pengukuran kinerja pada dinas perhubungan …

21
WAHANA: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, Volume 22 No. 2 Agustus 2019 114 PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL BERBASIS BALANCED SCORECARD Heriyanti Tampubolon 1 ; Sri Muljaningsih 2 ; Setyo Tri Wahyudi 3 Universitas Brawijaya Malang, Indonesia 1,2,3 [email protected] 1 ABSTRACT The purpose of this research are to formulate the design performance measurement system based on the Balance Scorecard approachment at the Department of Transportation Mandailing Natal, to formulate the design of strategic maps that the relevant and analyze the results of performance measurement at the Department of Transportation Mandailing Natal based on the Balance Scorecard in 2018. The method used are the Analitycal Hierarchy Process (AHP) and Balance Scorecard with four perspectives: financial perspective, customer perspective, perspective of business process internal and learning and growth perspective. The results design of the performance measurement system consists of 10 strategic goals and 17 Key Performance Indicators (KPI). The result of AHP is the customer's perspective (0.557), the financial perspective (0.273), internal business process perspective (0.087) and learning and growth perspective (0.083). And the results of performance measurement Mandailing Natal Department of Transportation in 2018 is 71.97% (red=less). Score the highest performance is the perspective of learning and growth of 85.48% (yellow), score the performance of internal business process perspective is 75.72% (red) score financial perspective is 70.24% (red) to score the performance of the customer's perspective score is 70.22% (red). Keywords: Performance Measurement, Analitycal Hierarchy Process, Balanced Scorecard ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan desain sistem pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan Balance Scorecard di Departemen Transportasi Mandailing Natal, untuk merumuskan desain peta strategis yang relevan dan menganalisis hasil pengukuran kinerja di Departemen Perhubungan Mandailing Natal berdasarkan Balance Scorecard pada tahun 2018. Metode yang digunakan adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Balance Scorecard dengan empat perspektif: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan pembelajaran dan perspektif pertumbuhan. Desain hasil dari sistem pengukuran kinerja terdiri dari 10 tujuan strategis dan 17 Indikator Kinerja Utama (KPI). Hasil AHP adalah perspektif pelanggan (0,557), perspektif keuangan (0,273), perspektif proses bisnis internal (0,087) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (0,083). Dan hasil pengukuran kinerja Mandailing Natal Departemen Perhubungan tahun 2018 adalah 71,97% (merah = kurang). Skor kinerja tertinggi adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 85,48% (kuning), skor kinerja perspektif proses bisnis internal adalah 75,72% (merah) skor perspektif keuangan adalah 70,24% (merah) untuk skor kinerja skor perspektif pelanggan adalah 70,22% (merah). Kata Kunci: Performance Measurement, Analitycal Hierarchy Process, Balanced Scorecard PENDAHULUAN Kinerja pemerintah daerah kini cukup menarik perhatian seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap akuntabilitas kinerja menuntut pemerintah untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang ada. Tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

WAHANA: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, Volume 22 No. 2 Agustus 2019

114

PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN

KABUPATEN MANDAILING NATAL BERBASIS

BALANCED SCORECARD

Heriyanti Tampubolon1; Sri Muljaningsih2; Setyo Tri Wahyudi3

Universitas Brawijaya Malang, Indonesia1,2,3

[email protected]

ABSTRACT

The purpose of this research are to formulate the design performance measurement system based on the Balance Scorecard approachment at the Department of Transportation Mandailing

Natal, to formulate the design of strategic maps that the relevant and analyze the results of

performance measurement at the Department of Transportation Mandailing Natal based on the

Balance Scorecard in 2018. The method used are the Analitycal Hierarchy Process (AHP) and Balance Scorecard with four perspectives: financial perspective, customer perspective,

perspective of business process internal and learning and growth perspective. The results design

of the performance measurement system consists of 10 strategic goals and 17 Key Performance Indicators (KPI). The result of AHP is the customer's perspective (0.557), the financial

perspective (0.273), internal business process perspective (0.087) and learning and growth

perspective (0.083). And the results of performance measurement Mandailing Natal Department of Transportation in 2018 is 71.97% (red=less). Score the highest performance is the perspective

of learning and growth of 85.48% (yellow), score the performance of internal business process

perspective is 75.72% (red) score financial perspective is 70.24% (red) to score the performance

of the customer's perspective score is 70.22% (red). Keywords: Performance Measurement, Analitycal Hierarchy Process, Balanced Scorecard

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan desain sistem pengukuran kinerja

berdasarkan pendekatan Balance Scorecard di Departemen Transportasi Mandailing Natal, untuk

merumuskan desain peta strategis yang relevan dan menganalisis hasil pengukuran kinerja di

Departemen Perhubungan Mandailing Natal berdasarkan Balance Scorecard pada tahun 2018. Metode yang digunakan adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Balance Scorecard

dengan empat perspektif: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis

internal dan pembelajaran dan perspektif pertumbuhan. Desain hasil dari sistem pengukuran kinerja terdiri dari 10 tujuan strategis dan 17 Indikator Kinerja Utama (KPI). Hasil AHP adalah

perspektif pelanggan (0,557), perspektif keuangan (0,273), perspektif proses bisnis internal

(0,087) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (0,083). Dan hasil pengukuran kinerja Mandailing Natal Departemen Perhubungan tahun 2018 adalah 71,97% (merah = kurang). Skor

kinerja tertinggi adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 85,48% (kuning), skor kinerja

perspektif proses bisnis internal adalah 75,72% (merah) skor perspektif keuangan adalah 70,24%

(merah) untuk skor kinerja skor perspektif pelanggan adalah 70,22% (merah). Kata Kunci: Performance Measurement, Analitycal Hierarchy Process, Balanced Scorecard

PENDAHULUAN

Kinerja pemerintah daerah kini cukup menarik perhatian seiring meningkatnya

kesadaran masyarakat terhadap akuntabilitas kinerja menuntut pemerintah untuk

memperbaiki sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang ada. Tuntutan masyarakat

terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel

Page 2: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

115 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

semakin tinggi sesuai UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Mardiasmo (2002) menyatakan ada tiga mekanisme yang dapat dilaksanakan

pemerintah daerah agar lebih responsif, transparan, dan akuntabel sehingga dapat

mewujudkan good governance dengan cara mendengarkan aspirasi masyarakat serta

membangun kerjasama pemberdayaan masyarakat, memperbaiki internal rules dan

mekanisme pengendalian, dan membangun iklim kompetisi dalam memberikan layanan

terhadap masyarakat serta marketisasi layanan. Pada tabel dibawah ini dapat kita dilihat

perkembangan pelaksanaan good governance di Indonesia.

Tabel 1. Peringkat Propinsi terhadap Indeks Tata Kelola Pemerintahan/

Indonesia Governance Index (IGI) Tahun 2008 dan 2012.

