pengolahan limbah cair industri tekstil batik ...repository.ppns.ac.id/2221/1/1015040012 - putri...
TRANSCRIPT
1
TUGAS AKHIR (613423A)
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL BATIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE FOTOKATALIS TiO2 – KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA Putri Dwi Anggraini NRP. 1014040012
DOSEN PEMBIMBING :
ADHI SETIAWAN, S.T., M.T.
NOVI EKA MAYANGSARI, S.T., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
i
TUGAS AKHIR (613423A)
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL BATIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE FOTOKATALIS TiO2-KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA
Putri Dwi Anggraini NRP. 1015040012
DOSEN PEMBIMBING: ADHI SETIAWAN, S.T., M.T. NOVI EKA MAYANGSARI, S.T., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
iii
iv
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
v
KATA PENGANTAR
Segala puji Allah SWT yang selalu memberikan Rahmat dan Hidayah bagi
kita semua serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Rasulullah Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul “Pengolahan Limbah Cair Tekstil Batik dengan Menggunakan
Metode Fotokatalis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa” ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma IV Teknik
Pengolahan Limbah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Pada kesempatan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua Orang Tua yaitu Bapak Teguh Santoso dan Ibu Mujiati, serta kakakku
Ananda Bagus Saputra dan adik-adikku tercinta Dimas Bayu Saputra dan Nur
Aini Safitri yang tiada hentinya mendoakan, mensupport dan memberikan rasa
sayang tak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan semua dengan
baik dan tepat waktu.
2. Bapak Ir. Eko Julianto. M.Sc., FRINA., selaku direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
3. Bapak George Kusuma Endri S.T., M.Sc.Eng., selaku ketua Jurusan Teknik
Permesinan Kapal.
4. Bapak Denny Dermawan, S.T., M.T., selaku ketua program Studi D4 Teknik
Pengolahan Limbah.
5. Bapak Adhi Setiawan, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukan untuk
Tugas Akhir ini, serta motivasinya sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
6. Ibu Novi Eka Mayangsari, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukan untuk
vi
Tugas Akhir ini, serta motivasinya sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
7. Ibu Dr. Mirna Apriani., S.T., M.T., dan Bapak Tarikh Azis Ramadani, S.T.,
M.T., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan masukan untuk Tugas Akhir ini, serta motivasinya
sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Seluruh Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,
terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, selama penulis
menyelesaikan pendidikan di Teknik Pengolahan Limbah PPNS.
9. Seluruh staff di PT CHEIL JEDANG INDONESIA dan PG GEMPOLKREP
khususnya Departemen Environment dan Department Prosses, terima kasih
untuk semua pengalaman, ilmu, bimbingan selama penulis melakukan OJT.
10. Seluruh staff di Laboratorium ITS, ITATS, dan PPNS, terimakasih untuk
semua pengalaman, ilmu, dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.
11. Yanti, Asqal, Mulki, Azzahra, Fikar, Sinta, Arum, Lina, Linda, Mbak Yani dan
Mbak Yuli yang telah memberi support, doa dan bantuan selama ini.
12. Teman seperjuangan Teknik Pengolahan Limbah angkatan 2015 yang akan
selalu dikenang canda gurau selama kuliah.
13. Serta semua kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan yang tak bisa saya
sebutkan satu-persatu.
Pada proses penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kelemahan dan kekurangan. Karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan demi perbaikan Tugas Akhir ini. Penulis berharap dengan adanya
Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua. Akhir
kata penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kelemahan dan kekurangan
tersebut.
Surabaya, 15 Juli 2019
Penulis
vii
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL BATIK
DENGAN MENGGUNAKAN METODE FOTOKATALIS TiO2 –
KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA
Putri Dwi Anggraini
ABSTRAK
Proses produksi industri batik banyak menggunakan bahan kimia dan
pewarna sintetis dalam proses produksinya. Limbah cair yang dihasilkan dalam
produksi batik apabila tidak dilakukan pengolahan akan menyebabkan pencemaran
lingkungan karena memiliki sifat racun. Metode alternatif dalam pengolahan
limbah cair batik yaitu metode fotokatalis. Kelebihan metode fotokatalis yaitu dapat
mendegradasi bahan anorganik maupun bahan organik, memiliki biaya operasi
yang relatif rendah dan ramah lingkungan. Penelitihan ini bertujuan untuk
mengetahui karakterisasi dari perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa dan efisiensi dalam meremoval kadar COD dan warna. Karakterisasi yang
digunakan meliputi pengujian kualitas arang aktif teknis, SEM, FTIR, dan XRD.
Kualitas karbon aktif telah memenuhi (SNI) 06-3730-1995 tentang syarat mutu
karbon aktif teknis powder. Pengujian XRD dari hasil sintesis didapatkan TiO2 tipe
anatase. Pengujian FTIR karbon aktif terbaca gugus fungsi O-H, C=C, C-O dan
gugus C-C. Hasil FTIR TiO2 dan sintesis terbaca gugus Ti-O-Ti. Pada hasil sintesis
TiO2-karbon aktif tempurung kelapa terbaca gugus didapatkan gugus Ti-O-C dan
Ti-O-Ti. Hasil persentase removal tertinggi pada waktu kontak 180 menit dengan
perbandingan TiO2-karbon aktif tempurung kelapa 60:40 dengan persen removel
COD sebesar 79,60 %. Perbandingan massa dan waktu kontak parameter warna
yang memiliki persen removal tertinggi pada waktu kontak 150 menit dan
perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa 0:100 dengan persen
removel sebesar 44,14 %.
Kata Kunci : Fotokatalis, limbah cair tekstil, TiO2 (Titanium Dioxide), karbon aktif
tempurung kelapa
viii
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
ix
TREATMENT OF (BATIK) TEXTILE INDUSTRY
WESTEWATER BY PHOTOCATALYSIS TiO2 – CARBON
ACTIVE FROM COCONUT SHELL
Putri Dwi Anggraini
ABSTRACT
Most of production process in Batik Industry used chemical and dye synthetic.
If the wastewater from this activity have no treatment, it can cause the
environmental pollution because it has the toxic. One of the alternative method to
treat batik wastewater is by using photo-catalyst. The advantages of this method
are to degrade inorganic and organic compound, has relatively low operating costs
and eco-friendly. The purpose of this research is to characterize the mass
comparison of TiO2 - activated carbon from coconut shell and analyze the removal
efficiency in COD and color concentration. The characterization in this research is
to analyze the quality of technical activated carbon, SEM, FTIR, and XRD.
Activated carbon quality has fulfilled SNI 06-3730-1995 (Quality Requirement
Technical Activated Carbon as Powder). The result of XRD from showed that TiO2
type is anatase. FTIR analysis of activated carbon reads the functional groups O-
H, C=C, C-O and C-C. TiO2 FTIR results and synthesis read Ti-O-Ti groups. In
the synthesis results of coconut shell TiO2-activated carbon the groups obtained by
the Ti-O-C and Ti-O-Ti groups. The result of highest removal efficiency is 79,60%
for COD parameter. It’s occurred in 180 minutes of contact time with the
comparison of TiO2 - activated carbon (60:40). The highest color removal
efficiencyis 44,14%. It’s occurred in 150 minutes of contact time and with the
comparison of TiO2 -activated carbon (0:100).
Keywords : photo-catalyst, textile wastewater, TiO2 (Titnium Dioxide), activated
carbon from coconut shell
x
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
xi
DAFTAR ISI
JUDUL SAMPUL .................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan .................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Tugas Akhir ............................................................................ 5
1.5 Batasan Masalah .................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1 Titanium Dioksida (TiO2) ..................................................................... 7
2.1.1 Struktur TiO2 ............................................................................... 8
2.2 Tempurung Kelapa .............................................................................. 11
2.3 Karbon Aktif ....................................................................................... 12
2.3.1 Struktur Fisik Karbon Aktif ...................................................... 13
2.3.2 Struktur Kimia Karbon Aktif .................................................... 14
2.3.3 Proses Pembuatan Karbon Aktif ............................................... 15
2.4 Karakteristik Limbah Batik ................................................................. 17
2.5 Fotokatalisis ........................................................................................ 18
2.5.1 Kombinasi Fotokatalisis-Adsorpsi ............................................ 20
2.6 Metode Uji Karakteristik Material ...................................................... 22
2.6.1 Metode Scanning Electron Microscopy (SEM) ........................ 22
2.6.2 Metode X-Ray Diffraction (XRD) ............................................. 22
xii
2.6.3 Metode Forier Transform Infra Red (FTIR) ............................. 23
2.7 Metode Analisa Limbah ...................................................................... 23
2.7.1 Chemical Oxygen Demand (COD) ............................................ 23
2.7.2 Warna ......................................................................................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 27
3.1 Identifikasi Masalah ............................................................................. 27
3.2 Studi Lapangan .................................................................................... 29
3.3 Studi Literatur ...................................................................................... 29
3.4 Pengumpulan Data ............................................................................... 29
3.4.1 Data Primer ................................................................................ 29
3.4.2 Data Sekunder ............................................................................ 29
3.5 Penentuan Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 30
3.5.1 Tempat Penelitian ...................................................................... 30
3.5.2 Waktu Penelitian ........................................................................ 30
3.6 Pengambilan Sampel ........................................................................... 30
3.7 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 30
3.7.1 Alat Penelitian ........................................................................... 30
3.7.2 Bahan Penelitian ........................................................................ 32
3.8 Penentuan Variabel Penelitian ............................................................. 32
3.8.1 Variabel Bebas ........................................................................... 32
3.8.2 Variabel Terikat ......................................................................... 35
3.9 Prosedur Kerja ..................................................................................... 36
3.9.1 Proses Pembuatan Karbon Aktif ................................................ 36
3.9.1.1 Preparasi Tempurung Kelapa ........................................ 36
3.9.1.2 Preparasi Karbonisasi .................................................... 36
3.9.1.3 Preparasi Aktivasi ......................................................... 37
3.9.2 Uji Spesifikasi Karbon Aktif ..................................................... 38
3.9.3 Proses Sintesis TiO2 dengan Karbon Aktif ................................ 40
3.9.4 Pengolahan Limbah TiO2 - Karbon Aktif Parameter Warna ..... 41
3.9.5 Pengolahan Limbah TiO2 - Karbon Aktif Parameter COD ....... 42
3.10 Pengolahan Data ................................................................................ 43
xiii
3.10.1 Metode Analis ......................................................................... 43
3.11.2 Perhitungan Penurunan Efisiensi Warna dan COD................. 43
3.11 Analisa Data ..................................................................................... 44
3.12 Kesimpulan dan Saran ....................................................................... 44
3.13 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 45
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 47
4.1 Karakterisasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2, dan Sintesis
TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa ............................................ 47
4.1.1 Pengujian Kualitas Karbon Aktif Tempurung Kelapa .............. 49
4.1.2 Karakterisasi Morfologi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Melalui Analisis Scanning Electron Microscope (SEM) ......... 50
4.1.3 Analisis FTIR Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2, dan
Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa ...................... 53
4.1.4 Analisis XRD Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2, dan
Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa ...................... 56
4.2 Hasil Proses Fotokatalis Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2 dan
Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa ................................ 58
4.2.1 Pengaruh Massa dan Waktu Kotak Karbon Aktif Tempurung
Kelapa, TiO2 dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung
Kelapa dalam Penurunan Parameter COD ............................... 58
4.2.2 Pengaruh Massa dan Waktu Kotak Karbon Aktif Tempurung
Kelapa, TiO2 dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung
Kelapa dalam Penurunan Parameter Warna ............................. 62
4.3 Karakterisasi FTIR Setelah Proses Pengolahan Menggunakan Metode
Fotokatalis ......................................................................................... 66
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 69
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 69
5.2 Saran ................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
LAMPIRAN A ..................................................................................................... 77
LAMPIRAN B ..................................................................................................... 81
LAMPIRAN C ..................................................................................................... 87
LAMPIRAN D ................................................................................................... 103
LAMPIRAN E ................................................................................................... 111
xiv
LAMPIRAN F .................................................................................................... 123
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Kristal Rutile ........................................................................... 9
Gambar 2.2 Bentuk Kristal Anatase...................................................................... 10
Gambar 2.3 Bentuk Kristal Brookite ..................................................................... 10
Gambar 2.4 Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif.............................................. 14
Gambar 2.5 Ilustrasi Skema Struktur Kimia Karbon Aktif................................... 15
Gambar 2.6 Mekanisme Fotokatalis ..................................................................... 19
Gambar 2.7 Mekanisme Reaksi Fotokatalis dengan Adsorben ............................ 21
Gambar 3.1 Box Reaktor Fotokatalis .................................................................... 31
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 45
Gambar 4.1 SEM Karbon Aktif Perbesaran 2500 kali .......................................... 51
Gambar 4.2 Analisis Gugus Fungsi FTIR Karbon Aktif Tempurung Kelapa ...... 52
Gambar 4.3 Analisis Gugus Fungsi FTIR TiO2, dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif
Tempurung Kelapa ............................................................................. 54
Gambar 4.4 Analisis XRD Karbon Aktif Tempurung Kelapa .............................. 56
Gambar 4.5 Analisis XRD TiO2, dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung
Kelapa................................................................................................. 57
Gambar 4.6 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Removal COD .......................... 59
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Removal Warna ........................ 63
Gambar 4.8 Hasil Analisis FTIR Sebelum dan Sesudah Proses Fotokatalis ........ 67
xvi
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat Struktur Kristal ...................................................... 11
Tabel 2.2 Komponen Kimia Tempurung Kelapa .................................................. 12
Tabel 2.3 Syarat Mutu Arang Aktif ...................................................................... 13
Tabel 2.4 Baku Mutu dan Hasil Analisa Air Limbah ........................................... 18
Tabel 3.1 Analisa Air Limbah Tekstil Batik Jetis ................................................ 28
Tabel 3.2 Spesifikasi Box Reaktor ........................................................................ 31
Tabel 3.3 Variasi Variabel Pengujian Warna ........................................................ 32
Tabel 3.4 Variasi Variabel Pengujian COD .......................................................... 34
Tabel 3.5 Definisi Operasi Variabel...................................................................... 35
Tabel 3.6 Parameter Penelitian dan Metode Analisa ............................................ 43
Tabel 4.1 Kualitas Karbon Aktif Teknis ............................................................... 48
Tabel 4.2 Identifikasi Modulus Vibrasi Karbon Aktif ......................................... 53
Tabel 4.3 Identifikasi Modulus Vibrasi TiO2 dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif
Tempurung Kelapa ............................................................................... 54
xviii
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah adalah buangan dari suatu proses industri maupun domestik
yang kehadirannya tidak dikehendaki dan dapat merusak lingkungan.
Semakin hari limbah yang dihasilkan semakin meningkat seiring dengan
perkembangan industri dan memiliki karakteristik limbah yang berbeda.
Limbah yang berasal dari industri olahan makanan, farmasi, dan industri
tekstil merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan. Seperti
limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil memiliki kadar zat warna dan
COD (Chemical Oxygen Demand) yang cukup tinggi karena sebagian besar
limbah yang dihasilkan berasal dari campuran bahan-bahan organik dari
proses produksi maupun produk samping (Hadiwidodo dkk., 2009).
Limbah yang dihasilkan dari industri tekstil semakin meningkat karena
kebutuhan akan sandang dan dapat menyebabkan pencemaran bagi
lingkungan. Industri tekstil seringkali menggunakan pewarna sintesis untuk
proses pewarnaannnya. Pewarna sistesis yang digunakan pada industri tekstil
bersifat non biodegradable atau sulit diurai oleh lingkungan. Zat warna
sintetis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti
benzene, toluene, naftalena dan antrasena. Zat warna tekstil umumnya berasal
dari senyawa azo yang merupakan turunan dari gugus benzena. Senyawa azo
bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena
sifatnya karsinogen dan mutagenik (Christina, 2007). Selain itu aktivitas dari
produksi industri tekstil di identifikasi mengandung substansi yang
berpengaruh besar pada kadar BOD (Biological Oxygen Demand), COD
(Chemical Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended Solid). Apabila
limbah dari industri tekstil langsung dibuang ke badan air tanpa dilakukan
pengolahan terlebih dahulu ini akan menjadi masalah serius yang berdampak
2
ke lingkungan. Maka dari itu perlu adanya pengolahan limbah industri tekstil
agar tidak mencemari lingungan dan merusak ekosistem di perairan.
Beberapa teknologi konvensional pengolahan limbah industri tekstil
yang telah banyak dikembangkan para peneliti antara lain klorinasi, ozonasi,
dan biodegradasi (Naimah dkk., 2014). Akan tetapi, teknologi tersebut sulit
diterapkan di Indonesia dan memiliki biaya operasi yang relatif tinggi.
Sehingga dibutuhkan teknologi yang efektif dan memliki biaya operasi yang
rendah dalam pengolahan limbah cair industri. Proses fotokatalitis menjadi
metode alternatif yang digunakan dalam mendegradasi bahan anorganik
maupun bahan organik karena memiliki biaya operasi yang relatif rendah dan
ramah lingkungan (Wang dkk., 2008).
