pengkinian penilaian risiko indonesia

156

Upload: others

Post on 16-Jan-2022

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA
Page 2: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

ii

PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TAHUN 2015

LAPORAN AKHIR

MEI 2019

Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia

Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

© 2019, Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana

Pencucian Uang

Page 3: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

iii

Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia

Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015

ISBN :

Koordinator Penulis : Aditya S. Purwana, S.Si., M. Ak

Ukuran Buku : 295 x 210 mm

Naskah : Tim Pelaksana Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

Gambar Sampul : Mulyana

Diterbitkan : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya.

INFORMASI LEBIH LANJUT:

Tim Pengkinian NRA Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC)

Jl. Ir. H Juanda No. 35 Jakarta 10120 Indonesia

Phone: (+6221) 3850455, 3853922

Fax: (+6221) 3856809 – 3856826

website: http://www.ppatk.go.id

Page 4: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

iv

TIM PENYUSUN PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA TERHADAP TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG TAHUN 2015

A. Pengarah:

1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia 2. Kepala PPATK 3. Gubernur Bank Indonesia 4. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan 5. Menteri Luar Negeri 6. Menteri Keuangan 7. Menteri Hukum dan HAM 8. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 9. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup 10. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 11. Jaksa Agung 12. Ketua Mahkamah Agung 13. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 14. Kepala Badan Narkotika Nasional 15. Panitera Muda Pidana Khusus, Mahkamah Agung 16. Dirjen Pajak Kementerian Keuangan 17. Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan 18. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 19. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI 20. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI 21. Kepala BARESKRIM, Polri 22. Kepala Divisi Hubungan Internasional, Polri 23. Wakil Kepala PPATK 24. Deputi Bidang Pemberantasan PPATK 25. Deputi Bidang Pencegahan PPATK 26. Sekretaris Utama PPATK

B. Pelaksana:

1) Perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia;

2) Perwakilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;

3) Perwakilan Kementerian Luar Negeri;

4) Perwakilan Kementerian Keuangan;

Page 5: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

v

5) Perwakilan Kementerian Koperasi dan UKM;

6) Perwakilan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi;

7) Perwakilan Bank Indonesia;

8) Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan;

9) Perwakilan Mahkamah Agung;

10) Perwakilan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;

11) Perwakilan Kepolisian Republik Indonesia;

12) Perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi;

13) Perwakilan Badan Narkotika Nasional;

14) Perwakilan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup;

15) Perwakilan Direktorat Jenderal Pajak;

Page 6: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

vi

16) Perwakilan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

17) Perwakilan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;

Page 7: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... vii

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH .................................................................................................... viii

SAMBUTAN DAN KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................................... xii

BAB 1 Peraturan dan Legislasi Anti Pencucian Uang ................................................................... 1

1.1 Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia ................................................................. 1

1.2 Stakeholders Rezim Anti Pencucian Uang .............................................................. 16

BAB 2 Risiko Utama Pengkinian NRA TPPU 2015 ...................................................................... 22

2.1 Risiko Domestik ...................................................................................................... 23

2.2 Foreign In-Ward Risk dan Foreign Out-Ward Risk .................................................. 31

2.2.1 Foreign In-Ward Risk .............................................................................................. 32

2.2.2 Foreign Out-Ward Risk ........................................................................................... 35

BAB 3 Mitigasi Pencucian Uang Tahun 2015 s.d. 2018 ............................................................. 38

1.1 Tindak Pidana Narkotika ......................................................................................... 38

1.2 Tindak Pidana Korupsi ............................................................................................ 41

1.3 Tindak Pidana Perbankan ....................................................................................... 43

BAB 4 Keberhasilan Mitigasi Pencucian Uang ........................................................................... 49

4.1 Risiko Domestik ...................................................................................................... 49

4.1.1 Tindak Pidana Narkotika ......................................................................................... 50

4.1.2 Tindak Pidana Korupsi ............................................................................................ 52

4.1.3 Tindak Pidana Perbankan ....................................................................................... 53

4.2 Mitigasi yang dilakukan PPATK ............................................................................... 54

4.3 Studi Kasus .............................................................................................................. 57

BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi ...................................................................................... 127

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 127

5.2 Prioritas Aksi Tahun 2019 s.d. 2020 ..................................................................... 128

BAB 6 Lampiran ..................................................................................................................... 130

Lampiran A: Metodologi ................................................................................................. 130

Lampiran B: Analisis PESTEL ............................................................................................ 138

Lampiran C: Referensi ..................................................................................................... 139

Page 8: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

viii

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH

Singkatan Penjelasan

AML/CFT Anti Money Laundering/Counter Financing of Terrorism

APG Asia Pacific Group on Money Laundering

APU dan PPT Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme

CTF Summit Counter Financing of Terrorism Summit

EY Ernst & Young

FATF Financial Action Task Force

FIU Financial Intelligence Unit

FPC Foreign Predicate Crime/Negara dimana Tindak Pidana Asal Terjadi

HA Hasil Analisis

HP Hasil Pemeriksan

IFTI International Fund Transfer Instruction

IHA Informasi Hasil Analisis

IHP Informasi Hasil Pemeriksaan

LO Laundering Offshore/Negara dimana TPPU terjadi

LPP Lembaga Pengawas dan Pengatur

LTKM Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan

MER Mutual Evaluation Review

ML Money Laundering/Tindak Pindana Pencucian Uang

MLA Mutual Legal Assistance

NRA National Risk Asessment/Penilaian Risiko Nasional

PEPs Politically Exposed Person

PBA Priority Based Approach/Pendekatan Berbasis Prioritas

PBJ Penyedia Barang dan/atau Jasa lain

Page 9: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

ix

Singkatan Penjelasan

PMPJ Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

RBA Risk Based Approach/Pendekatan Berbasis Risiko

RBS Risk Based Supervision/Pendekatan Berbasis Pengawasan

Rp Rupiah

SRA Sectoral Risk Assessment/Penilaian Risiko Sektoral

STR Suspicious Transaction Report/LTKM

Stakeholders Para Pemangku Kepentingan

TP Tindak Pidana

TPA Tindak Pidana Asal

TPPU Tindak Pidana Pencucian Uang

TPPT Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

Page 10: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

x

SAMBUTAN DAN KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT

karena berkat rahmat dan hidayah-NYA, maka PPATK

bersama stakeholders rezim Anti Pencucian Uang dan

Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) yang

tergabung dalam Inter Agency Working Group NRA

Indonesia dapat menyelesaikan penyusunan dokumen

“Pengkinian Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak

Pidana Pencucian Uang Tahun 2015”.

Sebagaimana diketahui bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan

ancaman serius bagi suatu bangsa (extraordinary crime). Di tengah derasnya kemajuan

teknologi informasi dan dorongan era globalisasi saat ini, TPPU berkembang semakin

kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif,

memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai

sektor ekonomi.

Dalam upaya mencegah dan memberantas TPPU, salah satu instrumen penting yang

harus digunakan agar setiap upaya yang dilakukan dapat berjalan efektif adalah dengan

memanfaatkan hasil penilaian risiko nasional (National Risk Assessment/NRA) terhadap

TPPU karena melalui NRA TPPU ini para stakeholders anti TPPU dapat memahami risiko

TPPU berdasarkan tingkatan risikonya agar penanganan yang dilakukan akan berfokus

pada tingkat risiko tertinggi, hal inilah yang disebut penanganan TPPU dengan pendekatan

berbasis risiko sesuai dengan rekomendasi FATF. Dengan dilakukannya hal tersebut,

alokasi sumber daya untuk penanganan TPPU akan lebih efektif.

Penyusunan NRA TPPU 2015 telah dilakukan secara komprehensif, lengkap dan

menyeluruh melibatkan komitmen Komite Nasional TPPU/TPPT serta seluruh stakeholders

anti TPPU, menggunakan metodologi standar FATF agar hasil penilaian yang dihasilkan

dapat diuji kualitasnya. Melalui NRA TPPU 2015, telah banyak kebijakan strategis yang telah

dilakukan Pemerintah untuk memitigasi risiko utama yang teridentifikasi di dalam NRA

TPPU 2015, baik kebijakan pencegahan (soft approach) maupun pemberantasan (hard

approach) yang pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing stakeholders sesuai tugas

dan fungsinya berupa pengawasan dan pengaturan serta penegakan hukum.

Page 11: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

xi

Dalam rentang 5 (lima) tahun terakhir, telah banyak pelaku TPPU menggunakan

cara-cara yang semakin canggih, sangat kompleks dan berskala internasional dalam tindak

pidana pencucian uang. Terhadap perkembangan TPPU tersebut, sudah sepantasnya pihak

stakeholders terkait terus mengikuti perkembangan yang ada agar langkah mitigasi yang

dilakukan tidak bersifat usang (out of date). Salah satu bentuk upaya untuk mengikuti

perkembangan TPPU tersebut adalah dengan melakukan pengkinian NRA TPPU 2015, yang

tahun 2019 ini pihak Pemerintah Indonesia di bawah Koordinasi Komite Nasional

TPPU/TPPT, telah selesai melakukan pengkinian NRA TPPU 2015 dengan tujuan untuk

memastikan upaya mitigasi TPPU yang telah dan akan dilakukan oleh para stakeholders

masih sejalan dengan risiko TPPU-nya.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan tersebut sekaligus guna menghadapi FATF

Mutual Evaluation Review (FATF MER) yang akan dilaksanakan tahun 2019 s.d. 2020 ini,

maka bersama ini laporan pengkinian NRA TPPU 2015 ini disusun dengan tujuan untuk

memberikan gambaran secara jelas mengenai risiko terkini TPPU di Indonesia yang telah

mengalami perkembangan dari periode 2015 s.d. 2018.

Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak

yang telah memberikan kontribusi terhadap terbitnya laporan ini. Semoga amal usaha kita

diridhoi Allah SWT. Aamiin Ya Robbal’Alamin.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 27 Mei 2019

Kepala PPATK,

Kiagus Ahmad Badaruddin

Page 12: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

xii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

Tahun 2015 (NRA TPPU 2015), mengidentifikasi Tindak Pidana Asal (TPA) yang berpotensi

menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), antara lain TP Narkotika, TP Korupsi, TP

Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.

Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian

Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional Indonesia terhadap pencucian

uang dalam bentuk white paper TP Perpajakan sebagai bentuk pengkinian terhadap risiko

pencucian uang di Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana asal domestik yang

berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut, hasil Mutual Evaluation

Review dari APG tahun 2018 menyampaikan bahwa risiko tindak pidana perpajakan

terhadap TPPU diakui bergeser dari risiko tinggi menjadi risiko menengah.

Sebagai tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian

uang yang telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan

ketentuan serta aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut termasuk

diantaranya menyusun penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment/SRA) dan

penilaian risiko strategis terkait pencucian uang khususnya pada sektor-sektor yang

potensial memiliki resiko tinggi dieksploitasi atau disalahgunakan untuk tujuan pencucian

uang.

Tahun 2019 ini, Indonesia mengeluarkan dokumen Pengkinian Penilaian Risiko

Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015

Updated). Salah satu tujuan dari pengkinian risiko adalah untuk melihat sejauh mana NRA

TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi sekarang.

Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak Pidana

Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi dan

perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun 2015

s.d. 2018.

NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk konsolidasi dari penilaian

risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d. 2018 dan mitigasi serta aksi

prioritas dalam rangka menurunkan TP asal berisiko tinggi. NRA TPPU 2015 Updated

mengidentifikasikan bahwa risiko paling tinggi tindak pidana asal yang berpotensi TPPU

adalah TP Narkotika, TP Korupsi, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal. Kelima

tindak pidana asal ini dianggap yang paling dominan untuk dilakukan mitigasi risiko melalui

upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan oleh para stakeholders terkait melalui

Page 13: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

xiii

Pendekatan Berbasis Risiko/Risk Based Approach (RBA), Pengawasan Berbasis Risiko/Risk

Based Supervision (RBS) serta Pendekatan Berbasis Prioritas/Priority Based Approach

(PBA) untuk penanganan kasus-kasus tersebut.

Ditinjau dari aspek hasil kejahatan yang diperoleh dari TPA, diketahui secara

statistik periode 2016 s.d. 2018 terdapat 159 putusan dengan nilai hasil kejahatan sebesar

Rp10.397 Triliun, dari jumlah tersebut sebesar Rp8.482 Triliun (81,58%) berasal dari hasil

kejahatan TP Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan1. Oleh karena itu, mitigasi risiko

oleh stakeholders diutamakan membawa dampak pada masalah keamanan nasional yang

bersifat isu non-tradisional, yakni TP Narkotika, TP Korupsi dan TP Perbankan.

Pertimbangan lain, dengan memperhatikan besarnya porsi hasil kejahatan dari ketiga jenis

TPA tersebut yang masuk ke dalam sektor keuangan dapat berpotensi menggangu stabilitas

ekonomi dan memperlemah integritas keuangan nasional.

NRA TPPU 2015 Updated ini menampilkan penilaian risiko terhadap TP Narkotika,

TP Korupsi dan TP Perbankan yang ditunjukkan dengan terpenuhinya tiga intermediate

outcome FATF (yakni koordinasi, pencegahan dan penegakan hukum) di tiga area tindak

pidana tersebut. Data statistik dan studi kasus yang disampaikan dalam NRA TPPU 2015

Updated ini menunjukkan pula Pemerintah Indonesia telah berhasil memprioritaskan serta

memitigasi risiko pencucian uang atas tiga TPA di atas. Adapun untuk dua tindak pidana

lain yang berisiko tinggi (TP Kehutanan dan TP Pasar Modal) sudah dicantumkan dalam

Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU 2019. Pencegahan dan

Pemberantasan dua tindak pidana berisiko tinggi tersebut dilakukan secara bertahap dan

terstruktur meskipun belum menunjukkan hasil yang signifikan dibandingkan dengan 3

(tiga) tindak pidana yang diprioritaskan di atas.

Berdasarkan TPA yang berisiko tinggi pada NRA TPPU 2015, jumlah putusan TPPU

dari TP Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan merupakan tiga (3) TP yang memiliki

jumlah putusan terbanyak periode tahun 2016 s.d. 2018. Di samping itu, Indonesia juga

berhasil mengungkapkan kasus TPPU yang sangat kompleks dan berskala internasional, di

antaranya kasus CJK (Narkotika), kasus PSS (Narkotika), kasus AY (Narkotika), kasus RU

(Narkotika), kasus SN (Korupsi), kasus NA (Korupsi), kasus HAT (Korupsi), kasus HL

(Korupsi), kasus NL (Perbankan), dan kasus LRP (Perbankan). Selain itu juga terdapat kasus

foreign risk sekaligus stand alone money laundering a.n. CT, kasus pemidanaan korporasi

BBU, kasus PSL (Kepabeanan) dan kasus proliferasi a.n. Kapal M/V Wise Honest.

1 Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019

Page 14: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

xiv

Berdasarkan identifikasi risiko dan rencana mitigasi yang akan dilakukan

Indonesia, NRA TPPU 2015 Updated merekomendasikan aksi prioritas yaitu pencegahan

TPPU melalui penguatan pengawasan berbasis risiko dan penguatan koordinasi domestik

serta kerjasama internasional baik formal maupun informal serta sektor pemberantasan

dengan optimalisasi penanganan perkara TPPU.

Page 15: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

1

BAB 1 Peraturan dan Legislasi Anti Pencucian Uang

Salah satu tujuan Pengkinian Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak

Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015 Updated) adalah untuk melihat sejauh

mana NRA TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi

sekarang. Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak

Pidana Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi

dan perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun

2015 s.d. 2018.

NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk konsolidasi dari penilaian

risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d. 2018 dan mitigasi serta aksi

prioritas dalam rangka menurunkan TP asal beresiko tinggi.

1.1 Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia

Rezim anti pencucian uang di Indonesia dimulai sejak diterbitkannya Undang-Undang

(UU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 15

tahun 2002 yang telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (UU TPPU)

yang mencakup seluruh upaya anti pencucian uang. Di dalam UU tersebut telah diatur

tentang perbuatan pencucian uang maupun pemidanaan terhadap pelaku pencucian uang.

Setelah NRA TPPU 2015 diterbitkan, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan

berbagai peraturan dan regulasi selama periode tahun 2015 s.d. 2018 sebagai bentuk

penguatan rezim anti pencucian uang di Indonesia yaitu:

No. Peraturan Tahun

1.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor

Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang.

2015

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau

Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang

2016

3.

Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi

Nasional

2016

Page 16: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

2

No. Peraturan Tahun

4.

Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip

Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana

Pendanaan Terorisme

2018

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan penilaian risiko sektoral

(Sectoral Risk Assessment/SRA) sebagai turunan atas NRA TPPU 2015, yaitu:

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

1. Otoritas Jasa

Keuangan (OJK),

2017

SRA TPPU pada

Sektor Jasa

Keuangan

(Perbankan,

Perusahaan Efek,

Manajer

Investasi,

Perusahaan

Asuransi, dan

Perusahaan

Pembiayaan)

Risiko Tinggi TPPU di sektor Perbankan:

1. Profil: Pejabat lembaga

pemerintahan (eksekutif, legislatif,

dan yudikatif),

pengusaha/wiraswasta (orang

perseorangan), pengurus partai

politik, dan korporasi.

2. Produk layanan: Transfer dana

dalam negeri, layanan prioritas

(wealth management), transfer dana

dari dan ke luar negeri, safe doposit

box dan corresponden banking.

3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Timur,

Jawa Barat, Sumatera Utara, Banten,

dan Jawa Tengah.

4. Saluran Distribusi: Cash deposit

machine (CDM).

Risiko Tinggi TPPU di sektor Perusahaan

Efek:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta

(orang perseorangan), pejabat

lembaga pemerintahan (eksekutif,

legislatif, dan yudikatif), pengurus

Page 17: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

3

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

partai politik, pengurus/pegawai

dari yayasan/lembaga berbadan

hukum, dan pegawai swasta.

2. Jenis produk: Efek bersifat ekuitas

dan efek bersifat utang.

3. Wilayah: DKI Jakarta.

4. Saluran distribusi: Remote trading.

Risiko tinggi TPPU di sektor Manajer

Investasi:

1. Profil: Pejabat lembaga

pemerintahan (eksekutif, legislatif,

dan yudikatif), pengurus partai

politik, dan korporasi.

2. Produk: tidak ada produk berisiko

tinggi. Untuk produk berisiko

menengah: Reksadana saham, Reksa

dana pasar uang, Kontrak pengelolan

Dana (KPD).

3. Wilayah: DKI Jakarta.

4. Saluran distribusi: tidak ada saluran

distribusi berisiko tinggi. Saluran

distribusi berisiko menengah: Agen

penjual perbankan, penjualan

internal (baik online maupun

konvensional), agen penjual

online/elektronik (khusus agen

melalui penjualan online), agen

penjual perusahaan efek.

Risiko tinggi TPPU di sektor

Perasuransian:

Page 18: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

4

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

1. Profil: Pejabat lembaga

pemerintahan (eksekutif, legislatif,

dan yudikatif), pengurus partai

politik, dan pengusaha/wiraswasta

(orang perseorangan).

2. Produk: Unit link.

3. Wilayah: DKI Jakarta, Sumatera

Utara, Kepulauan Riau, Bali, dan

Banten.

4. Saluran distribusi: Direct selling

(termasuk melalui agen) dan indirect

melalui bank.

Risiko tinggi TPPU di sektor Perusahaan

Pembiayaan:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta

(orang perseorangan), Pejabat

lembaga pemerintahan (eksekutif,

legislatif, dan yudikatif), dan

pengurus partai politik.

2. Produk: Pembiayaan multiguna-

financing installment.

3. Wilayah: DKI Jakarta.

4. Saluran distribusi: Transfer bank.

2. Bank Indonesia (BI),

2017

SRA Kegiatan

Usaha

Penukaran

Valuta Asing

Bukan Bank

(Kupva BB) dan

Penyelenggaraan

Risiko tinggi di sektor KUPVA BB:

1. Wilayah: DKI Jakarta.

2. Profil: Pegawai swasta.

3. Jenis UKA: Dolar AS.

Risiko tinggi di sektor PTD BB:

1. Wilayah: DKI Jakarta dan Jawa

Timur.

Page 19: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

5

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

Transfer Dana

(PTD)

2. Profil: Pegawai swasta.

3. Produk: Incoming.

3. Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK),

2017

SRA Penyediaan

Barang dan/atau

Jasa Lainnya

Risiko tinggi di sektor Perusahaan

propety/agen property:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta.

2. Alat pembayaran: Non-tunai.

3. Metode pembayaran: Tunai

bertahap.

4. Produk: Rumah.

5. Wilayah: DKI Jakarta.

Risiko tinggi TPPU di sektor Pedagang

kendaraan bermotor:

1. Profil: Pengusaha/wiraswasta.

2. Alat pembayaran: Tunai.

3. Metode pembayaran: Tunai.

4. Produk: Kendaraan pribadi.

5. Wilayah: DKI Jakarta.

4. BAPPEBTI,

Kementerian

Perdagangan, 2017

SRA

Perdagangan

Berjangka

Komoditi

Risiko tinggi di sektor Perdagangan

berjangka komoditi:

1. Produk dan layanan: kontrak

bilateral mata uang asing (forex).

2. Wilayah: DKI Jakarta.

3. Profil: wiraswasta, pegawai swasta

dan PNS (termasuk pensiunan).

Page 20: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

6

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

5. Badan Narkotika

Nasional (BNN), 2017

SRA Narkotika Risiko tinggi di sektor narkotika:

1. Jenis: Shabu dan Heroin.

2. Peran: Distribusi narkotika.

3. Profil: wiraswasta, pengangguran

(tidak bekerja) dan pegawai swasta.

6. Direktorat Jenderal

Pajak (DJP),

Kementerian

Keuangan, 2017

SRA Perpajakan Risiko tinggi di sektor perpajakan:

1. Tindak pidana: Pasal 39A -

penyalahgunaan Faktur Pajak yang

Tidak Berdasarkan Transaksi yang

Sebenarnya (FPTBTS) dan Pasal 39

ayat (1) huruf i - Tidak Menyetorkan

Pajak yang Dipungut dan/atau

Potong.

2. Profil: Wajib Pajak perorangan

dengan profil pengusaha bidang

perdagangan, ekspor/impor.

3. Wilayah: DKI Jakarta. Jawa, Sumatra.

4. Sarana: properti, perbankan,

pembiayaan otomotif.

7. Komisi

Pemberantasan

Korupsi (KPK), 2017

SRA Korupsi Risiko tinggi di sektor korupsi:

1. Bentuk/jenis TP: Kerugian

Keuangan Negara dan Suap

Menyuap.

2. Profil: pejabat lembaga legislatif,

yudikatif dan pemerintah, PNS

(termasuk pensiunan), profesional

dan konsultan, TNI/Polri (termasuk

Page 21: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

7

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

pensiunan) serta pegawai

BI/BUMN/BUMD (termasuk

pensiunan).

3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Timur,

dan Jawa Barat.

8. Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai (DJBC),

Kementerian

Keuangan, 2017

SRA

Kepabeanan,

Cukai dan

Pembawaan

Uang Tunai

Risiko tinggi di sektor Kepabeanan:

1. Jenis TP: customs fraud,

penyelundupan unmanifest, dan

penadahan barang impor/ekspor.

2. Motif: penghindaran bea masuk,

pajak dan bea keluar.

3. Profil: WNI – Wiraswasta.

4. Fasilitas: TPB - Kawasan Bebas.

5. Wilayah: DJBC Jabar.

6. Negara asal barang impor: China

dan Singapura.

7. Komoditas: Tekstil dan Produk

Tekstil.

Risiko tinggi di sektor Cukai:

1. Jenis TP: jual BKC tanpa pita

cukai/BKC dilekati pita cukai

palsu/bekas, Jual/pakai PC kepada

yang tidak berhak atau

beli/gunakan PC bukan haknya dan

delik pidana pemalsuan pita cukai.

2. Profil: WNI - Wiraswasta, WNI -

Pegawai Swasta, Korporasi-Tanpa

Ijin NPPBKC, Korporasi-Pabrik

Rokok Gol 2, Korporasi -Tempat

Page 22: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

8

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

Penjualan Eceran MMEA, dan

Korporasi 3 - Pabrik Rokok Gol 3.

3. Fasilitas: Tidak Dipungut - Barang

Kena Cukai (BKC) Tujuan

Ekspor/Kawasan Bebas.

4. Wilayah: DJBC Sulbagsel dan Kanwil

DJBC Sumbagbar.

5. Jenis BKC: SKM - Sigaret Kretek

Mesin, SKT - Sigaret Kretek Tangan,

dan MMEA Gol C.

Risiko tinggi di sektor Pembawaan uang

tunai:

1. Mata uang: Dollar Singapura.

2. Sarana pengangkut: udara

(pesawat).

3. Negara asal: Singapura.

4. Negara tujuan: Singapura.

5. Profil: Pegawai Swasta.

6. Bandara/Pelabuhan: Bandara

Soekarno Hatta, Bandara Ngurah

Rai dan Pelabuhan Ferry Batam.

9. PPATK, KPK, OJK,

EY dan USAID, 2018

Risk Assessment

on Legal Persons

(Analisis

Kesenjangan

Antara

Ketentuan

Kepemilikan

Manfaat atas

Pemetaan Risiko Pencucian Uang

terhadap Badan Hukum (Legal Person),

berdasarkan point of concern sebagai

berikut:

➢ Bentuk Badan Hukum: Perseroan

Terbatas.

➢ Jenis Usaha: Perdagangan.

➢ Saluran Distribusi/Delivery Channel:

Transfer, Pembelian Kendaraan

Bermotor.

Page 23: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

9

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

Korporasi/Perik

atan Lainnya di

Indonesia)

➢ Pihak Pelapor: Bank, Properti dan

Perusahaan Kendaraan Bermotor.

➢ Transaksi Internasional (Inflow):

Singapura, Hogkong, Thailand.

➢ Transaksi Internasional (outflow):

Singapura, Hongkong, China.

10. Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK),

2017

Ancaman dan

Kerentanan

Tindak Pidana

Pencucian Uang

dari Hasil Tindak

Pidana Penipuan

Risiko tinggi ancaman penipuan:

1. Profil: pengusaha/wiraswasta dan

Pegawai Swasta/Karyawan.

2. Wilayah: DKI Jakarta dan Jawa

Barat.

11. Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK),

2017

Ancaman dan

Kerentanan

Tindak Pidana

Pencucian Uang

dari Hasil Tindak

Pidana

Kehutanan

Risiko tinggi ancaman pada TP

Kehutanan:

1. Profil: Kelompok terorganisir

(Pemilik Modal dan Pengusaha,

Oknum Pejabat Pemerintah

(eksekutif, legislatif), Anggota Partai

Politik, Oknum Penegak Hukum, dan

Nahkoda Kapal).

2. Wilayah: Jawa Timur, Kalimantan

Selatan, Jawa Tengah, Bangka

Belitung,Jambi dan Maluku.

3. Karakteristik:

Page 24: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

10

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

a. menerima, membeli, atau

menjual, menerima tukar,

menerima titipan, menyimpan,

atau memiliki hasil hutan yang

diketahui atau patut diduga

berasal dari kawasan hutan

yang diambil atau dipungut

secara tidak sah.

b. mengangkut, menguasai, atau

memiliki hasil hutan kayu yang

tidak dilengkapi secara bersama

surat keterangan sahnya hasil

hutan.

c. menebang pohon atau memanen

atau memungut hasil hutan

tanpa memiliki hak atau izin

dari pejabat berwenang.

d. melakukan kegiatan

perkebunan tanpa izin Menteri

di kawasan hutan.

12. Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK),

2017

Ancaman dan

Kerentanan

Tindak Pidana

Pencucian Uang

dari Hasil Tindak

Pidana

Lingkungan

Hidup

Risiko tinggi ancaman pada TP

Lingkungan Hidup:

1. Profil: Kelompok terorganisir

(meliputi Pemilik Modal, Pengusaha,

Aparat Negara/Pemerintahan

(eksekutif maupun legislatif).

2. Wilayah: Jawa Timur, Sumatera

Utara, dan Kalimantan Timur.

3. Karakteristik:

a. pelanggaran baku mutu air

limbah.

Page 25: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

11

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

b. pengelolaan limbah B3 tanpa

izin.

c. dumping (pembuangan) limbah

B3 sisa hasil produksi

pengolahan tanpa izin.

d. pembakaran hutan dan lahan.

13. Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara

(DJKN), Kementerian

Keuangan, 2017

SRA Balai Lelang Di sektor Balai lelang, tidak ada

pengguna jasa, metode layanan, produk

dan wilayah berisiko tinggi.

Sedangkan risiko menengah:

1. Pengguna Jasa: pedagang.

2. Metode layanan: lelang internet.

3. Produk: Barang bergerak.

4. Wilayah: DKI Jakarta.

14. Direktorat Jenderal

Pajak (DJP),

Kementerian

Keuangan, 2017

White Papers

Perpajakan

Perubahan risiko TP Perpajakan dari

risiko tinggi TPA berpotensi TPPU

menjadi risiko menengah.

Page 26: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

12

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

15. Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK),

2017

Threat Assessment

on Foreign

Predicate Crime &

Laundering

Offshores

1. Foreign Predicate Crime (FPC):

a. TPA, berisiko tinggi: Narkotika,

Korupsi, dan Penipuan.

b. Negara, berisiko tinggi:

Singapura, Amerika Serikat,

Australia.

2. Laundering Offshores (LO):

a. TPA, berisiko tinggi: Narkotika,

Korupsi, dan Perpajakan.

b. Negara, berisiko tinggi:

Singapura, Tiongkok, Hong

Kong.

16. Kementerian

Koperasi dan UKM,

2018

SRA Koperasi

yang Melakukan

Kegiatan Simpan

Pinjam

Risiko tinggi di Koperasi Simpan Pinjam:

1. Jenis kelembagaan: Koperasi

Simpan Pinjam.

2. Keanggotaan: Koperasi primer

tingkat Kabupaten/Kota.

3. Wilayah: Jawa Barat, Jawa Tengah,

Jawa Timur dan DKI Jakarta.

4. Produk: tabungan sukarela.

5. Profil pengguna jasa: Anggota

sektor koperasi yang melakukan

usaha simpan pinjam.

6. Profil anggota:

pengusaha/wiraswasta.

Page 27: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

13

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

17. Pusat Pembinaan

Profesi Keuangan

(PPPK), Kementerian

Keuangan, 2018

SRA Akuntan dan

Akuntan Publik

Risiko tinggi di Akuntan dan Akuntan

Publik:

1. Jasa:

a. Pengelolaan rekening giro,

rekening tabungan, rekening

deposito, dan/atau rekening

efek.

b. Pembelian dan Penjualan

Properti.

2. Pengguna Jasa: Pengurus Partai

Politik, Pengusaha, Politically

Exposed Persons (mis. Tokoh Parpol,

Pejabat Pemerintahan, dll), Partai

Politik, Korporasi Non UMKM,

Pedagang Valuta Asing.

3. Bisnis Pengguna Jasa: Perbankan,

Properti, Asuransi, Valuta Asing, dan

Pertambangan dan Energi.

4. Wilayah: DKI Jakarta, Sumatera

Utara, Jawa Timur.

5. Domisili Klien Luar Negeri: Tax

Haven Country dan RRT (Tiongkok).

