pengumuman yudisium gel. ii - upm

13
PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II Nomor : 11/B.3.4/FKIP-UPM/II/2019 A. PERSYARATAN YUDISIUM : 1. Pengumpulan revisi ujian skripsi disertai pengesahan dosen penguji dan tanda tangan stempel Dekan paling lambat 12 Maret 2019. 2. Surat Keterangan Pendaping Ijazah (SKPI): a. Mengisi formulir yudisium (diambil di BIRO I) dan rekap nilai (terlampir) serta persyaratan yudisium (Nomor 3) b. Ketua kelas mengkoordinir dan mengumpulkan semua data SKPI dalam 1 CD dan diserahkan ke Kaprodi masing-masing. Kaprodi PGSD: Ryzca Siti Qomariyah, M.Pd. Kaprodi PPKn: Uswatun Hasanah, M.Pd. c. Paling lambat pengumpulan data SKPI 28 Februari 2019. 3. Persyaratan Yudisium: a. Fotocopy bukti lunas dari Biro II (sampai April 2019). b. Fotocopy KHS semester 1 sampai semester akhir (nilai harus lengkap). c. Lunas biaya penjilidan Rp 100.000,- ke fakultas (Wakil Dekan II) d. Lunas biaya yudisum Rp 200.000,- ke fakultas (Wakil Dekan II) e. Pengumpulan skripsi 3 eksemplar skripsi (sudah ditandatangani dan distempel Dekan), artikel skripsi dan CD yang berisi file skripsi dan artikel (jenis file word dan pdf) kemudian dimasukkan dalam map plastik biru. f. Artikel harus dibimbing dan disetujui oleh pembimbing (format terlampir). g. Mengisi formulir yudisium dilengkapi pas foto: Laki-laki : jas berdasi Perempuan : kebaya sanggul h. Fotocopy legalisir ijazah SMA. i. Paling lambat pendaftaran yudisium tanggal 12 Maret 2019. Probolinggo, 1 Februari 2019 D e k a n, Ludfi Arya Wardana, S.Pd., M.Pd. NIDN. 0716029001

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II Nomor : 11/B.3.4/FKIP-UPM/II/2019 A. PERSYARATAN YUDISIUM : 1. Pengumpulan revisi ujian skripsi disertai pengesahan dosen penguji dan tanda tangan stempel Dekan paling lambat 12 Maret 2019. 2. Surat Keterangan Pendaping Ijazah (SKPI): a. Mengisi formulir yudisium (diambil di BIRO I) dan rekap nilai (terlampir) serta persyaratan yudisium (Nomor 3) b. Ketua kelas mengkoordinir dan mengumpulkan semua data SKPI dalam 1 CD dan diserahkan ke Kaprodi masing-masing. Kaprodi PGSD: Ryzca Siti Qomariyah, M.Pd. Kaprodi PPKn: Uswatun Hasanah, M.Pd. c. Paling lambat pengumpulan data SKPI 28 Februari 2019. 3. Persyaratan Yudisium: a. Fotocopy bukti lunas dari Biro II (sampai April 2019). b. Fotocopy KHS semester 1 sampai semester akhir (nilai harus lengkap). c. Lunas biaya penjilidan Rp 100.000,- ke fakultas (Wakil Dekan II) d. Lunas biaya yudisum Rp 200.000,- ke fakultas (Wakil Dekan II) e. Pengumpulan skripsi 3 eksemplar skripsi (sudah ditandatangani dan distempel Dekan), artikel skripsi dan CD yang berisi file skripsi dan artikel (jenis file word dan pdf) kemudian dimasukkan dalam map plastik biru. f. Artikel harus dibimbing dan disetujui oleh pembimbing (format terlampir). g. Mengisi formulir yudisium dilengkapi pas foto: Laki-laki : jas berdasi Perempuan : kebaya sanggul h. Fotocopy legalisir ijazah SMA. i. Paling lambat pendaftaran yudisium tanggal 12 Maret 2019. Probolinggo, 1 Februari 2019 D e k a n, Ludfi Arya Wardana, S.Pd., M.Pd. NIDN. 0716029001

