. Melalui perencanaan ini
diharapkan dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam
pelaksanaan tindakan I.
Tindakan pada siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan yang
terdapat dalam siklus I. Pada siklus II ini guru juga menerapkan model
pembelajaran quantum learning yang didasarkan pada prinsip ―TANDUR‖ dalam
pembelajaran menulis puisi. Berbeda dengan siklus I, pada siklus ini tema yang
diambil adalah ―profesi atau pekerjaan‖. Adapun tugas yang dikerjakan siswa
pada siklus II sama dengan tugas pada siklus I yakni menulis puisi dan
membacakannya. Namun puisi yang dibuat pada siklus ini didasarkan pada
gambar acak (yang telah disediakan guru mengenai petani). Meskipun tugas
menulis puisi ini bersifat individu namun tempat duduk siswa dibuat berkelompok
seperti diskusi. Hal ini bertujuan agar siswa dapat saling bertukar pikiran dan
mengetahui segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya terutama dalam
menulis puisi.
Berdasarkan pengamatan pada pelaksanaan siklus II terlihat bahwa terjadi
peningkatan proses dan hasil pembelajaran menulis puisi dari siklus I.
Peningkatan proses dapat dilihat dari meningkatnya keaktifan siswa pada saat
apersepsi, keaktifan dan perhatian siswa pada saatguru menyampaikan materi
pembelajaran, serta minat dan motivasi siwa saat mengikuti kegiatan
134
pembelajaran, sedangkan peningkatan hasil dilihat dari meningkatnya jumlah
siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dalam menulis puisi. Pada siklus I
siswa yang dinyatakan telah tuntas dalam menulis puisi sekitar 45% (19 orang)
dan pada siklus II ini terjadi peningkatan menjadi 67% (28 orang). Meskipun
dalam siklus II ini telah ada peningkatan baik dari proses maupun hasil namun
dalam pelaksanaannya masih ditemukan kekurangan-kekurangan, seperti guru
masih terlihat kurang dalam pengelolaan kelas dan mengkondisikan siswa agar
tidak gaduh, beberapa siswa masih terlihat belum sepenuhnya fokus dalam
kegiatan pembelajaran, dan belum semua siswa yang merespon stimulus yang
diberikan guru.
Selanjutnya, peneliti bersama-sama dengan guru berdiskusi untuk
merancang rencana pembelajaran baru yang bertujuan untuk mengatasi segala
kekurangan yang masih terdapat dalam pelaksanaan siklus II. Pada siklus III ini
guru dan peneliti berusaha untuk memperkecil segala kelemahan yang terjadi
selama pelaksanaan pembelajaran menulis puisi. Hal ini dikarenakan siklus III
merupakan perencanaan siklus terakhir dalam penelitian ini. Pada pelaksanaan
siklus III guru juga menerapkan model pembelajaran quantum learning yang
didasarkan pada kerangka prinsip ―TANDUR‖ dalam pembelajaran menulis puisi.
Tema yang diambil pada siklus ini adalah ―Lingkungan Sekolah‖. Berbeda dengan
siklus-siklus sebelumnya, agar kegiatan pembelajaran lebih bervariatif maka pada
siklus ini ditengah-tengah proses pembelajaran siswa diberikan waktu untuk
mengamati dan mendaftar obyek-obyek yang ada di sekitar lingkungan sekolah
yang siswa anggap menarik, seperti halaman sekolah, laboratorium, perpustakaan,
lapangan, ruangan kelas, dan sebagainya. Dari obyek yang telah didaftar siswa
tersebut siswa ditugaskan untuk menulis sebuah puisi sesuai dengan imajinasi atau
pun kreativitas masing-masing siswa. Siswa dalam siklus ini juga diberi
kesempatan untuk membacakan hasil karya yang telah dibuat.
Dari pelaksanaan siklus III terlihat bahwa terjadi peningkatan proses dan
hasil pembelajaran menulis puisi dari siklus II. Peningkatan proses dapat dilihat
dari meningkatnya keaktifan siswa pada saat apersepsi, keaktifan dan perhatian
135
siswa pada saatguru menyampaikan materi pembelajaran, serta minat dan
motivasi siwa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan, untuk
peningkatan hasil dilihat dari meningkatnya jumlah siswa yang telah mencapai
ketuntasan belajar dalam menulis puisi yang berupa puisi yang telah dibuat siswa
pada siklus ini mencapai 90% (pada siklus II sebesar 67%). Dalam siklus III
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus-siklus sebelumnya sudah dapat
teratasi dan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan pun juga telah tercapai.
