pengkajian asma

88
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda ( double burdent ). Penyakit infeksi dan menular masih memerlukan perhatian besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit- penyakit tidak menular seperti penyakit karena perilaku tidak sehat serta penyakit degeneratif. Kemajuan transportasi dan komunikasi, membuat penyakit dapat berpindah dari satu daerah atau negara ke negara lain dalam waktu yang relatif singkat serta tidak mengenal batas wilayah administrasi. Selanjutnya berbagai penyakit baru ( new emerging diseases ) ditemukan, serta kecendrungan meningkatnya kembali beberapa penyakit yang selama ini sudah berhasil dikendalikan ( re-emerging diseases ). ( Menkes RI, 2003 ) 8

Upload: ika-oktavia

Post on 06-Dec-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

JHGSDSDBHSDJDSDBCSBDCHJSBC HC BHVBCHBJSDABHJSDBCSJH BCHDSJB CHDSCVGHFBWWYEFYUHKWDIEQIHQUIHQHUEFHHHFHFBFBVBVHJFCKEWOQOPOQIOQDIEWUFIUEIFIUFURUIUUFHFHGFGBVHHCNVVBBVNCIUFCHUIEFHIWEHOWHDIUEWHFUIEHFEOWIUHFWUIHEFIERFYGFGHFJFBBFHDJFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

ganda ( double burdent ). Penyakit infeksi dan menular masih memerlukan

perhatian besar dan sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit-penyakit

tidak menular seperti penyakit karena perilaku tidak sehat serta penyakit

degeneratif. Kemajuan transportasi dan komunikasi, membuat penyakit dapat

berpindah dari satu daerah atau negara ke negara lain dalam waktu yang relatif

singkat serta tidak mengenal batas wilayah administrasi. Selanjutnya berbagai

penyakit baru ( new emerging diseases ) ditemukan, serta kecendrungan

meningkatnya kembali beberapa penyakit yang selama ini sudah berhasil

dikendalikan ( re-emerging diseases ). ( Menkes RI, 2003 )

Sampai saat ini kematian disebabkan oleh serangan asma, yang

seharusnya tidak perlu terjadi masih saja tetap ditemukan, meskipun

perkembangan di dalam hal pengobatan sudah demikian majunya. Kematian pada

penderita asma pada dasarnya terjadi karena pengobatan yang tidak adekuat

(undertreatment ) yang dapat disebabkan oleh keterlambatan penderita datang

berobat ke rumah sakit, atau kesalahan klinikus sendiri seperti kegagalan

mengenal serangan asma akut terutama yang berat, membuat program

8

penatalaksanaan yang tidak tepat, atau pengobatan yang tidak memadai.

Kegagalam pengobatan juga terjadi karena serangan asma yang timbul sangat

berat dan mendadak. ( KHOM, dkk. 2000 )

Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah

penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap

tahunnya. Berdasarkan data dari BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, pada tahun

2004 dari 26% penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, penderita asma

mencapai 2,5%. Sedangkan di Sumatera Selatan, dari 20,45% penduduk yang

mengalami keluhan kesehatan jumlah menderita asma mencapai 2,55%.

Penduduk di Indonesia banyak yang terserang penyakit infeksi dan yang

menular dan serangan sebagian penduduk terkena penyakit asma yang berjumlah

245.000 orang karena pengaruh dari lingkungan dan terinfeksinya saluran

pernafasan. ( Depkes RI, 2003 )

Berdasarkan data yang diambil dari medical record Rumah Sakit dr.

Mohammad Hoesin Palembang, pada tahun 2006 jumlah penderita asma yang

menjalani perawatan di IRNA Penyakit Dalam berjumlah 62 orang atau 28,25 %.

Sedangkan pada tahun 2007, jumlah penderita asma yang menjalani perawatan

IRNA Penyakit Dalam berjumlah 132 orang atau 84,75 %. Dilihat dari data

tersebut terdapat peningkatan jumlah penderita asma pada tahun 2007 adalah

sebanyak 70 orang atau 113 % dari jumlah penderita asma tahun 2006. Dan pada

tahun 2008, jumlah penderita yang menjalani perawatan di IRNA Penyakit Dalam

berjumlah 110 orang atau 62,5 %. Jumlah peningkatan ini cukup besar dan

2

memerlukan perhatian yang khusus. Perawat merupakan bagian penting dari

pelayanan kesehatan yang memiliki banyak peran baik sebagai pemberi Asuhan

Keperawatan, pendidik ( educator ), pelindung (advocation ) harus mampu

merespon permasalahan yang ada dengan menjalankan perannya tersebut untuk

tujuan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk membuat Laporan Studi Kasus

yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada Klien Ny. “N” dengan Gangguan

Pernafasan; Asma di IRNA Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin

Palembang”.

