peningkatan hasil belajar matematika pada materi sudut...
TRANSCRIPT
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Tindakan
Pada pelaksanaan tindakan dijabarkan tentang deskripsi siklus I dan siklus II.
1. Deskripsi Pra Siklus
Pada deskripsi pra siklus diuraikan mengenai hasil tindakan pra siklus dengan
melakukan evaluasi untuk mengetahui pencapaian hasil belajar yang diperoleh
dari masing-masing siswa, apakah sudah mencapai KKM atau belum mencapai
KKM.Kegiatan pada pra siklus dilaksanakan selama 1 pertemuan. Hasil pra siklus
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut ini:
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
Nilai Frekuensi
10-29 9
30-49 9
50-69 1
70-89 3
90-100 2
Rata-rata 42,8
Nilai tertinggi 95
Nilai terendah 13
Berdasarkan tabel 4.1 maka dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai
10-29 sebanyak 9 siswa.Siswa yang mendapat nilai 30-49 sebanyak 9 siswa.
Siswa yang mendapat nilai 50-69 sebanyak 1 siswa. Siswa yang mendapat nilai
70-89 sebanyak 3 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 90-100 sebanyak 2
siswa. Nilai rata-rata yang diperoleh dari data pra siklus adalah 42,8 dengan
nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 13.
Untuk lebih memperjelas data mengenai hasil pra siklus pada tabel 4.1, maka
dapat dibuat diagram batang seperti pada gambar 4.1.
31
Gambar 4.1
Hasil Pra Siklus
dari data mengenai hasil pra siklus kemudian peneliti melakukan analisis
mengenai ketuntasan hasil belajar siswa yang tertera pada table berikut ini :
Tabel 4.2
Ketuntasan hasil belajar siswa pra siklus
Kategori Keterangan Frekuensi Persentase (%)
Tuntas ≥61 6 25
Tidak
Tuntas
<61
18 75
Jumlah 24 100
Rata-rata 42,8
Nilai tertinggi 95
Nilai terendah 13
Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa siswa yang tuntas dan tidak tuntas
jumlahnya tidak sama. Siswa kelas VII SMP N 1 Kaliwungu belum mencapai
KKM, yakni 6 dari 24 siswa sudah mencapai KKM atau dengan persentase 25%.
Sedangkan ada 18 siswa yang belum mencapai KKM atau dengan persentase
75%. Rata-rata hasil belajar matematika siswa pada pra siklus adalah 42,8, nilai
tertinggi 95, dan nilai terendah 13. Berdasarkan ketuntasan hasil belajar
matematika siswa kelas VII SMP N 1 kaliwungu pra siklus pada tabel 4.2 dapat
digambarkan dalam diagram lingkaran sebagai berikut:
0
2
4
6
8
10
10-29 30-49 50-69 70-89 90-100
Frekuensi
Frekuensi
32
Gambar 4.2
Presentasi ketuntasan hasil belajar matematika pra siklus
Berdasarkan gambar 4.2 tentang persentase ketuntasan hasil belajar
matematika pra siklus ada 6 siswa yang mencapai KKM atau 25% siswa sudah
mencapai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran di dalam kelas belum
berhasil karena lebih dari 80% siswa belum mencapai KKM (KKM=61) belum
berhasil. Untuk lebih meningkatkan hasil belajar matematika maka peneliti
menggunakan penerapan pembelajaran problem posing mdan penelitian
dilanjutkan siklus I.
2. Deskripsi Siklus I
Pada deskripsi siklus I akan diuraikan mengenai tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan dan observasi, hasil tindakan, dan refleksi. Kegiatan
pembelajaran pada siklus I dilaksanakan selama 1 pertemuan.
