pengukuran debit di saluran terbuka

Upload: maz-denny

Post on 15-Jul-2015

1.387 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

II. PENGUKURAN DEBIT DI SALURAN TERBUKA A. 1. Pendahuluan Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena tanahnya subur dan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Untuk mengoptimalkan hasil pertanian, perlu dilakukan berbagai usaha dengan memperhatikan faktor-faktor pendukung. Salah satau faktor pendukung utama dalam pertanian adalah air. Air untuk tanaman dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai. Karena apabila kekurangan atau kelebihan air, maka pertumbuhan tanaman akan terganggu. Mengingat pentingnya pengairan dalam pertanian, maka perlu adanya suatu sistem pengairan yang disebut sistem irigasi. Dengan sistem irigasi maka pembagian air ke tiap lahan dapat dikontrol dan sesuai dengan kebutuhan setiap lahan. Untuk itu diperlukan adanya pemahaman dan pengertian tentang hal-hal yang terkait dengan irigasi dan hubungannya dengan dunia pertanian. Pada pembangunan saluran irigasi sangat diperlukan perencanaan dan perhitugan yang tepat dan akurat terutama dalam pembangunan saluran dengan mengedepankan luasan saluran yang tepat sekaligus akan mampu mengoptimalkan pengaturan pengeluaran air dari saluran utama (primer) hingga ke saluran tersier pada tiap-tiap lahan pertanian. Agar didapat gambaran dan informasi yang jelas, perlu dilakukan praktikum di lapangan untuk mengetahui macam-macam saluran irigasi, besar debit dan standart deviasi setiap saluran. 2. adalah : a. saluran non teknis. Mengkaji macam-macam saluran irigasi, yaitu saluran teknis (saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier) dan Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktkum pengukuran debit di saluran terbuka

b. 3.

Menganalisis besar debit saluran tiap-tiap saluran irigasi dengan pendekatan laju aliran dan luas penampang. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Pengukuran Debit di Saluran Terbuka dilaksanakan

pada hari Minggu tanggal 24 September 2006 pukul 08.00 16.00 WIB. berlokasi di Desa Kener, Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. B. Tinjauan Pustaka Pengukuran debit air paling sederhana adalah dengan metode apung, caranya dengan menempatkan benda yang tidak tenggelam di permukaan sungai pada jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan benda tersebut untuk menempuh jarak yang ditentukan (Asdak, 1998). Menurut Kartosapoetra (1997), pengukuran debit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung digunakan beberapa alat ukur pintu ramijin sekat ukur tipe cipoleti, sekat Thomson, dan alat ukur Parshal Flume. Pengukuran debit secara tidak langsung yang sangat diperhatikan yaitu tentang kecepatan aliran dan luas penampang. Aliran saluran terbuka adalah aliran fluida melalui saluran yang ada permukaan bebasnya. Adanya permukaan bebas ini memudahkan, sebab tekanan dapat dianggap sama panjang permukaan bebasnya karena bentuknya tidak bisa diketahui sebelumnya, profil kedalamannya berubah dengan keadaan sehingga makin menyulitkan penganalisaan air (White, 1997). Menurut Seyhan (1996), debit dapat diukur dengan dua cara yaitu : a. b. kecepatan lebih banyak diketahui jumlahnya. Beberapa penampang saluran lebih efisien daripada penampang lainnya karena memberikan luar yang lebih besar untuk keliling basah tertentu. Pada umumnya waktu dibangunnya saluran, untuk penggaliannya, serta penampang mencapai minimum, harus dikeluarkan biasa. Telah Secara Secara aritmatik, grafis, bila bila kecepatan pada suatu titik atau dua titik pada vertikal tersebut diketahui.

dibuktikan bahwa bila luas penampang mencapai minimum, maka keliling basah juga minimum, sehingga baik lapisan maupun penggalian mendekati nilai minimum masing-masing untuk ukuran saluran yang sama. Praktek saluran terbuka yang paling penting adalah dalam perhitungan debit air. Debit untuk masing-masing sungai ditentukan dengan cara sendiri-sendiri dengan menggunakan garis putus-putus sebagai pemisah kedua bagian (tetapi tidak sebagai batas padat). Kemudian debit-debit tersebut dijumlahkan untuk menentukan kapasitas total sistem (Streeter dan Whlie, 1999). C. 4. a. b. c. d. e. mineral 350 ml) f. g. h. 5. a. b. c. d. 6. a. akan diukur besar debit airnya. b. c. Menentukan jarak atau panjang Mengukur kedalaman dan lebar saluran yang akan diukur besar debit airnya penampang saluran untuk menentukan luas penampang saluran. Cara kerja Menentukan saluran irigasi yang Bahan Saluran teknis primer Saluran teknis sekunder Saluran teknis tersier Saluran non teknis Papan tulis Tali kenur Pemberat (batu dll) Alat, Bahan, dan Cara Kerja Alat Kamera Meteran Stopwatch Tongkat pengukur Pelampung (botol air

d. akan digunakan e. kedalaman) yang digantungi batu f.