B. Batasan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti dalam Laporan Studi Kasus ini dibatasi

pada bagaimana melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien penyakit asma di

IRNA Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran nyata penerapan atau pelaksanaan

Asuhan Keperawatan pada klien Ny “ N “ dengan Gangguan Pernafasan;

Asma di IRNA Penyakit Dalam Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

3

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien Ny “N” dengan Gangguan

Pernafasan; Asma Bronchiale di IRNA Penyakit Dalam Rumah Sakit dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Ny “N” dengan

Gangguan Pernafasan; Asma Bronchiale di IRNA Penyakit Dalam Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang.

c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada klien Ny “N” dengan

Gangguan Pernafasan; Asma Bronchiale di IRNA Penyakit Dalam Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang.

d. Dapat melakukan tindakan keperawatan pada klien Ny “N” dengan

Gangguan Pernafasan; Asma Bronchiale di IRNA Penyakit Dalam Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang.

e. Dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien Ny “N” dengan

Gangguan Pernafasan; Asma Bronchiale di IRNA Penyakit Dalam Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang.

4

D. Manfaat Penulisan

1. Untuk Mahasiswa

Sebagai wadah untuk meningkatkan kemampuan kognitif, apektif dan

psikomotorik bagi mahasiswa dalam mengaplikasi ilmu dan teori-teori yang

berkaitan dengan konsep asuhan keperawatan.

2. Untuk Institusi Pendidikan

Sebagai acuan atau referensi dalam pemberian Asuhan Keperawatan

pada klien dengan kasus Gangguan Pernafasan; Asma, dan merupakan umpan

balik dari penerapan teori secara terpadu oleh mahasiswa guna meningkatkan

mutu pendidikan.

3. Untuk rumah sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang

Dapat menjadi sumbangan pemikiran dan informasi dalam

melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan kasus gangguan pernafasan; asma

di IRNA Penyakit Dalam.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada karya tulis ini adalah dengan metode:

1. Wawancara, yaitu mengadakan komunikasi langsung kepada klien, keluarga

klien, serta kepada para perawat dan pihak yang berkompeten dalam asuhan

keperawatan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan

5

hal-hal yang perlu diketahui baik aspek fisik, mental sosial budaya, ekonomi,

kebiasaan, lingkungan dan sebagainya.

2. Pemeriksaan fisik, yaitu melakukan pemeriksaan fisik kepada klien dengan

memakai metode keperawatan seperti inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi,

dan observasi.

3. Tinjauan literatur, yaitu menerapkan metode pengumpulan data berdasarkan

buku-buku kesehatan dan internet.

F. Sistematika Penulisan

Karya tulis ini menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari V

BAB, Daftar Pustaka dan Lampiran, yaitu :

1. Bab I Pendahuluan

Berisi uraian tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Teoritis

Berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,

penatalaksanaan dan proses keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi.

3. Bab III Tinjauan Kasus

Berisi tentang uraian kasus, data-data tentang klien dan penerapan asuhan

keperawatan secara langsung terhadap klien.

6

4. Bab IV Pembahasan

Menjelaskan perbedaan antara teori dan penerapan asuhan keperawatan pada

klien secara langsung.

5. Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisi tentang kesimpulan dari Bab pertama sampai Bab keempat dan Saran

yang dapat diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

.

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Asma adalah obstruksi jalan nafas akut, episotik yang diakibatkan oleh

rangsangan yang tidak menimbulkan respons pada orang sehat. Asma telah

didefinisikan sebagai gangguan yang dikateristikkan oleh paroksisme rekurens

mengi dan dispnea yang tidak disertai oleh penyakit jantung atau penyakit lain.

( Tambayong, Jan. dr, 2000 )

Asma Bronchiale adalah satu hiper-aksi dari bronkus dan trakea yang

mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible. ( Sibuea,

Herdin , W. Dr. Dkk. 2008 )

Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

reversibel dimana trakeabronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

tertentu. ( Dudut Tanjung, 2003 )

Asma dalah penyakit paru dengan karakteristik : 1) Obstruksi saluran

nafas yang reversibel ( tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien ) baik secara

spontan maupun dengan pengobatan ; 2) Inflamasi saluran nafas; 3) Peningkatan

respons saluran nafas terhadap berbagai rangsangan ( hiperaktivitas ).

( Aru W. Sudoyo, dkk. 2006 )

31

B. Etiologi

Menurut Dudut Tanjung ( 2003 ), ada beberapa hal yang diduga

merupakan faktor timbulnya serangan Asma Bronchiale, yaitu :

1. Genetik

Faktor genetik terhadap asma yang diturunkan adalah bakat alerginya,

meskipun belum diketahui cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit

alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena

penyakit asma jika terpapar dengan faktor pencetus.

2. Alergen

Alergen terbagi dalam 3 Jenis, yaitu :

a. Inhalan, yaitu allergen yang masuk melalui saluran pernafasan, misalnya

debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b. Ingestan, yaitu allergen yang masuk melalui mulut seperti makanan dan

obat-obatan.

c. Kontaktan, yaitu allergen yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti

perhiasan, logam, dan jam tangan.

3. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan

32

dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, dan musim bunga. Hal

ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga dan debu.

