pengolahan data seismikrefleksi

Upload: norman-schwensteiger

Post on 10-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pengolahan Data Seismik

Pengolahan Data Seismik

DELHASNI07135010JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS ANDALAS1. Edit GeometriData sebelumnya di-demultiplex dan mungkin di-resampel kemudian di-sorting didalam CDP (common depth point) atau CMP (common mid point). Informasi mengenai lokasi sumber dan penerima, jumlah penerima, jarak antara penerima dan jarak antara sumber di-entry didalam proses ini.

Beberapa tahapan yang biasa dilalui didalam pengolahan data seismik:2. Koreksi StatikKoreksi statik dilakukan untuk mengkoreksi waktu tempuh gelombang seismik yang ter-delay akibat lapisan lapuk atau kolom air laut yang dalam.

3. Automatic Gain Control (AGC)Kompensasi amplitudo gelombang seismik akibat adanya divergensi muka gelombang dan sifat attenuasi bumi.

4. Dekonvolusi (Pre-Stack)Dekonvolusi dilakukan untuk meningkatkan resolusi vertikal (temporal) dan meminimalisir efek multiple.

5. Analisis Kecepatan (Velocity Analysis) dan Koreksi NMOAnalisis kecepatan melibatkan semblance, gather, dan kecepatan konstan stack. Informasi kecepatan dari velocity analysis digunakan untuk koreksi NMO (Normal Move Out)

6. Pembobotan tras (Trace Weighting)Teknik ini dilakukan untuk meminimalisir multiple yang dilakukan dalam koridor CMP sebelum stacking. Proses ini menguatkan perbedaan moveout antara gelombang refleksi dengan multiplenya sehingga dapat mengurangi kontribusi multiple dalam output stack.

7. StackPenjumlahan tras-tras seismik dalam suatu CMP tertentu yang bertujuan untuk mengingkatkan rasio sinyal terhadap noise. Nilai amplitudo pada waktu tertentu dijumlahkan kemudian dibagi dengan akar jumlah tras8. Post-Stack DeconvolutionDekonvolusi mungkin dilakukan setelah stacing yang ditujukan untuk mengurangi efek ringing atau multipel yang tersisa.

9. Migrasi F-K (F-K Migration)Migrasi dilakukan untuk memindahkan energi difraksi ke titik asalnya. Atau lapisan yang sangat miring ke posisi aslinya. Mingrasi memerlukan informasi kecepatan yang mungkin memakai informasi kecepatan dari velocity analysis. PENGOLAHAN DATA SEISMIK MENGGUNAKAN METODE ZERO OFFSET-COMMON REFLECTION SURFACE STACKMetode zero offset stack dari data multi-coverage merupakan proses standar dalam pengolahan data seismik. Metode ini akan meningkatkan kualitas rasio sinyal terhadap noise dan menekan jumlah data sehingga lebih mudah untuk dipakai dalam proses selanjutnya. Namun stacking konvensional yang selama ini dipakai, seperti NMO/DMO stack, ternyata sangat tergantung pada model kecepatanSedangkan metode Common Reflection Surface (CRS) stack dapat mengoreksi kecepatan yang tidak akurat untuk proses stacking. Terdapat ketidakakuratan dalam penentuan model kecepatan karena frekuensi sinyal seismik memiliki keterbatasan sehingga ketika satu sumber gelombang di permukaan dimaksudkan untuk meng-iluminasi satu titik target bawah permukaan yang berarah normal dengan sumber, maka informasi yang diterima oleh receiver tidak hanya dari satu titik target, namun juga mengandung informasi dari titik sekitar target seluas zona fresnel. Dengan melakukan stacking seluruh titik dalam zona Fresnel, metode CRS stack menggunakan stacking operator yang tepat untuk reflektor yang terekam pada data pre-stack lebih baik daripada metode konvensional. Operator stacking dari Zero Offset (ZO) CRS stack terdiri dari tiga parameter, , RNIP , RN. Parameter adalah emergence angle dari ray ZO, RNIP dan RN adalah parameter yang berasosiasi dengan 2 hipotetical wave, NIP wave dan Normal wave. Ketiga parameter ini dioptimasi untuk mendapatkan stacking surface yang tepat pada tiap titik ZO. Untuk memperlihatkan keunggulan metoda CRS stack dibandingkan dengan metoda konvensional stack, dalam penelitian ini dilakukan aplikasi metoda CRS stack pada data sintetik dan data real. Masing-masing data diolah dengan menggunakan metoda konvensional dan diolah dengan menggunakan metoda CRS stack. Hasil dari dua pengolahan data ini kemudian dibandingkan. Selain itu dilakukan juga analisa untuk mendapatkan parameter-parameter CRS stack yang tepat. Dari hasil penelitian ini dengan menggunakan parameter yang tepat, metoda CRS stack mampu memberikan penggambaran bawah permukaan yang lebih baik dibandingkan dengan metoda konvensional, pada aplikasi data sintetik maupun pada data real. Dibutuhkan analisa yang lebih dalam tentang zona Fresnel untuk menggunakan metode CRS stack.