Mempersiapkan alat ukur yang Menyiapkan pelampung dari botol

air mineral 350 ml (dgn P1 = tali 40% dari kedalaman, P2 = tali 60% dari Meletakkan pelampung diatas

aliran air dengan posisi melayang bersamaan ditekannya alat ukur (stopwatch) dan mematikannya pada saat pelampung telah menempuh jarak 10 m untuk mengukur kecepatan aliran air saluran, dimana posisi pelampung berada di tepi kiri, tengah dan kanan, dan tiap posisi dilakukan pengulangan 2 kali. B. 1. a. Hasil dan Analisis Hasil Percobaan Hasil Percobaan Saluran Teknis Primer Tabel 2.1 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Air pada Saluran Primer. No. Jarak PERLAKUAN Posisi (m) pelampung 40% 60% t (s) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 10 10 10 10 10 10 21 20 19 23 18 17 V (m/s) 0,48 0,50 0,53 0,43 0,56 0,59 t (s) 25 22 21 22 20 29V= 0,45

V (m/s) 0,40 0,45 0,48 0,45 0,50 0,34 Tepi kanan Tepi kanan Tepi kiri Tepi kiri Tengah Tengah

V= 0,52 Sumber : Laporan Sementara

Gambar 2.1 Foto Saluran Teknis Primer -0,6 m I II 0,22 m

1,65 m Gambar 2.2 Penampang Saluran Teknis Primer Tabel 2.2 Standart Deviasi Saluran Teknis Primer No. Perlakuan V (m/s) f ( V- V )2 1. 40% 0,43 1 0,0081 2. 40% 0,48 1 0,0016 3. 40% 0,50 1 0,0004 4. 40% 0,53 1 0,0001 5. 40% 0,56 1 0,0016 6. 40% 0,59 1 0,0049 7. 60% 0,34 1 0,0121 8. 60% 0,40 1 0,0025 F (V- V )2 0,0081 0,0016 0,0004 0,0001 0,0016 0,0049 0,0121 0,0025

9. 10. 11.

60% 60% 60%

0,45 0,48 0,50

2 1 1

0 0,0009 0,0025 f ( V- V )2

0 0,0009 0,0025 0,0347

Sumber : Laporan Sementara b. Saluran Teknis Sekunder Tabel 2.3 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Air pada Saluran Sekunder No. Jarak PERLAKUAN Posisi (m) pelampung 40% 60% t (s) V (m/s) t (s) V (m/s) 1. 10 24 0,42 29 0,34 Tepi kanan 2. 10 25 0,40 27 0,37 Tepi kanan 3. 10 23 0,43 28 0,36 Tepi kiri 4. 10 25 0,40 25 0,40 Tepi kiri 5. 20 20 0,50 23 0,43 Tengah 6. 20 20 0,50 26 0,38 Tengah V= V= 0,44 0,38 Sumber : Laporan Sementara

Gambar 2.3 Foto Saluran Teknis Sekunder

0,23 m

1,38m

Gambar 2.4 Penampang Saluran Teknis Sekunder Tabel 2.4 Standart Deviasi Saluran Teknis Sekunder No. Perlakuan V (m/s) f ( V- V )2 1. 40% 0,40 2 0,0016 2. 40% 0,42 1 0,0004 3. 40% 0,43 1 0,0001 4. 40% 0,50 2 0,0036 5. 40% 0,34 1 0,0016 6. 40% 0,36 1 0,0004 7. 60% 0,37 1 0,0001 8. 60% 0,38 1 0 9. 60% 0,40 1 0,0004 10. 60% 0,43 1 0,0025 f ( V- V )2 Sumber : Laporan Sementara c. Saluran Teknis Tersier f (V- V )2 0,0032 0,0004 0,0001 0,0072 0,0016 0,0004 0,0001 0 0,0004 0,0025 0,016