Fotokatalis merupakan fotoreaksi yang menggunakan ultraviolet dan
katalis untuk mempercepat proses reaksi. Titanium dioksida (TiO2)
merupakan salah satu fotokatalis yang aktivitasnya cukup tinggi (Brown dkk.,
1992). TiO2 menjadi material fotokatalis yang paling diminati karena
memiliki beberapa kelebihan seperti tidak beracun (non toxic), memiliki
stabilitas termal yang cukup tinggi, aktifitas fotokataliknya tinggi, stabilitas
yang tinggi, murah serta mudah didapatkan, memiliki kemampuan oksidasi
yang tinggi dalam degradasi senyawa organik, dan tidak menghasilkan
produk samping (Isnaeni dkk., 2010). Namun, tingginya aktivitas fotokatalis
TiO2 apabila tidak di imbangi oleh kemampuan dalam mengadsorb senyawa
target akan menurunkan kemampuannya dalam proses degradasi sehingga
proses degradasi tidak berjalan dengan baik atau kurang maksimal (Aji dkk.,
2016). Maka dari itu, perlu adanya material pendukung untuk
memaksimalkan kinerja dari proses fotokatalitik dengan menggunakan
material yang memiliki adsorbsi tinggi. Beberapa jenis material yang
memiliki daya adsorbsi tinggi yaitu karbon aktif, zeloit, dan silica gel. Dalam
penggunaannya silika gel memiliki kelemahan seperti rendahnya efektivitas
dan selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat
sehingga silika gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif pada
ion logam berat. Penggunaan zeolit juga memilki kekurangan dimana zeolit
alam perlu dimodifikasi terlebih dahulu untuk menghilangkan pengotor dan
3
harus meningkatkan kristalinitasnya agar aktivitas zeolit dapat meningkat
(Yuanita, 2010).
Penggunaan katalis TiO2 akan lebih efektif jika ditambahkan dengan
adsorben. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008), arang
aktif adalah media adsorpsi yang dapat disisipkan pada katalis TiO2 karena
dapat menangkap dan mengadsorpsi partikel-partikel yang sangat halus serta
bersifat non-toksik, ekonomis, mudah dibuat dan didapatkan. Karbon aktif
sebagai adsorben meembantu dalam proses fotokatalisis karena memiliki
daya adsorbsi yang tinggi, luas permukaan yang besar untuk mengakumulasi
senyawa organik dan bersifat nonpolar. Penggunakan karbon aktif sebagai
penyangga mampu mengadsorpsi banyak polutan organik sesuai dengan
banyaknya TiO2 yang ditambahkan, sehingga laju fotooksidasi meningkat.
Dalam penelitian ini adsorben yang akan digunakan yaitu karbon aktif yang
berasal dari tempurung kelapa. Pemanfaatan tempurung kelapa sebagai
karbon aktif selain untuk mengurangi limbah padat tempurung kelapa
sekaligus dapat memberikan nilai ekonomis yang tinggi yaitu sebagai karbon
aktif. Tempurung kelapa sebagai karbon aktif memiliki mikropori yang
banyak, kadar abu yang rendah, kelarutan dalam air yang tinggi, memiliki
daya serap yang tinggi, tidak berbahaya bagi lingkungan dan mempunyai
reaktivitas yang tinggi (Dhidan, 2012). Sehingga karbon aktif dari tempurung
kelapa cocok digunakan sebagai bahan adsorben karena memiliki kandungan
karbon atau kemurnian yang cukup tinggi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dkk., (2014)
peningkatan aktivitas fotodegradasi metilen biru menggunakan zeolit alam
sebesar 64,69 %, degradasi menggunakan TiO2 sebesar 61,94 %, sedangkan
zeolit-TiO2 sebesar 80,23 %. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sutanto dkk., (2011) yaitu di deposisi lapisan TiO2 kristalin di atas substrat
gelas dengan metode sol-gel dan hasil pengujian kadar BOD dan COD pada
sampel air limbah yang telah diproses pada sistem pengolah air mengalami
penurunan kadarnya bertutut-turut untuk BOD sebesar 72,5% dan 71,2%.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Nugroho (2011) yaitu
sistem pengolahan air limbah organik menggunakan material fotokatalis
4
titanium doksida (TiO2) yang digunakan untuk mengolah air limbah organik.
Reaksi fotokatalis pada titanium doksida (TiO2) terbukti dapat menjernihkan,
menghilangkan bau, mereduksi TDS sebesar 44,08%, BOD sebesar 73,44%
serta COD sebesar 71,21% pada air limbah organik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi dan efisiensi
perbandingan massa dari titanium dioksida (TiO2)-karbon aktif tempurung
kelapa dalam mendegradasi warna dan bahan organik pada limbah cair
industri tekstil batik. Selain itu, untuk mengetahui waktu kontak optimum
yang digunakan untuk mendegradasi kadar zat warna dan senyawa organik
dalam limbah cair industri tekstil batik. Pada penelitian ini karbon dari
tempurung kelapa diaktivasi secara kimia terlebih dahulu menggunakan Zink
Cloride (ZnCl2) sebelum dikompositkan dengan titanium dioksida (TiO2).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan
masalah dalam penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana karakteristik karbon aktif tempurung kelapa, Titanium
Dioksida (TiO2), dan sintesis Titanium Dioksida (TiO2) - karbon aktif
tempurung kelapa?
2. Bagaimana efisiensi pengaruh variasi massa dan waktu kontak Titanium
Dioksida (TiO2) - karbon aktif tempurung kelapa dalam penurunkan
kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan warna dalam limbah cair
tekstil batik ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi karakteristik karbon aktif tempurung kelapa, Titanium
Dioksida (TiO2), dan sintesis Titanium Dioksida (TiO2)-karbon aktif
tempurung kelapa
2. Mengidentifikasi efisiensi pengaruh variasi massa dan waktu kontak
Titanium Dioksida (TiO2)-karbon aktif tempurung kelapa dalam
5
penurunkan kadar kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan warna
dalam limbah cair tekstil batik.
1.4 Manfaat Tugas Akhir
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat
diantaranya yaitu :
1. Memberiakan informasi dan menambah referensi mengenai salah satu cara
dalam pengolahan limbah cair tekstil batik untuk mendegradasi zat warna
dan COD (Chemical Oxygen Demand)menggunakan fotokatalisis TiO2-
karbon aktif dari tempurung kelapa.
2. Memberikan alternatif baru mengenai metode pengolahan limbah yang
efektif dan efisien dalam mendegradasi limbah industri tekstil batik.
1.5 Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka
batasan masalah yang diambil pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Bahan yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif berasal dari limbah
padat tempurung kelapa.
2. Limbah tekstil batik berasal dari home industry batik di daerah Jetis
Sidoarjo.
3. Metode pengambilan sampel air limbah menggunakan grab sampling.
4. Cahaya yang digunakan dalam penyinaran menggunakan lampu UV-A
5. Semikonduktor yang digunakan semikonduktor Titanium Dioksida (TiO2)
anatase.
6. Aktivator yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif tempurung
kelapa adalah Zink Cloride (ZnCl2).
7. Standar karbon aktif mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-
3730-1995
6
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titanium Dioksida (TiO2)
Titanium dioksida atau biasa disebut dengan titanium anhydride,
anhidrida asam titanium, titanium oksida, atau titania adalah oksida titanium
dengan rumus kimia TiO2 dan biasanya berbentuk serbuk putih. TiO2
ditemukan pertama kalinya pada tahun 1821 dan tahun 1916 telah
dikomersialkan sebagai zat pewarna putih. Titanium dioksida merupakan
senyawa dioksida berwarna putih yang tidak beracun dan tahan karat.
Berdasarkan sifatnya ini TiO2 telah lama digunakan sebagai bahan pemberi
warna (pigmen) putih pada makanan maupun produk kosmetik. Selain itu
semikonduktor TiO2 dapat digunakan dalam detoksifikasi dan remediasi pada
air limbah (Indragini, 2011).
Sifat fisika dan kimia semikonduktor TiO2 dapat dilihat dibawah ini
(Indragini 2011).
Rumus molekul : TiO2
Massa molar : 79,866 g/mol
Bentuk : padatan putih
Kerapatan : 4,23 g/cm3
Porositas : 0 %
Konduktivitas termal 25OC : 11,7 WmK-1
Konstanta dielektrik 1 MHz : 85 Volt/mil
Modulus shear : 90 Gpa
Elastisitas : 23 Gpa
Titik leleh : 1843OC
Titik didih : 2972 OC
Kelarutan : tidak larut
Indeks bias : 2,488 (anatase)
2,583 (brookit)
2,609 (rutil)
8
Semikonduktor TiO2 memiliki banyak keunggulan dibandingkan bahan
semikonduktor yang lainnya, sehingga menjadi perhatian dalam penelitian
sebagai fotokatalis. Kelebihan TiO2 tersebut diantaranya (Tarr, 2003):
a. Mempunyai pita terlarang (band gap) yang sesuai untuk proses
fotokatalis sehingga memudahkan terjadinya eksitasi elektron ke pita
konduksi dan pembentukan hole pada pita valensi saat di induksikan
cahaya ultraviolet.
b. TiO2 memiliki aktifitas fotokatalis yang lebih tinggi dibandingkan
dengan fotokatalis lain, seperti: ZnO, CdS, WO2, dan SnO2.
c. Tahan terhadap photodegradasi.
d. Bersifat inert dan tidak larut dalam reaksi baik secara biologis maupun
kimia.
e. Mampu menyerap sinar ultraviolet dengan baik.
f. Memiliki kestabilan kimia dalam interval pH yang besar (0 sampai 14).
g. Tidak beracun
Fotokatalis yang paling ideal yaitu harus memiliki kestabilan dan
fotoaktivitas yang tinggi, tidak beracun, dan relatif murah. Supaya dapat
digunakan untuk mendegradasi senyawa organik, maka potensial redoks
H2O/•OH E○ = -2,8 V harus dalam rentang band gap. TiO2 merupakan jenis
semikonduktor yang paling menjanjikan digunakan sebagai fotokatalis
dalam mendegradasi polutan organik (Beydoun dkk., 1999; Indragini,
2011).
2.1.1 Struktur Titanium Dioksida (TiO2)
Di alam Titanium Dioksida (TiO2) memiliki beberapa struktur
kristal, yaitu anatase (tetragonal), rutile (tetragonal), dan brookite
(ortorombik). Berikut merupakan struktur dari Titanium Dioksida
(TiO2) yaitu sebagai berikut :
a. Rutile
Stabil pada suhu tinggi dan pada ukuran partikel 35 nm,
memiliki bentuk kristal tetragonal dan terdapat pada batuan
beku. Fase anatase dan brookite akan mengalami transformasi
9
ke fasa rutile setelah mencapai ukuran partikel tertentu (Zhang
dkk, 2000).
Gambar 2.1 Bentuk Kristal Rutile (Fujishima dkk, 2008)
b. Anatase
Stabil pada suhu rendah dan pada ukuran partikel kurang
dari 11 nm memiliki bentuk kristal tetragonal. Struktur
anatase ini memiliki nilai band gap sekitar 3,2 Ev. Fase
anatase mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan fasa rutile. Fasa anatase Titanium Dioksida (TiO2)
memiliki luas permukaan yang lebih besar. Kristal TiO2
anatase dilaporkan sebagai komponen aktif sedangkan dalam
bentuk rutile kurang menunjukkan aktifitasnya. Titanium
Dioksida (TiO2) dalam bentuk anatase secara termodinamika
lebih stabil dari pada rutile tetapi pembentukannya secara
kinetik lebih baik pada suhu rendah (<600oC). Temperatur
rendah ini dapat menjelaskan luas permukaan yang lebih
tinggi. Fase anatase sering digunakan dalam proses fotokimia
karena memiliki mobilitas elektron yang tinggi, konstanta
dielektrik yang rendah, serta densitas yang rendah (Carp dkk.,
2004).
10
Gambar 2.2 Bentuk Kristal Anatase (Fujishima dkk., 2008)
c. Brookite
Stabil pada ukuran partikel 11-35 nm struktur dari brookite
berbentuk kristal orthorombik, dan biasanya hanya terdapat
pada mineral. Fase brookite mempunyai volume sel yang lebih
besar dan yang paling padat dari tiga fase dan fase ini sangat
jarang digunakan dalam penelitian. (Thompson, 2006).
Gambar 2.3 Bentuk Kristal Brookite (Fujishima dkk., 2008)
Pada struktur Titanium Dioksida (TiO2) memilik 3 bentuk
kristal yang memiliki sifat yang berbeda-beda. Menurut Dorian dkk.,
(2011) perbandingan sifat struktur kristal Titanium Dioksida (TiO2)
dapat dilihat pada tabel 2.1
11
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat Struktur Kristal
2.2 Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan salah satu bagian dari buah kelapa yang
fungsinya sebagai pelindung inti buah dan terletak dibagian dalam sabut
dengan ketebalan berkisar 3-6 mm. Tempurung kelapa memiliki kualitas baik
yaitu tempurung kelapa tua dan kering ditunjukkan dengan warna gelap
kecoklatan. Tempurung kelapa merupakan golongan kayu keras dengan kadar
air sekitar 6 – 9 % yang tersusun dari selulosa, lignin, dan hemiselulosa.
Komposisi kimia dalam tempurung kelapa dapat dilihat lebih rinci pada Tabel
2.2. Tempurung kelapa memiliki komposisi kimia yang mirip dengan kayu
mengandung lignin, pentosa, dan selulosa. Tempurung kelapa biasannya
digunakan sebagai bahan pembuatan arang dan arang aktif. Ini dikarenakan
tempurung kelapa merupakan bahan yang dapat menghasilkan nilai kalor
sekitar 6500 – 7600 Kkal/kg dan tempurung kelapa juga cukup baik untuk
bahan arang aktif (Triono, 2006).
Sifat Rutile Anatase Brookite
Struktur kristal Tetragonal Tetragonal Ortorombik
a = 4,5936 a = 3,784 a = 9,184
c = 2,9587 c = 9,515 b = 5,447
c = 5,154
Masa jenis (gr/cm3) 4,13 3,79 3,99
Volume/Molekul (Å3) 31,216 34,061 32,172
1,949 (4) 1,937(4)
1,980 (2) 1,965(2)
81,2° 77,7°
90,0° 92,6°
Konstanta kisi
TiO-O Panjang Ikatan
(Å) 1,87–2,04
O-TiO-O Sudut ikatan 77,0°–105°
12
Tabel 2.2 Komponen Kimia Tempurung Kelapa
Sumber : (Suhardiyono, 1988)
Tempurung kelapa kebanyakan hanya dianggap sebagai limbah.
Ketersediaannya yang melimpah dianggap sebagai masalah bagi lingkungan.
Padahal tempurung kelapa ini masih dapat diolah lagi menjadi produk yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu sebagai karbon aktif. Tempurung
kelapa merupakan bahan terbaik karena memiliki mikropori sangat banyak,
kadar abu rendah, dan kelarutan dalam air sangat tinggi. Sifat karbon aktif
dari tempurung kelapa adalah strukturnya sebagian besar mikropori,
kekerasannya tinggi, mudah diregenerasi dan daya serap iodinnya tinggi
sebesar 1100 mg/g (Pambayun dkk., 2013).
2.3 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah senyawa amorf yang dihasilkan dari bahan-bahan
yang mengandung karbon atau arang yang diperlakukan secara khusus untuk
mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon aktif memiliki kandungan
karbon sekitar 85-95% yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung
karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi dan proses aktivasi. Karbon aktif
mempunyai daya serap yang cukup besar, yaitu 25-100% terhadap berat
karbon aktif (Darmawan, 2008).
Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai macam bahan dasar yang
Komponen Persentase
Selulosa 26,60%
Hemiselulosa 27,20%
Lignin 29,40%
Abu 0,60%
Komponen ekstraktif 4,20%
Uronat anhidad 3,50%
Nitrogen 0,10%
Air 8,00%
13
mempunyai kandungan karbon. Bahan dasar yang biasanya digunakan
sebagai karbon aktif antara lain batu bara, tempurung kelapa, tempurung
kelapa sawit, limbah pinus, ampas tebu, sekam padi dan kayu. Bahan dasar
pembuatan karbon aktif mempunyai efek terhadap kapasitas adsorpsi dan
kinetik dari karbon aktif.
Ada 3 kriteria bahan dasar yang dapat dibuat sebagai karbon aktif, yaitu:
bahan dasar harus mengandung karbon
pengotor pada bahan dasar harus dijaga seminimal mungkin
bahan dasar harus mempunyai kualitas yang konstan
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-3730-1995
persyaratan tentang karbon aktif dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Syarat Mutu Arang Aktif (SNI) No. 06-3730-1995
2.3.1 Struktur Fisik Karbon Aktif
Struktur dasar dari karbon aktif berupa struktur kristalin yang
sangat kecil (mikrokristalin). Karbon aktif mempunyai bentuk
amorf yang tersusun atas lapisan bidang datar dimana atom-atom
karbon tersusun dan terikat secara kovalen dalam tatanan atom-atom
heksagonal. Pada gambar 2.4 menunjukkan skema struktur karbon
aktif. Setiap garis menunjukkan lapisan atom-atom karbon yang
berbentuk heksagonal dan adanya mikrokristalin dengan struktur
grafit pada karbon aktif (Sudibandriyo, 2003).
