penggerak ikm

11
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini dijelaskan mengenai latar belakang yang menunjukkan pentingnya dilakukan penelitian serta perumusan masalah, tujuan, manfaat, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan menengah (IKM ) di Indonesia merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor IKM amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. IKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. IKM juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, keberadaannya juga cukup terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Menurut Departemen Perindustrian RI (2006) kedudukan IKM cukup strategis dalam perekonomian nasional karena : jumlah unit usaha yang besar (3,3 juta buah), menyerap tenaga kerja besar (8,5 juta orang), nilai Ekspor US$ 8,2 Milyar, ragam produk sangat banyak, sumber pendapatan bagi masyarakat luas, sebagian besar mempunyai keuntungan usaha 10%-50%, bahkan ada yang lebih 50% , modal mandiri. Perkembangan IKM di Indonesia tidak terlepas dari masalah. Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM), antara lain : kurangnya permodalan, sumber daya manusia (SDM) yang terbatas, biaya produksi, tingkat teknologi, pemasaran, persaingan produk impor (Hafsah, 2004; Departemen Perindustrian RI, 2006). Kurangnya permodalan IKM, karena pada umumnya industri kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,

Upload: pranandang

Post on 03-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gambaran sekilas ikm

TRANSCRIPT

Page 1: Penggerak IKM

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bagian ini dijelaskan mengenai latar belakang yang menunjukkan

pentingnya dilakukan penelitian serta perumusan masalah, tujuan, manfaat,

batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini

1.1 Latar Belakang

Industri kecil dan mene ngah (IKM ) di Indonesia merupakan salah satu

kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor IKM

amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. IKM cukup

fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah

permintaan pasar. IKM juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat

dibandingkan sektor usaha lainnya, keberadaannya juga cukup terdiversifikasi

dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Menurut

Departemen Perindustrian RI (2006) kedudukan IKM cukup strategis dalam

perekonomian nasional karena : jumlah unit usaha yang besar (3,3 juta buah),

menyerap tenaga kerja besar (8,5 juta orang), nilai Ekspor US$ 8,2 Milyar, ragam

produk sangat banyak, sumber pendapatan bagi masyarakat luas, sebagian besar

mempunyai keuntungan usaha 10%-50%, bahkan ada yang lebih 50% , modal

mandiri.

Perkembangan IKM di Indonesia tidak terlepas dari masalah. Pada

umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM),

antara lain : kurangnya permodalan, sumber daya manusia (SDM) yang terbatas,

biaya produksi, tingkat teknologi, pemasaran, persaingan produk impor (Hafsah,

2004; Departemen Perindustrian RI, 2006).

Kurangnya permodalan IKM, karena pada umumnya industri kecil dan

menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup,

yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,

Page 2: Penggerak IKM

2

sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit

diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh

bank tidak dapat dipenuhi. Persoalan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas

serta penguasaan teknologi disebabkan sebagian besar industri kecil tumbuh

secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.

Keterbatasan SDM industri kecil baik dari segi pendidikan formal maupun

pengetahuan dan keterampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen

pengelolaan usahanya, sehingga industri tersebut sulit untuk berkembang dengan

optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif

sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya

saing produk yang dihasilkannya. Pada umumnya industri kecil merupakan unit

keluarga dimana jaringan usaha yang dimiliki terbatas, se hingga produk yang

dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang

kompetitif. Berbeda dengan industri besar yang telah mempunyai jaringan yang

sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau pasar

internasional dan dapat melakukan promosi dengan baik (Hafsah, 2004 ;

Departemen Perindustrian RI, 2006).

Ada perbedaan titik tolak antara perhatian terhadap UKM di negara-negara

sedang berkembang seperti Indonesia dengan di negara-negara industri maju. Di

negara – negara sedang berkembang, UKM berada dalam posisi terdesak dan

tersaingi oleh usaha skala besar. UKM sendiri memiliki berbagai ciri kelemahan,

namun begitu karena UKM menyangkut kepentingan rakyat/masyarakat banyak,

maka pemerintah terdorong untuk mengembangkan dan melindungi UKM. Di

negara-negara maju, UKM mendapatkan perhatian karena memiliki faktor -faktor

positif yang selanjutnya oleh para cendekiawan (sarjana –sarjana) diperkena lkan

dan diterapkan ke negara – negara sedang berkembang (Partomo, 2004).