Oleh karenanya, dalam penelitian ini hanya dilaksanakan sampai pada siklus III.
Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, dapat dikatakan
bahwa penerapan model pembelajaran quantum learning dalam pembelajaran
menulis puisi di kelas V-C Sekolah Dasar Negeri 3 Jaten telah berhasil.
Keberhasilan model pembelajaran quantum learning dalam upaya meningkatkan
kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis puisi dapat dilihat dari indikator-
indikator sebagai berikut.
1. Peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis puisi
Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang
telah mendapatkan kriteria ―sangat baik dan baik‖ pada masing-masing
indikator selama kegiatan pembelajaran per seratus dikalikan jumlah siswa
dalam kelas tersebut (42 orang). Adapun bentuk keaktifan yang diamati adalah
sikap siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, keaktifan dalam
merespon, kesungguhan dalam mengerjakan tugas, dan semangat serta
antusias dalam mengikuti pembelajaran.
a. Siswa lebih aktif saat mengikuti apersepsi
Selama pelaksanaan penelitian pada siklus I hingga III, tampak bahwa
siswa antusias dalam mengikuti apersepsi. Keantusiasan ini ditunjukkan
dengan kemauan siswa untuk menyanyikan lagu yang diminta guru dengan
penuh semangat dan respon siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
pada saat apersepsi. Keaktifan siswa saat apersepsi ditunjukkan dengan
―kriteria sangat baik dan baik‖ yang diindikatori adanya kemauan siswa
136
untuk mengikuti apersepsi (ikut menyanyikan lagu dan memberikan
respon terhadap stimulus yang diberikan guru). Dari siklus I hingga siklus
III mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari persentase keaktifan
siswa antar siklus, yaitu 57% atau sebanyak 24 siswa (siklus I) menjadi
sekitar 71% atau sebanyak 30 siswa (pada siklus II) dan mencapai 97%
atau sebanyak 41 siswa (pada siklus III).
b. Siswa terlihat lebih aktif dan perhatian saat mengikuti pelajaran
Keaktifan dan perhatian siswa pada saat mengikuti pelajaran di setiap
siklus semakin menunjukkan adanya peningkatan. Indikator yang
menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran adalah
kemauan siswa untuk memperhatikan atau fokus terhadap kegiatan
pembelajaran serta kemauan dan keaktifan siswa untuk merespon stimulus
yang diberikan guru (bertanya/menjawab/menanggapi/menamai).
Peningkatan keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran
pada siklus I hanya 50% atau sebanyak 21 siswa, siklus II sekitar 67% atau
sebanyak 28 siswa, dan siklus III menjadi 90% atau sebanyak 38 siswa.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat survai
awal, beberapa siswa terlihat kurang fokus pada saat kegiatan
pembelajaran. Selain itu, keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran
juga belum begitu terlihat, karena saat pembelajaran siswa lebih banyak
mendengarkan dan sebagian siswa kurang aktif dalam merespon stimulus
yang diberikan guru. Setelah adanya tindakan melalui penerapan quantum
learning sebagai model pembelajaran dalam menulis puisi keaktifan siswa
semakin meningkat.
c. Minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis puisi
Pada mulanya, pembelajaran yang dilakukan di kelas tampak monoton
dan membuat siswa menjadi jenuh dan bosan. Hal ini dikarenakan model
pembelajaran yang digunakan guru kurang menarik. Saat pembelajaran
guru lebih banyak memberikan penjelasan yang menitik beratkan pada
137
aspek kognitif dan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran pun
juga belum tampak, kemudian dilanjutkan dengan tugas menulis puisi
yang hanya sekedar membayangkan tanpa memanfaatkan suatu media
sehingga dalam mengerjakan pun siswa tampak kesulitan dan bingung.
Dikarenakan kurang bervariasi dan monoton mengakibatkan siswa
kurang bersemangat dan kurang termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran. Namun setelah diterapkannya model pembelajaran quantum
learning siswa mulai menunjukkan adanya ketertarikan saat mengikuti
pembelajaran. Hal ini dilihat dari kesungguhan siswa saat mengerjakan
tugas, antusias dan semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Siswa menjadi termotivasi karena dalam kegiatan pembelajaran siswa
tidak lagi hanya diam dan mendengarkan tetapi dibuat untuk lebih aktif.