6. Domisili KAP/KJA: DKI Jakarta.

18. Direktorat Jenderal

Administrasi Hukum

Umum (AHU),

Kementerian Hukum

dan HAM, 2018

SRA Notaris Risiko tinggi di sektor Notaris:

1. Profil pengguna jasa:

Pengusaha/Wiraswasta, Pedagang,

Pengurus Parpol, Pegawai Swasta

dan Pejabat Lembaga Legislatif dan

Pemerintah.

Page 28: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

14

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

2. Bisnis pengguna jasa: Perdagangan,

Pertambangan, kontraktor dan

perindustrian.

3. Wilayah: DKI Jakarta, Jawa Barat

dan Jawa Timur.

4. Jasa:

a. Pengelolaan terhadap Uang,

Efek, dan/atau Produk Jasa

Keuangan lainnya.

b. Pengoperasian dan Pengelolaan

Perusahaan dan Pengelolaan

Rekening Giro, Rekening

Tabungan, Rekening Deposito,

dan/atau Rekening Efek.

5. Produk:

a. Akta Perjanjian JO (Joint

Operation/Kerjasama

Operasional Mengelola Proyek).

b. Akta Pendirian dan Perubahan

Partai Politik.

c. Akta Perjanjian BOT (Build

Operate Transfer/Bangun Kelola

Serah).

19. Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK),

2018

SRA Legal

Arranggement

Indonesia merupakan negara civil law,

sehingga tidak terdapat legal

arrangement atau trust di Indonesia.

Namun demikian, kami mengidentifikasi

beberapa skema trust asing yang

terdapat di Indonesia. Secara umum,

proses identifikasi Beneficiary Ownership

Page 29: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

15

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

atas trust asing juga kami amati lebih

sulit untuk diungkap.

Di lain pihak, kami mengidentifkasi

beberapa skema trust yang dibuat di

bawah yurisdiksi negara lain namun

aset/investasinya ditempatkan di

Indonesia. Skema ini selanjutnya dikenal

dengan trust asing (foreign trust).

Indonesia tidak memungkinkan adanya

trust yang dibentuk secara formal di

dalam negeri. Hal ini mengakibatkan

pengguna jasa dari pihak pelapor hanya

dapat berupa perorangan, korporasi dan

legal arrangement atau trust asing. Akan

tetapi, tidak menutup kemungkinan

bahwa entitas dibalik perorangan atau

korporasi adalah trust asing. Dengan kata

lain, trust asing dapat beroperasi di

Indonesia secara tidak langsung dengan

menggunakan korporasi berbentuk

Special Purpose Vehicle (“SPV”) atau

perusahaan cangkang. Tidak menutup

kemungkinan bahwa trust asing tersebut

dapat digunakan dalam melakukan

pencucian uang.

• Risiko Pencucian Uang berdasarkan

Transaksi Internasional: Singapura,

British Virgin Island, Seychelles.

• Risiko Pencucian Uang melalui skema

legal arrangement berdasarkan Produk

Page 30: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

16

No.

Lembaga Pengawas dan

Pengatur/Penegak Hukum

Dokumen Temuan Utama

atau model transaksi: efek (terkait

dengan perusahaan pialang efek, produk

tabungan, pembiayaan surat utang.

• Risiko Pencucian Uang melalui skema

legal arrangement berdasarkan subjek

hukum: Korporasi dan Bukan Pihak

Pelapor.

Secara umum, regulasi Anti-Pencucian

Uang di Indonesia telah memitigasi risiko

Tindak Pidana Pencucian Uang dengan

menggunakan legal arrangement.

Sebagai tindak lanjut dari SRA, selain peraturan tersebut di atas, telah dikeluarkan

beberapa peraturan masing-masing sektoral oleh Kementerian/Lembaga sebagai regulasi

untuk melakukan Risk Based Supervision (RBS) bagi Kementerian/Lembaga dalam

mengawasi Anti Pencucian Uang (APU) oleh Industri.

1.2 Stakeholders Rezim Anti Pencucian Uang

1.2.1 Penegak Hukum

Berikut ini, para penegak hukum yang memiliki kewenangan berdasarkan tahapan

proses penegakan hukum TPPU:

a. Proses Penyidikan

1. Kepolisian, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang

dengan indikasi tindak pidana asal sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU

sesuai dengan kewenangan Kepolisian sebagaimana diatur di dalam peraturan

perundang-undangan.

2. Kejaksaan, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang

dengan indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU

TPPU sesuai dengan kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur di dalam

peraturan perundang-undangan.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan penyidikan terhadap tindak

pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana

Page 31: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

17

dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan KPK sebagaimana

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4. Badan Narkotika Nasional (BNN), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

pencucian uang dengan indikasi tindak pidana narkotika dan psikotropika

sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan BNN

sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

5. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

pencucian uang dengan indikasi tindak pidana di bidang perpajakan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan kewenangan

Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor

6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana

telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2008.

6. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), melakukan penyidikan terhadap

tindak pidana pencucian uang dengan indikasi tindak pidana kepabeanan

dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 UU TPPU sesuai dengan

kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana diatur di dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 2007.

b. Proses Penuntutan

1. Kejaksaan, melakukan penuntutan atas perkara tindak pidana pencucian uang

dan tindak pidana asal yang berasal dari pelimpahan berkas perkara oleh

penyidik sesuai dengan kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur di dalam

peraturan perundang-undangan.

2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan penuntutan atas perkara

tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal yang berasal dari

pelimpahan berkas perkara oleh penyidik KPK sesuai dengan kewenangan KPK

sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

Page 32: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

18

c. Proses Pemeriksaan/Peradilan

1. Penuntut Umum, penuntutan atas perkara tindak pidana dilakukan oleh

Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Pengadilan, proses peradilan atas perkara tindak pidana dilakukan pada

Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan/atau Mahkamah Agung.

1.2.2 Pihak Pelapor

Penelusuran Harta Kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh

lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan Prinsip

Mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada otoritas (Financial

Intelligence Unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada

penyidik.

Dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 17 ayat (1) dan Peraturan Pemerintah (PP)

Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 2 dan 3, disebutkan bahwa Pihak Pelapor meliputi:

a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK):

1. Bank.

2. Perusahaan pembiayaan.

3. Perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi.

4. Dana pensiun lembaga keuangan.

5. Perusahaan efek.

6. Manajer investasi.

7. Kustodian.

8. Wali amanat.

9. Perposan sebagai penyedia jasa giro.

10. Pedagang valuta asing.

11. Penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu.

12. Penyelenggara e-money dan/atau e-wallet.

13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam.

14. Pegadaian.

15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi.

16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.

17. Perusahaan modal ventura.

18. Perusahaan pembiayaan infrastruktur.

Page 33: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

19

19. Lembaga keuangan mikro.

20. Lembaga pembiayaan ekspor.

b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ):

1. Perusahaan properti/agen property.

2. Pedagang kendaraan bermotor.

3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulia.

4. Pedagang barang seni dan antic.

5. Balai lelang.

c. Jasa Profesi

1. Advokat.

2. Notaris.

3. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

4. Akuntan.

5. Akuntan publik.

6. Perencana Keuangan.

Lembaga keuangan dan profesi tidak hanya berperan dalam membantu penegakan

hukum, tetapi juga melindungi lembaga dan profesi dari berbagai risiko, yaitu risiko

operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan

sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak

pidana. Dengan pengelolaan risiko yang baik, lembaga keuangan dan profesi akan mampu

melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya sistem keuangan menjadi

lebih stabil dan terpercaya.

1.2.3 Lembaga Pengawas Pengatur (LPP)

Dalam penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pihak Pelapor berada dalam

supervisi Lembaga Pengawas dan Pengatur yang memiliki kewenangan pengawasan,

pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor. Pihak-pihak yang menjadi

Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah sebagai berikut:

a. Bank Indonesia.

b. Otoritas Jasa Keuangan.

c. Badan Pengawas Perdagangaan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Kementerian

Perdagangan.

d. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

e. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan.

Page 34: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

20

f. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Kementerian Keuangan.

g. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.

h. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia.

i. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Kementerian Komunikasi dan

Informatika.

j. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Berdasarkan Pasal 31 UU TPPU, pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan

bagi pihak pelapor dilakukan oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur dan/atau PPATK.

Dalam hal pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan tidak dilakukan atau belum

terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, pengawasan kepatuhan atas kewajiban

pelaporan dilakukan oleh PPATK. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 18 UU TPPU, antara

lain diatur bahwa Lembaga Pengawas dan Pengatur menetapkan ketentuan Prinsip

Mengenali Pengguna Jasa. Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur,

ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa dan pengawasannya diatur dengan

Peraturan Kepala PPATK.

1.2.4 Komite TPPU

Untuk meningkatkan koordinasi antar lembaga terkait dan untuk menunjang

efektifitas pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia, Pemerintah RI membentuk

Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang yang diketuai oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil

Menteri Koordinator Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai Sekretaris Komite. Komite

Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang saat

ini mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berikut ini susunan Keanggotaan

Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU:

Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Wakil Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Sekretaris : Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Anggota : Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan,

Menteri Hukum dan HAM, Menteri Perdagangan, Menteri

Page 35: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

21

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Gubernur Bank Indonesia,

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Jaksa Agung,

Kepala Kepolisian Negara Repoblik Indonesia, Kepala Badan

Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan

Terorisme, Kepala Badan Narkotika Nasional.

1.2.5 Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga intelijen

di bidang keuangan yang memiliki bentuk administratif model. Dalam dunia internasional,

lembaga intelijen di bidang keuangan ini lebih dikenal dengan nama generik Financial

Intelligence Unit (FIU). Dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, PPATK merupakan

elemen yang sangat penting karena merupakan national focal point dalam upaya mencegah

dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkannya

Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Keberadaan PPATK dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama

dengan negara-negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisasi seperti

pencucian uang dan terorisme. Dalam perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK

seperti tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2002 telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003

dan telah ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada UU No. 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tugas

utama PPATK sesuai dengan Pasal 39 UU TPPU adalah mencegah dan memberantas tindak

pidana Pencucian Uang.

1.2.6 Masyarakat

Masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam pencegahan dan

pemberantasan TPPU. Masyarakat dimaksudkan adalah masyarakat yang menjadi

pengguna jasa keuangan, penyedia barang dan jasa lainnya, maupun jasa profesi. Pengguna

jasa-jasa tersebut antara lain: nasabah bank, asuransi, perusahaan sekuritas, dana pensiun

dan lainnya termasuk peserta lelang, pelanggan pedangan emas, properti dan sebagainya.

Peran masyarakat adalah memberikan data dan informasi kepada pihak pelapor

ketika melakukan hubungan usaha dengan pihak pelapor, sekurang-kurangnya meliputi

identitas diri, sumber dana, dan tujuan transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan

oleh pihak pelapor dan melampirkan dokumen pendukungnya. Di samping itu, masyarakat

juga dapat berperan aktif dalam memberikan informasi kepada penegak hukum yang

berwenang atau PPATK apabila mengetahui adanya perbuatan yang berindikasi pencucian

uang.

Page 36: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

22

BAB 2 Risiko Utama Pengkinian NRA TPPU 2015

Penilaian Risiko Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

Tahun 2015 (NRA TPPU 2015), mengidentifikasi Tindak Pidana Asal (TPA) yang berpotensi

menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), antara lain TP Narkotika, TP Korupsi, TP

Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.

Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian

Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional Indonesia terhadap pencucian

uang dalam bentuk White Paper TP Perpajakan sebagai bentuk pembaharuan pengkinian

terhadap risiko pencucian uang di Indonesia, khususnya terkait dengan tindak pidana asal

domestik yang berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang. Lebih lanjut, hasil Mutual

Evaluation Review dari APG tahun 2018 menyampaikan bahwa risiko tindak pidana

perpajakan terhadap TPPU diakui bergeser dari risiko tinggi menjadi risiko menengah.

Sebagai tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian

uang yang telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan

ketentuan serta aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut termasuk

diantaranya menyusun penilaian risiko sektoral (sectoral risk assessment/SRA) dan

penilaian risiko strategis terkait pencucian uang khususnya pada sektor-sektor yang

potensial memiliki resiko tinggi dieksploitasi atau disalahgunakan untuk tujuan pencucian

uang.

Tahun 2019 ini, Indonesia mengeluarkan dokumen Pengkinian Penilaian Risiko

Nasional Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015 (NRA TPPU 2015

Updated), dimana, salah satu tujuan dari pengkinian risiko adalah untuk melihat sejauh

mana NRA TPPU 2015 beserta update-nya di tahun 2017 masih relevan dengan kondisi

sekarang. Dokumen tersebut menggambarkan Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak

Pidana Pencucian Uang khususnya terkait dengan tindak pidana asal yang berisiko tinggi

dan perkembangan langkah hasil mitigasi yang telah dilakukan Indonesia periode tahun

2015 s.d. 2018.

Page 37: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

23

2.1 Risiko Domestik

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa hasil tindak pidana TPPU adalah

Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagai berikut2:

a. korupsi;

b. penyuapan;

c. narkotika;

d. psikotropika;

e. penyelundupan tenaga kerja;

f. penyelundupan migran;

g. di bidang perbankan;

h. di bidang pasar modal;

i. di bidang perasuransian;

j. kepabeanan;

k. cukai;

l. perdagangan orang;

m. perdagangan senjata gelap;

n. terorisme3;

o. penculikan;

p. pencurian;

q. penggelapan;

r. penipuan;

s. pemalsuan uang;

t. perjudian;

u. prostitusi;

v. di bidang perpajakan;

w. di bidang kehutanan;

x. di bidang lingkungan hidup;

y. di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

2 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pemerintah Indonesia 2010 3 Juga termasuk Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perorangan (Pasal 2 ayat (2) UU No 8 Tahun 2010), Pemerintah Indonesia 2010

Page 38: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

24

Formulasi penilaian risiko dalam NRA TPPU 2015 mengikuti panduan dari FATF

Guidance mengenai “National Money Laundering and Terrorist Financing Risk Assessment”

disebutkan bahwa: “risk can be represented as: R=f[(T)(V)] x C, where T represents threat, V

represents vulnerability, and C represents consequence”. Berdasarkan panduan tersebut,

formulasi untuk melakukan penilaian risiko dapat dirumuskan sebagai berikut4:

Merujuk kepada FATF Guidance disebutkan bahwa:

a. Ancaman (threats) adalah orang atau sekumpulan orang, objek atau aktivitas yang

memiliki potensi menimbulkan kerugian. Dalam konteks pencucian uang ancaman

meliputi tindak pidana, kelompok teroris dan pendanaannya.

b. Kerentanan (vulnerabilities) adalah hal–hal yang dapat dimanfaatkan atau mendukung

ancaman atau dapat juga disebut dengan faktor – faktor yang menggambarkan

kelemahan dari sistem anti pencucian uang/pendanaan terorisme baik yang berbentuk

produk keuangan atau layanan yang menarik untuk tujuan pencucian uang atau

pendanaan terorisme.

c. Dampak (consequences) adalah akibat atau kerugian yang ditimbulkan dari tindak

pidana pencucian uang dan atau pendanaan terorisme terhadap lembaga, ekonomi dan

sosial secara lebih luas termasuk juga kerugian dari tindak kriminal dan aktivitas

terorisme itu sendiri.

NRA TPPU 2015, menggunakan formulasi matematis setiap faktor risiko yang

memiliki berberapa variabel dan sub-variabel pembentuk, dengan perincian sebagai

berikut:

a. Ancaman TPPU berdasarkan Tindak Pidana Asal:

1) Ancaman Riil:

a) Penelusuran transaksi terindikasi TPPU:

4 Dokumen Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015, Pemerintah Indonesia 2015

Risiko =Kerentanan

+Ancaman(

(

x Dampak

Page 39: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

25

➢ Jumlah LTKM.

➢ Jumlah Laporan Hasil Analisis.

➢ Jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan.

b) Pemeriksaan terindikasi TPPU oleh Penyidik:

➢ Jumlah kasus yang diinvestigasi pada tindak pidana asal.

➢ Jumlah kasus TPPU yang diinvestigasi.

c) Penuntutan TPPU:

➢ Jumlah kasus TPPU yang dituntut.

d) Pemeriksaan TPPU di Pengadilan:

➢ Jumlah putusan TPPU yang diputus pengadilan.

2) Ancaman Potensial:

➢ Persepsi Penegak Hukum terkait tingkat potensi TPPU menurut TPA.

b. Kerentanan TPPU:

1) Kerentanan Pihak Pelapor:

a) Kerentanan Internal:

➢ Ketersediaan Program Anti Pencucian Uang.

➢ Manajemen Program Anti Pencucian Uang.

➢ Kebijakan dan Prosedur Program Anti Pencucian Uang.

➢ Pengawasan Internal Program Anti Pencucian Uang.

➢ Kehandalan Sistem Informasi Program Anti Pencucian Uang.

➢ Kecukupan dan Kapabilitas SDM Program Anti Pencucian Uang.

➢ Persepsi terhadap Isu Program Anti Pencucian Uang.

➢ Kemampuan mengidentifikasi tindak pidana asal dalam transaksi

keuangan mencurigakan.

b) Kerentanan Pelaporan:

➢ Rasio jumlah LTKM terhadap jumlah nasabah/pengguna jasa berisiko

tinggi TPPU.

2) Kerentanan Penegak Hukum:

a) Kerentanan Internal:

➢ Kebijakan Strategis dalam Penanganan Perkara TPPU.

➢ Dukungan Manajemen Tertinggi terkait Rezim Anti Pencucian Uang.

➢ Kebijakan dan Prosedur dalam Penanganan Perkara TPPU.

➢ Kehandalan Sistem Informasi dalam Penanganan Perkara TPPU.

➢ Kecukupan dan Kapabilitas SDM dalam Penanganan Perkara TPPU.

Page 40: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

26

➢ Pengawasan Internal Rezim Anti Pencucian Uang.

➢ Persepsi terhadap isu terkait Penanganan Perkara TPPU.

b) Kerentanan Tindak Lanjut Penanganan Perkara TPPU:

➢ Persentase tindak lanjut atas penyampaian Laporan Hasil Analisis

dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Penyidik TPPU.

c. Dampak TPPU:

1) Dampak Riil:

➢ Rata-rata Nilai Transaksi Keuangan Mencurigakan

➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Laporan Hasil Analisis PPATK

➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Laporan Hasil Pemeriksaan

PPATK

➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Berkas Penyidikan TPPU

➢ Rata-rata Nilai yang terindikasi TPPU dalam Berkas Penuntutan TPPU

➢ Rata-rata Nilai yang diputus terkait TPPU dalam Berkas Putusan Pengadilan

perkara TPPU

2) Dampak Potensial:

➢ Persepsi Penegak Hukum terkait tingkat rata-rata nilai TPPU menurut TPA.

NRA TPPU 2015 mengidentifikasi TPA yang

berpotensi menjadi TPPU, antara lain TP Narkotika, TP

Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan

dan TP Pasar Modal5.

5 Dokumen Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2015, Pemerintah Indonesia 2015

Page 41: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

27

Pada tahun 2017, Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian

Keuangan telah mengeluarkan hasil penilaian risiko nasional

Indonesia terhadap pencucian uang dalam bentuk White

Paper TP Perpajakan sebagai bentuk pembaharuan

pengkinian terhadap risiko pencucian uang di Indonesia,

khususnya terkait dengan tindak pidana asal domestik yang

berpotensi menjadi tindak pidana pencucian uang.

Pada dasarnya hasil nilai risiko TPPU di bidang

perpajakan disusun atas variabel penyusun risiko yang

terdiri dari ancaman, kerentanan, serta dampak. Dari ketiga

variabel tersebut faktor kerentanan merupakan faktor yang cukup dapat dikendalikan oleh

pemilik risiko dengan melakukan treatment yang yang tepat pada kerentanan dimaksud.

Setelah dokumen NRA TPPU 2015 ditetapkan, sektor perpajakan telah melakukan

banyak upaya untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, diantaranya pengesahan

kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kerentanan baik kerentanan dari pihak

penegak hukum maupun pihak pelapor.

Dengan adanya penguatan rezim perpajakan dan rezim anti pencucian uang pasca

NRA TPPU 2015 dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

melalui perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan dan bidang rezim Anti

Money Laundering (AML), telah berdampak pada perubahan peta risiko TPPU menurut

tindak pidana asal yaitu dalam hal tindak pidana perpajakan yang semula berisiko tinggi

menjadi risiko menengah.

Langkah mitigasi yang telah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2015 s.d. 2018

yaitu melalui penguatan rezim perpajakan dan anti pencucian uang melalui:

1. Penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim AML Pasca NRA TPPU 2015:

a. Pembenahan Organisasi Internal (Reformasi Perpajakan)

Pembenahan organisasi internal di bidang perpajakan dilakukan melalui

program reformasi perpajakan. Program ini dicanangkan pada tanggal 9

Desember 2016 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 885/KMK.03/2016

tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan. Reformasi perpajakan adalah

perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah

pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis

perpajakan. Sasaran program ini adalah petugas pajak, pembayar pajak, instansi

terkait, dan masyarakat.

Page 42: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

28

Program ini diwujudkan melalui transformasi lima pilar perpajakan

Indonesia:

1) Organisasi

Untuk meningkatkan efektivitas organisasi melalui penajaman dan

peningkatan fungsi organisasi, pengorganisasian dan peningkatan

organisasi.

2) Sumber daya manusia

Untuk membentuk sumber daya manusia yang kuat, akuntabel, dan

berintegritas.

3) Teknologi Informasi dan Basis Data

Memastikan sistem teknologi informasi dan database yang andal,

mendukung proses bisnis DJP, dan menghasilkan keluaran yang akurat dan

dapat diandalkan.

4) Proses Bisnis

Menyederhanakan proses bisnis menjadi lebih efektif, efisien,

akuntabel, berbasis teknologi informasi, dan mencakup semua tugas DJP.

5) Perundang-undangan

Menetapkan kebijakan perpajakan yang memperluas basis pajak,

memberikan kepastian hukum, mengurangi biaya kepatuhan, dan

meningkatkan penerimaan pajak.

b. Pembenahan Regulasi/Kebijakan, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan

untuk Kepentingan Perpajakan

UU ini memberikan akses yang luas bagi otoritas pajak (DJP) untuk

menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk tujuan perpajakan,

baik untuk kebutuhan dalam negeri, maupun memenuhi standar

persyaratan komitmen internasional Indonesia.

UU 9 Tahun 2017 merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk

mendukung transparansi dan pertukaran informasi dalam upaya

memberantas dan mencegah penghindaran pajak dan pengelakan pajak.

Sejak 2009, dunia telah mengumumkan berakhirnya era kerahasiaan

perbankan.

Dari perspektif domestik, UU 9 Tahun 2017 akan mengintegrasikan

informasi keuangan dari Wajib Pajak (dari SPT mereka) dan dari lembaga

Page 43: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

29

keuangan. Informasi terpadu ini meningkatkan akurasi dan keandalan

database perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak.

UU 9 Tahun 2017 diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Petunjuk

Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

PMK 70/PMK.03/2017 mencakup kepentingan pajak dalam negeri

dan juga komitmen internasional Indonesia dalam transparansi dan

pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan.

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang

Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah

dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016

tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi

Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan amanat Pasal 41

ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

3) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan

Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-

02/2017).

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain

terkait dengan tindak pidana pencucian uang serta meningkatkan

penerimaan negara dari sektor perpajakan, telah diterbitkan Instruksi

Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan

Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-02/2017).

INPRES-02/2017 pada intinya berisi instruksi kepada Menteri Keuangan,

Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, dan Kepala Badan Narkotika Nasional

selaku pimpinan dari penyidik yang berwenang melakukan penyidikan

tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal berdasarkan tugas dan

kewenangan masing-masing untuk memanfaatkan secara optimal Laporan

Page 44: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

30

Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang

disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK).

2. Pelaksanaan Kegiatan di Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana

Pencucian Uang Melalui Optimalisasi Kerja Sama PPATK dan Direktorat Jenderal Pajak.

Kerjasama penegakan rezim AML di bidang perpajakan telah dimulai sejak

tahun 2011, yaitu ditandai dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara

PPATK dan DJP nomor NK-51/I.02/PPATK/10/11 atau Nomor KEP-268/PJ/2011

tanggal 19 Oktober 2011. Ruang lingkup kesepakatan meliputi: pertukaran data

dan/atau informasi, perumusan peraturan perundang-undangan, penanganan perkara

tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana di bidang perpajakan, pengembangan

sistem teknologi informasi, penugasan pegawai, pelaksanaan kajian, sosialisasi,

penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan.

Sejak tahun 2015, untuk mengoptimalkan pemanfaatan data transaksi

keuangan, Kementerian Keuangan dan PPATK membentuk beberapa Satuan Tugas

yaitu Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi Transaksi Keuangan

dalam rangka Optimalisasi Penegakan Hukum Perpajakan melalui Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 487/KM.1/2015 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

1456/KM.1/2016; Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi dalam

rangka Optimalisasi Penegakan Hukum di Bidang Penagihan Pajak melalui Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 488/KM.1/2016 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

1456.1/KM.1/2016. Satuan tugas tersebut dibentuk untuk mengoordinasikan dan

mengoptimalkan penanganan data dan/atau transaksi keuangan dalam rangka

penegakan hukum maupun penagihan perpajakan. Pelaksanaan tugas Tim tersebut

telah mendukung penerimaan Negara.

Pada tahun 2018, melalui KEP-174/PJ/2018, DJP bersama dengan Jaksa Agung

Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah melakukan amandemen perjanjian kerja

sama untuk optimalisasi penegakan hukum pidana di bidang perpajakan dan tindak

pidana pencucian uang. Kerjasama tersebut diwujudkan diantaranya melalui

pembentukan satuan tugas yang disahkan dalam KMK-24/KMK.3/2019 tentang

Pembentukan Satuan Tugas Asistensi Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang

Perpajakan, Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Penelusuran Kekayaaan Hasil Tindak

Pidana. Satuan Tugas ini melibatkan DJP, Kejaksaan RI, PPATK, dan POLRI. Selain

pengoptimalan data dan/atau informasi melalui satuan tugas, Direktorat Jenderal

Page 45: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

31

Pajak juga mengoptimalkan kerjasama dengan PPATK melalui penyelenggaraan

kegiatan pengembangan kapasitas SDM.

2.2 Foreign In-Ward Risk dan Foreign Out-Ward Risk

Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor ancaman, kerentanan dan dampak NRA

TPPU 2015, teridentifikasi beberapa TPA berisiko tinggi berpotensi menjadi TPPU, yaitu TP

Narkotika, TP Korupsi, TP Perpajakan, TP Perbankan, TP Kehutanan dan TP Pasar Modal.

Hasil tersebut kemudian diperbaharui dengan white paper update vulnerabilities pemetaan

risiko Indonesia terhadap TPPU di sektor Perpajakan yang mengidentifikasi TP Perpajakan

menjadi risiko menengah sebagai TPA berisiko TPPU.

Penilaian tingkat risiko TPA berisiko ini dilakukan dalam kerangka tindak pidana

domestik, artinya TPA tersebut terjadi di Indonesia. Sedangkan, penilaian tingkat risiko

TPPU Indonesia yang terkait dengan yurisdiksi asing belum dilakukan secara mendalam

dalam dokumen NRA TPPU 2015.

Keterlibatan negara atau yurisdiksi asing dalam TPPU dapat sebagai negara dimana

terjadinya tindak pidana asal (Foreign Predicate Crime (FPC)) dan dapat pula sebagai negara

tujuan dilakukannya pencucian uang (Laundering Offshore (LO)). Dengan demikian dalam

melakukan penilaian tingkat potensi atau risiko TPPU yang terkait dengan negara lain perlu

melihat kedua aspek tersebut. Dari aspek FPC, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk

mengidentifikasi negara mana yang berpotensi atau berisiko menjadi tempat terjadinya

tindak pidana asal yang pencucian uangnya dilakukan di Indonesia. Sedangkan dari aspek

LO, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi negara mana yang

berpotensi atau berisiko menjadi tempat dilakukannya pencucian uang yang tindak pidana

asalnya terjadi di Indonesia.

Selain melakukan penilaian terhadap negara atau yurisdiksi asing, penilaian terhadap

TPPU yang terkait dengan aspek luar negeri juga perlu menilai jenis TPA yang berpotensi

tinggi. Dari aspek FPC, penilaian potensi atau risiko dilakukan untuk mengidentifikasi TPA

apa yang terjadi di luar negeri yang berpotensi atau berisiko dibawa ke Indonesia untuk

dilakukan pencucian uang. Sedangkan dari aspek LO, penilaian potensi atau risiko

dilakukan untuk mengidentifikasi TPA apa yang terjadi di Indonesia yang berpotensi atau

berisiko tinggi dibawa ke luar negeri untuk dilakukan pencucian uang.

Page 46: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

32

Pada tahun 2017, Indonesia telah mengeluarkan

dokumen penilaian ancaman pencucian uang dari dan

ke luar negari. Dokumen ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi tingkat ancaman tindak pidana

asal yang terjadi di luar negeri sebagai sumber

dana pencucian uang di Indonesia.

2. Mengidentifikasi tingkat ancaman negara atau

yurisdiksi asing sebagai tempat terjadinya tindak

pidana asal yang pencucian uangnya dilakukan di

Indonesia.

3. Mengidentifikasi tingkat ancaman tindak pidana

asal yang terjadi di Indonesia sebagai sumber dana

pencucian uang di luar negeri.

4. Mengidentifikasi tingkat ancaman negara atau yurisdiksi asing sebagai tempat

terjadinya pencucian uang yang tindak pidana asalnya dilakukan di Indonesia.

2.2.1 Foreign In-Ward Risk

Foreign In-Ward risk merupakan pemetaan tingkat ancaman TPPU pada Foreign

Proceed Crime (FPC), yaitu pencucian uang di dalam negeri yang tindak pidana asalnya

berasal dari luar negeri. Tingkat ancaman/potensi TPPU pada FPC dihitung menggunakan

faktor: (i) jumlah transaksi dari luar negeri (IFTI-in) yang telah dipertajam dengan data

laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM); (ii) jumlah pertukaran informasi antar

FIU yang terdiri atas spontaneous information dari PPATK ke FIU negara lain dan mutual

information dari FIU negara lain ke PPATK; dan (iii) jumlah MLA yang diterima Indonesia

dari negara lain (MLA-in). Agar lebih komprehensif, ketiga faktor ancaman tersebut

dikalikan dengan faktor dampak berupa nominal transaksi IFTI-in.

Pemetaan potensi TPPU pada FPC dilakukan dengan menganalisis 2 (dua) hal, yaitu:

(i) potensi tindak pidana asal dari luar negeri sebagai sumber pencucian uang di Indonesia

(FPC-Tindak Pidana Asal); dan (ii) potensi negara lain sebagai sumber pencucian uang di

Indonesia (FPC-negara).

1. FPC – Tindak Pidana Asal

Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU

untuk FPC terhadap jenis Tindak Pidana Asal (TPA), diperoleh hasil penilaian sebagaimana

gambar 1 berikut.

Page 47: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

33

Gambar 1

Peta Risiko (Heatmap) FPC - Tindak Pidana Asal

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa 3 (tiga) TPA yang terjadi di luar negeri

dan pencucian uangnya dilakukan di Indonesia dengan nilai ancaman terbesar

dibandingkan dengan TPA lainnya adalah tindak pidana korupsi, penipuan dan narkotika.