Butiran Serbuk
1. Bagian yang hilang pada
pemanasan 950ᴼC% Maks. 15 Maks. 25
2. Kadar air % Maks. 4,4 Maks. 15
3. Kadar abu % Maks. 2,5 Maks. 10
4. Daya serap Iodin mg/g Min. 750 Min. 750
5. Karbon aktif Murni % Min. 80 Min. 65
Uraian SatuanPersyaratan
No.
14
Gambar 2.4 Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003)
Pada umumnya karbon aktif ada 2 bentuk yaitu bentuk
granular (butiran) dan serbuk. Karbon aktif berbentuk serbuk halus
memiliki distribusi ukuran partikel antara 5-10 µm. Sedangkan
untuk karbon aktif berbentuk granular memiliki ukuran antara 0,8-
1,2 mm. Porositas karbon aktif terbentuk pada saat proses
karbonisasi. Pada karbon aktif terdapat 3 ukuran pori, yaitu
mikropori (< 2 nm), mesopori (2 nm– 50 nm), dan makropori (> 50
nm) (Marsh, 2006). Selain itu, terdapat pula ukuran supermikropori
(0,7 nm – 2 nm) dan ultramikropori (< 0,7 nm).
2.3.2 Struktur Kimia Karbon Aktif
Selain terdiri dari atom karbon, karbon aktif mengandung
hidrogen dan oksigen yang terikat pada gugus fungsi misalnya
karboksil, fenol, dan eter. Gugus fungsi ini dapat berasal dari bahan
baku karbon aktif. Selain itu, gugus fungsi pada karbon aktif juga
terbentuk selama proses aktivasi karena adanya interaksi radikal
bebas permukaan karbon dengan oksigen atau nitrogen yang
berasal dari atmosfer. Gugus fungsi ini menjadikan permukaan
karbon aktif reaktif secara kimia dan dapat mempengaruhi sifat
adsorpsinya (Murti, 2008). Ilustrasi struktur kimia karbon aktif
dapat dilihat pada Gambar 2.5.
15
Gambar 2.5 Ilustrasi Struktur Kimia Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003)
2.3.3 Proses Pembuatan Karbon Aktif
Menurut Rozanna (2010), secara umum proses pembuatan
karbon aktif terdiri dari tiga tahap yaitu :
1. Proses Dehidrasi
Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan bahan baku
tersebut pada suhu 105 – 170 ºC selama 18 - 24 jam dengan
tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada bahan
baku.
2. Proses Karbonisasi
Proses ini dilakukan dengan cara pengubahan komposisi bahan
baku yang mengandung karbon untuk memisahkan bahan non
karbon yang terperangkap dalam bahan baku, sehingga sebagian
besar yang tersisa dari bahan adalah karbon. Proses karbonisasi
ini dilakukan pada suhu tinggi antara 450 - 750 ºC. Selain bahan
non karbon, sebagian karbon akan ikut menguap karena bahan
non karbon terikat pada rantai karbon, yaitu berupa CO (karbon
monoksida), CO2 (karbon dioksida) maupun hidrokarbon ringan
yang berupa gas.
3. Proses Aktivasi
Proses Aktivasi adalah suatu perubahan fisika dimana
permukaan karbon aktif menjadi jauh lebih banyak karena
hidrokarbon yang terkandung dalam karbon dihilangkan. Untuk
memperoleh karbon yang berpori dan luas permukaan yang
besar dapat diperoleh dengan cara mengaktivasi bahan.
16
Dalam aktivasi karbon aktif, terdapat 2 metode aktivasi yang
umum digunakan, yaitu aktifasi secara fisika dan secara kimia.
1. Aktivasi Fisika
Proses aktivasi fisika ini dilakukan dengan mengalirkan
aktivator dalam reaktor pada suhu tinggi. Aktivasi dengan uap
air biasanya dilakukan pada suhu 750 - 900ºC dan aktivasi
dengan CO2 (karbon dioksida) dilakukan pada suhu 850 -
1100ºC. Namun aktivasi dengan CO2 (karbon dioksida) jarang
dilakukan karena reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis
sehingga lebih sulit untuk dikontrol. Pada proses ini harus
mengontrol suhu, lama waktu aktivasi dan laju alir aktivator
sehingga dihasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang
padat dan memiliki pori-pori yang luas.
2. Aktifasi Kimia
Aktivasi kimia adalah suatu proses pemutusan rantai
karbon dari senyawa organik dengan menggunakan bahan-
bahan kimia. Bahan kimia yang sering digunakan untuk
aktivasi secara kimia seperti garam kalsium klorida (CaCl2),
magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2), natrium
hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium
klorida (NaCl). Selain garam mineral biasanya digunakan
ialah berbagai asam dan basa organik seperti asam sulfat
(H2SO4), asam klorida (HCl), asam hipoklorit (H3PO4),
kalium hidroksida (KOH), dan natrium hidroksida (NaOH).
Metode aktivasi kimia dilakukan dengan perendaman bahan
baku setelah dilakukan proses karbonisasi.
Dari kedua jenis proses aktivasi yang ada, menurut Suhendra
dan Gunawan (2010), cara aktivasi kimia memiliki berbagai
keunggulan tertentu dibandingkan dengan cara aktivasi fisika,
diantaranya adalah:
17
1. Dalam proses aktivasi kimia, zat kimia pengaktif sudah terdapat
dalam tahap penyiapannya sehingga proses karbonisasi dan
proses aktivasi karbon terakumulasi dalam satu langkah yang
umumnya disebut one-step activation atau metode aktivasi satu
langkah.
2. Dalam proses aktivasi kimia, suhu yang digunakan umumnya
lebih rendah dibanding pada aktivasi fisika.
3. Efek dari agen dehidrasi pada aktivasi kimia dapat memperbaiki
pengembangan pori di dalam struktur karbon.
4. Produk yang dihasilkan dalam aktivasi kimia lebih banyak
dibandingkan dengan aktivasi fisika.
2.4 Karakteristik Limbah Cair Batik
Kandungan air limbah industi batik biasannya memiliki kadar zat
warna, kebutuhan oksigen kimia (COD), bahan kimia yang kompleks, garam
anorganik, total padatan terlarut (TDS) yang cukup tinggi. Ini dikarenakan
terdapat bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan batik dan
penggunaan warna dalam industri batik biasaanya menggunakan pewarna
sintetis dalam proses pewarnaannya. Limbah zat warna yang dihasilkan dari
industri tekstil umumnya merupakan senyawa organik non biodegradable,
yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan
perairan (Suprihatin, 2014). Peraturan Gubernur Jawa Timur no. 72 tahun
2013 mengenai baku mutu limbah cair industri atau kegiatan usaha lainnya di
Jawa Timur. Sebelum dilakukan penelitian mengenai air limbah tekstil yang
berada di daerah Jetis Kabupaten Sidoarjo, peneliti terlebih dahulu melakukan
studi lapangan yang digunakan untuk mengetahui karakteristik limbah cair
trkstil batik yang berada di daerah Jetis Kabupaten Sidoarjo, dimana data
tersebut digunakan sebagai acuan peneliti untuk melakukan pengolahan
mengenai limbah tekstil batik. Baku mutu dan hasil analisa air limbah industri
tekstil batik yang berasal dari daerah Jetis Sidoarjo dapat dilihat pada tabel
2.4
18
Tabel 2.4 Baku Mutu dan Hasil Analisa Air Limbah
Sumber : * Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013
2.5 Fotokatalisis
Fotokatalis adalah reaksi yang melibatkan cahaya (fotoreaksi) dan
mengalami peningkatan kecepatan reaksi akibat adanya katalis yang
mengabsorbsi energi cahaya ultraviolet (UV) sehingga menghasilkan
senyawa pereduksi dan pengoksidasi pada permukaan katalis. Katalis yang
digunakan dalam proses ini disebut sebagai fotokatalis karena mampu
mengadsorpsi energi foton (Naimah dkk., 2015). Proses fotokatalitik sebagai
proses yang ramah lingkungan memiliki keunggulan dibandingkan dengan
teknologi yang sudah ada, metode ini tidak hanya menghancurkan polutan
bukan hanya mengubah fasa (seperti pada proses adsorbsi oleh karbon aktif)
tanpa menggunakan oksidan-oksidan berbahaya (seperti ozon dan klorin)
(McCullagh dkk., 2010).
Fotokatalitik terbagi menjadi dua jenis, yaitu fotokatalik homogen dan
fotokatalitk heterogen. Fotokatalitik homogen adalah reaksi fotokatalitik
dengan bantuan oksidator seperti ozon dan hydrogen peroksida, sedangkan
fotokatalitik heterogen merupakan teknologi yang didasarkan pada irradiasi
sinar UV pada semikonduktor.
Parameter SatuanKadar
Maximum *
Hasil Analisa
Air Limbah Cair
Batik
Metode Analisa
BOD5 mg/l 50 940 Winkler
COD mg/l 150 1.818 Refluks
TSS mg/l 50 550 Gravimetri
Fenol Total mg/l 0,5 1,41 Spektrofotometri
Krom Total (Cr) mg/l 1 0,27 AAS
Minyak dan
Lemakmg/l 3 90 Gravimetri
Amonia Total
(NH3 - N)mg/l 8 29,68 Kjeldhal
Sulfida (H2S) mg/l 0,3 0,04 Iodimetri
pH 6 - 9 7,6 pH meter
Warna PtCo - 193 Spektrofotometri
19
Fotokatalis heterogen merupakan proses fotokatalis yang terjadi
antara satu atau lebih tahapan reaksi yang berlangsung karena kehadiran
pasangan elektron yang dihasilkan dari permukaan bahan semikonduktor
pada saat diiluminasi oleh cahaya yang sesuai. Titanium dioksida memiliki
potensi untuk digunakan dalam produksi energi sebagai fotokatalis, dapat
melakukan hidrolisis yaitu memecah air menjadi hidrogen dan oksigen.
Dalam proses fotokatalis, semikonduktor TiO2 membutuhkan serapan energi
yang sama atau lebih besar dari selang energinya. Aktifitas fotokatalis ini
membutuhkan penyerapan sinar ultraviolet (UV) untuk membentuk dua
pasangan elektron dan lubang (hole).
Elektron yang tereksitasi pada pita konduksi dan lubang yang terdapat
pada pita valensi dapat bergabung kembali dan mengubah input energi
menjadi panas atau terperangkap pada permukaan menjadi stabil. Gabungan
elektron yang diadsorpsi pada permukaan semikonduktor atau disekitar
medan listrik muatan partikel bias juga menjadi pengubah input energi. Pada
Gambar 2.6 diberikan beberapa tahap mekanisme foto kimia (Banarjee dkk.,
2006).
Gambar 2.6 Mekanisme Fotokatalis (Banarjee dkk., 2006).
20
2.5.1 Kombinasi Proses Fotokatalis-Adsorpsi
Proses fotokatalis terjadi jika antara fotokatalis dengan polutan
terjadi kontak. Hal ini menjadi masalah karena kebanyakan
semikonduktor fotokatalis termasuk TiO2 memilki daya adsorpsi
yang lemah. Untuk menutupi kekurangan dari fotokatalis
semikonduktor TiO2 ini perlu dimodifikasi dengan adsorben sebagai
penyangga karena memiliki kemampuan atau daya adsorbsi yang
cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui
bahwa penggunaan adsorben sebagai penyangga dapat
meningkatkan laju fotodegradasi berbagai polutan (Torimoto,
1996). Adsorben yang digunakan merupakan media berpori,
sehingga fotokatalis dapat pula masuk ke dalam pori atau menempel
di permukaan adsorben. Beberapa jenis meterial berpori yang dapat
digunakan sebagai adsorben yaitu silica gel, zeloit dan karbon aktif.
Pemilihan karbon aktif sebagai maerial berpori memiliki
kelebihan dapat menangkap dan mengadsorbsi partikel-partikel
yang halus serta bersifat non-toksik, ekonomis, serta mudah dibuat
dan didapatkan. Karbon aktif sebagai adsorben pembantu dalam
proses fotokatalisis karena memiliki daya adsorbsi yang tinggi dan
luas permukaan yang besar untuk mengakumulasi senyawa organik
dan nonpolar. Selain itu penggunakan karbon aktif sebagai
penyangga antara lain adalah mampu mengadsorpsi banyak polutan
organik sesuai dengan banyaknya titanium dioksida (TiO2) yang
ditambahkan, sehingga laju fotooksidasi meningkat. Gambar 2.7 di
bawah ini menunjukkan mekanisme reaksi pada kombinasi proses
fotokatalisis – adsorpsi.
21
Gambar 2.7 Mekanisme reaksi fotokatalis dengan adsorben sebagai penyangga (a)
dipermukaan adsorben dan (b) didalam pori adsorben (Torimoto, 1996)
Fotokatalis dalam pori maupun pada permukaan adsorben
secara aktif membantu reaksi fotokatalitik. Manfaat penggunaan
adsorben sebagai penyangga proses fotokatalis antara lain sebagai
berikut (Slamet, 2007).
a. Meningkatkan konsentrasi polutan pada ruang sekitar fotokatalis,
sehingga dapat meningkatkan laju reaksi.
b. Mendispersikan fotokatalis, sehingga luas permukaan katalis
menjadi lebih besar dan fotokatalis menjadi lebih aktif.
c. Meningkatkan kemampuan adsorpsi katalis.
Kinerja kombinasi fotokatalis-adsorpsi ditentukan oleh daya
adsorpsi dari adsorben dan kemampuan difusi adsorbat ke fotokatalis
TiO2 (Torimoto, 1996). Semakin tinggi daya adsorpsi, maka laju
degradasi polutan juga akan meningkat. Aktivitas juga akan semakin
baik jika fotokatalis terdispersi merata ke seluruh permukaan
adsorben (Matsuoka, 2003). Adsorben diregenerasi secara insitu
oleh fotokatalis karena polutan teradsorpsi dapat langsung dioksidasi
oleh fotokatalis menjadi CO2 dan H2O. Proses ini membuat adsorben
membutuhkan waktu lama untuk menjadi jenuh, sehingga proses
degradasi berlangsung lebih lama dan lebih efisien.
(a) (b)
22
2.6 Metode Uji Karakterisasi Material
2.6.1 Metode Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM merupakan salah satu tipe mikroskop elektron yang
mampu menghasilkan resolusi tinggi dari gambaran suatu sampel
(Cahyana, 2014). SEM dimanfaatkan untuk melihat topografi
permukaan suatu sampel dan ukuran sampel. Hasil yang diperoleh
berupa scanning electron micrograph yang memiliki bentuk tiga
dimensi berupa foto. Biasanya SEM memiliki perbesaran 1.000 –
40.000 kali. Bagian utama dari SEM, yaitu penembak elektron, lensa
magnetik dan lensa objektif, fine probe, detektor, spesimen, dan
monitor CRT.
Prinsip scanning electron microscopy (Anonim, 2011) yaitu :
1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan
dipercepat dengan anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai keseluruhan sampel
dengan diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan
mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor
dan dikirim ke monitor (CRT).
2.6.2 Metode X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction (XRD) adalah metode analisa yang
digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material
dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk
mendapatkan ukuran partikel. Prinsip kerja XRD secara umum
adalah XRD terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X,
tempat objek yang diteliti dan detektor sinar-X. Sinar-X yang
dihasilkan di tabung sinar-X berisi katoda memanaskan filamen,
sehingga dapat menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan
23
menyebabkan percepatan elektron akan menembaki objek. Ketika
elektron mempunyai tingkat energi yang tinggi dan menabrak
elektron dalam objek sehingga dapat dihasilkan pancaran sinar-X.
Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam
intensitas refleksi dari sinar-X. Detektor merekam dan memproses
sinyal sinar-X dan mengolahnya dalam bentuk grafik (Ratnasari,
2009).
2.6.3 Metode Forier Transformz Infra Red (FTIR)
Forier Transform Infra Red FTIR adalah teknik yang
digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi,
emisi, fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat,
cair, dan gas. Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan
untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi antar atom. FTIR juga dapat
digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik serta
analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan
absorpsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Hindrayawati,
2010)
Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang melewati celah ke
sampel, dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi
yang disampaikan kepada sampel. Kemudian beberapa infrared
diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui
permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan
sinyal yang terukur kemudian dikirim ke komputer (Thermo, 2001).
2.7 Metode Analisa Limbah
2.7.1 Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen
kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-
zat organik yang ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik menjadi CO2 dan H2O.
24
Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi
menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam (Fardiaz, 1992).
COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasi dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air. Maka konsentrasi COD dalam air harus
memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan agar tidak
mencemari lingkungan. Uji COD yaitu suatu uji yang menentukan
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air. Pengukuran kandungan COD didasarkan pada
kenyataan hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi
karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat yaitu kalium
dikromat (K2Cr2O7) dalam suasana asam. Dengan menggunakan
kalium dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95 % - 100 %
bahan organik dapat dioksidasi (Effendi, 2003)
2.7.2 Warna
Limbah industri tekstil tergolong limbah cair dari proses
pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis (pewarna
sitetis), mempunyai kekuatan pencemar yang kuat dan bersifat non
biodegradable. Zat warna sintetis dalam tekstil merupakan turunan
hidrokarbon aromatik seperti benzene, toluene, naftalena dan
antrasena. Zat warna tekstil umumnya berasal dari senyawa azo yang
merupakan turunan dari gugus benzena. Bahan pewarna tersebut
telah terbukti mampu mencemari lingkungan. Zat warna tekstil
merupakan gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor
dan auksokrom sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat
antara warna dengan serat (Hadi Risnandar dan Yulianto Kurniawan,
1998).
Berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI) 6989.80:2011
tentang cara uji warna dilakukan secara spektrofotometri. Prinsip
metode spektrofotometri ini yaitu warna dari larutan uji ditentukan
secara spektrofotometri dengan panjang gelombang 450 nm – 465
25
nm dengan menggunakan larutan standar PtCo. Pengukuran nilai
warna sebenarnya (true colour) berdasarkan hukum Beers.
26
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
27
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian tugas akhir ini mengenai karakterisasi perbandingan
massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa dan mengetahui efisiensi dari
pengolahan limbah cair industri tekstil batik menggunakan metode fotokatalisis
untuk menurunkan kadar warna, dan COD (Chemical Oxygen Demand). Penelitian
ini memiliki suatu proses yang terstruktur dengan langkah-langkah sistematis dan
terarah tentang tahapan penelitihan yang akan dilakukan. Metode penelitian ini
bertujuan untuk mempermudah peneliti untuk melaksanakan sebuah penelitihan
serta agar mudah dipahami oleh pembaca.
Adapun tahap-tahap penelitian mengenai karakterisasi dan pengolahan
limbah cair industri tekstil batik menggunakan metode fotokatalis TiO2 – karbon
aktif tempurung kelapa untuk menurunkan kadar warna dan COD (Chemical
Oxygen Demand) yaitu :
3.1 Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini mengangkat tema mengenai karakterisasi dan
pengolahan limbah cair industri tekstil batik menggunakan metode fotokatalis
TiO2 – karbon aktif tempurung kelapa untuk menurunkan kadar warna dan
COD (Chemical Oxygen Demand), dikarenakan selama ini limbah yang
berasal dari kegiatan home industri tekstil batik selama ini tidak dilakukan
pengolahan limbah dengan baik dan benar. Serta penggunaan senyawa
sintetis dan bahan kimia dalam dalam proses pembuatan batik apabila tidak
dilakukan pengolahan sebelum masuk kedalam perairan dapat mencemari
lingkungan. Dalam tugas akhir ini mengetahui efektifitas pengolahan limbah
cair industri tekstil batik menggunakan metode fotokatalis titanium dioksida
(TiO2) – karbon aktif tempurung kelapa untuk menurunkan parameter warna
dan COD (Chemical Oxygen Demand).
28
Berikut merupakan data air limbah dari industri tekstil batik yang telah
dilakukan analisa awal sebagai data primer peneliti dapat dilihat pada Tabel
3.1
Tabel 3.1 Hasil Analisa Limbah Cair Industri Tekstil Batik
*) Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013
3.2 Studi Lapangan
Pada tahap ini dilakukan observasi lapangan secara langsung pada
limbah yang dihasilkan dari suatu proses home industry tekstil batik di daerah
Jetis Kabupaten Sidoarjo. Observasi lapangan secara langsung ini digunakan
untuk mengetahui karakteristik limbah cair industri tekstil batik seperti pada
Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Tekstil dalam
Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013.
Parameter SatuanKadar
Maximum *
Hasil Analisa
Air Limbah Cair
Batik
Metode Analisa
BOD5 mg/l 50 940 Winkler
COD mg/l 150 1.818 Refluks
TSS mg/l 50 550 Gravimetri
Fenol Total mg/l 0,5 1,41 Spektrofotometri
Krom Total (Cr) mg/l 1 0,27 AAS
Minyak dan
Lemakmg/l 3 90 Gravimetri
Amonia Total
(NH3 - N)mg/l 8 29,68 Kjeldhal
Sulfida (H2S) mg/l 0,3 0,04 Iodimetri
pH 6 - 9 7,6 pH meter
Warna PtCo - 193 Spektrofotometri
29
3.3 Studi Literatur
Pada studi litertur ini bertujuan sebagai pendalaman topik penelitian
yang akan diangkat pada tugas akhir ini, untuk lebih memahami dan
mendalami maka diperlukan studi literatur guna untuk memudahkan dalam
penelitian. Referensi didapatkan melalui beberapa sumber yang berasal dari
jurnal, buku-buku, referensi tugas akhir, dan lain sebagainya yang menunjang
mengenai topik penelitian yang akan dilakukan.
3.4 Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data digunakan sebagai pengumpulan data yang
berkaitan dengan topik penelitian yang akan di angkat. Dalam penelitian ini
terdapat dua sumber data, yaitu :
3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data primer didapatkan secara langsung di
lapangan. Data primer ini dibutuhkan dalam penelitian ini mengenai
analisa awal parameter COD, BOD5, TSS, krom total, minyak dan
lemak, amonia total (NH3-N), sulfida, pH, dan warna pada air limbah
industri tekstil batik di daerah Jetis Kabupaten Sidoarjo.
3.4.2 Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri
Tekstil dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 tahun 2013,
Standart Nasional Indonesia (SNI) 6989.59:2008 mengenai
pengambilan sampel air limbah, Standart Nasional Indonesia (SNI)
metode analisa limbah cair industri tekstil batik, dan Standart
Nasional Indonesia (SNI) No. 06-3730-1995 tentang persyaratan
karbon aktif.
30
3.5 Penentuan Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat untuk menunjang
selama masa penelitain, yaitu :
1. Laboratorium Teknologi Air dan Konsultasi Industri Institut
Teknologi Sepuluh November.
2. Laboratorium Teknik Kimia Institut Teknologi Adhi Tama
Surabaya.
3. Laboratorium Energi Institut Teknologi Sepuluh November.
4. Laboratorium Material Institut Teknologi Sepuluh November.
5. Laboratorium Pengolahan Limbah Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
3.5.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari
2018 sampai Mei 2019
3.6 Pengambilan Sampel
Pada tahap ini dilakukan pengambilan sampel limbah cair industri batik
dengan menggunakan metode grab sampling. Teknik pengambilan sampel
sesuai dengan SNI 6989.59:2008 Metode Pengambilan Contoh Air Limbah.
3.7 Alat dan Bahan Penelitan
3.7.1 Alat Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut :
1. Neraca analitik
2. Cawan porselin
3. Oven
4. Furnace
5. Magnetic stirer
31
6. Beaker Glass
7. Hot plate
8. Lumpang dan alu
9. Spatula
10. Ayakan 200 mesh
11. Spektrofotometeri
12. pH universal
13. Kertas Whatmen 42
14. Kertas saring
15. Reaktor fotokatalis
16. Lampu UV-A
Box Reaktor Fotokatalis
Gambar 3.1 Box Reaktor Fotokatalis
Spesifikasi Box Reaktor
Berikut merupakan spesifikasi box reaktor yang digunakan
dalam proses fotokatalis dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Spesifikasi Box Reaktor
Dimensi box fotokatalis P x l x t (30 cm x 30 cm x 45 cm)
Material Papan triplek dilapisi alumunium foil
Lampu 4 buah lampu (Lampu UV A)
32
3.7.2 Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut :
1. Sampel limbah cair industri tekstil batik
2. Tempurung kelapa
3. Titaniun dioksida (TiO2)
4. ZnCl2 10%
5. Aquades
3.8 Penentuan Variabel Penelitian
3.8.1 Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang dapat mempengaruhi
hasil dari penelitian. Variabel bebas dalam penelitian adalah
perbandingan variasi massa dari karbon aktif tempurung kelapa,
TiO2, sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa dan variasi waktu
kontak untuk menganalisa parameter warna dan Chemical Oxygen
Demand (COD). Dari kedua variabel tersebut dapat dilihat pada
tabel 3.3 dan 3.4
Tabel 3.3 Variasi Variabel Pengujian Warna
No. Komposisi
Variasi
Massa
(%)
Waktu
Kontak
(menit)
Parameter
Warna Analisa
Awal (PtCo)
Parameter Warna
Analisa Setelah
Pengolahan (PtCo)
Efisiensi
Removal
(%)
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
0:1001
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
33
Lanjutan Tabel 3.3 Variasi Variabel Pengujian Warna
No. Komposisi
Variasi
Massa
(%)
Waktu
Kontak
(menit)
Parameter
Warna Analisa
Awal (PtCo)
Parameter Warna
Analisa Setelah
Pengolahan (PtCo)
Efisiensi
Removal
(%)
12
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
12
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
12
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
4
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
60:40
2
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
40:60
3
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
50:50
34
Lanjutan Tabel 3.3 Variasi Variabel Pengujian Warna
Tabel 3.4 Variasi Variabel Pengujian COD
No. Komposisi
Variasi
Massa
(%)
Waktu
Kontak
(menit)
Parameter
Warna Analisa
Awal (PtCo)
Parameter Warna
Analisa Setelah
Pengolahan (PtCo)
Efisiensi
Removal
(%)
12
30
45
60
75
90
105
120
135
150
165
180
5
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
100:0
No. Komposisi
Variasi
Massa
(%)
Waktu
Kontak
(menit)
Parameter
COD
Analisa Awal
(mg/l)
Parameter COD
Analisa Setelah
Pengolahan
(mg/l)
Efisiensi
Removal
(%)
45
90
135
180
45
90
135
180
45
90
135
180
45
90
135
180
45
90
135
180
1
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
0:100
2
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
40:60
3
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
50:50
4
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
60:40
5
TiO2 : Karbon
Aktif Tempurung
Kelapa
0:100
35
3.8.2 Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
dapat berubah disebabkan oleh variabel bebas. Variabel terikat pada
penelitihan ini adalah parameter warna dan COD (Chemical Oxygen
Demand).
Tabel 3.5 Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Definisi OperasionalSatuan dan
KatagoriMetode Skala
1.COD (Chemical
Oxygen Demand)
Parameter yang
menunjukan jumlah
oksigen yang diperlukan
untuk mengoksidasi bahan
organik secara kimiawi
mg/l Refluks Nominal
2. Warna
Parameter yang
menunjukan kandungan
warna dalam air limbah
PtCo Spektrofotometri Nominal
3.Massa TiO2 (100) :
Karbon Aktif (0)
Perbandingan massa TiO2
dan karbon aktif
tempurung kelapa
gram Timbangan Nominal
4.Massa TiO2 (60) :
Karbon Aktif (40)
Perbandingan massa TiO2
dan karbon aktif
tempurung kelapa
gram Timbangan Nominal
5.Massa TiO2 (50) :
Karbon Aktif (50)
Perbandingan massa TiO2
dan karbon aktif
tempurung kelapa
gram Timbangan Nominal
6.Massa TiO2 (40) :
Karbon Aktif (60)
Perbandingan massa TiO2
dan karbon aktif
tempurung kelapa
gram Timbangan Nominal
7.Massa TiO2 (0) :
Karbon Aktif (100)
Perbandingan massa TiO2
dan karbon aktif
tempurung kelapa
gram Timbangan Nominal
36
3.9 Prosedur Kerja
3.9.1 Proses pembuatan karbon aktif
3.9.1.1 Preparasi tempurung kelapa
Proses preparasi yaitu proses pembersihan dan
pengeringan sampel tempurung kelapa. Prosedur tahap
preparasi karbon aktif tempurung kelapa yaitu sebagai
berikut :
3.9.1.2 Proses Karbonisasi
Proses karbonasi merupakan proses mengkonversi
bahan organik arang. Prosedur tahap karbonisasi yaitu
sebagai berikut :
Tempurung kelapa kotor
Sampel tempurung kelapa diambil sebanyak 3000
gram.
Sampel tempurung kelapa dibersihkan dari serabut
kelapa.
Tempurung kelapa bersih
Sampel tempurung kelapa bersihdipotong kecil –
kecil dengan ukuran 3 - 5 cm.
Sampel tempurung kelapa di keringkan didalam
oven pada suhu 100OC selama 1 jam.
Tempurung kelapa kering
Tempurung kelapa kering
Sebanyak 100 gram sampel tempurung kelapa
kering diambil dan dimasukan kedalam cawan
crusible. Cawan di masukan kedalam furnace pada
suhu 450 oC selama 3 jam.
A
37
3.9.1.3 Proses Aktifasi
Proses aktivasi karbon dari tempurung kelapa ini
menggunakan aktivasi secara kimia dengan menggunakan
larutan Zinc Cloride (ZnCl2) 10%. proses aktivasi yaitu
sebagai berikut :
,
Sampel karbon tempurung kelapa sebanyak 100
gram ukuran 200 mesh ditambahkan 500 ml
(1:5) larutan ZnCl2 10 %.
Campuran karbon dan larutan ZnCl2 diaduk
menggunakan magnetic stirer selama 1 jam pada
suhu ruang.
Setelah diaduk campuran karbon dan larutan ZnCl2
direndam selama 24 jam dan ditutup dengan
alumunium foil.
Sampel disaring menggunakan kertas saring.
Endapan yang tertinggal pada kertas saring dioven
pada suhu 105 oC selama 1 jam.
Karbon 200 mesh
Karbon Terbentuk
Karbon yang telah difurnace digerus menggunakan
mortar.
Kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran 200
mesh.
Karbon 200 mesh
Hasil
Dilakukan pengujian Scanning Electron Microscopy
(SEM).
A
A
38
3.9.2 Uji Spesifikasi Karbon Aktif
a. Kadar air (SNI 06-3730-1995)
Sebanyak 2 gram sampel dimasukan ke dalam cawan
porselen yang sebelumnya sudah ditimbang, kemudian
diletakan di dalam oven yang bersuhu 105oC selama 3 jam.
Kemudian didinginkan dan ditimbang kembali, lalu dihitung
kadar airnya dengan menggunakan rumus :
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) =𝐴 − 𝐵
𝐴 𝑥 100 %
Keterangan :
A = massa sampel awal (gram)
B = massa sampel setelah dipanaskan (gram)
Karbon aktif kering
Karbon aktif dicuci dengan menggunakan aquades
sampai didapatkan pH netral.
Kemudian karbon aktif disaring menggunakan
kertas saring.
Endapan yang tertinggal pada kertas saring
dikeringkan didalam oven pada suhu 100 oC selama
2 jam.
Karbon aktif
Dilakukan pengujuan kualitas karbon aktif sesuai
SNI No. 06-3730-1995 dan Pengujian SEM .
Hasil
A
39
b. Kadar zat menguap (SNI 06-3730-1995)
Sisa sampel yang telah melewati uji pengukuran kadar air
selanjutnya ditutup rapat dengan tutup cawan dan diikatkan kawat
antara cawan dengan tutupnya. Kemudian cawan dimasukan ke
dalam oven selama 10 menit pada suhu 950oC. Sampel kemudian
didinginkan dan ditimbang massanya, lalu dihitung kadar zat
terbang menggunakan rumus :
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 (%) =𝐴 − 𝐵
𝐴 𝑥 100 %
Keterangan :
A = massa sampel awal (gram)
B = massa sampel setelah dipanaskan (gram)
c. Kadar abu (SNI 06-3730-1995)
Sisa sampel yang sudah melewati uji pengukuran kadar zat
terbang selanjutnya dimasukan ke dalam tanur (tanpa
menggunakan tutup cawan) selama 6 jam pada suhu 750oC.
Sampel kemudian dibiarkan dingin kemudian ditimbang
massanya, lalu dihitung kadar abunya menggunakan rumus :
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) =𝐵
𝐴 𝑥 100 %
Keterangan :
A = massa sampel awal (gram)
B = massa sampel setelah dipanaskan (gram)
d. Karbon murni (SNI 06-3730-1995)
Persentase dari karbon terikat dapat diperoleh dengan nilai
100% dikurangi jumlah total kadar abu dan kadar zat terbang.
𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖 % = 100% − (𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 + 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢) %
40
e. Daya serap terhadap iodin
Sampel diambil sebanyak 0,25 g dan dimasukkan ke dalam
tabung erlenmeyer dan diberikan larutan iodin 0,1 N sebanyak 25
ml. Kemudian diaduk dengan menggunakan stirer selama 15
menit. Larutan yang telah diaduk kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring. Kemudian diambil sebanyak 10 ml
dan ditambahkan amilum sebanyak 3 tetes. Setelah itu di titrasi
hingga larutan berubah warna menjadi bening. Besarnya daya
serap arang aktif terhadap yodium dihitung dengan rumus:
𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑦𝑜𝑑 (𝑚𝑔
𝑔) = 10 −
10 −𝑀 𝑇ℎ𝑖𝑜 (0,1)𝑥𝑣𝑜𝑙 𝑇ℎ𝑖𝑜 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
𝑀 𝑦𝑜𝑑𝑖𝑢𝑚 (0,1002)𝑥12,693𝑥2,5
0,254
3.9.3 Proses Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sintesis TiO2-karbon aktif temurung kelapa dilakukan dengan
memvariasikan perbandingan massa TiO2 dan karbon aktif
tempurung kelapa. Perbandingan variasi antara TiO2 – karbon aktif
tempurung kelapa terdapat 5 variasi yaitu TiO2 : KATK (100:0);
TiO2 : KATK (40:60); TiO2 : KATK (50:50); TiO2 : KATK (60:40);
TiO2 : KATK (0:100) dengan massa total 220 gram.