Keberhasilan IKM pada negara maju tidak lepas dari peran serta perguruan tinggi

yang mampu menjadi mitra dan katalisator pertumbuhan dan perkembangan IKM.

Perguruan tinggi sebagai pusat ilmu pengetahuan memiliki kewajiban untuk

membantu dalam menyelesaikan persoalan – persoalan IKM (Sutoko, 2010).

Peran perguruan tinggi terhadap pengembangan sektor IKM merupakan salah satu

Page 3: Penggerak IKM

3

aplikasi dari tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian masyarakat dan juga

bisa dikaitkan dengan tri dharma perguruan tinggi lainnya yaitu penelitian dan

pengembangan. Tri Dharma merupakan acuan bagi penyelenggaraan perguruan

tinggi, dimana peranan perguruan tinggi tidak hanya fokus pada pembelajaran,

tetapi juga mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kegiatan riset dan

pengabdian pada masyarakat. Kegiatan ini mempunyai peranan yang sangat

penting dalam rangka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa adanya

riset, maka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi

terhambat.

Peran perguruan tinggi dalam pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah

(IKM) harus lebih ditekankan pada transfer ilmu pengetahuan (knowledge

transfer) dan tidak harus bantuan berupa kapital permodalan (Sutoko, 2010).

Kegiatan penelitian dan pengembangan merupakan salah satu bentuk dari

knowledge transfer. Wang et. al (2004) dalam Liao (2007) mendeskripsikan

knowledge transfer sebagai suatu proses yang sistematis pada organisasi, dimana

terjadi pertukaran informasi dan ketrampilan diantara entitasnya. Jacobson et. al

(2004) dalam Profetto (2004) mendefinisikan knowledge transfer sebagai sebuah

pertukaran, sintesa dan aplikasi pengetahuan dari suatu sistem yang komplek yang

menggambarkan hubungan antara peneliti dan pengguna industri. Peneliti dapat

berasal dari lembaga riset pemerintah, lembaga riset non pemerintah atau para

akademisi dari perguruan tinggi, sedangkan pengguna hasil knowledge transfer

umumnya adalah pihak industri. Secara umum proses knowledge transfer terjadi

antara perguruan tinggi dengan industri.

Pada negara maju proses knowledge transfer mampu menjadi katalisator

pengembangan inovasi pada industri. Muzakir (2010) mengemukakan

keberhasilan inovasi di Korea dimulai dari pembangunan yang bersinergi dan

menyeluruh, dimulai dari pembangunan soft technology seperti sharing

knowledge, networking dan kerjasama antar institusi. Korea memiliki pusat

inovasi yang bernama Chungnam Techno Park , dimana ide pembentukan berasal

dari sharing knowledge para professor. Pusat inovasi tersebut sejak tahun 1999 –

Page 4: Penggerak IKM

4

2009 telah menghasilkan 282 industri baru, memiliki anggaran untuk 250 riset dan

mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 14.884 orang.

Jepang memiliki Kyoto Research Park , dimana di dalamnya terdapat kerjasama

antara perguruan tinggi dengan industri (Kyoto solution), untuk mengisi gap

antara akademisi dan industri melalui suatu pendekatan saling bertemu dan

bertukar ilmu serta pendapat antara personal sehingga didapatkan benang merah

antara persepsi inovasi dari kalangan akademisi yang cenderung education

oriented dan pelaku bisnis yang bersifat profit oriented (Muzakir, 2010).

Hubungan yang kuat antara universitas (perguruan tinggi) dan industri juga

dimiliki oleh Singapura, dimana terjadi pertukaran teknologi antara kedua sektor

tersebut (Lee, 2004). Tipe knowledge transfer yang digunakan di Singapura

adalah two – ways technology flow dan one – way technology flow. Two – ways

technology flow kegiatan yang dilakukan dalam bentuk joint venture, joint

research, seminar, conference) dan one – way technology flow kegiatannya dalam

bentuk licensing, direct selling, contact research, service provision, spin – offs.