Meskipun demikian TPA yang memiliki tingkat ancaman yang tinggi adalah korupsi dan

penipuan, sementara narkotika berada pada tingkat ancaman menengah. Faktor utama

yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat ancaman korupsi adalah banyaknya jumlah

informasi dari FIU negara lain yang diterima FIU Indonesia dibandingkan dengan TPA

lainnya. Sementara dilihat dari faktor dampak, narkotika memiliki total dana IFTI yang

paling besar diantara TPA lainnya yang mencapai Rp7,4 triliun. Sementara dilihat dari

jumlah IFTI yang masuk ke Indonesia, indikasi TPA yang paling tinggi adalah terkait

Penipuan.

Hasil ini menunjukkan bahwa hasil kejahatan korupsi, penipuan dan narkotika yang

terjadi di luar negeri yang paling berpotensi dicuci di Indonesia dibandingkan dengan hasil

kejahatan lainnya. Berdasarkan data pertukaran informasi antara PPATK dan FIU negara

lain teridentifikasi beberapa modus FPC untuk ketiga jenis TPA tersebut, yaitu sebagai

berikut:

a. Korupsi:

1) FIU negara lain menyampaikan STR (Laporan Transaksi Keuangan

Mencurigakan/LTKM) dari database mereka terkait pelaku yang merupakan

WNI berdasarkan informasi dari media masa.

Penipuan

KorupsiNarkotikaD

A

M

P

A

K

A N C A M A N

FPC - TINDAK PIDANA ASAL

Tin

gg

iM

en

en

ga

hR

en

da

h

TinggiMenengahRendah

Page 48: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

34

2) Indonesia menerima informasi dari FIU negara lain bahwa terdapat seorang

WNI dengan profil PEP yang dilaporkan di dalam STR terkait perjudian.

Penempatan dana tersebut diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi di

Indonesia.

b. Penipuan:

1) Penipuan terjadi di luar negeri dimana hasil kejahatan ditempatkan pada

koperasi di Indonesia.

2) Hasil kejahatan penipuan berupa online scams masuk ke Indonesia.

Terhadap informasi ini PPATK melakukan pengecekan rekening kemudian

menyampaikannya kepada penegak hukum.

c. Narkotika:

1) Sindikat narkotika mentransfer hasil perdagangan gelap narkotika

internasional masuk ke Indonesia melalui anggota keluarga.

2) Penempatan hasil perdagangan gelap narkotika internasional dilakukan

dengan membeli properti di Indonesia.

3) Pengiriman hasil perdagangan gelap narkotika ke Indonesia melalui jasa

pengiriman uang illegal.

2. FPC – Negara

Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU

untuk FPC pada negara/yurisdiksi asing diperoleh beberapa negara dengan nilai terbesar,

yaitu sebagaimana Gambar 2. Dari Gambar 2 terlihat bahwa 3 (tiga) negara sebagai tempat

terjadinya TPA yang pencucian uangnya terjadi di Indonesia dengan tingkat ancaman yang

paling besar adalah Singapura, Amerika Serikat dan Australia.

Page 49: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

35

Gambar 2

Peta Risiko (Heatmap) FPC – Negara

Singapura dan Amerika Serikat berada pada level Tinggi sedangkan Australia berada

pada level Menengah. Tingkat ancaman yang tinggi dari Singapura dominan dipengaruhi

oleh total dana IFTI masuk ke Indonesia dari Singapura berindikasi tindak pidana mencapai

Rp10 triliun, paling besar dibandingkan dengan negara lainnya. Sementara dilihat dari

aspek jumlah IFTI masuk, negara pengirim IFTI berindikasi tindak pidana paling banyak

berasal dari Amerika Serikat, meskipun total dananya di bawah Singapura. Sedangkan

tingkat ancaman Australia dipengaruhi oleh jumlah informasi antara FIU Australia dengan

FIU Indonesia yang lebih banyak dibandingkan dengan negara lainnya. Hasil ini

menunjukkan bahwa hasil kejahatan dari Singapura, Amerika Serikat dan Australia yang

paling berpotensi dicuci di Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya.

2.2.2 Foreign Out-Ward Risk

Foreign Out-Ward Risk merupakan pemetaan tingkat ancaman TPPU pada Laundering

Offshore (LO), yaitu pencucian uang yang dilakukan di luar negeri yang TPAnya terjadi di

Indonesia. Tingkat ancaman/potensi TPPU pada LO dihitung menggunakan faktor: (i)

jumlah transaksi ke luar negeri (IFTI-out) yang telah dipertajam dengan data laporan

transaksi keuangan mencurigakan (LTKM); (ii) jumlah pertukaran informasi antar FIU yang

terdiri atas spontaneous information dari FIU negara lain ke PPATK dan mutual information

dari PPATK ke FIU negara lain; dan (iii) jumlah MLA yang dikirimkan Indonesia ke negara

Singapura

Amerika Serikat

Australia

D

A

M

P

A

K

A N C A M A N

FPC - NEGARA

Tin

gg

iM

en

en

ga

hR

en

da

h

TinggiMenengahRendah

Page 50: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

36

lain (MLA-out). Agar lebih komprehensif, ketiga faktor ancaman tersebut dikalikan dengan

faktor dampak berupa nominal transaksi IFTI-out.

Pemetaan potensi TPPU pada LO dilakukan dengan menganalisis 2 hal, yaitu: (i)

potensi tindak pidana asal di Indonesia sebagai sumber pencucian uang di luar negeri (LO-

Tindak Pidana Asal); dan (ii) potensi negara lain sebagai tujuan pencucian uang yang

TPAnya terjadi di Indonesia (FPC-negara).

1. LO - Tindak Pidana Asal

Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU

untuk LO terhadap jenis Tindak Pidana Asal (TPA), diperoleh hasil penilaian sebagai

berikut:

Gambar 3

Peta Risiko (Heatmap) LO - Tindak Pidana Asal

Dari Gambar 3 di atas terlihat bahwa 3 (tiga) TPA di Indonesia yang pencucian

uangnya dilakukan di luar negeri dengan tingkat ancaman paling tinggi dibandingkan

dengan TPA lainnya adalah tindak pidana Narkotika, Korupsi dan Tindak Pidana

Perpajakan. Narkotika berada pada tingkat ancaman Tinggi, Korupsi pada tingkat ancaman

Menengah dan Tindak Pidana Perpajakan pada tingkat ancaman Rendah. Tingkat ancaman

narkotika yang sangat tinggi dipengaruhi oleh IFTI-out berindikasi narkotika yang

jumlahnya sangat banyak disertai total dana mencapai Rp37 triliun, paling besar

dibandingkan dengan TPA lainnya. Dari aspek jumlah MLA yang dikirimkan Indonesia ke

luar negeri, dominan berindikasi tindak pidana Korupsi. Sementara ditinjau dari aspek

Korupsi

Narkotika

Perpajakan

D

A

M

P

A

K

A N C A M A N

LO - TINDAK PIDANA ASAL

Tin

gg

iM

en

en

ga

hR

en

da

h

TinggiMenengahRendah

Page 51: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

37

pertukaran informasi antara PPATK dengan FIU negara lain, dominan berindikasi tindak

perpajakan.

Hasil ini menunjukkan bahwa hasil kejahatan Narkotika, Korupsi dan Perpajakan

yang terjadi di Indonesia yang paling berpotensi dicuci ke luar negeri dibandingkan dengan

hasil kejahatan lainnya. Berdasarkan data pertukaran informasi antara PPATK dan FIU

negara lain teridentifikasi beberapa modus LO untuk ketiga jenis TPA tersebut, yaitu

sebagai berikut:

a. Narkotika:

Penempatan hasil jual beli narkotika ke luar negeri melalui pemalsuan dokumen

ekspor impor.

b. Korupsi:

1) Penyuapan terkait dengan izin pertambangan oleh perusahaan luar negeri di

Indonesia.

2) PEP menempatkan hasil tindak pidana korupsi pada perusahaan yang berlokasi

di Hong Kong.

c. Perpajakan

1) WNA menyimpan asetnya di luar negeri seperti Singapura.

2) Setelah UU Tax Amnesty, negara yang memiliki perjanjian AoEI dengan

Indonesia menyampaikan informasi terkait WNA yang tinggal di negara

tersebut melakukan penarikan dana untuk mengikuti program Tax Amnesty.

Tetapi uang tersebut tidak masuk ke Indonesia, melainkan diparkir di

Singapura.

3) Transfer pricing dan penggunaan shell company.

2. LO - Negara

Berdasarkan penilaian terhadap faktor-faktor pembentuk ancaman/potensi TPPU

untuk LO pada 164 negara diperoleh beberapa negara dengan nilai terbesar, yaitu sebagai

mana Gambar 4 berikut. Dari gambar tersebut terlihat bahwa 3 (tiga) negara tujuan

pencucian uang dari tindak pidana di Indonesia dengan tingkat ancaman yang paling besar

adalah Singapura, Tiongkok, Hongkong. Singapura dan Tiongkok berada pada tingkat

ancaman yang Tinggi sedangkan Hong Kong berada pada tingkat ancaman Menengah.

Tingkat ancaman yang tinggi untuk negara Singapura dipengaruhi oleh jumlah MLA dari

Indonesia ke Singapura yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan negara lain.

Begitu juga dari aspek total nominal IFTI-out, Singapura memiliki nilai yang paling tinggi

dibandingkan dengan negara lainnya mencapai Rp14 triliun.

Page 52: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

38

Gambar 4

Peta Risiko (Heatmap) LO – Negara

Tingkat ancaman Tiongkok yang tinggi dipengaruhi oleh jumlah IFTI-out yang paling

besar diantara negara lain, sedangkan Hong Kong memiliki nilai yang relatif tinggi untuk

untuk semua faktor pembentuk ancaman meskipun tidak ada faktor yang paling dominan.

Hasil ini menunjukkan bahwa hasil kejahatan di Indonesia memiliki potensi besar dicuci di

Singapura, Tiongkok dan Hong Kong dibandingkan dengan negara lainnya.

BAB 3 Mitigasi Pencucian Uang Tahun 2015 s.d. 2018

Tindak lanjut NRA TPPU 2015, dalam rangka memitigasi risiko pencucian uang yang

telah teridentifikasi, Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi dan ketentuan serta

aksi yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut.

Berikut adalah langkah-langkah mitigasi yang telah dilakukan Indonesia tahun 2015

s.d. 2018.

1.1 Tindak Pidana Narkotika

Langkah mitigasi yang telah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018 untuk memitigasi risiko

pencucian uang dalam TP Narkotika, yaitu sebagai berikut:

SingapuraTiongkok

Hong Kong

D

A

M

P

A

K

A N C A M A N

LO - NEGARA

Tin

ggi

Menengah

Rendah

TinggiMenengahRendah

Page 53: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

39

1. Kebijakan Strategis, yaitu:

a. Menerbitkan Peraturan Kepala BNN Nomor 7 Tahun 2015 tentang Rencana

Strategis Badan Narkotika Nasional Tahun 2015 s.d. 2019.

b. Menerbitkan Instruksi Presiden Nomor. 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi

Nasional Pencegahan dan pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkotika dan Prekursor Narkotika.

c. Menerbitkan Peraturan Kepala BNN No. 10 tahun 2018 tentang Implementasi

Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

2. Penguatan Struktur Organisasi

Menerbitkan Peraturan BNN Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang

Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Nasional, Provinsi dan Badan Narkotika

Kabupaten/Kota.

3. Penguatan Pedoman dan Kerangka Regulasi

a. BNN bersama Kepolisian dan PPATK menerbitkan penilaian risiko tindak pidana

pencucian uang pada tindak pidana Narkotika (SRA Narkotika) Tahun 2017.

b. Menerbitkan Peraturan

1) Kepala BNN Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penyelidikan dan Penyidikan

Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal dari Narkotika dan Prekusor

Narkotika.

2) Peraturan Kepala BNN Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 Tentang

Pedoman Penyusunan Regulasi Pencegahan Dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika Dan Prekursor Narkotika.

3) Peraturan Kepala BNN Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang

Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penyidik Badan Narkotika

Nasional.

4) Peraturan Kepala BNN Nomor 5 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Penyesuaian/Inpassing Jabatan Fungsional Penyidik BNN.

5) Peraturan Kepada BNN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Standar Kompetensi

Jabatan Fungsional Penyidik Badan Narkotika Nasional.

c. Menerbitkan Peraturan Teknis

1) SOP Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berasal

Tindak Pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika.

Page 54: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

40

2) SOP Permintaan Data Mutasi, Pemblokiran, Pembukaan rekening untuk disita

dan Pembukaan rekening tidak terkait tindak pidana pencucian uang

narkotika.

3) Penyusunan Kurikulum Diklat TPPU bagi Penyidik BNN.

4. Penguatan Pengawasan

a. Pengawasan Secara Ekternal

Surat Edaran Kepada Pihak Penyedia Jasa Keuangan tentang Speciment

Tandatangan terkait Permintaan Data Mutasi, Pemblokiran, Pemblokiran untuk

Disita dan Pembukaan Blokir karena tidak terbukti dalam tindak pidana.

b. Pengawasan Secara Internal

Melaksanakan Supervisi dan Monitoring Penanganan Tindak Pidana Pencucian

Uang.

5. Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

a. Kegiatan yang diadakan oleh BNN, antara lain:

1) Pelatihan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyidik BNN dan

BNN Provinsi.

2) Melaksanakan Bimbingan Teknis Terhadap Penyidik BNN dan BNN Provinsi

tentang Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang.

b. Kegiatan yang diadakan oleh pihak lain, dimana BNN menjadi narasumber yaitu:

1) Kegiatan In House Training (IHT).

2) Workshop dan pelatihan bagi penyedia jasa keuangan.

3) Forum Group Discussion (FGD).

4) Kegiatan seminar.

5) Peradilan Semu.

6. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama

Mitigasi risiko melalui penguatan koordinasi dan kerjasama yang telah dilakukan BNN,

terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut:

a. Koordinasi dan kerjasama dengan penyedia jasa keuangan, diantaranya:

1) Permintaan data dan pemblokiran harta kekayaan yang dimiliki tersangka

diduga terkait tindak pidana pencucian uang.

2) Melaksanakan rapat koordinasi dengan penyedia jasa keuangan.

3) Koordinasi dan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga.

b. Koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak di luar Indonesia

Mengajukan Bantuan Hukum Timbal Balik dan atau Mutual Legal Assistance.

Page 55: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

41

1.2 Tindak Pidana Korupsi

Langkah mitigasi yang telah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018 untuk memitigasi risiko

pencucian uang dalam TP Korupsi, yaitu sebagai berikut:

1. Kebijakan Strategis

a. Membangun sistem pelaporan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan secara

online atau elektronik (e-SPDP), untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi

penanganan perkara korupsi dan mencegah terjadinya tumpang tindih

penanganan perkara.

b. Membangun suatu sistem manajemen kasus (Sistem Penanganan Perkara

Terintegrasi/SPPT).

c. Mendorong sistem manajemen anti suap.

d. Membangun pusat edukasi antikorupsi.

2. Penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), melalui:

a. Penambahan satuan tugas serta penyidik.

b. Penguatan SDM TPPU, diantaranya melalui:

1) Penambahan jumlah penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

2) training (ACLC, pembuatan e-learning, pelatihan bersama penegak hukum).

Pelatihan bersama dengan penegak hukum diikuti aparat penegak hukum

dari Kepolisian, Kejaksaan, penyidik Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta

auditor pada Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), auditor pada Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan PPATK.

3) Pembuatan modul/pedoman/manual:

• Tata cara penanganan perkara pidana Korporasi.

• Pedoman penanganan tindak pidana pencucian uang dan pemulihan aset

di pasar modal.

• Penyelidikan dan penyidikan terhadap korporasi dalam tindak pidana

korupsi.

3. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama:

a. Kordinasi dan kerjasama dalam negeri

Penguatan koordinasi dan supervisi melalui pembentukan koordinator wilayah

(korwil), terdapat 9 korwil berdasarkan area rawan korupsi yang bertujuan untuk

mengintegrasikan penindakan dan pencegahan.

1) Koordinasi penanganan perkara.

2) Supervisi penanganan perkara.

Page 56: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

42

3) KPK sebagai trigger mechanism telah mendampingi total 34 pemerintah

provinsi termasuk di dalamnya 542 pemerintah kabupaten dan kota. KPK

terus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan di bidang sistem

administrasi perencanaan, penganggaran, perizinan, pengadaan barang/jasa,

penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), tata kelola

kesamsatan, tambahan penghasilan pegawai di lingkungan Pemerintah

Daerah, dan mulai tahun 2018 di beberapa daerah KPK mendorong

Optimalisasi Penerimaan Daerah (OPD) di sektor pajak.

b. Multilateral

1) Focal point Indonesia untuk UNCAC.

2) APEC Anti-Corruption and Transparancy Working Group (ACTWG) III di

Papua Nugini, KPK menyampaikan best practice penanganan kasus tindak

pidana korupsi dan pencucian uang.

3) KPK mendorong implementasi transparansi Beneficial Ownership (BO) di

Indonesia melalui kajian Analisis Kesenjangan antara Ketentuan Kepemilikan

Manfaat Korporasi/Perikatan Lainnya di Indonesia dengan Standar

Internasional.

4) Pertemuan ke-7 Assembly of Parties (AoP) International Anti-Corruption

Academy (IACA) di Wina, Austria. Indonesia merupakan salah satu founding

members IACA dan tercatat sebagai Negara pihak ke-49 pada persetujuan

pendirian IACA. Pada pertemuan ini, delegasi Indonesia menyampaikan

pandangan Indonesia bahwa pendidikan anti korupsi merupakan salah satu

instrumen utama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

4. Strategi nasional pencegahan tindak pidana korupsi:

a. Optimalisasi pemulihan kerugian Negara dengan pembebanan kewajiban pajak

dalam ranga tindak pidana korupsi.

b. Peningkatan sistem manajemen Direktorat Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama

Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) menurut standar internasional berdasarkan

SNI ISO 9001 sistem manajemen mutu dan SNI ISO 37001 sistem manajemen anti

penyuapan.

c. Panduan teknis penanganan tindak pidana pencucian uang dalam tipikor

berdasarkan tipologinya.

d. KPK bersama Kepolisian, Kejaksaan dan PPATK menerbitkan Indonesia’s money

laundering risk assessment on corruption (SRA Korupsi) tahun 2017

5. Membangun layanan informasi KPK (Call Center 198), yang mencakup:

Page 57: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

43

a. Informasi Gratifikasi

b. Informasi Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN)

c. Informasi Publik

d. Informasi Pengaduan Masyarakat

1.3 Tindak Pidana Perbankan

Langkah mitigasi yang telah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018 untuk memitigasi risiko

pencucian uang dalam TP Perbankan, yaitu sebagai berikut:

1. Kebijakan Strategis

a. OJK melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner Tahun 2018 telah menetapkan

APU dan PPT sebagai salah satu Profil Risiko Utama OJK yang bersifat Strategis

dengan status Sangat Tinggi.

b. Pasca penetapan APU dan PPT sebagai salah satu Profil Risiko Utama OJK yang

bersifat Strategis dengan status Sangat Tinggi seluruh pimpinan OJK berkomitmen

untuk mendukung rezim APU dan PPT di Indonesia dan mewujudkan Stranas

TPPU dan TPPT.

c. OJK telah menyusun rencana teknis sebagai turunan dari Stranas TPPU dan TPPT

yang menjadi tugas dan tanggung jawab OJK. Rencana teknis ini dicantumkan

dalam Priority Action Plan 2018 s.d. 2019 yang telah disetujui oleh Ketua Dewan

Komisioner OJK.

2. Penguatan Struktur Organisasi

a. Pada akhir tahun 2015 OJK telah membentuk sebuah satuan kerja baru setingkat

Departemen, yaitu Grup Penanganan APU dan PPT.

b. Selain penguatan melalui struktur organisasi OJK, OJK pun melakukan mitigasi

risiko dengan cara membentuk Satuan Tugas (Taskforce) Pencecahan TPPU dan

TPPT di Sektor Jasa Keuangan (Satgas APU dan PPT) yang terdiri dari pejabat

lintas sektor diinternal OJK. Pembentukan Satgas APU dan PPT tersebut selalu

ditetapkan melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK yang langsung

ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK.

c. Satuan tugas penanganan dugaan tindakan melawan hukum di bidang

penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi (satgas waspada

investasi), terdiri dari 13 Kementerian/Lembaga.

Page 58: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

44

3. Penguatan Pedoman dan Kerangka Regulasi

a. OJK besama dengan PPATK telah menerbitkan penilaian risiko tindak pidana

pencucian uang pada sektor jasa keuangan di Indonesia (SRA Sektor Jasa

Keuangan) tahun 2017.

b. Menerbitkan Peraturan Eksternal:

1) Telah diundangkan POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program

APU dan PPT di Sektor Jasa Keuangan pada tanggal 21 Maret 2017.

2) Telah diterbitkan beberapa ketentuan teknis berbentuk SE OJK, yaitu:

a) SE OJK No. 32/SEOJK.03/2017 tentang Penerapan Program APU dan PPT

di Sektor Perbankan pada 22 Juni 2017.

b) SE OJK No. 47/SEOJK.04/2017 tentang Penerapan Program APU dan PPT

di Sektor Perbankan pada 6 September 2017.

c) SE OJK No. 37/SEOJK.05/2017 tentang Pedoman Penerapan Program

APU dan PPT di Sektor IKNB pada 17 Juli 2017.

d) SE OJK No. 38/SEOJK.01/2017 tentang Pedoman Pemblokiran Secara

Serta Merta atas Dana Nasabah di Sektor Jasa Keuangan yang

Identitasnya Tercantum dalam DTTOT pada 18 Juli 2019.

c. Menerbitkan Peraturan Internal:

Telah diterbitkan pedoman internal bagi pengawas, yaitu:

1) SE DK No. 5/SEDK.03/2017 tentang Pedoman Penilaian Tingkat Risiko TPPU

dan TPPT berdasarkan Pendekatan Berbasis Risiko bagi Bank Umum pada 10

Juli 2017.

2) SE DK No. 1/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko

dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Perusahaan Efek yang

Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara

Pedagang Efek pada 20 Juni 2017.

3) SE DK No. 2/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko

dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Manajer Investasi pada 6

Oktober 2017.

4) SE DK No. 5/SEDK.01/2018 tentang Pedoman Sistem Informasi Program

APUPPT sebagai Pedoman dalam Permintaan Data dan Informasi tentang

Pengawasan APUPPT di OJK pada 7 Mei 2018.

5) SE DK No. 9/SEDK.03/2018 tentang Pedoman Pengawasan Penerapan

Program APU dan PPT Berdasarkan Risiko bagi Bank Umum pada 3 Desember

2018.

Page 59: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

45

d. Penerbitan peraturan sektoral yang di dalamnya mengatur bahwa masing-masing

industri wajib menundukkan diri terhadap peraturan penerapan program APU

dan PPT yang telah ada, yaitu

1) POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi yang diundangkan pada 29 Desember 2016.

2) POJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital Di Sektor Jasa

Keuangan yang diundangkan pada 16 Agustus 2018.

3) POJK No. 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran

Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowd funding).

4. Penguatan Pengawasan

Penguatan pengawasan dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

a. Pengembangan Perangkat Pengawasan Berbasis Risiko (Risk-Based Supervision

Tools/RBS Tools) dengan bantuan Technical Assistance dari IMF (TA-IMF).

TA-IMF merupakan tindak lanjut atas kerjasama antara The Legal Department

(LEG) IMF dengan OJK sejak tahun 2015, dimana OJK meminta asistensi dari IMF.

Asistensi ini diberikan dalam bentuk Technical Assistance Project (TA) yang

didanai oleh AML/CFT Topical/Thematic Trust Fund-IMF.

b. Penerbitan pedoman internal melalui penerbitan Surat Edaran Dewan

Komisioner.

Telah diterbitkan pedoman internal pengawasan bagi pengawas, yaitu:

1) SE DK No. 5/SEDK.03/2017 tentang Pedoman Penilaian Tingkat Risiko TPPU

dan TPPT Berdasarkan Pendekatan Berbasis Risiko bagi Bank Umum pada 10

Juli 2017.

2) SE DK No. 1/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko

dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Perusahaan Efek yang

Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara

Pedagang Efek pada 20 Juni 2017.

3) SE DK No. 2/SEDK.04/2017 tentang Pedoman Pengawasan Berbasis Risiko

dalam Penerapan Program APU dan PPT pada Manajer Investasi pada 6

Oktober 2017.

4) SE DK No. 5/SEDK.01/2018 tentang Pedoman Sistem Informasi Program APU

dan PPT sebagai Pedoman dalam Permintaan Data dan Informasi tentang

Pengawasan APU dan PPT di OJK pada 7 Mei 2018.

Page 60: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

46

5) SE DK No. 9/SEDK.03/2018 tentang Pedoman Pengawasan Penerapan

Program APU dan PPT berdasarkan Risiko bagi Bank Umum pada 3 Desember

2018.

c. Implementasi penilaian tingkat risiko TPPU dan TPPT terhadap PJK yang diawasi.

Berdasarkan pedoman internal yang telah diterbitkan, pengawas telah melakukan

penilaian tingkat risiko terhadap PJK yang diawasinya, diantaranya industri Bank

Umum, Perusahaan Efek, Manajer Investasi.

d. Implementasi pengawasan berbasis risiko.

Pengawasan yang dilakukan oleh OJK terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:

1) Pengawasan off-site melalui pelaporan.

2) Pengawasan on-site melalui pemeriksaan langsung ke PJK yang diawasi.

Hal lain yang pula dilakukan oleh OJK terkait pengawasan adalah dengan

memberikan surat pembinaan, dimana surat pembinaan ini diberikan

terhadap PJK yang memiliki defisiensi berdasarkan hasil pengawasan off-site

dan/atau pengawasan on-site.

e. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran penerapan program APU dan PPT.

5. Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

Mitigasi risiko melalui penguatan kapasitas sumber daya manusia telah dilakukan

melalui ragam kegiatan, yaitu:

a. Kegiatan yang diadakan oleh OJK, antara lain:

1) Kegiatan sosialisasi dan diseminasi.

2) Kegiatan seminar.

3) Kegiatan In House Training (IHT) bagi internal OJK.

4) Kegiatan sertifikasi bagi internal OJK.

5) Workshop dan pelatihan bagi penyedia jasa keuangan.

6) Kegiatan Training of Trainers.

7) Kegiatan OJK mengajar.

b. Kegiatan yang diadakan oleh pihak lain, dimana OJK menjadi narasumber pada

kegiatan tersebut.

Kegiatan sebagaimana tersebut di atas tidak hanya diberikan kepada pihak internal

OJK dan juga penyedia jasa keuangan, tetapi juga diberikan kepada pihak eksternal

non-penyedia jasa keuangan, seperti:

a. Kalangan pelajar dan mahasiswa.

b. Kalangan akademisi.

c. Kalangan masyarakat luas.

Page 61: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

47

d. Pegawai di Kementerian/Lembaga lain.

6. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama

Mitigasi risiko melalui penguatan koordinasi dan kerjasama yang telah dilakukan OJK,

terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut:

a. Koordinasi dan kerjasama dengan penyedia jasa keuangan, diantaranya:

1) Pembentukan Forum Komunikasi dan Koordinasi Sektor Jasa Keuangan

(FKKSJK) di bidang APUPPT. FKKSJK merupakan bentuk sinergi antara OJK

dengan sektor jasa keuangan untuk meningkatkan pemahaman dan

kepatuhan penerapan program APUPPT di sektor jasa keuangan melalui

antara lain kegiatan pertukaran informasi, edukasi/sosialisasi, penyusunan

ketentuan, riset, dan pengembangan.

2) Permintaan tanggapan kepada penyedia jasa keuangan terhadap setiap

rancangan peraturan yang akan OJK terbitkan.

b. Koordinasi dan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga.

c. Koordinasi dan kerjasama dengan pihak-pihak di luar Indonesia.

Berdasarkan kewenangannya, saat ini OJK telah menandatangani kerjasama

dengan delapan otoritas asing (Japan FSA, CBRC, Taiwan FSC, Dubai FSA, Bank

Negara Malaysia, Banco Central Timor Leste, Korea FSS-FSC, ASIC, Bank of

Thailand, Taiwan FSC, Bangko Sentral ng Philipinas (BSP), Monetary Authority of

Singapore (MAS), dan beberapa lembaga internasional yaitu IOSCO, IFC, IDB, ADM,

OECD, UNDP dan ILO.

Sebelum dibentuknya OJK, telah ditandatangani beberapa kerjasama dengan

otoritas asing yang dilakukan oleh Bapepam LK dan Bank Indonesia dimana secara

hukum, kerjasama tersebut masih berlaku. Selanjutnya, berdasarkan SOP

Pertukaran Informasi dengan Pengawas Lembaga Jasa Keuangan Asing (SOP

Pertukaran Informasi) diatur bahwa pertukaran informasi dapat dilakukan baik

atas permintaan maupun inisiatif salah satu pihak (secara spontan).

Page 62: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

48

Page 63: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

49

BAB 4 Keberhasilan Mitigasi Pencucian Uang

Dokumen Penilaian Risiko Indonesia terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang

Tahun 2015 menggunakan basis data kuantitatif periode sebelum tahun 2015. Yang

kemudian ditindaklanjuti dengan mengeluarkan berbagai regulasi dan ketentuan serta aksi

yang sejalan dengan hasil penilaian risiko tersebut. Berikut ini merupakan gambaran

keberhasilan mitigasi Indonesia berdasarkan data kuantitatif tahun 2016 s.d. 2018 dan

kasus yang berhasil diungkap setelah NRA TPPU 2015.

4.1 Risiko Domestik

Pada periode tahun 2016 s.d. 2018 terdapat 159 putusan TPPU dengan nilai

kejahatan sebesar Rp10.397 Triliun. Berdasarkan tindak pidana asal berisiko tinggi pada

NRA TPPU 2015, jika ditinjau dari aspek hasil kejahatan yang diperoleh dari TPA, maka

diketahui secara statistik bahwa dari nilai hasil kejahatan sebesar Rp10.397 Triliun

tersebut, terdapat jumlah sebesar Rp8.482 Triliun (81,58%) berasal dari hasil kejahatan TP

Narkotika, TP Korupsi, dan TP Perbankan.

Tabel 1.

Nilai Hasil Kejahatan Tahun 2016 s.d. 2018

Sumber: Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019

Sementara jika ditinjau dari aspek jumlah putusan TPPU, maka diketahui secara

statistik bahwa dari jumlah sebanyak 159 putusan tersebut, terdapat jumlah sebanyak 85

putusan TPPU berasal dari tindak pidana narkotika, tindak pidana korupsi dan tindak

pidana perbankan sebagaimana tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 menunjukan bahwa berdasarkan TPA berisiko tinggi dalam NRA TPPU

2015, jumlah putusan tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana dengan jumlah

putusan terbanyak yang diikuti dengan tindak pidana korupsi dan tindak pidana

perbankan. Jumlah putusan tindak pidana narkotika dari tahun 2016 s.d 2018 mengalami

tren peningkatan, begitu juga dengan tindak pidana perbankan mengalami peningkatan

dari 2017 ke 2018.

