pengujian fungsi diskriminan

79
3.2.3.1. Pengujian Fungsi Diskriminan Suatu fungsi diskriminan layak untuk dibentuk bila terdapat perbedaan nilai rataan di antara kelompok-kelompok yang ada. Oleh karena itu sebelum fungsi diskriminan dibentuk perlu dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan dari kelompok- kelompok tersebut. Jika k merupakan rata-rata pada kelompok ke-k maka hipotesis yang digunakan dalam pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok adalah: H 0 : 0 = 1 = 2 = ...= k H 1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik V-Bartlett yang menyebar mengikuti sebaran Chi-square ( 2 ) dengan derajat bebas p(k - 1), apabila Ho benar. Statistik V-Bartlett diperoleh melalui: V =− [ ( n1 )−( p+k )/ 2 ] ln( Δ ) dengan: n = banyaknya pengamatan p = banyaknya peubah bebas dalam fungsi diskriminan

Upload: irma-setiyani-rahayu

Post on 25-Jul-2015

255 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengujian Fungsi Diskriminan

3.2.3.1. Pengujian Fungsi Diskriminan

Suatu fungsi diskriminan layak untuk dibentuk bila terdapat perbedaan nilai rataan di

antara kelompok-kelompok yang ada. Oleh karena itu sebelum fungsi diskriminan dibentuk perlu

dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan dari kelompok-kelompok tersebut.

Jika k merupakan rata-rata pada kelompok ke-k maka hipotesis yang digunakan dalam

pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok adalah:

H0 : 0 = 1 = 2 = ...= k

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda

Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik V-Bartlett

yang menyebar mengikuti sebaran Chi-square (2) dengan derajat bebas p(k - 1), apabila Ho

benar. Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:

V=−[(n−1)−( p+k )/2 ] ln(Δ ) dengan:

n = banyaknya pengamatan

p = banyaknya peubah bebas dalam fungsi diskriminan

k = banyaknya kelompok

Δ=|W|

|W+B|=

Wilk’s lambda

dalam hal ini:

W = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data dalam kelompok

= ∑i=1

k

∑j=1

n i

(X ij−X i)(X ij−X i) '

B = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data antar kelompok.

Page 2: Pengujian Fungsi Diskriminan

= ∑i=1

k

ni( X i−X )( X i−X )'

Xij = pengamatan ke-j kelompok ke-i

X i = vektor rataan kelompok ke-i

ni = jumlah pengamatan pada kelompok ke-i,

X = vektor rataan total

Apabila V χ p ( k−1) , α2

maka, tidak ada alasan untuk menolak H0, yang berarti tidak

terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok. Sebaliknya bila V > χ p ( k−1) , α2

maka H0

ditolak, yang berarti terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok.

Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor nilai rataan, maka fungsi diskriminan

layak disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok serta berguna untuk mengelompokkan

suatu objek baru ke dalam salah satu kelompok tersebut.

Untuk melihat lebih jelas apakah ada perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk

setiap peubah bebas yang digunakan, dapat dilihat pada Test of Equality of Group Means.

Pedoman yang dapat digunakan untuk Test of Equality of Group Means adalah:

1. Angka Wilk’s Lambda

Angka Wilk’s Lambda ini berkisar antara 0 sampai 1. Angka Wilk’s Lambda yang semakin

mendekati 0, maka peubah bebas yang bersangkutan antar kelompok semakin berbeda.

Sedangkan angka Wilk’s Lambda yang semakin mendekati 1, maka peubah bebas yang

bersangkutan antar kelompok cenderung sama.

2. Angka Signifikan

Jika Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar kelompok.

Page 3: Pengujian Fungsi Diskriminan

Jika Sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antar kelompok.

Asumsi yang harus dipenuhi dalam pengujian vaktor nilai rataan adalah kenormalan peubah

ganda dan kesamaan matrik ragam-peragam. Asumsi-asumsi tersebut dapat diuji.

a. Kenormalan Peubah Ganda

Menurut Karson (1982: 80) dalam Sugiarto (2000), kenormalan peubah ganda dapat di uji

dengan prosedur yang dikembangkan oleh Mardia (1970) dengan cara menghitung dua macam

ukuran statistik yaitu ukuran skewness (b1,p) dan kurtosis (b2,p), yaitu:

(b1, p )=(1/n2 )∑u=1

n

∑u '=1

n

[ (X i−X )′ S−1 (X i '−X ) ]3

(b2 , p )=(1/n )∑u=1

n

[ ( X i− X )′ S−1 (X i−X ) ]2

Hipotesa yang digunakan adalah:

H0: Peubah ganda mengikuti sebaran normal (multivariate normality).

H1: Peubah ganda tidak mengikuti sebaran normal.

Dalam Nasution (2003), bila nb1,p /6 χ p ( p+1 )(p+2 )/62

,α), dan b2,p – p(p + 2) /√8 p ( p+2)/n

Z(tabel normal) maka Ho diterima, berarti peubah bebas mengikuti sebaran normal.

b. Kesamaan Matrik Ragam Peragam

Untuk menguji kesamaan matrik ragam-peragam () antar kelompok digunakan hipotesa:

H0 : 0 = 1 = 2 = ....k, = Equality of Covariance Matrik

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda (2 k < p)

Statistik uji yang digunakan adalah statistik Box’s M, yaitu:

-2ln* = (n−k ) ln|W /(n−k )|−∑

j=1

k

(n j−1 ) ln|S j|

Page 4: Pengujian Fungsi Diskriminan

* =

∏j=1

k

|S j|(n j−1)/2

|W /(n−k )|( n−k)/2

dengan:

k = banyaknya kelompok.

W / (n-k) = matrik ragam-peragam dalam kelompok gabungan.

Sj = matrik ragam-peragam kelompok ke-j.

Bila hipotesa nol (H0) benar, maka (-2ln*) / b akan mengikuti sebaran F dengan derajat

bebas v1 dan v2 pada taraf signifikansi , dengan:

v1 = (1/2)(k –1)p(p + 1)

v2 = (v1+ 2) / (a2 – a12)

b = v1 / (1 – a1 - v1/ v2)

a1 =

2 p3+3 p−16(k−1)( p+1 ) [∑j=1

k1

( n j−1)− 1(n−k ) ]

a2 =

( p−1 )( p+2)6 (k+1 ) [∑j=1

k1

(n j−1)2−

1

(n−k )2 ]p = jumlah peubah bebas pembeda dalam fungsi diskriminan.

Apabila (-2ln*) / b Fv1,v2; maka tidak ada alasan untuk menolak H0, yang berarti antar

kelompok mempunyai matrik ragam-peragam yang sama. Sebaliknya bila (-2ln*) / b > Fv1,v2;

maka H0 ditolak, yang berarti bahwa antar kelompok tidak mempunyai matrik ragam–peragam

yang sama.

3.2.3.2. Penentuan Peubah Bebas dalam Pembentukan Fungsi Diskriminan

Page 5: Pengujian Fungsi Diskriminan

Menurut Hair et.al (1998: 260) terdapat dua metode penghitungan yang dapat digunakan

dalam pembentukan fungsi diskriminan yaitu metode simultan (simultaneous method) yang

dikenal dengan metode enter dan metode bertatar (stepwise method). Metode simultan adalah

penghitungan fungsi diskriminan di mana semua peubah bebas dipertimbangkan secara bersama-

sama. Jadi fungsi diskriminan dibentuk berdasarkan seluruh set peubah bebas, tanpa

memperhatikan kekuatan pembeda (discriminating power) dari setiap peubah bebas. Metode

simultan tepat digunakan apabila untuk alasan teoritis peneliti ingin memasukkan semua peubah

bebas dalam analisis serta tidak tertarik melihat hasil-hasil yang hanya didasarkan pada peubah

yang mempunyai kekuatan pembeda sangat kuat.

Metode bertatar digunakan untuk melihat peubah bebas yang paling berarti (peubah

bebas yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan), yang dapat dilakukan

dengan dua kriteria, yaitu:

1. Peubah bebas yang memiliki nilai F terbesar.

2. Peubah bebas yang memiliki nilai Wilk’s Lambda terkecil.

Nilai minimum dari F to enter adalah 3,84 dan nilai maksimum dari F to remove adalah

2,71. Nilai dari kedua F ini diperoleh dari rumus:

F=[ n−k−pk−1 ][ 1−( λp+1 /λ p )

λp+1 / λp]

dengan n adalah total dari jumlah baris, k adalah jumlah kelompok, p adalah peubah bebas yang

ditambahkan, p adalah Wilk’s Lambda sebelum penambahan peubah bebas dan p+1 adalah Wilk’s

Lambda setelah penambahan/pemasukan peubah bebas. Peubah bebas yang sudah terpilih bisa

dikeluarkan dari fungsi diskriminan jika informasi yang dikandung tentang perbedaan kelompok

ada di beberapa kombinasi peubah-peubah bebas terpilih lainnya (Hair et.al, 1987: 84). Peubah

Page 6: Pengujian Fungsi Diskriminan

bebas pembeda utama yang dihasilkan dari proses bertatar merupakan ciri umum dari semua

kelompok yang diteliti.