Selain itu, siswa juga tampak termotivasi karena dalam menulis puisi
siswa dibuat seolah seperti kompetisi yang mana usaha siswa akan
diberikan penghargaan sehingga setiap siswa berusaha semaksimal
mungkin untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
Tindakan yang dilakukan dengan menerapkan model pembelaran
quantum learning membuat siswa tampak lebih berminat dan termotivasi
saat mengikuti pembelajaran menulis puisi. Hal ini didasarkan pada
pengamatan peneliti dari jumlah siswa yang mendapatkan kriteria sangat
baik dan baik di setiap siklusnya. Pada siklus I siswa yang siswa yang
tampak berminat dan memiliki motivasi saat mengikuti pembelajaran
sekitar 43% dan pada siklus II meningkat menjadi 62%. Pada siklus
terakhir terjadi peningkatan yang cukup signifikan yakni sebesar 83% atau
sebanyak 34 siswa tampak berminat serta termotivasi pada pembelajaran
menulis puisi.
2. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran menulis puisi
Peningkatan kualitas hasil dapat dinilai dari hasil belajar siswa yang
mengalami peningkatan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Peningkatan
138
hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis puisi didasarkan pada
ketuntasan siswa dalam menulis puisi yang penilaiannya didasarkan pada
beberapa kriteria, yakni:
a. Pengungkapan ide
Siswa telah mampu mengungkapkan ide dengan baik sesuai dengan
obyek tertentu yang dilihat dan dirasakannya. Pada saat pretes siswa
membuat puisi hanya berdasarkan pada imajinasinya tanpa ada suatu
media yang mendukung. Hal ini menyebabkan sebagian besar siswa
merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut karena siswa tidak
memiliki gambaran.
Berbeda dengan saat adanya tindakan. Model pembelajaran quantum
learning mengoptimalkan segala hal yang terdapat di sekitar lingkungan
pembelajaran, termasuk pemanfaatan media dan lingkungan sekitar. Oleh
karenanya, pada saat tindakan guru menggunakan media gambar tematik
(baik yang ditempel didinding maupun gambar berseri yang telah
dipersiapkan guru) dan mengamati obyek-obyek menarik yang ada di
sekitar lingkungan kelas. Dengan adanya media tersebut siswa
memperoleh gambaran atau inspirasi serta dapat mengimajinasikannya
kemudian mengungkapkan apa yang dilihat dan dirasakannya menjadi
sebuah puisi. Pada setiap siklus, aspek ini mengalami peningkatan yang
signifikan.
b. Diksi
Berdasarkan hasil pekerjaan siswa tampak bahwa siswa telah mampu
menggunakan pilihan kata atau diksi yang tepat meskipun masih
sederhana. Sebagian besar siswa dalam menulis puisi telah mampu
memilih padanan kata yang sesuai untuk mengungkapkan suatu obyek
tertentu, misalnya mentari, angkasa, dan sebagainya. Berbeda saat pretes,
yang mana sebagian besar puisi karya siswa masih menggunakan pilihan
kata yang kurang sesuai. Hal ini menyebabkan unsur keindahan pada puisi
139
dirasa sangat kurang dan masih seperti cerita biasa. Namun setelah adanya
tindakan dapat dilihat pada karya siswa hal tersebut dapat diminimalkan.
c. Rima
Salah satu karakteristik puisi anak adalah adanya perulangan bunyi
atau sajak disetiap barisnya. Setelah dilakukan tindakan antara peneliti dan
guru dalam setiap puisi karyanya siswa telah mampu memilih kata-kata
yang mempunyai persamaan bunyi sehingga puisi tersebut terlihat lebih
harmonis. Lagu yang dinyanyikan guru dan siswa pada saat apersepsi tidak
sekedar bertujuan untuk menarik minat siswa saat mengikuti pembelajaran
tetapi juga untuk memberikan contoh bagi siswa mengenai rima yang
digunakan pada lagu tersebut. Dari siklus ke siklus siswa mulai dapat
mempergunakan rima dengan cukup baik sehingga puisi karya siswa juga
terlihat semakin indah dan harmonis.
d. Kata Kiasan
Sebagian siswa sudah terlihat menggunakan kata kiasan dalam
puisinya (meski hanya beberapa siswa yang mendapatkan kriteria baik).