Tabel 2.5 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Air pada Saluran Tersier No. Jarak (m) PERLAKUAN Posisi pelampung 40% 60% t (s) V (m/s) t (s) V (m/s) 1. 10 26 0,38 37 0,27 Tepi kanan 2. 10 27 0,37 38 0,26 Tepi kanan 3. 10 28 0,36 36 0,28 Tepi kiri 4. 10 29 0,34 34 0,29 Tepi kiri 5. 20 23 0,43 33 0,30 Tengah 6. 20 24 0,42 35 0,29 Tengah V= V= 0,38 0,28 Sumber : Laporan Sementara

Gambar 2.5 Foto Saluran Teknis Tersier

0,1 m

1,17m Gambar 2.6 Penampang Saluran Teknis Tersier Tabel 2.6 Standart Deviasi Saluran Teknis Tersier No. Perlakuan V (m/s) f ( V- V )2 1. 40% 0,34 1 0,0016 2. 40% 0,36 1 0,0004 3. 40% 0,37 1 0,0001 4. 40% 0,38 1 0 5. 40% 0,42 1 0,0016 F (V- V )2 0,0016 0,0004 0,0001 0 0,0016

6. 7. 8. 9. 10. 11.

40% 60% 60% 60% 60% 60%

0,43 0,26 0,27 0,28 0,29 0,30

1 1 1 2 1 1

0,0025 0,0004 0,0001 0 0,0001 0,0004 f ( V- V )2

0,0025 0,0004 0,0001 0 0,0002 0,0004 0,0073

Sumber : Laporan Sementara d. Saluran Non Teknis Tabel 2.7 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Air pada Saluran non Teknis No. Jarak (m) PERLAKUAN Posisi pelampung 40% 60% t (s) V (m/s) t (s) V (m/s) 1. 10 27 0,37 38 0,26 Tepi kanan 2. 10 28 0,36 36 0,28 Tepi kanan 3. 10 25 0,40 37 0,27 Tepi kiri 4. 10 24 0,42 36 0,28 Tep kiri 5. 20 23 0,43 33 0,30 Tengah 6. 20 24 0,42 34 0,29 Tengah V= V= 0,40 0,28 Sumber : Laporan Sementara

Gambar 2.7 Foto saluran Non Teknis

0,17 m

1,57m Gambar 2.8 Penampang saluran Non Teknis Tabel 2.8 Standart Deviasi Saluran Non-Teknis No. Perlakuan V (m/s) f ( V- V )2 1. 40% 0,36 1 0,0016 2. 40% 0,37 1 0,0009 3. 40% 0,40 1 0 4. 40% 0,42 2 0,0004 5. 40% 0,43 1 0,0009 6. 40% 0,26 1 0,0004 7. 60% 0,27 1 0,0001 8. 60% 0,28 2 0 9. 60% 0,29 1 0,0001 10. 60% 0,30 1 0,0004 f ( V- V )2 Sumber : Laporan Sementara 2. a. Kecepatan Aliran Air (V) Rumus : s V=t

F (V- V )2 0,0016 0,0009 0 0,0008 0,0009 0,0004 0,0001 0 0,0001 0,0004 0,0052

Analisis Hasil Percobaan Saluran Teknis Primer

Dengan : V s t

: Kecepatan (m/s) : Jarak (m) : waktu tempuh (s)

Kecepatan untuk perlakuan 40%

V1 = 10/21 = 0,48 m/s V2 = 10/20 = 0,50 m/s V3 = 10/19 = 0,53 m/s V4 = 10/23 = 0,43 m/s V5 = 10/18 = 0,56 m/s

V6 = 10/17 = 0,59 m/sV1

=

0,48 + 0,50 + 0,53 + 0,43 + 0,56 + 0,59 6

= 0,52 m/s

Kecepatan untuk perlakuan 60%

V1 = 10/25 = 0,40 m/s V2 = 10/22 = 0,45 m/s V3 = 10/21 = 0,48 m/s V4 = 10/22 = 0,45 m/s V5 = 10/20 = 0,50 m/s V6 = 10/29 = 0,34 m/sV2

=

0,40 + 0,45 + 0,48 + 0,45 + 0,50 + 0,34 6

= 0,45 m/s Luas Penampang (A) A = p x + (1 a.t) 21 .0,6.0,22) 2

A = 1,65 x 0,22 + ( A = 0,363 + 0,066 A = 0,429 m2. Debit Saluran (Q) Rumus :

