penilitian operional model penguatan kapasitas ppkbd dan sub ppkbd pada era otonomi daerah dalam...
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
JURNAL PENELITIAN OPERASIONAL MODEL PENGUATAN KAPASITAS PPKBD DAN SUB PPKBD PADA ERA OTONOMI DAERAH DALAM UPAYA MENJAGA KEBERLANGSUNGAN
KESERTAAN BER-KB MASYARAKAT PROPINSI BENGKULU (KERJA SAMA ANTARA BKKBN BENGKULU DENGAN LPM PERGURUAN
TINGGI DI PROPINSI BENGKULU )
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran model yang tepat dalam penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD pada Era Otonomi Daerah dalam rangka keberlangsungan ber-KB. Berangkat dari sinyalir awal bahwa “Keberadaan program KB di Provinsi Bengkulu dalam pencapaian dan pelayanan akseptor sangat ditentukan oleh keberhasilan institusi masyarakat di tingkat lini lapangan paling bawah yakni PPKBD dan SubPPKBD: Pada saat ini PPKBD dan Sub PPKBD diharapkan sebagai penggerak dan pengelola Program KB di desa/kelurahan, harapan ini perlu dilakukan karena tidak ada terobosan lain yang dapat dilakukan. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan secara cepat untuk menambah PLKB karena bukan kewenangan BKKBN, disamping itu suatu hal yang tidak mungkin dilakukan juga untuk mengoptimalkan kinerja PLKB yang ada dengan menambah dan memperluas cakupan wilayah kerja. Penelitian ini adalah participatory action research (PAR) yaitu penelitian yang ditindaklanjuti dengan aksi penanganan masalah yang dilakukan di 8 Desa Kabupaten Seluma pada 4 Kecamatan dengan tujuan utama mendorong adanya perubahan sosial menuju pembebasan, dengan pengumpulan data menggunakan metode observasi dan wawancara , kemudian untuk data skunder yang berupa catatan dan pelaporan program KB daerah sasaran, diperoleh dengan cara penelusuran data di wilayah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan untuk keberlangsungan masyarakat ber-KB Institusi Masyarakat Perdesaan perlu ditingkatkan kapasitasnya dengan diberikan penambahan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka melakukan penyuluhan dan KIE, pembinaan kepada akseptor tanpa mendapat pembinaan dari PLKB, pencatatan dan pelaporan, pengelolaan pelayanan KB dan rujukan, mampu mengusahakan alat kontrasepsi sederhana yaitu suntik, pil dan kondom secara mandiri tepat waktu, mampu melakukan koordinasi dengan bidan, mampu mengusahakan dana operasional melalui jasa usaha penjualan alat kontrasepsi sederhana mandiri serta membawa dampak keberlangsungan ber-KB di Propinsi Bengkulu.
2
I. Pendahuluan A. Latar Belakang
Kebijakan Program KB Nasional sebelum tahun 2001 ditentukan oleh
BKKBN pusat, akan tetapi setelah tahun 2001 kebijakan KB diatur oleh daerah
terutama di tingkat kabupaten/kota (yang diserahkan adalah kewenangan
BKKBN untuk Kabupaten/Kota, untuk kewenangan tingkat Provinsi sampai saat
ini belum diserahkan ke daerah dan masih ada di tangan BKKBN Pusat).
Kebijakan KB yang diatur oleh pemerintah daerah tersebut antara lain
meliputi kebijakan pendanaan program, kelembagaan, ketenagaan sampai
dengan kebijakan-kebijakan lain termasuk penentuan permintaan masyarakat
mengenai perserta KB baik KB aktif maupun baru, di tingkat kabupaten/kota
dalam wilayah Provinsi Bengkulu, dari aspek kebijakan pendanaan program
kurang memberi alokasai dana, karena keterbatasan dana dan aspek
kelembagaan kurang memberi keluasan kewenangan penggarapan program.
Dalam rangka menjaga keberlangsungan kesertaan ber-KB di Provinsi
Bengkulu salah satu terobosan baru yang perlu atau prioritas dilakukan adalah
penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD.