a. Rencana Tindakan
Rencana tindakan pada siklus I terdiri dari 1 perencanaan pertemuan dengan
rincian sebagai berikut:
1) Pertemuan Pertama
Setelah peneliti memperoleh data dari hasil observasi, maka peneliti melakukan
diskusi dengan guru kelas VII mengenai materi pembelajaran matematika yang
akan disajikan dengan pembelajaran problem posing. Guru menentukan
standar kompetensi (SK) yakni 5. Memahami gabungan garis dengan garis, garis
dengan sudut serta menentukan ukuranya, dengan kompetensi dasar (KD) 5.1
.Menentukan hubungan dua garis, serta besar dan jenis sudutnya Indikator
Tuntas
Tidak tuntas75%
25%
33
yang dipakai pada pertemuan ini yakni mengenal satuan sudut dalam konversi
satuan waktu, dan menjumlahkan dan mengurangkan sudut. Setelah
menentukan SK, KD, dan indikator, peneliti menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Peneliti juga menyiapkan alat peraga yang menunjang
proses pembelajaran yaitu berupa gambar jam dan lembar soal
b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Siklus I
Pelaksanaan tindakan dan observasi pada siklus I dilaksanakan selama 1 kali
pertemuan dengan alokasi waktu pada tiap pertemuan adalah 2x35 menit atau
2 jam pelajaran. Adapun pelaksanaan tindakan dan observasi pada siklus I
adalah:
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama siklus I dilaksanakan pada hari kamis tanggal 10 April 2014
pukul 08.40 – 10.40 dan terdiri dari 3 kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan
awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Langkah – langkah pembelajaran pada
pertemuan pertama adalah sebagai berikut:
a) Kegiatan Awal
Sebelum memulai pelajaran, guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
selama pembelajaran dan melakukan pengkondisian kelas. Setelah semua siswa
siap mengikuti pembelajaran, guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam, berdoa menurut agama dan kepercayaan masing – masing dipimpin oleh
ketua kelas, dan melakukan absensi. Guru melakukan apersepsi yang
berhubungan dengan materi sudut yaitu tentang gunanya mengukur sudut
pada meja, lalu guru menyuruh siswa menganalisa kejadian-kejadian lain yang
berhubungan dengan sudut. Contohnya sudut pada jarum jam. Setelah guru
membimbing siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian
yang berkaitan dengan sudut, contohnya masalah menghitung jam
menggunakan satuan waktu kemudian guru membimbing siswa mengajukan
hipotesis terhadap masalah yang di rumuskan, contohnya mengapa 1 jam = 60
menit?
b) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti, pertama–tama guru membimbing siswa untuk
merencanakan pemecahan masalah. Penyampaian informasi atau materi yang
dilakukan guru tidak didominasi dengan ceramah, tetapi guru juga melakukan
tanya jawab dengan siswa seputar materi agar siswa terdorong mengemukakan
gagasan yang berkaitan materi. Guru juga memfasilitasi siswa yang berusaha
memecahkan masalah dengan menghitung 1 putaran dalam 1 jam. Setelah itu
guru membantu siswa menganalisis, mengenal satuan waktu dan membuat
34
contoh mengitung putaran jam. Contoh 1 derajat = 60 menit atau ditulis 1° =
60’. Setelah siswa menguasai materi guru menyuruh siswa membuat soal
beserta jawabanya lalu siswa mengerjakan soal temuanya beserta jawabanya di
depan kelas dan di bahas bersama-sama. Kemudian siswa mengerjakan soal
penilaian pada modul yang di berikan.
c) Kegiatan Akhir
Pada kegiatan akhir, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya tentang hal-hal yang belum di mengerti setelah itu guru dan siswa
bersama-sama mengambil kesimpulan. Setelah itu siswa dan guru melakukan
refleksi dengan menyebutkan beberapa manfaat mempelajari materi sudut
dalam kehidupan sehari-hari
c. Hasil Tindakan Siklus I
Setelah pelaksanaan tindakan dan observasi pada siklus I dengan menerapkan
pembelajaran problem posing selesai, maka dilakukan evaluasi untuk
mengetahui pencapaian hasil belajar yang diperoleh dari masing-masing siswa,
apakah sudah mencapai KKM atau belum mencapai KKM.