Q=A.V

Dimana : Q = debit air (m2/s) A = Luas penampang (m2) V = Kecepatan Aliran Air (m/s) Q untuk perlakuan 40 %

Q1 = A . V1

= 0,429 . 0,52 = 0,223 m3/s Q untuk perlakuan 60%

Q2 = A . V2 = 0,429 . 0,45 = 0,193 m3/sQ

= =

Q1 + Q 2 20,223 + 0,193 2

= 0,208 m3/s Standart Deviasi (SD) SD = =f(V ) V2

n 1

0,0347 11

= 0,056 b. Kecepatan Aliran Air (V) Rumus : Dengan : V s t V=s t

Saluran Teknis Sekunder

: Kecepatan (m/s) : Jarak (m) : waktu tempuh (s)

Kecepatan untuk perlakuan 40%

V1 = 10/24 = 0,42 m/s V2 = 10/25 = 0,40 m/s V3 = 10/23 = 0,43 m/s V4 = 10/25 = 0,40 m/s V5 = 10/20 = 0,50 m/s V6 = 10/20 = 0,50 m/s

V1

=

0,42 + 0,40 + 0,43 + 0,40 + 0,50 + 0,50 6

= 0,44 m/s Kecepatan untuk perlakuan 60% V1 = 10/29 = 0,34 m/s V2 = 10/27 = 0,37 m/s V3 = 10/28 = 0,36 m/s V4 = 10/25 = 0,40 m/s V5 = 10/23 = 0,43 m/s V6 = 10/26 = 0,38 m/sV2

=

0,34 + 0,37 + 0,36 + 0,40 + 0,43 + 0,38 6

= 0,38 m/s Luas Penampang (A) A=px A = 1,38 x 0,23 A = 0,32 m2 Debit Saluran (Q) Rumus : Q=A.V

Dimana : Q = debit air (m2/s) A = Luas penampang (m2) V = Kecepatan Aliran Air (m/s) Q untuk perlakuan 40 %

Q1 = A . V1 = 0,32 . 0,44 = 0,14 m3/s Q untuk perlakuan 60%

Q2 = A . V2 = 0,32 . 0,38 = 0,12 m3/s

Q

= =

Q1 + Q 2 20,14 + 0,12 2

= 0,13 m3/s Standart Deviasi (SD) SD = = c. Kecepatan Aliran Air (V) Rumus : Dengan : V s t V=s tf(V ) V2

n 1

0,016 11

= 0,038 Saluran Teknis Tersier

: Kecepatan (m/s) : Jarak (m) : waktu tempuh (s)

Kecepatan untuk perlakuan 40%

V1 = 10/26 = 0,38 m/s V2 = 10/27 = 0,37 m/s V3 = 10/28 = 0,36 m/s V4 = 10/29 = 0,34 m/s V5 = 10/23 = 0,43 m/s V6 = 10/24 = 0,42 m/sV1

=

0,38 + 0,37 + 0,36 + 0,34 + 0,43 + 0,42 6

= 0,38 m/s Kecepatan untuk perlakuan 60% V1 = 10/37 = 0,27 m/s V2 = 10/38 = 0,26 m/s V3 = 10/36 = 0,28 m/s

V4 = 10/34 = 0,29 m/s V5 = 10/33 = 0,30 m/s V6 = 10/35 = 0,29 m/sV2

=

0,27 + 0,28 + 0,29 + 0,26 + 0,30 + 0,29 6

= 0,28 m/s Luas Penampang (A) A=px A = 1,17 x 0,1 A = 0,12 m2 Debit Saluran (Q) Rumus : Q=A.V

Dimana : Q = debit air (m2/s) A = Luas penampang (m2) V = Kecepatan Aliran Air (m/s) Q untuk perlakuan 40 %

Q1 = A . V1 = 0,12 . 0,38 = 0,046 m3/s Q untuk perlakuan 60%

Q2 = A . V2 = 0,12 . 0,28 = 0,034 m3/sQ

= =

Q1 + Q 2 20,046 + 0,034 2

= 0,09 m3/s Standart Deviasi (SD)

SD = =

f(V

) V

2

n 1

0,0073 11

= 0,026

d. Kecepatan Aliran Air (V) Rumus : Dengan : V s t V=s t

Saluran Non Teknis

: Kecepatan (m/s) : Jarak (m) : waktu tempuh (s)