No. Provinsi

Tahun 2008 Tahun 2012

Indonesia

Governance Index

(IGI)

Indonesia

Governance Index

(IGI)

1 DKI Jakarta 6.51 6.37

2 Jawa Timur 6.06 6.43

3 Sumatera Barat 5.98 5.7

4 Bali 5.87 6.23

5 Lampung 5.82 6.01

6 Jawa Barat 5.78 5.88

7 DI Yogyakarta 5.75 6.8

8 Gorontalo 5.51 5.64

9 Kalimantan Selatan 5.5 6.19

10 Kalimantan Tengah 5.48 5.96

11 Sulawesi Utara 5.44 6.17

12 Sulawesi Selatan 5.42 6.19

13 Nusa Tenggara Barat 5.33 5.74

14 Riau 5.32 6.18

15 Kepri 5.27 5.6

16 Sumatera Selatan 5.16 6.19

17 Bengkulu 5.11 4.81

18 Kalimantan Timur 5.09 5.66

19 Nanggo Aceh Darussalam 5.09 5.82

20 Nusa Tenggara Timur 5.06 4.87

21 Papua 5.01 4.88

22 Jambi 4.79 6.24

23 Maluku 4.77 4,95

24 Sulawesi Tengah 4.66 5.47

25 Jawa Tengah 4.63 5.88

26 Sulawesi Tenggara 4.48 5.05

27 Bangka Belitung 4.44 5.97

28 Banten 4.42 5.85

29 Papua Barat 4.37 4.48

Page 3: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

116

30 Sulawesi Barat 4.36 5.11

31 Maluku Utara 4.29 4.45

32 Kalimantan Barat 4.15 5.11

33 Sumatera Utara 3.55 5.94

Jumlah 168.47 182.87

Indeks Rata-rata Provinsi 5.11 5.54 Sumber : The Patnership for Governance Reforms in Indonesia

Indeks Tata Kelola Pemerintahan atau Indonesia Governance Index (IGI) mengukur

kualitas tata pemerintahan di seluruh provinsi di Indonesia. Tujuannya bukan untuk

memvonis provinsi-provinsi yang berkinerja buruk namun juga menunjukkan arena-arena

tata pemerintahan mana saja yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Variabel yang dinilai

adalah kepatuhan terhadap enam prinsip tata pemerintahan yang baik, yaitu transparansi,

partisipasi, akuntabilitas, keadilan (fairness), efisiensi dan efektifitas. IGI menggunakan

skala 1 sampai 10, nilai 1-1.38 kategori sangat rendah (very poor), nilai >138-3.38

kategori rendah (poor), nilai >3.38—6.88 kategori sedang (fair), nilai >6.68-8.25 kategori

baik (good) dan nilai >8.25-10 kategori sangat baik (very good).

Berdasarkan informasi yang tersaji dalam Tabel 1 ada beberapa temuan penting dari

hasil indek provinsi yaitu nilai rata-rata Indonesia Governance Index (IGI) seluruh

provinsi di Indonesia baru mencapai nilai 5,11 pada skala 1 sampai 10. Hal ini berarti

nilai indeks tata pemerintahan di Indonesia masih berada dalam kategori cukup atau

sedang-sedang saja. Bila antar provinsi diperbandingkan maka secara umum DKI Jakarta

adalah provinsi memperoleh nilai terbaik. Dengan nilai 6,51 maka provinsi Ibukota

negara Indonesia ini menempati peringkat satu. Selain Jakarta hanya ada 2 provinsi lain

yang mendapat nilai lebih dari 6,00 yaitu Provinsi Jawa Timur (6.06) dan Sumatera Barat

(5.98) yang masing-masing berada di urutan nomor 2 dan 3. Kinerja yang paling rendah

adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai 3.55 dikategorikan rendah. Sedangkan pada

tahun 2012 indeks governance yang tertinggi diperoleh D.I. Yogyakarta dengan nilai 6.8

dan yang terendah adalah Maluku Utara dengan nilai 4.45, serta rata-rata indeks

governance pada setiap provinsi adalah 5,54 atau kategori sedang. Di antara provinsi baru,

maka Gorontalo merupakan provinsi baru yang mencapai prestasi tertinggi. Dengan

mengantongi nilai 5,51 provinsi ini menempati posisi ke-10 di antara seluruh provinsi

Indonesia dan menempati posisi pertama bila hanya dibandingkan dengan provinsi-

provinsi baru. Prestasi Gorontalo cukup luar biasa karena mampu menyalip provinsi

induknya yang hanya mendapat nilai 5,44. Selain Gorontalo tidak ada provinsi baru lain

yang mendapat angka lebih tinggi dari provinsi induknya.

Kinerja pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan karena masyarakat mulai

mempertanyakan manfaat yang mereka peroleh atas pelayanan publik tersebut. Barber

mengatakan masyarakat tidak lagi sekedar percaya bahwa pemerintah akan

memanfaatkan uang publik secara optimal, tetapi mereka ingin melihat bahwa uang

publik dimanfaatkan dengan baik atau dapat dilihat outcomesnya (Mardiasmo, 2018).

Disisi lain, pemerintah sering digambarkan sebagai sektor yang tidak produktif, tidak

efisien, institusi yang selalu rugi, rendah kualitas, miskin inovasi, kurang kreativitas,

ladang pemborosan, sumber kebocoran dana dan berbagai kritikan lainnya. Munculnya

kritikan keras melahirkan konsep New Public Management (NPM) oleh Hood (1991).

Hood (1991) menjelaskan bahwa karakteristik dari NPM mengandung tujuh komponen

utama, yaitu : manajemen professional di sektor publik, adanya standar dan pengukuran

kinerja, penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome,

Page 4: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

117 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

pemecahan unit-unit kerja disektor publik, menciptakan persaingan di sektor publik,

pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik, penekanan pada

disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam penggunaan sumber daya.

Pengukuran kinerja merupakan doktrin yang esensial dalam konsep NPM (Mahmudi,

2015).

Pengukuran kinerja saat ini juga menjadi salah satu fokus dari Reformasi Birokrasi

di Indonesia. Reformasi birokrasi dimulai secara efektif dengan terbitnya Instruksi

Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada diktum

ketiga, Presiden menginstruksikan untuk membuat penetapan indikator dan target kinerja

di seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjelaskan keberhasilan

pencapaian kinerja baik berupa hasil (output) maupun manfaat (outcome). Dan pada

gilirannya prinsip “No Performance No Money” atau tidak akan ada lagi anggaran

pemerintah untuk instansi/unit kerja yang tidak berkinerja. Kemudian reformasi birokrasi

dipertegas lagi dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 81

tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025. Perpres ini menjadi

acuan bagi Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah dalam melakukan reformasi

birokrasi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Penting pengukuran kinerja ini juga diperkuat dalam Buku 2 Pedoman Penerapan

Penganggaran Berbasis Kinerja (BPK) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan

Republik Indonesia dan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2009) dalam rangka penerapan

PBK yang lebih menekankan pada kinerja, terdiri dari 8 (delapan) tahapan yaitu

penetapan sasaran strategis K/L; penetapan outcome, program, ouput, dan kegiatan;

penetapan indikator kinerja utama program; penetapan standar biaya; penghitungan

kebutuhan anggaran; pelaksanaan kegiatan dan pembelanjaan; pertanggungjawaban ; dan

pengukuran dan evaluasi kinerja. Yang perlu dicermati dari kedelapan langkah tersebut

adalah tahapan terakhir yaitu pengukuran dan evaluasi kinerja.

Kemudian Mahsun (2016) juga menyatakan bahwa siklus dari pengukuran kinerja

yang komprehensif dari organisasi publik terdiri dari 13 tahapan, dimana 4 diantaranya

adalah merumuskan indikator dan ukuran kinerja, menetapkan sistem pengukuran

kinerja, implementasi sistem pengukuran kinerja, dan pelaporan hasil pengukuran kinerja.

Implementasi sistem pengukuran kinerja berhubungan dengan tehnik pengukuran kinerja

yang di gunakan. Beberapa tehnik atau pendekatan pengukuran kinerja diantaranya

adalah balanced scorecard (BSC) dan value for money (VFM).

Saat ini, Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal menggunakan Laporan

Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai salah satu alat pengukuran kinerja.