Pembentukan fungsi diskriminan dalam penulisan ini menggunakan metode bertatar

karena menurut Nourosis (1993), apabila dalam suatu penelitian menggunakan banyak peubah

bebas demi untuk efisiensi penentuan peubah bebas yang berperan dalam pembentukan fungsi

diskriminan dilakukan dengan analisis diskriminan bertatar (stepwise disrciminant). Prosedur ini

digunakan untuk menghilangkan informasi dari peubah bebas yang kurang berguna dalam

membentuk fungsi diskriminan. Prosedur diskriminan bertatar dimulai dengan pemilihan peubah

bebas yang paling berarti.

3.2.3.3. Pembentukan Fungsi Diskriminan

Setelah didapat peubah-peubah bebas yang paling berarti, maka dapat dibentuk fungsi

diskriminan. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan

sejauh mungkin antar kelompok (Dillon, 1984). Banyaknya fungsi diskriminan yang terbentuk

secara umum tergantung dari minimum (p, k-1), dengan p adalah banyaknya peubah bebas yang

dominan dan k adalah banyaknya kelompok yang telah ditetapkan (Dillon, 1984). Fungsi

diskriminan ini diartikan sebagai keragaman peubah bebas yang terpilih sebagai kekuatan

pembeda. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari satu, maka dapat

dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar,

demikian pula fungsi yang berikutnya.

Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai bentuk umum berupa persamaan linier

(Fisher’s Sample Linear Discriminant Function) yaitu:

Page 7: Pengujian Fungsi Diskriminan

y= λ1 x1+ λ2 x2+.. . .+ λp x p atau dapat ditulis sebagai

y= λ ' x '

dengan:

y = skor diskriminan

λ '=[ λ1 , λ2 .. . . , λ p ] = vektor koefisien estimasi

x’=[ x1, x2,….,xp]

= vektor peubah bebas

Nilai ℓ dipilih sedemikian sehingga fungsi diskriminan berbeda sebesar mungkin antara

kelompok, atau sehingga rasio jumlah kuadrat antar kelompok dengan jumlah kuadrat dalam

kelompok maksimum.

Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan dalam menilai tiap-tiap observasi dan

mengelompokkannya ke dalam kelompok yang didefinisikan, dapat dilakukan dengan melihat

indikator-indikator sebagai berikut:

1. Korelasi Kanonik (Canonical correlation)

Canonical Correlation (R) merupakan ukuran hubungan antara kelompok yang terbentuk

oleh Y dengan fungsi diskriminan yang ada. Bila R nol, berarti tidak ada hubungan di antara

kelompok-kelompok yang ada dengan fungsi yang terbentuk. Sebaliknya apabila R besar,

berarti terdapat korelasi yang tinggi antara fungsi diskriminan dengan kelompok yang ada. R

ini digunakan untuk menjelaskan seberapa besar masing-masing fungsi berguna dalam

menentukan perbedaan kelompok.

Page 8: Pengujian Fungsi Diskriminan

2. Akar Ciri (Eigen Value)

Nilai eigen value menunjukkan ada tidaknya multikolinearitas atau terjadinya korelasi antar

peubah bebas di dalam fungsi diskriminan. Multikolinearitas akan terjadi bila eigen value

mendekati 0 (nol).

3. Group Centroid

Group centroid merupakan rata-rata nilai diskriminan dari tiap-tiap observasi di dalam

masing-masing kelompok. Semakin besar perbedaan group centroid antar kelompok, maka

fungsi diskriminan yang diperoleh semakin mampu membedakan kelompok yang ada.

3.2.3.4. Evaluasi Fungsi Diskriminan

Untuk mengelompokan suatu observasi ke dalam kelompok-kelompok yang ada diukur

berdasarkan semua peubah bebas yang digunakan dan kemudian dimasukkan ke dalam fungsi

diskriminan untuk memperoleh skornya dengan menggunakan kriteria cutting score (skor batas).

Jika hanya ada 2 kelompok yang didefinisikan dan bila ukuran kedua kelompok berbeda, maka

rata-rata suatu kelompok harus ditimbang dengan jumlah observasi dalam kelompok

pembandingnya. Persamaan skor batas yang digunakan adalah:

m=(n1 y 2+n2 y1

n )

dengan:

y1 = rata-rata skor diskriminan dari populasi (kelompok)-1

y2 = rata-rata skor diskriminan dari populasi (kelompok)-2

n1 = jumlah observasi dari kelompok 1

n2 = jumlah observasi dari kelompok 2

Page 9: Pengujian Fungsi Diskriminan

n = n1 + n2

Selisih antara skor observasi (y) dengan nilai m ini adalah statistik Wald-Anderson W

(W = y - m ). Aturan klasifikasi yang digunakan (Morrison, 1982: 232) adalah:

Klasifikasikan observasi ke dalam kelompok-1 jika W ≥ 0, dan

Klasifikasikan observasi ke dalam kelompok-2 jika W < 0.

Hasil pengelompokan menurut fungsi diskriminan tidak selalu sama dengan

pengelompokan awal. Besarnya kesalahan pengelompokan, dengan menganggap

pengelompokkan awal adalah benar, merupakan indikator tingkat akurasi dari fungsi diskriminan

yang dihasilkan.

Persentase tepat pengelompokan dapat dihitung dari matrik klasifikasi yang menunjukkan

nilai sebenarnya (actual members) dan nilai prediksi (prediction members) dari setiap kelompok.

Untuk jumlah observasi dari kelompok satu (N1.) dan jumlah observasi dari kelompok dua (N2.)

akan diperoleh matrik sebagai berikut:

Tabel 3.1 Matrik Klasifikasi

Pengelompkan Awal

Pengelompokan Menurut Fungsi Diskriminan

Jumlah

I III N11 N12 N1.

II N21 N22 N2.

Jumlah N.1 N.2 N

Dengan menggunakan matrik di atas dapat dievaluasi tingkat akurasi fungsi diskriminan

dengan memperhatikan:

(a). persentase ketepatan pengelompokan (hit ratio) =

N11+N 22

N x 100%

(b). Probabilita pengelompokan awal (prior probability)= (P12 + P2

2) ¿

100 % , dengan P1 = N1./N dan P2 = N2./N.

Page 10: Pengujian Fungsi Diskriminan

Tingkat akurasi klasifikasi suatu objek pengamatan sangat menentukan baik dan tidaknya

suatu pengelompokan. Menurut Hair, et. al. (1987: 90), tingkat akurasi dikatakan cukup baik jika

ketepatan penggolongan menurut fungsi diskriminan terhadap penggolongan awal adalah

minimal lebih besar 25 % dari probabilita pengelompokan awal. Fungsi diskriminan dikatakan

cukup baik jika Hit Ratio¿ 1.25 Prior Probability.

4.1. Analisis Diskriminan

Setelah dilakukan penentuan status daerah rawan pangan dengan analisis kluster, maka

dilakukan pemeriksaan ketepatan pengelompokan yang terbentuk. Untuk keperluan itu dilakukan

analisis diskriminan guna membuat sebuah model fungsi diskriminan dan melihat ketepatan

pengelompokan yang dilakukan sebagai penguat tujuan penelitian ini.

4.3.1. Pengujian Fungsi Diskriminan

Suatu fungsi dikatakan layak dibentuk dalam analisis diskriminan bila terdapat perbedaan

vektor nilai rataan di antara kelompok-1 dan kelompok-2. Oleh karena itu data yang akan diolah

terlebih dahulu harus memenuhi asumsi-asumsi statistik, yaitu:

a. Peubah-peubah yang diamati menyebar secara normal ganda (multivariate normality)

Dari sebaran data dihitung nilai skewness (b1, p) dan kurtosis (b2, p) dengan menggunakan

paket program excel, nilai-nilai tersebut dapat diperoleh sebagai berikut:

b1, p = 0,012518 dan b2, p = 0,6517

Page 11: Pengujian Fungsi Diskriminan

Selanjutnya dihitung:

1. b1, p n/6 = (0,012518) (29/6) = 0,0605

p(p+1)(p+2)/6 = 11(12)(13)/6 = 286

Dari penghitungan ini terlihat bahwa b1, p n/6 ¿ χ286 ;0 , 052

(326,44), maka hipotesa nol

tidak ditolak (terima Ho) pada taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data

mengikuti sebaran normal peubah ganda.