Marine Acquisition 2D (Akuisisi data seismik laut 2D) Akuisisi data seismik laut 2D dilakukan untuk memetakan struktur geologi di bawah laut dengan menggunakan peralatan yang cukup rumit seperti: streamer, air gun, perlengkapan navigasi dll.

Dalam praktiknya akuisisi seismic marin terdiri atas beberapa komponen: kapal utama, gun, streamer, GPS, kapal perintis dan kapal pengawal dan kadang-kadang perlengkapan gravity (ditempatkan di dalam kapal) dan magnetik yang biasanya ditempatkan 240 meter di belakang kapal utama (3 meter di dalam air)

Didalam kapal utama terdapat beberapa departemen: departemen perekaman (recording), navigasi, seismic processing, teknisi peralatan, ahli komputer, departemen yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja, departemen lingkungan, dokter, juru masak, dan kadang-kadang di lengkapi dengan departemen survey gravity dan magnetik, dllUntuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, selama operasi ini disertai pula dua buah kapal perintis (chase boat) yakni sekitar 2 mil di depan kapal utama. Selain bertanggung jawab membersihkan lintasan yang akan dilewati (membersihkan rumpon, perangkap ikan, dll) , kapal perintis bertugas untuk menghalau kapal-kapal yang dapat menghalagi operasi ini. Selain itu di belakang streamer, terdapat juga sebuah kapal pengawal.

Beberapa parameter geofisika yang dipakai dalam akuisisi marin adalah sbb (contoh):

Record length: 9500msSample rate: 2msStart of data: 50msLow cut filter: 3 Hz/ 6dBHi Cut filter: 200Hz @ 370dB / OctaveTape format: Demux SEGD rev 1, 8058Polarity: first break is negativeShot point interval 25 mNo of streamer: 1Streamer length: 8100mNumber of channels: 648

Group interval: 12.5 mOperating depth: 7 m +/- 1mOffset CSCNG (inline) 125m (center of source to center of near group)Array volume: 4140 cu incOperating pressure: 2000 psi +/- 10%Array configuration: 3 strings (each string = 9 segments)Array separation: 15 mSource depth: 6m +/- 1mCenter source to nav. mast: 185m

Gambar dibawah menunjukkan ruang kerja seismic recording, navigasi dan processing.

Streamer yang dilengkapi dengan hydrophone, ADC (Analog to digital converter dan bird yang berperan untuk mengatur posisi dan kedalaman streamer). Diameter streamer sekitar 7 cm dengan panjangnya bisa mencapai 10km. Bagian hitam dari gambar ini menunjukkan perangkat ADC.

Bird mengatur kedalaman dan posisi streamer.

Air gun dengan tekanan mencapai 2000psi sangat berbahaya! bandingkan dengan ban mobil anda yang hanya 30-an psi! Bagian kuning dan hitam (seperti roket) hanyalah untuk pelampung. Bagian air gun adalah selinder logam yang menggantung padanya.