Hasil belajar matematika siklus I disajikan dalam tabel distribusi frekuensi
berikut ini:
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus I
Nilai Frekuensi
10-29 2
30-49 5
50-69 7
70-89 5
90-100 5
Rata-rata 61,8
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 10
35
Berdasarkan tabel 4.3 maka dapat diketahui bahwa siswa yang
mendapat nilai 10-29 sebanyak 2 siswa. Siswa yang mendapat nilai 30-49
sebanyak 5 siswa. Siswa yang mendapat nilai 50-69 sebanyak 7 siswa. Siswa
yang mendapat nilai 70-89 sebanyak 5 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 90-
100 sebanyak 5 siswa. Nilai rata-rata yang diperoleh dari data hasil belajar siklus
I adalah 61,8 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 10.
Untuk lebih memperjelas data mengenai hasil belajar siswa siklus I pada
tabel 4.3, maka dapat dibuat diagram batang seperti pada gambar 4.3.
Gambar 4.3
Hasil Belajar Siswa Siklus I
Dari data mengenai hasil belajar siswa siklus I kemudian peneliti melakukan
analisis mengenai ketuntasan hasil belajar siswa siklus I yang tertera pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.4
Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I
Keterangan Frekuensi Persentase (%)
Tuntas ≥61 12 50
Tidak
Tuntas
<61
12 50
Jumlah 24 100
Rata-rata 61,8
0
1
2
3
4
5
6
7
8
10-29 30-49 50-69 70-89 90-100
Series1
36
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 10
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa siswa yang tuntas dan tidak tuntas
jumlahnya sama. Siswa kelas VII SMP N 1 Kaliwungu belum mencapai KKM,
yakni 12 dari 24 siswa sudah mencapai KKM atau dengan persentase 50%.
Sedangkan ada 12 siswa yang belum mencapai KKM atau dengan persentase
50%. Rata-rata hasil belajar matematika siswa pada siklus I adalah 61,8 nilai
tertinggi 100, dan nilai terendah 10. Berdasarkan ketuntasan hasil belajar
matematika siswa kelas VII SMP N 1 kaliwungu siklus I pada tabel 4.4 dapat
digambarkan dalam diagram lingkaran sebagai berikut:
Gambar 4.4
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siklus I
Berdasarkan gambar 4.4 tentang persentase ketuntasan hasil belajar
matematika siklus I dengan penerapan pembelajaran problem posing
mengalami peningkatan dibandingkan dengan hasil belajar matematika yang
diperoleh pada pretest. Pada siklus I ada 12 siswa yang mencapai KKM atau 50%
siswa sudah mencapai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
pembelajaran problem posing yaitu ≥80% siswa belum mencapai KKM
(KKM=61) belum berhasil. Untuk lebih meningkatkan hasil belajar matematika
dengan penerapan pembelajaran problem posing maka penelitian dilanjutkan
siklus II.
Tuntas
Tidak Tuntas
50% 50%
37
d. Refleksi Siklus I
Setelah pelaksanaan tindakan dan observasi pada siklus I baik, maka
peneliti melakukan refleksi terhadap keseluruhan proses pembelajaran yang
telah dilakukan. Refleksi dilakukan untuk mengevaluasi kelebihan dan
kelemahan dari tindakan pembelajaran yang telah dilakukan, hasil tindakan,
serta hambatan – hambatan yang dihadapi. Hasil refleksi berguna untuk
menentukan apakah tindakan yang telah dilakukan sudah berhasil atau belum
berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan oleh peneliti. Selain itu,
juga sebagai dasar untuk menyusun rencana kegiatan pada siklus II.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran
problem posing pada siklus I masih banyak kendala. Kendala tersebut antara
lain :.
1) Pada saat guru melakukan tanya jawab dengan siswa, tidak semua siswa
menjawab pertanyaan guru. Hanya beberapa siswa saja yang menjawab
pertanyaan guru.
2) Siswa masih tampak kebingungan dalam pelaksanaan pembelajaran problem
posing
Untuk mengatasi kendala pada siklus I, maka dilakukan perbaikan sehingga
dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus II berjalan lebih baik. Perbaikan
tersebut antara lain:
1) Selain memberikan pertanyaan secara klasikal, guru sebaiknya juga
memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh masing-masing siswa. Guru dapat
menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan (diusahakan semua
siswa secara bergiliran diberi pertanyaan oleh guru untuk dijawab secara
individu oleh siswa).
2) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran problem posing, guru
harus mengawasi siswa dan membimbing siswa dengan baik agar siswa tidak
bingung.Berdasarkan observasi terhadap hasil belajar siswa, persentase
ketuntasan belajar siswa siklus I dibandingkan dengan hasil pretest mengalami
peningkatan. Pada pretest hanya ada 8 siswa yang mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM=61) dengan persentase 33,33%. Sedangkan pada postest siklus I
ada 12 siswa yang mencapai KKM dengan persentase 50%. Ini berarti hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika sudah mencapai indikator
kinerja yang diharapkan oleh peneliti. Meskipun hasil belajar sudah mencapai
indikator kinerja tetapi keaktifan belajar siswa belum mencapai indikator
kinerja.Maka penelitian dilanjutkan ke siklus II untuk lebih meningkatkan
38
keaktifan dan hasil belajar matematika agar semua indikator dalam indikator
kinerja dapat tercapai.
2. Deskripsi Siklus II
Pada deskripsi siklus II akan diuraikan mengenai tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan dan observasi, hasil tindakan, dan refleksi. Kegiatan
pembelajaran pada siklus II dilaksanakan 1 kali pertemuan.
a. Rencana Tindakan
Rencana tindakan pada siklus II dilaksanakan 1 kali pertemuan.
Pembelajaran siklus II merupakan upaya perbaikan dari pembelajaran siklus I.
Rencana tindakan pada siklus II adalah sebagai berikut:
Rencana tindakan untuk pertemuan pertama yaitu penulis bersama guru
menentukan standar kompetensi (SK) yakni 5.memahami gabungan garis dengan
garis, serta besar dan jenis sudutnya, dengan kompetensi dasar (KD)
5.2.menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan jenis sudutnya
Indikator yang dipakai pada pertemuan pertama yakni memahami sudut-sudut
yang saling berkomplemen atau berpenyiku dan memahami sudut-sudut yang
saling bersuplemen atau berpelurus. Setelah menentukan SK, KD, dan indikator,
peneliti menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Peneliti juga
menyiapkan alat peraga yang menunjang proses pembelajaran yaitu berupa
gambar berbagai macam contoh gambar sudut yang berkomplemen dan
suplemen. Peneliti juga menyiapkan lembar absensi siswa, lembar observasi guru,
lembar observasi keaktifan siswa, dan nomor dada untuk memudahkan observer
dalam menilai keaktifan siswa.
b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Siklus II
Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilaksanakan 1 kali pertemuan dengan
alokasi waktu pada tiap pertemuan adalah 2 x 35 menit atau 2 jam pelajaran.
Adapun pelaksanaan tindakan pada siklus II adalah:
Pelaksanaan tindakan pada pertemuan pertama siklus II dilaksanakan pada
hari Kamis 17 April 2014 pukul 08.40-10.40 dan terdiri dari kegiatan pembelajaran,
yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Langkah – langkah
pembelajaran pada pertemuan pertama adalah sebagai berikut:
a) Kegiatan Awal
Pada kegiatan awal, sebelum memulai pelajaran guru melakukan
pengkondisian kelas agar siswa siap mengikuti pembelajaran. Kemudian guru
melakukan apersepsi tanpa didahului dengan absensi dan berdoa. Guru melakukan
apersepsi dengan melakukan tanya jawab tentang benda-benda yang ada di sekitar
yang berhubungan dengan sudut berpenyiku. Kemudian guru menyampaikan
39
tujuan pembelajaran setelah itu siswa menganalisa kejadian yang memungkinkan
siswa menemukan masalah yang berkaitan dengan sudut berpelurus dan sudut
berpenyiku. Guru juga membantu siswa merumuskan masalah berdasarkan
kejadian yang berhubungan dengan materi dan setelah itu guru membimbing
siswa mengajukan hipotesis terhadap masalah yang telah di rumuskan
b) Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti, pertama –tama guru membimbing siswa merencanakan
pemecahan masalah memfasilitasi siswa memecahkan masalah dengan
menghitung jumlah sudut berpenyiku adalah 90° dan sudut berpelurus adalah
180°. Setelah itu guru memfasilitasi siswa untuk menganalisis sudut berpenyiku
yaitu dua sudut yang jumlahnya 90° atau x° + y° = 90°. Dan juga menganalisi sudut
berpelurus yaitu dua sudut yang jumlahnya 180° atau x° + y° = 190°. Kemudian
guru menyuruh siswa membuat soal beserta penyeleasianya dan menyuruh
mengerjakan di depan kelas soal temuanya beserta jawabanya. Setelah itu siswa
mengerjakan soal penilaian pada modul yang telah di berikan.
