penilaian kinerja

38
SISTEM PENGUKURAN DAN PENILAIAN KINERJA KARYAWAN DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN KEWAJIBANNYA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terminologi kinerja menjadi sangat familiar dalam penyelenggaraan Manajemen Pemerintahan di Indonesia saat ini, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Terlebih sejak dikeluarkannya berbagai regulasi yang terkait dengan reformasi manajemen pemerintahan yang antara lain ditandai dengan terbitnya Inpres 7/1999 (Revisi melalui SK Kepala LAN No.239/IX/6/8/2003, 25 Maret 2003) tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, PP 105/2000 (jo. PP 58/2005), UU No.17/2003, UU No. 25/2004, UU No.32/2004, UU No.1/2005, UU No.15/2004, UU No. 33/2004, PP 3/2007 dan PP 6/2008. Berbagai peraturan dan kebijakan pendukung lainnya, demikian juga telah banyak diterbitkan, dalam upaya meningkatkan kinerja instansi pemerintah. Salah satu fungsi manajemen adalah pengarahan. Pengarahan antara lain meliputi bagaimana meningkatkan dan menilai kinerja pegawai ( karyawan ). Berbagai permasalahan yang mengemuka sebagai penyebab penerapan manajemen kinerja, khususnya penilaian kinerja di Indonesia berjalan lamban, antara lain; (a) legal yuridis yang ada (tumpang tindih, disorientasi dan parsial) dalam manajemen kinerja di Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 1

Upload: sutrisno-spd

Post on 21-Jun-2015

6.734 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penilaian Kinerja

SISTEM PENGUKURAN

DAN PENILAIAN KINERJA KARYAWAN

DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN KEWAJIBANNYA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Terminologi kinerja menjadi sangat familiar dalam penyelenggaraan Manajemen

Pemerintahan di Indonesia saat ini, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Terlebih

sejak dikeluarkannya berbagai regulasi yang terkait dengan reformasi manajemen

pemerintahan yang antara lain ditandai dengan terbitnya Inpres 7/1999 (Revisi melalui SK

Kepala LAN No.239/IX/6/8/2003, 25 Maret 2003) tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah, PP 105/2000 (jo. PP 58/2005), UU No.17/2003, UU No. 25/2004, UU

No.32/2004, UU No.1/2005, UU No.15/2004, UU No. 33/2004, PP 3/2007 dan PP 6/2008.

Berbagai peraturan dan kebijakan pendukung lainnya, demikian juga telah banyak

diterbitkan, dalam upaya meningkatkan kinerja instansi pemerintah.

Salah satu fungsi manajemen adalah pengarahan. Pengarahan antara lain meliputi

bagaimana meningkatkan dan menilai kinerja pegawai ( karyawan ). Berbagai permasalahan

yang mengemuka sebagai penyebab penerapan manajemen kinerja, khususnya penilaian

kinerja di Indonesia berjalan lamban, antara lain; (a) legal yuridis yang ada (tumpang tindih,

disorientasi dan parsial) dalam manajemen kinerja di Indonesia; (b ) Manajemen kinerja dan

pengukuran kinerja belum dan tidak disatukan dalam fungsi manajemen pemerintah daerah,

seperti halnya dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, evaluasi dan

monitoring dan audit ; (c) tidak terdapatnya manajemen kompensasi (mekanisme reward dan

punishment) yang merefleksikan pelakasanaan manajemen kinerja di tingkat manajemen

publik; (d) lemahnya kapasitas teknis sumberdaya manusia aparatur, dalam transisi

paradigma sumber daya manusia dari paradigma input ke dalam paradigma baru yang

mengukur kesuksesan kerja melalui pengukuran hasil “outcome oriented”; (e) peran publik

masih lemah untuk “memaksa” Pemda mampu berlaku akuntabel dan transparan.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 1

Page 2: Penilaian Kinerja

1.2 Pembatasan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

a. Penilaian Kinerja

b. Konsep Profesionalisme Tenaga Kependidikan

c. Kompetensi Guru

d. Standar Kinerja

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

        Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, tujuan penulisan makalah

ini diarahkan untuk mengetahui :

a. Penilaian Kinerja

b. Konsep Profesionalisme Tenaga Kependidikan

c. Kompetensi Guru

d. Standar Kinerja

1.4  Sistematika Penulisan

        Klasifikasi sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

 Bab I : Pendahuluan, yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah,

tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II : Pembahasan, yang berisikan tentang penilaian kinerja, konsep profesionalisme

tenaga kependidikan, kompetensi guru, dan standar kinerja.

 Bab III : Penutup, berisikan tentang simpulan dan saran.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 2

Page 3: Penilaian Kinerja

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Kinerja

2.1.1 Definisi Penilaian Kinerja

Penilaian ialah penentuan derajat kualitas berdasarkan indikator yang ditetapkan

terhadap penyelenggara pekerjaan. Kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja

dapat pula diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja (LAN, 1992).

Menurut August W. Smith, Kinerja adalah performance is output derives from processes,

human otherwise, artinya kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Dari

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu wujud perilaku seseorang

atau organisasi dengan orientasi prestasi. Kinerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti: ability, capacity, held, incentive, environment dan validity (Noto Atmojo, 1992).

