pengertian residivis dalam konsep kuhp

4
Pengertian Residivis dalam Konsep KUHP Ada beberapa pasal yang disebutkan dalam KUHP yang mengatur akibat terjadinya sebuah tindakan pengulangan (recidive) ada dua kelompok dikategorikan sebagai kejahatan pengulangan (recidive), yaitu: 2.3.1. Menyebutkan dengan mengelompokkan tindak-tindak pidana tertentu dengan syarat-syarat tertentu yang dapat terjadi pengulangannya. Pengulangannya hanya terbatas terhadap tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, Pasal 487 dan Pasal 488 KUHP. 2.3.2. Di luar kelompok kejahatan dalam Pasal 386 sampai dengan Pasal 388 KUHP juga menentukan beberapa tindak pidana khusus tertentu yang dapat terjadi pengulangan, misalnya Pasal 216 ayat (3) KUHP, Pasal 489 ayat (2), Pasal 495 ayat (2) dan Pasal 512 ayat (3).[3] Mengingat pentingnya tujuan pidana sebagai pedoman dalam pemberian atau menjatuhkan pidana dimuat dalam konsep rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di samping itu juga adanya perkembangan pemikiran mengenai teori pemidanaan mengakibatkan tujuan pemidanaan yang ideal. Di samping itu dengan adanya kritik-kritik mengenai dasar pemidanaan yang menyangkut hubungan antara teori pidana, pelaksanaan dan tujuan yang hendak dicapai serta hasil yang diperoleh dari penerapan pidana. Dalam perkembangannya, pengulangan tindak pidana dapat dibagi menjadi beberapa golongan. pengulangan tindak pidana menurut ilmu kriminologi, dibagi dalam penggolongan pelaku tindak pidana sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan, yaitu: 2.3.3. Pelanggaran hukum bukan residivis (mono delinquent/ pelanggaran satu kali/ first offenders) yaitu yang melakukan hanya satu tindak pidana dan hanya sekali saja. 2.3.4. Residivis yang dibagi lagi menjadi: 2.3.4.1. Penjahat yang takut meliputi pelanggaran hukum yang bukan residivis dan mereka yang berkali-kali telah dijatuhi pidana

Upload: ray-saragih

Post on 24-Oct-2015

133 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengertian Residivis Dalam Konsep KUHP

Pengertian Residivis dalam Konsep KUHP

Ada beberapa pasal yang disebutkan dalam KUHP yang mengatur akibat terjadinya

sebuah tindakan pengulangan (recidive) ada dua kelompok dikategorikan sebagai kejahatan

pengulangan (recidive), yaitu:

2.3.1.      Menyebutkan dengan mengelompokkan tindak-tindak pidana tertentu dengan syarat-syarat

tertentu yang dapat terjadi pengulangannya. Pengulangannya hanya terbatas terhadap tindak

pidana tertentu yang disebutkan dalam Pasal 486, Pasal 487 dan Pasal 488 KUHP.

2.3.2.      Di luar kelompok kejahatan dalam Pasal 386 sampai dengan Pasal 388 KUHP juga

menentukan beberapa tindak pidana khusus tertentu yang dapat terjadi pengulangan,

misalnya Pasal 216 ayat (3) KUHP, Pasal 489 ayat (2), Pasal 495 ayat (2) dan Pasal 512 ayat

(3).[3]

Mengingat pentingnya tujuan pidana sebagai pedoman dalam pemberian atau

menjatuhkan pidana dimuat dalam konsep rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), di samping itu juga adanya perkembangan pemikiran mengenai teori pemidanaan

mengakibatkan tujuan pemidanaan yang ideal. Di samping itu dengan adanya kritik-kritik

mengenai dasar pemidanaan yang menyangkut hubungan antara teori pidana, pelaksanaan

dan tujuan yang hendak dicapai serta hasil yang diperoleh dari penerapan pidana.

Dalam perkembangannya, pengulangan tindak pidana dapat dibagi menjadi beberapa

golongan. pengulangan tindak pidana menurut ilmu kriminologi, dibagi dalam penggolongan

pelaku tindak pidana sesuai dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan, yaitu:

2.3.3. Pelanggaran hukum bukan residivis (mono delinquent/ pelanggaran satu kali/ first offenders)

yaitu yang melakukan hanya satu tindak pidana dan hanya sekali saja.

2.3.4. Residivis yang dibagi lagi menjadi:

2.3.4.1.  Penjahat yang takut meliputi pelanggaran hukum yang bukan residivis dan mereka yang

berkali-kali telah dijatuhi pidana umum namun antara masing-masing putusan pidana jarak

waktunya jauh, atau perbuatan pidananya begitu berbeda satu sama lain sehingga tidak dapat

dilakukan ada hubungan kriminalitas atau dengan kata lain dalam jarak waktu tersebut

(misalnya 5 tahun menurut pasal 45 KUHP).

2.3.4.2. Penjahat kronis adalah golongan pelanggaran hukum yang telah mengalami penjatuhan pidana

yang berlipat ganda dalam waktu singkat di antara masing-masing putusan pidana.

2.3.4.3. Penjahat berat adalah mereka yang paling sedikit setelah dijatuhi pidana 2 kali dan menjalani

pidana berbulan-bulan dan lagi mereka yang karena kelakuan anti sosial sudah merupakan

kebiasaan atau sesuatu hal yang menetap bagi mereka.