TiO2 + Karbon Aktif
TiO2 + karbon aktif tempurung kelapa dengan variasi
massa 220 gram ditambahkan aquades 400 ml.
Diaduk dengan magnetic stirer selama 5 jam.
Dan dilakukan ultrasicator selama 30 menit.
Disaring menggunakan kertas Whatmen 42.
A
41
3.9.4 Pengolahan Limbah Menggunakan Metode Fotokatalis
TiO2:Karbon Aktif untuk Pengukuran Parameter Warna
Pengolahan limbah dengan metode fotokatalisis TiO2 : Karbon
Aktif ini menggunakan reaktor batch. Dengan perbandingan variasi
antara TiO2 – karbon aktif terdapat 5 variasi yaitu TiO2 : KATK
(100:0); TiO2 : KATK (40:60); TiO2 : KATK (50:50); TiO2 : KATK
(60:40); TiO2 : KATK (0:100). Penyinaran dilakukan selama waktu
kontak berlangsung.
Sampel Air Limbah industri
tekstil batik
500 ml sampel air limbah ditambahkan 15 gr TiO2-karbon
aktif dimasukan kedalam beaker glass dan dimasukan
didalam reaktor.
Diaduk menggunakan magnetik stirer dengan kecepatan 100
rpm dan dilakukan penyinaran selama waktu pengontakan.
Dilakukan waktu kontakan selama (0, 15, 30, 45, 60,75, 90,
105, 120, 135, 150, 165, dan 180) menit.
TiO2 + Karbon Aktif
terbentuk
Dikeringkan didalam oven pada suhu 120OC selama 5 jam
sampai kering.
Difurnace dengan temperatur 300OC selama 2 jam.
Sintesis karbon aktif-TiO2
A
A
42
3.9.5 Pengolahan Limbah Menggunakan Metode Fotokatalis
TiO2:Karbon Aktif untuk Pengukuran parameter COD.
Pengolahan limbah dengan metode fotokatalis TiO2 : Karbon
Aktif ini menggunakan reaktor batch. Dengan perbandingan variasi
antara TiO2 – karbon aktif terdapat 5 variasi yaitu TiO2 : KATK
(100:0); TiO2 : KATK (40:60); TiO2 : KATK (50:50); TiO2 : KATK
(60:40); TiO2 : KATK (0:100). Penyinaran dilakukan selama waktu
pengkontak berlangsung.
Sampel air limbah cair
industri tekstil batik setelah
pengolahan
Hasil
Dilakukan pengujian parameter warna menggunakan
spektofotometri
Sampel Air Limbah industri
tekstil batik
500 ml sampel air limbah ditambahkan 15 gr TiO2-karbon
aktif dimasukan kedalam beaker glass dan dimasukan
didalam reaktor.
Diaduk menggunakan magnetik stirer dengan kecepatan 100
rpm dan dilakukan penyinaran selama waktu pengontakan.
Dilakukan waktu kontakan selama (0, 45, 90, 135 dan 180)
menit.
A
A
43
3.10 Pengolahan Data
3.10.1 Metode Analisa
Air limbah sebelum dan setelah dilakukan pengolahan
menggunakan metode fotokatalis TiO2 - karbon aktif di analisa
kembali untuk mengetahui persentase removal setelah proses
fotokatalis. Parameter yang akan dilakukan analisis yaitu warna dan
COD. Metode analisis limbah cair digunakan berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI).
Tabel 3.6 Parameter Penelitian dan Metode Analisa
3.10.2 Perhitungan Penurunan Efisiensi Warna dan COD
Penurunan efisiensi warna dan COD dapat dihitung
berdasarkan selisih tiap parameter yang dianalisa sebelum proses
pengolahan dan setelah melalui metode pengolahan.
No. Parameter Metode Analisa
1 Warna Spektrofotomeri
2COD (Chemical
Oxygen Demand)Refluks
Sampel air limbah cair
industri tekstil batik setelah
pengolahan
Hasil
Dilakukan pengujian parameter COD menggunakan
refluks tertutup.
A
44
1. Penurunan efisiensi parameter warna dapat dihitung dengan
cara :
% 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑟𝑛𝑎 =𝐴 − 𝐵
𝐴 𝑋 100 %
Dimana :
A = Nilai parameter sebelum pengolahan
B = Nilai parameter warna setelah pengolahan
2. Penurunan efisiensi parameter COD (Chemical Oxygen
Demand) dapat dihitung dengan cara :
% 𝑟𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 𝐶𝑂𝐷 =𝐴 − 𝐵
𝐴 𝑋 100 %
Dimana :
A = Nilai parameter COD sebelum pengolahan
B = Nilai parameter COD setelah pengolahan
3.11 Analisa Data
Pada tahap ini dilakukan analisa data yang diperoleh dari tahapan-
tahapan yang telah dilakukan. Data-data yang diperoleh dari hasil pengolahan
data tersebet dilakukan perbandingan komposisi massa fotokatalitis TiO2 -
karbon aktif tempurung kelapa yang paling efektif dalam menurunkan
parameter warna dan COD. Serta mengetahui waktu kontak optimum
fotokatalitis TiO2 - karbon aktif tempurung kelapa yang paling efektif dalam
menurunkan parameter warna dan COD.
3.12 Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan tahap akhir dimana pada tahap ini dapat ditarik
kesimpulan terhadap analisis data pada penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti. Saran ditujukan kepada peneliti agar kedepannya penelitian ini
didapatkan hasil yang maksimal.
45
3.13 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitihan
46
Gambar 3.2 Diagram alir penelitihan
47
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi karbon aktif
tempurung kelapa, Titanium Dioksida (TiO2), dan sintesis Titanium Dioksida
(TiO2)-karbon aktif tempurung kelapa. Pengujian karakterisasi meliputi kualitas
karbon aktif menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, uji
Scanning Electron Microscope (SEM), X-ray powder diffraction (XRD), dan
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Selain itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efisiensi pengaruh perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa dan waktu kontak dalam penurunaan kadar Chemical Oxygen Demand
(COD) dan warna yang ada dalam limbah cair tekstil batik.
4.1 Karakterisasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2, dan Sintesis
TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa
4.1.1 Kualitas Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Pengujian kualitas karbon aktif tempurung kelapa pada
penelitian ini akan diverifikasi dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 06-3730-1995 tentang syarat mutu karbon aktif teknis powder
meliputi nilai kadar air, kadar zat yang mudah menguap, kadar abu,
karbon aktif murni, dan daya serap iodin. Pengujian kualitas karbon
aktif digunakan untuk mengetahui karbon aktif tempurung kelapa
telah sesuai standar teknis arang teknis yang akan digunakan sebagai
adsorben dan material pendukung dalam proses sintesis. Pengujain
kualitas arang aktif digunakan sebagai indikator syarat mutu karbon
aktif menurut SNI yang akan digunakan sebagai bahan adsorben.
Kualitas karbon aktif tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.1.
48
Tabel 4.1 Kualitas Karbon Aktif Tempurung Kelapa
No. Pengujian Satuan Persyaratan* Hasil
Analisis
1. Kadar Air % Maks. 15 5
2.
Bagian yang hilang
pada pemanasan
950OC
% Maks. 25 24,7
3. Kadar Abu % Maks. 10 6,9
4. Karbon Aktif
Murni % Min. 65 68,4
5.
Daya Serap Iodin
- Sebelum Aktivasi mg/g Min. 750
375
- Sesudah Aktivasi 824,18
Sumber : * Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995
Kadar Air
Kadar air yang diperoleh yaitu sekitar 5% dimana masih dalam
persyaratan arang aktif teknis sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3730-1995 berbentuk powder dengan
persyaratan maksimal 15%. Kadar air ditentukan untuk mengetahui
sifat higroskopis karbon aktif. Menurut Esterina dan Herlina (2015),
kadar air karbon aktif yang rendah menunjukan keberhasilan
aktivator kimia yaitu ZnCl2 dalam mengikat molekul air yang
terkandung dalam karbon aktif selama proses aktivasi. Kadar air
mempengaruhi luas permukaan karbon aktif, sehingga semakin
tinggi kadar air dalam karbon aktif, maka pori-pori dari karbon aktif
tertutup oleh air. Hal ini akan berpengaruh terhadap luas permukaan
dari karbon aktif (Fauziah, 2009).
49
Kadar Zat Mudah Menguap
Kadar zat mudah menguap yang diperoleh yaitu sekitar 24,7%
dimana masih dalam persyaratan arang aktif teknis sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 berbentuk powder
dengan persyaratan maksimal 25%. Kadar zat menguap pada karbon
aktif merupakan banyaknya zat yang menguap pada suhu 950OC.
Besarnya kadar zat mudah menguap mengarah kepada kemampuan
daya serap dari arang aktif. Kadar zat mudah menguap yang tinggi
akan mengurangi daya serap arang aktif tersebut (Verlina, 2014).
Kadar Abu
Kadar abu yang diperoleh hasil analisis yaitu sekitar 6,9%
dimana masih dalam persyaratan arang aktif teknis sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 berbentuk powder
dengan persyaratan maksimal 10%. Kadar abu bertujuan untuk
menentukan kandungan oksida logam yang masih terdapat dalam
karbon aktif tempurung kelapa. Besarnya nilai kadar abu dapat
mempengaruhi daya serap arang aktif tersebut, baik gas maupun
larutan karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti
kalsium, kalium, magnesium, dan natrium akan menyebar dalam
kisi-kisi. Kadar abu yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan pori-pori karbon aktif sehingga luas permukaan
karbon aktif menjadi berkurang (Jamilatun dkk., 2015).
Karbon Aktif Murni
Karbon aktif murni yang diperoleh yaitu sekitar 68,4%
dimana masih dalam persyaratan arang aktif teknis sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 berbentuk powder
dengan persyaratan minimal 65%. Kadar karbon murni bertujuan
untuk mengetahui kandungan karbon yang terikat setelah proses
karbonasi dan aktivasi. Tingginya nilai karbon aktif murni di
50
pengaruhi oleh kandungan seulosa dari bahan baku tempurung
kelapa. Menurut Pari (2004) tinggi rendahnya kadar karbon terikat
yang dihasilkan selain di pengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar abu
dan zat terbang juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin
yang dapat dikonversi menjadi atom karbon.
Daya Serap Iodin
Daya serap Iodin yang diperoleh yaitu sekitar 824,18 mg/g
dimana masih dalam persyaratan arang aktif teknis sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 berbentuk powder
dengan persyaratan minimal 750 mg/g. Karbon aktif yang memiliki
kemampuan menyerap iodin yang lebih tinggi berarti memiliki luas
permukaan yang lebih besar dan juga memiliki struktur mikropori
dan mesopori yang lebih besar (Suzuki dkk., 2007). Bilangan iodin
digunakan untuk mengetahui luas permukaan karbon aktif,
dilakukan pengujian iodin sebelum dan sesudah aktivasi untuk
mengetahui perbedaan luas permukaannya. Karbon aktif yang
diaktivasi menggunakan ZnCl2 mengalami peningkatan bilangan
iodin yaitu dari 375 mg/g menjadi 824,18 mg/g. Ini dapat dikatakan
proses aktivasi karbon aktif menggunakan ZnCl2 telah berhasil
karena terjadi peningkatan daya serap iodin tempurung kelapa
sebelum di aktivasi dan sesudah diaktivasi. Semakin besar angka
iodin maka semakin besar pula kemampuan karbon aktif dalam
mengadsorpsi adsorbat. Jadi semakin tinggi daya serap iodin karbon
aktif maka semakin baik kualitas karbon aktif.
4.1.2 Karakterisasi Morfologi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Melalui Analisis Scanning Electron Microscope (SEM)
Morfologi karbon aktif tempurung kelapa dilakukan analisa
sebelum dan setelah diaktivasi menggunakan ZnCl2 10%
51
diidentifikasi dengan menggunakan Scanning Electron Microscope
(SEM). Hasil pengujian SEM dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 SEM Karbon Aktif Perbesaran 2500 kali (a) Sebelum Aktivasi dan
(b) Setelah Aktivasi
Pada Gambar 4.1 merupakan hasil morfologi tempurung
kelapa menggunakan analisa Scanning Electron Microscope (SEM),
karbon aktif tempurung kelapa sebelum dan sesudah aktivasi
menggunakan ZnCl2 10% tidak terlihat perubahan yang signifikan.
Pengujian lain dilakukan untuk membuktikan bahwa terjadi
perubahan luas permukaan setelah proses aktivasi yaitu dilakukan
pengujian daya serap iodin yang telah dibahas di sub bab kualitas
karbon aktif teknis. Daya serap iodin dapat mengalami peningkatan
karena arang diaktivasi dengan bahan-bahan kimia. Daya serap iodin
merupakan nilai yang digunakan untuk memperkirakan luas
permukaan spesifik dari karbon aktif (Jankowska dkk., 1991).
Struktur pori ini erat kaitannya dengan daya serap karbon, dimana
semakin banyak pori-pori pada permukaan karbon aktif maka daya
adsorpsinya juga semakin meningkat. Dengan demikian kecepatan
adsorpsinya akan bertambah (Laos, 2016).
(a) (b)
52
4.1.3 Analisis FTIR Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2, dan
Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Karakterisasi menggunakan FTIR digunakan untuk
mengetahui gugus fungsi yang ada pada karbon aktif tempurung
kelapa, TiO2, dan sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa.
Berdasarkan hasil analisa, diperoleh spektrum mengenai gugus
fungsi karbon aktif tempurung kelapa, TiO2, dan sintesis TiO2-
karbon aktif tempurung kelapa dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan
Gambar 4.3
Gambar 4.2 Analisa Gugus Fungsi FTIR Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Analisis dari gugus fungsi FTIR karbon aktif tempurung
kelapa yang terlihat akan diverifikasi dengan Identifikasi modus
vibrasi karbon aktif dapat dilihat dari Tabel 4.1
53
Tabel 4.2 Identifikasi Modus Vibrasi Karbon Aktif
No. Frekuensi daerah
serapan (cm-1)
Implementasi gugus
Fungsional
1. 3300-3500 Adanya gugus fungsi O-H
2. 1570-1580 Menandakan vibrasi C=C
streaching band
3. 1000-1260 Adanya gugus C-O in
carboxylic acid
4. 400-700 Adanya ikatan C-C Steatching
Sumber : (Fan, Dai & Huang., 2012).
Hasil spektrum FTIR karbon aktf tempurung kelapa pada Gambar
4.2 menunjukan terdapatnya puncak-puncak pada bilangan
gelombang 3323,90; 1574,96; 1150,21; dan 464,19 cm-1. Terdapat
puncak serapan ulur pada panjang gelombang 3323,90 cm-1
menandakan adanya gugus hidroksil O-H atau air yang teradorpsi
oleh karbon aktif. Bilangan gelombang 1574,96 cm-1 menandakan
adannya gugus fungsi C=C streaching band karbon aktif tempurung
kelapa. Terbaca pita serapan pada bilangan gelombang 1150,21cm-1
menadakan adanya gugus C-O. Serapan pada panjang gelombang
464,18 cm-1 menandakan adanya vibrasi C-C Sreatching.
54
Gambar 4.3 Analisa Gugus Fungsi FTIR TiO2, dan Sintesis TiO2-Karbon
Aktif Tempurung Kelapa
Analisis dari gugus fungsi FTIR TiO2 dan sintesis TiO2-karbon
aktif tempurung kelapa yang terbaca akan diverifikasi dengan
identifikasi modus vibrasi TiO2 dan sintesis TiO2-karbon aktif
tempurung kelapa yang dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Identifikasi Modus Vibrasi TiO2 dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif
Tempurung Kelapa
No. Frekuensi daerah
serapan (cm-1)
Implementasi
gugus Fungsional Sumber
1. 400-1000 ikatan Ti-O-Ti (Septiani dkk.,
2015).
2. 1200-1600 ikatan Ti-O-C (Lubis dkk.,
2016).
Hasil spektrum gugus fungsi dari Titanium Dioxida (TiO2)
pada Gambar 4.3.a hasil spektrum bilangan gelombang tidak terbaca
adanya bilangan gelombang, akan tetapi dapat dilihat adanya pita
55
serapa pada vibrasi tekuk bilangan gelombang antara 400-800 cm-1
yang menandakan adanya ikatan Ti-O-Ti yang membuktikan adanya
Titanium Diokida (TiO2).
Spektrum FTIR sintesis TiO2 -karbon aktif tempurung kelapa
dengan massa (40:60) pada Gambar 4.3.b terdapat serapan pada
bilangan gelombang yang terbaca yaitu 1574,39 dan 437,39 cm-1.