Kecepatan untuk perlakuan 40%

V1 = 10/27 = 0,37 m/s V2 = 10/28 = 0,36 m/s V3 = 10/25 = 0,40 m/s V4 = 10/24 = 0,42 m/s V5 = 10/23 = 0,43 m/s V6 = 10/24 = 0,42 m/sV1

=

0,37 + 0,36 + 0,40 + 0,42 + 0,43 + 0,42 6

= 0,40 m/s Kecepatan untuk perlakuan 60% V1 = 10/38 = 0,26 m/s V2 = 10/36 = 0,28 m/s V3 = 10/37 = 0,27 m/s V4 = 10/36 = 0,28 m/s V5 = 10/33 = 0,30 m/s V6 = 10/34 = 0,29 m/s

V2

=

0,26 + 0,28 + 0,27 + 0,28 + 0,30 + 0,29 6

= 0,28 m/s Luas Penampang (A) A=px A = 1,57 x 0,17 A = 0,27 m2 Debit Saluran (Q) Rumus : Q=A.V

Dimana : Q = debit air (m2/s) A = Luas penampang (m2) V = Kecepatan Aliran Air (m/s) Q untuk perlakuan 40 %

Q1 = A . V1 = 0,27 . 0,40 = 0,11 m3/s Q untuk perlakuan 60%

Q2 = A . V2 = 0,27 . 0,28 = 0,076 m3/sQ

= =

Q1 + Q 2 20,11 + 0,076 2

= 0,09 m3/s Standart Deviasi (SD) SD = =f(V ) V2

n 1

0,0052 11

= 0,022

C.

Pembahasan Sistem pengairan di Indonesia ada dua macam yaitu teknis dan non

teknis. Pada pengairan dengan menggunakan saluran teknis terdapat tiga macam lagi yaitu saluran teknis primer, sekunder, dan tersier. Antara saluran teknis dan non teknis terdapat perbedaan, terutama pada keadaan fisiknya. Saluran teknis adalah saluran yang telah dibuat secara permanen sedangkan saluran non teknis masih berupa saluran irigasi tradisional kurang permanen dan pembuatannya belum memperhatikan faktor-faktor teknis pengairan. Dalam saluran teknis telah terdapat pembagian yang sistematis. Saluran yang berasal dari induk dinamakan saluran primer, sedangkan saluran sekunder merupakan cabang pertama dari saluran primer, dan percabangan dari saluran sekunder dinamakan saluran tersier yang langsung menuju sawah. Dalam praktikum debit air lapangan ini, dibuktikan bahwa perbedaan yang ada pada masing-masing saluran juga berpengaruh pada besarnya debit yang dihasilkan. Berdasarkan data, saluran primer memiliki kecepatan aliran air rata-rata 0,52 m/s pada perlakuan 40% dan 0,45 pada perlakuan 60%. Untuk standart deviasinya diperoleh 0,056, sedangkan hasil debit nilainya 0,223 m3/s pada perlakuan 40% dan 0,193 m3/s pada perlakuan 60%. Nilai debit lebih besar pada perlakuan 40% karena pada perlakuan 60% tekanan pelampung lebih besar dibandingkan pelampung pada perlakuan 40%, sehingga kecepatan aliran air pada perlakuan 40% juga semakin besar. Sedangkan pada saluran teknis sekunder, diperoleh kecepatan aliran air rata-ratanya adalah 0,44 pada perlakuan 40% dan 0,38 pada perlakuan 60%. Untuk nilai standart deviasi pada saluran sekunder diperoleh 0,038, hasil debit pada saluran ini untuk perlakuan 40% adalah 0,14m3/s dan pada

