peningkatan keterampilan pemecahan masalah …eprints.ums.ac.id/32791/20/naskah...

16
PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SMP MELALUI STRATEGI DISCOVERY LEARNING NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Disusun Oleh : EMA DWI WARDANI A 410 110 144 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

Upload: vukien

Post on 24-May-2019

249 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA SMP MELALUI STRATEGI

DISCOVERY LEARNING

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1

Disusun Oleh :

EMA DWI WARDANI

A 410 110 144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA SMP MELALUI STRATEGI

DISCOVERY LEARNING

Oleh

Ema Dwi Wardani1, Sutama

2

1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UMS, [email protected]

2Staf Pengajar UMS, [email protected]

Abstract

The purpose of research to describe the increase in problem solving

skills with students of SMP Negeri 1 subject Bulukerto A class VIII semester

2014/2015 academic year through learning strategies Discovery Learning. This

study includes classroom action research. The technique of collecting data

through observation, testing, field notes, and documentation. The data obtained

in the form of scores in the first cycle and cycle II. The data analysis techniques

with qualitative descriptive, namely data reduction, data presentation, and data

verification. The results showed an increase in mathematical problem-solving

skills that can be seen from: 1) the student is able to understand the problem

before action 36.67%, 53.33% first cycle, second cycle and 70.00%, 2) students

are able to plan the settlement of the problem before action 30,00%, the first

cycle 56.67%, and 76.67% second cycle, 3) the student is able to carry out the

appropriate problem resolution before the action plan 23.33%, 46.67% the first

cycle, and second cycle 73.33% 4) students were able to check back for all the

steps before the actions 16.67%, 43.33% the first cycle, and second cycle

73.33%. Based on the description above concluded that the application of

learning strategies discovery learning can improve math problem solving skills.

Keywords: skills, math problem, discovery learning

Abstrak

Tujuan penelitian untuk mendiskripsikan peningkatan keterampilan

pemecahan masalah dengan subyek siswa SMP Negeri 1 Bulukerto kelas VIII A

semester genap tahun ajaran 2014/2015 melalui strategi pembelajaran Discovery

Learning. Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas. Teknik

pengumpulan data melalui metode observasi, tes, catatan lapangan, dan

dokumentasi. Data yang diperoleh berupa nilai tes pada siklus I dan siklus II. Teknik analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian

data, dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan keterampilan

pemecahan masalah matematika yang dapat dilihat dari: 1) siswa mampu

memahami masalah sebelum tindakan 36,67%, siklus I 53,33%, dan siklus II

70,00%, 2) siswa mampu merencanakan penyelesaian masalah sebelum tindakan

30,00%, siklus I 56,67%, dan siklus II 76,67%, 3) siswa mampu melaksanakan

penyelesaian masalah sesuai rencana sebelum tindakan 23,33%, siklus I 46,67%,

dan siklus II 73,33 % 4) siswa mampu melakukan pengecekan kembali terhadap

semua langkah sebelum tindakan 16,67%, siklus I 43,33%, dan siklus II 73,33%.

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa penerapan strategi pembelajaran

discovery learning dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah

matematika.

Kata kunci: keterampilan, masalah matematika, discovery learning

Pendahuluan

Keterampilan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar

seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah yang melibatkan pemikiran kritis,

logis, dan sistematis. Kaya, dkk (2014) menyatakan bahwa keterampilan

pemecahan masalah adalah keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang

dan dapat digunakan di berbagai bidang kehidupan sehari-hari. Pentingnya

diberikan masalah matematika tidak terlepas dari perannya dalam kehidupan,

yaitu untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menghadapi suatu

permasalahan.

Dalam pembelajaran matematika, keterampilan pemecahan masalah

memiliki peranan penting yaitu sebagai kemampuan awal bagi siswa dalam

merumuskan konsep dan modal keberhasilan bagi siswa dalam menyelesaikan

permasalahan matematika. Nurdalilah, dkk (2010) menyatakan bahwa

pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat

penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa

dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta

keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah

yang tidak rutin.