Saat perekaman berbagai aspek dimonitor secara dinamik.Seperti rekaman setiap shot, apakah ada tras seismik yang mati?, penampang single channel dan signature sumber.Gambar di bawah menunjukkan terdapat 3 array air gun dengan masing-masing array terdiri atas 9 kompartemen.

Navigasi bertugas untuk memastikan bahwa akuisisi data seismik berada pada lintasan yang dikehendaki. Disamping itu mereka juga memberikan informasi tentang feather akibat arus laut yang biasanya diterima dibawah 10 dan juga meminta kapten kapal mengatur kecepatan kapal, yang biasanya dibawah 5 knot.

4-D Seismic

Aktifitas produksi dan EOR (Enhanced Oil Recovery) menyebabkan perubahan sifat fisis pada reservoir. Perubahan sifat fisis tersebut diantaranya: saturasi fluida, tekanan, temperatur yang pada akhirnya akan menyebabkan perubahan Impedansi Akustik dari reservoir.

Adanya perubahan Impedansi Akustik di atas dapat dimonitor dengan melakukan survey seismik kembali (Monitor). Dimana perbedaan sifat seismik antara survey Monitor dengan survey awal (Baseline) dikenal dengan studi Seismic 4-D.Perubahan kecepatan gelombang seismik dan densitas reservoir tergantung pada jenis batuan, sifat fluida dan depletion mechanism. Injeksi gas dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pori sehingga terjadi penurunan kecepatan gelombang seismik, sebaliknya pergantian minyak oleh air dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan dan densitasSebelum melakukan survey seismik 3D untuk tahap monitoring, studi kelayakan dengan melakukan seismic modeling harus dilakukan. Modeling ini bertujuan untuk melihat sensitifitas gelombang seismik (khususnya Detectability dan Fidelity) terhadap perubahan Impedansi Akustik reservoir akibat proses produksi. Modeling tersebut harus meliputi semua skenario yang bisa terjadi seperti substitusi fluida, saturasi, penurunan tekanan akibat proses produksi yang menyebabkan tekanan minyak turun dibawah bubble point, kenaikan temperatur akibat injeksi uap, perilaku carbonate versus clastic reservoir, Net to Gross, Permeabilitas, jenis wavelet, frekuensi, noise, dll.

Gambar di samping mengilustrasikan hasil modeling untuk data seismik awal (Baseline) dan Difference yakni perbedaan antara Monitor dan Baseline, perhatikan respon 4D pada penampang Difference, menunjukkan perubahan sifat reservoir yang signifikan.

Selanjutnya, setelah lulus dari studi kelayakan, data seismik monitor harus memiliki Repeatability yakni derajat kemiripannya dengan data awal (Baseline) pada zona non-produksi. Ketidakmiripan antara data Monitor dan Baseline, bisa diakibatkan oleh perbedaan parameter pengambilan data seismik i.e. bin size, panjang streamer, orientasi pengambilan data, jumlah trace dalam tiap CDP, tide, parameter pengolahan data seismik, dll.Repeatability dapat dikuantifikasi dengan menghitung Normalized RMS-Amplitude Difference (NRMSD). Repeatability yang tinggi ditunjukkan dengan nilai NRMSD yang sangat kecil. Gambar di bawah ini menunjukkan histogram NRMSD untuk beberapa proses seismik: sebelum diproses (merah), tidal correction (biru), swell noise removal (hijau), channel smoothing (magenta) dan demultiple (biru muda). Perhatikan bahwa semakin sempurna processing seismik, histogram NRMSD akan terdorong ke nilai rendah (lihat garis kuning sebagai acuan).Dikarenakan Survey Monitor dilakukan pada tahap produksi dimana fasilitas dan infrastruktur telah banyak berdiri. Sehingga, pada umumnya lay out survey serta parameter akuisisi seismik akan berbeda dari Baseline.