4. Stress

Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,

selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping

gejala asma yang timbul harus segera diobati. Penderita asma yang mengalami

stress perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya, karena

jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab

terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.

Misalnya orang yang berkerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik

asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik waktu libur atau cuti.

6. Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling

mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

33

C. Patofisiologi

Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot

bronkus, sumbatan mucus, edema, dan Inflamasi dinding bronkus. Obstruksi

bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas

menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat

terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi

peningkatan volume residu. Kapasitas residu fungsional ( KRF ), dan pasien akan

bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total ( KPT).

Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran

gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot

bantu nafas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara

obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus

Puncak Ekspirasi). Sedangkan penurunan KVP ( Kapasitas Vital Paksa )

menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat

terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi

menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran

napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru.

Ada daerah – daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler

yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin

merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,

34

tubuh tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi

akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang

kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih

berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak

memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia

kerja otot – otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi

CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi

alveolus menyebabkan retensi CO2 ( hiperkapnia )dan terjadi asidosis respiratorik

atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis

metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan

shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang

akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran

napas pada asma akan menimbulkan hal – hal sebagai berikut : 1). Gangguan

ventilasi berupa hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana

distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi

gas ditingkat alveoli.

Baik asma alergi maupun non alergi dijumpai adanya inflamasi dan

hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak dikenal 2 jalur untuk

mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi

oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam

tubuh akan diolah oleh APC ( Antigen PresentingCells = sel penyaji antigen ),

untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th

35

( T penolong ). Sel T penolong inilah yang akan memberikan instruksi melalui

interleukin atau sitokin agar sel – sel plasma membentuk IgE, serta sel –sel

radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit

serta limfosit untuk mengeluarkan mediator – mediator inflamasi. Mediator –

mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin ( PG ), leukotrin ( LH ),

platelet activating factor ( PAF ), bradikinin, tromboksin ( TX ) dan lain – lain

akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel – sel radang,

sekresi mucus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas

saluran napas ( HSN ). Jalur non alergik selain merangsang sel inflamasi, juga

merangsang sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN.

( Aru W Sudoyo, dkk. 2006 )

Asma Bronchiale dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu

ekstrinsik dan intrinsik. Asma ekstrinsik ( alergis) secara umum mempengaruhi

anak atau remaja muda yang sering mempunyai riwayat keluarga atau pribadi

tentang alergi, bentol-bentol, ruam, dan eczema. Hasil dari tes kulit biasanya

positif pada elergen spesifik, yang menunjukkan kemungkinan bahwa asma

ekstrinsik adalah alergis. Obstruksi pernafasan akut, tahanan pada aliran udara,

dan turbulensi aliran udara dikaitkan dengan tiga respon berikut : 1) spasme

bronkus, yang melibatkan irama peremasan jalan nafas oleh otot yang

mengitarinya; 2) produksi mucus kental yang banyak; dan 3) respons inflamasi

yang mencakup peningkatan permeabilitas kapiler dan edema mukosa. Asma

36

intrinsik ( idiosinkratik ) biasanya mempengaruhi orang dewasa, termasuk mereka

yang tidak mengalami asma atau alergi sebelum usia dewasa tengah. Riwayat

pribadi atau keluarga negatif untuk alergi, eksema, bentol-bentol, dan ruam.

( Jan Tambayong, 2000 ).

37

Gambaran Patofisiologi Asthma

D. Tanda dan Gejala

38

Pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,

duduk dengan menyangga ke depan, serta otot-otot bantu pernafasan bekerja

dengan keras.

Gejala klasik dari Asma Bronchiale adalah sesak nafas ( whezzing ),

batuk, dan pada sebagain penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala

tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.

Pada serangan yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak,

antara lain : sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan

pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

( Dudut Tanjung, 2003 )

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan

sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di

dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada

mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien

akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang – kadang purulen. Ada

sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi,

dikenal dengan istilah cough variant asthma. Pada asma alergik, sering hubungan

antara pemajanan allergen dengan gejalah asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien

asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non alergik seperti

asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan

cuaca. Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk

pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang

39

gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik

bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya.

( Aru W. Sudoyo, dkk. 2006 )

E. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan Asma Bronchiale adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan

asma.

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya

sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan

bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.

Pengobatan pada asma terbagi 2, yaitu :

1. Pengobatan non farmakologik :

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisiotherapy

e. Beri O2 bila diperlukan

2. Pengobatan farmakologik :

40

a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2

golongan :

1) Simpatomimetik / andrenergik ( adrenalin dan efedrin )

Nama obat :

- Orsiprenalin ( Alupent )

- Fenoterol ( berotec )

- Terbutalin ( bricasma )

2) Santin ( teofilin )

Nama obat :

- Aminofilin ( amicam supp )

- Aminofilin ( euphilin retard )

b. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan

asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.

Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan

efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

c. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya

diberikan dengan dosis dua kali 1 mg/ hari. Keuntungan obat ini adalah

dapat diberikan secara oral.