Page 2: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

FORMULIR SKPI NAMA : ………………………………………………… NIM : ………………………………………………… PROGRAM STUDI : ………………………………………………… FAKULTAS : KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN No Nama Kegiatan Waktu Pelaksanaan Tempat Pelaksanaan (nama kegiatan diisikan dengan judul kegiatan. Biasanya judul kegiatan ada di sertifikat) (waktu pelaksanaan diisikan tanggal kegiatan. Diurutkan dari yang paling baru) Contoh benar: 3 September 2016 3-7 September 2016 Contoh salah: - 03 September 2016 - 3-4-2016 - 03-04-2016 (tempat pelaksanaan diisikan kota atau kabupaten pelaksanaan kegiatan) Contoh Benar: - Kota Probolinggo - Kabupaten Probolinggo Contoh salah: - Probolinggo (tidak jelas Kota Probolinggo atau Kabupaten Probolinggo) - Kab. Probolinggo (disingkat) - Gending, Probolinggo (disebutkan Kecamatan) 1 Pelatihan Membuat Media Interaktif tanpa Action Script untuk Pembelajaran Matematika SD 3 September 2016 Kota Probolinggo 2. Pelatihan Manajemen Papan Tulis untuk Guru Sekolah Dasar Se-Probolinggo Raya 2 Juli 2015 Kabupaten Probolinggo

Page 3: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM
Page 4: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM
Page 5: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING Artikel yang ditulis oleh : Nama : NIM : Telah diperiksa dan disetujui. Pembimbing I Pembimbing II ………………………… ………………………… NIDN. ………………… NIDN. …………………

Page 6: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

FORMAT ARTIKEL ILMIAH

FKIP UNIVERSITAS PANCA MARGA PROBOLINGGO

1. Artikel berasal dari karya ilmiah skripsi

2. Artikel ditulis dengan bahasa Inggris/Indonesia, dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. ukuran kertas : A4 80 gram, font menyesuaikan contoh.

b. batas kertas : 4 cm (kiri), 3 cm (atas-bawah, kanan) dan tulisan rata

kanan dan kiri

c. jumlah halaman : 5 - 15 halaman

d. software : Microsoft Word dan Pdf

e. setiap artikel disertai dengan abstrak (150-200 kata) dan kata-kata kunci.

3. Artikel (hasil penelitian) memuat:

a. Judul

b. Nama penulis dan alamat e-mail

c. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (tidak boleh pakai Google

Translate), serta kata-kata kunci

d. Pendahuluan (tanpa sub judul)

Berisi uraian tentang latar belakang, tinjauan pustaka/teori, masalah, tujuan

penelitian

e. Metodologi

Berisi uraian tentang teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan dan

analisis data, serta aspek lain yang relevan.

f. Hasil Penelitian dan Pembahasan (dengan atau tanpa subjudul)

Berisi uraian tentang temuan penelitian dan pembahasannya.

g. Simpulan (dengan subjudul)

Berisi uraian tentang kesimpulan penelitian dan rekomendasi/implikasi.

h. Daftar Pustaka

Hanya berisi daftar pustaka yang benar-benar dirujuk dalam artikel.

5. Penulisan Daftar Rujukan

a. Dari BUKU :

Contoh:

Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active

Learning in Geography. New York: United States Military

b. Dari ARTIKEL/JURNAL :

Yang tercetak: Nama penulis, Tahun, Judul artikel, Nama jurnal (ditulis miring), Volume,

(Nomor terbitan): Nomor halaman

Contoh:

Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active Learning in

Geography. Education Journal, 16 (1): 12-21

c. Yang berbasis Jurnal tercetak:

Nama penulis, Tahun, Judul artikel, Nama jurnal (ditulis miring), (Online), Volume,

(Nomor terbitan): Nomor halaman, Alamat situs, Tanggal akses.

Contoh:

Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active Learning in

Geography. Education Journal, (Online), 16 (1): 12-21, (http://www.mathsimulation

technology.files.wordpress.com), diakses 25 Juni 2012.

Page 7: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

d. Yang tidak berbasis tercetak (jurnal elektronik):

Bedanya Nomor halaman nggak usah ditulis. Nama penulis, Tahun, Judul artikel, Nama

jurnal (ditulis miring), Volume, (Nomor terbitan). (Online), Alamat situs, Tanggal akses.

Contoh:

Lohman, Andrew D. 2011. Geographic Literacy, Objectives, and Active Learning in

Geography. Education Journal, 16 (1). (Online),

(http://www.mathsimulationtechnology.files.wordpress. com), diakses 25 Juni

2012.

e. Dari KORAN:

Contoh:

Kompas, 17 januari 2012. Ijazah Penyetoran Paket C Rawan Manipulasi, hlm.

f. Dari DOKUMEN RESMI PEMERINTAH:

1) DARI PENERBIT (TERCETAK)

Contoh:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem

Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.