Hal ini diindikatori oleh penggunaan beberapa kata yang bermakna
konotasi yang sesuai dengan puisi siswa. Meski jumlahnya masih terbatas
dan sederhana namun penggunaan bahasa kiasan membuat puisi siswa
lebih indah dan menarik untuk dibaca.
Adanya peningkatan pada setiap kriteria penulisan tersebut menjadikan
nilai siswa dalam menulis puisi juga mengalami peningkatan. Pada saat pretes,
terlihat bahwa kemampuan menulis puisi siswa masih kurang memuaskan. Hal
tersebut tampak pada jumlah siswa yang telah mendapatkan nilai ketuntasan
belajar yang telah ditetapkan (65). Persentase ketuntasan belajar yang dicapai
siswa pada saat pretes hanya sekitar 31% (13 siswa dari jumlah siswa
keseluruhan 42) dengan nilai rata-rata 61,1.
Peningkatan mulai tampak pada siklus I. Dari 42 siswa 19 siswa (sekitar
45%) telah mencapai ketuntasan hasil belajar dan nilai rata-ratanya adalah
140
64,2. Pada siklus II kemampuan siswa dalam menulis puisi mengalami
peningkatan yang signifikan. Hal ini tampak pada persentase ketuntasan hasil
belajar siswa yang mencapai 67% (28 siswa). Pada siklus III persentase
ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 90% (38 siswa dari jumlah
keseluruhan) dengan nilai rata-rata 76,4.
Dengan menerapkan model pembelajaran quantum learning dalam
pembelajaran menulis puisi, kemampuan menulis puisi siswa dalam bentuk
menulis puisi mengalami peningkatan yang dinyatakan dengan semakin
banyaknya siswa yang telah mendapatkan nilai ketuntasan belajar.
Tabel 10. Daftar Nilai Siswa dari Siklus I sampai Siklus III
No Nama Siswa Siklus
I
Siklus
II
Siklus
III
Keterangan
1 Anshari Anjas H. 69 63 69 Tuntas
2 Aditya Resta P. 63 75 75 Tuntas
3 Awaludin S. 57 63 82 Tuntas
4 Aditya Indrawan 69 75 82 Tuntas
5 Arbian Ahmad 50 57 69 Tuntas
6 Annisa Nurlaily 69 75 82 Tuntas
7 Auliya Kunia P. 57 63 75 Tuntas
8 Anisa Nur R. 57 63 75 Tuntas
9 Anisa Nurjanah 69 63 69 Tuntas
10 Amelia Santriane 75 75 75 Tuntas
11 Arkhan Dicky U. 82 88 88 Tuntas
12 Belladina K. 69 75 88 Tuntas
13 Citra Kumbini 57 63 75 Tuntas
14 Danu Kusuma 75 75 82 Tuntas
141
15 Danang Eko S. 57 63 63 Belum tuntas
16 Dandie Krisna A. 69 75 88 Tuntas
17 Dika Andini P. 57 63 82 Tuntas
18 Darwanti 50 57 57 Belum tuntas
19 Deby Viola Y. 75 75 88 Tuntas
20 Haris Sudarsono 69 69 82 Tuntas
21 Harya Faqih 57 57 82 Tuntas
22 Inten Wulan 57 63 88 Tuntas
23 Indah S. 75 75 75 Tuntas
24 Ikhsan Resa 57 75 75 Tuntas
25 Khofifah Amalia 75 82 88 Tuntas
26 Kurnia Yogi P. 50 63 88 Tuntas
27 M. Ihya M. 63 69 69 Tuntas
28 Nurdiyastanto C. 63 63 63 Belum tuntas
29 Mia Kusuma W. 63 69 69 Tuntas
30 M. Salman Alfaris 69 75 82 Tuntas
31 Nugroho Jati P. 63 69 82 Tuntas
32 Oktaviana Putri 75 75 82 Tuntas
33 Putra Ramadhani 69 75 82 Tuntas
34 Ranisa Amalia S. 69 75 75 Tuntas
35 Rosyta Arum P. 63 69 75 Tuntas
36 Rudi Setiawan 63 75 75 Tuntas
37 Sophia Indah P. 75 75 88 Tuntas
38 Yudhis Adhana 63 69 75 Tuntas
39 Yoga Dwi A. 63 63 63 Belum tuntas
40 Gilang Aji P. 69 75 75 Tuntas
41 Firda 50 69 69 Tuntas
142
42 Eko Firman Aji 63 75 75 Tuntas
Rata-rata 64, 2 70,4 76, 4
Berdasarkan pemaparan di atas tampak bahwa penerapan model pembelajaran
quantum learning dalam pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C
sekolah dasar Negeri 3 Jaten dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.