Selanjutnya untuk mengemas penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD
supaya tepat, perlu dituangkan dalam suatu model yang tepat sesuai dengan
kebutuhan dan kesanggupan masyarakat. Untuk mendapatkan model yang
tepat, perlu dikaji terlebih dahulu melalui research dengan metodologi yang
tepat. Oleh karena itu penelitian ini dirumuskan dalam suatu “MODEL
PENGUATAN KAPASITAS PPKBD DAN SUB PPKBD PADA ERA OTONOMI
DAERAH DALAM UPAYA MENJAGA KEBERLANGSUNGAN KESERTAAN
BER-KB MASYARAKAT PROPINSI BENGKULU”
3
B. Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah : Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana menjaga keberlangsungan masyarakat ber-KB di Propinsi
Bengkulu dalam era Otonomi Daerah.
2. Apa PPKBD dan Sub PPKBD dapat ditingkatkan kapasitasnya sehingga
dapat tepat digunakan dalam upaya menjaga keberlangsungan
masyarakat ber-KB di Propinsi Bengkulu dalam era Otonomi Daerah.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan menjaga keberlangsungan kesertaan berKB masyarakat .
2. Tujuan khusus
Berkaitan dengan tujuan umum, tujuan khusus penelitian ini akan
menemukan model penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD yang
tepat dalam rangka menjaga keberlangsungan kesertaan berKB
masyarakat.
D. Manfaat Penelitian Dengan model ini kesertaan berKB akan meningkat secara nyata, terjaminnya
rasa aman bagi peserta KB baik dalam kebutuhan alkon maupun apabila terjadi
komplikasi.Semua ini dapat dilakukan oleh PPKBD meskipun kurang bahkan
tidak mendapat pembinaan dari PLKB.
II. Metodologi Penelitian A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah participatory action research (PAR) yaitu penelitian yang
ditindaklanjuti dengan aksi penanganan masalah. Tujuan utama dari tipe
penelitian partisipatori adalah mendorong adanya perubahan sosial menuju
4
pembebasan. Kolaborasi antara peneliti dan partisipan penelitian sangat erat,
bahkan mulai dari dasar penentuan research questions, menyusun desain,
instrumen, pengumpulan data, pengolahan, analisis data sampai menyusun
model tindakan sosial selalu bersama masyarakat (bertumpu pada kebutuhan
masyarakat).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kabupaten Seluma dengan alasan bahwa seluruh
desa kabupaten Seluma tidak ada PPLKB dan PLKB. PPLKB dan PLKB yang
ada telah dimutasikan ke dinas/instansi lain dan tidak ada penggantinya.
Pelaksanaan tugas PPLKB dirangkap oleh kepala seksi Kesejahteraan Sosial
di kantor kecamatan` provinsi Bengkulu, di kelurahan/desa pantai dan
kelurahan/desa yang mayoritas penduduknya asli Bengkulu yang pada
umumnya masyarakat agraris dan masyarakat pendatang, dengan tujuan
supaya diperoleh karakteristik model yang berbeda, sesuai kebutuhan
masyarakatnya yang memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda antara
masyarakat pantai dan masyarakat agraris serta pendatang.
C. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengurus PPKBD- sub PPKBD
dan perangkat kelurahan/desa di wilayah kabupaten Seluma.
D. Sampel Penelitian
Menggunakan metode purporsive sampling, yakni ditentukan terlebih dahulu
semua desa yang PUSnya cukup tinggi, terdapat PPKBD dan atau Sub
PPKBD. Selanjutnya dari semua desa dimaksud dipilih 4 desa wilayah pantai
dan 4 desa yang masyarakatnya agraris dan pendatang, dengan tujuan supaya
diperoleh karakteristik model yang berbeda, sesuai kebutuhan masyarakatnya
yang memiliki kebiasaan dan perilaku yang berbeda antara masyarakat pantai
dan masyarakat agraris serta pendatang.
5
E. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder.
