peningkatan kompetensi guru untuk menjadi guru...
TRANSCRIPT
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU UNTUK MENJADI GURU YANG
INSPIRATIF, KREATIF DAN INOVATIF
Annissa Syafarina Sari
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta
e-mail: [email protected] Abstrak: Pendidikan merupakan salah satu pilar dan modal utama dalam mengatisipasi,
menyongsong masa depan, karena pendidikan selalu diorientasikan untuk mengembangkan
sumber daya peserta didik guna dapat berperan di masa yang akan datang dan diarahkan kepada
kebutuhan manusia. Tiga komponen sentral dalam upaya pendidikan adalah peserta didik,
pendidik dan tujuan pendidikan. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antara peserta
didik dan pendidik dalam mencapai tujuan pendidikan. Untuk konteks Indonesia, dewasa ini
telah dirumuskan syarat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 10 Undang-Undang
tersebut disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi : (a) kompetensi pedagogik , (b)
kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial. Menjadi guru
tidak hanya sekedar memenuhi kompetensi guru dengan baik, namun juga harus inspiratif,
kreatif dan inovatif sehingga membentuk siswanya menjadi pelajar yang cerdas dan
berkarakter. Kata Kunci: Pendidikan, Kompetensi Guru, Inspiratif , Kreatif dan Inovatif
IMPROVEMENT OF TEACHER’S COMPETENCE TO BE AN INSPIRATIVE,
CREATIVE AND INNOVATIVE TEACHER Abstract: Education is the main pillar and capital in anticipating, welcoming the future,
because education is always oriented to develop the recources of learners in order to play a role
in the future and directed to human needs. The three central components in educational efforts
are learners, educators and educational goals. In the educational process, there is an interaction
between learners and educators in achieving educational goals. For the context of Indonesia =,
it has been formulated a competency requirement that must be possessed by a teacher according
to Law Number. 14 year 2005 on Teachers and Lectures. In article 10 of the Act, it is mentioned
that teacher's competence includes: (a) pedagogic competence, (b) personality competence, (c)
professional competence, and (d) social competence. Being a teacher is not only fulfills the
teacher's competence well, but also must be inspirative, creative and innovative so as to form
students into smart and characterized students.
Keywords: Education, Teacher's Competence, Inspirative, Creative and Innovative
PENDAHULUAN Pendidikan sebagai usaha sadar
bagi pengembangan manusia dan
masyarakat, mendasarkan pada landasan
pemikiran tertentu. Dengan kata lain
memanusiakan manusia melalui
pendidikan, didasarkan atas pandangan
hidup atau filsafat hidup, bahkan latar
belakang sosiokultural tiap-tiap
masyarakat, serta pemikiran-pemikiran
psikologis tertentu. (Siswoyo, 2013, hal. 1)
Dasar Pendidikan adalah landasan
berpijak dan arah bagi pendidikan sebagai
wahana pengembangan manusia dan
masyarakat. Walaupun pendidikan itu
universal, namun bagi suatu masyarakat,
pendidikan akan diselenggarakan
berdasarkan filsafat dan atau pandangan
hidup serta berlangsung dalam latar
belakang sosial budaya masyarakat
tersebut. (Siswoyo, 2013, hal. 1)
Telah dikatakan bahwa pendidikan
itu diselenggarakan dan dilaksanakan oleh
manusia berdasarkan landasan pemikiran
filsafat tertentu. Apakah hakekat
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
dapat dan harus berlangsung atau
diberikan pada manusia, apa tujuan yang
akan dicapai oleh pendidikan, merupakan
contoh perlunya kajian terhadapa landasan
pendidikan. Jawaban ini dapat
dikembalikan pada siapa manusia itu atau
hakekat manusia. Kajian terhadap hakekat
manusia merupakan kajian filosofis
terhadap manusia yang dipakai sebagai
landasan pendidikan yaitu landasan
filosofis. (Siswoyo, 2013, hal. 7)
Pendidikan dipersepsikan
bermacam versi oleh masyarakat. Ada
yang mempersepsikan sebagai sebuah
upaya pendewasaan rohani dan jasmani
individu ataupun kelompok masyarakat,
upaya pemindahan tradisi dan pelestarian
dari satu generasi ke genarasi lainnya,
upaya pembekalan pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan oleh
masyarakat, upaya rekayasa sosial untuk
merubah peradaban, pendidikan sebagai
ukuran strata sosial, dan ada pula yang
mengidentifikasikan pendidikan dengan
sekolah dan atau belajar. (Jabar, 2016, hal.
1)
Terlepas dari persepsi yang
berkembang di masyarakat terkait dengan
apa sebenarnya hakikat pendidikan. Kita
semua bersepakat bahwa pendidikan
merupakan upaya sadar yang dipersiapkan
dengan matang dalam rangka membantu
anak didik atau peserta didik menjadi
seorang pribadi yang utuh dari sisi
spiritual, mental, sosial, dan fisiknya.
(Jabar, 2016, hal. 1)
Secara historis, pendidikan dalam
arti luas telah mulai dilaksanakan sejak
manusia berada di muka bumi ini. Adanya
pendidikan adalah setua dengan adanya
kehidupan manusia itu sendiri. Dengan
perkembangan peradaban manusia,
berkembang pula isi dan bentuk termasuk
perkembangan penyelenggaraan
pendidikan. Ini sejalan dengan kemajuan
manusia dalam pemikiran dan ide-ide
tentang pendidikan. (Siswoyo, 2013, hal.
45)
Tiga komponen sentral dalam
upaya pendidikan adalah peserta didik,
pendidik dan tujuan pendidikan. Dalam
proses pendidikan terjadi interaksi antara
peserta didik dan pendidik dalam
mencapai tujuan pendidikan. (Siswoyo,
2013, hal. 72)
Seseorang yang menginginkan
menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan
mempunyai kriteria yang diinginkan oleh
dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa
menjadi pendidik kalau yang bersangkutan
tidak bisa menunjukkan bukti dengan
kriteria yang ditetapkan. Dalam hal ini
Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan
Dwi Siswoyo mengemukakan sayarat
seorang pendidik adalah : (1) mempunyai
perasaan terpanggil sebagai tugas suci, (2)
mencintai dan mengasih-sayangi peserta
didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab
yang didasari penuh akan tugasnya. Ketiga
persyaratan tersebut merupakan kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Orang yang merasa terpanggil untuk
mendidik maka ia mencintai peserta
didiknya dan memiliki perasaan wajib
dalam melaksanakan tugasnya disertai
dengan dedikasi yang tinggi atau
bertanggung jawab. (Siswoyo, 2013, hal.