F. Proses Keperawatan Secara Teoritis

41

Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah,

sistematis, dinamis, dan terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka

pemecahan masalah kesehatan pasien / klien, dimulai dari pengkajian, diagnosis

keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan, dan penilaian

tindakan keperawatan ( Zaidin Ali, 2002 )

1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual

dapat ditentukan. ( Zaidin Ali, 2002 )

Dari pengkajian yang dilakukan dapat mengumpulkan data klien yang

terdiri dari : napas cepat dan dangkal, gelisah, terdapat whezszing, batuk dan

pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dadanya. Dan pada

serangan yang lebih berat gejala – gejala yang timbul makin banyak antara

lain : sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, dan tachicardi.

Pengkajian ini menggunakan beberapa cara yaitu wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan tentang masalah

ketidaktahuan dan ketidakmauan atau ketidakmampuan pasien / klien baik

dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun dalam penanggulangan

42

masalah kesehatan tersebut berhubungan dengan penyebab ( etiologi ) dan

gejala. ( Zaidin Ali, 2002 ).

Diagnosa Keperawatan yang dilakukan pada klien asma adalah

sebagai berikut:

a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

mukus.

b. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru.

c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah rencana tindakan yang sistematis dan identifikasi

masalah, penentuan tujuan dan pelaksanaan satu cara atau strategi.

( Zaidin Ali, 2002 )

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien asma adalah

sebagai berikut:

43

a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan

akumulasi mukus.

Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat

mengeluarkan sputum, wheezing berkurang /

hilang, vital dalam batas normal keadaan

umum baik.

Intervensi :

1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : ronkhi.

- Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan

nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi ( emphysema ),

tak ada fungsi nafas ( asma berat ).

2) Kaji / observasi frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan

ekspirasi

- Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan

pada penerimaan selama stress / adanya proses infeksi akut.

Pernafasan dapat melambat dan frekuensi memanjang dibanding

inspirasi.

3) Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala

tidak duduk pada sandaran.

44

- Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan

menggunakan gravitasi.

4) Observasi karakteristik batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu

tindakan untuk keefektifan memperbaiki upaya batuk.

- Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien

lansia, sakit akut / kelemahan.

5) Berikan air hangat

- Penggunaan cairan hangat dapat mencairkan spuntum.

b. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru

Tujuan : Pola nafas kembali efektif.

Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau

bersih, batuk berkurang, ekspansi paru

mengembang.

Intervensi :

1) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

- Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi

tergantung derajat gagal nafas

2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti mengi.

- Mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.

3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi yang nyaman.

45

- Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernafasan.

4) Dorong / Bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

- Dapat meningkatkan banyaknya sputum dimana menyebabkan

gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.

c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab,

nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien

menghabiskan porsi makan yang disediakan,

bising usus 6-12 kali/ menit, berat badan

dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji status nutrisi klien ( tekstur kulit, rambut, konjungtiva ).

- Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.

2) Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

- Pentingnya pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi

klien dalam asuhan keperawatan.

3) Timbang berat badan dan tinggi badan.

46

- Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator

kurangnya nutrisi.

4) Anjurkan klien minum air hangat saat makan.

- Air hangat dapat mengurangi mual

5) Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering

- Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

6) Kolaburasi, konsul dengan tim gizi / tim mendukung nutrisi.

- Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam

pembatasan

- Berikan obat sesuai indikasi.

- Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi

- Antiemetik rantis 2 x 1 untuk menghilangkan mual / muntah.

d. Intoleransi aktivitas berhubungann dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari

secara mandiri.

Kriteria hasil : Keadaan umum klien baik, badan tidak lemas,

klien dapat beraktivitas secara mandiri,

kekuatan otot terasa pada skala sedang.

Intervensi :

47

1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea

peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama

dan setelah aktivitas.

- Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan memudahkan

pilihan intervensi.

2) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat.

- Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan

kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.

3) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.

- Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau dalam posisi

setengah duduk.

4) Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan

peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

- Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen.

5) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut

sesuai indikasi.

- Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan menaikan istirahat.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

48

Tujuan : Cemas berkurang dan pengetahuan klien

tentang proses penyakit menjadi bertambah.

Kriteria hasil : 1) Mencari tentang proses penyakit

2) Klien mengerti tentang definisi asma

3) Klien mengerti tentang penyebab

dan pencegahan dari asma

4) Klien mengerti komplikasi dari asma

Intervensi :

1) Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit. Lamanya

penyembuhan, dan harapan kesembuhan. Informasi dapat menaikkan

koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.

2) Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

- Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk

mengasimilasi informasi atau mengikuti program medik.

3) Tekankan pentingnya melanjutkan latihan bernafas.

- Selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar

untuk kambuh dari penyakitnya.

4) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi

perawatan kesehatan.

49

- Upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah

meminimalkan komplikasi.

5) Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,

misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.

- Menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan

pada pathogen.

4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari rencana keperawatan yang

telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara

optimal. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan

akumulasi mukus

1) Auskultasi dan mencatat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi,

ronkhi.