Sistem perencanaan strategis instansi pemerintah yang telah di standarisasi adalah Sistem

Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) di mana pertanggung-jawaban kinerjanya

adalah dokumen LAKIP. Namun kinerja lembaga yang tergambar dalam LAKIP sering

justru bukan gambaran sesungguhnya. SAKIP masih kurang dapat menyediakan alat

pengukuran dan ukuran kinerja untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian

organisasi, sehingga sulit untuk menentukan capaian kinerja organisasi. SAKIP masih

terbatas pada penentuan visi, misi dan tujuan organisasi. Formulasi yang digunakan

dalam pengukuran kinerja masih bersifat input program, yaitu rasio antara rencana dan

realisasi. Beberapa fenomena yang dapat diidentifikasi peneliti bahwa LAKIP memiliki

kelemahan sebagai alat pengukuran kinerja di Dinas perhubungan Kab. Mandailing Natal

sehingga penelitian ini dirasa cukup penting dilakukan, diantaranya adalah laporan

Kinerja SAKIP dan LAKIP masih sebatas "menggugurkan kewajiban" belum menjadi

Page 5: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

118

bagian yang komprehensif, belum menyentuh substansi, dan indikator-indikatornya

belum dapat menilai/mengevaluasi keberhasilan program dan kebijakan pemerintah.

Paradigma pengukuran kinerja masih berorientasi pada input/realisasi anggaran. Ini

sebagai akibat dari belum adanya sistem pengukuran kinerja yang komprehensif.

Fenomena antara LAKIP dan LKPD belum saling berkorelasi. Seringkali Pemerintah

Daerah fokus mengejar Opini WTP dan mengabaikan penilaian LAKIP. Padahal Opini

WTP merupakan hasil evaluasi kinerja atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan

berdasarkan standar akuntansi pemerintahan, bukan pada outcome dan impact program.

Sedang LAKIP cakupan evaluasi terdiri atas komponen perencanaan, pengukuran,

pelaporan, evaluasi internal serta komponen capaian kinerja yang dilakukan pengukuran

atas output, outcome serta kinerja lainnya.

Tabel 2. Hasil Peniliaian/Opini atas LKPD dan LAKIP Kabupaten Mandailing

Natal TA. 2010-2017

Sumber Laporan Keuangan Pemerintah (LKPD) dan Laporan Akuntanbilitas Kinerja Pemerintah

(LAKIP) Kabupaten Mandailing Natal TA. 2012-2017 (data diolah)

Dari tabel diatas hasil penilaian LKPD dengan opini WDP tapi tidak diikuti

dengan Penilaian LAKIP yang baik juga. Pada poin ini peniliti melihat gap ke dua jenis

laporan diatas belum berkorelasi dan beririsan. Kemudian peneliti masih menemukan

kesenjangan (gap research) adalah perbedaan variabel dari setiap perspektif yang

digunakan, sehingga hasil pengukuran kinerjanya juga berbeda. Seperti penelitian

Indraningsih (2010) yang dilakukan pada Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa

Barat, hasil pengukuran kinerja secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik

(79,35%), dimana hasil pengukuran kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard yang

paling tinggi adalah Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran, Perspektif Keuangan,

Perspektif Proses Bisnis Internal, dan Perspektif Pelanggan. Namun beberapa penelitian

lainnya justru memberikan hasil yang berbeda yaitu penelitian Santi (2010) yang

dilakukan pada Direktorat Jenderal Bina Marga–Departemen Pekerjaan Umum bahwa

hasil penilaian akhir kinerja Ditjen. Bina Marga dengan menggunakan metode Balanced

Scorecard sebesar 76,26% dikategorikan cukup baik. Kemudian hasil pengukuran kinerja

perspektif yang paling tinggi adalah : kinerja perspektif keuangan, kinerja perspektif

pelanggan, kinerja perspektif proses bisnis internal, dan kinerja perspektif pertumbuhan

dan pembelajaran. Kemudian penelitian Fakhrina (2017) yang dilakukan pada

Departemen Manajemen IPB Sebagai Unit Pendidikan bahwa hasil pengukuran kinerja

penilaian mutu program studi Manajemen IPB adalah sebesar 85% dengan kategori

rendah. Kemudian hasil pengukuran kinerja perspektif yang paling tinggi adalah pada

perspektif Stakeholders, perspektif Research and Academic Excellence, perspektif Proses

Business Processes dan perspektif Capacity Building . Penelitian tentang pengukuran

kinerja dengan metode balanced scorecard lebih banyak digunakan pada organisasi

swasta yang profit oriented dan rumah sakit yang non profit oriented, sedangkan

No. Tahun OPINI LKPD HASIL EVALUASI LAKIP KATEGORI

1 2 3 4 5

1. 2010 WDP 0 D

2. 2011 WDP 0 D

3. 2012 TMP 30,01 C

4. 2013 TMP 0 D

5. 2014 WDP 18,55 D

6. 2015 WDP 40,04 C

7. 2016 WDP C

8. 2017 WDP C

Page 6: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

119 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

penelitian pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard pada organisasi sector public

masih sangat terbatas.

Dari penjelasan diatas diketahui bahwa masih terdapat perbedaan hasil penelitian

(research gap), sehingga penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yang membedakan adalah daerah, waktu,

objek, dan pendekatan Balanced Scorecard dikombinasikan dengan pembobotan Analytic

Hierachy Process (AHP). Alasanan pemilihan BSC dan VFM karena kedua sistem

pengukuran kinerja tersebut sangat berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan, dimana

rerangka pengukuran kinerja VFM dibangun atas tiga komponen utama yaitu komponen

visi, misi, sasaran dan target, komponen input, proses, output dan outcome dan komponen

pengukuran ekonomis, efisiensi dan efektifitas (Anggraini dan Puranta, 2010). Sehingga

untuk mengukur komponen pertama dan kedua dapat dilakukan dengan BSC serta

komponen ketiga dengan VFM.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah memformulasikan

rancangan sistem pengukuran kinerja berbasis BSC dan memformulasikan rancangan

peta strategis yang relevan pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal.

Tujuan lain yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis hasil pengukuran

kinerja pada Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal berbasis BSC Tahun Anggaran

2018. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa

pengembangan ilmu ekonomi keuangan publik dan desentralisasi fiskal, khususnya yang

berkaitan dengan pengukuran kinerja sektor publik, value for money (VFM) dan balanced

scorecard (BSC). Sedangkan dari aspek kegunaan praktis, hasil penelitian diharapkan

dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam memahami pentingnya berkinerja dan khusus

bagi pemerintah daerah Kab. Mandailing Natal, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

sebagai referensi dan alternative pengukuran kinerja OPD untuk masa yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Anggaran Berbasis Kinerja

Sistem penganggaran yang berbasis kinerja (Performance Based Budgeting)

merupakan sistem yang saat ini berkembang pesat dan banyak dipakai oleh negara-negara

maju di dunia sebagai pengganti sistem penganggaran lama yaitu sistem Line Item

Budgeting (Bastian,2006). Dalam sistem Line Item Budgeting penekanan utama adalah

terhadap input, di mana perubahan terletak pada jumlah anggaran yang meningkat

dibanding tahun sebelumnya dengan kurang menekankan pada output yang hendak

dicapai dan kurang mempertimbangkan prioritas dan kebijakan yang ditetapkan secara

nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran seperti penerapan

pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah, penerapan penganggaran

secara terpadu, penerapan penganggaran berdasarkan kinerja.