Data primer diperoleh dari para responden dengan menggunakan teknik diskusi
kelompok terfokus (FGD) dan deep interview. Kemudian untuk data skunder
yang berupa catatan dan pelaporan program KB daerah sasaran, diperoleh
dengan cara penelusuran data di BKKBN baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
F. Metode Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan menurut kategori sebagai berikut:
Data primer hasil FGD diolah menjadi: (i) organisasi masalah yang dihadapi
PPKBD dan Sub PPKBD dalam pelayanan KB kepada masysrakat; (ii) peta
kebutuhan dan potensi komunitas kelurahan/desa dalam pelayanan KB.
Data sekunder diolah untuk mendapatkan gambaran kondisi yang
menyebabkan terjadinya masalah pelayanan KB: akar permasalahan
pelayanan KB, kemungkinan menanggulangi masalah itu dalam jangka pendek,
potensi dan sumber sosial yang dapat dimanfaatkan untuk upaya
penanggulangan masalah dan bagimana kiat keberhasilan pelayanan KB.
G. Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa deskriptif-kualitatif.
Seluruh data yang terkumpul, baik data primer maupun data skunder dianalisa
menggunakan cara berfikir induktif-deduktif dan sebaliknya, kemudian untuk
rancangan analisis model penguatan PPKBD dan SubPPKBD, mengadopsi
analisis Peran Fungsi IMP.
6
III. Hasil Penelitian dan Tindak Lanjut
1. Hasil Penelitian :
Dari Hasil wawancara dilapangan pada PPKBD, Sub PPKBD, Koordinator
Lapangan KB, Kepala Desa dan perangkat desa, serta Bidan Desa, ada
beberapa kelemahan mengenai pelaksanaan 7 peran IMP yang segera
harus ditanggulangi :
a. Pengorganisasian masih berjalan, ditunjukkan adanya pergantian
kepengurusan di beberapa desa seperti adat kebiasaan bahwa setiap
isteri kepala desa otomatis sebagai PPKBD, sehingga setiap pergantian
kepala desa terjadi pula pergantian PPKBD, Organisasi IMP Tunggal,
kemandirian, Motivasi, pengetahuan dan keterampilan rendah dengan
berkurangnya pembinaan dan perhatian dari tingkat Kecamatan,
Kabupaten
b. Pertemuan khusus antara PPKBD dan Sub PPKBD serta kelompok KB
lainnya tidak ada, pertemuan yang ada pada kegiatan posyandu.
c. KIE dan Konseling kepada akseptor dilakukan bersamaan juga pada
waktu posyandu.
d. Pencatatan, operasional PPKBD dan Sub PPKBD kurang menyebabkan
mekanisme operasional KB tersendat dan pencatatan dan pelaporan
tidak berjalan yang berjalan hanya pendataan keluarga.
e. Pelayanan kegiatan yakni pelayanan terhadap calon akseptor untuk
ber-KB masih tetap berjalan meskipun kesulitan mendapatkan alat
kontrasepsi sederhana (Pil, Kondom). Peserta KB baik calon KB
maupun Peserta KB Aktif suntik dan pil kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan alat kontrasepsi, mereka untuk mendapat harus membayar
dengan mahal dan ketersediaan di desa tidak cukup, peran PPKBD dan
Sub PPKBD pada pelayanan KB ulangan yaitu Pil dan Kondom tidak
berjalan lagi, disebabkan sedikitnya droping Pil Program ke PPKBD dan
Sub PPKBD sedangkan Kondom tidak diminati
7
f. Peserta KB untuk memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi,
rujukan, alat kontrasepsi program sangat terbatas, sehingga akseptor
membeli kepada petugas pelayanan kesehatan, sedangkan kemampuan
masyarakat memperoleh alkon secara mandiri berkurang dan
keterbatasan dari alat kontrasepsi yang dibutuhkan oleh peserta KB
yang terbatas menyebabkan tidak nyaman dari peserta KB maupun
calon KB.