2) DARI ONLINE

Setelah tahun dokumen, situs yang dimuat juga dicantumkan (tiap awal kata huruf

balok), disertai alamat situs dan tanggal akses.

Contoh:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun1989 tentang sistem Pendidikan

Nasional. 1990. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa

Keuangan Republik Indonesia. (Online), (http://www.jdih.bpk.go.id), diakses 17

Januari 2012

6. Artikel dikumpulkan hadrcopy dan softcopy dimasukan CD bersama skripsi dan

dikumpulkan di Fakultas dan Perpustakaan UPM

Page 8: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

Contoh Artikel Ilmiah:

PROSES PEMBELAJARAN PKn DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS

PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS

MASALAH DI SMAN 3 PROBOLINGGO

Abdul Basit

Program Studi PPKn FKIP Universitas Panca Marga Probolinggo

[email protected]

Abstract

Problems at this research is caused by a less optimal learning process Civics in SMAN 3 Probolinggo

which implies the lack of development of citizens who are intelligent and good (smart and good

citizen). The purposes of this study are to describe the implementation of PBM in enhancing the

learners creativity. The research methodology used in this research is a qualitative approach with

descriptive methods. The research subjects are including principals, teachers, and learners. In

collecting the data, the techniques used observation, interviews, and documentation. Data were

analyzed using data reduction, data presentation and conclusion/verification. The finding of this

research revealed that implementation of PBM on the subjects of Civics in enhancing the creativity of

learners are related with the learning steps, such as the introduction, the main activities and the closing

activity. However, strategy of learning used less creative and almost of all materials are suitable

Civics using PBM strategy. Therefore, in preparing PBM through the method of discussion or debate,

teachers need to identify learning materials related with the mind map.

Keywords: problem based learning, civic education, and creativity.

Abstrak

Masalah pada penelitian ini disebabkan oleh kurang optimalnya proses pembelajaran PKn di SMAN 3

Probolinggo yang berimplikasi pada rendahnya pengembangan warga negara yang cerdas dan baik

(smart and good citizen). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi PBM pada

mata pelajaran PKn dalam meningkatkan kreativitas peserta didik. Metodologi penelitian

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Adapun subjek penelitian

meliputi kepala sekolah, guru, dan peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data

dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Dari hasil penelitian diperoleh temuan bahwa dalam

implementasi PBM pada mata pelajaran PKn dalam meningkatkan kreativitas peserta didik sudah

sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran, mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti

pembelajaran, sampai kepada kegiatan penutup. Namun, strategi pembelajaran yang digunakan

kurang kreatif dan tidak semua materi PKn cocok menggunakan strategi PBM. Oleh karena itu, dalam

mempersiapkan PBM melalui metode diskusi atau debat, guru perlu mengidentifikasi materi

pembelajaran sesuai dengan peta konsepnya.

Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran PKn dan kreativitas.

Page 9: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

PENDAHULUAN

Pendidikan Indonesia perlu merespon

perubahan masyarakat yang semakin dinamis dengan

tuntutan kualitas hidup yang terus meningkat.

Kemampuan dalam merepon peruabahan perlu

dikembangkan pada setiap warga negara sebagai insan

pendidikan sekaligus modal yang diperlukan untuk

membawa Indonesia kepada pencapaian kesejahteraan.

Hal tersebut dapat diwujudkan manakala pendidikan

tidak hanya dipandang dari konteks masa lalu dan masa

kini, tetapi juga sebagai proses yang mampu

mengantisipasi dan membicarakan masa depan.

Kontekstualisasi pendidikan perlu diarahkan sesuai

paradigma pendidikan di abad ke-21 yakni pendidikan

yang berorientasi pada kemandirian belajar. Kelemahan

paradigma pendidikan secara umum di Indonesia masih

didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai

perangkat fakta-fakta yang harus dihafal, sehingga

pandangan guru dalam proses pembelajaran hanya

menyelesaikan materi pelajaran, bukan pada

menyelesaikan suatu permasalahan. Selain itu, guru

juga memberikan dan mengutamakan ulangan. Guru

khawatir dengan tidak adanya sistem ulangan, maka

peserta didik tidak akan memahami secara tuntas dan

menyeluruh terkait apa yang disampaikan oleh guru.