Tindak Pidana Nominal Hasil Kejahatan Persentase (%)

TP Narkotika 7.658.483.983.829 73,67%

TP Perbankan 501.355.181.497 4,82%

TP Korupsi 308.293.677.078 2,97%

Sub Total 3 TP 8.468.132.842.404 81,45%

TOTAL Hasil Kejahatan 10.396.251.724.739

Page 64: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

50

Tabel 2

Jumlah Putusan TPPU berdasarkan 3 (tiga) TPA Tahun 2016 s.d. 2018

Sumber: Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019

Gambar 5

Jumlah Putusan TPPU berdasarkan 3 (tiga) Tindak Pidana Tahun 2016 s.d. 2018

4.1.1 Tindak Pidana Narkotika

SRA Narkotika 2017 mengidentifikasi jenis tindak pidana narkotika yang berisiko

tinggi terjadinya TPPU yaitu shabu, heroin dan kokain. Data statistik kasus yang ditangani

BNN selama tahun 2017 s.d 2018, didapatkan bahwa jenis tindak pidana narkotika shabu,

ganja dan ekstasi merupakan jenis tindak pidana narkotika yang paling banyak terjadi.

Tindak Pidana 2016 2017 2018 Total

TP Narkotika 13 14 22 49

TP Korupsi 6 12 9 27

TP Perbankan 4 2 3 9

TOTAL 23 28 34 85

13

6

4

14

12

2

22

9

3

0

5

10

15

20

25

TP Narkotika TP Korupsi TP Perbankan

2016 2017 2018

Page 65: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

51

Gambar 6

Peta Risiko Jenis Narkotika berdasarkan SRA Narkotika Tahun 2017

Ket: Jenis Narkotika lainnya terdiri dari 12 Jenis Narkotika

Sumber: BNN

Gambar 7

Jumlah Tindak Pidana Narkotika Tahun 2017 s.d. 2018 Menurut Jenisnya

820

103

42 25

837

113

44 33

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

Shabu Ganja Ekstasi Lainnya

2017

2018

Page 66: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

52

4.1.2 Tindak Pidana Korupsi

SRA Korupsi 2017 mengidentifikasi jenis tindak pidana korupsi yang berisiko tinggi

terjadinya TPPU yaitu kerugian keuangan negara, suap menyuap dan gratifikasi. Data

statistik kasus yang ditangani KPK selama tahun 2017 s.d. 2018, didapatkan bahwa jenis

tindak pidana korupsi penyuapan dan pengadaan barang/jasa/keuangan negara

merupakan jenis tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi.

Gambar 8

Peta Risiko Jenis Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SRA Korupsi Tahun 2017

Gambar 9

Jumlah Tindak Pidana Korupsi Tahun 2017 s.d. 2018 Menurut Jenisnya

93

15 13

168

17 14

0 20 40 60 80

100 120 140 160 180

Penyuapan Pengadaan Barang/Jasa/Keuangan

Negara

Lainnya

2017

2018

Kerugian Keuangan Negara

Page 67: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

53

4.1.3 Tindak Pidana Perbankan

Data statistik modus tindak pidana perbankan tahun 2016 s.d. 2018 berdasarkan

putusan TPPU yaitu yang paling banyak adalah bank gelap diikuti dengan kredit fiktif,

Pemalsuan pembukuan dokumen bank, pembobolan dana nasabah dan penggelapan dana

nasabah.

Tabel 3.

Modus Tindak Pidana Perbankan Tahun 2016 s.d 2018 berdasarkan Putusan TPPU

Sumber: Kertas Kerja Riset Tipologi TPPU, PPATK 2019

Gambar 10

Grafik Jumlah Modus Tindak Pidana Perbankan Tahun 2016 s.d. 2018 berdasarkan

Putusan Pengadilan

Modus 2016 2017 2018 Total

Bank gelap 1 1 1 3

Kredit fiktif 0 1 1 2

Pemalsuan pembukuan dokumen bank 2 0 0 2

Pembobolan dana nasabah 0 0 1 1

Penggelapan dana nasabah 1 0 0 1

TOTAL 4 2 3 9

1

0

2

0

11 1

0 0 0

1 1

0

1

00

1

1

2

2

3

Bank Gelap Kredit Fiktif PemalsuanPembukuan

Dokumen Bank

PembobolanDana Nasabah

PenggelapanDana Nasabah

2016

2017

2018

Page 68: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

54

4.2 Mitigasi yang dilakukan PPATK

4.2.1 Penilaian Ancaman Regional terhadap Pencucian Uang dan Transnasional yang

Berasal dari Tindak Pidana Korupsi (Indonesia Perspektif)

Sebagai bentuk respon Indonesia terhadap hasil penilaian risiko nasional terhadap

pencucian uang (National Risk Assessment on Money Laundering) tahun 2015 serta hasil

penilaian Foreign Predicate Crime dan Laundering Offshore pada tahun 2017 yang

menunjukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan salah satu jenis tindak pidana asal

yang memiliki ancaman tinggi, baik tingkat domestik dan luar negeri, maka pada tahun

2019 Pemerintah Indonesia melalui kerjasama di tingkat regional bersama seluruh

Lembaga Intelijen Keuangan pada Kawasan Asia Tenggara serta Australia dan New Zealand

akan melakukan penilaian ancaman pencucian uang transnasional hasil tindak pidana

korupsi. Adapun pemetaan ancaman yang akan diidentifikasi terdiri dari profil, kelompok

industri, sektor ekonomi, jenis korupsi, interaksi Negara.

Metodologi yang digunakan dalam proses penilaian ancaman ini menggunakan 2

(dua) pendekatan yaitu diantaranya menggunaan ancaman rill (data statistik) dan self

assessment (data potensial). Hasil dari analisis ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dalam hasil kajian ancaman regional pencucian uang transnasional hasil tindak pidana

korupsi melalui kerjasama regional dalam bentuk Financial Intelligence Consultative Group

(FICG) pada program AML/CFT Working Group.

Kajian penilaian ancaman ini masih dalam proses penyusunan dan direncanakan

selesai pada CTF Summit di Manila, Philipiness November 2019. Posisi Indonesia dalam

kajian tersebut yaitu sebagai lead bersama Malaysia.

4.2.2 Mitigasi yang telah dilakukan PPATK

PPATK bersama stakeholders telah mengeluarkan pedoman bagi pihak pelapor

terkait dengan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

(PMPJ). PMPJ merupakan prinsip yang diterapkan

oleh pihak pelapor untuk mengetahui latar

belakang dan identitas pengguna jasa, verifikasi

informasi pengguna jasa, memantau transaksi, serta

melaporkan transaksi kepada PPATK. Pentingnya

penerapan PMPJ diantara sebagai berikut:

Page 69: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

55

1. Menurunkan Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) mengharuskan semua pihak

pelapor untuk melakukan penilaian risiko TPPU (risk based approach) terhadap entitas dan

pengguna jasanya. Melalui penerapan risk based approach tersebut, setiap entitas pihak

pelapor wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai dalam rangka melakukan

mitigasi risiko TPPU berdasarkan hasil penilaian risiko yang telah dilakukan oleh entitas

yang bersangkutan. Tujuan akhir dari penerapan mitigasi risiko adalah dapat menurunkan

risiko TPPU pada entitas pihak pelapor.

2. Manajemen Risiko

Penerapan PMPJ merupakan bagian penting bagi manajemen risiko yang baik,

terutama risiko reputasi, operasional, hukum dan konsentrasi, yang satu dengan lainnya

saling berhubungan.

3. Pemenuhan Kewajiban Ketentuan Perundang-undangan

Kewajiban penerapan PMPJ dan pelaporan bagi pihak pelapor untuk pemenuhan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang, merupakan landasan hukum yang utama untuk memerangi

kejahatan Pencucian Uang.

4. Sesuai Prinsip Good Corporate Governance (GCG)

Mewujudkan prinsip GCG yakni prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas

(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency),

kewajaran (fairness).

5. Insentif dalam Membina Hubungan dengan Pengguna Jasa atau Nasabah

Dengan mengetahui latar belakang dan identitas serta memantau transaksi yang

dilakukan pengguna jasa, akan memberikan nilai tambah bagi pihak pelapor terutama

dalam membina hubungan baik dengan pengguna jasa yang bermanfaat dari aspek

bisnisnya. Terhadap pengguna jasa yang prospektif, akan senantiasa dijaga dan

ditingkatkan hubungan baiknya.

6. Memudahkan Manajemen Untuk Pengambilan Keputusan

Dalam penerapan PMPJ, ketersediaan data nasabah atau pengguna jasa, rekam jejak

dan berbagai transaksi yang dilakukan, serta administrasi atau penatausahaan dokumen

informasi yang baik, dapat dimanfaatkan untuk melakukan berbagai kajian (riset) termasuk

dalam riset pengembangan usaha industri pihak pelapor. Akurasi data dan metode

Page 70: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

56

pengolahan data yang baik akan menghasilkan bahan penting bagi manajemen dalam

pengambilan keputusan secara akurat dan profesional.

Peraturan Perundang-undangan mengenai kewajiban penerapan Prinsip Mengenali

Pengguna Jasa (PMPJ), yaitu Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), “Pihak pelapor

wajib menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang ditetapkan oleh setiap Lembaga

Pengawas dan Pengatur (LPP)”.

Ketentuan mengenai PMPJ diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Lembaga

Pengawas dan Pengatur (LPP), meliputi:

1. Peraturan Kepala PPATK Nomor 06 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali

Pengguna Jasa bagi Perencana Keuangan.

2. Peraturan Kepala PPATK Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali

Pengguna Jasa bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain.

3. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali

Pengguna Jasa bagi Advokat.

4. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali

Pengguna Jasa bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah.

5. Peraturan Kepala PPATK Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali

Pengguna Jasa bagi Penyelenggara Pos.

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2017 tentang PMPJ bagi Akuntan dan

Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

155/PMK.01/2017.

7. Peraturan Kepala BAPPEBTI Nomor 8 Tahun 2017 tentang Penerapan Program APU

PPT pada Pialang Berjangka.

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.06/2017 tentang PMPJ bagi Balai

Lelang.

9. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan

Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa

Keuangan.

10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian

Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem

Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing

Bukan Bank.

Page 71: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

57

11. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip

Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris.

12. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 06/Per/M.KUKM/V/2017 tentang

Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Koperasi yang Melakukan Kegiatan

Usaha Simpan Pinjam.

Selain itu PPATK juga telah mengeluarkan pedoman dan melakukan sosialisasi,

pelatihan maupun bimbingan teknis kepada pihak pelapor diantaranya:

1. SRA tahun 2017 untuk Perusahaan Properti/Agen Properti dan Pedagang Kendaraan

Bermotor.

2. Sipatuh (Sistem Pengawasan Kepatuhan ) – Risk Ranking Tools.

3. Pedoman Risk Based Supervision: Offsite dan Onsite Supervision.

4. Standar Kebijakan Internal (SOP) Penerapan PMPJ berbasis risiko bagi PBJ.

5. Pedoman Perhitungan Penilaian Risiko APU PPT bagi Perusahaan PBJ.

6. Pedoman Perhitungan Risiko bagi Pengguna Jasa/Nasabah PBJ.

7. Sosialisasi terhadap Pihak Pelapor (termasuk PBJ).

8. Pelatihan terhadap PBJ (Perusahaan Properti/Agen Properti dan Pedagang Kendaraan

Bermotor).

9. Bimbingan teknis kepada kendaraan bermotor, dan perusahaan properti.

4.3 Studi Kasus

Berikut ini merupakan gambaran kasus tindak pidana narkotika, korupsi, perbankan

dan kasus tindak pidana lainnya dan/atau termasuk TPPU yang terjadi selama tahun 2015

s.d. 2018.

1. Tindak Pidana Narkotika

a. Kasus terpidana atas nama CJK

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor

223/Pid.Sus/2018/PN.CLP, dengan terpidana atas nama CJK, Nomor

221/Pid.Sus/2018/PN.CLP dengan terpidana atas nama CC, nomor

224/Pid.Sus/2018/PN.CLP dengan terpidana atas nama S. Ketiganya didakwa atas

perkara Tindak Pidana Pencucian Uang.

Page 72: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

58

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

CJK sejak bulan Juni tahun 2017 s.d. bulan Maret 2018 atau setidak-

tidaknya antara tahun 2017 s.d. tahun 2018 merupakan tahanan atas kasus

narkotika di LAPAS Nusakambangan Kab. Cilacap, CC adalah seorang

pengusaha yang bergerak dalam usaha produksi cuka dan S adalah karyawan

dari perusahaan CC. CJK menghubungi CC melalui kontak BBM menanyakan

kabar lalu CJK mengajak kerja bersama. Kenyataannya kerja sama yang

dimaksud adalah kerja sama jual beli narkotika.

CC diperintah oleh CJK untuk membuka rekening bank sebanyak 4

(empat) rekening menggunakan nama orang yang bisa dipercaya, selanjutnya

CC membuka rekening atas nama S yaitu karyawannya di perusahaan produksi

cuka milik CC dengan rincian:

• Rekening Bank A nomor 06301001129566 a.n S

• Rekening Bank B nomor 0590192221 a.n S

• Rekening Bank C nomor 9000039678793 a.n S

• Rekening Bank D nomor 8275264063 a.n S

Awalnya CC dan S tidak mengetahui bahwa 4 rekening tersebut akan

dijadikan sebagai sarana transaksi jual beli narkotika. Sejak S diperintah oleh

CC untuk membuka rekening, S menganggap tidak wajar karena nominal dari

transaksi dalam jumlah yang besar namun tidak melaporkannya pada aparat.

Setelah 3 bulan kemudian CC pernah menanyakan kepada CJK tentang transfer-

transfer yang nominalnya besar sekali dan dijawab oleh CJK “tidak apa-apa

selama CC tidak memegang barang (narkotika)”, dari situlah sehingga CC

mengetahui bahwa rekening tersebut digunakan untuk transaksi jual beli

narkoba.

Untuk menjalankan bisnis narkotika tersebut CC membantu CJK

mengoperasionalkan rekening milik S dengan cara mentransfer ke sejumlah

rekening atas perintah CJK yang dikirim melalui pesan BBM.

Tindak Pidana Asal

CC diperintah oleh CJK untuk membuka rekening bank sebanyak 4

(empat) rekening menggunakan nama orang yang bisa dipercaya, selanjutnya

CC membuka rekening atas nama S karyawannya di perusahaan produksi cuka.

Page 73: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

59

Oktober 2017 CJK berkomunikasi dengan DKS agar bisa membantu untuk

menerima dan menyerahkan atau meletakan shabu di suatu tempat sewaktu

ada kiriman. CJK yang merupakan tahanan atas kasus narkotika di LAPAS

Nusakambangan Kab. Cilacap, memperoleh narkotika jenis shabu dari FP (DPO)

sejak awal tahun 2014, CJK diberi tugas untuk memasarkan narkotika jenis

sabu, adapun pembayarannya dengan cara:

• Pembeli membayar ke CJK dengan cara transfer ke rekening BCA atas nama

S.

• CJK membayar ke bos bernama Miming dengan cara transfer ke nomor

rekening BCA atas nama Muhammad Hidayatullah.

Ketika ada pesanan CJK berkomunikasi dengan FP untuk membeli

narkotika dan menyuruh CC untuk melakukan transaksi pembayaran kepada

FP melalui rekening a.n S. Kemudian CJK menghubungi DKS untuk menerima

dan menyerahkan atau meletakan shabu di suatu tempat, honor untuk DKS juga

dikirimkan oleh CC melalui rekening a.n S. Uang hasil penjualan narkotika yang

masuk ke rekening S hasil dari transaksi narkotika di bank BRI sebesar Rp4,82

Miliar, di bank Mandiri sebesar Rp4,53 Miliar, di bank BNI Rp559 juta, di bank

BCA sebesar Rp18,07 Miliar.

Tindak Pidana Pencucian Uang

• CJK memerintahkan CC untuk membuka 4 buah rekening atas nama S dan

menyuruh CC untuk menguasai ke-4 rekening tersebut.

• S diberi upah Rp100.000,00 setiap melakukan pembukaan rekening.

Semenjak melakukan pembukaan rekening gaji S yang semula

Rp1.000.000,00 menjadi Rp2.000.000,00. sehingga total uang yang

diterima S yaitu Rp10.400.000,00.

• CJK bersama-sama dengan CC dan S menggunakan keempat rekening

tersebut dengan maksud untuk digunakan sebagai operasional dan

digunakan dalam menempatkan, mentransfer, mengalihkan,

membelanjakan, membayarkan hasil jual beli narkotika bertujuan

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

• Total aliran dana masuk yang berasal dari transaksi jual beli narkotika

Rp28.017.673.739,00.

Page 74: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

60

• Mutasi rekening Bank A nomor 06301001129566 a.n S total aliran dana

masuk Rp828.332.961,00 dan total aliran dana keluar Rp828.332.961,00.

• Mutasi rekening Bank B nomor 0590192221 a.n S total aliran dana masuk

Rp559.957.865,00 dan total aliran dana keluar Rp559.945.935,00.

• Mutasi rekening Bank C nomor 9000039678793 a.n S total aliran dana

masuk Rp4.532.971.106,16 dan total aliran dana keluar

Rp4.532.967.919,24

• Mutasi rekening Bank D nomor 8275264063 a.n S dengan rincian:

➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 0111320429 a.n FIK

Rp689.700.000,00 untuk pembayaran uang pembelian narkotika

kepada FP

➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 8275273780 a.n MH

Rp756.000.000,00 untuk pembayaran uang bisnis narkotika kepada

FP

➢ Transfer ke rekening Bank D a.n FW Rp25.000.000,00 untuk

pembayaran uang bisnis narkotika kepada FP

➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 8275265965 a.n YA

Rp2.684.750.000,00 untuk pembayaran uang bisnis narkotika kepada

FP

➢ Transfer uang keluar pembelian via IB keseluruhan sebesar

3.769.500,00 untuk pulsa CJK

➢ Transfer ke rekening Bank D nomer 0960348478 a.n SS yang dikuasai

oleh OBG sebanyak 3 kali dengan total Rp95.000.000,00. Selanjutnya

CJK meminta FP untuk mengirimkan uang ke rekening Bank D nomer

0960348478 a.n SS yang dikuasai oleh OBG sebesar Rp25.000.000,00

dimana sejumlah Rp5.000.000,00 CJK perintahkan untuk diberikan

kepada CAS.

➢ Pemberian uang ke CAS (Kepala Keamanan Lapas) sebesar

Rp31.000.000,00 dimana Rp16.000.000,00 diberikan melalui

perantara OBG dan Rp15.000.000,00 diterima dari Rekening Bank D

8275264063 a.n S yang dikuasai oleh CC

➢ Transfer ke rekening a.n NH sebagai honor untuk DKS

Rp28.500.000,00.

Page 75: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

61

➢ Tarik Tunai Rp1.128.600.000,00 kemudian uang tersebut dibelikan

emas 500,06 gram Rp275.533.060,00 emas seberat 850,21 gram

Rp242.190.395,00 disimpan Rp400.000.000,00 oleh CC,

Rp40.000.000,00 upah untuk CC atas bantuan mengoperasionalkan ke

empat rekening atas nama S, Rp170.876.000,00 disetorkan untuk

membeli narkotika kepada FP.

• CJK menyuruh CC untuk melakukan pembelian sejumlah asset berharga

berupa emas seberat 500.06 gram, emas seberat 850.210 gram.

ii. Putusan/Vonis Pidana

No Putusan

Pengadilan

Tindak

Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

Terpidana CJK

1

Pengadilan

Negeri Cilacap

Nomor

223/Pid.Sus/20

18/PN.CLP

Narkotika

dan

Pencucian

Uang

Pasal 3 Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8 Tahun

2010

5 tahun

6 bulan

Rp25.000.000,00

(dua puluh lima

juta rupiah)

subsidair 6 bulan

Terpidana CC

2 Pengadilan

Negeri Cilacap

Nomor

221/Pid.Sus/20

18/PN.CLP

Narkotika

dan

Pencucian

Uang

Pasal 3 Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8 Tahun

2010

2 tahun Rp10.000.000,00

(sepuluh juta

rupiah) subsidair

3 bulan

Terpidana S

3 Pengadilan

Negeri Cilacap

Nomor

224/Pid.Sus/20

18/PN Clp

Narkotika

dan

Pencucian

Uang

Pasal 5 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8 Tahun

2010

1 tahun Rp5.000.000,00

(lima juta rupiah)

subsidair 2 bulan

Page 76: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

62

iii. Skema Pencucian Uang

Alur barang

FPBandarV.8.5

Pembeli

DKSKurirV.8.8

Alur komunikasi

Rekening Bank B0590192221

a.n S

Rekening Bank C9000039678793

a.n S

Rekening Bank D8275264063

a.n S

Alur Komunikasi

Alur komunikasi

CCV.2.2

RekeningDikuasai

CC

Pembelian NarkotikaRp. 4,32 M

V.3.23

Uang Pembelian NarkotikaRp.28 MV.3.23V.7.2

SV.2.5

CASKepala

Keamanan Lapas

OBGV.8.8

Rekening Bank A06301001129566

a.n S

Rp. 28,5 jtV.3.23

Rp. 25 jtV.3.23

Rp. 16 jtV.4.1

Rp. 15jt

Alur Komunikasi

Alur Barang

CJKV.2.2

Pembelian Pulsa CJK

Rp. 95jtV.3.23

Rp. 3,77 jtV.3.8

V.5.1

Rp. 1,128 MV.3.4

Emas seberat 1,35 kgV.9.9

Rp. 400 jt Rp. 517,7 jt

Rp.10,4 jt

Rp. 40 jt

Sebagian digunakan untuk menutupi kerugian jual beli

narkotikaV.5.1V.9.1

Page 77: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

63

iv. Tipologi Pencucian Uang

v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan

Page 78: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

64

b. Kasus terpidana atas nama PSS

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta

57/Pid.Sus/2019/PT.DKI, dengan terpidana atas nama DY, Nomor

56/Pid.Sus/2019/PT.DKI dengan terpidana atas nama HR, nomor

55/Pid.Sus/2019/PT.DKI dengan terpidana atas nama FHP. Ketiganya didakwa atas

perkara Tindak Pidana Pencucian Uang.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2017 bertempat di PT. UJS dan

PT. PSS DY telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri mengubah

bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan

lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan

hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal

usul harta kekayaan. DY memiliki perusahaan bernama PT. PSS dan PT. UJS

yang bergerak di dalam bidang trading dimana DY selaku komisaris di dalam

PT tersebut, DY juga memiliki beberapa perusahaan lain yaitu:

1. PT. HC

2. PT. GU

3. PT. DUV

4. PT. DRS

Perusahaan-perusahan yang DY miliki bergerak di bidang supplier,

trading dan investasi akan tetapi kegiatan yang dilakukan oleh semua

perusahaan yang DY miliki hanya tukar valas seperti halnya money changer.

Awal tahun 2015 HR mulai bekerja pada DY. Kemudian HR diangkat menjadi

Direktur Utama PT UJS milik DY dan kemudian HR mengganti speciment tanda

tangan di Bank yang terkait dengan Rekening-rekening atas nama PT UJS.

FHP selaku direktur PT. PSS dan HR sebagai direktur PT. UJS tidak

menjalankan fungsi sebagai direktur. Selama HR bekerja pada DY, HR tidak

bekerja selayaknya direktur PT. UJS, HR hanya dipekerjakan untuk merenovasi

rumah milik DY dengan Gaji Rp10.000.000,00 setiap bulannya karena memang

PT. UJS tersebut tidak ada melaksanakan operasional perusahaan.

Page 79: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

65

Dalam melakukan transaksi keuangan DY menggunakan dan menguasai

banyak rekening baik atas nama DY maupun atas nama beberapa karyawannya

sebagai berikut:

• Bank BCA 13 Rekening Perusahaan dan 176 Rekening Pribadi

• Bank Mandiri 16 Rekening Pribadi

• Bank CIMB Niaga 23 Rekening Perusahaan

• Bank Mega 7 Rekening Perusahaan dan 2 Rekening Pribadi

• Bank Panin 7 Rekening Perusahaan dan 5 rekening Pribadi

• Bank Maybank 6 Rekening Perusahaan

• Bank Permata 1 Rekening Pribadi

• Bank BRI 1 Rekening Pribadi

• Bank OCBC NISP 4 Rekening Pribadi

• Bank Capital Indonesia 1 Rekening Pribadi

• Bank OCBC NISP di Singapura 1 Rekening Pribadi

• Bank ICBC di China 2 Rekening Pribadi

• Kasikoran Bank di Thailand 1 Rekening Pribadi

Rekening-rekening tersebut dipergunakan oleh DY untuk menerima

pentransferan dan melakukan pentransferan uang dari/ke Rekening orang-

orang yang masuk dalam sindikat peredaran gelap narkotika baik pelaku

langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku bisnis narkotika. Setelah

menerima pentransferan uang transaksi peredaran gelap narkotika, kemudian

uang-uang tersebut dipindah-pindahkan dari satu rekening ke rekening lainnya

yang dikuasainya.

Tindak Pidana Asal

TGM serta HYT yang saat ini sedang menjalani hukuman di dalam lapas

terkait kasus peredaran gelap narkotika dan pencucian uang dimana yang

bersangkutan dalam menjalankan bisnis tersebut banyak melakukan transaksi

keuangan dengan menggunakan beberapa rekening untuk mentransfer uang ke

rekening atas nama HR maupun DY dan penstranferan tersebut dalam rangka

pembayaran narkotika jenis shabu.

Page 80: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

66

Tindak Pidana Pencucian Uang

• Setiap kali pengiriman uang ke luar negeri melalui bank selalu

melampirkan invoice fiktif yag seolah-olah pengiriman uang tersebut

dalam rangka pembayaran barang-barang yang telah diimpor ke Indoesia,

namun dalam pembuatan invoice fiktif tersebut HR hanya menandatangani

saja pada blanko kosong sementara terhadap perincian barang-barang

yang diimpor hanya dikarang-karang oleh DY sesuai dengan jumlah uang

yang dikirim ke luar negeri.

• Dalam melakukan pengiriman uang ke luar negeri melalui: Bank Panin,

Bank Mega, bank BCA, bank CIMB Niaga, bank Mandiri, Bank Maybank

dengan cara:

➢ DY menghubungi pihak bank dan melakukan kesepakatan harga

➢ DY menugaskan karyawannya membawa formulir pengiriman uang

keluar negeri yang sudah ditandatangani dan invoice.

➢ DY menerima pentransferan uang ke rekening a.n DY maupun dari

rekening a.n Karyawannya dari TGM, HYT, TH dan A yang merupakan

pelaku jaringan narkoba.

➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 5880250371 a.n FHP

✓ Transfer ke FRK Rp50.000.000,00 (transaksi terkait narkotika)

✓ Transfer ke MRS Rp750.000.000,00

✓ Transfer ke TW Rp514.700.000,00

✓ menerima/transfer dari/ke CD (anak FHP) Rp750.161.681,00

✓ menerima/transfer dari/ke CE (anak FHP) Rp376.280.172,00

✓ menerima/transfer dari/ke DSK Rp1.380.489.227,00 (kakak

kandung FHP)

✓ menerima/transfer dari/ke JKL Rp83.750.000,00

✓ menerima/transfer dari/ke LT (istri FHP) Rp1.845.920.319,00

✓ menerima/transfer dari/ke REH Rp269.907.938,00 (rekening

dikuasai FHP)

✓ menerima/transfer dari/ke SWS Rp527.210.000,00

✓ menerima/transfer dari/ke SS Rp1.035.550.000,00

✓ menerima/transfer dari/ke rekening nomor 4583671792 a.n

FHP Rp2.123.815.118,00

Page 81: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

67

➢ Adanya mutasi rekening Bank BCA nomor 5880628889 a.n FHP

(dikuasai DY)

✓ Menerima transfer via IB dan tahapan Rp401.000.000,00 dari DY

✓ Menerima transfer via IB dari LT Rp50.000.000,00

✓ Transfer via IB ke rekening BCA nomor 4279028888 a.n HR

Rp210.000.000,00

✓ Transfer ke Rekening LD via IB, pemindahbukuan, dan transfer

via ATM Rp425.000.000,00 (rekening dikuasai DY)

✓ Transfer ke PT. PSS Rp2.102.000.000,00

✓ Menerima/transfer dari/ke rekening nomor 6970121712 a.n

FHP Rp836.663.650,00

✓ Menerima/transfer dari/ke rekening PT. UJS Rp1.379.000.000,00

➢ Mutasi rekening BCA nomor 0845171438 a.n FHP (dikuasai DY):

✓ Menerima dari AY Rp2.502.160.576,00 (rekening terkait sindikat

narkotika)

✓ Menerima dari AML via IB Rp434.016.423,00

✓ Menerima dari AND via IB Rp350.000.000,00

✓ Menerima dari BOS via IB Rp1.500.000.000,00

✓ Menerima dari DY Rp110.804.301.000,00

✓ Menerima dari SYT Rp6.501.000.000,00 (rekening dikuasai DY)

✓ Menerima dari EVNG Rp4.501.054.495,00

✓ Menerima dari TK (mantan napi TPPU Narkotika)

Rp4.425.564.977,00

✓ Menerima dari RW via IB Rp1.028.313.697,00

✓ Menerima dari TNJ Rp8.793.685.645,00

✓ Menerima dari SUL Rp6.047.900.000,00 (rekening dikuasai DY)

✓ Transfer ke CH Rp45.646.260.000,00

✓ Menerima/transfer dari/ke DY Rp735.597.296.000,00

✓ Transfer via IB ke PT. HE Rp3.212.000.000,00

✓ Transfer ke TH (mantan napi TPPU narkotika)

Rp3.795.000.000,00

✓ Transfer ke ANS (mantan napi TPPU narkotika)

Rp1.350.000.000,00

✓ Transfer ke RSL (mantan napi TPPU narkotika)

Rp1.627.890.842,00

Page 82: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

68

✓ Transfer ke HRK Rp18.651.000.000,00 (rekening dikuasai DY)

✓ Menerima/transfer dari/ke ELY Rp72.198.913.622,00

✓ Menerima/transfer dari/ke ACH Rp4.634.593.316,00

✓ Menerima/transfer dari/ke AMN Rp9.806.050.000,00 (rekening

dikuasai DY)

✓ Menerima/transfer dari/ke AA Rp25.865.534.683,00 (rekening

terkait sindikat narkotika)

✓ Menerima/transfer dari/ke ANT Rp13.137.083.912,00

✓ Menerima/transfer dari/ke ARV Rp3.096.968.475,00

✓ Menerima/transfer dari/ke CRD Rp57.812.406.791,00

✓ Menerima/transfer dari/ke DHM Rp6.645.000.000,00

✓ Menerima/transfer dari/ke SMG Rp2.943.245.457,00

✓ Menerima/transfer dari/ke MTH Rp1.667.140.872,00

✓ Menerima/transfer dari/ke NRM Rp2.537.981.244,00

✓ Menerima/transfer dari/ke HNT Rp42.541.852.643,00

➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 6970119611 a.n FHP

✓ Menerima dari DY Rp18.968.033.375,00

➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 0845107411 a.n FHP

✓ Menerima dari DY Rp6.015.905.000,00

✓ Transaksi Tarik tunai dengan buku melalu surat kuasa dimana

FHP hanya menandatangani slip kosong Rp6.326.798.180,00

dalam rangka memindahkan ke rekening milik DY

➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 3701139508 a.n FHP

✓ Menerima dari DY via IB Rp1.900.000.000,00

✓ Penarikan dengan buku melalu surat kuasa dimana FHP hanya

menandatangani slip kosong Rp1.890.500.000,00 dalam rangka

memindahkan ke rekening milik DY

➢ Adanya mutasi rekening BCA nomor 5870130777 dan 245006789 An.