Memnun, dkk (2012) juga mengemukakan bahwa memungkinkan

individu untuk mendapatkan keterampilan pemecahan masalah dan melatih

individu yang bisa mengatasi masalah yang dihadapi selama kehidupan nyata

mereka, adalah tujuan prioritas dan tujuan utama dari pendidikan saat ini. Hal ini

menunjukkan bahwa keterampilan pemecahan masalah memiliki peranan

penting dalam pendidikan.

Menurut Polya (Hamiyah dan Jauhar, 2011: 17), keterampilan

pemecahan masalah memuat empat indikator yaitu 1) memahami masalah, 2)

merencanakan penyelesaian, 3) menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan 4)

melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah.

Berdasarkan hasil observasi awal di kelas VIIIA semester genap SMP

Negeri 1 Bulukerto tahun ajaran 2014/ 2015 dengan jumlah siswa 30 diperoleh

kemampuan pemecahan masalah siswa yang bervariasi. Keterampilan

pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika, yaitu siswa yang

mampu memahami masalah sebanyak 11 anak (36,67%), merencanakan

penyelesaian sebanyak 9 anak (30,00%), melaksanakan penyelesaikan masalah

sesuai rencana sebanyak 7 anak (23,33%), dan melakukan pengecekan kembali

terhadap semua langkah sebanyak 5 anak (16,67%).

Akar penyebab rendahnya keterampilan pemecahan masalah yang paling

dominan yaitu bersumber dari guru. Guru masih menggunakan metode

pembelajaran konvensional seperti ceramah yang secara tidak langsung siswa

hanya dituntut untuk mendengarkan saja sehingga menyebabkan siswa menjadi

bosan dan malas untuk mengikuti pelajaran. Berdasarkan akar penyebab yang

paling dominan tersebut dapat diajukan alternatif tindakan melalui strategi

pembelajaran discovery learning. Menurut Balim (2009) discovery learning

merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada penemuan konsep

baru. Discovery learning mendorong siswa untuk sampai pada kesimpulan

berdasarkan kegiatan dan pengamatan mereka sendiri.

Langkah-langkah discovery learning yaitu 1) siswa diberikan suatu

permasalahaan dengan tipe penemuan agar timbul keinginan siswa untuk

menyelidiki sendiri, 2) siswa diberikan waktu untuk memahami, mendiskusikan,

dan merencanakan cara menyelesaikan masalah tersebut, 3) guru membimbing

siswa dan memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan yaitu

dengan memberikan pengarahan agar sampai pada solusi pemecahan masalah

yang dituju, 4) Siswa dibimbing untuk dapat menyimpulkan materi yang

dipelajari.

Keunggulan discovery learning yaitu: 1) siswa dapat berkembang dengan

cepat sesuai dengan kemampuannya sendiri, 2) pengetahuan bertahan lama dan

mudah diingat, 3) meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk

berpikir bebas, dan 4) melatih keterampilan kognitif (Hamiyah dan Jauhar, 2014:

183-184).

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan

yaitu melalui discovery learning dapat meningkatkan keterampilan pemecahan

masalah matematika bagi siswa kelas VIIIA semester genap SMP Negeri 1

Bulukerto tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini memiliki tujuan baik secara

umum dan khusus. Secara umum penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan

keterampilan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah mendeskripsikan proses

pembelajaran matematika melalui discovery learning dan mendeskripsikan

peningkatan keterampilan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas

VIIIA semester gasal SMP Negeri 1 Bulukerto tahun ajaran 2014/2015 setelah

menggunakan discovery learning.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini berdasarkan pendekatan kualitatif dengan desain

PTK. Menurut Aqip (2009: 19) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang

dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan

penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktik

pembelajaran.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bulukerto. Penelitian

tindakan kelas dilaksanakan selama dua siklus, yaitu satu siklus dilakukan

selama dua kali pertemuan. Subyek yang menerima tindakan adalah siswa kelas

VIII A SMP Negeri 1 Bulukerto yang berjumlah 30 siswa, sedangkan subyek

pemberi tindakan adalah guru matematika kelas VIII A.

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan metode

pokok dan metode bantu. Metode pokok berupa observasi dan tes, sedangkan

metode bantu berupa catatan lapangan dan dokumentasi

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010:246)

analisis data secara kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi

data.