Metode mengajar ceramah yang monoton, konvensional

dan kaku lebih dominan dan lebih memerhatikan aspek

kognitif, sehingga pembelajaran PKn terbatas. Artinya,

guru hanya mengajarkan substansi dari PKn (ranah

kognitif).

Guru juga masih sulit mengubah gaya mengajar

(content-led) dengan pembaharuan PKn. Hal ini juga

disebabkan salah satunya karena kemampuan guru

dalam metodologi pembelajaran yang masih kurang.

Dalam pendekatan terbaru ini, peserta didik dianggap

sebagai pihak yang paling tahu tentang kebutuhannya

dan bertanggung jawab terhadap hasil dari proses

belajar yang dilakukan. Peserta didik didorong bukan

hanya sebagai objek pembelajaran, melainkan juga

subjek belajar yang melaksanakan kegiatan belajar

seumur hidupnya (life long learning). Hal ini kurang

sesuai dengan trend pendidikan modern yang lebih

berpusat kepada pendekatan kemandirian peserta didik

(student center oriented). Dari sinilah perlu adanya

pendekatan dan strategi pembelajaran yang sangat

penting untuk diterapkan sebagai bagian penyiapan

manusia Indonesia yang cerdas, kreatif, terampil, dan

mandiri sebagaimana yang diamanatkan dalam tujuan

pendidikan nasional. Tujuan tersebut tersurat dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (UU Sisdiknas)

Pasal 3 tentang tujuan pendidikan nasional yang

berbunyi, “untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis dan bertanggung jawab”. Dalam konteks umum, Rusman (2014)

menuturkan bahwa pembelajaran akan lebih bermakna

manakala sekolah lebih dekat dengan lingkungan

masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi

secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah

senantiasa bersentuhan dengan situasi dan

permasalahan kehidupan yang terjadi baik di

lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Hal ini juga ditambahkan bahwa pembelajaran yang

mendudukkan peserta didik untuk menghubungkan isi

materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk

menemukan makna (Johson & Hayes, 2016).

Kreativitas bisa menurun karena adanya kesalahan

dalam mendidik anak. Kesalahan orang tua dalam

memotivasi anak dan sistem pembelajaran di sekolah

yang tradisional dapat mematikan insting anak untuk

belajar. Jika insting anak untuk belajar dihambat oleh

lingkungannya maka anak akan mengalami kesulitan

untuk menemukan banyak ide. Adanya persoalan

kreativitas tersebut memerlukan adanya pembelajaran

yang diciptakan guru di sekolah yang berorientasi pada

percepatan manusia di dalam membangun

peradabannya. Hal ini membawa konsekuensi perlunya

guru menyiapkan pembelajaran yang disesuaikan

dengan konteks perubahan lingkungan, baik lokal,

regional, maupun internasional. Pembelajaran yang

tanpa disandingkan pada kedinamisan masyarakat

hanya akan menghasilkan manusia-manusia yang

tertinggal. Perubahan gaya/strategi mengajar guru yang

sesuai dengan pengembangan kemampuan dan potensi

peserta didik dalam proses pembelajaran bisa ditempuh

melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah

(PBM). Adapun materi Pendidikan Kewarganegaran

(PKn) bersifat dinamis, dalam arti senantiasa

mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat dan perkembangan zaman.

Dengan adanya penerapan PBM diharapkan

peserta didik ikut terlibat langsung dalam proses

Page 10: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

pembelajaran yang berarti, “mengalami”, dan bukan “menghafal”. PBM merupakan salah satu strategi pembelajaran kreatif yang sangat cocok digunakan

dalam pembelajaran di sekolah baik di sekolah tingkat

dasar maupun menengah. Bern dan Erickson (dalam

Komalasari, 2010) menegaskan bahwa strategi

pembelajaran ini melibatkan peserta didik dalam

memecahkan masalah dengan mengintegerasikan

berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin

ilmu. PBM dapat menjadi solusi bagi persoalan

pendidikan warga negara termasuk dalam Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn). Winataputra (2012, hlm. 73)

mengungkapkan “PKn dalam pengertian sebagai

citizenship education didesain untuk mengembangkan

warga negara yang cerdas dan baik (smart and good

citizen) untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan”. Konsep smart and goood citizen tersebut berkesuaian