Menurut Robertson (Mahsun, 2016) bahwa pengukuran kinerja adalah suatu proses

penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan

sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam

menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa

diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan), hasil

kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam

mencapai tujuan. Sedangkan Mardiasmo (2018) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja

sector public dilakukan untuk memenuhi tiga maksud yaitu pengukuran kinerja sektor

Page 7: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

120

publik dimaksuskan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah dan ukuran kierja

sector public digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

Balanced Scorecard (BSC)

Kemunculan konsep balanced scorecard dimulai dari studi yang dilakukan oleh

David P. Norton dan Robert S. Kaplan pada tahun 1990 tentang “pengukuran kinerja

dalam organisasi masa depan” (Mulyadi, 2018). Studi tersebut dilakukan karena adanya

kesadaran bahwa ukuran kinerja keuangan bukan merupakan ukuran kinerja yang

memadai untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan. Ukuran keuangan masih digunakan

meskipun banyak kritik terhadap penggunaannya (Niven 2003). Kemudian pada tahun

1996 Kaplan dan Norton mengembangkan konsep balanced scorecard yang telah mereka

bangun. Mulai saat itu muncul istilah strategy map (peta strategi). Kaplan dan Norton

dalam Mulyadi (2018) menjelaskan bahwa Balanced scorecard adalah suatu kerangka

kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi

perusahaan. Selain ukuran kinerja masa depan, balanced scorecard juga

memperkenalkan pendorong kinerja finansial masa depan yang meliputi perspektif

pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Terdapat empat perspektif yang digunakan dalam balanced scorecard, yaitu

keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business

process), dan pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth). Keempat perspektif

tersebut harus memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka

panjang, antara hasil yang diinginkan dan faktor pendorong tercapainya hasil tersebut,

dan antara ukuran objektif yang keras dan ukuran subjektif yang lunak. Perspektif

keuangan dalam balanced scorecard untuk sektor privat menggambarkan mengenai

keberhasilan di aspek keuangan apa yang harus diperlihatkan kepada para pemegang

saham. Ukuran kinerja keuangan memberikan gambaran mengenai akibat dari tindakan

ekonomis yang sudah diambil di masa lalu. Tujuan dan ukuran keuangan memainkan

peran ganda, yaitu menentukan kinerja keuangan yang diharapkan dari strategi dan

menjadi sasaran akhir dari tujuan dan ukuran perspektif yang lain.

Perspektif pelanggan dalam balanced scorecard menggambarkan mengenai apa

yang harus kita perlihatkan kepada pelanggan dalam rangka mewujudkan visi kita. Dalam

perspektif ini, diidentifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki perusahaan

dan ukuran kinerja di dalam segmen tersebut. Ukuran yang digunakan dalam perspektif

ini terdiri dari ukuran generik dan ukuran spesifik.Ukuran generik yang digunakan terdiri

dari kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, profitabilitas pelanggan,

dan pangsa pasar di segmen sasaran. Ukuran spesifik yang digunakan tergantung kepada

proposisi nilai yang akan diberikan kepadapelanggan. Perspektif proses internal pada

organisasi bisnis dengan organisasi sektor publik pada dasarnya adalah sama, yaitu untuk

membangun keunggulan organisai melalui perbaikan proses internal organisasi secara

berkelanjutan.

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam balanced scorecard

menggambarkan mengenai bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah

dan meningkatkan diri untuk mewujudkan visi kita. Dalam perspektif ini diidentifikasi

infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam rangka menciptakan pertumbuhan

dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama pembelajaran dan

pertumbuhan perusahaan datang dari manusia, siste m, dan prosedur perusahaan. Kaplan

dan Norton dalam Mulyadi (2018) terdapat tiga kategori utama untuk perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu kapabilitas pegawai, kapabilitas sistem informasi,

Page 8: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

121 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

serta motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan. Tolok ukur yang digunakan dalam

kelompok ini adalah partisipasi pegawai dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Ukuran

peningkatan hasil yang diberikan oleh pegawai misalnya peningkatan mutu dan waktu

kerja. Ukuran keselarasan antar pegawai dengan perusahaan. Hal ini untuk melihat

apakah setiap pegawai telah menyelaraskan tujuannya dengan tujuan perusahaan yang

dinyatakan dalam balanced scorecard.

Value for Money (VFM) dan Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Penilaian kinerja berdasarkan value for money menurut Mahmudi (2015) adalah

pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan,

program dan organisasi. Penilaian kinerja berdasarkan value for money dibangun atas tiga

komponen utama (Mahmudi, 2015) yaitu komponen misi, visi, tujuan, sasaran dan target,

komponen input, proses, output, dan outcome serta komponen pengukuran ekonomi,

efisiensi, dan efektivitas.

Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah model pendukung keputusan yang

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan

permasalah yang memiliki multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu

hirarki. Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang

begitu banyak (multi criteria) dari suatu struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian

pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, dan

ketidakakuratan data yang tersedia. AHP merupakan alat bantu yang paling umum

digunakan untuk menyelesaikan dan mengambil keputusan dari suatu masalah yang

memiliki banyak kriteria.

Kelemahan dari AHP yaitu ketergantungan model AHP pada input-input utama

ini berupapersepsi seorang pakar sehingga dalam hal ini subyektifitas sang pakar selain

itu juga model menjadi tidak berarti memberikan penilaian yang keliru dan metode AHP

ini hanya metode tanpa pengujian statistik sehingga tidak ada batasan kepercayaan

darimodel yang terbentuk.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah kombinasi antara pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui wawancara dan diskusi dengan Pejabat

Struktural Eselon II, Eselon III, Kasubbag. Program dan Kasubbag, Keuangan Dinas

Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal. Pendekatan kuantitatif yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah pendekatan yang menekankan analisisnya pada data angka

(numerical). Analisis kuantitatif dilakukan pada saat menganalisis persepektif financial

(keuangan) yang diolah dengan menggunakan metode analisis Value for Money (VFM)

dan analisis realisasi program pada setiap perspektif. Kemudian analisis kuantitatif juga

digunakan dalam pembobotatan yang menggunakan AHP dan juga scoring pada indikator

kinerja utama sehingga dapat diketahui prioritas indikator yang perlu mendapat perhatian

pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal.

Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dengan pengamatan langsung,

Page 9: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

122

wawancara dan melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi

pustaka.

Metode Penarikan Sampel Penelitian

Peneliti menggunakan tehnik purposive dengan metode expert sampling (sampel

pakar) dimana sampel berasal dari orang yang memiliki pengetahuan atau keahlian dalam

suatu bidang atau orang yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas serta pengalaman pada

organisasi tersebut. Menurut sugiyono (2013), purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu.

. Pakar yang dipilih dalam penelitian ini ada enam orang yaitu: Kepala Dinas

Perhubungan dan Informatika Kabupaten Mandailing Natal, Sekretaris Dinas, Kasubbag.

Keuangan, Kasubbag. Program, Kabid. Perhubungan Darat, Laut dan Udara, Program,

dan Kabid. Sarana dan Prasarana.

Instrumen penelitian

Perspekti Keuangan (data sekunder)

Analisis terhadap kinerja perspektif keuangan dilakukan dengan mengalisis

instrument pengukuran value for money yaitu: ekonomi, efisien dan efektifitas dengan

menggunakan data sekunder yang ada di Dinas Perhubungan dan Informatika Kab.

Mandailing Natal. Analisis dilakukan dengan menggunakan tingkat kriteria ekonomi,

efisien dan efektifitas yang dikembangkan oleh Mardiasmo (2009).