2. Tindak Lanjut Untuk menjaga keberlangsungan ber-KB melalui peningkatan kapasitas
PPKBD dan Sub PPKBD dengan kriteria :
- Mampu melakukan pembinaan kepada akseptor tanpa mendapat
pembinaan dari PLKB dan jenjang lebih atas,
- Mampu melakukan pencatatan pelaporan baik harian, mingguan dan
bulanan,
- Mampu mengusahakan alkon mandiri tepat waktu, dengan modal awal
sebagian modal usaha ekonomi produktif (UPPKS)
- Mampu melakukan koordinasi dengan bidan, Kepala Desa dan
Perangkat Desa, Koordinator Lapangan KB
- Mampu mengusahakan dana operasional IMP melalui jasa usaha
ekonomi produktif dan penjualan alkon mandiri.
Untuk mewujudkan tersebut diatas telah dilakukan tindakan/intervensi :
a. Peningkatan pengetahuan dari PPKBD dan Sub PPKBD
Untuk meningkatkan kemampuan PPKBD dan Sub PPKBD dalam
memberikan KIE dan Konseling, telah dilakukan dengan orientasi baik di
Kabupaten maupun Propinsi dalam bentuk pembekalan dan pertemuan
mengenai :
Program KB era baru,
7 Peran IMP dan Mekanisme Operasional
Alat kontrasepsi,
8
Kegiatan ekonomi produktif,
Pencatatan dan pelaporan
b. Pembinaan yang dilakukan oleh Kepala Desa, Kecamatan, Kabupaten
dan Propinsi, dalam rangka memberikan KIE dan konseling terutama
pada IMP
c. Peningkatan kemandirian, dengan mendorongkan kegiatan ekonomi
keluarga melalui pembentukan UPPKS serta pemberian suplemen
bantuan modal UPPKS untuk meningkatkan ekonomi keluarga juga
membantu Pasangan Usia Subur memenuhi kebutuhan alat kontrasepsi
melalui kelompok UPPKS tersebut.
d. Memonitor distribusi alat kontrasepsi terutama Suntik, Pil dan Kondom
dalam mengatasi kebutuhan akan KB didesa,.
e. Pemberian dukungan operasional pada PPKBD dan Sub PPKBD
dalam memberikan motivasi dalam kegiatan pengelolaa Program KB di
Desa.
G. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan :
a. Keberadaan program KB di Provinsi Bengkulu dalam pencapaian dan
pelayanan KB sangat ditentukan oleh keberhasilan institusi
masyarakat di tingkat lini lapangan paling bawah yakni PPKBD dan
Sub PPKBD, sehingga dalam rangka menjaga keberlangsungan
kesertaan ber-KB di Provinsi Bengkulu salah satu terobosan yang
perlu atau menjadi prioritas untuk dilakukan adalah penguatan
kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD.
b. Gerak operasional dari PPKBD dan Sub PPKBD yang semula tidak
ada menjadi ada dan berjalan sesuai dengan 7 peran Institusi
9
Masyarakat Perdesaan, yaitu dapat melakukan pembinaan kepada
akseptor tanpa mendapat pembinaan dari PLKB, mampu
mengusahakan alat kontrasepsi secara mandiri tepat waktu, mampu
melakukan koordinasi dengan Bidan Desa, walaupun belum semua
PPKBD dan Sub PPKBD menjalankan kegiatan tersebut. sehingga
masih perlu dilanjutkan pada tahap kedua tahun 2009 terutama
setelah diberikan suplemen berupa pinjaman UPPKS dalam rangka
meningkatkan operasional IMP, pengadaan alat kontrasepsi secara
mandiri.
2. Saran
a. Model penguatan kapasitas PPKBD dan Sub PPKBD dapat
diterapkan diwilayah yang tidak mempunyai PLKB dengan cara
memperdayakan institusi dan instansi terkait terutama Kepala Desa
dan Bidan Desa, dengan 3 kunci utama :
1. Adanya pembinaan dan perhatian dari semua sektor, baik dari
desa, Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi.