2. b2, p – 11 (13) /√ 811(13)29 = -22,66408925

Penghitungan di atas memperlihatkan bahwa b2,p – p(p + 2) /√8 p ( p+2)/n Z 0,05 (-

1,96) maka hipotesa nol ditolak pada taraf nyata 5%. Hal ini menunjukkan bahwa

sebaran data tidak mengikuti sebaran normal peubah ganda.

Berdasarkan hasil penghitungan kedua sebaran data di atas, nilai skewness (b1, p)

mengikuti sebaran normal sedangkan dari nilai kurtosis (b2, p) tidak mengikuti sebaran normal.

Dalam penulisan ini, uji asumsi kenormalan peubah ganda tidak terlalu diperhatikan, karena

didasarkan teori Wahl dan Kromal (1977) dalam Sugiarto (2000), bahwa seringkali kenormalan

ganda atau asumsi kenormalan sulit diperoleh terutama bila sampel yang diambil relatif kecil.

Bila hal ini terjadi, uji vektor rata-rata tetap bisa dilakukan selama asumsi kesamaan ragam-

peragam dipenuhi (Norusis, 1986).

b. Semua kelompok populasi mempunyai matrik ragam-peragam yang sama (equality of

covariance matrik).

Page 12: Pengujian Fungsi Diskriminan

Asumsi yang harus dipenuhi adalah asumsi bahwa matrik ragam-peragam untuk masing-

masing kelompok adalah sama. Untuk menguji kesamaan matrik ragam-peragam ( ) antara

kelompok-1 dan kelompok-2 statistik uji yang digunakan adalah Box’s M dengan hipotesa :

H0 : ∑1 = ∑2 atau matrik ragam-peragam kelompok-1 dan kelompok-2 sama

H1 : ∑1 ≠ ∑2 atau matrik ragam-peragam kelompok-1 dan kelompok-2 tidak sama

Dalam hal ini :

∑1 = matrik ragam-peragam kelompok-1 (Daerah yang Rawan Pangan)

∑2 =matrik ragam-peragam kelompok-2 (Daerah yang Tidak Rawan Pangan)

Tabel 4.3 Hasil Uji Kesamaan Matriks Ragam Peragam

Box's M 22.953

F Approx. 1.825df1 10df2 566.884Sig. .057

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

Menurut Singgih Santoso (2000), pengujian terhadap kesamaan matrik ragam-peragam

dapat dilihat dari angka signifikansi yang terdapat dalam tabel 4.3 Box’s M yang dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

Sedangkan menurut Hair et al (1998) batas signifikansi yang dianjurkan adalah sebesar 10 %

atau 0,1. Dari tabel 4.3 terlihat bahwa angka signifikansi terletak diatas 0,05 maupun 0,1 yaitu

sebesar 0,057 yang berarti bahwa matrik ragam-peragam antara kedua kelompok adalah sama.

Dengan menggunakan rumus, maka pengujian terhadap kesamaan matrik ragam-peragam

di atas didapat bahwa:

Page 13: Pengujian Fungsi Diskriminan

Box’s M = -2 ln * = 22,953

Sehingga, 2 ln * / b = F = 1,825

Hasil ini kita bandingkan dengan F tabel dengan taraf signifikansi = 0,05; v1 = 10 dan v2 =

566,884 (F10; 566,884; 0,05) =1.83

Didapatkan bahwa 2 ln * / b = F = 1,825 < (F10; 566,884; 0,05) =1.83

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pada taraf nyata 5% hipotesa nol (H0) diterima.

Dapat disimpulkan bahwa kelompok-1 dan kelompok-2 mempunyai matrik ragam-peragam yang

sama (1 = 2) atau memenuhi asumsi kedua.

Terpenuhinya asumsi yang menyatakan bahwa antar kelompok mempunyai matrik

ragam-peragam yang sama, maka pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan atau nilai

rata-rata dapat dilakukan. Pengujian vektor nilai rataan dilakukan dengan menggunakan statistik

V-Bartlett. Dengan bantuan paket program SPSS kita peroleh:

Tabel 4.4 Wilk’s Lambda

Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig.

(1) (2) (3) (4) (5)1 .130 51.067 4 .000

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

V-Bartlett = Chi-Square = 51,067

Hipotesa yang digunakan dalam pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan adalah:

H0 : 1 = 2

H1 : 1 2

Keputusannya akan tolak H0 jika angka signifikansi < 0.05. Dan karena V-Bartlett > 24;

0,95 = 0.711, maka hipotesa nol ditolak pada taraf nyata 5% yang berarti ada perbedaan vektor

Page 14: Pengujian Fungsi Diskriminan

nilai rataan antara kelompok-1 dan kelompok-2. Ini berarti fungsi diskriminan dapat disusun

untuk mengkaji indikator-indikator mana yang membedakan antar kelompok serta dapat

dilakukan pengelompokan kembali setiap pengamatan ke dalam salah satu dari kedua kelompok

tersebut.

Untuk melihat lebih jelas apakah ada perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk

setiap peubah bebas yang digunakan, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5 Test of Equality of Group Means

Indikator Kerawanan PanganWilks'

LambdaF df1 df2 Sig.

(1) (2) (3) (4) (5) (6)Rasio Konsumsi .952 1.351 1 27 .255Penduduk Miskin .831 5.483 1 27 .027Pddk Kerja < 15 jam .900 2.995 1 27 .095KRT Tidak Tamat SD .249 81.338 1 27 .000RT Tidak Akses Listrik .675 12.986 1 27 .001RTTidak Akses Air Bersih .838 5.225 1 27 .030Penddk Tinggal > 5 Km dari Fas Kes

.694 11.907 1 27 .002

Angka Harapan Hidup .213 99.849 1 27 .000Balita Kurang Gizi .571 20.325 1 27 .000Areal Berhutan .957 60.419 1 27 .008Lahan Terdegradasi .872 3.966 1 27 .057

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

Pedoman yang dapat digunakan untuk tabel 4.5 di atas adalah:

Angka Wilk’s Lambda

Angka Wilk’s Lambda ini berkisar antara 0 sampai 1. Angka Wilk’s Lambda yang semakin

mendekati 0, maka peubah bebas yang bersangkutan antar kelompok semakin berbeda.

Sedangkan angka Wilk’s Lambda yang semakin mendekati 1, maka peubah bebas yang

bersangkutan antar kelompok cenderung sama.

Angka Sig.

Jika Sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar kelompok.

Page 15: Pengujian Fungsi Diskriminan

Jika Sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antar kelompok.

Dalam tabel 4.5 di atas diperoleh bahwa indikator-indikator persentase penduduk miskin,

persentase kepala rumah tangga tidak tamat sekolah dasar, persentase rumah tangga tidak

memiliki akses listrik, persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih, persentase rumah

tangga tinggal > 5 km dari fasilitas kesehatan, angka harapan hidup waktu lahir, persentase

balita kurang gizi, dan persentase areal hutan (indikator-indikator dengan sig < 0,05) signifikan

pada taraf nyata 5 %, yang berarti bahwa peubah bebas tersebut mempunyai perbedaan rata-rata

antar kelompok. Dan sebaliknya indikator-indikator rasio konsumsi normatif terhadap

ketersediaan sereal, persentase penduduk bekerja <15 jam seminggu, dan persentase lahan

terdegradasi (indikator-indikator dengan sig > 0,05) tidak signifikan pada taraf nyata 5 %, yang

berarti bahwa peubah-peubah bebas tersebut tidak mempunyai perbedaan antar kelompok.

4.3.2. Penentuan Peubah Bebas dalam pembentukan fungsi diskriminan dengan

prosedur stepwise

Prosedur diskriminan bertatar dimulai dengan pemilihan peubah bebas yang paling

berarti. Untuk melihat peubah bebas yang paling berarti (indikator yang dapat diikutsertakan

dalam pembentukan fungsi diskriminan), dapat dilakukan dengan metode stepwise. Dari analisis

yang dilakukan diperoleh tiga peubah bebas yang masuk ke dalam model fungsi diskriminan,

yang mewakili seluruh kabupaten yang akan digunakan dalam penentuan pengelompokan status

daerah rawan pangan dan melakukan prediksi pengelompokan ke dalam kelompok daerah yang

rawan pangan maupun ke dalam kelompok daerah yang tidak rawan pangan.