Perspektif Pelanggan

Pengukuran kinerja perspektif pelanggan diukur dengan menggunakan indikator

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang ditetapkan dalam Peraturan Menpan-RB

Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan Masyarakat

terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik. Dimana untuk IKM yang diukur, ada 5 jenis

unit layanan yang ada di Dinas Perhubungan yaitu Pelayanan Izin Trayek, Pelayanan

Retribusi Parkir, Pelayanan Retribusi Terminal, Pelayanan Pengujian Kendaraan

Bermotor dan Pelayanan Pengendalian dan pengamanan Lalu Lintas. Indikator

Peningkatan Pelayanan Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal yang

berkualitas. Indikator ini di nilai dengan menghitung Realisasi Program Pelayanan

Administrasi Perkantoran dan Realisasi Program Peningkatan Pelayanan Angkutan.

Perspektif Proses Bisnis Internal

Pengukuran kinerja perspektif proses bisnis internal diukur menggunakan

indicator Indikator Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merupakan prinsip

pelayanan public yang mempedomani peraturan Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur

Negara MenPAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik. Analisis ini juga dilakukan dengan melakukan tabulasi atas tanggapan

yang diberikan responden dengan menggunakan skala likert. Indikator penilaian terhadap

terwujudnya dan prasarana perhubungan yang layak dan berkualitas. Hasil analisis

indikator ini diperoleh dari hasil realisasi Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan

Prasarana Fasilitasi LLAJ dan Realisasi Program Pembangunan Sarana dan Prasarana

Aparatur. Serta Indikator penilaian terhadap peningkatan kondisi Infrastruktur

Perhubungan. Hasil analisis ini diperoleh dari hasil Realisasi Program Peningkatan sarana

dan prasarana perhubungan dan realisasi Program Pembangunanprasarana fasilitasi

perhubungan.

Page 10: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

123 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

Perspektif Pertumbuhan Dan Pembelajaran

Untuk pengukuran kinerja perspektif pertumbuhan dan pembelajaran diukur dengan

menggunakan indikator Survey tingkat kepuasan kerja pegawai (TKKP), Survey tingkat

motivasi pegawai dan pemberdayaan pegawai (TMPP), Survey tingkat ketersediaan

system tehnologi informasi dan komunikasi serta (TKSI) dan peningkatan kuantitas dan

kualitas pegawai. Untuk variabel proses bisnis internal dan perspektif pertumbuhan dan

pembelajaran, populasinya adalah seluruh pegawai dinas perhubungan Kab. Mandailing

Natal.

Defenisi Operasional

Balanced Scorecard adalah suatu alat manajemen strategis yang menerjemahkan

Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi ke dalam kerangka operasional. Sistem manajemen

tersebut memandang unit organisasi dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan,

pelanggan,proses bisnis internal, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Indikator

Kinerja Utama (IKU)/Key Perfomance Indicator (KPI) adalah ukuran (tolak ukur) atau

indicator keberhasilan yang akan memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil

mewujudkan sasaran strategis yang telah kita tetapkan.

Perspektif Keuangan (Financial) adalah perspektif yang berorientasi pada

keuangan (financial) dan perspektif yang digunakan oleh shareholder dalam rangka

melakukan penilaian kinerja oranisasi). Perspektif Pelanggan (Customer) adalah

perspektif yang berorientasi pada pelanggan karena merekalah pemakai produk/jasa yang

dihasilkan oleh organisasi. Perspektif ini dibaca oleh organisasi sebagai berikut : “apa

yang harus dicapai organisasi agar memenuhi keinginan customer atau apa yang

diinginkan customer untuk dipenuhi organisasi”. Perspektif Proses Bisnis Utama dalam

organisasi (Internal Business Process) adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam

organisasi untuk menciptakan produk/jasa dalam rangka memenuhi harapan pelanggan,

atau langsung kepada stakeholder bagi instansi sector public yang tidak memiliki

pelanggan.

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (leraning and growth). Perspektif ini

adalah sudut pandang organisasi yang berfokus pada sumber daya internal organisasi.

Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan dan

penguatan sumber daya organisasimelalui inovasi internal organisasi. Sasaran strategis

yang selanjutnya disingkat SS adalah pernyataan tentang apayang ingin dicapai (SS yang

bersifat outcome) atau apa yang ingin dilakukan (SS bersifat proses) atau apa yang

seharusnya kita miliki (SS bersifat input).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Mandailing Natal

Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah otonom di Provinsi Sumatera

Utara. Kabupaten Mandailing Natal ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Tapanuli Selatan. Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1998, Kabupaten

Mandailing Natal yang dikenal dengan sebutan MADINA. Kabupaten Mandailing Natal

dalam konstelasi regional berada di bagian selatan wilayah Provinsi Sumatera Utara pada

lokasi geografis 0°10'-1°50' Lintang Utara dan 98°50'-100°10' Bujur Timur dengan

ketinggian 0–2.145 m di atas permukaan laut. Kabupaten ini merupakan bagian paling

selatan dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera

Barat. Batas-batas wilayah kabupaten ini adalah batas bagian Utara berbatasan dengan

Page 11: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

124

Kabupaten Tapanuli Selatan, batas bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang

Lawas, batas bagian Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat serta Batas

bagian Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia

Kabupaten dengan ibukota Panyabungan ini memiliki luas wilayah ± 6.620,70 km2

(662.069,00 Ha) atau 9,24% dari seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan

Muara Batang Gadis memiliki wilayah yang paling luas yakni 143.502 Ha (21,67%),

sedangkan Kecamatan Lembah Sorik Marapi memiliki wilayah yang paling kecil yakni

3.472,37 Ha (0,52%).

Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal Nomor 06 Tahun 2016

tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Mandailig Natal dan Peraturan

Bupati Mandailing Natal Nomor 49 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,

Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal

maka dibentuklah Dinas Perhubungan sesuai dengan alasan dan diberi tugas untuk

melaksanakan Urusan Pemerintah Daerah di bidang Perhubungan berdasarkan azaz

otonomi dan tugas pembantuan. Dalam mengemban tugas tersebut Dinas Perhubungan

Kabupaten Mandailing Natal memiliki 2 (dua) UPT yaitu UPT Pengujian Kendaraan

Bermotor dan UPT Unit Kotanopan.

Perancangan Pengukuran Kinerja dengan BSC dengan Pembentukan Dashboard

Penentuan Ukuran Kinerja dan Sasaran Strategis BSC

Menurut Kaplan dan Norton (2000) keberhasilan penerapan BSC yang baik

seharusnya memiliki 2 (dua) ukuran yaitu ukuran hasil (outcomes measures atau Lagging

Indicator) dan ukuran pemicu kinerja (performance driver measure atau Leading

Indicator) yang sesuai dengan sasaran strategi yang akan dicapai. Ukuran hasil

merupakan cerminan dari pencapaian sasaran strategi, sedangkan ukuran pemicu kinerja

merupakan faktor pendorong ketercapaian ukuran hasil. Proses perumusan strategi

merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk menemukan strategi yang tepat bagi

organisasi (Febrina, 2012).

Penentuan sasaran, ukuran pemicu dan ukuran hasil diperoleh melalui hasil diskusi

dengan para pemangku jabatan di Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal saat

penelitian ini dilakukan (April 2019). Dalam diskusi ini ada 10 Sasaran Strategis (SS) dan

17 Indkikator Kinerja Utama (IKU). Untuk lebih jelasnya ukuran-ukuran hasil dan

ukuran-ukuran pemicu kinerja dari empat perspektif BSC dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 12: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

125 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

Tabel 3. Ukuran Kinerja Pencapaian Strategi BSC Dinas Perhubungan

Kabupaten Mandailing Natal

Sumber :Renstra Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017-2021

Ukuran Pemacu Kinerja (Lead Indikator) = IKU

1 2 4

Keuangan (F)

1. Terwujudnya Value For Money (F.1) 1. Meningkatkan Ekonomis Anggaran (F.1.1.)

2. Meningkatkan Efektifitas Anggaran (F.2.1.) Kenaikan Persentase realiasasi belanja terhadap realisasi

pendapatan (lebih efektif) per semester (F.2.1.)

