pengukuran suhu
DESCRIPTION
reportTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
i. PENDAHULUAN
Perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan di bidang instrumentasi kian
pesat, begitu pula pada bidang Geofisika atau sering disebut instumentasi Geofisika.
Instrumentasi Geofisika tersebut bermaksud untuk memahami lebih dalam tentang
teori dan aplikasi instrumentasi dalam bidang Geofisika. Dengan mempelajari
Instumentasi Geofisika, mahasiswa akan lebih mudah memahami cara kerja alat
survey dan alat laboratorium Geofisika. Selain itu juga dapat menguasai penggunaan
alat Geofisika secara baik dan benar.
Salah satu contoh instrumen yang digunakan dalam Geofisika adalah alat
pengukuran suhu dengan Termokopel. Alat tersebut berfungsi untuk mengkonversi
suhu menjadi GGL atau gaya gerak listrik. Penggunaan termokopel harus dipahami
secara benar karena merupakan dasar instrumen Geofisika.
ii. TUJUAN
Tujuan dari percobaan pengukuran suhu ini adalah :
1. Untuk mengamati watak thermometer air raksa
2. Untuk menamati watak termistor jenis NTC.
BAB II
DASAR TEORI
Pada dunia elektronika, termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk
mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase).
Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis konektor standar yang sama,
serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas
kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.
Pada tahun 1821, seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann Seebeck menemukan
bahwa sebuah konduktor (semacam logam) yang diberi perbedaan panas secara gradien akan
menghasilkan tegangan listrik. Hal ini disebut sebagai efek termoelektrik. Untuk mengukur
perubahan panas ini gabungan dua macam konduktor sekaligus sering dipakai pada ujung benda
panas yang diukur. Konduktor tambahan ini kemudian akan mengalami gradiasi suhu, dan
mengalami perubahan tegangan secara berkebalikan dengan perbedaan temperatur benda.
Menggunakan logam yang berbeda untuk melengkapi sirkuit akan menghasilkan tegangan yang
berbeda, meninggalkan perbedaan kecil tegangan memungkinkan kita melakukan pengukuran,
yang bertambah sesuai temperatur. Perbedaan ini umumnya berkisar antara 1 hingga 70
microvolt tiap derajad celcius untuk kisaran yang dihasilkan kombinasi logam modern. Beberapa
kombinasi menjadi populer sebagai standar industri, dilihat dari biaya, ketersediaanya,
kemudahan, titik lebur, kemampuan kimia, stabilitas, dan hasil. Sangat penting diingat bahwa
termokopel mengukur perbedaan temperatur di antara 2 titik, bukan temperatur absolut.
Pada banyak aplikasi, salah satu sambungan (sambungan yang dingin) dijaga sebagai temperatur
referensi, sedang yang lain dihubungkan pada objek pengukuran. contoh, pada gambar di atas,
hubungan dingin akan ditempatkan pada tembaga pada papan sirkuit. Sensor suhu yang lain akan
mengukur suhu pada titik ini, sehingga suhu pada ujung benda yang diperiksa dapat dihitung.
Termokopel dapat dihubungkan secara seri satu sama lain untuk membuat termopile, dimana tiap
sambungan yang panas diarahkan ke suhu yang lebih tinggi dan semua sambungan dingin ke
suhu yang lebih rendah. Dengan begitu, tegangan pada setiap termokopel menjadi naik, yang
memungkinkan untuk digunakan pada tegangan yang lebih tinggi. Dengan adanya suhu tetapan
pada sambungan dingin, yang berguna untuk pengukuran di laboratorium, secara sederhana
termokopel tidak mudah dipakai untuk kebanyakan indikasi sambungan lansung dan instrumen
kontrol. Mereka menambahkan sambungan dingin tiruan ke sirkuit mereka yaitu peralatan lain
yang sensitif terhadap suhu (seperti termistor atau diode) untuk mengukur suhu sambungan input
pada peralatan, dengan tujuan khusus untuk mengurangi gradiasi suhu di antara ujung-ujungnya.
Di sini, tegangan yang berasal dari hubungan dingin yang diketahui dapat disimulasikan, dan
koreksi yang baik dapat diaplikasikan. Hal ini dikenal dengan kompensasi hubungan dingin.