Dengan tingkat residual error yang semakin mengecil yang dinyatakan dalam Wilk’s

Lambda (pada lampiran 3) mulai dari level 0,213 dan akhirnya setelah ketiga peubah bebas

Page 16: Pengujian Fungsi Diskriminan

tersebut terpilih untuk dimasukkan semua ke dalam fungsi, maka Wilk’s Lambda mencapai level

0,130, ini berarti bahwa kemampuan diskriminasi dari fungsi yang dihasilkan semakin

meningkat.

Ketiga peubah bebas yang terpilih sebagai peubah pembeda menurut metode stepwise

menghasilkan tingkat signifikansi yang tinggi (0,000). Peubah bebas terpilih dan angka willk’s

Lambda dapat di lihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6 Indikator Kerawanan Pangan yang Terpilih sebagai Peubah Bebas

No.Peubah Bebas

F. Statistik Wilk's Lambda Tingkat Signifikansi

(1) (2) (3) (4) (5)1 Angka Harapan Hidup 99,849 0,213 0,0002 KRT Tidak Tamat SD 60,447 0,177 0,0003 Areal Berhutan 46,358 0,319 0,0004 Penduduk Miskin 40,267 0,130 0,000Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

Dari hasil perhitungan di atas (tabel 4.6) dapat disimpulkan bahwa indikator yang dapat

membedakan status daerah rawan pangan kabupaten-kabupaten di Jawa Timur adalah angka

harapan hidup, KRT tidak tamat SD, areal berhutan, dan penduduk miskin.

4.3.3. Pembentukan Fungsi Diskriminan

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS (lampiran 3) dapat dibentuk fungsi

diskriminan. Pembentukan fungsi diskriminan ini berdasarkan koefisien fungsi kanonikal yang

telah distandardisir (Standardized Canonical Discriminant Function). Koefisien fungsi kanonikal

yang telah distandardisir merupakan bobot yang akan digunakan di dalam pembentukan fungsi

diskriminan. Interpretasi dari bobot fungsi diskriminan ini dapat dianalogikan sebagai bobot beta

di dalam persamaan regresi atau dengan kata lain besarnya koefisien atau bobot ini

Page 17: Pengujian Fungsi Diskriminan

menggambarkan besarnya korelasi terhadap peubah bebas. Semakin besar bobotnya

(koefisiennya), maka semakin besar korelasinya. Dengan urutan besarnya kofisien, yaitu dari

yang paling besar sampai yang paling kecil, koefisien-koefisien fungsi diskriminan tersebut

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Koefisien-Koefisien Fungsi Diskriminan dari Indikator Terpilih

No.Indikator Terpilih

Koefisien Fungsi

(1) (2) (3)1 Angka Harapan Hidup 1.0212 Areal Berhutan .6853 Penduduk Miskin .5274 KRT Tidak Tamat SD -.489

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

Dengan demikian fungsi diskriminan yang terbentuk dapat digunakan untuk memprediksi

status kabupaten di Jawa Timur apakah termasuk ke dalam daerah yang rawan pangan atau tidak

rawan pangan. Adapun fungsi diskriminan yang terbentuk adalah sebagai berikut:

Y = 1,021 AHH+ 0,685 HUTAN + 0,527 MISKIN – 0,489 TIDAK SDdengan:

AHH = Angka Harapan Hidup

HUTAN = Persentase Areal BerhutanMISKIN = Persentase Penduduk Miskin

TIDAK SD = Persentase KRT Tidak Tamat Sekolah Dasar

Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan yang diperoleh dalam membedakan antar

status daerah rawan pangan di Propinsi Jawa Timur dapat dilihat pada beberapa indikator-

indikator dibawah ini (lampiran 3):

1. Canonical correlation

Page 18: Pengujian Fungsi Diskriminan

Diperoleh nilai koefisien korelasi kanonik (canonical correlation) masing-masing fungsi di

atas 0,5 (mendekati 1) yaitu 0.933 menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara peubah

bebas yaitu indikator dominan penentu kerawanan pangan dengan peubah tak bebasnya

yaitu status daerah (rawan pangan atau tidak rawan pangan).

2. Eigen value

Dengan nilai akar ciri (eigen value) menjauhi nol yaitu sebesar 6.711 berarti fungsi

diskriminan yang diperoleh cukup baik, karena eigen value mengindikasikan ada tidaknya

multikolinearitas atau terjadinya korelasi diantara sesama peubah bebasnya. Model yang

baik tentunya adalah model yang di antara peubah bebasnya tidak terjadi korelasi.

Multikolinearitas akan terjadi bila eigen value mendekati 0 (nol).

3. Group Centroid

Dilihat dari rata-rata tiap kelompok terdapat perbedaan group centroid. Group centroid

untuk kelompok-1 yang merupakan daerah rawan pangan adalah sebesar -3.446, sedangkan

group centroid untuk kelompok-2 yang merupakan daerah tidak rawan pangan adalah

1.813. Ini berarti bahwa secara rata-rata skor diskriminan kedua kelompok ini berbeda

cukup besar, sehingga fungsi diskriminan yang diperoleh dapat membedakan secara baik

kelompok yang ada.

4.3.4. Evaluasi Fungsi Diskriminan

Dalam membentuk matrik klasifikasi, harus ditentukan nilai cutting score yang optimal

(optimal cutting score). Cutting score adalah suatu kriteria terhadap masing-masing

skor/nilai diskriminan secara individu untuk dapat ditentukan ke dalam kelompok mana

individu tersebut akan diklasifikasikan. Optimal cutting score akan berbeda tergantung dari

Page 19: Pengujian Fungsi Diskriminan

ukuran kelompok, apakah sama atau tidak sama. Karena dalam penelitian ini jumlah masing-

masing kelompok tidak sama maka penghitungan cuttting score menggunakan persamaan

yaitu:

m=(n1 y 2+n2 y1

n )

= (10(1 , 813 )+19(−3 , 446)10+19 )

= - 1,63255

Dengan demikian aturan pengklasifikasian terhadap kabupaten-kabupaten di Jawa Timur

adalah:

1. Jika nilai skor diskriminannya lebih besar atau sama dengan -1,63255, maka suatu kabupaten

akan termasuk dalam kelompok daerah yang tidak rawan pangan.

2. Namun jika skor diskriminannya lebih kecil dari –1,63255, maka suatu kabupaten akan

termasuk dalam daerah yang rawan pangan.

Tingkat akurasi hasil pengolahan dengan fungsi diskriminan tidak selalu sama dengan

pengelompokan awal. Besarnya kesalahan pengelompokan dengan menganggap pengelompokan

awal adalah baik, merupakan tingkat akurasi dari fungsi diskriminan yang dihasilkan. Dari hasil

pengolahan dengan SPSS diperoleh pengklasifikasian yang disajikan pada tabel 4.8 seperti

dibawah ini.

Page 20: Pengujian Fungsi Diskriminan

Tabel 4.8 Pengukuran Ketepatan Pengelompokan Awal dan Pengelompokkan

dengan Fungsi Diskriminan

Pengelompokan dengan Fungsi Diskriminan Total

Daerah I Daerah II

(1) (2) (3) (4) (5)

Pengelompkan Awal

Daerah I 10 0 10% Daerah I 100.0 0 100.0Daerah I 0 19 19% Daerah II 0 100.0 100.0

Berdasarkan tabel di atas telah dilakukan pegklasifikasian kabupaten-kabupaten yang

tercakup dalam penelitian ini, yaitu: (1) Dari 10 kabupaten pada kelompok-1 yang rawan pangan

diperoleh semua kabupaten rawan pangan, dengan demikian pengklasifikasian kelompok-1

secara benar adalah 100.0 % dengan tingkat kesalahan 0 %. (2) Sedangkan dari 19 kabupaten

pada kelompok-2 yang tidak rawan pangan, juga diperoleh semua kabupatennya tidak rawan,

dengan demikian pengklasifikasian kelompok-2 secara benar adalah 100 % dengan tingkat

kesalahan 0 %.