3. Meningkatkan Efisiensi Anggaran (F.3.1.) Kenaikan Persentase realiasasi pendapatan terhadap

anggaran pendapatan (lebih efisien) per semester (F.3.1.)

Pelanggan (C)

1. Peningkatan Kepuasan Masyarakat terhadap

pelayanan (C.1)

1. Meningkatnya Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM)

terhadap Dishub (C.1.1.)

Survey Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) terhadap

kualitas layanan Dinas Perhub setiap tahun anggaran

(C.1.1.)

2. Peningkatan Pelayanan Dishub (C.2) 1.

Proses Bisnis Internal (I)

1. 1.

2. Terwujudnya sarana dan prasarana perhubungan

yang layak dan berkualitas (I.2)

1. Meningkatnya realisasi Program Rehab dan

Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas LLAJ (I.2.1)

Kenaikan Persentase realisasi Program Rehabilitasi dan

Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ per semester (I.2.1)

2.

3. 1.

2

Pembelajaran dan Pertumbuhan (G)

1. Peningkatan Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) -

(G.1)

1. Meningkatnya Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di

dinas perhub (G.1.1.)

Survey Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di dinas

perhub pada semster I (G.1.1.)

2. 1.

3. Peningkatan Kemampuan Sistem Informasi

(TKSI) -(G.3)

1. Meningkatnya Kemampuan Sistem Informasi

(TKSI) di dinas perhub (G.3.1.)

Survey Tingkat Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) di dinas

perhub pada semster I (G.3.1.)

4. Peningkatan Tingkat Kuantitas dan Kualitas

Pegawai (TK2P) - (G.4)

1. Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan

Disiplin Aparatur (G.4.1.)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan

Disiplin Aparatur per semester (G.4.1.)

5. 2. Meningkatnya Realisasi Program Kapasitas Sumber

Daya Aparatur (G.4.2.)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Kapasitas Sumber

Daya Aparatur per semester (G.4.2.)

6. 3. Meningkatnya Realisasi Program Mengikuti Hari-

hari Besar tertentu (G.4.3.)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Mengikuti Hari-hari

Besar tertentu per semester (G.4.3.)

Peningkatan Motivasi Pegawai dan

Pemberdayaan Pegawai (TMPP) - (G.2)

Meningkatnya Motivasi Pegawai dan

Pemberdayaan Pegawai (TMPP) di dinas perhub

(G.2.1.)

Survey Tingkat Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan

Pegawai (TMPP) di dinas perhub pada semster I (G.2.1.)

Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan

Prasarana dan Fasilitas Perhubungan (I.3.2.)

Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan

Prasarana dan Fasilitas Perhubungan per semester (I.3.2.)

Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan

Sarana dan Prasarana Aparatur (I.2.2)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Sarana

dan Prasarana Aparatur per semester (I.2.2)

Peningkatan Kondisi Infrastruktur Perhubungan

(I.3)

Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan

Sarana dan Prasarana Perhubungan (I.3.1.)

Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan

Sarana dan Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.)

Meningkatnya realisasi Program Peningkatan

Pelayanan Angkutan (C.2.2.)

Kenaikan Persentase realisasi Program Peningkatan

Pelayanan Angkutan di Dishub Kab. Madina per semester

(C.2.2.)

Peningkatan Standar Pelayanan Publik dengan

Implementasi SOP (I1)

Melaksanakan Implementasi SOP pada setiap unit

Pelayanan dengan baik (I.1.1)

Survey implementasi SOP sebagai indikator pelayanan

publik pada semester I (I.1.1)

Ukuran Hasil (Lag Indikator)

3

Kenaikan Persentase realisasi pengeluaran terhadap

anggaran pengeluaran (lebih Ekonomis) per semester

(F.1.1.)

Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan

Pelayanan Angkutan (C.2.1.)

Kenaikan Persentase realisasi Program Pelayanan

Administrasi Perkantoran di Dishub Kab. Madina per tri

wulan (C.2.1.)

No. Sasaran StrategisUkuran Strategis

Page 13: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

126

Penentuan Target

Target adalah standar minimal pencapaian kinerja yang ditetapkan oleh suatu

organisasi untuk periode tertentu atau dengan kata lain suatu perencanaan kegiatan yang

ingin dicapai guna mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.Penetapan target oleh

Dinas Perhubungan berdasarkan keempat perspektif pada Balanced Scorecard adalah

sebagai berikut:

Tabel 4. Ukuran Kinerja Pencapaian Strategi BSC Dinas Perhubungan

Kabupaten Mandailing Natal

Sumber :Renstra Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017-2021

1 2 4 6

Keuangan (F)

1. Terwujudnya Value For Money (F.1) 1. Meningkatkan Nilai Ekonomis Anggaran per semester

(F.1.1.)

95

2. Meningkatkan Nilai Efektifitas Anggaran per semester

(F.2.1.)

Kenaikan Persentase realiasasi pendapatan terhadap anggaran

pendapatan (tingkat efektivitas) per semester (F.1.2.)

95

3. Meningkatkan Nilai Efisiensi Anggaran per semester

(F.3.1.)

Kenaikan Persentase realiasasi belanja terhadap realisasi

pendapatan (tingkat efisiensi) per semester (F.1.3.)

90

Pelanggan (C)

1. Peningkatan Kepuasan Masyarakat terhadap

pelayanan (C.1)

1. Meningkatnya Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM)

terhadap Unit Layanan Dishub setiap tahun anggaran

(C.1.1.)

Survey Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) terhadap kualitas

layanan Dinas Perhub setiap tahun anggaran (C.1.1.)

85

1. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Izin Trayek 1. Survey IKM Pelayanan Izin Trayek 85

2. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Retribusi Parkir 2. Survey IKM Pelayanan Retribusi Parkir 85

3. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Retribusi Terminal 3. Survey IKM Pelayanan Retribusi Terminal 85

4. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Pengujian

Kendaraan Bermotor (PKB)

4. Survey IKM Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) 85

5. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Lalu Lintas 5. Survey IKM Pelayanan Lalu Lintas 85

2. Peningkatan Pelayanan Dishub (C.2) 1. 100

2. 25

Proses Bisnis Internal (I)

1. 1. 85

2. Terwujudnya sarana dan prasarana perhubungan

yang layak dan berkualitas (I.2)

1. Meningkatnya realisasi Program Rehabilitasi dan

Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ per semester

(I.2.1)

Kenaikan Persentase realisasi Program Rehabilitasi dan

Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ per semester (I.2.1)

25

2. 100

3. 1. 100

2 25

Pembelajaran dan Pertumbuhan (G)

1. Peningkatan Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) - (G.1) 1. Meningkatnya Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP)

di dinas perhub pada semster I (G.1.1.)

Survey Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di dinas perhub

pada semster I (G.1.1.)

85

2. 1. 85

3. Peningkatan Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) -

(G.3)

1. Meningkatnya Tingkat Kemampuan Sistem Informasi

(TKSI) di dinas perhub pada semster I (G.3.1.)

Survey Tingkat Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) di dinas

perhub pada semster I (G.3.1.)

85

4. Peningkatan Tingkat Kuantitas dan Kualitas Pegawai

(TK2P) - (G.4)

1. Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan Disiplin

Aparatur per semester (G.4.1.)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Disiplin

Aparatur per semester (G.4.1.)

100

5. 2. Meningkatnya Realisasi Program Kapasitas Sumber

Daya Aparatur per semester (G.4.2.)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Kapasitas Sumber Daya

Aparatur per semester (G.4.2.)