117)
Untuk konteks Indonesia, dewasa
ini telah dirumuskan syarat kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang guru
menurut Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Pada pasal 10 Undang-Undang tersebut
disebutkan bahwa kompetensi guru
meliputi : (a) kompetensi pedagogik , (b)
kompetensi kepribadian, (c) kompetensi
profesional, dan (d) kompetensi sosial.
(Siswoyo, 2013, hal. 118)
Pendidik atau yang biasa disebut
Guru adalah profesi yang kompleks
menantang. Profesi guru yang tidak mudah
dituntut pengabdian dan ketekunannya.
Harus mempunyai kesabaran dan welas
asih dalam menyampaikan pelajaran,
karena guru tidak hanya mendidik, tapi juga
mengajarkan. (Arifah, 2016, hal. 5)
Profesionalisme guru memang
menjadi problem serius dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Di tengah
perkembangan informasi yang begitu
mudah diakses di internet, ternyata masih
banyak guru yang materi mengajarnya
sudah kedaluwarsa. Lebih memprihatinkan
lagi, saat berbagai teknologi komunikasi
tersedia lengkap, ternyata masih banyak
guru yang metode mengajarnya ketinggalan
zaman. (Arifah, 2016, hal. 5)
Menjadi guru inspiratif, kreatif, dan
inovatif bukan sesuatu yang mudah.
Membutuhkan proses yang panjang. Ketika
menjadi guru tidak lantas langsung menjadi
inspirasi bagi siswanya. Salah satu caranya
yaitu menjaga komitmen untuk terus
memberi motivasi yang kreatif, inspiratif,
dan inovatif kepada siswanya. Dengan
motivasi ini, guru dapat menciptakan siswa
unggul yang penuh dengan kreativitas dan
kemampuan yang kompetitif. (Arifah,
2016, hal. 5)
Dalam jurnal ini akan membahas
bagaimana menjadi guru yang inspiratif,
kreatif dan inovatif melalui peningkatan
kompetensi guru yang didalamnya sudah
mengandung empat kompetensi.
Kajian Pustaka
Pendidikan merupakan salah satu
pilar dan modal utama dalam
mengatisipasi, menyongsong masa depan,
karena pendidikan selalu diorientasikan
untuk mengembangkan sumber daya
peserta didik guna dapat berperan di masa
yang akan datang dan diarahkan kepada
kebutuhan manusia. Hal ini sesuai dengan
apa yang diamanatkan pemerintah dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003. Bahwa, : “tujuan pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
(Husein, 2017, hal. 11)
Dalam perbincangan filosofis
pendidikan sering diistilahkan “Upaya
memanusiakan manusia” yakni pendidikan
pada dasarnya adalah upaya
mengembangkan kemampuan atau potensi
individu sehingga dapat hidup optimal baik
pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral
dan sosial sebagai pedoman hidupnya.
(Husein, 2017, hal. 53)
Guru sebagai salah satu tenaga
kependidikan merupakan sumberdaya yang
sangat berperan dalam mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan sehingga
mampu menciptakan anak didik yang
cerdas dan bermartabat yang bermutu.
(Husein, 2017, hal. 12)
Guru adalah tenaga kependidikan
yang berasal dari anggota masyarakat yang
mengabadikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraaan pendidikan.
(Husein, 2017, hal. 21)
Menjadi guru tidak hanya sekedar
mengajarkan mata pelajaran dengan baik,
namun juga harus memahami psikologi dan
kebutuhan siswa. Siswa tidak hanya
membutuhkan pelajaran yang sesuai
dengan kurikulum dan nilai akademis yang
baik. Namun, siswa juga membutuhkan
motivasi dan inspirasi dari seorang guru.
Siswa membutukan sosok pendidik yang
inspiratif, kreatif dan inovatif yang mampu
membentuk siswanya menjadi pelajar yang
cerdas dan berkarakter. (Arifah, 2016, hal.
5)
Pendidikan memegang peranan
penting dalam pembangungan sumber daya
manusia Indonesia. Peran penting
pendidikan dalam pembangunan sumber
daya manusia diakomodasi pemerintah
melalui institusi pendidikan, baik formal
maupun informal. Pada institusi pendidikan
formal, proses pendidikan dilakukan di
sekolah. Pendidikan di sekolah
dilaksanakan melalui pembelajaran yang
dilakukan oleh guru kepada siswa.
(Mustadi, 2016)
Lembaga pendidikan mempunyai
peranan yang cukup penting dalam
membentuk kepribadian dan tingkah laku
moral anak. Lembaga pendidikan juga
mempunyai peranan yang cukup penting
untuk memberikan pemahaman dan
benteng pertahanan kepada anak agar
terhindar dari jeratan negatif media massa.
(Mustadi, 2016)
Pendidikan merupakan sebuah
usaha untuk mewariskan pengetahuan dari
generasi ke generasi yang berlangsung
sepanjang hidup manusia. Hal ini dilakukan
supaya generasi penerus lebih berbudaya
dan berkualitas dalam hidup
bermasyarakat. Dukungan terhadap
pendidikan yang menghasilkan insan
berbudaya dan berkualitas diwujudkan
UNESCO dalam empat pilar pendidikan
yaitu learning to know (belajar
mengetahui), learning to be (belajar
menjadi dirinya sendiri), learning to do
(belajar bekerja), dan learning to live
together (belajar hidup bersama).