dengan amanat tujuan nasional sebagaimana tertuang

dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang

Dasar (UUD) 1945 yang “.... Mencerdaskan kehidupan

bangsa”. Winataputra (2015) menjelaskan bahwa secara

sosio-politik dan kultural, PKn memiliki visi

pendidikan yakni “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Maksud dari “mencerdaskan kehidupan bangsa” yakni

menumbuhkembangkan kecerdasan kewarganegaraan

yang merupakan prasarat untuk pembangunan

demokrasi dalam arti luas, yang mempersyaratkan

terwujudnya budaya kewarganegaraan sebagai salah

satu diterminan tumbuh-kembangnya negara demokrasi.

Dari pemahaman tersebut diturunkan fungsi PKn

sebagai wahana sistemik pencerdasan kehidupan bangsa

(Winataputra, 2015). Wahab dan Sapriya (2011)

menjelaskan bahwa PKn secara khusus termaktub

dalam UU Sisdiknas Pasal 37 yang berbunyi: “....... PKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik

menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan

cinta tanah air”. Winataputra (2015) selanjutnya menyebut PKn berkaitan dengan pendidikan nasional

yang merupakan wahana sistemik pencerdasan

kehidupan bangsa yang dijalankan melalui praksis PKn

yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),

keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan watak

kewarganegaraan (civic dispositions). Dari ketiga

kluster kemampuan tersebut yang menjadikan warga

negara yang ideal dan demokratis dalam mengambil

keputusan secara cerdas dan bernalar (reasoned

decision maker). Komalasari (2009) menambahkan

bahwa fakta Indonesia saat ini masih didominasi oleh

sistem konvensional, sehingga pelaksanaan

pembelajaran yang berorientasi pada siswa dengan

konsep "dikontekstualisasikan dengan multiple

perspective" masih jauh dari harapan. Namun demikian,

Winataputra (2015) mengatakan bahwa seiring

berjalannya waktu, pendidikan Indonesia saat ini

sedang menuju pada medium/moderate citizenship

education yang mana pembelajaran sudah mulai

mencoba melakukan perubahan (learning to do), bukan

lagi learning to know. Dalam perubahan ke arah

learning to do, diperlukan adanya kompetensi,

kecerdasan dan kreativitas dari peserta didik dalam

memahami materi pembelajaran. Persoalan kreativitas

menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas

pendidikan manusia.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan pada

peserta didik di SMAN 3 Probolinggo. Informan

penelitian terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala

sekolah bidang sarana dan prasarana, guru PKn dan

peserta didik di kelas X dan XI SMAN 3 Probolinggo.

Hasil pengumpulan data diperoleh melalui teknik

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi,

kemudian dianalisis menggunakan model Miles dan

Huberman. Teknis analisis tersebut terdiri dari reduksi

data, penyajian data, dan verifikasi data (Miles dan

Huberman, 1992). Data yang diperoleh kemudian

divalidasi menggunakan teknik triangulasi sumber dan

teknik pengumpulan data.

HASIL PENELITIAN

Proses pembelajaran PKn dalam Meningkatan

Kreativitas Peserta Didik melalui PBM

Pada pertemuan di kelas XI, proses

pembelajaran yang kreatif diperlukan guru yang kreatif

pula. Hal ini tampak pada proses pembelajaran PKn

yang sesuai dengan langkah-langkah PBM dengan guru

memunculkan dan memberikan contoh kasus/isu

kontroversial, seperti kasus sengketa pulau Sipadan dan

Ligitan yang meliputi lintas negara (negara Indonesia

dan Malaysia). Langkah pertama, peserta didik dalam

masing-masing kelompok merumuskan dan

mengklarifikasi masalah dengan pendapat dan

argumentasi yang muncul mengenai isu tersebut.

Kedua, adanya pendapat-pendapat yang beragam dari

peserta didik selanjutnya diidentifikasi dan dianalisis

oleh setiap kelompok sebagai isu kontroversial melalui

Page 11: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

berbagi sumber dan media pembelajaran sesuai dengan

kemampuan dan pengetahuan mereka. Isu kontroversial

yang sudah diidentifikasi inilah yang akan dijadikan

bahan diskusi. Ketiga, peserta didik mencari solusi dan

menyimpulkan pendapat-pendapat yang muncul dari

setiap anggota kelompok sebagai alternatif dalam

memecahkan masalah. Keempat, dalam setiap

kelompok memutuskan/menentukan solusi terbaik

terkait isu kontroversial tersebut dengan menimbang

kembali solusi yang dianggap paling tepat. Kelima,

menyajikan solusi. Perwakilan peserta didik masing-

masing kelompok memaparkan hasil karya

kelompoknya. Pemaparan tersebut dilanjutkan diskusi

kelas dengan dimoderatori dan difasilitasi oleh guru.