2) Mengkaji / memantau frekuensi pernafasan, mencatat rasio inspirasi

dan ekspansi.

3) Mengkaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian

kepala tidak duduk pada sandaran.

4) Mengobservasi karakteristik batuk menetap, batuk pendek, basah.

Membantu tindakan untuk keefektifan perbaikan upaya batuk.

50

5) Memberikan air hangat.

b. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru

1) Mengkaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti mengi.

3) Meninggikan kepala dan bantu mengubah posisi yang nyaman.

4) Mendorong / bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat

1) Mengkaji status nutrisi klien ( tekstur kulit, rambut, konjungtiva ).

2) Menjelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

3) Menimbang berat badan dan tinggi badan klien.

4) Menganjurkan klien minum air hangat saat makan.

5) Menganjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.

6) Mengkolaborasi, konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

1) Mengevaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Mencatat laporan

dyspnea peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital

selama dan setelah aktivitas.

2) Menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan

perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.

3) Membantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.

51

4) Membantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan

kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

5) Memberikan lingkungan tenang dan membatasi pengunjung selama

fase akut sesuai indikasi.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

1) Mendiskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya

penyembuhan dan harapan kesembuhan.

2) Memberikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

3) Menekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan

pernafasan.

4) Mengidentifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan

pemberi perawatan kesehatan.

5) Membuat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan

kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.

5. Evaluasi

52

Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses perawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

mukus.

Evaluasi :

- Jalan nafas kembali efektif.

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

Evaluasi :

- Kebutuhan nutrisi terpenuhi

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Evaluasi :

- Klien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri.

d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

- Cemas berkurang dan pengetahuan klien tentang proses penyakit

menjadi bertambah.

53

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny “S” DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONCHIALE DI IRNA

PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN

PALEMBANG TAHUN 2010

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama : Ny “S”

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku / Bangsa : Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Komplek Yuka Blok C Kecamatan Sako

Tgl. Masuk Rumah Sakit : 2 Mei 2010

Tgl. Pengkajian : 11 Juni 2010

No. Med. Rec : 387473

No. Registrasi : RI 10010727

Diagnosa Medic : Asthma Bronchiale

54

2. Identitas Penanggung Jawab :

Nama : Tn “ H “

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Buruh Pabrik

Alamat : Jl. Komplek Yuka Blok C Kecamatan Sako

Hubungan dengan Klien : Suami Klien

3. Riwayat Penyakit Klien

a. Keluhan Utama

Klien mengeluh sesak nafas sejak 2 jam SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien masuk rumah sakit pada tanggal 7 Juni 2009 pukul 20.00 WIB

dengan keluhan sesak nafas disertai demam dan batuk-batuk, klien

merasakan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yaitu

tanggal 5 Juni 2009. Sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke rumah

sakit.

c. Riwayat Kesehatan masa lalu

Sebelumnya klien pernah masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama

seperti sekarang.

55

d. Riwayat kesehatan keluarga

Adik klien menderita penyakit yang sama

4. Genogram

= laki-laki

= Klien

= perempuan

= tinggal serumah

56

5. Riwayat Psikososial dan Spiritual

a. Kesehatan mental : Klien mampu mengenal dirinya sendiri dan klien

merasa khawatir dengan keadaannya tapi klien juga berdoa mohon

kesembuhan.

b. Kesehatan sosial : Klien mampu berinteraksi dengan orang lain, perawat

dan tim medis lainnya, didalam masyarakat hubungan klien dengan

lingkungannya baik.

c. Kesehatan spiritual : Klien beragama Islam, klien jarang melakukan

sholat selama dirawat di rumah sakit.

57

6. Pola Kebiasaan sehari-hari

No AktifitasSebelum Masuk

Rumah sakitSaat Masuk Rumah

Sakit1.

2.

3.

4.

5.

Pola Nutrisia. Makan

1) Frekuensi2) Jenis makanan3) Porsi4) Pantangan5) Nafsu makan

b. Minum1) Frekuensi2) Jenis3) Masalah

Pola tidur dan Istirahata. Lama tidurb. Gangguan tidur

Pola Personal Hygienea. Mandib. Rambutc. Gosok Gigid. Kuku

Pola Aktifitas

Pola EliminasiBABa. Frekuensib. Konsistensic. Masalah

BAKa. Frekuensib. Warnac. Keluhand. Chateter

3 x sehariNasi biasa1 porsi-Ada

8 gelas sehariAir putih + tehTidak ada

8 jamTidak ada

2 x sehariBersih2 x sehariBersih

Klien dapat beraktifitas sehari-hari secara mandiri

1 x sehariBiasaTidak Ada

4 – 5 x sehariKuningTidak AdaTidak terpasang

3 x sehariNasi bubur1 porsi-Tidak Ada

4 – 5 gelas sehariAir putih + tehTidak ada

5-6 jam sering terbangunSering terbangun

DilapCukup1 x sehariBersih

Aktifitas klien dibantu perawat dan keluarga

1 x sehariBiasaTidak Ada

4-5 x sehariKuningTidak AdaTidak Terpasang

58

7. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Lemah

b. Vital Sign :

1) Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

2) Temperatur : 37 ºC

3) Nadi : 100 x / menit

4) Pernafasan : 30 x / menit

c. Kepala

1) Bentuk : Simetris

2) Rambut : Hitam

3) Kebersihan : Cukup

d. Mata

1) Bentuk : Simetris

2) Pupil : Isokor

3) Sklera : Tidak Ikterik

4) Konjungtiva : Tidak Anemis

5) Penglihatan : Baik

e. Hidung

1) Bentuk : Simetris

2) Penciuman : Baik

3) Kebersihan : Cukup

59

f. Mulut

1) Bentuk : Simetris

2) Bibir : Kering

3) Lidah : Bersih

4) Gigi : Tidak caries

5) Kebersihan : Cukup

g. Telinga

1) Bentuk : Simetris

2) Serumen : Tidak ada

3) Pendengaran : Baik

4) Kebersihan : Cukup

h. Kulit

1) Turgor : Elastis

2) Kebersihan : Cukup

i. Dada

1) Bentuk : Simetris

2) Palpasi : Nyeri tekan

3) Auskultasi : Whezzing

4) Inspeksi : Dyspnea

j. Abdomen

1) Bentuk : Simetris

2) Kelainan : Tidak ada kelainan

60

k. Extremitas

1) Extremitas atas : Tangan kiri terpasang infus

2) Extremitas bawah : Kaki kanan dan kiri dapat

digerakkan dengan baik

l. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 8 Juni 2009

1) Hemoglobin : 14,4 gd/dl L = 14-18 gd/dl P = 12-16 gd/dl

2) Leukosit : 5400 / mm3 4000 – 10.000 / mm3

3) LED : 10 mm / jam 1 – 20

4) Thrombosit : 260.000 250.000 – 500.000 / mm3

5) Albumin : 3,0 g/dl 3,9 – 5,0 g/dl

m. Therapy

1) IVFD RL 20 tts/mnt

2) O2 2-3 L/mnt

3) Aminofilin 1 amp/tiap ganti cairan

4) Salbutamol 3 x 1 tab

5) Cefadroxil 3 x 1 tab

6) Injeksi Dexametason 3 x 1 amp

61

B. ANALISA DATA

No DataKemungkinan

MasalahMasalah

1.

2.

3.

Data Subjektif

- Klien mengeluh sesak

Data Objektif

- RR : 30 x/m

- Nadi : 100 x/m

- Adanya Whezzing

Data Subjektif

- Klien sering mengeluh

sesak sehingga susah

tidur.

- Klien mengatakan bila

tidur sering terbangun.

Data Objektif

- Klien nampak sesak

- Lama tidur klien 5 jam /

24 jam

Data Subjektif

- Klien mengatakan selama

sakit dilap saja

- Klien mengatakan

badannya gerah

Adanya akumulasi

mukus pada jalan

nafas mengakibatkan

jalan nafas tidak

efektif

Adanya sesak nafas

mengakibatkatkan

gangguan pola tidur

Adanya kelemahan

fisik mengakibatkan

intoleransi aktivitas

Jalan nafas tidak

efektif.

Gangguan pola

tidur

Defisit aktivitas

diri

62

4.

Data Objektif

- Klien nampak kurang

bersih

DataSubjektif

- Klien mengatakan ia

cemas dengan penyakitnya

- Klien bertanya-tanya

tentang penyakitnya

Data Objektif

- Ekspresi wajah lemah

Kurangnya

pengetahuan dan

informasi tentang

proses penyakitnya

mengakibatkan

Ansietas

Ansietas

Prioritas Masalah

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi mukus

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

63

CATATAN PERKEMBANGAN

No Tanggal / JamDiagnosa

KeperawatanKeterangan

1. Tanggal : 10 Juni 2009Pukul : 09.30 WIB

Tanggal :11 Juni 2009Pukul : 09.00 WIB

Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi mukus.

S : Klien mengatakan masih sesak.

O : - Klien sesak - RR 28 x/menit. - Nadi 100 x/menit - IVFD terpasang - O2 terpasang A : Masalah teratasi

sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : - Kaji frekuensi nafas - Kaji posisi klien yang

nyaman - Observasi O2

E : - Sesak berkurang - RR 26 x/menit - Nadi 100 x/menit - IVFD masih terpasang - O2 masih terpasang

R : Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan masih sesak

O : - RR 26 x /menit. - Nadi 100 x/menit - IVFD terpasang - O2 terpasang

60

Tanggal : 12 Juni 2009Pukul : 09.00 WIB

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : - Kaji frekuensi nafas - Kaji posisi klien yang

nyaman - Observasi O2

E : - Sesak berkurang - RR 25 x/menit - Nadi 88 x/menit - IVFD masih terpasang - O2 masih terpasang

R : Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan masih sesak

O : - RR 25 x/menit - Nadi 88 x/menit - IVFD terpasang - O2 terpasang

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : - Kaji frekuensi nafas - Kaji posisi klien yang

nyaman - Observasi O2

55

Tanggal : 13 Juni 2009Pukul : 09.30 WIB

Tanggal : 14 Juni 2009Pukul : 10.00 WIB

E : - Sesak berkurang - RR 23 x/menit - Nadi 84 x/menit - IVFD masih terpasang - O2 masih terpasang

R : Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan masih sesak

O : - RR 23 x/menit - Nadi 84 x/menit - IVFD terpasang - O2 terpasang

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : - Kaji frekuensi nafas - Kaji posisi klien yang

nyaman - Observasi O2

E : - Sesak hilang - RR 20 x/menit - Nadi 80 x/menit - IVFD masih terpasang - O2 tidak terpasang lagi

R : Intervensi dihentikan

56

2. Tanggal :10 Juni 2009 Pukul : 10.00 WIB

Tanggal : 11 Juni 2009Pukul : 09.30 WIB

Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak

S : Klien mengatakan susah tidur

O : - Klien tampak gelisah - Klien tidur malam 3-4

jam - Klien tidur siang 1 jam - Klien masih sesak - RR 28 x/menit - IVFD terpasang - O2 terpasang

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : - Kaji waktu tidur klien - Beri posisi yang

nyaman - Ciptakan lingkungan

yang aman E : - Klien masih gelisah - Sesak berkurang - RR 26 x/menit - Klien belum bisa tidur R : - Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan masih susah tidur

O : - Klien masih gelisah- Klien tidur malam 3-4

jam- Klien tidur siang 1 jam- Klien masih sesak- RR 26 x/menit

57

Tanggal : 12 Juni 2009Pukul : 10.00 WIB

- IVFD terpasang- O2 terpasang

A: Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I :- Kaji waktu tidur klien- Beri posisi yang

nyaman- Ciptakan lingkungan

yang aman

E :- Klien masih gelisah- Sesak berkurang- RR 25 x/menit- Klien belum bisa tidur

R : Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan masih susah tidur

O : - Klien tidur malam

4-5 jam- Klien tidur siang 1 jam- Klien masih sesak- RR 25 x/menit- IVFD terpasang- O2 terpasang

A: Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

58

Tanggal : 13 Juni 2009Pukul : 09.30 WIB

Tanggal : 14 Juni 2009Pukul : 09.00 WIB

I :- Kaji waktu tidur klien- Beri posisi yang

nyaman- Ciptakan lingkungan

yang amanE :- Sesak berkurang- RR 23 x/menit- Klien belum bisa tidur

R : Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan masih susah tidur

O : - Klien tidur malam 5-6

jam- Klien tidur siang 1 jam- Klien masih sesak- RR 23 x/menit- IVFD terpasang- O2 terpasang

A: Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I :- Kaji waktu tidur klien- Beri posisi yang

nyaman- Ciptakan lingkungan

yang amanE :- Sesak hilang- RR 20 x/menit- Klien sudah bisa tidur

R : Intervensi dihentikan

59

3.

4.

Tanggal : 10 Juni 2009Pukul : 10.30 WIB

Tanggal : 11 Juni 2009Pukul : 09.00 WIB

Tanggal : 9 Juni 2009Pukul : 15.00 WIB

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakitnya.

S : Klien mengatakan tidak gerah lagi

O : Klien nampak bersih A : Masalah teratasi

sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

I : - Kaji respon klien

terhadap aktifitas - Bantu aktivitas

keperawatan diri yang diperlukan

E : - Klien sudah bisa

beraktivitas sendiri walaupun masih dibantu oleh keluarga

R : Intervensi dilanjutkan

S : Klien mengatakan tidak cemas lagi

O : Ekspresi wajah tenang A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

60

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan yang terjadi antara Asuhan

Keperawatan secara teori dengan Asuhan Keperawatan yang penulis lakukan pada

Klien Ny “N” dengan Gangguan Pernafasan; Asma di Irna Penyakit Dalam Rumah

Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Asuhan Keperawatan ini dilakukan berdasarkan pendekatan proses

keperawatan yang diawali dengan tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Adapun kesenjangan-kesenjangan yang

diperoleh pada setiap tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut

A. Pengkajian

Pada saat pengkajian penulis tidak menemukan kesenjangan atau

perbedaan antara teori dengan yang ditemukan pada klien dilapangan.

Pada saat pengkajian tanda dan gejala yang ditemukan pada Ny "N"

dengan Asma Bronchiale adalah sesak nafas, batuk, personal hygiene kurang, dan

cemas. Tanda dan gejala ini sama dengan yang ada diteori.

61

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan teori diagnosa keperawatan Asma terdapat 5 diagnosa

keperawatan yaitu :

1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.

2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunn ekspansi paru

3. Gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang penulis angkat pada klien adalah :

1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakitnya.

Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada saat pengkajian yaitu

gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat. Hal ini disebabkan klien selalu menghabiskan makanan yang

disediakan oleh pihak rumah sakit.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada saat pengkajian

tetapi tidak ditemukan pada teori yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan

62

sesak yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena ketika pengkajian terdapat data

yang mendukung terhadap gangguan pola tidur tersebut.