100

6. 3. MeningkatnyaRealisasi Program Mengikuti Hari-hari

Besar tertentu per semester (G.4.3.)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Mengikuti Hari-hari Besar

tertentu per semester (G.4.3.)

100

3

Kenaikan Persentase realisasi pengeluaran/belanja terhadap

anggaran pengeluaran/belanja (tingkat ekonomis) per semester

(F.1.1.)

Meningkatnya Realisasi Program Pelayanan

Administrasi Perkantoran di Dishub Kab. Madina per tri

wulan (C.2.1.)

Kenaikan Persentase realisasi Program Pelayanan Administrasi

Perkantoran di Dishub Kab. Madina per tri wulan (C.2.1.)

Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan

Pelayanan Angkutan di Dishub Kab. Madina per

semester (C.2.2.)

Kenaikan Persentase realisasi Program Peningkatan Pelayanan

Angkutan di Dishub Kab. Madina per semester (C.2.2.)

Peningkatan Standar Pelayanan Publik dengan

Implementasi SOP (I1)

Melaksanakan Implementasi SOP sebagai indikator

pelayanan publik pada semester I (I.1.1)

Survey implementasi SOP sebagai indikator pelayanan publik pada

semester I (I.1.1)

Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan Sarana

dan Prasarana Aparatur per semester (I.2.2)

Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Sarana dan

Prasarana Aparatur per semester (I.2.2)

Peningkatan Kondisi Infrastruktur Perhubungan

(I.3)

Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan Sarana

dan Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.)

Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan Sarana dan

Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.)

TA. 2018

Peningkatan Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan

Pegawai (TMPP) - (G.2)

Meningkatnya Tingkat Motivasi Pegawai dan

Pemberdayaan Pegawai (TMPP) di dinas perhub pada

semster I (G.2.1.)

Survey Tingkat Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan Pegawai

(TMPP) di dinas perhub pada semster I (G.2.1.)

Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan

Prasarana dan Fasilitas Perhubungan per semester

(I.3.2.)

Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan Prasarana

dan Fasilitas Perhubungan per semester (I.3.2.)

Target

Pencapaian

No. Sasaran StrategisUkuran Hasil (Lag Indikator) Ukuran Pemacu Kinerja (Lead Indikator) = IKU

Ukuran Strategis

Page 14: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

127 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

Penyusunan Struktur AHP (Pembobotan dengan Metode Pairwise Comparisons)

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran kinerja Dinas Perhubungan Kabupaten

Mandailing Natal dengan pendekatan balanced scorecard yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan

pertumbuhan maka dihasilkan 10 sasaran strategis dan 17 indikator kinerja utama. Setelah

perspektif, sasaran strategis dan indikator kinerja utama diperoleh, selanjutnya

menentukan tingkat prioritas. Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas dalam

pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard pada Dinas Perhubungan Kabupaten

Mandailing Natal dilakukan dengan menggunakan proses hiraraki analitik (AHP).

Susunan hirarki AHP yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hierarki Sistem Pengukuran Kinerja Dinas Perhubungan Kabupaten

Mandailing Natal dengan Pendekatan BSC dan AHP

Sumber :Data Penelitian Diolah (2019)

Page 15: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

128

Tujuan utama dari struktur hirarki pada penelitian ini yaitu sistem pengukuran

kinerja Dinas Perhubungan dengan pendekatan balanced scorecard. Level kedua dari

struktur hirarki yang dibangun yaitu kriteria. Dari hasil AHP yang telah dikonversi,

digunakan sebagai bobot dalam mengukur kinerja dari Dinas Perhubungan dengan

pendekatan balanced scorecard. Tingkat prioritas perspektif dapat dilihat pada informasi

yang tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat Prioritas Perspektif, Sasaran Strategis (SS) dan Indikator

Kinerja Utama (IKU) pada Dinas Perhubungan

Sumber :Data Penelitian Diolah (2019)

Hasil pembobotan dengan menggunakan AHP, menunjukkan bahwa perspektif

prioritas pertama adalah perspektif pelanggan dengan bobot sebesar 0.557, kemudian

prioritas kedua adalah perspektif keuangan dengan bobot sebesar 0.273, prioritas ketiga

adalah perspektif proses bisnis internal dengan bobot sebesar 0.087, dan prioritas keempat

adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot sebesar 0.083.

Peta Strategis Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal

Pembobotan perspektif menggunakan paired comparison merupakan dasar untuk

menyusun peta strategis. Penyusunan peta strategi disusun secara hierarki dimulai dari

Page 16: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

129

129 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

bobot yang paling rendah yaitu perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot

sebesar 0.083 dan perspektif proses bisnis internal dengan bobot sebesar 0.087, kemudian

perspektif keuangan dengan bobot sebesar 0.273 dan perspektif yang paling tertinggi

yang menjadi tujuan Dinas Perhubungan adalah perspektif pelanggan dengan bobot

sebesar 0.205. Peta strategi Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Peta strategi Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal

Sumber : Data Penelitian Diolah (2019)

Hasil Pengukuran Kinerja pada Dinas Perhubungan Kabupaten mandailing Natal

Tahun 2018 berbasis BSC

Berdasarkan hasil perhitungan kinerja berbasis BSC, diperoleh hasil keseluruhan

dari masing-masing perspektif Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal yaitu 71.97%

dengan interpretasi warna merah atau berada pada kategori rendah/kurang baik seperti

yang tersaji pada Tabel Tabel 6. dibawah ini.

Page 17: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

130

Tabel 6. Hasil nilai Pengukuran Kinerja keseluruhan perspektif Dinas

Perhubungan Kab. Mandailing Natal Tahun 2018

Berdasarkan Tabel 6. tersebut menunjukkan nilai kinerja keseluruhan yang

diakumulasikan dari nilai kinerja empat perspektif BSC yaitu sebesar 71.97% atau masuk

dalam kategori rendah atau kurang baik (Sirait et al, 2010). Pada Dinas Perhubungan Kab.

Mandailing Natal ada 10 sasaran strategis yang ditetapkan, yang berstatus merah yang

menandakan kinerja kurang baik sebanyak 5 sasaran strategis, berstatus kuning yang

menandakan kinerja cukup baik sebanyak 5 sasaran strategis, sedangkan yang berstatus

hijau yang artinya kinerja baik tidak ada. Kemudian pada Indikator Kinerja Utama (IKU)

yang dihasilkan yang berstatus merah sebanyak 6 IKU, IKU berstatus kuning sebanyak 9

dan IKU yang berstatus hijau sebanyak 2. Rendahnya skor kinerja Dinas Perhubungan

Kab. Mandailing Natal Tahun 2018 dipengaruhi oleh nilai kinerja perspektif keuangan

yang hanya mencapai 71.97% (status merah), kemudian nilai kinerja dari perspektif

pelanggan yang hanya mempunyai skor 70,22% (status merah), sedangkan nilai kinerja

dari perspektif proses bisnis internal mempunyai skor 75.72% (status merah) dan nilai

kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mempunyai skor 85.48% (status

kuning).