PT PSS

Menerima dari SYN (rekening dikuasai DY) Rp1.037.492.100.000,00

✓ Menerima transfer dari HRK Rp150.000.000,00

✓ Transfer ke HRK Rp900.000.000,00 (Rekening dikuasai DY)

✓ Transfer ke SYN Rp5.051.000.000,00 (rekening dikuasai DY)

✓ Transfer ke DY Rp13.643.400.000,00

Page 83: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

69

➢ Adanya mutasi rekening Bank BCA a.n HR terdapat:

✓ Uang masuk dari DY Rp80.000.000,00 dalam rangka gaji bulanan

dari DY

✓ Uang masuk dari PT. UJS Rp592.000.000,00 dalam rangka gaji

bulanan dan biaya membeli bahan bangunan renovasi rumah DY

➢ Adanya mutasi rekening BCA a.n HR dengan nomor rekening

4279028888 yang diserahkan penguasaannya kepada DY:

✓ Menerima transfer dari rekening a.n HSN (rekening yang

digunakan oleh HYT/Napi kasus Narkotika) Rp3.275.000.000,00

✓ Menerima transfer dari rekening a.n JNT (Rekening yang dikuasai

oleh TGM/Napi kasus Narkotika) Rp3.854.000.000,00

✓ Menerima pentransferan dari EA untuk pembayaran narkotika

Rp92.000.000,00

✓ Menerima pentransferan uang untuk pembayaran narkotika

dengan total Rp1.710.000.000,00

✓ Menerima pentransferan dari SA untuk pembayaran narkotika

Rp2.170.000.000,00

✓ Menerima pentransferan dari FRK untuk pembayaran narkotika

Rp5.951.040.000,00

✓ Menerima transfer dari rekening a.n LN (rekening yang dikuasai

sindikat narkotika) Rp2.360.000.000,00

✓ Menerima dari rekening a.n WJY Rp1.100.000.000,00

✓ Menerima dari rekening a.n RNL Rp229.900.000,00

✓ Transfer ke SUL (anak buah DY) untuk memindahkan uang ke

rekening yang dikuasai DY Rp2.730.000.000,00

✓ Transfer ke PT. UJS Rp177.839.2261.461,00

✓ Transfer ke WI (anak buah DY) untuk memindahkan uang ke

rekening yang dikuasai DY Rp750.000.000,00

✓ Transfer ke HRK (anak buah DY) untuk memindahkan uang ke

rekening yang dikuasai DY Rp1.020.000.000,00

✓ Transfer ke PT. DUV Rp150.000.000,00

✓ Transfer ke rekening a.n LKT Rp8.001.600.000,00

✓ Transfer ke rekening a.n DY Rp100.000.000,00

Page 84: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

70

➢ Adanya mutasi rekening BCA 5880216688 a.n DY

✓ Menerima transfer dari AY Rp1.306.527.196,00 (rekening terkait

sindikat peredaran gelap narkotika)

✓ Menerima transfer dari AA Rp10.679.016.216,00 (rekening

terkait sindikat peredaran gelap narkotika)

✓ Menerima transfer dari ANS (mantan napi TPPU narkotika)

Rp1.250.000.000,00

✓ Transfer ke rekening a.n SUD (rekening yang dikuasai oleh MDY

pelaku Narkotika) Rp656.730.000,00

✓ Menerima transfer dari LB Rp526.487.350,00

✓ Menerima transfer dari PT. PSS Rp13.643.400.000,00

✓ Menerima transfer dari HPK Rp42.034.112.791,00

✓ Menerima transfer dari WL Rp366.401.383.613,00 dan uangnya

dikirim ke luar negeri melalui bank

✓ Menerima dari AM (money changer Illegal) Rp1.546.462.000,00

kemudian uang tersebut DY kirim ke China

✓ Menerima dari LKT Rp8.520.055.000,00 dalam rangka tukar

valas dan DY kirim keluar negeri dengan melampirkan invoice

fiktif.

✓ Menerima transfer dari KSN Rp38.934.076.233,00

✓ Menerima transfer dari AMN (rekening dikuasai DY)

Rp2.864.580.000,00

✓ Transfer ke HRK (anak buah DY) Rp11.808.809.000,00

✓ Transfer ke FHP (anak buah DY) Rp223.193.118.460,00

✓ Transfer ke HR (anak buah DY) Rp2.270.000.000,00

✓ Transfer ke PT. UJS Rp303.001.474.891,00

✓ Transfer ke TLT (rekening dikuasai DY) Rp116.324.100,00

✓ Transfer ke rekening a.n SYN (rekening dikuasai DY)

Rp197.947.394.093,00

✓ Transfer ke rekening a.n SUL (rekening dikuasai DY)

Rp8.747.020.000,00

➢ Melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan rekening BCA

Nomor 5880168888 a.n DY:

✓ Transfer ke ANS (mantan napi TPPU narkotika)

Rp3.503.804.887,00

Page 85: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

71

✓ Transfer ke AY (rekening terkait sindikat perederan gelap

narkotika) Rp243.656.361,00

✓ Transfer ke KUL Rp5.879.775.918,00 (dikuasai EY/mantan napi

kasus TPPU narkotika) dan uang tersebut dikirim ke Singapura

✓ Menerima transfer dari MH (rekening dikuasai oleh

Midy/mantan napi TPPU narkotika) Rp85.141.848,00

✓ Transfer ke FHP Rp110.804.301.000,00 dalam rangka terdakwa

memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai

✓ Transfer ke HR Rp2.028.000.000,00 dalam rangka terdakwa

memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai

✓ Transfer ke SYN Rp1.892.000.000,00 dalam rangka terdakwa

memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai

✓ Transfer ke SWR Rp875.000.000,00 dalam rangka terdakwa

memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai

✓ Transfer ke SUL Rp2.564.500.000,00 dalam rangka terdakwa

memindahkan uang terdakwa ke rekening yang dikuasai

✓ Transfer ke rekening TLT (mantan direktur PT. DUV)

Rp267.531.368.888,00 dalam rangka terdakwa memindahkan

uang terdakwa ke rekening yang dikuasai

✓ Transfer ke HND Rp2.757.000.000,00

✓ Transfer ke CH

✓ Transfer ke HB Rp31.720.000.000,00

✓ Menerima transfer dari PT. DUV Rp15.000.000,00

✓ Menerima transfer dari FHP Rp1.475.000.000,00

✓ Menerima transfer dari AGM Rp2.610.000.000,00 dan uang

tersebut dikirim ke luar negeri

✓ Menerima transfer dari AA Rp18.040.305.353,00 dan uang

tersebut dikirim ke luar negeri

✓ Menerima transfer dari BJM Rp2.160.400.000,00 dan uang

tersebut dikirim keluar negeri

✓ Menerima transfer dari BTM Rp1.340.565.000,00 dan uang

tersebut dikirim keluar negeri

Page 86: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

72

➢ Melakukan transaksi keuangan melalui rekening BCA 6320300698 a.n

Tintin Prasetio (rekening dikuasai DY)

✓ Adanya transaksi keuangan dengan AY sebesar

Rp2.025.021.196,00 dan uangnya dikirim keluar negeri

✓ Menerima transfer dari GLB Rp3.551.594.841,00 dan uangnya

dikirim ke luar negeri

✓ Adanya transaksi keuangan dengan KSN Rp7.635.504.766,00 dan

uangnya dikirim keluar negeri

✓ Adanya transaksi keuangan ke YG Rp5.320.250,00 dan uangnya

dikirim keluar negeri

➢ Keuntungan yang DY, FHP dan HR dapatkan dari bisnis money changer

ilegal dimana terdakwa menerima dan melakukan pentransferan uang

kemudian uang tersebut dikirim ke luar negeri dari para pelaku

narkotika yaitu:

✓ Beberapa polis asuransi atas tanggungan HR

✓ 1 unit mobil Mazda a.n istri HR yaitu RY Rp340.000.000,00

✓ Sebidang tanah di Kel. Jombang Wetan, Kec. Jombang, Kota

Cilegon Banten seluas 12.953 m2 berdasarkan sertifikat Hak

Milik Nomor 3350 atas nama DY, dengan harga sekitar Rp3,00

Miliar, dibayarkan cash, dengan cara transfer rekening bank.

✓ Sebidang tanah dan bangunan atas nama DY, dengan harga

sekitar Rp1,80 Miliar

✓ Sebidang tanah pekarangan di atasnya terdapat 2 (dua) buah

bangunan permanen berlantai 2 atas nama DY, dengan harga

Rp1.600.000.000,00

✓ 1 (satu) unit Apartemen Taman Anggrek a.n DY seharga

Rp750.000.000,00

✓ Sebidang tanah atas atas nama SUL

✓ Sebidang tanah atas nama SUL dengan harga sekitar Rp1,50

Miliar.

✓ 1 (satu) unit Rusun Hunian Taman Kemayoran Condominium

atas nama DY dengan harga 750.000.000,00

✓ Sebidang tanah dan bangunan atas nama DY harga sekitar

Rp2.500.000.000,00

Page 87: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

73

✓ 4 (empat) unit kios di Blok M Square dengan harga sekitar

Rp1.433.051.392,00

✓ 1 unit mobil Toyota Inova No. Pol. B 1188 DL

✓ 1 unit mobil Honda CRV No. Pol. B 1870 BJK

• Dalam melakukan bisnis money changer DY tidak mempunya izin dan

menggunakan beberapa rekening atas nama orang lain yaitu karyawannya

yang selanjutnya digunakan untuk menerima pentransferan uang dari

pelaku pelaku jaringan narkotika agar tidak dapat diketahui oleh aparat

penegak hukum, dengan tujuan agar transaksi yang dilakukan tidak

terlihat asal usulnya dari hasil tindak pidana dalam kurun waktu antara

tahun 2010 s.d. 2017.

ii. Putusan/Vonis Pidana

No Putusan

Pengadilan

Tindak

Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

Terpidana DY

1

Pengadilan

Tinggi Jakarta

57/Pid.Sus/2

019/PT.DKI

Narkotika

dan

Pencucian

Uang

Pasal 3 Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8 Tahun

2010

17

tahun

Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah)

subsidair 3 bulan

Terpidana HR

2 Pengadilan

Tinggi Jakarta

56/Pid.Sus/2

019/PT.DKI

Narkotika

dan

Pencucian

Uang

Pasal 3 Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8 Tahun

2010

8 tahun Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah)

subsidair 6 bulan

Page 88: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

74

Terpidana FHP

3 Pengadilan

Tinggi Jakarta

55/Pid.Sus/2

019/PT.DKI

Narkotika

dan

Pencucian

Uang

Pasal 3 Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8 Tahun

2010

5 tahun Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah)

subsidair 3 bulan

iii. Skema Pencucian Uang

HRV.2.5

FHPV.2.5

PT. UJS

PT. PSS

HRK, HND, CH, HBV.8.5

Keluar Negeri Rp. 37,7 MChina Rp. 1,5 M

Singapura Rp. 5,9 M

1 unit mobil a.n RY (istri HR)

Rp. 340 jtV.9.2

Beberapa polis asuransi

atas tanggungan

HRV.9.22

6 bidang tanah dan 4 bangunan

Rp. 4 MV.9.4

V.9.12

2 unit apartemen Rp. 1,5 M

V.9.7

4 unit kios Blok M Square

Rp. 1,43 MV.9.5

2 unit mobilV.9.2

Rekening terkait Sindikat Narkotika

Rekening dikuasai DY

Keluarga FHP

Rp. 4,35 MV.3.23

Pihak Lain yang

dikenal FHP

Rp. 2,91 MV.3.23

Rekening a.n FHP

Rp. 2,12 MV.3.23

Rp. 50jtV.3.23

DYV.2.2

Rek a.n HR

Rek a.n FHP

Rp. 138 MV.3.

V.3.23

Pihak lainV.7.2V.8.8

Rp. 16,65 MV.3.8

V.3.23

Rp. 210jtV.3.8

Rp. 41,44 MV.3.3 , V.3.8 ,V.3.13 ,V.3.23

Rp. 39,56 MV.3.23

Rp. 1,38 MV.3.23

Rp. 2,1 MV.3.23

Rp. 76,02 MV.3.23

Rp. 735,6 MV.3.23

Rp. 8,21 MV.3.13

ELYRp. 72,2 MV.3.23

CRD

Rp. 57,8 MV.3.23

PT HE

Rp. 3,2 MV.3.8

Rp. 484,73 MV.3.23

Rp. 13,64 MV.3.23

Rp. 643,6 MV.3.23

Rp. 303 MV.3.23

Rp. 8,5 MV.3.23

PT. DUV Rp. 15 jtV.3.23

Rp. 1,06 TV.3.23

Rp. 5,9 MV.3.23

Rp. 13,6 MV.3.23

Rp. 592 jtV.3.23

Rp. 80jtV.3.23

RNLWJYFRK

SAEA

Transaksi Terkait NarkotikaV.7.2

Rp. 9,54 MV.3.23

Rp. 150 jtV.3.23

Rp. 177,8 MV.3.23

Rp. 4,5 MV.3.23

Rp. 8 MV.3.23

Rp. 11,2 M

Rp.15,26 MV.3.23

Rp. 10,2 MV.3.23

Page 89: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

75

iv. Tipologi Pencucian Uang

• Penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung,

mentransfer, mengalihkan dan melakukan transaksi hasil tindak pidana.

• Transaksi pass by yakni sejumlah dana yang masuk langsung ditransfer

atau ditarik tunai.

• Menggabungkan uang hasil tindak pidana dengan hasil usaha yang sah

(mingling).

• Dana hasil tindak pidana ditransfer ke beberapa rekening pihak lain dan

rekan kerja (structuring)

• Pembelian aset dan barang-barang mewah berupa mobil, tanah, bangunan,

atau properti dengan menggunakan nama sendiri.

v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan

• Transaksi dengan sindikat peredaran gelap narkotika

c. Kasus terpidana atas nama AY

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya

2650/Pid.Sus/2018/PN.SBY atas nama AY yang didakwa atas perkara pencucian

uang dengan tindak pidana asal narkotika.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

Kasus bermula ketika JI membeli narkoba jenis sabu sebanyak 8.3 kg

dari Mr.B yang merupakan anak buah dari dari WSP yang dikirim oleh WSP dari

Malaysia. Transaksi jual beli narkoba ini terjadi pada tahun 2013 hingga tahun

2017 di Surabaya. Dalam bertransaksi narkoba, WSP dan JI bersama-sama

menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menghindari kecurigaan.

Transaksi narkoba ini melibatkan rekening beberapa pihak yang salah satunya

paling berperan yaitu LB dan menggunakan beberapa rekening perusahaan

sebagai tempat penyimpanan uang hasil kejahatan yang mana perusahaan

tersebut dikuasai oleh LB. Selanjutnya LB mentransfer uang hasil kejahatan

kepada N, TNJ, PT GMC, dan AY (terdakwa). Selanjutnya AY mentransfer

kembali uang yang diterima ke beberapa rekening pribadi miliknya yang mana

seolah-olah yang AY transfer tersebut merupakan uang dari para TKI di Taiwan

yang dikirimkan menggunakan jasa transfer adik kandung AY yaitu MWY yang

berada di Taiwan untuk dikirimkan kepada keluarga TKI di Indonesia seolah-

Page 90: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

76

olah sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan AY yaitu PT. Dana Makmur

Saudara. Sebagian uang hasil kejahatan digunakan untuk membeli beberapa

aset yakni mobil, motor, perhiasan, handphone, dan tanah dan bangunan.

AY dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Surabaya berdasarkan

pasal 3 UU 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang dengan hukuman penjara 7 tahun dan denda

Rp1.000.000.000,00.

Tindak Pidana Asal

JI membeli narkoba jenis sabu sebanyak 8,3 kg dari Mr. B yang

merupakan anak buah WSP dengan membayar uang muka atas transaksi ini

sebesar Rp500.000.000,00 melalui rekening atas nama M dan diterima oleh Mr.

B melalui rekening atas nama DS. Aktivitas jual beli narkoba ini dilakukan oleh

JI terhadap Mr. B dengan mentransfer uang ke DS, ABS, MU, dan RN.

Rekening RN dipakai oleh AR alias Bobi untuk melakukan transfer uang

hasil transaksi narkotika jenis sabu ke WSP melalui rekening PT. PCM, PT.PBT,

dan ke rekening SE yang ternyata merupakan rekening palsu yang dikelola oleh

AAS. Hasil transfer dana pada rekening SE kemudian ditransfer ke PT. PCM, PT.

GSA, dan PT. PBT.

PT. GSA merupakan perusahaan yang bergerak di bidang trading export

import hasil tambang. PT. PCM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

import logam mulia. PT.PE merupakan perusahaan money changer. Ketiga

perusahaan ini dijalankan oleh LB.

Dari hasil transfer dana ke rekening PT. PCM, PT. GSA, dan PT. PE

ditransfer oleh LB ke rekening pribadinya lalu dari rekening pribadi ditransfer

ke rekening N yang merupakan Dirut PT. GMC, ke TNJ yang merupakan

Komisaris PT. GMC, ke rekening PT. GMC, dan ke rekening terdakwa AY

berdasarkan perintah WSP dengan dalih keterangan uang penjualan mata uang

Taiwan. Berikut catatan transaksi hasil transaksi narkotika oleh AY:

1. Melakukan transfer dari rekening AAA ke rekening MMMi atas nama

terdakwa AY sebesar Rp30.609.393.020,00

2. Melakukan transfer dari rekening AAA ke rekening BBB atas nama

terdakwa AY sebesar Rp60.658.410.200,00

3. Melakukan transfer dari rekening AAA ke rekening CCC atas nama

terdakwa AY sebesar Rp436.151.954.872,00

Page 91: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

77

4. Menerima transfer dana dari N ke rekening AAA atas nama AY sebesar

Rp25.264.900.000,00 pada tahun 2015 s.d. 2016

5. Menerima transfer dana dari N ke rekening AAA atas nama AY sebesar

Rp16.440.400.000,00 pada tahun 2017

6. Menerima transfer dana dari PT.GGG oleh N sebesar Rp22.768.264.000,00

pada tahun 2016s.d. 2017

7. Menerima transfer dana dari PT GGG oleh N sebesar Rp4.884.272.009,00

pada tahun 2017

8. Menerima transfer dana dari TNJ ke rekening AAA sebesar

Rp33.485.500.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017

9. Menerima transfer dana dari TNJ ke rekening AAA sebesar

Rp853.500.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017

10. Menerima transfer dana dari TNJ ke rekening AAA sebesar

Rp19.525.812.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017

11. Menerima transfer dana dari OJT (istri TNJ) ke rekening AAA sebesar

Rp1.215.500.000,00 pada tahun 2017

12. Menerima transfer dana dari LB ke rekening AAA sebesar

Rp49.288.287.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017

13. Menerima transfer dana dari LB ke rekening AAA sebesar

Rp18.114.200.000,00 pada tahun 2016 s.d. 2017

14. Menerima transfer dana dari LB ke rekening AAA sebesar

Rp23.504.699.538,00 tahun 2016 s.d. 2017

Tindak Pidana Pencucian Uang

1. Untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul uang yang berasal

(dari) tindak pidana Narkotika yang dilakukan oleh para pelaku jaringan

narkotika, maka AY mentransfer uang yang masuk ke rekening BCA milik

AY ke dalam rekening-rekening lainnya, diantaranya rekening Bank

Mandiri, BNI, dan BRI atas nama AY seolah-olah uang yang ditransfer

tersebut merupakan uang dari para TKI di Taiwan yang dikirimkan dengan

menggunakan jasa transfer adik kandung AY, yaitu MWY yang berada di

Taiwan untuk dikirimkan kepada keluarga TKI di Indonesia seolah-olah

sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan PT. Dana Makmur Saudara

perusahaan milik AY.

Page 92: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

78

2. Dalam kegiatan menerima penempatan uang yang berasal dari tindak

pidana narkotika dan/atau tindak pidana prekursor narkotika

mendapatkan keuntungan berupa uang yang sebagian ditempatkan ke

dalam rekening-rekening miliknya dan sebagian di investasikan dalam

bentuk barang bergerak dan barang tidak bergerak diantaranya yaitu:

✓ 1 unit mobil Fortuner warna hitam

✓ 1 unit sepeda motor Kawasaki Ninja

✓ 1 unit sepeda motor Kawasaki

✓ 1 unit motor Honda 250 cc

✓ 1unit sepeda motor Yamaha 155 cc

✓ 1 unit sepeda motor Yamaha X Max 250 cc

✓ Sebidang tanah dengan luas tanah ±250 (dua ratus lima puluh) meter

persegi yang di atasnya berdiri sebuah bangunan rumah tinggal 2 (dua)

lantai terletak di Kota Surabaya

✓ Sebidang tanah dengan luas 205 (dua ratus lima) meter persegi yang di

atasnya berdiri sebuah bangunan rumah tinggal 2 (dua) lantai terletak

di Magetan, Jawa Timur

✓ Perhiasan kalung warna kuning sebanyak 1 (satu) buah, anting warna

kuning sebanyak 1 (satu) pasang, gelang tangan berwarna kuning

mutiara putih sebanyak 1 (satu) buah, gelang tangan warna kuning

sebanyak 1 (satu) buah, cincin warna kuning sebanyak 6 (enam) buah

serta batu berlian sebanyak 3 (tiga) buah

✓ 1 unit Handphone merk Iphone 7+ warna rose gold

✓ 1 unit Handphone merk Samsung S8 Edge warna hitam

✓ 1 unit Handphone merk HTC E9+ warna gold

✓ 1 unit Handphone merk HTC A9 warna putih

✓ 1 unit Handphone jenis tab Samsung warna putih

✓ 1 unit Handphone merk Samsung S7 Edge warna hitam

✓ 1 unit Handphone merk Nokia Navigator warna merah

✓ 1 unit Handphone merk Nokia 5230 warna hitam

Page 93: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

79

ii. Putusan Vonis Pidana

No Putusan

Pengadilan

Tindak

Pidana Pasal

Pidana

Penjara Pidana

1 2650/Pid.Sus/

2018/PN.SBY

Narkotika dan

Pencucian

Uang

Pasal 3 UU

8 tahun

2010

7 Tahun Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah)

iii. Skema Pencucian Uang

iv. Tipologi Pencucian Uang

✓ Pembelian aset dan barang-barang mewah berupa mobil, tanah, bangunan

dan properti dengan menggunakan nama kepemilikan orang lain

✓ Menggabungkan uang hasil tindak pidana dengan uang hasil usaha yang

sah (mingling)

✓ Menggunakan perusahaan pengiriman milik AY sendiri untuk

menyamarkan uang hasil kejahatan, seolah-olah uang yang ditransfer

JIMr. B

WSP

M DS

Membeli sabu 8,3 KgUang muka Rp 500 Jt

V xx

Mendatangkan sabu dari Malaysia

RNJI

PT.PCM

PT.PBT

SE

V.3.23

V.3.23

V.3.23

V.3.23

AR

Menguasai rekening RN

AAS

Menguasai rekening SE

PT.PCM

PT.PBT

PT.GSA

V.3.23

V.3.23

V.3.23

LB

PT.PE

Dikuasai oleh LB

TNJ

PT GMC

AY

V.3.23V.3.23V.3.23

Rp 90,8 MV.3.23

AY – Bank A Rp 30,6 M

V.3.23

AY – Bank B

Rp 60,6 MV.3.23

AY – Bank C

Rp 436 MV.3.23

Rp 41,6 MV.3.23

N

Rp 27,5 MV.3.23

Rp 53,8 MV.3.23

OJT istri TNJ

RP 1,2 MV.3.23

V.9.11

V.9.16

V.9.2V.9.3

V.9.12

Page 94: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

80

merupakan uang dari para TKI di Taiwan yang dikirimkan dengan

menggunakan jasa transfer dari Taiwan untuk dikirimkan kepada keluarga

TKI di Indonesia sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan

v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan

Transaksi disamarkan dengan melakukan transaksi transfer ke rekening AY di

bank lain

d. Kasus terpidana atas nama RU

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor

1222/Pid.Sus/2016/PN.Btm dengan terdakwa atas nama AN,

1223/Pid.Sus/2016/PN.Btm atas nama TH dan 1224/Pid.Sus/2016/PN.Btm atas

nama RU yang didakwa atas perkara pencucian uang dengan tindak pidana asal

narkotika.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

TH adalah Direktur sekaligus pemegang 70% saham dari PT. JV

(Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing dan Penyelenggara Transfer Dana)

dan RU adalah Komisaris sekaligus pemegang 30% saham dari PT. JV. AN

adalah anak kandung dari TH yang juga bekerja sebagai karyawan di PT. JV. PT.

JV memiliki rekening perusahaan, namun jarang dipakai untuk transaksi,

sedangkan untuk kegiatan sehari-hari TH memberi kuasa kepada para

karyawannya, diantaranya adalah RU dan AN untuk membuka rekening pribadi

yang digunakan untuk kepentingan transaksi PT. JV, dimana setiap kali

pembukaan rekening pribadi tersebut disertai dengan surat kuasa dari TH

selaku Direktur dari PT. JV, data perusahaan serta NPWP PT. JV. PT. JV telah

mengelola puluhan rekening pribadi yang dibuat oleh karyawannya tersebut

(RU dan AN) yang tersebar di berbagai bank. Rekening tersebut digunakan oleh

PT. JV untuk menerima pengiriman dana dari perusahaan valuta asing lain yang

membeli valas dari PT. JV. Selama tahun 2012 s.d. 2013 terdapat transaksi

pengiriman uang dari rekening atas nama AA atau PC, FM (tersangka kasus

narkotika) dan TA (tersangka kasus TPPU dengan TPA narkotika dengan

putusan nomor 258/PID.SUS/2014/PN.PBR) yang masuk ke rekening atas

nama RU (rekening jenis tabungan biasa) dan AN (rekening jenis tabungan

bisnis dan giro) yang dikelola dan dikuasai untuk kepentingan kegiatan usaha

Page 95: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

81

PT. JV, dimana hasil penukaran kepada PT.JV tersebut dominan diklaim dan

diambil oleh TA yang juga memiliki usaha KUPVA dan PTD di Pekanbaru.

Tindak Pidana Pencucian Uang

• TH telah meminta AN dan RU untuk membuka rekening atas namanya yang

akan digunakan untuk melakukan transaksi keuangan dari PT. JV (PVA BB).

• Rekening-rekening tersebut digunakan untuk menerima transferan uang

dari pihak-pihak yang merupakan tersangka kasus narkotika, diantaranya

(AA atau PC, FM dan RWR) serta TA yang merupakan tersangka dalam

kasus pencucian uang. Diketahui bahwa TA melakukan transaksi

menggunakan sistem Hawala Banking dengan ilustrasi sebagai berikut:

Negara Lain Indonesia

XX

PT. XX Malaysia

(Money Changer &

Remmitance)

Kirim uang

(valas)

TKI

YY

PT. XX Indonesia

(Money Changer &

Remmitance)

nominal besar

Hanya dari beberapa

rekening

Keluarga

TKI

frekuensi tinggi

nominal kecil

ke banyak rekening

sindikat

narkoba

sindikat

narkoba

Hawala Banking ibarat penggabungan jasa money changer dan pengiriman

uang (remitansi), khusus untuk bisnis narkotika. Dalam sistem ini,

sebagian uang hasil penjualan narkotika di dalam negeri yang seharusnya

dikirim ke jaringan di mancanegara tidak ditransfer melalui sistem

perbankan. Jaringan tersebut menerima valas yang dititipkan tenaga kerja

Indonesia kepada perusahaan remitansi untuk dikirim ke tanah air.

Sebagai gantinya uang hasil penjualan narkotika di dalam negeri

dikirimkan ke daerah tujuan uang TKI.

• Dari rekening RU terlihat transaksi dominan berasal dari TA dengan nilai

transaksi sebesar Rp153,00 Miliar.

Page 96: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

82

• Uang transferan dari TA ke rekening RU dan AN atas perintah TH dilakukan

penarikan dan selanjutnya dengan menggunakan prinsip jual beli valas,

maka RU dan AN menyetorkan uang rupiah dari TA tersebut ke kantor (PT.

JV) untuk ditukar dengan dolar Singapura yang akan diambil sendiri oleh

TA secara cash ke Batam.

ii. Putusan/Vonis Pidana

No. Putusan

Pengadilan

Tindak

Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

Terdakwa TH

1 Pengadilan

Negeri Batam

Nomor

1223/Pid.Sus

/2016/PN

Btm

Pencucian

Uang

Pasal 5 Ayat

(1) Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8

Tahun 2010

1 (satu)

tahun

dan 3

(tiga)

bulan

Rp75.000.000,00

(tujuh puluh lima

juta rupiah)

subsidair 3 (tiga)

bulan pidana

kurungan

Terdakwa AN

2 Pengadilan

Negeri Pagar

Alam

Nomor

1222/Pid.Sus

/2016/PN

Btm

Pencucian

Uang

Pasal 5 Ayat

(1) Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

Nomor 8

Tahun 2010

1 (satu)

tahun

dan 2

(dua)

bulan

Rp75.000.000,00

(tujuh puluh lima

juta rupiah)

subsidair 2 (dua)

bulan pidana

kurungan

Terdakwa RU

3 Pengadilan

Negeri Batam

Nomor

1223/Pid.Sus

/2016/PN

Btm

Pencucian

Uang

Pasal 5 Ayat

(1) Jo Pasal

10 Undang-

Undang

Republik

Indonesia

1 (satu)

tahun

dan 2

(dua)

bulan

Rp75.000.000,00

(tujuh puluh lima

juta rupiah)

subsidair 2 (dua)

bulan pidana

kurungan

Page 97: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

83

No. Putusan

Pengadilan

Tindak

Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

Nomor 8

Tahun 2010

iii. Skema Pencucian Uang

TH

AN

RU

PT.JV

(money changer)

V.8.2

V.8.5

V.3.4

Rek.an. RU

Rek. an. An

Tersangka kasus

narkotika

TA

(tersangka

TPPU)

Uang tunai

hasil

penukaran

valas

V.3.13

Rp. 153miliar

RWR1,6miliar

V.3.8

Page 98: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

84

2. Tindak Pidana Korupsi

a. Kasus Korupsi atas nama SN

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor

130/PID.SUS/TPK/2017/PN.JKT.PST dan Nomor: 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel

dengan terdakwa atas nama SN, yang didakwa atas perkara tindak pidana korupsi.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

Kasus korupsi E-KTP merupakan kasus terkait pengadaan E-KTP yang

dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri pada periode 2011 s.d. 2013 yang diduga

merugikan keuangan negara mencapai Rp2,3 Triliun. Kasus ini telah dimulai

penyelidikannya sejak tahun 2014 dan masih berlangsung hingga saat ini untuk

megungkapkan secara keseluruhan skema dari tindak pidana korupsi dan

pencucian uangnya.

Kasus ini melibatkan lebih dari 20 anggota legislatif, beberapa pejabat tinggi

dari 2 (dua) kementerian terkait, dan beberapa pihak dari sektor swasta. Dari

proses investigasi yang dilakukan oleh penyidik, ditemukan bahwa terdapat

informasi mengenai keterlibatan ketua DPR, yaitu SN, sebagai pelaku utama dalam

kasus E-KTP tersebut.