Keabsahan data dilakukan dengan observasi secara terus menerus,

triangulasi sumber, dan triangulasi metode. Observasi secara terus menerus

dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Moleong (2009:

330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Triangulasi sumber, yaitu membandingkan derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda.

Triangulasi metode, yaitu membandingkan suatu informasi atau data dengan

cara yang berbeda.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada kondisi awal, guru belum menggunakan strategi pembelajaran

discovery learning. Metode yang digunakan guru masih konvensional dimana

pembelajaran masih terpusat pada guru. Menurut Yeni (2011) dalam

pembelajaran konvensional guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi

bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Dalam

menyampaikan materi guru masih menggunakan metode ceramah dan

memberikan contoh soal tanpa melibatkan siswa secara aktif dalam pemecahan

masalah.

Pada kondisi awal masih banyak siswa yang ramai sehingga

pembelajaran menjadi tidak kondusif. Selain itu siswa malu dalam bertanya

terhadap materi yang belum paham sehingga pembelajaran menjadi kurang

optimal. Menurut Linidinillah (2008), agar mengajar pemecahan masalah lebih

efektif, maka guru perlu memahami faktor-faktornyanya, yaitu: waktu,

perencanaan, sumber belajar-media, teknologi, serta pengelolaan kelas. Dapat

dimaknai bahwa peran guru sangatlah penting bagi siswa dalam kegiatan

pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan siklus I dengan menerapkan strategi discovery

learning. Guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan doa. Guru

memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran serta

menyampaikan gambaran umum materi keliling dan luas lingkaran. Guru

memberikan suatu permasalahan dengan tipe penemuan sehingga siswa

tertantang untuk mencoba. Menurut Linidinillah (2008) media yang sangat

menentukan adalah LKS yang dibuat oleh guru untuk memandu atau melatih

siswa dalam menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah.

Siswa diberikan waktu untuk memahami, merencanakan cara

penyelesaikan, dan mengolah data atau informasi yang telah diperoleh siswa.

Menurut Puspita, dkk (2013) dengan menggunakan pendekatan discovery

learning siswa akan terlibat secara langsung dalam menemukan ide dan konsep

matematika sehingga siswa dapat menemukan konsep secara mandiri dan

pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Guru membimbing siswa dalam setiap kegiatan dan memberikan bantuan

pada kelompok yang mengalami kesulitan yaitu dengan memberikan pengarahan

agar sampai pada solusi pemecahan masalah yang dituju. Guru membimbing

siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari. Pada

kegiatan akhir, guru memberikan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa

dalam pemecahan masalah.

Pada siklus I keterampilan pemecahan masalah siswa sudah mengalami

peningkatan, namun belum sesuai dengan harapan. Masih ada beberapa siswa

yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah. Hal ini dilihat dari hasil

pekerjaan siswa secara mandiri. Selain itu, siswa juga belum terbiasa dengan

penerapan strategi discovery learning sehingga pembelajaran menjadi kurang

optimal. Oleh karena itu, guru bersama dengan peneliti sepakat untuk

melaksanakan tindakan pada siklus II.

Pelaksanaan tindakan siklus II kembali dilakukan dengan menerapkan

strategi discovery learning. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan salam dan

doa kemudian guru mengkondisikan siswa untuk menyiapkan fisik dan

perlengkapan belajar. Guru melakukan presensi siswa dan menyampaikan tujuan

pembelajaran. Guru memberikan motivasi dengan menyampaikan pentingnya

mempelajari materi lingkaran. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada

siswa mengenai materi lingkaran untuk memancing siswa agar dapat memahami

materi tersebut.

Guru menyampaikan gambaran umum materi panjang busur, luas juring,

dan luas tembereng suatu lingkaran. Guru memberikan suatu permasalahan

dengan tipe penemuan agar timbul keinginan siswa untuk mencoba. Siswa

diminta berdiskusi untuk memahami permasalahan tersebut. Hasibuan, dkk

(2014) menyatakan bahwa seseorang bisa dikatakan paham jika dapat

mengubah suatu informasi yang ada dalam pikirannya ke dalam bentuk lain

yang lebih berarti.