Beberapa pusat penelitian di Singapura berada di dalam area kampus.

Alasan industri bersedia melakukan kerjasama dengan universitas adalah :

kurangnya aktivitas R&D di dalam perusahaan, upaya memperpendek siklus

hidup produk dengan melakukan perancangan dan pengembangan produk,

mampu mengurangi anggaran yang seharusnya dikeluarkan bagi divisi R & D.

Alasan universitas bersedia melakukan riset dengan industri : melakukan

pengembangan produk, adanya pengurangan anggaran penelitian dari pemerintah

bagi universitas, terbukanya akses bagi para mahasiswa untuk mendapatkan

kesempatan kerja yang luas di industri setelah lulus.

Este (2007) melakukan penelitian mengenai cara yang ditempuh oleh

industri dan perguruan tinggi di United Kingdom dalam melakukan knowledge

transfer, serta faktor – faktor yang mempengaruhi pelaku riset dalam melakukan

kesepakatan dalam berbagai interaksi. Terdapat 5 kelompok pola interaksi :

pertemuan dan konferensi, konsultasi dan kontrak dengan pelaku riset,

membangun fasilitas fisik, training (pelatihan), riset bersama. Sedangkan faktor

yang mempengaruhi pola interaksi pelaku riset adalah : karakteristik individu,

Page 5: Penggerak IKM

5

karakteristik departemen, karakteristik universitas. Hasil yang di dapat adalah

karakter individu termasuk status individu dalam perguruan tinggi menjadi faktor

yang paling mempengaruhi pola interaksi riset yang dilakukan.

Di Indonesia terdapat 2 model knowledge transfer, yaitu direct model dan

indirect model (Irawati, 2006). Model pertama merupakan proses transfer ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dilakukan secara langsung oleh perguruan tinggi

pada industri. Model yang kedua merupakan proses transfer ilmu pengetahuan

melalui lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Para lulusan ini diharapkan

akan membawa ketrampilan, pengetahuan dan jiwa wirausaha pada lingkungan

kerja ataupun komunitasnya.

Berbeda dengan proses knowledge transfer di negara- negara maju. Proses

knowledge transfer di Indonesia masih belum ber jalan dengan baik. Daryanto

(2007) mengemukakan, proses knowledge transfer di Indonesia masih belum

tumbuh dan berkembang dengan baik. Terdapat beberapa permasalahan pada

transfer pengetahuan (knowledge transfer) di Indonesia, antara lain : minimnya

fasilitas fisik maupun finansial dalam pengembangan riset industri yang berakibat

pada keterbatasan kegiatan riset dan pengembangan, belum terjalinnya interaksi

yang baik antara lembaga riset (perguruan tinggi) dengan industri, hasil riset

perguruan tinggi yang jarang atau tidak digunakan oleh industri karena tidak

sesuai dengan kebutuhan industri, budaya industri di Indonesia yang lebih

memilih untuk membeli teknologi dari luar negeri dibandingkan dengan

melakukan pengembangan teknologi sendiri.

Menurut Irawati (2006) , permasalahan knowledge transfer di Indonesia

dikarenakan perguruan tinggi hanya menitikberatkan pada akivitas pembelajaran

dibanding aktivitas riset, beberapa perguruan tinggi tidak memiliki tujuan atau

prioritas riset, pendanaan riset masih minim. Riset yang tidak terarah dan

terkesan tumpang tindih dapat dilihat dari minimnya publikasi ilmiah, hasil riset

yang tidak dapat dimanfaatkan karena tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Pada The Global Competitiveness Report 2010 – 2011 yang dikeluarkan