Dari unit analisis tersebut telah dilakukan pengklasifikasian dengan benar atau dengan

nilai hit ratio yaitu sebesar (10 + 19) / 29 * 100 % = 100,0 %. Sementara itu, dengan

memperhatikan apa yang disarankan Hair et. al. bahwa ketepatan pengklasifikasian yang

diperoleh melalui analisis model diskriminan paling tidak 25 % lebih besar dari yang diperoleh

melalui probabilita pengelompokan awal (prior probability). Dimana Prior probability besarnya

{(10/29)2 + (19/29)2} x 100 % = 54,82 %. Jadi persentase ketepatan pengklasifikasian yang

dihitung melalui prior probability adalah 0,5482 + (25 % * 0,5482) = 0,68525 atau 69 % .

Page 21: Pengujian Fungsi Diskriminan

Persentase pengelompokan yang tepat antara pengelompokan awal dan fungsi disriminan

dikatakan baik, jika persentase tepat pengelompokan hit ratio ¿ 1,25 prior probability. Karena

100,0 % ¿ 69 % maka fungsi diskriminan dikatakan memiliki tingkat keakuratan yang tinggi.

Dari perbandingan nilai di atas dapat diketahui bahwa persentase ketepatan

pengklasifikasian oleh fungsi diskriminan yaitu 100,0 % lebih besar daripada 69 % dari yang

disarankan melalui model peluang, sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator yang

digunakan dalam fungsi diskriminan ini dapat dipakai sebagai indikator pembeda dalam

penentuan status daerah rawan pangan kabupaten-kabupaten di Propinsi Jawa Timur dengan

tingkat keakuratan yang sangat tinggi.

Page 22: Pengujian Fungsi Diskriminan

3.2.4 Analisis Diskiminan

Setelah dilaksanakannya Analisis Gerombol, kemudian dilanjutkan dengan Analisis

Diskriminan. Menurut Johnson dan Wichern (1992), tujuan dari Analisis Diskriminan adalah

untuk menggambarkan ciri-ciri suatu pengamatan dari bermacam-macam populasi yang

diketahui, baik secara grafis maupun aljabar dengan membentuk fungsi diskriminan. Dengan

kata lain Analisis Diskriminan digunakan untuk mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu

dari dua kelompok atau lebih.

Fungsi diskriminan yang dihasilkan dari Analisis Diskriminan, digunakan untuk

mengevaluasi pengelompokan alternatif yang dihasilkan dalam Analisis Gerombol sebagai bahan

penguatan pertimbangan alternatif pengelompokan kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan

berdasarkan pencapaian pembangunan ekonomi, manusia, dan lingkungan.

Suatu fungsi diskriminan layak untuk dibentuk bila terdapat perbedaan nilai rataan di

antara kelompok-kelompok yang ada. Oleh karena itu sebelum fungsi diskriminan dibentuk perlu

dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan dari kelompok-kelompok tersebut.

Dalam pengujian vektor nilai rataan antar kelompok, asumsi yang harus dipenuhi adalah:

Peubah-pubah yang diamati menyebar secara normal ganda (multivariate normality)

Semua kelompok populasi mempunyai matrik ragam-peragam yang sama

3.2.4.1 Uji Kenormalan Peubah Ganda

Menurut Karson (1982: 80), untuk menguji kenormalan peubah ganda digunakan

prosedur yang dikembangkan oleh Mardia dalam Susiyanto (2003) dengan cara menghitung dua

macam ukuran statistik yaitu ukuran skewness (b1,p) dan kurtosis (b2,p), yaitu:

Page 23: Pengujian Fungsi Diskriminan

(b1, p )=(1/n2 )∑u=1

n

∑u '=1

n

[ (Xu− X )′ S−1 (Xu '− X )]3

(b2 , p )=(1/n )∑u=1

n

[ ( Xu− X )′ S−1 ( Xu−X ) ]2

Hipotesa yang digunakan adalah:H0 : peubah ganda mengikuti sebaran normal

H1 : peubah ganda tidak mengikuti sebaran normal

Bila:

nb1,p /6 χ p ( p+1 )(p+2 )/62

, dan

b2,p – p(p + 2) /√8 p ( p+2)/n Z (tabel normal), maka tidak ada alasan untuk

menolak H0, berarti peubah ganda mengikuti sebaran normal.

Menurut Johnson dan Wichern (1992), untuk menguji kenormalan ganda adalah dengan

mencari nilai jarak kuadrat untuk setiap pengamatan yaitu: d j2=( X j−X )' S−1(X j−X ), di

mana Xj adalah pengamatan yang ke-j dan S-1 adalah kebalikan (inverse) matriks ragam-peragam

S

Kemudian d j2

diurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar, selanjutnya dibuat

plot d j2

dengan nilai Chi-Kuadrat χ p

2 ( j−1/2n )

dimana: j = urutan = 1, 2, ..., n dan p =

banyaknya peubah. Bila hasil plot dapat didekati dengan garis lurus, maka dapat disimpulkan

bahwa peubah ganda menyebar normal.

Menurut Nourosis dalam Susiyanto (2003), berdasar teori Wahl dan Kronmal (1977),

dikatakan bahwa seringkali kenormalan ganda sulit diperoleh terutama bila sampel yang diambil

Page 24: Pengujian Fungsi Diskriminan

relatif kecil. Bila hal ini terjadi, uji vektor nilai rataan tetap bisa dilakukan selama asumsi kedua

(kesamaan ragam-peragam) dipenuhi.

3.2.4.2 Uji Kesamaan Matrik Ragam Peragam

Untuk menguji kesamaan matrik ragam-peragam () antar kelompok digunakan hipotesa:

H0 : 0 = 1 = 2 = ....k = .

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda.

Statistik uji yang digunakan adalah statistik Box’s M, yaitu:

-2ln* = (n−k ) ln|W /(n−k )|−∑

j=1

k

(n j−1 ) ln|S j|

* =

∏j=1

k

|S j|(nj−1)/2

|W /(n−k )|( n−k)/2

dimana:

k = banyaknya kelompok.

W / (n-k) = matrik ragam-peragam dalam kelompok gabungan.

Sj = matrik ragam-peragam kelompok ke-j.

Bila hipotesa nol (H0) benar, maka (-2ln*) / b akan mengikuti sebaran F dengan derajat

bebas v1 dan v2 pada taraf signifikansi , dimana:

v1 = (1/2)(k –1)p(p + 1)

v2 = (v1+ 2) / (a2 – a12)

b = v1 / (1 – a1 - v1/ v2)

Page 25: Pengujian Fungsi Diskriminan

a1 =

2 p3+3 p−16(k−1)( p+1 ) [∑j=1

k1

( n j−1)− 1(n−k ) ]

a2 =

( p−1 )( p+2)6 (k+1 ) [∑j=1

k1

(n j−1)2−

1

(n−k )2 ]p = jumlah peubah pembeda dalam fungsi diskriminan.

Sehingga apabila (-2ln*) / b Fv1,v2, maka tidak ada alasan untuk menolak H0 dan dapat

disimpulkan bahwa antar kelompok mempunyai matrik ragam-peragam yang sama dan

sebaliknya bila (-2ln*) / b > Fv1,v2, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa antar kelompok tidak

mempunyai matrik ragam–peragam yang sama.

3.2.4.3 Uji Vektor Nilai Rataan

Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dilakukan dengan hipotesa:

H0 : 0 = 1 = 2 = ...= k

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda

Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik V-Bartlett

yang menyebar mengikuti sebaran Chi-kuadrat (2) dengan derajat bebas p(k - 1), apabila H0

benar.

Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:

V=−[(n−1)−( p+k )/2 ] ln(Δ )

dimana:

n = banyaknya pengamatan

p = banyaknya peubah dalam fungsi diskriminan

Page 26: Pengujian Fungsi Diskriminan

k = banyaknya kelompok

Δ=|W|

|W+B|=

Wilk’s lambda

dalam hal ini:W = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data dalam kelompok

= ∑i=1

k

∑j=1

n i

(X ij−X i)(X ij−X i) '

B = matrik jumlah kuadrat dan hasil kali data antar kelompok.

= ∑i=1

k

ni( X i−X )( X i−X )'

Xij = pengamatan ke-j kelompok ke-i

X i = vektor rataan kelompok ke-i

ni = jumlah pengamatan pada kelompok ke-i,

X = vektor rataan total

Apabila V χ p ( k−1) ,(1−α )2

maka, tidak ada alasan untuk menolak H0, ini berarti bahwa

terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok.

Sebaliknya bila V > χ p ( k−1) ,(1−α )2

maka H0 ditolak.

Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor nilai rataan, maka fungsi diskriminan

layak disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok serta berguna untuk mengelompokkan

suatu obyek ke salah satu kelompok tersebut.