Keenam, setelah penyajian selesai, guru mengevalusi

jalannya diskusi kelas dengan membahas kembali solusi

alternatif yang ditawarkan oleh peserta didik. Guru juga

membandingkan solusi hasil pemikiran peserta didik

dengan solusi secara teroritis yang ada.

Sementara itu, pada kelas X pada Standar

Kompetensi tentang menghargai persamaan kedudukan

warga negara dalam segenap aspek kehidupan, metode

yang digunakan guru adalah diskusi kelompok. Masing-

masing kelompok diberikan permasalahan terkait

bagaimana proses perubahan status kewarganegaraan

seseorang yang ingin pindah dan menjadi warga negara

Indonesia, isu-isu Suku, Agama, Ras, dan Antar

golongan (SARA) yang sering muncul di kehidupan

sehari-hari, dan bagaimana eksistensi dan diskriminasi

kaum mayoritas dan minoritas. Kemudian peserta didik

akan mengkaji dan menganalisis permasalahan tersebut

bersama-sama secara team work dengan informasi dan

pengetahuan yang mereka miliki. Selanjutnya, mereka

akan memberikan dan menentukan solusi yang nantinya

akan disajikan di depan kelas. Berdasarkan hasil

temuan peneliti di lapangan, terlihat pelaksanaan

strategi pembelajaran yang aktif, efektif, dan kreatif,

terhadap peserta didik dilakukan oleh guru dengan

cukup baik. Guru terus berupaya mengidentifikasi

peserta didik pada setiap pertemuannya dan juga

memiliki cara tersendiri untuk mengatasi permasalahan

ketika proses pembelajaran berlangsung, yakni melalui

pendekatan emosional dengan peserta didik. Namun,

seiring berjalannya waktu peneliti menemukan kendala

utama di masing-masing kelas, yaitu bahwa masing-

masing kondisi peserta didik dan kondisi kelas

berbeda/beragam antara yang satu dengan yang lain.

Ada kelas yang sangat rajin dan aktif dalam merepon

pembelajaran PKn, ada yang sedang bahkan juga ada

kelas yang kurang. Oleh karena itu, guru PKn memiliki

cara tersendiri dalam mengatasi kendala tersebut

dengan membedakan strategi pembelajaran dan

pendekatan yang dilakukan disetiap masing-masing

kelas

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses

pembelajaran PKn dalam meningkatkan kreativitas

peserta didik melalui PBM dilaksanakan dengan cukup

baik. Pelaksanaan PBM dimulai dengan langkah-

langkah pembelajaran dari kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup. Proses tersebut

memiliki kesesuaian dengan pendapat Sprenger (2011)

yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran

harus mencakup beberapa hal, diantaranya: a) Guru

menentukan terlebih dahulu hal yang dingin dicapai; b)

Guru kemudian membuat penilaian; c) Guru

memberikan sasaran yang jelas pada peserta didik; d)

Guru merencanakan pembelajaran yang mengarahkan

peserta didik pada sasaran; e) Guru memberikan

informasi penting yang berguna kepada peserta didik

yang dapat mereka gunakan di dunia nyata; f) Guru

telah menciptakan kelas yang menyerasikan otak; dan

g) Meskipun pelajaran diberikan untuk diingat, yang

perlu lebih diajarkan guru adalah pemahaman konsep.

Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang

telah dilakukan oleh Rosnawati (2013) bahwa proses

pembelajaran di kelas yang menggunakan strategi PBM

lebih baik dibandingkan dengan proses pembelajaran

yang menerapkan strategi konvensional. Selain itu,

dengan adanya pelaksanaan PBM partisipasi peserta

didik cenderung meningkat yang dibuktikan dengan

kemampuan peserta didik dalam mengemukakan ide,

mendengarkan ide, mengambil dan melaksanakan

keputusan, mempertimbangkan pro dan kontra,

mempengaruhi orang lain, mengatasi konflik,

beorientasi ke depan, membuat keputusan, dan berpikir

sebelum bertindak pada siswa kelas eksperimen bisa

tercapai dengan baik dibandingkan dengan kelas

kontrol. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan

penelitian Suryantini (2011) bahwa pelaksanaan PBM

berdampak signifikan untuk meningkatkan

keterampilan peserta didik dalam bekerja sama dalam

kelompok, keterampilan dalam berkomunikasi,

pencarian dan pengolahan informasi. Peserta didik juga

mampu berpikir kritis dan analitis, memperoleh sumber

informasi sendiri, dan mencari hubungan antara satu

sumber dengan sumber lain. Dengan adanya kebiasaan

Page 12: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

peserta didik dalam memecahkan masalah maka akan

berdampak pada tingkat kreativitas mereka.

Peningkatan kreativitas peserta didik

membutuhkan aspek lain yang mendukung sistem

pembelajaran. Aspek tersebut ialah interaksi antara guru

dan peserta didik serta pola pembelajaran yang

diciptakan untuk mengeksplorasi kemampuan mereka.

Hal ini juga diperkuat dengan pendapat James (1997)

yang menyatakan bahwa ada 3 sistem dalam

meningkatkan kreativitas di ranah pendidikan,

diantaranya; a) Pendekatan kreativitas merupakan suatu

sistem tentang bagaimana peserta didik belajar; b)

Bagaimana interaksi guru dan peserta didik, teman

sebaya, dan bahan/materi yang telah dijelaskan; dan c)

Bagaimana pola pembelajaran kreativitas di kelas dapat

dieksplorasi oleh peserta didik. Hal ini juga dapat

dipahami melihat dasar pertimbangan yang rasional

bahwa dalam meningkat sistem kreativitas perlu

dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan. Craft &

Jeffrey (2004) memberikan pendapat yang berbeda

bahwa sebuah praktik kreatif tidak selalu mengarah ke

kreativitas peserta didik, tetapi memberikan konteks

terbuka untuk guru dan peserta didik untuk menjadi

kreatif, menggunakan tempat yang tersedia untuk

mempertahankan dan mengembangkan pembelajaran

kreatif mereka sendiri. Dalam konteks ini, ada beberapa

hal yang memiliki kesamaan antara Craft & Jeffrey

dengan hasil penelitian, yaitu praktek menumbuhkan

kreativitas peserta didik melibatkan peran aktif mereka

dalam menentukan pencarian pengetahuan dan

informasi yang nantinya akan diselidiki dan diperoleh.

Guru disini hanya sebagai fasilitator dan mediator

dalam proses pembelajaran, sedangkan peserta didik

memiliki peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan kreativitas mereka melalui penguasaan

pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Proses pembelajaran PKn melalui PBM lebih

disenangi hampir seluruh peserta didik. Mereka dapat

mengeksplorasi apa yang mereka ketahui dan alami, apa

yang mereka dengar dari orang lain, sehingga terbentuk

dan muncul ide-ide/gagasan-gagasan yang beragam dan

disampaikan oleh mereka pada saat berdiskusi dengan

teman sesama kelompok dan guru, bahkan ada peserta

didik yang berani menanggapi pernyataan yang

dilontarkan oleh anggota kelompok lain. Guru

memahami bahwa munculnya beragam variasi jawaban

dari perspektif dan sudut pandang berbeda

menyebabkan guru menilai secara obyektif dengan tetap

memerhatikan ketiga kluster di atas. Hal ini didukung

oleh pendapat Jankowska & Atlay (2008) yang

menyatakan bahwa dalam meningkatkan kreativitas,

pemecahan masalah, dan berbagai keterampilan berpikir

merupakan tema yang diharapkan muncul dari jawaban

yang diberikan oleh peserta didik dan guru sebagai

fasilitator. Oleh karena itu, proses pembelajaran PKn

dalam meningkatkan kreativitas peserta didik melalui

PBM diharapkan mulai dibiasakan dan dilakukan secara

kontinu. Guru terlebih dahulu mengidentifikasi

permasalahan yang akan dibahas di kelas dan juga

memerhatikan kesiapan dan kondisi peserta didik,

sehingga pembelajaran yang diciptakan akan lebih

bermakna, lebih interaktif, aktif, kreatif dan menarik.