Biasanya termokopel dihubungkan dengan alat indikasi oleh kawat yang disebut kabel ekstensi
atau kompensasi. Tujuannya sudah jelas. Kabel ekstensi menggunakan kawat-kawat dengan
jumlah yang sama dengan kondoktur yang dipakai pada Termokopel itu sendiri. Kabel-kabel ini
lebih murah daripada kabel termokopel, walaupun tidak terlalu murah, dan biasanya diproduksi
pada bentuk yang tepat untuk pengangkutan jarak jauh - umumnya sebagai kawat tertutup
fleksibel atau kabel multi inti. Kabel-kabel ini biasanya memiliki spesifikasi untuk rentang suhu
yang lebih besar dari kabel termokopel. Kabel ini direkomendasikan untuk keakuratan tinggi.
Kabel kompensasi pada sisi lain, kurang presisi, tetapi murah. Mereka memakai perbedaan kecil,
biasanya campuran material konduktor yang murah yang memiliki koefisien termoelektrik yang
sama dengan termokopel (bekerja pada rentang suhu terbatas), dengan hasil yang tidak seakurat
kabel ekstensi. Kombinasi ini menghasilkan output yang mirip dengan termokopel, tetapi operasi
rentang suhu pada kabel kompensasi dibatasi untuk menjaga agar kesalahan yang diperoleh
kecil. Kabel ekstensi atau kompensasi harus dipilih sesuai kebutuhan termokopel. Pemilihan ini
menghasilkan tegangan yang proporsional terhadap beda suhu antara sambungan panas dan
dingin, dan kutub harus dihubungkan dengan benar sehingga tegangan tambahan ditambahkan
pada tegangan termokopel, menggantikan perbedaan suhu antara sambungan panas dan dingin.
Hubungan antara perbedaan suhu dengan tegangan yang dihasilkan termokopel bukan
merupakan fungsi linier melainkan fungsi interpolasi polinomial
Koefisien an memiliki n antara 5 dan 9. Agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat, persamaan
biasanya diimplementasikan pada kontroler digital atau disimpan dalam sebuah tabel
pengamatan. Beberapa peralatan yang lebih tua menggunakan filter analog.
Tersedia beberapa jenis termokopel, tergantung aplikasi penggunaannya
1. Tipe K (Chromel (Ni-Cr alloy) / Alumel (Ni-Al alloy))
Termokopel untuk tujuan umum. Lebih murah. Tersedia untuk rentang suhu −200 °C hingga
+1200 °C.
1. Tipe E (Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy))
Tipe E memiliki output yang besar (68 µV/°C) membuatnya cocok digunakan pada temperatur
rendah. Properti lainnya tipe E adalah tipe non magnetik.
1. Tipe J (Iron / Constantan)
Rentangnya terbatas (−40 hingga +750 °C) membuatnya kurang populer dibanding tipe K
Tipe J memiliki sensitivitas sekitar ~52 µV/°C
1. Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy))
Stabil dan tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N cocok untuk pengukuran suhu
yang tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya sekitar 39
µV/°C pada 900 °C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan tipe K
Termokopel tipe B, R, dan S adalah termokopel logam mulia yang memiliki karakteristik yang
hampir sama. Mereka adalah termokopel yang paling stabil, tetapi karena sensitifitasnya rendah
(sekitar 10 µV/°C) mereka biasanya hanya digunakan untuk mengukur temperatur tinggi
(>300 °C).
1. Type B (Platinum-Rhodium/Pt-Rh)
Cocok mengukur suhu di atas 1800 °C. Tipe B memberi output yang sama pada suhu 0 °C
hingga 42 °C sehingga tidak dapat dipakai di bawah suhu 50 °C.
1. Type R (Platinum /Platinum with 7% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya tinggi membuat
mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.
1. Type S (Platinum /Platinum with 10% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya tinggi membuat
mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum. Karena stabilitasnya yang tinggi Tipe S
digunakan untuk standar pengukuran titik leleh emas (1064.43 °C).