c) Kegiatan Akhir
Pada kegiatan akhir, guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa
tentang hal-hal yang kurang di mengerti dan guru membimbing siswa untuk
mengambil kesimpulan. Guru dan siswa dilanjutkan melakukan refleksi dengan
menyebutkan beberapa manfaat mempelajari materi sudut dalam kehidupan
sehari-hari
c. Hasil Tindakan Siklus II
Hasil tindakan siklus II diperoleh dari hasil belajar Matematika Setelah
pelaksanaan tindakan dan observasi dengan penerapan pembelajaran problem
posing, guru memberikan tes tertulis kepada siswa dengan bentuk soal essay
sejumlah 4 soal. Tes diberikan kepada siswa pada akhir siklus II.
Berikut disajikan tabel distribusi frekuensi mengenai hasil belajar siswa
kelas VII siklus II:
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Siklus II
Nilai Frekuensi
10-29 0
30-49 3
50-69 4
40
70-89 6
90-100 11
Rata-rata 77,2
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 30
Berdasarkan tabel 4.5 maka dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang
mendapat nilai 10-29. Siswa yang mendapat nilai 30-49 sebanyak 3 siswa. Siswa
yang mendapat nilai 50-69 sebanyak 4 siswa, siswa yang mendapat nilai 70-89
sebanyak 6 siswa dan siswa yang mendapat nilai 90-100 sebanyak 11 siswa. Nilai
rata-rata yang diperoleh dari data hasil belajar siklus I adalah 77,2 dengan nilai
tertinggi 100 dan nilai terendah 30.
Untuk lebih memperjelas data mengenai hasil belajar siswa siklus II pada
tabel 4.5, maka dapat dibuat diagram batang seperti pada gambar 4.5 di bawah ini:
Gambar 4.5
Hasil Belajar Siswa Siklus II
Dari data mengenai hasil belajar siswa siklus II kemudian peneliti
melakukan analisis mengenai ketuntasan hasil belajar siswa siklus II yang tertera
pada tabel berikut ini:
0
2
4
6
8
10
12
10-29 30-49 50-69 70-89 90-100
Series1
41
Tabel 4.6
Ketuntasan Belajar Matematika Siklus II
Kategori Keterangan Frekuensi Persentase (%)
Tuntas ≥61 20 83,33
Tidak Tuntas <61 4 16,66
Jumlah 24 100
Rata-rata 77,2
Nilai terendah 30
Nilai tertinggi 100
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa ketuntasan belajar matematika
siswa kelas VII pada mata pelajaran matematika siklus II yang telah mencapi KKM
sebanyak 20 siswa dengan persentase 88,33% dan siswa yang nilainya berada di
bawah KKM sebanyak 4 siswa dengan presentase 16,66. Berdasarkan ketuntasan
hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP N 1 Kaliwungu siklus II dapat
digambarkan dengan diagram lingkaran berikut ini:
Gambar 4.6
Persentase Ketuntasan Belajar Matematika Siklus II
Dari gambar 4.6 mengenai persentase ketuntasan hasil belajar matematika
siklus II dengan penerapan pembelajaran problem posing terlihat bahwa hasil
belajar matematika siswa 83,33% mencapai KKM dan 16,66% belum mencapai
KKM. Hasil belajar matematika dengan penerapan pembelajaran problem posing
1
283,33%
16,66% Tidak tuntas
Tuntas
42
pada siklus II mengalami peningkatan dari hasil belajar matematika yang diperoleh
pada siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII
SMP N 1 kaliwungu sudah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan penulis
yakni minimal 80% siswa mencapai KKM.
d. Refleksi Siklus II
Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran maka peneliti melakukan
refleksi terhadap semua kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru
telah melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran problem
posing dengan baik.