oleh World Economic Forum, tercatat indeks kualitas riset ilmiah institusi

Indonesia berada di urutan 44, jauh di bawah Singapura yang berada di urutan 11,

Page 6: Penggerak IKM

6

Jepang di urutan 15, Taiwan di urutan 17 dan Korea di urutan 25. Sedangkan

indeks kolaborasi perguruan tinggi dan industri pada riset dan pengembangan,

Indonesia berada di urutan 38, Singapura di urutan 6, Jepang di urutan 19, Taiwan

di urutan 12 dan Korea di urutan 23. Dari indeks dapat diketahui bahwa negara

yang memiliki keunggulan secara teknologi dan ekonomi pasti memiliki indeks

yang tinggi pada indikator kualitas riset ilmiah institusi dan kolaborasi perguruan

tinggi - industri di bidang riset dan pengembangan (WEF, 2010).

Berbeda dengan pendapat Irawati (2006), yang mengemukakan pendapatnya

mengenai minimnya riset perguruan tinggi di Indonesia. Hadi (2010)

mengemukakan bahwa hasil-hasil penelitian perguruan tinggi sebenarnya banyak,

namun selama ini belum banyak terpublikasi sehingga belum banyak pihak yang

mengetahui. Terkait kendala publikasi hasil penelitian tersebut, banyak faktor

yang mempengaruhi, antara lain para dosen terjebak kesibukan mengajar, dan

belum adanya kesadaran yang tinggi akan pentingnya publikasi.

Mengacu pada pernyataan Irawati (2006), Daryanto (2007) dan Hadi (2010)

mengenai kelemahan transfer knowledge di Indonesia, maka tetap diperlukan

suatu metode untuk meningkatkan kualitas riset ilmiah institusi dan kolaborasi

perguruan tinggi (PT) – industri (IKM) di Indonesia. Oleh karena itu perlu

dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai model efektivitas knowledge

transfer yang tepat bagi pelaku industri (IKM) dan perguruan tinggi di Indonesia.

Penelitian ini mencoba untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi

efektivitas dari knowledge transfer perguruan tinggi terhadap IKM, diharapkan

dengan adanya proses knowledge transfer yang efektif mampu untuk

meningkatkan competitive advantage industri kecil dan menengah .

Faktor yang diduga mempengaruhi efektifitas knowledge transfer adalah :

karakteristik dan perspektif perguruan tinggi, karakteristik dan perspektif industri

(IKM), mekanisme knowledge transfer (Sugandhavanija, 2010), dukungan

infrastruktur, type knowledge yang mencakup tipe media penyebaran

pengetahuan, kepemimpinan (Goh, 2002; Lee dan Win, 2004), process control

(Molina , 2007). Faktor – faktor tersebut dipilih karena mewakili lima basic

elemen untuk terjadinya suatu proses knowledge transfer. Kelima basic element

Page 7: Penggerak IKM

7

tersebut , adalah : sumber knowledge, penerima knowledge, channel knowledge,

message of knowledge dan context of (Szulanski ,2000 dalam Liao dan Hu, 2007).

Penelitian ini juga akan mengkaji pengaruh efektivitas knowledge transfer

terhadap keunggulan kompetitif IKM serta faktor lain yang diduga terkait dan

berpengaruh terhadap keunggulan kompe titif IKM.

Keunggulan kompetitif pada penelitian ini mengacu pada keunggulan

kompetitif IKM, yaitu : quality product , quality of services, promptness of

deliveries, complexity of offer (Iuliana et. al, 2006) dan keunggulan kompetitif

UKM dibandingkan dengan organisasi bisnis lainnya menurut Hatten (1997)

dalam Darmadji (2007) yaitu : fleksibilitas, inovasi, hubungan erat dengan

konsumen dan kualitas produk

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif untuk mengetahui dan mengkaji faktor -faktor yang mempengaruhi

efektivitas pelaksanaan knowledge transfer antara perguruan tinggi dengan IKM

logam di Indonesia untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dari IKM

tersebut. Dipilihnya IKM logam karena IKM logam di beberapa daerah menjadi

komoditi unggulan serta mampu menyerap banyak tenaga kerja (Irawan, 2007).