SIMPULAN

Dalam proses pembelajaran PKn dalam

meningkatkan kreativitas peserta didik melalui PBM di

SMAN 3 Probolinggo sudah dilakukan dengan cukup

baik. Guru sebelumnya memberikan gambaran dan

penjelasan awal kepada peserta didik terkait langkah-

langkah PBM, dengan tujuannya agar peserta

memahami bagaiamana belajar secara team work,

belajar berkomunikasi yang baik, mengeksplorasi dan

mengembangkan ide-ide/gagasan-gagasan yang

muncul. Guru bertindak hanya sebagai fasilitator dan

mediator pembelajaran, guru hanya melayani peserta

didik ketika mengalami kesulitan dalam proses

pembelajaran. Pembelajaran diorientasikan pada

permasalahan yang ditawarkan oleh guru, yang

kemudian dirumuskan dan ditentukan oleh peserta didik

sebagai bahan diskusi. Selanjutnya, penetapan

solusi/pemecahan masalah dimulai ketika mereka

berdiskusi dengan sesama anggota kelompoknya untuk

mencari informasi dan data terkait bahan diskusi

melalui sumber dan media pembelajaran. Mereka

memutuskan dan menetapkan solusi yang akan

disajikan dan tugas guru setelah pasca pembelajaran

menyampaikan dan melengkapi jawaban-jawaban atau

informasi yang belum diketahui dan dipahami oleh

peserta didik. Guru juga mengevaluasi jalannya

kegiatan pembelajaran berdasarkan catatan-catatan kecil

yang sudah ditulis sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Craft, A., & Jeffrey, B. (2004) Learner inclusiveness for

creative learning. Journal Education 3-13,

32 (2), hlm. 39-43.

Page 13: PENGUMUMAN YUDISIUM GEL. II - UPM

James, P. (1997) Learning artistic creativity: a case

study. Journal Studies in Art Education, 39

(1), hlm. 74-88.

Jankowska, M. & Atlay, M. (2008) Use of creative

space in enhancing students’ engagement. Journal Innovations in Education and

Teaching International, 45 (3), hlm. 271-

279.

Johnson, M. & Hayes, M. J. (2016). A comparison of

problem-based and didactic learning

pedagogies on an electronics engineering

course. International Journal of Electrical

Engineering Education, 53 (1), hlm. 3-22.

Komalasari, K. (2009). The effect of contextual

learning in civic education on student’s civic competence, Journal of Social

Science, Science Publication. New York,

USA, 5 (4), hlm. 261-270.

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran kontekstual

(konsep dan aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1992). Analisis data

kualitatif (buku sumber tentang metode-

metode baru). Depok: Universitas

Indonesia-Press.

Rosnawati, H. (2013). Pengaruh model problem based

learning terhadap civic skills siswa pada

pembelajaran PKn (penelitian quasi

experiment pada pembelajaran PKn kelas 9

di SMPN 3 Darangdan Kab. Purwakarta).

(Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Rusman. (2014). Model-model pembelajaran

(mengembangkan profesionalisme guru).

Depok: PT. Raja Grafindo Persada.

Sprenger, M. (2011). Cara mengajar agar siswa tetap

ingat. Jakarta: Erlangga.

Suryantini, Y. (2011). Implementasi model

pembelajaran berbasis masalah dalam

meningkatkan kemampuan mengemukakan

pendapat siswa (penelitian tindakan kelas

VII A SMP Negeri 1 Purwakarta). (Tesis).

Sekolah Pascasarjana, Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Wahab, A. & Sapriya. (2011). Teori dan landasan

pendidikan kewarganegaraan. Bandung:

Alfabeta.

Winataputra, U. S. (2012). Pendidikan

kewarganegaraan dalam perspektif

pendiidkan untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa (gagasan, instrumentasi, dan

praksis). Bandung: Widya Aksara Press.

Winataputra, U.S. (2015). Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan untuk generasi Emas

Indonesia: Rekonstruksi Capaian

Pembelajaran. Dalam Sapriya, dkk,

Prosiding seminar nasional: penguatan

komitmen akademik dalam memperkokoh

jati diri pendidikan kewarganegaran (hlm.

1-23). Bandung: Laboraturium PKn FPIPS

Universitas Pendidikan Indonesia.

Wirkala, C. & Kuhn, D. (2011). Problem based learning

in k-12 education: is it effective and how

does it achieve its effects?. American

Educational Research Journal, 48 (5), hlm.

1157-1186.