Kemudian guru berkeliling untuk mengamati dan membimbing siswa

yang mengalami kesulitan dalam memahami permasalahan. Setelah selesai

diskusi, salah satu perwakilan kelompok diminta untuk menyajikan hasil

kerjanya. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan tentang materi

yang telah dipelajari. Kemudian guru memberikan soal untuk dikerjakan secara

mandiri untuk mengetahui kemampuan siswa.

Pada siklus II penerapan strategi discovery learning sudah berjalan sesuai

dengan harapan. Siswa sudah terbiasa dengan penerapan strategi discovery

learning dan indikator keterampilan pemecahan masalah siswa mengalami

peningkatan.

Siswa yang mampu memahami masalah matematika selalu menunjukan

peningkatan dari sebelum dilakukan tindakan sampai tindakan siklus II. Sebelum

dilakukan tindakan siswa yang mampu memahami masalah sebanyak 11 siswa

(36,67%), pada tindakan siklus I meningkat menjadi 16 siswa (53,33%) dan

sampai tindakan kelas siklus II meningkat menjadi 21 siswa (70,00%). Maryati

(2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap isi

materi pelajaran sangatlah penting. Kemampuan siswa dalam memahami

masalah sangat diperlukan dalam memecahkan suatu permasalahan sehingga

siswa akan mengetahui dengan jelas materi/soal yang sedang dipelajari.

Sebelum dilakukan tindakan siswa yang mampu merencanakan

penyelesaian masalah sebanyak 9 siswa (30,00%). Pada siklus I meningkat

menjadi 17 siswa (56,67%) dan pada tindakan siklus II meningkat menjadi 23

siswa (76,67%). Siswa yang mampu menyelesaikan masalah sesuai rencana

mengalami peningkatan dari sebelum dilakukan tindakan sampai tindakan siklus

II. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Ismail dan Atan (2011)

yang menyatakan bahwa pelajar harus mampu merancang dan melaksanakan

strategi serta memiliki pengetahuan tentang prosedur penyelesaiannya. Hal ini

berarti siswa harus menentukan strategi yang dapat digunakan dalam

penyelesaian masalah.

Pada kondisi awal siswa yang mampu melaksanakan penyelesaian

masalah sesuai rencana sebanyak 7 siswa (23,33%). Pada siklus I meningkat

menjadi 14 siswa (46,67%) dan pada tindakan siklus II meningkat menjadi 22

siswa (73,33%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Ismail

dan Atan (2011) menyatakan bahwa melaksanakan penyelesaian masalah

merupakan cara yang telah ditentukan pada tahap perumusan penyelesaian

masalah. Hal ini berarti siswa harus memproses informasi dan bukti-bukti untuk

memperoleh hasil.

Pada kondisi awal siswa yang mampu melakukan pengecekan kembali

terhadap semua langkah sebanyak 5 siswa (16,67%). Pada siklus I meningkat

menjadi 13 siswa (43,33%). Pada tindakan siklus II, siswa yang mampu

melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah meningkat menjadi 22

siswa (73,33%). Hal ini sesuai dengan penelitian Ismail dan Atan (2011) yang

menyatakan bahwa siswa perlu memeriksa kembali penyelesaian terhadap

masalah. Termasuk memeriksa langkah-langkah penyelesaian dan alternatif

strategi yang digunakan dalam penyelesaian.

Adapun permasalahan yang diberikan sebagai berikut.

Di pusat sebuah kota rencananya akan dibuat sebuah taman berbentuk

lingkaran dengan diameter 56 m. Di dalam taman itu akan dibuat kolam

berbentuk lingkaran berdiameter 28 m, jika di luar kolam akan ditanami rumput

dengan biaya Rp 6.000,00/ m2, hitunglah seluruh biaya yang harus dikeluarkan

untuk menanam rumput tersebut.

Sedangkan hasil pekerjaan siswa mengenai keterampilan pemecahan

masalah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.1

Keterampilan pemecahan masalah siswa rendah

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa keterampilan pemecahan masalah

siswa tergolong masih rendah. Strategi/rumus yang digunakan siswa dala

penyelesaian masih belum tepat. Hal ini disebabkan karena siswa siswa masih

kesulitan dalam merumuskan masalah sehingga menyebabkan kesalahan pada

tahap selanjutnya.