Pertimbangan lain terkait dengan pemilihan jenis IKM adalah : karakteristik IKM

logam yang membutuhkan dukungan peralatan yang berteknologi dalam proses

produksinya sehingga membutuhkan kerjasama atau riset dengan perguruan

tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka

mengembangkan, melakukan inovasi serta menjamin kualitas proses produksi dan

produk IKM .

Penelitian ini menggunakan pendekatan Structural Equation Modeling

(SEM) dengan bantuan software LISREL. SEM yang merupakan teknik statistik

yang kuat dalam membentuk model struktural (structural model) dan model

pengukuran (measurement model).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dilakukan perumusan masalah adalah : (i) faktor – faktor apa saja yang

Page 8: Penggerak IKM

8

mempengaruhi efektivitas dari knowledge transfer perguruan tinggi terhadap IKM

logam ? (ii) apakah terdapat pengaruh efektivitas knowledge transfer terhadap

keunggulan kompetitif IKM logam ? (iii) bagaimanakan model efektivitas

knowledge transfer perguruan tinggi yang sesuai untuk meningkatkan

keunggulan kompetitif industri kecil dan menengah (IKM) Logam.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelit ian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengkaji model efektivitas knowledge transfer PT – IKM logam di

Indonesia

2. Mengkaji pengaruh efektivitas knowledge transfer terhadap competitive

advantage IKM logam

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : menemukan model

efektivitas knowledge transfer yang tepat bagi peningkatan kualitas riset,

kolaborasi riset perguruan tinggi – industri dan peningkatan competitive

advantage IKM logam

1.5 Batasan Masalah

Batasan yang digunakan untuk memfokuskan penelitian ini adalah :

1. Knowledge transfer yang diteliti berlangsung pada level inter –

organisational level

2. Perusahaan yang dipilih pada tahap implementasi adalah IKM logam yang

memiliki lokasi berdekatan dengan Perguruan Tinggi

1.6. Asumsi yang digunakan

Asumsi yang digunakan pada saat penelitian dilakukan :

1. Kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan riset industri dan perguruan

tinggi belum berubah.

2. Model konseptual yang diajukan diasumsikan cocok dengan IKM Logam

Page 9: Penggerak IKM

9

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini ditulis berdasarkan kaidah penulisan ilmiah dengan

sistematika sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini berisikan tentang diskripsi pendahuluan kegiatan

penelitian, mengenai hal-hal yang melatar belakangi permasalahan,

perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian,

ruang lingkup dan asumsi-asumsi yang digunakan serta sistematika

penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Pada bab ini diuraikan tentang teori-teori pendukung yang

digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Teori tersebut

didapat dari referensi beberapa buku teks, jurnal atau artikel ilmiah

serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah

penelitian. Pada bab ini juga menyampaikan penelitian terdahulu

yang menjadi acua n dan penunjang dalam mengembangkan model.

BAB III : Model Konseptual dan Hipotesis Penelitian

Pada bagian ini menjelaskan mengenai konseptual model dan

hipotesis yang dibangun.

BAB IV : Metodologi Penelitian

Pada bagian ini menjelaskan mengenai la ngkah-langkah dalam

melakukan penelitian, mulai dari perumusan masalah, studi

pustaka dan lapangan, hingga analisa dan intepretasi hasil

penelitian. Pada bab ini juga dijelaskan langkah-langkah dalam

melakukan pengumpulan data.

BAB V : Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bab ini berisi tentang rekapitulasi data yang dihasilkan dalam

penelitian serta pengolahan data untuk analisis lebih lanjut.

BAB VI : Analisis dan Interpretasi Hasil

Bab ini berisi analisis dan interpretasi dari serangkaian olah data

yang telah dilakukan pada bab sebelumnya.

Page 10: Penggerak IKM

10

BAB VII : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi hasil akhir yang menjawab tujuan penelitian

berdasarkan pada pengolahan dan analisis data yang telah

dilakukan serta memberikan gambaran kemungkinan penelitian-

penelitian lanjutan dari topik yang dibahas dalam penelitian.

Page 11: Penggerak IKM