perlakuan 60% sebesar 0,12 m3/s. Nilai debit pada saluran primer lebih besar dari pada nilai debit pada saluran sekunder. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan luas penampang antara kedua saluran. Luas penampang saluran primer lebih besar dari saluran sekunder sehingga nilai debitpun juga lebih besar. Untuk saluran tersier, sesuai percobaan didapat kecepatan aliran air rata-rata 0,38 pada perlakuan 40% dan 0,28 pada perlakuan 60%. Standart deviasi pada saluran ini didapat 0,026. Besar debit pada saluran ini adalah 0,046 m3/s pada perlakuan 40% dan 0,034 m3/s pada perlakuan 60%. Besar debit pada saluran tersier lebih kecil dibanding dengan besar debit saluran teknis yang lainnya, hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor luas dan kecepatan aliran air pada saluran tersier besarnya paling kecil diantara saluran teknis yang lainnya. Beda halnya dengan saluran non teknis. Dalam saluran ini besar kecepatan aliran air adalah 0,40 untuk perlakuan 40% dan 0,28 pada perlakuan 60%. Pada saluran non teknis ini banyak faktor yang mempengaruhi besar kecepatan aliran air, misal bahan pembuat saluran yang belum permanen. Untuk standart deviasi diperoleh 0,022 dan untuk besar debit masing-masing pada perlakuan 40% sebesar 0,11 m3/s, sedangkan pada perlakuan 60% sebesar 0,076 m3/s. Secara rata-rata besar debit pada saluran non teknis lebih kecil dari saluran teknis. Perbedaan besar debit disebabkan oleh perbedaan luas penampang saluran dan besar kecilnya aliran air. Dari data keseluruhan debit air yang paling besar ada pada saluran primer, sedangkan yang terkecil ada pada saluran non teknis. Semakin besar luas penampang semakin besar pula debit air, dan semakin besar kecepatan alirannya nilai debit juga semakin besar. Dari percobaan dapat diketahui besar standart deviasi untuk masingmasing saluran. Untuk saluran teknis primer 0,056, saluran teknis sekunder 0.038, saluran teknis tersier 0,026 dan untuk saluran non teknik 0,022. Sesuai dengan teori standart Deviasi yang akurat adalah standart Deviasi yang

nilainya mendekati 0 (nol). Sehingga dari data dapat diketahui standart Deviasi yang paling akurat ada pada saluran non teknis dengan nilai 0,22.

D. teknis

KESIMPULAN 1. Saluran irigasi ada dua macam yaitu saluran teknis dan saluran non 2. Saluran teknis sendiri dibagi menjadi 3 macam, yaitu saluran teknis primer, saluran teknis sekunder, saluran teknis tersier 3. Setelah dilakukan pengamatan didapat besar debit pada masingmasing saluran : Saluran teknis primer Saluran teknis tersier Saluran non teknis = 0,208 m3/s Saluran teknis sekunder = 0,13 m3/s = 0,04 m3/s = 0,09 m3/s

Nilai debit terbesar pada saluran primer sebesar 0,208 m3/s dan terkecil pada saluran tersier dengan nilai 0,04 m3/s 4. Kecepatan aliran air Saluran teknis primer Saluran teknis tersier Saluran non teknis = 0,49 m3/s Saluran teknis sekunder = 0,41 m3/s = 0,33 m3/s = 0,34 m3/s

Kecepatan aliran air terbesar pada saluran teknis primer sebesar 0,49 m3/s, sedangkan yang terkecil pada saluran teknis tersier sebesar 0,33 m3/s. 5. Standart Deviasi pada masing-masing saluran Saluran teknis primer Saluran teknis tersier = 0,056 m3/s Saluran teknis sekunder = 0,088 m3/s = 0,026 m3/s

Saluran non teknis

= 0,022 m3/s

Nilai yang paling akurat adalah yang paling mendekati nol 6. Besar debit aliran air dipengaruhi oleh luas penampang saluran dan kecepatan aliran air. 7. Nilai standar Deviasi yang akurat ada pada saluran non teknis dengan besar 0,22, mendekati nol. 8. Dari semua data yang diketahui bahwa saluran terbesar adalah saluran teknis primer, sedangkan saluran terkecil adalah saluran teknis tersier. 9. Kecepatan air pada saluran terbuka dipengaruhi oleh angin, kemiringan, dan jarak dari pintu air. 10. Tingkat kesalahan ditunjukkan dengan standart deviasi yang paling besar. 11. Standart deviasi dipengaruhi oleh frekuensi dan kecepatan, selain itu juga adanya faktor luar yaitu angin dan kotoran.

DAFTAR PUSTAKA Asdak. 1998. Hidrologi dan Pengaturan DAS. UGM Press. Yogyakarta Kartosapoetro, Sutedjo. 1997. Teknik Pengairan Pertanian.Bumi Aksara. Jakarta Seyhan. 1996. Dasar-Dasar Hidrologi. Nova. Bandung Streeter, Victor L dan Benjamin Wylie. 1999. Mekanika Fluida Jilid 2 Edisi Delapan. Erlangga. Jakarta White, Frank. M. 1997. Mekanika Fluida Jilid 2 Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta