pengetahuan, sikap, dan praktek gizi sekolah menengah ... · pengawetan makanan. orang romawi kuno...

13
TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tambahan Pangan Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama proses produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Menurut PP No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan, BTP didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan. Menurut Codex alimelarius committee (2005), BTP didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan perlakuan, pengepakan, pengangkutan, dan penyimpanan produk olahan, agar menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi khas makanan tersebut. Penggunaan BTP diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/Menkes/Per/x/1999 pemerintah mengizinkan penggunaan BTP yang tidak mempunyai resiko terhadap kesehatan manusia dan melarang penggunaan BTP yang berbahaya, seperti boraks dan senyawanya, atau melampaui ambang batas yang diperbolehkan. Produk pangan yang mengandung BTP yang dinyatakan terlarang tidak diizinkan beredar di masyarakat dan pelanggaran terhadap aturan ini dikenakan sanksi yang tegas. Khomsan (2003) menyatakan bahwa keberadaan BTP adalah untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya sungguh menakjubkan. BTP ternyata sudah lama digunakan dalam pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk mengawetkan daging, dan sulfur untuk mencegah terjadinya oksidasi pada minuman anggur. Sejak pertengahan abad ke-20 peranan BTP khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi BTP sintetis. Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian BTP yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu. Saat ini hampir semua jenis makanan dan minuman yang diproses baik dari

Upload: voquynh

Post on 07-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

5

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan-bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan selama proses produksi, pengolahan,

pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Menurut PP No. 28 tahun

2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan, BTP didefinisikan sebagai

bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan

bentuk pangan.

Menurut Codex alimelarius committee (2005), BTP didefinisikan sebagai

bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan

merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi,

ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik

pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan

perlakuan, pengepakan, pengangkutan, dan penyimpanan produk olahan, agar

menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi

khas makanan tersebut.

Penggunaan BTP diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1168/Menkes/Per/x/1999 pemerintah mengizinkan penggunaan BTP yang tidak

mempunyai resiko terhadap kesehatan manusia dan melarang penggunaan BTP

yang berbahaya, seperti boraks dan senyawanya, atau melampaui ambang batas

yang diperbolehkan. Produk pangan yang mengandung BTP yang dinyatakan

terlarang tidak diizinkan beredar di masyarakat dan pelanggaran terhadap aturan

ini dikenakan sanksi yang tegas.

Khomsan (2003) menyatakan bahwa keberadaan BTP adalah untuk

membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan

teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun

hasilnya sungguh menakjubkan. BTP ternyata sudah lama digunakan dalam

pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk

mengawetkan daging, dan sulfur untuk mencegah terjadinya oksidasi pada

minuman anggur.

Sejak pertengahan abad ke-20 peranan BTP khususnya bahan pengawet

menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi BTP

sintetis. Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil

dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian

BTP yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.

Saat ini hampir semua jenis makanan dan minuman yang diproses baik dari

Page 2: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

6

pabrik, restoran-restoran, maupun industri rumah tangga menggunakan BTP

untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Cahyadi 2008).

Menurut Saparinto et al. (2006), menegaskan bahwa fungsi BTP dapat

dikelompokkan menjadi: (1) Meningkatkan nilai gizi makanan, (2) memperbaiki

nilai estetika dan sensori makanan, (3) memperpanjang umur simpan (shelf life)

makanan. BTP bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan

yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTP. Pertama, BTP yang bersifat aman,

dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, bahan BTP yang

digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum

penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, Bahan tambahan yang aman dan

dalam dosis yang tepat, serta telah mendapat izin beredar dari instansi yang

berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yulianti

2007). Menurut Cahyadi (2008) pada umumnya BTP dibagi menjadi dua

golongan besar, yaitu sebagai berikut (1) Bahan tambahan yang ditambahkan

dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan

tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita

rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan

pengeras, dan (2) Bahan tambahan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu

bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara

tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan

selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan.

Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan dan yang Dilarang

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1168/Menkes/Per/x/1999 BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut (1)

Antioksidan (antioxidant), (2) Antikempal (Anticaking Agent), (3) Pengatur

keasaman (acidity Regulator), (4) Pemanis buatan (artificial sweetener), (5)

Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent), (6) Pengemulsi,

pemantap, dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener), (7) Pengawet

(preservative), (8) Pengeras (firming agent), (9) Pewarna (colour), (10) Penyedap

rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer), dan (11) Sekuestran

(sequestrant).

Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri tersebut masih ada

beberapa BTP lain yang bisa digunakan dalam pangan, misalnya (1) Enzim, yaitu

BTP yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba, yang dapat menguraikan

zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih

larut, dan lain-lain, (2) Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam

amino, mineral, atau vitamin, baik tunggal maupun campuran, yang dapat

Page 3: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

7

meningkatkan nilai gizi pangan, dan (3) Humektan, yaitu BTP yang dapat

menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan kadar air pangan.

Sementara BTP yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut

Permenkes RI No. 1186/Menkes/Per/x/1999, sebagai berikut (1) Natrium

tetraborat (boraks), (2) Formalin (formaldehyd), (3) Minyak nabati yang

dibrominasi (brominated vegetable oils), (4) Kloramfenikol (chlorampenicol), (5)

Kalium klorat (pottasium chlorate), (6) Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate,

DEPC), (7) Nitrofurazon (nitrofurazone), (8) P-Phenetilkarbamida (p-

Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl uera), dan (9) Asam salisilat dan

garamnya (salicylyc acid and its salt)

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada tambahan

kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyi yellow

(pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis), dan kalsium bromat (pengeras).

Bahan Tambahan Pangan yang Sering Digunakan pada Makanan

Bahan tambahan pangan (BTP) yang sering digunakan khususnya pada

makanan dan minuman jajanan antara lain pengawet, pewarna, pemanis, dan

penyedap rasa dan aroma.

Pengawet Makanan

Bahan pengawet adalah bahan yang dapat menghambat atau

memperlambat proses fermentasi, penguraian, atau pengasaman yang

disebabkan oleh mikroorganisme. Zat pengawet dipergunakan untuk

mengawetkan makanan atau memberikan kesan segar pada makanan (Irianto

2007). Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan

bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik

yang bersifat patogen yang menyebabkan keracunan maupun non-patogen yang

menyebabkan kerusakan bahan makanan seperti pembusukan. Namun dari sisi

lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang apabila

pemakaiannya berlebihan kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi

orang yang mengkonsumsi baik langsung misalnya keracunan maupun tidak

langsung atau kumulatif misalnya kanker (Cahyadi 2008).

Menurut Yulianti (2007) Makanan yang menggunakan pengawet yang

tepat (menggunakan pengawet yang dinyatakan aman) dengan dosis di bawah

ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen. Kasus yang

terjadi selama ini bahwa sejumlah produsen nakal menggunakan pengawet yang

Page 4: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

8

ditujukan untuk tekstil, plastik, bahkan pengawet mayat. Bahan-bahan pengawet

tersebut yang paling sering digunakan adalah formalin dan boraks.

Formalin biasanya digunakan sebagai pengawet mayat, tetapi dalam

beberapa makanan seperti mie basah, tahu, ikan asin, bakso, dan permen

ditemukan adanya formalin. Sementara boraks yang biasanya digunakan

sebagai fungisida, herbisida dan insektisida, meskipun bukan pengawet

makanan sering pula digunakan sebagai pengawet dan pengenyal makanan

antara lain bakso, lontong, mie, kerupuk dan berbagai makanan tradisional. Ciri-

ciri bakso yang mengandung formalin dan boraks yakni sangat kenyal, warna

lebih putih dan akan menjadi abu-abu tua jika ditambahkan obat bakso

berlebihan (Yulianti 2007).

Menurut Saparinto et al. (2006) menyatakan bahwa ada beberapa bahan

pengawet alternatif yang aman untuk menggantikan formalin yaitu (1) Asam

Laktat Kubis, sebagai pengawet ikan segar dapat disimpan selama 12 jam dalam

suhu kamar, (2) Khitosan, merupakan limbah atau produk samping dari

pengolahan udang dan rajungan yang sangat efektif untuk mengawetkan ikan

asin, teri, cumi asin mampu bertahan selama 3 bulan, (3) Kepayang

(kluwek/pucung/hapesang), dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari, (4)

Asap Cair, merupakan dispersi uap dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap

dari pirolis kayu atau tempuruk kelapa (pengawet ikan, mie basah, tahu, bakso).

Pewarna Makanan

Zat pewarna ditambahkan ke dalam makanan bertujuan untuk menarik

selera dan keinginan konsumen. Zat-zat pewarna alam yang sering digunakan

misalnya kunyit dan daun pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami maka

bahan pewarna buatan mempunyai banyak kelebihan yaitu dalam hal aneka

ragam warnanya, keseragaman warna, kestabilan warna, dan penyimpanannya

lebih mudah serta lebih tahan lama (Winarno 1997).

Irianto (2007) menegaskan bahwa hampir setiap makanan olahan telah

dicampur dengan pewarna sintetis mulai dari jajanan anak-anak, kerupuk, tahu,

terasi bahkan buah dingin termasuk mangga. Jika penggunaan bahan-bahan

sintetis tersebut secara terus menerus dan melebihi dari kadar yang sudah

ditentukan, maka akan terakumulasi dalam tubuh yang akhirnya akan merusak

jaringan atau organ tubuh seperti hati dan ginjal. Bahan-bahan sintetis ini tidak

saja menganggu kesehatan jika terakumulasi, tetapi juga dapat menyebabkan

nilai gizi pada makanan tertentu berkurang.

Dalam memilih makanan sebaiknya hindari makanan dengan warna

merah, kuning, dan hijau maupun warna-warna lain yang terlihat ’mencolok’,

Page 5: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

9

karena tidak menutup kemungkinan warna yang terlalu mencolok tersebut

berasal dari bahan pewarna non-makanan seperti pewarna tekstil yang sangat

berbahaya bagi kesehatan (Yulianti 2007). Menurut Permenkes No.

1168/Menkes/PER/X/1999 batas aman penggunaan bahan pewarna yaitu 30-

300 mg/kg BB/hari tergantung jenis BTP yang digunakan.

Pemanis Makanan

Cahyadi (2008) menyatakan bahwa industri pangan dan minuman lebih

menyukai menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya relatif murah,

tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal

tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis sintetis

terutama sakarin dan siklamat. Rasa manis yang dirasakan dari pemanis sintetis

biasanya menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin terasa dengan

bertambahnya bahan pemanis ini. Dalam kehidupan sehari-hari, pemanis buatan

sakarin dan siklamat maupun campuran keduanya sering ditambahkan ke dalam

berbagai jenis jajanan anak-anak seperti makanan ringan (snack), cendol, limun,

makanan tradisional dan sirop (Yulianti 2007). Menurut WHO batas aman

penggunaan bahan pemanis sintetis yaitu 0-5 mg/kg BB/hari.

Penyedap Rasa dan Aroma Makanan

Menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999 penyedap rasa

dan aroma didefenisikan sebagai BTP yang dapat memberikan, menambah atau

mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi

sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima, dan lebih

menarik. Sifat utama pada penyedap adalah memberi ciri khusus suatu makanan

seperti flavor jeruk manis, jeruk nipis, lemon dan sebagainya (Cahyadi 2008).

Monosodium Glutamat (MSG) adalah salah satu penyedap sintetis yang

merupakan senyawa kimia yang dapat memperkuat atau memodifikasi rasa

makanan sehingga makanan tersebut terasa lebih gurih dan nikmat. Tetapi bila

dibandingkan, rasa bumbu alami tentu lebih nikmat dan segar dibandingkan

MSG, meskipun sangat gurih kadang meninggalkan rasa pahit atau rasa tidak

enak di mulut. MSG dapat memicu reaksi alergi seperti gatal-gatal, bintik-bintik

merah di kulit, keluhan mual, muntah, sakit kepala dan migren. Dalam jumlah

tertentu MSG masih dianggap aman. Namun demikian, untuk kesehatan

konsumen, sebagai antisipasi adanya efek buruk yang mungkin terjadi bila

mengkonsumsi dalam jumlah besar, penggunaannya harus dibatasi (Yulianti

2007). Menurut WHO batas aman penggunaan MSG yaitu 120 mg/kg BB/hari.

Page 6: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

10

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan merupakan kesan yang ada dalam pikiran manusia, dimana

kesan tersebut merupakan hasil dari penggunaan panca inderanya (Soekanto

2002). Menurut Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Berdasarkan penelitian Rogers (1974), diacu dalam Notoatmodjo (2003)

mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran,

dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat tahan lama.

Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal

maupun informal. Pendidikan formal ialah melalui kurikulum yang diterapkan di

sekolah, dicirikan dengan adanya tingkatan kronologis yang ketat untuk tingkat

usia sasaran. Sementara pendidikan informal tidak terorganisasi secara

struktural dan tidak mengenal tingkatan kronologis, keterampilan, dan

pengetahuan, tetapi terselenggara setiap saat di lingkungan sekitar manusia

(Hayati 2000). Pengetahuan diperoleh oleh seseorang melalui pendidikan formal,

informal dan non formal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan

kejelasan mengenai objek tertentu (Sukandar 2009).

Menurut Sukandar (2009), pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi

makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi,

belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang

dipengaruhi oleh pengetahuan gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi

dengan sikap dan ketrampilan gizi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan

seseorang akan cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi yang

lebih tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan

dan minum sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi.

Sikap Gizi

Menurut Pranadji (1989), sikap seseorang dapat diketahui dari

kecenderungan tingkah laku yang mengarah pada suatu objek tertentu. Jadi

sikap belum merupakan suatu perubahan, akan tetapi dari sikap yang

ditunjukannya, seseorang dapat diramalkan perbuatannya.

Sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan

mengarahkan perilaku secara langsung. Dengan demikian sikap positif akan

menumbuhkan perilaku yang positif dan sebaliknya sikap negative akan

menumbuhkan perilaku yang negative saja, seperti menolak, menjauhi,

Page 7: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

11

meninggalkan, bahkan sampai hal-hal yang merusak. Didalam sikap ada tiga

komponen, yaitu : (1) Komponen kognitif, yang menyangkut pengertian,

kepercayaan, motif, dan sebagainya, (2) Komponen afektif, yang melibatkan

proses internal yang berkembang sebagai bagian dari emosi dan perasaan, dan

(3) Komponen perilaku yang membentuk kecenderungan tertentu dan

mengarahkannya pada suatu tindakan tertentu.

Sikap bersifat relatif tetap, stabil, dan terus menerus. Suatu sikap yang

sudah tumbuh dalam psikis seseorang tidak mudah akan berubah. Umum

mengetahui bahwa sikap itu terbentuk melalui pengetahuan dan pengalaman.

Bahkan untuk membentuk sikap diperlukan penguatan-penguatan

(reinforcement) yang sengaja dilakukan. Hasil belajar, pengalaman, kehidupan,

dalam kelompok mempengaruhi pembentukan sikap seseorang dan dalam

periode waktu yang cukup lama akan dapat menjadi sifat kepribadian seseorang.

Sikap mengandung komponen afektif. Sikap terbentuk dari pengalaman

seseorang, bertambah dan berkembang dalam psikis yang merupakan bagian

perasaan dan emosi. Perasaan erat hubungannya dengan gejala psikis yang

lain, merupakan proses internal, melibatkan keseluruhan pribadi dalam

menanggapi objek pada suatu situasi.

Pendidikan baik formal maupun non formal merupakan upaya yang

memungkinkan terjadinya perubahan sikap dan kepercayaan. Pendidikan akan

menimbulkan pengalaman belajar pada seseorang, sehingga mengetahui dan

lebih mengerti fakta-fakta tentang berbagai objek baik segi positif maupun segi

negatifnya. Perubahan-perubahan akan memungkinkan tersentuhnya struktur

konsep penilaian yang selama ini kurang tepat.

Menurut Suhardjo (1989) sikap manusia terhadap makanan banyak

dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan

oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Pengalaman yang

diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya tidak

menyenangkan, sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap suka atau tidak

suka (like or dislike) terhadap makanan. Menurut Khomsan (1997) sikap gizi

merupakan tahapan lebih lanjut dari pengetahuan gizi. Seseorang yang

berpengetahuan gizi baik akan mengembangkan sikap gizi yang baik.

Pembentukan sikap gizi akan lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan/sosial

budaya yang ada di masyrakat.

Pengukuran sikap dapat menggunakan skala sikap yang berupa

kumpulan pernyataan-pernyataan sikap mengenai objek sikap. Dalam

pengukuran sikap, pernyataan tersebut dapat dilakukan secara tertulis yang

Page 8: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

12

merupakan jawaban subjek terhadap stimulus yang ada pada suatu skala sikap,

berupa setuju atau tidak setuju yang merupakan indikator utama subjek (Azwar

1988).

Praktek Gizi

Praktek adalah respons seseorang terhadap suatu rangsangan

(stimulus). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan apa yang diketahui atau

disikapinya (dinilai baik). Praktek memiliki beberapa tingkatan yatu: (a) Persepsi

(perception), ialah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil, (b) Respon terpimpin (guide response), ialah dapat

melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai dengan contoh, (c)

Mekanisme (mechanism), ialah melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, dan (d) Adopsi

(adoption), ialah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik (Notoatmodjo 2003).

Winkel (1996) menjelaskan bahwa sikap biasanya memainkan peranan

utama dalam membentuk perilaku. Sikap yang positif akan menumbuhkan

perilaku yang positif dan sikap yang negatif menumbuhkan perilaku yang negatif.

Melalui proses belajar akan diperoleh pengalaman yang nantinya dapat

membentuk sikap, kemudian sikap akan dicerminkan dalam bentuk praktek yang

sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi menurut Sumintarsih et al. (2000),

meskipun didukung oleh pengetahuan yang kemudian menumbuhkan suatu

sikap dan keyakinan atas sesuatu, belum menjamin bahwa seseorang akan

bertindak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipahaminya.

Schantz (2004) menyatakan bahwa anak akan mengkonsumsi makanan

yang tersedia bagi mereka. Jika makanan yang tersedia adalah makanan yang

sehat dan bergizi, maka mereka akan makan makanan sehat dan bergizi. Maka

dari itu, hal ini adalah kesempatan dan kewajiban orang tua untuk menawarkan

anak-anak pilihan makanan sehat. Dengan demikian, hal ini mendorong mereka

melakukan pola makan yang sehat, memberikan pendidikan gizi, dan

meningkatkan gaya hidup sehat.

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia

dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan

dan pemilihan makanan (Khumaidi 1994). Sedangkan menurut Suhardjo (1989)

dalam Sukandar (2009) kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk

Page 9: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

13

menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan

dan makan, seperti tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola

makanan yang dimakan, kepercayaan terhadap makanan, distribusi makanan

diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan, dan cara pemilihan

bahan makanan yang hendak dimakan sebagai reaksi terhadap pengaruh

fisiologik, psikologik, sosial, dan budaya.

Khumaidi (1994) menyatakan bahwa dari segi gizi, kebiasaan makan ada

yang baik dan ada yang buruk. Kebiasaan makan yang baik adalah yang dapat

menunjang terpenuhinya kecukupan gizi. Sedangkan kebiasaan makan yang

buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecupan gizi,

seperti adanya pantangan atau tabu yang berlawanan dengan konsep gizi.

Konsumsi pangan sebagai cara-cara individu dan kelompok individu memilih,

mengkonsumsi dan menggunakan makanan-makan yang tersedia, yang

didasarkan pada fakto-faktor sosial dan budaya dimana individu tersebut hidup.

Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dipengaruhi juga oleh faktor-faktor

sosial ekonomi keluarga (Khumaidi 1989 dalam Sukandar 2009)

Menurut Khomsan et al. (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi

konsumsi makan/pangan seseorang adalah (a) Karakteristik individu (umur, jenis

kelamin, pendidikan, pendapatan, pegetahuan gizi, kesehatan), (b) karakteristik

makanan (rasa, rupa, tekstur, harga, bumbu, kombinasi makanan), dan (c)

Karakteristik lingkungan (musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk,

jumlah keluarga, tingkat sosial pada masyarakat). Selain itu faktor yang

berpengaruh terhadap konsumsi pangan adalah pengalaman dari pendidikan gizi

serta pengetahuan dan sikap terhadap makanan.

Makanan Jajanan

Moertjipto (1993) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan

makanan jajanan ialah jenis-jenis makanan yang dimakan sepanjang hari, tidak

terbatas pada waktu, tempat dan jumlah yang dimakan. Tujuan jajan ialah untuk

pengurangan rasa lapar walaupun tidak mutlak, menambah zat-zat yang tidak

ada atau kurang pada makanan utama dan lauk pauknya, dan sebagai hiburan.

Jenis makanan atau minuman yang disukai anak-anak adalah makanan yang

mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-warna yang menarik, dan

bertekstur lembut. Jenis makanan seperti coklat, permen, jeli, biskuit, makanan

ringan (snack) merupakan produk makanan favorit bagi sebagian besar anak-

anak. Untuk kelompok produk minuman yakni minuman yang berwarna-warni (air

minum dalam kemasan maupun es sirop tanpa label), minuman jeli, es susu (milk

ice), minuman ringan (soft drink) dan lain-lain (Nuraini 2007).

Page 10: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

14

Makanan jajanan yang terlalu sering dan menjadi kebiasaan akan

berakibat negatif, antara lain (1) Nafsu makan menurun, (2) Makanan yang tidak

higienis akan menimbulkan berbagai penyakit, (3) Salah satu penyebab

terjadinya obesitas pada anak, (4) Kurang gizi sebab kandungan gizi pada

jajanan belum tentu terjamin, (5) Pemborosan, dan (6) Permen yang menjadi

kesukaan anak-anak bukanlah sumber energi yang baik sebab hanya

mengandung karbohidrat. Terlalu sering makan permen dapat menyebabkan

gangguan pada kesehatan gigi (Irianto 2007).

Makanan dan Kesehatan

Sesuai dengan wujudnya, makanan adalah hasil dari proses pengolahan

dari suatu bahan, sedangkan bahan makanan tersebut dapat diperoleh dari hasil

pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi (Moertjipto 1993). Irianto

et al. (2004) mengatahkan bahwa yang dimaksud dengan makanan dalam ilmu

kesehatan adalah setiap substrat yang dapat dipergunakan untuk proses di

dalam tubuh, terutama untuk membangun dan memperoleh tenaga bagi

kesehatan sel. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang

dikonsumsi, mempunyai nilai yang sangat penting untuk (a) Memelihara proses

dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama bagi mereka yang masih

dalam proses pertumbuhan, dan (b) Memperoleh energi guna melakukan

kegiatan fisik sehari-hari (Kartasapoetra et al. 2008).

Fungsi makanan bagi tubuh manusia yaitu sebagai bahan penghasil

energi yang berguna untuk segala kegiatan hidup, Sebagai bahan pembangun,

yaitu untuk pertumbuhan dan perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, dan sebagai

bahan pelindung dan pengatur kerja fisiologis tubuh agar tetap lancar dan teratur.

Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan

foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi

pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen

(Adam et al. 2004).

Yulianti (2007) menyatakan bahwa keracunan makanan dapat terjadi

karena beberapa hal diantaranya aktivitas mikroorganisme. Keracunan akibat

mikroorganisme dapat dibedakan menjadi food intoxication dan food infection.

Food intoxication adalah keracunan yang terjadi karena tercemarinya makanan

oleh toksin yang ada dalam makanan. Misalnya toksin yang dihasilkan

Clostrodium botolinum dan Staphylococci. Adapun food infection terjadi karena

makanan terkontaminasi oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen (penyebab

sakit) seperti Salmonella, Proteus, Escherichia dan Pseudomonas yang ada

dalam makanan tersebut. Keracunan makanan dapat pula disebabkan oleh

Page 11: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

15

bahan kimia. Ketika masuk kedalam tubuh manusia zat kimia ini akan

menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlah zat kimia

yang masuk ke dalam tubuh.

Menurut Adam et al. (2004) umumnya penyakit yang ditimbulkan oleh

pangan berkaitan dengan gangguan pencernaan (gastroenteritis) dengan gejala

sakit perut, diare, demam, sakit kepala, mual, dan muntah-muntah. Tipus, kolera,

dientri, dan basiler, merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh pangan yang

terkontaminasi. Penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes melitus,

hipertensi, dan sebagainya dapat disebabkan konsumsi pangan sumber

karbohidrat, lemak, gula, dan garam secara berlebihan. Efek samping

penggunaan BTP berlebih untuk jangka pendek yaitu sakit perut, diare, demam,

sakit kepala, mual, dan muntah-muntah sedangkan pada jangka panjang dapat

menyebabkan penyakit kanker, tumor, dan gangguan saraf, gangguan fungsi

hati, iritasi lambung, dan perubahan fungsi sel (Saparinto 2006).