Pendidikan terbentuk melalui proses
interaksi antara siswa dan siswa, siswa dan
sumber belajar, dan siswa dan guru yang
dapat terjadi di dalam lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Dalam
lingkungan keluarga, orang tua berperan
sebagai guru bagi anaknya. Melalui proses
interaksi dengan orang tua, anak
mendapatkan konsep dasar pengetahuan,
nilainilai moral dan karakter yang
kemudian dikembangkan melalui
pendidikan di lingkungan sekolah dan
masyarakat. (Utami, K. N., & Mustadi, A)
Keberhasilan dalam pembelajaran
tidak lepas dari semua komponen yang ada
dalam pembelajaran. Adapun komponen-
komponen pembelajaran meliputi tujuan,
materi pelajaran, kegiatan pembelajaran,
metode, alat dan sumber, serta evaluasi
(Djamarah & Zain, 2010: 41). Sebagai
suatu sistem, komponen pembelajaran
tersebut saling terkait antara satu dengan
yang lainnya. Ketika ingin mengetahui
tercapainya tujuan dalam pembelajaran
maka harus dilaksanakan evaluasi. Guru
memberikan evaluasi harus diawali dengan
menyampaikan materi pelajaran dengan
metode tertentu sesuai kebutuhan. Guru
dalam menyampaikan materi pelajaran,
membutuhkan sumber belajar guna
menunjang keberhasilan proses
pembelajaran. (Permana, A. B., &
Pujiastuti, P,
Pembaruan pendidikan di Indonesia
memang harus terus dilakukan. Perlu
diupayakan penataan pendidikan yang
bermutu dan terus-menerus yang adaptif
terhadap perubahan zaman. Rendahnya
mutu sumber daya manusia Indonesia itu
memang tidak terlepas dari hasil yang
dicapai oleh pendidikan kita selama ini.
Harus diakui, masih banyak persoalan yang
dihadapi dunia pendidikan di Indonesia.
Selama ini hasil pendidikan hanya tampak
dari kemampuan menghafal fakta, konsep,
teori, atau hukum. Walaupun banyak anak
mampu menyajikan tingkat hafalan yang
baik terhadap materi yang diterimanya,
tetapi pada kenyataannya mereka seringkali
tidak memahami secara mendalam
substansi materinya. (Rosana, D. 2014)
Pembahasan
Pada hakikatnya aktivitas
pendidikan selalu berlangsung dengan
melibatkan unsur subjek atau pihak-pihak
sebagai aktor penting. Aktor penting itu oleh
Noeng Muhadjir (1994) disebut sebagai
subjek penerima di satu pihak dan subjek
pemberi di pihak yang lain dalam suatu
interaksi pendidikan. Bahkan karena begitu
pentingnya kedudukan kedua subyek
tersebut dalam aktivitas pendidikan, maka
Noeng Muhadjir menyebut keduanya
menjadi unsur dasar yang membentuk
aktivitas pendidikan. Dengan demikian,
ketiadaan kedua subyek tersebut berarti
juga ketiadaan aktivitas pendidikan. Dalam
prakteknya, subjek penerima adalah peserta
didik, sedangkan subjek pemberi adalah
pendidik. (Siswoyo, 2013, hal. 85)
Tiga komponen sentral dalam
upaya pendidikan adalah peserta didik,
pendidik dan tujuan pendidikan. Dalam
proses pendidikan terjadi interaksi antara
peserta didik dan pendidik dalam
mencapai tujuan pendidikan.
Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui
proses pendidikan. Sosok peserta didik
umumnya merupakan sosok anak yang
membutuhkan bantuan orang lain untuk
bisa tumbuh dan berkembang ke arah
kedewasaan. Ia adalah sosok yang selalu
mengalami perkembangan sejak lahir
sampai meninggal dengan perubahan-
perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari
Imam Barnadib, 1995) . Istilah peserta
didik pada pendidikan formal atau sekolah
jenjang dasar dan menengah, dikenal
dengan nama anak didik atau siswa; pada
pendidikan pondok pesantren disebut
santri, dan pada pendidikan keluarga
disebut anak. Namun pendidikan pada
lembaga nonformal tertentu seperti
kelompok belajar paket C atau lembaga
kursus, peserta didik disebut peserta ajar
yang terkadang bisa terdiri dari para orang
tua.
Menurut Sutari Imam Barnadib
peserta didik sangat tergantung dan
membutuhkan bantuan dari orang lain yang
memiliki kewibawaan dan kedewasaan.
Sebagai anak, peserta didik masih dalam
kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa
mandiri, dan serba kekurangan dibanding
orang dewasa, namun dalam dirinya
terdapat potensi bakat-bakat dan disposi
luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan
berkembang melalui pendidikan.
Ciri khas peserta didik yang perlu
dipahami oleh pendidik sebagaimana
dijelaskan oleh Umar Tirtarahardja dan La
Sulo adalah bahwa peserta didik
merupakan:
a. Individu yang memiliki potensi fisik
dan psikis yang khas, sehingga
merupakan insan yang unik.
Maksudnya ia sejak lahir telah
memiliki potensi-potensi yang
berbeda dengan individu lain yang
ingin dikembangkan dan
diaktualisasikan.
b. Individu yang sedang berkembang,
yakni selalu ada perubahan dalm
diri peserta didik secara wajar baik
yang ditujukan kepada diri sendiri
maupun kearah penyesuaian dengan
lingkungan.
c. Individu yang membutuhkan
bimbingan individual dan
perlakuan manusiawi, maksudnya
adalah walupun ia adalah makhluk
yang berkembang punya potensi
fisik dan psikis untuk bisa mandiri,
namun karena belum dewasa maka
ia membutuhkan bantuan dan
bimbingan dari pihak lain sesuai
kodrat kemanusiaan.
d. Individu yang memiliki kemampuan
untuk mandiri, hal ini dikarenakan
bahwa di dalam diri anak ada
kecenderungan untuk
memerdekakan diri, sehingga
mewajibkan bagi pendidik dan
orang tua untuk setapak demi
setapak memberikan kebebasan
kepada anak dan pada akhirnya
pendidik mengundurkan diri.
Seseorang yang menginginkan
menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan
mempunyai kriteria yang diinginkan oleh
dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa
menjadi pendidik kalau yang bersangkutan
tidak bisa menunjukkan bukti dengan
kriteria yang ditetapkan. Dalam hal ini
Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan
Dwi Siswoyo mengemukakan sayarat
seorang pendidik adalah : (1) mempunyai
perasaan terpanggil sebagai tugas suci, (2)
mencintai dan mengasih-sayangi peserta
didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab
yang didasari penuh akan tugasnya. Ketiga
persyaratan tersebut merupakan kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Orang yang merasa terpanggil untuk
mendidik maka ia mencintai peserta
didiknya dan memiliki perasaan wajib
dalam melaksanakan tugasnya disertai
dengan dedikasi yang tinggi atau
bertanggung jawab.
Pendapat lain dari Noeng Muhadjir
menjelaskan bahwa persyaratan seseorang
bisa sebagai pendidik apabila seseorang
tersebut: (1) memiliki pengetahuan lebih,
(2) mengimplikasikan nilai dalam
pengetahuan itu dan (3) bersedia
menularkan pengetahuan beserta nilainya
kepada orang lain.