Peningkatan proses didasarkan pada meningkatnya keaktifan dan perhatian siswa
saat mengikuti kegiatan pembelajaran baik pada saat apersepsi maupun keaktifan
siswa dalam merespon stimulus yang diberikan guru, kesungguhan dalam
mengerjakan tugas, keantusiasan dan semangat siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Peningkatan hasil didasarkan pada meningkatnya hasil pekerjaan
siswa dalam menulis puisi (jumlah siswa yang dinyatakan telah tuntas atau nilai
)65 . Selain itu, berdasarkan hasil wawancara pasca tindakan dengan guru dan
siswa kelas V-C (8 siswa), semuanya menyatakan penerapan model pembelajaran
quantum learning membantu dalam proses pembelajaran sehingga kualitas hasil
belajar siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten pun meningkat.
143
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Simpulan
Simpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan proses
pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Hal ini
terbukti dengan adanya peningkatan proses pembelajaran, yang meliputi: (a)
meningkatnya keaktifan siswa saat mengikuti apersepsi. Hal tersebut dapat
dilihat dari peningkatan keaktifan siswa saat mengikuti apersepsi pada tiap
siklus. Pada siklus I keaktifan siswa saat mengikuti apersepsi sebesar 57%,
pada siklus II sebesar 71%, dan pada siklus III meningkat menjadi 97%; (b)
meningkatnya keaktifan dan perhatian pada saat mengikuti pembelajaran. Hal
ini terbukti dengan meningkatnya keaktifan siswa dalam merespon stimulus
yang diberikan guru (bertanya, menjawab, menanggapi, menamai) dan
perhatian pada saat pembelajaran di setiap siklusnya. Siklus I siswa yang aktif
mengikuti kegiatan pembelajaran sebesar 50%. Pada siklus-siklus berikutnya
keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran mengalami
144
peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut sebesar 67% pada siklus II
dan 90% pada siklus III; (c) meningkatnya motivasi dan minat siswa dalam
mengikuti pembelajaran menulis puisi. Hal ini tampak apada kesungguhan
siswa saat mengerjakan tugas serta keantusiasan dan semangat siswa saat
mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada siklus I siswa yang tampak berminat
dan termotivasi sebanyak 43%, pada siklus berikutnya terus mengalami
peningkatan menjadi 62% pada siklus II dan 83% pada siklus III.
2. Penerapan model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan hasil
pembelajaran menulis puisi pada siswa kelas V-C SD Negeri 3 Jaten. Adanya
peningkatan hasil pembelajaran menulis puisi dilihat dari meningkatnya
kemampuan siswa dalam menulis puisi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya
kemampuan siswa dalam menulis puisi yang penilaiannya didasarkan pada
pengungkapn ide, kesesuaian pemilihan kata (diksi), adanya rima (sajak), dan
penggunaan bahasa kiasan dalam puisi tersebut. Peningkatan kemampuan
siswa terjadi pada siklus I hingga III yang ditunjukkan dengan semakin
banyaknya siswa yang telah mencapai batas ketuntasan (KKM 65). Pada
siklus I siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar sebesar 45% atau
sebanyak 19 siswa, pada siklus II meningkat menjadi 67% atu sebanyak 28
siswa, dan pada siklus III sebanyak 90% (38 siswa).
B. Implikasi
Penelitian ini memberikan gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses
dan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya guru,
siswa, model pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat akan
berpengaruh pada kurangnya minat dan keaktifan siswa dalam pembelajaran serta
rendahnya hasil belajar siswa. Oleh karenanya, dalam memilih model
pembelajaran guru hendaknya juga memperhatikan kesenangan dan
kebermanfaatannya bagi perkembangan peserta didik.