Adapun ukuran kinerja menurut T.R. Mitchell (1989) dapat dilihat dari lima hal,

yaitu:

1. Quality of work – kualitas hasil kerja

2. Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan

3. Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan

4. Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan

5. Comunication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain.

Standar kinerja perlu dirumuskan untuk dijadikan acuan dalam mengadakan penilaian,

yaitu membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang diharapkan. Standar kinerja dapat

dijadikan patokan dalam mengadakan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah

dilaksanakan.

Menurut Ivancevich (1996), patokan tersebut meliputi: (1) hasil, mengacu pada

ukuran output utama organisasi; (2) efisiensi, mengacu pada penggunaan sumber daya langka

oleh organisasi; (3) kepuasan, mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi

kebutuhan karyawan atau anggotanya; dan (4) keadaptasian, mengacu pada ukuran tanggapan

organisasi terhadap perubahan.

Penilaian kinerja merupakan alat yang berfaedah untuk mengevaluasi kerja para

karyawan dan mengembangkan / memotivasi kalangan pegawai. Akan tetapi, penilaian

kinerja juga dapat menjadi sumber kerisauan dan frustasi para manajer dan pegawai karena

ketidakpastian atau kurang objektif dalam penilaian. Penilaian kinerja berlangsung dalam

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 3

Page 4: Penilaian Kinerja

waktu periode tertentu. Standar penilaian kinerja hendaknya berlandaskan pada persyaratan

kerja.

Ada lima faktor dalam penilaian kinerja yang populer, yaitu 1) kualitas pekerjaan,

meliputi: akurasi, ketelitian, penampilan dan penerimaan keluaran; 2) kuantitas pekerjaan,

meliputi: volume keluaran dan dan kontribusi; 3) supervisi, meliputi: saran, arahan, dan

perbaikan; 4) kehadiran, meliputi: regulasi, dapat dipercaya, dan ketepatan waktu; 5)

konservasi, meliputi: pencegahan pemborosan, kerusakan, dan pemeliharaan peralatan.

Penilaian kinerja menurut Mondy dan Noe (1993:394) merupakan suatu sistem formal

yang secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan

tugas-tugasnya. Sedangkan Mejia, dkk (2004:222-223) mengungkapkan bahwa penilaian

kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:

1. Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap

kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa

jabatan.

2. Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pihak manajemen

menentukan kinerja pegawai yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu

organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau

memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.

3. Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak

manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di

organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan

pembinaan untuk meningkatkan kinerja pegawainya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian penilaian kinerja, terdapat

benang merah yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja

merupakan suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang mendukung

kesuksesan organisasi atau yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Proses penilaian

dilakukan dengan membandingkan kinerja pegawai terhadap standar yang telah ditetapkan

atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.

2.1.2 Prinsip Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja personil, wajib mempertimbangkan prinsip-pinsip dasar yang

melandasi dalam pelaksanaannya. Agar diperoleh hasil penilaian yang sesuai dengan tujuan

yang diharapkan, prinsip yang perlu dijadikan acuan dalam pelaksanaan penilaian kinerja ini

adalah :

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 4

Page 5: Penilaian Kinerja

1. ’Obyektif’, penilaian kinerja dilaksanakan dengan mengacu pada hal yang sebenarnya,

tidak mencari kesalahan, serta tidak dilandasi oleh perasaan suka atau tidak suka, tetapi

lebih mengarah kepada fakta yang ada tentang kapasitas personil.

2. ’Realistis’ , penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh semua unsur yang melaksanakan

penilaian sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

3. ’Tepat Waktu’, pelaksanaan penilaian personil mengacu pada prinsip tepat waktu, dan

dilaksanakan secara periodik sesuai periodisasi proses penilaian kinerja berlangsung.

4. ’Dapat Dipertangung Jawabkan’, sebagai upaya akuntabilitas, proses penilaian personil

berdasarkan kinerja yang sebenarnya, dan tidak terjadi manipulasi selama proses penilaian

berlangsung.

5. ’Terukur’, selama proses penilaian berlangsung mengacu pada instrumen yang telah

disusun dan ditentukan sebagai dasar dalam pelaksanaanya.

6. ’Terbuka’, hasil penilaian kinerja bersifat terbuka, ada peluang klarifikasi bagi personil

yang dinilai untuk menghindari subyektifitas penilai selama proses penilaian berlangsung.

7. ’Tidak diskriminatif’, selama proses penilaian berlangsung tidak diperkenankan adanya

diskriminasi (ras, suku, agama, perempuan dan laki-laki) antara evaluator dan personil

yang dinilai.

2.1.3 Fungsi Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dilaksanakan setiap tahun sekali, yaitu paling lambat setiap akhir

bulan Desember tahun bersangkutan. Adapun fungsi penilaian kinerja antara lain: 1)

meningkatkan objektivitas kinerja pegawai, 2) meningkatkan keefektifan kinerja pegawai,

meningkatkan kinerja pegawai, dan 3) mendapatkan bahan-bahan pertimbangan yang objektif

dalam pembinaan pegawai tersebut baik berdasarkan sistem karir maupun prestasi.

Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa tujuan

dan manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:

1. Performance Improvement. Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil

tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja.

2. Compensation adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa

saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3. Placement decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.

4. Training and development needs mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan

bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 5

Page 6: Penilaian Kinerja

5. Carrer planning and development. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi

karir yang dapat dicapai.

6. Staffing process deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.

7. Informational inaccuracies and job-design errors. Membantu menjelaskan apa saja

kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang

informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen sumber daya

manusia.

8. Equal employment opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak

diskriminatif.

9. External challenges. Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal

seperti keluarga, keuangan pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak

terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini

akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan

bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.

10. Feedback. Memberikan umpan balik bagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu

sendiri.

2.1.4 Tantangan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian

yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis

pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan

masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,

promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut

Werther dan Davis (1996:348) adalah:

1. Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang

dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan

memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang

pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;

2. Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung beranggapan bahwa

mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai

yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai

cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai

sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 6

Page 7: Penilaian Kinerja

3. Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu

rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu

berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai

yang rata-rata.

4. Assimilation and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai

pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan

nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat

dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai cenderung menyukai

pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat

itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik

dibanding yang lainnya;

5. First impression error, yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang pegawai

berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam

penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;

6. Recency effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja

mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.

Penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang telah disepakati

bersama dalam standar kerja. Dalam menilai, hasilnya dikaitkan dengan input yang berada di

bawah wewenangnya, seperti: dana, sarana dan prasarana, metode kerja, dan sebagainya.

Tantangan utama di tingkat nasional di antaranya mencakup beberapa perspektif kebijakan

seperti; (a) kerangka hukum yang saling bertentangan atau tidak konsisten serta tumpang

tindih dan tidak adanya koordinasi antara kementerian yang terkait. (b) Manajemen kinerja

belum diinkoporasikan dalam fungsi manajemen pemerintahan secara terintegrasi, (c) Paket

reward & punishment kinerja lembaga dan kinerja perosnal belum diintegrasikan, (d) belum

adanya cetak biru dan kerangka kerja audit kinerja, sebagai bagian dari pelaksanaan UU 15

tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara.

Keterbatasan SDM merupakan perkara yang klasik. Bukan dari jumlah akan tetapi

dari sisi kompetensi teknis. Cara pandang karyawan belum berubah sebagaimana era orde

baru berkuasa dimana kesuksesan pelaksanaan program/kegiatan mengacu kepada

kemampuan menyerap anggaran (input oriented). Transformasi paradigma input based

menuju output based dan selanjutnya outcome oriented memerlukan skenario yang terarah

serta disertai alokasi sumberdaya APBD yang cukup dana berkesinambungan. Penguatan

sumberdaya manusia dengan proses pengukuran kinerja menjadi bagian yang paling serius

dan menantang.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 7

Page 8: Penilaian Kinerja

Dukungan kualitas SDM yang kompeten tidak dapat ditawar lagi dalam penerapan

manajemen kinerja di daerah. Skenario peningkatan kapasitas SDM yang terencana

memerlukan kerja semua pihak baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah. DI tingkat

pusat lembaga-lembaga Diklat, LAN dan lembaga audit (internal maupun independen)

merupakan mitra strategis. Di sisi lain perguruan tinggi dan lembaga donor layak

dipertimbangkan oleh daerah sebagai partner penting. Sedangkan di tingkat pemerintah

daerah, proses penguatan kapasitas harus didukung oleh kecukupan alokasi anggaran serta

kesiapan sumber daya manusia yang memadai.

2.1.5 Metode Penilaian Kinerja

Banyak metode dalam penilaian kinerja yang bisa dipergunakan, namun secara garis

besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu past oriented appraisal methods (penilaian kinerja yang

berorientasi pada masa lalu) dan future oriented appraisal methods (penilaian kinerja yang

berorientasi ke masa depan), (Werther dan Davis, 1996:350).

Past based methods adalah penilaian kinerja atas kinerja seseorang dari pekerjaan

yang telah dilakukannya. Kelebihannya adalah jelas dan mudah diukur, terutama secara

kuantitatif. Kekurangannya adalah kinerja yang diukur tidak dapat diubah sehingga kadang-

kadang justru salah menunjukkan seberapa besar potensi yang dimiliki oleh seseorang. Selain

itu, metode ini kadang-kadang sangat subyektif dan banyak biasnya.

Future based methods adalah penilaian kinerja dengan menilai seberapa besar potensi

pegawai dan mampu untuk menetapkan kinerja yang diharapkan pada masa datang. Metode

ini juga kadang-kadang masih menggunakan past method. Catatan kinerja juga masih

digunakan sebagai acuan untuk menetapkan kinerja yang diharapkan. Kekurangan dari

metode ini adalah keakuratannya, karena tidak ada yang bisa memastikan 100% bagaimana

kinerja seseorang pada masa datang.