Kedua pendapat di atas merupakan
persyaratan pendidik pada umumnya yang
berlaku bagi lingkungan pendidik formal,
nonformal, dan informal. Pertanyaannya
adalah bagaimana dengan syarat pendidik
yang berlaku khusus disekolah? Beberapa
pendapat syarat pendidik yang
bermunculan seiring dengan lontaran
pertanyaan tersebut. Tetapi sebagian besar
pendapat mengisyaratkan pentingnya
sebuah kompetensi sebagai sebuah
kualifikasi persyaratan profesionalisme
guru.
Apa itu kompetensi? Menurut UU
No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 1, Ayat 10, disebutkan ”Kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan”.
Kompetensi merupakan peleburan
dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya
kalbu), dan keterampilan (daya pisik) yang
diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Dengan kata lain, kompetensi merupakan
perpaduan dari penguasaan pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam melaksanakan tugas atau
pekerjannya. Dapat juga kecakapan, sikap,
sifat, pemahaman, apresiasi dan harapan
yang mendasari karakteristik seseorang
untuk berunjuk kerja dalam menjalankan
tugas atau pekerjaan guna mencapai
standar kualitas dalam pekerjaan nyata.
Jadi, kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai
oleh guru untuk dapat melaksanakan
tugas-tugas profesionalnya.
Rumusan kompetensi di atas
mengandung tiga aspek : (1) kemampuan,
pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat,
pemahaman, apresiasi, dan harapan yang
menjadi ciri dan karakteristik seseorang
dalam menjalankan tugas. Aspek ini
menunjuk pada kompetensi sebagai
gambaran subtansi atau materi ideal yang
seharusnya dikuasai atau dipersyaratkan
untuk dikuasai oleh guru dalam
menjalankan pekerjaannya. Dengan
demikian seseorang dapat dipersiapkan
atau belajar untuk menguasai kompetensi
tertentu sebagai bekal ia bekerja secara
profesional; (2) ciri dan karakteristik
kompetensi yang digambarkan dalam
aspek pertama itu tampil nyata (manifest)
dalam tindakan, tingkah laku dan unjuk
kerjanya. Aspek ini merujuk pada
kompetensi sebagai gambaran unjuk kerja
nyata yang tampak dalam kualitas pola
pikir, sikap dan tindakan seseorang dalam
menjalankan pekerjannya secara piawai.
Seseorang dapat saja berhasil menguasai
secara teoritik seluruh aspek material
kompetensi yang diajarkannya dan
dipersyaratkan. Namun begitu jika dalam
praktek sebagai tindakan nyata saat
menjalankan tugas atau pekerjaan tidak
sesuai dengan standar kualitas yang
dipersyaratkan maka ia tidak dapat
dikatakan sebagai seseorang yang
berkompeten atau tidak piawai, dan (3)
hasil kerjanya itu memenuhi suatu kriteria
standar kualitas tertentu. Aspek ini
merujuk pada kompetensi sebagai hasil
(ouput dan atau outcome) dari unjuk kerja.
Kompetensi seseorang mencirikan
tindakan atau perilaku serta mahir dalam
menjalankan tugas untuk menghasilkan
tindakan kerja yang efektif dan efisien.
Hasilnya merupakan produk dari
kompetensi seseorang dalam menjalankan
tugas dan pekerjannya. Sehingga pihak
lain dapat menilai seseorang apakah dalam
menjalankan tugas dan pekerjannya
berkompeten dan profesional atau tidak.
Proporsi anatara pengetahuan,
sikap dan keterampilan sangat tergantung
pada jenis pekerjaan. Misalnya, pekerjaan
pertukangan kayu memerlukan porsi
keterampilan fisik lebih besar dari pada
pengetahuan dan sikap, pekerjaan
kedokteran bedah memerlukan porsi
pengetahuan, keterampilan dan sikap
secara seimbang, dan pekerjaan sosial
memerlukan porsi sikap lebih besar dari
pada pengetahuan dan keterampilan
sebagai kompetensi. Kompetensi adalah
kemampuan melaksanakan sesuatu yang
diperoleh melalui pendidikan dan latihan.
Dengan demikian, istilah kompetensi
sangat konstektual dan tidak univeral
untuk semua jenis pekerjaan. Setiap jenis
pekerjaan memerluka porsi yang berbeda-
beda antara pengetahuan, sikap dan
keterampilannya.
Dengan demikian dapat ditegaskan
bahwa kemampuan dasar meliputi daya
pikir, daya kalbu, dan daya raga yang
diperlukan oleh peserta didik untuk terjun
di masyarakat dan untuk mengembangkan
dirinya. Daya pikir terdiri dari daya pikir
analitis, deduktif, induktif, ilmiah, kritis,
kreatif, eksploratif, discovery, nalar,
lateral dan berpikir sistem (berpikir sistem
paling sulit dan jarang diajarkan, berpikir
sistem adalah berpikir membangun
keberadaan hal menurut kriteria sistem
dimana sistem mempunyai ciri utuh dan
benar menurut hukum-hukum ketetapan-
Nya). Sejalan dengan hal itu profesi guru
yang melayani peserta didik berkaitan
dengan ilmu pengetahuan, tentu harus
mempunyai daya pikir yang cukup dan
mampu berpikir sistematik.
Bertitik tolak dari kemampuan dan
daya pikir tersebut, maka UU No. 14 tahun
2005 Pasal 8 menyatakan guru wajib
memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Selanjutnya pasal 10
ayat (1) menyatakan Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
Guru profesional bukanlah hanya
untuk satu kompetensi saja yaitu
kompetensi profesional, tetapi guru
profesional semestinya meliputi semua
kompetensi. Terlepas setuju atau tidak
setuju terhadap ke empat kompetensi guru
tersebut, toh secara resmi mereka telah
menjadi legislasi dan regulasi yang harus
ditaati, kecuali pada pihak yang
mengusulkan diadakannya yudical review
terhadap ke empat kompetensi guru
tersebut (adakah pihak yang dirugikan?).
sebagaimana diamanatkan UU 14/2005
dan PP 19/2005 agar guru dan dosen
memahami, menguasai dan terampil
menggunakan sumber-sumber belajar baru
dan menguasai kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional dan kompetensi sosial, sebagai
bagian dari kemampuan profesional guru.