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa nilai kinerja perspektif yang paling tinggi

adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hasil pengukuran kinerja ini tidak

sinkron dengan hasil pembobotan dengan AHP, dimana seharusnya yang menjadi

prioritas dalam mencapai Visi dan Misi Dinas Perhubungan adalah Perspektif pelanggan

yang memiliki bobot 0.557. Artinya bahwa perspektif pelanggan mempunyai pengaruh

paling tinggi sebesar 55,7% terhadap pengukuran kinerja Dinas Perhubungan dibanding

dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang memiliki bobot 0.083 atau

pengaruhnya terhadap kinerja Dinas Perhubungan hanya sebesar 8,3%. Dari hasil ini

Dinas Perhubungan harus mampu menetapkan prioritas program dan kegiatan yang perlu

dibiayai untuk memberikan hasil (output) yang berdampak besar bagi pencapaian tujuan

oraganisasi (outcome). Dengan demikian diharapkan bahwa program atau kegiatan

tersebut dijalankan sesuai rencana, maka tujuan organisai dapat tercapai. Dinas

Perhubungan harus belajar merencanakan dan menganggarkan apa yang dibutuhkan

(need) bukan apa yang diinginkan (want). Sebagaimana yang dijelaskan oleh Atun dalam

Mardiasmo (2018) bahwa “Priorities should be set so as to achieve value for money, by

allocating resources to effective intervensions and their efficient delivery, but also to

ensure equity and responsiveness to realize value for money”.

Page 18: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

131

131 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

KESIMPULAN

Rancangan sistem pengukuran kinerja berbasis BSC pada Dinas Perhubungan Kab.

Mandailing Natal menghasilkan 10 sasaran strategis dan 17 Indikator Kinerja Utama

(IKU). Hasil perhitungan AHP adalah perspektif pelanggan dengan bobot sebesar 0.557,

perspektif keuangan dengan bobot sebesar 0.273, perspektif proses bisnis internal dengan

bobot sebesar 0.087 dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot sebesar

0.083. Artinya untuk meningkatkan kinerja Dinas Perhubungan yang memberikan

pengaruh terbesar adalah perspektif pelanggan sebesar 55.7%. Rancangan peta strategis

dilakukan secara hierarki dimulai dari bobot yang paling rendah yaitu perspektif

pertumbuhan pembelajaran dan perspektif proses bisnis internal, kemudian perspektif

keuangan hingga yang paling tinggi yaitu perspektif pelanggan.

Hasil pengukuran kinerja Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal tahun 2018

berbasis BSC secara keseluruhan mencapai 71.97% nilai tersebut berada pada kategori

kurang baik (rendah) dan diekspresikan dengan warna merah. Skor kinerja tertinggi

adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar 85.48% dengan ekspresi warna

kuning (kinerja cukup baik=sedang), kemudian skor kinerja perspektif proses bisnis

internal 75.72% dengan ekspresi warna merah (kurang baik=rendah), kemudian

perspektif keuangan 70.24% dengan ekspresi warna merah (kurang baik=rendah) dan

skor kinerja yang paling rendah adalah perspektif pelanggan 70.22% dengan ekspresi

warna merah (kurang baik=rendah).

Saran

Untuk Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal agar Program/Kegiatan lebih

fokus dan konsisten terhadap pencapaian tujuan organisasi dan target yang ditetapkan.

Sebaiknya Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal perlu memprioritaskan perbaikan

kinerja pada perspektif pelanggan, karena perspektif ini merupakan yang paling

berpengaruh terhadap kinerja (55.7%) dibandingkan perspektif lainnya. Pada perspektif

keuangan (kinerja=kurang baik) sebaiknya Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal

memprioritaskan perbaikan kinerja pada IKU Kenaikan Persentase realiasasi pendapatan

terhadap anggaran pendapatan (tingkat efektivitas) per semester (F.1.2.) dan IKU

Kenaikan Persentase realiasasi belanja terhadap realisasi pendapatan (tingkat efisiensi)

per semester (F.1.3.).

Pada perspektif proses bisnis internal (kinerja=kurang baik) pada IKU Survey

implementasi SOP sebagai indikator pelayanan publik pada semester I (I.1.1), Kenaikan

Persentase realisasi Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ

per semester (I.2.1), Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Sarana dan

Prasarana Aparatur per semester (I.2.2), Kenaikan persentase Realisasi Program

Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.) dan Kenaikan

persentase Realisasi Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan per

semester (I.3.2.). Pada perspektif pembelajaran (kinerja=baik) sebaiknya Dinas

Perhubungan Kab. Mandailing Natal memprioritaskan perbaikan kinerja pada IKU

Survey Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di dinas perhub pada semster I

(G.1.1.), Survey Tingkat Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan Pegawai (TMPP) di dinas

perhub pada semster I (G.2.1.), Survey Tingkat Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) di

dinas perhub pada semster I (G.3.1.), Kenaikan Persentase Realisasi Program

Peningkatan Disiplin Aparatur per semester (G.4.1.), dan Kenaikan Persentase Realisasi

Program Kapasitas Sumber Daya Aparatur per semester (G.4.2.).

Page 19: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

132

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Yunita; Puranto, Hendra. 2010. Anggaran Berbasis Kinerja: Penyusunan

APBD Secara Komprehensif. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga.

Jakarta

Febrina M. 2012. Perancangan balanced scorecard sebagai alat untuk review strategi

perusahaan (Studi kasus pada PT “SPB” di Surabaya). Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Akuntansi. 1(1):97-102.

Hood, Christopher; New Public Management; International Encyclopedia of the Social

and Behavioural Science.

Kaplan, Robert S. & David P. Norton. 2000. Balanced Scorecard: MenetapkanStrategi

Menjadi Aksi. Jakarta: Erlangga.

Mardiasmo, 2018. Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

.2002.Akuntansi Sektor Publik. ANDI Yogyakarta: Yogyakarta. Mardiasmo.

.2002. Otonomi & Keuangan Daerah”. Penerbit Andi:Yogyakarta.

.2002.Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian

Daerah. Penerbit Andi: Yogyakarta.

Mahmudi.2015. Manajemen Kinerja Sektor Pubik; UPP STIM YKPN.

.2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Mahsun,

Mohammad. 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.

Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.

Mahsun, Mohamad. 2016. Pengukuran Kinerja Sektor Publik; BPFE-Yogyakarta.

Mulyadi. (2018). Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personel Berbasis Balanced

Scorecard : UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Niven, Paul R. (2003). Balanced Scorecard: Step – By – Step for Government and

Nonprofit Agencies. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Dinar Santi , Gita . 2010. Analisis Pengukuran Kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga

Departemen Pekerjaan Umum Dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Tesis.

Fakultas Ekonomi-Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Kekhususan :

Ekonomi Keuangan Negara Dan Daerah-UI. Jakarta.

Fakhrina, Zainati. 2017. Evaluasi Implementasi Balanced Scorecard Pada Departemen

Manajemen IPB Sebagai Unit Pendidikan Berbasis Kinerja-Pascasarjana Institut

Pertanian. Bogor.

Indraningsih. 2010. Pengukuran Kinerja Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa

Barat Di Jakarta Dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Tesis. Fakultas

Ekonomi-Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Kekhususan : Ekonomi

Keuangan Negara Dan Daerah-UI. Jakarta.

Hartati. 2012. Pengukuran Kinerja RSUD Dr. Moewardi Surakarta Dengan Metode

Balanced Scorecard. Tesis. Fakultas Ekonomi-Magister Perencanaan Dan

Kebijakan Publik Kekhususan : Ekonomi Keuangan Negara Dan Daerah-UI.

Jakarta.

Peraturan

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

Page 20: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

133

133 Volume 22 No. 2 Agustus 2019

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi 2010–2025.

PermenpanNomor 09/M.PAN/05/2007 tentang Pedoman Penyusunan Indikator Kinerja

Utama di lingkungan Instansi Pemerintah dan Permenpan Nomor

20/M.PAN/11/2008 tentang Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi

Nomor 29 tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan PenetapanKinerja Dan

Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur Negara MenPAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pembobotan Perspektif BSC Dinas Perhubungan Kab. Mandailing

Natal

Page 21: PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN …

Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi

Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard

134

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kinerja berdasarkan perspektif BSC Dinas Perhubungan

Kab. Mandailing Natal