145
Penelitian ini membuktikan bahwa melalui penerapan model pembelajaran
quantum learning dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam materi
menulis puisi. Penerapan kerangka prinsip ‖TANDUR‖ yang terdapat dalam
pembelajaran quantum learning merupakan langkah-langkah pembelajaran yang
efektif. Dimulai dari ‖tumbuhkan‖ yang dilakukan pada saat apersepsi dengan
menyanyikan sebuah lagu yang bertujuan untuk menumbuhkan ketertarikan dan
minat siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Dan diakhiri dengan ‖rayakan‖
yang dilakukan guru untuk memberikan penghargaan atas usaha atau kerja keras
yang telah dilakukan siswa serta untuk memacu siswa agar lebih baik dalam
kegiatan pembelajaran selanjutnya. Oleh karenanya, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai referensi untuk mengembangkan pengajaran bahasa yang lebih kreatif dan
inovatif, seperta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi tenaga
pengajar yang ingin menerapkan model pembelajaran quantum learning di
kelasnya.
Model pembelajaran quantum learning dapat meningkatkan minat dan
kemampuan menulis puisi siswa karena melalui penerapan model pembelajaran
ini tidak sekedar dapat menumbuhkan kesenangan pada diri siswa namun juga
dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, memupuk
keberanian, serta merespon sesuatu yang ada di sekitar. Respon-respon tersebut
diungkapkan melalui kegiatan menulis puisi. Dengan demikian, diakhir
pembelajaran siswa dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tertulis
dalam bentuk puisi.
C. Saran
Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti
mengajukan saran-saran sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
Siswa disarankan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran hendaknya lebih
aktif dan mengikuti pelajaran dengan perasaan senang. Hal ini dikarenakan
dengan adanya rasa senang pada diri siswa maka akan menumbuhkan rasa
146
ingin tahu siswa terhadap materi yang dipelajari dan lebih memudahkan siswa
untuk mendalami materi tersebut. Selain itu, jika sekiranya siswa masih
mengalami kesulitan dan kurang menyenangi dengan cara guru mengajarkan
suatu materi. Maka hendaknya siswa dapat menyampaikan hal tersebut pada
guru sehingga ini dapat menjadi masukan atau perbaikan bagi guru.
2. Bagi Guru
a. Dalam kegiatan pembelajaran guru hendaknya dapat memanfaatkan sarana
penunjang seperti media pembelajaran yang menarik dan dapat membuat
siswa lebih aktif. Penggunaan media pembelajaran ini selain bertujuan
untuk mempermudah siswa dalam mengerjakan tugas juga sebagai sarana
bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
b. Guru hendaknya melakukan suatu perencanaan dan evaluasi terhadap
segala tindakan yang akan ditempuh. Hal ini penting dilakukan agar dalam
pelaksanaannya, guru dapat memperkecil kemungkinan munculnya
hambatan dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru hendaknya juga
dapat menumbuhkan keaktifan dan kesadaran siswa agar kegiatan
pembelajaran menulis puisi berlangsung lebih kondusif
3. Bagi Sekolah
a. Pihak sekolah hendaknya menambah sarana atau fasilitas belajar-mengajar
yang dapat digunakan oleh siswa dan guru untuk mendukung dan lebih
mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. Misalnya, untuk materi sastra,
khusunya puisi perlu ditambah kaset atau rekaman deklamasi puisi yang
lebih variatif.
b. Pihak sekolah hendaknya dapat memotivasi dan memfasilitasi guru dalam
meningkatkan kemampuan mengajar. Baik dengan mengikut sertakan guru
dalam kegiatan seminar, workshop, penataran, maupun dengan
mendukung guru untuk melakukan berbagai penelitian dalam pendidikan
dan pengajaran.
4. Bagi Peneliti Lain
147
Diharapkan bagi peneliti lain agar mampu berkolaborasi secara aktif
dengan guru dan dapat menciptakan model pembelajaran baru yang dapat
mengembangkan bakat, potensi, dan kreativitas siswa sehingga kualitas
pendidikan di Indonesia dapat meningkat
148
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2006. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Andayani. 2008. Buku Pedoman: Pembelajaran Apresiasi Sastra Berbasis Quantum
Learning. Surakarta: UNS Press.
----------------. 2009. Buku Ajar: Bahasa Indonesia. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru
Rayon 13 FKIP UNS.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Bambang Kaswanti Purwo. 1991.Bulir-Bulir Sastra dan Bahasa Pembaharuan
Pengajarannya. Yogyakarta: Kanisius.
Bobbi De Porter. 2003. The Impact Of Quantum Learning. (Dalam
http://www.quantumlearning.com/aqlresearch/middleschool/doc), diunduh 7
Oktober 2009 di Surakarta.
-------------------. 2007. Quantum Learner: Fokuskan Enbergimu Dapatkan yang Kamu
Inginkan. Diterjemahkan oleh Lovely. Bandung: Kaifa.