Berikut penjelasannya :
1. Kompetensi Pedagogik
Sebelum UU 14/2005 dan
PP 19/2005 diterbitkan, ada
sepuluh kompetensi dasar guru
yang telah dikembangkan melalui
kurikulum Lembaga Tenaga
Kependidikan (LPTK). Kesepuluh
kompetensi itu kemudian
dijabarkan melalui berbagai
pengalaman belajar. Adapun
sepuluh kemampuan dasar guru itu
: (1) kemampuan menguasai bahan
pelajaran yang disajikan; (2)
kemampuan mengelola program
belajar mengajar; (3) kemampuan
mengelola kelas; (4) kemampuan
menggunakan media atau sumber
belajar; (5) kemampuan menguasai
landasan-landasan kependidikan;
(6) kemampuan mengelola
interaksi bealajar mengajar; (7)
kemampuan menilai prestasi
peserta didik untuk kependidikan
pengajaran; (8) kemampuan
mengenal fungsi dan program
pelayanan bimbingan dan
penyuluhan; (9) kemampuan
mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah; dan (10)
kemampuan memahamii prinsip-
prinsip dan menafsirkan hasil-hasil
penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran. Namun
dalam perjalanannya tidak ada satu
institusipun yang melakukan
evaluasi, apakah kesepuluh
kompetensi guru ini betul-betul
dipenuhi oleh guru atau tidak.
Kesepuluh kompetensi ini hanya
ada sebagai dokumen saja.
Pengembangan dan
peningkatan kualitas kompetensi
guru selama ini diserahkan pada
guru itu sendiri. Jika guru itu mau
mengembangkan dirinya sendiri,
maka guru itu berkualitas, karena ia
senantiasa mencari peluang untuk
meningkatkan kualitasnya sendiri.
Idealnya pemerintah, asosiasi
pendidikan dan guru, serta satuan
pendidikan memfasilitasi guru
untuk mengembangkan
kemampuan bersifat kognitif
berupa pengertian dan
pengetahuan, afektif berupa sikap
dan nilai, maupun perfomansi
berupa perbuatan-perbuatan yang
mencerminkan pemahaman
ketrampilan dan sikap. Dukungan
yang demikian itu penting, karena
dengan cara itu akan meningkatkan
kemampuan pedagogik bagi guru.
Apa itu kompetensi
pedagogik? Dapat ditegaskan
kompetensi pedagogik merupakan
kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik meliputi (1)
pemahaman wawasan guru akan
landasan filsafat pendidikan;
(2)guru memahaman potensi dan
keberagaman peserta didik,
sehingga dapat didesain strategi
pelayanan belajar sesuai dengan
keunikan masing-masing peserta
didik; (3) guru mampu
mengembangkan kurikulum atau
silabus baik dalam bentuk
dokumen maupun implementasi
dalam bentuk pengalaman belajar;
(4) guru mampu menyusun rencana
dan strategi pembelajaran
berdasarkan standar kompetensi
dan kompetensi dasar; (5) mampu
melaksanakan pembelajaran yang
mendidik dengan suasana dialogis
dan interaktif; (6) mampu
melakukan evaluasi hasil belajar
dengan memenuhi prosedur dan
standar yang dipersyaratkan; (7)
mampu mengembangkan bakat dan
minat peserta didik melalui
kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler untuk
mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian tampak
bahwa kemampuan pedagogik bagi
guru bukanlah hal yang sederhana,
karena kualita guru haruslah diatas
rata-rata. Kualitas ini dapat dilihat
dari aspek intelektual , yang
meliputi aspek : (1) logika sebagai
pengembangan kognitif mencakup
kemampuan intelektual mengenal
lingkungan terdiri atas enam
macam yang disusun secara
hierarkis dari yang sederhana
sampai yang kompleks. Yaitu
pengetahuan (kemampuan
mengingat kembali hal-hal yang
telah dipelajari), pemahaman
(kemampuan menangkap makna
atau arti suatu hal), penerapan
(kemampuan mempergunakan hal-
hal yang telah dipelajari untuk
menghadapi situasi-situasi baru
dan nyata), analisis ( kemampuan
menjabarkan sesuatu menjadi
bagian-bagian sehingga struktur
organisasinya dapat dipahami),
sintesis (kemampuan memadukan
bagian-bagian menjadi satu
keseluruhan yang berarti), dan
penilaian ( kemampuan
memberikan harga sesuatu hal
berdasarkan kriteria intern,
kelompok, ekstern atau yang telah
ditetapkan terlebih dahulu; (2)
etika sebagai pengembangan
afektif mencakup kemampuan
emosional dalam mengalami dan
menghayati sesuatu hal meliputi
lima macam kemampuan
emosional disusun secara hierarkis.
Yaitu kesadaran (kemampuan
untuk ingin memperhatikan sesuatu
hal, partisipasi ( kemampuan untuk
turut serta atau terlibat dalam
sesuatu hal), penghayatan nilai (
kemampuan untuk menerima nilai
dan terikat kepadanya),
pengorganisasian nilai
(kemampuan untuk memiliki
sistem nilai dalam dirinya), dan
karakterisasi diri (kemampuan
untuk memiliki pola hidup dimana
sistem nilai yang terbentuk dalam
dirinya mampu mengawai tingkah
lakunya); dan (3) estettika sebagai
pengembangan psikomotrik yaitu
kemampuan motorik menggiatkan
dan mengkoordinasikan gerakan.
Yaitu terdiri dari gerakan refleks
(kemampuan melakukan tindakan-
tindakan yang terjadi secara tak
sengaja) , gerakan dasar (
kemampuan melakukan pola-pola
gerakan bersifat pembawaan),
kemampuan perseptual
(kemampuan menterjemahkan
perangsang yang diterima melalui
alat indera menjadi gerakan yang
tepat), kemampuan jasmani
(kemampuan dan gerakan-gerakan
dasar merupakan inti
memperkembangkan gerakan-
gerakan terlatih). Gerakan terlatih
(kemampuan melakukan gerakan-
gerakan canggih dan rumit dengan
tingkat efisiensi tertentu) dan
komunikasi nondiskursif
(kemampuan melakukan
komunikasi dengan isyarat gerakan
badan).
Untuk menghadapi
tantangan tersebut, guru perlu
berpikir secara antisipatif dan
proaktif. Guru secara terus
menerus belajar sebagai upaya
melakukan pembaharuan atas ilmu
pengetahuan yang dimilikinya.