3.2.4.4 Penentuan peubah bebas dalam pembentukan fungsi diskriminan dengan prosedur

stepwise

Page 27: Pengujian Fungsi Diskriminan

Menurut Nourosis dalam Susiyanto (2003), apabila dalam suatu penelitian menggunakan

banyak peubah maka untuk efisiensi dalam menentukan peubah mana yang berperan dalam

pembentukan fungsi diskriminan dilakukan melalui analisis diskriminan bertatar (stepwise

disciminant). Prosedur ini digunakan untuk menghilangkan informasi dari peubah bebas yang

kurang berguna dalam membentuk fungsi diskriminan. Prosedur diskriminan bertatar dimulai

dengan pemilihan peubah bebas yang paling berarti.

Kriteria untuk melihat variabel yang paling berarti (peubah yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan), yaitu:

3. Peubah yang memiliki nilai F terbesar.

4. Peubah yang memiliki nilai Wilk’s Lambda terkecil.

Peubah yang sudah terpilih bisa dikeluarkan dari fungsi diskriminan jika informasi yang

dikandung tentang perbedaan kelompok ada di beberapa kombinasi peubah-peubah terpilih

lainnya.

3.2.4.5 Pembentukan Fungsi Diskriminan

Analisis Diskriminan merupakan teknik statistik yang menggunakan peubah tak bebas Y

berupa peubah kategorik dan peubah bebasnya adalah interval atau rasio. Fungsi diskriminan

merupakan fungsi atau kombinasi linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara

terbaik dalam pemisahan kelompok-kelompok. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang

sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok (Dillon dalam Solikhah,

2003)

Banyaknya fungsi diskriminan yang terbentuk secara umum tergantung dari min(p,k-1),

dengan p adalah banyaknya peubah pembeda dan k adalah banyaknya kelompok yang telah

ditetapkan. Fungsi diskriminan ini diartikan sebagai keragaman peubah yang terpilih sebagai

Page 28: Pengujian Fungsi Diskriminan

kekuatan pembeda. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari 1, maka dapat

dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar,

demikian berturut-turut untuk fungsi berikutnya. Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai

bentuk umum berupa persamaan linier (Fisher’s Sample Linear Discriminant Function) yaitu:

y1=ℓ11x1+ ℓ12 x2+⋯+ℓ1 j x j+⋯+ ℓ1 p x p

y2=ℓ21 x1+ ℓ22 x2+⋯+ ℓ2 j x j+⋯+ℓ2 p x p

y3=ℓ31 x1+ ℓ32 x2+⋯+ ℓ3 j x j+⋯+ ℓ3 p x p

…………………………………………….

y i=ℓ i1 x1+ℓ i2 x2+⋯+ ℓij x j+⋯+ ℓip x p

……………………………………………

yq= ℓq 1 x1+ ℓq 2 x2+⋯+ℓqj x j+⋯+ℓqp x p

dengan i=1,2,…,q (min p,k-1)

j=1,2,…,p

atau dapat ditulis sebagai

y= ℓ ' x

dimana:

ℓ = koefisien vektor

y = skor diskriminan

Nilai ℓ dipilih sedemikian sehingga fungsi diskriminan berbeda sebesar mungkin antara

kelompok, atau sehingga rasio antara jumlah kuadrat antar kelompok dengan jumlah kuadrat

dalam kelompok maksimum.

Page 29: Pengujian Fungsi Diskriminan

3.2.4.6 Penilaian Kekuatan Fungsi Diskriminan

Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan dalam menilai tiap-tiap observasi dan

mengelompokkannya ke dalam kelompok yang didefinisikan dapat dilakukan dengan melihat:

1. Korelasi Kanonik (Canonical correlation)

Canonical Correlation (R) merupakan ukuran hubungan antara kelompok yang terbentuk

oleh y dengan fungsi diskriminan yang ada. Ketika R adalah nol, maka hal ini dapat diartikan

bahwa tidak ada hubungan di antara kelompok-kelompok yang ada dengan fungsi yang

terbentuk. Sebaliknya apabila R-nya besar (mendekati 1), maka menunjukkan adanya

korelasi yang tinggi antara fungsi diskriminan dengan kelompok yang ada. R ini digunakan

untuk menjelaskan seberapa besar masing-masing fungsi berguna dalam menentukan

perbedaan kelompok.

2. Akar Ciri (Eigen Value)

Nilai eigen value menunjukkan ada atau tidaknya multikolinearitas atau terjadinya korelasi

antar peubah bebas di dalam fungsi diskriminan. Multikolinearitas akan terjadi bila eigen

value mendekati 0 (nol).

3. Group Centroid

Group centroid merupakan rata-rata nilai diskriminan dari tiap-tiap observasi di dalam

masing-masing kelompok. Semakin besar perbedaan group centroid antar kelompok, maka

fungsi diskriminan yang diperoleh semakin dapat membedakan kelompok yang ada.

3.2.4.7 Ketepatan Pengelompokan

Page 30: Pengujian Fungsi Diskriminan

Tingkat akurasi pengelompokkan sangat menentukan baik atau tidaknya suatu

pengelompokkan. Persentase ketepatan pengelompokan dapat dihitung dari matrik klasifikasi

yang menunjukkan nilai sebenarnya (actual members) dan nilai prediksi (prediction members)

dari setiap kelompok.

Rumus persentase ketepatan pengelompokan oleh fungsi diskriminan (hit ratio) adalah:

Hit ratio

=∑i=1

k

nic

∑i=1

k

ni

×100 %

dimana : ni = jumlah observasi dari i yang tepat dikelompokkan pada i

nij = jumlah observasi dari i yang salah dikelompokkan pada ij

dengan i =1,2,…,k dan j =1,2,…,k

Dalam prakteknya, hasil dari hit ratio ini sering dibandingkan dengan suatu standar persentase

tertentu. Ada 2 (dua) standar persentase yang sering digunakan yaitu kriteria peluang

proporsional (the proportional chance criterion) dan kriteria peluang maksimum (the maximum

chance criterion).

Kriteria peluang proporsional digunakan jika ukuran masing-masing kelompok tidak

sama dan peneliti ingin mengidentifikasi dengan tepat tiap-tiap observasi dari 2 (dua) kelompok

atau lebih. Rumus yang digunakan untuk kriteria peluang proporsional ini adalah:

Cproporsional =∑i=1

k

pi2

dimana:

Cproporsional= kriteria peluang proporsional dari model peluang.

p = proporsi jumlah observasi dari kelompok.

Page 31: Pengujian Fungsi Diskriminan

Kriteria peluang maksimum ditentukan dengan menghitung persentase total observasi yang

ditunjukkan oleh persentase terbesar dari dua kelompok atau lebih.

Hair et. Al dalam Solikhah (2003) menyarankan bahwa persentase ketepatan

pengklasifikasian yang diperoleh melalui analisis diskriminan paling tidak 25 persen lebih besar

dari persentase yang diperoleh melalui model peluang.

4.4 Analisis Diskriminan

Analisis Diskriminan dimulai dengan pemeriksaan asumsi-asumsi statistik, yaitu bahwa

peubah-peubah yang diamati menyebar secara normal ganda (multivariate normality) dan semua

kelompok populasi mempunyai matrik ragam peragam yang sama (equality of covariance

matrix).

4.4.1 Uji Kenormalan Peubah Ganda

Dalam penelitian ini, tidak dilakukan uji kenormalan peubah ganda. Seperti yang telah

dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa suatu fungsi dikatakan layak untuk dibentuk dalam

analisis diskriminan bila terdapat perbedaan nilai rataan antar kelompok, dan uji vector rata-rata

tetap bisa dilakukan selama asumsi kesamaan ragam-peragam dipenuhi. Sehingga bila uji asumsi

kenormalan peubah ganda tidak dilakukan, tidak akan berpengaruh pada fungsi diskriminan yang

terbentuk.

4.4.2 Uji Kesamaan Matrik Ragam Peragam

Hipotesis dari pengujian kesamaan matrik ragam peragam adalah sebagai berikut:

H0: ∑1¿∑2

¿∑3¿ ¿

( matrik ragam peragam kelompok 1,2, dan 3 adalah sama)

Page 32: Pengujian Fungsi Diskriminan

H1: Sedikitnya ada 2 kelompok yang berbeda

Keputusan diambil dengan melihat tabel Test Result pada Lampiran 10. Pada tabel tersebut

terdapat nilai Box’s M dimana:

Box’M = -2 ln λ¿= 6,635, sehingga

F = 2 ln λ¿/b = 0,656

Angka tersebut dibandingkan dengan F tabel, dengan taraf signifikansi 0,05, v1 = 6 dan v2

= 160,433. dari tabel distribusi F, didapatkan angka untuk F6;160,433; 0,05 adalah sebesar 2,10. jadi

Fuji < Ftabel, sehingga keputusan yang diambil adalah tidak cukup alasan untuk menolak H0, yang

berarti bahwa kelompok 1,2, dan 3 memiliki matrik ragam peragam yang sama.