Seperti diilustrasikan pada gambar di bawah ini, sebelah kiri menunjukkan lay out survey dan gambar sebelah kanan menunjukkan perbedaan distribusi bin.

Akibat adanya perbedaan parameter tersebut di atas, maka data seismik yang dihasilkannya pun akan berbeda pula. Gambar di bawah ini menunjukkan perbandingan antara penampang seismik untuk Monitor dan Baseline untuk parameter akusisi diatas. Perhatikan, Repeatability data tersebut sangat rendah i.e. keduanya menunjukkan perbedaan resolusi, amplitudo, frekuensi dan fasa(?) yang sangat mencolok pada zona non produksi.

Dengan demikian, sebelum kita memproduksi penampang Difference beberapa proses harus dilakukan sehingga derajat Repeatability-nya dapat ditingkatkan. Proses tersebut diantaranya: survey realignment sehingga kedua data memiliki grid dan bin yang sama, koreksi statik (tidal correction), dan penggunaan model kecepatan yang sama baik untuk NMO maupun migrasi, penyamaan panjang gelombang (frekuensi) dan fasa untuk mengkompensasi perbedaan wavelet sumber dan amplitude balancing sehingga keduanya memiliki level energi yang sama, dll. Proses processing tersebut dikenal dengan Cross Equalization.Proses Cross Equalization memerlukan sebuah operator wavelet yang diestimasi pada window waktu tertentu (zona statik, non reservoir) baik dangkal maupun dalam sehingga fasa, amplitudo, frekuensi, dll. dari kedua data seismik tersebut benar-benar identik.

Pada gambar di atas terlihat bahwa karakter seismik untuk zona overburden tidak berubah. Akan tetapi efek injeksi uap menyebabkan perubahan amplitudo pada zona reservoir yakni penurunan Impedansi Akustik. Pada base-reservoir time shifting dapat terjadi sebagai velocity sag, dengan demikian sebelum memproduksi Difference proses local time-shifting perlu dilakukan.Gambar di bawah ini menunjukkan respon seismik 4D untuk monitoring pergerakan fluida (air atau uap) oleh sumur injector. Perhatikan perbedaan respon seismik yang berbeda dari injector satu ke injektor yang lainnya.

Seismic Tomography adalah teknik pencitraan untuk mendeterminasi variasi sifat fisis batuan seperti kecepatan gelombang P, gelombang S, atenuasi, dll.Seismic Tomography

Terdapat beberapa teknik tomography diantaranya refraction traveltime tomography, finite-frequency traveltime tomography, reflection traveltime tomography dan waveform tomography.

Seismic tomography biasanya dirumuskan sebagai sebuah inverse problem. Dalam refraction traveltime tomography, data yang diobservasi adalah first-arrival traveltimes t dan parameter model slowness s.

Hubungan antara t dan s dirumuskan sbb:t = Ls

dimana L adalah kernel matrix berupa jarak jejak sinar dalam sistem sel tomography.

Selain inverse problem, forward problem merupakan hal yang sangat penting dalam kesuksesan tomography. Forward problem bertujuan untuk menelusuri jejak gelombang (ray tracing) dari sumber ke penerima di dalam medium. Medium dalam wilayah study tomography selanjutnya didiskritisasi menjadi sistem sel tomography.Studi seismik refraksi ditujukan untuk memetakan karakteristik lapisan dekat permukaan (near surface) seperti kedalaman lapisan lapuk (weathering), bed rocks, pemetaan air tanah, lingkungan, dll. Informasi geofisika yang diperoleh dari studi ini adalah model kecepatan serta kedalaman lapisan bawah permukaan. Informasi tersebut diturunkan dari first break serta geometri sumber-penerima.Peralatan yang digunakan didalam survey seismik refraksi, biasanya terdiri dari 12 sampai 24 channel geophone dengan interval 2-5 meter dan frekuensi 8-14Hz, dengan sumber gelombang berupa palu ataupun dinamit serta perekam yang biasanya jauh lebih portable daripada peralatan seismik refleksi.Seismik Refraksi

Gambar dibawah ini menunjukkan perekam yang dikhususkan untuk survey seismik refraksi.