Caranya sering melakukan
penelitian baik melalui kajian
pustaka, maupun melakukan
penelitian seperti penelitian
tindakan kelas.
2. Kompetensi Kepribadian
Setiap perkataan, tindakan
dan tingkah laku positif akan
meningkatkan citra diri dan
kepribadian seseorang, selama hal
itu dilakukan dengan penuh
kesadaran. Kepribadian menurut
Zakiah Daradjat disebut sebagai
sesuatu yang abstrak, sukar dilihat
secara nyata, hanya dapat diketahui
lewat penampilan, tindakan, dan
ucaan ketika menghadapi sesuatu
persoaalan, atau melalui atsarnya
saja. Kepribadian mencakup semua
unsur baik fisik maupun psikis.
Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku
seseorang merupakan cerminan
dari kepribadian seseorang.
Apabila nilai kepribadian
seseorang naik, maka akan naik
pula kewibawaan orang tersebut.
Tentu dasarnya adalah ilmu
pengetahuan dan moral yang
dimiliknya. Kepribadian akan turut
menentukan apakah para guru
dapat disebut sebagai pendidik
yang baik atau sebaliknya, justru
menjadi perusak anak didiknya.
Sikap dan citra negatif
seorang guru dan berbagai
penyebabnya, seharusnya dihindari
jauh-jauh agar tidak mencemarkan
nama baik guru. Guru sebagai
teladan bagi murid-muridnya harus
memiliki sikap dan kepribadian
utuh yang dapat dijadikan tokoh
panutan idola dalam seluruh segi
kehidupannya. Karenanya guru
harus selalu berusaha memilih dan
melakukan perbuatan positif agar
dapat mengangkat citra baik dan
kewibawannya terutama di depan
murid-muridnya.
3. Kompetensi Sosial
UU Sistem Pendidikan
Nasioanl No. 20 tahun 2003 pada
Pasal 4 ayat 1, menyatakan
”pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan
bangsa”. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan.
Kompetensi sosial terkait
dengan kemampuan guru sebagai
makhluk sosial dalam berinteraksi
dengan orang lain. Sebagai
makhluk sosial guru berperilaku
santun, mampu berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungan
secara efektif dan menarik
mempunyai rasa empati terhadap
orang lain. Kemampuan guru
berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan menarik dengan
peserta didik, sesama pendidik dan
tenaga kependidikanm orang tua
dan wali peserta didik, masyarakat
sekitar sekolah dan sekitar dimana
pendidik itu tinggal, dan dengan
pihak-pihak berkempentingan
dengan sekolah. Kondisi objektif
ini menggambarkan bahwa
kemampuan sosial guru tampak
ketika bergaul dan melakukan
interaksi sebagai profesi maupun
sebagai masyarakat, dan
kemampuan
mengimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pada kompetensi sosial,
masyarakat adalah perangkat
perilaku yang merupakan dasar
bagi pemahaman diri dengan yang
tidak terpisahkan dari lingkungan
sosial serta tercapainya interaksi
sosial secara objektif dan efisien.
Kompetensi sosial mencakup
perangkat perilaku yang
menyangkut: kemampuan
interaktif yaitu kemampuan yang
menunjang efektivitas interaksi
dengan orang lain seperti
keterampilan ekspresi diri,
berbicara efektif, memahami
pengaruh orang lain terhadap diri
sendiri, menafsirkan motif orang
lain, mencapai rasa aman bersama
orang lain; Keterampilan
memecahkan masalah kehidupan
seperti mengatur waktu, uang ,
kehidupan berkeluarga, memahami
nilai kehidupan dan sebagainya.
Dengan demikan indikator
kemampuan sosial guru adalah
mampu berkomunikasi dan bergaul
dengan peserta didik, sesama
pendidik dan tenaga kependidikan,
orang tua dan wali murid,
masyarakat dan lingkungan sekitar,
dan mampu mengembangkan
jaringan.
4. Kompetensi Profesional
Guru adalah salah satu
faktor penting dalam
penyelenggaraan pendidikan di
sekolah. Oleh karena itu
meningkatkan mutu pendidikan,
berarti juga meningkatkan mutu
guru. Meningkatkan mutu guru
bukan hanya dari segi
kesejahteraannya, tetapi juga
profesionalitasnya. UU No. 14
tahun 2005 Pasal 1 ayat (1)
menyartakan guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilaim
dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Sebagai seorang
profesional guru harus memiliki
kompetensi keguruan yang cukup.
Kompetensi keguruan itu tampak
pada kemampuannya menerapkan
sejumlah konsepm asas kerja
sebagai guru, mampu
mendemostarsikan sejumlah
strategi maupun pendekatan
pengajaran yang menarik dan
interaktif, disiplin, jujur, dan
konsisten.
Guru yang bermutu niscaya
mampu melaksanakan pendidikan,
pengajaran dan pelatihan yang
efektif dan efisien. Guru yang
profesional diyakini mampu
memotivasi siswa untuk
mengoptimalkan potensinya dalam
kerangka pencapaian standar
pendidikan yang ditetapkan.
Kompetensi profesional menurut
Usman meliputi: (1) penguasaan
terhadap landasan kependidikan,
dalam kompetensi ini termasuk (a)
memahami tujuan pendidikan, (b)
mengetahui fungsi sekolah di
masyarakat, (c) mengenal prinsip-
prinsip psikologi pendidikan; (2)
menguasai bahan pengajaran
artinya guru harus memahami
dengan baik materi pelajaran yang
akan diajarkan. Penguasaan
terhadap materi pokok yang ada
pada kurikulum maupun bahan
pengayaan; (3) kemampuan
menyusun program pengajaran,
mencakup kemampuan
menetapkan kompetensi belajar,
mengembangkan bahan pelajaran
dan mengembangkan strategi
pembelajaran; dan (4) kemampuan
menyusun perangkat penilaian
hasil belajar dan proses
pembelajaran. Kompetensi yang
dimaksud adalah kompetensi
profesional kependidikan.
Kompetensi profesional mengacu
pada perbuatan (performance)
yang bersifat rasional dan
memenuhi spesifikasi tertentu
dalam melaksanakan tugas-tugas
kependidikan.
Menjadi guru inspiratif
Guru adalah sosok yang paling
utama di jagad ini. Bagaimana tidak, guru
adalah orang yang paling penting dalam
mencerdaskan kehidupan manusia.