1. Type T (Copper / Constantan)
Cocok untuk pengukuran antara −200 to 350 °C. Konduktor positif terbuat dari tembaga, dan
yang negatif terbuat dari constantan. Sering dipakai sebagai alat pengukur alternatif sejak
penelitian kawat tembaga. Type T memiliki sensitifitas ~43 µV/°C
Termokopel paling cocok digunakan untuk mengukur rentangan suhu yang luas, hingga 2300°C.
Sebaliknya, kurang cocok untuk pengukuran dimana perbedaan suhu yang kecil harus diukur
dengan akurasi tingkat tinggi, contohnya rentang suhu 0--100 °C dengan keakuratan 0.1 °C.
Untuk aplikasi ini, Termistor dan RTD lebih cocok. Contoh Penggunaan Termokopel yang
umum antara lain :
Industri besi dan baja
Pengaman pada alat-alat pemanas
Untuk termopile sensor radiasi
Pembangkit listrik tenaga panas radioisotop, salah satu aplikasi termopile.
Karakteristik Thermocouple
Karakteristik serbaguna termokopel dikombinasikan dengan sifat mereka yang
relatif murah membuat mereka ideal untuk digunakan dalam aplikasi industri, terutama
pada suhu ekstrim di mana menggunakan peralatan yang lebih sensitif dapat
menyebabkan merusak sensor yang lebih kompleks dan berharga. Sebuah platinum
rhodium termokopel, misalnya, memiliki kapasitas untuk mengambil pembacaan jangka
pendek dalam suhu -58 derajat mulai dari Fahrenheitto 3092 derajat Fahrenheit, membuat
ini bahkan alat praktis untuk mengukur suhu logam cair untuk keperluan analisis
metalurgi. Bahkan termokopel dibangun dari bahan eksotis kurang memiliki kemampuan
untuk mengambil bacaan akurat dalam lingkungan suhu yang lebih umum.
Kelemahan: Termokopel tidak dapat mengukur suhu awal dari suatu termometer pada
suhu awal dari suatu termometer pada umumnya karena alat ini tidak
dapat dikalibrasi. Sehinnga ketika termokopel pada posisi ON, langsung
muncul suhu ruangan.
Kelebihan : Termokopel paling cocok digunakan untuk mampu mengukur suhu yang
sangat tinggi dan juga suhu rendah dari -200 hingga 1800 C.⁰
Termistor
Thermistor adalah salah satu tipe lain dari transduser suhu yang mengukur suhu melalui
perubahan resistansi bahan. Karakteristik perangkat ini sangat berbeda dengan RTD, dan
tergantung pada perilaku khusus antara tahanan dengan suhu semikonduktor.
Komponen dalam termistor ini dapat mengubah nilai resistansi karena adanya perubahan
temperatur. Dengan demikian dapat memudahkan kita untuk mengubah energi panas menjadi
energi listrik. Termistor dapat dibentuk dalam bentuk yang berbeda-beda, bergantung pada
lingkunganyang akan dicatat suhunya. Lingkungan ini termasuk kelembaban udara, cairan,
permukaan padatan, dan radiasi dari gambar dua dimensi. Maka, termistor bisa berada dalam
alat±alat seperti disket, mesin cuci, tasbih (manik-manik), balok,dan satelit. Ukurannya kecil
dibandingkan dengan termometer lain, ukurannya dalam range 0.2mm sampai 2mm. Termistor
dibedakan dalam 2 jenis, yaitu termistor yang mempunyaikoefisien negatif, yang disebut NTC
(Negative Temperature Coefisient), temistor yang mempunyai koefisien positif yang disebut
PTC (Positive TemperatureCoefisient). Kedua jenis termistor ini mempunyai fungsinya masing
masing, tetapidi pasaran, yang lebih banyak digunakan adalah termistor NTC. Karena termistor
NTC material penyusunnya yaitu metal oksida, dimana harganya lebih murah darimaterial
penyusun PTC yaitu Kristal tunggal.