Gambar 4.2

Keterampilan pemecahan masalah siswa sedang

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa keterampilan pemecahan masalah siswa

pada tingkat sedang. Siswa menjawab permasalahan dengan benar. Akan tetapi

siswa tidak menuliskan informasi yang terdapat dalam soal. Hal ini disebabkan

karena siswa belum terbiasa dalam menyelesaikan masalah secara runtut. Sangat

penting bagi siswa dalam menuliskan informasi yang terdapat dalam soal untuk

mengurangi kesalahan dalam penyelesaian.

Gambar 4.3

Keterampilan pemecahan masalah siswa tinggi

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa keterampilan pemecahan masalah siswa

tinggi. Siswa melaksanakan semua tahapan discovery learning. Siswa menjawab

secara runtut proses penyelesaian dengan benar, yaitu dengan menuliskan

informasi yang terdapat dalam soal, merencanakan penyelesaian dengan

menentukan rumus/alternatif penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan, dan melakukan pengecekan kembali

terhadap langkah yang digunakan serta menyimpulkan hasil akhir sesuai dengan

permintaan soal.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari siklus I hingga siklus II

mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini didukung oleh penelitian

Supriyanto (2014) yang menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas dan

hasil belajar siswa melalui penerapan discovery learning. Melalui penerapan

strategi discovery learning, siswa memiliki pengalaman karena siswa melakukan

sesuatu percobaan yang memungkinkan mereka untuk menemukan konsep atau

prinsip-prinsip matematika bagi diri mereka sendiri.

Data yang diperoleh mengenai peningkatan keterampilan pemecahan

masalah matematika siswa melalui strategi discovery learning pada siswa kelas

VIII A SMP Negeri 1 Bulukerto dapat disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.1

Data Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa

No Indikator yang diamati Kondisi Awal Siklus I Siklus II

1 Memahami Masalah 36,67%

(11 siswa)

53,33 %

(16 Siswa)

70,00 %

(21 siswa)

2 Merumuskan penyelesaian

masalah

30,00 %

(9 siswa)

56,67 %

(17 siswa)

76,67 %

(23 siswa)

3 Melaksanakan penyelesaian

masalah sesuai rencana

23,33 %

(7 siswa)

46,67 %

(14 siswa)

73,33 %

(22 siswa)

4 Melakukan pengecekan

kembali terhadap semua

langkah

16,67 %

(5 siswa)

43,33 %

(13 siswa)

73,33 %

(22 siswa)

Adapun grafik peningkatan keterampilan pemecahan masalah matematika

siswa dari sebelum tindakan sampai tindakan kelas siklus II dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 4.4

Grafik Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah Matematika

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari

keterampilan pemecahan masalah. Indikator memahami masalah memiliki

presentase lebih kecil daripada indikator lainnya. Hal ini disebabkan karena

sebagian besar siswa langsung pada rumus yang digunakan kemudian

menyelesaikannya. Siswa tidak menuliskan informasi apa yang diketahui dan

ditanyakan dalam soal sebagai penilaian dari indikator memahami masalah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari siklus I hingga siklus

II menunjukkan bahwa penerapan strategi discovery learning mampu

meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII A

SMP Negeri 1 Bulukerto tahun ajaran 2014/2015.

Simpulan

Proses pembelajaran matematika yang dilakukan antara peneliti dan guru

dalam penelitian ini menggunakan strategi discovery learning. Dengan langkah-

langkah discovery learning sebagai berikut 1) siswa diberikan suatu

permasalahaan dengan tipe penemuan agar timbul keinginan siswa untuk

menyelidiki sendiri, 2) siswa diberikan waktu untuk memahami, mendiskusikan,

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Per

sen

tase

%

Keterampilan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa yang mampu memahami

masalah

Siswa yang mampu

merencanakan penyelesaian

Siswa yang mampu

melaksanakan penyelesaian

sesuai rencana

Siswa yang mempu melakukan

pengecekan kembali terhadap

semua langkah

dan merencanakan cara menyelesaikan masalah tersebut, 3) guru membimbing

siswa dan memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan yaitu

dengan memberikan pengarahan agar sampai pada solusi pemecahan masalah

yang dituju, 4) Siswa dibimbing untuk dapat menyimpulkan materi yang

dipelajari.