4.4.3 Uji Vektor nilai Rataan

Dengan terpenuhinya asumsi kesamaam matrik ragam peragam, maka selanjutnya

dilakukan pengujian terhadap perbedaan vektor nilai rataan. Dalam pengujian ini, digunakan

statistic V-Bartlett.

Pada tabel Wilk’s Lambda dalam Lampiran 10, terdapat nilai V-Bartlett yang menyebar

mengikuti sebaran Chi-square. Hipotesis pengujian adalah sebagai berikut:

H0 : 0 = 1 = 2 = ...= k

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda

Keputusan diambil dengan melihat nilai pada kolom Chi-square. Pada baris pertama,

terlihat nilai V-Bartlett sebesar 38,511. Bila dibandingkan dengan nilai Chi-square pada tabel

yaitu χ3(3−1);(1−0 ,05 )atau 95,0;6 yang besarnya adalah 1,635, maka V > χ tabel . Sehingga keputusan

yang diambil adalah tolak H0. Berarti bahwa memang ada perbedaan pencapaian pembangunan

pada tiga kelompok yang terbentuk, yang disebabkan perbedaan yang nyata antara rata-rata

Page 33: Pengujian Fungsi Diskriminan

(centroid) dari dua fungsi diskriminan yang terbentuk. Dengan melihat angka signifikansi yang

berada di bawah 0,05, juga dapat diambil keputusan yang sama.

4.4.4 Penentuan peubah bebas dalam pembentukan fungsi diskriminan dengan prosedur

stepwise

Prosedur diskriminan bertatar (stepwise discriminant) dimulai dengan pemilihan peubah

bebas yang paling berarti. yaitu peubah yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi

diskriminan. Peubah-peubah berarti tersebut dapat dilihat pada tabel Variables Entered/Removed

(Lampiran 10). Ketiga peubah, yaitu skor faktor ekonomi, skor faktor manusia, dan skor faktor

lingkungan, ternyata diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan. Kemudian pada

tabel Wilk’s Lambda, terlihat bahwa pada step 1, ada satu peubah yang dimasukkan, yaitu skor

faktor ekonomi, dengan nilai Wilk’s Lambda adalah 0,406. Hal ini berarti 40,6 persen keragaman

tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan antarkelompok. Hingga step terakhir, dengan tiga peubah

yang dimasukkan, angka Wilk’s Lambda turun mencapai 0,146. Penurunan angka Wilk’s Lambda

ini tentu baik bagi model diskriminan, karena keragaman yang tidak bisa dijelaskan juga semakin

kecil (dari 40,6 persen menjadi 14,6 persen).

Dari kolom F dan signifikansinya terlihat pada pemasukan peubah 1,2, maupun 3,

semuanya signifikan secara statistik. Hal ini berarti bahwa ketiga peubah tersebut memang

berbeda untuk ketiga kelompok.

Informasi dari tabel Variables Entered/Removed dan Wilk’s Lambda disajikan secara

ringkas dalam tabel berikut:

Page 34: Pengujian Fungsi Diskriminan

Tabel 4.7 Nilai Wilk’s Lambda, Fuji, dan Signifikansi menurut peubah bebas yang berarti

Peubah bebasWilk’s

LambdaFuji Signifikansi

(1) (2) (3) (4)

Skor Faktor Ekonomi 0,406 15,334 0,000

Skor Faktor Manusia 0,227 11,000 0,000

Skor Faktor Lingkungan 0,146 10,254 0,000Sumber: Hasil pengolahan SPSS

4.4.5 Pembentukan Fungsi Diskriminan

Fungsi diskriminan dibentuk berdasarkan informasi dari tabel Canonical Discriminant

Function Coefficients (lampiran). Fungsi diskriminan yang terbentuk adalah sebagai berikut:

Fungsi 1 = 1,692 (skor faktor ekonomi) + 1,374 (skor faktor manusia) + 1,337 (skor faktor

lingkungan)

Fungsi 2 = -1,237 (skor faktor ekonomi) + 0,415 (skor faktor manusia) + 1,497 (skor faktor

lingkungan)

Pemilihan kabupaten/kota sebagai anggota suatu kelompok didasarkan pada skor diskriminan

yang diperoleh oleh masing-masing kabupaten/kota. Skor diskriminan dan hasil pengelompokan

oleh fungsi diskriminan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.

4.4.6 Penilaian Kekuatan Fungsi Diskriminan

Untuk mengetahui kekuatan fungsi diskriminan dalam membedakan kelompok, dapat

dilakukan dengan melihat beberapa indikator sebagai berikut:

1. Korelasi Kanonik (Canonical Correlation)

Pada Tabel Eigenvalues, dalam Lampiran 10, terlihat angka Canonical Correlation untuk

kedua fungsi, yaitu 0,861 dan 0,588. Angka tersebut cukup besar (mendekati 1), sehingga

Page 35: Pengujian Fungsi Diskriminan

dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara fungsi diskriminan dengan kelompok

yang ada.

2. Akar Ciri (Eigen value)

Multikolinearitas akan terjadi bila akar ciri mendekati 0 (nol). Pada kolom Eigen value,

terdapat nilai akar ciri dari masing-masing fungsi diskriminan. Keduanya cukup jauh dari 0,

yaitu 3,485 dan 0,529, sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi yang terbentuk cukup baik.

3. Group Centroid

Dari tabel Functions at Group Centroids (Lampiran 10), terlihat bahwa perbedaan nilai

rata-rata skor diskriminan ketiga kelompok cukup besar. Maka fungsi diskriminan yang

diperoleh semakin dapat membedakan kelompok yang ada.

Tabel 4.8 Nilai Rata-rata Skor Diskriminan

KelompokFungsi Diskriminan1 2

(1) (2) (3)

1 7,454 -1,4482 -0,697 -0,2193 1,448 1,413

Sumber: Hasil pengolahan SPSS

4.4.7 Ketepatan Pengelompokan

Ketepatan pengelompokan menggunakan fungsi diskriminan dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.9 Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Pengelompokan Awal dan Pengelompokan dengan

Fungsi Diskriminan

PengelompokanAwal

Pengelompokan dengan Fungsi DiskriminanTotal

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3(1) (2) (3) (4) (5)

Page 36: Pengujian Fungsi Diskriminan

Kelompok 1 1 0 0 1Kelompok 2 0 19 0 19Kelompok 3 0 0 4 4Total 1 19 4 24

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS

Dari tabel di atas, terlihat bahwa pengklasifikasian kelompok 1, 2, dan 3 adalah 100

persen (tingkat kesalahan 0 persen) sesuai dengan pengelompokan awal menggunakan Analisis

Gerombol. Jadi fungsi diskriminan yang terbentuk sangat tepat untuk membedakan ketiga

kelompok.

Page 37: Pengujian Fungsi Diskriminan

3.1.1 Analisis Diskriminan

Analisis Diskriminan adalah bagian dari analisis statistik peubah ganda (multivariate

statistical analysis) untuk memisahkan beberapa kelompok obyek yang sudah terkelompokkan

sebelumnya dengan cara membentuk fungsi diskriminan. Analisis ini digunakan untuk

memeriksa ketepatan suatu pengelompokan. Dengan analisis ini dapat diketahui besarnya

kesalahan klasifikasi yang mengindikasikan ketepatan pengelompokan yang dilakukan.

Ketepatan pengelompokan diketahui melalui fungsi diskriminan dan nilai pusat (centroid),

dengan cara mencari jarak terdekat antara nilai fungsi disriminan diskriminan masing - masing

desa/kelurahan terhadap nilai pusatnya.

Menurut Johnson dan Wichern (1992) tujuan Analisis Diskriminan adalah

menggambarkan ciri - ciri suatu pengamatan dari bermacam - macam populasi yang diketahui,

baik secara grafis maupun aljabar dengan membentuk fungsi diskriminan. Dengan kata lain

Analisis Diskriminan digunakan untuk mengklasifikasikan obyek ke dalam salah satu dari dua

kelompok atau lebih.