Dari hasil evaluasi ketuntasan belajar matematika yang diperoleh siswa
pada siklus II dengan KKM = 61 dari 20 siswa, siswa sudah tuntas dengan
persentase 88,33% dan rata-rata 77,2. Hal ini menunjukkan bahwa, hasil belajar
matematika siswa sudah mencapai indikator kinerja yang sudah ditetapkan penulis
yaitu minimal 80% siswa mencapai KKM. Secara keseluruhan, keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran problem posing pada
siklus II diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:
1. Langkah-langkah pembelajaran problem posing sudah dilaksanakan dengan
baik dan runtut oleh guru.
2. Guru mengawasidan membimbing siswa dengan baik saat membuat
pertanyaan beserta jawabanya.
3. Siswa sudah tidak bingung lagi dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
penerapan pembelajaran problem posing.
4. Hasil belajar matematika mengalami peningkatan.
B. Hasil Analisis Data
Berikut ini akan dipaparkan mengenai hasil analisis data prasiklus, siklus I
dan siklus II mengenai hasil belajar siswa.
Pada kondisi prasiklus, hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP N 1
Kaliwungu, masih banyak siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM=61). Hanya ada 6 siswa yang memperoleh nilai di atas
KKM atau dengan persentase 25% dan 18 siswa dengan persentase 75% belum
mencapai KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada prasiklus adalah 42,8
dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 13. Setelah diterapkannya
pembelajaran problem posing pada mata pelajaran matematika, hasil belajar
matematika mengalami peningkatan, pada siklus I ada 12 siswa dengan persentase
50% yang mencapai KKM dan 12 siswa dengan persentase 50% belum mencapai
KKM. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus I meningkat menjadi 61,8
43
dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 27. Pada siklus II hasil belajar
mengalami peningkatan. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 20 siswa dengan
persentase 83,33% dan siswa yang tidak mencapai KKM ada 4 siswa dengan
presentase 16,66. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada siklus II adalah 77,2
dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 40. Perbandingan ketuntasan hasil
belajar siswa pada kondisi prasiklus, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut 4.7
Tabel 4.7
Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Matematika
Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
Kategori Nilai
Prasiklus Siklus I Siklus II
Jml.
Siswa
Persentase
(%)
Jml.
Siswa
Persentase
(%)
Jml.
Siswa
Persentase
(%)
Tidak
tuntas <61 18 75 12 50 4 16,66
Tuntas ≥61 6 25 12 50 20 83,33
Jumlah 24 100 24 100 24 100
Rata-rata 42,8 61,8 77,2
Nilai tertinggi 90 100 100
Nilai terendah 13 27 30
Berdasarkan tabel 4.7 mengenai perbandingan ketuntasan hasil belajar
matematika prasiklus, siklus I, dan siklus II, jumlah siswa yang mencapai KKM
mengalami peningkatan. Sebelum dikenai tindakan hanya ada 6 siswa yang
mencapai KKM dengan persentase 25%. Setelah dikenai tindakan pada siklus I,
jumlah siswa yang mencapai KKM mengalami peningkatan menjadi 12 siswa
dengan persentase 50%, dan pada siklus II jumlah siswa yang mencapai KKM
meningkat menjadi 20 siswa dengan persentase 83,33%.
44
Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan persentase ketuntasan
hasil belajar matematika prasiklus, siklus I, dan siklus II, maka dapat dilihat pada
gambar 4.7.
Gambar 4.7
Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar PraSiklus, Siklus I, dan 2
Perolehan rata-rata hasil belajar tiap siklus juga mengalami peningkatan.
Pada prasiklus, perolehan rata-rata hasil belajar adalah 42,8 setelah dilaksanakan
siklus I rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 61,8. Setelah dilaksanakan siklus
II rata-rata hasil belajar meningkat lagi menjadi 77,2. Berikut disajikan gambar
mengenai perbandingan rata-rata hasil belajar matematika prasiklus, siklus I, dan
siklus II:
Gambar 4.8
Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar Matematika
Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
C. Pembahasan
Dari data yang dipaparkan oleh peneliti, pembelajaran problem posing
dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Pada kondisi awal sebelum
0%
20%
40%
60%
80%
100%
pra siklus siklus 1 siklus 2
tuntas
tidak tuntas
0
20
40
60
80
100
pra siklus siklus 1 siklus 2
Series1
45
diterapkannya pembelajaran problem posing, siswa yang mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM=61) hanya ada 6 siswa atau dengan persentase 25%.