TIPE THERMISTOR DIBAGI 2 :
1. NTC
NTC merupakan termistor yang mempunyai koefisient negatif. Dimana bahannya terbuat
dari logam oksida yaitu dari serbuk yang halus kemudian dikompress dan disinter pada
temperatur yang tinggi. Kebanyakan pada material penyusun termistor biasa mengandung unsur -
unsur seperti Mn2O3, NiO, CO2O3, Cu2O, Fe2O3, TiO2, dan U2O3. Oksida-oksida ini
sebenarnya mempunyai resistansi yang sangat tinggi, tetapi dapat diubah menjadi bahan
semikonduktor dengan menambahkan beberapa unsur lain yang mempunyai valensi yang
berbeda disebut dengan doping dan pengaruh dari resistansinya dipengaruhi perubahan
temperatur yang diberikan. Thermistor logam oksida digunakan dalam daerah 2000K sampai
7000K. Untuk digunakan pada temperatur yang sangat tinggi, thermistor dibuat dari Al2O3, BeO,
MgO, Y2O3, dan Dy2O3.
2. PTC
PTC merupakan termistor dengan koefisien yang positif. Termistor PTC memiliki
perbedaan dengan NTC antara lain :
1. Koefisien temperatur dari thermistor PTC bernilai positif hanya dalam interfal temperatur
tertentu, sehingga diluar interval tersebut akan bernilai nol atau negatif,
2. Harga mutlak dan koefisien temperatur dari termistor PTC jauh lebih besar daripada
termistor NTC.
Kebanyakan termistor digunakan pada daerah temperatur dalam konsentrasi inonisasi (n
atau p) yang berpengaruh terhadap fungsi temperatur. Dimana energy aktivasi Ea adalah
hubungan pada energi gap dan tingkat impuritas. Dimana nilai hambatan semakin kecil ketika
temperaturnya dinaikkan, ini yang biasa disebut termistor NTC
Dimana R adalah hambatan pada suhu T, R0 adalah hambatan awal ketika T0 (pada
temperatur ruang), B adalah Konstanta termistor dimana besarnya bergantung dari jenis bahan
dan memiliki dimensi yang sama dengan suhu. Hargakonstanta termistor yang memenuhi pasar
biasanya antara rentang 2000-5000 K.
Dengan ρ=RAl
merupakan resistivitas listrik thermistor. Selain konstanta thermistor (B),
sensitivitas (α)juga menentukan karakteristik dari termistor. Nilai sensitivitas menentukan sejauh
mana termistor yang dibuat dapat dengan cepat mendeteksi perubahan temperatur lingkunagan
termistor. Termistor yang baik sensitifitasnya lebih besar dari -2,2%/K.
Ciri khas dari harga α adalah sekitar = -5% yang mana 10 kali lebih sensitiv dari pada
detektor temperatur resistansi metal. Resistansi dari termistor berada pada daerah 1 KΩ sampai
10 MΩ.
BAB III
METODE EKSPERIMEN
i. METODE YANG DIGUNAKAN
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode pengamatan
langsung. Praktikan mengamati data yang diperoleh dari percobaan kemudian
mencatat di laporan sementara. Setelah itu data eksperimen diolah untuk
dijadikan grafik dengan metode grafik.
ii. ALAT DAN BAHAN
Peralatan dan bahan yang digunakan selama praktikum pengukuran suhu
adalah:
1. Termometer air raksa
2. Thermocouple
3. Termistor NTC
4. Box logam dengan pemanas
5. Dua multimeter, satu sebagai ohmmeter dan satu lagi sebagai voltmeter
6. Kabel penghubung
iii. SKEMA PERCOBAAN
Box logam dengan pemanas
NTC tipe 1
NTC tipe 2
Termometer air raksa
iv. TATA LAKSANA PERCOBAAN
Langkah-langkah percobaan adalah sebagai berikut:
1. Rangkaian dipasang sesuai dengan skema
2. Kedua multimeter dihidupkan, setting berada pada area hambatan
3. Kabel power dipasang
4. Kenaikan suhu yang terjadi diamati, nilai suhu pada thermometer dicatat
pada tiap kenaikan 1°C
5. Nilai hambatan tiap kenaikan suhu dicatat
6. Kabel power dilepas
7. Penurunan suhu diamati, nilai suhu dicatat tiap turun 1°C begitu pula
dengan nilai hambatan.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
i. DATA
Data percobaan pertama (suhu naik)
No Suhu T
(°Celsius)
Tegangan (V)
(volt)
Hambatan R
(ohm)
1 37 0.1 6.06
2 38 0.2 5.72
3 39 0.3 5.41
4 40 0.4 5.09
5 41 0.4 4.88
6 42 0.5 4.62
7 43 0.5 4.44
8 44 0.6 4.24
9 45 0.6 4.07
10 46 0.7 3.89
11 47 0.7 3.62
12 48 0.8 3.56
13 49 0.8 3.42
14 50 0.9 3.30
15 51 0.9 3.20
16 52 1 3.07
17 53 1 2.97
18 54 1.1 2.84
19 55 1.1 2.73
20 56 1.2 2.63
Data percobaan saat suhu turun
No Suhu T
(°Celsius)
Tegangan (V)
(volt)
Hambatan R
(ohm)
1 37 0.1 6.07
2 38 0.2 5.81
3 39 0.2 5.60
4 40 0.3 5.40
5 41 0.3 5.22
6 42 0.4 5.02
7 43 0.4 4.83
8 44 0.4 4.63
9 45 0.5 4.47
10 46 0.5 4.31
11 47 0.5 4.15
12 48 0.6 3.99
13 49 0.6 3.87
14 50 0.7 3.71
15 51 0.7 3.58
16 52 0.7 3.44
17 53 0.8 3.30
18 54 0.8 3.15
19 55 0.9 3.04
20 56 1.0 2.93
ii. GRAFIK
Grafik hubungan antara suhu dengan tegangan.
Grafik hubungan antara resistansi dengan suhu
iii. ANALISIS DATA
- Termocuple
Thermocouple merupakan sensor suhu yang berfungsi untuk mengkonversi suhu
menjadi ggl atau tegangan berdasar efek Seebeck. Secara teori, hubungan tegangan
dengan temperature adalah sebagai berikut.
V= α(T1-Tref)
Dimana:
V =Tegangan Ukur
T1 = suhu ukur (K)
Tref = suhu referensi (K)
α = koefisien seebek
Namun hubungan antara perbedaan suhu dengan tegangan yang dihasilkan termokopel
bukan merupakan fungsi linier melainkan fungsi interpolasi polinomial.
Pengolahan data dengan metode grafik dengan sumbu x diwakili oleh suhu dan sumbu y diwakili
oleh tegangan memberikan hasil grafik dengan fungsi interpolasi polinomial.
- Termistor
Termistor merupakan alat sensor suhu yang memiliki sifat termal resistor, yaitu
semakin tinggi suhunya maka hambatan akan semakin rendah.
Menurut teori, kurva atau grafik hubungan antara resistansi terhadap suhu termistor
merupakan polinomial. Persamaan resistansi dengan suhu adalah sebagai berikut,
Dimana R merupakan hambatan, T merupakan suhu dan β adalah konstanta sensitivitas
termistor.
Setelah dilakukan pengolahan data, grafik yang dihasilkan adalah berupa
polynomial walaupun ada beberapa titik data yang menyimpang.
BAB V
PEMBAHASAN
i. Pembahasan metode yang digunakan
Pada percobaan pengukuran suhu dengan menggunakan termokopel dan termistor
tersebut metode yang pertama digunakan adalah metode pengamatan langsung. Metode
tersebut diterapkan pada saat melakukan percobaan. Praktikan melakukan percobaan,
kemudian mengamati gejala-gejala yang timbul pada eksperimen pengukuran suhu dan
mencatat parameter-parameter yang dibutuhkan untuk pengolahan data. Parameter-
parameter tersebut adalah temperatur, tegangan dan hambatan dengan variable
temperature sebagai variasi.
Metode kedua yang digunakan untuk pegolahan data adalah metode grafik.