Dari pemetaan aliran penerima dana proyek, terdapat aliran dana yang

signifikan berjumlah USD42 juta dari November 2011 hingga April 2012 ke BM

Corporation, sebuah perusahaan yang berlokasi di Negara A. BM Corporation adalah

sub-kontraktor proyek yang bertugas menyediakan alat perangkat lunak ID

Elektronik.

Page 99: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

85

ii. Skema Kasus

Dari informasi yang diperoleh dari FIU negara A, teridentifikasi bahwa dari

USD42 juta, BM Corporation mengirim dana sebesar USD7 juta ke akun yang

dimiliki oleh sejumlah perusahaan dan individu yang berlokasi di Negara B.

Informasi tersebut kemudian diserahkan kepada penyidik sebagai masukan untuk

penyelidikan lebih lanjut. Penyidik kemudian memetakan aliran dana penerima di

Negara B. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa dari USD7 juta yang diterima

oleh beberapa pihak di Negara B, dana sebesar USD3,5 juta dimaksudkan sebagai

pembayaran untuk transaksi bisnis yang dilakukan dengan rekan-rekan mereka di

Indonesia. Penyidik kemudian menyelidiki entitas di Indonesia, dan pada saat yang

sama PPATK juga melacak transaksi pada akun entitas tersebut. Saat itu terungkap

fakta-fakta berikut:

1) Pada periode tersebut, entitas di Indonesia sedang melakukan kegiatan bisnis

dengan rekan-rekan mereka di Negara B. Mereka meminta bantuan JH (pemilik

money changer yang tergolong besar di Indonesia) untuk membayar transaksi

bisnis mereka kepada rekan-rekan mereka di Negara B. Mereka mengirim dana

ke JH untuk dibayarkan ke Negara B.

2) Pada kenyataannya, rekan-rekan di Negara B tidak menerima pembayaran dari

akun JH, melainkan mereka menerima pembayaran dari BM Corporation.

Page 100: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

86

BM Corporation

A/C 123456

Entity 1

A/C 23456

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 2

A/C 34567

Entity 3

A/C 45678

Entity 4

A/C 56789

Entity 5

A/C 67891

Entity 6

A/C 78912

Entity 7

A/C 89123

Entity 8

A/C 6543200

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 1

A/C 234567

Entity 9

A/C 7654300

Entity 10

A/C 8765400

Entity 11

A/C 9876500

Entity 12

A/C 1987600

Entity 13

A/C 2198700

Entity 14

A/C 3219800

JH

A/C 1122300

Penyidik kemudian menanyai JH dan menemukan informasi bahwa

transaksi yang diterima dilakukan atas permintaan IHP, keponakan SN. Dana

tersebut kemudian diberikan secara tunai kepada SN.

Menurut fakta yang diungkapkan dalam persidangan, latar belakang skema

transaksi adalah sebagai berikut:

1) IHP memerintahkan BM Corporation untuk mengirim USD3,5 juta sebagai

bagian dari kickback yang seharusnya diterima SN. IHP meminta bantuan dari

rekannya RIS dan mengatakan bahwa ada dana di luar negeri yang perlu segera

ditransfer ke Indonesia, tetapi dia tidak ingin menggunakan mekanisme

transfer bank konvensional.

2) Setelah itu RIS menghubungi JH (pemilik money changer yang tergolong besar

di Indonesia) untuk menemukan beberapa entitas di Indonesia yang

tertarik/perlu mengirim dana ke mitra mereka di Negara B untuk transaksi

bisnis. JH melalui RIS memberikan nomor akun entitas tersebut di Negara B ke

IHP. Kemudian IHP menginformasikan nomor rekening kepada BM

Corporation.

3) BM Corporation kemudian mengirim dana yang diminta ke beberapa entitas di

Negara B untuk transaksi bisnis yang seharusnya diterima oleh entitas. Di sisi

lain, pada periode yang sama, entitas di Indonesia juga mentransfer dana ke

akun JH dalam jumlah dana yang sama dengan yang seharusnya mereka

bayarkan ke rekan-rekan mereka di Negara B. Singkatnya, entitas di Indonesia

telah secara resmi membayar transaksi bisnis mereka, dan entitas di Negara B

juga telah menerima pembayaran tersebut-meskipun sumber pembayaran

Page 101: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

87

mereka tidak berasal dari rekan-rekan mereka di Indonesia, tetapi dari Negara

A.

4) Setelah JH menerima dana, dana kemudian diberikan kepada RIS, dan RIS

memberikannya kepada IHP secara tunai. Pada akhirnya, IHP berhasil

menerima dana dan memberikannya langsung ke SN sebagai penerima manfaat

utama.

Secara keseluruhan, berikut ini adalah skema aliran dananya:

Funds disbursement

to Project Vendors

Project Vendors Country A

Total of

USD 42 million

BM

Corporation

Country B

Total of

USD 7 million

Fund transfers

from one of

Project Vendors

Entity 4 Entity 5 Entity 6 Entity 7Entity 1 Entity 2 Entity 3

Business relationship with

counterparts in Indonesia

Entity 8

Entity 9

Entity 10

Entity 11Mr. RIS

IHP’s friend

Mr. SN

Cash

taken by

SN’s

nephew

Goods Flow

No cash flow

for goods payment

Mr. IHP

SN’s nephew

Cash

given

to PEP

Total of

USD 3.5

million

The owner is

affiliated

with SN

Indonesia

Entity 12

Entity 13

Entity 14

Ms. JH

Large sized-

money exchange

owner

Seperti yang terlihat dari diagram alur di atas, dana di Indonesia yang

berasal dari pengadaan yang melanggar hukum (hasil kejahatan) dipindahkan ke

luar negeri melalui 2 (dua) negara (Negara A dan Negara B), kemudian kembali ke

Indonesia (pola putar balik), dan akhirnya digunakan sebagai suap untuk SN sebagai

PEP. Pada prinsipnya, dana yang ada di luar negeri tetap di luar negeri, dan dana di

dalam negeri tetap berada di negara itu (tidak ada pengiriman uang resmi yang

Page 102: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

88

pernah tercatat). Namun, pihak luar negeri berhasil mengirimkan dana, dan pihak-

pihak di Indonesia berhasil menerima dana yang diminta.

Skema transfer biasanya digunakan oleh pemilik penukaran uang di

Indonesia. Biasanya mereka menggunakan mekanisme seperti itu untuk

memfasilitasi pengusaha dalam melakukan pembayaran transaksi bisnis mereka,

untuk menghindari biaya transfer tinggi ketika menggunakan layanan

perbankan/transfer normal, menghindari pajak atau untuk mencari keuntungan

yang lebih tinggi (menggunakan nilai tukar mata uang asing). IHP yang tahu

mekanisme itu, menyalahgunakannya karena menerima suap dari proyek.

Skema transaksi jelas merupakan upaya untuk menyamarkan transaksi

untuk menghambat jejak audit dan deteksi dari bank dan pihak berwenang.

Sebagian besar pihak dalam skema juga tidak menyadari bahwa transaksi yang

mereka lakukan adalah bagian dari skema transaksi penyamaran yang diatur oleh

pihak ketiga. Penanganan TPPU atas nama SN sampai saat ini masih proses.

iii. Tipologi tindak pidana korupsi

1. Uang hasil pidana korupsi ditransfer ke beberapa rekening pihak

lain/keluarga (structuring).

2. Hawala banking, uang hasil tindak pidana di dalam negeri yang seharusnya

dikirim ke jaringan di mancanegara tidak ditransfer melalui sistem

perbankan. Dalam kasus SN ini, pelaku melakukan kerja sama dengan

pemilik money changer untuk menghimpun entitas–entitas yang bersedia

berpartisipasi dalam Hawala banking.

3. Pencucian uang melibatkan jasa penukaran mata uang asing untuk

menghimpun dana–dana dari entitas–entitas.

iv. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan

1. Tidak menggunakan mekanisme transfer bank konvensional.

2. Menggunakan transaksi tunai sebagai upaya menghindari pencatatan

bank.

Page 103: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

89

b. Kasus Korupsi atas nama NA

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor

16/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI atas perkara korupsi dan gratifikasi dengan

terpidana atas nama NA.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

Terpidana NA adalah seorang Gubernur Sulawesi Tenggara (ST)

periode 2008 s.d. 2013 yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan

menerima gratifikasi. Kasus bermula pada sekitar awal tahun 2009, NA

meminta IR mencarikan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan

yang sesuai dengan permintaan NA. Sekitar 1 minggu berselang, IR

menjatuhkan pilihan pada PT. AHB. Menindaklanjuti arahan NA, IR menemui

WA (Direktur PT. BI) yang juga diketahui sebagai konsultan pemenangan NA

saat mencalonkan diri sebagai Gubernur ST. Kepada WA, IR menyerahkan

dokumen terkait PT. AHB berupa stempel dan kop surat PT. AHB yang

sebelumnya sudah disanggupi IR.

Sekitar bulan Juli 2009, IR bertemu dengan B (Kabid Pertambangan

Umum pada Dinas ESDM Provinsi ST tahun 2008 s.d. 2013), B menyerahkan

draft surat perihal Permohonan Kuasa Pertambangan dan draft surat

Permohonan IUP Eksplorasi kepada IR dengan maksud agar kedua surat

tersebut ditandatangani oleh YSP selaku Direktur Utama PT. AHB. Dalam surat

perihal Permohonan Kuasa Pertambangan yang disusun oleh B dan K selaku

Kepala Seksi Bahan Galian Mineral di Dinas ESDM Provinsi ST tahun 2009 s.d.

2013 berisikan tentang permohonan pencadangan wilayah seluas 3.024 Ha

kepada NA. Surat tersebut mencantumkan tanggal mundur (back dated) yaitu

tanggal 28 November 2008.

NA menginginkan PT. AHB mendapatkan pencadangan wilayah pada

lokasi Kontrak Karya PT. INC dan meminta PT. INC melepaskan sebagian

wilayah Kontrak Karya di Blok Malapulu. Permintaan NA ditindaklanjuti oleh

PT. INC dengan mengajukan surat permohonan penciutan wilayah kontrak

karya PT. INC yang meliputi Blok Lasolo (4.086 Ha), Blok Paopao (6.785 Ha),

Blok Torobulu (13.817 Ha) dan Blok Malapulu (3.329 Ha) kepada Kementerian

ESDM.

Page 104: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

90

Pada sekitar bulan November s.d. Desember 2009 NA memberikan

persetujuan atas permohonan pencadangan wilayah dan IUP Eksplorasi yang

diajukan oleh PT. AHB. Hal ini menuai masalah karena belum adanya keputusan

penciutan wilayah kontrak karya PT. INC dari kementrian ESDM dan juga

karena wilayah yang dimohonkan PT. AHB berada pada wilayah lintas

kabupaten yaitu Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana yang

mensyaratkan harus ada rekomendasi dari Bupati Buton maupun dari Bupati

Bombana sebelum persetujuan diterbitkan oleh NA. Selain itu permohonan IUP

Eksplorasi PT. AHB juga tidak dilengkapi dengan tanda bukti jaminan

kesungguhan serta tidak dilengkapi dengan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Agar persetujuan IUP Ekplorasi yang diberikan NA kepada PT. AHB

seolah-olah telah sesuai ketentuan, pada sekitar bulan Januari 2010, B

menyerahkan Surat Gubernur ST perihal Permintaan Rekomendasi terhadap

Rencana Penerbitan IUP Eksplorasi an. PT. AHB kepada Bupati Buton (BT) dan

Bupati Bombana (BB). Selanjutnya pada bulan Juli 2010, NA meningkatkan IUP

Eksplorasi PT. AHB menjadi IUP Operasi Produksi.

Tindak Pidana Asal

• Pada sekitar bulan November 2009, dengan menyalahgunakan

kewenangannya, NA memberikan persetujuan atas permohonan

pencadangan wilayah yang diajukan oleh PT. AHB melalui Surat Keputusan

Gubernur ST Nomor: 828 Tahun 2008 tentang Persetujuan Pencadangan

Wilayah Pertambangan PT. AHB. Persetujuan pencadangan wilayah untuk

PT. AHB tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal

10 Kepmen ESDM Nomor:1603 K/40/MEM/2003 tanggal 24 Desember

2003 karena dilakukan tanpa melakukan pengujian wilayah pertambangan

yang dimohonkan, serta bertentangan dengan SE Dirjen Minerba

Kementerian ESDM Nomor: 1053/30/DJB/2009 tanggal 24 Maret 2009

perihal IUP karena pencatuman tanggal mundur (back dated) pada surat

permohonan PT. AHB maupun surat persetujuan NA hanya dimaksudkan

agar PT. AHB tidak perlu melalui proses lelang untuk mendapatkan Wilayah

Izin Usaha Pertambangan (WIUP), padahal berdasarkan UU No. 4 Tahun

2009 yang berlaku mulai tanggal 12 Januari 2009 dalam Pasal 51

menyatakan bahwa WIUP mineral logam diberikan kepada badan usaha,

korporasi dan perorangan dengan cara lelang.

Page 105: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

91

• Pada tanggal 17 Desember 2009, dengan menyalahgunakan

kewenangannya, NA menerbitkan Surat Keputusan Gubernur ST No. 815

Tahun 2009 tentang Persetujuan IUP Eksplorasi kepada PT. AHB meskipun

belum ada keputusan penciutan wilayah kontrak karya PT INCO dari

Kementerian ESDM atas surat permohonan IUP Eksplorasi tertanggal 9 Juli

2009 yang diajukan oleh PT. AHB. Hal ini menyalahi SE Dirjen Minerba

Kementerian ESDM Nomor: 03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009

huruf A angka 2 terkait dengan penerbitan IUP baru yang sebelum

diterbitkannya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU No. 4 Tahun

2009 dihentikan sementara. Selain itu, perbuatan NA memberikan

persetujuan IUP Eksplorasi bertentangan pula dengan ketentuan Pasal 37

huruf b UU No. 4 Tahun 2009 dan Pasal 17 ayat (1) PP Nomor 75 Tahun 2001

tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967

mengenai Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan karena wilayah yang

dimohonkan PT. AHB berada pada wilayah lintas kabupaten yang

mensyaratkan harus ada rekomendasi dari masing-masing bupati sebelum

persetujuan diterbitkan oleh NA. Permohonan IUP Eksplorasi PT. AHB

tertanggal 9 Juli 2009 tersebut juga tidak dilengkapi dengan tanda bukti

jaminan kesungguhan dan tidak dilengkapi dengan Izin Pinjam Pakai

Kawasan Hutan.

• Pada tanggal 26 Juli 2010, dengan menyalahgunakan kewenangannya NA

menerbitkan Surat Keputusan Gubernur ST Nomor: 435 Tahun 2010

tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi

Produksi kepada PT. AHB.

• Menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sebesar

USD4,499,900.00 (empat juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu

sembilan ratus dolar Amerika Serikat) atau dalam konversi rupiah saat itu

sebesar Rp40.268.792.850,00 (empat puluh miliar dua ratus enam puluh

delapan juta tujuh ratus sembilan puluh dua ribu delapan ratus lima puluh

rupiah)

Page 106: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

92

ii. Putusan/Vonis Pidana

Perihal Keterangan

Putusan Pegadilan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 16/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI

TIndak Pidana Korupsi

Pasal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Pidana 15 (lima belas) tahun

Denda Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan

Pidana Tambahan • Uang Pengganti Rp2.781.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus delapan puluh satu juta rupiah), dengan ketentuan memperhitungkan harga 1 (satu) bidang tanah dan bangunan yang terletak di Kompleks Premier Estate Kav. I No.9, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang disita dalam proses penyidikan dan apabila NA tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekutan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal NA tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 1 (satu) tahun pidana

• Mencabut hak politik NA selama 5 (lima) tahun sejak NA selesai menjalani hukuman

iii. Skema Aliran Dana Korupsi

Page 107: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

93

c. Kasus Korupsi atas nama HAT

Tipologi ini disusun berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor

39/Pid.Sus-TPK/2016/PN Ambon; Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor

12/Pid.Sus-TPK/2017/PT AMB; dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2282

K/PID.SUS/2017 atas perkara korupsi dan pencucian uang dengan terpidana atas

nama HAT.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

HAT adalah seorang Direktur CV. H berdasarkan Akta Pendirian CV. H

No.79 tanggal 28 Juli 2005 yang dibuat oleh Notaris dan PPAT. HAT didakwa

sejak bulan Oktober 2014 sampai dengan sekitar tahun 2015 telah secara

melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang lain yang menyebabkan

kerugian keuangan dan perekonomian negara, melakukan dan menyuruh

melakukan dan turut serta melakukan, menempatkan, mentransfer,

mengalihkan, membelanjakan, menitipkan, menerima, menguasai,

penempatan, pentransferan, pembayaran dari harta kekayaan yang berasal

dari hasil tindak pidana korupsi. Perbuatan HAT bersama-sama dengan saksi

IR dan saksi PRT dalam pembelian tanah dan bangunan di Jl. Raya D No. 51

Surabaya untuk pembukaan kantor Cabang Bank M di Surabaya. Dari hasil

tindak pidana yang dilakukan oleh HAT dan saksi-saksi lainnya telah

memperkaya beberapa pihak sehingga kerugian negara yang dalam hal ini

adalah PT. Bank M sebesar Rp7.600.000.000,00 berdasarkan Laporan Hasil

Audit dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara

Dugaan Penyimpangan dalam Pelaksanaan Pengadaan Tanah dan Gedung

untuk Pembukaan Kantor Cabang PT. Bank M di Surabaya oleh Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi M.

Tindak Pidana Asal

PT. Bank M berencana membuka kantor cabang di Surabaya sejak

sekitar tahun 2012 sampai sekitar bulan Agustus 2014 tetapi tidak terealisasi.

Kemudian pada Oktober 2014, saksi IR dan SE meminta HAT untuk mencari

pemilik tanah dan bangunan di Jl. Raya D 51 Surabaya. Pemilik tanah dan

bangunan tersebut akhirnya diketahui dari saksi S adalah PT. MCS. Pada pagi

hari sekitar minggu kedua November 2014 HAT dan bersama B datang

Page 108: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

94

menemui CT Direktur PT. MCS anak perusahaan dari PT. PM, lalu HAT sepakat

dengan CT untuk membeli aset PT. MCS tersebut dengan harga sebesar

Rp46.400.000.000,00 dan meminta kepada CT agar harga yang dicantumkan

dalam akta jual beli sebesar Rp54.000.000.000,00 dan terdakwa HAT meminta

jatah Rp7.600.000.000,00 dari harga yang disepakati Rp46.400.000.000,00.

Tindak Pidana Pencucian Uang

Untuk membayar pembelian tanah dan bangunan milik PT. MCS di Jl.

Raya D No. 51 Surabaya dari PT. Bank M, dilakukan melalui pemindahbukuan

uang Bank M dari Rekening BI Kota A Nomor 524131000990 kepada penerima

dana an. S rekening Bank C No. 0140019984 melalui fasilitas BI RTGS sebesar

Rp54.000.000.000,00. Rekening a.n. S tersebut baik buku tabungan dan ATM

dikuasai oleh HAT. Setelah itu uang yang diterima kemudian dialihkan kepada

beberapa rekening milik pihak lainnya melalui pemindahbukuan, transfer

tunai, transfer melalui electronic banking maupun secara tunai.

1. Sumber dana pertama kali berasal dari pemindahbukuan melalui fasilitas

RTGS dengan rincian sebagai berikut:

a. Pemindahbukuan melalui fasilitas RTGS dari Rek. Bank M di BI ke Rek.

Bank C 0140019984 an. S sebesar Rp54.000.000.000,00 pada 17

November 2014.

b. S memindahbukukan/mentransfer/menyetor uang sejumlah

Rp54.000.000.000,00 ke Rek Bank C 00440792944 an. HAT pada 17

November 2014.

2. Transaksi masuk dan keluar yang dilakukan oleh HAT melalui Rek Bank C

00440792944 dengan cara sebagai berikut:

a. Transfer dari Rek Bank C 00440792944 an. HAT sejumlah

Rp5.000.000.000,00 ke Rek Bank C 4641010990 an. PT. PM sebagai

tanda jadi pembelian tanah dan gedung milik PT. PM pada tanggal 18

November 2014.

b. Transfer dari Rek Bank C 00440792944 an. HAT sejumlah

Rp49.000.000.000,00 ke Rek Bank C 4641010990 an. PT. PM sebagai

pelunasan pembelian tanah dan gedung milik PT. PM pada tanggal 18

November 2014.

Page 109: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

95

c. Setoran Tunai ke Rek Bank C 00440792944 an. HAT sejumlah

Rp7.600.000.000,00 pada tanggal 18 November 2014 yang disetorkan

oleh CT selaku Direktur PT. PM sebagai jatah yang diminta oleh HAT.

d. Transfer E-Banking yang dilakukan oleh HAT dari Rek Bank C

00440792944 an. HAT ke Rek Bank C 1880326275 an. LF sebesar

Rp25.000.000,00 selaku notaris pada tanggal 18 November 2014.

e. Pindah Buku ke Rek Bank C 0140019904 an. S sebesar

Rp75.000.000,00 pada tanggal 19 November 2014 sebagai ucapan

terimakasih karena telah menggunakan rekening S dalam

menampung dana dari PT. Bank M.

f. Tarik Tunai dari Rek Bank C 0040792944 an. HAT sejumlah

Rp2.000.000.000,00 oleh HAT pada tanggal 19 November 2014.

g. Menyerahkan uang tunai Rp150.000.000,00 kepada IT sebagai uang

terimakasih pada tanggal 26 November 2014, tetapi dikembalikan

oleh IT ke HAT melalui Rek CV. H sebesar Rp150.000.000,00 pada

tanggal 27 November 2014.

h. Menyerahkan uang tunai Rp250.000.000,00 pada bulan November

2014 kepada FDS sejumlah Rp250.000.000,00 yang kemudian

diserahkan dan digunakan oleh IR untuk keperluan pribadi.

i. HAT melakukan tarik tunai di Bank C KCU Kota A dari Rek Bank C

0440792944 an. HAT sebesar Rp2.400.000.000,00 pada tanggal 27

November 2014.

j. Transfer E-Banking ke Rek an. LF No. Rek 1880326275 sebesar

Rp25.000.000,00 pada tanggal 1 Desember 2014.

k. HAT menerima uang secara tunai dari LF sebagai uang kelebihan

pembayaran pajak sebesar Rp250.000.000,00 pada tanggal yang tidak

diketahui.

l. HAT menerima pinjaman uang dari LF sebesar Rp1.000.000.000,00

yang di transfer ke Rek 0101002238 an. CV. H dalam tujuh kali

transfer dari tanggal 24 Juni s.d. 04 Juli 2015.

m. HAT mengembalikan uang pinjaman kepada LF sebesar

Rp950.000.000,00 pada 05 Oktober 2015 dan belum dikembalikan

sebesar Rp50.000.000,00.

Page 110: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

96

ii. Putusan/Vonis Pidana

No Putusan

Pengadilan Tindak Pidana

Pasal

Vonis

Pidana Denda

1 Pengadilan Negeri Kota A

Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- -

Pencucian Uang

Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU

9 (sembilan) tahun penjara

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 4 (empat) bulan.

2 Pengadilan Tinggi Kota A

Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

-

-

Pencucian Uang

Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU

12 (dua belas) tahun penjara

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 7 (tujuh) bulan.

3 Mahkamah Agung

Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

- -

Pencucian Uang

Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU

12 (dua belas) tahun penjara

Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan

Page 111: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

97

No Putusan

Pengadilan Tindak Pidana

Pasal

Vonis

Pidana Denda

kurungan selama 8 (delapan) bulan.

iii. Skema Pencucian Uang

Rekening Bank MDi BI

RTGS Rp54.000.000.000

V.3,11V.6,2

SBank B

No Rek 0140019984V.5,3

HATBank B

No Rek 00440792944V.5,3

PemindahbukuanSebanyak dua kali

Total Rp54.000.000.000V.3,13V.6,2

Transfer sebanyak dua kaliTotal Rp54.000.000.000

V.6,2

Setoran TunaiRp7.600.000.000

Oleh CT(Dir. PT PM)

V.6,2

Tarik Tunai sebanyak dua kali Total Rp4.400.000.000

V.6,2

Transfer E-Banking dua kaliTotal Rp50.000.000

V.3,8V.6,2

LABank B

No Rek. 1880326275V.5,3

HATV.2,2

LAV.2,6

Uang TunaiRp250.000.000

V.4,1

PinjamanRp1.000.000.000

V.6,2

Mengembalikan PinjamanRp950.000.000

V.6,2

ITV.2,2

Uang TunaiRp.150.000.000

V.4,1V.6,2

Dikembalikan lagi melalui

Rp150.000.000V.6,2

IRV.2,2

Uang TunaiRp250.000.000

Melalui FDBV.4,1V.6,2

PT PM

CV H

Milik

HAT

iv. Tipologi Pencucian Uang

• Penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung,

mentransfer, mengalihkan dan melakukan transaksi hasil tindak pidana.

• Transaksi tidak dilakukan melalui industri keuangan perbankan namun

dominan menggunakan transaksi tunai.

• Transaksi pass by yakni sejumlah dana yang masuk langsung ditransfer

atau ditarik tunai.

Page 112: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

98

v. Redflag (Indikator) Transaksi Keuangan Mencurigakan

Melakukan penarikan tunai dalam jumlah besar dalam waktu yang berdekatan.

Dalam kasus ini 19 November 2014 sejumlah Rp2.000.000.000,00 dan 27

November 2014 sebesar Rp2.400.000.000,00.

d. Kasus Korupsi atas nama HL

Tipologi ini disusun berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor

16/Pid.Sus-TPK/2015/PT PTK tanggal 2 Juli 2015; Putusan Pengadilan Tinggi

Jakarta Nomor 01/Pid/TPK/2015/PT DKI tanggal 11 Februari 2015; dan Putusan

Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 03/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/PN. Ptk tanggal

18 Mei 2015.

i) Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

Pada tahun 2007 di wilayah Pontianak adanya perkenalan antara HL

(seorang wiraswasta) dengan HLR seorang PEP. Terdakwa HL selaku broker

atau perantara dalam pengurusan impor barang dari China yang transit di

Singapura menuju Pelabuhan Dwikora wilayah Kalimantan Barat. HL bukan

seorang importir atau pemilik perusahaan yang bergerak di bidang impor atau

dealer barang impor, dan tidak memiliki Angka Pengenal Impor-Umum (API-U)

dan Nomor Induk Kepabeanan (NIK) dalam melakukan aktivitas importasi

barang. Untuk kemudahan kegiatan impor barang tersebut, HL memberikan

hadiah kepada PEP agar tidak melakukan pemantauan terhadap pelanggaran

peraturan kepabeanan dengan cara pemberian buku tabungan dan ATM atas

nama HL. Setelah HLR pindah penugasan kerja, kemudian HL memindahkan

kegiatan importasi barang melalui perbatasan Indonesia-Malaysia di daerah

pabean Entikong yaitu impor barang melalui jalur China ke Khucing, ke Tebedu,

dan dari Tebedu ke Pontianak dengan jalur darat melalui perbatasan antara

Malaysia-Indonesia. Proses importasi barang yang dilakukan HL di daerah

pabean Entikong yaitu dengan menghubungi para broker/perantara yang

mengurus impor barang dari para pemesan barang. Pelaksanaan kegiatan

importasi barang yang dilakukan oleh HL menggunakan jasa AA yang bertugas

menyiapkan nama perusahaan importir termasuk angkutan/trucking dari

Entikong ke Pontianak. Diketahui bahwa barang-barang yang di impor oleh HL

bersama AA merupakan barang campuran dan tidak diperbolehkan untuk

Page 113: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

99

diimpor melalui daerah pabean Entikong sebagaimana diatur dalam Peraturan

Menteri Perdagangan. Dari hasil pengurusan importasi barang melalui PPLB

Entikong, AA mendapatkan sejumlah Rp2.760.850.000,00 (dua miliar tujuh

ratus enam puluh juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah) selama periode 28

Juli 2008 s.d. 7 Januari 2011. Untuk dapat memasukan barang dari Tebedu

Malaysia menuju Indonesia, AA membayar pungutan bea masuk kepada IJ

(PEP). Atas perbuatan IJ telah memperkaya dirinya sendiri sehingga merugikan

keuangan negara ± Rp903.500.000,00 (sembilan ratus tiga juta lima ratus ribu

rupiah).

Tindak Pidana Asal

Terdakwa I: HL

1. HL adalah seorang broker/perantara dalam mengurus impor barang dari

China yang transit di Singapura dan menuju Pelabuhan di Indonesia.

Diketahui bahwa HL bukan seorang importir atau pemilik perusahaan

yang bergerak di bidang impor atau dealer barang impor dan tidak

memiliki Angka Pengenal Impor-Umum (API-U) dan Nomor Induk

Kepabeanan (NIK).

2. HL telah memberikan hadiah berupa uang kepada PEP yang memiliki

kewenangan dalam importasi barang melalui pemberian buku tabungan

dan kartu ATM yang diatasnamakan HL. Kemudian melakukan beberapa

kali transfer uang ke rekening tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk

kemudahan kegiatan impor barang yang dilakukan oleh HL.

3. Perusahaan yang bergerak di bidang impor dipergunakan oleh HL untuk

melakukan kegiatan impor barang di daerah pabean Entikong. Diketahui

bahwa perusahaan tersebut tidak tercantum dalam Bill of Landing yang

diterbitkan oleh Suplier yang berada di China dan importir tersebut tidak

memiliki keahlian dalam menghitung nilai pabean (Self Assessment).

4. Barang-barang yang diimpor oleh HL selaku broker/perantara yang

mengurus kegiatan impor dari para pemilik barang melalui daerah pabean

Entikong diantaranya DSA Campuran yang termasuk tidak boleh diimpor

melalui daerah pabean Entikong.

5. Barang-barang impor yang diurus oleh HL tidak dilakukan pemeriksaan

secara menyeluruh untuk pembayaran bea masuk, PPN dan PPH sebagai

Pajak dalam Rangka Impor dan tidak dihitung secara self assessment serta

Page 114: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

100

tidak dibayarkan oleh importir yang tercantum di dalam Pemberitahuan

Impor Barang (PIB) karena nama perusahaan tersebut hanya dipinjam

untuk dicantumkan dalam PIB, semestinya wilayah pabean Entikong

Kalimantan Barat termasuk jalur merah, dimana setiap barang yang masuk

ke Indonesia dari luar negeri melalui pabean Entikong seharusnya

dilakukan pemeriksaan terhadap fisik barang impor.

6. Pembayaran yang diterima oleh HL untuk pengurusan importasi barang

yang dilakukan di daerah pabean Entikong selama periode 2008 s.d. 2014

sejumlah Rp59.408.143.534,00. Sumber dana diperoleh dari beberapa

pengusaha/importir di Indonesia.

7. Memberikan hadiah berupa 1 unit motor kepada PEP wilayah Kalimantan

dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan importasi barang.

Terdakwa II: AA

1. Pada tahun 2009, AA menerima pesanan melalui Fax dari HL untuk

memasukkan dan mengangkut barang dari Malaysia menuju Indonesia

melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong. Dalam hal

tersebut, AA tidak mempunyai kapasitas sebagai importir atau memiliki

perusahaan yang bergerak di bidang impor atau dealer barang impor dan

tidak memiliki Angka Pengenal Impor-Umum (API-U) dan Nomor Induk

Kepabeanan (NIK) untuk melakukan importasi barang.