Pengkasifikasian pendekatan penilaian kinerja oleh Wherther di atas berbeda dengan

klasifikasi yang dilakukan oleh Kreitner dan Kinicki (2000). Berdasarkan aspek yang diukur,

Kreitner dan Kinicki mengklasifikasikan penilaian kinerja menjadi tiga, yaitu: pendekatan

trait, pendekatan perilaku dan pendekatan hasil. Pendekatan trait adalah pendekatan penilaian

kinerja yang lebih fokus pada orang. Pendekatan ini melakukan perankingan terhadap trait

atau karakteristik individu seperti inisiatif, loyalitas dan kemampuan pengambilan keputusan.

Pendekatan trait memiliki kelemahan karena ketidakjelasan kinerja secara nyata. Pendekatan

perilaku, pendekatan ini lebih fokus pada proses dengan melakukan penilaian kinerja

berdasarkan perilaku yang tampak dan mendukung kinerja seseorang. Sedangkan pendekatan

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 8

Page 9: Penilaian Kinerja

hasil adalah pendekatan yang lebih fokus pada capaian atau produk. Metode penilaian kinerja

yang menggunakan pendekatan hasil seperti metode management by objective (MBO),

(Kreitner dan Kinicki, 2000:303-304).

Metode-metode penilaian kinerja yang sesuai dengan pengkategorian dua tokoh di

atas yang paling banyak digunakan menurut Mondy dan Noe (1993:402-414) adalah:

Written Essays, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menulis deskripsi

mengenai kekuatan pekerja, kelemahannya, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan

memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut.

Critical Incidents, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator mencatat

mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad

behaviour) pegawai.

Graphic Rating Scales, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu evaluator menilai

kinerja pegawai dengan menggunakan skala dalam mengukur faktor-faktor kinerja

(performance factor ). Misalnya adalah dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab

pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah

yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, misalnya,

maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja

lainnya. Metode ini merupakan metode umum yang paling banyak digunakan oleh organisasi.

Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS), merupakan teknik penilaian kinerja

yaitu evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang

mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya adalah penilaian pelayanan

pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima suap dari pelanggan, ia

diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang

kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan

seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat

kinerja yang diharapkan. Contoh di atas, nilai 4 dideskripsikan dengan tidak menerima suap

dari pelanggan. Nilai 7 dideskripsikan dengan menolong pelanggan yang membutuhkan

bantuan. Dengan mendeskripsikannya, metode ini mengurangi bias yang terjadi dalam

penilaian.

Multiperson Comparison, merupakan teknik penilaian kinerja yaitu seorang pegawai

dibandingkan dengan rekan kerjanya. Biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini sangat berguna

untuk menentukan kenaikan gaji (merit system), promosi, dan penghargaan perusahaan.

Management By Objectives. Metode ini juga merupakan penilaian kinerja, yaitu

pegawai dinilai berdasarkan pencapaiannya atas tujuan-tujuan spesifik yang telah ditentukan

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 9

Page 10: Penilaian Kinerja

sebelumnya. Tujuan-tujuan ini tidak ditentukan oleh manajer saja, melainkan ditentukan dan

disepakati bersama oleh para pegawai dan manajer.

Secara umum metode penilaian kinerja juga bisa dikelompokkan menjadi sembilan,

antara lain:

1. Penilaian Skala Grafik (Graphic Rating Scale)

Penilain Skala Grafik, meliputi: (1) penilaian berdasarkan daftar skala yang

menggambarkan sejumlah ciri-ciri tingkatan kinerja pegawai pada suatu organisasi, (2)

cara penilaian praktis dan dapat menilai banyak aspek, (3) tersedia kolom untuk

komentar, saran, dan catatan, dan (4) dipakai sebagian besar organisasi.

2. Alternatif Perangkingan ( Alternation Ranking)

Alternatif Perangkingan, meliputi: (1) penilaian dengan merangking calon pegawai atau

pegawai dari yang paling baik ke yang paling buruk untuk satu atau lebih ciri kinerja/

spesifikasi tugas, (2) praktis, (3) menghabiskan waktu jika yang dibandingkan banyak,

(4) tidak ada kolom nilai dan detail komentar, (5) cocok untuk melengkapi metode

penilaian yang lain, dan (6) tidak memberikan detail penilaian aspek/ ciri tugas tertentu.

3. Komparasi Pasangan ( Pairet Comparation )

Komparasi pasangan meliputi: (1) menilai kinerja calon pegawai atau pegawai dengan

cara mempetakan perbandingan satu dengan lainnya sehingga dapat diketahui karyawan

yang lebih baik dari pasangannya, (2) satu karyawan diberi pasangan dan dibandingkan

dengan karyawan lainnya, dan (3) pegawai yang paling banyak mendapatkan tanda +

adalah pegawai yang paling baik kinerjanya.

4. Pemaksaan Distribusi Kurva Normal ( Forced Distribution)

Pemaksaan distribusi kurva normal meliputi : (1) menilai calon pegawai atau pegawai

berdasarkan pola bahwa hasilnya harus berdistribusi normal, (2) dipakai sebagai

pendekatan dalam menentukan penggolongan insentif dan bimbingan, dan (3) ada

kelompok staf dengan kinerja dibawah standar kinerja.