C. Intervensi Keperawatan

Rencana dalam Asuhan Keperawatan disusun berdasarkan Diagnosa

Keperawatan yang dilaksanakan sebelumnya dan melibatkan klien secara optimal

agar pelaksanaan Asuhan Keperawatan bisa berjalan dengan baik dan sesuai

dengan tujuan yang diharapkan.

Adapun intervensi diagnosa keperawatan secara teori adalah :

1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan

akumulasi mukus.

Pada diagnosa ini intervensi yang dilakukan :

1. Kaji frekuensi nafas klien

2. Kaji klien untuk posisi yang nyaman

3. Observasi karakteristik sesak

4. Berikan air hangat

5. Berikan oksigen

Penulis melakukan intervensi sesuai dengan sarana dan pra sarana yang

tersedia dilapangan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Pada diagnosa ini intervensi yang dilakukan :

63

1.Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dypsnea

peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vitas selama

dan setelah aktivitas.

2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan

dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat

dan atau tidur.

4. Bantu aktivitas keperawatan diri diperlukan. Berikan

kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung

selama fase akut sesuai indikasi.

Penulis melakukan intervensi sesuai dengan sarana dan pra sarana yang ada

dirumah sakit maupun di lapangan yang ada.

3. Ansitas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit,

lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan. Informasi dapat

menaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah

berlebihan.

2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal

3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau

latihan pernafasan.

64

4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi

perawatan kesehatan.

5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,

misalnya : istirahat dan aktiftas seimbang, diet baik.

D. Implementasi

Dari semua diagnosa yang muncul, hampir semua intervensi dapat

penulis implementasikan sesuai dengan yang diintervensikan oleh penulis

dengan sarana dan pra sarana yang tersedia dilapangan dan dengan melihat

kondisi klien.

E. Evaluasi

Setelah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan evaluasi yang

ada, penulis mengevaluasi hasil akhir dari tindakan tersebut yang dilakukan

dengan meninjau respon klien untuk menentukan keefektifan rencana

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.

Adapun evaluasi yang penulis dapatkan adalah :

1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan

akumulasi mukus.

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu pola nafas kembali efektif

dengan kriteria hasil sesak yang berkurang dan pada akhir masa tanggal 14

65

Juni 2009 didapatkan : Klien mengatakan sesaknya hilang

RR 20 x/menit.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu klien dapat melakukan

aktivitas sehari-hari secara mandiri. Dan pada evaluasi pada tanggal 11 Juni

2009 didapatkan : Klien sudah bisa beraktivitas sendiri walaupun masih

dibantu oleh keluarga.

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai yaitu : Cemas klien berkurang.

Dan pada evaluasi pada tanggal 9 Juni 2009 didapatkan : Klien tidak cemas

lagi dan wajah klien tampak tenang.

66

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien Ny ”N” dengan

Gangguan Sistem Pernafsan : Asma Bronchiale di Irna Penyakit Dalam Rumah Sakit

dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penulis memperoleh pengalaman nyata, maka

penulis dapat menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Dalam melakukan pengkajian, diperlukan pengumpulan data mengenai status

kesehatan pasien dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,

catatan medik dan penunjang lainnya sehingga dapat menegakkan diagnosa

keperawatan yang tepat.

2. Pada diagnosa keperawatan penulis menegakkan 4 diagnosa keperawatan

yaitu :

1) Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

mukus.

2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

4) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses

penyakitnya.

60

3. Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang

dilaksanakan sebelumnya dan melibatkan klien secara optimal agar

melaksanakan Asuhan Keperawatan bisa berjalan dengan baik dan sesuai

dengan tujuan yang diharapkan.

4. Dalam menyusun perencanaan harus disesuaikan dengan prioritas masalah

dengan sarana yang ada agar dapat melaksanakan tindakan yang tepat.

5. Setelah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada,

penulis mengevaluasi hasil akhir dari tindakan tersebut yang dilakukan

dengan meninjau respon klien untuk menentukan keefektifan rencana

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.

B. Saran

1. Dalam pengkajian gunakanlah sumber data semaksimal mungkin dan teknik

pengumpulan data yang tepat sesuai dengan keadaan pada waktu pengkajian.

2. Pada tahap diagnosa tetapkanlah prioritas keperawatan. Dengan hanya

beberapa diagnosa saja dari sekian banyak diagnosa sudah dapat mengatasi

semua masalah keperawatan klien.

3. Pada waktu melaksanakan intervensi tidak harus terpaku pada rencana tetapi

harus disesuaikan dengan sarana, kondisi dan kemampuan klien.

4. Pada waktu membuat perencanaan, buatlah rencana yang rasional, sehingga

dalam pelaksanaan tidak menyulitkan baik perawat maupun klien.

9

5. Pada evaluasi menyarankan agar setiap respon dari klien dievaluasi karena

tidak tertutup kemungkinan pada saat evaluasi ditemukan masalah baru yang

harus dilakukan intervensi segera.

10