Setelah diterapkannya strategi pembelajaran discovery learning, ada

peningkatan peningkatan keterampilan pemecahan masalah matematika pada

siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Bulukerto tahun ajaran 2014/2015.

Siswa yang mampu memahami masalah sebelum tindakan 36,67%, siklus

I 53,33%, dan siklus II 70,00%. Siswa yang mampu merencanakan penyelesaian

masalah sebelum tindakan 30%, siklus I 56,67%, dan siklus II 76,67%. Siswa

mampu melaksanakan penyelesaian masalah sesuai rencana sebelum tindakan

23,33%, siklus I 46,67%, dan siklus II 73,33 %. Siswa yang mampu melakukan

pengecekan kembali terhadap semua langkah sebelum tindakan 16,67%, siklus I

43,33%, dan siklus II 73,33%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan

strategi discovery mampu meningkatkan keterampilan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Bulukerto tahun ajaran

2014/2015.

Daftar Pustaka

Balim, A. G. 2009. “The Effect of Discovery Learning on Students Success an

Inquiry Skills”. Eurasian Journal of Educational Research/ Issue 35, 1-

21.

Hamiyah, N. Dan M. Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Hasibuan, Irwan, dan Mirna. 2014. "Penerapan Metode Penemuan Terbimbing

pada Pembelajaran Matematika Kelas Xi Ipa Sman 1 Lubuk Alung".

Jurnal Pendidikan Matematika/ Vol. 3 No. 1, 38-44.

Ismail, Sarimah; Abreza Atan. 2011. “Aplikasi Pendekatan Penyelesaian

Masalah Dalam pengajaran Mata Pelajaran Teknikal dan Vokasional di

Fakulti Pendidikan UTM“. Journal of Educational Psychology and

Counseling. Vol. 2 No. 1, 113-144.

Kaya, D., D. Izgiol, dan C. Kesan. 2014. “The Investigation of Elementary

Mathematics Teacher Candidates’ Problem Solving Skills According to

Various Variables”. International Electronic Journal of Elementary

Education/ 6(2), 295-314.

Lidinillah, D. A. M. 2008. “Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah di

Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol.1 No. 10, 67-77.

Maryati, Dwi. 2012 “Peningkatan Motivasi Dan Pemahaman Siswa Smk N 5

Banjarmasin Terhadap Dasar Teknik Digital dengan Media Simulasi

Electronic Workbench (EWb)”. Jurnal Pendidikan Vokasi. Vol. 2 No. 1,

127-142.

Memnun, D.S., Lynn. C. Hart, dan Recai Akkaya. “A Research on the

Mathematical Problem Solving Beliefs of Mathematics, Science and

Elementary Pre-Service Teachers in Turkey in terms of Different

Variables”. International Journal of Humanities and Social Science

Vol. 2 No. 24, 172-184.

Moleong, J. Lexy. 2009. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Nurdalilah, S. E. Armanto, dan Dian. 2010. “Perbedaan Kemampuan Penalaran

Matematika dan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Berbasis

Masalah dan Pembelajaran Konvensional di Sma Negeri 1 Kualuh

Selatan”. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA. Vol. 6 No. 2,

109-119.

Puspita, S. A. R., Pitadjeng, dan N. Nugraheni. 2013. “Peningkatan Kualitas

Pembelajaran Geometri Berbasis Discovery Learning melalui Model

Think Pair Share”. Joyful Learning Journal/ 2(3), 1-9.

Sugiyono. 20010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Banung:

Alfabeta.

Supriyanto, Bambang. 2014. "Penerapan Discovery Learning untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran

Matematika Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran di SDN

Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember". Pancaran/

Vol. 3 No. 2, 165-174

Yeni, E. M. 2011. "Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa

Kelas V Sekolah Dasar". Jurnal Edisi Khusus/ No. 1, 63-75.