Rata-rata yang diperoleh dari hasil belajar sebelum tindakan adalah 42,8.
Kemudian setelah dilakukan pembelajaran siklus I, jumlah siswa yang mencapai
KKM meningkat menjadi 12 siswa dengan persentase 50%. Rata-rata yang
diperoleh dari hasil belajar siklus I adalah sebesar 61,8.
Hasil belajar pada siklus I belum mencapai indikator kinerja yang
ditetapkan oleh peneliti, yakni minimal 80% siswa sudah mencapai KKM. Tetapi
dalam siklus 2 ada 20 siswa yang tuntas dan ada 4 siswa yang belum tuntas dengan
presentase 88,33% sudah tuntas dan 16,66 belum tuntas. Berdasarkan indikator
kinerja yang ditetapkan peneliti yakni minimal 80% siswa sudah mencapai KKM
maka siklus 2 sudah memenuhi syarat tersebut dengan ketuntasan 88,33%.
Penelitian yang dilakukan pada siklus II seluruhnya sudah mencapai
indikator kinerja. Hasil belajar siswa sudah mencapai indikator kinerja yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
problem posing dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa karena
sudah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan oleh peneliti. Peneliti
menetapkan bahwa penerapan dengan pembelajaran problem posing dikatakan
berhasil jika minimal 80% siswa mencapai KKM.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Johnson dan Johnson (dalam Anita Lie, 2002:7) bahwa suasana belajar cooperative
learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan
penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh
persaingan dan memisah-misahkan siswa. Dengan suasana kelas yang dibangun
sedemikian rupa, maka siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu
sama lain sehingga terbentuk hubungan yang positif dan menambah semangat
siswa dalam belajar. Suasana seperti ini akan memperlancar pembentukan
pengetahuan secara aktif sehingga hasil belajar akan meningkat. Pembelajaran
problem posing merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif. Dengan
pembelajaran problem posing, siswa lebih aktif untuk mengembangkan
kemampuan berpikirnya. Disamping itu, problem posing juga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta
berinteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas. Menurut
Rahayuningsih (dalam Sutisna, 2002), kelebihan Problem Posing diantaranya
adalah: Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan
siswa, Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih
mudah memahami soal karena dibuat sendiri, Semua siswa terpacu untuk terlibat
46
secara aktif dalam membuat soal, dengan membuat soal dapat menimbulkan
dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah, dan Dapat
membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima
sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik.
Penelitian seperti yang telah dilakukan oleh Intan (2007) yang dilakukan di
SMP Negeri I Balapulang Tegal, Nurjanah (2007) dengan objek penelitian siswa
kelas 7B SMPN 4 Adiwerna Kabupaten Tegal dan Surtini, dkk (2003) yang
melakukan penelitian pada siswa SD kelas 4 di Salatiga, menyebutkan bahwa
dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran
Problem Posing lebih baik daripada model pembelajaran konvensional atau
ceramah. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitrianti (2009)
dengan objek penelitian di SMP Negeri 8 Malang, Feriani (2010) yang dilakukan di
SMP Negri 2 Juwana menyebutkan bahwa penerapan model pembelajaran
Problem Posing tidak lebih baik dari model pembelajaran konvensional (ceramah).
Selain sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Intan (2007),
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suratman (2012),
dalam skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui
Pendekatan Melalui Penerapan Pembelajaran Problem Posing pada siswa kelas VII
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penerapan pembelajaran problem posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas VII. Terbukti pada hasil belajar siklus I persentase ketuntasan hasil belajar
siswa 50% dengan 12 siswa yang mengalami tuntas belajar dan 12 siswa atau 50%
siswa yang belum tuntas. Pada Siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat
menjadi 83,33% atau 20 siswa sudah tuntas.