Pada pita serapan bilangan gelombang 1574,39 cm-1 menunjukan
adanya ikatan Ti-O-C yang adanya interaksi antara karbon dan TiO2
yang merupakan interaksi fisika. Pada pita serapan bilangan
gelombang 437,39 cm-1 menandakan adanya ikatan Ti-O-Ti yang
menunjukan ikatan dari titanium dioksida.
Pada spektrum FTIR sintesis TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa dengan massa (50:50) pada Gambar 4.3.c terdapat serapan
pada daerah 1577,54 dan 446,86 cm-1. Pada serapan bilangan
gelombang 1577,54 cm-1 hampir sama dengan Gambar 4.3.b yang
mendakan adanya gugus fungsi dari Ti-O-C. Sedangkan pada
serapan bilangan gelombang 446,86 cm-1 menandakan adanya ikatan
Ti-O-Ti, ini mengidentifikasikan ikatan dari titanium dioksida.
Pada Gambar 4.3.d hasil spektra FTIR sintesis TiO2-karbon
aktif tempurung kelapa dengan massa (60:40) menunjukan adanya
serapan pada bilangan gelombang 429,66 cm-1 yang menandakan
adanya ikatan Ti-O-Ti dari titanium dioksida. Pada perbandingan
massa ini tidak terbaca gugus fungsi Ti-O-C, akan tetapi setelah
dilakukan pengujian setelah proses fotokatalis terbaca pita serapan
pada bilangan gelombang 1582,01 cm-1 yang menandakan adanya
gugus Ti-O-C.
56
4.1.4 Analisis XRD Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2, dan
Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Karakterisasi menggunakan XRD (X-Ray Diffraction)
digunakan untuk mengidentifikasi titik puncak dari kristal dan tipe
kristal suatu sampel. Dalam analisis hasil dari data XRD untuk
sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa akan dibandingkan
dengan data XRD dari TiO2. Hasil XRD karbon aktif tempurung
kelapa dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan XRD TiO2 dan sintesis
TiO2 – karbon aktif tempurung kelapa dapat dilihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.4 Hasil analisa XRD Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Hasil difragtogram karbon aktif tempurung kelapa diketahui
bahwa karbon aktif tempurung kelapa mempunyai bentuk amorf.
Hal ini ditunjukan pada pola XRD karbon aktif tempurung kelapa
memperlihatkan hasil bentuk puncak tidak tajam dan jangkauan
sudut yang lebar, hal ini menandakan bahwa sampel karbon aktif
berbentuk amorf dan hasil telah diverifikasi dengan data JCPDS No.
00-023-0064. Dapat dilihat pula puncak yang terbentuk strukturnya
bukan berbentuk kristal tetapi berbentuk amorf, karena struktur
kristal biasanya memiliki banyak puncak yang periodik sedangkan
dari hasil XRD terlihat satu puncak. Diketahui pula bahwa struktur
57
kristal memiliki puncak-puncak energi yang tajam dan sempit
bahkan satu buah garis lurus tetapi pada grafik tidak menunjukan
ciri-ciri struktur kristal. Sehingga dapat dikatakan bahwa struktur
dari karbon aktif tempurung kelapa adalah amorf (Malik, 2013).
Pada hasil XRD karbon aktif tempurung kelapa menghasilkan sudut
puncak 2Ө yang terbaca yaitu 11,06O.
Gambar 4.5 Hasil Analisa XRD TiO2 dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif
Tempurung Kelapa
Berdasarkan Gambar 4.5 hasil analisa XRD TiO2 dan sintesis
TiO2-karbon aktif yang telah diverifikasi berdasarkan data JCPDS
Anatase
58
no.21-1272 pada posisi dan letak 2Ө = 25,40, 38,1ᴼ, 48,2ᴼ, 53,9ᴼ dan
55,1ᴼ memiliki intensitas puncak yang merupakan ciri khas pola
difraksi TiO2 anatase. Berdasarkan hasil analisis dari sintesis TiO2-
karbon aktif tempurung kelapa tersebut, dengan adanya penambahan
karbon pada TiO2 tidak berpengaruh terhadap perubahan pola
difraksi sinar X dari TiO2 karena karbon aktif terlihat pada sudut
11,06ᴼ, akan tetapi terjadi perubahan intensitas dari TiO2. Material
hasil sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa menujukan bahwa
material hasil sintesis masih ke dalam fasa TiO2 anatase. Dimana
fasa anatase memiliki aktivitas yang lebih tinggi, memiliki luas
permukaan lebih besar, dan ukuran partikel yang lebih kecil dari fasa
yang lainnya (Matthews, 1992). Fasa anatase sangat cocok dan baik
digunakan untuk aplikasi fotokatalis dalam limbah cair.
4.2 Hasil Proses Fotokatalis Karbon Aktif Tempurung Kelapa, TiO2 dan
Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa
4.2.1 Pengaruh Massa dan Waktu Kontak Karbon Aktif Tempurung
Kelapa, TiO2 dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung
Kelapa dalam Penurunan Parameter COD
Limbah industri tekstil batik mengandung bahan pencemar
yang tinggi, sehingga perlu dilakukan alternalif pengolahan air
limbah. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah cair
industri tekstil batik menggunakan metode fotokatalis. Metode
fotokatalis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan TiO2-
karbon aktif tempurung kelapa. Salah satu yang mempengaruhi hasil
fotokatalis yaitu perbandingan massa antara TiO2 dan karbon aktif
tempurung kelapa. Selain dari perbandingan massa, waktu kontak
juga mempengaruhi hasil removal dari metode fotokatalis. Pada
penelitian ini menggunakan variasi perbandinggan massa TiO2-
karbon aktif tempurung kelapa (0:100; 40:60; 50:50; 60:40; 100:0)
dan dilakakukan waktu kontak (45, 90, 135 dan 180 menit). Hasil
59
removal dari metode fotokatalis pada penelitihan ini dapat dilihat
pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Pengaruh Perbandingan Massa dan Waktu Kontak Terhadap Hasil
Removal COD
Setelah melalui metode pengolahan limbah cair tekstil batik
didapatkakan hasil persen removal yang dapat dilihat pada Gambar
4.6. Pengolahan menggunakan metode fotokatalis dengan
perbandingan massa TiO2-karbon aktif (0:100) mengalami kenaikan
removal pada waktu kontak ke 45 dan 90 menit. Akan tetapi, setelah
waktu kontak ke 135 dan 180 menit mengalami penurunan removal
dan dihasilkan persen removal tertinggi pada waktu kontak ke 90
menit sebesar 79,46 %. Pada waktu kontak 135 dan 180 menit
karbon aktif sudah tidak mampu mengadsorbsi polutan dalam
limbah cair. Hal ini terjadi karena kemampuan karbon aktif dalam
mengadsorbsi berkurang. Berkurangnya kemampuan karbon aktif
disebabkan karena pori-pori pada permukaan karbon telah jenuh
yang mengakibatkan terjadinya proses desorpsi. Pada waktu kontak
135 menit adsorben telah mencapai titik jenuh dalam proses
adsorpsi, sehingga proses penyerapan menurun setelah tercapai
60
waktu optimum. Hal ini disebabkan karena kemampuan karbon aktif
dalam menyerap COD berkurang. Penyebab berkurangnya
kemampuan karbon aktif karena pori-pori pada permukaannya telah
tertutup oleh molekul yang diserapnya (Kasam dkk., 2005). Taba
dkk., (2004) mengatakan jumlah zat yang terserap cenderung
menurun disebabkan karena telah jenuhnya semua pusat aktif yang
terdapat pada permukaan adsorben. Pada keadaan jenuh, laju
adsorpsi menjadi berkurang karena molekul adsorbat yang telah
terserap kembali kedalam larutan. Sukarta (2014) menyatakan
jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan
proses berkesetimbangan, sebab laju peristiwa adsorpsi disertai
dengan terjadinya desorpsi.
Pada hasil analisis sintesis TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa mengalami kenaikan seiring dengan lamanya waktu kontak
dengan air limbah tekstil batik. Perbandingan massa TiO2-karbon
aktif tempurung kelapa (40:60) dihasilkan persen removal tertinggi
sebesar 78,95 % pada waktu kontak 180 menit. TiO2-karbon aktif
tempurung kelapa dengan perbandingan massa (50:50) didapatkan
persen removal tertinggi sebesar 79,12 % pada waktu kontak 180
menit. Perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa
dengan perbandingan massa (60:40) memiliki persen removal
tertinggi pada waktu kontak 180 menit sebesar 79,60%. Hasil
sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa dengan adanya
penambahan TiO2 dan lamanya waktu kontak menyebabkan
semakin besar banyak energi foton terserap oleh fotokatalis sehingga
bahan organik yang terdegradasi akan semakin meningkat pula,
karena katalis membentuk radikal •OH yang lebih banyak
mendegradasi bahan organik. Penggunakan karbon aktif sebagai
penyangga antara lain adalah mampu mengadsorpsi banyak polutan
organik sesuai dengan banyaknya titanium dioksida (TiO2) yang
ditambahkan, sehingga laju fotooksidasi meningkat. Selain itu,
61
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa
penggunaan adsorben sebagai penyangga dapat meningkatkan laju
fotodegradasi berbagai polutan (Torimoto, 1996). Pada proses
fotokatalis-adsorbsi membuat adsorben membutuhkan waktu lama
untuk menjadi jenuh, sehingga proses fotodegradasi berlangsung
lebih lama dan efisien. Selain itu, adsorben yang digunakan tidak
perlu dilakukan regenerasi karena polutan yang menempel pada
adsorben akan didegradasi secara in situ oleh fotokatalis sehingga
kejenuhan dari adsorben berlangsung lebih lama (Tomito, 1996).
Pada hasil analisis perbandingan massa TiO2-karbon aktif
tempurung kelapa (100:0) didapatkan persen removal tertinggi
sebesar 78,68% dengan lama waktu kontak 180 menit. Lamanya
waktu kontak menghasilkan persen removal meningkat pula. Hal ini
disebabkan karena banyaknya elektron mengalami loncatan dari pita
valensi kepita konjuksi sehingga menghasilkan banyak hole (h+)
membentuk radikal hidroksil yang mampu mendegradasi bahan
organik lebih banyak (Patiung dkk., 2014). Waktu kontak yang
dilakukan pada setiap perbandingan massa mempengaruhi kenaikan
persen degradasi dalam menurunkan kandungan COD (Chemical
Oxygen Demand) pada limbah cair tekstil batik, karena semakin
lama waktu kontak maka kontak fotokatalis dengan sinar (hv) atau
foton dapat menghasilkan radikal hidoksil •OH sehingga mampu
meningkatkan aktivitas fotodegradasi.
Selama waktu kontak dan lamanya penyinaran mengakibatkan
terjadinya interaksi dengan TiO2 yang menyebabkan terbentuknya
radikal hidroksil •OH karena penyinaran menyebakan penyerapan
energi foton yang dapat mendegradasi bahan organik. Mekanisme
reaksi pada fotodegradasi TiO2 dapat dilihat pada persamaan berikut:
TiO2 + hv → TiO2 (e-+ h+) (1)
h+ + H2O → H+ + •OH (2)
62
h+ + OH- → •OH (3)
e- + O2 → O2- (4)
2O2-+ 2H2O → 2 •OH + 2OH- + O2 (5)
•OH + bahan organik → CO2 + H2O (6)
Proses fotodegradasi akan diawali dengan loncatan elektron
dari pita valensi ke pita konduksi sehingga menghasilkan lubang
(hole h+). Hole (h+) kemudian akan bereaksi dengan air
menghasilkan radikal •OH yang merupakan pengoksidasi kuat,
sementara e- bereaksi dengan oksigen membentuk superoksida dan
bereaksi lebih lanjut dengan air menghasilkan •OH yang akan
mendegradasi bahan organik menjadi senyawa yang ramah
lingkungan (Aryanto dan Irwan, 2014).
Pada hasil proses fotokatalis didapatkan persen removal
tertinggi dengan perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa (60:40) sebesar 79,60% dengan waktu kontak 180 menit.
Pada proses fotokatalis TiO2 yang disangga oleh karbon aktif dengan
kemampuan adsorpsinya yang kuat akan menyerap sejumlah besar
polutan organik untuk kemudian mengalami reaksi didalam fasa
yang teradsorpsi (Fogler, 1992). Semakin banyak TiO2 di dalam
fotokatalis akan meningkatkan jumlah pasangan hole dan elektron
yang dihasilkan, sedangkan jumlah foton yang dipakai untuk
mengoksidasi bahan organik mempunyai nilai yang sama untuk
masing-masing katalis. Hal ini menyebabkan bahan organik yang
terkonversi menjadi CO2 dan H2O menjadi lebih banyak (Alaman,
1997).
4.2.2 Pengaruh Massa dan Waktu Kontak Karbon Aktif Tempurung
Kelapa, TiO2 dan Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung
Kelapa dalam Penurunan Parameter Warna
Pada proses pembuatan batik menghasilkan limbah cair yang
berwarna. Seringkali dalam pembuatannya menggunakan bahan
pewarna sintetis, pewarna sintetis bersifat non biodegradable bagi
63
lingkungan. Sehingga perlu dilakukan pengolahan air limbah,
metode alternatif pengolahan limbah tekstil yaitu menggunakan
metode fotokatalis. Dimana penelitian ini menggunakan fotokatalis
TiO2-karbon aktif tempurung kelapa. Salah satu yang
mempengaruhi hasil fotokatalis yaitu perbandingan massa antara
TiO2 dan karbon aktif tempurung kelapa. Selain dari perbandingan
massa, waktu kontak juga mempengaruhi hasil removal dari metode
fotokatalis. Penelitian ini menggunakan variasi perbandinggan
massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa (0:100; 40:60; 50:50;
60:40; 100:0) dan waktu kontak (15,30,45,60, 75, 90, 105, 120, 135,
150, 165, dan 180) menit. Didapatkan hasil analisis persen removal
dari metode fotokatalis untuk menurunkan warna dapat dilihat pada
Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Pengaruh Perbandingan Massa dan Waktu Kontak Terhadap Hasil
Removal Warna
Pengolahan warna menggunakan metode fotokatalis
didapatkan hasil persen removal yang dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Pengolahan limbah tekstil batik menggunakan perbandingan massa
TiO2-karbon aktif tempurung kelapa (0:100) menghasilkan persen
removal 44,14% dengan waktu kontak 105 menit. Saat waktu kontak
15 sampai 105 menit mengalami kenaikan persen removal, setelah
64
menit ke 120 karbon aktif mengalami penurunan removal karena
karbon aktif sudah pada titik jenuh. Terjadinya peningkatan adsorpsi
diakibatkan belum jenuhnya situs aktif pada permukaan adsorben
sehingga semakin tinggi konsentasi zat warna maka akan semakin
banyak molekul zat warna yang teadsorpsi (Cool, 1998). Penurunan
jumlah molekul yang teradsorpsi menunjukan permukaan adsorben
yang digunakan telah melewati titik jenuh sehingga pori-pori pada
permukaan adsorben sehingga tidak mampu lagi mengikat molekul-
molekul zat warna yang masih tersisa pada larutan. Setiap adsorben
memiliki kapasitas adsorpsi dimana tercapainya titik jenuh dalam
proses adsorpsi, sehingga diperlukan proses regenerasi atau
penggantian adsorben baru untuk meningkatkan daya serap dari
adsorben.
Pada hasil analisis sintesis TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa dengan perbandingan massa (40:60) didapatkan persen
removal tertinggi pada waktu kontak 150 menit sebesar 29,63%.
Pada massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa 60:40, kenaikan
removal parameter warna terjadi pada waktu kontak 15 menit sampai
150 menit yang kemudian terjadi penurunan removal pada waktu
kontak ke 165 menit. Pada waktu kontak 165 menit hasil removal
mengalami penurunan, ini disebabkan karena pada penambahan
karbon aktif yang tidak merata pada permukaan fotokatalis,
mengakibatkan pori-pori dari karbon aktif tertutup oleh polutan yang
diserap, sehingga polutan yang teradsorbsi oleh karbon aktif
semakin menurun dan menjadi cepat jenuh serta mengakibatkan
menurunnya aktivitas dari fotokatalis (Riyani, 2008). TiO2-karbon
aktif tempurung kelapa dengan perbandingan massa (50:50)
berdasarkan hasil analisis seiring lamannya waktu kontak diperoleh
kenaikan removal parameter warna semakin meningkat pula. Pada
perbandingan massa 50:50 didapatkan persen removel tertinggi
sebesar 27,16% dengan lama waktu kontak 180 menit. Perbandingan
65
massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa dengan perbandingan
massa (60:40) memiliki persen removal tertinggi pada waktu kontak
180 menit sebesar 21,30%. Massa TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa 60:40 selalu meningkat seiring lamanya waktu kontak. Dari
hasil sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa memiliki persen
removal yang sedikit dibandingkan dengan hasil dari adsorbsi
karbon aktif saja. Pengunaan perbandingan sintesis menyebabkan
penurunan persen removal zat warna. Hal ini disebabkan karena
turbiditas (kekeruhan) dari air limbah batik tekstil yang diakibatkan
karena tingginya konstentrasi dari zat warna. Apabila sinar UV sulit
menembus larutan, maka sistem fotokatalis TiO2-karbon aktif
tempurung kelapa akan menyerap lebih sedikit energi dari sinar UV.
Akibatnya elektron yang tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi
menjadi lebih sedikit, sehingga radikal hidroksil •OH yang terbentuk
juga menjadi lebih sedikit, karena itu persen penurunan zat warna
juga ikut menurun (Teng Ong dkk., 2012).
Massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa (100:0) dari hasil
analisa didapatkan persen removal tertinggi waktu ke 180 menit
dengan hasil 20,06%. Proses fotokatalis menjadi lambat karena
tingginya kekeruhan akibat katalis berbentuk serbuk menyebabkan
menurunnya penangkapan energi foton dan menghambat
terbentuknya proses oksidasi (h+) dan reduksi (e-) pada katalis TiO2.
Akan tetapi, lamanya waktu kontak dan penyinaran disertai dengan
meningkatnya proses fotodegradasi. Semakin lamanya penyinaran
maka sinar foton yang meradiasi TiO2 semakin banyak, sehingga
hole yang bereaksi H2O untuk membentuk •OH juga semakin
banyak (Dermawan, 2013).
Berdasarkan proses fotokatalis dengan perbandingan massa
TiO2-karbon aktif temurung kelapa didapatkan persen removal
tertinggi pada massa (0:100) dimana perbandingan massa ini tidak
ada penambahan dari TiO2. Hal ini terjadi karena pengaruh
66
peningkatan dari turbiditas (kekeruhan) akibat katalis berbentuk
serbuk menyebabkan menurunnya penangkapan energi foton dan
menghambat terbentuknya proses oksidasi (h+) dan reduksi (e-) pada
katalis TiO2. Selain itu tubiditas (kekeruhan) larutan sangat
berpengaruh terhadap absorbsi sinar yang berkaitan dengan jumlah
atau banyaknya partikel yang dapat menangkap energi foton dan
menghasilan oksidan reaktif untuk mendegradasi senyawa organik.
Jumlah partikel serbuk yang melewati titik jenuh dapat
menyebabkan larutan menjadi sangat keruh sehingga tidak mampu
menyerap sinar dengan baik, bahkan dapat menghamburkan sinar
dan dapat mengurangi penangkapan energi foton (Cahyorini, 2012).
4.3 Karakterisasi FTIR Setelah Proses Pengolahan Menggunakan Metode
Fotokatalis
Pengujian FTIR setelah dilakukan proses pengolahan metode
fotokatalis digunakan untuk mengidentifikasi perubahan gugus fungsi pada
sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa sebelum dan sesudah
pengolahan menggunakan metode fotokatalis. Hasil analisis FTIR sebelum
dilakukan pengolahan dan setelah dilakakukan pengolahan dapat dilihat pada
Gambar 4.8.
67
Gambar 4.8 Hasil Analisis FTIR Sebelum dan Setelah Pengolahan
Hasil FTIR yang dilakukan pengujian sebelum dan sesudah proses
fotokatalis yaitu perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa
60:40 karena memiliki persen removal tertinggi yaitu sebesar 79,60 %. Pada
hasil FTIR sebelum dilakukan pengolahan menggunakan metode fotokatalis
didapatkan serapan tajam pada panjang gelombang 439,66 cm-1 yang
memiliki ikatan Ti-O-Ti.
Pada FTIR setelah dilakukan pengolahan menggunakan fotokatalis
didapatkan panjang gelombang yang terbaca 3385,12; 2919,85; 1582,81cm-1
dan terbaca serapan kuat pada daerah 400-800 cm-1. Serapan gelombang pada
3385,12 cm-1 menandakan adanya gugus OH dari molekul air yang
teradsorbsi. Pada panjang gelombang 2919,85 cm-1 menunjukan adanya
gugus C-H yang berasal dari pengotor organik yang terperangkap dalam
adsorben (Agusriyanti, 2015). Terdapat serapan pada bilangan gelombang
1582,81 cm-1 yang menandakan adanya gugus Ti-O-C (Lubis dkk., 2016).
Adanya serapan sekitar 400-800 cm-1 yang menandakan adanya gugus Ti-O-
Ti (Septiani dkk., 2015).
68
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
69
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan analisa dan dibahas
maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian kualitas karbon aktif tempurung kelapa telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 tentang syarat mutu
karbon aktif teknis powder. Karakterisasi SEM karbon aktif tempurung
kelapa sebelum dan sesudah aktivasi menggunakan aktivator ZnCl2 tidak
terlihat perubahan yang signifikan pada hasil morfologi karbon aktif.
Sehingga dilakukan analisa iodin yang digunakan untuk mengetahui luas
permukaan karbon aktif sebelum dan sesudah aktivasi mengalami
kenaikan yaitu 375 mg/g menjadi 824,18 mg/g, dapat dikatakan bahwa
proses aktivasi telah berhasil karena terjadi peningkatan luas permukaan
karbon aktif. Sintesis TiO2-karbon aktif tempurung kelapa telah berhasil
dibuktikan dengan adanya data karakterisasi menggunakan FTIR dan
XRD. Hasil FTIR menunjukan adanya gugus fungsi ikatan Ti-O-C yang
berasal dari penambahan karbon aktif tempurung kelapa pada hasil
sintesis. Hasil XRD setelah dilakukan sintesis dengan karbon aktif
memiliki fase anatase.
2. Perbandingan massa dan waktu kontak parameter COD yang memiliki
persen removal tertinggi terjadi pada waktu kontak 180 menit dan
perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung kelapa 60:40 dengan
persen removel sebesar 79,60 %. Perbandingan massa dan waktu kontak
parameter warna yang memiliki persen removal tertinggi terjadi pada waktu
kontak 150 menit dan perbandingan massa TiO2-karbon aktif tempurung
kelapa 0:100 dengan persen removel sebesar 44,14 %.
70
5.2 SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka untuk
pengembangan penelitian dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pembanding material adsorpsi
lainnya dalam menurunkan parameter COD dan warna.
2. Penelitian selanjutnya juga perlu pembanding materaial katalis lainnya
dalam pengolahan limbah cair teksti batik.
71
DAFTAR PUSTAKA
Aji NR, Wibowo EAP, Ujiningtyas R, Mardiansyah EA, Sari TM, Rahmawati.
2016. Sintesis dan karakterisasi fotokatalis TiO2-Bentotit dan aplikasinya
untuk penurunan BOD dan COD air embung Unnes. Jurnal Kimia VALENSI:
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kmia, 2(2): 114-119.
Anonim. 2011. Transmission Electron Microscopy (TEM). http://materialcerdas.
wordpress.com/teori-dasar/transmission-electron microscopy -tem/. (Diakses
1 November 2014)
Aryanto, Afid dan Irwan. “Fotodegradasi Zat Warna Methyl Orange dengan
Komposit TiO2-Montmorillonit”. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan
Kimia VI. 2014: h. 205-214.
Agusriyanti. S dan Artsnti. P. 2015. Pemanfaatan Zeolit Alam Ciamis Sebagai
Pengemban Fotokatalis TiO2 Untuk Fotodegradasi Zat Warna Rhodamine B.
Jurnal Sains Dasar Hal 92-99.
Banerjee, S., Gopal, J., Muraleedharan, P., Tyagi, A. dan Raj, Baldev. 2006.
Physics and Chemistry of Photocatalytic Titanium Dioxide: Visualization of
Bactericidal Activity Using Atomic Force Microscopy. Journal of Current
Science. Volume 90. Nomor 10. Halaman 1378-1383.
Basuki, K. T., Setiawan, B., Nurimaniwathy. (2008). Penurunan Konsentrasi Co
Dan NO2 Pada Emisi Gas Buang Menggunakan Arang Tempurung Kelapa
Yang Disisipi TiO2. Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir,
Yogyakarta.
Beyound, D., Amal, R., Low, G. Dan McEvovy,S., 1999. Role of Nanoparticles in
Photocatalyst. J. Nanoparticle Research 1
Brown GN, Birks JW, Koval. 1992. Development and characterization of
atitanium-dioxid based semiconductors photoelectrochemical detector.
Analysis Chemistry. 64(4): 427-434.
Cahyorini , Kusumawardani. (2012). Pembentukan Kompleks Rutenium secara In
Situ pada TiO2 Terdoping Nitrogen. Disertasi. Yogyakarta: FMIPA
Universitas Gajah Mada.
Cahyana, A. A. (2014). Analisa SEM (Scanning Electron Microscope) Pada Kaca
Tzn Yang Dikristalkan. Solo: Fisika UNS.
Carp, O., C. L dan Reller, A. (2004): A photoinduced reactivity of titanium dioxide.
Solid state cem, 33, 33-117.
Christina P.M., Mu’nisatun S., Saptaaji R., dan Marjanto D. (2007). “Studi
Pendahuluan Mengenai Degradasi Zat Warna Azo (Metil Orange) Dalam
Pelarut Air Menggunakan Mesin Berkas Elektron 350 Kev/10 Ma”, JFN,
No.1, Vol.1. 31-44
72
Cool, P., and Vansant, E. F., 1998, Pillared Clays: Preparation, Characterization
andApplications, Laboratory of Inorganic Chemistry, University of Antwerp,
USA
Damayanti, Christiana Adi., Wardhani, Sri dan Purwonugroho, Danar. 2014.
Pengaruh Konsentrasi TiO2 Dalam Zeolit Terhadap Degradasi Methylene
Blue Secara Fotokatalitik. Kimia Student Journal. Vol 1 (1) : 8-14
Darmawan, 2008. Sifat Arang aktif Tempurung Kemiri dan
pemanfaatannya sebagai penyerap emisi Formaldehida Papan Serat
berkerapatan Sedang. ITB. Bogor.
Darmawan, P. R., Wardani, S., Purwonugroho, D. 2013. Pengaruh Penambahan
NO3- Terhadap Degradasi Methyl Orange Menggunakan Fotokatalis TiO2-
Bentonit. Kimia Student Journal. 1. (1): 140-146
Dhidan, K. S. 2012. Removal of Phenolic Compounds from Aqueous Solution by
Adsorption on to Activated Carbons Prepared from Date Stones by Chemical
Activation with FeCl. Chemical Engineering Department-College Of
Engineering University Of Baghdad. Iraq.
Dorian, Hanaor, H., dan Sorrell, C. C (2011): Review of the anastase to rutile phase
transformation, Journal Materials and Science; 855-874
Effendi., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan, Kanisius, Yogyakarta
Esterlita, M.O. dan N. Herlina. 2015. Pengaruh penambahan aktivator ZnCl2, KOH
dan H3PO4 dalam pembuatan karbon aktif dari pelepah aren (Arenga
pinnata). Jurnal Teknik Kimia Universitas Sumetera Utara, volume 4 (1): 47-
52.
Fan, M., Dai, D., & Huang, B. (2012). Fourier Transform Infrared Spectroscopy
for Natural Fibers. Retrieved from www.intechopen.com
Fauziah, N. 2009. Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung dari Kulit Acasia
mangium Wild dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya sebagai Adsorben.
Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: IPB
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.
Fujishima et al., 1999 Y. Fujishima, K. Leyton-Brown, and Y. Shoham. Taming
the computational complexity of combinatorial auctions: Optimal and
approximate approaches. In Proceeding of the Sixteenth International Joint
Conference on Artificial Intelligence, IJCAI’99, pages 548–553, August
1999.
Fogler, 1992, ” Elements of Chemical Reaction Engineering ”, 4th edition, Prentice-
Hall International, Inc, Amerika.
H.S. Fogler, Elements of Chemical Reaction Engineering, 2 nd edition, Prentice
Hall, New Jersey, USA , 1992.
73
Gunawan, E. R dan D. Suhendra. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang
Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya pada
Penjerapan Ion Tembaga (II). Makara Sains, 14 (1): 22--26.
Hadi Risnandar dan Yulianto Kurniawan. 1998. Penyerapan Zat Warna Tekstil
dengan Menggunakan Jerami Padi. Laporan Penelitian. Semarang : FT
Undip
Hadiwidodo, M., dkk., “Penurunan Warna, COD Dan TSS Limbah Cair Industri
Tekstil Menggunakan Teknologi Dielectric Barrier Discharge Dengan
Variasi Tegangan Dan Flow Rate Oksigen”, Jurnal Presipitasi, Vol. 2 No. 7
September 2009.
Hindrayawati, N dan Alimuddin. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel
dari Abu Sekam Padi Dengan Menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH).
Jurnal Kimia Mulawarman . Vol. 7, No. 2. Hlm. 75-77.
Indragini. 2011. Degradasi 4,4’-Dikloro Bifenil dengan Kombinasi Proses
Fotokatalis dan Radiasi Gamma Menggunakan Nanokomposit Karbon Aktif-
Zeolit Alam-TiO2. Tesis. Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia:
Depok
Isnaini, V.A., Arutati, O., Sustini, E., Aliah, H., Khairurijal dan abdullah, M.
(2011): A Novel System for Producing Photocatalytic Titanium Dioxide
Coated Fibers for Decompising Organic Pollutants in Water, Enfiron. Prog.
Sustainable Energy.
Jankowska H, Swiatkowski A, Choma J. 1991. Active Carbon 1st Ed. New York
(USA):Ellis Horwood.
Jamilatun Siti, Martomo Setyawan, 2015. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung
Kelapa dan Aplikasinya untuk Penjernihan Asap Cair. Jurnal Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Kasam, A.Y., Sukma, T. (2005) Penurunan COD (Chemical Oxygen Demand)
dalam limbah cair laboratorium menggunakan filter karbon aktif arang
tempurung kelapa, Logika, 2(2), 3-17.
Laos. L.E., Aji. M.P dan Sulhadi. 2016. Pengaruh Konsentrsi Karbon Aktif Kulit
Kemiri dan Aplikasinya Terhadap Penjernihan Limbah Methylene Blue.
Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal).
Lubis, S.I., Ramli, M., dan Sheilatina, 2016. Photocatalytic Degradation Of Indigo
Carmine By TiO2/Activated Carbon Derived From Waste Coffee Grounds.
Jurnal Natural. Vol 16, No.1.
L.J. Alemany and M.A. Banares, Photodegradation of phenol in water using
silica-supported titania catalysts, Appl. Catal. B: Environ., 13:3-4 (1997)
289-297.
Malik, Usman. 2013. Efek Suhu Terhadap Pembentukan Besaran Butiran Arang
Karbon Tempurung Kelapa Sawit. Jurnal Ilmiah Edu Research. Vol. 2 No.1
74
Matsouka, M., dan Anpo, M., (2003). Local structures excited states, and
photocataliytic reactivites of highly dispersed catalyst constructed within
zeolites, J. Photochem and Photobiol. C: Photochem. Rev., 3, 225-252
Matthews, S. G., 1992, Partial Metric Spaces, Research Report 212, BCTCS 8,
Department of Computer Science, University of Warwick, United Kingdom.
McCullagh, C., Robertson, P.K.J., Adams, M., Pollrd, P.M., dan Mohammed, A.
(2010): Decelopment of a slurry continuous flow reactor for photocatalytic
treatment of industrial waste water, Journal of Photochemistry and
Photobiology A: Chemistry, 211, 42 – 46.
Murti, S. 2008. Skripsi : Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung untuk
Adsorpsi Molekul Amonia dan Ion Krom. Depok : Universitas Indonesia.
Naimah, S., dkk., 2014, Degradasi Zat Warna pada Limbah Cair Industri Tekstil
dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Nanokomposit TiO2- Zeolit, J.
Kimia dan Kemaasan, Vol. 36, No. 2, 215-224.
Naimah, dkk., 2015, “Keramik Sebagai Media Fotokatalisis TiO2-Karbon Aktif
Serta Aplikasinya pada Kesehatan Lingkungan”. Kimia Kemasan. 37, No. 2
(2015): h. 123-132
Nugroho, I.A., 2011, Deposisi Lapisan Titania dan Pembuatan Sistem Pengolah Air
Limbah Organik Menggunakan Material Fotokatalis Titania (TiO2), Skripsi
Fisika, Undip Semarang.
Pambayun, G. S., Y. E. Y. Remigius, M. Rachimoellah, dan M. M. P. Endah. 2013.
Pembuatan Karbon Aktif Dari Arang Tempurung Kelapa Dengan Aktivator
ZnCl2 Dan Na2CO3 Sebagai Adsorben Untuk Mengurangi Kadar Fenol
Dalam Air Limbah. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 2, No. 1.
Pari, G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben
emisi formaldehida kayu lapis. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Insitut
Pertanian Bogor. Bogor.
Patiung, dkk., “Penggunaan Karbon Aktif Cangkang Pala-TiO2 untuk
Fotodegradasi Zat Warna Metanil Yellow”. Mipa Unstrat. 3, No. 2 (2014):
139-143.