Pengolahan data yang dilakukan dengan metode grafik terdapat kekurangan dan
kelebihan. Kelebihan metode grafik tersebut adalah banyak informasi yang akan
diperoleh dengan melihat grafik yang ada. Dari grafik tersebut dapat diketahui titik-titik
pada data ke berapa mulai terjadi penyimpangan. Sedangkan kelemahan metode grafik
yaitu titik – titik data yang kurang bagus akan terambil dan diikutsertakan dalam penge-
plotan grafik sehingga nilai dari pembacaan grafik akan kurang begitu bagus. Grafik yang
dihasilkan keduanya berbentuk polinomial.
ii. Pembahasan hasil eksperimen dan perhitungan
Data hasil eksperimen pengukuran suhu yang diolah dengan metode grafik
menghasilkan grafik berbentuk interpolasi polinomial (untuk hubungan tegangan dan
suhu maupun hambatan dan suhu). Hal ini sesuai dengan teori bahwa grafik untuk
termocouple maupun termistor adalah berbentuk polinomial. Hubungan antara suhu dan
tegangan adalah berbanding lurus. Tegangan akan bernilai semakin besar apabila suhu
termocouple juga semakin besar. Sedangkan hubungan antara resistansi dengan suhu
adalah berbanding terbalik, semakin besar suhu maka resistansi akan semakin kecil. Hal
ini juga sama dengan teori pada referensi.
Termometer air raksa dapat menimbulkan GGL atau beda potensial listrik di
tinjau dari sisi pergerakan atom-atom logam yang digunakan pada termokopel. Suatu
logam apabila dipanaskan maka akan mengalami pemuaian, baik muai panjang maupun
muai luas dan volume. Pemuaian ini diakibatkan oleh pergerakan atom-atom atau
elektron dari suhu tinggi menuju ke suhu yang lebih rendah. Nilai beda potensial pada
voltmeter yang terbaca juga berubah-ubah. Hal ini dikarenakan ujung logam yang berada
di suhu yang panas dan dingin sehingga terjadi pergerakan elektron di saat kedua
termometer menujukan suhu yang sama. Sehingga semakin tinggi kenaikan pada
temperatur, maka semakin besar beda potensial yang dihasilkan.
Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap
temperatur, dan umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara
eksponensial untuk jenis NTC. Hubungan antara suhu dan tahanan tidak linear untuk
daerah ukur -100 sampai dengan 200 derajat celcius dan ini sesuai dengan grafik hasil
percobaan. Termistor bersifat termal resistor dengan koefisien tahanan temperatur yang
tinggi sehingga hubungan suhu dan hambatan berbanding terbalik. Kepekaan yang tinggi
terhadap perubahan temperature membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran,
pengontrolandan kompensasi temperature secara presisi.
Percobaan dapat dikatakan berhasil karena terbukti bahwa sensor thermistor yang
digunakan adalah jenis NTC, karena semakin bertambahnya suhu pada thermistor maka
nilai resistansi akan semakin berkurang. Begitu pula pada thermocouple, semakin
bertambahnya suhu maka beda potensial juga akan semakin bertambah.
Adanya titik-titik data yang menyimpang sehingga grafik tidak polinomial
sempurna dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
Kekurangtelitian praktikan baik itu saat pengambilan data ataupun saat
pengeplotan data pada grafik.
Peralatan eksperimen kurang bekerja dengan baik.
Pengaruh suhu ruangan.
BAB VI
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan pengukuran suhu adalah sebagai berikut:
1. Thermocouple merupakan sensor suhu, sambungan dua macam logam yang dapat
mengubah besaran suhu menjadi beda potensial atau GGL.
2. Thermistor merupakan sensor suhu, bahan semikonduktor dengan sifat tahanan yang dapat
mengkonversi suhu menjadi hambatan.
3. Grafik hubungan antara beda potensial dengan suhu thermocouple adalah interpolasi
polynomial.
4. Grafik hubungan antara hambatan dengan suhu termistor adalah polynomial.
5. Beda potensial berbanding lurus dengan suhu.
6. Hambatan berbanding terbalik dengan suhu.
REFERENSI
http://elektronika-dasar.com/komponen/sensor-tranducer/sensor-suhu-termistor/
http://echo-corner.blogspot.com/2012/03/termokopel-dalam-dunia-elektronika.html
http://wikipedia.org/termokopel
http://wikipedia.org/termistor
PENGESAHAN
Laporan resmi praktikum Instrumen Geofisika “Pengukuran Suhu” telah
diselesaikan pada :
Hari : Senin
Tanggal : 14 Mei 2012
Mengetahui,
Asisten Praktikum Praktikan
(Lutfi Aziza) (Nurti Lestari)