Meskipun demikian, belum dapat
dikatakan bahwa semua guru dapat
menjadi inspirasi bagi siswanya untuk
cerdas dalam perilaku hidupnya. Guru
yang mampu menjadi inspirasi siswa
adalah adalah guru yang sebenarnya. Jika
diajar oleh guru inspiratif, siswa akan
mampu menerjemahkan apa yang
dialaminya meskipun tidak berkaitan sama
sekali dengan kurikulum sekolah. (Arifah,
2016, hal. 38)
Guru inspiratif bukanlah seorang
guru yang hanya sekedar mengejar
kurikulum. Akan tetapi, ia mampu
mengajak siswanya untuk berpikir kreatif.
Ia juga mengajak siswanya melihat sesuatu
dari luar lalu mengubahnya di dalam lalu
membawa kembali ke luar, yaitu kepada
masyarakat luas.
Melihat kondidi pendidikan
sekolah pada umumnya guru-guru
memang terbelenggu oleh ketentuan
administratif yang harus dipatuhi seperti
target pencapaian kurikulum,ketuntasan
belajar, silabus, RPP dan sebagainya.
Sesuai dengan ketentuan yang ada bahwa
wujud pelaksanaan pendidikan di sekolah
tertuang dalam bentuk kegiatan
intrakulikuler dan ekstrakurikuler. (Arifah,
2016, hal. 33)
Dalam kegiatan intrakurikuler
sangat jarang guru dalam interaksinya
dengan siswa-siswanya mampu
mengembangkan potensi-potensi yang
dimiliki. Padahal tujuan pendidikan yaitu
pengembangan secara menyeluruh dari
seluruh potensi melalui kretivitas dan
berpikir kreatif. Hal ini memperlihatkan
bahwa pendidika memiliki arti sebagai
pengembangan potensi manusia.
Sementara itu, pada kegiatan
ekstrakulikuler pembinaan dan
pengembangan potensi belum
mendapatkan proporsi yang sewajarnya.
Padahal, kegiatan ekstrakulikuler
diharapkan mampu mengembangkan
potensi di luar kompetensi akademiknya.
Guru tidak hanya dituntut harus
harus mampu mampu sebagai agent of
learning, tetapi juga harus mampu
memerankan dirinya sebagai agent of
change (agen perubahan) bagi peserta
didik. Oleh karena itu, seorang guru
diharapkan dapat menjadi seorang
pendidik yang tidak hanya sebatas
mengajar, tetapi juga harus mampu
memotivasi dan menginspirasi siswanya.
Ada beberapa hal yang dapat
diupayakan oleh guru dalam
membangkitkan motivasi siswanya antara
lain sebagai berikut:
a. Guru ikut terlibat dalam kehidupan
siswa,
b. Guru menjadi idola siswa berkaitan
dengan sikapnya di kelas,
c. Ciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan,
d. Gunakan teknik mengajar yang
menarik,
e. Hargailah hasil pekerjaan siswa,
f. Ciptakan suasana persaingan yang
sehat antar siswa, dan
g. Lihatlah cara mengajar kita dari
kaca mata siswa. (Arifah, 2016,
hal. 43)
Guru mempunyai pandangan bahwa setiap
pribadi siswa mempunyai potensi yang
bisa dikembangkan dan tugas gurulah yang
membangkitkan potensi tersebut.
Karakteristik seorang guru yang inspiratif,
antara lain sebagai berikut:
1. Menetapkan standar yang tinggi,
dengan mengajarkan cara
mencapainya.
2. Hari pertama menjanjikan kepada
siswa, bahwa mereka akan belajar.
Disusun bersama siswa.
a. Suasana kasih sayang dan
kepedulian yang murni, ketika
ia berjanji kepada siswa-
siswanya bahwa kalian akan
berhasil.
b. Kalian harus membantu saya
untuk menolong diri kalian
sendiri.
c. Jika kalian tidak memberikan
apa pun, jangan mengharapkan
apa pun.
d. Kesuksesan tidak datang
menghampiri kalian, tetapi
kalianlah yang harus datang
menghampirinya.
3. Kesenangan terhadap proses
pembelajaran yang luar biasa.
a. Jika para siswa tidak bermain
sesuai irama, itu karena mereka
belum mempelajari caranya.
b. Bakat adalah kualitas yang
dapat diperoleh.
4. Suasana asuh, penuh kepercayaan
dan tidak menghakimi.
5. Sangat ketat, disiplin, dan penuh
kasih sayang.
6. Mengajari siswa untun mencapai
standar yang tinggi dengan kerja
keras.
7. Mencintai pembelajaran, bukan
pengajaran.
8. Terus-menerus belajar bersama
siswa dan membiarkan siswa untuk
tahu terlebih dahulu tentang
sesuatu.
9. Mempunyai prinsip, bahwa semua
orang bisa belajar.
10. Lebih cenderung memberikan
motivasi daripada mengkritik
siswa.
Menjadi guru Kreatif
Perkembangan dunia pendidikan
saat ini menuntut para guru untuk lebih
kreatif dalam mengembangkan
pembelajaran. Walaupun tidak dapat
disangkal, saat ini masih banyak guru yang
belum sampai ke tahap itu. Mereka hanya
menjadi guru yang sebatas mengajar saja.
Kemungkinan untuk mengembangkan atau
mengkreasikan mata pelajaran yang
diampunya masih belum ada.
Guru kreatif diartikan sebagai guru
yang tidak pernah puas dengan apa yang
disampaikannya kepada peserta didik. Dia
berusaha menemukan cara-cara untuk
menemukan potensi unik siswanya.
Baginya, setiap tahun harus ada kreativtas
yang dikembangkan dalam dirinya.
Sehingga materi yang disampaikannya
tidak merupakan materi hafalan dari tahun
ke tahun.
Guru kreatif akan mampu
menemukan kecerdasan setiap peserta
didiknya. Dia juga menjadi produktif
karena apa yang ditemukannya menjadi
bahan pembelajaran yang menarik.
Dengan demikian, pendidikan
kewirausahaan tinggal disisipkan saja
sebagai bumbu yang membuat peserta
didik akhirnya mampu mandiri dan
bermental pengusaha. Mental pengusaha
akan membuatnya tidak akan pernah
menyerah dalam kondisi apa pun.
Guru kreatif adalah guru idola para
siswa. Siswa akan merasa nyaman bila
berada dalam suasana pembelajarannya.