5. Pencatatan Kejadian Kritis ( Critical Incident )

Pencatatan kejadian kritis meliputi : (1) penilaian kinerja dengan selalu mencatat

peristiwa kritis, (2) kelemahannya, pengevaluasi arsip sehingga tidak hanya menilai atas

dasar fakta yang baru terjadi saja, (3) sebaiknya dipakai untuk melengkapi metode

penilaian lain, misalnya metode komparasi, dan (4) jika dipakai sendiri, tidak tepat untuk

mengkomparasikan dengan staf lain, sehingga tidak tepat juga untuk penentuan gaji.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 10

Page 11: Penilaian Kinerja

6. Formulir Naratif ( Narative Form )

Formulir naratif meliputi: (1) peniaian kinerja pegawai dibandingkan dengan standar

kinerja, dan (2) rangkuman penilaian diakhiri dengan memfokuskan pada pemecahan

masalah.

7. Pertautan Standar Tingkah Laku ( Behaviorally Anchored Rating Scales = BARS )

Pertautan standar tingkah laku meliputi: (1) penilaian calon pegawai atau pegawai

dengan mengkombinasikan kelebihan dari narative form, critical insidens dan

perangkingan dengan mengacu pada contoh tingkah laku spesifik (Behavior) yang baik

maupun yang jelek, dan (2) metode ini lebih lengkap atau lebih baik dari yang

sebelumnya, hanya lebih lama / sulit dibuat.

8. Manajemen Berdasarkan Sasaran ( Management By Objektive)

Manajemen berdasarkan sasaran meliputi: (1) tentukan sasaran organisasi, harus

Specific, Measurable, Attainable, Realistic, and Time-bounding (SMART), (2) tentukan

sasaran organisasi, (3) tentukan kontribusi calon pegawai atau pegawai selaras dengan

sasaran departemen, (4) tentukan secara rinci sasaran individual karyawan jangka

pendek, (5) ukur dan reviu kinerja pegawai, dan (6) beri umpan balik setiap periode

pengukuran.

9. Evaluasi 360 Derajat

Dengan metode ini diperoleh umpan balik ganda yang tidak hanya dari atasan langsung,

tetapi juga dari rekan sejawat dan pelanggan. Sumber data dari (1) survei kepuasan

pelanggan internal, (2) survei kepuasan pelanggan eksternal, dan (3) evaluasi diri sendiri.

Tabel Kelebihan dan Kelemahan Metode Penilaian Kinerja

Metode Kelebihan Kelemahan

Grafic

Rating

Scale

1. Praktis.

2. Menggunakan skala kuantitatif

untuk setiap evaluasi.

1. Standar tidak jelas.

2. Hallo Error dapat terjadi.

Alternation

Ranking

1. Praktis, tetapi masih praktis

Grafic Rating Scale.

2. Terhindar dari sentral tendensi.

Dapat diprotes yang dinilai jika

faktanya baik semua.

Forced

Distribution

Menghasilkan kelompok sangat

baik, sedang, dan kurang baik.

Hasil evaluasi tergantung kecermatan

menentukan titik batas antara

kelompok.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 11

Page 12: Penilaian Kinerja

Critical

Incidents

1. Menegaskan yang berprestasi

dengan yang tidak berprestasi.

2. Mendorong evaluator menilai

bawahan terus menerus.

Sulit merangking kinerja antar yang

dinilai.

Narrative Memungkinkan informasi yang

lengkap

1. Sulit merangking kinerja antar

yang dinilai.

2. Bila tidak direncanakan sering

tidak terarah.

BARS 1. Adanya pertautan behavior

memungkinkan evaluasi lebih

teliti.

2. Lebih teliti.

3. Standar kinerja jelas.

4. Umpan balik lebih fokus.

5. Ranah evaluasi lengkap.

6. Lebih valid dan reliabel.

1. Sulit membuatnya

2. Perlu keahlian khusus

MBO Terarah pada sasaran Menghabiskan banyak waktu

Behavior 1. Efektif.

2. Memberi bimbingan dengan

masukan spesifik.

3. Validitas tinggi

4. Reliabilitas tinggi

Menghabiskan banyak waktu

Hasil 1. Objektif.

2. Indikator kinerja kualitatif.

3. Diterima semua pihak.

4. Terkait sasaran kinerja.

Penilaian difokuskan hanya pada

kinerja yang dirumuskan saja.

TQM 1. Orientasi kooperatif.

2. Kombinasi atribut dan hasil

1. Sulit

2. Sulit menentukan pelatihan.

Setiap metode di atas memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing, sehingga tidak

baik bagi organisasi untuk menggantungkan penilaian kinerjanya hanya pada satu jenis

metode saja. Sebaiknya, organisasi menggabungkan beberapa metode yang sesuai dengan

lingkup organisasinya.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 12

Page 13: Penilaian Kinerja

2.2 Konsep Profesionalisme Tenaga Kependidikan

Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan

kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian sesseorang (Kusnandar, 2007:46).