2. Kelangsungan ber-KB dapat berjalan bila pemenuhan kebutuhan
alat kontrasepsi terpenuhi dan masyarakat siap mandiri.
3. Dana Operasional baik untuk IMP maupun kegiatan desa
terpenuhi.
b. Untuk kelangsungan kegiatan penelitian pada tahun 2009 perlu
ditingkatkan kualitas dengan cara dirumuskan secara benar dari
instrumen, bentuk intervensi, dan monitoring dapat dijalankan
dengan benar.
10
Daftar Pustaka BKKBN. 1997. Pedoman Pengembangan Peran dan Klasifikasi Institusi Masyarakat
Pedesaan. Jakarta. BKKBN. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan dan Pengembangan Institusi
Masyarakat Pedesaan dalam Gerakan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta. BKKBN. 2001. Revitalisasi Peran Institusi Masyarakat Pedesaan dalam Program KB.
Jakarta. BKKBN. 2002. Revitalisasi Peran Institusi Masyarakat Pedesaan/Perkotaan (IMP) dalam
Program KB Nasional di Era Otonomi Daerah. Jakarta.
11
Hasil Pengumpulan data lapangan melalui FGD dan Kebutuhan Model yang Dirumuskan
KONDISI SEBENARNYA DI LAPANGAN KEBUTUHAN
1 Kesadaran Masyarakat ber-KB Tinggi Meskipun tanpa pembinaan dari petugas KB
PPKBD dapat melakukan pembinaan sbg pengganti PLKB
2 Kemampuan Masyarakat untuk ber-KB Cukup
Tetap akan berKB meskipun tidak dibina Karena tahu manfaat positif KB
Minta pengakuan dari kabupaten, propinsi tentang keberhasilan program KB.
3 Ketersediaan alkon
a. Program Kurang 1 th 1 kali dapat droping, sangat kurang
Harap disediakan untuk yang miskin
b. Mandiri Kurang
Tidak tersedia tepat waktu, hrs menunggu dari bidan
Tersedia alkon sederhana tepat jumlah dan waktu dibutuhkan
4 Pembinaan dari Korlap Kurang
Tidak mengenai sasaran karena tugas Korlap tidak hanya KB. Latar belakang bukan orang BKKBN perlu pelatihan
Sesekali minta dibina dari kabupaten dan atau propinsi untuk meningkatkan motivasi
5 Pembinaan dari Kabupaten Tdak ada Petugas Kab. Hanya Yuharni dan Rozali
6 Perhatian dari kepala desa Tinggi
KIE KB tetap berjalan karena merupakan point keberhasilan desa
Kades perlu dilatih tentang prog KB karena sebagai besar kades baru
7 Kepengurusan IMP PKBD sub PKBD
Masih berjalan
Baru ( dibawah 1 tahun ) Sebagian besar
Rata-rat dibwah 1 th
Lama ( diatas 1 tahun ) Sebagaian kecil
Hanya beberapa desa ada yang lebih 1 th bahkan sejak 1980 an
8 Pertemuan PPKBD da Sub PPKBD Tdak ada Tidak ada yang
MODEL: PPKBD ditingkatkan kapasitasnya supaya dapat melakukan pembinaan kepada akseptor tanpa mendapat
12
menggerakan pembinaan dari PLKB, mampu melakukan pencatatan pelaporan, mampu mengusahakan alkon mandiri tepat waktu, mampu melakukan koordinasi dengan bidan, mampu mengusahakan dana operasional IPM melalui jasa usaha penjualan alkon mandiri.
9 KIE dan Konseling Mandiri 10 Pelaporan : .
Bulanan Tdak ada Tdk ada sasaran pelaporan. Mekanisme mati.
Pendataan Lancar 1 Thn 1 Kali
11 Pencatatan Tdak ada Hanya pada catatan bidan
12 Dana Operasional IMP ada
Sangat kecil tidak sesuai dengan beban kerja, tidak usah lagi karena tidak ada artinya.
13 Kelompok ekonomi produktif tdak ada Tidak ada yang membina
Segera dibentuk untuk mendukung ketersediaan alkon