Selain itu, ia juga mampu menjadi teladan
bagi siswanya. Bicaranya sangat
menyejukkan hati, ilmunya bak mata air
yang tak pernah habis diambil, dan
kehadirannya membuat siswa merasa
belajar menjadi menyenangkan. Mereka
pun merasakan betapa nikmatnya berada di
sekolah sebagai rumah kedua.
Beberapa upaya yang bisa
menjadikan guru kreatif saat di kelas, antara
lain sebagai berikut:
1. Konsentrasikan diri anda para
perencanaan mengajar
2. Terbuka untuk perubahan dan
berbuat salah
3. Siap diajak kerja sama.
Menjadi guru Inovatif
Makna kata inovasi adalah
pembaruan atau perbaikan dengan disertai
ke arah yang lebih baik dengan cara-cara
tertentu. Inovasi pembelajaran merupakan
pembaruan atau perbaikan suatu sistem
pembelajaran agar pembelajaran menjadi
lebih baik. (Arifah, 2016, hal. 116)
Dalam inovasi pembelajaran, guru
memiliki peran yang sangat vital dalam
proses pembelajaran di kelas. Gurulah yang
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
menyusun rencana pembelajaran,
melaksanakan kegiatan pembelajaran,
mengevaluasi, menganalisis hasil evaluasi,
dan melakukan tindak lanjut.
Untuk menjadi guru yang inovatif,
anda harus memiliki kemampuan
komunikasi , keterampilan dasar seperti
matematika dan bahasa, keterampilan
teknologi, keterampilan memecahkan
masalah, literasi terhadap keberagaman
budaya dan bahasa, keterampilan
interpersonal, keterampilan menemukan ,
keterbacaan tehadap informasi atau
teknologi digital dan kemampuan berpikir
kritik dan kreatif.
Berikut beberapa upaya untuk
menjadi guru yang inovatif:
1. Guru menciptakan suasana kelas
yang aman dan nyaman secara
emosional dan intektual
2. Guru mengukur dengan hati,
seberapa besar keterlibatan siswa
dalam tugas yang ia berikan
3. Lima menit terakhir yang
menentukan
4. Guru menciptakan budaya
menjelaskan, bukan budaya asal
menjawab dengan betul
5. Guru mengajarkan kesadaran siswa
dalam memandang sebuah
pengetahuan.
PENUTUP
Pendidikan dipersepsikan
bermacam versi oleh masyarakat. Ada
yang mempersepsikan sebagai sebuah
upaya pendewasaan rohani dan jasmani
individu ataupun kelompok masyarakat,
upaya pemindahan tradisi dan pelestarian
dari satu generasi ke genarasi lainnya,
upaya pembekalan pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan oleh
masyarakat, upaya rekayasa sosial untuk
merubah peradaban, pendidikan sebagai
ukuran strata sosial, dan ada pula yang
mengidentifikasikan pendidikan dengan
sekolah dan atau belajar. Tiga komponen
sentral dalam upaya pendidikan adalah
peserta didik, pendidik dan tujuan
pendidikan. Dalam proses pendidikan
terjadi interaksi antara peserta didik dan
pendidik dalam mencapai tujuan
pendidikan. Untuk konteks Indonesia,
dewasa ini telah dirumuskan syarat
kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru menurut Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen. Pada pasal 10 Undang-Undang
tersebut disebutkan bahwa kompetensi
guru meliputi : (a) kompetensi pedagogik ,
(b) kompetensi kepribadian, (c)
kompetensi profesional, dan (d)
kompetensi sosial. Menjadi guru tidak
hanya sekedar memenuhi kompetensi guru
dengan baik, namun juga harus inspiratif,
kreatif dan inovatif sehingga membentuk
siswanya menjadi pelajar yang cerdas dan
berkarakter.
UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih saya ucapkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan kemudahan dan
petunjuknya dalam mengerjakan jurnal ini
hingga selesai. Terimakasih pula untuk kedua
orang tua saya yang selalu mendoakan saya
dan mendukung saya dalam setiap apa yang
saya lakukan. Terimakasih saya ucapakan
kepada dosen saya Pak Ali yang sudah
memberikan tugas ini , sehingga pengetahuan
saya bertambah dalam mengerjakan jurnal ini,
dan yang terakhir saya ucapkan kepada teman-
teman saya yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu atas semangat dan bantuan maupun
pertolongan yang telah diberikan.
Daftar Pustaka
Arifah, F. N. (2016). Menjadi Guru
Teladan , Kreatif, Inspiratif,
Motivatif & Profesional.
Yogyakarta: Araska.
Husein, L. (2017). Profesi Keguruan
Menjadi Guru Profesional.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Jabar, C. S. (2016). Manajemen
Pendidikan. Yogyakarta: UNY
Press.
MUSTADI, Ali. Penanaman Nilai-Nilai
Agama dalam Pembentukan Sikap
dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar
Islam Terpadu Luqman Al-Hakim
Yogyakarta. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, [S.l.], v. 8, n.
1, june 2006. ISSN 2338-6061.
Available at:
<https://journal.uny.ac.id/index.php
/jpep/article/view/2008/1655>.
Date accessed: 24 oct. 2017.
doi:http://dx.doi.org/10.21831/pep.
v8i1.2008.
MUSTADI, Ali; ZUBAIDAH, Enny;
SUMARDI, Sumardi. PERAN
KOMITE SEKOLAH DALAM
PENINGKATAN MUTU
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
DASAR.Cakrawala Pendidikan,
[S.l.], n. 3, oct. 2016. ISSN 2442-
8620. Available at:
<https://journal.uny.ac.id/index.php
/cp/article/view/10578>. Date
accessed: 23 oct. 2017.
doi:http://dx.doi.org/10.21831/cp.v
35i3.10578
Permana, A. B., & Pujiastuti, P.
PENGEMBANGAN BUKU AJAR
TEMATIK INTEGRATIF
BERBASIS DISCOVERY
LEARNING DALAM
PENINGKATAN MOTIVASI
BELAJAR DAN KARAKTER
TANGGUNG JAWAB. Jurnal
Pendidikan Karakter, 7(1).
Sagala, S. (2009). Kemampuan Profesional
Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta.
Siswoyo, D. (2013). Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.
.Utami, K. N., & Mustadi, A.
PENGEMBANGAN
PERANGKAT PEMBELAJARAN
TEMATIK DALAM
PENINGKATAN KARAKTER,
MOTIVASI, DAN PRESTASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH
DASAR. Jurnal Pendidikan
Karakter, 7(1).