2.3.4.4. Penjahat sejak umur muda tipe ini memulai karirnya dalam kejahatan sejak ia kanak-kanak

dan dimulai dengan melakukan kenakalan anak.

Page 2: Pengertian Residivis Dalam Konsep KUHP

Kritikan tersebut dapat berpengaruh besar terhadap proses pembuatan rancangan

KUHP yang telah rampung pada Tahun 2000 yang lalu dan telah disosialisasikan sejak bulan

Desember Tahun 2000, “Konsep KUHP tersebut telah mengalami beberapa perubahan mulai

dari konsep Tahun 1971/1972, konsep KUHP 1982/1983, konsep KUHP 1993 dan yang

terakhir konsep KUHP Tahun 2000”.[4]

Dari sudut ilmu pengetahuan hukum pidana, pengulang tindak pidana dibedakan atas 3

jenis, yaitu:

1.     Pengulang tindak pidana yang dibedakan berdasarkan cakupannya antara lain:

-     Pengertian yang lebih luas yaitu bila meliputi orang-orang yang melakukan suatu rangkaian

tanpa yang diseiringi suatu penjatuhan pidana/ condemnation.

-     Pengertian yang lebih sempit yaitu bila si pelaku telah melakukan kejahatan yang sejenis

(homolugus recidivism) artinya ia menjalani suatu pidana tertentu dan ia mengulangi

perbuatan sejenis tadi dalam batas waktu tertentu misalnya 5 (lima) tahun terhitung sejak

terpidana menjalani sama sekali atau sebagian dari hukuman yang telah dijatuhkan.

2.     Pengulangan tidak pidana yang dibedakan berdasarkan sifatnya antara lain:

-     Accidentale recidive yaitu apabila pengulangan tindak pidana yang dilakukan merupakan

akibat dari keadaan yang memaksa dan menjepitnya.

-     Habituele recidive yaitu pengulangan tindak pidana yang dilakukan karena si pelaku

memang sudah mempunyai inner criminal situation yaitu tabiat jahat sehingga kejahatan

merupakan perbuatan yang biasa baginya.

3.     Selain kepada kedua bentuk di atas, pengulangan tindak pidana dapat juga dibedakan atas:

-     Recidive umum, yaitu apabila seseorang melakukan kejahatan/ tindak pidana yang telah

dikenai hukuman, dan kemudian melakukan kejahatan/ tindak pidana dalam bentuk apapun

maka terhadapnya dikenakan pemberatan hukuman.[5]

-     Recidive khusus, yaitu apabila seseorang melakukan perbuatan kejahatan/ tindak pidana yang

telah dikenai hukuman, dan kemudian ia melakukan kejahatan/ tindak pidana yang sama

(sejenis) maka kepadanya dapat dikenakan pemberatan hukuman.

Page 3: Pengertian Residivis Dalam Konsep KUHP

  Pembagian Sistem ResidiveRecidive dibagi menjadi 2 yaitu

1.    General recidive atau recidive umumYaitu apabila seseorang melakukan kejahatan terhadap kejahatan mana telah dijatuhi hukuman maka apabila ia kemudian melakukan kejahatan lagi, yang dapat merupakan bentuk kejahatan apapun ini dapat dipergunakan sebagai alasan untuk memberatkan hukuman.Contoh. A melakukan kejahatan pencurian kemudian di jatuhi hukuman, setelah A menjalani hukuman itu, ia kembali ke dalam masyarakat. Akan tetapi A kemudian melakukan kejahatan penganiayaan terhadap B berdasarkan sifat recidive ini, maka perbuatan penganiayaan itu dapat merupakan alasan untuk memberatkan hukuman yang dijatuhi alasan dirinya.

2.    Special recidive atau recidive khususYaitu bila seseorang melakukan kejahatan dan terhadap kejahatan itu dijatuhi hukuman oleh hakim, kemudian ia melakukan kejahatan lagi yang sama (sejenis) dengan kejahatan pertama, maka persamaan kejahatan yang dilakukan yang kemudian itu merupakan dasar untuk memperberat hukuman. KUHP menganut “tussentelsel” artinya kejahatan-kejahatan yang diatur itu dibagi dalam golongan menurut sifat yang dapat memenuhi recidive, adalah bukan setiap kejahatan dan bukan pulan merupakan kejahatan yang sejenis.Syarat-syarat Recidive :

a.  Terhadap kejahatan yang pertama telah dilakukan harus jelas ada keputusan hakim yang mengandung hukuman

b.  Keputusan hakim tersebut harus merupakan keputusan yang tidak diubah lagi, artinya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

c.  Di dalam pasal 486 KUHP dan pasal 487 KUHP ditentukan bahwa hukuman yang dijatuhi berhubungan dengan perbuatan yang pertama harus merupakan hukuman penjara, sedangkan di dalam pasal 488 KUHP “tidak” di tentukan hukuman apa yang telah dijatuhkan dalam perbuatan yang pertama.

Mengenai hukuman yang dijatuhi terhadap perbuatan yang pertama dilakukan, dapat diterangkan bahwa apakah hukuman itu telah dijalankan seluruhnya atau baru sebagian, atau walaupun si terhukum itu mendapat ampunan (grasi), hal itu tetap merupakan dasar untuk memperberat hukuman yang akan dijatuhkan terhadap perbuatan yang kemudian dilakukan.