Remaja Usia Sekolah

Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena

pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak, maka disamping keluarga sebagai

pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan

untuk pembentukan pribadi anak (Ahmadi et al. 2003). Menurut Sutatmo (1979)

dalam Daniati (2009) menegaskan bahwa lingkungan fisik sekolah yang sehat

dapat dibagi menjadi tiga yaitu sarana dan prasarana sekolah, kebersihan

perorangan dan kebersihan lingkungan dan keamanan di sekolah. Kantin

sekolah merupakan salah satu yang termasuk dalam sarana dan prasarana

sekolah. Kantin sekolah harus memenuhi kriteria antara lain: (1) Makanan dan

minuman yang disediakan hendaknya bergizi dan memenuhi syarat-syarat

kesehatan, dan (2) dikelola oleh orang tertentu dan mendapat pengawasan

langsung dari guru mengenai makanan dan minuman yang disajikan dan

kebersihannya.

Anak sekolah adalah anak yang belajar di semua lembaga pendidikan

mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan tingkat Sekolah Menengah

Tingkat Atas. Anak-anak merupakan modal negara, mereka adalah manusia-

manusia pembangunan di hari esok, dan akan menjadi pemimpin-pemimpin

bangsa/negara pada generasi yang akan datang. Sekolah memiliki fungsi antara

lain (1) Membantu lingkungan keluarga untuk mendidik dan mengajar,

memperbaiki, dan memperdalam atau memperluas tingkah laku anak didik yang

dibawa dari keluarga serta membantu pengembangan bakat, dan (2)

Mengembangkan kepribadian peserta didik lewat kurikulum agar peserta didik

Page 12: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

16

dapat bergaul dengan guru, dan teman-temannya sendiri, taat kepada peraturan

atau disiplin, dan dapat terjun di masyarakat berdasarkan norma yang berlaku

(Ahmadi 2003).

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari

bahasa Latin adolescere yang artinya ”tumbuh atau tumbuh untuk mencapai

kematangan”. Menurut WHO remaja adalah suatu masa dimana (1) Individu

berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, (2) Individu

mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa, dan (3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi

yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono 1997).

Ali et al. (2004) menyatakan bahwa fase remaja merupakan fase

perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial. Perkembangan

intelektual yang terus menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berfikir

operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berfikir secara lebih

abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja yang ada padanya

daripada sekedar melihat apa adanya.

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai

berikut (1) Masa remaja awal (12-15 tahun), Pada masa ini individu mulai

meninggalkan peran sebagai anak-anak dan tidak tergantung pada orang tua.

Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta

adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya, (2) Masa remaja

pertengahan (16-18 tahun), Masa ini ditandai dengan berkembangnya

kemampuan berfikir yang baru. Pada masa ini remaja mulai mengembangkan

kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan diri, dan membuat keputusan-

keputusan yang ingin dicapai, dan (3) Masa remaja akhir (19-22 tahun). Menurut

Agustiani (2006), masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-

peran orang dewasa. Cirinya adalah keinginan yang kuat untuk menjadi matang

dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa.

Status Gizi Anak Sekolah

Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan

kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh

konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Selanjutnya

menurut Supariasa et al. (2001) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan

keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Penilaian gizi yang dilakukan secara langsung meliputi antropometri, biokimia,

Page 13: Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi Sekolah Menengah ... · pengawetan makanan. Orang romawi kuno menggunakan garam untuk ... rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet,

17

klinis dan biofisik. Penilaian yang dilakukan secara tidak langsung seperti survei

konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap metode memiliki

kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Penilaian status gizi secara antropometri memiliki beberapa keunggulan

seperti prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah

sampel yang besar, relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya murah,

mudah dibawa, hasilnya akurat dan tepat, dapat mendeteksi atau

menggambarkan riwayat gizi di masa lampau, dan umumnya dapat

mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada

ambang batas yang jelas. Metode antropometri juga dapat mengevaluasi

perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Serta metode antropometri juga dapat digunakan untuk pelapisan

kelompok yang rawan terhadap gizi (Supariasa et al 2001).

Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri

yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks

antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen

terhadap median. Indikator BB/u menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini

karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan

tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB).

Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB

menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik. Menurut WHO

(2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak

menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh

berdasarkan umur (IMT/U).