2. AA dalam memasukkan dan mengangkut barang impor yang masuk ke

Indonesia melalui Tebedu Malaysia melewati PPLB Entikong bekerjasama

dengan PEP (IJ).

3. AA bertugas untuk menyiapkan importir termasuk jasa angkutan dari

Entikong ke Pontianak seperti CV. RM, CV. AS, dan PT. SGB.

4. AA membantu HL untuk memasukkan barang melalui PPLB Entikong yang

diketahui barang tersebut merupakan DSA Campuran. Berdasarkan

Peraturan Menteri Perdagangan RI bahwa barang-barang tersebut tidak

diperbolehkan masuk melalui daerah pabean Entikong.

5. Selama periode Juli 2008 s.d. Januari 2011, AA menerima 62 transaksi dari

HL dengan total nilai Rp2.760.850.000,00 (dua miliar tujuh ratus enam

puluh juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah) sebagai jasa

meminjamkan nama importir.

Page 115: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

101

6. AA dapat memasukan barang-barang impor tersebut dari Tebedu Malaysia

ke Indonesia melalui PPLB Entikong dikarenakan AA telah membayar

pungutan bea masuk kepada IJ. Diketahui bahwa PPLB Entikong bukan

merupakan kawasan pabean yang dapat digunakan untuk melakukan

kegiatan ekspor dan impor.

Terdakwa III: IJ

1. IJ seorang PEP yang memiliki tugas melakukan pelayanan kepabeanan.

2. IJ telah memperbolehkan/mengijinkan/membiarkan barang masuk dari

Malaysia ke Indonesia melalui Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB)

Entikong seolah-olah Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong

merupakan kawasan pabean yang mana kegiatan impor tersebut tidak

dilengkapi dengan dokumen-dokumen Letter of Credit (L/C), Delivery

Order (D/O), Bill of Exchange, Bill of Landing (B/L).

3. IJ tidak melakukan penelitian terhadap dokumen kepabeanan dan cukai

yang diajukan pengguna jasa (eksportir/importir), tidak meneliti tarif dan

nilai pabean dan tidak melakukan pemeriksaan fisik barang impor yang

diperantarai oleh HL.

4. IJ tidak melakukan pemeriksaan dokumen secara menyeluruh untuk

pembayaran bea masuk, PPN dan PPH sebagai Pajak dalam Rangka Impor

(tidak dihitung berdasarkan self assessment atau dibayarkan oleh importir

sesuai dengan Pemberitahuan Impor Barang) karena masing-masing

perusahaan tersebut hanya dipinjam untuk dicantumkan dalam PIB

padahal Pabean Entikong Kalimantan Barat termasuk Jalur Merah (wajib

dilakukan pemeriksaan fisik barang impor).

5. Bahwa Invoice yang berisikan jumlah barang dan nilai barang yang lebih

sedikit dibandingkan dengan jumlah dan nilai barang yang sebenarnya dan

kemudian dijadikan sebagai dasar dalam penghitungan penetapan bea

masuk atas dasar petunjuk dari IJ.

6. Bahwa uang pungutan bea masuk tersebut ditampung dan disimpan

sendiri oleh terdakwa IJ selama 1 sampai dengan 2 minggu sebelum

diserahkan kepada Bendahara Penerimaan dan terdapat sebagain uang

digunakan untuk kepentingan pribadi.

7. Pembayaran bea masuk yang dilakukan oleh importir melalui

perantara/broker (HL dan AA) dengan cara transfer via ATM dan RTGS ke

rekening bank atas nama IJ dan rekening atas nama orang lain yang

Page 116: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

102

dikuasai oleh IJ. Total keseluruhan uang yang masuk ke dalam rekening

bank tersebut sebesar Rp903.500.000,00 (sembilan ratus tiga juta lima

ratus ribu rupiah).

Tindak Pidana Pencucian Uang

Terdakwa I: HL

1. HL telah membantu menyamarkan atau menyembunyikan hasil tindak

pidana korupsi yang diperoleh PEP dengan membeli 1 unit kendaraan

bermotor yang diatasnamakan adik ipar PEP.

2. HL telah memberikan beberapa buku tabungan atas nama pribadi dan

kemudian buku tabungan dan ATM Bank tersebut dikuasai/dipergunakan

oleh PEP (HLP dan IJ) di wilayah Kalimantan Barat.

3. HL telah menerima pentransferan kembali uang hasil tindak pidana suap

dan gratifikasi yang diperoleh PEP pada periode Juli 2008 s.d. 23 Desember

2009 sebesar Rp107.500.000,00 (seratus tujuh puluh lima ratus ribu

rupiah).

4. HL telah membantu menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan

PEP dengan menerima kembali buku tabungan dan kartu ATM Rekening

Bank atas nama HL yang telah dikuasai oleh PEP. Sisa dana hasil kejahatan

tersebut senilai Rp52.000.000,00 kemudian dilakukan penarikan uang dan

digunakan untuk kepentingan pribadi HL.

Terdakwa II: AA

1. AA melakukan pembelian 1 unit kendaraan bermotor berupa mobil dengan

menggunakan nama pihak lain.

2. AA melakukan pembukaan rekening bank untuk penampungan harta

kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan. Kemudian AA mentransfer

ke rekening atas nama HL yang dikuasai oleh IJ sejumlah Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah).

3. AA menerima transfer dana dari IJ (PEP) sejumlah Rp15.000.000,00 (lima

belas juta rupiah) yang diketahui sumber dana tersebut bersumber dari

hasil tindak pidana korupsi.

Page 117: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

103

Terdakwa III: IJ

1. IJ telah menerima buku rekening dan kartu ATM bank atas nama HL

(seorang broker/perantara dalam mengurus impor barang) yang

digunakan untuk menerima sejumlah uang hasil korupsi.

2. IJ telah menerima transfer dana via ATM pada rekening atas nama pribadi

sebesar Rp277.500.000,00 (dua ratus tujuh puluh juta lima ratus ribu

rupiah) dari PEP (HLP).

3. IJ telah menguasai rekening bank atas nama pihak lain, diantaranya HL dan

HK (saudara ipar) yang digunakan untuk menempatkan uang hasil tindak

pidana korupsi.

4. Pada rekening bank atas nama HL yang dikuasai oleh IJ, telah diteransfer

sejumlah uang dari HL melalui RTGS sebesar Rp44.500.000,00 (empat

puluh empat juta lima ratus ribu rupiah) dan melalui transfer via ATM

sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)

5. Pada rekening bank atas nama HK uang telah dikuasai oleh IJ telah

menerima sejumlah uang yang terdiri dari:

• HL dan/atau HLP sebesar Rp239.000.000,00 (dua ratus tiga puluh

sembilan juta rupiah) melalui transfer via ATM dan setor tunai.

• Sdr. MS sebesar Rp114.000.000,00 (seratus empat belas juta rupiah)

melalui transfer via ATM dan sebesar Rp48.000.000,00 (empat puluh

delapan juta rupiah) melalui setor tunai.

• Sdr. JZ (Komisaris CV.KL) sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah) melalui transfer via ATM.

• Sdr.R sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah)

melalui setor tunai.

Total keseluruhan dana yang masuk ke dalam rekening tersebut sebesar

Rp460.000.000,00 (empat ratus enam puluh juta rupiah).

6. Bahwa uang yang diterima oleh IJ digunakan untuk:

• Pembelian 1 unit mobil atas nama pribadi dengan cara pembayaran

secara bertahap. Tahap pertama pembayaran secara tunai atau cash.

Tahap kedua pembayaran dilakukan secara transfer.

• Pembayaran DP (Down Payment) atas kepemilikan apartemen.

7. Bahwa uang yang diterima oleh IJ ditransfer ke beberapa pihak lainnya,

diantaranya:

Page 118: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

104

• Sdr. RZK merupakan saudara ipar IJ sebesar Rp76.750.000,00 (tujuh

puluh enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

• Sdr. ZKP merupakan saudara ipar IJ sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta

rupiah).

• Sdr. Z merupakan mertua IJ sebesar Rp113.500.000,00 (seratus tiga

belas juta lima ratus ribu ribu rupiah).

• PT. BKA PR untuk pembayaran cicilan rumah sebanyak 7 kali dengan

total sebesar Rp38.356.000,00 (tiga puluh delapan juta tiga ratus lima

puluh enam ribu rupiah).

ii) Putusan/Vonis Pidana

No. Putusan Pengadilan

Tindak Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

1 Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 01/Pid/TPK/2015/PT.DKI

Korupsi dan Pencucian Uang

Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; Pasal 13 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; Pasal 3 jo Pasal 10 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 56 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

7 (tujuh tahun)

Rp5.000.000.000,00 (lima Miliar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan pidana kurungan.

Page 119: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

105

No. Putusan Pengadilan

Tindak Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

2 Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 03/Pid.Sus/TP.Korupsi/2015/PN.Pt

Korupsi dan Pencucian Uang

Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ko Pasal 65 ayat (1) KUHP; Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

1 (satu) tahun

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan pidana kurungan.

3 Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 16/Pid-Sus-TPK/2015/PT PTK

Korupsi dan Pencucian Uang

Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

6 (enam) tahun

Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah, subsidair 3 (tiga) bulan pidana kurungan.

Page 120: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

106

iii) Skema Pencucian Uang

IJ

V.1.1

V.2.3

HL

Broker Impor

Barang

V.1.1

V.2.2

Malaysia

AA

V.2.2

China

Batas Wilayah

Indonesia

Transit Barang

CV.RM

V.7.10CV.AS

V.7.10

PT.SGB

V.7.10

Ambil Barang

Instruks

i

Pemilik Perusahaan

Kirim Barang

Transfer Dana

Total Rp1.142.500.000,-

V.3.1

V.3.7

V.3.11

Singapore

Barang Impor Masuk di

Kawasan Pabean Jalur Merah

Kirim Barang

Perusahaan Tidak Tercantum dalam Bill of Landing

Rek. An. AA

V.4.4

V.5.1

Rek. An. HL

V.4.4

V.5.1

V.6.1

V.6.2

Rek. an.PEP

V.4.4

V.5.1

Rek. An. IJ

V.4.4

V.5.1

V.6.2

Rek An. HL

V.4.4

V.5.1

V.6.1

V.6.2

Transfer Dana sebanyak

62 kali transaksi

Total Rp2.760.850.000,-

Kartu ATM

an. HL

Transfer D

ana

Pemberian

1 unit motor an.

Adik Ipar PEP

Menerima

kembali Kartu

ATM sisa saldo

Rp52.000.000,-

V.5.15

V.8.3

Transfer Dana

Total Rp107.500.000,-

Buku Rekening dan ATM

dikuasai PEP dan IJ

PEP

V.1.1

Transfer via ATM

Total

Rp277.500.000,-

V.3.11Rek An. HL

V.4.4

V.5.1

V.6.1

V.6.2

Penyerahan Buku

Rekening an. HL

Rek. An. HK

V.4.4

V.5.1

V.6.2

V.7.5

Trans

fer D

ana

mela

lui R

TGS

Total

Rp64.

500.

000,

-

Rekening dikuasai

oleh IJ

Transfer Dana Via ATM dan

Setor Tunai

Total Rp173.000.000,-

V.3.1

V.3.11

Transfer Dana

Total Rp239.000.000,-

V.8.2

V.8.1

V.8.6

Rek. an.

RZK, ZKP

dan Z

V.4.4

V.5.1

V.7.5

V.5.14

V.8.7

iv) Tipologi Pencucian Uang

1. Penguasaan kepemilikan akun rekening bank atas nama orang lain.

2. Pemanfaatan profil wiraswasta dalam kepemilikan akun rekening bank

yang dikuasai oleh Politically Exposed Persons (PEP).

3. Penggunaan nama pihak lain/keluarga dalam pembelian sejumlah aset

berharga. Pihak tersebut hanya tercatat atas kepemilikannya (registered

ownership) dan bukan sebagai penerima manfaat.

4. Keterlibatan pihak ketiga seperti mertua, saudara ipar dalam penempatan

dana hasil tindak pidana.

Page 121: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

107

5. Pembelian sejumlah aset berharga berupa kendaraan bermotor dan

properti (rumah).

3. Tindak Pidana Perbankan

a. Kasus Perbankan atas nama NL

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor

67/PID/2018/PT KPG dengan terdakwa atas nama NL yang didakwa atas perkara

di bidang perbankan dan pencucian uang.

i) Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

NL merupakan Direktur Utama dari Lembaga Kredit Finansial MT (LKF

MT) yang didirikan bersama rekannya PTH berdasarkan akta pendirian

lembaha kredit finansial No 40 tanggal 26 April 2008 dan dibuat dihadapan

notaris GPM. LKF MT menghimpun dana dari masyarakat lalu memutar dana

tersebut dengan cara meminjamkannya kepada masyarakat yang

membutuhkan pinjaman dengan ketentuan bunga masing-masing 10%.

Selama menjalankan kegiatan usahanya sampai Oktober 2013 NL

berhasil merekrut sebanyak 16.155 nasabah dengan perolehan jumlah dana

yang terhimpun sebagai simpanan beserta bunga 10% sebesar

Rp413.795.357.693,00. Uang yang berhasil dihimpun dari masyarakat pada

LKF “Mitra Tiara” setelah terkumpul sekitar Rp7.000.000.000,00-

Rp10.000.000.000,00 disimpan oleh NL dengan cara menyetorkan ke beberapa

rekening milik NL, kemudian menarik kembali dan memasukkan kembali ke

dalam rekening baik menggunakan rekening NL, istri NL, anak NL, dan

karyawan NL. NL dinyatakan bersalah oleh pengadilan berdasarkan Pasal 46

ayat (1) Jo. Pasal 16 ayat (1) UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan

Tindak Pidana Pencucian Uang melanggar Pasal 4 UU RI No 8 tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Tindak Pidana Asal

• NL bersama rekannya PTH membuka Lembaga Kredit Finansial MT pada

tanggal 26 April 2008. Lembaga Kredit Finansial MT menghimpun dana

dari masyarakat kemudian memberikan bunga 10% bagi yang menyimpan

Page 122: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

108

lalu memutarkan uang tersebut dengan cara meminjamkan kepada

masyarakat dengan memberikan bunga 10%.

• Lembaga Kredit Finansial MT ini ternyata tidak mendapat ijin usaha dari

pimpinan Bank Indonesia, sehingga diputus bersalah melakukan tindak

pidana perbankan.

Tindak Pidana Pencucian Uang

• Terdakwa NL mengalihkan uang yang dihimpun melalui LKF MT dengan

membuat rekening tabungan baru atas nama NL dan atas nama lain yaitu

MBG (istri), MYN (anak), dan YRH (karyawan LKF MT).

• Melalui rekening 239452402 NL mentransfer uang ke MSRB sebanyak

Rp30.000.000,00; ke IMA sebanyak Rp100.000.000,00; ke HMS sebanyak

Rp100.000.000,00; dan ke RDGS sebanyak Rp100.000.000,00 dengan

berita transaksi yang digunakan “pembayaran proyek”.

• Melalui rekening 288241584 NL mentransfer ke OAL sebanyak

Rp150.000.000,00 dengan tujuan bisnis; ke EJK sebanyak

Rp150.000.000,00 dengan tujuan bisnis; dan ke MKI sebanyak

Rp100.000.000,00 dengan tujuan pemindahan modal.

• NL juga mengajukan permohonan kredit di Bank BNI dengan pinjaman

sebesar Rp590.800.000,00 pada tanggal 20 Februari 2013 dan kemudian

dilunaskan pada tanggal 7 Oktober 2013

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah yang terletak di Kelurahan

Amagapati Kecamatan Larantuka Kabupaten Flores Tmur.

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah beserta bangunan rumah

tinggal yang terletak di depan lorong SMPK Gabriel Kelurahan Sarotari

Tengah Kecamatan Larantuka Kabupaten Flores Timur.

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah beserta bangunan rumah

tinggal yang terletak di Kelurahan Sarotari Tengah Kecamatan Larantuka

Kabupaten Flores Timur.

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah yang di atasnya berdiri

bangunan hotel yang terletak di Watowiti Desa Tiwatobi Kecamatan Ile

Mandiri Kabupaten Flores Timur.

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah dan bangunan yang terletak

di Kel.Sikumana, Kec. Maulafa, Kota Kupang

Page 123: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

109

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil merek Toyota Avanza warna

hitam metalik Nopol AG-1590-VI

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil merek Nissan Terrano warna

hitam Nopol EB-441-C

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil merek Toyota Kijang Innova

warna silver metalik Nopol EB-172-NL

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) unit mobil Dump Truck merek Mitsubishi

warna kuning Nopol EB-8233-C

• Terdakwa NL membeli 3 (tiga) polis asuransi pada PT. SLF Kupang dengan

nominal masing-masing Rp500.000.000,00.

• Terdakwa NL membeli 1 (satu) bidang tanah dengan luas 6.130 m² dari

saksi AK dan kemudian NL menjual kepada saksi RL dengan harga jual

Rp1.000.000.000,00.

ii) Putusan/Vonis Pidana

No. Putusan

Pengadilan

Tindak

Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

1. 67/PID/20

18/PT KPG

Perbankan

dan

Pencucian

Uang

Pasal 46 ayat (1) Jo. Pasal 16 ayat (1) UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan tindak pidana pencucian uang melanggar pasal 3 UU RI No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

6 tahun Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah)

Page 124: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

110

iii) Skema Pencucian Uang

Masyarakat

LKF Mitra Tiara

PTLNL

Direktur Utama LKF Mitra Tiara

NL

BNI-239452402

5 Tanah dan Bangunan

V.9.12

3 Polis AsuransiV.4.11

4 Unit MobilV.9.2

BNI-297156639 an MBG (Istri) V.8.1

BNI-247494996 an YRH (karyawan LKF

MT) V.8.5

BNI-297759853 an MYN (anak) V.8.2

BNI-297507179

BNI-179331483

BNI-54767952

MSRB

IMA

HMS

RDGS

V.3.23

BNI-288241584

OAL

MKI

EJKMengajukan KreditV.4.21

Pelunasan KreditV.3.21

BNI-297758533

Rp 30 JtV.3.23

Rp 100 JtV.3.23

Rp 100 JtV.3.23

Rp 100 JtV.3.23

Rp 150 JtV.3.23

Rp 150 JtV.3.23

Rp 100 JtV.3.11

PemindahbukuanV.3.13

Buka Rekening

Menghimpun dana dari masyarakat dengan bunga 10%

1 Bidang tanahV.9.4

Membeli beberapa aset

Dijual seharga Rp 1M

RL

Page 125: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

111

iv) Tipologi Pencucian Uang

• Membuka rekening atas nama istri, anak, dan karyawan.

• Melakukan penarikan tunai lalu melakukan penyetoran tunai

• Pembelian beberapa aset berupa tanah, bangunan, dan mobil

• Penempatan pada produk bernilai investasi seperti asuransi.

v) Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan

• Membuka rekening tabungan diwaktu yang berdekatan

b. Kasus Perbankan atas nama LRP

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor

87/Pid.Sus/2017/PN. Slt dengan terdakwa atas nama LRP yang didakwa atas

perkara di bidang perbankan dan pencucian uang.

i) Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

LRP merupakan Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) CA Kantor

Boyolali yang telah menghimpun dana dari masyarakat sejak bulan Desember

2007 sampai dengan bulan Maret 2015. LRP didakwa telah terbukti melakukan

tindak pidana dalam bidang perbankan dimana LRP melakukan kegiatan

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berjangka atau

deposito tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa

Keuangan (OJK). Dana yang telah terkumpul kemudian ditempatkan di

rekening pribadi LRP yang selanjutnya digunakan LRP untuk mentransfer,

mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, mengubah bentuk uang para

nasabah tersebut.

Tindak Pidana Asal

LRP selaku Ketua KSP Cipta Arta Kantor Boyolali mempunyai tugas dan

tanggung jawab terhadap keseluruhan dari kegiatan operasional termasuk

simpanan berjangka, simpanan harian (tabungan) atau simpanan sukarela, dan

pengajuan pinjaman. Sejak bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Maret

2015 telah melakukan penghimpunan dana dari masyarakat (bukan Anggota

atau Calon Anggota KSP CA) dalam bentuk simpanan/deposito, yaitu berupa

Bilyet Simpanan Berjangka dengan bunga sebesar 14% sampai 18% per tahun

Page 126: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

112

dan pembayaran bunga terhadap nasabah diberikan dengan cara tunai atau

ditransfer ke rekening masing-masing deposan. Pada tahun 2011, KSP CA

Kantor Boyolali sudah tidak melakukan kegiatan operasional sehingga pada

tahun 2011 dibentuk KSP CA Kantor Salatiga dengan Ketua GP yang merupakan

anak kandung LRP yang kemudian digunakan LRP untuk menghimpun dana

dari masyarakat. Dana nasabah tersebut lalu ditempatkan ke rekening atas

nama LRP pada Bank C Cabang Salatiga dengan Nomor Rekening 0130531962

dan 0130819800 yang selanjutnya pengelolaan dananya dilakukan oleh LRP.

Simpanan berjangka para Nasabah pada KSP CA baik Kantor Boyolali maupun

Kantor Salatiga sudah dalam jatuh tempo yang disepakati, namun dana Para

Nasabah belum dibayarkan oleh LRP.

Tindak Pidana Pencucian Uang

• Setelah LRP menempatkan uang yang dihimpun dari masyarakat dalam

bentuk Simpanan Berjangka/Deposito pada rekening Bank C milik LRP

pribadi, selanjutnya LRP mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,

membayarkan, mengubah bentuk uang para nasabah.

• LRP membeli 1 unit Mitsubishi Pajero Sport tahun 2013 seharga

Rp300.000.000,00 dengan membayar uang muka sebesar

Rp156.864.200,00 yag dilanjutkan dengan membayar angsuran setiap

bulannya sebesar Rp7.680.600,00

• LRP membeli 1 unit Suzuki Grand Vitara JLX M/T tahun 2007 sebesar

Rp188.700.000,00 melalui pembiayaan selama 36 bulan dengan angsuran

Rp7.765.000,00

• LRP membeli 1 unit Mercy CS 260 tahun 2013 dengan harga

Rp300.000.000,00 secara tunai

• LRP membeli ruko di Jalan Osamaliki Ruko Star A3 seharga

Rp1.100.000.000,00 pada tahun 2013 secara tunai

• LRP membeli tanah dan bangunan di Puri Yudhistira Regency 2 Surabaya

Salatiga atas nama LRP pada Desember 2011

• LRP membeli tanah dan bangunan di Jalan Purbaya Dalam V B.3 Surabaya

Salatiga atas nama GP seharga Rp61.000.000, 00 pada Januari 2014

• LRP menggunakan uang para nasabah yang ada rekening pribadi LRP pada

Bank C 0130819800 untuk kepentingan pribadi dengan transaksi transfer

Page 127: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

113

ATM, transfer Internet Banking, pembelian via EDC dan Auto Debet

sebesar Rp93.867.098, ,00 periode Juni 2013 hingga Agustus 2016

• LRP mentransfer uang dari rekening pribadi pada Bank C 0130531962 ke

rekening 0130810471 atas nama GP pada periode Januari 2011 hingga

Desember 2016 sejumlah Rp287.800.000, ,00

• LRP mentransfer uang dari rekening pribadi pada Bank C 0130819800 ke

rekening 0130810471 atas nama GP pada periode Januari 2011 hingga

Desember 2016 sejumlah Rp887.335.600, ,00

ii) Putusan/Vonis Pidana

No Putusan

Pengadilan Tindak Pidana

Pasal Vonis

Pidana Denda 1 Pengadilan

Negeri Salatiga

Perbankan Pasal 46 ayat (1) Jo. Pasal 16 ayat (1) UU RI No 10 Tahun 1998

8 (delapan)

tahun penjara

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh Miliar rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan Pencucian

Uang Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010

Page 128: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

114

iii) Skema Pencucian Uang

LRP

V.2.2

GP

V.8.2

Nasabah

V.7.2

KSP CA

Boyolali

KSP CA

Salatiga

Mobil Pajero

Sport

Mobil Grand

Vitara

Mobil Mercy

Tanah dan

bangunan

ruko

Transfer dan

belanja

Menghimpun dana

Menghimpun dana

Beli dengan multifinance

Beli dengan multifinance

Beli tunai

Transfer

V.3.6

Transaksi via EDC

V.3.16

Rp93.867.098

Transfer

V.3.6.

Rp1.175.135.600

Menghimpun dana

iv) Tipologi Pencucian Uang

• Transaksi tidak dilakukan melalui industri keuangan perbankan namun

dominan menggunakan transaksi tunai.

• Penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung,

mentransfer, mengalihkan dan melakukan transaksi hasil tindak pidana.

• Pembelian aset menggunakan sarana pembiayaan sehingga tampak bahwa

aset tersebut berasal dari harta yang sah. Padahal uang yang digunakan

untuk cicilan/pelunasan berasal dari hasil kejahatan.

Page 129: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

115

4. Kasus Kepabeanan

Kasus atas nama PSL

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Nomor 1308/Pid.B/2017/PN. Bdg dengan

tindak pidana kepabeanan atas nama FL.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

PT. SPL merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam

bidang industri tekstil. Produk utamanya adalah tekstil berupa pakaian

seragam untuk pria dan wanita, tirai/gorden, serta tenda militer.

PT. SPL mendapat fasilitas kawasan berikat dimana fasilitas dimaksud

diberikan untuk mendukung industri di bidang tekstil. Fasilitas kawasan

berikat merupakan fasilitas yang diberikan bagi perusahaan

industri/manufaktur yang hasil produksinya berorientasi ekspor.

Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan yang beroperasi di Kawasan

Berikat akan mendapat beberapa manfaat atau kemudahan berupa:

1. Penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PPn, PPnBM, PPh Pasal 22

atas importasi barang modal, peralatan, dan bahan baku yang digunakan

oleh perusahaan untuk mendukung proses produksi.

2. Tidak dipungut PPN dan PPnBM atas pemasukan barang kena pajak dari

Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL).

3. Pembebasan cukai atas impor barang atau bahan untuk diolah lebih lanjut

dan atas pemasukan Barang Kena Cukai dari DPIL untuk diolah lebih lanjut.

FL sebagai direktur utama dan pemilik PT SPL bersama dengan BS

selaku direktur keuangan diketahui melakukan pelanggaran kepabeanan

berupa memberitahukan nilai ekspor lebih besar daripada nilai barang yang

sebenarnya diekspor. Pelanggaran ini diketahui dari hasil penangkapan yang

dilakukan Bea Cukai yang menunjukkan jumlah barang yang diberitahukan PT

SPL dalam dokumen ekspor (PEB) lebih besar/mark-up dari jumlah/nilai fisik

barang yang sebenarnya akan diekspor.

Dalam periode bulan Desember 2015 s.d. bulan Juni 2016 FL telah

mengeluarkan kurang lebih 205 (dua ratus lima) pemberitahuan pabean yaitu

dokumen BC 3.0 berupa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang tidak benar

atau yang dipalsukan, dimana jumlah barang dalam PEB tidak sesuai dengan

Page 130: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

116

jumlah barang riil yang diekspor, jumlah dalam PEB jauh lebih besar dari

barang riil yang diekspor.

Berdasarkan data PT. JICT (Jakarta International Container Terminal)

selaku operator pelabuhan Tanjung Priok yang mempunyai tugas melakukan

pengecekan terhadap barangekspor yang akan dinaikkan ke dalam kapal

maupun barang impor yang turun dari kapal, diketahui PT. SPL ada melakukan

ekspor barang ke luar negeri dengan mempergunakan kurang lebih 200 (dua

ratus) Pemberitahuan Ekspor Barang /PEB (BC 30) yang berat timbangan peti

kemas atas barang yang diekspor jauh lebih kecil dari berat yang

terdapat/tertulis di dalam dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang terakhir yaitu tanggal 21

Juni 2016 atas 5 (lima) dokumen BC 3.0, yaitu PEB Nomor 441101 yang isinya

583 ROLLS OF TEXTILESBUBBLY GIRL PFD/PFP, 441519 yang isinya 849

RO/100% POLYESTERKNITTING 2010 58” DYED, 441903 yang isinya 901

Roll/100% POLYESTERKNITTING 58” DYED, 442203 yang isinya 855

RO/100% POLYESTERBUBBLY GIRL 58” PRINT dan 442340 yang isinya 850

RO, 100% Polyesterbubbly Creepe 58” Print, dengan kandungan utama seng

yang barang ekspornya ditegah oleh petugas Bea dan Cukai di Tanjung Priok

dari kontainer dengan Nomor INLU2108138/20' untuk PEB 441101 hanya

berisi 116 gulungan/roll kain berwarna putih polos tanpa motif,

KKFU7646351/40' untuk barang PEB 441519 hanya berisi 116 gulungan kain

berwarna putih, polos tanpa motif berbagai macam diameter dengan panjang

keseluruhan 11.471 meter, CAIU8454233/40' untuk barang PEB 441903 hanya

berisi 116 gulungan kain berwarna putih, polos tanpa motif berbagai macam

diameter dengan panjang keseluruhan 11.805 meter, FSCU9635423/40' untuk

barang PEB 442203 hanya berisi 116 gulungan kain berwarna putih, polos

tanpa motif berbagai macam diameter dengan panjang keseluruhan 11.692

meter, dan KKFU7638377/40' untuk barang PEB 442340 hanya berisi kain

berwarna putih tanpa motif, jumlah 119 Roll. PEB Nomor 441101 dengan

tujuan Turkey, PEB Nomor 441519 dengan tujuan United Arab Emirates, PEB

Nomor 441903 dengan tujuan United Arab Emirates, PEB Nomor 442203

dengan tujuan United Arab Emirates, PEB Nomor 442340 dengan tujuan United

Arab Emirates.

Page 131: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

117

Tindak Pidana Asal

PT. SPL melakukan perbuatan yang diduga memenuhi unsur tindak

pidana kepabeanan berupa menjual produk impor secara langsung kepada

pedagang atau pengusaha lokal dalam negeri yang tidak sesuai ketentuan

(produk impor merupakan bahan baku yang mendapat fasilitas penangguhan

bea masuk dan pajak, produk impor tersebut diproses lebih lanjut oleh

perusahaan yang beroperasi di kawasan berikat untuk tujuan ekspor). PT SPL

teridentifikasi melaporkan jumlah barang dalam dokumen ekspor (PEB) lebih

besar/mark-up dari jumlah/nilai fisik barang yang sebenarnya akan diekspor,

yakni dengan memalsukan dokumen terkait jumlah barang yang diekspor.