Bobbi DePorter, Mike Hernacki, dan Sarah Nurie. 2003. Quantum Teaching:
Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Diterjemahkan oleh
Ary Nilandari. Bandung: Kaifa.
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki. 2004. Quantum Learning: Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Diterjemahkan oleh Alwyah Aburrahman.
Bandung: Kaifa.
149
Boen S. Oemarjati, 2008. Pembelajaran Sastra Meningkatkan Pembinaan Watak. (Dalam
http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/laman/artikel/Boen_S.html), diunduh 2
Oktober 2009 di Surakarta.
Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. 2009. Models of Teaching: Model-Model
Pengajaran. Diterjemahkan oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Erman Suherman. 2006. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi
Siswa. (Dalam http://educare.e-fkipunla.net/), diunduh 10 Februari 2010 di
Surakarta.
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE.
----------------------------. 2005. Sastra Anak : Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan: Pengembangan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ezra Pound. 2005. An Introduction to Literature Fiction, Poetry, and Drama. Boston
Toronto: Little, Brown and Company.
Henry Guntur Tarigan. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
---------------------------. 1995. Dasar-dasar Psikosastra. Bandung: Angkasa.
Herman J. Waluyo. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
150
----------------------. 2002. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Herman J. Waluyo, Budi Setiawan, Handoko. 2007. Pengembangan Model Keterpaduan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Dengan Pendekatan uantum
Learning (Berbahasa dan Bersastra Dalam Suasana Orkestrasi di SMP Daerah
Surakarta). Penelitian Tim Pasca Sarjana.
Hernowo. 2006. Pembelajaran Efektif. (Dalam
http:///www.strategipembelajaranefektif.html), diunduh 7 Oktober 2009 di
Surakata.
Jabrohim (edt). 1994. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moh. Uzer Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muhibin Syah. 2009. Pembelajaran Bermakna, (Dalam http://mgmips.wordpress.com),
diunduh pada tanggal 14 Januari 2010.
Nana Sujana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahmanto. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
151
Roebyarto. 2008. Pembelajaran Yang Menyenangkan Lewat Quantum Learning. (Dalam
http://roebyarto.multiply.com/journal/item), diunduh tanggal 20 Oktober 2009 di
Surakarta.
Rumidjan. 1999. ―Strategi Pembelajaran Apresiasi Puisi di Sekolah Dasar‖. Jurnal
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Tahun ke-8, No.2. (Dalam
http://www.malang.ac.id/jurnal/fip/1999a.htm), diunduh 7 Oktober 2009, di
Surakarta (tidak dipublikasikan).
Sarwiji Suwandi. 2009. Model Assesmen Dalam Pembelajaran. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
-------------------. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Karya Tulis Ilmiah.
Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS.
Sarumpaet Riris K. Toha. 2002. Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia.
Soedomo A. Hadi. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: LPP dan UNS Press.
Shelby Reeder. 2003. Making Quantum Leaps in Learning. (Dalam
http://www.learningforum.com/article.html), diunduh 13 Februari 2010 di
Surakarta.
Shelly Thomas. 2007. ―Quantum Leap Methodologies and Models for Learning
Languages”. Journal of Education. McNair Research Review Summer, Vol. V.
(Dalam http://www/learning forum.com/), diunduh 7 Oktober 2009 di Surakarta.
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru
Rayon 13 FKIP UNS
Suharsimi Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
152
Sukarno. 2009. Penelitian Tindakan Kelas: Prinsip-Prinsip Dasar dan Implementasinya.
Surakarta: Media perkasa.
Sukisno. 2008. Penerapan Quantum Learning dalam Pembelajaran Keterampilan
Menulis Narasi Pada Siswa Kelas V SDN Sirap Kecamatan Tanjungsiang
Kabupaten Subang‖. Skripsi.
Swandono. 1995. Perencanaan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta:
UNS Press.
Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
----------------. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung
: Alfabeta.
Teti Rostikawati. 2005. Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya
Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. Tesis : Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta (tidak dipublikasikan).
The Liang Gie. 2202. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruksivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Win Wenger. 2003. Beyond Quantum Teaching and Learning: Memadukan Quantum
Teaching and Learning. Diterjemahkan oleh Ria sirait. Bandung: Nuansa.
Yant Mujiyanto, dkk. Puspa Ragam Bahasa Indonesia (BPK). Surakarta: UNS Press.