Selanjutnya Profesionalisme menurut Mohamad Surya (2007:214) adalah sebutan yang

mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota asuatu profesi untuk

senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalanya.

Sementara Sudarwan Danin (2002:23) mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah

komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan

terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan

pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Kemudian Freidson (1970) dalam Syaiful Sagala

(2005:199) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah “sebagai

komitmen untuk ide-ide profesional dan karir”.

Kesimpulannya, profesionalisme adalah suatu bentuk komitmen para anggota suatu

profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar

kualitas keprofesionalannya dapat tercapai secara berkesinambungan.

Dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan profesionalisme tenaga kependidikan

harus ada pihak yang berperan dalam peningkatan mutu tersebut. Dan yang berperan dalam

peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan adalah kepala sekolah sebagai pemimpin

pendidikan di sekolah yang bersama-sama komite sekolah memiliki tanggung jawab terhadap

perkembangan sekolah.

Upaya meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan tidak akan terwujud tanpa

adanya motivasi dan kesadaran dalam diri tenaga kependidikan serta semangat mengabdi

yang akan melahirkan visi kelembagaan maupun kemampuan konsepsional yang jelas. Tanpa

adanya kesadaran dan motivasi semangat mengabdi, semua usaha yang dilakukan untuk

meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan tidak akan maksimal.

Profesionalitas seorang guru tercermin dalam kegiatan pembelajaran yang

dikelolanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya kegiatan pembelajaran masih

bersifat konvensional, atau masih berpusat pada guru (teacher centered), kurang mendorong

siswa mengembangkan potensi, dan cenderung lebih menekankan pada penyampaian materi

pelajaran (subject matters oriented).

Kegiatan pembelajaran ternyata tidak semuanya dilakukan secara konvensional,

karena beberapa guru telah melakukan pembelajaran sesuai kaidah PAIKEM. Hal ini ditandai

dengan adanya penerapan berbagai metode pembelajaran, pemanfaatan berbagai sumber

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 13

Page 14: Penilaian Kinerja

belajar termasuk lingkungan, dan menekankan pada keaktifan siswa untuk belajar serta

mengembangkan berbagai potensi. Guru yang melaksanakan pembelajaran seperti ini

memiliki prinsip, bahwa dalam proses pembelajaran bukanlah hanya menyampaikan materi

pelajaran, melainkan mendorong siswa untuk belajar mempelajari segala sesuatu sesuai

dengan minat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa para guru yang melaksanakan

pembelajaran seperti ini merasa tidak takut menghadapi ujian nasional (UN), karena siswa

merasa siap diuji oleh siapapun dan dengan cara apapun.

Temuan lain berkenaan dengan tingkat efektivitas pembelajaran yang ternyata tidak

terkait langsung dengan ketersediaan atau kelengkapan media pembelajaran. Sekolah yang

telah memiliki sarana dan media yang lengkap, belum memanfaatkan secara efektif; dan

pembelajaran yang dilaksanakan masih konvensional sehingga peralatan masih terbatas

sebagai alat peraga. Sebaliknya, sekolah yang tidak didukung peralatan dan media

pembelajaran yang memadai telah mampu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kaidah

PAIKEM.

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat

penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dewasa ini

keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan

pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Mutu Sember Daya Manusia (SDM)

berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan

kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam

pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.

Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan

prasarana serta biaya memenuhi syarat tertentu. Namun dari beberapa komponen tersebut

yang lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu

menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tantangan kependidikan

pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut tenaga kependidikan

untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan

kompetensinya.

Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang

profesional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis dalam

pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga

kependidikan yang profesional akan melaksanakan tugasnya secara profesional sehingga

menghasilkan tamatan yang lebih bermutu.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 14

Page 15: Penilaian Kinerja

Menjadi tenaga kependidikan yang profesional tidak akan terwujud begitu saja tanpa

adanya upaya untuk meningkatkannya. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan

pengembangan profesionalisme yang membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai

peran penting, yakni kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang

sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program

pendidikan di sekolah.

Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan

kepemimpinan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan. Kepala sekolah merupakan

seorang pejabat profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber

organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan

pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan profesionalisme

tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah

memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya berhenti

pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan

baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud.

Tenaga kependidikan profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar,

dan metode yang tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan

yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Profesionalisme tenaga

kependidikan secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan.

Tenaga kependidikan yang profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai

dengan kendala sumber daya dan lingkungan.

Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas yang mudah.

Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa.

Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi

yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya.

2.3 Kompetensi Guru

Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang. Menurut

Lefrancois, kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu, yang dihasilkan dari

proses belajar. Selama proses belajar stimulus akan bergabung dengan isi memori dan

menyebabkan terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Apabila individu

sukses mempelajari cara melakukan satu pekerjaaan yang kompleks dari sebelumnya, maka

pada diri individu tersebut pasti sudah terjadi perubahan kompetensi. Perubahan kompetensi

tidak akan tampak apabila selanjutnya tidak ada kepentingan atau kesempatan untuk

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 15

Page 16: Penilaian Kinerja

melakukannya. Kinerja guru mempunyai spesifikasi / kriteria tertentu. Kinerja guru dapat

dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi / kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh

setiap guru.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16

Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa

Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1)

kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi

tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan

karakteristik siswa dilihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional, dan intelektual. Hal

tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-

prinsip belajar, karena siswa memiliki karakter, sifat, dan interest yang berbeda.

Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu

mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan masing-masing dan disesuaikan

dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk

mengaktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan kegiatan penilaian

terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati,

yaitu:

a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,

emosional dan intelektual.

b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang

diampu.

d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan

kegiatan pengembangan yang mendidik.

f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimiliki.

g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian

dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 16

Page 17: Penilaian Kinerja

2. Kompetensi Kepribadian

Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan

tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan generasi kualitas masa depan

bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugasnya

harus tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang guru.

Pendidikan adalah proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses

pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai

dengan tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Tata nilai termasuk

norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik siswa sebagai

pribadi dan sebagai anggota masyarakat.

Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap

mental, watak dan kepribadian siswa yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan

siswanya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar

bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat.

Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan

integritas kepribadian seorang guru.

Aspek-aspek yang diamati adalah:

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta

didik dan masyarakat.

c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa

percaya diri.

e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3. Kompetensi Sosial

Guru di mata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh dan

merupkan suritauladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial

dengan masyakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Kemampuan

sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan

mempunyai jiwa yang menyenangkan.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 17

Page 18: Penilaian Kinerja

Kriteria kinerja guru yang harus dilakukan adalah:

a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,

kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua, dan masyarakat.

c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki

keragaman sosial budaya.

d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan

atau bentuk lain.

4. Kompetensi Profesional

Kompetensi Profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam

perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk

mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru

dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.

Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan.

Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai

sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti

perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.

Kompetensi atau kemampuan kepribadian yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru

berkenaan dengan aspek:

a. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber

materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan

mengajarnya harus disambut oleh siswa sebagai suatu seni pengelolaan proses

pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak

pernah putus.

b. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan dengan

menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang

dapat mendorong siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta

menemukan fakta dan konsep yang benar. Guru harus melakukan kegiatan pembelajaran

menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil

mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai konteks materinya.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 18

Page 19: Penilaian Kinerja

c. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip

didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya bagaimana menerapkan prinsip

apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi dan prinsip-prinsip lainnya.

d. Dalam pelaksanaan evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan

sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur

hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir secara

benar, agar tes yang digunakan dapat memotivasi siswa belajar.

Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran dapat diamati dari

aspek-aspek:

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata

pelajaran yang diampu.

b. Menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran/ bidang

pengembangan yang diampu.

c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.

d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan

reflektif

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan

mengembangkan diri

2.4 Standar Kinerja

Penilaian kinerja yang adil membutuhkan standar / patokan yang dapat digunakan

sebagai perbandingan terhadap kinerja antar karyawan. Menurut Simamora (2004), semakin

jelas standar kinerjanya, makin akurat tingkat penilaian kinerjanya. Masalahnya, baik para

penyelia maupun karyawan tidak seluruhnya mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan.

Karena bisa jadi, standar kinerja tersebut belum pernah disusun. Oleh karena itu, langkah

pertama adalah meninjau standar kinerja yang ada dan menyusun standar yang baru jika

diperlukan. Banyak hal yang dapat diukur untuk menentukan kinerja. Banyak literatur,

menyebutkan bahwa kinerja merupakan keterkaitan unsur motivasi, kemampuan individu,

serta faktor organisasi, yang menghasilkan perilaku.

Perilaku (behavior) merupakan proses / cara seseorang mengerjakan sesuatu. Perilaku

merupakan sebuah unsur yang menjadi pusat perbedaan manusia antar individu. Dapat

dibayangkan, tanpa perilaku dalam pekerjaan pasti tidak akan ada produksi yang dihasilkan.

Perilaku merupakan kata kunci, sebab dalam pekerjaan sangat banyak perilaku yang muncul

yang menyebabkan sebuah hasil tertentu. Perilaku dapat diobservasi yang memungkinkan

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 19

Page 20: Penilaian Kinerja

kita dapat membetulkan, menjumlah, dan menilai dan selanjutnya kita dapat mengelolanya.

Apa yang akan terjadi, jika seorang manajer menaruh perhatiannya hanya pada

pengelolaan hasil saja? Tidak akan efektif, karena perilaku merupakan bagian dari

keseluruhan proses, dan hasil itu adalah keluaran dari perilaku.

Perilaku yang tepat akan membuahkan hasil yang merefleksikan gabungan upaya banyak

individu. Perilaku mencerminkan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu. Sementara itu,

karakteristik individu menunjukkan penyebab perilaku.

Minimal sebuah standar kinerja, harus berisi dua jenis informasi dasar tentang apa

yang harus dilakukan dan seberapa baik harus melakukannya. Standar kinerja merupakan

identifikasi tugas pekerjaan, kewajiban, dan elemen kritis yang menggambarkan apa yang

harus dilakukan. Standar kinerja terfokus pada seberapa baik tugas akan dilaksanakan.

Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga

manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah telah

tercapai atau tidak. Standar haruslah dinyatakan secara tertulis dalam upaya menggambarkan

kinerja yang sungguh-sungguh memuaskan untuk tugas yang kritis maupun yang tidak kritis.

Tugas pekerjaan dan standar kinerja saling berkaitan sehingga dapat dikembangkan

pada waktu yang bersamaan. Apapun metode analisis pekerjaan yang digunakan haruslah

memperhitungkan aspek kuantitatif kinerja. Lebih lanjut, setiap standar harus menunjuk pada

aspek spesifik pekerjaan. Tampaknya lebih mudah mengukur kinerja terhadap standar yang

dapat digambarkan dalam istilah kuantitatif. Meskipun demikian, pekerjaan manajerial

memiliki sebuah komponen tambahan yaitu hasil yang merefleksikan kinerja manajer itu

sendiri dan hasil lainnya mencerminkan kinerja unit organisasi yang menjadi tanggung jawab

manajer bersangkutan.

Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas yang dijadikan tolok ukur

atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus

berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan

terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini.

Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang

baik dan benar yaitu validity, agreement, realism, dan objectivity.

1. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai.

Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau

relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 20

Page 21: Penilaian Kinerja

2. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh

semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di

atas.

3. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para

pegawai, dan sesuai dengan kemampuan pegawai.

4. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan

keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk

dipengaruhi oleh bias -bias penilai

Standar Kinerja Guru

Berkenaan dengan standar kinerja guru, Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997: 49)

menyampaikan bahwa standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas guru dalam

menjalankan tugasnya seperti: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan

perencanaan pembelajaran, (3) pendayagunaan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa

dalam berbagai pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 21

Page 22: Penilaian Kinerja

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Ada lima faktor dalam penilaian kinerja yang populer, yaitu 1) kualitas pekerjaan,

meliputi: akurasi, ketelitian, penampilan dan penerimaan keluaran; 2) kuantitas pekerjaan,

meliputi: volume keluaran dan dan kontribusi; 3) supervisi, meliputi: saran, arahan, dan

perbaikan; 4) kehadiran, meliputi: regulasi, dapat dipercaya, dan ketepatan waktu; 5)

konservasi, meliputi: pencegahan pemborosan, kerusakan, dan pemeliharaan peralatan.

Tantangan utama penilaian kinerja di tingkat nasional di antaranya mencakup beberapa

perspektif kebijakan seperti; (a) kerangka hukum yang saling bertentangan atau tidak

konsisten. (b) Manajemen kinerja belum diinkoporasikan dalam fungsi manajemen

pemerintahan secara terintegrasi, (c) Paket reward & punishment kinerja lembaga dan kinerja

personal belum diintegrasikan, (d) belum adanya cetak biru dan kerangka kerja audit kinerja.

Keterbatasan SDM merupakan perkara yang klasik. Bukan dari jumlah akan tetapi dari

sisi kompetensi teknis. Dukungan kualitas SDM yang kompeten tidak dapat ditawar lagi

dalam penerapan manajemen kinerja.

Berkenaan dengan standar kinerja guru Piet A. Sahertian dalam Kusmianto (1997: 49)

menyampaikan bahwa standar kinerja guru itu berhubungan dengan kualitas guru dalam

menjalankan tugasnya seperti: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan

perencanaan pembelajaran, (3) pendayagunaan media pembelajaran, (4) melibatkan siswa

dalam berbagai pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan yang aktif dari guru.

3.1 Saran

1. Penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran-ukuran yang telah disepakati bersama

dalam standar kerja.

2. Agar berdaya guna, setiap standar/kriteria harus dinyatakan secara cukup jelas sehingga

manajer dan bawahan atau kelompok kerja mengetahui apa yang diharapkan dan apakah

telah tercapai atau tidak.

3. Tenaga kependidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan

pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik. Semoga sukses.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 22

Page 23: Penilaian Kinerja

DAFTAR PUSTAKA

Anatan, Lina dan Ellitan, Lena. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Bisnis

Modern. Bandung: Alfabeta

Atmodiwirio, Soebagio. 1991. Kepemimpinan Kepala Sekolah . Semarang : Adhi Waskita.

Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manjemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: Bumi

Aksara

Irianto, Jusuf. 2001. Tema-Tema Pokok Sumber Daya Manusia. Jakarta: Insan Cendikia

Kartono, Kartini .2009. Pemimpin dan Kepemimpinan . Jakarta : Rajawali Pers.

Mangkunegara, Anwar . 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung :

Remaja Rosdakarya

Prabu, Anwar . 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Sastradipoera, Komarudin. 2001. Asas-Asas Manajemen Perkantoran. Bandung: Kappa

Sigma

Simamora, Henry. 2004. Manjemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN

Sondang, P. Siagian Prof. Dr. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pustaka

Raya.

Steers, M Richard. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Usman, Husaini Prof. Dr. 2008. Manajemen: Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Wahjosumidjo. 1995. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan

Permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sistem Pengukuran dan Penilaian Kinerja 23