Ratnasari, Dina., dkk. 2009. “X-Ray Diffraction (XRD)”. Tugas Kimia Fisika.
(2009) : 2-3.
Riyani. K dan Setyaningtyas. T. 2011. Pengaruh Karbon Aktif Terhadap Aktivitas
Fotodegradasi Zat Warna Pada Limbah Cair Industri Tekstil Menggunakan
Fotokatalis TiO2. Jurnal Molekul, Vo.6 No.2
Rozanna, Sri Irianty, “Pembuatan Arang Aktif dari Arang Sisa Asap Cair Cangkang
Kelapa Sawit dengan Metode Aktivasi Kimia-Fisika”, (2010): h, 2.
Septiani. U., Gustina. M., dan Safni. 2015. Pembuatan Dan Karakterisasi Katalis
TiO2/Karbon Aktif Dengan Metode Solid State. Jurnal Ris Kimia. Vol. 9
No.1.
75
Sukarta, F. (2014). Pemanfaatan arang aktif tempurung kelapa sawit dan tongkol
jagung sebagai adsorben logam berat pada limbah batik. (Skripsi), Institute
Pertanian Bogor.
Slamet, Bismo, S and Rita, A., (2007). Modifikasi Zeolit Alam dan Karbon Aktif
dengan TiO2 serta aplikasinya sebagai Bahan Adsorben dan Fotokatalis
untuk Degradasi Poltan Organik. Laporan Penelitian Hibah Bersaing
Universitas Indonesia.
Standar Nasional Indonesia. 1995. Arang Aktif Teknis (SNI 06-370-1995). Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional Indonesia,
Sudibandriyo, M. 2003. Ph Dissertation : A Generalized Ono-KondoLattice Model
for High Pressure on Carbon Adsorben. Oklahoma : Oklahoma State
University.
Suhardiyono, L., 1988, Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 153-156.
Suprihatin, Hasti. 2014. Kandungan Organik Limbah Cair Batik Jetis Sidoarjo dan
Alternatif Pengolahannya. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas
Riau, Riau.
Sutanto H, Hidayanto E, Subagjo A, Widiyandari H. 2011. Pembuatan Sistem
Pengolah Air Bersih Menggunakan Material Fotokatalis Titania (TiO2).
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi. 2: 21- 26.
Taba, P., Hala, Y., dan Nashriah (2004) Sintesis karbon mesopori, Cmk-1 dan
potensi adsorpsinya atas surfaktan di perairan, Marina Chimica Acta, 5(1),
16-22.
Tarr MA (2003) Chemical degradation methods for wastes and pollutant:
environmental and industrial applications. M. Dekker, New York.
Teng Ong, Siew., Sim Cheong, Wai and Tse Hung, Yung. 2012. Photodegradation
of Commercial Dye, Methylene Blue Using Immobilized TiO2. International
Conference on Chemical, Biological and Environmental Engineering.Vol 43.
(23)
Torimoto, T., S., Kuwabata, S., & Yoneyama, H. 1996. Effects of Adsorbent Used
as Suppots for Titanium dioxide Loading on Photocatalytic Degadation of
Popyzamide. Envirom. Sci. Technol., 30, PP. 1275-1281.
Thermo Nicolet, 2001, Introduction to FTIR Spectrometry, Thermo Nicolet Inc.,
Madison, USA., www.thermonicolet.com, diakses tanggal 12 Maret 2014.
Thompson, T. L. and Yates, J. T.: Surface science studies of the photoactivation of
TiO2 new photochemical processes, Chem. Rev., 106, 4428–4453, 2006.
Triono, A. (2006). Karakteristik briket arang dari campuran serbuk gergajian kayu
afrika dan sengon dengan penambahan tempurung kelapa. Skripsi. Bogor:
Departemen Hasil Hutan Intitut Pertanian Bogor.
76
Verlina, W.O.V., A.W. Wahab, dan Maming. 2014. Potensi Arang Akif Tempurung
Kelapa sebagai Adsorben Emisi Gas CO, NO, dan NO pada Kendaraan
Bermotor. Jurusan Kimia FMIPA Unhas. Makasar.
Wang, S., Terdkiatburana, T., Tad’, M.O., 2008, Single and co-adsorption of heavy
metals and humic acid on fly ash, Separation and Purification Technology,
58, 353-358.
Yuanita, D.,2009, Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat Menjadi Stearil Alkohol
Menggunakan Katalis Ni/Zeolit Alam, Prosiding Seminar Nasional Kimia
UNY.
Zhang HZ, Banfield JF (2000) Phase transformation of nanocrystalline anastase-to-
rutille via combined interface and surface nucleation. J Mater Res 15:437-448
77
LAMPIRAN A
HASIL PERHITUNGAN KONSENTRASI LARUTAN
78
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
79
Perhitungan Konsentrasi Larutan
Pembuatan Larutan ZnCl2
Pembuatan larutan ZnCl2 ini digunakan untuk aktivasi karbon aktif
tempurung kelapa sebelum dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope
(SEM) setelah dilakukan aktivasi. berikut perhitungan konsentrasi ZnCl2 dalam 100
ml akuades :
% b/v = b/v x 100 %
10 % = b/100 x 100 %
b = 10 gram
80
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
81
LAMPIRAN B
PERHITITUNGAN KUALITAS ARANG AKTIF TEKNIS
82
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
83
Kualitas Karbon Aktif Teknis
Kadar Air
Massa sampel awal (A) = 2,00 gram
Massa sampel akhir (B) = 1,90 gram
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝐴 (𝑔𝑟𝑎𝑚) − 𝐵(𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝐴 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 2,00 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 1,90 𝑔𝑟𝑎𝑚
2,00 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 5 %
Kadar Zat Menguap
Massa sampel awal (A) = 1,90 gram
Massa sampel akhir (B) = 1,43 gram
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 (%) = 𝐴 (𝑔𝑟𝑎𝑚) − 𝐵(𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝐴 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 (%) = 1,90 𝑔𝑟𝑎𝑚 − 1,43 𝑔𝑟𝑎𝑚
1,90 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 (%) = 24,7 %
Kadar Abu
Massa sampel awal (A) = 1,43 gram
Massa sampel akhir (B) = 0,1 gram
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) = 𝐵(𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝐴 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) = 0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚
1,43 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) = 6,9 %
84
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
85
Karbon Murni
Kadar zat yang mudah menguap = 24,7 %
Kadar abu = 6,9 %
Karbon murni = 100 % – (𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝 + 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢) %
Karbon murni = 100 % − (24,7 + 6,9) %
Karbon murni = 68,4 %
86
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
87
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN PERSENTASE REMOVAL PARAMETER COD DAN
WARNA
88
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
89
Tabel 1. Hasil Analisis Persentase Removal Parameter COD
No. Komposisi Variasi
Massa
Waktu
Kontak
(menit)
Parameter
COD
Analisa
Awal (mg/l)
Parameter COD
Analisa Setelah
Pengolahan
(mg/l)
Efisiensi
Removal
(%)
1
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
0:100
45
7464,29
1622,45 78,26
90 1533,16 79,46
135 1595,66 78,62
180 1614,80 78,37
2
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
40:60
45
7464,29
1646,69 77,94
90 1622,45 78,26
135 1595,67 78,62
180 1571,43 78,95
3
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
50:50
45
7464,29
1627,55 78,20
90 1584,29 78,78
135 1584,18 78,78
180 1558,67 79,12
4
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
60:40
45
7464,29
1653,06 77,85
90 1627,55 78,20
135 1558,67 79,12
180 1522,45 79,60
5
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
0:100
45
7464,29
1729,59 76,83
90 1646,69 77,94
135 1609,69 78,43
180 1591,43 78,68
90
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
91
Perhitungan Persentase Removal Parameter COD
1. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aaktif Tempurung Kelapa (0:100)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (
𝑚𝑔
𝑙)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (
𝑚𝑔
𝑙)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 7464,29 (
𝑚𝑔
𝑙)−1533,16 (
𝑚𝑔
𝑙)
7464,29 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 79,46 %
2. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aaktif Tempurung Kelapa (40:60)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (
𝑚𝑔
𝑙)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (
𝑚𝑔
𝑙)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 7464,29 (
𝑚𝑔
𝑙)−1571,43 (
𝑚𝑔
𝑙)
7464,29 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 78,95 %
3. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aaktif Tempurung Kelapa (50:50)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (
𝑚𝑔
𝑙)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (
𝑚𝑔
𝑙)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 7464,29 (
𝑚𝑔
𝑙)−1558,67 (
𝑚𝑔
𝑙)
7464,29 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 79,12 %
4. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aaktif Tempurung Kelapa (60:40)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (
𝑚𝑔
𝑙)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (
𝑚𝑔
𝑙)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 7464,29 (
𝑚𝑔
𝑙)−1522,45 (
𝑚𝑔
𝑙)
7464,29 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 79,60 %
92
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
93
5. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aaktif Tempurung Kelapa (0:100)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (
𝑚𝑔
𝑙)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (
𝑚𝑔
𝑙)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 7464,29 (
𝑚𝑔
𝑙)−1591,43 (
𝑚𝑔
𝑙)
7464,29 (𝑚𝑔
𝑙)
x 100%
% removal = 78,68 %
94
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
95
Tabel 2. Hasil Persentase Removal Parameter Warna
No. Komposisi Variasi
Massa
Waktu
Kontak
(menit)
Parameter
Warna
Analisa
Awal
(PtCo)
Parameter
Warna Analisa
Setelah
Pengolahan
(PtCo)
Efisiensi
Removal
(%)
1
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
0:100
15
1620
1305 19,44
30 955 41,05
45 950 41,36
60 940 41,98
75 930 42,59
90 920 43,21
105 905 44,14
120 965 40,43
135 975 39,81
150 950 41,36
165 1035 36,11
180 1010 37,65
2
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
40:60
15
1620
1395 13,89
30 1335 17,59
45 1320 18,52
60 1315 18,83
75 1295 20,06
90 1290 20,37
105 1260 22,22
120 1255 22,53
135 1250 22,84
150 1140 29,63
165 1265 21,91
180 1220 24,69
3
TiO2 :
Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
50:50
15
1620
1435 11,42
30 1395 13,89
45 1360 16,05
60 1345 16,98
75 1305 19,44
90 1275 21,30
105 1260 22,22
120 1225 24,38
135 1225 24,38
150 1220 24,69
165 1210 25,31
180 1180 27,16
96
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
97
Lanjutan Tabel 2. Hasil Persentase Removal Parameter Warna
No. Komposisi Variasi
Massa
Waktu
Kontak
(menit)
Parameter
Warna
Analisa
Awal
(PtCo)
Parameter
Warna
Analisa
Setelah
Pengolahan
(PtCo)
Efisiensi
Removal
(%)
4
TiO2 : Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
60:40
15
1620
1570 3,09
30 1540 4,94
45 1500 7,41
60 1450 10,49
75 1435 11,42
90 1400 13,58
105 1405 13,27
120 1375 15,12
135 1370 15,43
150 1350 16,67
165 1340 17,28
180 1275 21,30
5
TiO2 : Karbon
Aktif
Tempurung
Kelapa
100:0
15
1620
1615 0,31
30 1610 0,62
45 1595 1,54
60 1555 4,01
75 1535 5,25
90 1420 12,35
105 1385 14,51
120 1380 14,81
135 1330 17,90
150 1320 18,52
165 1305 19,44
180 1295 20,06
98
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
99
Perhitungan Persentase Removal Parameter Warna
1. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aktif Tempurung Kelapa (0:100)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−905 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 44,14 %
2. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aktif Tempurung Kelapa (40:60)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−1140 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
1140 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 29,63 %
3. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aktif Tempurung Kelapa (50:50)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−1180 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 27,16 %
4. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aktif Tempurung Kelapa (60:40)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−1275 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 21,30 %
100
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
101
5. Perbandingan Massa TiO2:Karbon Aktif Tempurung Kelapa (100:0)
% removal = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜)−1295 (𝑃𝑡𝐶𝑜)
1620 (𝑃𝑡𝐶𝑜) x 100%
% removal = 20,06 %
102
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
103
LAMPIRAN D
HASIL PENGUJIAN
104
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
105
106
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
107
108
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
109
110
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
111
LAMPIRAN E
HASIL X-RAY DIFFRACTION (XRD)
112
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
113
Hasil XRD TiO2
Main Graphics, Analyze View
Peak List:
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left
[°2Th.]
d-spacing
[Å]
Rel. Int. [%]
25.2961 3187.62 0.1338 3.52088 100.00
36.9359 179.85 0.0836 2.43371 5.64
37.7791 585.39 0.1004 2.38131 18.36
38.5601 218.04 0.0836 2.33486 6.84
48.0197 760.00 0.1020 1.89312 23.84
48.1713 400.07 0.0816 1.89221 12.55
53.8636 432.32 0.1224 1.70070 13.56
54.0389 231.52 0.0816 1.69981 7.26
55.0483 432.87 0.1224 1.66687 13.58
55.2049 240.40 0.0816 1.66664 7.54
62.1124 73.39 0.1020 1.49318 2.30
62.6870 324.41 0.1428 1.48087 10.18
62.8507 163.07 0.1224 1.48107 5.12
68.7305 130.25 0.1020 1.36465 4.09
68.9498 73.41 0.1224 1.36423 2.30
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
30 40 50 60
Counts
0
1000
2000
3000
TiO2 Kode 01
114
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
115
Hasil XRD Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Main Graphics, Analyze View
Peak List:
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left
[°2Th.]
d-spacing
[Å]
Rel. Int. [%]
11.0614 199.06 0.1673 7.99898 100.00
33.4539 41.76 0.2007 2.67862 20.98
37.8192 14.11 0.3346 2.37888 7.09
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40
Counts
0
200
400
600
800
Kode 02
116
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
117
Hasil XRD Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa (40:60)
Main Graphics, Analyze View
Peak List:
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left
[°2Th.]
d-spacing
[Å]
Rel. Int. [%]
25.1491 1951.28 0.1506 3.54112 100.00
36.7720 107.28 0.1673 2.44418 5.50
37.6707 367.44 0.1506 2.38791 18.83
38.4153 124.45 0.1673 2.34332 6.38
43.0298 17.23 0.1004 2.10212 0.88
47.9393 439.23 0.1673 1.89768 22.51
53.7001 263.15 0.0836 1.70691 13.49
54.8782 268.08 0.1338 1.67302 13.74
61.9598 49.64 0.1673 1.49773 2.54
62.5166 198.06 0.1171 1.48572 10.15
68.6135 79.17 0.1171 1.36782 4.06
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
30 40 50 60
Counts
0
1000
2000 Kode 40;60
118
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
119
Hasil XRD Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa (50:50)
Main Graphics, Analyze View
Peak List:
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left
[°2Th.]
d-spacing
[Å]
Rel. Int. [%]
25.1902 2514.48 0.1338 3.53544 100.00
27.3675 19.21 0.1338 3.25891 0.76
36.8557 145.59 0.0836 2.43883 5.79
37.6851 465.90 0.1171 2.38704 18.53
38.4809 135.65 0.1171 2.33948 5.39
47.9385 601.43 0.1428 1.89614 23.92
48.0697 333.31 0.0612 1.89597 13.26
53.7815 362.51 0.1224 1.70311 14.42
54.9658 363.19 0.1224 1.66918 14.44
61.9957 55.22 0.1224 1.49571 2.20
62.5911 259.52 0.1836 1.48290 10.32
62.7983 102.92 0.0816 1.48218 4.09
68.6941 102.25 0.1632 1.36528 4.07
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
30 40 50 60
Counts
0
1000
2000
Kode 50;50
120
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
121
Hasil XRD Sintesis TiO2-Karbon Aktif Tempurung Kelapa (60:40)
Main Graphics, Analyze View
Peak List:
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left
[°2Th.]
d-spacing
[Å]
Rel. Int. [%]
25.1153 671.03 0.1020 3.54288 89.64
25.2416 748.55 0.1004 3.52835 100.00
36.8130 46.47 0.1338 2.44156 6.21
37.6549 152.88 0.2007 2.38888 20.42
38.5374 49.51 0.2676 2.33618 6.61
43.6733 15.34 0.2007 2.07263 2.05
47.9912 266.12 0.0836 1.89575 35.55
53.7692 160.88 0.1428 1.70347 21.49
53.9352 138.88 0.1224 1.70283 18.55
54.9245 140.24 0.3264 1.67033 18.73
61.9786 26.47 0.2448 1.49608 3.54
62.5583 107.57 0.2040 1.48360 14.37
68.6124 52.80 0.1632 1.36671 7.05
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
30 40 50 60
Counts
0
200
400
600
800 Kode 60;40
122
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
123
LAMPIRAN F
DOKUMENTASI PENELITIAN
124
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
125
Dokumentasi Penelitian
Tempurung kelapa bersih Proses karbonasi
Proses penggerusan Pembuatan larutan ZnCl2
Proses mixing karbon Pencucian pH netral
126
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
127
Dokumentasi Penelitian
Proses mixing TiO2 – karbon
aktif tempurung kelapa
Proses sonikasi
Reaktor fotokatalis Proses fotokatalis
Penyaringan proses fotokatalis Hasil proses fotokatalis