3.2.5.1 Asumsi - asumsi yang diperlukan

3.2.5.1.1 Uji Kesamaan Matrik Ragam Peragam

Hipotesa yang digunakan dalam pengujian kesamaan matriks ragam-peragan ( ) antar

kelompok adalah :

Ho : 1 = 2 = ….. k = (Matriks ragam – peragam antar kelompok sama)

H1 : Sedikitnya ada dua kelompok yang berbeda.

Statistik uji yang digunakan adalah Statistik Box’s M, yaitu

Page 38: Pengujian Fungsi Diskriminan

-2ln =

k

jjj SnknWkn

1

ln)1()/(ln

= 2/)(

1

2/)1(

)/(kn

k

j

n

j

knW

Sj

dimana :

n = ∑ nj ; banyaknya pengamatan (j= 1,2,...,k)

k = Banyaknya kelompok

W/(n-k) = matrik ragam – peragam dalam kelompok gabungan

Sj = Matriks ragam peragam kelompok ke-j.

Bila hipotesa nol (Ho) diterima, maka (-2ln ) / b akan mengikuti sebaran F dengan

derajat bebas v1 dan v2 pada taraf signifikansi dimana:

v1 = (1/2)(k-1)p(p+1)

v2 = (v1 + 2)/ (a2 – a12)

b = v1 / (1 - a1 - v1/ v2)

a1 =

k

j j knnpk

pp

1

2

)(

1

)1(

1

)1)(1(6

132

a2 =

k

j j knnk

pp

122 )(

1

)1(

1

)1(6

)2)(1(

p = Jumlah peubah pembeda dalam fungsi diskriminan

jika (-2ln ) / b F v1,v2,

maka tidak ada alasan untuk menolak Ho dan dapat

disimpulkan bahwa antar kelompok mempunyai matriks ragam – peragam yang sama dan

Page 39: Pengujian Fungsi Diskriminan

)ln(2/)()1( kpnv

sebaliknya bila jika (-2ln ) / b > F v1,v2,

maka H0 ditolak, yang berarti bahwa antar kelompok

tidak mempunyai matriks ragam-peragam yang sama.

Hair et al (1987:76) mengatakan bahwa analisis diskriminan tidak terlalu sensitif dengan

pelanggaran asumsi ini, kecuali pelanggarannya bersifat ekstrim. Johnson dan Wichern (1992)

mengatakan hal yang sama bahwa asumsi ini (kesamaan matriks ragam-peragam) di dalam

praktiknya sering dilanggar.

3.2.5.1.2 Uji Vektor Nilai rata – rata

Hipotesa pengujian terhadap vektor nilai rata-rata antar kelompok adalah :

Ho : μ1=μ2=.. .. .=μk (vektor nilai rata-rata antar kelompok sama)

H1 : Setidaknya ada dua kelompok yang berbeda.

Statistik uji yang digunakan dalam pengujian hipotesis tersebut adalah statistik V-Bartlett

yang menyebar mengikuti sebaran Chi-kuadrat (2 ) dengan derajat bebas p(k-1), apabila Ho

benar.

Statistik V-Bartlett diperoleh melalui:

dimana:

Λ=|W|

|W+B|= Wilk’s lamda

dalam hal ini:

Page 40: Pengujian Fungsi Diskriminan

2)(),1(

kp

2)(),1( kp

W = ∑j=1

k

∑i=1

nj

(X ji−X j )( X ji−X )'

B = ∑j=1

k

n j ( X j−X )( X j−X )'

Xij = peubah ke-i kelompok ke-j

X j = Vektor rata – rata kelompok ke-j

Nj = Jumlah pengamatan pada kelompok ke-j

X = Vektor rata – rata total

Apabila V maka, tidak ada alasan untuk menolak Ho, ini berarti bahwa

terdapat perbedaan vektor nilai rataan antar kelompok. Sebaliknya apabila V > maka

Ho ditolak.

Bila dari hasil pengujian ada perbedaan vektor rata-rata, maka fungsi diskriminan layak

disusun untuk mengkaji hubungan antar kelompok serta berguna untuk mengelompokkan suatu

obyek ke salah satu kelompok tersebut.

3.2.5.2 Penentuan Peubah Bebas

Metode Stepwise digunakan dalam mengurangi informasi dari peubah bebas yang kurang

berarti pada fungsi diskriminan dalam tulisan ini. Metode Stepwise ini dimulai dengan pemilihan

peubah bebas yang paling berarti. Kriteria untuk melihat peubah yang paling berarti (peubah

yang dapat diikutsertakan dalam pembentukan fungsi diskriminan), yaitu :

1. Peubah yang memiliki nilai F terbesar.

2. Peubah yang memiliki nilai Wilk’s lambda terkecil.

Page 41: Pengujian Fungsi Diskriminan

Nilai minimum dari F to enter adalah 3.84 dan nilai maksimum dari F to remove adalah 2.71.

Nilai rata-rata kedua F ini diproleh dari rumus:

F = [ n−k−p

k−1 ] [1−( Λp+1 / Λp

Λ p+1/ Λp]

Dimana Λ p adalah Wilk’s lambda sebelum penambahan peubah dan Λ p+1adalah Wilk’s lambda

setelah penambahan/pemasukan peubah. Namun peubah yang sudah terpilih bisa dikeluarkan

dari fungsi diskriminan jika informasi yang dikandung tentang perbedaan kelompok ada di

beberapa kombinasi peubah-peubah terpilih lainnya.

3.2.5.3 Pembentukan Fungsi Diskriminan

Fungsi diskriminan merupakan persamaan linier dengan bentuk umum:

y = pp xxx ˆ.......ˆˆ2211

atau dapat ditulis sebagai y = x'

dimana

y = skor disriminan/peubah bebas

' =]ˆ,...,ˆ,ˆ[ 21 p = vektor koefisien estimasi

'x = pxxx ,..., 21 = vektor peubah independen

Nilai dipilih sedemikian sehingga fungsi diskriminan berbeda sebesar mungkin antara

kelompok, atau sehingga rasio antara between-groups sum of square dengan Within-groups sum

square maksimum. Johnson dan Wichern (1992) mengatakan bahwa untuk kelompok, nilai

yang memaksimumkan rasio tersebut adalah :

PooledSxx ')'(ˆ21

dimana

Page 42: Pengujian Fungsi Diskriminan

1x = rata – rata sampel populasi-1

2x = rata – rata sampel populasi-2

PooledS ' = Kovarian sampel gabungan

3.2.5.4 Cutting Score

Suatu observasi diukur berdasarkan semua peubah bebas yang digunakan dengan

memasukkan kedalam fungsi diskriminan untuk memperoleh skor. Kriteria pengelompokan

berdasarkan cutting score (skor batas). Jika hanya ada 2 kelompok yang didefinisikan dan ukuran

kedua kelompok berbeda, maka rata-rata suatu kelompok harus ditimbang dengan jumlah

observasi dalam kelompok pembandingnya. Skor batas (m ) yang digunakan adalah :

m =

12( y1+ y2 )

Dimana:

1y = ( x1− x2 )' S pooled

−1 x1= ℓ x1

2y = ( x1− x2 )' S pooled

−1 x2= ℓ x2

3.2.5.5 Matriks Klasifikasi dan Hit rasio

Persentase ketepatan pengelompokan dapat dihitung dari matriks klasifikasi yang

menunjukan nilai sebenarnya (actual members) dan nilai prediksi (prediction members) dari

setiap kelompok. Untuk n1 jumlah observasi dari kelompok satu (μ1 ) dan n2 jumlah observasi

dari kelompok dua (μ2 ) akan diperoleh matriks sebagai berikut :

Page 43: Pengujian Fungsi Diskriminan

Nilai prediksi

μ1 μ2

Nilai sebenarnya μ1 n1c n1m = n1 - n1c n1

μ2 n2m = n2 – n2c n2c n2

dimana

n1c = Jumlah observasi dari μ1 yang tepat dikelompokan pada μ1

n1m = Jumlah observasi dari μ1 yang tidak tepat dikelompokan padaμ1

n2c = Jumlah observasi dari μ2 yang tepat dikelompokan pada μ2

n2m = Jumlah observasi dari μ2 yang tidak tepat dikelompokan padaμ2

Rumus penghitungan ketepatan pengelompokan menggunakan fungsi diskriminan (hit

ratio) adalah:

Hit ratio = 1−APER

APER =

n1 c+n2 c

n1+n2

. 100 %

Page 44: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 45: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 46: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 47: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 48: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 49: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 50: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 51: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 52: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 53: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 54: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 55: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 56: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 57: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 58: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 59: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 60: Pengujian Fungsi Diskriminan
Page 61: Pengujian Fungsi Diskriminan