Gambar di bawah ini adalah layout perekaman seismik refraksi. Geophone diletakkan disepanjang lintasan survey, dimana offset (bentangan kabel) harus 3-5 kali lebih panjang dari kedalaman target. Jadi jika panjang offset nya adalah 600 meter, maka kedalaman maksimum yang akan terdeteksi adalah 200 meter.

Sumber gelombang pada sebuah offset dari survey refraksi, sedikitnya dua sumber S1 dan S2 (lihat gambar di bawah) yang biasanya diletakkan di sisi kiri dan kanan, dengan jarak dari geophone dari group interval. Ada baiknya juga dilakukan penembakan S3. Jika crossover distance diketahui (lihat gambar anonymous (GEOL 335.3)). Ada baiknya dilakukan pengukuran S4 dan S5, tergantung tujuannya S6 dan S7 kadang-kadang diperlukan.

Pada rekaman seismik (shot gathers), first break merupakan sinyal yang pertama kali terekam oleh penerima. Sinyal tersebut berasal dari direct wave dan head wave. Direct wave adalah gelombang yang merambat dari sumber langsung ke penerima melewati lapisan pertama, Sedangkan head wave adalah gelombang yang melewati lapisan pertama lalu merambat disepanjang lapisan kedua. Syarat terjadinya head wave adalah sudut tembak gelombang harus melewati critical angle dan lapisan kecepatan lapisan tersebut harus lebih cepat dari lapisan sebelumnya.Berikut adalah ilustrasi jejak sinar, kurva serta persamaan waktu tempuh dari direct wave (merah), head wave (biru) dan refleksi (hijau).

Gambar di bawah ini menunjukkan rekaman (shot gather) serta interpretasi first break untuk direct wave (merah), head wave yang merambat melewati lapisan pertama dan disepanjang lapisan kedua (biru), serta head wave yang melewati lapisan pertama, kedua dan disepanjang lapisan ketiga (hijau). Kedalaman dan kecepatan lapisan pertama dapat dianalisis dari kurva warna merah, lapisan kedua dari kurva warna biru dan lapisan ketiga dari kurva warna hijau. Perhatikan, banyaknya perlapisan ditunjukkan dengan berapa banyak kurva tersebut saling memotong (crossover).

Gambar dibawah ini menunjukkan perhitungan kecepatan dan kedalaman perlapisan dari kurva waktu tempuh terhadap offset untuk model 3 lapisan bumi berlapis horizontal.

Kecepatan lapisan V1, V2, dan V3 merupakan slope dari masing-masing kurva, sedangkan kedalaman lapisan ditentukan oleh persamaan di bawah ini:

Karakteristik kemiringan perlapisan batuan, dapat dianalisis melalui kesimetrisan kurva waktu tempuh dari beberapa shot, setidak-tidak nya S1 dan S2 pada desain survey di atas.

Gambar di bawah ini merupupakan plot waktu tempuh untuk semua shot. Terlihat bahwa kurva yang dari arah kiri simetris dengan kurva dari arah kanan, sehingga kita berkesimpulan bahwa perlapisan pada survey ini adalah horizontal.

Gambar di bawah ini menunjukkan karikatur survey seismic refraksi untuk model 3 perlapisan yang miring. Sumber gelombang diletakkan pada shot a dan shot b.

Masing-masing kurva waktu tempuh dari shot a dan shot b ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Kecepatan lapisan pertama V1 dihitung dari slope berwarna hijau, dimana kedua shot akan memiliki nilai yang sama. Sedangkan untuk V2 (merah) dan V3 (pink), masing-masing merupakan rata-rata dari slope shot a dan slope shot b. Kedalaman lapisan dibawah masing-masing shot dihitung dengan rumus di atas, yang tentunya akan menghasilkan kedalaman yang berbeda untuk shot a dan shot b. Kemiringan lapisan ditentukan dari perbedaan kedalaman tersebut.