FL pada periode Januari 2015 s.d. Juni 2016 selaku Direktur Utama

sekaligus Pemilik PT. SPL telah mengeluarkan barang olahan atau barang jadi

yang bahan bakunya berasal dari bahan impor tanpa menyelesaikan kewajiban

pabeannya dan juga tanpa adanya persetujuan pihak bea cukai, dimana

perbuatan FL tersebut merupakan tindak pidana Kepabeanan yang

mengakibatkan kerugian negara yaitu berupa Bea Masuk dan Pajak Dalam

Rangka Impor (PPN dan PPh) sebesar Rp118.017.956.000,00 (seratus delapan

belas Miliar tujuh belas juta sembilan ratus lima puluh enam ribu rupiah).

ii. Putusan

No Putusan Pengadilan Tindak

Pidana Asal Pasal TPPU

Pidana

Penjara Denda

Terpidana FL 1 Pengadilan Negeri

Bandung Nomor 1308/Pid.B/2017/PN Bdg

Kepabeanan - Subsider Penjara (7 Bulan )

Rp1.500.000.000,00 (satu Miliar lima ratus juta rupiah)

Page 132: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

118

iii. Skema Tindak Pidana Kepabeanan

iv. Tipologi Terkait Tindak Pidana Kepabeanan

PT. SPL teridentifikasi melaporkan jumlah barang dalam dokumen ekspor

(PEB) lebih besar/mark-up dari jumlah/nilai fisik barang yang sebenarnya

akan diekspor.

DJBC menemukan kerugian negara yaitu berupa

Bea Masuk dan Pajak Dalam

Rangka Impor (PPN dan PPh)

sebesar Rp.118.017.956.000,-

FLV.2.2

BSV.8.5 V.6.1

- 1 rek Panin Bank a.n.

FL

- 1 rek Bank mandiri a.n.

PT SPL

- 2 rek Maybank a.n. FL

- 6 rek CIMB Niaga a.n

FL dan 1 rek a.n PT SPL

- 5 rek BCA a.n FL

PT SPL

Page 133: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

119

5. Kasus Foreign Risk (Foreign Proceed Crime) dan juga sebagai kasus Stand Alone Money

Laundering

Kasus atas nama CT

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor

588/Pid.B/2018/PN.Srg dengan terpidana atas nama CT, 538/Pid.B/2018/PN.Srg atas

nama HS, 539/Pid.B/2018/PN.Srg atas nama DS dan 540/Pid.B/2018/PN.Srg atas

nama RW yang didakwa atas perkara pencucian uang dengan tindak pidana asal

transfer dana.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

CT merupakan seorang wiraswasta yang didakwa bersalah melakukan

tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal transfer dana. Kasus

ini berawal dari adanya transfer dana kurang lebih sebesar USD3,321,000 atau

senilai Rp43.953.170.300,00 ke rekening di Bank M atas nama PT. STI. Dana ini

diketahui berasal dari UCN alias Emeka, SB dan F yang merupakan warga

Negara Nigeria yang bertempat tinggal di Argentina. Dalam melakukan aksinya

CT dibantu oleh DS, HS dan RW. DS merupakan seorang freelancer di PT. STI

sedangkan HS adalah direktur di PT. STI. Dalam kasus ini DS diminta CT untuk

membuka rekening perusahaan atas nama PT. SK, rekening perusahaan ini

digunakan untuk menerima transfer dana dari PT. STI. Sedangkan HS diminta

CT untuk membuat perusahaan dan membuka rekening tabungan atas nama

PT. STI, rekening tabungan atas nama PT. STI digunakan sebagai tempat

penampungan dana yang berasal dari Argentina. Dalam upaya pencairan dana

yang ada di rekening PT. STI yang dilakukan oleh HS, HS mengalami kesulitan

karena kedua rekening atas nama PT. SK dan PT. STI diblokir oleh bank M

terkait adanya indikasi tindak pidana. CT memberitahu UCN perihal

pemblokiran tersebut, kemudian UCN memperkenalkan CT kepada RW yang

merupakan istri dari F dan RW bersedia memberikan bantuan pembukaan

blokir rekening-rekening tersebut.

Tindak Pidana Pencucian Uang

• CT meminta DS untuk membuka rekening atas nama PT. SK (Perusahaan

Fiktif) yang akan digunakan untuk menerima transferan dana dari PT. STI.

Page 134: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

120

• CT meminta HS untuk membuat perusahaan fiktif lainnya atas nama PT.

STI dan membuka rekening tabungan. Rekening tersebut digunakan untuk

menerima dana dari Argentina sebesar kurang lebih USD3,321,000 atau

senilai Rp43.953.170.300,00

• HS melakukan penarikan uang secara tunai dari rekening atas nama PT.

STI sebesar Rp3,9 Miliar. Uang tersebut kemudian diberikan kepada CT

dan CT memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada HS dan Rp25 juta

kepada DS.

• CT memerintahkan agar uang yang ada di rekening PT. STI ditransfer ke

rekening PT. SK dengan jumlah kurang lebih Rp20 Miliar dan dilakukan

dalam dua kali transaksi masing-masing sebesar Rp10 Miliar dengan

mencantum pada slip transfer untuk pembayaran lahan seluas 19 hektar

di daerah Cisoka dan pembayaran lahan seluas 9 hektar padahal tidak

pernah ada pembelian lahan.

ii. Putusan/Vonis Pidana

No Putusan Pengadilan Tindak Pidana

Pasal Pidana

Penjara Denda

Terpidana CT

1 Pengadilan Negeri Serang Nomor 588/Pid.B/2018/PN.Srg

Pencucian Uang

pasal 5 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010

3 (tiga) tahun

Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan

Terpidana HS

2 Pengadilan Negeri Serang Nomor 538/Pid.B/2018/PN.Srg

Pencucian Uang

pasal 3 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010

3 (tiga) tahun

Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan

Terpidana DS

3 Pengadilan Negeri Serang Nomor 539/Pid.B/2018/PN.Srg

Pencucian Uang

pasal 5 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010

3 (tiga) tahun

Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan

Page 135: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

121

iii. Skema Pencucian Uang

- Menyuruh Membuat Perushaan Fiktif

- Menyuruh Membuka Rekening Untuk Penampungan

UNC V.7.2

Rek Bank M a.n. PT. STI

V.4.8HS

V.8.8

RWV.8.8

DSV.8.8

Menyuruh membuat rekening atas nama PT. SK

(Perusahaan Fiktif)

Uang hasil tarik tunai RP. 3,9 M diberikan ke CT

CTV.2.2

Transfer Dari Luar Negeri USD 3,321,000 atau RP. 43 M

V.3.14

Pemindahbukuan Langsung RP. 20 M, 2x transaksi @ RP. 10 M

V.3.13

Tarik Tunai via Teller RP. 3,9 MV.3.4

Rek Bank M a.n. PT. SK

V.4.8

Tunai RP. 100 jutaV.3.18

RP. 700 juta untuk mengurus pembukaan blokir rekening

V.3.18

- Menyuruh Membuat Perusahaan Fiktif atas nama PT. STI

- Menyuruh Membuka Rekening Untuk Penampungan

Tunai RP. 25 jutaV.3.18

iv. Tipologi Pencucian Uang

• Penggunaan identitas palsu dalam pembukaan rekening atas nama PT. SK

• Membangun perusahaan fiktif atas nama PT. STI dan membuat rekening

atas nama perusahaan fiktif tersebut sebagai tempat penampungan uang

yang berasal dari luar negeri untuk menyembunyikan atau menyamarkan

asal usul harta kekayaan seolah-olah berasal dari usaha yang sah

Terpidana RW

4 Pengadilan Negeri Serang Nomor 540/Pid.B/2018/PN.Srg

Pencucian Uang

pasal 3 ayat 1 UU nomor 8 tahun 2010

3 (tiga) tahun

Rp1.000.000.000,00 (satu Miliar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan

Page 136: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

122

• Membuat rekening perusahan fiktif atas nama PT. SK yang digunakan

untuk melakukan transfer dana dari rekening PT. STI dengan

mencantumkan pada slip transfer untuk pembayaran lahan seluas 19

hektar di daerah Cisoka dan pembayaran lahan seluas 9 hektar padahal

tidak pernah ada pembelian lahan

v. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan

• Adanya transfer dana dari luar negeri (Argentina) ke rekening PT. STI

dengan jumlah yang sangat besar

• Melakukan penarikan tunai dalam jumlah yang signifikan dari rekening PT.

STI

• Adanya transfer dana dari PT. STI ke PT. SK dengan jumlah yang sangat

besar

6. Pemidanaan Pencucian Uang Terhadap Pelaku Korporasi

Tipologi ini disusun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor

64/PID.Sus.TPK/2016/PN.BGL, dengan terpidana korporasi atas nama PT. BBU yang

didakwa atas perkara korupsi dan pencucian uang.

i. Deskripsi Kasus

Kasus Posisi

Terdakwa PT. BBU ditetapkan sebagai penyedia barang/jasa untuk

Pekerjaan Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2014

dengan nilai kontrak Rp9.026.616.200,00 dengan jangka waktu pelaksanaan

selama 240 hari kalender terhitung mulai tanggal 01 April 2014 s.d. 01 Desember

2014. PT. BBU melalui pengurusnya COD sebagai Direktur Utama selaku penyedia

barang/jasa atau selaku kontraktor pelaksana Pekerjaan Pembangunan

Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014.

Berdasarkan Laporan Hasil Audit dalam Rangka Perhitungan Kerugian

Keuangan Negara pada pekerjaan kegiatan Pembangunan Pengendali Banjir Air

Bengkulu Kota Bengkulu pada Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal

Sumber Daya Air SNVT PJSA Sumatera VII Provinsi Bengkulu Kegiatan Sungai dan

Pantai II Tahun Anggaran tanggal 09 November 2015 dari BPKP Perwakilan

Provinsi Bengkulu, perbuatan terdakwa PT. BBU selaku penyedia barang/jasa

tersebut, telah memperkaya diri terdakwa selaku korporasi dan merugikan

Page 137: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

123

keuangan negara sejumlah Rp3.760.170.883,36. Terhadap uang hasil tindak

pidana korupsi dari pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air

Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014 tersebut telah ditransfer/dimasukkan oleh

Pengguna Barang/Jasa ke rekening terdakwa PT. BBU yang ada di PT. Bank

Pembangunan Daerah Jatim Nomor 0011248063, sehingga tercampur dengan

uang-uang yang sudah ada sebelumnya di dalam rekening tersebut dengan tujuan

menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang berasal dari

tindak pidana korupsi dimaksud.

Adanya perbuatan pentransferan, pengalihan uang-uang yang masuk ke

dalam rekening nomor 0011248063 milik terdakwa PT. BBU di PT. BPD Jatim

tersebut telah tercampur dan menjadi satu dengan uang dari sumber-sumber yang

lain, sehingga tidak dapat dipisahkan lagi mana uang yang berasal dari hasil tindak

pidana korupsi pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air

Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014 sebesar Rp3.760.170.883,36 maupun dari

sumber lainnya.

Tindak Pidana Asal

• Bahwa pada bulan Januari 2014, terdakwa PT. BBU, memasukkan dokumen

penawaran yang ditujukan kepada Pokja Pengadaan melalui website

www.pu.go.id, dimana sebagian dari dokumen penawaran yang dimasukkan

adalah berupa dokumen kualifikasi yang dibuat secara tidak benar (palsu).

• Setelah melalui proses pelelangan ditetapkan PT. BBU sebagai pelaksana

Pekerjaan Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu Tahun Anggaran

2014 dan diumumkan sebagai pemenang lelang.

• Selanjutnya dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian Kerja (Kontrak)

Pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air Bengkulu Kota Bengkulu TA.

2014 dengan nilai kontrak Rp9.026.616.200,00 dengan jangka waktu

pelaksanaan selama 240 (dua ratus empat puluh) hari kalender terhitung

mulai tanggal 01 April 2014 s.d. 01 Desember 2014.

• PT. BBU melalui pengurusnya COD selaku Direktur Utama mengajukan

pencairan uang muka sebesar Rp1.805.323.240,00 tanggal 07 April 2014.

• Ternyata hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh terdakwa PT. BBU

berdasarkan Hasil Pelaksanaan Pemeriksaan Ahli Teknis Sipil tidak sesuai

dengan kontrak, tetapi tetap menerima pembayaran yang seolah-olah

Page 138: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

124

pekerjaan telah dilaksanakan mencapai 100% dan telah menerima

pembayaran sebesar Rp7.396.056.291,00

• Perbuatan terdakwa PT. BBU selaku penyedia barang/jasa tersebut, telah

memperkaya diri terdakwa selaku korporasi dan merugikan keuangan negara

sebesar Rp3.760.170.883,36

Tindak Pidana Pencucian Uang

• Jumlah uang dana proyek Pekerjaan Pembangunan Pengendali Banjir Air

Bengkulu Kota Bengkulu TA 2014 yang telah dibayarkan kepada PT. BBU

adalah sebesar Rp7.396.056.291,00 setelah dipotong PPn dan PPh, dengan

cara ditransfer ke rekening milik PT. BBU di PT. BPD Jatim Kantor Cabang

Utama Surabaya, nomor rekening: 0011248063 dan telah dicairkan dan

diterima seluruhnya oleh COD selaku Direktur Utama PT. BBU selaku

Kontraktor Pelaksana. Padahal berdasarkan Laporan Hasil Audit negara

dirugikan sejumlah Rp3.760.170.883,36.

• Pengerjaan proyek Pembangunan Pengendali Banjr Air Bengkulu

Rp3.635.885.407,664

• RN datang ke teller untuk melakukan transaksi dari Rekening Koran Nomor:

0011248063 milik PT. BBU dilakukan secara RTGS dengan membawa Bilyet

Giro yang ditandatangani COD.

• Pembayaran pinjaman kredit dengan cara pemotongan langsung dari

rekening nomor: 0011248063 milik PT. BBU total Rp13.293.469.297,85.

• Transfer secara RTGS ke PT. KMA Rp10.050.000.000,00

• Transfer secara RTGS ke PT. KCS Rp8.240.000.000,00

• Transfer secara RTGS ke NH (Blitar) Rp42.500.000,00

• Transfer secara RTGS ke PT. WKB Rp700.000.000,00

• Transfer secara RTGS ke PT. RP Rp1.500.000.000,00

• PT. KCS dan PT. KMA tidak ada hubungan dengan pekerjaan PT. BBU

Page 139: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

125

ii. Putusan/Vonis Pidana

No Putusan

Pengadilan

Tindak

Pidana Pasal

Pidana

Penjara Denda

1 Pengadilan Negeri

Bengkulu Nomor

64/Pid.Sus.TPK/2

016/PN. Bgl

Korupsi

dan

Pencucian

Uang

Pasal 2 ayat (1)

jo. Pasal 20 jo.

Pasal 18 UU

Nomor 31 tahun

1999 yang

diubah dengan

Undang-Undang

Nomor 20

Tahun 2001 dan

Pasal 3 jo. Pasal

6 jo. Pasal 7 UU

No. 8 Tahun

2010

Rp750.000.000,00

(Tujuh Ratus Lima

Puluh Juta Rupiah)

iii. Skema Pencucian Uang

PT. BBU

Pencairan proyek

pengendali banjir

Bengkulu

PT. KMANH

PT. KCS

PT. WKBPT. RP

Rp. 7,4 M

Rp. 42,5 jtRp. 10,05 M

8,24 M

Rp.700jt Rp. 1,5 M

Sebagian Pengerjaan

Proyek

Rp. 3,63 M

Hasil Korupsi + Hasil Usaha

Sah

Rp. 3,63 MUang Hasil Korupsi

Page 140: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

126

iv. Tipologi Pencucian Uang

• menggunakan rekening atas nama perusahaan untuk melakukan transaksi

dengan menggunakan sumber dana yang berasal dari hasil tindak pidana,

bertujuan agar transaksi yang dilakukan terlihat seolah-olah sebagai

transaksi dari hasil bisnis yang sah. Sehingga asal usul harta kekayaan tidak

diketahui berasal dari hasil tindak pidana;

• mencampurkan harta legal dengan harta yang berasal dari hasil tindak

pidana. Dikenal dengan istilah co-mingling, yaitu memiliki tujuan untuk

menyulitkan pelacakan asal usul sumber harta kekayaan, sehingga tidak

terlihat asal-usulnya dari hasil tindak pidana yang dilakukan terdakwa.

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, unsur “Dengan

tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan” telah

terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Page 141: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

127

BAB 5 Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1 Kesimpulan

Sebagai bentuk komitmen Indonesia untuk memenuhi Rekomendasi 1 tentang

penyusunan penilaian risiko nasional dan pengkinian risiko nasional khususnya mengenai

pencucian uang, maka pada tahun 2019 ini tim NRA TPPU Indonesia telah bekerja bersama

seluruh stakeholders untuk melakukan konsolidasi atas hasil seluruh penilaian risiko

nasional terkait pencucian uang pada periode 2015 s.d 2018. Terhadap hal tersebut,

Indonesia pada tahun 2019 ini telah berhasil menyusun laporan pengkinian penilaian risiko

Indonesia terhadap tindak pidana pencucian uang tahun 2015 (NRA TPPU 2015 Updated)

dengan poin utama adalah:

1) Risiko domestik

Tindak pidana asal yang berisiko tinggi berpotensi TPPU yaitu tindak pidana narkotika,

tindak pidana korupsi dan tindak pidana perbankan.

2) Risiko dari Luar Negeri (Foreign Risk)

i. TPA yang terjadi di luar negeri dan berpotensi melakukan pencucian uangnya di

Indonesia yaitu: tindak pidana korupsi, tindak pidana penipuan dan tindak pidana

narkotika.

ii. Asal negara TPA dan berpotensi melakukan pencucian uangnya di Indonesia yaitu:

Singapura, Amerika Serikat dan Australia.

iii. TPA yang terjadi di Indonesia dan berpotensi melakukan pencucian uangnya di

luar negeri yaitu: tindak pidana narkotika dan tindak pidana korupsi.

iv. Negara tujuan berpotensi dilakukan pencucian uang yang TPA-nya di Indonesia

yaitu: Singapura, Tiongkok dan Hongkong.

3) Indonesia telah memitigasi berbagai risiko pencucian uang selama tahun 2015 s.d.

2018, yaitu dengan pencegahan, pemberantasan/penegakan hukum dan koordinasi

antar regulator, penegak hukum, dan stakeholders lainnya, melalui upaya-upaya:

i. Kebijakan strategis

ii. Penguatan Struktur Organisasi

iii. Penguatan Pedoman dan Kerangka Regulasi

iv. Penguatan Pengawasan

v. Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

vi. Penguatan Koordinasi dan Kerjasama

Page 142: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

128

4) Modus tindak pidana narkotika, korupsi dan perbankan selama tahun 2016 s.d. 2018.

i. Jenis tindak pidana narkotika shabu, ganja dan ekstasi merupakan jenis tindak

pidana narkotika yang paling banyak terjadi.

ii. Jenis tindak pidana korupsi penyuapan dan pengadaan barang/jasa/keuangan

negara merupakan jenis tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi.

iii. Berdasarkan putusan TPPU tindak pidana perbankan, modus paling banyak

adalah bank gelap diikuti dengan kredit fiktif, pemalsuan pembukuan dokumen

bank, pembobolan dana nasabah dan penggelapan dana nasabah.

5.2 Prioritas Aksi Tahun 2019 s.d. 2020

Berdasarkan hasil identifikasi risiko domestik, risiko dari luar negeri (foreign risk),

identifikasi tren modus tindak pidana asal, mitigasi risiko yang telah dilakukan tahun 2015

s.d. 2018 dan mitigasi risiko yang akan dilakukan tahun 2019 s.d. 2020, Tim Pengkinian

NRA TPPU 2015 telah menyusun rekomendasi yang relevan dalam upaya meminimalisasi

risiko TPPU di Indonesia dengan mempertimbangkan aspek PESTEL (Politik, Ekonomi,

Sosial, Lingkungan, dan Legislasi) bersama dengan para pakar yang kompeten di bidang

PESTEL.

Tim Pengkinian NRA TPPU 2015 merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

No. Aksi Prioritas No. Rekomendasi

1. Penguatan

Pengawasan

Berbasis Risiko

1. Harmonisasi dan implementasi rezim anti pencucian uang

dalam kebijakan internal kementerian/lembaga.

2. Mendorong adanya integrasi data, informasi dan teknologi

informasi.

3. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas pihak pelapor,

regulator dan seluruh stakeholders anti pencucian uang.

4. Meningkatkan efektivitas pengawasan berbasis risiko

termasuk meningkatkan pengenaan denda administrasi.

5. Regulator memberikan panduan kepada pihak pelapor untuk

memitigasi transaksi pendanaan senjata pemusnah masal.

6. Penguatan kelembagaan anti pencucian uang lembaga

pengawasan dan pengatur.

2. Penguatan

Koordinasi

Domestik Serta

7. Memperkuat koordinasi dan sinergi domestik antara penegak

hukum, regulator dan seluruh stakeholders anti pencucian uang

Page 143: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

129

No. Aksi Prioritas No. Rekomendasi

Kerjasama

Internasional Baik

Formal Maupun

Informal

serta kerjasama internasional dalam penguatan pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

3. Optimalisasi

Penanganan

Perkara TPPU

8. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas penegak hukum,

termasuk asset tracing dan asset recovery.

9. Penguatan kelembagaan penegak hukum dalam penanganan

tindak pidana pencucian uang.

Page 144: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

130

BAB 6 Lampiran

Lampiran A: Metodologi

• Formulasi penilaian risiko dalam NRA TPPU 2015 mengikuti panduan dari FATF

Guidance mengenai “National Money Laundering and Terrorist Financing Risk

Assessment” disebutkan bahwa: “risk can be represented as: R=f[(T)(V)] x C, where T

represents threat, V represents vulnerability, and C represents consequence”.

Berdasarkan panduan tersebut, formulasi untuk melakukan penilaian risiko dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Merujuk kepada FATF Guidance disebutkan bahwa:

o Ancaman (threats) adalah orang atau sekumpulan orang, objek atau aktivitas yang

memiliki potensi menimbulkan kerugian. Dalam konteks pencucian uang ancaman

meliputi tindak pidana, kelompok teroris dan pendanaannya.

o Kerentanan (vulnerabilities) adalah hal–hal yang dapat dimanfaatkan atau

mendukung ancaman atau dapat juga disebut dengan faktor – faktor yang

menggambarkan kelemahan dari sistem anti pencucian uang/pendanaan

terorisme baik yang berbentuk produk keuangan atau layanan yang menarik

untuk tujuan pencucian uang atau pendanaan terorisme.

o Dampak (consequences) adalah akibat atau kerugian yang ditimbulkan dari tindak

pidana pencucian uang dan atau pendanaan terorisme terhadap lembaga, ekonomi

dan sosial secara lebih luas termasuk juga kerugian dari tindak kriminal dan

aktivitas terorisme itu sendiri.

Risiko =Kerentanan

+Ancaman(

(

x Dampak

Page 145: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

131

• Proses Pengkinian NRA TPPU 2015

Kegiatan pengkinian NRA TPPU 2015 dilaksanakan oleh Tim Pemutakhiran NRA

Indonesia Tahun 2019. NRA TPPU 2015 Updated merupakan dokumen bentuk

konsolidasi dari penilaian risiko nasional Indonesia terhadap TPPU tahun 2015 s.d.

2018 dan mitigasi serta aksi prioritas dalam rangka menurunkan TP asal berisiko

tinggi.

1. Pengumpulan Data

Dalam proses identifikasi faktor ancaman TPPU periode 2015 s.d. 2018, Tim NRA

Indonesia telah mengumpulkan data/informasi dari berbagai stakeholders rezim

APUPPT. Pengumpulan data dilakukan melalui data statistik, kajian hasil penilaian

risiko tahun 2015 s.d. 2018, interview, ataupun Focus Group Discussion. Hasil kajian

yang dijadikan literature diantaranya:

a. NRA TPPU 2015

b. Hasil Mutual Evaluation Report Indonesia Tahun 2018

c. SRA selama tahun 2015 s.d. 2018

d. Riset strategis lainnya 2015 s.d. 2018

e. Mitigasi yang sudah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018

f. Keberhasilan mitigasi yang sudah dilakukan tahun 2015 s.d. 2018

Page 146: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

132

g. Studi Kasus tindak pidana asal dan/atau TPPU tahun 2015 s.d. 2018

h. Mitigasi yang akan dilakukan tahun 2019 s.d. 2020

2. Tahapan Penyusunan

a. Kick Off Meeting

Pelaksanaan kick off meeting dilaksanakan pada tanggal 20 s.d. 23 Maret 2019

di Bogor dan sekaligus pelaksanaan tahap awal FGD dengan Penegak Hukum,

Regulator dan Pihak lainnya, sebagai tindak lanjut dari Working Group

Discussion NRA yang dilakukan di Bandung pada tanggal 14 s.d. 16 Februari

2019. Sebagai focal point/national organizer, Tim Pengkinian NRA TPPU 2015

PPATK telah mengirimkan notification letter dan introduction letter kepada

seluruh Regulator, Penegak Hukum, dan Pihak terkait lainnya pada tanggal 19

Maret 2019. Hal ini dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada Pimpinan

instansi terkait sebagai Leading Sector bahwa PPATK akan membutuhkan

dukungan dari masing-masing instansi.

Dokumentasi kick off meeting NRA TPPU 2015 Updated dan pelaksanaan FGD

dengan Penegak Hukum, Regulator dan Pihak Lainnya.

Bogor, 20 s.d. 23 Maret 2019

Page 147: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

133

b. Penguatan Komitmen dari Regulator (OJK)

Sebagai bentuk komitmen Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan terhadap

Program NRA, pada April 2019 OJK telah melakukan koordinasi intensif

dengan PPATK, dan telah dilakukan rapat yang diinisiasi oleh OJK di Jakarta

pada tanggal 4 April 2019.

c. Pelaksanaan FGD NRA Penegak Hukum, Regulator, Pihak terkait lainnya

o Pelaksanaan FGD tahap II dilaksanakan di Bandung pada tanggal 1 s.d. 4

Mei 2019.

Page 148: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

134

o Pelaksanaan FGD tahap III dilaksanakan di Bandung pada tanggal 9 s.d. 11

Mei 2019.

d. FGD analisis PESTEL TPPU di Indonesia dan FGD Finalisasi draf Laporan NRA

TPPU 2015 Updated.

FGD ini dilakukan dengan para ahli PESTEL (Politik, Ekonomi, Sosial,

Teknologi dan Environment dan Legal) untuk memberikan pandangan untuk

Page 149: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

135

memperkaya kesimpulan dan juga rekomendasi yang dihasilkan serta dengan

stakeholders dan pihak terkait dalam rangka finalisasi draf laporan NRA TPPU

2015 Updated.

FGD dilaksanakan di Jakarta, pada tanggal 20 s.d. 22 Mei 2019

1. Bapak Benny Mamoto

Page 150: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

136

2. Bapak Deni R. Tama

3. Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M.

Page 151: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

137

4. Bapak Kuseryansyah

Page 152: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

138

Lampiran B: Analisis PESTEL

Analisis PESTEL dimaksudnya untuk mendapatkan pandangan secara makro atas

hasil analisis yang telah dilakukan para stakeholders. Para ahli PESTEL yang dilibatkan pada

tahapan ini meliputi para ahli dibidang Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi dan Environment

dan Legal yang memberikan pandangan untuk memperkaya kesimpulan dan juga

rekomendasi yang dihasilkan. Beberapa poin temuan PESTEL ini diantaranya adalah:

NO BIDANG ASPEK PANDANGAN AHLI

1 Politik, Ekonomi, Legal, Sosial dan Ekonomi

1. Risiko Domestik

Tindak pidana asal domestik yang berisiko tinggi 1. TP Narkotika, TP Korupsi dan TP Perbankan

diantaranya dikarenakan Indonesia merupakan pasar potensial Narkotika, statistik pidana korupsi masih sangat tinggi dan banyaknya tindak pidana perbankan khususnya investasi bodong dan bank gelap.

Foreign Risk TP Narkotika dan Korupsi merupakan tindak pidana yang berpotensi sebagai foreign risk TPPU, diantaranya disebabkan banyaknya penyelundupan narkotika dan adanya kemudahan di luar negeri untuk membuat perusahaan.

Mitigasi Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU diperlukan langkah-langkah: a. penguatan kelembagaan dan peningkatan

kompetensi penyidik dan analis. b. Perbaikan sistem pencegahan, integrasi data

dan informasi c. Peningkatan kerjasama dalam dan luar negeri. d. Penegakan hukum dengan pendekatan

multidoor, dalam hal ini pengenaan kombinasi UU dalam pemberantasan TPPU.

2. Teknologi Mitigasi Upaya mitigasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU: a. Integrasi informasi b. Adanya pedoman APUPPT bagi fintech

Page 153: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

139

Lampiran C: Referensi

Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG), 2018. Anti Money Laundering and Counter-

Terrorist Financing Measures Indonesia Mutual Evaluation Report.

Badan Narkotika Nasional, POLRI, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,

2017. Penilaian Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang Pada Tindak Pidana

Narkotika.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan, 2017. Money Laundering and Terorrist Financing Risk

Assessment In The Sector Of Commodity Futures Trading.

Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2017. Analisis Risiko

Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Di Sektor Kegiatan Usaha

Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) dan Penyelenggaraan

Transfer Dana.

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM dan Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2018. Penilaian Risiko Sektoral

(Sectoral Risk Assessment) Notaris Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan, 2017. Penilaian Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme Di Sektor Kepabeanan dan Cukai.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan, 2017. Indonesia’s Money Laundering Risk Assessment on

Tax Crimes.

..........................................................., 2017. White Papers Update Vulnerabilities Pemetaan Risiko

Indonesia Terhadap TPPU di Sektor Perpajakan.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, 2017. Penilaian Risiko

Sektoral (Sectoral Risk Assessment) Balai Lelang Terhadap Tindak Pidana

Pencucian Uang.

Page 154: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

140

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan, 2018. Penilaian Risiko Sektoral Koperasi Yang Melakukan

Kegiatan Simpan Pinjam Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak

Pidana Pendanaan Terorisme.

Komisi Pemberantasan Korupsi, POLRI, Kejaksaan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan, 2017. Indonesia’s Money Laundering Risk Assessment On

Corruption.

Otoritas Jasa Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2017.

Penilaian Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang Pada Sektor Jasa Keuangan Di

Indonesia.

Pemerintah Indonesia, 2015. Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencucian

Uang Tahun 2015.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2017. Penilaian Risiko Sektoral (Sectoral

Risk Assessment) Penyedia Barang dan/atau Jasa Lainnya Terhadap Tindak

Pidana Pencucian Uang.

..........................................................., 2017. Ancaman dan Kerentanan Tindak Pidana Pencucian

Uang Dari Hasil Tindak Pidana Penipuan.

..........................................................., 2017. Ancaman dan Kerentanan Pencucian Uang dari Hasil

Tindak Pidana di Bidang Kehutanan.

..........................................................., 2017. Ancaman dan Kerentanan Pencucian Uang yang

Bersumber Dari Hasil Tindak Pidana Lingkungan Hidup.

..........................................................., 2017. Penilaian Ancaman Pencucian Uang Dari dan Ke Luar

Negeri.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Otoritas

Jasa Keuangan, Ernst & Young, dan USAID, 2017. Analisis Kesenjangan Antara

Ketentuan Kepemilikan Manfaat atas Korporasi/Perikatan Lainnya di

Indonesia dengan Standar Internasional (Risk Assessment on Legal Persons).

..........................................................., 2018. Penilaian Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang dan

Pendanaan Terorisme dengan Menggunakan Skema Legal Arrangements (Risk

Page 155: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

141

Assessment on Money Laundering and Terrorist Financing by Using Legal

Arrangements Schemes).

Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan dan Pusat Pelaporan dan

Analisis Transaksi Keuangan, 2018. Update Penilaian Risiko Sektoral Akuntan

dan Akuntan Publik Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan

Terorisme di Indonesia Tahun 2017.

Page 156: PENGKINIAN PENILAIAN RISIKO INDONESIA

142